Anda di halaman 1dari 44

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) menimbulkan angka
kesakitan dan kematian yang tinggi serta kerugian produktivitas kerja
(Dahlan, 2006).Dari hasil survei kesehatan rumah tangga Depkes tahun 2001,
penyakit infeksi saluran napas bagian bawah menempati urutan ke dua
sebagai penyebab kematian (Price dan Wilson, 2005).ISNBA dapat dijumpai
dalam berbagai bentuk, tersering adalah dalam bentuk pneumonia (Dahlan,
2006).Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi
akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk
pneumonia. Di Indonesia, dari buku SEAMIC Health statistic 2001,
pneumonia merupakan penyebab kematian nomor enam (Price dan Wilson,
2005).
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli,
serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas
setempat. Istilah pneumonia lazim dipakai bila peradangan terjadi oleh proses
infeksi akut, sedangkan istilah pneumonitis sering dipakai untuk proses non
infeksi (Dahlan, 2006).
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) di Indoneisa tahun
2007, menunjukkan; prevalensi nasional ISPA: 25,5% (16 provinsi di atas
angka nasional), angka kesakitan (morbiditas) pneumonia pada Bayi: 2.2 %,
Balita: 3%, angka kematian (mortalitas) pada bayi 23,8%, dan Balita 15,5%
(Price dan Wilson, 2005).
Kecamatan Jatilawang memiliki jumlah penduduk ±77.000 jiwa dengan
estimasi jumlah balita 10% sekitar 7.700 jiwa. Dinas Kesehatan Kabupaten
Banyumas memperkirakan sekitar 5% dari jumlah balita di Banyumas
menderita penyakit pneumonia. Data tersebut dapat diketahui penemuan
kasus pneumonia balita di area Puskesmas Jatilawang baru tercapai 29,3%
dari target yaitu 100%.
Hal ini karena deteksi dini oleh kader belum dilakukan maksimal. Faktor

1
ini karena belum terlaksananya pemberian pengetahuan dan keterampilan
kepada kader dalam mendeteksi dini pneumonia pada balita. Maka dari
diperlukannya skrining seberapa jauh pengetahuan dan seberapa terampil
kader-kader dalam mendeteksi dini sehingga dapat dilakukan pelatihan kader
secara rutin apabila diperlukan.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Meningkatkan cakupan pneumonia pada balita di Puskesmas
Jatilawang.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui tingkatan pengetahuan dan keterampilan dalam deteksi
dini pneumonia pada balita
b. Melakukan pelatihan kepada kader untuk meningkatkan pengetahuan
dan keterampilan dalam deteksi dini pneumonia pada balita
C. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Menambah khasanah ilmu pengetahuan di bidang kesehatan
masyarakat terutama dalam mencegah dan mengatasi pneumonia balita.
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat Bagi Masyarakat
Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai pneumonia balita,
faktor risiko dan cara untuk mencegah terjadinya komplikasi
pneumonia balita.
b. Manfaat Bagi Puskesmas
Sebagai panduan untuk melakukan tindakan promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif dalam upaya menurunkan pneumonia balita
di wilayah cakupan Puskesmas Jatilawang.
c. Bagi Mahasiswa
Menjadi dasar untuk penelitian penyakit pneumonia balitalebih
lanjut mengenai masalah kesehatan di wilayah cakupan Puskesmas
Jatilawang.

2
II. ANALISIS SITUASI

A. Gambaran Umum
1. Keadaan Geografi
Kecamatan Jatilawang merupakan salah satu bagian wilayah
Kabupaten Banyumas dengan luas wilayah sekitar 4.815,92 Ha/ 48,16 km2
dan berada pada ketinggian 21 m dari permukaan lautdengan curah hujan
2.650 mm/tahun. Kecamatan Jatilawang memiliki batas wilayah sebagai
berikut:
a. Sebelah utara : Kecamatan Purwojati
b. Sebelah selatan : Kabupaten Cilacap
c. Sebelah timur : Kecamatan Rawalo
d. Sebelah barat : Kecamatan Wangon
Kecamatan Jatilawang terdiri atas 11 desa, 33 dusun, 56 RW dan
350 RT. Desa terluas adalah Desa Gunung Wetan yaitu 718,44 Ha
sedangkan desa yang wilayahnya paling sempit adalah Karanganyar
dengan luas 205 Ha. Bila dilihat dari jaraknya maka desa Gunung Wetan
adalah desa terjauh dengan jarak 5 km dari pusat kota Jatilawang. Dan
desa Tunjung merupakan desa terdekat dengan jarak 0,15 km. Sebagian
besar tanah pada Kecamatan Jatilawang dimanfaatkan sebagai tanah sawah
dengan rincian:
a. Tanah sawah : 1.637 Ha
b. Tanah pekarangan : 591.02 Ha
c. Tanah kebun : 1.565 Ha
d. Kolam : 9 Ha
e. Hutan negara : 433 Ha
f. Perkebunan rakyat : 142 Ha
g. Lain-lain : 245,17 Ha

3
2. Keadaan Demografi
a. Pertumbuhan Penduduk
Jumlah penduduk di Kecamatan Jatilawang sesuai data pada
tahun 2015 adalah 69.177jiwa yang terdiri dari laki-laki 34.346 jiwa
(49,64%) dan perempuan 34.831 jiwa (50,3%) dengan jumlah rumah
tangga 16.173. Untuk jumlah penduduk terbanyak ada di desa Tinggar
Jaya yaitu sebesar 11.189 jiwa atau sebesar 16,17% dari keseluruhan
jumah penduduk kecamatan Jatilawang, sedangkan desa Margasana
merupakan desa dengan jumlah penduduk terkecil yaitu 2.334 atau
hanya sebesar 3,37%.
b. Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur
Jumlah penduduk menurut golongan umur di Kecamatan
Jatilawang dibagi menjadi 16 kelompok umur dengan variasi yang
tidak begitu besar.Penduduk terbanyak ada pada kelompok umur 10-14
tahun yaitu sebesar 3.146 jiwa atau 4,55% dari sebagian besar
penduduk yang berada pada usia produktif. Berikut rincian jumlah
penduduk menurut golongan umur:
Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur di Kecamatan
Jatilawang tahun 2015
Kelompok Umur (tahun) Laki-laki Perempuan Jumlah
0–4 2.884 2.836 5.720
5–9 2.994 2.886 5.860
10 – 14 3.146 2.971 6.117
15 – 19 2.703 2.358 5.061
20 – 24 1.771 1.818 3.589
25 – 29 1.852 2.094 3.946
30 – 34 2.162 2.373 4.535
35 – 39 2.331 2.631 4.962
40 – 44 2.431 2.595 5.026
45 – 49 2.358 2.595 4.953
50 – 54 2.258 2.353 4.611
55 – 59 2.150 2.024 4.174
60 – 64 1.640 1.540 3.180
65 – 69 1.341 1.336 2.677
70 – 74 1.069 1.083 2.152
> 75 1.256 1.358 2.614
Jumlah 34.346 34.831 69.177
Sumber : KecamatanJatilawang dalam Angka Tahun 2015

4
3. Keadaan Sosial Ekonomi dan Budaya
a. Mata pencaharian penduduk
Sebagian besar penduduk kecamatan Jatilawang adalah bekerja
sebagai petani, baik petani mandiri maupun sebagai buruh tani yaitu
sebanyak 37.667 orang (55,74%). Mata pencaharian yang lain
diantaranya sebagai pengusaha, buruh industri, buruh bangunan,
pedagang, pengangkutan, PNS, dan ABRI.
b. Tingkat pendidikan penduduk
Data pendidikan penduduk berdasarkan data tahun 2015,
pendidikan di kecamatan Jatilawang terbanyak adalah tamat Sekolah
Dasar (SD). Rincian data pendidikan penduduk adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Kecamatan
Jatilawang Tahun 2015
No. Tingkat Pendidikan Jumlah penduduk
1 Tidak/Belum tamat SD 14.661
2 SD/MI 23.080
3 SLTP/MTS 6.881
4 SLTA/MA 7.683
5 Akademi/Universitas 672
Sumber: Kecamatan Jatilawang dalam Angka Tahun 2015
c. Agama
Sebagian besar masyarakat Jatilawang adalah pememluk agama islam
yaitu sebesar 67.049 orang (99,22%),sisanya adalah pemeluk agama
katolik, protestan, budha, dan hindu. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.3 Jumlah Penduduk Menurut Agama di Kecamatan
Jatilawang Tahun 2015
No Agama Jumlah pemeluk
1. Islam 67.049
2. Kristen protestan 279
3. Kristen katolik 240
4. Budha 9
5. Hindu 0

5
B. Petugas kesehatan
Tenaga kesehatan merupakan tenaga kunci dalam mencapai
keberhasilan pembangunan bidang kesehatan. Jumlah tenaga kesehatan pada
Puskesmas Jatilawang pada tahun 2015 berjumlah 49 orang dengan rincian
sebagai berikut:
Tabel 3.4 Jenis Ketenagaan di Puskesmas Jatilawang Tahun 2015
No Jenis Tenaga Jumlah (orang)
1 Dokter umum 4
2 Dokter gigi 1
3 Perawat 13
4 Perawat gigi 1
5 Bidan 24
6 Apoteker 1
7 Sanitarian 2
8 Petugas promkes 1
9 Nutrisionis 1
10 Analis kesehatan 1
11 Supir 2
12 Penjaga malam 2
13 Pranata Lab 1
Jumlah 53
Sumber :Profil Puskesmas Jatilawang 2015

Tabel 2.4menunjukkan bahwa ketenagaan yang terdapat di


puksesmas Jatilawang berjumlah 49 orang yang terdiri dari dokter umum 4
orang, dokter gigi 1 orang, perawat umum 13 orang, perawat gigi 1 orang,
bidan 24 orang, apoteker 1 orang, sanitarian2 orang, petugas promkes 1
orang, nutrisionis 1 orang, analisis kesehatan 1 orang.
Beberapa program kerja di Puskesmas Jatilawang sebagai berikut:
a. Program Umum (Basic Six) yaitu Promosi Kesehatan, KIA/KB,
Perbaikan Gizi, Kesehatan Lingkungan, P2M, dan Pengobatan.
b. Program Pengembangan (meliputi konsultasi gigi, laboratorium dan
klinik sanitasi)
c. Puskesmas dengan Tempat Perawatan (Puskesmas DTP)

6
C. Capaian Program dan Derajat KesehatanMasyarakat
Permasalahan kesehatan di kecamatan Jatilawang dapat dilihat dari
terpenuhi atau tidaknya target dari setiap program yang telah disepakati
dengan mengacu pada Standar Pelayanan Minimal (SPM). Terdapat 18
masalah di puskesmas Jatilawang yang pencapaian program kesehatan
belum mencapai standar pelayanan minimal (SPM), antara lain:
a. Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 6-24
bulan pada keluarga miskin.
b. Cakupan pelayanan kesehatan dasar masyarakat miskin.
c. Penemuan penderita pneumonia balita.
d. Penemuan pasien baru TB BTA positif.
e. Penemuan penderita diare.
f. Cakupan pelayanan kesehatan rujukan pasien masyarakat miskin.
g. Cakupan pelayanan gawat darurat level 1 yang harus diberikan sarana
kesehatan (RS) di Kab/Kota.
Persentase angka cakupan pemberian MP ASI pada anak usia 6-24
bulan pada keluarga miskin sebesar 24,5% dengan target nilai SPM tahun
2015 sebesar 100%. Persentase cakupan pelayanan kesehatan dasar
masyarakat miskin sebesar 43,46% dengan target SPM sebesar 100%.
Kriteria tersebut termasuk dalam program pelayananan kesehatan dasar.
Program penemuan penderita pneumonia balita, penemuan pasien
baru TB BTA positif, penemuan penderita diare termasuk dalam cakupan
penemuan dan penanganan penderita penyakit. Program penemuan
penderita pneumonia balita hanya mencapai 8,9%, program penemuan
pasien baru TB BTA positif hanya mencapai 82%, dan program
penemuan penderita diare hanya mencapai 17,12%. Semua nilai tersebut
masih berada di bawah nilai SPM tahun 2015 dengan target sebesar 100%.
Persentasecakupan pelayanan kesehatan rujukan pasien masyarakat
miskin hanya mencapai 13,16% dari target SPM sebesar 100%. Persentase
cakupan pelayanan gawat darurat level 1 yang harus diberikan sarana
kesehatan (RS) di Kab/Kota hanya mencapai 11 % dari target sebesar
100%. Kriteria tersebut termasuk dalam PelayananKesehatan Rujukan.

7
III. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PRIORITAS
MASALAH

A. Daftar Permasalahan Kesehatan


Metode penetapan prioritas masalah kesehatan berdasarkan pada
pencapaian program tahunan, dengan membandingkan antara target yang
ditetapkan dari setiap program dengan hasil pencapaian dalam kurun waktu 1
tahun (Symond, 2013).Berdasarkan hal tersebut maka prioritas masalah di
Puskesmas Jatilawang didapatkan “Penemuan Penderita Pneumonia Balita”.

B. Penentuan Prioritas Masalah


Penentuan prioritas masalah yang dilakukan di Puskesmas Jatilawang
dengan melihat data sekunder sepanjang tahun 2016. Jumlah penemuan
pneumonia balitabelum mencapai target yang ditargetkan 100% akan tetapi
hingga Bulan September 2016 pencapaian target ada diangka 29,3%.

8
IV. TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Paru-Paru

Paru-paru merupakan organ yang lunak, spongious dan elastis, berbentuk


kerucut atau konus, terletak dalam rongga toraks dan di atas diafragma,
diselubungi oleh membran pleura. Setiap paru mempunyai apeks (bagian atas
paru) yang tumpul di kranial dan basis (dasar) yang melekuk mengikuti
lengkung diphragma di kaudal. Pembuluh darah paru, bronkus, saraf dan
pembuluh limfe memasuki tiap paru pada bagian hilus (Price dan Wilson,
2005).

Gambar 1.1 Anatomi Paru (Price dan Wilson, 2005)

Paru-paru kanan mempunyai 3 lobus sedangkan paru-paru kiri 2 lobus.


Lobus pada paru-paru kanan adalah lobus superius, lobus medius, dan lobus
inferius. Lobus medius/lobus inferius dibatasi fissura horizontalis; lobus
inferius dan medius dipisahkan fissura oblique. Lobus pada paru-paru kiri
adalah lobus superius dan lobus inferius yg dipisahkan oleh fissura oblik. Pada
paru-paru kiri ada bagian yang menonjol seperti lidah yang disebut lingula.
Jumlah segmen pada paru-paru sesuai dengan jumlah bronchus segmentalis,
biasanya 10 di kiri dan 8-9 yang kanan. Sejalan dgn percabangan bronkhi
segmentalis menjadi cabang-cabang yg lebih kecil, segmenta paru dibagi lagi
menjadi subsegmen-subsegmen (Price dan Wilson, 2005).

9
1.2 Lobus-Lobus Paru (Price dan Wilson, 2005)

B. Definisi Pneumonia
Pneumonia didefinisikan sebagai peradangan paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit).Namun pneumonia yang
disebabkan oleh Mycobacteriumtuberculosistidak termasuk ke dalam definisi
di atas.Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh non mikroorganisme
seperti (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat, dan lain-lain) disebut
pneumonitis (PDPI, 2003).World Health Organization (WHO) mendefinisikan
pneumonia hanya berdasarkan penemuan klinis yang didapatkan pada
pemeriksaan inspeksi dan frekuensi pernafasan (Pudjiadi et al, 2009).
C. Epidemiologi Pneumonia
Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran nafas yang
terbanyak di dapatkan dan dapat menyebabkan kematian hampir di seluruh
dunia.Angka kematian di Inggris adalah sekitar 5-10%.Berdasarkan umur,
pneumonia dapat menyerang siapa saja, meskipun lebih banyak ditemukan
pada anak-anak.Di Amerika Serikat pneumonia mencapai 13% dari penyakit
infeksi saluran nafas pada anak di bawah 2 tahun (Aru et al., 2007).
Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah khususnya di
negara berkembang termasuk Indonesia.Insidensi pneumonia pada anak <5
tahun di negara maju adalah 2-4 kasus/100 anak.tahun sedangkan di negara

10
berkembang 10-20 kasus/ 100 anak tahun (Pudjiadi et al., 2009).Berdasarkan
gambar di bawah menunjukan bahwa Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
masih menjadi masalah kesehatan di masyarakat Indonesia. Berdasarkan
Survei Kematian Balita Tahun 2005 kematian balita sebagian besar disebabkan
pneumonia sebesar 23,6% (Kemenkes, 2012).

Gambar 2.1 Penyebab Kematian Balita (Kemenkes, 2012)

Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun


2007, menunjukkan prevalensi nasional ISPA: 25,5%, angka kesakitan
(morbiditas) pneumonia pada bayi sebesar 2,2%, balita sebesar 3%, angka
kematian (mortalitas) pada bayi 23,8% dan balita 15,5% (PDPI, 2003).
D. Angka Kesakitan ISPA Balita
Selama ini agka insidensi pneumonia pada kelompoko balita di Indonesia
menggunakan estimasi sebesar 10-20%. Angka kesakitan pneumonia menurut
SKDI 1991-2003 dan Survei Morbiditas ISPA 2004 menunjukan presentas
anak yang menderita batuk dengan napas cepat seperti gambar di bawah ini
(Kemenkes, 2012)

11
Gambar 3.1 Angka Kesakitan Pneumonia Balita Tahun 1991-2004
(Kemenkes, 2012)

E. Etiologi Pnemonia
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu
bakteri, virus, jamur, protozoa, yang sebagian besar disebabkan oleh
bakteri.Penyebab tersering pneumonia adalah bakteri gram positif,
Streptococcus pneumonia.Kuman penyebab pneumonia biasanya berbeda
sesuai dengan distribusi umur pasien, dan keadaan klinis terjadinya infeksi
(Aru et al., 2007).
Virus penyebab tersering pneumonia adalah respiratory syncytial virus
(RSV), parainfluenza virus, influenza virus dan adenovirus. Secara umum
bakteri yang berperan penting dalam pneumonia adalah Streptococcus
pneumonia, Haemophillus influenza, Staphylococcus aureus, Streptococcus
group B, serta kuman atipik klamidia dan mikoplasma (Aru et al., 2007).
Pada neonatus Streptococcus group B dan Listeriae monocytogenes
merupakan penyebab pneumonia paling banyak. Virus adalah penyebab
terbanyak pneumonia pada usia prasekolah dan berkurang dengan
bertambahnya usia. Selain ituStreptococcus pneumoniae merupakan penyebab
paling utama pada pneumonia bakterial. Mycoplasma pneumoniae dan
Chlamydiapneumoniae merupakan penyebab yang sering didapatkan pada
anak diatas 5 tahun. Communityy-acquired acute pneumonia sering disebabkan
oleh streptokokkus pneumonia atau pneumokokkus, sedangkan pada
Community-acquired atypical pneumonia penyebab umumnya adalah
Mycopalsma pneumonia.Staphylokokkus aureus dan batang gram negatif
seperti Enterobacteriaceae dan Pseudomonas adalah isolat yang tersering
ditemukan pada Hospital-acquired pneumonia (Aru et al., 2007).

12
F. Faktor Risiko
Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat mempercepat proses
perkembangan penyakit antara lain (Aru et al., 2007):
a. Umur
b. Infeksi saluran pernapasan atas yang tidak tertangani
c. Merokok
d. Penyakit penyerta; DM, PPOK, Gangguan neurologis Gangguan
kardiovaskular
e. Terpajan polutan/bahan kimia berbahaya
f. Tirah baring lama
g. Imunodefisiensi (penggunan NSAIDs jangka panjang, malnutrisi, HIV)

G. Klasifikasi Pneumonia
1. Menurut Sifatnya
a. Pneumonia primer, yaitu radang paru yang terserang pada orang yang
tidak mempunyai faktor risiko tertentu. Kuman penyebab utama yaitu
Staphylococcus pneumoniae (pneumokokus), Hemophilus influenzae,
juga virus penyebab infeksi pernapasan (Influenza, Parainfluenza,
RSV). Selain itu juga bakteri pneumonia yang tidak khas (atipikal)
yaitu mikoplasma, chlamydia, dan legionella (Price dan Wilson, 2005).
b. Pneumonia sekunder, yaitu terjadi pada orang dengan faktor
predisposisi, selain penderita penyakit paru lainnnya seperti COPD,
terutama juga bagi mereka yang mempunyai penyakit menahun seperti
diabetes melitus, HIV, dan kanker (Price dan Wilson, 2005).
2. Berdasarkan Kuman Penyebab
a. Pneumonia bakterial / tipikal. Terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri
mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya
Klebsiella pada penderita alkoholik,Staphyllococcus pada penderita
pasca infeksi influenza.
b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia
c. Pneumonia virus, disebabkan oleh virus RSV, Influenza virus

13
d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi
terutama pada penderita dengan daya tahan lemah
(immunocompromised) (PDPI, 2003).
3. Berdasarkan Klinis dan Epidemiologi

a. Pneumonia komuniti (Community-acquired pneumonia= CAP)


pneumonia yang terjadi di lingkungan rumah atau masyarakat, juga
termasuk pneumonia yang terjadi di rumah sakit dengan masa inap
kurang dari 48 jam (PDPI, 2003).
b. Penumonia nosokomial (Hospital-acquired Pneumonia= HAP)
merupakan pneumonia yang terjadi di rumah sakit, infeksi terjadi
setelah 48 jam berada di rumah sakit. Kuman penyebab sangat
beragam, yang sering di temukan yaitu Staphylococcus aureus atau
bakteri dengan gram negatif lainnya seperti E.coli, Klebsiella
pneumoniae, Pseudomonas aeroginosa, Proteus, dll. Tingkat resistensi
obat tergolong tinggi untuk bakteri penyebab HAP (PDPI, 2003).
4. Berdasarkan Lokasi Infeksi
a. Pneumonia Lobaris
Pneumonia fokal yang melibatkan satu / beberapa lobus paru.
Bronkus besar umumnya tetap berisi udara sehingga memberikan
gambaran airbronchogram.Konsolidasi yang timbul merupakan hasil
dari cairan edema yang menyebar melalui pori-pori Kohn. Penyebab
terbanyak pneumonia lobaris adalah Streptococcus pneumoniae. Jarang
pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau
segmen. Kemungkinan sekunder disebabkan oleh adanya obstruksi
bronkus seperti aspirasi benda asing, atau adanya proses keganasan
(PDPI, 2003).
b. Bronkopneumonia (Pneumonia Lobularis)
Inflamasi paru-paru biasanya dimulai di bronkiolus terminalis.
Bronkiolus terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen
membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang bersebelahan.
Ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrate multifocal pada
lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteri maupun virus. Sering

14
pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus
(PDPI, 2003).
c. Pneumonia Interstisial
Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding bronkus
dan peribronkil. Peradangan dapat ditemumkan pada infeksi virus dan
mycoplasma. Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan
interstisial prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara pada
alveolus masih terlihat, diliputi perselubungan yang tidak merata
(PDPI, 2003).

H. Patofisiologi Pneumonia
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi
sampai usia lanjut. Pecandu alkohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan
gangguan penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun
kekebalan tubuhnya, adalah yang paling berisiko (Dahlan, 2006).
Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan
yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit,
usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang
biak dan merusak organ paru-paru (Dahlan, 2006).
Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru
banyak disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh
penjamu. Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada
pneumonia bakterialis dapat secara langsung merusak sel-sel sistem pernapasan
bawah. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan (PDPI,
2003).
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah cara kolonisasi.
Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal,
mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 – 2,0 nm
melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveoli dan selanjutnya

15
terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung,
orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi
inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian
besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada
orang normal waktu tidur (50%) juga pada keadaan penurunan kesadaran,
peminum alkohol dan pemakai obat (PDPI, 2003).
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan
reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel
PMN dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum
terbentuknya antibodi (PDPI, 2003).
Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang
paling mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru,
ataupun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru
menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar
ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah kuman
yang paling umum sebagai penyebab pneumonia. Terdapat empat stadium
anatomik dari pneumonia terbagi atas:
1. Stadium Kongesti/Hiperemis (4 – 12 jam pertama)
Mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada
daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran
darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi
akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah
pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut
mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga
mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan
histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru
dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga terjadi
pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan
di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh
oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah

16
paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen
hemoglobin (Price dan Wilson, 2005).
2. Stadium Hepatisasi Merah (48 jam selanjutnya)
Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan
fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi
peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi
merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli
tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak.
Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam (Price dan
Wilson, 2005).
3. Stadium Hepatisasi Kelabu (Konsolidasi)
Terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang
terinfeksi.Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang
cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di
alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan
leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi
mengalami kongesti (Price dan Wilson, 2005).
4. Stadium Akhir (Resolusi)
Eksudat yang mengalami konsolidasi di antara rongga alveoli
dicerna secara enzimatis yang diserap kembali atau dibersihkan dengan
batuk. Parenkim paru kembali menjadi penuh dengan cairan dan basah
sampai pulih mencapai keadaan normal (Price dan Wilson, 2005).

I. Diagnosis Pneumonia
1. Gambaran Klinis dan Pemeriksaan Fisik
Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejalanya
meliputi (PDPI, 2003):
Gejala Mayor : 1.Batuk
2.Sputum produktif
3.Demam (suhu>38oC)
Gejala Minor : 1. Sesak napas
2. Nyeri dada

17
3. Konsolidasi paru pada pemeriksaan fisik
4. Jumlah leukosit >12.000/L

Penegakan diagnosis bagi balita sedikit berbeda. Penilaian berdasarkan


batuk dan atau kesukaran bernapas sebagai kemungkinan suatu penyakit
yang parah dan bisa mengakibatkan kematian. Akan tetapi kesukaran
bernapas dapat disebabkan batuk-pilek biasa, hidung tersumbat,
lingkungan berdebu, dan penyakit lain (pertusis, campak, croup). Berikut
panduan pertanyaan dan pemeriksaan sederhana dalam mendeteksi dini
(Kemenkes, 2012):

Gambar 4.1 Panduan Deteksi Dini Pneumonia Balita (Kemenkes, 2012)

1. Tanyakan
a. Berapa umur anak?
Tanyakan umur anaknya, jika:
1) Umur anak 2 bulan - <5 tahun menggunakan Bagan Penilaian,
Penentuan Tanda Bahaya & Klasifikasi Umur 2 bulan - <5
tahun
2) Umur anak <2 bulan menggunakan Bagan Penilaian,
Penentuan Tanda Bahaya & Klasifikasi Umur <2 Bulan
b. Apakah anak menderita batuk dan atau sukar bernapas?
Berapa lama?
“Sukar bernapas” adalah pola pernapasan yang tidak biasa. Para
ibu mengatakan bahwa bernapas “cepat” atau “berbunyi” atau

18
“terputus-putus”. Apabila tidak tampak maka tidak perlu
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Jika ditemukan secara klinis
maka perlu ditanyakan sudah berapa lama. Anak dengan batuk
atau sukar bernapas selama > 3 minggu berarti menderita batuk
kronik sehingga patut dicurigai tanda penyakit TB, asma, batuk
rejan atau penyakit lain.
c. Apakah anak 2 bulan – 5 tahun tidak bisa minum atau
menetek? Apakah bayi < 2bulan kurang bisa minum atau
menetek?
Tanda “tidak bisa minum atau menetek” jika anak terlalu lemah
untukminum atau tidak bisa mengisap atau menelan apabila diberi
minum atau diteteki.Tanyakan kepada ibu apakah anak dapat
minum atau menetek jika masih ragu tanyakan apakah kebiasaan
menetek lebih jarang dari hari-hari sebelumnya apabila tampak
ragu maka berikan beberapa tetes kemudian diperhatikan.
Anak yang tidak bisa minum mungkin menderita pneumonia
berat, bronkiolitis, sepsis/septikemia, infeksi otak (meningitis atau
malaria serebral) dan abses tenggorok.
d. Apakah anak demam? Berapa lama?
Jika ibu mengatakan anak demam maka riwayat demam sudah
cukup untuk menilai sebagaianak demam walaupun saat ini anak
tidak demam.
e. Apakah anak kejang?
Tanyakan kepada ibu apakah anaknya kejang selama sakit
ini.Mungkin ibu menggungkapkan sebagai “step”
atau“kaku”.Meskipun sulit dinilai secara klinis pada bayi muda,
jika menjumpai gejala/gerakanyang tidak biasa, berulang-ulang
dan periodik, maka harus memikirkankemungkinan bayi
kejang.Kejang dapat berupa gerakan tidak terkendali berulang-
ulangpada mulut seperti menguap, mengunyah atau
mengisap.Anak menderita pneumonia yang mengalami kejang-
kejang, kesadaran menurun ataupunsukar dibangunkan dapat

19
diakibatkan oleh kekurangan oksigen, sepsis, serebral malariadan
meningitis.
2. Lihat dan Dengarkan
a. Adakah napas cepat?
Terdapat 3 cara yang benar dalam neghitung frekuensi napas:
1) Gunakan timer untuk menghitung frekuensi napas
a) Temukan titik dimana akan melihat gerakan napas
b) Tekanlah timer dan mulailah menghitung
c) Bunyi pertama menunjukkan 30 detik pertama
d) Bunyi kedua menunjukka 1 menit
2) Menggunakan jam tangan yang mempunyai jatum detik. Bisa
minta bantuan orang lain untuk memberi aba-aba setelah 60
detik, sehingga bisa sepenuhnya mengamati pernapasan anak.
Apabila tidak ada orang lain yang membantu, buatlah posisi
jam tangan sedemikian sehingga bisa melihat jarum jam
tangan sekaligus melihat pernapasan anak.
3) Gunakan jam tangan dengan jarum detik atau jam digital.
Hitung pernapasan sampai ke batas napas cepat (60, 50, atau
sesuai umur anak) kemudian segera melihat jam. Bila
pernapasan normal maka membutuhkan lebih dari 1 menit.
Gambar 5.1 Penilaian Napas Cepat Sesuai Umur (Kemenkes,
2012)

20
b. Apakah terlihat tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
(TDDK)?
Perhatikan apakah dinding dada tertarik ke dalam (tulang rusuk
terbawah) pada saat anak menarik napas.Pada pernapasan normal
seluruh dinding dada dan perut bergerak keluar ketika anak
menarik napas. Anak dikatakan TDDK jika dinding dada bagian
bawah masuk ke dalam ketika anak menarik napas. Terdapat
beberapa tanda yang harus dipahami antara lain:
a. Jika tampak dada tertarik ketika menangis atau diberi makan
maka bukan TDDK
b. Jika tampak dada tertarik antara tulang rusuk maka bukan
TDDK
c. Penilaian kepada anak umur <2 bulan biasa terjadi tarikan
dada karena tulang rusuk relatif apabila tarikan tampak kuat
maka patut dicurigai.
Gambar 6.1 Penilaian TDDK Balita (Kemenkes, 2012)

c. Apakah terdengar stridor?


Stridor adalah bunyi khas yang terdengar pada saat anak menarik
napas. Stridor terjadiapabila ada pembengkakan pada laring,
trakhea atau epiglottis, sehingga menyebabkansumbatan yang
menghalangi masuknya udara ke dalam paru dan dapat
mengancam jiwaanak. Anak yang menderita stridor pada saat
tenang menunjukkan suatu keadaan yangberbahaya.Untuk melihat
dan mendengar stridor, amati ketika anak menarik napas.

21
d. Apakah terdengar wheezing? Apakah berulang?
Wheezing adalah suara bising seperti siulan atau tanda kesulitan
waktu anak mengeluarkan napas.Hal ini disebabkan penyempitan
saluran napas. Pada usia dua tahun pertama, wheezing pada
umumnya disebabkan oleh infeksi respiratorik akut akibat virus,
seperti bronkiolitis atau batuk dan pilek. Setelah usia dua tahun,
hamper semua wheezing disebabkan oleh asma. Kadang-kadang
anak dengan pneumonia disertai dengan wheezing. Diagnosis
pneumonia harus selalu dipertimbangkan terutama pada usia dua
tahun pertama.
e. Apakah terlihat kesadarannya menurun?
Anak yang kesadarannya turun akan sulit dibangunkan
sebagaimana seharusnya. Anaktampak mengantuk dan tidak
punya perhatian akan apa yang terjadi di sekelilingnya(letargis).
Seringkali anak yang letargis tidak melihat kepada ibu atau
memperhatikan wajahSaudara pada waktu Saudara bicara. Anak
mungkin menatap hampa (pandangan yangkosong) dan terlihat
bahwa ia tidak memperhatikan keadaan sekitarnya.Anak yang
tidak sadar tidak dapat dibangunkan, tidak bereaksi ketika
disentuh, digoyangatau diajak bicara.Tanyakan kepada ibu apakah
anaknya mengantuk tidak seperti biasanyaatau tidak dapat
dibangunkan.Perhatikan apakah anak itu terbangun jika diajak
bicara ataudigoyang jika Saudara bertepuk
tangan.Mengantuk/letargis atau tidak sadar merupakan salah satu
tanda adanya infeksi berat padabayi muda.
Penilaian kesadaran pada anak dapat menggunakan Pediatric
Coma Scale (modifikasi GCS). Berikut merupakan poin-poin
penilaian dan interpretasi (Sylviningrum, 2010):
Tabel 4.1 PCS & Interpretasi (Sylviningrum, 2010)
Eyes opening Nilai
Spontan 4
Stimulus terhadap ucapan/kata-kata 3
Stimulus terhadap rasa sakit 2
Tidak respon 1

22
Bahasa Nilai
Non Verbal Verbal
Tersenyum terhadap Orientasi baik dan 5
gerak benda perkataan dimengerti
Orientasi buruk tapi 4
perkataan dimengerti
Kata-kata 3
Menangis Suara tidak dapat 2
dipahami
Tidak berespon Tidak berespon 1
0-6 bulan : Menangis (2)
6-12 bulan : Suara (3)
12-24 bulan : Kata yang dimengerti (4); Melokalisir rasa sakit (4)
2-5 tahun : Kata yang dimengerti (4)
>5 tahun : Verbal normal (5)
Motorik Nilai
Mengikuti perintah 6
Melokalisasi rasa sakit 5
Fleksi 4
Dekortikasi 3
Ekstensi 2
Tidak berespon 1
0-6 bulan : 9
6-12 bulan : 11
12-24 bulan : 12
2-5 tahun : 13
>5 tahun : 14

a. Apakah teraba demam/terlalu dingin?


Periksa untuk mengetahui apakah anak demam (suhu badannya
lebih dari 37,5oC) atauhipotermia (suhu di bawah normal/ kurang
dari 35,5oC).
b. Adakah tanda gizi buruk?
Memeriksa tanda kekurangan gizi berat dilakukan secara klinis
dengan melihat kondisianak. Metode lain dapat digunakan untuk
menetapkan anak yang kurang gizi, ukur beratdan tinggi badan,
atau ukur lingkar lengan. Selain itu dapat dicugai apabila terdapat
tanda dana tau gejala berikut (Depkes, 2011;Pudjiadi et al., 2009):
Tabel Tanda-Tanda Gizi Kurang-Buruk (Depkes, 2011)
MEP Ringan-Sedang (Gizi Kurang)
BB tidak bertambah/berkurang
Ukuran LiLa lebih kecil dari normal
Rasio BB/TB normal/menurun
Tebal lipatan kulit normal/berkurang
MEP Berat (Gizi Buruk)
Kwashiorkor Marasmus

23
Perubahan warna dan tekstur Wajah seperti orang tua
rambut, mudah
dicabut/rontok
Gangguan pencernaan Kulit kering, dingin, kendor,
keriput
Pembesaran hati Lemak subkutan menghilang
hingga turgor kulit berkurang
Perubahan kulit Atrofi otot sehingga kontur
tulang tampak jelas
Atrofi otot
Edema simetris kedua
punggung kaki-anasarka

Gambar Marasmus dan Kwashiorkor

J. Klasifikasi Pneumonia Balita


Berikut tabel praktik dalam menentukan klasifikasi pneumonia balita:
Tabel 4.3 Klasifikasi Pneumonia 2 Bulan – 5 Tahun (Kemenkes, 2012)

24
Tabel 4.4 Klasifikasi Pneumonia < 2 Bulan (Kemenkes, 2012)

K. Pemberian Makanan & Cairan

1. Nasihat Pemberian Makanan


Anjuran pemberian makan terbagi untuk kelompok umur; 0-6
bulan 6-12 bulan, 1-2 tahun, 2-3 tahun, dan 3-5 tahun (Kemenkes, 2012).
a. Bersihkan hidung afar tidak mengganggu pemberian makanan
b. Mengatasi demam yang tinggi (>38,5oC)
c. Pemberian makanan pada bayi yang tidak bisa mengisap dengan baik
d. Pemberian makanan pada anak yang muntah sesering mungkin selama
sakit dan sesudah sembuh ketika muntahnya reda
e. Pemberian makanan selama anak sakit dengan nilai gizi dan kalori
tinggi. Anak berumur >6 bulan berikanlah campuran tepung dengan
kacang-kacangan, atau tepung dengan daging atau ikan ditambahkan
minyak untuk memperkaya energi. Selain itu dapat ditambahkan
makanan dari susu atau telur. Anak berumur <6 bulan anjurkan ibunya
untuk lebih seing memberikan ASI.
2. Nasihat Pemberian Cairan
a. Berilah minuman lebih banyak pada anak seperti lebih banyak
memberikan ASI, susu buatan, air putih, sari buah, dan sebagainya.

25
b. Pemberian ASI lebih sering pada anak yang belum menerima
makanan tambahan apapun.
3. Pemberian Bahan Aman Pereda Batuk
Hindari pemberian pereda batuk seperti atropin, kodein dan turunannya
atau alkohol serta pengobatan tetes hidung selain yang mengandung
larutan garam saja.
Tabel 5.1 Pereda Batuk Aman (Kemenkes, 2012)

L. Pencegahan
Pencegahan selain dengan mencegah dan menghindari fakto risiko dapat
melalui pendekatan yaitu dengan pendidikan kesehatan dikomunitas,perbaikan
gizi, pelatihan petugas kesehatan dalam hal memanfaatkan pedoman diagnosis
dan pengobatanpneumonia, penggunaan antibiotika yang benar dan efektif,
danwaktu untuk merujuk yang tepat dan segera bagi kasus yangpneumonia
berat. Peningkatan gizi termasuk pemberian ASI eksklusif dan asupan zink,
peningkatan cakupan imunisasi, danpengurangan polusi udara didalam ruangan
dapat pulamengurangi faktor risiko. Berikut usaha untuk mencegah pneumonia
yaitu (Kartasasmita et al., 2010):
a. Pencegahan Non-Spesifik
1) Meningkatkan derajat sosio-ekonomi dengan cara menurunkan
kemiskinan, angka kurang gizi, morbiditas/mortalitas, dan
meningkatkan tingkat pendidikan, derajat kesehatan serta lingkuan
bersih bebas polusi
b. Pencegahan Spesifik
1) Pencegahan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)
2) Pemberian makanan bergizi dan seimbang
3) Imunsasi (Vaksinasi pertussis dalam DTP, campak, Haemophillus
influenza type b, dan Pneumococcus).

26
M. Pengetahuan & Keterampilan Kader
1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses
sensoris khususnya mata dan telinga terhadap obyek tertentu. Pengetahuan
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku
terbuka (overt behavior).Perilaku yang didasari pengetahuan bersifat
langgeng. Proses adopsi perilaku, menurut Rogers dalam Notoatmodjo
sebelum seseorang mengadopsi sesuatu di dalam diri orang tersebut terjadi
suatu proses yang berurutan yaitu (Notoadmodjo, 2003):
a. Awareness (kesadaran) individu menyadari adanya stimulus
b. Interest (tertarik) individu mulai tertarik kepada stimulus
c. Evaluation (menimbang-nimbang) individu menimbang tentang baik
dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Pada tahap ini subyek
memiliki sikap yang lebih baik
d. Trial (mencoba) individu sudah mulai mencoba perilaku baru
e. Adoption, individu telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
sikap dan kesadarannya terhadap stimulus.
Tingkatan pengetahuan di dalam domain kognitif mencakup 6 tingkatan:
a. Tahu (know) tahu dapat diperhatikan sebagai mengingat suatu materi
yang telah dipelajari sebelumnya
b. Memahami (comprehension) kemampuan menjelaskan secara benar
tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar
c. Aplikasi (application) kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya
d. Analisis (analysis) kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
obyek ke dalam komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi
tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain
e. Sintesis (synthesis) kemampuan untuk menyusun formulasi yang ada.
Selain menyusun, dapat merencanakan dan dapat meringkas serta dapat
menyesuaikan terhadap teori yang sudah ada

27
f. Evaluasi (evaluation) kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap
suatu materi atau obyek, penilaian didasarkan pada kriteria tertentu
Dalam program P2 ISPA, petugas kesehatan hatus memiliki
pengetahuan tentang tatalakasana kasus penderita ISPA dan tentang
kebijakannya sehingga diharapkan mampu memberikan pelayanan yang
baik.
2. Keterampilan
Keterampilan adalah cakap dalam menjalankan tugas, mampu, dan
cekatan.Cekatan adalah kepandaian melakukan pekerjaan dengan tepat dan
benar.Kemampuan ini diperoleh melalui tahap-tahap belajar
tertentu.Berawal dari gerakan kasar yang tidak terkoordinasi kemudian
menjadi gerakan halus melalui koordinasi diskriminasi (perbedaan) dan
intergrasi (perpaduan) pada akhirnya.Menurut beberapa ahli seperti
Dunnette, Gordon, Iverson, dan Nadler dapat disimpulkan bahwa
keterampilan adalah kemampuan untuk mengoperasikan suatu pekerjaan
secara mudah dan cermat yang membutuhkan kemampuan dasar (basic
ability) Soemarjadi, 1992).
Menurut Robbins (2000: 494-495) pada dasarnya keterampilan dapat
dikategorikan menjadi 4 :
a. Basic Literacy Skill
Keahlian dasar merupakan keahlian seseorang yang pasti dan
wajibdimiliki oleh kebanyakan orang, seperti membaca, menulis dan
mendengar.
b. Technical Skill
Keahlian teknik merupakan keahlian seseorang dalam
pengembangan teknik yang dimiliki, seperti menghitung secara tepat,
mengoperasikan komputer.
c. Interpersonal Skill
Keahlian interpersonal merupakan kemampuan seseorang secara
efektif untuk berinteraksi dengan orang lain maupun dengan rekan
kerja,seperti pendengar yang baik, menyampaikan pendapat secara
jelas dan bekerja dalam satu tim.

28
d. Problem solving
Menyelesaikan masalah adalah proses aktivitas untuk
menajamkanlogika, beragumentasi dan penyelesaian masalah serta
kemampuan untukmengetahui penyebab, mengembangkan alternatif
dan menganalisa serta memilih penyelesaian yang baik
3. Pelatihan
Menurut Zais (1986) pelatihan adalah proses dimana para instruktur
memanipulasi peserta dan lingkungan mereka dengan cara-cara tertentu
sehingga peserta mampu menguasai perilaku yang diinginkan. Sedangkan
menurut Wexley dan Yuki (1995) pelatihan adalah proses dimana pekerja
mempelajari keterampilan, sikap, dan perilaku yang diperlukan guna
melaksanakan pekerjaan mereka secara efektif (Fitriani, 2011).

29
N. Kerangka Teori

Faktor Risiko Faktor


Risiko
1. Umur
2. Infeksi
3. ISPA Etiologi
4. Merokok 1. Virus
5. Penyakit penyerta 2. Bakteri
6. Terpajan polutan 3. Jamur
7. Tirah baring lama 4. Parasit
8. Imunodefisiensi

Gejala :
1. Batuk
2. Sesak napas
Kongesti 3. Sulit minum/menetek
Tanda :
1. Kesadaran menurun
Hepatisasi merah 2. Status gizi
3. Demam
4. TDDK
Hepatisasi kelabu 5. Stridor/wheezing
6. Kejang

30
O. Kerangka Konsep

Pre-Test Perlakuan Post-Test


01 X 01

Pengetahuan Keterampilan Pengetahuan Keterampilan

31
V. METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuasi eksperimental, yaitu
suatu rancangan penelitian yang digunakan untuk mencari hubungan sebab-
akibat. Kuasi Eksperimental memiliki perlakuan (treatmens), pengukuran-
pengukuran dampak (outcome measures), dan unit-unit eksperimen namun
tidak menggunakan penempatan secara acak (Sastroasmoro S., Ismael S,
2011).
Desain penelitian ini tidak mempunyai pembatasan yang ketat terhadap
randomisasi, dan pada saat yang sama dapat mengontrol ancaman-ancaman
validitas. Penelitian ini menggunakan metode pretest dan posttest untuk
membandingkan kelompok peserta dan mengukur tingkat perubahan yang
terjadi sebagai hasil dari perlakuan.

B. Populasi dan Sampel


1. Populasi
a. Populasi target
Populasi target pada penelitian ini adalah kader kesehatan di wilayah
Kabupaten Banyumas
b. Populasi terjangkau
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah kader kesehatan di
wilayah Puskesmas Jatilawang.
2. Sampel
Sampelnya diambil secara purposive sampling. Purposive Sampling
merupakan teknik sampling yang termasuk dalam Nonprobability
Sampling. Purposive Sampling adalah teknik penentuan sampel
berdasarkan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2010:85). Sampel pada
penelitian ini adalah kader kesehatan yang hadir dalam pertemuan rutin
bulanan di puskesmas Jatilawang.

32
C. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah perlakuan yang mempengaruhi
pengetahuan dan ketrampilan kader dalam deteksi dini pneumonia pada
balita, yaitu penyuluhan.

2. Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah pengetahuan dan ketrampilan
kader dalam deteksi dini pneumonia pada balita. Variabel terikat termasuk
skala kategorik.
D. Definisi Operasional
Tabel 5.2 Definisi Operasional
Variabel Keterangan Skala
Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi Nominal
melalui proses sensoris khususnya mata dan telinga
terhadap obyek tertentu
Cara ukur :Tes ini mengukur pengetahuan melalui
kuesioner
Hasil ukur:
Kurang Baik
Score 0-14 Score 15-22

Ketrampilan Keterampilan adalah cakap dalam menjalankan Nominal


tugas, mampu, dan cekatan. Cekatan adalah
kepandaian melakukan pekerjaan dengan tepat dan
benar
Cara ukur :Tes ini mengukur pengetahuan melalui
kuesioner
Hasil ukur:
Kurang Baik
Score 0-15 Score 16-24

33
E. Instrumen Pengambilan Data
Sumber data adalah primer yang diperoleh dari wawancara terstruktur
dengan menggunakan kuesioner. Wawancara dilakukan saat pertemuan rutin
bulanan kader se-Jatilawang.

F. Rencana Analisis Data


Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
deskriptif yang dilakukan dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi
tentang karakteristik sampel. Data disajikan dalam bentuk tabel frekuensi
distribusi pretest dan posttest untuk semua variabel yang diteliti.

G. Waktu dan Tempat


Hari : Jumat
Tanggal : 30 Desember 2016
Waktu : 11.00 – 12.00 WIB
Tempat : Aula Puskesmas Jatilawang

34
VI. RENCANA KEGIATAN

A. Latar Belakang

Infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) menimbulkan angka kesakitan


dan kematian yang tinggi serta kerugian produktivitas kerja (Dahlan, 2006).
Dari hasil survei kesehatan rumah tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi
saluran napas bagian bawah menempati urutan ke dua sebagai penyebab
kematian (Price dan Wilson, 2005). ISNBA dapat dijumpai dalam berbagai
bentuk, tersering adalah dalam bentuk pneumonia (Dahlan, 2006).Laporan
WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit
infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia. Di
Indonesia, dari buku SEAMIC Health statistic 2001, pneumonia merupakan
penyebab kematian nomor enam (Price dan Wilson, 2005).
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli,
serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas
setempat. Istilah pneumonia lazim dipakai bila peradangan terjadi oleh proses
infeksi akut, sedangkan istilah pneumonitis sering dipakai untuk proses non
infeksi (Dahlan, 2006).
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) di Indoneisa tahun
2007, menunjukkan; prevalensi nasional ISPA: 25,5% (16 provinsi di atas
angka nasional), angka kesakitan (morbiditas) pneumonia pada Bayi: 2.2 %,
Balita: 3%, angka kematian (mortalitas) pada bayi 23,8%, dan Balita 15,5%
(Price dan Wilson, 2005).
Kecamatan Jatilawang memiliki jumlah penduduk ±77.000 jiwa dengan
estimasi jumlah balita 10% sekitar 7.700 jiwa. Dinas Kesehatan Kabupaten

35
Banyumas memperkirakan sekitar 5% dari jumlah balita di Banyumas
menderita penyakit pneumonia. Data tersebut dapat diketahui penemuan kasus
pneumonia balita di area Puskesmas Jatilawang baru tercapai 29,3% dari target
yaitu 100%.
Hal ini karena deteksi dini oleh kader belum dilakukan maksimal. Faktor
ini karena belum terlaksananya pemberian pengetahuan dan keterampilan
kepada kader dalam mendeteksi dini pneumonia pada balita. Maka dari
diperlukannya skrining seberapa jauh pengetahuan dan seberapa terampil
kader-kader dalam mendeteksi dini sehingga dapat dilakukan pelatihan kader
secara rutin apabila diperlukan.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Meningkatkan cakupan pneumonia pada balita di Puskesmas Jatilawang.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui tingkatan pengetahuan dan keterampilan dalam deteksi dini
pneumonia pada balita
b. Melakukan pelatihan kepada kader untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan dalam deteksi dini pneumonia pada balita

C. Bentuk dan Materi


Kegiatan akan dilaksanakan dalam bentuk penyuluhan. Materi penyuluhan
berisikan tentang definisi, gejala, tanda, faktor risiko, penyebab, komplikasi,
penanganan dan pencegahan pneumonia.

D. Sasaran
Sasaran dari kegiatan ini adalah kader kesehatan di wilayah kerja puskesmas
jatilawang yang hadir dalam pertemuan rutin bulanan.

E. Pelaksanaan
1. Personil
Penanggung Jawab : dr. Esti Haryati

36
Pembimbing : Dr. dr. Nendyah Roestijawati
dr. Esti Haryati
Pelaksana : Aditya Utomo
Destiatpin Sofyaningrum
2. Waktu dan tempat
Hari : Jumat
Tanggal : 29 Desember 2016
Waktu : 11.00 – 12.00 WIB
Tempat : Aula Puskesmas Jatilawang
F. Rencana Anggaran
Kuesioner : 20.000
Leaflet : 30.000
Total : 50.000
G. Rencana Evaluasi
1. Input
a. Man
Penyuluhan dilaksanakan oleh 2 orang dan 30 kader posyandu sebagai
peserta
b. Money
Rencana anggaran pada kegiatan ini berjumlah lima puluh ribu rupiah
c. Material
Fasilitas yang akan digunakan dalam kegiatan ini berupa laptop, kabel
rol, proyektor dan speaker.
d. Method
Kegiatan penyuluhan ini dilakukan dengan cara presentasi di depan kader
kesehatan yang hadir pada pertemuan rutin bulanan kader se-jatilawang.
e. Minute
Estimasi waktu pelaksanaan sekitar 1 jam dari jam 09.00-10.00 WIB
f. Market
Cakupan target kegiatan penyuluhan ini adalah kader kesehatan
puskesmas jatilawang yang hadir pada pertemuan rutin bulanan.

37
2. Proses
Dalam pelaksanaan kegiatan ini diharapkan kader posyandu mengikuti
seluruh kegiatan dari awal sampai akhir dan memahami isi serta terdapat
peningkatan/ketrampilan dalam deteksi dini pneumonia.

3. Output
Tercapainya peningkatan pengetahuan dan ketrampilan kader kesehatan
dalam deteksi dini pneumonia pada balita

4. Outcome
Dampak program yang diharapkan adalah peningkatan angka cakupan
pneumonia pada balita

38
VII. LAPORAN HASIL PELAKSANAAN

A. Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan


Intervensi kesehatan langsung yang dilakukan adalah penyuluhan mengenai
Pneumonia, cara penularan, faktor risiko, tanda dan gejala, penanganan,
pencegahan, serta komplikasi. Penyuluhan ini diharapkan memberi manfaat
dalam meningkatkan pengetahuan dan ktrampilan kader dalam deteksi dini
pneumonia pada balita. Pelaksanaan kegiatan dilaksanakan melalui 3 tahap
yang meliputi:
1. Tahap Perizinan
a. Perizinan
Perizinan dilakukan oleh pihak dokter muda yang ditujukan kepada
dokter kepala puskesmas dan perseptor lapangan untuk melaksanakan
penelitian mengenai pengetahuan dan ketrampilan kader dalam deteksi
dini pneumonia pada balita, wilayah kerja puskesmas jatilawang,
kabupaten Banyumas.
b. Materi
Materi yang dipersipakan yaitu pengertian Pneumonia, cara penularan,
faktor risiko, tanda dan gejala, penanganan, pencegahan, serta
komplikasi.
c. Sarana
Sarana yang dipersiapkan berupa laptop, proyektor, speaker, guna
meyebarkan informasi terkait pneumonia pada balita kepada kader
kesehatan di wlayah kerja puskesmas jatilawang.
2. Tahap Pelaksanaan
Judul Kegiatan : Penyuluhan Deteksi Dini Pneumonia pada Balita
Hari/Tanggal : Kamis, 29 Desember 2016
Pukul : 10.30 – 12.00 WIB
Tempat : Aula Puskesmas Jatilawang
Pembimbing : dr. Esti Haryati (Kepala Puskesmas Jatilawang)
DR. dr. Nendyah Roestijawati M.KK
(Pembimbing Fakultas)

39
Pelaksana : Dokter Muda UNSOED (Aditya Utomo, S.Ked
dan Destiatpin Sofyaningrum S.Ked)
Peserta : Kader kesehatan yang hadir dalam petemuan
bulanan kader se-Jatilawang
3. Tahap Evaluasi
Tahap Evaluasi adalah melakukan evaluasi mengenai 3 hal, yaitu evaluasi
sumber daya, evaluasi proses, evaluasi hasil. Berikut ini akan dijelaskan
mengenai hasil evaluasi masing-masing aspek.
a. Input
1. Man
Secara keseluruhan sumber daya dalam pelaksanaan penyuluhan
sudah cukup baik karena dilakukan oleh tim pelaksana yang terdiri
dari dua orang dokter muda dibantu oleh petugas gizi dan promosi
kesehatan.
2. Money
Dana untuk kegiatan penyuluhan berasal dari biaya mandiri
pelaksana kegiatan
3. Material
Pada kegiatan penyuluhan ini dilakukan presentasi dengan
menggunakan laptop, proyektor, dan speaker.
4. Metode
Kegiatan yang dilakukan adalah pengkondiasan, pengisian
kuesioner sebagai pretest, kemudian dilanjutkan dengan
penyuluhan (Presentasi, pemutaran video, tanya jawab), dan
terakhir pengisian kuesioner sebagai posttest
5. Minute
Penyuluhan tentang pengetahuan dan ketrampilan kader dalam
deteksi dini pneumonia pada balita dilaksanakan hari kamis tanggal
29 Desember 2016. Jadwal pelaksanaan yang berubah ini
disebabkan karena pada tanggal 30 Desember 2016 jatuh pada hari
jum’at dimana jam kerja lebih pendek sehingga dikhawatirkan
waktu yang tersedia lebih sedikit dari yang dibutuhkan.

40
Durasi pelaksanaan kegiatan berlangsung sekitar 90 menit yaitu
sejak pukul 10.30 – 12.00 WIB. Waktu pelaksanaan tertunda 90
menit dikarenakan ada agenda pembahasan yang harus
diselesaikan antara puskesmas dengan kader. Durasi kegiatan lebih
lama 30 menit dari estimasi sebelumnya karena kader butuh waktu
lebih banyak dalam pengisian kuesioner.
6. Market
Kader kesehatan yang datang berjumlah 23 orang. Jumlah yang
lebih sedikit dibandingkan estimasi awal 30 orang. Hal ini
dikarenakan ada kegiatan lain di PKK sehingga tidak memenuhi
target.
b. Proses
Evaluasi terhadap proses kegiatan ini adalah proses pelaksanaan
penyuluhan tentang pengetahuan dan ketrampilan kader dalam deteksi
dini pneumonia pada balita. Penyampaian materi dilakukan dengan
lancer dan peserta dapat mengikuti serta memahami apa yang
disampaikan dengan cukup baik. Metode penyampaian yang paling
disukai oleh peserta adalah pemutaran video.
c. Output
Kader kesehatan wilayah kerja puskesmas jatilawang yang
mendapatkan penyuluhan tentang pengetahuan dan ketrampilan kader
dalam deteksi dini pneumonia pada balita merasa terbantu dalam
mengenali penyakit pneumonia pada balita. Hal ini dapat
meningkatkan ketrampilan kader dalam deteksi dini pneumonia pada
balita.
d. Outcome
Dampak program yang diharapkan adalah meningkatnya cakupan
penemuan kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja puskesmas
Jatilawang.

41
B. Hasil Pelaksanaan
Penelitian ini melibatkan 23 responden yang hadir dalam pertemuan
bulanan kader dan bersedia mengikuti penelitian. Adapun karakteristik
responden disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 7.1 Karakteristik Responden
Kategori Jumlah Persentase
Pendidikan SD 5 21,7
SMP 8 34,4
SMA 9 39
D3/Sarjana 1 4,3
Pelatihan Pernah 18 78
Tidak Pernah 5 22

Usia responden termuda adalah 30 tahun sedangkan yang paling tua adalah
30 tahun dengan nilai rerata 42,7 tahun. Sedangkan lama menjadi kader
berada dalam rentang 5 sampai 34 tahun dengan rerata 15 tahun.
Hasil yang didapat dari penyuluhan tentang pengetahuan dan ketrampilan
kader dalam deteksi dini pneumonia pada balita adalah bertambahnya tingkat
pengetahuan dan ketrampilan kader dalam ddeteksi dini pneumonia pada
balita.
Tabel 6.1 Perbandingan Pengetahuan sebelum dan sesudah Penyuluhan
Pengetahuan Pre Test Post Test
Baik 27% 91%
Kurang 73% 9%

Tabel 6.2 Perbandingan Ketrampilan sebelum dan sesudah Penyuluhan


Ketrampilan Pre Test Post Test
Baik 4,2% 95,8%
Kurang 95,8% 4,2%

42
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
Berdasarkan hasil rekapitulasi data di atas bahwa nilai post-test baik
pengetahuan dan keterampilan memiliki nilai yang termasuk kategori baik
setelah dilakukan intervensi. Nilai pengetahuan kader sebelum dilakukan
intervensi termasuk kategori kurang sebanyak 73% dan baik sebanyak 27%.
Nilai keterampilan kader sebelum dilakukan intervensi termasuk kategori
kurang sebanyak 95,8% dan baik sebanyak 4,2%. Baik pengetahuan dan
keterampilan setelah dilakukan intervensi termasuk kategori baik. Kategori
baik pengetahuan kader sebanyak 91% dan kurang sebanyak 9%. Kategori
baik keterampilan kader sebanyak 95,8% dan kurang sebanyak 4,2%.

B. PEMBAHASAN
Hal ini sejalan dengan penelitan yang dilakukan oleh Syahrani et al (2005)
menunjukkan bahwa adanya peningkatan antara pendidikan kesehatan
terhadap pengetahuan dan keterampilan. Nilai pre-test pengetahuan termasuk
kategori baik sebanyak 0%, cukup 6,3%, kurang 93,8% sedangkan nilai post-
test termasuk kategori baik sebanyak 62,5%, cukup 37,5%, kurang 0%. Nilai
pre-test keterampilan termasuk kategori baik sebanyak 0%, cukup 12,5%,
kurang 87,5% sedangkan nilai post-test termasuk kategori baik sebanyak
81,3%, cukup 18,8%, kurang 0%. Penelitan Hartini et al (2010) juga
menunjukkan bahwa adanya peningkatan antara pendidikan kesehatan
terhadap pengetahuan dan keterampilan. Nilai pre-test pengetahuan termasuk
kategori baik sebanyak 0%, cukup 6,3%, kurang 93,8% sedangkan nilai post-
test termasuk kategori baik sebanyak 62,5%, cukup 37,5%, kurang 0%. Nilai
pre-test keterampilan termasuk kategori baik sebanyak 0%, cukup 12,5%,
kurang 87,5% sedangkan nilai post-test termasuk kategori baik sebanyak
81,3%, cukup 18,8%, kurang 0%.
Menurut Notoatmodjo (2005) pendidikan kesehatan merupakan
penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui teknik praktik
belajar atau instruksi secara individu untuk meningkatkan kesadaran akan nilai
kesehatan sehingga dengan sadar mau mengubah perilaku dalam kesehatan.

43
Langkah penting dalam pengubahan perilaku adalah membuat pesan yang
disesuaikan dengan sasaran, pemilihan media, intensitas dan lama
penyampaian. Apabila semua hal itu diperhatikan maka akan memberikan
efek yang signifikan terhadap peningkatan pengetahuan serta keterampilan
seseorang.

44

Anda mungkin juga menyukai