3.1. TUJUAN
Tujuan dari penentuan litologi batuan adalah untuk mengidentifikasi
lapisan porus dan permeabel di suatu sumur, korelasi lapisan antar sumur, dan
besarnya volume lapisan shale.
38
39
c. Kekerasan
Kekerasan adalah ketahanan mineral terhadap suatu goresan. Kekerasan
nisbi suatu mineral dapat membandingkan suatu mineral terentu yang
dipakai sebagai kekerasan yang standar. Mineral yang mempunyai
kekerasan yang lebih kecil akan mempunyai bekas dan badan mineral
tersebut. Standart kekerasan yang biasa dipakai adalah skala kekerasan yang
dibuat oleh Friedrich Mohs dari Jeman dan dikenal sebagai skala Mohs.
Skala Mohs mempunyai 10 skala, dimulai dari skala 1 untuk mineral
terlunak sampai skala 10 untuk mineral terkeras.
d. Cerat
Cerat adalah warna mineral dalam bentuk hancuran (serbuk). Hal ini dapat
dapat diperoleh apabila mineral digoreskan pada bagian kasar suatu keping
porselin atau membubuk suatu mineral kemudian dilihat warna dari
bubukan tersebut. Cerat dapat sama dengan warna asli mineral, dapat pula
berbeda. Warna cerat untuk mineral tertentu umumnya tetap walaupun
warna mineralnya berubah-ubah.
e. Belahan
Belahan merupakan kecenderungan mineral untuk membelah diri pada satu
atau lebih arah tertentu.. Tidak semua mineral mempunyai sifat ini,
sehingga dapat dipakai istilah seperti mudah terbakar dan sukar dibelah atau
tidak dapat dibelah. Tenaga pengikat atom di dalam sruktur kritsal tidak
seragam ke segala arah, oleh sebab itu bila terdapat ikatan yang lemah
melalui suatu bidang, maka mineral akan cenderung membelah melalui
suatu bidang, maka mineral akan cenderung membelah melalui bidang-
bidang tersebut. Karena keteraturan sifat dalam mineral, maka belahan akan
nampak berjajar dan teratur.
f. Pecahan
Pecahan adalah kecenderungan mineral untuk terpisah-pisah dalam arah
yang tidak teratur apabila mineral dikenai gaya. Perbedaan pecahan dengan
belahan dapat dilihat dari sifat permukaan mineral apabila memantulkan
sinar. Permukaan bidang belah akan nampak halus dan dapat memantulkan
40
pengendapan yang khas sehingga akan memberikan makna bentuk tiga dimensi
tubuhnya. Menurut Slley (1985), fasies sedimen adalah suatu satuan batuan yang
dapat dikenali dan dibedakan dengan satuan batuan yang lain atas dasar geometri,
litologi, struktur sedimen, fosil, dan pola arus purbanya. Fasies sedimen
merupakan produk dari proses pengendapan batuan sedimen di dalam suatu jenis
lingkungan pengendapannya. Diagnosa lingkungan pengendapan tersebut dapat
dilakukan berdasarkan analisa fasies sedimen, yang merangkum hasil interpretasi
dari berbagai data, diantaranya :
a. Geometri :
1) Regional dan lokal dari seismic.
Contoh: progradasi, regresi, reef dan channel.
2) Intra-reservoir dari wireline log (ketebalan dan distribusi reservoir).
b. litologi
Dari cutting dan core (glaukonit dan carboneous detritus) dikombinasi
dengan log sumur (GR dan SP).
c. Paleontologi
Dari fosil yang diamati dari cutting, bottom hole core, atau side wall core.
d. Struktur sedimen
Dari analisa core.
3.2.2. Metode Penentuan Litologi Batuan
Metode penentuan litologi batuan terbagi menjadi dua metode yaitu secara
langsung dan tidak langsung. Metode langsung yaitu menentukan litologi batuan
dengan analisa cutting yang termasuk proses dari mud logging dan analisa coring.
Metode tidak langsung yaitu dengan mengintepretasikan data dari litologi tools.
Lithologi tools ini terdiri dari caliper log, spontaneous potential log, dan gamma
ray log.
3.2.2.1. Mud Logging
Mud logging merupakan proses menyirkulasikan dan mengamati
perpindahan mud dan cutting pada sumur selama pemboran (Bateman, 1985).
42
Menurut Darling (2005), terdapat dua tugas utama dari seorang mud
logger yaitu :
a. Memantau parameter pengeboran dan memantau sirkulasi
gas/cairan/padatan dari sumur agar pengeboran dapat berjalan dengan aman
dan lancar.
b. Menyediakan informasi sebagai bahan evaluasi bagi petroleum engineering
department.
Mud-logging unit akan menghasilkan mud log yang akan dikirim ke
kantor pusat perusahaan minyak. Menurut Darling (2005), mud log tersebut
meliputi:
a. Pembacaan gas yang diperoleh dari detektor gas atau gas kromatograf.
b. Pengecekan terhadap ketidakhadiran gas beracun (H2S, SO2).
c. Laporan analisis cutting yang telah dideskripsi secara lengkap.
d. Rate of Penetration (ROP).
e. Indikasi keberadaan hidrokarbon yang terdapat di dalam sampel.
Mud log merupakan alat yang berharga untuk petrofisis dan geolog di
dalam mengambil keputusan dan melakukan evaluasi. Darling (2005) menyatakan
bahwa mud log digunakan untuk hal-hal berikut ini:
a. Identifikasi tipe formasi dan litologi yang dibor.
b. Identifikasi zona yang porous dan permeabel.
c. Picking of coring, casing, atau batas kedalaman pengeboran akhir.
d. Memastikan keberadaan hidrokarbon sampai pada tahap membedakan jenis
hidrokarbon tersebut apakah minyak atau gas.
Pekerjaan lain dari seorang mud logger adalah melakukan
deskripsi cutting. Cutting merupakan material hasil hancuran batuan oleh mata
bor yang dibawa oleh lumpur pemboran ke permukaan (Bateman,1985). Sebagian
sampel dimasukkan ke dalam plastik polyethene sebagai sampel basah sementara
sebagian sampel lain yang telah dicuci dan dikeringkan dikenal sebagai sampel
kering. Sampel yang telah dibersihkan diamati di bawah mikroskop yang ada
di mud-logging unit. Hasil deskripsi kemudian diserahkan ke kantor pusat
pengolahan data. Agar informasi tersebut berguna maka ada standart deskripsi
43
baku yang harus dilakukan. Darling (2005) menyatakan bahwa deskripsi tersebut
harus meliputi:
a. Sifat butir,
b. Tekstur,
c. Tipe,
d. Warna,
e. Roundness dan sphericity,
f. Sortasi,
g. Kekerasan,
h. Ukuran,
i. Kehadiran mineral jejak (misalnya pirit, kalsit, dolomit, dan siderit),
j. Tipe partikel karbonat,
k. Partikel skeletal (fosil atau foraminifera),
l. Partikel non-skeletal (lithoclast, agregat, rounded particles),
m. Porositas dan permeabelitas, meliputi :
1) Tipe porositas (intergranular, fracture, atau vuggy)
2) Permeabilitas (permeabelitas rendah, menengah, atau tinggi)
3) Deteksi hidrokarbon
3.2.2.2. Analisa Coring
Analisa inti batuan dalam teknik perminyakan pada penerapannya di
lapangan diawali dengan coring. Coring merupakan kegiatan atau usaha untuk
mendapatkan contoh batuan dari formasi bawah permukaan. Core sampel inilah
yang nantinya diuji dalam laboratorium untuk mengetahui sifat fisik batuannya.
Analisa inti batuan adalah tahapan analisa setelah contoh formasi dibawah
permukaan (core) diperoleh.
Tujuan dari analisa inti batuan adalah untuk menentukan secara langsung
informasi tentang sifat-sifat fisik batuan yang ditembus selama pemboran. Studi
dari data analisa inti batuan dalam pemboran eksplorasi dapat digunakan untuk
mengevaluasi kemungkinan dapat diproduksikan hidrokarbon dari suatu sumur.
Sedangkan tahap eksploitasi dari suatu reservoir dapat digunakan sebagai
pegangan melaksanakan well completion dan merupakan suatu informasi penting
44
untuk melaksanakan proyek secondary dan tertiary recovery. Selain itu, data inti
batuan ini juga berguna sebagai bahan pembanding dan kalibrasi dari metode
logging.
3.2.2.2.1. Prosedur Analisa Inti Batuan
Prosedur analisa inti batuan pada dasarnya terdiri atas 2 bagian, yaitu :
a. Analisa inti batuan rutin, dan
b. Analisa inti batuan spesial
Analisa inti batuan rutin umumnya berkisar tentang pengukuran porositas,
permeabilitas absolut dan saturasi fluida. Sedangkan analisa inti batuan spesial
dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu pengukuran pada kondisi statis dan
pengukuran pada kondisi dinamis. Pengukuran pada kondisi statis meliputi
tekanan kapiler, sifat-sifat listrik dan kecepatan rambat suara, grain density,
wetability, kompresibilitas batuan, permeabilitas dan porositas fungsi tekanan
(Net Overburden), dan studi petrografi. Yang termasuk pengukuran pada kondisi
dinamis meliputi permeabilitas relatif, thermal recovery, gas residual, water flood
evaluation, liquid permeability (evaluasi completion, workover, dan injection fluid
meliputi surfactant dan polymer).
3.2.2.3. Analisa Caliper Log
Caliper log adalah pengukuran variasi diameter lubang bor saat borehole
masih dalam open case hole. Saat drill bit masuk untuk melakukan aktivitas
pengeboran, tentunya akan ada respon yang berbeda dari tiap litologi saat
ditembus oleh drill bit. Saat ada litologi yang sulit tertembus, maka lubang bor
yang dihasilkan akan sempit. Sebaliknya, jika batuan yang dibor adalah batuan
yang lunak, maka jelas sudah hasil lubang bornya akan lebar. Dalam caliper log,
dikenal istilah-istilah sebagai berikut :
a. Caving
Diameter yang besar yang dihasilkan saat drill bit menerobos batuan yang
lunak, misalnya coal, shale, atau batu lempung yang bersifat brittle (illite &
smectite), atau batuan lain yang lunak secara fisik. Batuan lunak tersebut
mudah patah dan runtuh, saat drill bit itu membor bagian litologi tersebut
45
hasilnya akan ada cave atau caving. Mud drilling nantinya juga akan
mengisi bagian caving ini.
b. Mud Cake
Mud cake biasanya terbentuk saat drill bit melewati batuan porus permeabel.
Mud cake terbentuk karena fasa fluida lumpur pemboran masuk ke dalam
formasi yang porus permeabel, fasa fluidanya masuk, fasa padatannya
tersaring di dinding lubang bor. Kemudian ini yang disebut mud cake.
Hasilnya diameter lubang bor akan menyempit pada bagian ini.
c. Swelling
Swelling biasanya disebabkan karena mineral lempung yang menyerap air
(montmorillonite). Swelling ini akan dengan cepat dikenali dengan adanya
penyempitan diameter borehole. Swelling adalah salah satu yang dihindari
saat pengeboran.
d. On Gauge
On gauge merupakan kondisi dimana diameter lubang bor sama dengan
diameter drill bit. On gauge ini yang nantinya agak sulit untuk diinterpretasi
karena tidak muncul kenampakan khusus pada hasil caliper log.
������−�����
V���� = �����−�����
......................................................................... (3-2)
48
= 171,93 oF
2. SSP (harga maksimum SP log) = -60 mV
Ts
3. Rm @ Tf = Rm @ Ts
Tf
75
Rm @ Tf = (1,5 � 171,93
)
= 0,654 Ω
4. k (Faktor Koreksi) = 1,066
ESSP = SSP x Faktor Koreksi
= -60 x 1,066
= -63,96 mV
5. ASP = -1,67 mV
ASP SBL
6. Vclay = 1 - | |
ESSP
50
−1,67+(−3,33)
Vclay = 1 - | |
−63,96
Vclay = 0,974
Gamma Ray Log
1. Menentukan kedalaman lapisan yang dianalisa, yaitu 4400 ft
2. GRread = 70 oAPI
3. Menentukan besarnya volume clay dengan persamaan:
GR read GR min
Vclay =
GR max GR min
70 − 15
Vclay = 100 − 15
Vclay = 0,65
Tabel III-1.
Spontaneous Potensial Log dan Resistivity Log
No Depth Tf Volume Rmfc Rw Rt
ft ◦F Clay Ωm Ωm Ωm
1 4360 171,04 1 0,86 0,174 1,118
2 4370 171,26 1 0,99 0,198 1,118
3 4380 171,48 0,948 1,08 0,286 1,597
4 4390 171,70 0,791 1,31 0,322 2,025
5 4400 171,93 0,974 1,96 0,64 2,772
6 4410 172,15 0,97399 1,55 0,395 2,563
7 4420 172,37 0,97402 1,53 0,361 2,939
8 4430 172,59 0,97394 1,39 0,347 1,385
9 4440 172,81 0,97392 1,06 0,209 1,118
10 4450 173,03 0,97394 1,30 0,303 1,599
11 4460 173,25 0,582 0,65 1,23 5,591
12 4470 173,47 0,921 0,65 1,23 5,586
13 4480 173,69 0,741 14,57 5,15 5,628
14 4490 173,91 0,742 1,49 4,46 5,644
15 4500 174,13 0,401 3,23 4,96 5,602
51
3.4. PEMBAHASAN
Praktikum pada minggu kedua berlangsung dua acara. Acara yang
pertama berjudul “Penentuan Litologi Batuan”. Praktikum ini bertujuan untuk
mengetahui indikasi adanya suatu reservoir, suatu lapisan porous dan permeable
pada suatu sumur, korelasi lapisan antar kedalaman sumur, dan besarnya volume
lapisan shale. Litologi batuan merupakan deskripsi batuan pada singkapan
berdasarkan karakteristik fisikya seperti warna, ukuran butir, dan komposisi
mineral.
Pada praktikum penentuan litologi batuan ini memiliki dua tipe metode
pada analisanya, yaitu metode langsung dan tidak langsung. Metode langsung
yakni dengan mengamati batuan pada formasi secara langsung melalui mud
logging dan analisa core, kemudian dengan metode ini dilakukan deskripsi
mineral dari cutting atau core sehingga dapat menentukan jenis batuannya.
Metode tidak langsung yakni menentukan litologi batuan dengan
menginterpretasikan dari data-data yang disajikan log dengan menggunakan SP
log, Gamma Ray log, dan Calliper log.
Dengan menginterpretasikan lithology tools seperti Spontaneous Potensial
Log dan Gamma Ray Log, dapat diketahui batuan formasi yang ada pada suatu
zona/daerah memenuhi syarat sebagai batuan reservoir atau tidak, yakni porous
dan permeable. Pada SP log, zona permeable bisa didapat dengan kurva yang
paling kanan maupun kiri dari shale baseline. Pada gamma ray log, zona
impermeable ditunjukkan dengan banyaknya sinar gamma yang masuk. Semakin
banyak sinar gamma yang masuk pada detektor, dapat disimpulkan bahwa lapisan
tersebut merupakan shale yang menujukkan bahwa lapisan tersebut zona
impermeable.
Pada praktikum ini, kedalaman yang dianalisa adalah 4400 ft. Dari hasil
percobaan dan analisa didapatkan harga volume clay dengan menggunakan kurva
metode SP log sebesar 0,974, sedangkan dengan kurva metode gamma ray log
diperoleh volume clay sebesar 0,65. Hasil yang didapatkan pada perhitungan
dengan kedua metode tersebut menunjukkan bahwa batuan yang ada pada
kedalaman tersebut adalah batuan non-reservoir. Pada dasarnya, analisa
53
perhitungan volume clay menggunakan kurva metode gamma ray log dianggap
lebih akurat dikarenakan gamma ray log mengukur langsung tingkat
radiaoaktivitas dari zat radioaktif yang terdapat dalam shale. Dibandingkan
dengan kurva metode SP log. Hal tersebut dikarenakan alat pada gamma ray log
dapat optimal pada berbagai jenis lumpur yang dipakai untuk sirkulasi, sedangkan
SP log hanya dapat optimal pada water based mud saja mengingat prinsip dari SP
log yang menggunakan arus listrik sebagai tolak ukurnya dan air merupakan
penghantar listrik yang baik.
Aplikasi lapangan pada praktikum ini adalah untuk mengindikasikan
adanya suatu reservoir dan non-reservoir, suatu lapisan porous dan permeable
pada suatu formasi, korelasi lapisan antar, kedalaman sumur, dan besarnya
volume lapisan shale dan juga non-shale sehingga dapat meminimalisasi masalah
pada lubang pemboran dan juga pada saat pemboran.
54
3.5. KESIMPULAN
1. Praktikum “Penentuan Litologi Batuan” bertujuan untuk mengetahui
indikasi adanya suatu reservoir, lapisan yang porous dan permeable,
korelasi lapisan antarkedalaman sumur, dan besarnya volume clay
dengan metode analisa cutting dan logging.
2. Metode penentuan litologi yang digunakan yaitu metode tidak langsung
menggunakan logging-logging. Metode logging menggunakan
interpretasi data Spontaneous Potensial Log dan Gamma Ray Log
karena merupakan lithology tools.
3. Hasil perhitungan Vclay menggunakan metode logging diperoleh :
SP Log = 0,974
Gamma Ray Log = 0,65
4. Perhitungan Vclay menggunakan Gamma Ray Log dianggap lebih
akurat daripada Spontaneous Potential Log karena Spontaneous
Potential Log hanya dapat bekerja optimal pada jenis lumpur water
based mud, sedangkan Gamma Ray Log dapat bekerja optimal pada
jenis lumpur yang lain seperti water based mud, oil based mud, dan
sebagainya.
5. Aplikasi lapangan pada praktikum ini adalah untuk mengindikasikan
adanya suatu reservoir dan non-reservoir, suatu lapisan porous dan
permeable pada suatu formasi, korelasi lapisan antar, kedalaman sumur,
dan besarnya volume lapisan shale dan juga non-shale.
6. Batuan pada kedalaman 4400 ft adalah batuan non-reservoir karena
nilai Vclay lebih dari 0,5.