Halaqah Siyasi Full
Halaqah Siyasi Full
1
01_Review Materi Khusus_Halaqah Siyasi_KAMMI Komisariat UNY
Konsep Dasar
Konsep pertama adalah mengenai imâmah (kepemimpinan). Pengangkatan
pemimpin yang amanah dan ketaatan rakyat kepada pemimpin adalah konsep
politik Islam yang pokok. Para ulama mengatakan bahwa al-Nisa: 58 di atas
diturunkan untuk para pemimpin pemerintahan (waliyy al-amri), agar mereka
menyampaikan amanat kepada ahlinya. Ayat berikutnya, Wahai orang-orang yang
beriman, taatlah kalian kepada Allah, taatlah kepada Rasul dan ulil amri dari
1 Materi pengantar dalam Daurah Siyasi KAMMI Komisariat UII, Ahad 10 Juli 2005 bertempat di Ruang Audio Visual RPI UII.
2 Ketua Departemen Kajian Strategis Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia [KAMMI] Daerah Istimewa Yogyakarta
[amin_sudarsono@yahoo.com].
3 Dalam menunaikan tugas dakwah, ada tahapan-tahapan yang harus diperhatikan dan ditempuh. Syeikh Musthafa Masyhur
(Mursyid ‘Am Kelima Ikhwanul Muslimin) dalam buku Thariq al-Da’wah menyebutkan tiga tahapan [marhalah] dakwah yang harus
dilalui. Pertama, ta’rif [penerangan/propaganda], yaitu memperkenalkan, menggambarkan ide dan menyampaikannya kepada
khalayak ramai di seluruh lapisan masyarakat. Kedua, takwin [pembinaan/pembentukan], yaitu tahap pembentukan, pemilihan
pendukung dakwah, menyiapkan mujâhid dakwah serta mendidiknya. Ketiga, tanfidz [pelaksanaan], yaitu tahap beramal,
berusaha dan bergerak guna mencapai tujuan.
golonganmu! Kemudian jika engkau berselisih dalam masalah sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul, jika engkau benar-benar beriman
kepada Allah dan Hari Akhir! Yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik
akibatnya. Ayat ini ditujukan kepada rakyat agar taat kepada pemimpinnya dalam
hal pembagian, putusan hukum, dsb. Kewajiban untuk taat kepada ulil amri itu
gugur (tidak berlaku) bila mereka memerintahkan rakyatnya berbuat maksiat
kepada Allah swt. Oleh karena itu, “tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam
perbuatan maksiat kepada sang Pencipta (khâliq).”4
Konsep kedua adalah syûrâ (konsultasi) atau musyawarah. Allah berfirman
di dalam al-Quran, Maka karena rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya kau bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah
mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu. Maka maafkanlah mereka,
mohonkan ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam
urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad maka
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepadanya. (Ali Imran: 159).Konsep ini menuntun bagi sebuah proses
pengambilan keputusan atau kebijakan dari seorang pemimpin dl menjalankan
pemerintahannya. Syûrâ—di bawah akan saya komparasikan dengan konsep
demokrasi—menjadi ruh yang sangat penting bagi partisipasi ummat dalam
penentuan kebijakan.
Konsep ketiga mengenai ‘adalah (keadilan). Allah berfirman di dalam al-
Quran, Sesungguhnya Allah menyuruh (kalian) berlaku adil dan berbuat kebajikan”
[al-Nahl: 90]. Keadilan dan kesetimbangan (balance) dalam menentukan kebijakan
merupakan prinsip yang dikedepankan dalam politik Islam. Sistem Islam
mengedepankan keadilan dalam inti ajarannya.
Memasuki Sistem
Beberapa orang mengira, bahwa politik adalah sebuah aib. Terlibat
kekuasaan merupakan cela. Dan tidak boleh seorang ‘ulama merangkap jabatan
sebagai umarâ (birokrat). Dua posisi itu seakan kutub tak tergabungkan. Bagi
sebagian kalangan kaum muslimin, parlemen menjadi mimbar haram untuk
berdakwah, terlebih di negara-negara yang tidak memakai Islam sebagai sistem
bernegara. Banyak penguasa zalim yang memegang posisi di negara itu. Dalam
kondisi demikian, apa yang harus dilakukan oleh kaum muslimin?
Jika merujuk pada khazanah klasik, kita menjumpai ijtihad yang menarik
dari para ulama. Ibnu Taimiyah—yang digelari mujtahid muthlaq oleh para ulama
—berkata, Segala puji bagi Allah. Jika ia berusaha berbuat adil dan menyingkirkan
kezaliman menurut kesanggupannya dan kekuasaan itu mendatangkan kebaikan
dan maslahat bagi orang-orang muslim daripada dipegang orang lain, ia
diperbolehkan memegang kekuasaan itu dan dia tidak berdosa karenanya. Bahkan
jabatan itu lebih baik daripada berada di tangan orang lain dan menjadi wajib jika
tidak ada orang lain yang sanggup memegangnya.5
Ibnu Taimiyah menyarankan agar kaum muslimin berusaha masuk dalam
sistem kekuasaan. Melalui mekanisme yang disepakati, baik itu penerapan
demokrasi: pemilu, parlemen, dsb. Sehingga kekuasaan ada di tangan. Dalam
kondisi yang sangat mendesak, dimana tidak ada di antara kaum muslimin yang
mampu duduk di pemerintahan, terdapat pandangan dari Imam Izzudin bin Abdus
Salam, Jika orang kafir menjadi pemimpin suatu wilayah yang luas, lalu mereka
melimpahkan kekuasaan kepada orang yang dapat mendatangkan maslahat bagi
orang-orang mukmin secara umum, keadaan itu dapat dijalankan karena
4 Ibnu Taimiyah, Siyasah Syar’iyah: Etika Politik Islam, terj. Rofi’ Munawar (Surabaya: Risalah Gusti, 2005), hlm xv.
5 Yusuf al-Qardhawy, Fiqh Daulah (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1997), hlm 265.
3
mendatangkan maslahat secara umum dan menyingkirkan mafsadat—sekalipun
jauh dari rahmat syariat—karena memang orang yang memiliki kesempurnaan
dan layak diserahi kekuasaan itu tidak ada.6
Mengaca Sejarah
Bagaimana aplikasi politik Islam dalam sejarah—atau lebih tepatnya—
sistem politik Islam seperti apa yang telah dipraktekkan dalam rentangan sejarah?
Islam telah berusia 14 abad lebih, selama rentang itu pergantian pemimpin,
bangun-runtuhnya dinasti penguasa, kekhilafahan yang berserak dan berbagai
kerajaan telah berdiri. Para penguasa Islam itu menerapkan sistem politik secara
beragam sesuai dengan kondisi lokal—dengan tetap mengacu pada dasar syariat
yang mutaghayyirat.
Rasulullah, sebagai penafsir otoritatif atas nash al-Quran menjabarkan
bagaimana sistem politik Islam itu dalam lapangan kenegaraan. Ayat-ayat
Madaniyyah yang lebih banyak berbicara mengenai mu’âmalah ijtimâ’iyyah
menjadi landasan pelaksanaan politik Islam. Titik itu dimulai ketika kaum muslimin
yang teraniaya melaksanakan hijrah sebagai konsekuensi kontinuitas risalah
Islam. Perpindahan ini, dinamakan al-hijrah dalam bahasa Arab, merupakan titik
awal bagi sejarah Islam yang kemudian berkembang dari sekelompok kecil
pengikut menjadi satu bentuk komunitas yang sempurna. Yastrib kemudian ter-
kenal sebagai Madînah al-Nabî, atau Kota Nabi, dan hingga sekarang kota ini
dinamakan Madinah. Di sinilah, masyarakat (al-ummah) Islam yang pertama
terbentuk, yang seterusnya menjadi model ideal bagi seluruh masyarakat Islam
masa-masa selanjutnya.
Rasulullah berposisi selain sebagai nabi yang memiliki otoritas tunggal, juga
sebagai pemimpin masyarakatnya sebagai kepala negara. Masa-masa permulaan
negara Islam itu, Rasul memerintah dengan menerapkan aturan Islam. Al-Quran
dijabarkan secara praktis melalui kebijakan Rasul yang adil dan berlandaskan pada
syûrâ—untuk masalah-masalah duniawi. Komponen masyarakat Madinah yang
majemuk berhasil disatukan Rasulullah melalui sebuah piagam yang fenomenal,
yaitu Piagam Madinah. Dalam piagam itu, diatur mekanisme hubungan yang
setara dan adil antara pemeluk Islam, Nasrani, Yahudi dan berbagai suku yang ada
di Madinah.
Mekanisme musyawarah yang dilakukan oleh Rasulullah cukup menarik
untuk diperhatikan. Beberapa kali, tercatat bahwa Rasul mengkonsultasikan
kebijakannya dengan para sahabat. Pertama dalam strategi menyerang musuh
dalam Perang Badar. Rasul mengusulkan agar pasukan maju ke depan karena di
mata ada mata air (oase). Saat itu Hubab bin Mundhir mengusulkan agar pasukan
Muslim mengisi persediaan air lalu menutup mata air dan mundur ke belakang,
sehingga musuh tidak bisa minum.
Kedua, ketika Perjanjian Hudaibiyah. Saat berunding dengan kaum Quraisy,
Rasulullah seringkali bersedia mengakomodasi tuntutan musuh. Seumpama dalam
pencantuman kalimat, “dengan nama Tuhan yang Mahapengasih dan
Mahapenyayang”, pihak musuh (diwakili Suhail bin Amr) menolak dan mengganti
dengan kalimat “Dengan nama-Mu ya Tuhan!”.
Misal ketiga adalah saat menyelesaikan persoalan tawanan Perang Badar.
Abu Bakar mengusulkan agar tawanan itu dilepaskan dengan tebusan, Umar
berkeras ingin membunuh mereka semua sebagai balasan atas tindakan tatkala di
Makkah dahulu. Dengan segala pertimbangan, akhirnya Rasul memutuskan untuk
melepaskan dengan tebusan sesuai strata sosial tawanan, sedang bagi yang tidak
mampu diwajibkan mengajarkan baca tulis pada penduduk Madinah. Ternyata,
Allah tidak berkenan, tak lama kemudian, turunlah ayat dalam al-Anfal: 67 yang
tidak membenarkan pengambilan tebusan. Dalam hal ini pendapat Umar yang
6 Ibid, hlm. 262.
benar. Mekanisme syûrâ ini yang sering dilakukan Rasul bersama sahabat. Seiring
dengan itu, infrastruktur Madinah mulai dibenahi.
5
hadits-hadits Rasul mulai dikodifikasi dan dibukukan untuk menjaga keaslian dan
otentisitasnya.
Beberapa kebijakan dinasti Umaiyyah yang patut dicatat adalah: (1)
ditetapkannya bahasa Arab sebagai bahasa resmi negara oleh khalifah ‘Abdul
Malik, yang kemudian menjadi bahasa ilmiah. (2) menetapkan dinar dan dirham
sebagai mata uang resmi. (3) penyeberangan ke Andalusia oleh Thariq bin Ziyad
dan Musa bin Nushair melalui selat Gibraltar pada tahun 711 M, serta Muhammad
bin Qasim membawa Islam sampai di lembah Indus pada tahun berikutnya8.
8 Nourouzzaman Shiddiqi, Tamaddun Muslim, Bunga Rampai Kebudayaan Muslim (Jakarta: Bulan Bintang, 1986) hlm.133.
9 Harun Nasution, Islam Rasional, Gagasan dan Pemikiran, (Bandung: Mizan, 1995) hlm. 101-102.
10 Siti Maryam (ed.), Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik hingga Modern (Yogyakarta: Jur. SPI Fak Adab & LESFI, 2003).
11 Penjelasan komprehensif mengenai sejarah Turki lihat Syafiq A. Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam di Turki (Jakarta: Logos,
1997).
Setelah runtuhnya kekhilafahan Utsmani, praktis tidak ada lembaga resmi
yang mempraktekkan sistem pemerintahan Islam di muka bumi. Umat Islam
terfragmentasi dalam berbagai bentuk negara, yang dibatasi wilayah, etnis,
bahasa dan ikatan-ikatan simbolis lainnya. Nampaknya, modernisme menggilas
kaum muslimin secara total. Kondisi ini masih diperparah dengan keadaan umat
Islam yang secara umum berada dalam kondisi keterbelakangan: teknologi,
pendidikan, ekonomi, sosial dan budaya. Berbagai persoalan itu menuntut
penyelesaian demi kebangkitan umat secara tajarrud (bertahap) dan kontinyu.
7
rakyat tidak mutlak, melainkan terikat dengan ketentuan-ketentuan syarî’at
sehingga rakyat tidak dapat bertindak melebihi batasan-batasan syarî’at, al-Quran
dan al-Sunnah, tanpa mendapat sanksi.
Menurut Islam, kekuasaan tertinggi bukan di tangan penguasa karena Islam
tidak sama dengan paham otokrasi. Kekuasaan bukan pula di tangan tokoh-tokoh
agamanya karena Islam bukanlah teokrasi13. Begitupun, kekuasaan tidak di tangan
UU karena Islam bukan nomokrasi. Juga tidak di tangan umat Islam, karena Islam
berbeda dari demokrasi yang sempit. Jawabannya, kekuasaan tertinggi dalam
Islam sangat nyata sebagai perpaduan dua hal, yaitu umat dan undang-undang
atau syarî’at Islam. Jadi, syarî’at adalah kekuasaan tertinggi. Jika harus memakai
istilah demokrasi—tanpa mengabaikan perbedaan substansialnya—sistem itu
dapat disebut sebagai demokrasi yang manusiawi, menyeluruh (internasional),
religius, etis, spiritual, sekaligus material. Boleh juga disebut demokrasi Islam atau
dalam bahasa Abul A’la al-Maududi—ulama Pakistan dan pendiri Jama’at-i-Islami—
disebut sebagai teo-demokrasi.
Sementara itu, menurut Amien Rais, seperti yang telah dikutip Anders Uhlin
dalam buku Oposisi Berserak, ada 5 prinsip demokrasi dalam Islam yakni:
Pertama, pemerintahan harus dilandaskan pada keadilan. Kedua, sistem politik
harus dilandaskan pada prinsip syûrâ atau musyawarah. Ketiga, terdapat prinsip
kesetaraan yang tidak membedakan orang atas dasar gender, etnik, warna kulit,
atau latar belakang sejarah, sosial atau ekonomi dan lain-lain. Keempat,
kebebasan didefinisikan sebagai kebebasan berfikir, berpendapat, pers,
beragama, kebebasan dari rasa takut, hak untuk hidup dan mengadakan gerakan.
Kelima, pertanggungjawaban para pemimpin kepada rakyat atas kebijakan-
kebijakan mereka. Semua ini, menurut Amien Rais tidak lepas dari check and
balance sebagai kontrol rakyat terhadap para pemimpin mereka. Prinsip-prinsip
Islam semisal shadâqah, zakat, dan pembelaan terhadap orang-orang miskin dan
tertindas merupakan salah satu acuan pemikiran tersendiri yang tak lepas dari
pemikiran sosial demokrasi
Demokrasi seperti itulah yang harus kita fahami bersama. Sebagaimana
pandangan Makmun Hudhaiby—Mursyid ‘Am Ikhwanul Muslimin setelah Musthafa
Masyhur, Jika demokrasi berarti berarti rakyat menentukan siapa yang akan
memimpin mereka, Ikhwan menerima demokrasi. Namun jika demokrasi berarti
rakyat dapat mengubah hukum-hukum Allah dan mengikuti pendapat mereka,
Ikhwan menolak demokrasi. Ikhwan hanya mau terlibat dalam sistem yang
memungkinkan syarî’at Islam diberlakukan dan kemungkaran dihapuskan.
Menolong, meskipun sedikit, masih lebih baik daripada tidak menolong. Mengenai
kebebasan individu, Ikhwan menerima kebebasan individu dalam batas-batas
yang dibolehkan Islam. Namun, kebebasan individu yang menjadikan muslimah
memakai pakaian pendek, minim dan atau seperti pria adalah haram dan Ikhwan
tidak akan toleran dengan hal itu.14[]
13 Sejarah gereja memperlihatkan hal ini. Negara-negara Eropa dahulu adalah penganut paham teokrasi di mana tokoh gereja
adalah penentu kebijakan, bahkan para penguasa menganggap keputusan mereka adalah keputusan Tuhan. Namun Islam tidak
demikian. Meski para Khulafa al-Rasyidin adalah para fuqaha dan matang dalam ilmu diniyyah, mereka tidak menganggap dirinya
sebagai wakil Tuhan di bumi. Keputusan mereka selalu diambil melalui syûrâ.
14 Majalah Ishlah edisi 67/Th. IV/1996, hlm. 24, kolom 2-3.
02_Review Materi Khusus_Halaqah Siyasi_KAMMI Komisariat UNY
Poin : Memahami keterkaitan antara gerakan dengan perubahan sosial
Materi : Islam, KAMMI dan Perubahan Sosial
Penulis : Amin Sudarsono, S. Hum
15 Makalah ini sebagai pemantik diskusi dalam Daurah Marhalah Ula KAMMI Komisariat Universitas Gadjah Mada, pada hari Senin,
23 Mei 2005 bertempat di kediaman Raden Ngabehi Surakso Hargo Maridjan, Kaliadem.
16 Ketua Departemen Kajian Strategis KAMMI Daerah Istimewa Yogyakarta; saat ini masih tercatat sebagai mahasiswa jurusan
Sejarah Peradaban Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
17 Kalimat ini diucapkan oleh Michael, seorang tokoh dalam novel Najib Kailani—sastrawan Ikhwanul Muslimin Mesir yang telah
merasakan pedihnya penjara Nasser—yang berjudul Azh-Zhill al-Aswad (Bayang-bayang Hitam). Michael adalah ayah dari Iyasu,
kaisar Eithopia sejak tahun 1913. Novel itu berkisah tentang taqiyyah (penyembunyian identitas kemusliman) dari Michael—yang
aslinya bernama Muhammad Ali—dan Iyasu, anaknya.
9
•Perkembangan teknologi
•Konflik sosial (antar ras, agama dan kelas—sebagaimana tesis Marx)
•Kebutuhan adaptasi dengan sistem sosial (misal: birokrasi efektif sebagai
respon terhadap lingkungan kompetitif.)
• Pengaruh dari idealisme dan ideologi pada aktivitas sosial (sebagaimana
tesis Weber: etika Protestan dan semangat kapitalisme).
Selain itu, dalam disiplin sosiologi, terdapat dua pandangan tentang
perubahan (change), yaitu:
• Pandangan materialistik, yang meyakini bahwa tatanan masyarakat sangat
ditentukan oleh teknologi atau benda. Marx menyatakan bahwa kincir angin
menimbulkan masyarakat feodal; mesin uap menciptakan masyarakat
kapitalis-industri. Atau mungkin kita bisa mengatakan bahwa internet akan
menimbulkan masyarakat informasi, dst.
• Pandangan idealistik, yang menekankan peranan ide, ideologi18 atau nilai
sebagai faktor yang mempengaruhi perubahan. Dalam pandangan ini,
misalnya, Islam sebagai sebuah ideologi dan struktur nilai akan mampu
mencipta manusia dan masyarakat ideal.
18 Ideologi dimaksud sebagai keseluruhan sistem berfikir, nilai-nilai dan sikap dasar rohaniah sebuah gerakan, kelompok sosial
atau individu. Ideologi dapat dimengerti sebagai suatu sistem penjelasan tentang eksistensi suatu kelompok sosial, sejarahnya
dan proyeksinya ke masa depan serta merasionalisasikan suatu bentuk hubungan kekuasaaan. Dengan demikian, ideologi
memiliki fungsi mempolakan, mengkonsolidasikan dan menciptakan arti dalam tindakan masyarakat. Ideologi yang dianutlah
yang pada akhirnya akan sangat menentukan bagaimana seseorang atau sekelompok orang memandang sebuah persoalan dan
harus berbuat apa untuk mensikapi persoalan tersebut. Lihat dalam Franz Magnis Suseno, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis,
(Yogyakarta: Kanisius, 1992).
19 Secara bahasa, terdapat dua kata dalam bahasa Arab untuk merujukkan dengan kata revolusi. Pertama, adalah al-tsaurah
yang dimaknai sebagai “rangsangan, dorongan, provokasi dan gelora”. Kedua, al-inqilab yang berarti “terbalik, kembali dan
jungkir balik”. Jika digabungkan maka, secara istilah, revolusi (al-tsaurah) dimaknai dengan “peristiwa sosial yang dahsyat,
menggelorakan perasaan, menjungkirbalikkan tatanan nilai dan lembaga sosial.” Lihat dalam Jalaludin Rahmat, Rekayasa Sosial
(Bandung: Rosda Karya).
Mesir oleh Ikhwanul Muslimin bersama Nasser (1952) dan beberapa negara Arab
lainnya, baik memenuhi standar teori Barat maupun tidak.
Sedangkan reformasi didefinisikan sebagai sebuah bentuk perubahan yang
gradual dan parsial. Tidak terlalu cepat, namun juga tidak lambat. Reformasi
merupakan bentuk kompromi antara evolusi dan revolusi. Reformasi atau
pembaharuan (perubahan yang signifikan atas hal yang dianggap menyimpang),
telah berlangsung di berbagai belahan dunia sejak zaman Renaissance abad ke-15
Masehi. Berawal di Jerman dengan pemikiran Martin Luther King, yang menggugat
penyimpangan ajaran Kristiani, berlanjut pada pemikiran Thomas Hobbes tentang
State of Nature-nya di Inggris, John Locke, Rousseau hingga pemikiran demokrasi
modern-nya Robert A Dahl, berintikan pentingnya moralitas pemimpin untuk
menjalankan demokrasi. Demokrasi tidak saja berarti kekuasaan ditangan rakyat,
namun juga desakralisasi pemimpin yang dibatasi aturan konstitusi dan diawasi
oleh lembaga lain dimana rakyat memiliki hak atas mandat pemimpinnya.20
Gerakan reformasi acapkali terjadi, manakala seorang pemimpin berlaku
korup dan manipulatif, sehingga diperlukan langkah-langkah politik yang berarti
dari rakyat untuk melakukan perbaikan. Atau, bila rakyat merasakan adanya
kekurangan dalam sistem konstitusi yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat.
Dengan kedua alasan inilah, apa yang terjadi di Korea Selatan dengan Up-rising in
Kwangju tahun 1986, di Cina dengan tragedi Tiananmen 1989, dan penggulingan
$oeharto di Indonesia tahun 1998, merupakan gerakan reformasi yang berdampak
pada penyelenggaraan negara.
20 Yuddy Chrisnandi, Gerakan Mahasiswa: Mengembalikan Ruh Perjuangan Reformasi, makalah yang disampaikan pada “Rembug
Mahasiswa & Pemuda se-Indonesia” di Bandung, 12 Februari 2001.
11
Anasir Perjuangan KAMMI
Sebagai sebuah organ gerakan mahasiswa, KAMMI menempatkan diri
sebagai bagian tak terpisahkan dari umat Islam—sebagai sebuah jama’ah besar di
muka bumi dengan ikatan aqidah sebagai kunci. Karena itu, strategi perubahan
sosial yang direncanakan KAMMI tidak akan berbeda jauh dengan strategi di atas
sebagai kerangka besar. Selanjutnya, dalam tingkatan praksis, KAMMI telah
melakukan pembacaan komprehensif berkaitan dengan anasir perjuangan
KAMMI21
Agar dakwah dapat tumbuh secara berkelanjutan secara seimbang, tetap
berada pada orientasi yang benar, mampu mengelola amanah dan masalah, dan
terus memiliki kekuatan untuk mewujudkan tujuan-tujuannya, maka KAMMI
menyusun dirinya atas unsur-unsur sebagai berikut:
1. qo’idah ijtima’iyah (basis sosial), yaitu lapisan masyarakat yang simpati dan
mendukung perjuangan KAMMI yang meliputi masyarakat umum,
mahasiswa, organisasi dan lembaga swadaya masyarakat, pers, tokoh, dan
lain sebagainya.
2. qo’idah harokiyah (basis operasional), yaitu lapisan kader KAMMI yang
bergerak di tengah-tengah masyarakat untuk merealisasikan dan
mengeksekusi tugas-tugas dakwah yang telah digariskan KAMMI.
3. qo’idah fikriyah (basis konsep), yaitu kader pemimpin, yang mampu
menjadi teladan masyarakat, memiliki kualifikasi keilmuan yang tinggi
sesuai bidangnya, yang menjadi guru bagi gerakan, mengislamisasikan ilmu
pengetahuan pada bidangnya, dan memelopori penerapan solusi Islam
terhadap berbagai segi kehidupan manusia.
4. qo’idah siyasiyah (basis kebijakan), yaitu kader ideolog, pemimpin gerakan
yang menentukan arah gerak dakwah KAMMI, berdasarkan situasi dan
kondisi yang berkembang.
Keempat unsur tersebut merupakan piramida yang seimbang, harmonis dan
kokoh, yang menjamin keberlangsungan gerakan KAMMI.
Khatimah
Perubahan sosial adalah sebuah proses panjang. Penyiapan struktur dan
rekonstruksi kultural masyarakat memerlukan waktu yang lama dan tenaga yang
tidak sedikit. Posisi KAMMI dalam masyarakat sebagai garda depan perubahan
menuntut adanya akselerasi kaderisasi. Ke depan, kader—yang dibesarkan oleh—
KAMMI, akan menduduki posisi penting dalam struktur masyarakat. Mereka akan
menjadi pioneer dalam proses perubahan masyarakat.
Di wilayah inilah, KAMMI menggebrak dengan Gerakan Intelektual Profetik
yaitu gerakan yang mempertemukan nalar akal dan nalar wahyu pada usaha
perjuangan perlawanan, pembebasan, pencerahan, dan pemberdayaan manusia
secara organik.22 Intelektual profetik adalah proses membangun kesadaran,
membentuk paradigma dan menggerakkan secara massif dan organik. Intelektual
profetik lahir bukan hanya untuk berwacana atau meneggelamkan diri dalam
lautan buku dan diskusi belaka, namun untuk membentuk smart muslim fighter.
Siapkah antum? []
Tafsir Gerakan
atas Visi, Misi, dan Prinsip Gerakan KAMMI
Rijalul Imam, S. Hum
Visi KAMMI
Wadah perjuangan permanen yang akan melahirkan kader-kader pemimpin
dalam upaya mewujudkan bangsa dan negara Indonesia yang Islami.
Misi KAMMI
1) Membina keislaman, keimanan, dan ketaqwaan mahasiswa muslim
Indonesia.
2) Menggali, mengembangkan, dan memantapkan potensi dakwah,
intelektual, sosial, dan politik mahasiswa.
3) Memelopori dan memelihara komunikasi, solidaritas, dan kerjasama
mahasiswa Indonesia dalam menyelesaikan permasalahan bangsa dan
negara.
4) Mencerahkan dan meningkatkan kualitas masyarakat Indonesia menjadi
masyarakat yang rabbani, madani, adil, dan sejahtera.
5) Mengembangkan kerjasama antar elemen bangsa dan negara dengan
semangat membawa kebaikan, menyebar manfaat, dan mencegah
kemungkaran (amar ma`ruf nahi munkar).
13
kepentingan umat. ”Dan mereka berkata, ”Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami
telah menaati para pemimpin dan para pembesar kami, lalu mereka menyesatkan
kami dari jalan (yang benar).” (QS. Al-Ahzab:67) Maka mereka segera
merumuskan sarana efektif penumbang rezim itu dengan berlandaskan ketakwaan
pada Allah. Sarana ini adalah buah dari pemahaman mereka atas ekspresi terkuat
ketakwaan yang diisyaratkan Allah dalam al-Qur’an. ”Wahai orang-orang yang
beriman! Bertakwalah pada Allah dan carilah wasilah (jalan) untuk mendekatkan
diri pada-Nya, dan berjihadlah (berjuanglah) di jalan-Nya, agar kamu beruntung.”
(QS. Al-Maidah:35)
Maka lahirlah KAMMI dengan visi sebagai wadah perjuangan permanen
yang akan melahirkan pemimpin masa depan yang tangguh dalam upaya
mewujudkan masyarakat Islami di Indonesia. Perjuangan ini disambut para aktivis
dakwah kampus di hampir seluruh penjuru Indonesia. Yang tergabung di dalamnya
adalah anak-anak muda yang ketika itu mereka kental dengan mabit, qiyamullail
dan lantunan ayat-ayat al-Qur’an. Di kantong baju mereka selalu ada al-Qur’an
saku. Semangat mereka menggebu menderu. Sesekali mereka melantunkan
nasyid Pemuda Kahfi yang mencoba membangkitkan negeri meraih generasi
menumbangkan kedzaliman. Di mana dicari pemuda Kahfi, yang terasing demi
kebenaran hakiki, untuk menoreh nama perkasa abadi.
Mereka sadar untuk menjadi umat yang terbaik, mereka harus terlibat di
masyarakat melakukan aktivisme sejarah. Meretas sejarah di tengah kecamuk
politik dan hiruk pikuk kebingungan dan putus asanya penduduk negeri ini.
Mengajak masyarakat untuk beriman, menunjukkan mereka pada kebaikan,
menyebar manfaat dan menghindarkannya dari kemaksiatan. ”Kalian adalah umat
terbaik yang dolahirkan untuk manusia, karena menyuruh berbuat yang ma’ruf,
mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah...” (QS. Ali Imran:110).
Sebagai anak muda, KAMMI memaksimalkan perjuangannya untuk
menyelamatkan negeri. Menghindarkan bangsa dari keterpurukan yang
berkelanjutan bahkan semakin di ambang batas kehancurannya dengan
menghentikan kekuasaan penguasa tirani ini berserta kroni-kroninya. Mereka
sadar bahwa musuh sesungguhnya adalah kebathilan, bukan personal atau
materi. Tapi jika kebathilan itu sudah merasuk dan digerakkan oleh personal dan
materi bersangkutan sudah selayaknya personal dan materi itu dihentikan dan
dicabut segera agar tidak mewabah lebih besar lagi.
Maka jalan yang terbaik adalah membentuk kelompok yang solid dan
terorganisir. Memiliki agenda yang jelas dan tujuan yang spesifik. ”Dan hendaklah
di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh
(berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar. Dan mereka itulah
orang-orang yang menang” (QS. Ali Imran:104). Mereka berusaha menghindarkan
diri dari kesia-siaan, mereka hanya mengonsentrasikan diri pada berjihad bukan
wacana lepas tanpa arah. Mereka mencoba membangun organisasi ini agar
dilibatkan menjadi batu-bata bangunan peradaban Islam. ”Sesungguhnya Allah
mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur,
mereka seakan-akan seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh” (QS. Ash-
Shaff:4)
15
04_Review Materi Khusus_Halaqah Siyasi_KAMMI Komisariat UNY
Poin : Memahami ideologi KAMMI
Materi : Ideologi KAMMI
Penulis : Amin Sudarsono, S. Hum
Ideologi KAMMI23
Amin Sudarsono24
“Al-Islâmu huwa tahrîr al-nâs min ‘ibâdat al-ibâd ilâ ‘ibâdat al-Rabb!,”
----Sahabat Rabi’----
17
pemerintahan mesti dalam bentuk diktator proletariat walau dalam masa transisi.
Fasisme. Ideologi ini merupakan tipe nasionalisme yang romantis dengan
segala kemegahan upacara dan simbol-simbol yang mendukungnya untuk
mencapai kebesaran negara. Hal itu, akan dapat dicapai apabila terdapat seorang
pemimpin yang kharismatis sebagai simbol kebesaran negara yang didukung oleh
massa rakyat. Dukungan massa yang fanatik ini berkat indoktrinasi, slogan-slogan
dan simbol yang ditanamkan sang pemimpin besar dan aparatnya. Fasisme
pernah diterapkan di Jerman (Hitler), Jepang (Kaisar), Italia (Mussolini) dan
Spanyol. Dewasa ini, pemikiran fasisme cenderung muncul sebagai kekuatan
reaksioner (right wing) di negara maju, seperti Skin Head dan Ku Kluk Klan di
Amerika Serikat yang berusaha mempertahankan supremasi kulit putih.28
Ideologi dunia demikian beragam. Manakah yang benar? Apakah semua
ideologi menjamin terciptanya tatanan masyarakat yang adil, makmur dan
sejahtera, seperti yang didambakan oleh setiap anak Adam? Apakah Islam dapat
dijadikan ideologi? Sebuah pertanyaan untuk kita semua.
Islam Sebagai Ideologi
Konsep universalitas Islam (syumuliyah) membuatnya jauh lebih besar dari
sekedar ‘lembaga agama’ ataupun sekedar semangat spiritual pemeluknya. Ia
adalah cara hidup total yang menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia. Islam
merupakan kesatuan organik dengan pemeluknya. Sebagai sebuah ideologi, Islam
telah menjadi sumber inspirasi bagi para penganutnya, terutama saat menghadapi
realitas. Ia tidak hanya sekedar sebagai alat untuk merubah atau
mempertahankan tatanan sosial, tetapi juga sekaligus menjadi alat analisis
terhadap berbagai fakta sosial. Pada sisi lain, Islam senantiasa mendorong
pemeluknya untuk secara terus menerus merealisasikan doktrin keagamaannya
dan menganggap realisasi doktrin tersebut sebagai konsekuensi iman. Dalam
Islam, iman adalah sebuah keyakinan yang mengandung konsekuensi tindakan
(al-imanu huwa al-tashdiqu bi al-qalb, wa al-iqraru bi al-lisan wa al-‘amalu bi al-
arkan – iman adalah pembenaran dalam hati, pengikraran secara lisan dan
penunaian serta pembuktian dengan tindakan dan perbuatan).
Islam bermakna menyerahkan diri (aslama) pada Allah swt secara penuh
hingga membebaskannya dari berbagai macam belenggu kehidupan yang
memasung dan merenggut kebebasannya. Ia adalah agama Allah yang terakhir
yang dibawa oleh Muhammad SAW untuk seluruh umat manusia. Islam merupakan
agama sempurna yang diridhai Allah (Qs. Al-Maaidah: 3) yang mampu
membebaskan manusia dari berbagai belenggu kehidupan, dan mengantarkan
manusia untuk hidup penuh damai dan kebahagiaan. Di wilayah inilah, Islam
berposisi sebagai ideologi hidup seorang muslim. Arus ini memahami agama Islam
bukan sekedar sebagai keyakinan agama (aqidah diniyyah), tetapi ia adalah
aturan sosial (qanuun ijtima’iyyah), petunjuk spiritual (hidayah ruuhiyah) dan
ikatan sosial politik (rabithah ijtima’iyah siyasiyah).
Ideologi KAMMI
Inti dari Islam adalah tauhid (laa ilaaha illalLah – Muhammadan
rasuululLah), memurnikan penyembahan dan peribadatan hanya untuk Allah swt.
Implikasi konkritnya bagi KAMMI merupakan gerakan tauhid dengan dua makna
dasarnya: (1) pembebasan (liberation) manusia dari berbagai jenis penyembahan
dan mengembalikannya pada tempatnya yang haq: Allah SWT. (2) deklarasi
(declaration) tata sosial masyarakat Islami sebagai antitesis tata sosial
materialisme jahiliyyah.
Dalam Paradigma Gerakan KAMMI, poin pertama disebutkan bahwa KAMMI
adalah Gerakan Da’wah Tauhid, syarah yang diberikan adalah sebagai berikut:
a) Gerakan Da’wah Tauhid adalah gerakan pembebasan manusia dari
28 Deden Faturohman dan Wawan Sobari, Pengantar Ilmu Politik (Malang: UMM Press, 2002), hlm 43-59.
berbagai bentuk penghambaannya terhadap materi, nalar, dan sesama
manusia, dan mengembalikannya pada tempatnya yang sesungguhnya:
Allah swt.
b) Gerakan Da’wah Tauhid merupakan gerakan yang menyerukan deklarasi
tata peradaban kemanusiaan yang berdasar pada nilai-nilai universal wahyu
ketuhanan (illahiyyah) yang mewujudkan Islam sebagai rahmat semesta
(rahmatan lil ‘alamin).
c) Gerakan Da’wah Tauhid adalah gerakan perjuangan berkelanjutan untuk
menegakkan nilai kebaikan universal dan meruntuhkan tirani kemungkaran
(amar ma’ruh nahi munkar)29
Di titik ini, akan sangat berkesesuaian dengan Prinsip Gerakan KAMMI30,
yang terdiri dari enam point:
a) Kemenangan Islam adalah jiwa perjuangan KAMMI
b) Kebathilan adalah musuh abadi KAMMI
c) Solusi Islam adalah tawaran perjuangan KAMMI
d) Perbaikan adalah tradisi perjungan KAMMI
e) Kepemimpinan umat adalah strategi perjuangan KAMMI
f) Persaudaraan adalah watak muamalah KAMMI
Khatimah
Ideologi adalah cara pandang, cara gerak dan aplikasi tindakan. Ideologi
bukan hanya wacana atau bahan diskusi yg tersembunyi di puncak menara gading
intelektual. Ideologi adalah perbuatan nyata. Karena itu, Kredo Gerakan KAMMI
mengikrarkan diri: “Kami adalah orang-orang yang senantiasa menyiapkan diri
untuk masa depan Islam. Kami bukanlah orang yang suka berleha-leha, minimalis
dan loyo. Kami senantiasa bertebaran di dalam kehidupan, melakukan eksperimen
yang terencana, dan kami adalah orang-orang progressif yang bebas dari
kejumudan, karena kami memandang bahwa kehidupan ini adalah tempat untuk
belajar agar kami dan para penerus kami menjadi perebut kemenangan yang
hanya akan kami persembahkan untuk Islam.”31
29 Garis-garis Besar Haluan Organisasi (GBHO) KAMMI 2004-2006, Bab II Pasal 7 Ayat 1.
30 Garis-garis Besar Haluan Organisasi (GBHO) KAMMI 2004-2006, Bab II Pasal 5.
31 Garis-garis Besar Haluan Organisasi (GBHO) KAMMI 2004-2006, Bab II Pasal 4 Ayat e.
19
01_Review Materi_Halaqah Siyasi_KAMMI Komisariat UNY
Poin : Menolak segala bentuk ide dan pemikiran yang bertentangan dengan Islam
Materi : Ghazwul Fikri, Aqidah
Referensi : Wajah Peradaban Barat, Adian Husaini; Islam dan Sekularisme, M
Naquib Al Attas; Kuliah Tauhid, Imaduddin Abdurrohim
21
02_Review Materi_Halaqah Siyasi_KAMMI Komisariat UNY
Poin : Memahami siroh nabawiyah, memahami hakekat dan tujuan dakwah
Islamiyah
Materi : Mengenal Pribadi Rasulullah, Sejarah Gerakan dakwah
Referensi : Sirah Nabawiyah, Ibnu Hisyam; Manhaj Haroki, Syaikh Munir
Muhammad Ghadhban; Petunjuk Jalan, Sayyid Quthb
32 Syaikh Munir Muhammad Ghadhban, “Manhaj Haroki”, Pustaka Mantiq, Solo, 1994
23
pengungsian. Seperti yang kita lihat saat ini masalah pengungsian terutama
adalah salah satu realitas sosial yang cenderung menghasilkan konflik. Rasulullah
dapat mengubah potensi konflik tersebut menjadi sebuah ikatan sosial, ekonomi,
politik, militer di bawah naungan ikatan keimanan dan menjadi sebuah basis sosial
yang luar biasa.
Persaudaraan perseorangan antara Muhajirin dan Anshar dimaksudkan agar
umat Islam dapat saling bekerja sama dan saling bahu membahu dalam
perjuangan. Secara fungsional persaudaran ini juga berdimensi strategis dimana
kaum Anshar adalah ahli dalam peternakan dan pertanian sedangkan golongan
Muhajirin ahli dalam berdagang. Kita dapat melihat bagaimana konsepsi
ukhuwwah yang berarti persaudaraan yang berlandaskan iman diwujudkan
dengan sanagt baik dalam episode perjuangan kali ini. Diriwayatkan oleh Al
Bukhari, bahwa ketika Muhajirin tiba di Madinah, maka Rasulullah langsung
menyaudarakan Abdurrahman bin Auf dengan Sa’ad bin Rabi’. Lalu Sa’ad berkata :
“Ya Abdurrahman aku paling kaya dari golongan Anshar, maka kau ambil separuh
hartaku dan aku punya dua istri, kau boleh pilih salah satu yang kau senangi aku
ceraikan agar kau kawin dengannya, bila telah habis masa ‘iddahnya.” Lantas
Abdurrahman menjawab, “Semoga Allah memberi berkat bagimu pada istri-istrimu
dan harta-hartamu. Cukup kau tunjukkan di mana pasar kalian.” Lalu ditunjukkan
pasar Bani Qaynuqa (Yahudi).
Dalam episode ini kita dapat melihat bagaimana kualitas iman seseorang
pada masa itu, seorang mukmin yang berada dalam posisi memiliki kemakmuran
tidak berat hati untuk mengorbankan hartanya kepada saudaranya. Begitu juga
seorang mukmin yang berada dalam posisi miskin tidak merasa bergantung
kepada manusia dan ingin berusaha dan mencari makan dengan tangannya dan
daya upayanya sendiri. Seorang mukmin dibuktikan dalam episode ini tidak
terlena dengan harta dunia dan memiliki daya independensi tinggi dan hanya
menggantungkan hidupnya kepada Allah SWT. Seandainya saja Abdurrahman bin
Auf menerima tawaran Sa’ad tentu akan akan mudah sekali bagi Abdurrahman
mencapai kenyamanan hidup, harta disediakan istri dicarikan tetapi Abdurrahman
menolak hal tersebut dan tetap berusaha dengan tangannya sendiri seraya
berharap kepada Allah SWT.
Persaudaraan antara kaum muhajirin sendiri dimaksudkan agar kaum yang
kuat dapat mengangkat kaum yang lemah. Sebagaimana Rasulullah
mempersaudarakan istrinya yang mulia dengan Ali bin Abi Thalib, anak pamannya
sendiri. Kemudian menyaudarakan antara Hamzah bin Abdul Muthallib, paman
Rasulullah dengan Zaid bin Haritsah, anak angkatnya (bekas budak) tanpa
membedakan garis keturunan karena disandarkan pada ketaqwaan semata.
Dalam hal ini apa yang dilakukan Rasulullah adalah untuk mengikis status-status
sosial jahiliyah yang mengutamakan hierarkis dalam status sosial. Bagaimana
seorang bangsawan Quraisy seperti Hamzah disaudarakan dengan mantan budak
seperti Zaid, tentu saja ini membuktikan bahwa Islam tidak mengenal tingkatan-
tingkatan dalam kedudukan manusia, semua manusia itu sama dihadapa Allah
SWT yang membedakan satu manusia dengan manusia lainnya adalah
ketaqwaannya kepada Allah SWT...
03_Review Materi_Halaqah Siyasi_KAMMI Komisariat UNY
Poin : Mengetahui dasar politik Islam, memahami pandangan Islam tentang politik,
mengenal dasar politik Islam
Materi : Politik Islam
Referensi : Manusia dan Kekhalifahan, Abu Ridha; Karakteristik Politik Islam, Abu
Ridha; Siyasah Syariah, Ibnu Taimiyah; Al Khilafah Wal Mulk, al Maududi
25
bukan ditentang, disyukuri bukan diingkari, diingat bukan dilupakan. Beberapa
landasan dalil yang memerintahkan manusia agar berlaku adil adalah :
“Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-
bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka al Kitab dan neraca
(keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan....” (QS Al Hadid : 25),
“Janganlah kamu terpengaruh oleh keadaan suatu kaum sehingga kamu tidak
berlaku adil, Berbuat adillah, itulah yang lebih dekat kepada takwa.” (QS Al
Ma’idah : 8). Ibnu Taimiyah menyatakan, “Keadilan adalah sistem dari segala
sesuatu. Apabila urusan dunia ditangani secara adil maka dunia akan tegak
berdiri, walaupun yang menerapkannya orang yang tidak mendapatkan
kebahagiaan di akhirat, Dan apabila urusan dunia tidak ditangani dengan keadilan
maka dunia tidak akan pernah tegak meskipun yang menanganinya seseorang
yang memiliki keimanan”.
Wasathiyah, sebuah karakteristik khas yang dimiliki oleh Islam sebagai
agama yang universal, untuk seluruh alam.Dr ‘Imarah menjelaskan, makna dari
wasathiyah adalah kebenaran di tengah dua kebathilan, keadilan di tengah dua
kezaliman, tengah-tengah di antara dua ekstremitas. Dalam siasah Islam
perhatian kepada kepada kepentingan kesejahteraan manusia yang bersifat jasadi
(material) sama dengan perhatiannya kepada kepentingan kesejahteraan manusia
yang bersifat ruhi (spriritual), dalam pandangan Islam dua hal tersebut memiliki
hak yang sama untuk ditunaikan secara proporsional. Refleksi kemoderatan Islam
dapat dicermati melalui hadis-hadis berikut : Dari Abu Hurairah r.a.,dari Nabi
Muhammad saw. Ia bersabda, “Sesungguhnya agama ini mudah dan orang yang
memberat-beratkan agama akan terkalahkan dengan sendirinya. Oleh karena itu
bertindaklah tepat, dekatilah (ketepatan). Gembirakanlah, dan carikanlah
pertolongan di waktu pagi, waktu tergeliincir matahari dan sedikit dari waktu
sore.” (HR Bukhari). Kita juga dapat menilai karakter wasathiyah ini di dalam Al
Quran, “Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan
janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan
menyesal.” (QS Al Isra : 29)
Memerdekakan, siasah kemerdekaan dalam Islam bertujuan membebaskan
manusia dari perbudakan fisik, pemikiran ataupun mentalitas. Kesaksian tauhid
“tidak ada Ilah yang patut disembah, selain Allah,” adalah landasan siasah
kemerdekaan yang sesungguhnya. Sebab kesaksian itu, menurut Dr. Imarah,
mengandung pesan revolusi kebebasan manusia dari setiap bentuk thagut dan
dari semua penuhanan selain kepada Allah SWT. Pada hakikatnya sasaran dakwah
Islam adalah membebaskan dan memerdekakan, Kata-kata Rib’i bin Amr yang
diucapkan di hadapan panglima Rustum benar-benar mencerminkan missi dakwah
Islam meujudkan kebebasan dan kemerdekaan dalam arti yang hakiki, : “Aku
datang diutus untuk membebaskan manusia dari penghambaan sesama manusia
menuju penghambaan kepada Allah semata, dari kesempitan dunia menuju
keluasan dunia akhirat dan dari tirani agama-agama menuju keadilan Islam.”
04_Review Materi_Halaqah Siyasi_KAMMI Komisariat UNY
Poin : Mengetahui kaidah dan strategi dalam berdakwah, mengenal karakter obyek
dakwah
Materi : Fiqh Dakwah
Referensi : Fiqh Dakwah, Jum’ah Amin Abdul Azis, Syarah Rasmul Bayan
Tarbiyah, Jasiman LC
34 Jum’ah Amin Abdul Aziz, “Fiqih Dakwah”, Era Intermedia, Solo, 2008 hal 24
35 Jasiman LC, “Syarah Rasmul Bayan Tarbiyah”, Auliya Press, Solo, 2005 hal 310
27
tabiat menerima dan menolak, ada kecendrungan baik dan buruk, Allah berfirman,
“Demi jiwa (manusia) serta penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan
kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.” (QS Asy Syams : 7-8).
Kemudian Allah mengilhamkan kepada para dai melalui firman-Nya, “Serulah
manusia kepada jalan Rabb-mu dengan hikmah dan nasihat yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik...” (QS An Nahl : 125).
Mengenalkan sebelum memberi beban, seorang dai tidak bisa mewajibkan
manusia dengan apa yang ia bawa kecuali jika dia dapat membuat manusia puas
dengan apa yang ia sampaikan. Untuk memuaskan manusia membutuhkan
penyampaian yang baik, kata-kata yang mudah dimengerti, dan pemahaman yang
jelas serta pengenalan terhadap dakwah sebelum memberikan beban berupa
apapun, menyampaikan penjelasan sebelum melimpahkan tanggung jawab
kepadanya. Al Qur’an diturunkan untuk mengenalkan manusia tentang empat
persoalan sebelum memberikan beban kepada mereka, yaitu : 1) Mengenalkan
tentang Rabb (Yang Menciptakan, Memberi Rezeki dan Memelihara) mereka, agar
mereka beribadah kepada-Nya, 2) Mengenalkan akan diri mereka, agar mereka
memahami hakikat keberadaan atau eksistensi mereka, 3) Mengenalkan tentang
alam semesta, agar mereka menggunakan dan memakmurkannya, 4)
Mengenalkan kepada mereka tentang akhir perjalanan hidup yang menanti-nanti
mereka di akhirat
Bertahap dalam pembebanan, prinsip tadarruj (bertahap) ini merupakan
prinsip yang asasi dalam berdakwah hingga manusia memahami agama ini sesuai
dengan kemampuan akalnya dan menerima dengan hatinya. Oleh karena itu
seorang dai harus mendekati objek dakwah dari dari titik taraf pemahaman objek
dakwah bukan dari titik pemahaman sang dai. Rasulullah bersabda, “Kita sekalian
para Nabi, diperintahkan untuk berbicara dengan manusia sesuai dengan kadar
akal mereka.”, Sahabat Ali juga berpendapat, “Berbicaralah kepada manusia
dengan pembicaraan yang mereka pahami dan tinggalkan apa-apa yang mereka
ingkari. Inginkah kamu Allah dan Rasul-Nya didustakan?” (HR Bukhari).
Memudahkan bukan menyulitkan, Tugas pokok bagi para dai adalah
memberi kemudahan kepada manusia diantaranya adalah dengan menjauhi sikap
sok fasih (tafashuh) dan berlebihan dalam berbicara. Seorang dai hendaknya
berbicara dengan sungguh-sungguh, sederhana serta menggunakan metode yang
menarik karena pada dasarnya manusia itu tidak suka dengan orang yang sok
hebat dan sok pintar. Sejenak kita mendengar apa yang diriwayatkan dari Anas
bin Malik, dari Rasulullah SAW bersabda, “Permudahlah, jangan dipersulit,
besarkan hati jangan membuat orang lari” (HR Bukhari). Kita juga diingatkan oleh
firman Allah, “Allah menginginkan kemudahan bagi kamu, dan Dia tidak
menginginkan kesulitan bagimu...”(QS Al Baqarah : 185). Ini merupakan prinsip
pokok dalam pembebanan akidah Islam secara keseluruhan. Bahwa pembebanan
itu semuanya dipermudah, tidak ada yang dipersulit dan memberatkan.
Yang pokok sebelum yang cabang, perbedaan pendapat di dalam masalah
fiqih atau dalam masalah furu’ itu sesuatu yang niscaya terjadi. Karena landasan
Islam terdiri dari ayat-ayat dan hadist-hadist yang mana akal kita berbeda dalam
memahaminya. Dalam kondisi demikian seorang dai dapat mempergunakan
kaidah yang diperkenalkan Hassan Al Banna, “Nata’awanu fi ma itafaqna ‘alaihi
wa ya’dziru ba’dhuna ba’dhan fi ma ikhtalafna fihi (Kita bekerja sama dalam hal-
hal yang kita sepakati, dan saling memaafkan dalam hal-hal yang kita
perselisihkan). Oleh karena itu, setiap kali mengawali dakwah, dimulai dengan
yang pokok sebelum yang furu’, hal-hal yang bersifat kuliyat (keseluruhan)
sebelum yang juz’iyat (sebagian), yang ijmaly (global) sebelum yang tafhiliy
(rinci). Dengan ini pemahaman seperti ini harapannya umat Islam tidak terjebak
dalam kondisi saling menyalahkan dan melemahkan ukhuwwah islamiyah itu
sendiri.
29
05_Review Materi_Halaqah Siyasi_KAMMI Komisariat UNY
Poin : Memahami dinamika dunia harokah Islam,
Materi : Mengenal Hizbut Tahrir
Referensi : Menuju Jama’atul Muslimun, Hussain bin Muhammad bin Ali Jabir,
MA; Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, Herry Mohammad Dkk
36 Ihsan Samarah, “Mafhum Al ‘Adalah Al Ijtima'iyah fi Al Fikri Al Islami Al Mu'ashir”, “Biografi Singkat Syaikh Taqiyudin An
Nabhani”, Al Azhhar Press, Bogor, 2002
37 Ihsan Samarah, “Mafhum Al ‘Adalah Al Ijtima'iyah fi Al Fikri Al Islami Al Mu'ashir”, “Biografi Singkat Syaikh Taqiyudin An
Nabhani”, Al Azhhar Press, Bogor, 2002
Isti’nâf asy-Syar’iyah) hingga tahun 1950. Kemudian beliau mengundurkan diri dan
beralih untuk memberikan ceramah kepada para mahasiswa tingkat dua di
Fakultas Ilmu Islam (Al-Kuliyah al-’Ilmiyah al-Islâmiyah) di Amman hingga tahun
195238.
Syaikh Taqiyuddin Nabhani pernah bersentuhan dengan Ikhwanul Muslimin
Yordania. Di dalam pertemuan-pertemuan ia sering memberikan ceramah dan
memuji-muji Ikhwan serta pendirinya Imam Hassan Al-Banna. Tetapi tidak berapa
lama ia mendirikan Hizib al-Tahrir dan dinyatakannya sebagai partai independen
baik dalam pendirian atau dalam pandangan-pandangannya. Orang-orang
moderat banyak yang mendukung dakwah Hizb ini antara lain Sayyid Quthb ketika
berkunjung ke Quds pada tahun 1953. Dalam kunjungan tersebut dilakukan
berbagai dialog dan ajakan menyatukan perjuangan. Tetapi Nabhani tetap pada
sikapnya. Akhirnya Sayyid Quthb mengatakan “Biarkan mereka. Mereka akan
berhenti pada apa yang pernah dirintis Ikhwan.”39
38 “Mengenal Syaikh Taqiyudin An-Nabhani, Pendiri Hizbut Tahrir”, <http://alogyah.multiply.com>, diakses pada 1 Agustus 2009
39 Al-Islam Pusat Komunikasi dan Informasi Islam Indonesia, “Hizib Al-Tahrir-Hizbut Tahriri 2”, <http://blog.re.or.id>, diakses pada
1 Agustus 2009
40 “Hizbut Tahrir”, <http://id.wikipedia.org/wiki/Hizbut_Tahrir>, diakses pada 1 Agustus 2009
41 “Mengenal Syaikh Taqiyudin An-Nabhani, Pendiri Hizbut Tahrir”, <http://alogyah.multiply.com>, diakses pada 1 Agustus 2009
31
mengembalikan kemuliaan dan keagungan mereka. Dalam upaya mengajukan ide
tersebut, beliau berpindah-pindah di antara kota-kota di Palestina. Beliau
mengajukan satu perkara yang telah mencapai kematangan dalam pemikiran
beliau kepada pribadi-pribadi yang menonjol di antara para ulama dan pioner
pemikiran. Untuk itu, beliau menyelenggarakan berbagai forum. Beliau
mengumpulkan para ulama dari berbagai kota di seluruh penjuru Palestina.
Pada forum-forum itu beliau berdiskusi dengan para ulama tentang metode
kebangkitan yang sahih. Beliau banyak berdiskusi dengan para aktivis berbagai
kelompok dan partai-partai politik, partai-partai nasionalis dan patriotis. Beliau
menjelaskan kepada mereka kesalahan jalan mereka dan kemandulan aktivitas
mereka. Beliau juga memaparkan banyak masalah politik dalam ceramah-ceramah
beliau dalam berbagai acara keagamaan di Masjid al-Aqsha, Masjid Ibrahim al-
Khalil dan masjid-masjid lainnya. Dalam ceramah-ceramah itu, beliau menyerang
sistem-sistem di Arab dengan mengatakan bahwa sistem-sistem itu adalah buatan
para penjajah Barat dan sarana mereka untuk melanggengkan cengkeraman
mereka terhadap negeri-negeri kaum Muslim. Di samping itu, beliau juga
membongkar rencana-rencana politik negara-negara Barat. Beliau mengekspos
niat busuk Barat untuk menentang Islam dan kaum Muslim. Beliau memahamkan
kaum Muslim akan kewajiban mereka dan menyeru mereka untuk berpartai
berlandaskan Islam.
Syaikh Taqiyuddin pernah maju dan mencalonkan diri untuk menjadi
anggota parlemen. Karena sikap beliau yang lurus, kegiatan politis dan aktivitas
beliau yang penuh kesungguhan untuk mendirikan partai politik yang berideologi
Islam, karena sikap beliau yang berpegang secara kuat pada Islam, serta karena
intervensi negara terhadap hasil Pemilu, maka hasil Pemilu tidak berpihak pada
kemenangan beliau.Kegiatan politik Syaikh Taqiyuddin tidak berhenti. Tekad
beliau juga tidak padam. Beliau terus menjalin kontak dan berdiskusi sampai
beliau mampu meyakinkan sejumlah orang —para ulama, qadhi terkemuka, serta
mereka yang memiliki politik dan pemikiran yang menonjol— tentang pendirian
partai politik berasaskan Islam. Lalu beliau mulai mengajukan kepada mereka
kerangka kepartaian dan pemikiran-pemikiran yang mungkin dijadikan bekal
tsaqâfiyah bagi partai itu. Pemikiran-pemikiran beliau itu mendapatkan ridha dan
penerimaan dari para ulama tersebut. Puncak aktivitas politik beliau adalah
dengan mendirikan Hizbut Tahrir42.
Syaikh mulai beraktivitas untuk membentuk partai di kota al-Quds. Pada
saat itu beliau bekerja di Mahkamah al-Istinaf asy-Syar‘iyah (Mahkamah Banding
Syariah) di kota tersebut. Beliau menjalin kontak dengan beberapa tokoh di sana,
di antaranya Syaikh Ahmad ad-Daur dari Qalqiliyah, Nimr al-Mishri dari al-Lad,
Dawud Hamdan dari Ramalah, Syaikh Abdul Qadim Zallum dari kota al-Khalil, Dr.
'Adil an-Nablusi, Ghanim Abduh, Munir Syaqir, Syaikh As’ad Bayoudh at-Tamimi,
dan lain-lain. Pada awalnya, pertemuan di antara para pendiri Hizbut Tahrir itu
berlangsung secara acak dan tidak teratur. Mayoritasnya dilakukan di al-Quds atau
di al-Khalil. Pertemuan itu dilakukan untuk saling bertukar pendapat dan untuk
menarik orang-orang baru. Diskusi yang berlangsung terfokus pada masalah-
masalah keislaman yang mempengaruhi kebangkitan umat. Kondisi ini terus
berlangsung seperti itu hingga akhir tahun 1952 M. Pada tanggal 17 November
1952 M, lima orang anggota pendiri Hizb menyampaikan permintaan resmi kepada
Kementerian Dalam Negeri Yordania dengan maksud untuk mendapatkan izin
pendirian partai politik43. Kelima orang itu adalah:
1. Taqiyuddin an-Nabhani, Pemimpin Partai.
2. Dawud Hamdan, Wakil Ketua merangkap Sekretaris Partai.
3. Ghanim Abduh, Bendahara Partai.
42 “Mengenal Syaikh Taqiyudin An-Nabhani, Pendiri Hizbut Tahrir”, <http://alogyah.multiply.com>, diakses pada 1 Agustus 2009
43 “Mengenal Syaikh Taqiyudin An-Nabhani, Pendiri Hizbut Tahrir”, <http://alogyah.multiply.com>, diakses pada 1 Agustus 2009
4. Dr. Adil an-Nablusi, anggota.
5. Munir Syaqir, anggota.
Tahap pertama, Pada saat itu Hizbut Tahrir telah melakukan kontak dengan
anggota masyarakat menyampaikan konsep dan metode dakwahnya lewat
perorangan. Bagi orang yang menerima fikrah dan thariqah Hizb pembinaannya
diatur secara intensif dalam halaqah-halaqah Hizb hingga menyatu dgn ide-ide
dan hukum-hukum Islam yang telah dijadikan sebagai pedoman dan kemudian
menjadikannya seorang muslim yang mempunyai kepribadian Islam berinteraksi
dengan Islam dan menghayatinya serta memiliki aqliyah dan nafsiyah Islamiyah,
yang untuk selanjutnya bergerak mengemban dakwah kepada umat. Pada tahap
ini perhatian Hizb dipusatkan kepada pembinaan kerangka gerakan
memperbanyak pendukung dan pengikut serta mengkader para pengikutnya
dalam halaqah-halaqah dengan tsaqafah Hizb yang terarah dan intensif sehingga
pada akhirnya telah berhasil membentuk kelompok partai bersama-sama para
pemuda yang telah menyatu dengan Islam yang menerima pemikiran-pemikiran
Hizb kemudian berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran tersebut serta mengajak
orang lain menuju pemikiran-pemikiran Hizb. Setelah Hizb berhasil membentuk
suatu kelompok partai dan masyarakat mulai merasakannya serta mengenal Hizb
beserta ide-ide dan apa yang ia anjurkan kepada masyarakat maka sampailah
Hizb pada tahap yang kedua.
Tahap kedua, Marhalatut-Tafa’ul yaitu berinteraksi dengan masyarakat
untuk menyampaikan Islam kepada umat dan mendorongnya untuk memikul Islam
membentuk kesadaran dan opini masyarakat atas dasar ide-ide dan hukum-hukum
Islam yang telah dipilih dan ditetapkan oleh Hizb hingga dijadikannya sebagai
pemikiran ummat yang akan mendorongnya untuk berusaha mewujudkannya
dalam kehidupan. Kemudian umat berjuang bersama-sama Hizb berusaha
mendirikan Daulah Khilafah serta mengangkat seorang Khalifah untuk
44 Al-Islam Pusat Komunikasi dan Informasi Islam Indonesia, “Hizib Al-Tahrir-Hizbut Tahriri 2”, <http://blog.re.or.id>, diakses pada
1 Agustus 2009
33
melangsungkan kehidupan Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh
penjuru dunia. Pada tahapan ini Hizb mulai beralih menyampaikan dakwah kepada
masyarakat banyak dengan cara penyampaian yang bersifat kolektif. Pada saat itu
Hizb melakukan kegiatan-kegiatan berikut ini45 :
a. Tsaqafah murakkazah, melalui halaqah-halaqah yang diadakan secara
individu dalam rangka mengembangkan kerangka Hizb untuk
memperbanyak pendukung serta melahirkan kepribadian Islam di kalangan
para pengikut dan anggota Hizb hingga mereka mampu mengemban
dakwah Islam mengarungi medan kehidupan melalui pergolakan pemikiran
dan perjuangan politik.
b. Tsaqafah jama’iyah, yang disampaikan kepada umat Islam secara umum
berlandaskan ide-ide dan hukum-hukum Islam yang telah dijadikan
landasan Hizb sebagai materi pembinaan untuk umat. Ini dilakukan melalui
pengajian-pengajian umum atau ceramah-ceramah di Masjid-masjid atau di
balai-balai pertemuan gedung-gedung dan tempat-tempat umum juga
melalui media massa buku-buku dan selebaran-selebaran untuk melahirkan
kesadaran umat secara umum sekaligus berinteraksi dengan masyarakat.
c. Asy-Syira’ul fikri, yang disampaikan dalam rangka menentang
kepercayaan/ideologi aturan dan pemikiran-pemikiran kufur. Menentang
segala bentuk aqidah yang rusak pemikiran yang keliru persepsi yang salah
dan tersesat dengan cara mengungkapkan kepalsuannya serta
kekeliruannya dan pertentangannya dengan Islam. Sekaligus
membersihkan umat dari segala bentuk pengaruh dan bekas-bekasnya.
d. Al-Kifahus siyasi, yaitu berbentuk perjuangan menghadapi negara-negara
kafir Imperialis yang menguasai negeri-negeri Islam. Menghadapi segala
bentuk penjajahan baik itu yang berupa pemikiran politik ekonomi maupun
militer dan mengungkapkan taktik dan strategi serta membongkar
persekongkolan negara-negara kafir untuk membebaskan umat dari
kekuatannya serta melepaskan umat dari segala bentuk pengaruh
kekuasaannya.
e. Menentang para penguasa di negeri-negeri Arab dan negeri-negeri Islam
lainnya dan mengungkapkan kejahatan mereka serta mengadakan nasehat
dan kritik. Sekaligus mencoba mengubah tingkah lakunya tiap kali mereka
melahap hak-hak umat atau pada saat mereka tidak melaksanakan
kewajibannya terhadap umat atau pada saat melalaikan salah satu urusan
umat atau tiap kali mereka menyalahi hukum-hukum Islam. Dan berusaha
untuk menghapuskan kekuasaannya kemudian menggantikannya dgn
kekuasaan yang berlandaskan pada hukum-hukum Islam.
45 Al-Islam Pusat Komunikasi dan Informasi Islam Indonesia, “Hizib Al-Tahrir-Hizbut Tahriri 2”, <http://blog.re.or.id>, diakses pada
1 Agustus 2009
nushrah’ seluruh kegiatan lainnya tetap dijalankan seperti pembinaan intensif
dalam halaqah-halaqah pembinaan kolektif untuk seluruh umat,
mengkonsentrasikan kegiatan hanya pada umat untuk ikut bertanggungjawab
dalam memikul beban Islam, serta mewujudkan opini umum di kalangan umat.
Begitu pula kegiatan lain seperti menentang negara-negara kafir Imperialis dan
mengungkapkan taktik mereka serta membongkar persekongkolannya. Juga
menentang para penguasa mengutamakan kepentingan umat dan memelihara
urusannya46.
Referensi :
46 Al-Islam Pusat Komunikasi dan Informasi Islam Indonesia, “Hizib Al-Tahrir-Hizbut Tahriri 2”, <http://blog.re.or.id>, diakses pada
1 Agustus 2009
47 “Kehebatan Nabhani”, <http://dunia.pelajar-islam.or.id>, diakses pada 1 Agustus 2009
48 “Kehebatan Nabhani”, <http://dunia.pelajar-islam.or.id>, diakses pada 1 Agustus 2009
49 “Kehebatan Nabhani”, <http://dunia.pelajar-islam.or.id>, diakses pada 1 Agustus 2009
35
Hussain bin Muhammad bin Ali Jabir MA, “Menuju Jama’atul Muslimin : Telaah
Sistem Jamaah Dalam Gerakan Islam”, Robbani Press, Jakarta, 2001
Ihsan Samarah, “Mafhum Al ‘Adalah Al Ijtima'iyah fi Al Fikri Al Islami Al Mu'ashir”,
“Biografi Singkat Syaikh Taqiyudin An Nabhani”, Al Azhhar Press, Bogor, 2002
“Mengenal Syaikh Taqiyudin An-Nabhani, Pendiri Hizbut Tahrir”,
<http://alogyah.multiply.com>, diakses pada 1 Agustus 2009
Al-Islam Pusat Komunikasi dan Informasi Islam Indonesia, “Hizib Al-Tahrir-Hizbut
Tahriri 2”, <http://blog.re.or.id>, diakses pada 1 Agustus 2009
“Hizbut Tahrir”, <http://id.wikipedia.org/wiki/Hizbut_Tahrir>, diakses pada 1
Agustus 2009
06_Review Materi_Halaqah Siyasi_KAMMI Komisariat UNY
Poin : Memahami karakter para sahabat Rasulullah, memahami karakter para
tokoh harokah Islamiyah
Materi : Studi Tokoh-tokoh Islam
Referensi : Karakteristik Perihidup Enampuluh Sahabat Rasulullah, Khalid Muh
Khalid, Model Kepemimpinan Dalam Gerakan Islam, Musthafa Muhammad
Thahhan, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, Herry Mohammad Dkk
50 “Mengenang Seabad Mohammad Natsir”, Republika Online Kamis 5 Februari 2009, <http://www.republika.co.id>, diakses pada
22 April 2009
51 “Mengenang Seabad Mohammad Natsir”, Republika Online Kamis 5 Februari 2009, <http://www.republika.co.id>, diakses pada
22 April 2009
37
Muslimin Indonesia) yang kemudian dipimpinnya52.
Natsir memegang sebagai Ketua Pimpinan Pusat Masyumi pada 1949, 1951,
1952, 1954 dan 1956. Natsir pernah menjadi Menteri Penerangan Kabinet Sjahrir I
(3 Januari 1946 - 12 Maret 1946), Menteri Penerangan Kabinet (12 Maret 1946 - 2
Oktober 1946), Menteri Penerangan Kabinet (2 Oktober 1946 – 27 Juni 1947),
Menteri Penerangan Kabinet Hatta I (29 Januari 1948 - 4 Agustus 1949), dan
Perdana Menteri ’Kabinet Natsir’ (6 September 1950 – 26 April 1951)53.
Jasa Natsir dalam terbentuknya NKRI sangat besar. Pada 3 April 1950,
sebagai anggota parlemen, Natsir mengajukan mosi dalam Sidang Parlemen RIS
(Republik Indonesia Serikat). Mosi itulah yang dikenal sebagai ”Mosi Integral
Natsir”), yang memungkinkan bersatunya kembali 17 Negara Bagian ke dalam
NKRI. Ketua Mahkamah Konstitusi, dalam sambutannya, juga menekankan jasa
besar Natsir dalam soal NKRI ini, sehingga bangsa Indonesia sangat layak
memberi penghargaan kepada Natsir. Selain itu, Natsir juga berulang kali duduk
sebagai menteri dalam sejumlah kabinet54.
Setelah Masyumi dibubarkan, Mohammad Natsir dengan kawan-kawannya –
tokoh-tokoh Islam Masyumi—mendirikan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia pada
1967. Ketika berkiprah di Dewan Dakwah, Natsir melakukan pendidikan dai secara
nasional dan sistematis, mendirikan perguruan tinggi-perguruan tinggi Islam di
luar IAIN, memelopori pendirian pesantren-pesantren di sekitar kampus-kampus
umum, mengirimkan dai-dai sekolah ke Timur Tengah dan lain-lain55.
Tahun 1957, Natsir menerima bintang ’Nichan Istikhar’ (Grand Gordon) dari
Presiden Tunisia, Lamine Bey, atas jasa-jasanya dalam membantu perjuangan
kemerdekaan rakyat Afrika Utara. Tahun 1980, Natsir juga menerima penghargaan
internasional (Jaa-izatul Malik Faisal al-Alamiyah) atas jasa-jasanya di bidang
pengkhidmatan kepada Islam untuk tahun 1400 Hijriah. Penghargaan serupa
pernah diberikan kepada ulama besar India, Syekh Abul Hasan Ali an-Nadwi dan
juga kepada ulama dan pemikir terkenal Abul A’la al-Maududi. Karena itulah,
hingga akhir hayatnya, tahun 1993, Natsir masih menjabat sebagai Wakil Presiden
Muktamar Alam Islami dan anggota Majlis Ta’sisi Rabithah Alam Islami56.
39
penemuan-penemuan umat manusia. Dan tolok ukur kebenaran dan kebahagiaan
atau ukuran keberhasilan manusia semata-mata ditentukan oleh materi (benda),
Di negara sekuler, masalah-masalah ekonomi, hukum, pendidikan, sosial dan lain-
lainnya semata-mata ditentukan oleh kepentingan material, bukan oleh nilai-nilai
spiritual63.”
Natsir juga tak segan-segan berterus terang tentang perlunya Islam dan
negara bersatu: “Kalau kita terangkan bahwa agama dan negara harus bersatu,
maka terbayang sudah dimata seorang bahlul (bloody fool) duduk di atas
singgasana, dikelilingi oleh haremnya menonton tari dayang-dayang. Terbayang
olehnya yang duduk mengepalai kementrian kerajaan, beberapa orang tua bangka
memegang hoga. Sebab memang beginilah gambaran pemerintahan Islam yang
digambarkan dalam kitab-kitab Eropah yang mereka baca dan diterangkan oleh
guru-guru bangsa Barat selama ini. Sebab umumnya (kecuali amat sedikit) bagi
orang Eropa: Chalifah=Harem, Islam=Poligami)64.”
Dalam bukunya Agama dan Negara dalam perspektif Islam, Mohammad
Natsir menyatakan65: “Bagi kaum muslimin urusan agama itu bukanlah ibarat satu
baju yang boleh dipakai dan digantungkan, bilamana suka, akan tetapi menjadi
urusan prive semata, melainkan juga masalah kemasyarakatan (maatschappelijk
probleem) bahkan masalah kenegaraan, staatkundig probleem, yang berarti bagi
kaum Muslimin Indonesia belumlah cukup “kerayaannya” satu kerajaan Indonesia
Raya selama belum didasarkan dan diatur menurut dasar-dasar susunan hukum
kenegaraan Islam, sekalipun ditakdirkan, yang memegang pucuk pimpinan
pemerintahan Indonesia Raya itu sudah sebangsa dan setanah air.
Tegasnya dengan semata-mata jatuhnya pucuk pemerintahan ke dalam
tangan Indonesia, belumlah tercapai ideologi pergerakan Muslimin Indonesia.
Paling banyak mereka kaum Muslimin pada saat itu baru sampai ke zaman (fase)
yang kedua dari pergerakan mereka. Dan selama itu pula mereka akan
meneruskan perjuangan, sehingga tercapai cita-cita kenegaraan Islamietisch
Staatkundig Ideaal mereka. Lama atau cepatnya akan sampai kepada tujuan
tersebut, bergantung kepada keadaan gelanggang perjuangan dalam zaman yang
kedua itu, dan bergantung kepada besar kecilnya kekuatan kaum Muslimin di saat
itu dibandingkan dengan partai-partai lain. Dan ini bergantung kepada persiapan
organisasi kaum Muslimin di Indonesia dari sekarang.
Ditakdirkan sebagai misal, pada saat kaum Muslimin berada dalam keadaan
lemah walaupun jumlah mereka pada hekekatnya jauh lebih besar dari jumlah
golongan bukan Islam, perjuangan merekapun tidak boleh dihentikan, walaupun
ibaratnya sebagai partai oposisi dalam pemerintahan negara, sekalipun
pemerintahan itu terletak dalam tangan bangsa sendiri, sampai kepada satu saat
dimana pemerintahan didasarkan atas dasar Keislaman, tidak mungkin dan tidak
boleh mereka hentikan, serta tunduk kepada perintah agama mereka. “Berbuat
baktilah kepada Allah dengan segenap kesanggupanmu.” (At-Taghabun:16).”
Referensi :
Waluyo, “Dari ‘Pemberontak’ Menjadi Pahlawan Nasional : Mohammad Natsir dan
Perjuangan Politik di Indonesia”, Penerbit Ombak (2009), Yogyakarta
“100 Tahun Mohammad Natsir : Berdamai Dengan Sejarah”, Penerbit Republika
(2008), Jakarta
“Mengenang Seabad Mohammad Natsir”, Republika Online Kamis 5 Februari
2009, <http://www.republika.co.id>, diakses pada 22 April 2009
Shofwan Karim, “Mohammad Natsir : Cita Politik”,
63 Nuim Hidayat “Mohammad Natsir : Antara Dakwah Islam dan Pesan Politik”, Hidayatullah Online Ahad 29 Desember 2008,
<http://www.hidayatullah.com>, diakses pada 22 April 2009
64 Nuim Hidayat, “Mohammad Natsir : Antara Dakwah Islam dan Pesan Politik”, Hidayatullah Online Ahad 29 Desember 2008,
<http://www.hidayatullah.com>, diakses pada 22 April 2009
65 Nuim Hidayat, “Mohammad Natsir : Antara Dakwah Islam dan Pesan Politik”, Hidayatullah Online Ahad 29 Desember 2008,
<http://www.hidayatullah.com>, diakses pada 22 April 2009
<http://shofwankarim.blog.friendster.com>, diakses pada 22 April 2009
“Pemikiran Muhammad Natsir Tentang Agama dan Negara”, <http://pbb-
info.com>, diakses pada 22 April 2009
Shofwan Karim, “Muhammad Natsir (1908-1993)”,
<http://shofwankarim.blogspot.com>, diakses pada 22 April 2009
Nuim Hidayat “Mohammad Natsir : Antara Dakwah Islam dan Pesan Politik”,
Hidayatullah Online Ahad 29 Desember 2008, <http://www.hidayatullah.com>,
diakses pada 22 April 2009
41
07_Review Materi_Halaqah Siyasi_KAMMI Komisariat UNY
Poin : Memahami sejarah Indonesia, memahami potensi Indonesia (geopolitik,
geoekonomi, geokultural,demografi), mengetahui sejarah dan perkembangan
Islam di Indonesia
Materi : Sejarah dan Perkembangan Islam di Indonesia
Referensi : Sejarah Pergerakan Politik Islam di Indonesia, Deliar Noer dan Lafran
Pane, Sejarah Muhammadiyah dan Nahdathul Ulama, Genealogi : Intelejensia
Muslim dan Kuasa, Yudhi Lathif
43
sekolah sesuai dengan pengalamannya menjadi kepala sekolah di Kweekschool
Jetis. Ia juga menyarankan kepada Ahmad Dahlan untuk meminta subsidi kepada
pemerintah jika sekolah yang didirikan itu sudah teratur, dengan dukungan dari
Budi Utomo. Selain itu, pendirian sekolah itu juga mendapat dukungan dari
kelompok terpelajar yang berasal dari luar Kauman serta para siswa Kweekschool
Jetis yang biasa datang ke rumahnya pada setiap hari Ahad. Sebagai realisasi dari
dukungan Budi Utomo, organisasi ini menempatkan Kholil, seorang guru di Gading
untuk mengajar ilmu pengetahuan umum pada sore hari di sekolah yang didirikan
Ahmad Dahlan. Oleh sebab itu, para siswa masuk dua kali dalam satu hari karena
Ahmad Dahlan mengajar ilmu pengetahuan agama Islam pada pagi hari.
Walaupun masih mendapat tantangan dari beberapa pihak, jumlah siswa terus
bertambah sehingga Ahmad Dahlan harus memindahkan ruang belajar ke tempat
yang lebih luas di serambi rumahnya71.
Akhirnya setelah proses belajar mengajar semakin teratur, sekolah yang
didirikan oleh Ahmad Dahlan itu diresmikan pada tanggal 1 Desember 1911 dan
diberi nama Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah. Ketika diresmikan, sekolah itu
mempunyai 29 orang siswa dan enam bulan kemudian dilaporkan bahwa terdapat
62 orang siswa yang belajar di sekolah itu. Sebagai lembaga pendidikan yang baru
saja terbentuk, sekolah yang didirikan oleh Ahmad Dahlan memerlukan perhatian
lebih lanjut agar dapat terus dikembangkan. Pertama, perlu didirikan sebuah
organisasi baru di Yogyakarta. Kedua, para siswa Kweekschool tetap akan
mendukung Ahmad Dahlan, akan tetapi mereka tidak akan menjadi pengurus
organisasi yang akan didirikan karena adanya larangan dari inspektur kepala dan
anjuran agar pengurus supaya diambil dari orang-orang yang sudah dewasa.
Ketiga, Budi Utomo akan membantu pendirian perkumpulan baru tersebut. Pada
bulan-bulan akhir tahun 1912 persiapan pembentukan sebuah perkumpulan baru
itu dilakukan dengan lebih intensif,melalui pertemuan-pertemuan yang secara
ekplisit membicarakan dan merumuskan masalah seperti nama dan tujuan
perkumpulan, serta peran Budi Utomo dalam proses formalitas yang berhubungan
dengan pemerintah Hindia Belanda72.
Organisasi yang akan dibentuk itu diberi nama "Muhammadiyah", nama
yang berhubungan dengan nama nabi terakhir Muhammad SAW."'Berdasarkan
nama itu diharapkan bahwa setiap anggota Muhammadiyah dalam kehidupan
beragama dan bermasyarakat dapat menyesuaikan diri dengan pribadi Nabi
Muhammad SAW dan Muhammadiyah menjadi organisasi akhir zaman. Sementara
itu, Ahmad Dahlan berhasil mengumpulkan 6 orang dari Kampung Kauman, yaitu:
Sarkawi, Abdulgani, Syuja, M. Hisyam, M. Fakhruddin, dan M. Tamim untuk
menjadi anggota Budi Utomo dalam rangka mendapat dukungan formal Budi
Utomo dalam proses permohonan pengakuan dari Pemerintah Hindia Belanda
terhadap pembentukan Muhammadiyah.
Setelah seluruh persiapan selesai, berdasarkan kesepakatan bersama dan
setelah melakukan shalat istikharah akhirnya pada tanggal 18 November 1912 M
atau 8 Dzulhijjah 1330 H persyarikatan Muhammadiyah didirikan. Dalam
kesepakatan itu juga ditetapkan bahwa Budi Utomo Cabang Yogyakarta akan
membantu mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda agar
pembentukan Muhammadiyah diakui secara resmi sebagai sebuah badan hukum.
Pada hari Sabtu malam, tanggal 20 Desember 1912, pembentukan
Muhammadiyah diumumkan secara resmi kepada masyarakat dalam suatu
pertemuan yang dihadiri oleh tokoh masyarakat, pejabat pemerintah kolonial,
maupun para pejabat dan kerabat Kraton Kasultanan Yogyakarta maupun
Kadipaten Pakualaman. Pada saat yang sama, Muhammadiyah yang dibantu oleh
Budi Utomo secara resmi mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia
45
mengapa pemimpin agama dan yang tidak beragama selalu hanya beranggap,
mengambil keputusan sendiri tanpa mengadakan pertemuan antara mereka, tidak
mau bertukar pikiran memperbincangkan mana yang benar dan mana yang
salah?.
Ketiga, Manusia kalau mengerjakan pekerjaan apapun, sekali, dua kali,
berulang-ulang, maka kemudian jadi biasa. Kalau sudah menjadi kesenangan yang
dicintai. Kebiasaan yang dicintai itu sukar untuk dirubah. Sudah menjadi tabiat
bahwa kebanyakan manusia membela adat kebiasaan yang telah diterima, baik
dari sudut atau i’tiqat, perasaan kehendak maupun amal perbuatan. Kalau ada
yang akan merubah sanggup membela dengan mengorbankan jiwa raga.
Demikian itu karena anggapannya bahwa apa yang dimiliki adalah benar.
Keempat, Manusia perlu digolongkan menjadi satu dalam kebenaran, harus
bersama-sama menggunakan akal pikirannya untuk berpikir bagaimana sebenar-
nya hakikat dan tujuan manusia hidup di dunia. Manusia harus mempergunakan
pikirannya untuk mengoreksi soal itikad dan kepercayaannya, tujuan hidup dan
tingkah lakunya, mencari kebenaran yang sejati.
Kelima, Setelah manusia mendengarkan pelajaran-pelajaran fatwa yang
bermacam-macam membaca beberapa tumpuk buku dan sudah memper-
bincangkan, memikir-mikir, menimbang, membanding-banding kesana kemari,
barulah mereka dapat memperoleh keputusan, memperoleh kebenaran yang
sesungguhnya. Dengan akal pikirannya sendiri dapat mengetahui dan
menetapkan, inilah perbuatan yang benar.
Keenam, Kebanyakan para pemimpin belum berani mengorbankan harta
benda dan jiwanya untuk berusaha tergolongnya umat manusia dalam kebenaran.
Malah pemimpin-pemimpin itu biasanya hanya mepermainkan, memperalat
manusia yang bodoh-bodoh dan lemah.
Ketujuh, Ilmu terdiri atas pengetahuan teori dan amal (praktek), Dalam
mempelajari kedua ilmu itu supaya dengan cara bertingkat. Kalau setingkat saja
belum bisa mengerjakan tidak perlu ditambah.
Adapun misi dakwah yang pertama dari Muhammadiyah adalah kembali ke
Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammadiyah saw. Ia melihat, bahwa umat Islam
telah jauh melenceng dari apa yang digariskan oleh Nabi Muhammad saw. Pada
saat yang bersamaan, sistem pendidikan yang membuat mereka kembali ke
ajaran yang benar, masih minim jumlahnya. Karena itu, tugas Muhammadiyah,
selain memperbaiki keimanan melalui pendidikan, ia juga berdakwah dengan
karya nyata. Sebagai organisasi masyarakat yang berbasiskan agama, apalagi
ajarannya adalah untuk kembali pada sumber aslinya, Al-Qur’an dan Al-Hadist, di
tengah-tengah masyarakat yang berpesta dengan takhayul, bid’ah dan churafat
(TBC), bukan kecil hambatan, rintangan yang mesti dihadapinya. Bagi Ahmad
Dahlan, ajaran Islam tidak akan membumi dan dijadikan pandangan hidup
pemeluknya, kecuali dipraktikkan. Betapapun bagusnya suatu program, menurut
dahlan, jika tidak dipraktikkan, tak bakal bisa mencapai tujuan bersama78.
Praktik amal nyata yang fenomenal ketika menerapkan apa yang tersebut
dalam surah al-Ma’un yang secara tegas memberi peringatan kepada kaum
muslimin agar mereka menyayangi anak-anak yatim dan membantu fakir miskin.
Aplikasi surah al-Ma’un ini adalah terealisirnya rumah-rumah yatim dan
menampung orang-orang miskin. Kondisi ini terjadi pada zaman penjajahan jepang
yang menerapkan institusi romusha, yang merupakan lembaga kerja paksa untuk
usaha perang Jepang di Indonesia. Akibat romusha ini banyak rakyat yang
meninggal dunia anak-anak menjadi yatim, jumlah janda semakin bertambah,
kemiskinan semakin melilit. Inilah yang mendorong Muhammadiyah akhirnya
mendirikan Penolong Kesengsaran Oemoem di Panarukan, Jawa Timur79.
78Herry Mohammad, Dkk, “Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20”, “K.H. Ahmad Dahlan : Pembaru Dari Kauman”,
Jakarta, Gema Insani Press, 2006
79 Herry Mohammad, Dkk, “Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20”, “K.H. Ahmad Dahlan : Pembaru Dari Kauman”,
Ketika menerapkan Al-Qur’an surah 26 ayat 80, yang menyatakan bahwa
Allah menyembuhkan sakit seseorang, Muhammadiyah mendirikan balai
kesehatan masyarakat atau rumah sakit. Lembaga ini didirikan, selain untuk
memberi perawatan pada masyarakat umum, bahkan yang miskin digratiskan,
juga untuk memberi penyuluhan, betapa pentingnya arti sehat. Berbagai bentuk
penyuluhan diselenggarakan, agar masyarakat bisa hidup secara sehat
sebagaimana diajarkan oleh Muhammad saw. Bila umat sehat, mereka akan jadi
produktif yang manfaatnya untuk keluarga, umat dan negara. Al-Qur’an surah 96
ayat 1 yang memberi penekanan arti pentingnya membaca, diterjemahkan
dengan mendirikan lembaga-lembaga pendidikan. Dengan pendidikan, buta huruf
diberantas. Bila umat tak lagi buta huruf, maka mereka akan mudah menerima
informasi lewat tulisan-tentang agamanya. Dari lembaga pendidikan ini muncul
pula bahan-bahan bacaan, dalam bentuk buku, koran dan sejenisnya. Dengan
mengetahui huruf rakyat akan mampu membaca, ketika sudah mampu membaca
maka rakyat dapat melihat dunia. Membaca adalah jendela dunia80.
Amal nyata Muhammadiyah yang dikomandoi oleh Ahmad Dahlan, tak
pernah lepas dari tiga unsur di atas : rumah yatim dan fakir miskin, rumah sakit
dan lembaga pendidikan. Dan itu terus dilakukan oleh generasi penerus
Muhammadiyah sampai kini. Akhirnya usaha keras yang dirintis Ahmad Dahlan
akhirnya berbuah juga. Muhammadiyah menjadi pelopor organisasi sosial
kemasyarakatan yang berbasiskan agama serta memiliki corak pembaruan yang
khas dan dinamis.
Referensi :
“Sejarah Muhammadiyah”, <http://www.mail-
archive.com/kmnu2000@yahoogroups.com>, diakses pada 20 Juli 2009
“Sejarah Singkat Pendirian Persyarikatan Muhammadiyah”,
<http://www.republika.co.id>,
diakses pada 20 Juli 2009
Maman A. Madjid Minfas, “Muhammadiyah Versi Ahmad Dahlan : Gagasannya
Yang
Hampir Mati dan Terlupakan”, Majalah Tabligh Vol. 01/No. 12/ Juli
2003,<http://muhammadiyah-online.or.id>, diakses pada 20 Juli 2009
Herry Mohammad, Dkk, “Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20”, “K.H.
Ahmad Dahlan : Pembaru Dari Kauman”, Jakarta, Gema Insani Press, 2006
47
08_Review Materi_Halaqah Siyasi_KAMMI Komisariat UNY
Poin : Memahami sejarah Indonesia, memahami potensi Indonesia (geopolitik,
geoekonomi, geokultural,demografi), mengetahui sejarah dan perkembangan
Islam di Indonesia
Materi : Sejarah dan Perkembangan Islam di Indonesia
Referensi : Sejarah Pergerakan Politik Islam di Indonesia, Deliar Noer dan
Lafran Pane, Sejarah Muhammadiyah dan Nahdathul Ulama, Genealogi :
Intelejensia Muslim dan Kuasa, Yudhi Lathif
81 “Kiai Hasyim Asy’ari : Ulama Pembaharu Pesantren”, <http://www.tokohindonesia.com>, diakses pada 31 Juli 2009
82 “Kiai Hasyim Asy’ari : Ulama Pembaharu Pesantren”, <http://www.tokohindonesia.com>, diakses pada 31 Juli 2009
Afkar yang berarti “potret pemikiran” ini dibentuk sebagai wujud kepedulian Kiai
Wahab dan para kiai lainnya terhadap gejolak dan tantangan yang dihadapi oleh
umat Islam terkait dalam bidang praktik keagamaan, pendidikan dan politik.
Setelah peserta forum diskusi Tashwirul Afkar sepakat untuk membentuk
jamiyyah, maka Kiai Wahab merasa perlu meminta restu kepada Kiai Hasyim yang
ketika itu merupakan tokoh ulama pesantren yang sangat berpengaruh di Jawa
Timur. Setelah pertemuan dengan Kiai Wahab itulah, hati Kiai Hasyim resah.
Gelagat inilah yang nampaknya “dibaca” oleh Kiai Cholil Bangkalan yang terkenal
sebagai seorang ulama yang waskita (mukasyafah). Dari jauh ia mengamati
dinamika dan suasana yang melanda batin Kiai Hasyim. Sebagai seorang guru, ia
tidak ingin muridnya itu larut dalam keresahan hati yang berkepanjangan. Karena
itulah, Kiai Cholil kemudian memanggil salah seorang santrinya, As’ad Syamsul
Arifin (kemudian hari terkenal sebagai KH. As’ad Syamsul Arifin, Situbondo) yang
masih terhitung cucunya sendiri83.
Sesampainya di Jombang, As’ad segera ke kediaman Kiai Hasyim.
Kedatangan As’ad disambut ramah oleh Kiai Hasyim. Terlebih, As’ad merupakan
utusan khusus gurunya, Kiai Cholil. Setelah bertemu dengan Kiai Hasyim, As’ad
segera menyampaikan maksud kedatangannya, “Kiai, saya diutus oleh Kiai Cholil
untuk mengantarkan dan menyerahkan tongkat ini,” kata As’ad seraya
menyerahkan tongkat. Kiai Hasyim menerima tongkat itu dengan penuh perasaan.
Terbayang wajah gurunya yang arif, bijak dan penuh wibawa. Kesan-kesan indah
selama menjadi santri juga terbayang dipelupuk matanya. “Apa masih ada pesan
lainnya dari Kiai Cholil?” Tanya Kiai Hasyim. “ada, Kiai!” jawab As’ad. Kemudian
As’ad membacakan surat Thaha ayat 17-2384. Setelah mendengar ayat tersebut
dibacakan dan merenungkan kandungannya, Kiai Hasyim menangkap isyarat
bahwa Kiai Cholil tak keberatan apabila ia dan Kiai Wahab beserta para kiai
lainnya untuk mendirikan jamiyyah. Sejak saat itu proses untuk mendirikan
jamiyyah terus dimatangkan. Meski merasa sudah mendapat lampu hijau dari Kiai
Cholil, Kiai Hasyim tak serta merta mewujudkan niatnya untuk mendirikan
jamiyyah. Ia masih perlu bermusyawarah dengan para kiai lainnya,
Proses dari sejak Kiai Cholil menyerahkan tongkat sampai dengan
perkembangan terakhir pembentukan jamiyyah rupanya berjalan cukup lama. Tak
terasa sudah setahun waktu berlalu sejak Kiai Cholil menyerahkan tongkat kepada
Kiai Hasyim. Namun, jamiyyah yang diidam-idamkan tak kunjung lahir juga.
Tongkat “Musa” yang diberikan Kiai Cholil, maskih tetap dipegang erat-erat oleh
Kiai Hasyim. Tongkat itu tak kunjung dilemparkannya sehingga berwujud
“sesuatu” yang nantinya bakal berguna bagi ummat Islam. Sampai pada suatu
hari, As’ad muncul lagi di kediaman Kiai Hasyim dengan membawa titipan khusus
dari Kiai Cholil Bangkalan. “Kiai, saya diutus oleh Kiai Cholil untuk menyerahkan
tasbih ini,” kata As’ad sambil menyerahkan tasbih. “Kiai juga diminta untuk
mengamalkan bacaan Ya Jabbar Ya Qahhar setiap waktu,” tambah As’ad.
Entahlah, apa maksud di balik pemberian tasbih dan khasiat dari bacaan dua
Asma Allah itu. Mungkin saja, tasbih yang diberikan oleh Kiai Cholil itu merupakan
isyarat agar Kiai Hasyim lebih memantapkan hatinya untuk melaksanakan niatnya
mendirikan jamiyyah. Sedangkan bacaan Asma Allah, bisa jadi sebagai doa agar
niat mendirikan jamiyyah tidak terhalang oleh upaya orang-orang dzalim yang
hendak menggagalkannya. Qahhar dan Jabbar adalah dua Asma Allah yang
memiliki arti hampir sama. Qahhar berarti Maha Memaksa (kehendaknya pasti
terjadi, tidak bisa dihalangi oleh siapapun) dan Jabbar kurang lebih memiliki arti
yang sama, tetapi adapula yang mengartikan Jabbar dengan Maha Perkasa (tidak
bisa dihalangi/dikalahkan oleh siapapun).
83 Moh. Syaiful Bakhri, “Kilas Sejarah Seputar Pendirian NU”, Buletin Nahdliyah Edisi 1-2/September-Oktober 2006,
<http://serbasejarah.wordpress.com>, diakses pada 20 Juli 2009
84 Moh. Syaiful Bakhri, “Kilas Sejarah Seputar Pendirian NU”, Buletin Nahdliyah Edisi 1-2/September-Oktober 2006,
<http://serbasejarah.wordpress.com>, diakses pada 20 Juli 2009
49
Pada tanggal 31 Januari 1926 M. atau 16 Rajab 1345 H, hari Kamis, di
lawang Agung Ampel Surabaya, pada pertemuan ini, lahirlah organisasi baru yang
diberi nama "Jam’iyyah Nahdlatul Ulama". Kehadiran Jam'iyyah Nahdlatul Ulama'
dimaksudkan sebagai suatu organisasi yang dapat mempertahankan ajaran Ahlus
Sunnah Wal Jama'ah dari segala macam intervensi (serangan) golongan-golongan
Islam di luar Ahlus Sunnah Wal Jama'ah di Indonesia pada khususnya dan di
seluruh dunia pada umumnya, disamping itu juga dimaksudkan sebaga organisasi
yang mampu memberikan reaksi terhadap tekanan-tekanan yang diberikan oleh
Pemerintah Penjajah Belanda kepada ummat Islam di Indonesia85.
Setelah para ulama sepakat mendirikan jamiyyah yang diberi nama
Nahdlatul Ulama (NU), Kiai Hasyim meminta Kiai Ridhwan Nashir untuk membuat
lambangnya. Melalui proses istikharah, Kiai Ridhwan mendapat isyarat gambar
bumi dan bintang sembilan. Setelah dibuat lambangnya, Kiai Ridhwan menghadap
Kiai Hasyim seraya menyerahkan lambang NU yang telah dibuatnya. “Gambar ini
sudah bagus. Namun saya minta kamu sowan ke Kiai Nawawi di Sidogiri untuk
meminta petunjuk lebih lanjut,” pesan Kiai Hasyim. Dengan membawa sketsa
gambar lambang NU, Kiai Ridhwan menemui Kiai Nawawi di Sidogiri. “Saya oleh
Kiai Hasyim diminta membuat gambar lambang NU. Setelah saya buat gambarnya,
Kiai Hasyim meminta saya untuk sowan ke Kiai supaya mendapat petunjuk lebih
lanjut,” papar Kiai Ridhwan seraya menyerahkan gambarnya. Setelah memandang
gambar lambang NU secara seksama, Kiai Nawawie memberikan saran konstruktif:
“Saya setuju dengan gambar bumi dan sembilan bintang. Namun masih perlu
ditambah tali untuk mengikatnya.” Selain itu, Kiai Nawawie jug a meminta supaya
tali yang mengikat gambar bumi ikatannya dibuat longgar. “selagi tali yang
mengikat bumi itu masih kuat, sampai kiamat pun NU tidak akan sirna,” papar Kiai
Nawawie86.
2. Sesuai dengan yang diharapkan oleh bangsa Indonesia, maka sejak lahir,
Jam'iyyah NU telah berani memberikan reaksi secara aktif terhadap rencana
pemerintah Penjajah Belanda mengenai:
85 Drs KH Achmad Masduqi, “Riwayat Perjuangan Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’”, <http://pesantren.or.id.29.masterwebnet.com>,
diakses pada 20 Juli 2009
86 Moh. Syaiful Bakhri, “Kilas Sejarah Seputar Pendirian NU”, Buletin Nahdliyah Edisi 1-2/September-Oktober 2006,
<http://serbasejarah.wordpress.com>, diakses pada 20 Juli 2009
1. Ordonansi Perkawinan atau Undang-Undang Perkawinan, yang
isinya mengkombinasikan hukum-hukum Islam dengan hukum-
hukum yang dibawa Belanda dari Eropa.
2. Pelimpahan pembagian waris ke Pengadilan Negeri (Nationale
Raad) dengan menggunakan ketentuan hukum di luar Islam.
3. Persoalan pajak rodi, yaitu pajak yang dikenakan kepada warga
negara Indonesia yang bermukim di luar negeri.
4. Dan lain-lainnya.
51
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, Nahdlatul Ulama' yang
dibubarkan oleh penjajah Jepang bangkit kembali dan mengajak kepada seluruh
ummat Islam Indonesia untuk membela dan mempertahankan tanah air yang baru
saja merdeka dari serangan kaum penjajah yang ingin merebut kembali dan
merampas kemerdekaan Indonesia. Rais Akbar dari Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama, KH. Hasyim Asy'ari, mengeluarkan fatwa bahwa mempertahankan dan
membela kemerdekaan Indonesia adalah wajib hukumnya. Seruan dan ajakan NU
serta fatwa dari Rais Akbar ini mendapat tanggapan yang positif dari ummat
Islam; dan bahkan berhasil menyentuh hati nurani arek-arek Surabaya, sehingga
mereka tidak mau ketinggalan untuk memberikan andil yang tidak kecil artinya
dalam peristiwa 10 November '45.
Fatwa Jihad tersebut antara lain berisi : 1) Kemerdekaan Indonesia yang
diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus wajib dipertahankan, 2) Republik
Indonesia sebagai satu-satunya pemerintahan yang sah, harus dijaga dan ditolong,
3) Musuh Republik Indonesia, yaitu Belanda yang kembali ke Indonesia dengan
bantuan Sekutu (Inggris) pasti akan menggunakan cara-cara politik dan militer
untuk menjajah kembali Indonesia, 4) Umat Islam, terutama anggota NU harus
mengangkat senjata melawan Belanda dan sekutunya yang ingin menjajah
Indonesia kembali, 5) Kewajiban ini merupakan perang suci (jihad) dan merupakan
kewajiban bagi setiap muslim yang tinggal dalam radius 94 kilometer, sedangkan
mereka yang tinggal di luar radius tersebut harus membantu secara material
terhadap mereka yang berjuang89.
Fatwa jihad ini mendapatkan sambutan yang luar biasa dari segala lapisan
masyarakat, bakan Bung Tomo seorang tokoh utama dari Barisan Pemberontak
Republik Indonesia meminta dukungan dan menggunakan fatwa KH Hasyim
Asy’ari untuk melakukan perlawanan bersenjata melalui siaran radio. Melalui radio
pula Bung Tomo memompa semangat arek-arek Suroboyo yang punya semboyan
lebih baik berjuang dan mati daripada hidup kembali dijajah. Pompaan semangat
ini bagaikan api disiram dengan minyak ketika KH Hasyim Asy’ari mengeluarkan
fatwa jihadnya. Yang kemudian kita mengenal “Pertempuran 10 November”
sebagai salah satu pertempuran rakyat Indonesia yang paling heroik sepanjang
masa sehingga diperingati sebagai Hari Pahlawan setiap tahunnya.
Kontribusi yang diberikan NU dalam menegakkan perjuangan kemerdekaan
Indonesia tidaklah kecil. KH Hasyim Asy’ari dapat membuktikan bahwa ulama
tidak berdiri saja di belakang hijab dan meninggalkan medah jihad. Keutuhan
sikap ini menjadikan inspirasi besar bagi kita bahwa dakwah Islam tidaklah
sekuler, menunjukkan bahwa dakwah Islam adalah syumul (sempurna). Dimana
terdapat dakwah dan jihad, adanya ekspresi nyata dari dakwah Islam yang bisa
diaplikasikan riil di masyarakat. Semoga kisah perjuangan “Jamiyyah Nahdlatul
Ulama” memberikan inspirasi besar bagi aktivitas amal siyasi ikhwah sekalian.
Referensi :
“Kiai Hasyim Asy’ari : Ulama Pembaharu Pesantren”,
<http://www.tokohindonesia.com>, diakses pada 31 Juli 2009
Moh. Syaiful Bakhri, “Kilas Sejarah Seputar Pendirian NU”, Buletin Nahdliyah Edisi
1-2/September-Oktober 2006, <http://serbasejarah.wordpress.com>, diakses pada
20 Juli 2009
Drs KH Achmad Masduqi, “Riwayat Perjuangan Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’”,
<http://pesantren.or.id.29.masterwebnet.com>, diakses pada 20 Juli 2009
Herry Mohammad, Dkk, “Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20”, “K.H.
Hasyim Asy’ari : Fatwa Jihad Sang Ulama”, Jakarta, Gema Insani Press, 2006
89 Herry Mohammad, Dkk, “Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20”, “K.H. Hasyim Asy’ari : Fatwa Jihad Sang Ulama”,
Jakarta, Gema Insani Press, 2006
09_Review Materi_Halaqah Siyasi_KAMMI Komisariat UNY
Poin : Memahami manhaj dakwah kampus
Materi : Manhaj dakwah kampus
Referensi : Risalah Pergerakan Pemuda Islam, Musthafa Muhammad Thahan
53
Untuk menjalankan roda Dakwah Kampus, maka dibutuhkan personil-
personil, yaitu Aktivis Dakwah Kampus (ADK). ADK adalah kader dakwah dan
tarbiyah yang memiliki peran dalam Dakwah Kampus. Peran yang dilakukan bisa
berupa sebagai pengurus lembaga dakwah kampus, murobbi kampus, dan
sebagainya. Peran ADK ini bisa dijalankan oleh kader dakwah yang bertitel
mahasiswa, atau dosen, atau kader dakwah lainnya yang bersinggungan dengan
Dakwah Kampus. Mereka harus dapat bergerak bersama-sama dalam koridor
strategi dakwah kampus yang bersangkutan. Secara sederhana medan dakwah
kampus dapat dibagi kepada beberapa obyek, yaitu :
1. Civitas akademika
2. Pejabat dan pegawai
3. Alumni perguruan tinggi
4. Lembaga kemahasiswaan
5. Institusi perguruan tinggi
6. Institusi pemerintah terkait
7. Institusi kerjasama antar perguruan tinggi
8. Peraturan perundangan yang terkait
9. Kurikulum dan system administrasi perguruan tinggi
10.Sarana dan prasarana kampus.
Sebagaimana telah diungkapkan di atas, dalam pergerakannya dakwah
kampus memiliki medan tersendiri. Medan pergerakan dakwah kampus adalah
area di mana dakwah kampus mengaktualisasikan diri. Medan Dakwah Kampus
yaitu lingkungan internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap dakwah
kampus, meliputi manusia-manusianya (para civitas akademika, pejabat dan
pegawai kampus, alumni), sarana-sarananya (lembaga kemahasiswaan, institusi
perguruan tinggi, institusi pemerintah terkait, institusi kerjasama antar perguruan
tinggi), dan aturan main yang berlaku (peraturan perundangan terkait, kurikulum
dan sistem administrasi perguruan tingggi), serta sarana dan prasarana kampus.
Dan yang terakhir dalam kajian ini adalah tujuan Dakwah Kampus, terakhir dan
sangat penting. Karena tujuan dakwah kampus harus selalu menjadi satu hal yang
terus diingat oleh para ADK, agar mereka tahu ke mana arah dakwah kampus
berjalan93.
55
Capaian Strategis Dakwah Kampus
Perbaikan Individu, Individu atau mahasiswa dalam konteks dakwah kampus
perlu dibina sejak dini agar ia sebagai pribadi memiliki kepahaman keislaman yang
komprehensif. Sebagai seorang pria , ia akan menjadi seorang kepala keluarga
yang akan memimpin sebuah keluarga dan menjadi teladan bagi anak-anaknya. ,
begitu pula dengan seorang perempuan yang akan menjadi sosok Ibu untuk
keluarganya. Dimana ia akan mendidilk anak-anaknya untuk menjadi seorang
yang berdedikasi terhadap umat. Selain itu seorang individu juga dituntut untuk
mampu mengoptimalkan segala potensinya agar ia dapat menjadi da’i dimana pun
ia berada. Kemampuan seseorang untuk mempengaruhi lalu mengubah sesuatu.
Seorang kader dakwah yang terkibat dalam dakwah kampus diharapkan mampu
memiliki tujuan hidup sejak dini. Ia diharapkan mampu menentukan what am i
going to be ? dan membuat langkah-langkah yang perlu ditempuh untuk
mencapai tujuannya. Kita juga diharapkan dapat memikirkan tentang
problematika umat yang terjadi dan dengan potensi yang kita miliki, kita dapat
menjadi solusi perbaikan umat, baik secara parsial maupun integral.
Perbaikan Negara, Mahasiswa setelah lulus akan terlibat dalam struktur
sosial masyarakat. dalam bentuk ia bekerja di bidangnya masing-masing. Ada
mahasiswa yang nantinya akan menjadi dosen, profesional, birokrat, seniman, dan
lainnya yang akan menjadi unsur perbaikan bangsa dalam masyarakat. nantinya
mahasiswa akan masuk dalam salah satu dari 3 sektor, antara (1) sektor publik
yang terdiri dari birokrat, PNS, TNI/Polri, atau Diplomat. (2) sektor swasta yang
biasanya di isi oleh para profesional atau menjadi seorang wirasusaha, dan (3)
sektor masyarakat yang terdiri dari LSM, social workers,dan yayasan. Dengan
semakin banyaknya mahasiswa yang memiliki keseimbangan antara fikriyah,
jasadiyah, dan ruhiyah mengisi pos-pos dalam masyarakat ini, secara bertahap
akan mampu mengubah strukur masyarakat di negara ini.
Referensi :
Musthafa Muhammad Thahan, “Risalah Pergerakan Pemuda Islam”, Jakarta,
Penerbit VISI, 2002
Said Hawwa, “Membina Angkatan Mujahid : Studi Analitis atas Konsep Dakwah
Hassan Al-Banna dalam Risalah Ta’alim”, Solo, Era Intermedia, 2005
“Urgensi Dakwah Kampus”, <http://saliqilman.blogspot.com>, diakses pada 10
Agustus 2009
Ridwansyah Yusuf Achmad, “Urgensi Dakwah Kampus”,
<http://ridwansyahyusufachmad.wordpress.com>, diakses pada 10 Agustus 2009
10_Review Materi_Halaqah Siyasi_KAMMI Komisariat UNY
Poin : Memahami urgensi, kaifiat, adab, dan efektifitas amal jama’i dan syura
Materi : Amal jama’i dan syura dalam harokah Islam
Referensi : Ats Tsawabit wal Mutaghayirat, Jum’ah Amin Abdul Azis, Amal Jama’i
Karya Musthafa Masyur, Prinsip-prinsip Gerakan Dakwah
57
Ummah ukhrijat Linnasi ta'muruna bil ma'ruf watanhawuna anil munkar.” Dalil
dalil yang disebutkan ini asalnya dari Al-Qur'anul Karim adalah merupakan
panggilan yang bersifat jamak kepada hambahambaNya dan dari sinilah kita dapat
mengambil pelajaran bahwa dengan amal jama'i tersebut akan menyebabkan
sebuah amalan itu mengalami perkembangan, karena sesungguhnya tolong
menolong atau mengikat antara satu dengan yang lain, dan saling membantu
adalah merupakan salah satu diantara karakteristik agama Islam dan tidak
mungkin urusan ini diatur secara orang per-orang. Dibutuhkan ta'awun antara satu
dengan yang lain oleh karenanya di sinilah pentingnya amal jama'i tersebut.
Amal jama’i haruslah sistemik, berpijak di atas qiyadah (kepemimpinan)
yang bertanggungjawab, basis yang kokoh, persepsi yang jelas, dan diatur
keputusan, hubungan antara qiyyadah dengan jundi (prajurit) atas dasar
syuro(musyawarah) yang mengikat, atas dasar ketaatan yang penuh kesadaran
serta pemahaman. Di dalam amal jama’i, terdapat beberapa kaidah-kaidah wajib
yang harus dilakukan ketika dilakukan akan dilakukan pengambilan keputusan.
Keputusan jama’ah diambil lewat mekanisme syuro. Syuro merupakan nilai-nilai
islam yang tinggi. Syuro merupakan kewajiban yang syari dan secara prinsipil
merupakan bagian dari Islam. Karena Alloh SWT memerintahkan syuro
sebagaimana diperintahkannya shalat dan zakat. “Dan orang-orang yang
menerima seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka
diputuskan dengan musyawarah antara mereka, dan mereka menafkahkan
sebagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka ” (Q.S. As Syuura :38)
Syuro mengindikasikan adanya mekanisme yang bertanggung jawab.
Keputusan syuro adalah hasil kesepakatan bersama, sehingga wajib dilaksanakan
bersama pula. Dalam ilmu ekonomi modern, seorang manajer sebaiknya
melibatkan karyawannya dalam mengambil sebuah keputusan karena yang
demikian itu akan lebih membawa maslahat dan tanggung jawab bagi semua,
sehingga dalam menjalankan program kerja, ada rasa memiliki. Syuro adalah
mekanisme pengambilan keputusan yang sangat ideal untuk diterapkan di setiap
masa. Ketika dahulu Rasulullah SAW mengadakan syuro dengan para shahabat
tentang strategi menghadapi balasan kaum Quraisy, keputusan yang didapatkan
adalah menyongsong musuh di medan perang. Padahal secara pribadi Rasululloh
SAW lebih cenderung untuk menunggu musuh masuk kota Madinah dan
menjalankan taktik perang kota. Jelas sekali bahwa memang tidak ada wayhu
untuk menentukan bentuk taktik menghadapi seruban lawan, karena itulah
Rasulullah SAW menggelar syuro dengan para shahabat. Seandainya ada wahyu,
tidak akan terjadi syuro.
Syuro berisi diskusi, menggodok berbagai pandangan dalam urusan-urusan
masyarakat, dan membahas berbagai persoalan umat yang berkaitan dalam
penyelesaiannya. Lalu melakukan kristalisasi gagasan antar individu guna
mencapai keputusan yang paling utama, tepat, dan paling dekat dengan
kemaslahatan umat. Syuro bersifat wajib dan mengikat. Tidak boleh ada yang
membangkang atas keputusan syuro hanya karena opini pribadi yang menilai
salah atas keputusan. Karena pada hakikatnya yang dinilai dari syuro buakanlah
semata dari hasilnya, akan tetapi dari prosesnya juga. Syuro yang dilaksanakan
secara syar’i atas gagasan-gagasan syar’i, penuh keseriusan dan keteguhan,
senantiasa disiplin dan ikhlas ketika dihasilkan suatu keputusan, Insyaalah akan
menghasilkan keputusan yang ahsan.
11_Review Materi_Halaqah Siyasi_KAMMI Komisariat UNY
Poin : Memahami esensi kepemimpinan
Materi : Kepemimpinan
Referensi : Jundullah “Mengenal Intelektualitas dan Akhlak Tentara Allah”, Said
Hawwa, Al-Qidayah Wal Jundiyah, Karya Musthafa Masyur
59
kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami.
Kemudian dia menempuh jalan (yang lain). Hingga apabila dia telah sampai ke
tempat terbit matahari (sebelah timur), dia mendapati matahari itu menyinari
segolongan umat yang Kami tidak menjadikan bagi mereka sesuatu yang
melindunginya dari (cahaya) matahari itu. Demikianlah, sesungguhnya ilmu Kami
meliputi segala apa yang ada padanya (QS 18:86-91).
Melayani rakyat, Pemimpin yang baik adalah pelayan bagi masyarakat yang
dipimpinnya, karena Zulkarnain yang memiliki kekuasaan menunjukkan klasnya
sebagai pemimpin yang sejati dengan melayani dan melindungi rakyatnya, bahkan
tanpa meminta pembayaran sekalipun meskipun mereka mau membayarnya. Hal
ini nampak ketika dalam pengembaraannya, Zulkarnain mendapati suatu umat
yang sangat terbelakang sehingga mereka hampir tidak mengerti pembicaraan,
bahkan mereka sendiri dalam keadaan terancam dari Ya'juj dan Ma'juj yang suka
melakukan kerusakan di muka bumi. Maka Zulkarnain melibatkan semua
komponen masyarakat untuk membangun tembok yang sangat kuat yang terbuat
dari besi dan tembaga yang dibangun diantara dua gunung dengan ketinggian
mencapai puncak gunung sehingga tertutup bagi Ya'juj dan Ma'juj untuk
memasuki wilayah penduduk itu sehingga keberadaan (eksistensi) mereka bisa
dipertahankan.
Dengan keberhasilan itu, Zulkarnain tetap menyadari kelemahannya karena
semua itu adalah karunia Allah Swt, Allah Swt menceritakan hal ini dalam firman-
Nya: Kemudian dia menempuh jalan (yang lain lagi). Hingga apabila dia sampai
diantara dua buah gunung, dia mendapati dihadapan kedua bukit itu suatu kaum
yang hampir tidak mengerti pembicaraan. Mereka berkata: Hai Zulkarnain:
sesungguhnya Ya'juj dan Ma'juj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka
bumi. Maka dapatkah kami memberikan suatu pembayaran kepadamu, supaya
membuat dinding antara kami dan mereka?. Zulkarnain berkata: Apa yang telah
dikuasakan Tuhanku kepadaku terhadapnya adalah lebih baik, maka tolonglah aku
dengan kekuatan (manusia dan alat-alat) agar aku membuatkan dinding antara
kamu dan mereka. Berilah aku potongan-potongan besi. Hingga apabila besi telah
sama rata dengan dengan kedua (puncak) gunung itu, berkatalah Zulkarnain:
"Tiuplah (api itu)" hingga apabila besi itu sudah menjadi (merah seperti) api,
diapun berkata: Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar kutuangkan ke atas
besi panas itu". Maka mereka tidak bisa mendakinya dan mereka tidak bisa (pula)
melobanginya. Zulkarnain berkata: Ini adalah rahmat dari Tuhanku, maka apabila
sudah dating janji Tuhanku, Dia akan menjadikannya hancur luluh; dan janji
Tuhanku itu adalah benar (QS 18:84-98)
Menegakkan keadilan, Memberantas Kezaliman. Kesediaan Zulkarnain
membangun tembok yang kuat dari besi dan tembaga guna melindungi
masyarakat dari ganguan Ya'juj dan Ma'juj menunjukkan bahwa ia adalah
pemimpin yang sangat memberi perhatian kepada rakyat untuk memperoleh
keadilan dan terbebas dari segala bentuk kezaliman. Oleh karena itu, para
pemimpin dari level terendah hingga level tertinggi seharusnya berupaya untuk
menegakkan keadilan dan memberantas kezaliman, bukan malah bersekongkol
dengan orang-orang yang melakukan kezaliman. Pemimpin yang menegaakkan
keadilan dan memberantas kezaliman akan dikenang sepanjang masa sebagai
pemimpin yang baik, begitulah yang dialami oleh Umar bin Abdul Aziz, seorang
khalifah yang memimpin tidak sampai tiga tahun dan tidak diabadikan di dalam Al-
Qur'an, namun sejarah tidak melupakan jasanya dalam memimpin sehingga
keadilan yang ditegakkan dan kezaliman yang diberantas membuat kesejahteraan
dan kedamaian rakyatnya tercapai hingga pada masanya sulit untuk mencari
mustahik (orang yang berhak menerima zakat).
Berorientasi pada kebaikan. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang
selalu berorientasi pada kebaikan karena itu Zulkanain mengarahkan masyarakat
yang didatanginya dalam pengembaraan untuk beriman dan beramal shaleh.
Mereka dilibatkan dalam kerjasama yang baik ketika membangun tembok
pertahanan sehingga keamanan yang menjadi pilar penting dalam membangun
masyarakat bisa terwujud. Sekarang ini kita sangat mendambakan pemimpin yang
berlaku seperti demikian.
61
12_Review Materi_Halaqah Siyasi_KAMMI Komisariat UNY
Poin : Menguasai peta politik dan pergerakan mahasiswa, memahami kebijakan
etik di tingkat kampus, memahami struktur sosial (suku, bahasa, adat, kelas
sosial) di level kampus
Materi : Sejarah Gerakan Mahasiswa, Pemetaan kampus
Referensi : Bergerak Bersama Rakyat!, Suharsih dan Ign Mahendra, Pergolakan
Pemikiran Islam, Ahmad Wahib, Catatan Seorang Demonstran, Soe Hok Gie
63
Fase Perjuangan Bersenjata (1947-1949)
a. Tanggal 25 Maret 1947 ditandatangani perjanjian Linggarjati antara Belanda
dan Indonesia
b. Tanggal 21 Juli 1947, Agresi Kolonial I, HMI bersama pemerintah dan rakyat
melaqkukan perlawanan
c. Tanggal 17 januari 1948, terjadi perjanjian Renvil, HMI bersama Masyumi
tidak menyetujui
d. Tanggal 18 September 1948 terjadi teror berdarah di Madiun oleh PKI
melalui PPMI, HMI membentuk koprs mahasiswa dengan inti kesatuan
tempur HMI yang berjuang bersama tentara siliwangi Jawa Barat melawan
PKI. Dan pada saat itu pula, kekuatan yang dilancarkan
"Ikrar 17 Agustus 1945" dalam tubuh umat Islam. Maka untuk mecakup
semua lapanngan pekerjaan, pada tanggal 28 Desember 1945 di gedung seni seno
Jogyakarta diadakan kongres muslimin Indonesia II setelah kemerdekaan, dihadiri
129 organisasi. Dan salah satu keputusan kongres menyatakan bahwa HMI
sebagai organisasi Mahasiswa Islam. Lembar-lembar baru telah terbuka dengan
keeksistensian HMI ditenga umat bangsa Indonesia. Rupanya persatuan dan
kesatuan ini tidak berumur panjang, karena praktek politik yang dedaken
dikalangan umat Islam sendiri yang pada akhirnya Masyumi pecah, yaitu :a)
Tanggal 30 November 1947 PERTI memproklamirkan diri sebagai partai, b)
Tanggal 17 Juli PSII kembali berdiri sebagai partai, c) Tanggal 06 April 1947 NU
memproklamirkan diri sebagai partai, d) Akhirnya Masyumi pun berdiri sendiri
sebagai partai. Dampak dari kejadian ini mengovakan keutuhan perjanjian seni
seno maka tumbulah Organisasi pelajar, Mahasiswa dan keguruan untuk
kepentiangan-kepentingan partai tersebut97.
Fase Tantangan(1964-1965)
HMI melalui korps mahasiswa turut mengganyang PKI pada peristiwa
Madiun 1948, dendam kusumat PKI sebagai front HMI tak kunjung padam. Karena
itu ia memandang HMI sebagai Front islam terkuat sesudah Masyumi dan GPII.
Maka dihembus-hembuskanlah niat jeleknya, baik melalui kaki tangan PKI maupun
organisasi lain yang ia peralat untuk secepatnya menuntut pembubaran HMI.
Namun Soekarno sebagai presiden RI mengatakn "Go Ahead HMI", kenyataan
akhirnya menunjukkan PKI-lah yang justru dilarang di Indonesia setelah peristwa
30 September
Fase Kebangkitan HMI sebagai pelopor orde baru dan angkatan 66'(1966-1967)
Penumpasan PKI merupakan suatu momentum yang menguak fase baru
memasuki perjuangan menuntut tegaknya keadilan dan kebenaran serta
97 “Lembaran Sejarah HMI”, diakses pada 10 Agustus 2009
perbaikan ekonomi rakyat PPMI yang sudah ditunggangi PKI tidak bisa banyak bisa
diharapkan untuk menyuarakan keinginan mahasiswa pada saat itu (yang
akhirnya bubar), atas prakarsa ketua PB HMI Mar'ie Muhammad, pada tanggal 23
oktober 1965 untuk mendirikan KAMI yang dikenal dengan TRITURANYA-nya.
Setelah KAMI dibubarkan pada tanggal 27 Februar 1960 muncul KAPPI yang
didirikan pada tanggal 27 Februari 1966 berperan sebagai penerus KAMI yang
dipimpin oleh Husni Tamri( ketua PII ). Tanggal 4 maret 1966 didirikanlah lasykar
Arif Rahman Hakim dengan komandannya Fahmi Idris ( ketua HMI Jaya).
65
saat-saat Muhammadiyah bermuktamar ke-25 di Jakarta pada tahun 1936 Yang
pada saat itu dihembuskan pula cita-cita besar Muhammadiyah untuk mendirikan
Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) dan pada saat itu pula Pimpinan Pusat
(PP) Yang dipegang oleh KH. Hisyam (periode 1933-1937). Dan pada dikatakan
bahwa anggapan dan pemikiran mengenai perlunya menghimpun mahasiswa
Yang sehaluan dengan Muhammadiyah yaitu sejak konggres ke-25 tersebut99.
Namun demikian keinginan untuk menghimpun dan membina mahasiswa
Muhammadiyah pada saat itu masih vakum, karena pada waktu itu
Muhammadiyah masih belum memiliki Perguruan Tinggi seperti Yang
diinginkannya sehingga para mahasiswa Yang berada di Perguruan Tinggi lain baik
negeri ataupun swasta Yang sudah ada pada waktu itu secara ideologi tetap
berittiba' pada Muhammadiyah dalmn kondisi tetap mereka harus mau bergabung
dengan PM, NA ataupun Hizbul Wathon (HW). Pada perkembangan keberadaan
mereka Yang berada dalam ketiga organisasi otonom tersebut merasa perlu
adanya perkumpulan khusus mahasiswa Yang secara khusus anggotanya terdiri
dari mahasiswa Islam. Alternatif yang mereka pilih yaitu bergabung dalam
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). bahkan ada image waktu itu yang menyatakan
bahwa HMI adalah anak Muhammadiyah Yang diberi tugas khusus untuk
membawa mahasiswa dalam misi dan visi yang dimiliki oleh Muhammadiyah,
karena waktu itu ditubuh HMI sendiri dipegang oleh tokoh-tokoh Muhammadiyah
yang secara aktif mengelola HMI100.
Pada waktu itu Muhammadiyah secara kelembagaan turut mengeloia HMI
baik dari segi moral ataupun material, sampai belakangan ini menurut data-data
Yang ada di PP Muhammadiyah menyatakan bahwa Muhammadiyah (terutama
PTM dan RS Sosial) secara, materiil turut membiayai hampir setiap aktifitas HMI
baik mulai dari tingkat konggres sampai aktifitas sehari -hari. Disinilah sekali lagi
bukan.HMI yang turut menelorkan tokoh-tokoh Muhammadiyah tapi sebaliknya
bahwa Muhammadiyah yang dulu ikut aktif membesarkan HMI. Mengapa hal itu
dilakukan â?¦.? Jawabannya seperti dikemukakan diatas, yaitu bahwa HMI
diharapkan akan tetap konsisten dengan faham keagamaan Yang diilhami oleh
Muhammadiyah. Namun pada perkermbangannya dahulu mengalami perubahan-
perubahan khususnya dalam independensi diinginkan oleh Muhammadiyah oleh
Muhammadiyah lebih cenderung liberal dalam segala dalam segala aliran Yang
ada dalam teologi islam boleh mewarnai tubuh HMI aliran-aliran Asy'ariyah
(cenderung menghidupkan kembali sunnah-sunnah rosul), aliran syi'ah (Yang
cenderung mengkultuskan syaidina Ali bin Abi Tholib r.a), Mu'tazilah,
nasionalisme, sekularisme, pluralisme lainnya. Sementara dalam Muhammadiyah
tidaklah independensi Muhammadiyah ditekankan pada berpendapat namun
masib dalam konteks wacana islam masih tetap berideologi Al-quran dan As-
sunnah dalam Muhammadiyah tidak mengenal madzab-madzab yang ada seperti
madzab Syafi`I, Hambali dan Maliki101.
Melihat fenomena diatas, HMI yang kian melesat kealam berideologi
tersebut maka dengan diplomasinya pihak PP Muhammadiyah mengeluarkan
suatu policy atau kebijakan yaitu menyenyelamatkan kader-kader Muhammadiyah
yang masih berada dijenjang pendidikan menengah atau Pendidikan Tinggi. Pada
tanggal 18 Nofember 1955 keinginan Muhammadiyah untuk mendirikan PTM ini PP
Muhammadiyah melalui struktur kepemimpinannya membentuk departemen
pelajar dan mahasiswa yang menampung aspirasi aktif dari para pelajar dan
mahasiswa. Maka pada saat Muktamar Pemuda Muhammadiyah pertama di
Palembang tahun 1956 didalam keputusannya menetapkan langkah kedepan
Pemuda Muhammadiyah tahun 1956-1959 dan dalam langkah ini ditetapkan pula
usaha untuk menghimpun pelajar dan mahasiswa Muhammadiyah agar kelak
99 “Sejarah IMM”, <http://immunnes.blogspot.com>, diakses pada 10 Agustus 2009
100 “Sejarah IMM”, <http://immunnes.blogspot.com>, diakses pada 10 Agustus 2009
101 “Sejarah IMM”, <http://immunnes.blogspot.com>, diakses pada 10 Agustus 2009
menjadi pemuda Muhammadiyah atau warga Muhammadiyah yang mampu
mengemban amanah.Untuk lebih merealisasikan usaha PP Pemuda
Muhammadiyah tersebut maka lewat KOPMA (Konferensi Pimpinan Daerah
Muhammadiyah) se-Indonesia pada tanggal 5 Shafar 1381/18 Juli 1962 di
Surakarta, memutuskan untuk mendirikan IPM (Ikatan Pelajar Muhammadiyah). PP
Pemuda Muhammadiyah pada saat KONPIDA ini masih belum berhasil melahirkan
organisasi khusus Mahasiswa Muhammadiyah.
Pada saat itu nasib boleh duduk dalam kepengurusan IPM. Sehubungan
dengan semakin berkembangnya PTM yang dirintis oleh Fakultas Hukum Dan
Filsafat di Padang Panjang yang berdiri pada tanggal 18 Nofember 1955 namun
karena peristiwa pemberontakan PRRI kedua fakultas tersebut vakum, kemudian
berdiri di Jakarta PT Pendidikan guru yang kemudian berganti nama menjadi IKIP.
Pada tahun 1958 dirintis fakultas serupa di Surakarta, di Yogyakarta berdiri
akademi Tabligh Muhammadiyah dan di Jakarta berdiri pula FIS (Fakultas Ilmu
Sosial) yang sekarang UMJ. Karena semakin berkembangnya PTM-PTM yang sudah
ada maka pada tahun 1960-an ide-ide untuk menangani khusus mahasiswa
Muhammadiyah semakin kuat. PP Pemuda Muhammadiyah yang oleh PP
Muhammadiyah dan Muktamar ke-I di Palembang (1956) dibebani tugas untuk
menampung aspirasi aktif para Mahasiswa Muhammadiyah, segera membentuk
Study Group yang khusus Mahasiswa yang berasal dari Malang, Yogyakarta,
Bandung, Surabaya, Padang, Ujung Pandang dan Jakarta.
Menjelang Muktamar Muhammadiyah setengah abad di Jakarta tahun 1962
mengadakan kongres Mhasiswa Muhammadiyah di Yogyakarta dan dari kongres
ini semakin santer upaya para tokoh Pemuda untuk melepaskan Departemen
Kemahasiswaan untuk berdiri sendiri. Pada 15 Desember 1963 mulai diadakan
pejajagan dengan didirikannya Dakwah mahasiswa yang dikoordinir oleh : Ir.
Margono, Dr. Sudibjo Markoes dan Drs. Rosyad Saleh. Ide pembentukan ini berasal
dari Drs. Moh. Djazman yang waktu itu sebagai Sekretaris PP Pemuda
Muhammadiyah. Dan sementara itu desakan agar segera membentuk organisasi
khusus mahasiswa dari berbagai kota seperti Jakarta dengan Nurwijo Sarjono MZ.
Suherman, M. yasin, Sutrisno Muhdam, PP Pemuda Muhammadiyah dll-nya.
Akhirnya dengan restu PP Muhammadiyah waktu itu diketuai oleh H.A. Badawi,
dengan penuh bijaksana dan kearifan mendirikan organisasi yang khusus untuk
Mahasiswa Muhammadiyah yang diketuai oleh Drs. Moh. Djazman sebagai
koordinator dengan anggota M. Husni Thamrin, A. Rosyad Saleh, Soedibjo
Markoes, Moh. Arief dll102.
Sejak kegiatan pendidikan tinggi atau perguruan tinggi Muhammadiyah
berkembang pada tahun 1960-an itulah kembali santer ide tentang perlunya
organisasi yang khusus mewadahi dan menangani mahasiswa. Sementara itu,
menjelang Muktamar Muhammadiyah Setengah Abad di Jakarta pada tahun 1962,
mahasiswa-mahasiswa perguruan tinggi Muhammadiyah mengadakan Kongres
Mahasiswa Muhammadiyah di Yogyakarta. Dari kongres ini pula upaya untuk
membentuk organisasi khusus bagi mahasiswa Muhammadiyah kembali
mengemuka. Pada tanggal 15 Desember 1963 mulai diadakan penjajagan
berdirinya Lembaga Dakwah Mahasiswa yang idenya berasal dari Drs. Mohammad
Djazman, dan kemudian dikoordinir oleh Ir. Margono, dr. Soedibjo Markoes, dan
Drs. A. Rosyad Sholeh103.
Dorongan untuk segera membentuk wadah bagi mahasiswa
Muhammadiyah juga datang dari para mahasiswa Muhammadiyah yang ada di
Jakarta seperti Nurwijoyo Sarjono, M.Z. Suherman, M. Yasin, Sutrisno Muhdam dan
yang lainnya. Dengan banyaknya desakan dan dorongan tersebut, maka PP
Pemuda Muhammadiyah -- waktu itu M. Fachrurrazi sebagai Ketua Umum dan M.
67
Djazman Al Kindi sebagai Sekretaris Umum-- mengusulkan kepada PP
Muhammadiyah --yang waktu itu diketuai oleh K.H. Ahmad Badawi-- untuk
mendirikan organisasi khusus bagi mahasiswa yang diiberi nama Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah --atas usul Drs. Mohammad Djazman yang--, dan
kemudian disetujui oleh PP Muhammadiyah serta diresmikan pada tanggal 14
Maret 1964 (29 Syawwal 1384). Peresmian berdirinya IMM itu resepsinya diadakan
di gedung Dinoto Yogyakarta; dan ditandai dengan penandatanganan "Enam
Penegasan IMM" oleh K.H. Ahmad Badawi, yang berbunyi:
a. Menegaskan bahwa IMM adalah gerakan mahasiswa
Islam;
b. Menegaskan bahwa kepribadian Muhammadiyah adalah
landasan perjuangan IMM;
c. Menegaskan bahwa fungsi IMM adalah sebagai eksponen
mahasiswa dalam Muhammadiyah
d. Menegaskan bahwa ilmu adalah amaliah dan amal adalah
ilmiah;
e. Menegaskan bahwa IMM adalah organisasi yang sah
mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan
dan falsafah negara yang berlaku
f. Menegaskan bahwa amal IMM adalah lilLahi Ta'ala dan
senantiasa diabdikan untuk kepentingan rakyat.
69
organisasi”105.
Tetapi sampai pada Kongres IPNU ke 2 (Awal 1957 di pekalongan)dan ke 3
(akhir 1958 di Cirebon) NU masih memandang belum perlu adanya organisasi
kemahasiswaan. Baru kemudian pada tahun 1959 IPNU membuat departemen
yang kemudian dikenal dengan Departemen Perguruan Tinggi IPNU. Satu tahun
kemudian setelah Departemen Perguruan Tinggi IPNU ini dianggap tidak efektif
dan tidak cukup menampung aspirasi mahasiswa NU, maka pada Konprensi Besar
IPNU (14-16 Maret 1960) di Kaliurang sepakat mendirikan organisasi tersendiri.
Rekomendasi ini dimanfaatkan dengan baik oleh 13 tokoh, yakni; Chalid Mawardi
(Jakarta), Said Budairy (Jakarta), M. Shabih ubaid (Jakarta), Makmun Syukri BA.
(Bandung), Hilman (Bandung), H. Ismail Makky (Yogyakarta), Munsif Nachrawi
(Yogyakarta), Nurilhuda Suady HA. (Surakarta), Laily Mansyur (Surakarta), Abdul
Wahab Djailani (semarang), Hisbullah Huda (Surabaya), M. Chalid Marbuko
(Malang), dan Ahmad Husein (Makasar). Pada tanggal 14-16 April 1960, mereka
menggodok organ baru di TPP Khadijah Surabaya. Akhirnya, tanggal 17 April 1960
lahirlah organisasi mahasiswa NU yang diberi nama Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia (PMII)106.
Dalam perjalanan selanjutnya, PMII merasa tidak strategis dan mengalami
keterbatasan langkah di bawah naungan NU –ketika itu berfusi ke PPP. Maka pada
tahun 1972, PMII mendeklarasikan Independensi dari NU dalam ajang Munas di
Murnajati. Deklarasi ini terkenal dengan Deklarasi Murnajati. Adapun tim perumus
Deklarasi Murnajati adalah; Umar Basalin (Bandung), Madjidi Syah (Bandung),
Slamet Efendi Yusuf (Yogyakarta), Man Muhammad Iskandar (Bandung),
Choirunnisa’ Yafizhan (medan), Tatik Farikhah (Surabaya), Rahman indrus dan
Muiz Kabri (Malang). Sejauh pertimbangan-pertimbangan yang terekam dalam
dokumen historis, sikap independensi itu tidak lebih dari dari proses pendewasaan.
PMII sebagai generasi muda bangsa yang ingin lebih eksis dimata masyarakat
bangsanya. Ini terlihat jelas dari tiga butir pertimbangan yang melatar belakangi
sikap independensi PMII tersebut.
Pertama, PMII melihat pembangunan dan pembaharuan mutlak
memerlukan insan-insan Indonesia yang berbudi luhur, taqwa kepada Allah SWT,
berilmu dan cakap serta tanggung jawab, bagi keberhasilan pembangunan yang
dapat dinikmati secara merata oleh seluruh rakyat. Kedua, PMII selaku generasi
muda indonesia sadar akan perannya untuk ikut serta bertanggungjawab, bagi
keberhasilan pembangunan yang dapat dinikmati secar merata oleh seluruh
rakyat. Ketiga, bahwa perjuangan PMII yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-
nilai moral dan idealisme sesuai deklarasi tawangmangu, menuntut
berkembangnya sifat-sifat kreatif, keterbukaan dalam sikap, dan pembinaan rasa
tanggungjawab. Berdasarkan pertimbangan itulah, PMII menyatakan diri sebagai
organisasi Independent, tidak terikat baik sikap maupun tindakan kepada
siapapun, dan hanya komitmen terhadap perjuangan organisasi dan cita-cita
perjuangan nasional yang berlandaskanPancasila107.
Proses peleburan
Proses peleburan ketiga organisasi mahasiswa mulai tampak, ketika pada
awal bulan September 1953, Gerakan Mahasiswa Demokrat Indonesia (GMDI)
melakukan pergantian pengurus, yakni dari Dewan Pengurus lama yang dipimpin
Drs. Sjarief kepada Dewan Pengurus baru yang diketuai oleh S.M. Hadiprabowo.
Dalam satu rapat pengurus GMDI yang diselenggarakan di Gedung Proklamasi,
Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta, tercetus keinginan untuk mempersatukan
ketiga organisasi yang seasas itu dalam satu wadah. Keinginan ini kemudian
disampaikan kepada pimpinan kedua organisasi yang lain, dan ternyata mendapat
sambutan positif. Setelah melalui serangkaian pertemuan penjajagan, maka pada
Rapat Bersama antar ketiga Pimpinan Organisasi Mahasiswa tadi, yang
diselenggarakan di rumah dinas Walikota Jakarta Raya (Soediro), di Jalan Taman
Suropati, akhirnya dicapai sejumlah kesepakatan antara lain:
Setuju untuk melakukan fusi
Wadah bersama hasil peleburan tiga organisasi bernama "Gerakan
Mahasiswa Nasional Indonesia" (GMNI).
Asas organisasi adalah: Marhaenisme ajaran Bung Karno.
Sepakat mengadakan Kongres I GMNI di Surabaya, dalam jangka waktu
enam bulan setelah pertemuan ini.
GMNI dan Ideologi Marhaenisme GMNI tak pernah lepas dari ideologinya
yaitu marhaenisme meskipun pada tahun 1983 harus menerima keadaan
pancasila sebagai ideologi dan asas, meski pancasila jaman ORBa tidak seperti
Pancasila yang dipidatokan oleh Bung karno pada tanggal 1 JUni 1945. namun
,atau tidak mau suka tidak suka karena siapa lagi kalu bukan GMNI yang harus
menjaga keberadan pancasila senbagai dasar negara. Meski sebenarnya
Marhaenisme itu tidak sama dengan pancasila karena fungsinya pun berbeda dan
pemaknaannya berbeda, serupa tapi tak sama109.
Marhaenisme adalah marxisme yang diterapkan sesuai situasi dan kondisi
Indonesia. sebenarnya memang benar marhaenisme itu marxisme yang
diterapkan sebagai sutuasi dan kondisi di Indonesia, karena di dalam Marhaenisme
tidak kenal manifesto komunis. tanpa marxisme marheinisme tidak akan mampu
menerangkan kondisi ideologi yang dihadapi rakyat Indonesia, bahwa
marhaenisme seperti halnya 10 tesis marhaenisme adalah melupakan ajran
ideologi yang berlandaskan pada pemikiran-pemikiran Karl mark. ajaran
marhaenisme itu ajran ideologi kiri, karena tanpa ideologi kiri kemerdekaan
Indonesia tidak akan tercapai. marhaensime itu memiliki kerangka pikir marxisme,
Dialektika, dan historis materialisme. Namun marhaenisme ini tidak mampu
diteruskan oleh pengikut ajarannya dalam menciptakan teori-teori perjuangan
terbaru, tidaks seperti marxisme. Kemampuan kader memahami ideologipun
berbeda-beda berdasarkan latar belakang kemampuan, kecerdasan, dan
kepentingan hidup kader GMNi rata-rata tidak berhubungan langsung dengan apa
yang menjadi landasan perlawanan kaum Marhaen.
Referensi :
“Lembaran Sejarah HMI”, diakses pada 10 Agustus 2009
“Sejarah IMM”, <http://immunnes.blogspot.com>, diakses pada 10 Agustus 2009
“Sejarah IMM”, DPD IMM Jawa Tengah <http://acep6te.net>, diakses pada 10
Agustus 2009
“Sejarah PMII”, <http://pmmiub.wordpress.com>, diakses pada 10 Agustus 2009
108 “Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia”, <http://id.wikipedia.org/wiki/Gerakan_Mahasiswa_Nasional_Indonesia>, diakses
pada 10 Agustus 2009
109 “56 Tahun GMNI Idealisme, Materialisme dan Pragmatisme”, <http://dumadia.wordpress.com>, diakses pada 10 Agustus
2009
71
“Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia”,
<http://id.wikipedia.org/wiki/Gerakan_Mahasiswa_Nasional_Indonesia>, diakses
pada 10 Agustus 2009
“56 Tahun GMNI Idealisme, Materialisme dan Pragmatisme”,
<http://dumadia.wordpress.com>, diakses pada 10 Agustus 2009