BIOLOGI TANAH
2.1 Peranan Fauna Tanah
Menurut Purwowidodo (1992) fauna tanah berperan penting dalammenghancurkan dan meng
uraikan bahan organik sehingga fauna tanah memiliki artidalam memperbaiki sifat-sifat tanah
, yaitu :
1 Sifat Fisik
Salah satu kegiatan makrofauna tanah ialahterbentuknya krotovina dalamprofil tanah. Krotovi
na ialah kantong atau terowongan yang dibuat oleh hewanpenggali di dalam profil tanah yang
berisi bahan tanah atau bahan lain yangdiangkut dari tempat lain (Notohadiprawiro, 1998). Fa
una tanah memilikipengaruhyang besar terhadap kondisi tanah. Misalnya makrofauna seperti
cacing tanah,rayap dan semut memiliki pengaruh penting terhadap struktur tanah, aerasi,drain
ase dan pori-pori tanah yaitu melalui pergerakantubuhnya pada saat mencarimakanan, menga
ngkut bahan organik ke bagian tanah yang lebih dalam denganmenggali lubang serta membua
t terowongan dalam tanah (Pankhurst, 1999b).
2 Sifat Kimia
Masuknya cacing tanah ke dalam tanah mengakibatkan perubahan beberapasifat kimiatanah
meliputi (1) meningkatkan kandungan bahan organik, (2)kandungan unsur hara tersedia, dan
(3) kapasitas tukar kation. Hal ini disebabkankotoran cacing tanah mengandung lebih banyak
unsur ha ra dan C-organik daripada
tanah aslinya (Ma’shumet al.,2003). Umumnya rayap mengakumulasi bahanorganik dalam gu
ndukan tanah, sehingga pada tempat tersebut terkandung kation-kation basa serta hara tanama
n yang lebih tinggi jika dibandingkan denga n tanahsekitarnya. Oleh karena itu gundukan tan
ah yang dibangun oleh rayap ini banyakdigunakan sebagai sumber kapur bagi tanaman, sebag
aimana yang dilaporkan diTanzania dan Thailand (Ma’shumet al.,2003)
3. Sifat Biologi
Mikroflora terlibat secara erat dalam pelapukan bahan organik yang berasosiasidengan fauna.
Sebagai tambahan mikroflora itu aktif dalam saluran pencernaan dariberbagaibinatang (Soepa
rdi, 1983). Kotoran cacing berpengaruh terhadapkeragaman populasi mikroorganisme. Umu
mnya tanah yang dihuni cacing tanah,populasi bakteri lebih besar jumlahnya daripada fungi.
Bakteribakteri tersebutumumnya berdomisili di sekitar liang-liang yang dibuat oleh cacing ter
sebut (Ma’shum et al.,2003).
Pengaruh fauna tanah terhadap sifat tanah dalam ekosistem dapat dilihat padaTabel 2
2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Fauna Tanah
Aktivitas cacing tanah pada umumnya dipengaruhi oleh pH, kelembabandan suhu tanah yang
mempengaruhi pertumbuhan, reproduksi dan metabolisme,kandungan bahan organik sebagai
makanan (Wallwork, 1970) dan kehadiranpesaing, pemangsa dan struktur tanah (Purwowido
do, 2005). Populasi cacing tanah
dan kumbang sangat dipengaruhi oleh pengolahan tanah baik berupa pengapuran,pemupukan
maupun penggunaan pestisida (Siswati, 2001).
Menurut Suin (1997), pengukuran pH tanah sangat penting dalam ekologifauna tanah karena
keberadaan dan kepadatan fauna tanah yang sangat tergantungpada pH tanah. Fauna tanah ad
a yang dapat hidup pada tanah dengan pH masamdan ada pula yang senang pada tanah yang p
H nya basa. Suin (1997) jugamenambahkan kadar air tanah sangat menentukan kehidupan fau
na tanah. Padatanah yang kadar air nya rendah, jenis hewan tanah yang hidup padanya sangat
berbeda dengan hewan tanah yang hidup pada tanah yang kadar airnya tinggi.Selain itu juga
kepadatan fauna tanah juga sangat bergantung pada kadar air tanah.Umumnya tanah yang me
miliki kadar air tanah yang rendah,memiliki kepadatanfauna tanah yang rendah.
Menurut Rahmawaty (2004), pada permukaan tanah di lahan hutan, terdapatcukup banyak ser
asah yang berasal dari vegetasi sekitarnya, mesofauna tanah akanmelakukan kegiatan dalam
mendekomposisi serasah menjadi lebih sederhanasehingga terjadi penambahan akumulasi ba
han organik di dalam tanah. Akumulasibahan organik yang dilakukan oleh cacing tanah, sera
ngga dan hewanhewan tanahlainnya, membentuk unsur hara yang menjadi nutrisi bagi tanam
an yang terdapat dihutan.
Keadaan lingkungan, vegetasi bawah dan jenis tanah hutan merupakan suatukombinasi yang
mempengaruhi kelembaban, suhu dan makanan (Burges and Raw,1967).
2.3 Pengukuran Aktivitas Fauna Tanah
Notohadiprawiro (1998) menyatakan bahwa keseluruhan komponenorganik tanah, baik hidup
maupun mati, disebut bahan organik tanah. Komponenorganik hidup terdiri atas flora, fauna
dan akar tumbuhan. Komponen organik matiberupa flora, fauna dan akar tumbuhan mati yan
g terdekomposisi sebagian atauseluruhnya, dan zat-zat organik baru yang berasal dari sisa jari
ngan tumbuhan danhewan. Dekomposisi adalah perombakan bahan organik menjadi senyawa
organikyang lebih sederhana (Notohadiprawiro, 1998)
BAB II
MINERAL TANAH
Mineral mempunyai peran yang sangat penting dalam suatu tanah, antara lain sebagai
indikator cadangan sumber hara dalam tanah dan indikator muatan tanah beserta lingkungan
pembentukannya. Jenis mineral tanah secara garis besar dapat dibedakan atas mineral primer
dan mineral sekunder.
Klasifikasi mineral Tanah.
1. Mineral Primer
Mineral primer adalah mineral tanah yang umumnya mempunyai ukuran butir fraksi
pasir (2 – 0,05 mm). Analisis jenis dan jumlah mineral primer dilakukan di laboratorium
mineral dengan bantuan alat mikroskop polarisasi. Pekerjaan analisis mineral primer
dilaksanakan dalam dua tahapan, yaitu pemisahan fraksi pasir dan identifikasi jenis
mineral.
a. Pemisahan Fraksi Pasir
Prinsip dasar pemisahan fraksi pasir adalah menghilangkan material penyemen yang
menyelimuti atau menyemen butir-butir pasir dan memisahkan butir mineral berukuran
fraksi pasir dari fraksi debu dan liat. Material yang menyeliputi butir pasir dalam tanah
umumnya berupa bahan organik. Namun pada beberapa jenis tanah, material penyeliput
tersebut selain oleh bahan organik, juga oleh besi (pada tanah merah) dan oleh karbonat
(pada tanah kapur). Bahan organik dihilangkan dengan hidrogen peroksida (H2O2) besi
dengan sodium dithionit (Na2S2O4) dan karbonat dengan Chlorida (HCl).
Setelah butir mineral terlepas dilakukan pemisahan fraksi pasir dengan menggunakan
ayakan yang berukuran 1-0,05 mm. Jenis analisis mineral primer yang biasa
dilaksanakan adalah fraksi berat, fraksi ringan, dan fraksi total. Untuk analisis mineral
pasir fraksi berat, terlebih dahulu harus dipisahkan antara pasir fraksi berat dengan fraksi
ringan. Yang tergolong dalam mineral pasir fraksi berat adalah mineral pasir yang
tenggelam dalam larutan bromoform dengan BJ 2,87. Untuk analisis mineral pasir fraksi
total, hasil pengayakan bisa langsung diperiksa. Indentifikasi mineral pasir Untuk
keperluan identifikasi jenis mineral pasir, diperlukan lempeng kaca berukuran 2,5 cm x 5
cm, cairan nitro bensol, dan mikroskop polarisasi. Butir pasir ditebarkan di atas lempeng
kaca hingga merata kemudian ditetesi nitro bensol dan diaduk sampai tidak ada pasir
yang mengambang. Lempeng kaca di taruh di mikroskop dan mulai diamati. Dengan
mikroskop polarisasi Pengamatan dilakukan mengikuti metode ”line counting” artinya
hanya mineral pasir yang terletak pada garis horizontal pada bidang pandang mikroskop
yang dihitung. Untuk analisis rutin penghitungan dilakukan hingga 100 butir, tapi untuk
keperluan penelitian yang lebih detail, penghitungan dapat dilakukan hingga 300 butir.
2. Mineral Sekunder
Mineral sekunder adalah mineral yang terbentuk dari hasil pelarutan mineral primer
yang telah mengkristal kembali. Dan juga berasal dari pelarutan sisa – sisa organisme seperti
kerangka binatang kapur,bangkai dan kotoran burung layang layang yang kemudian
mengkristal kembali bersama unsur unsur lainnya.
Kimia tanah merupakan sarana untuk mempelajari mengenai beragam ilmu mengenai kimia
tanah. Sehingga pada nantinya mendapatkan bekal pengetahuan dan wawasan mengenai
kimia tanah dalam bidang pertanian, baik itu pengetahuan dan wawasan mengenai kimia
tanah dalam bidang pertanian, baik itu mengenai unsure, fase reaksi, atau beragam hal yang
erat kaitan dengan kimia tanah yang menopang untuk usaha pertanian kedepannya. Definisi
Tanah Secara Mendasar Dikelompokkan Dalam Tiga Definisi, Yaitu:
1. Berdasarkan Pandangan Ahli Geologi Tanah Didefiniskan Sebagai Lapisan Permukaan
Bumi Yang Berasal Dari Bebatuan Yang Telah Mengalami Serangkaian Pelapukan Oleh
Gaya-Gaya Alam, Sehingga Membentuk Regolit (Lapisan Partikel Halus).
2. Berdasarkan Pandangan Ahli Ilmu Alam Murni. Tanah Didefinisikan Sebagai Bahan Padat
(Baik Berupa Mineral Maupun Organik) Yang Terletak Dipermukaan Bumi, Yang Telah Dan
Sedang Serta Terus Mengalami Perubahan Yang Dipengaruhi Oleh Faktor-Faktor: Bahan
Induk, Iklim, Organisme, Topografi, Dan Waktu.
3. Berdasarkan Pandangan Ilmu Pertanian. Tanah Didefinisikan Sebagai Media Tempat
Tumbuh Tanaman.
Selain Ketiga Definisi Diatas, Definisi Tanah Yang Lebih Rinci Diungkapkan Ahli Ilmu
Tanah Sebagai Berikut: " Tanah Adalah Lapisan Permukaan Bumi Yang Secara Fisik
Berfungsi Sebagai Tempat Tumbuh Dan Berkembangnya Perakaran Sebagai Penopang
Tumbuh Tegaknya Tanaman Dan Menyuplai Kebutuhan Air Dan Hara Ke Akar Tanaman;
Secara Kimiawi Berfungsi Sebagai Gudang Dan Penyuplai Hara Atau Nutrisi (Baik Berupa
Senyawa Organik Maupun Anorganik Sederhana Dan Unsur-Unsur Esensial, Seperti: N, P,
K, Ca, Mg, S, Cu, Zn, Fe, Mn, B, Cl); Dan Secara Biologis Berfungsi Sebagai Habitat Dari
Organisme Tanah Yang Turut Berpartisipasi Aktif Dalam Penyediaan Hara Tersebut Dan
Zat-Zat Aditif Bagi Tanaman; Yang Ketiganya (Fisik, Kimiawi, Dan Biologi) Secara Integral
Mampu Menunjang Produktivitas Tanah Untuk Menghasilkan Biomass Dan Produksi Baik
Tanaman Pangan, Tanaman Sayur-Sayuran, Tanaman Hortikultura, Tanaman Obat-Obatan,
Tanaman Perkebunan, Dan Tanaman Kehutanan. Tanah Merupakan Tubuh Alam Yang
Bebas Yang Tersusun Oleh Komponen Organik Maupun Anorganik.
Diseluruh Permukaan Bumi Terdapat Beraneka Macam Tanah Mulai Dari Yang Paling
Gersang Sampai Yang Paling Subur. Mulai Dari Warna Yang Paling Gelap Himgga Yang
Warna Cerah. Keanekaragaman Tanah Itu Memiliki Sifat Dan Kandungan Yang Berbeda
Dalam Komponennya. Antara Lain Sifat Kimia Yang Merupakan Komponen Inti Dalam
Tanah. Tanah Satu Dengan Yang Lain Memiliki Perbedaan Sifat Kimia Yang Tentunya
Mempengaruhi Tingkat Kesuburan Dalam Tanah Tersebut. Kesuburan Itu Sendiri Pada
Akhirnya Erat Kaitannya Dengan Pertumbuhan Suatu Tanaman. Untuk Mempermudah
Mengkaji Dan Menganalisisa Keadaan Itu Maka Diperlukan Kemampuan Untuk Mengenal
Beragam Komponen Kimia Dalam Masing-Masing Jenis Tanah. Semenjak Pertanian
Berkembang, Konsep Tanah Yang Paling Penting Adalah Konsep Sebagai Media Alami Bagi
Pertumbuhan Tanaman. Sebagai Konsep Itu, Tanah Sendiri Memiliki Jenis Dan Sifat Yang
Berbeda. Adapun Jenis Tanah Itu Antara Lain : Regosol, Andisol, Vertisol, Latosol, Dan
Masih Banyak Lagi. Disetiap Tanah Itu Terkandung Unsur Kimia Tertentu Dan Fase-Fase
Reaksi Kimia Tertentu. Hal Ini Berpengaruh Untuk Kesuburan Tanah, Kembali Pada Konsep
Bahwa Tanah Sebagai Media Alami Pertumbuhan Tanaman. Kenyataan Pada Saat Ini,
Kadang Pertanian Belum Mampu Mengkaji Hal-Hal Yang Erat Kaitannya Dengan Kimia
Tanah. Hal Ini Disebabkan Kurangnya Pengetahuan Dan Wawasan Mengenai Kimia Dalam
Pertanian. Padahal Ini Cukup Berperan Penting Dalam Menopang Produksi Pertanian. Maka
Dari Itu, Pengetahuan Mengenai Kimia Tanah Sangat Diperlukan Dalam Bidang Pertanian,
Khususnya Ditujukan Kepada Para Petani Yang Memegang Peranan Langsung Di Lapangan.
Unsur- Unsur Kimia Tanah Tanah adalah lapisan teratas sebelum atmosfer yang melapis dan
melindungi bumi yang tersusun dari komponen organik maupun anorganik, lapisan teratas ini
juga menyediakan kebutuhan bagi organisme yang hidup diatasnya, yang disertai unsur-unsur
kimia dengan fungsinya yang berbeda-beda yang dimiliki setiap unsurnya.
Unsur makro adalah unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang relatif
besar ,seperti :
Nitrogen
Nitrogen merupakan unsur hara makro esensial, menyusun sekitar 1,5 % bobot tanaman dan
berfungsi terutama dalam pembentukan protein (Hanafiah 2005).Menurut Hardjowigeno
(2003) Nitrogen dalam tanah berasal dari bahan organik tanah (bahan organik halus dan
bahan organik kasar), pengikatan oleh mikroorganisme dari nitrogen udara, pupuk, dan air
hujan. Sumber N berasal dari atmosfer sebagai sumber primer, dan lainnya berasal dari
aktifitas didalam tanah sebagai sumber sekunder. Fiksasi N secara simbiotik khususnya
terdapat pada tanaman jenis leguminoseae sebagai bakteri tertentu. Bahan organik juga
membebaskan N dan senyawa lainnya setelah mengalami proses dekomposisi oleh aktifitas
jasad renik tanah. Hilangnya N dari tanah disebabkan karena digunakan oleh tanaman atau
mikroorganisme. Kandungan N total umumnya berkisar antara 2000 – 4000 kg/ha pada
lapisan 0 – 20 cm tetapi tersedia bagi tanaman hanya kurang 3 % dari jumlah tersebut
(Hardjowigeno 2003).
Unsur hara mikro yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah kecil antara lain Besi (Fe),
Mangan (Mn), Seng (Zn), Tembaga (Cu), Molibden (Mo), Boron (B) dan Klor(Cl).
a. Besi (Fe)
Besi (Fe) merupakan unsur mikro yang diserap dalam bentuk ion feri (Fe3+) ataupun fero
(Fe2+). Fe dapat diserap dalam bentuk khelat (ikatan logam dengan bahan organik). Mineral
Fe antara lain olivin, pirit, siderit (FeCO3), gutit (FeOOH), magnetit (Fe3O4), hematit (Fe
O3) dan ilmenit (FeTiO3) Besi dapat juga diserap dalam bentuk khelat, sehingga pupuk Fe
dibuat dalam bentuk khelat. Khelat Fe yang biasa digunakan adalah Fe-EDTA, Fe-DTPA dan
khelat yang lain. Fe dalam tanaman sekitar 80% yang terdapat dalam kloroplas atau
sitoplasma. Penyerapan Fe lewat daundianggap lebih cepat dibandingkan dengan penyerapan
lewat akar, terutama pada tanaman yang mengalami defisiensi Fe. Dengan demikian
pemupukan lewat daun sering diduga lebih ekonomis dan efisien. Fungsi Fe antara lain
sebagai penyusun klorofil, protein, enzim, dan berperanan dalam perkembangan kloroplas.
Sitokrom merupakan enzim yang mengandung Fe porfirin. Kerja katalase dan peroksidase
digambarkan secara ringkas sebagai berikut:
∙Catalase : H2O + H2O → O2 + 2 H2O
Fungsi lain Fe ialah sebagai pelaksana pemindahan electron dalam proses metabolisme.
Proses tersebut misalnya reduksi N2 , reduktase solfat, reduktase nitrat. Kekurangan Fe
menyebabakan terhambatnya pembentukan klorofil dan akhirnya juga penyusunan protein
menjadi tidak sempurna. Defisiensi Fe menyebabkan kenaikan kadar asam amino pada daun
dan penurunan jumlah ribosom secara drastik. Penurunan kadar pigmen dan protein dapat
disebabkan oleh kekurangan Fe dan juga akan mengakibatkan pengurangan aktivitas semua
enzim.
b. Mangan (Mn)
Mangan diserap dalam bentuk ion Mn2+ seperti hara mikro lainnya, Mn dianggap dapat
diserap dalam bentuk kompleks khelat dan pemupukan Mn sering disemprotkan lewat daun.
Mn dalam tanaman tidak dapat bergerak atau beralih tempat dari logam yang satu ke organ
lain yang membutuhkan. Mangaan terdapat dalam tanah berbentuk senyawa oksida, karbonat
dan silikat dengan nama pirolusit (MnO2), manganit (MnO(OH)), rhodochrosit (MnCO3) dan
rhodoinit (MnSiO3). Mn umumnya terdapat dalam batuan primer, terutama dalam bahan
ferro magnesium. Mn dilepaskan dari batuan karena proses pelapukan batuan. Hasil
pelapukan batuan adalah mineral sekunder terutama pyrolusit (MnO2) dan manganit
(MnO(OH)). Kadar Mn dalam tanah berkisar antara 300 smpai 2000 ppm.
BAB IV
HUBUNGAN HARA TANAH DAN TANAMAN
BAB V
PUPUK DAN PEMUPUKAN
2.1 Pupuk
2.1.1. Pengertian Pupuk
Pupuk adalah kunci dari kesuburan tanah karena berisi satu atau lebih
unsur untuk menggantikan unsur yang habis terisap tanaman. Jadi, memupuk
berarti menambah unsur hara kedalam tanah dan tanaman. Pupuk merupakan
meterial yang ditambahkan pada media tanam atau tanaman untuk mecukupi
kebutuhan hara yang diperlukan tanaman sehingga mampu berproduksi dengan
baik (Dwicaksono,2013).
Menurut Handiuwito (2008) pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke
dalam tanah untuk menyediakan unsur-unur esensial bagi pertumbuhan tanaman.
Tindakan mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah dengan
penambahan dan penggembalian zat-zat hara secara buatan diperlukan agar
produki tanaman tetap normal atau meningkat. Tujuan penambahan zat-zat hara
tersebut memungkinkan tercapainya keseimbangan antara unsur-unsur hara yang
hilang baik yang terangkut oleh panen, erosi, dan pencucian lainnya. Tindakan
pengembalian/penambahan zat-zat hara ke dalam tanah ini disebut pemupukan.
Jenis pupuk yang digunakan harus sesuai kebutuhan, sehingga diperlukan metode
diagnosis yang benar agar unsur hara yang ditambahkan hanya yang dibutuhkan
oleh tanaman dan yang kurang didalam tanah (Sugiyanta, 2011).
Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2001 tentang “Pupuk Budidaya
Tanaman” mencantumkan 3 butir pertimbangan:
a. Bahwa pupuk merupakan salah satu sarana produksi yang mempunyai
peranan penting dalam peningkatan produksi dan mutu hasil
budidayatanaman;
b. Bahwa untuk memenuhi standar mutu dan menjamin efektivitas
pupuk,maka pupuk yang diproduksi harus berasal dari formula hasil
rekayasa yang telah diuji mutu dan efektivitasnya;
c. Bahwa sehubungan dengan hal tersebut diatas dan sebagai pelaksanaan dari
Pasal 37 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang “Sistem
Budidaya Tanaman”, perlu mengatur pupuk budidaya tanaman dengan
eraturan pemerintah (Firmansyah.2010).
2.2.3 Kompos
Kompos merupakan istilah untuk pupuk organik buatan manusia yang
dibuat dari proses pembusukan sisa-sisa buangan makhluk hidup (tanaman
maupun hewan). Proses pembuatan kompos dapat berjalan secara aerob maupun
anaerob yang saling menunjang pada kondisi lingkungan tertentu. Secara
keseluruhan, proses ini disebut dekomposisi (Yuwono,2005). Kompos
merupakan hasil perombakan bahan organik oleh mikroba dengan hasil akhir
adalah kompos. Pengomposan merupakan salah satu alternatif pengolahan
limbah padat organik yang banyak tersedia disekitar kita. Dari sisi
kepentingan lingkungan, pengomposan dapat mengurangi volume sampah
dilingkungan kita, karena sebagian besar sampah tersebut adalah sampah
organik.
BAB VI
EVALUASI KESUBURAN TANAH
Penaksirannya dapat didasarkan atas sifat-sifat dan kelakuan fisik, kimia dan biologi tanah
yang terukur, yang terkorlasikan dengan keragaan (performance) tanaman menurut
pengalaman atau hasil penelitian sebelumnya. Kesuburan tanah dapat juga ditaksir secara
langsung berdasarkan keadaan tanaman yang teramati (bioessay). Hanya dengan cara
penaksiran yang pertama dapat diketahui sebab-sebab yang menentukan kesuburan
tanah.Dengan cara penaksiran kedua hanya dapat diungkapkan tanaggapan tanaman terhadap
keadaan tanah yang dihadapinya. Kesuburan tanah merupakan kemampuan tanah
menghasilkan bahan tanaman yang dipanen. Maka disebut pula daya menghasilkan bahan
panen atau produktivitas. Ungkapan akhir kesuburan tanah ialah hasil panen, yang diukur
dengan bobot bahan kering yang dipungut per satuan luas (biasanya hektar) dan per satuan
waktu. Dengan menggunakan tahun sebagai satuan waktu untuk perhitungan hasilpanen,
dapat dicakup akibat variasi keadaan habitat akar tanaman karena musim (Schroeder, 1984).
Hasil panen besar dengan variasi musiman kecil menandakan kesuburan tanah tinggi, karena
ini berarti tanah dapat ditanami sepanjang tahun dan setiap kali menghasilkan hasilpanen
besar. Hasil panen besar akan tetapi hanya sekali setahun pada musim baik, menandakan
kesuburan tanah tidak tinggi, karena pada musim yang lain tanah tidak dapat ditanami. Hal
ini antara lain karena kekahatan (deficiency) lengas tanah, atau sebaliknya karena mengalami
tumpat air (waterlogged), kadar garam larut air meningkat liwat batas, tanah menjadi sulit
diolah untuk memperoleh struktur yang baik (luar biasa liat atau keras sekali) dan sebagainya.
Kesuburan tanah ditentukan oleh keadaan fisika, kimia dan biologi tanah sebagai berikut :
a. Kesuburan Fisika
Sifat fisik tanah yang terpenting adalah solum, tekstur, struktur, kadar air tanah, drainase dan
porisitas tanah.Pengaruh struktur dan tekstur tanah terhadap pertumbuhan tanaman terjadi
secara langsugung. Struktur tanah yang remah (ringan) pada umumnya menghasilkan laju
pertumbuhan tanaman pakan dan produksi persatuan waktu yang lebih tinggi dibandingkan
dengan struktur tanah yang padat.Jumlah dan panjang akar pada tanaman makanan ternak
yang tumbuh pada tanah remah umumnya lebih banyak dibandingkan dengan akar tanaman
makanan ternak yang tumbuh pada tanah berstruktur berat. Hal ini disebabkan perkembangan
akar pada tanah berstruktur ringan/remah lebih cepat per satuan waktu dibandingkan akar
tanaman pada tanah kompak, sebagai akibat mudahnya intersepsi akar pada setiap pori-pori
tanah yang memang tersedia banyak pada tanah remah.
Selain itu akar memiliki kesempatan untuk bernafas secara maksimal pada tanah yang
berpori, dibandiangkan pada tanah yang padat. Sebaliknya bagi tanaman makanan ternak
yang tumbuh pada tanah yang bertekstur halus seperti tanah berlempung tinggi, sulit
mengembangkan akarnya karena sulit bagi akar untuk menyebar akibat rendahnya pori-pori
tanah. Akar tanaman akan mengalami kesulitan untuk menembus struktur tanah yang padat,
sehingga perakaran tidak berkembang dengan baik. Aktifitas akar tanaman dan organisme
tanah merupakan salah satu faktor utama pembentuk agregat tanah (Anonim, 2010).
Tekstur tanah ditentukan di lapangan dengan cara melihat gejala konsistensi dan rasa
perabaan menurut bagan alir dan di laboratorium dengan menguunakan metode-metode.
Metode tersebut adalah metode pipet atau metode hidrometer (Elisa, 2002).
Warna adalah petunjuk untuk beberapa sifat tanah. Biasanya perbedaan warna permukaan
tanah disebabkan oleh perbedaan kandungan bahan organik. Semakin gelap warna tanah
semakin tinggi kandungan bahan organiknya. Warna tanah dilapisan bawah yang kandungan
bahan organiknya rendah lebih banyak dipengaruhi oleh jumlah kandungan dan bentuk
senyawa besi (Fe). Di daerah yang mempunyai sistem drainase (serapan air) buruk, warnah
tanahnya abu-abu karena ion besi yang terdapat di dalam tanah berbentuk Fe2+.Komponen
mineral dalam tanah terdiri dari campuran partikel-partikel yang secara individu berbeda
ukurannya. Menurut ukuran partikelnya, komponen mineral dalam tanah dapat dibedakan
menjadi tiga yaitu; Pasir, berukuran 50 mikron – 2 mm; Debu, berukuran 2 – 50 mikron dan
Liat, berukuran dibawah 2 mikron. Tanah bertekstur pasir sangat mudah diolah, tanah jenis
ini memiliki aerasi (ketersediaan rongga udara) dan drainase yang baik, namun memiliki luas
permukaan kumulatif yang relatif kecil, sehingga kemampuan menyimpan airnya sangat
rendah atau tanahnya lebih cepat kering.
Tekstur tanah sangat berpengaruh pada proses pemupukan, terutama jika pupuk diberikan
lewat tanah. Pemupukan pada tanah
bertekstur pasir tentunya berbeda dengan tanah bertekstur lempung atau liat.
b. Kesuburan Kimia
Sifat kimia tanah berhubungan erat dengan kegiatan pemupukan. Dengan mengetahui sifat
kimia tanah akan didapat gambaran jenis dan jumlah pupuk yang dibutuhkan. Pengetahuan
tentang sifat kimia tanah juga dapat membantu memberikan gambaran reaksi pupuk setelah
ditebarkan ke tanah.Sifat kimia tanah meliputi kadar unsur hara tanah, reaksi tanah (pH),
kapasitas tukar kation tanah (KTK), kejenuhan basa (KB), dan kemasaman.
Salah satu sifat kimia tanah adalah keasaman atau pH (potensial of hidrogen), pH adalah nilai
pada skala 0-14, yang menggambarkan jumlah relatif ion H+ terhadap ion OH- didalam
larutan tanah. Larutan tanah disebut bereaksi asam jika nilai pH berada pada kisaran 0-
6,artinya larutan tanah mengandung ion H+ lebih besar daripada ion OH-, sebaliknya jika
jumlah ion H+ dalam larutan tanah lebih kecil dari pada ion OH- larutan tanah disebut
bereaksi basa (alkali) atau miliki pH 8-14. Tanah bersifat asam karena berkurangnya kation
Kalsium, Magnesium, Kalium dan Natrium. Unsur-unsur tersebut terbawa oleh aliran air
kelapisan tanah yang lebih bawah atau hilang diserap oleh tanaman.
Kemasaman tanah merupakan hal yang biasa terjadi di wilayah-wilayah bercurah hujan tinggi
yang menyebabkan tercucinya basa-basa dari kompleks jerapan dan hilang melalui air
drainase. Pada keadaan basa-basa habis tercuci, tinggallah kation Al dan H sebagai kation
dominant yang menyebaabkan tanah bereaksi masam (Coleman dan Thomas, 1970).
Di Indonesia pH tanah umumnya berkisar 3-9 tetapi untuk daerah rawa seeperti tanah gambut
ditemukan pH dibawah 3 karena banyak mengandung asam sulfat sedangakan di daerah
kering atau daerah dekat pantai pH tanah dapat mencapai di atas 9 karena banyak
mengandung garam natrium.Menentukan mudah tidaknya ion-ion unsur hara diserap oleh
tanaman, pada umumnya unsur hara mudah diserap oleh akar tanaman pada pH tanah netral
6-7, karena pada pH tersebut sebagian besar unsur hara mudah larut dalam air. PH tanah juga
menunjukkan keberadaan unsur-unsur yang bersifat racun bagi tanaman. Pada tanah asam
banyak ditemukan unsur alumunium yang selain bersifat racun juga mengikat phosphor,
sehingga tidak dapat diserap oleh tanaman. Pada tanah asam unsur-unsur mikro menjadi
mudah larut sehingga ditemukan unsur mikro seperti Fe, Zn, Mn dan Cu dalam jumlah yang
terlalu besar, akibatnya juga menjadi racun bagi tanaman.PH tanah sangat mempengaruhi
perkembangan mikroorganisme di dalam tanah. Pada pH 5.5 - 7 bakteri jamur pengurai
organik dapat berkembang dengan baik.
Tindakan pemupukan tidak akan efektif apabila pH tanah diluar batas optimal. Pupuk yang
telah ditebarkan tidak akan mampu diserap tanaman dalam jumlah yang diharapkan,
karenanya pH tanah sangat penting untuk diketahui jika efisiensi pemupukan ingin
dicapai. Pemilihan jenis pupuk tanpa mempertimbangkan pH tanah juga dapat memperburuk
pH tanah.Derajat keasaman (pH) tanah sangat rendah dapat ditingkatkan dengan menebarkan
kapur pertanian, sedangkan pH tanah yang terlalu tinggi dapat diturunkan dengan
penambahan sulfur. Dapat disimpulkan, secara umum pH yang ideal bagi pertumbuhan
tanaman adalah mendekati 6.5-7. Namun kenyataannya setiap jenis tanaman memiliki
kesesuaian pH yang berbeda.
BAB VII
KLASIFIKASI TANAH
A. Klasifikasi Teknis/Tanah
Klasifikasi teknis yakni klasifikasi tanah yang didasarkan atas sifat-sifat tanah yang mempengaruhi
kemampuan untuk penggunaan tertentu. Misalnya, untuk menanam tanaman semusim, tanah
diklasifikasikan atas dasar sifat-sifat tanah yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman semusim
seperti kelerengan, tekstur, pH dan lain-lain. Dalam praktiknya untuk mempelajari jenis tanah maka
sistem klasifikasi yang digunakan adalah sistem klasifikasi alami.
1. Tanah zonal, yakni tanah dengan faktor pembentuk tanah berupa iklim dan vegetasi,
2. Tanah intrazonal, yakni tanah dengan faktor pmbentuk tanah berupa faktor lokal terutama bahan
induk dan relief,
3. Tanah azonal, yakni tanah yang belum mennjukkan perkembangan profil dan dianggap sebagai awal
proses pembentukan tanah.
Berdasarkan ada tidaknya horizon penciri dan sifat penciri lainnya maka dalam taksonomi tanah
dibedakan atas enam kategori yakni ordo, subordo, greatgroup, subgroup, family dan seri. Pada edisi
Taksonomi tanah tahun 1998 terdapat 12 ordo jenis tanah. Kedua belas ordo tersebut adalah
Alfisols, Andisols, Aridisols, Entisols, Gelisols, Histosols, Inceptisols, Mollisols, Oxisols, Spodosols,
Ultisols dam Vertisols.
B. Jenis-Jenis Tanah
● Alfisols
Tanah yang mempunyai epipedon okrik dan horzon argilik dengan kejenuhan basa sedang
sampai tinggi. Pada umumnya tanah tidak kering. Jenis tanah yang ekuivalen dengan jenis tanah ini
adalah tanah half-bog, podsolik merah kuning dan planosols.
● Andisols
Merupakan jenis tanah yang ketebalannya mencapai 60%, mempunyai sifat andik. Tanah yang
ekuivalen dengan tanah ini adalah tanah andosol.
● Aridisol
Tanah yang berada pada regim kelengasan arida atau tanah yang rgim kelengasan tanahnya
kering. Tanah yang ekuivalen dengan jenis tanah ini adalah tanah coklat (kemerahan) dan tanah
arida (merah).
● Entisols
Tanah yang belum menunjukkan perkembangan horizon dan terjadi pada bahan aluvian yang
muda. Tanah yang ekuivalen dengan jenis tanah ini adalah tanah aluvial, regosol dan tanah glei
humus rendah.
● Gelisols
Merupakan jenis tanah yang memiliki bahan organik tanah. Jenis ini tidak dijumpai di
Indonesia
● Histosols
Tanah yang mengandung bahan organik dari permukaan tanah ke bawah, paling tipis 40
cm dari permukaan. Tanah yang ekuivalen dengan jenis tanah ini adalah tanah bog dan tanah
gambut.
● Inceptisols
Merupakan jenis tanah di wilayah humida yang mempunyai horizon teralterasi, tetapi
tidak menunjukkan adanya iluviasi, eluviasi dan pelapukan yang eksterm. Jenis tanah ekuivalen
dengan jenis tanah ini adalah tanah brown forest, glei humik dan glei humik rendah.
● Mollisols
Tanah yang mempunyai warna kelam dengan horizon molik di wilyah stepa. Jenis tanah
yang ekuivalen dengan jenis tanah ini adalah tanah brunizem, tanah rendzina.
● Oxisols
Tanah yang memiliki horizon oksik pada kedalaman kurang dari 2 meter dari permukaan
tanah. Tanah yang ekuivalen dengan jenis tanah ini adalah jenis tanah laterik.
● Spodosols
Tanah yang memiliki horizon spodik dan memiliki horizon eluviasi. Jenis tanah yang
ekuivalen dengan jenis tanah ini adalah podsolik.
● Ultisols
Tanah yang memiliki horizon argilik dengan kejenuhan basa rendah (< 35%) yang menurun
sesuai dengan kedalaman tanah. Tanah yang sudah berkembang lanjut dibentangan lahan yang tua.
Jenis tanah yang ekuivalen dengan jenis tanah ini adalah tanah laterik coklat-kemerahan dan tanah
podsolik merah- kuning.
● Vertisols
Tanah lempung yang dapat mengembang dan mengerut. Dalam keadaan kering dijumpai
retkan yang lebar dan dalam. Jenis tanah yang ekuivalen dengan jenis tanah ini adalah tanah
grumosol.
Di Indonesia jenis tanah yang umumnya dijumpai adalah jenis tanah Mollisols, Vertisols,
Andisols, Alfisols, Inceptisols, Ultisols, Oksisols dan Spodosols. Jenis tanah yang paling banyak
ditemui adalah jenis tanah Ultisols yang mencapai 16.74% dari luas lahan yang ada di Indonesia
(Sutanto, 2005).
Klasifikasi jenis-jenis tanah pada tingkat tersebut sering digunakan untuk
mengelompokkan tanah di Indonesia.
Tanah jenis ini berasal dari bahan induk organik dari hutan rawa, mempunyai ciri warna
cokelat hingga kehitaman, tekstur debulempung, tidak berstruktur, konsistensi tidak lekat sampai
dengan agak lekat, dan kandungan unsur hara rendah. Tanah ini terbentuk karena adanya proses
pembusukan dari sisa-sisa tumbuhan rawa. Banyak terdapat di rawa Sumatra, Kalimantan, dan
Papua, kurang baik untuk pertanian maupun perkebunan karena derajat keasaman tinggi.
2. Tanah Aluvial
Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami perkembangan. Bahannya berasal dari
material halus yang diendapkan oleh aliran sungai. Oleh karena itu, tanah jenis ini banyak terdapat di
daerah datar sepanjang aliran sungai.
3. Tanah Regosol
Tanah ini merupakan endapan abu vulkanik baru yang memiliki butir kasar. Penyebaran
terutama pada daerah lereng gunung api. Tanah ini banyak terdapat di daerah Sumatra bagian timur
dan barat, Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.
4. Tanah Litosol
Tanah litosol merupakan jenis tanah berbatu-batu dengan lapisan tanah yang tidak begitu
tebal. Bahannya berasal dari jenis batuan beku yang belum mengalami proses pelapukan secara
sempurna. Jenis tanah ini banyak ditemukan di lereng gunung dan pegunungan di seluruh Indonesia.
5. Tanah Latosol
Latosol tersebar di daerah beriklim basah, curah hujan lebih dari 300 mm/tahun, dan
ketinggian tempat berkisar 300–1.000 meter. Tanah ini terbentuk dari batuan gunung api kemudian
mengalami proses pelapukan lanjut.