Anda di halaman 1dari 17

BAB III

PENENTUAN LITOLOGI BATUAN

3.1. TUJUAN
Tujuan dari penentuan litologi batuan adalah untuk mengidentifikasi
lapisan porus dan permeabel di suatu sumur, korelasi lapisan antar sumur, dan
besarnya volume lapisan shale.

3.2. DASAR TEORI


Penentuan litologi batuan ini memiliki dua tipe metode, yaitu metode
langsung dan tidak langsung. Metode langsung yaitu dengan mengamati batuan
secara langsung melalui mud logging dan analisa core. Dengan metode ini,
dilakukan deskripsi mineral dari cutting atau core sehingga dapat menentukan
jenis batuannya. Setelah mengetahui jenis batuan, litologi dan fasiesnya dapat
ditentukan. Metode tidak langsung yaitu menentukan litologi batuan dengan
mengintepretasikan dari data log, menggunakan caliper log, spontaneous
potential log, dan gamma ray log.
3.2.1. Mineral, Batuan, Litologi, dan Facies
Mineral adalah suatu benda padat homogen yang terdapat di alam
terbentuk secara anorganik, mempunyai komposisi kimia pada batas-batas
tertentu dan mempunyai atom-atom yang tersusun secara teratur. Mineral
memiliki sifat fisik, yaitu :
a. Kilap
Kilap merupakan kenampakan atau cahaya yang dipantulkan oleh
permukaan mineral saat terkena cahaya.
b. Warna
Warna mineral merupakan kenampakan langsung yang dapat dilihat. Akan
tetapi, tidak dapat diandalkan dalam pemerian mineral karena suatu mineral
dapat berwarna lebih dari satu warna, tergantung keanekaragaman
komposisi kimia dan pengotoran padanya.

38
39

c. Kekerasan
Kekerasan adalah ketahanan mineral terhadap suatu goresan. Kekerasan
nisbi suatu mineral dapat membandingkan suatu mineral terentu yang
dipakai sebagai kekerasan yang standar. Mineral yang mempunyai
kekerasan yang lebih kecil akan mempunyai bekas dan badan mineral
tersebut. Standart kekerasan yang biasa dipakai adalah skala kekerasan yang
dibuat oleh Friedrich Mohs dari Jeman dan dikenal sebagai skala Mohs.
Skala Mohs mempunyai 10 skala, dimulai dari skala 1 untuk mineral
terlunak sampai skala 10 untuk mineral terkeras.
d. Cerat
Cerat adalah warna mineral dalam bentuk hancuran (serbuk). Hal ini dapat
dapat diperoleh apabila mineral digoreskan pada bagian kasar suatu keping
porselin atau membubuk suatu mineral kemudian dilihat warna dari
bubukan tersebut. Cerat dapat sama dengan warna asli mineral, dapat pula
berbeda. Warna cerat untuk mineral tertentu umumnya tetap walaupun
warna mineralnya berubah-ubah.
e. Belahan
Belahan merupakan kecenderungan mineral untuk membelah diri pada satu
atau lebih arah tertentu.. Tidak semua mineral mempunyai sifat ini,
sehingga dapat dipakai istilah seperti mudah terbakar dan sukar dibelah atau
tidak dapat dibelah. Tenaga pengikat atom di dalam sruktur kritsal tidak
seragam ke segala arah, oleh sebab itu bila terdapat ikatan yang lemah
melalui suatu bidang, maka mineral akan cenderung membelah melalui
suatu bidang, maka mineral akan cenderung membelah melalui bidang-
bidang tersebut. Karena keteraturan sifat dalam mineral, maka belahan akan
nampak berjajar dan teratur.
f. Pecahan
Pecahan adalah kecenderungan mineral untuk terpisah-pisah dalam arah
yang tidak teratur apabila mineral dikenai gaya. Perbedaan pecahan dengan
belahan dapat dilihat dari sifat permukaan mineral apabila memantulkan
sinar. Permukaan bidang belah akan nampak halus dan dapat memantulkan
40

sinar seperti cermin datar, sedang bidang pecahan memantulkan sinar ke


segala arah dengan tidak teratur.
Batuan adalah agregat padat dari mineral, atau kumpulan yang terbentuk
secara alami yang tersusun oleh butiran mineral, gelas, material organik yang
terubah, dan kombinasi semua komponen tersebut. Secara umum, batuan terbagi
menjadi tiga, yaitu :
a. Batuan Beku (igneous rock)
Batuan beku merupakan kumpulan interlocking agregate mineral mineral
silikat hasil pembentukan magma yang mengalami pendinginan.
b. Batuan Sedimen (sediment rock)
Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk di permukaan bumi pada
kondisi temperature dan tekanan yang rendah. Batuan ini berasal dari
batuan yang lebih dahulu terbentuk yang mengalami pelapukan dan erosi.
Material-material sedimen itu kemudian terkompaksi, mengeras, mengalami
litifikasi, dan terbentuklah batuan sedimen.
c. Batuan Metamorf (metamorphic rock)
Batuan metamorf merupakan batuan yang berasal dari suatu batuan asal
yang mengalami perubahan tekstur dan komposisi mineral pada fase padat
sebagai akibat perubahan kondisi fisika (tekanan dan temperatur).
Ketiga jenis batuan diatas adalah penyusun dari lapisan-lapisan bumi
mulai dari kerak bumi sampai inti bumi. Menurut Bates dan Jackson
(1985), litologi adalah deskripsi batuan pada singkapan berdasarkan karakteristik
nya, seperti: warna, komposisi mineral dan ukuran butir, sinonim dengan
Petrografi. Fasies merupakan suatu tubuh batuan yang memiliki kombinasi
karakteristik yang khas dilihat dari litologi, struktur sedimen, dan struktur biologi
memperlihatkan aspek fasies yang berbeda dari tubuh batuan yang yang ada di
bawah, atas, dan disekelilingnya.
Fasies umumnya dikelompokkan ke dalam facies association dimana
fasies-fasies tersebut berhubungan secara genetis sehingga asosiasi fasies ini
memiliki arti lingkungan. Dalam skala lebih luas, asosiasi fasies bisa disebut atau
dipandang sebagai basic architectural element dari suatu lingkungan
41

pengendapan yang khas sehingga akan memberikan makna bentuk tiga dimensi
tubuhnya. Menurut Slley (1985), fasies sedimen adalah suatu satuan batuan yang
dapat dikenali dan dibedakan dengan satuan batuan yang lain atas dasar geometri,
litologi, struktur sedimen, fosil, dan pola arus purbanya. Fasies sedimen
merupakan produk dari proses pengendapan batuan sedimen di dalam suatu jenis
lingkungan pengendapannya. Diagnosa lingkungan pengendapan tersebut dapat
dilakukan berdasarkan analisa fasies sedimen, yang merangkum hasil interpretasi
dari berbagai data, diantaranya :
a. Geometri :
1) Regional dan lokal dari seismic.
Contoh: progradasi, regresi, reef dan channel.
2) Intra-reservoir dari wireline log (ketebalan dan distribusi reservoir).
b. litologi
Dari cutting dan core (glaukonit dan carboneous detritus) dikombinasi
dengan log sumur (GR dan SP).
c. Paleontologi
Dari fosil yang diamati dari cutting, bottom hole core, atau side wall core.
d. Struktur sedimen
Dari analisa core.
3.2.2. Metode Penentuan Litologi Batuan
Metode penentuan litologi batuan terbagi menjadi dua metode yaitu secara
langsung dan tidak langsung. Metode langsung yaitu menentukan litologi batuan
dengan analisa cutting yang termasuk proses dari mud logging dan analisa coring.
Metode tidak langsung yaitu dengan mengintepretasikan data dari litologi tools.
Lithologi tools ini terdiri dari caliper log, spontaneous potential log, dan gamma
ray log.
3.2.2.1. Mud Logging
Mud logging merupakan proses menyirkulasikan dan mengamati
perpindahan mud dan cutting pada sumur selama pemboran (Bateman, 1985).
42

Menurut Darling (2005), terdapat dua tugas utama dari seorang mud
logger yaitu :
a. Memantau parameter pengeboran dan memantau sirkulasi
gas/cairan/padatan dari sumur agar pengeboran dapat berjalan dengan aman
dan lancar.
b. Menyediakan informasi sebagai bahan evaluasi bagi petroleum engineering
department.
Mud-logging unit akan menghasilkan mud log yang akan dikirim ke
kantor pusat perusahaan minyak. Menurut Darling (2005), mud log tersebut
meliputi:
a. Pembacaan gas yang diperoleh dari detektor gas atau gas kromatograf.
b. Pengecekan terhadap ketidakhadiran gas beracun (H2S, SO2).
c. Laporan analisis cutting yang telah dideskripsi secara lengkap.
d. Rate of Penetration (ROP).
e. Indikasi keberadaan hidrokarbon yang terdapat di dalam sampel.
Mud log merupakan alat yang berharga untuk petrofisis dan geolog di
dalam mengambil keputusan dan melakukan evaluasi. Darling (2005) menyatakan
bahwa mud log digunakan untuk hal-hal berikut ini:
a. Identifikasi tipe formasi dan litologi yang dibor.
b. Identifikasi zona yang porous dan permeabel.
c. Picking of coring, casing, atau batas kedalaman pengeboran akhir.
d. Memastikan keberadaan hidrokarbon sampai pada tahap membedakan jenis
hidrokarbon tersebut apakah minyak atau gas.
Pekerjaan lain dari seorang mud logger adalah melakukan
deskripsi cutting. Cutting merupakan material hasil hancuran batuan oleh mata
bor yang dibawa oleh lumpur pemboran ke permukaan (Bateman,1985). Sebagian
sampel dimasukkan ke dalam plastik polyethene sebagai sampel basah sementara
sebagian sampel lain yang telah dicuci dan dikeringkan dikenal sebagai sampel
kering. Sampel yang telah dibersihkan diamati di bawah mikroskop yang ada
di mud-logging unit. Hasil deskripsi kemudian diserahkan ke kantor pusat
pengolahan data. Agar informasi tersebut berguna maka ada standart deskripsi
43

baku yang harus dilakukan. Darling (2005) menyatakan bahwa deskripsi tersebut
harus meliputi:
a. Sifat butir,
b. Tekstur,
c. Tipe,
d. Warna,
e. Roundness dan sphericity,
f. Sortasi,
g. Kekerasan,
h. Ukuran,
i. Kehadiran mineral jejak (misalnya pirit, kalsit, dolomit, dan siderit),
j. Tipe partikel karbonat,
k. Partikel skeletal (fosil atau foraminifera),
l. Partikel non-skeletal (lithoclast, agregat, rounded particles),
m. Porositas dan permeabelitas, meliputi :
1) Tipe porositas (intergranular, fracture, atau vuggy)
2) Permeabilitas (permeabelitas rendah, menengah, atau tinggi)
3) Deteksi hidrokarbon
3.2.2.2. Analisa Coring
Analisa inti batuan dalam teknik perminyakan pada penerapannya di
lapangan diawali dengan coring. Coring merupakan kegiatan atau usaha untuk
mendapatkan contoh batuan dari formasi bawah permukaan. Core sampel inilah
yang nantinya diuji dalam laboratorium untuk mengetahui sifat fisik batuannya.
Analisa inti batuan adalah tahapan analisa setelah contoh formasi dibawah
permukaan (core) diperoleh.
Tujuan dari analisa inti batuan adalah untuk menentukan secara langsung
informasi tentang sifat-sifat fisik batuan yang ditembus selama pemboran. Studi
dari data analisa inti batuan dalam pemboran eksplorasi dapat digunakan untuk
mengevaluasi kemungkinan dapat diproduksikan hidrokarbon dari suatu sumur.
Sedangkan tahap eksploitasi dari suatu reservoir dapat digunakan sebagai
pegangan melaksanakan well completion dan merupakan suatu informasi penting
44

untuk melaksanakan proyek secondary dan tertiary recovery. Selain itu, data inti
batuan ini juga berguna sebagai bahan pembanding dan kalibrasi dari metode
logging.
3.2.2.2.1. Prosedur Analisa Inti Batuan
Prosedur analisa inti batuan pada dasarnya terdiri atas 2 bagian, yaitu :
a. Analisa inti batuan rutin, dan
b. Analisa inti batuan spesial
Analisa inti batuan rutin umumnya berkisar tentang pengukuran porositas,
permeabilitas absolut dan saturasi fluida. Sedangkan analisa inti batuan spesial
dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu pengukuran pada kondisi statis dan
pengukuran pada kondisi dinamis. Pengukuran pada kondisi statis meliputi
tekanan kapiler, sifat-sifat listrik dan kecepatan rambat suara, grain density,
wetability, kompresibilitas batuan, permeabilitas dan porositas fungsi tekanan
(Net Overburden), dan studi petrografi. Yang termasuk pengukuran pada kondisi
dinamis meliputi permeabilitas relatif, thermal recovery, gas residual, water flood
evaluation, liquid permeability (evaluasi completion, workover, dan injection fluid
meliputi surfactant dan polymer).
3.2.2.3. Analisa Caliper Log
Caliper log adalah pengukuran variasi diameter lubang bor saat borehole
masih dalam open case hole. Saat drill bit masuk untuk melakukan aktivitas
pengeboran, tentunya akan ada respon yang berbeda dari tiap litologi saat
ditembus oleh drill bit. Saat ada litologi yang sulit tertembus, maka lubang bor
yang dihasilkan akan sempit. Sebaliknya, jika batuan yang dibor adalah batuan
yang lunak, maka jelas sudah hasil lubang bornya akan lebar. Dalam caliper log,
dikenal istilah-istilah sebagai berikut :
a. Caving
Diameter yang besar yang dihasilkan saat drill bit menerobos batuan yang
lunak, misalnya coal, shale, atau batu lempung yang bersifat brittle (illite &
smectite), atau batuan lain yang lunak secara fisik. Batuan lunak tersebut
mudah patah dan runtuh, saat drill bit itu membor bagian litologi tersebut
45

hasilnya akan ada cave atau caving. Mud drilling nantinya juga akan
mengisi bagian caving ini.
b. Mud Cake
Mud cake biasanya terbentuk saat drill bit melewati batuan porus permeabel.
Mud cake terbentuk karena fasa fluida lumpur pemboran masuk ke dalam
formasi yang porus permeabel, fasa fluidanya masuk, fasa padatannya
tersaring di dinding lubang bor. Kemudian ini yang disebut mud cake.
Hasilnya diameter lubang bor akan menyempit pada bagian ini.
c. Swelling
Swelling biasanya disebabkan karena mineral lempung yang menyerap air
(montmorillonite). Swelling ini akan dengan cepat dikenali dengan adanya
penyempitan diameter borehole. Swelling adalah salah satu yang dihindari
saat pengeboran.
d. On Gauge
On gauge merupakan kondisi dimana diameter lubang bor sama dengan
diameter drill bit. On gauge ini yang nantinya agak sulit untuk diinterpretasi
karena tidak muncul kenampakan khusus pada hasil caliper log.

Gambar 3.1. Hasil Pembacaan Caliper Log


(www.academia.edu)
46

3.2.2.4. Analisa Spontaneous Potential Log


Dari prinsip kerjanya, log SP ini dapat digunakan untuk identifikasi batuan
permeable, identifikasi lapisan serpih (non-reservoir) dan non-serpih (reservoir),
membantu korelasi litologi, dan menghitung nilai salinitas fluida formasi (Rw).
Pengukurannya berdasarkan adanya beda potensial karena perbedaan salinitas
antara lumpur pemboran (Rmf) dengan fluida formasi (Rw), dimana pada
dasarnya nilai salinitas berbanding terbalik dengan resistivitas.
Dalam interpretasinya, apabila data log SP menunjukkan kurva lurus
(tidak ada perubahan nilai) maka mengindikasikan salinitas fluida formasi sama
dengan salinitas lumpur pemboran, atau dapat juga sebagai indikasi lapisan
batuan yang pejal (tight) atau impermeable. Sedangkan apabila terdapat defleksi
grafik/perubahan nilai log SP, maka menunjukkan adanya perbedaan salinitas,
adanya lapisan batuan permeable, dan dapat diasumsikan sebagai reservoir. Dan
apabila lapisan permable tersebut mengandung saline water maka nilai Rw <<
Rmf, dan akan terjadi perubahan nilai SP yang negatif, sedangkan lapisan yang
mengandung fresh water memiliki nilai Rw >> Rmf, mengakibatkan perubahan
nilai SP positif. Dengan data log SP ini juga dapat dihitung volume shale dengan
rumus :
ASP
V���� = 1 − ( ESSP ) .............................................................................. (3-1)

Gambar 3.2. Hasil Pembacaan SP Log


(geohazard009.wordpress.com/2015/02/25/analisa-kualitatif-wireline-log)
47

3.2.2.5. Analisa Gamma Ray Log


Dalam analisa kualitatif, gamma ray log (GR log) dapat digunakan untuk
identifikasi dan korelasi litologi serta estimasi tingkat kelempungan, karena
prinsip kerjanya yang mengukur tingkat radioaktivitas alami (sinar gamma) dari
unsur-unsur Potassium, Thorium, Uranium pada mineral mika, glaukonit, dan
potasium feldspar yang umum ditemukan pada batu serpih (shale) dan lempung
(clay). Secara umum (konvensional), kegiatan eksplorasi dilakukan untuk mencari
hidrokarbon pada batuan reservoir yang memiliki porositas dan permeabilitas
yang baik, yaitu batupasir dan batugamping. Karena karakteristik batu serpih dan
lempung yang memiliki porositas dan permeabilitas yang kecil (kemudian
dianggap sebagai batuan non-reservoir) dan bersifat “menyerpih” dalam suatu
tubuh batuan, maka dengan analisa gamma ray log ini dapat dilakukan
identifikasi litologi dengan membedakan zona reservoir dengan zona non-
reservoir.
Batupasir dan batugamping yang clean (bebas kandungan serpih), pada
umumnya akan memiliki kandungan material radioaktif yang rendah, sehingga
akan menghasilkan pembacaan nilai GR yang rendah pula. Seiring dengan
bertambahnya kandungan serpih dalam batuan, maka kandungan material
radioaktif akan bertambah dan pembacaan nilai GR akan meningkat. Teknik
interpretasinya, secara sederhana yaitu dengan membuat suatu garis batas (cut off)
antara shale base line (yang menyatakan nilai GR tertinggi) dengan sand base
line (yang menyatakan nilai GR terendah). Sehingga diperoleh zona di sebelah
kiri cut off sebagai zona reservoir, dan zona non-reservoir di sebelah kanan garis
cut off. Dari gamma ray log ini dapat ditentukan volume shale dengan rumus :

������−�����
V���� = �����−�����
......................................................................... (3-2)
48

Gambar 3.3. Hasil Pembacaan Gamma Ray Log


(geohazard009.wordpress.com/2015/02/25/analisa-kualitatif-wireline)
49

3.3. DATA DAN PERHITUNGAN


3.3.1. Data Percobaan
a. Depth BHT = 6564,24 ft
b. Depth yang dianalisa = 4400 ft
c. SSP = -60 mV
d. GRmax = 100 API
e.GRmin = 15 API
f. Rm @Ts = 1,5 ohm-m
g. BHT = 219,6 o
F
h. di = 30 inci
i. Tebal lapisan = 10 ft
j. Ts = 75 o
F
3.3.2. Perhitungan
 SP Log
 BHT  Ts 
1. Tf = Ts +  xKedalaman..analisa
 DepthBHT 
219,6−75
Tf = 75 + ( 6564,24
� 4400)

= 171,93 oF
2. SSP (harga maksimum SP log) = -60 mV
Ts
3. Rm @ Tf = Rm @ Ts 
Tf
75
Rm @ Tf = (1,5 � 171,93
)

= 0,654 Ω
4. k (Faktor Koreksi) = 1,066
ESSP = SSP x Faktor Koreksi
= -60 x 1,066
= -63,96 mV
5. ASP = -1,67 mV
ASP  SBL
6. Vclay = 1 - | |
ESSP
50

−1,67+(−3,33)
Vclay = 1 - | |
−63,96

Vclay = 0,974
 Gamma Ray Log
1. Menentukan kedalaman lapisan yang dianalisa, yaitu 4400 ft
2. GRread = 70 oAPI
3. Menentukan besarnya volume clay dengan persamaan:
GR read  GR min
Vclay =
GR max  GR min
70 − 15
Vclay = 100 − 15

Vclay = 0,65

Tabel III-1.
Spontaneous Potensial Log dan Resistivity Log
No Depth Tf Volume Rmfc Rw Rt
ft ◦F Clay Ωm Ωm Ωm
1 4360 171,04 1 0,86 0,174 1,118
2 4370 171,26 1 0,99 0,198 1,118
3 4380 171,48 0,948 1,08 0,286 1,597
4 4390 171,70 0,791 1,31 0,322 2,025
5 4400 171,93 0,974 1,96 0,64 2,772
6 4410 172,15 0,97399 1,55 0,395 2,563
7 4420 172,37 0,97402 1,53 0,361 2,939
8 4430 172,59 0,97394 1,39 0,347 1,385
9 4440 172,81 0,97392 1,06 0,209 1,118
10 4450 173,03 0,97394 1,30 0,303 1,599
11 4460 173,25 0,582 0,65 1,23 5,591
12 4470 173,47 0,921 0,65 1,23 5,586
13 4480 173,69 0,741 14,57 5,15 5,628
14 4490 173,91 0,742 1,49 4,46 5,644
15 4500 174,13 0,401 3,23 4,96 5,602
51

Tabel III-1 (Lanjutan).


Spontaneous Potensial Log dan Resistivity Log
16 4510 174,35 0,948 38,72 17,48 7,518
17 4520 174,57 0,974 1,06 0,23 1,492
18 4530 174,79 1 16,09 7,33 4,284
19 4540 175,01 1 15,43 6,88 9,711
20 4550 175,23 0,976 96,30 38,36 57,5
21 4560 175,45 0,7801 1,49 0,526 3,21
22 4570 175,67 0,752 1,47 0,527 2,67
23 4580 175,89 0,768 1,69 0,528 2,67
24 4590 176,11 0,769 1,12 0,256 3,75
25 4600 176,33 0,7807 4,79 3,827 4,94
26 4610 176,55 1 1,45 0,399 1,386
27 4620 176,77 1 2,90 1,446 2,67
28 4630 176,99 0,948 4,51 3,39 5,067
29 4640 177,21 0,792 4,82 4,2 5,043
52

3.4. PEMBAHASAN
Praktikum pada minggu kedua berlangsung dua acara. Acara yang
pertama berjudul “Penentuan Litologi Batuan”. Praktikum ini bertujuan untuk
mengetahui indikasi adanya suatu reservoir, suatu lapisan porous dan permeable
pada suatu sumur, korelasi lapisan antar kedalaman sumur, dan besarnya volume
lapisan shale. Litologi batuan merupakan deskripsi batuan pada singkapan
berdasarkan karakteristik fisikya seperti warna, ukuran butir, dan komposisi
mineral.
Pada praktikum penentuan litologi batuan ini memiliki dua tipe metode
pada analisanya, yaitu metode langsung dan tidak langsung. Metode langsung
yakni dengan mengamati batuan pada formasi secara langsung melalui mud
logging dan analisa core, kemudian dengan metode ini dilakukan deskripsi
mineral dari cutting atau core sehingga dapat menentukan jenis batuannya.
Metode tidak langsung yakni menentukan litologi batuan dengan
menginterpretasikan dari data-data yang disajikan log dengan menggunakan SP
log, Gamma Ray log, dan Calliper log.
Dengan menginterpretasikan lithology tools seperti Spontaneous Potensial
Log dan Gamma Ray Log, dapat diketahui batuan formasi yang ada pada suatu
zona/daerah memenuhi syarat sebagai batuan reservoir atau tidak, yakni porous
dan permeable. Pada SP log, zona permeable bisa didapat dengan kurva yang
paling kanan maupun kiri dari shale baseline. Pada gamma ray log, zona
impermeable ditunjukkan dengan banyaknya sinar gamma yang masuk. Semakin
banyak sinar gamma yang masuk pada detektor, dapat disimpulkan bahwa lapisan
tersebut merupakan shale yang menujukkan bahwa lapisan tersebut zona
impermeable.
Pada praktikum ini, kedalaman yang dianalisa adalah 4400 ft. Dari hasil
percobaan dan analisa didapatkan harga volume clay dengan menggunakan kurva
metode SP log sebesar 0,974, sedangkan dengan kurva metode gamma ray log
diperoleh volume clay sebesar 0,65. Hasil yang didapatkan pada perhitungan
dengan kedua metode tersebut menunjukkan bahwa batuan yang ada pada
kedalaman tersebut adalah batuan non-reservoir. Pada dasarnya, analisa
53

perhitungan volume clay menggunakan kurva metode gamma ray log dianggap
lebih akurat dikarenakan gamma ray log mengukur langsung tingkat
radiaoaktivitas dari zat radioaktif yang terdapat dalam shale. Dibandingkan
dengan kurva metode SP log. Hal tersebut dikarenakan alat pada gamma ray log
dapat optimal pada berbagai jenis lumpur yang dipakai untuk sirkulasi, sedangkan
SP log hanya dapat optimal pada water based mud saja mengingat prinsip dari SP
log yang menggunakan arus listrik sebagai tolak ukurnya dan air merupakan
penghantar listrik yang baik.
Aplikasi lapangan pada praktikum ini adalah untuk mengindikasikan
adanya suatu reservoir dan non-reservoir, suatu lapisan porous dan permeable
pada suatu formasi, korelasi lapisan antar, kedalaman sumur, dan besarnya
volume lapisan shale dan juga non-shale sehingga dapat meminimalisasi masalah
pada lubang pemboran dan juga pada saat pemboran.
54

3.5. KESIMPULAN
1. Praktikum “Penentuan Litologi Batuan” bertujuan untuk mengetahui
indikasi adanya suatu reservoir, lapisan yang porous dan permeable,
korelasi lapisan antarkedalaman sumur, dan besarnya volume clay
dengan metode analisa cutting dan logging.
2. Metode penentuan litologi yang digunakan yaitu metode tidak langsung
menggunakan logging-logging. Metode logging menggunakan
interpretasi data Spontaneous Potensial Log dan Gamma Ray Log
karena merupakan lithology tools.
3. Hasil perhitungan Vclay menggunakan metode logging diperoleh :
 SP Log = 0,974
 Gamma Ray Log = 0,65
4. Perhitungan Vclay menggunakan Gamma Ray Log dianggap lebih
akurat daripada Spontaneous Potential Log karena Spontaneous
Potential Log hanya dapat bekerja optimal pada jenis lumpur water
based mud, sedangkan Gamma Ray Log dapat bekerja optimal pada
jenis lumpur yang lain seperti water based mud, oil based mud, dan
sebagainya.
5. Aplikasi lapangan pada praktikum ini adalah untuk mengindikasikan
adanya suatu reservoir dan non-reservoir, suatu lapisan porous dan
permeable pada suatu formasi, korelasi lapisan antar, kedalaman sumur,
dan besarnya volume lapisan shale dan juga non-shale.
6. Batuan pada kedalaman 4400 ft adalah batuan non-reservoir karena
nilai Vclay lebih dari 0,5.

Anda mungkin juga menyukai