Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

ABSES HEPAR
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.
Umur : 40 tahun
Jenis Kelazmin: Laki-laki
Nomor RM : 16.42.14
Tanggal MRS : 10 Juli 2018

ANAMNESIS
Keluhan Utama: Nyeri : perut kanan atas
Telaah :
Keluhan dirasakan Os sejak ± 2 Bulan SMRS, Nyeri seperti ditusuk tusuk,
Bersifat Hilang Timbul Dan menjalar Sampai Ke Ulu Hati. Os juga
Mengeluhkan Sesak dan Nyeri dada 1 hari SMRS, Sesak dirasakan Os
bertambah Berat Apabila Os berubah posisi. Mual (+), muntah (-), demam (-)
,menggigil (-), sakit kepala (-), pusing (-), batuk (-).

Riwat Penyakit Sebelumyna:


- Hipertensi (-)
- Hepatitis (-)
- Jantung (-)

Riwat Penyakit Keluarga : Disangkal

Riwat Pengobatan : (-)

1
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak Sakit Ringan
Kesadaran : Composmentis
Vital Signt :
- TD : 120/80 mmhg - RR : 20x/i
- HR : 80 x/i - Suhu : 36 c
Status Generalisata :
• Kepala
bentuk : normocephali
rambut : hitam, tdk mudah rontok
muka : simetris
• Mata
konjuntiva : anemis (+/+)
sklera : ikterik (+/+)
pupil : isokor (+/+)
• Telinga
nyeri tekan tragus : (-/-)
serumen : (-/-)
• Hidung
deviasi septum : (-/-)
secret : (-/-)
Pernafasan Cuping Hdung : (-/-)
• Mulut
Bibir : Sianosis (+)
Gigi : DBN
• Leher
Peningkatan jvp : (+)
Pembesaran KGB : (-)

2
Pembesaran tiroid : (-)
Pemeriksaan Thorax :
- Paru
I : Normothorax, simetris kanan=kiri
P : Vocal fremitus kanan = kiri
P : sonor kanan = kiri
A : BP vesikuler
- Jantung
I : IC tidak tampak
P : IC tidak teraba
P : pekak, batas jantung kesan normal
A : BJ I/II murni, regular, bising (-)
Abdomen :
I : Simetris
A : Peristaltik (+) kesan normal
P : Hepar teraba 4 cm Bawah Arcus Costa, permukaan fluktuatif,
konsistensi lunak, tepi reguler, nyeri tekan (+)
Lien tidak teraba
Massa Tumor (-),
Nyeri Tekan hipokondrium kanan (+) dan epigastrium (+), nyeri tekan
regio abdomen lainnya (-),
P : timpani (+)

Extremitas :
Superior
- Edema -/-
- Akral hangat +/+
Inferior
- Edema -/-

3
- Akral Hangat +/+

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium:
WBC : 43,15 + 10º/l
Hb : 9,6 – g/dl
PLT : 497 + 10º/l
Glukosa Darah
Glukosa: Puasa ; Sewaktu ; 2 jam-PP : Ad = 137
Fungsi Ginjal
Ureum : 23 mg/dl
Kreatinin : 0,4 mg/dl
Asam urat: 6,3 mg/dl
USG Abdomen : Abses hepar

DIAGNOSIS SEMENTARA
1. Abses Hepar
2. CHF
3. Gastritis

DIAGNOSIS KERJA
Abses Hepar

PENATALAKSANAAN AWAL
 Bedrest
 O2 4L
 Diet M II
 Inf. RL 20 gtt/l

4
 Inj, Furosemid 2g/6j
 Candesartan 1x1
 KSR 2x1

CATATAN PERJALANAN PENYAKIT


TANGGAL PERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI DOKTER
10 Juli 2018 Perawatan hari ke-1 R/
T : 106/86mmHg S: nyeri perut kanan atas (+) Diet hepar
N : 60 x/menit dialami sejak ± 10 hari SMRS, nyeri IVFD Asering 20 tetes/menit
P : 36 x/menit hilang timbul, rasanya seperti ditusuk- Metronidazole 0,5 gr/ 8jam/
S : 36,40C tusuk, tembus sampai ke belakang, drips
menjalar ke area ulu hati. Mual (+), HP pro 3 x 1
muntah (-), demam (-), menggigil (-),
sakit kepala (-), pusing (-), batuk (-), Periksa:
sesak (-), nyeri dada (-). BAB: biasa,  AFP
kuning kecoklatan. BAK: lancar,  Gamma-GT
warna kuning pekat.  ADT

O: SS/GC/CM
anemis (-) ikterus (-) sianosis (-)
Paru : BP: vesikuler,
BT : Rh -/-, Wh -/-,
Cor : BJ I/II murni, regular
Abdomen : peristaltik (+) kesan normal
Hepar teraba 4 cm Bawah
Arcus Costa, permukaan
fluktuatif, konsistensi lunak,

5
tepi reguler, nyeri tekan (+)
Lien tidak teraba
Massa Tumor (-)
Nyeri Tekan hipokondrium
(+) dan epigastrium (+),
nyeri tekan regio abdomen
lainnya (-),
Ekstremitas: edema -/-,
A: Abses Hepar susp. amoebiasis
dd/pyogenik
HBV
HCV
Anemia normositik normokrom

11 Juli 2018 Perawatan hari ke-2 R/


T : 90/60mmHg S: nyeri perut kanan atas (+) Diet hepar
N : 78 x/menit Nyeri ulu hati (+), Mual (+), muntah (-) IVFD Asering 20 tetes/menit
P : 18 x/menit , demam (-), menggigil (-), sakit kepala Metronidazole 0,5 gr/ 8jam/
S : 36,90C (-), pusing (-), batuk (-), sesak (-), nyeri drips
dada (-). HP pro 3 x 1
BAB: biasa, kuning kecoklatan.
BAK: lancar, warna kuning pekat. Periksa:
 AFP
O: SS/GC/CM  Gamma-GT
anemis (-) ikterus (-) sianosis (-)  ADT
Paru : BP: vesikuler,
BT : Rh -/-, Wh -/-,
Cor : BJ I/II murni, regular

6
Abdomen : peristaltik (+) kesan normal
Hepar teraba 4 cm Bawah
Arcus Costa, permukaan
fluktuatif, konsistensi lunak,
tepi reguler, nyeri tekan (+)
Lien tidak teraba
Massa Tumor (-)
Nyeri Tekan hipokondrium
(+) dan epigastrium (+),
nyeri tekan regio abdomen
lainnya (-),
Ekstremitas: edema -/-,
A: Abses Hepar susp. amoebiasis
dd/pyogenik
HBV
HCV
Anemia normositik normokrom

12 Juli 2018 Perawatan hari ke-3 R/


T : 120/80mmHg S: nyeri perut kanan atas (+), sesak nafas,  Bedrest
N : 80 x/menit dan sakit BAK  Diet M II
P : 20 x/menit O: Os tampak lemas  O2 4L
S : 360C  IVFD RL 20gtt
 Inj. Levofloxacin 1fls/h
 Inj. Dumazel 1fls/8j
 Candesartan 1x1
 KSR 2x1

7
Pemeriksaan Penunjang
Lab 10/7/2018 11/7/2018 12/7/2018
WBC 43,15
LYM 6,98
MON 3,67
GRA 32,49
LYM% 16,2 %
GRA% 75,3%
RBC 2,92
Hb 9,6 g/dl
HCT 23,86
MCV 82
MCH 32,9
MCHC 40,3 + g/dl
RDWc 17,7%

8
PLT 497
PCT 0,40%
MPV 8,0 fl
PDWc 36,6%
Lyse 0,90ml
PrVW 295/299
PrVR 294/296
Glukosa Ad =
137mg/dl
Ureum 23 mg/dl
Kreatinin 0,4 mg/dl
Asam Urat 6,3 mg/dl

FOTO THORAX PA
- Corakan bronkovaskular dalam batas normal
- Tidak tampak proses spesifik pada kedua paru
- Cor membesar dengan CTI=0,57, pinggang jantung cekung, apex tertanam
(LVH), aorta normal.
- Sinus dan diafragma kiri baik, sinus kanan berselubung, diafragma kanan
letak tinggi.
- Tulang-tulang intak
Kesan : - Cardiomegaly
- Pleural reaction dextra
- Elevasi diaphragma dextra (proses intrahepatik?)

9
USG Abdomen
- Tampak lesi heterogen, batas`tegas, bentuk bulat ukuran 9,8x10,8 cm pada
lobus kanan hepar, yang pada Doppler tidak tampak gambaran vaskularisasi
pada lesi.
- GB: kontraktil
- Pankreas /; Ukuran dan echo parenkim dalam batas normal. Tidak tampak
mass/cyst.
- Lien: Ukuran dan echo parenkim dalam batas normal. Tidak tampak
mass/cyst.
- Kedua ginjal : Ukuran dan echo parenkim dalam batas normal. Tidak tampak
dilatasi PCS, tidak tampak echo batu/mass/cyst.
- VU: Dinding dan mukosa regular. Tidak tampak echo batu/mass/cyst.
Kesan: Abses hepar

10
RESUME
Keluhan dirasakan Os sejak ± 2 Bulan SMRS, Nyeri seperti ditusuk tusuk,
Bersifat Hilang Timbul Dan menjalar Sampai Ke Ulu Hati. Os juga Mengeluhkan
Sesak dan Nyeri dada 1 hari SMRS, Sesak dirasakan Os bertambah Berat Apabila Os
berubah posisi. Mual (+), muntah (-), demam (-) ,menggigil (-), sakit kepala (-),
pusing (-), batuk (-).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien sakit ringan, dan kesadaran
0
composmentis. Tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80x/menit, suhu 36, C,
pernapasan 20 x/menit. Tidak ditemukan ikterus pada pasien ini. Pada pemeriksaan
abdomen didapatkan peristaltik (+) kesan normal, nyeri tekan hipokondrium kanan
(+) dan epigastrium (+), hepar teraba 2 jari Bawah Arcus Costa, permukaan rata,
konsistensi lunak, tepi reguler, nyeri tekan (+); Lien tidak teraba, Massa Tumor (-).
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis, penurunan kadar Hb
(8,1) kesan anemia normositik normokrom.
Pada pemeriksaan radiologi, foto thorax menunjukkan elevasi diaphragma
dextra. Hasil USG abdomen menunjukkan adanya abses hepar, dimana tampak lesi
heterogen, batas`tegas, bentuk bulat ukuran 9,8x10,8 cm pada lobus kanan hepar,
yang pada Doppler tidak tampak gambaran vaskularisasi pada lesi.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang
lainnya, maka pasien ini didiagnosis Abses hepar.

11
ABSES HEPAR

A. Definisi
Abses hati adalah rongga patologis berisi jaringan nekrotik yang timbul
dalam jaringan hati akibat infeksi amuba, bakteri, parasit, atau jamur. Abses hati
terbagi dua secara umum, yaitu abses hati amebik (AHA) yang dan abses hati
piogenik (AHP). AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis
ekstraintestinal yang paling sering dijumpai di daerah tropik/subtropik, termasuk
Indonesia. AHP merupakan kasus yang relatif jarang. 1,2,3

B. Epidemiologi
Di negara-negara yang sudah berkembang, AHA didapatkan secara
endemik dan jauh lebih sering dibandingkan AHP. AHP tersebar di seluruh dunia,
dan terbanyak di daerah tropis dengan kondisi sanitasi yang kurang. AHP lebih
sering terjadi pada pria dibandingkan perempuan, dengan rentang usia berkisar
lebih dari 40 tahun, dengan insidensi puncak pada dekade ke-6.1,4

C. Etiologi
a. Abses Hati Amebik (AHA)
Penyakit AHA masih menjadi masalah kesehatan terutama di daerah
dengan strain virulen Entamoeba histolytica yang tinggi. Hanya sebagian individu
yang terinfeksi E.histolytica yang member gejala invasif, sehingga diduga ada
dua jenis E. histolytica yaitu strain pathogen dan non pathogen. Bervariasinya
virulensi strain ini berbeda berdasarkan kemampuannya menimbulkan lesi di
hepar.1
E. histolytica diperoleh dari ingesti kista yang berasal dari air, makanan,
dan tangan yang terkontaminasi secara fekal. E. histolytica di dalam feces dapat
ditemukan dalam dua bentuk vegetative atau tropozoit dan bentuk kista yang bisa

12
bertahan hidup di luar tubuh manusia. Kista dewasa berukuran 10-20 mikron,
resisten terhadap suasana kering dan asam. Bentuk tropozoit akan mati dalam
suasana kering dan asam. Meskipun Kedua bentuk E. histolytica ditemukan pada
lumen usus, tetapi hanya bentuk tropozoit yang dapat menginvasi jaringan.
Tropozoit ini berdiameter 20-60 mikron dan terdiri dari vakuola dan nukleus.
Tropozoit besar sangat aktif bergerak, mampu memangsa eritrosit, mengandung
protease yaitu hialuronidase dan mukopolisakaridase yang mampu mengakibatkan
destruksi jaringan.5
Strain Entamoeba histolytica tertentu dapat menginvasi dinding colon.
Strain ini berbentuk tropozoit besar, yang di bawah mikroskop tampak menelan
sel darah merah dan sel PMN. Pertahanan tubuh penderita juga berperan dalam
terjadinya amubiasis invasif.14 Tidak semua amuba yang masuk ke hepar dapat
menimbulkan abses. Untuk terjadinya abses, diperlukan faktor pendukung atau
penghalang berkembangbiaknya amuba tersebut. Faktor tersebut antara lain
adalah pernah terkena infeksi amuba, kadar kolesterol yang meninggi,
pascatrauma hepar dan riwat sering mengkonsumsi alkohol.3
b. Abses hati piogenik (AHP).
Infeksi terutama disebabkan oleh kuman gram negatif dan penyebab
yang terbanyak adalah E. coli. Selain E.coli, penyebab lainnya adalah
Microaerophilic streptococci, Anaerobic streptococci, Klebsiella pneumonia,
bacteroides, fusobacterium, Staphylococcus aureus, Staphylococcus milleri,
Candida albicans, Aspergillus, Actinomyces, Salmonella typhii, dan fungal.
Untuk penetapannya perlu dilakukan biakan darah, pus, empedu, dan swab secara
anaerob maupun aerob. 1,6
Sebagian besar dari AHP merupakan infeksi sekunder yang berasal dari
abdomen. Pada era pre-antibiotik, AHP terjadi akibat komplikasi appendicitis.
Bakteri patogen melalui arteri hepatika atau melalui sirkulasi vena portal masuk
ke dalam hati, sehingga terjadi bakteremia sistemik ataupun menyebabkan
komplikasi infeksi intra abdominal. Pada saat ini, karena pemakaian antibiotik

13
yang adekuat sehingga AHP karena appendicitis sudah hampir tidak ada lagi. Saat
ini, terdapat peningkatan insidensi AHP akibat komplikasi dari sistem biliaris,
yaitu langsung dari kantung empedu atau melalui saluran-saluran empedu seperti
kolangitis dan kolesistitis. Pileflebitis (thrombosis supuratif vena porta), biasanya
muncul dari adanya infeksi pada pelvis tetapi terkadang juga berasal dari cavitas
peritoneal lainnya, yang menjadi sumber penyebab awal berkembangnya bakteri
di hepar. Juga AHP disebabkan akibat trauma tusuk atau tumpul, dan kriptogenik
pada 15% kasus. 1,2,6,7

D. Patogenesis
a. Abses Hati Amebik
Ada beberapa mekanisme yang telah
dikemukakan untuk menjela skan
patogenesis AHA, antara lain: faktor
virulensi parasit yang menghasilkan toksin,
ketidakseimbangan nutrisi, faktor resistensi
parasit, imunodepresi pejamu, berubah-
ubahnya antigen permukaan dan penurunan
imunitas cell-mediated. 5
Secara genetik, E. histolytica dapat menyebabkan invasi tetapi
tergantung pada interaksi yang kompleks antara parasit dengan lingkungan
saluran cerna terutama pada flora bakteri. Mekanisme terjadinya AHA5:
1. Penempelan E. histolytica pada mukus usus
2. Pengerusakan sawar intestinal. Sejumlah faktor virulensi
dikaitkan dengan kemampuan E. histolytica menginvasi epitel
interglanduler. Salah satunya terdiri dari sistein ekstraseluler
proteinase yang mendegradasi kolagen, elastin, IgA, IgG, dan
anafilatoksin C3a dan C5a. Enzim lainnya dapat menggangggu
hubungan glikoprotein dengan sel epitel mukosa pada usus.

14
3. lisis sel epitel intestinal serta sel radang. Terjadinya supresi
respons imun cell-mediated yang disebabkan enzim atau toksin
parasit. Amoeba dapat melisiskan neutrofil, monosit, limfosit,
dan sel epitel intestinal.
4. penyebaran amoeba ke hepar. Penyebaran amoeba dari usus ke
hepar sebagian besar melalui vena porta. Inokulasi dari amoeba
ke sistem portal menghasilkan infiltrate akut seluler yang
didominasi oleh neutrofil. Kemudian, neutrofil lisis dengan
adanya kontak terhadap amoeba, dan pengeluaran dari toksin
neutrofil menyebabkan terjadinya nekrosis hepatosit. Terjadi
fokus akumulasi neutrofil periportal yang disertai nekrosis dan
infiltrasi granulomatosa. Lesi membesar, bersatu dan
granuloma diganti dengan jaringan nekrotik. Bagian nekrotik
ini dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan fibrosa.

15
Gambar. Siklus hidup E. hystolitica pada Amebiasis. 6
AHA lebih sering mengenai lobus kanan hepar superoanterior, dekat
dengan diafragma. Biasanya lesinya soliter, tetapi dapat pula multiple dan
terjadi pada kedua lobus. 4
AHA dapat terjadi berbulan atau tahun setelah terjadinya amebiasis
intestinal dan sekitar 50% amebiasis hati terjadi tanpa didahului riwayat
disentri amebiasis. 1
b. Abses hati piogenik
Abses hati piogenik dapat terjadi melalui infeksi yang berasal dari6 :
1. Vena porta, yaitu infeksi pelvis atau gastrointestinal, dapat
menyebabkan fileplebitis porta atau emboli septik
2. Saluran empedu merupakan sumber infeksi yang tersering.
Kolangitis septik dapat menyebabkan penyumbatan saluran

16
empedu seperti juga batu empedu, kanker, striktura saluran
empedu ataupun anomali saluran empedu kongenital.
3. infeksi langsung seperti luka penetrasi, fokus septik berdekatan
seperti abses perinefrik, kecelakaan lalu lintas.
4. Septisemia atau bakteremia akibat infeksi di tempat lain.
5. Kriptogenik tanpa faktor predisposisi yang jelas, terutama pada
orang lanjut usia.
Lobus kanan hati lebih sering terjadi AHP dibandingkan lobus kiri, hal
ini berdasarkan anatomi hati, yaitu lobus kanan menerima darah dari
a.mesenterika superior dan vena portal sedangkan lobus kiri menerima darah
dari arteri mesenterika inferior dan aliran limfatik. 1

E. Manifestasi Klinik
a. Abses Hati Amebik
Sebagian besar dari pasien mengalami demam dan nyeri perut kuadran
kanan atas, dengan sifat nyeri yang tumpul seperti ditekan, atau pleuritik, dan
dapat menjalar ke bahu. Nyeri tekan pada daerah hati dan efusi pleura kanan
biasa terjadi. Jarang terjadi ikterus. Meskipun lokasi infeksi awalnya pada
kolon, kurang dari sepertiga pasein AHA mengalami diare aktif sebelumnya.
Pada pasien yang lebih tua dari area endemik seringkali mengalami gejala
subakut selama 6 bulan, dengan penurunan berat badan dan hepatomegali.5
Cara timbulnya abses hati amebik biasanya tidak akut, menyusup yaitu
terjadi dalam waktu lebih dari 3 minggu. Demam ditemukan hampir pada
seluruh kasus. Terdapat rasa sakit di perut atas yang sifatnya seperti ditekan
atau ditusuk. Rasa sakit akan bertambah bila penderita berubah posisi atau
batuk. Penderita merasa lebih enak bila berbaring sebelah kiri untuk
mengurangi rasa sakit. Selain itu dapat pula terjadi nyeri dada kanan bawah
atau nyeri bahu bila abses terletak dekat diafragma dan nyeri di epigastrium
bila absesnya di lobus kiri. 6

17
Anoreksia, mual, muntah, perasaan lemah badan, dan penurunan berat
badan merupakan keluhan yang biasa didapatkan. Batuk-batuk dan gejala
iritasi diafragma juga bisa dijumpai walaupun tidak ada ruptur abses melalui
diafragma. Ikterus tidak biasa ada, dan jika ada, ia bersifat ringan. Nyeri pada
area hepar bisa dimulai sebagai pegal, kemudian menjadi tajam menusuk.
Alkohol membuat nyeri memburuk dan juga perubahan sikap. Pembengkakan
bisa terlihat dalam epigastrium atau penonjolan sela iga. Nyeri tekan hati
benar-benar menetap. Limpa tidak membesar. 1,6
b. Abses hati Pyogenik
Manifestasi sistemik AHP biasanya lebih berat daripada AHA. Dicurigai
adanya AHP apabila ditemukan sindrom klinis klasik berupa nyeri spontan
perut kanan atas, yang ditandai dengan jalan membungkuk ke depan dengan
kedua tangan diletakkan di atasya. Setelah era pemakaian antibiotik yang
adekuat, presentasi klinis AHP seringkali tersembunyi, terutama pada pasien
yang lebih tua, manifestasinya adalah malaise, demam yang tidak terlalu
tinggi dan nyeri tumpul pada abdomen yang menghebat dengan adanya
pergerakan. Apabila abses hati piogenik letaknya dekat dengan diafragma,
maka akan terjadi iritasi diafragma sehingga terjadi nyeri pada bahu sebelah
kanan, batuk maupun atelektasis. Gejala lainnya adalah rasa mual dan muntah,
berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan berat badan yang unintentional
kelemahan badan, buang air besar berwarna seperti kapur dan buang air kecil
berwarna lebih gelap. 1,6
Pemeriksaan fisis yang didapatkan febris yang summer-summer hingga
demam tinggi, pada palpasi terdapat hepatomegali serta perkusi terdapat nyeri
tekan hepar, yang diperberat dengan adanya pergerakan abdomen,
splenomegali didapatkan apabila AHP telah menjadi kronik, selain itu bisa
didapatkan asites, ikterus, serta tanda-tanda hipertensi portal. 1

18
F. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorim didapatkan lekositosis dengan
pergeseran ke kiri, anemia, peningkatan laju endap darah, peningkatan alkali
fosfatase, peningkatan enzim transaminase, dan serum bilirubin, berkurangnya
konsenterasi albumin serum dan waktu protrombin yang memanjang
menunjukkan bahwa terdapat kegagalan fungsi hati yang disebabkan AHP.
Tes serologi yang digunakan antara lain indirect Hemaglutination (IHA),
counter immunoelectrophoresis (CIE), dan ELISA. Yang banyak dilakukan
adalah tes IHA. Titer 1:128 bermakna untuk diagnosis amoebiasis invasif.
Kultur darah yang memperlihatkan bakterial penyebab menjadi gold standard
untuk menegakkan diagnosis secara mikrobiologik.1,2
b. Pemeriksaan Radiologi
Pada pemeriksaan foto toraks, dan foto polos abdomen ditemukan
diafragma kanan meninggi, efusi pleura, atelektasis basiler, empiema atau
abses paru. pada foto toraks PA, sudut kardiofrenikus anterior tertutup, pada
posisi lateral sudut kostofrenikus anterior tertutup. Di bawah diafragma,
terlihat bayangan udara atau air fluid level. Abses lobus kiri akan mendesak
kurvatura minor. Secara angiografik, abses merupakan daerah avaskular. 1,6
Pemeriksaan penunjang yang lain yaitu abdominal CT-scan atau MRI,
USG abdomen dan biopsy hati, kesemuanya saling menunjang sehingga
memiliki diagnostik semakin tinggi. CT-scan abdomen memiliki sensitivitas
95-100% dan dapat mendeteksi luasnya lesi hingga kurang dari 1 cm. USG
Abdomen memiliki sensitivitas 80-90%.1,6

19
Gambar . Gambaran CT-scan menunjukkan abses hepar amoebik
pada lobus kanan hepar. Abses tampak sebagai lesi hipodens berbentuk bulat
atau oval dengan tepi ireguler.5
G. Diagnosis
a. Abses Hepar Amoebik
Untuk diagnosis AHA dapat digunakan kriteria Sherlock (1969),
kriteria Ramachandran (1973) atau kriteria Lamont dan Pooler.
Kriteria Sherlock:
1. Hepatomegali yang nyeri tekan
2. Respon baik terhadap obat amoebisid
3. Leukositosis
4. Peninggian diafragma kanan dan pergerakan yang kurang
5. Aspirasi pus
6. Pada USG didapatkan rongga dalam hati
7. Tes hemaglutinasi positif

20
Kriteria Ramachandran (bila didapatkan 3 atau lebih dari):
1. Hepatomegali yang nyeri
2. Riwayat disentri
3. Leukositosis
4. Kelainan radiologis
5. Respon terhadap terapi amoebisid
Kriteria lamont dan Pooler (bila didapatkan 3 atau lebih dari ):
1. Hepatomegali yang nyeri
2. Kelainan hematologis
3. Kelainan radiologis
4. Pus amoebik
5. Tes serologic positif
6. Kelainan sidikan hati
7. Respon yang baik dengan terapi amoebisid
b. Abses hepar pyogenik
Menegakkan diagnosis AHP berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis
dan laboratories serta pemeriksaan penunjang. Diagnosis AHP kadang-kadang
sulit ditegakkan sebab gejala dan tanda klinis sering tidak spesifik. Sedangkan
diagnosis dini memberikan arti penting dalam pengelolaan AHP karena penyakit
ini dapat disembuhkan. Sebaliknya diagnosis dan Pengobatan yang terlambat
akan meningkatkan angka kejadian morbiditas dan mortalitas. Diagnosis dapat
ditegakkan bukan hanya dengan CT-scan saja, meskipun pada akhirnya dengan
CT-scan mempunyai nilai prediksi yang tinggi untuk diagnosis AHP, demikian
juga dengan tes serologis. Diagnosis berdasarkan penyebab adalah dengan
menemukan bakteri penyebab pada pemeriksaan kultur hasil aspirasi, ini
merupakan gold standard untuk diagnosis. 1

21
H. Diagnosis Banding
Banyaknya variasi dari manifestasi gejala dan klinis, diagnosis abses hepar
amoebik dapat dibingungkan dengan penyakit paru atau kandung empedu atau
penyakit demam lainnya dengan sedikit tanda yang terlokalisir, seperti malaria
atau demam typhoid. Sejak radiologi telah mampu mendiagnosis adanya abses
hepar, yang paling penting pada diagnosis banding apakah abses heparnya
amoebik atau pyogenik. Abses pyogenik biasanya tejadi pada orang tua dan
memiliki riwayat penyakit pencernaan yang mendasari atau riwayat baru operasi.
Tes serologi amoebik dapat membantu, tetapi aspirasi pus dengan pewarnaan
Gram dan kultur pus, mungkin dibutuhkan untuk membedakan keduanya.7

I. Penatalaksanaan
o Tirah baring, diet tinggi kalori tinggi protein. 7
o Pada AHA: metronidazole 4 x 500-750 mg/hari selama 5-10 hari.
Metronidazol merupakan pilihan utama pada AHA. Nitroimidazol kerja
lambat ( tinidazol dan ornidazol) efektif sebagai terapi dodis tunggal pada
negara berkembang. Dengan diagnosis dan terapi lebih dini, angka
mortalitas dari AHA yang belum berkomplikasi <1%. 1,3,4,6
o Pada abses pyogenik : antibiotika spectrum luas, dan termasuk ampicillin
dan aminoglikosida (bila dicurigai sumber infeksi dari bilier) atau
golongan sefalosporin generasi ketiga (bila dicurigai sumber infeksi
berasal dari kolon), dan sebagai tambahan metronidazol, untuk organism
anaerob,atau sesuai hasil kultur kuman.3,6
o Drainase cairan abses terutama pada kasus yang gagal dengan terapi
konservatif atau bila abses berukuran besar (>5 cm) . (papdi) Indikasi
aspirasi pada abses hepar yaitu (1) untuk menyingkirkan adanya abses
pyogenik, biasanya pada pasien dengan lesi multiple, (2) tidak adanya
respon terapi selama 3-5 hari, (3) ancaman terjadi ruptur, (4)mencegah
ruptur abses hepar lobus kiri ke perikard. Tidak ada bukti bahwa dengan

22
aspirasi, sekalipun abses yang besar, >10 cm dapat mempercepat
penyembuhan. Drainase perkutaneus dapat berhasil meskipun abses hati
baru saja ruptur. Pembedahan harus dipersiapkan jika terjadi perforasi dan
ruptur abses ke perikard. 3,6

J. Komplikasi
Saat diagnosis ditegakkan, menggambarkan keadaan penyakit yang berat,
seperti septikemia/bakterimia dengan mortalitas 85%, ruptur abses hati disertai
peritonitis generalisata dengan mortalitas 6-7%, kelainan pleuropulmonal, gagal
hati, perdarahan ke dalam rongga abses, hemobilia, empiema, ruptur ke dalam
perikard atau retroperitoneum.1

K. Prognosis
Prognosis penyakit ini ditentukan oleh virulensi parasit, status imunitas
dan keadaan nutrisi penderita, usia penderita (lebih buruk pada usia tua), cara
timbulnya penyakit, tipe akut mempunyai prognosis lebih buruk, letak abses di
lobus kiri dan multiple memiliki prognosis lebih buruk. 1
Mortalitas AHP yang diobati dengan antibiotika yang sesuai bakterial
penyebab dan dilakukan drainase adalah 10-16%. Prognosis yang buruk apabila
terjadi keterlambatan diagnosis dan pengobatan. jika hasil kultur darah yang
memperlihatkan bakterial penyebab multiple, tidak dilakukan drainase terhadap
abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleural, atau adanya penyakit lain. 1

23

Anda mungkin juga menyukai