Anda di halaman 1dari 8

KEMUHAMMADIYAHAN

XII
SMK TI M 11 PACIRAN
KHITTAH MUHAMMADIYAH
Sejak awal pembentukan, Muhammadiyah bertekad melaksanakan misi dakwah amar ma’ruf
nahi munkar. Ketidakmurnian ajaran Islam yang terjadi di kalangan masyarakat menjadi latar
belakang utama dibentuknya organisasi ini.
Tidak hanya nilai-nilai agama, khittah perjuangan Muhammadiyah juga dianggap penting
oleh anggota. Mengutip buku Paradigma Politik Muhammadiyah karya Ridho Al-Hamdi,
khittah ini membahas kebijakan organisasi dalam merespon realitas tertentu.
Ada lima poin utama dalam khittah perjuangan Muhammadiyah yang harus dipahami. Apa
saja? Untuk mengetahuinya, simaklah penjelasan berikut.
Khittah Perjuangan Muhammadiyah
Secara bahasa, khittah berarti rencana, desain, skema, dan garis kebijakan. Organisasi
Muhammadiyah memiliki khittah yang bersumber pada ajaran Kitabullah wa Sunnah al-
Rasulih.
Khittah perjuangan Muhammadiyah kemudian dinyatakan dalam persyarikatan yakni
merujuk pada keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-40 di Surabaya tahun 1978. Ada lima
poin utama yang jadi dasar pembahasannya, yaitu sebagai berikut:
1. Hakekat Muhammadiyah
Dalam mengikuti perkembangan dan perubahan yang terjadi, Muhammadiyah bertekad
melaksanakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar. Muhammadiyah menyelenggarakan
gerakan dan amal usaha yang sesuai dengan kebiasaan masyarakat Indonesia.
2. Muhammadiyah dan masyarakat
Sesuai dengan khittahnya, Muhammadiyah menempatkan diri sebagai Gerakan Islam murni
dalam masyarakat. Ini dimaksudkan untuk membentuk keluarga dan masyarakat sejahtera
sesuai dengan Dakwah Jamaah yang telah dirumuskan.
3. Muhammadiyah dan politik
Dalam bidang politik, Muhammadiyah melaksanakan dakwah amar ma'ruf nahi munkar
dengan proporsi yang sebenar-benarnya. Muhammadiyah harus membuktikan secara teoritis
konsepsionil bahwa ajaran Islam mampu mengatur masyarakat dalam Negara Republik
Indonesia.
Mengutip buku Muhammadiyah dalam Perspektif Sejarah, Organisasi, dan Sistem Nilai
karya Dr. Hj. St. Nurhayati, dkk., sikap ini tetap harus didasarkan pada Pancasila dan UUD
1945. Namun dalam melaksanakan usaha itu, Muhammadiyah tetap berpegang teguh pada
kepribadiannya.
4. Muhammadiyah dan ukhwah Islamiyah
Sesuai dengan kepribadiannya, Muhammadiyah akan bekerja sama dengan golongan Islam
manapun dan membela kepentingannya. Namun, Muhammadiyah tidak bermaksud
menggabungkan organisasinya dengan organisasi atau institusi lain.
5. Dasar dan program Muhammadiyah
Langkah kebijakan Muhammadiyah terdiri dari tiga poin, yaitu:

 Memulihkan kembali Muhammadiyah sebagai persyarikatan yang menghimpun


sebagian anggota masyarakat. Syarikat ini terdiri dari Muslimin dan Muslimat yang
beriman, teguh, taat beribadah, berakhlak mulia, dan menjadi teladan yang baik di
tengah-tengah masyarakat.
 Meningkatkan pengertian dan kematangan anggota Muhammadiyah tentang hak dan
kewajibannya sebagai warga negara dalam NKRI. Anggota harus meningkatkan
kepekaan sosialnya terhadap persoalan-persoalan dan kesulitan hidup masyarakat.
 Menempatkan kedudukan Persyarikatan Muhammadiyah sebagai gerakan untuk
melaksanakan dakwah amar ma'ruf nahi munkar. Ini ditujukan kepada segenap
penjuru dan lapisan masyarakat di Negara Republik Indonesia yang berdasar
Pancasila dan UUD 1945.

Pengertian Khittah Muhammadiyah

Khittah artinya garis besar perjuangan. Dalam Khittah terkandung konsepsi


(pemikiran) perjuangan yang merupakan tuntunan, pedoman, dan arah
perjuangan. Dalam muhammadiyah khittah mempunyai arti penting karena
menjadi landasan berpikir dan beramal bagi semua pimpinan dan anggota
Muhammadiyah. Garis-garis besar perjuangan Muhammadiyah tersebut tidak
boleh bertentangan dengan asas dan tujuan serta program yang telah disusun.
Isi dari khittah tersebut sesuai dengan tujuan Muhammadiyah, tidak
bertentangan dengannya dan disusun sesuai dengan perkembangan zaman.
Berbeda dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah,
kedudukan khittah dalam persyarikatan memiliki posisi yang unik. Jika AD/ART
merupakan landasan dalam menggerakkan persyarikatan sebagai sebuah
organisasi, maka khittah menjadi landasan berbuat dan berperilaku anggota
Muhammadiyah, baik dalam kehidupan pribadi, kehidupan sosial maupun
dalam pengambilan kebijakan organisasi. Sebab itu, disamping AD/ART
Muhammadiyah, Khittah Muhammadiyah juga harus dijadikan landasan dalam
persyarikatan. Oleh karena itu, sudah sewajarnya jika semua anggota dan
simpatisan Muhammadiyah harus memahami dengan baik khittah
Muhammadiyah sebagai sejarah dinamika pemikiran dan garis perjuangan
persyarikatan Muhammadiyah.
Dalam usianya yang sekarang ini, Muhammadiyah telah melahirkan enam (6)
khittah, di mana masing-masing khittah merupakan produk pemikiran dan
suasana batin warga Muhammadiyah di saat khittah itu diputuskan. Khittah-
khittah yang telah ditetapkan sebagai garis perjuangan itu akan tetap berlaku
sepanjang waktu selagi masih relevan dan belum dibatalkan oleh khittah
sesudahnya.
Khittah pertama adalah khittah 12 Tafsir Langkah Muhammadiyah 1938 – 1940.
Khittah ini lahir karena dirasakan adanya kelesuan dalam semangat berjihad
dan berorganisasi atau semangat bermuhammadiyah. Semangat itu perlu
dibangunkan kembali dengan memperkuat keimanan dan keislaman,
menggembirakan dakwah Islam dengan pemahaman ajaran Islam yang luas,
serta menggiatkan organisasi. Kalau kita membaca sejarah keputusan tentang
khittah 12, disana dinyatakan bahwa atas dasar itu, maka Hoofdstuur
Muhammadiyah ( PP. Muhammadiyah saat itu) dengan sungguh-sungguh
melangsungkan langkahnya yang lebih luas dan menetapkan jejaknya yang
kokoh dalam tahun 1938 – 1940, akan melakukan 12 hal.
Langkah pertama adalah memperdalam masuknya iman, yaitu hendaklah iman
itu ditablighkan ( disampaikan), disiarkan dengan selebar-lebarnya, diberi
riwayatnya dan diberi dalil buktinya, dipengaruhkan dan digembirakan sampai
iman itu mendarah daging, masuk di tulang sungsum dan mendalam di hati
sanubari kita. Langkah kedua adalah memperluas faham agama, yaitu hendaklah
faham agama yang sesungguhnya itu dibentangkan dengan arti yang seluas-
luasnya, boleh diujikan dan diperbandingkan, sehingga kita anggota
Muhammadiyah memahami agama Islam secara luas, tidak memahami Islam
secara sempit dan kaku. Langkah ketiga, memperbuahkan budi pekerti, yaitu
bahwa setiap anggota Muhammadiyah harus memahami dan menerangkannya
pada yang lain, mana akhlak yang terpuji ( akhlaqul mahmudah) dan mana
akhlak yang tercela ( akhlaqul mazmumah). Setiap anggota Muhammadiyah
harus melaksanakan akhlak terpuji dan menjauhi akhlak yang tercela dalam
kehidupan sehari-hari. Langkah keempat, menuntun amalan Intiqad. Yang
dimaksud amalan intiqad adalah hendaknya kita senantiasa melakukan
perbaikan diri kita sendiri (self corectie) atau senantiasa melakukan evaluasi baik
untuk amalan kita sendiri maupun evaluasi terhadap pekerjaan atau tugas
tanggungjawab kita di persyarikatan. Langkah kelima, menguatkan persatuan,
yaitu hendaklah senentiasa menguatkan persatuan organisasi dan
mengokohkan persaudaraan (Ukhuwah), menempatkan persamaan hak dan
memberikan kemerdekaan bagi pikiran-pikiran yang berkembang. Langkah
keenam, menegakkan keadilan, yaitu hendaklah keadilan itu dijalankan dan
ditegakkan dengan semestinya walaupun akan mengenai badan sendiri dan
sanak famili kita sendiri. Ketetapan yang sudah diputuskan dengan seadil-
adilnya hendaknya dibela dan dipertahankan dimanapun juga. Langkah
ketujuh, melakukan kebijaksanaan. Setiap anggota Muhammadiyah, dalam segala
gerak dan langkahnya tidak boleh melupakan hikmah kebijaksanaan, yaitu bisa
menempatkan segala sesuatu pada tempatnya (proporsinya), memutuskan dan
melakukan sesuatu dengan penuh pertimbangan, tidak tergesa-gesa, disendikan
kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah.
Sedangkan langkah kedelapan sampai dengan langkah ke dua belas
adalah, menguatkan majlis Tanwir, mengadakan konperensi
bagian, mempermusyawaratkan putusan, mengawaskan gerakan
jalan ( memperhatikan secara tajam gerakan yang sudah dilaksanakan, sedang
dilaksanakan dan yang akan dihadapi kedepan), dan mempersambungkan
gerakan luar (bekerjasama dengan pihak eksternal dengan dasar silaturahmi dan
tolong menolong).
Dalam kata penutup 12 tafsir langkah Muhammadiyah dinyatakan bahwa
langkah ke 1 sampai dengan 7 adalah langkah ilmu yang membutuhkan
keterangan dan penjelasan. Adapun langkah ke 8 sampai dengan langkah 12
adalah langkah mati, yakni tinggal dipratekkan saja atau dilaksanakan saja,
karena sudah terang dan nyata. Meskipun khittah dua belas tafsir langkah
Muhammadiyah sebagaimana di atas adalah kebijakan PP Muhammadiyah yang
dijadikan garis perjuangan Muhammadiyah antara 1938 – 1940, namun khittah
itu sampai sekarang masih sangat relevan bagi persyarikatan Muhammadiyah
sebagai gerakan Islam.
Disamping khittah 12 tafsir langkah Muhammadiyah 1938-1940,
Muhammadiyah juga melahirkan Khittah Palembang 1956-1959. Khittah
Palembang berisikan 7 hal, yaitu : (a). Menjiwai pribadi anggota dan pimpinan
Muhammadiyah dengan memperdalam dan mempertebal tauhid,
menyempurnakan ibadah dengan khusyu’ dan tawadlu’, mempertinggi akhlak,
memperluas ilmu pengetahuan, dan menggerakkan Muhammadiyah dengan
penuh keyakinan dan rasa tanggung jawab. (b). Melaksanakan uswatun
hasanah.
(c). Mengutuhkan organisasi dan merapikan administrasi. (d). Memperbanyak
dan mempertinggi mutu anak. (e). Mempertinggi mutu anggota dan membentuk
kader. (f). Memperoleh ukhuwah sesama muslim dengan mengadakan
badan ishlah untuk mengantisipasi bila terjadi keretakan dan perselisihan. (g).
Menuntun penghidupan anggota.
Setelah Khittah Palembang, disusul dengan Khittah Ponorogo 1969. Dalam
rumusan Khittah Ponorogo tahun 1969 ini disebutkan bahwa dakwah Islam amar
ma’ruf nahi munkar dilakukan melalui dua saluran: politik kenegaraan dan
kemasyarakatan. Muhammadiyah sendiri memposisikan diri sebagai gerakan
Islam amar ma’ruf nahi munkar dalam bidang kemasyarakatan. Khittah Ponorogo
ditetapkan sebagai respon terhadap Kelahiran Parmusi yang merupakan partai
yang dibidani oleh Muhammadiyah. Sayangnya, partai Parmusi ini gagal.
Kegagalan Parmusi ini dinilai akibat Muhammadiyah tidak secara resmi
menetapkan Parmusi sebagai saluran politik warga Muhammadiyah. Maka
selanjutnya khittah Ponorogo kemudian “dinasakh” meminjam istilah Haedar
nashir lewat khittah Ujung Pandang.
Khittah Ujung Pandang 1971 berisikan empat hal, yaitu (a). Muhammadiyah
adalah Gerakan Da’wah Islam yang beramal dalam segala bidang kehidupan
manusia dan masyarakat. (b). Setiap anggota Muhammadiyah sesuai dengan
hak asasinya dapat tidak memasuki atau memasuki organisasi lain, sepanjang
tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam Persyarikatan
Muhammadiyah. (c) Untuk lebih memantapkan muhammadiyah sebagai
gerakan da’wah Islam setelah pemilu tahun 1971, muhammadiyah melakukan
amar ma’ruf nahi munkar secara konstruktif dan positif terhadap Partai
Muslimin Indonesia. (d) Untuk lebih meningkatkan partisipasi muhammadiyah
dalam pelaksanaan pembangunan nasional.
Implementasi Khittah Ujung Pandang ternyata membawa persoalan besar bagi
Muhammadiyah. Dukungan Muhammadiyah secara kelembagaan terhadap
Parmusi menimbulkan benturan yang luar biasa dalam internal persyarikatan.
Selanjutnya, dari dinamika internal yang berkembang itu sebagian besar
mendorong untuk kembali ke khittah Ponorogo. Dinamika itu berujung dengan
ditetapkannya Khittah Surabaya 1978 yang merupakan penyempurnaan dari
Khittah Ponorogo 1969.
Khittah Surabaya 1978 berisikan dua hal, yaitu (a) Muhammadiyah adalah
Gerakan Da’wah Islam yang beramal dalam segala bidang kehidupan manusia
dan masyarakat, tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan dan tidak
merupakan afiliasi dari sesuatu partai politik atau organisasi apapun. (b). Setiap
anggota Muhammadiyah sesuai dengan hak asasinya dapat tidak memasuki
atau memasuki organisasi lain, sepanjang tidak menyimpang dari Anggaran
Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam
Persyarikatan Muhammadiyah.
Khittah Surabaya tersebut di atas kemudian ditegaskan kembali dengan khittah
Denpasar 2002, dimana dalam khittah ini dinyatakan bahwa Muhammadiyah
akan tetap berada dalam kerangka gerakan dakwah dan tajdid yang menjadi
fokus dan orientasi utama gerakannya, dapat mengembangkan fungsi kelompok
kepentingan atau sebagai gerakan social civil-society dalam memainkan peran
berbangsa dan bernegara.
Muhammadiyah on the Right Track
Khittah sebagai wujud dari dinamika pemikiran dan cara Muhammadiyah
memberikan respon terhadap perkembangan sosial, budaya maupun politik,
sebagaimana tergambar dalam enam khittah yang pernah dilahirkan di atas
menunjukkan posisi dan sikap Muhammadiyah dalam setiap persoalan
keumatan, kemasyarakatan, maupun kebangsaan. Semua itu juga menunjukkan
dimana posisi Muhammadiyah dalam konteks keislaman, yaitu bagaimana
Muhammadiyah memahami Islam dan nilai-nilainya sebagai agama rahmatan lil
‘alamiin.
Dalam Islam, diajarkan bahwa setiap muslim hendaknya membangun dua tali
hubungan, yaitu tali hubungan kepada Allah ( hablum minallah) dan tali
hubungan dengan sesama manusia ( hablum minannas). Ketika manusia
membangun secara intens tali hubungan kepada Allah, maka ia sesungguhnya
sedang membentuk dirinya menjadi orang yang saleh secara individual atau
sering kita sebut kesalehan individual. Selanjutnya ketika manusia membangun
tali hubungan dengan sesama manusia secara baik maka itu berarti ia sedang
berusaha untuk menjadi orang yang saleh secara sosial.
Kesalehan individual harus diiringi dengan kesalehan sosial. Karena itu seorang
muslim tidak cukup hanya rajin shalat, berpuasa, membaca Al-qur’an, berdzikir,
naik haji, dan seterusnya sementara orang-orang sekitarnya menderita karena
kekurangan atau dalam posisi ketidakmampuan (mustad’afin). Jadi saleh secara
inidvidual saja tidak cukup. Kita juga harus perhatian dan berbuat baik dan
memberikan kemanfaatan bagi orang lain. Inilah yang dimaksud dengan
kesalehan sosial.
Nilai-nilai kesalehan individual dan kesalehan sosial itu dalam gerak dan langkah
Muhammadiyah dijadikan sebagai nafas dalam melangkah dan menjadi nilai
dasar dalam beramal. Muhammadiyah sejak awal berdirinya menguatkan dan
menggariskan pentingnya kesalehan sosial disamping kesalehan individual.
Sebab itu Muhammadiyah membuat amal usaha. Muhammadiyah berusaha
mengembangkan amal usahanya dalam berbagai bidang kehidupan, baik yang
berkaitan dengan pendidikan, kesehatan, ekonomi, panti sosial, dan lain
sebagainya. Jadi, apa yang dilakukan Muhammadiyah dulu hingga saat ini,
sesungguhnya wujud dari komitmen Muhammadiyah untuk
mengimplementasikan nilai-nilai Islam secara utuh (kaffah). Yaitu perwujudan
dari hablumminallah dan hablumminnas.
Bila dibandingkan dengan berbagai organisasi ke-islaman yang pernah ada,
maka Muhammadiyah memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh yang lain.
Keunggulan itu terletak pada komitmen Muhammadiyah yang tidak hanya ingin
berhenti menjadi gerakan pemikiran, tetapi juga ingin menjadi gerakan sosial
dalam bentuk gerakan pencerahan melalui pendidikan, gerakan pemberdayaan
melalui ekonomi, gerakan penyantunan melalui panti asuhan dan Lazismu, dan
gerakan sosial lainnya. Sementara bagi organisasi Islam yang lain, banyak sekali
organisasi yang masih sebatas sebagai gerakan pemikiran,
Sikap Muhammadiyah seperti itu adalah wujud dari syariat Islam yang memang
memberikan aturan-aturan dan batas-batas tentang cara beragama yang utuh
dan kaffah. Pada posisi ini maka Muhammadiyah sebagai gerakan Islam telah
berada dalam posisi yang benar (on the right track) dalam
mengimplementasikan nilai-nilai utuh ajaran Islam yang diintegrasikan dalam
gerak dan langkah persyarikatan. Bidang garapan sosial Muhammadiyah yang
dikerucutkan pada empat garapan utama, yaitu pendidikan, kesehatan,
ekonomi, dan pelayanan sosial adalah bidang garapan yang mewakili aspek
dasar keunggulan kehidupan sosial manusia. Dengan kata lain, jika kita ingin
melihat keunggulan kehidupan manusia secara sosial maka standar ukurannya
adalah pendidikan (kemampuan akademik), kesehatan, dan ekonomi
(kesejahteraan). Jika kesalehan individual ditambah dengan kesalehan sosial,
maka keunggulan manusia terletak pada tiga hal yaitu spiritualitas,
intelektualitas dan moralitas.

Sejarah Perumusan 12 Langkah Muhammadiyah


Langkah Muhammadiyah tahun 1938-1940 atau lebih dikenal dengan sebutan 12
Langkah Muhammadiyah dirumuskan pada periode kepemimpinan KH Mas Mansur.
12 Langkah Muhammadiyah adalah sebuah gagasan dalam pergerakan organisasi
Muhammadiyah yang muncul karena ketidakpuasan angkatan muda terhadap
kepemimpinan pengurus pusat. Dengan langkah tersebut, pimpinan dan warga
Muhammadiyah mendapatkan pegangan yang sesuai dengan perkembangan
zaman. Berikut ini sejarah perumusan 12 Langkah Muhammadiyah.
Latar belakang Perumusan Langkah Muhammadiyah dilaksanakan pada tahun
1938-1940, ketika organisasi ini dipimpin oleh KH Mas Mansur (1937-1942). KH Mas
Mansur terpilih menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada kongres
ke-26 di Yogyakarta pada Oktober 1937. Terpilihnya KH Mas Mansur sebagai ketua
Muhammadiyah dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan angkatan muda
Muhammadiyah terhadap kebijakan pengurus pusat. Angkatan muda tidak puas
karena pengurus pusat Muhammadiyah hanya mengutamakan pendidikan. Selain
itu, angkatan muda berpendapat bahwa pimpinan pusat Muhammadiyah hanya
dikuasai oleh KH Hisyam (ketum), KH Mukhtar (wakil ketua), dan KH Syuja (ketua
Penolong Kesengsaraan Umum). Situasi bertambah genting, ketika kongres
Muhammadiyah ke-26 berlangsung di Yogyakarta, banyak ranting Muhammadiyah
yang memberikan suara kepada tiga tokoh tersebut.
Setelah terjadi dialog antara angkatan muda dan berbagai elemen Muhammadiyah,
KH Hisyam, KH Mukhtar, dan KH Syuja, ikhlas mengundurkan diri. Beberapa nama
kemudian diusulkan menjadi ketua umum Muhammadiyah, seperti Ki Bagus
Hadikusumo dan Kyai Hadjid. Namun, kedua tokoh tersebut menolak dan terpilih KH
Mas Mansur sebagai ketua umum Muhammadiyah periode 1937-1942.
Pergeseran kepemimpinan Muhammadiyah kepada KH Mas Mansur menunjukkan
adanya budaya akomodatif dan demokratis. Di bawah pimpinan KH Mas Mansur,
Muhammadiyah diisi oleh angkatan muda yang cerdas, tangkas, dan progresif.
Organisasi ini kemudian melahirkan landasan perjuangan Muhammadiyah atau yang
dikenal dengan sebutan 12 Langkah Muhammadiyah.
12 Langkah Muhammadiyah lahir karena adanya kebosanan angkatan muda
terhadap kepemimpinan sebelumnya, yang hanya mementingkan pendidikan dan
melupakan gerakan tabligh. Berikut ini isi 12 Langkah Muhammadiyah yang
dicetuskan pada masa kepemimpinan KH Mas Mansur. Memperdalam iman
Memperluas paham agama Memperluas budi pekerti Menuntun amalan intiqad
Menguatkan persatuan Menegakkan keadilan Melakukan kebijaksanaan
Menguatkan tanwir Mengadakan musyawarah Memusyawaratkan putusan
Mengawasi pergerakan Menghubungkan dengan gerakan luar Sejak berdiri hingga
sekarang, Muhammadiyah sudah merumuskan beberapa langkah perjuangan
(khittah). Selain 12 Langkah Muhammadiyah, terdapat Khittah Perjuangan
Muhammadiyah tahun 1947, 1950, 1959-1962, dan tahun 2000.

Anda mungkin juga menyukai