Anda di halaman 1dari 9

KHITTAH PERJUANGAN MUHAMMADIYAH

A. PENGERTIAN DAN FUNGSI KHITTAH


Secara bahasa atau lughawiy ) khittah berasal dari bahasa Arab "Khiththatun )
yang berarti garis atau langkah. Sedangkan secara istilah, Khittah yaitu pedoman, arahan,
kebijakan, atau langkah-langkah persyarikatan Muhammadiyah untuk mewujudkan keyakinan
dan cita-cita hidup dan perjuangan persyarikatan Muhammadiyah
Berdasarkan pengertian di atas maka Khittah Muhammadiyah merupakan :
1. Rumusan yang berisi arah, kebijakan dan langkah-langkah persyarikatan Muhammadiyah
dalam bentuk garis besar,
2. Pedoman untuk tercapainya tujuan Muhammadiyah

Fungsi Khittah Perjuangan Muhammadiyah adalah sebagai landasan berfikir dan amal
usaha setiap pimpinan dan anggota sesuai dengan garis-garis besar perjuangan yang tercantum
dalam landasan idiil persyarikatan. Komponen yang termasuk dalam landasan idiil
Muhammadiyah antara lain Muqoddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah (MADM), Matan
Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah (MKCHM) dan Kepribadian
Muhammadiyah. Dengan demikian, hubungan antara Khittah Muhammadiyah dengan tiga
rumusan landasan idiil tersebut adalah sebagai penjelasan atau penjabaran.

B. MACAM-MACAM KHITTAH PERJUANGAN MUHAMMADIYAH


Dari semenjak Muhammadiyah berdiri (8 Dzul Hijjah 1330/18 November 1912) sampai
sekarang sudah merumuskan Khittah Perjuangan sebanyak enam kali.
Berikut adalah 6 (enam) Khittah Muhammadiyah yang dihasilkan dari masa ke masa :
1. Khittah “Dua Belas Langkah Muhammadiyah” yang dirumuskan tahun 1938-1940 pada
masa kepemimpinan KH. Mas Mansyur.
2. Khittah Palembang yang dirumuskan tahun 1956-1959 pada Muktamar Muhammadiyah ke-
33 tahun 1956 di Palembang pada masa kepemimpinan Buya A.R. Sutan Mansur.
3. Khittah Perjuangan Muhammadiyah 1969 atau Khittah Ponorogo, dirumuskan dalam Sidang
Tanwir Muhammadiyah tahun 1969 di Ponorogo, Jawa Timur, pada masa kepemimpinan
KH. A.R. Fachruddin
4. Khittah Perjuangan Muhammadiyah 1971 yang dirumuskan pada Muktamar
Muhammadiyah ke-38 di Ujung Pandang masa kepemimpinan KH. A.R. Fachruddin
5. Khittah Perjuangan Muhammadiyah 1978 yang dirumuskan dalam Muktamar
Muhammadiyah 1978 di Surabaya masa kepemimpinan KH. A.R. Fachruddin
6. Khittah Muhammadiyah dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara yang dirumuskan dan
ditetapkan dalam Sidang Tanwir Muhammadiyah tahun 2002 di Denpasar Bali. Karena
ditetapkan di Denpasar, maka Khittah ini sering disebut Khittah Denpasar atau Khittah Bali.
Khittah tersebut dirumuskan pada masa kepemimpinan Prof. Dr. H. Ahmad Syafii
Ma’arif,M.A.
C. PENJABARAN DARI MACAM-MACAM KHITTAH PERJUANGAN
MUHAMMADIYAH

1. Dua Belas Langkah Muhammadiyah (1938-1940)


Langkah dua belas muhammadiyah tahun 1938-1940 lebih menekankan pada garis-
garis besar program muhammadiyah yang ditetapkan untuk kurun waktu tertentu yaitu mulai
tahun 1928 dan diharapkan tuntas atau tercapai penyelesaiannya pada tahun 1940 (satu
periode kepemimpinan). Pada periode ini terkenal dengan sebutan Langkah Dua Belas
Muhammadiyah, yang dirumuskan pada periode kepemimpinan K.H. Mas Mansur.
Perumusan Dua Belas Langkah Muhammadiyah dilatar belakangi oleh perenungan
dan telaah K.H. Mas Mansyur bahwa Muhammadiyah adalah gerakan Islam. Pimpinan
Muhammadiyah dan warga persyarikatan pada umumnya dapat memahami bahwa Islam
satu-satunya ajaran hidup dan penekanan paham Islam dalam Muhammadiyah yang harus
diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun isi dari Dua Belas Langkah Muhammadiyah itu adalah sebagai berikut:
1) Memperdalam masuknya iman
2) Memperluas paham agama
3) Memperbuahkan budi pekerti
4) Menuntun amal intiqad
5) Menguatkan persatuan
6) Menegakkan keadilan
7) Melakukan kebijaksanaan
8) Menguatkan majelis tanwir
9) Mangadakan konferensi bagian
10) Mempermusyawaratkan putusan
11) Mengawaskan gerakan dalam
12) Mempersambungkan gerakan luar
Dua belas langkah Muhammadiyah tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua,
yakni langkah ilmi dan langkah amali. Langkah ilmi yaitu langkah-langkah yang masih
memerlukan penjelasan (berupa ilmu) sebelum dilaksanakan. Hal ini terdapat pada langkah
nomor satu sampai dengan nomor tujuh. Sedangkan langkah amali yaitu langkah-langkah
yang tinggal mengamalkan atau melaksanakan, sehingga tidak perlu dijelaskan. Hal ini
terdapat pada langkah nomor delapan sampai dengan dua belas.

2. Khittah Palembang 1956 – 1959


Khittah palembang ini dirumuskan pada muktamar muhammadiyah ke 33 tahun
1956 di palembang pada periode kepemimpinan AR (Ahmad Rasyid) Sutan Mansur. Isi
khittah palembang menguraikan 7 langkah pokok yang berisi kebijakan program dalam
muhammadiyah untuk tahun 1956-1959. Khittah palembang mirip dengan dua belas langkah
muhammadiyah yaitu menanamkan kembali kesadaran akan posisi muhammadiyah sebagai
gerakan islam yang memerlukan pagar tertentu agar menjadi pedoman bersikap dan
bertindak bagi seluruh anggotanya.
Isi (matan) Khittah Palembang memuat hal-hal berikut:
1) Menjiwai Pribadi Anggota dengan Iman, Ibadah, Akhlak, dan Ilmu Pengetahuan
2) Melaksanakan Uswatun Hasanah
3) Mengutuhkan Organisasi Dan Merapikan Administrasi
4) Memperbanyak Dan mempertinggi Mutu Amal
5) Mempertinggi Mutu Anggota Dan Membentuk Kader
6) Mempererat Ukhuwah Islamiyah
7) Menuntun Penghidupan Anggota

Khittah Palembang bertujuan untuk membentuk masyarakat yang utuh, khairu


ummah atau masyarakat Islam. Usaha ini tidak cukup hanya dengan kegiatan dakwah
semata, akan tetapi juga harus didukung dengan organisasi dan administrasi yang baik.
Dalam hal tersebut Muhammadiyah merumuskan kerangka dasar yang melegitimasi kerja
sosial, khususnya melalui pimpinan dan anggotanya yang disebut dengan Khittah
Palembang.

3. Khittah Perjuangan Muhammadiyah 1969 (Khittah Ponorogo)


Khittah perjuangan muhammadiyah 1969 dirumuskan pada sidang tanwir
muhammadiyah tahun 1969 di ponorogo, Jawa Timur pada periode kepemimpinan KH.
A.R. (Abdul Razaq) Fahrudin. Khittah ponorogo pada dasarnya menjelaskan dan
menegaskan kepada seluruh warga negara Indonesia bahwa muhammadiyah adalah
organisasi dakwah Islam yang bekerja dalam bidang kemasyarakatan. Khittah ini merupakan
kelanjutan dari amanah Muktamar Muhammadiyah ke-37 tahun 1968 di Yogyakarta, yang
antara lain merumuskan sikap Muhammadiyah dalam menghadapi perkembangan politik
pada masa pemberontakan G/30/S/PKI tahun 1965 dan tumbuhnya Partai Muslimin
Indonesia (PARMUSI).
Khittah Ponorogo adalah penegasan peran Muhammadiyah dalam dakwah amar
ma’ruf nahi munkar yang dilakukan melalui jalur politik. Isi (matan) Khittah Ponorogo
dibagi menjadi dua bagian, yaitu pola dasar perjuangan dan program dasar perjuangan.

1) Pola Dasar Perjuangan


a. Muhammadiyah berjuang untuk mencapai atau mewujudkan suatu cita-cita dan
keyakinan hidup, yang bersumber ajaran Islam.
b. Da’wah Islam dan amar m'aruf nahi munkar dalam arti dan proporsi yang sebenar-
benarnya sebagaimana yang dituntunkan oleh Muhammad Rasulullah saw. adalah
satu-satunya jalan untuk mencapai cita-cita dan keyakinan hidup tersebut.
c. Da’wah Islam dan amar ma’ruf nahi munkar seperti yang dimaksud harus
dilakukan melalui 2 (dua) saluran atau bidang secara simultan: Saluran politik
kenegaraan (politik praktis) dan Saluran masyarakat.
d. Untuk melakukan perjuangan da’wah Islam dan amar ma’ruf nahi munkar seperti
yang dimaksud diatas dibuat alatnya masing-masing yang berupa organisasi:
1. Untuk saluran atau bidang politik, kenegaraan (politik praktis) dengan
organisasi politik (partai).
2. untuk saluran atau bidang masyarakat dengan organisasi non partai.
e. Muhammadiyah sebagai organisasi memilih dan menempatkan diri “Gerakan Islam
dan amar ma’ruf nahi munkar dalam bidang masyarakat”. Sedang untuk alat
perjuangan dalam bidang politik kenegaraan (politik praktis), Muhammadiyah
membentuk satu partai politik diluar organisasi Muhammadiyah.
f. Muhammadiyah harus menyadari bahwa partai tersebut adalah merupakan
proyeknya dan wajib membinanya.
g. Antara Muhammadiyah dan partai tidak ada hubungan organisatoris, tetapi tetap
memiliki hubungan idiologis.
h. Masing-masing berdiri dan berjalan sendiri-sendiri menurut caranya sendiri-sendiri,
tetapi dengan saling pengertian dan menuju tujuan yang satu.
i. Pada prinsipnya tidak dibenarkan adanya rangkap jabatan, terutama jabatan
pimpinan antara keduanya demi tertibnya pembagian pekerjaan (spesialisasi).

2) Program Dasar Perjuangan


Dengan dakwah dan amar ma’ruf nahi mungkar dalam arti proporsi yang
sebenarbenarnya, muhammadiyah harus mampu membuktikan bahwa ajaran islam
mampu mengatur masyarakat dalam NKRI yang berpancasila dan ber UUD 1945
menjadi masyarakat yang adil dan makmur serta sejahtera, bahagia, materil, dan spritual
yang diridhoi Allah SWT.

4. Khittah Perjuangan Muhammadiyah 1971 (Khittah Ujung Pandang)


Dirumuskan pada muktamar ke 38 tahun 1971 di ujung pandang pada periode
kepemimpinan KH AR (Abdul Razaq) Fahrudin. Khittah ujung pandang menegaskan sikap
muhammadiyah khususnya terhadap politik. Berikut merupakan penetapan khittah pada
periode ini:
a. Muhammadiyah adalah Gerakan Da’wah Islam yang beramal dalam segala bidang
kehidupan manusia dan masyarakat.
b. Setiap anggota Muhammadiyah sesuai dengan hak asasinya dapat tidak memasuki atau
memasuki organisasi lain, sepanjang tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang
berlaku dalam Persyarikatan Muhammadiyah.
c. Untuk lebih memantapkan Muhammadiyah sebagai gerakan da’wah Islam setelah
pemilu tahun 1971, Muhammadiyah melakukan amar ma’ruf nahi munkar secara
konstruktif dan positif terhadap Partai Muslimin Indonesia (PARMUSI).
d. Untuk lebih meningkatkan partisipasi Muhammadiyah dalam pelaksanaan
pembangunan nasional.

5. Khittah Perjuangan Muhammadiyah 1978 (Khittah Surabaya)


Dirumusakan pada Muktamar Muhammadiyah ke-40 tahun 1978 di Surabaya pada
periode kepemimpinan KH AR (Abdul Razaq) Fahrudin. Khittah ini merupakan
penyempurnaan dari Khittah Ujung Pandang. Penyempurnaan yang sangat tampak adalah
pada bagian sikap Muhammadiyah terhadap politik. Sebagai penyempurnaan, maka Khittah
ini disusun ke dalam lima aspek, yaitu hakikat Muhammadiyah, hubungan Muhammadiyah
dengan masyarakat, Muhammadiyah dengan politik, Muhammadiyah dan ukhuwah
Islamiyah, dan dasar program Muhammadiyah. Di bawah ini adalah isi (matan) Khittah
Perjuangan Muhammadiyah tahun 1978:
1) Hakikat Muhammadiyah
Perkembangan masyarakat Indonesia, baik yang disebabkan oleh daya dinamika dari
dalam ataupun karena persentuhan dengan kebudayaan dari luar, telah menyebabkan
perubahan tertentu. Perubahan itu menyangkut seluruh segi kehidupan masyarakat,
diantaranya bidang sosial, ekonomi, politik dan kebudayaan yang menyangkut perubahan
struktural dan perubahan pada sikap serta tingkah laku dalam hubungan antar manusia.
Muhammadiyah sebagai gerakan, dalam mengikuti perkembangan dan perubahan
itu, senantiasa mempunyai kepentingan untuk melaksanakan amar ma'ruf nahyi munkar,
serta menyelenggarakan gerakan dan amal usaha yang sesuai dengan lapangan yang
dipilihnya, ialah masyarakat, sebagai usaha Muhammadiyah untuk mencapai tujuannya:
"Menegakkan dan menjungjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam
yang sebenar-benarnya". Dalam melaksanakan usaha tersebut, Muhammadiyah berjalan
diatas prinsip gerakannya, seperti yang dimaksud dalam "Mattan Keyakinan dan Cita-cita
Hidup Muhammadiyah". Keyakinan dan cita-cita Hidup Muhammadiyah itu senantiasa
menjadi landasan gerakan Muhammadiyah, juga bagi gerakan amal usaha dan
hubungannya dengan kehidupan masyarakat dan ketatanegaraan, serta dalam kerjasama
dengan golongan Islam lainnya.
2) Hubungan Muhammadiyah dan masyarakat
Sesuai dengan khittahnya, Muhammadiyah sebagai Persyarikatan memilih dan
menempatkan diri sebagai Gerakan Islam amar ma'ruf nahyi munkar dalam masyarakat,
dengan maksud yang terutama ialah membentuk keluarga dan masyarakat sejahtera
sesuai dengan Da'wah jama'ah. Disamping itu Muhammadiyah menyelenggarakan amal
usaha seperti tersebut dalam Anggaran Dasar Pasal 4, dan senantiasa berikhtiar untuk
meningkatkan mutunya. Penyelenggaraan amal usaha tersebut merupakan sebagian
ikhtiar Muhammadiyah untuk mencapai Keyakinan dan cita-cita Hidup yang
bersumberkan ajaran Islam, dan bagian dari usaha untuk terwujudnya masyarakat Islam
yang sebenar-benarnya.
3) Muhammadiyah dan politik
Dalam bidang Politik, Muhammadiyah berusaha sesuai dengan khittahnya: dengan
dakwah amar ma'ruf nahyi munkar dalam arti dan proporsi yang sebenar-benarnya,
Muhammadiyah harus dapat membuktikan secara teoritis konsepsional, secara
operasional dan secara konkrit riil bahwa ajaran Islam mampu mengatur masyarakat
dalam Negara Republik Indonesia yang berdasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945 menjadi masyarakat yang adil dan makmur serta sejahtera, bahagia, material dan
spiritual yang diridahai Allah swt. Dalam melaksanakan usaha itu, Muhammadiyah tetap
berpegang teguh pada kepribadiannya.
Usaha Muhammadiyah dalam bidang politik tersebut merupakan bagian gerakannya
dalam masyarakat, dan dilaksanakan berdasarkan landasan dan peraturan yang berlaku
dalam Muhammadiyah. Dalam hal ini Muktamar Muhammadiyah ke-38 telah
menegaskan bahwa :
a. Muhammadiyah adalah Gerakan Dakwah Islam yang beramal dalam segala bidang
kehidupan manusia dan masyarakat, tidak mempunyai hubungan organisatoris
dengan dan tidak merupakan afiliasi dari sesuatu Partai Politik atau organisasi
apapun.
b. Setiap anggota Muhammadiyah sesuai dengan hak asasinya dapat tidak memasuki
atau memasuki organisasi lain, sepanjang tidak menyimpang dari Anggaran Dasar,
Anggaran Rumah Tangga dan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam Persyarikatan
Muhammadiyah.
4) Muhammadiyah dan ukhuwah Islamiyah
Sesuai dengan kepribadiannya, Muhammadiyah akan bekerjasama dengan golongan
Islam manapun juga dalam usaha menyiarkan dan mengamalkan Agama Islam serta
membela kepentingannya. Dalam melakukan kerjasama tersebut, Muhammadiyah tidak
bermaksud menggabungkan dan mensubordinasikan organisasinya dengan organisasi
atau institusi lainnya.
5) Dasar program muhammadiyah
Berdasarkan landasan serta pendirian tersebut diatas dan dengan memperhatikan
kemampuan dan potensi Muhammadiyah dan bagiannya, perlu ditetapkan langkah
kebijaksanaan sebagai berikut:
a. Memulihkan kembali Muhammadiyah sebagai Persyarikatan yang menghimpun
sebagian anggota masyarakat, terdiri dari muslimin dan muslimat yang beriman
teguh, taat beribadah, ber-akhlak mulia, dan menjadi teladan yang baik ditengah-
tengah masyarakat.
b. Meningkatkan pengertian dan kematangan anggota Muhammadiyah tentang hak dan
kewajibannya sebagai warganegara dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
meningkatkan kepekaan sosialnya terhadap persoalan-persoalan dan kesulitan hidup
masyarakat.
c. Menempatkan kedudukan Persyarikatan Muhammadiyah sebagai gerakan untuk
melaksanakan dakwah amar ma'ruf nahyi munkar kesegenap penjuru dan lapisan
masyarakat serta segala bidang kehidupan di Negara Republik Indonesia yang
berdasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945

6. Khittah Muhammadiyah Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara tahun 2002


(Khittah Denpasar)
Dirumuskan dan ditetapkan pada sidang tanwir muhammadiyah tahun 2002 di
Denpasar Bali sehingga sering disebut Khittah Denpasar dan dirumuskan di era
kepemimpinan Prof. Dr. H. Ahmad Syafi’i Ma’arif. Khittah ini menegaskan tentang posisi
muhammadiyah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Muhammadiyah menempatkan
dirinya sebagai moral force (kekuatan moral) dan interest groups (kelompok kepentingan)
dalam dinamika kehidupan berbangsa di negara Indonesia.
Adapun isinya adalah sebagai berikut :
a. Muhammadiyah meyakini bahwa politik dalam kehidupan bangsa dan negara
merupakan salah satu aspek dari ajaran Islam dalam urusan keduniawian (al-umur ad-
dunyawiyat) yang harus selalu dimotivasi, dijiwai, dan dibingkai oleh nilai-nilai luhur
agama dan moral yang utama.
b. Muhammadiyah meyakini bahwa negara dan usaha-usaha membangun kehidupan
berbangsa dan bernegara, baik melalui perjuangan politik maupun melalui
pengembangan masyarakat, pada dasarnya merupakan wahana yang mutlak diperlukan
untuk membangun kehidupan di mana nilai-nilai Ilahiah melandasi dan tumbuh subur
bersamaan dengan tegaknya nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, perdamaian, ketertiban,
kebersamaan, dan keadaban untuk terwujudnya “Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun
Ghafur”.
c. Muhammadiyah memilih perjuangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui
usaha-usaha pembinaan atau pemberdayaan masyarakat guna terwujudnya masyarakat
madani (civil society) yang kuat sebagaimana tujuan Muhammadiyah untuk
mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
d. Muhammadiyah mendorong secara kritis atas perjuangan politik yang bersifat praktis
atau berorientasi pada kekuasaan (real politics) untuk dijalankan oleh partai-partai
politik dan lembaga-lembaga formal kenegaraan dengan sebaik-baiknya menuju
terciptanya sistem politik yang demokratis dan berkeadaban sesuai dengan cita-cita luhur
bangsa dan negara.
e. Muhammadiyah senantiasa memainkan peranan politiknya sebagai wujud dari dakwah
amar ma’ruf nahi munkar dengan jalan mempengaruhi proses dan kebijakan negara agar
tetap berjalan sesuai dengan konstitusi dan cita-cita luhur bangsa. Muhammadiyah
secara aktif menjadi kekuatan perekat bangsa dan berfungsi sebagai wahana pendidikan
politik yang sehat menuju kehidupan nasional yang damai dan berkeadaban.
f. Muhammadiyah tidak berafiliasi dan tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan
kekuatan-kekuatan politik atau organisasi manapun. Muhammadiyah senantiasa
mengembangkan sikap positif dalam memandang perjuangan politik dan menjalankan
fungsi kritik sesuai dengan prinsip amar ma’ruf nahi munkar demi tegaknya sistem
politik kenegaraan yang demokratis dan berkeadaban.
g. Muhammadiyah memberikan kebebasan kepada setiap anggota Persyarikatan untuk
menggunakan hak pilihnya dalam kehidupan politik sesuai hati nurani masing-masing.
Penggunaan hak pilih tersebut harus merupakan tanggungjawab sebagai warga negara
yang dilaksanakan secara rasional dan kritis, sejalan dengan misi dan kepentingan
Muhammadiyah, demi kemaslahatan bangsa dan negara.
h. Muhammadiyah meminta kepada segenap anggotanya yang aktif dalam politik untuk
benar-benar melaksanakan tugas dan kegiatan politik secara sungguh-sungguh dengan
mengedepankan tanggung jawab (amanah), akhlak mulia (akhlaq al-karimah),
keteladanan (uswah hasanah), dan perdamaian (ishlah). Aktifitas politik tersebut harus
sejalan dengan upaya memperjuangkan misi Persyarikatan dalam melaksanakan da’wah
amar ma’ruf nahi munkar.
i. Muhammadiyah senantiasa bekerjasama dengan pihak atau golongan mana pun
berdasarkan prinsip kebajikan dan kemaslahatan, menjauhi kemudharatan, dan bertujuan
untuk membangun kehidupan berbangsa dan bernegara ke arah yang lebih baik, maju,
demokratis dan berkeadaban.

D. PERILAKU ISLAMI SESUAI KHITTAH PERJUANGAN MUHAMMADIYAH


Nilai-nilai dalam Khittah Perjuangan Muhammadiyah yang dapat diterapkan sebagai
perilaku Islami, diantaranya:
a. Akhlak bagi muslim/muslimah menurut Dua Belas Langkah Muhammadiyah:
1) Takut hanya kepada Allah SWT
2) Menepati janji
3) Berkata benar dan saling menyayangi
4) Saling mengingatkan
5) Tidak alergi mendengar kritik
6) Menjaga silaturrahmi
7) Menegakkan keadilan
8) Menaati hasil keputusan musyawarah
b. Pribadi muslim/muslimah menurut Khittah Palembang
1) Kuat akidah, tertib ibadah
2) Mampu menjadi uswatun hasanah
3) Tertib organisasi
4) Menjalin silaturrahmi
c. Perilaku politik menurut Khittah tahun 1969, Khittah tahun 1971, Khitttah Perjuangan
Muhammadiyah tahun 1978 dan Khittah Berbangsa dan Bernegara tahun 2002:
1) Bersikap netral, tidak berafiliasi pada partai politik dan menjaga jarak dengan semua
partai
2) Berjuang untuk kemaslahatan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
3) Amar ma’ruf nahi munkar terhadap pemerintah secara konstruktif dan positif
4) Melakukan perubahan pada bidang ekonomi, sosial, budaya, dan hokum
5) Pemberdayaan masyarakat dengan mengedepankan kepentingan masyarakat
6) Menggunakan hak pilih dengan tanggung jawab
7) Mengedepankan rasa amanah, akhlak mulia, teladan yang baik dan cinta perdamaian

Anda mungkin juga menyukai