PENDAHULUAN
II.1. LATAR BELAKANG
Angka kematian kasar, angka kematian ibu, angka kematian bayi dan
penyebab kematian merupakan informasi yang sangat penting untuk mengukur
indikator kesehatan suatu negara. Selain itu informasi tersebut berguna untuk
perencanaan bidang kesehatan yang efektif dan efisien. Untuk mendapatkan tujuan
yang diinginkan seharusnya informasi yang diterima merupakan informasi yang valid
dan tepat waktu.
Kelahiran dan kematian merupakan bagian dari peristiwa atau kependudukan
yang penting termasuk penyebab kematian. Sesuai dengan Undang Undang
kependudukan nomor 23 tahun 2006 dan perubahannya pada nomor 24 tahun 2013
bahwa peristiwa penting seperti kelahiran dan kematian harus dicatatkan dalam
sistem pencatatan sipil sebagai peristiwa penting. Catatan sipil memiliki sifat terus
menerus, permanen, wajib, dan berlaku umum dalam mencatat kejadian dan
karakteristik kejadian penting (lahir hidup, kematian, lahir mati, pernikahan dan
perceraian) dan status kejadian sipil lainnya yang berkaitan dengan populasi yang
disahkan oleh keputusan, hukum atau peraturan, sesuai dengan persyaratan hukum di
setiap negara. Melalui registrasi sipil yang baik dapat dihasilkan statistik vital (angka
kelahiran, kematian dan penyebab kematian) yang dapat dipercaya dan tepat waktu.
Statistik vital diperlukan secara rutin yang digunakan untuk perencanaan
sosioekonomi, termasuk pemantauan kesehatan dan intervensi program, dan
mengukur indikator demographi yang penting untuk menggambarkan tingkat kualitas
hidup seperti angka harapan hidup saat lahir dan angka kematian bayi. Statistik vital
dan interpretasi dan analisis yang dihasilkannya merupakan hal yang esensial untuk
perencanaan. dan bahan masukan bagi pemegang kebijakan. Dalam bidang kesehatan
statistik vital merupakan inti dari suatu sistem informasi kesehatan.
1
Informasi penyebab kematian penting untuk digunakan sebagai dasar
membuat perencanaan bidang kesehatan yang efisien dan efektif. Informasi penyebab
kematian dapat digunakan sebagai pencegahan kematian yang akhirnya membuat
umur harapan hidup lebih panjang. Penyebab kematian ditentukan oleh seorang
dokter yang mengetahui riwayat perjalanan penyakit saat sebelum meninggal. Jika
kematian terjadi di rumah sakit atau dalam pelayanan medis, dokter akan mudah
menentukan penyebab kematiannya. Jika kematian terjadi di luar pelayanan medis
maka investigasi riwayat kejadian perlu dilakukan untuk mendapatkan prediksi
penyebab kematian.
Registrasi kejadian vital seperti kelahiran, kematian dan penyebab kematian
penting untuk ditata dengan baik sehingga dapat dipakai sebagai dasar membuat
statististik vital. Koordinasi dan integrasi lintas sektoral sangat diperlukan dalam
penataan registrasi untuk mendapatkan statistic vital yang baik. Sektor yang terkait
dengan registrasi kelahiran, kematian dan penyebab kematian ini seperti kementerian
dan negeri, kemententrian kesehatan, Kementerian Agama dan Biro Pusat Statistik.
Negara Indonesia mempublikasikan statistik vital melalui hasil sensus dan
proyeksinya, dan survey walaupun undang-undang tentang kependudukan telah
dibuat sejak tahun 2006. Dalam Undang Undang kependudukan telah dimaklumatkan
bahwa instansi yang berwenang untuk melakukan registrasi kependudukan
berkedudukan di tingat Kabupaten Kota. Sejak tahun 2000 pemerintah Indonesia
telah melakukan kebiajakan desentralisasi pada tingkat kabupaten/kota. Sejalan
dengan itu kementerian kesehatan juga telah melakukan desentralisasi di bidang
kesehatan pada tingkat kabupaten/kota. Kebijakan ini menuntut perbaikan sistem di
tingkat kabupaten kota. Statistik vital yang valid dan tepat waktu selayaknya
bersumber dari pencatatan sipil, namun Indonesia belum mampu menjalankan
pencatatan sipil dengan sempurna sehingga belum dapat memanfaatkan dari sistem
pencatatan sipil tersebut. Mengingat pentingnya perbaikan sistem pencatatan
kelahiran, kematian dan penyebab kematian perlu dilakukan ujicoba model
pengembangan sistem. Tujuan penelitian ini untuk menyempurnakan model
pencatatan sipil dan vital statistic tingkat kabupaten/kota. Model ini diharapkan dapat
2
menjadi contoh kabupaten/kota untuk mendapatkan statistic vital tingkat
kabupaten/kota yang akhirya dapat menjadi statistic vital nasional.
Tujuan Umum:
Mendapatkan model implementasi sistem Registrasi Sipil dan Statistik Vital tingkat
Kabupaten/Kota dalam implementasi Undang-Undang Kependudukan no 23/2006
dan perubahannya no 24/2013.
Tujuan Khusus
1. Menyusun modul pengembangan implementasi sistem rengistrasi sipil dan
statistik vital (kelahiran, kematian dan penyebab kematian) tingkat
kabupaten/kota
2. Memperoleh data statistik vital (kelahiran, kematian dan penyebab kematian)
tingkat kabupaten/kota berdasarkan pencatatan sipil.
3. Meningkatkan kemampuan daerah kabupaten kota dalam mewujudkan system
informasi kelahiran, kematian dan penyebab kematian terintegrasi dengan
pencatatan sipil
II.3.a Pengertian Sistem Registrasi Sipil dan Statistik Vital (Civil Registrasion
& Vital Statistics/CRVS System)
3
demographi yang penting untuk menggambarkan tingkat kualitas hidup seperti angka
harapan hidup saat lahir dan angka kematian bayi.
II.3.b Peran sektor kesehatan dalam sistem CRVS (Civil Registration & Vital
Statistics) System.
Sepanjang bahwa hampir semua kelahiran dan kematian terjadi melakukan kontak
dengan sektor kesehatan, baik itu kepada pelayanan rumah sakit/fasilitas pelayanan
kesehatan atau pada petugas kesehatan di lapangan (bidan desa, kader kesehatan dsb),
maka sektor kesehatan pemegang kunci dalam peningkatan pencatatan sipil dan
statistik vital.
4
Walaupun diantara negara berkembang telah pencatatan sipil telah dilakukan
secara meluas, namun hanya sedikit yang mampu melakukan publikasi statistik vital
dan penyebab kematian tahunan secara rutin . Lebih luas lagi bahwa sektor kesehatan
memiliki nilai untuk implementasi CRVS secara universal. Dibutuhkan peningkatan
yang besar terhadap akurasi, kelengkapan dan tepat waktu akan data kematian yang
dapat dikordinasikan dengan CRVS melalui system informasi kesehatan. WHO dan
berbagai organisasi internasional lainnya telah membuat standard format sertifikasi
medis penyebab kematian, system pengkodean ICD, verbal autopsy dan pendekatan
innovative untuk mendukung peningkatan CRVS. Pada negara berkembang
kelengkapan informasi kematian maternal dan bayi belum memadai. Commission on
Information and Accountability for Women’s and Childrens’s Health pada tahun
2010 telah membuat sepuluh rekomendasi dan salah satunya adalah peningkatan
CRVS system.
Telah dilakukan deklarasi menteri tentang sistem CRVS di Asia Pasific pada
24-28 November 2014. Dasar deklarasi ini sesuai dengan Deklarasi Hak Azasi
Manusia, bahwa manusia untuk mendapatkan hak hukum yang sama. Deklarasi ini
menimbang General Assembly resolution 68/261 pada tgl 29 Januari 2014, yang
diperkuat dengan General assembly resolution 64/267 pada 3 Juni 2010, bahwa
statistic yang dapat dipercaya dan tepat waktu untuk mengukur kemajuan suatu
negara diperlukan sebagai informasi dalam membuat kebijakan dan monitoring
MDGs Nasional, Regional dan tingkat Internasional. Menegaskan bahwa berlaku
5
secara umum dan responsif terhadap system pencatatan sipil dan statistik vital
memiliki peran penting dalam mencapai pembangunan termasuk yang berikut:
II.3.c Situasi Sistem Registrasi Sipil dan Statistik Vital di Indonesia saat ini
6
negara. Tools ini telah diadop oleh UNESCAP untuk melakukan penialian di negara-
negara ASIA PASIFIK. Indonesia telah melakukan rapid assessment CRVS System
dengan menggunakan tools tersebut yang dikoordinir oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan pada tahun 2012. Assessment dilakukan bersama oleh
institusi yang terlibat secara aktif dalam system registrasi sipil & statistik vital
seperti, Kementerian Kesehatan (Badan Penelitian & Pengembangan Kesehatan,
Dirjend Bina Upaya Kesehatan, Dirjend Gizi & KIA, Pusat Data dan Informasi),
Kementerian Dalam Negeri (Dirjend Dukcapil), dan Biro Pusat Statistik. Hasil
assessment tersebut menunjukkan bahwa CRVS system di Indonesia tergolong lemah
yang berarti memerlukan banyak perhatian terhadap berbagai area CRVS system
(36,8%) (yuslely dkk pada acara seminar regional Badan Litbangkes 2014).
7
(a) Penyakit atau cedera yang merupakan awal dari sekuensi/kronologis terjadinya
penyakit yang menyebabkan langsung terhadapat kejadian kematian. atau (b)
keadaan kecelakaan atau kekerasan yang menghasilkan cedera yang fatal
menyebabkan kematian.
Dengan kata lain, jika penyebab dasar tidak ada maka kematian tidak akan terjadi.
Dalam kesepakatan Sixth Decennial International Revision Conference, bahwa
penyebab kematian yang akan dijadikan tabulasi data kematian adalah “penyebab
dasar kematian”. Penentuan penyebab dasar kematian akan mudah jika penyebab
kematiannya tunggal, masalah akan timbul jika ada beberapa keadaan morbid kronis,
yang mendasari dan ada secara bersama-sama. Sementara untuk statistik mortalitas
rutin; penyebab kematian yang dipilih adalah penyebab kematian dasar (underlying
cause of death).
8
Sertifikat Penyebab Kematian memperlihatkan mengapa dan bagaimana kematian
terjadi. Sertifikat Penyebab Kematian berisikan suatu penyakit, ketidak normalan
(abnormality), cedera atau suatu penyebab luar terjadinya cedera yang dipercaya
berkontribusi terhadap kejadian kematian. Hal yang sangat perlu diingat: cara mati
(mode of deaths) – seperti gagal nafas, gagal jantung atau gagal otak – tidak
dianjurkan sebagai penyebab kematian.
9
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1. KERANGKA KONSEP
10
Draft model
11
III.3. TEMPAT DAN WAKTU
Penelitian ini memiliki design observasi prospective dengan fokus bidang riset
sistem kesehatan yang mana temasuk dalam riset oprasional.
Melakukan workshop yang dihadiri para pelaku sistem registrasi sipil dan statistik
vital di tingkat kabupaten kota. Workshop dilakukan dengan tujuan melakukan
12
penilaian sistem yang sedang berjalan, sosialisasi, advokasi dan menentukan strategi
penguatan sistem untuk disepakati, membentuk tim inti CRVS system.
Pengumpulan data secara terus menerus mengenai kejadian vital (lahir, mati,) pada
penduduk:
Pengumpulan data mengenai kejadian vital (lahir dan mati,) dilakukan oleh kepala
desa melalui RT sesuai dengan Undang-Undang. Kejadian kelahiran akan dicatat
dalam form 4 dan kejadian kematian dicatat dalam form 5. Pengumpulan data
penyebab kematian di luar fasilitas pelayanan kesehatan dengan autopsy verbal, dan
13
sertifikasi untuk kematian di fasilitas pelayanan kesehatan. Kejadian yang di catat
pada kasus Januari 2015 sampai dengan Desember 2015.
Analisis
14
BAB IV
HASIL
IV.1 Rapid assessment sistem registrasi sipil dan statistic vital dan detail
assessment tingkat kabupaten kota
15
kelompok dilakukan secara heterogen, dimana setiap kelompok terdiri dari unsur
kesehatan, dinas capil, statistik dan pemda. Setelah penilaian masing-masing
kelompok dilakukan pembahasan bersama untuk mencari kata sepakat.
16
IV.1.b Hasil penilaian Rapid Assessment pada Kabupaten Kulonprogo
Tabel 1
Nilai Rapid Assessment Sistem CRVS di Kabupaten Kulon Progo
Nilai
NO AREA NILAI Maksimum
1 Dasar hukum CRVS Kabupaten 3 9
2 Infrastruktur registrasi sipil 8 9
3 Organisasi dan Fungsi Sistem Statistic Vital 1 6
4 Kelengkapan registrasi kelahiran dan kematian 3 6
5 Penyimpanan data dan penyebaran data 2 6
6 Format sertifikasi sesuai stadard Internasional 3 6
7 Kualitas data penyebab kematian 2 6
8 Pelaksanaan pengkodean ICD-10 2 3
9 Kualifikasi dan pelatihan petugas kode 0 6
10 Kualitas data dan pemeriksaan kewajaran data 1 6
11 Akses data, diseminasi dan penggunaan data 6 12
Total 31 75
17
workshop.Terlihat bahwa nilai total sistem 31 dari 75 nilai maksimum atau 41,3
persen. Nilai ini tergolong dalam kategori sistem yang lemah yang berarti perlu
perbaikan dari berbagai sektor atau area sistem. Area terlemah ditemukan pada area
kualifikasi dan pelatihan petugas pengkode diagnosis penyebab kematian. Pada
sistem belum ada kualifikasi petugas pada saat penentuan petugas pengkode. Petugas
kode yang baru hanya mendapatkan petunjuk yang sederhana /minimal dari petugas
kode lainnya dan menerima buku ICD tidak lengkap. Sistem yang ideal sebaiknya
petugas kode mortality/kasus kematian harus lulus ujian formal setelah wajib
mengikuti pelatihan ICD secara intensif dan tambahan pelatihan
dilakukan/ditawarkan sesuai dengan kebutuhan. Area lemah berikutnya adalah
Organisasi dan fungsi sistem statistik vital. Nilai area ini masih lemah karena
kerjasama antara instansi yang berhubungan dengan kejadian vital dengan sistem
pencatatan sipil dan statistic vital masih belum baik. Berbagai instansi berfungsi
secara independent, sehingga menghasilkan masalah seperti duplikasi pekerjaan dan
inkonsistensi dalam estimasi statistik vital dari masing-masing intansi dan lembaga.
Hal ini mengakibatkan sistem pencatatan belum dapat menghasilkan statistik
kelahiran dan kematian setiap tahun.
Hasil penilaian sistem ini melahirkan strategi perbaikan sistem melalui diskusi
lintas sektoral, Telah dihasilkan strategi seperti:
1. Pembentukan tim CRVS Kabupaten Kulonprogo yang terdiri dari berbagai
sektor seperti dinas capil, dinas kesehatan, bagian umum, bagian keuangan,
bagian pemerintahan, bagian perencanaan dan BPS kabupaten. Tim ini akan
dibentuk melalui Surat Keputusan Bupati.
2. Perlu pelatihan ICD coding mortality bagi petugas Rumah Sakit, Puskesmas
dan Dinas.
3. Perlu pelatihan penulisan penyebab kematian dalam sertifikasi medis
penyebab kematian bagi dokter yang berkerja di Rumah Sakit
4. Perlu dilakukan pelatihan Autopsi Verbal bagi petugas puskesmas untuk
mengetahui penyebab kematian pada kasus kematian yang terjadi diluar
pelayanan kesehatan.
18
5. Perlu pelatihan dokter puskesmas untuk menentukan prediksi penyebab
kematian berdasarkan autopsy verbal.
6. Mensepakati sistem pencatatan yang terintegrasi fokusnya dalam alur
pelaporan, mekanisme dan waktu pelaporan.
7. Perlu mensikronisasikan dana dari setiap instansi agar dapat berjalan secara
efektive.
Kesepakatan alur pelaporan dalam sistem yang diperbaiki.
19
Kepala Dusun dengan koordinasi dua arah. Kepala Dusun melengkapi persyaratak
yang diperlukan untuk penguruan kematian dan kelahiran. Kepala Dusun
memberikan data penduduk yang meninggal maupun yang lahir kepada Kepala Desa.
Kepala Desa melaporkan penduduk yang meninggal dan lahir dari semua dusun
kepada Kecamatan. Bidan desa berkoordinasi dengan Kepala Desa untuk
mendapatkan informasi kejadian kelahiran dan kematian. Khusus kader kesehatan
melaporkan kejadian kematian ibu dan bayi kepada bidan desa secara koordinasi dua
arah. Bidan desa melaporkan semua informasi kejadian kematian kepada puskesmas.
Puskesmas memilah kasus kematian yang terjadi di rumah sakit, di luar prlayanan
kesehatan dan dalam perjalanan ke pelayanan kesehatan. Setelah itu puskesmas akan
merencanakan kegiatan autopsy verbal dengan membagi tugas kepada petugas yang
telah terlatih. Dokter puskesmas akan mereview hasil autopsy verbal dan
menyimpulkan prediksi penyebab kematian. Setelah dilakukan penentuan prediksi
penyebab kematian puskesmas melakukan entri data dalam sistem di puskesmas dan
data yang sudah di entri diberikan kepada dinas kesehatan.
20
Gambar 4: Alur pelaporan dan pencatatan kelahiran dan kematian dari Rumah
Sakit
21
Dasar Hukum CRVS
Kabupaten
Akses Data, Diseminasi 100.0 Infrastruktur Registrasi
dan Penggunaan Data 80.0 Sipil
66.7
60.0 44.4
Organisasi dan Fungsi
40.0
25 Sistem Statistik Vital
20.0
16.7 16.7
Kualifikasi dan Pelatihan 0.0 16.7 Kelengkapan Registrasi
33
Petugas Kode 0 Kelahiran dan Kematian
33.3
Pelaksanaan Pengkodean 66.7 Penyimpanan Data dan
50
ICD-10 Penyebaran Data
Kualitas Data Penyebab Format Sertifikasi Sesuai
Kematian Standard Internasional
22
pada area kelengkapan pencatatan kelahiran dan kematian. Peserta workshop
mensepakati bahwa setidaknya evaluasi terakhir memperlihatkan bahwa kelengkapan
pencatatan kelahiran dan kematian adalah kurang dari 50% dari semua kelahiran dan
kematian atau tidak ada hasil evaluasi dari kelengkapan pencatatan kelahiran yang
tersedia. Terlemah lainnya adalah area kualitas data dan pemeriksaan kewajaran data.
Cek kewajaran data dilakukan terbatas dengan menggunakan program komputer yang
secara sederhana melihat atau mencari kesalahan kompilasi sebelum data
dipublikasikan. Kmudian tidak ada pemeriksaan konsistensi dan kewajaran data
penyebab kematian secara rutin.
Tabel 2
Nilai Rapid Assessment Sistem CRVS di Kabupaten Serdang Bedagai
Nilai
NO AREA NILAI Maksimum
1 Dasar hukum CRVS Kabupaten 4 9
2 Infrastruktur registrasi sipil 6 9
3 Organisasi dan Fungsi Sistem Statistic Vital 1 6
4 Kelengkapan registrasi kelahiran dan kematian 1 6
5 Penyimpanan data dan penyebaran data 2 6
6 Format sertifikasi sesuai stadard Internasional 0 6
7 Kualitas data penyebab kematian 3 6
8 Pelaksanaan pengkodean ICD-10 2 3
9 Kualifikasi dan pelatihan petugas kode 2 6
10 Kualitas data dan pemeriksaan kewajaran data 1 6
11 Akses data, diseminasi dan penggunaan data 3 12
Total 25 75
Lihat kuesioner rapid assessment pada lampiran1
23
IV.2 Pelatihan autopsi verbal pada petugas puskesmas dan penulisan penyebab
kematian pada dokter yang bertugas di Rumah Sakit.
Pelatihan autopsi verbal dilakukan selama 3 hari dengan jadwal mulai pukul
08:00 WIB sampai dengan pukul 16:00 WIB. Pelatihan diberikan kepada petugas
puskesmas dengan jumlah 2 petugas per puskesmas dan 1 dokter puskesmas. Syarat
petugas adalah tenaga kesehatan seperti bidan, perawat, tenaga gizi, dan dokter
puskesmas. Tenaga yang dilatih sedapatnya berumur antara 30 sampai dengan 45
tahun. Petugas yang dilatih bersedia untuk melakukan tugas autopsi verbal setelah
menerim pelatihan.
Tujuan umum dari kegiatan pelatihan Autopsi Verbal dan penentuan penyebab
kematian dalam Informasi tentang Pengembangan Sistem Registrasi Penduduk dan
Statistik Vital di Tingkat Kabupaten-Kota adalah untuk mendapatkan data penyebab
kematian yang berkualitas. Luaran yang diharapkan setelah pelatihan meliputi: us
1. Petugas puskesmas dapat menerima pengetahuan bagaimana melakukan verbal
autopsy untuk kematian di luar pelayanan kesehatan.
2. Dokter puskesmas terampil dalam membuat prediksi penyebab kematian
berdasarkan autopsy verbal
Metode pelatihan dengan cara tatap muka di dalam kelas dengan kegiatan meliputi
paparan dan penjelasan terstruktur, diskusi tanya jawab, simulasi dan latihan kasus.
Materi pelatihan berupa kuesioner AV-1 untuk kematian Neonatal/<29 hari, AV-2
untuk kematian Post-neonatal: 29 hari - 11 tahun, dan AV-3 untuk kematian ≥ 12
tahun. Pedoman pengisian kuesioner AV 1, 2, dan 3, formulir registrasi kelahiran dan
kematian, Pedoman Penegakkan Diagnosis Ganda Penyebab Kematian menurut
ICD-10 untuk Dokter berdasarkan hasil Verbal Outopsi dan pedoman
Pengorganisasian Lapangan.
Pelatihan penulisan penyebab kematian pada dokter yang bertugas di rumah
sakit bertujuan untuk memberikan informasi kepada dokter bagaimana menuliskan
penyebab kematian yang standard pada pasien-pasien yang meninggal dalam
perawatan di rumah sakit. Pelatihan dilakukan selama 3 jam dengan metode ceramah,
24
tanya jawab dan contoh kasus. Peserta pelatihan adalah semua dokter yang bertugas
di rumah sakit baik dokter umum maupun dokter spesialis.
Materi pelatihan dapat dilihat pada lampiran 2.
Pelatihan di Kulonprogo dilakukan pada 29 sampai dengan 31 Juli 2015.
Pelatihan dihadiri oleh 3 orang wakil tiap puskesmas yang terdiri dari 2 tenaga
autopsi verbal dan 1 dokter puskesmas. Jumlah puskesmas di Kulonprogo sebanyak
21 puskesmas dan telah mengirimkan petugas sesuai dengan undangan. Pelatihan
juga diikuti oleh staff dinas kesehatan dari bidang pelayanan dan kesehatan ibu dan
anak. Pelatihan dokter rumah sakit untuk menuliskan penyebab kematian dilakukan
selama 3 jam dan di rumah sakit. Pelatihan diikuti oleh 30 orang dokter yang bertugas
di rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta.
Pelatihan di Serdang Bedagai dilakukan pada 05 sampai dengan 07 Agustus
2015. Pelatihan dihadiri oleh 3 orang wakil tiap puskesmas yang terdiri dari 2 tenaga
autopsi verbal dan 1 dokter puskesmas. Jumlah puskesmas di Serdang Bedagai
sebanyak 17 puskesmas dan telah mengirimkan petugas sesuai dengan undangan.
Pelatihan juga diikuti oleh staff dinas kesehatan dari bidang pelayanan dan kesehatan
ibu dan anak. Pelatihan dokter rumah sakit untuk menuliskan penyebab kematian
dilakukan selama 3 jam dan di rumah sakit. Pelatihan diikuti oleh 30 orang dokter
yang bertugas di rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta.
25
IV.3 Cakupan pelaksanaan autopsi verbal dan penulisan sertifikasi medis
penyeba kematian.
26
rumah sakit untuk bulan Januari sampai dengan Juli, karena rumah sakit belum
menerima informasi atau pelatihan cara membuat sertifikat medis penyebab
kematian.
Tabel 3
Jumlah kasus autopsi verbal di Kabupaten Serdang Bedagai berdasarkan
Puskesmas
ESTIMASI CAKUPAN
JUMLAH JUMLAH
NO NAMA PUSKESMAS JUMLAH DARI
KASUS PENDUDUK
KEMATIAN ESTIMASI
1 PANTAI CERMIN 48 44,189 186 25.9
2 PERBAUNGAN 225 67,777 285 79.0
3 PKM MELATI 113 34,952 147 77.0
4 PKM SIALANG BUAH 199 41,883 176 113.1
5 SEI RAMPAH 190 48,760 205 92.8
6 PKM. PANGKALAN BUDIMAN 69 15,864 67 103.6
7 TANJUNG BERINGIN 144 37,497 157 91.4
8 BANDAR KHALIPAH 205 25,165 106 194.0
9 DOLOK MERAWAN 115 17,263 73 158.6
10 SIPISPIS 30 32,094 135 22.3
11 DOLOK MASIHUL 239 49,118 206 115.9
12 KOTARIH 58 8,108 34 170.3
13 SILINDA 51 8,451 35 143.7
14 KUALA BALI/SERBA JADI 125 19,846 83 150.0
15 PKM. NAGA KESIANGAN 56 12,521 53 106.5
16 PKM. PAYA LOMBANG 165 28,518 120 137.8
17 PEGAJAHAN 50 27,310 115 43.6
18 PKM DESA PON 199 43,604 183 108.7
19 TEBING SYAHBANDAR 173 32,708 137 125.9
20 BINTANG BAYU 76 27,310 115 66.3
JUMLAH 2530 622,938 2616 96.7
27
Tabel 4:
Jumlah SMPK yang diterima Dinas Kesehatan dari Rumah Sakit yang
ada di Kabupaten Serdang Bedagai
28
kemungkinan karena jumlah penduduk yang meninggal di luar pelayanan kesehatan
lebih besar dari angka prediksi semula yaitu 60%.
Tabel 5
Jumlah kasus autopsi verbal di Kabupaten Kulonprogo berdasarkan
Puskesmas
ESTIMASI CAKUPAN
NO JUMLAH JUMLAH JUMLAH DARI
NAMA PUSKESMAS KASUS PENDUDUK KEMATIAN ESTIMASI
1 Temon I 99 14813 62 159.1
2 Temon II 38 12460 52 72.6
3 Wates 88 46043 193 45.5
4 Panjatan I 48 19976 84 57.2
5 Panjatan II 70 16596 70 100.4
6 Galur I 79 21700 91 86.7
7 Galur II 71 9886 42 171.0
8 Lendah I 132 17338 73 181.3
9 Lendah II 90 22002 92 97.4
10 Sentolo I 65 25735 108 60.1
11 Sentolo II 33 21942 92 35.8
12 Pengasih I 68 23533 99 68.8
13 Pengasih II 115 24983 105 109.6
14 Kokap I 26 21258 89 29.1
15 Kokap II 32 12919 54 59.0
16 Girimulyo I 24 12063 51 47.4
17 Girimulyo II 40 11224 47 84.9
18 Nanggulan 102 28192 118 86.1
19 Kalibawang 90 28662 120 74.8
20 Samigaluh I 118 16496 69 170.3
21 Samigaluh II 50 9749 41 122.1
JUMLAH : 1478 417570 1754 84.3
29
Tabel 6:
Jumlah SMPK yang diterima Dinas Kesehatan dari Rumah Sakit yang
ada di Kabupaten Kulonprogo
30
IV.4 Informasi Kematian dan Penyebab Kematian
Sebelum analisa data dilakukan telah ditemukan beberapa data yang tidak
layak untuk dianalisa yaitu sebanyak 123 kasus (4,8%). Jumlah kasus yang dapat
dianalisa sebanyak 2.407 kasus autopsi verbal. Jika dilihat pada gambar 6 di bawah
jumlah kasus kematian lebih banyak pada laki laki sebesar 10,2% yaitu 55,1% laki-
laki sementara perempuan 44,9%.
44.9
Laki-Laki
55.1
Perempuan
31
Tabel 7:
Poporsi jumlah kematian berdasarkan kelompok umur dari autopsi verbal di
Kabupaten Serdang Bedagai
32
Tabel 8
Poporsi jumlah kematian berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin dari
autopsi verbal di Kabupaten Serdang Bedagai
Tabel di atas memperlihatkan proporsi jumlah kematian per kolompok umur dan jenis
kelamin. Terlihat bahwa disetiap kelompok umur lebih banyak kasus kematian laki
laki dibandingkan perempuan kecuali dua kelompok umur terakhir yaitu kelompok
umur 80 sampai dengan 84 tahun dan kelompok umur 85 tahun keatas.
33
jumlah kematian
80 61
60
40
20 5 5 4
0
0-6 Hari 7-13 Hari 14-20 Hari 21-28 Hari
Gambar 7: jumlah kematian neonatal berdasarkan kelompok
minggu
Tabel 9
Penyebab kematian dua puluh terbanyak kelompok semua umur berdasarkan
hasil autopsi verbal di Kabupaten Serdang Bedagai
34
Penyebab kematian terbanyak pada kelompok semua umur berdasarkan hasil
autopsi verbal di Kabupaten Serdang Bedagai adalah penyakit penyempitan
pembuluh darah jantung (14,7%). Penyebab terbanyak berikutnya adalah penyebab
Penyakit pembuluh darah otak (13,9%). Penyebab kematian oleh karena penyakit
diabetes mellitus menempati urutan ke lima terbanyak (7,4%). Penyebab kematian
terbawah adalah penyakit kanker payudara (1,0%).
Tabel 10
Penyebab kematian terbanyak laki-laki dan perempuan hasil autopsi verbal di
Kabupaten Serdang Bedagai
Laki-laki Permpuan
NO Kelompok penyakit Jml % Kelompok Penyakit Jml %
1 Penyakit penyempitan 201 15.2 Penyakit pembuluh darah otak 155 14.3
pembuluh darah jantung
2 Penyakit pembuluh darah otak 180 13.6 Penyakit penyempitan pembuluh 152 14.1
darah jantung
3 Kelompok penyakit lainnya 160 12.1 Kelompok penyakit lainnya 135 12.5
4 Penyakit pernafasan bagian 127 9.6 Penyakit Diabetes Mellitus 104 9.6
bawah kronis
5 Penyakit Diabetes Mellitus 75 5.7 Penyakit pernafasan bagian 82 7.6
bawah kronis
6 Kecelaksaan lalu lintas 53 4.0 Penyakit kondisi masa perinatal 42 3.9
7 Penyakit kondisi masa perinatal 51 3.8 Penyakit pneumonia 40 3.7
8 Penyakit hati 50 3.8 Kelompok penyakit gejala dan 38 3.5
tanda
9 Penyakit jantung lainnya 41 3.1 Penyakit jantung lainnya 36 3.3
10 Penyakit tuberkulosis paru 38 2.9 Penyakit malnutrisi 34 3.1
35
Tabel 11
Penyebab kematian terbanyak kelompok umur neonatal hasil autopsi verbal di
Kabupaten Serdang Bedagai
Sebelum analisa data dilakukan telah ditemukan beberapa data yang tidak
layak untuk dianalisa yaitu sebanyak 90 kasus (6,0%). Jumlah kasus yang dapat
dianalisa sebanyak 1.388 kasus autopsi verbal. Jika dilihat pada gambar 8 di bawah
jumlah kasus kematian lebih banyak pada perempuan sebesar 2,9% yaitu 51,4%
perempuan sementara laki-laki 48,6%.
48.6
51.4 Laki-Laki
Perempuan
36
Tabel 12:
Poporsi jumlah kematian berdasarkan kelompok umur dari autopsi verbal di
Kabupaten Kulonprogo
37
Tabel 13
Poporsi jumlah kematian berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin dari
autopsi verbal di Kabupaten Kulonprogo
Tabel di atas memperlihatkan proporsi jumlah kematian per kolompok umur dan jenis
kelamin. Proporsi antara kasus kematian laki-laki dibandingkan perempuan berbeda
beda pada kelompok umur yang berbeda. Pada umumnya umur relative lebih muda
yaitu 60 tahun ke bawah lebih banyak laki-laki dari perempuan sebaliknya untuk
umur lebih tua atau umur 60 tahun ke atas.
38
jumlah kasus
2
2 1 1
0
0-6 Hari 14-20 Hari21-28 Hari
Gambar 9: jumlah kematian neonatal berdasarkan
kelompok minggu
39
Penyebab kematian terbanyak pada kelompok semua umur berdasarkan hasil
autopsi verbal di Kabupaten Kulonprogo adalah penyakit pembuluh darah otak
(21,6%). Penyebab terbanyak berikutnya adalah penyebab Penyakit pembuluh darah
jantung (12,0%). Penyebab kematian oleh karena penyakit diabetes mellitus
menempati urutan kedelapan terbanyak (3,7%). Penyebab kematian terbawah adalah
kanker rongga mulut, bibir dan pharing (0,6%).
Tabel 15
Penyebab kematian terbanyak laki-laki dan perempuan hasil autopsi verbal di
Kabupaten Kulonprogo
Laki-laki Permpuan
NO Kelompok penyakit Jml % Kelompok Penyakit Jml %
1 Penyakit pembuluh darah otak 137 20.3 Penyakit pembuluh darah otak 163 22.8
2 Penyakit penyempitan pembuluh darah 95 14.1 Kelompok penyakit lainnya 103 14.4
jantung
3 Kelompok penyakit lainnya 62 9.2 Kelompok penyakit gejala dan tanda 72 10.1
4 Penyakit jantung lainnya 50 7.4 Penyakit penyempitan pembuluh 71 9.9
darah jantung
5 Penyakit pernafasan bagian bawah 50 7.4 Penyakit jantung lainnya 66 9.2
kronis
6 Kelompok penyakit gejala dan tanda 46 6.8 Penyakit hipertensi 40 5.6
7 Penyakit hipertensi 42 6.2 Penyakit Diabetes Mellitus 30 4.2
8 Kelompok kecelakaan lainnya 25 3.7 Penyakit pernafasan bagian bawah 22 3.1
kronis
9 Penyakit Diabetes Mellitus 21 3.1 Penyakit pneumonia 18 2.5
10 Penyakit pneumonia 13 1.9 Penyakit kanker payudara 15 2.1
40
IV.4.3 Penyebab kematian pada kasus kematian di Rumah Sakit
41
Tabel 16
Proporsi kasus kematian di rumah sakit berdasarkan kelompok umur
di Kabupaten Serdang Bedagai
Total kasus kematian di rumah sakit yang telah dibuatkan Sertifikat Medis Penyebab
Kematian (SMPK) dan dikumpulkan di dinas kesehatan sebanyak 139 kasus (lihat
tabel 4) Dinas Kesehatan Serdang Bedagai menerima SMPK penduduk luar
kabupaten sebanyak 21 kasus. Tabel 16 di atas memperlihatkan hasil pengumpulan
kasus kematian penduduk Serdang Bedagai melalui SMPK di Rumah Sakit di
Kabupaten Serdang Bedagai sebanyak 115 kasus. Dari seratus lima belas kasus
ditemukan 1 kasus Intra Uterine Fetal Death (IUFD) dan 2 kasus yang tidak
42
teridentifikasi umurnya. Tabel di atas memperlihatkan bahwa terdapat 11,3 % kasus
adalah kematian bayi dan 0% kasus kematian umur 1 sampai 4 tahun. Kelompok
umur terbanyak meninggal ditemukan pada kelompok umur 60 sampai dengan 64
tahun (14,8%). Di Rumah Sakit di Kabupaten Serdang Bedagai ditemukan 1,7%
kasus kematian berumur 85 tahun ke atas.
Tabel 17
Penyebab kematian sepuluh terbanyak kelompok semua umur di rumah sakit
di Kabupaten Serdang Bedagai
43
Tabel 18
Penyebab kematian sepuluh terbanyak kelompok laki-laki di rumah sakit di
Kabupaten Serdang Bedagai
44
Tabel 19
Penyebab kematian sepuluh terbanyak kelompok perempuan di rumah sakit di
Kabupaten Serdang Bedagai
45
Tabel 20
Proporsi kasus kematian di rumah sakit berdasarkan kelompok umur
di Kabupaten Kulonprogo
Total kasus kematian di rumah sakit yang telah dibuatkan Sertifikat Medis Penyebab
Kematian (SMPK) dan dikumpulkan di dinas kesehatan sebanyak 463 kasus (lihat
tabel 6) Dinas Kesehatan Kulonprogo menerima SMPK penduduk luar kabupaten
sebanyak 75 kasus. Tabel 20 di atas memperlihatkan hasil pengumpulan kasus
kematian penduduk Serdang Bedagai melalui SMPK di Rumah Sakit di Kabupaten
Kulonprogo sebanyak 388 kasus. Dari tiga ratus lima puluh enam kasus ditemukan
28 kasus Intra Uterine Fetal Death (IUFD) dan 4 kasus yang tidak teridentifikasi
umurnya. Tabel di atas memperlihatkan bahwa terdapat 3,9 % kasus adalah kematian
bayi dan 0,6% kasus kematian umur 1 sampai 4 tahun. Kelompok umur terbanyak
46
meninggal ditemukan pada kelompok umur 70 sampai dengan 74 tahun (17,4%). Di
Rumah Sakit di Kabupaten Kulonptogo ditemukan 6,7% kasus kematian berumur 85
tahun ke atas.
Tabel 21
Penyebab kematian sepuluh terbanyak kelompok semua umur di rumah sakit
di Kabupaten Kulonprogo
47
gejala dan tanda (5,9%) menempati urutan ke enama. Penyebab kematian terbanyak
ke tujuh adalah penyakit pneumonia (4,4%). Penyakit penyempitan pembuluh darah
jantung (3,6%) merupakan penyebab kematian terbanyak urutan ke delapan. Urutan
ke sembilan adalah penyakit diabetes mellitus (3,4%) dan dikuti oleh kelompok
penyakit pernafasan bagian bawah kronis ( 3,1%).
Tabel 22
Penyebab kematian sepuluh terbanyak kelompok laki-laki di rumah sakit di
Kabupaten Kulonprogo
Tabel 23
Penyebab kematian sepuluh terbanyak kelompok perempuan di rumah sakit di
Kabupaten Kulonprogo
48
Tabel 23 di atas memperlihatkan penyebab kematian terbanyak antara
perempuan di Rumah Sakit Kabupaten Kulonprogo. Pada perempuan penyebab
kematian terbanyak pertama adalah Penyakit pembuluh darah otak (20,7%).
Kelompok penyakit lainnya adalah penyebab terbanyak kedua pada kelompok laki-
laki yakni 11,7%. Urutan ketiga penyebab kematian pada kelompok laki-laki adalah
penyakit jantung lainnya (10,8%). Urutan ke empat penyebab kematian terbanyak
antara laki-laki di Kulonprogo adalah penyakit sepsis (9,0%), penyakit kondisi
perinatal (5,4%) menempati urutan ke lima. Penyebab kematian terbanyak ke enam
adalah penyakit pneumonia (5,4%). Penyakit pernafasan bagian bawah kronis dan
Kelompok penyakit gejala dan tanda (4,5%) merupakan penyebab kematian
terbanyak urutan ke tujuh dan ke delapan . Urutan ke sembilan adalah penyakit
diabetes mellitus (3,2%) dan dikuti oleh kelompok penyakit penyempitan pembuluh
darah jantung ( 3,2%).
49
BAB V
PEMBAHASAN
Registrasi sipil dan statitistik vital sangat penting dalam berbagai sektor
kehidupan. Pada kepentingan individual bahwa registrasi sipil membuat pengesahan
status sipil sekaligus sebagai bukti hukum yang otentik. Sedangkan secara jamak
bahwa registrasi yang dilakukan dapat dikumpulkan menjadi informasi statistik
penting suatu wilayah yang dihitung dalam kurun waktu tertentu. Registrasi sipil
dalam negara kita telah diatur dalam undang-undang no 23 tahun 2006 dan
perubahannya no 24 tahun 2013. Dalam undang undang tersebut dinyatakan dengan
tegas bahwa setiap peristiwa penting dalam masyarakat wajib dilaporkan. Undang
Undang telah mengatur bagimana proses pelaporan dan pencatatan peristiwa penting
kependudukan. Banyak peristiwa penting yang telah disepakati dunia yang perlu
diregistrasi atau dicatatkan pada pihak yang berwenang untuk perlindungan hukum
bagi yang melaporkan ataupun yang dicatatkan.
Catatan peristiwa penting yang menjadi disepakati dunia menjadi statistik
vital adalah kelahiran, kematian dan penyebab kematian, perkawinan dan perceraian.
Setiap negara memiliki sistem pencatatan sipil namun belum tentu sistem tersebut
dapat menjawab statistik vital suatu negara. Keadaan seperti ini termasuk negara
Indonesia, bahwa undang undang kependudukan telah mengatur registrasi sipil
namun belum berorientasi menjadi statistik vital nasional atai negara. Dalam
menjalankan sistem untuk mendapatkan statistic vital tidak dapat dilakukan oleh satu
lembaga atau instansi saja tanpa ada kerjasama secara terintegrasi.
Sistem pemerintahan di Indonesia terdiri dari tingkat paling bawah yaitu
desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan negara. Sistem pencatatan
50
sipil dan statistik vital sangat berhubungan dengan sistem pemerintahan ini. Dalam
Undang-Undang Kependudukan telah dinyatakan bahwa setiap peristiwa penting
dicatatkan pada pihak yang berwenang. Pihak berwenang dalam hal ini berada pada
tingkat kabupaten/kota dan catatan sipil tersebut menjadi sah dengan keluarnya akta
peristiwa oleh pihak yang berwenang.
Peristiwa kelahiran dan kematian merupakan peristiwa yang sangat erat
dengan sektor kesehatan. Terlebih lagi dengan sistem kesehatan yang dibangun oleh
Kementerian Kesehatan. Sistem terintegrasi belum nyata dituangkan dalam undang-
undang kependudukan. Selama ini pencatatan sipil merupakan tanggung jawab dinas
kependudukan dan catatan sipil di tingkat kabupaten kota diteruskan kepada
Kementerian Dalam Negeri. Sistem registrasi sipil terkait dengan statistic vital yang
berhubungan dengan kesehatan perlu adanya integrasi dengan dinas kesehatan pada
tingkat kabupaten kota dan Kementerian Kesehatan pada tingkat pusat.
Dari hasil penelitian ini dihasilkan penilaian sistem registrasi sipil dan
statitistik vital kelahiran, kematian dan penyebab kematian. Hasil penilaian sistem di
kedua kabupaten terlihat lemah yang berarti banyak sektor perlu diperbaiki.
Kabupaten Kulonprogo mendapatkan nilai 41,3% sedangkan Kabupaten Serdang
Bedagai mendapatkan nilai 33,3%. Walaupun selisih nilai antara Kabupaten Serdang
Bedagai dan Kulonprogo mencapai angka delapan persen namun keduanya tergolong
dalam tingkat lemah. Hasil assessment sistem CRVS nasional pada tahun 2012
menunjukkan hasil yang lemah (Yuslely dkk, laporan Assessment of Indonesia’s
Civil Registration and Vital Statistics System).
Kerangka hukum untuk Civil Registration dan Vital Statistics pada kedua
kabupaten masih lemah. Peraturan tentang kewajiban masyarakat melaporkan
kejadian kelahiran dan kematian kedua kabupaten sudah memiliki peraturan daerah
dengan merujuk undang undang no 23 dan 24 tentang kependudukan. Kelemahan
hukum dalam sistem CRVS di kedua kabupaten bahwa belum ada hukum atau aturan
yang mengatur bahwa fasilitas pelayanan kesehatan memberikan laporan kejadian
kelahiran dan kematian kepada dinas kependudukan dan catatan sipil. Laporan ini
51
diperlukan sebagai bukti otentik peristiwa penting tersebut, Walaupun pada
pelaksanaannya untuk kelahiran telah ada syarat untuk menyertakan surat keterangan
lahirdari rumah sakit ketika melapor peristiwa kelahiran kepada dinas kependudukan
dan catatan sipil, namun tidak dalam hal peristiwa kematian. Penyebab kematian
merupakan bagian dari statistik vital. Penyebab kematian seharusnya ditentukan oleh
dokter yang merawat sebelum meninggal. Dasar hukum untuk penugasan dokter
menentukan penyebabkematian belum dibuat pada kedua kabupaten ujicoba atau kata
lainnya belum ada aturan bahwa semua kematian yang terjadi di rumah sakit wajib
dibuatkan Sertifikat Medis Penyebab Kematian (SMPK).
52
kelahiran lebih baik dibandingkan dengan kematian. Di Kabupaten Serdang Bedagai
kelengkapan pencatatan kelahiran diantara 50% - 69% sedangkan kelengkapan
pencatatan kematian kurang dari 50 persen. Kelengkapan pencatatan kelahiran di
Kabupaten Kulonprogo diantara 50-60% sedangkan kelengkapan kematian mencapai
diantara 70-69 persen.
Dalam sistem CRVS penyimpanan data penting untuk dibangun dengan baik,
sehingga mekanisme pelaporan dari tingkat terbawah sampai ke tingkat
kabupaten/kota dapat berjalan dengan baik. Di Kabupaten Kulonprogo pencatatan
kelahiran dan kematian dilaporkan dengan menggunakan kertas (paper based),
dengan tindasan (copy) dikirimkan dari desa/kelurahan ke kantor kecamatan,
kemudian scan di kantor kecamatan dan dikirimkan ke kantor kabupaten untuk
diproses. Sedangkan di Kabupaten Serdang Bedagai lembar fotocopy dikirimkan
langsung ke dinas kependudukan dan catatan sipil. Perlu dipastikan bahwa semua
kantor desa/kelurahan dan kecamatan melaporkan kepada tingkat kabupaten pada
periode waktu sesuai dengan yang disepakati. Pada Kabupaten Kulonprogo dan
Kabupaten Serdng Bedagai, walaupun ada jadwal yang disepakati untuk melaporkan
dari kantor tingkat desa/kelurahan dan kecamatan, namun hal ini tidak benar-benar
dipatuhi dan kecil kemungkinan kantor kabupaten menjamin ketepatan waktu
penerimaan data.
Penyebab kematian telah disepakati menjadi bagian dari statistik vital.
Penyebab kematian sebaiknya ditentukan oleh dokter yang merawat almarhun
sebelum meninggal. Penentuan dan penulisan penyebab kematian telah diatur dalam
buku ICD-10 sehingga data antar negara dapat dibandingkan. Dalam aturan
disebutkan bahwa penyebab kematian terdiri dari penyebab kematian dan penyebab
dasar kematian, sehingga perlu menentukan penyebab dasar kematian. Formulir
penyebab kematian yang standard belum dilakukan secara menyeluruh di rumah sakit
di Kabupaten Kulonprogo, bahkan di Kabupaten Serdang Bedagai tidak ada satupun
rumah sakit menerapkan formulir penyebab kematian yang standard. Di Kabupaten
Kulonprogo RSUD Wates telah menggunakan formulir sertifikasi medis penyebab
kematian hampir sesuai standard, bedanya pada RSUD menerapkan 3 baris saja
53
penyebab kematian sedangkan standard inernasional 4 baris. Walaupun sertifikasi
medis penyebab kematian telah mulai dilakukan di RSUD Wates namun tujuan,
maksud dan bagaimana cara menggunakan formulir tersebut belum diketahui secara
luas oleh dokter yang bertugas di RSUD.
Data penyebab kematian yang ada di dinas kesehatan dan dinas kependudukan
catatan sipil masih belum terstandard dan kualitas data diabaikan. Penyebab kematian
yang tertera dalam sistem informasi administrasi kependudukan belum memenuhi
aturan ICD-10. Pada SIAK kematian digolonhkan dalam kelompok penyebab, sakit
biasa, wabah, kecelakaan, bunuh diri, dan lainnya. Sementaa di rumah sakit belum
juga memenuhi standard ICD-10. Tabulasi penyebab kematian belum dilakukan
sesuai dengan aturan dan prinsip dalam tabulasi data mortality yang disepakati
internasional. Kemampuan menyediakan data berkualitas masih lemah disebabkan
minimnya informasi dan pengetahuan terkait dengan aturan penyediaan data
penyebab kematian.
Data penyebab kematian seharusnya juga merujuk pada pengkodean ICD-10.
Pada kedua Kabupaten pengkode diagnosis penyebab kematian di rumah sakit pada
umumnya belum mendapatkan pelatihan ICD-10 yang memadai. Perekrutan tenaga
pengkode belum menetapkan kriteria kehandalan dalam melakukan pengkodean.
54
Data kelahiran, kematian dan penyebab kematian yang tersedia di kedua
kabupaten belum bersumber dari sistem registrasi. Selama ini angka kematian, dan
kelahiran disediakan oleh BOS dari hasil proyeksi sensus dan survey.
Penyebab kematian yang terjadi di luar rumah sakit dilakukan autopsi verbal untuk
memprediksi penyebab kematian. Penyebab kematian terbanyak pada kelompok
semua umur berdasarkan hasil autopsi verbal di Kabupaten Serdang Bedagai dan
Kabupaten Kulonprogo ada sedikit perbedaan, dimana penyebab utama di
Kuonprogo adalah penyakit pembuluh jantung sedangkan di Kabupaten Serdang
Bedagai adaah penyakit penyempitan pembuluh darah jantung. Namun untuk dua
terbanyak di kedua kabupaten ditemukan sama yaitu penyakit pembuluh otak dan
55
penyakit pembuluh jantung. Pada kedua kabupaten ditemukan perubahan pola
penyakit penyebab kematian yang dalam dua decade lalu adalah penyakit menular,
sekarang menjadi penyakit tdidak menular.
Penyebab kematian yang terjadi di rumah sakit dituliskan oleh dokter yang
merawat pasien dalam format sertifikat standard. Hasil penelitian ini menunjukkan
penulisan penyebab kematian masih belum baik pada kasus di rumah sakit di
kabupaten Sedang Bedagai yaitu ditemukan paling banyak penyebabnya adalah
kelompok penyakit dan gejala (19,5%). Sedangkan di Kabupaten Kulonprogo sudah
cukup baik ditemukan hanya 5,9 persen penyebab kelompok penyakit dan gejala.
Penyakit penyebab kematian di rumah sakit Kabupaten Kulonprogo yang menempati
urutan teratas adalah penyakit pembuluh otak. Penyebab utama kematian di
Kulonprogo yang bersumber dari autopsi verbal sama dibandingkan yang bersumber
dari rumah sakit yaitu penyakit pembuluh otak.
56
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
VI. 1 KESIMPULAN
1. Gambaran sistem registrasi sipil dan vital statistic di Kabupaten Kulonprogo
dan Kabupaten Serdang Bedagai masih tergolong lemah. Nilai 41,33 persen
untuk Kabupaten Kulonprogo dan nilai 33,33 persen untuk Kabupaten
Serdang Bedagai dari nilai sempurna 100 persen.
2. Dari sebelas area sistem CRVS (civil Registration and Vital Statistic) yang
paling lemah di temukan di Kabupaten Kulonprogo area kualifikasi dan
pelatihan petugas pengkode diagnosis penyebab kematian, sedangkan di
Kabupaten Serdang Bedagai adalah format sertifikasi sesuai stadard
Internasional.
3. Area Infrastruktur registrasi sipil pada kedua kabupaten termasuk ke dalam
kategori baik.
4. Cakupan pelaksanaan autopsi verbal cukup baik di kedua kabupaten yaitu
96,7% untuk Kabupaten Serdang Bedagai dan 84% untuk Kabupaten
Kulonprogo).
5. Pelaksanaan sertifikasi medis penyebab kematian di rumah sakit masih belum
berjalan dengan baik
6. Penyakit pembuluh darah dan jantung merupakan penyebab utama kematian
di kedua kabupaten uji coba
7. Sistem bisa dilanjutkan dengan perbaikan pada fokus koordinasi dengan
rumah sakit dan manajemen data yang baik.
57
VI. 2 SARAN
58
DAFTAR PUSTAKA
WHO- ICD-10
59
60