PENDAHULUAN
penyakit yang timbul karena turunnya sistem kekebalan tubuh. AIDS disebabkan
oleh adanya infeksi oleh virus yang disebut Human Immuno-deficiency Virus
oportunistik seperti TBC, kandidiasis, berbagai radang pada kulit, paru, saluran
golongan retrovirus yang terutama ditemukan dalam cairan tubuh, seperti darah,
cairan mani, cairan vagina, dan air susu ibu.Terjadinya proses penularan HIV dari
ibu ke anak juga menjadi salah satu penyebab meningkatnya kasus HIV. Dengan
perencanaan yang lebih baik dan cermat dalam merencanakan keturunan bagi
pasangan usia subur dan suami-istri dengan HIV positif masih memungkinkan
untuk mendapatkan keturunan yang terhindar dari infeksi HIV (Depkes RI, 2006).
masih kurang. Hal ini dapat dilihat dari orang yang sudah terinfeksi HIV selalu
datang terlambat ke tempat pelayanan kesehatan, dan sebagian besar dari mereka
yang datang ke rumah sakit setelah muncul beberapa infeksi oportunistik yang
harus mendapatkan perawatan lebih lanjut pada fasilitas pelayanan rawat inap.
Hal ini sesungguhnya masih dapat dicegah bila masyarakat dapat lebih
terutama pada kelompok masyarakat yang beresiko dalam penularan HIV, maka
kejadian infeksi oportunistik pada pasien HIV dapat dicegah angka kejadiannya.
Seperti telah diuraikan diatas bahwa pasien yang datang ke rumah sakit
sebagian besar adalah pasien terinfeksi HIV yang disertai dengan beberapa infeksi
oportunistik, yang diantar oleh satu atau beberapa anggota keluarga yang lain.
pasien bahwa hampir semua pasien sudah sering berobat ke tempat pelayanan
kesehatan lain seperti dokter praktek swasta, perawat atau rumah sakit lainnya
yang tidak menyediakan pelayanan VCT, dan sering juga pasien yang datang di
klinik VCT adalah pasien pasca pelayanan dengan metode pengobatan herbal
maupun pengobatan alternatif lainnya, atau sering pula didapatkan pasien pasca
pengobatan di dukun tradisional. Hal ini tentu akan menambah lebih sulit
perilaku sakit yaitu : persepsi oleh individu pada situasi sakit, dan kemampuan
individu yang diakibatkan oleh infeksi HIV apabila tidak dilakukan penanganan
yang sungguh-sungguh. Demikian pula kemungkinan situasi yang terjadi pada
menjadi penyebab kematian paling tinggi pada (ODHA). TB dan HIV saling
Syndrome (IRIS).
Pada tahun 2009 tercatat 380.000 kematian pada pasien ko-infeksi TB-
HIV yang merupakan 25% dari seluruh kematian pasien dengan infeksi HIV.
Diperkirakan terdapat 1,1 juta orang terinfeksi HIV positif TB pada tahun 2009
Laporan Kasus HIV dan AIDS di Indonesia dari 1 Januari sampai dengan
30 Juni 2013 berdasarkan surat Direktur Jenderal P2PL, sebanyak 10.210 kasus
HIV dan 780 kasus AIDS. Jumlah komulatif kasus HIV dan AIDS sampai
tanggal 30 Juni 2013 adalah sebanyak 108.600 kasus HIV dan 43.667 kasus
Provinsi Bali menduduki urutan ke 5 tertinggi dalam kasus HIV dan AIDS
setelah Papua, Jawa Timur, Jakarta, dan Jawa Barat. Dengan 7.073 kasus HIV dan
3.344 kasus AIDS, provinsi Bali memiliki prevalensi kasus AIDS sebesar 85,95
umur 20-29 tahun sebanyak 15.305 kasus (35,05%), diikuti kelompok umur 30-39
tahun sebanyak 12.332 kasus (28,24%) dan kelompok umur 40-49 tahun sebanyak
4.383 kasus (10,04%). Rasio kasus HIV antara laki-laki dan perempuan adalah
1:1, sedangkan rasio kasus AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1.
Faktor resiko AIDS tertinggi adalah hubungan seks tidak aman pada heteroseksual
(59,90%), penggunaan jarum suntik tidak steril pada Penasun (17,94%), dan
sampai dengan bulan Maret 2013 sebanyak 33.114 orang, 96% (31.682 orang)
95,4% (31.589 orang) menggunakan lini 1 dan 4,6% (1.525 orang) menggunakan
lini 2.
Di Bali sampai saat ini terus terjadi peningkatan jumlah orang yang
terinfeksi virus HIV. Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) adalah orang yang
Kabupaten Gianyar yang sampai saat ini (data Komisi Penanggulangan AIDS
(KPA) Kabupaten Gianyar per 31 Juli 2013) telah terdeteksi jumlah ODHA
sebanyak 558 orang, menempati urutan keempat terbesar di Bali, dan jumlah ini
diperkirakan akan terus meningkat, karena sebagian besar dari ODHA adalah
orang dengan aktifitas seksual masih aktif dapat menularkan penyakit HIV/AIDS.
Jumlah kunjungan pasien di klinik Voluntary Counseling and Test (VCT)
Rumah Sakit Umum Daerah Sanjiwani Gianyar sejak Januari 2010 sampai bulan
Desember 2012 sebanyak 1001 jumlah kunjungan terdiri 592 laki-laki dan 409
perempuan dengan hasil test HIV positif sebanyak 263 orang ODHA. Jumlah
ODHA per golongan umur yaitu: umur < 15 tahun = 13 orang (4,94%), umur 15-
24 tahun = 19 orang (7,22%), umur 25-49 tahun = 213 orang (80,99%), umur >50
Pasien ODHA yang sudah memulai terapi obat anti retro viral (ARV) di
klinik VCT RSUD Sanjiwani Gianyar sampai bulan Desember 2012 sebanyak 68
pasien. Faktor resiko pada ODHA yang sedang menjalani pengobatan ARV
adalah hubungan seks tidak aman pada Heteroseksual dan Pengguna Napza
Riwayat ODHA yang sedang minum ARV saat ini adalah dominan pasien
yang datang pada stadium 3-4 dengan 2 sampai 3 infeksi oportunistik (IO) seperti
Disamping itu ada 3 orang responden yang memulai ARV tanpa adanya IO karena
pasangannya (suami/istri) sudah lebih dulu minum ARV. Semua ODHA yang
Dari kegiatan rutin konseling kepatuhan minum obat ARV pada pasien
ODHA yang sedang menjalani terapi ARV, didapatkan bahwa semua pasien
pernah lalai dalam aturan minum obat, baik dari interval waktu antar tablet, lupa
minum obat atau kehilangan beberapa dosis minum obat dalam satu bulan, dan
bahkan banyak yang tidak mengambil obat antara 1 sampai 8 bulan selama masa
setiap pasien ODHA diperlukan tingkat ketepatan dan kepatuhan minum obat
Wilayah tempat tinggal pasien ODHA yang sedang menjalani terapi ARV
Gianyar 8 orang.
Terapi ARV merupakan satu-satunya pilihan obat yang ada sampai saat
pengobatan pada pasien ODHA yang dapat memberikan harapan untuk hidup
lebih lama dan lebih baik. Ketika pasien berkeputusan untuk mulai minum ARV
maka dia harus siap fisik dan mental untuk minum obat seumur hidupnya.
melaksanakan pengobatan ARV. Dosis ARV terdiri dari tiga atau lebih kombinasi
obat. Selain minum oba ARV, pasien juga harus minum pengobatan pencegahan
atau perawatan terhadap infeksi oportunistik. Semua obat ini dapat berjumlah 16
sampai 20 jenis tablet yang harus diminum setiap hari. Jumlah tablet yang harus
diminum juga merupakan tantangan yang besar bagi ODHA. Untuk mendukung
yang harus ditaati oleh pasien ODHA, serta jumlah minum air paling sedikit satu
setengah liter air yang harus diminum untuk mencegah terjadinya batu ginjal.
Jumlah obat dan aturan diit yang demikian, sering menyebabkan timbul rasa jenuh
dan memuakkan, mual, muntah, diare, lelah, dan lain-lain, atau efek samping yang
minimal 95% dari dosis terapi. Kegagalan mencapai tingkatan kepatuhan yang
kurang dari 95% akan menurunkan penekanan terhadap replikasi virus HIV.
Kriteria ketidakpatuhan diartikan sebagai kehilangan satu atau lebih dari dosis
pengobatan yang telah ditentukan, tidak mematuhi interval waktu antar tablet
yang diminum, tidak mentaati instruksi atau aturan yang berkenaan dengan aturan
minum obat lebih dari 10% dosis obat harian atau lupa minum obat (Ministry of
Health, Kenya,2004).
ODHA di Kabupaten Mimika Papua tahun 2012. Dari total responden sebanyak
74 ODHA, terdapat 41 orang (55,41%) yang tidak patuh. Juga penelitian tentang
terjadi resistensi obat ARV dengan rejimen lini 1. Hal ini bisa terjadi karena virus
HIV sudah kebal terhadap obat ARV lini 1 yang disebabkan oleh penggunaan
obat ARV oleh pasien tidak sesuai dengan aturan minum obat, atau tingkat
kepatuhan pasien ODHA dalam minum obat ARV kurang dari 95 % dari aturan
yang semestinya, serta adanya pasien ODHA yang terinfeksi dari jenis virus HIV
para ODHA agar dapat lebih patuh dalam menjalankan terapinya, serta
konseling dan pencatatan kepatuhan minum obat yang dilakukan setiap bulan
Bebagai infeksi oportunistik dapat muncul dan yang paling sering adalah adanya
infeksi oleh kuman TBC. Pemeriksaan ini sangat diperlukan sebagai salah satu
Pengobatan terhadap penyakit TBC diusahakan lebih duluan yang diikuti dengan
pengobatan ARV. Hal ini dimaksudkan agar pasien ODHA dapat beradaptasi
dengan obat TBC yang diminum, yang kemudian dilanjutkan dengan pengobatan
ARV.
untuk melihat kepatuhan pasien minum obat (adherens). Disamping itu juga untuk
melihat gejala baru yang timbul akibat efek obat maupun dari perjalanan penyakit
pasien sendiri. Pemantauan sebaiknya dilakukan satu bulan sesudah pengobatan
Penyedia layanan tidak mudah menilai apakah pasien adalah orang yang
patuh atau tidak patuh dalam menjalankan terapi ARV. Penyedia layanan
memantau kepatuhan minum obat melalui laporan dari klien itu sendiri, melalui
daya ingat klien tentang hari keberapa obat tidak diminum/ lupa meminum obat.
Dari data pengambilan obat ARV di klinik VCT RSUD Sanjiwani Gianyar
terdapat sebanyak 27 orang (39,71%) dari 68 orang pasien ODHA yang tidak
secara rutin mengambil obat ARV-nya setiap bulan. Jika hal ini dibiarkan terus
maka kemungkinan akan banyak terjadi resistensi terhadap obat pada pasien
faktor yang menyebabkan tidak rutinnya para ODHA untuk mengambil obat
yang sedang menjalani terapi ARV di klinik VCT RSUD Sanjiwani Gianyar,
pernyataan dari pasien bahwa fasilitas yang tersedia sudah sangat memadai.
Bupati Gianyar.
Untuk hal tersebut peneliti akan menelusuri faktor lainnya yang menyebabkan
ketidak patuhan minum ARV pada pasien ODHA yang sedang menjalani
ODHA minum ARV di klinik VCT di RSUD Sanjiwani Gianyar masih rendah
yang dilihat dari rutinitas pengambilan obat ARV oleh pasien sebagai sebuah
mengetahui lebih jauh tentang “kepatuhan pasien ODHA” di klinik VCT RSUD
“Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kepatuhan minum obat ARV pada
1.2.2 Bagaimana pengaruh pengetahuan tentang obat ARV dan efek samping
ARV ?
1.2.6 Faktor yang mana paling berperan terhadap kepatuhan minum ARV pada
ODHA minum obat ARV di Klinik VCT RSUD Sanjiwani, Kabupaten Gianyar.
ARV.
resistensi obat di kalangan ODHA, dan bagi peneliti yang tertarik pada
masalah kepatuhan minum obat ARV pada pasien ODHA di masa yang
akan datang.
1.4.3 Harapan penulis bagi masyarakat, dengan hasil penelitian ini masyarakat