SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran
Universitas Gajah Mada
Disusun Oleh :
M ZHAFRAN AYYASY
12/333118/KU/15103
i
HALAMAN PERNYATAAN
Dengan ini penulis menyatakan bahwa hasil penelitian yang disusun sebagai skripsi
penulis dengan judul “ Korelasi Tinggi Selangkangan terhadap Aspek Ergonomi Sepeda,
Studi Kasus Pada Pengendara Sepeda Tanpa Nyeri Punggung Belakang” ini merupakan
hasil karya penulis dan bukan merupakan tiruan karya orang lain. Skripsi ini tidak memuat
hasil karya yang pernah ditujukan untuk memperoleh derajat sarjana di Universitas Gadjah
Mada maupun universitas lain. Adapun hasil penelitan terfahulu yang termuat dalam skripsi
ini telah dicantumkan sebagai sitasi dan dimasukkan kedalam daftar pustaka. Apabila di
kemudian hari terbukti bahwa pernyataan ini tidak benar, maka hal ini sepenuhnya menjadi
tanggung jawab penulis.
Penulis ,
M Zhafran Ayyasy
12/333118/ku/15103
iii
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat,
nikmat, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyusun skripsi yang berjudul
“Korelasi Tinggi Selangkangan terhadap Aspek Ergonomi Sepeda, Studi Kasus Pada
Pengendara Sepeda Tanpa Nyeri Punggung Belakang” dengan baik dan dapat
menyelesaikanya dengan tepat waktu. Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima
1. dr. Santosa Budiharjo, M.Kes., PA(K), selaku dosen pembimbing materi yang telah
skripsi selesai.
2. dr. Ch. Tri Nuryana, M.Kes., selaku dosen pembimbing metodologi yang telah
dengan sabar membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyusun skripsi ini.
3. DR. dr. Denny Agustiningsih, M.Kes., AIFM., Selaku dosen penguji yang telah
4. Kedua orang tua penulis, ayahanda dr. Efran Saputra, MARS dan ibunda dr.
Wardah Suhaili, Sp.OG, serta kakak penulis dr. Atsilah Ulfah, dan adik penulis M.
Fayyadh Khair Abassy, yang telah memberikan doa, dukungan dan kasih saying
iv
yang tak henti-hentinya sehingga penulis mampu bertahan sampai saat
5. Bella Amelia Sefilla Ahmad, S.Ked yang selalu menjadi sumber semangat dan
sumber energy positif, serta selalu mendengar keluh kesah penulis dalam
6. dr. Saga Malela Aria Sabara dan Mario yang selalu setia memberikan masukan,
7. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuannya baik secara
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengapresiasi
kritik dan saran dari para pembaca. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan
Penulis
v
DAFTAR ISI
PRAKATA .............................................................................. iv
INTISARI ............................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN
vi
II.A.2.d. Lebar Kemudi ………………...................................... 10
vii
IV.A.1.c. Tinggi Kemudi …………………................................. 24
LAMPIRAN ……………………………………………………………….. 36
viii
DAFTAR TABEL
Selangkangan …………………………..................................... 26
ix
DAFTAR GAMBAR
x
INTISARI
Korelasi Tinggi Selangkangan Terhadap Aspek Ergonomi Sepeda, Studi Kasus Pada
Pengendara Sepeda Tanpa Nyeri Punggung Bawah
Muhammad Zhafran Ayyasy, Santosa Budiharjo2, Ch Tri Nuryana2
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta, Indonesia
1
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
2
Departemen Anatomi Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan
Universitas Gadjah Mada
LATAR BELAKANG: Sepeda sebagai alat transportasi, olahraga dan kendaraan
rekreasional kembali menjadi tren dunia beberapa tahun belakangan. Sebagai kendaraan yang
ekonomis dan efisien, aktifitas bersepeda juga memiliki risiko kecelakaan dan penyakit.
Salah satu faktor terpenting dalam mengendarai sepeda adalah faktor ergonomis, yaitu
keseimbangan antara sepeda, pengendara, dan lingkungan. Dalam negara berkembang
seperti di indonesia, pentingnya faktor ergonomis belum sepenuhnya disadari oleh setiap
pengendara sepeda.
TUJUAN: Untuk mengetahui korelasi antara tinggi selangkangan dengan aspek ergonomi
sepeda pada pengendara tanpa keluhan musculoskeletal.
METODE: Subjek merupakan sepeda dan pengendara sepeda tanpa keluhan
muskuloskeletal yang diperoleh dari komunitas sepeda di Yogyakarta. Sebanyak 68 sampel
diukur dari postur tubuh dan ukuran sepeda untuk menentukan korelasi antara tinggi
selangkangan pengendara dengan tinggi pelana sepeda, tinggi kemudi dan jarak antara pelana
dan kemudi sepeda. Hasil penelitian dianalisis dengan metode Spearman’s Rho.
HASIL: Terdapat korelasi positif tinggi pelana (p=0,00), tinggi kemudi (p=0,00), dan jarak
antara pelana-kemudi sepeda (p=0,00) seiring dengan tinggi selangkangan pengemudi dengan
nilai p<0,05. Kekuatan korelasi bervariasi dari moderat hingga sangat kuat.
KESIMPULAN: Terdapat korelasi positif antara tinggi selangkangan pengendara dengan
aspek ergonomi sepeda pada pengendara tanpa nyeri punggung bawah.
xi
ABSTRACT
Correlation Between Crotch Height and Bicycle Ergonomic Aspecs, Case Study in
Cyclist Without Low Back Pain
Muhammad Zhafran Ayyasy, Santosa Budiharjo2, Ch Tri Nuryana2
Medical Faculty Universitas Gadjah Mada Universitas
Yogyakarta, Indonesia
1
Student of Medical Faculty University of Gadjah Mada
2
Department of Anatomy Medical Faculty of Medicine, Public Health and Nursery
Universitas Gadjah Mada
xii
1
BAB I
PENDAHULUAN
I. A. Latar Belakang
Bersepeda telah dikenal oleh umat manusia sejak awal abad 19 di Eropa.
Pertama kali ditemukan di Jerman pada tahun 1817 dan terus berkembang sampai
sekarang. Pengguna sepeda sejak ditemukan pada awal abad XIX hingga awal abad
XX, terus meningkat drastis. Hal ini didukung oleh faktor dari harga sepeda yang
murah dan pada saat itu teknologi otomotif dunia masih terbelakang serta
diperhitungkan sebagai kendaraan yang berisiko tinggi dengan tingkat kematian yang
industri otomotif pada awal abad XX dan terus menurun sampai pada titik terendah
pada tahun 1990-an dan kembali meningkat secara progresif akibat adanya
angka kejadian cedera pada saat bersepeda. Cedera yang diakibatkan dapat
untuk olahraga. Cedera yang ditimbulkan dapat merupakan cedera akut ataupun
Salah satu aspek yang mempengaruhi cedera pengendara sepeda adalah aspek
1
2
dibutuhkan masyarakat. Kemampuan sepeda masa kini untuk disesuaikan sendiri oleh
dengan pengendara dan lingkungan, hal ini dapat memperburuk keadaan. Tidak
tercapainya suasana ergonomis dapat menyebabkan pergerakan dan posisi yang tidak
sempurna, sehingga rentan terjadi kekakuan otot, gangguan syaraf, dan kecelakaan
akibat suasana berkendara yang tidak nyaman (Kocaybiyik, 2004). Dalam penelitian
tidak terciptanya suasana ergonomis dapat dirasakan baik secara langsung ataupun
secara perlahan-lahan (overuse). Cedera yang dialami dapat berupa Carpal Tunnel
Syndrom, kifosis, nyeri punggung bawah (Low Back Pain) atau kelainan lainnya.
Aspek ergonomis bersepeda berkaitan dengan pengendara, jenis, bentuk dan ukuran
sepeda, serta medan yang dilalui. Salah satu aspek kesesuaian antara sepeda dan
pengendara yang paling mudah dinilai adalah jarak antara rangka sepeda dengan
dikarenakan pada aspek tersebut telah mewakili beberapa aspek antropometri (tinggi
ergonomis dalam bersepeda masih belum diketahui oleh seluruh pengguna sepeda.
Oleh karena itu, penulis merasa perlu untuk melakukan penelitan berjudul “Korelasi
I. B. Perumusan Masalah
I. C. Tujuan Penelitian
I. C. 1. Tujuan umum
tinggi selangkangan terhadap aspek ergonomi sepeda pada pengendara sepeda tanpa
I. C. 2. Tujuan khusus
pelana sepeda.
kemudi sepeda.
I. D. Keaslian Penelitian
pengendara sepeda yang tidak mengalami nyeri punggung bawah. Namun ditemukan
penyakit syaraf. Perbedaan penelitian yang sudah dilakukan dengan penelitian ini
terdapat pada waktu penelitian, tempat atau lokasi penelitian, subjek dan karakteristik
I. E. Manfaat Penelitian
ergonomis sepeda yang dipakai, sehingga dapat menghindari nyeri punggung bawah
musculoskeletal.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sport Injury adalah hasil dari trauma akut atau beban berulang yang
berhubungan dengan aktivitas otot. Sport Injury dapat berdampak kepada tulang atau
jaringan lunak seperti ligamen, otot, dan tendon (Bahr et al, 2003).Di dalam ilmu
Sports Medicine, catastrophic injury dijelaskan sebagai cedera parah pada kepala,
dibedakan menjadi 2, yakni direct sport dan indirect sport. Yang dimaksud dengan
melakukan kontak fisik secara langsung, dan karena hal ini maka individu yang
melakukan olahraga ini memiliki kemungkinan untuk mengalami cedera relatif lebih
besar dibandingkan dengan individu yang melakukan indirect sport Contoh direct
sport adalah sepakbola, rugby, bola basket, dan sebagainya. (Thompson et al., 2001).
Indirect sport adalah olahraga yang tidak memiliki kontak langsung antar
individu dan biasanya olahraga ini tidak dibutuhkan adanya kerjasama antara peserta
dan dapat dilakukan secara berkelompok atau sendiri. Contoh dari indirect sport
2001).
6
7
Bersepeda sebagai salah satu jenis dari indirect sport yang secara teori
memiliki risiko relatif lebih kecil daripada olahraga lain yang berjenis direct sport.
lingkungan (benda penghalang, lubang jalanan, jalan yang licin), dan faktor kondisi
menjadi dua, yakni acute trauma dan overuse injury. Acute trauma adalah sebuah
trauma akut yang disebabkan oleh adanya gaya kinetik seperti benturan dengan
kendaraan bermotor atau semacamnya. Trauma akut ini dapat menyebabkan luka
seperti abrasi, contusio, laceration, fraktur, strains, dan dislokasi sendi (Fillingeri et
al., 2012). Overuse injury adalah cedera akibat adanya beban berlebih pada suatu otot
bagian tertentu sepeda seperti pedal, handle bar, dan juga pemilihan rangka sepeda
pemakaian jangka panjang. Hal ini dikarenakan apabila tidak adanya kesesuaian
pengaturan sepeda terhadap tubuh pemakai, maka hal ini dapat menjadi faktor
penyebab dari overuse injury dikarenakan beban yang terpapar ke otot-otot tertentu
8
menjadi lebih besar dari seharusnya sehingga dapat menyebabkan cedera (Ronald,
2003).
Sepeda ergonomis dapat dilihat dari beberapa bagian, berikut adalah uraian
Ukuran rangka yang ergonomis diukur melalui Jarak antara rangka dan
selangkangan, untuk ukuran rangka yang ergonomis adalah ketika pengendara berdiri
mengangkang terdapat jarak 2,54-5,12 cm (1-2 inchi) untuk sepeda sport/touring, dan
II. A. 2. b. Pelana
Bentuk pelana harus sejajar dengan tanah secara horizontal. Tinggi pelana
disesuaikan dengan panjang kaki, sehingga pada saat duduk di atas pelana dan kaki
pengendara berada di pedal pada posisi jam 6, kaki pengendara dalam posisi lurus,
(perhatikan Gambar 1)
Pada saat pengendara duduk di atas pelana dan kaki berada di atas pedal pada
posisi jam 3. Bagian betis pengendara tegak lurus terhadap lantai (Perhatikan Gambar
2).
Posisi tubuh bagian atas yang ergonomis adalah ketika tulang punggung
pengendara masih berbentuk huruf S (S shape) dan tidak ada pemaksaan terhadap
tulang punggung. Sudut ergonomis antara lengan atas dan badan bervariasi untuk
setiap jenis sepeda dan gaya bersepeda sesuai dengan fungsinya (Garnet, 2008). Pada
Gambar 3 dapat dilihat variasi sudut ergonomis beberapa jenis sepeda, diantaranya
pada sepeda klasik (nomor 1) sudut yang dibentuk adalah 300, pada sepeda city
(nomor 2) sudut yang dibentuk adalah 600, sedangkan pada sepeda sport dan sepeda
Tinggi kemudi/ stang pada sepeda dapat disesuaikan pada jenis sepeda dan
gaya bersepeda, namun lebar kemudi hendaknya tidak jauh dibandingkan lebar bahu,
serta sudut kemudi dengan tangan pengendara kurang lebih tegak lurus (perhatikan
Gambar 4).
Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa posisi pegangan kemudi yang tidak tepat
dapat menimbulkan tekanan terhadap syaraf medianus dan syaraf ulnaris. Posisi
Jarak tempuh ideal dalam bersepeda untuk kebugaran adalah tidak lebih dari
10-15 Km dengan frekuensi tidak lebih dari 3 kali seminggu agar hasil yang
Medan tempuh bersepeda yang paling ideal adalah pada permukaan datar dan
halus serta tidak licin, untuk menghindari kecelakaan dalam berkendara. Mekanisme
pergerakan sepeda yang menggunakan otot-otot tubuh membatasi inklinasi ideal yang
Low Back Pain (LBP) adalah nyeri di daerah punggung antara sudut bawah
kosta (tulang rusuk) sampai lumbosakral (sekitar tulang ekor). Nyeri juga bisa
menjalar ke daerah lain seperti punggung bagian atas dan pangkal paha (Rakel,
2002). LBP atau nyeri punggung bawah merupakan salah satu gangguan
muskuloskeletal yang disebabkan oleh aktivitas tubuh yang kurang baik (Garnet et
al., 2008).
1. Lumbar Spinal Pain, nyeri di daerah yang dibatasi: superior oleh garis
thorakal terakhir, inferior oleh garis transversal imajiner yang melalui ujung
prosesus spinosus dari vertebra sakralis pertama dan lateral oleh garis vertikal
2. Sacral Spinal Pain, nyeri di daerah yang dibatasi superior oleh garis
sakrokoksigeal posterior dan lateral oleh garis imajiner melalui spina iliaka
3. Lumbosacral Pain, nyeri di daerah 1/3 bawah daerah lumbar spinal pain dan
dua yaitu :
sebentar, antara beberapa hari sampai beberapa minggu. Rasa nyeri ini dapat hilang
atau sembuh. Acute Low Back Pain (LBP) dapat disebabkan karena luka traumatis
seperti kecelakaan mobil atau terjatuh, rasa nyeri dapat hilang sesaat kemudian.
Kejadian tersebut selain dapat merusak jaringan, juga dapat melukai otot, ligamen
dan tendon. Pada kecelakaan yang lebih serius, fraktur tulang pada daerah lumbal dan
spinal dapat masih sembuh sendiri. Sampai saat ini penatalaksanan awal nyeri
pinggang acute terfokus pada istirahat dan pemakaian analgesik (Apley, 2010).
13
Rasa nyeri yang menyerang lebih dari 3 bulan atau rasa nyeri yang berulang-
ulang atau kambuh kembali. Fase ini biasanya memiliki onset yang berbahaya dan
sembuh pada waktu yang lama. Chronic low back pain dapat terjadi karena
Disamping hal tersebut diatas terdapat juga klasifikasi patologi yang klasik
yang juga dapat dikaitkan LBP. Klasifikasi tersebut adalah (Apley, 2010): Trauma,
keseluruhan, LBP merupakan keluhan yang paling banyak dijumpai (49%). Pada
negara maju prevalensi orang terkena LBP adalah sekitar 70-80%. Pada buruh di
Amerika, kelelahan LBP meningkat sebanyak 68% antara thn 1971-1981. Sekitar 80-
90% pasien LBP menyatakan bahwa mereka tidak melakukan usaha apapun untuk
prevalensi yang tinggi namun penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya.
14
penghalang, lubang jalanan, jalan yang licin), dan faktor kondisi sepeda yang dipakai
Menurut Thompson et al., (2001), cedera olahraga yang umum muncul akibat
bersepeda dapat dibedakan menjadi dua, yakni acute trauma dan overuse injury.
Acute trauma adalah sebuah trauma akut yang disebabkan oleh adanya gaya kinetik
seperti benturan dengan kendaraan bermotor atau semacamnya. Trauma akut ini dapat
menyebabkan luka seperti abrasi, contusio, laceration, fraktur, strains, dan dislokasi
sendi Sepeda ergonomis berpengaruh terhadap trauma sepeda akibat overuse atau
pemakaian jangka panjang. Hal ini dikarenakan apabila tidak adanya kesesuaian
pengaturan sepeda terhadap tubuh pemakai, maka hal ini dapat menjadi faktor
penyebab dari overuse injury dikarenakan beban yang terpapar ke otot-otot tertentu
menjadi lebih besar dari seharusnya sehingga dapat menyebabkan cedera. Overuse
injury inilah yang dapat menjadi penyebab nyeri punggung bawah kronis.
ergonomis pada sepeda berpengaruh terhadap angka kejadian nyeri pada nyeri
mengalami nyeri punggung, terdapat hubungan kesesuaian antara tinggi pelana, tinggi
Faktor pengemudi
Aspek ergonomi
Usia
sepeda:
Jenis Kelamin
Jenis Sepeda
Tinggi Badan
Tinggi pelana
Tinggi Selangkangan
Tinggi kemudi
Lebar Bahu
Jarak Pelana-Kemudi
Panjang Kaki
Ergonomis (tidak ada cedera
musculoskeletal)
Faktor lainnya:
Jarak tempuh
Medan
Frekuensi
Variabel
II. Terkendali:
4. Hipotesis
Usia, Jenis Kelamin,
Frekuensi Bersepeda
Tinggi Selangkangan 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑃𝑒𝑙𝑎𝑛𝑎
Pengendara Sepeda
Tanpa LBP 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐾𝑒𝑚𝑢𝑑𝑖
Variabel Tidak Terkendali: 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑃𝑒𝑙𝑎𝑛𝑎 − 𝐾𝑒𝑚𝑢𝑑𝑖
Jarak Tempuh, Jenis Medan
Tempuh
II. D Hipotesis
3 Tinggi selangkangan berkorelasi positif terhadap jarak antara pelana dan kemudi
sepeda
17
BAB III
METODE PENELITIAN
tertentu, yaitu saat setelah kegiatan touring rutin komunitas sepeda sesuai jadwal dari
subjek yang diteliti yakni pada saat subjek melakukan kegiatan bersepeda rutin
mingguan di Yogyakarta.
Populasi dan subjek dalam penelitian ini adalah komunitas pengendara sepeda
berusia 17-30 di wilayah Yogyakarta yang menggunakan sepeda setidaknya satu kali
dalam seminggu selama 6 bulan minimal 10 kilometer atau satu jam dalam rentang
waktu Juli-Desember 2014. Jumlah subjek yang diukur sebanyak 68 sampel, terdiri
dari 58 orang pria dan 10 orang wanita. Seluruh subjek harus memenuhi syarat bebas
nyeri punggung bawah, dengan kriteria tidak mengalami nyeri pada punggung bawah
17
18
seluruh subjek yang didata, diambil sebagai subjek penelitian. Apabila diketahui
proporsi dari literatur sebelumnya maka dapat digunakan rumus untuk mencari
jumlah sampel minimal. Salah satu rumus yang bisa dipakai adalah rumus Slovin.
n = Jumlah Sampel
N= Jumlah Populasi Pengguna Sepeda
e= Standart Error
Contoh:
Jika jumlah populasi pengguna sepeda yang terdata adalah 2000 subjek maka jumlah
Maka berdasarkan hasil perhitungan dengan rumus Slovin, jumlah subjek minimal
kriteria sebanyak 68 orang. Objek penelitian yang diambil adalah hasil pengukuran
tinggi pelana, tinggi kemudi dan jarak antara pelana dan kemudi sepeda. Pemilihan
3. Kuesioner
4. Alat Tulis
pengolahan data
sepeda.
terhadap lantai ketika membuka kedua kaki selebar bahu. Variabel ini diukur
2. Tinggi Pelana sepeda, merupakan jarak yang diukur dari puncak pelana
sepeda terhadap lantai secara tegak lurus. Variabel ini diukur menggunakan
3. Tinggi kemudi sepeda, merupakan jarak yang diukur dari puncak kemudi
terhadap lantai secara tegak lurus, tinggi kerangka sepeda.Variabel ini diukur
4. Jarak antara kemudi dan pelana sepeda, adalah jarak yang diukur dari ujung
4. Aspek antropometri subjek diukur menggunakan alat ukur dan dicatat dalam
tabel pengukuran
Hasil penelitian ini berupa data numerik kualitatif yang diperoleh dari
pengukuran secara langsung yang kemudian akan dijabarkan dalam bentuk tabel
excel untuk dianalisa ada normalitas data menggunakan metode Saphiro Wilk. Untuk
melihat perbedaan antara subjek laki-laki dan perempuan digunakan metode Lavene
Statistic. Hasil analisis akan dilakukan dengan uji statistik korelasi dengan pilihan
pertama adalah uji statistik korelasi Pearson. Namun apabila terbukti salah satu
sebaran data tidak normal, maka uji statistik akan dilakukan dengan metode statistik
Spearman’s Rho. Hasil uji statistik akan menunjukan ada tidaknya korelasi, apakah
korelasi bersifat positif atau negatif, serta seberapa kuatkah kekuatan korelasi yang
didapatkan.
22
BAB IV
IV.A.1. Data
hipotesis. Data yang kami dapatkan adalah data pribadi berupa nama dan hasil
kuesioner yang kami berikan dan diisi oleh para peserta sampel sebanyak 68 orang.
Selain data kuesioner, kami juga mendapatkan data pengukuran berupa tinggi
tinggi pelana sepeda; tinggi kemudi sepeda; dan jarak antara kemudi dan pelana. Pada
penelitian ini akan dilihat juga perbedaan hasil pengukuran antara subjek pria dan
Lavene.
22
23
pengendara yang kami ukur, dimana suatu lingkungan atau situasi ergonomis dapat
timbul atas interaksi alat, tubuh dan lingkungan. Berdasarkan hasil pengukuran yang
adalah sebesar 69,72cm untuk semua sampel. Tinggi selangkangan rata-rata untuk
sampel pria adalah 69,86cm dan untuk sampel wanita adalah 68,90cm. Tinggi
cm dan tinggi selangkangan minimal yang kami dapatkan melalui pengukuran adalah
sebesar 6 cm. Pada pengukuran ini tidak didapatkan perbedaan bermakna antara
subjek pria dan wanita dengan p>0,05. Hasil yang didapatkan lebih tinggi
Tinggi pelana sepeda diukur sebagai jarak dari puncak pelana ke lantai dalam
posisi sepeda tegak lurus. Tinggi pelana merupakan aspek yang adjustable dalam
sepeda, namun kami mengukur tinggi pelana pada saat penelitian saja (setelah
pemakaian jarak jauh). Dari hasil penelitian didapati tinggi pelana rata-rata adalah
24
sebesar 77,53cm untuk semua sampel. Tinggi pelana untuk sampel pria 77,69cm
adalah dan untuk sampel wanita 76,60cm. Tinggi pelana tertinggi yang kami dapat
melalui pengukuran sebesar 92,0cm dan tinggi pelana terendah adalah sebesar
65,0cm. Pada pengukuran ini tidak didapatkan perbedaan bermakna antara subjek
Tinggi kemudi sepeda diukur sebagai jarak dari puncak kemudi ke lantai dalm
posisi sepeda tegak lurus. Seperti tinggi pelana, tinggi kemudi juga merupakan aspek
adjustable dalam sepeda. Dari hasil pengukuran kami mendapatkan rerata tinggi
kemudi adalah 78,35cm. rerata tinggi kemudi untuk sampel pria adalah 78,57cm dan
sampel wanita 76,75cm. Tinggi kemudi terbesar adalah 93,0cm dan terendah 66,0cm.
Pada pengukuran ini tidak didapatkan perbedaan bermakna antara subjek pria dan
Jarak antara pelana dan kemudi adalah jarak yang diukur dari ujung pelana ke bagian
tengah kemudi. Dari hasil pengukuran didapatkan hasil yang bervariasi dengan rerata
sepanjang 47,82cm untuk semua sampel. Untuk sampel pria, tinggi rerata yang
didapatkan adalah 48,21cm, sedangkan untuk wanita sebesar 45,60cm. Jarak pelana
terpanjang yang kau dapatkan adalah 55,0cm dan yang terendah adalah 40,0cm. Pada
pengukuran ini tidak didapatkan perbedaan bermakna antara subjek pria dan wanita
dengan p>0,05
Tabel 5. Jarak Antara Pelana dan Kemudi Berdasarkan Jenis Kelamin (Lavene
Statistic)
Untuk menentukan korelasi antara variabel bebas dan variabel terikat, maka
harus dilakukan uji korelasi. Uji korelasi yang akan digunakan ditentukan dengan
terlebih dahulu mengetahui normalitas data. Pada penelitian ini dilakukan uji
Variabel Signifikansi
Data dianggap normal apabila nilai signifikansi semua variabel lebih besar
dibandingkan nilai α (alpha) atau lebih besar dari 0,05. Dari hasil uji normalitas data
yang dapat dilihat pada Tabel di atas, didapatkan bahwa salah satu variabel tidak
Dikarenakan distribusi data tidak normal, maka pilihan uji statistik korelasi jatuh
kepada uji korelasi Spearman’s Rho yang tidak harus memenuhi syarat normalitas
data.
Aspek Ergonomi R P
Spearman’s rho one-tailed, untuk mengetahui adakah korelasi 1 arah dan kekuatan
korelasi antara tinggi selangkangan dan aspek ergonomis sepeda (tinggi pelana, tinggi
kemudi, jarak pelana kemudi. korelasi didapatkan apabila nilai p lebih kecil daripada
nilai α (0,05) dan kekuatan korelasi akan dilihat dari besarnya nilai R. Apabila nilai R
bernilai positif maka korelasi yang didapatkan antara variabel adalah positif,
begitupun sebaliknya. Jika nilai R berada dalam kisaran 0,00-0,19 maka korelasi yang
didapatkan antar variabel adalah sangat lemah. Jika nilai R berada dalam kisaran
0,20-0,39 maka korelasi yang didapatkan antar variabel adalah lemah. Jika nilai R
berada dalam kisaran 0,40-0,59 maka korelasi yang didapatkan adalah sedang. Jika
nilai R berada dalam kisaran 0,60-0,79 maka korelasi yang didapatkan antara variabel
adalah kuat. Sedangkan, jika nilai R berada dalam kisaran 0,8-1,0 maka korelasi yang
p= 0.000 (< α) dengan nilai R sebesar 0,77. Berdasarkan analisis statistik ini dapat
dinyatakan bahwa terdapat korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang kuat antara
tinggi selangkangan dan tinggi pelana sepeda pada pengendara yang tanpa nyeri
punggung bawah.
p= 0.000 (< α) dengan nilai R sebesar 0,72. Berdasarkan hasil analisis statistic ini
28
dapat dinyatakan bahwa terdapat korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang kuat
antara tinggi selangkangan dan tinggi kemudi sepeda pada pengendara sepeda tanpa
kemudi sepeda
p= 0.000 (< α) dengan nilai R sebesar 0,50 Berdasarkan analisis statistik ini dapat
dinyatakan bahwa terdapat korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang sedang
antara tinggi selangkangan terhadap jarak antara pelana dan kemudi sepeda terhadap
IV. B. Pembahasan
diwakili oleh tinggi pelana, tinggi kemudi, dan jarak antara pelana dan kemudi
sepeda. Sampel yang diambil adalah pengendara sepeda yang tidak memiliki nyeri
punggung bawah, dan rutin bersepeda sebanyak 1 kali seminggu dalam 6 bulan
tinggi pelana lebih tinggi. Ginting (2010) membuat pedoman mengenai perancangan
29
kriteria-kriteria apa saja yang sedang berkembang di masyarakat pada saat itu.
dalam mengendarai sepeda. Tinggi pelana yang terlalu rendah akan mempersulit dan
pengemudi haruslah dalam posisi lurus saat pedal pada posisi jam 6 (Fairuz, 2011).
Dengan demikian dapat diterima secara rasional jika semakin tinggi seorang
pengendara, akan memerlukan tinggi pelana yang lebih besar. Namun, hal ini tidak
menjadikan tinggi pelana yang lebih tinggi lebih baik dibandingkan yang lebih
rendah, tinggi pelana yang dibutuhkan seorang pengendara sepeda adalah tinggi
pelana yang sesuai dengan tinggi selangkangan bersepeda secara berlebihan bisa
sepeda mudah terkena kifosis karena posisi berkendara sepeda saat ini lebih banyak
bukan hanya posisi yang menghasilkan tenaga yang paling besar, melainkan posisi
yang dapat mempertahankan kenyamanan dalam waktu yang lebih lama (Muyor dkk,
2011).
dilakukan dengan frekuensi yang tinggi akan menyebabkan alat kelamin terjepit dan
tertekan oleh tubuh. Apabila ini berkelanjutan terus menerus maka akan
mengakibatkan alat kelamin mati rasa karena terlalu banyak menopang beban tubuh.
Oleh karena itu, diperlukan kembali penelitian yang meneliti aspek ergonomis lain
tidak sekuat korelasi antara tinggi selangkangan dan tinggi pelana dikarenakan tinggi
kemudi sepeda lebih bervariasi sesuai dengan jenis sepeda, misalkan; tinggi kemudi
untuk sepeda lipat lebih tinggi dibandingkan sepeda jenis mountain bike. Tinggi
kemudi lebih adjustable dan bervariasi pada setiap pengendara sesuai dengan jenis
Carpal Tunnel Syndrom (CTS), karena melakukan aktivitas bersepeda dalam waktu
yang lama pada satu posisi tetap. Pada posisi tersebut, getaran dan tekanan berat
tubuh beralih ke tangan pengendara yang mengakibatkan otot di bagian tangan terasa
kesemutan hingga mati rasa. Apabila hal ini dibiarkan, tangan dapat mengalami
penurunan kekuatan dan kemampuan gerak. Kendati terdapat korelasi antara tinggi
selangkangan terhadap tinggi kemudi, terdapat lebih banyak aspek ergonomis pada
kemudi, diantaranya adalah lebar kemudi, jenis bantalan kemudi dan bentuk kemudi.
dan kemudi juga kita dapatkan dari hasil penelitian ini. Kekuatan korelasi sangat kuat
31
dan berarah positif. Pada saat berkendara, hendaknya bentuk tulang punggung
fisiologis tulang punggung seperti ini dapat megnhindarkan pengendara dari risiko
cedera tulang belakang. Sekalipun tenaga yang dihasilkan tidak lebih besar
keadaan nyaman bagi pengendara, lebih cocok untuk bersepeda dengan jarak yang
lebih jauh dalam waktu yang lebih lama (Gregor et al., 2002).
Semakin tinggi tubuh pengendara sepeda, maka jarak yang diperlukan dari
pelana ke kemudi akan semakin besar. Hal ini diperlukan pengendara agar dapat
bertahan lebih lama di atas sepeda. Jarak antara kemudi dan pelana sangat
dipengaruhi bentuk dan design sepeda, dan terdapat aspek ergonomis lain
didalamnya, diantaranya tebal rangka sepeda, tinggi rangka sepeda jenis pelana dan
diwakili oleh tinggi selangkangan berkorelasi positif terhadap ketiga aspek ergonomi
sepeda. Dengan demikian dapat terlihat, pada pengendara tanpa nyeri punggung
bawah, terdapat kesesuaian pengaturan aspek ergonomi sepeda sesuai dengan ukuran
tubuh pengendara yang diwakili oleh tinggi selangkangan. Hal ini bersesuaian dengan
tinggi pelana, tinggi kemudi, dan jarak antara pelana kemudi yang lebih besar.
32
Situasi ergonomis adalah suatu keadaan yang dibentuk oleh manusia, alat dan
lingkungannya, oleh karena itu, selain memperhatikan aspek antropometri dan aspek
BAB V
V. A. Simpulan
1. Terdapat korelasi positif antara tinggi selangkangan dan tinggi pelana sepeda pada
2. Terdapat korelasi positif antara tinggi selangkangan dan tinggi kemudi sepeda
3. Terdapat korelasi positif antara tinggi selangkangan dan tinggi pelana sepeda pada
V. B. Saran
ergonomis sepeda yang belum diteliti, seperti lebar kemudi, ukuran roda, dan jenis
rangka sepeda.
33
34
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
37
LAMPIRAN
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
SUBJEK PENELITIAN
(INFORMED CONSENT)
Nama :………………………………………………
Alamat :………………………………………………
Setelah mendapatkan penjelasan tentang maksud dan tujuan serta manfaat dari penelitian
yang dilakukan saudara Zhafran, dengan sesungguhmua menyatakan bahwa saya
(*bersedia/tidak bersedia berpartisipasi menjadi subjek penelitian mengenai “KORELASI
TINGGI SELANGKANGAN TERHADAP ASPEK ERGONOMI SEPEDA, STUDI
KASUS PADA PENGEMUDI TANPA NYERI PUNGGUNG BAWAH” dalam rangka
penyusunan skripsi S1 pada Program Studi Kedokteran di Universitas Gadjah Mada.
Demikian surat ini saya buat secara sesungguhnya tanpa ada paksaan dari pihak
manapun.
Yogyakarta…………………………..
Peneliti Responden
NOMOR URUT:
Nama :
Alamat :
Umur :
Jenis Kelamin :
Menyatakan bahwa data yang diperoleh dari saya dan sepeda saya diperbolehkan untuk
digunakan dalam penelitian mengenai ergonomi sepeda sebagai salah satu syarat memperoleh
gelar S1.
Yogyakarta,……………………….
Peneliti Responden
42
Lampiran 6. Kuesioner
KUESIONER
1. Nama :
2. Umur : tahun
5. Agama :
2. Suku :
3. Kewarga Negaraan :
4. Alamat :
Kuesioner :
c. Sepeda Lipat
d. Lain-lain ..........
3. Dalam memilih sepeda prioritas apa yang anda gunakan?
a. Transportasi
b. Rekreasi
c. Olahraga
d. Lain-lain ...........
4. Berapa kali rata rata dalam 1 minggu anda bersepeda?
PETUNJUK : Tandai skala nyeri berikut ini dengan tanda silang (X) yang menurut
bapak/ibu/saudara dapat mewakili tingkat / intensitas nyeri pada lutut depan atau
punggung bawah
1 2 3 4 5 6 7 8 9
10