Anda di halaman 1dari 5

BAHASA INDONESIA: GRUP BA

ANGGOTA : Syalafiyatul Ni’mah (161710101012)


Akhmad Nasykhuddin (161710101036)
Istriani (161710101039)
Indung Dwi Umarta (161710101071)

Proses Pembuatan Kecap

Kecap menjadi salah satu bumbu yang banyak dipakai ibu rumah
tangga dan juga para pengusaha kuliner sebagai penguat cita rasa
masakan. Di pasaran tersedia berbagai jenis kecap dengan aneka ragam
merek, baik yang sudah dikenal nasional maupun hanya sebatas pasar
lokal. Usaha pembuatan kecap di Indonesia dijalankan oleh pengusaha
besar maupun pengusaha kecil yang berskala lokal.
Kecap adalah bumbu masakan yang berwujud cairan kental dengan
warna cokelat kehitaman. Penyedap makanan ini biasanya terbuat dari
bahan kedelai hitam dengan rasa manis atau asin. Kecap manis biasanya
kental dan terbuat dari kedelai hitam, sementara kecap asin lebih cair dan
terbuat dari kedelai dengan komposisi garam lebih banyak. Namun ada
pula kecap asin yang terbuat dari bahan dasar air kelapa. Selain berbahan
dasar kedelai hitam dan air kelapa, kecap juga dapat dibuat dari ampas
padat pembuatan tahu.
Tekstur kecap yang kental karena ditambahkan gula merah, gula
aren, atau gula kelapa ke dalam adonan. Sedangkan kecap dengan tekstur
encer dikarenakan mengandung lebih banyak garam. Ada juga kecap
ikan, kecap udang, dan sebagainya. Sesuai dengan namanya, kecap-kecap
tersebut selama proses pembuatan ditambahkan sari ikan ataupun sari
udang ke dalamnya.
Proses pembuatan kecap dapat dilakukan dengan berbagai cara,
antara lain fermentasi, hidrolisa asam, atau kombinasi keduanya. Tetapi
yang lebih sering dan mudah dilakukan yaitu cara fermentasi. Proses
pembuatan kecap dengan cara fermentasi melalui dua tahapan, yaitu
fermentasi kapang dan fermentasi larutan garam. Fermentasi kapang pada
proses pembuatan kecap menggunakan jamur Aspergillus wentii dan
Rhizopus oryzae. Sedangkan fermentasi larutan garam dilakukan dengan
cara direndam di dalam larutan garam dengan konsentrasi cukup tinggi
yaitu antara 15-20 %.
Pembuatan kecap dengan cara fermentasi dilakukan dengan cara
memfermentasi kedelai dengan kapang (Aspergillus sp dan Rhizopus sp)
menjadi semacam tempe kedelai, kemudian tempe ini dikeringkan dan
direndam di dalam larutan garam. Garam merupakan senyawa yang
selektif terhadap pertumbuhan mikroba. Hanya mikroba tahan garam saja
yang tumbuh pada rendaman kedelai tersebut. Mikroba yang tumbuh
pada rendaman kedelai pada umumnya dari jenis khamir dan bakteri
tahan garam, seperti Zygosaccharomyces (khamir) dan Lactobacillus
(bakteri). Mikroba ini merombak protein menjadi asam-asam amino,
komponen rasa dan aroma, serta menghasilkan asam. Fermentasi tersebut
terjadi jika kadar garam cukup tinggi antara 15 - 20%.
Tahap pertama dalam pembuatan kecap adalah pencucian dan
penyortiran. Pada tahap ini dipilih biji kedelai hitam tua yang baik untuk
kecap. Biji yang baik yaitu biji yang bersih, bebas dari sisa tanaman,
batu, kerikil, tanah, biji kedelai tidak cacat, bebas serangan hama dan
penykit, tidak memar atau rusak, dan kulit biji tidak keriput. Kemudian
biji kedelai dicuci dengan air bersih menggunakan air mengalir. Tujuan
dari pencucian ini yaitu untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang
masih melekat atau tercampur dengan biji kedelai dalam pembuatan
kecap.
Setelah tahap pencucian dan penyortiran selesai, tahap selanjutnya
selanjutnya yaitu tahap perebusan I dan penirisan. Perebusan
berlangsung selama 2 jam atau sampai biji kedelai lunak. Caranya biji
kedelai dimasukan ke dalam panci dan direbus dengan kompor atau
tungku pemanas. Banyaknya air yang digunakan dari 100 kg kedelai
hitam yaitu 500 liter air bersih atau dengan pedoman seluruh biji kedelai
dapat terendam, maka akan menghasikan air kotor sebanyak 200 liter.
Dari perebusan ini mendapatkan biji kedelai yang lunak dan kulitnya
mudah dikupas. Selanjutnya dilakukan penirisan, biji kedelai
dipindahkan ketempat peniris atau menggunakan kalo, selanjutnya
didinginkan sekitar 0,5- 1 jam sampai kedelai dingin.
Setelah tahap perebusan I dan penirisan selesai dilakukan, tahap
selanjutnya yaitu proses penjamuran dan penggaraman. Pada tahap
penjamuran kedelai harus dingin secara sempurna, sebab bibit kapang
yang diberikan dapat mati apabila kedaan masih panas. Kapang yang
digunakan yaitu Rhizopus oryzae. Tahap penjamuran ini menentukan
berhasil tidaknya pembuatan kecap kedelai. Pemberian ragi juga harus
sesuai dengan jumlah kedelai (perbandingan 1:1), agar tidak
menimbulkan kegagalan pertumbuhan kapang. Tahap penjamuran
dilakukan dengan cara kapang dicampur dan diaduk bersama kedelai
secara merata, kemudian diangin-anginkan dan disimpan sekitar 4 – 5
hari pada suhu ruang (25-30 oC). Biji kedelai yang telah berjamur
dimasukkan ke dalam larutan garam 20% (200 gram garam dilarutkan
dalam 1 liter air).1 kg bahan (kedelai) membutuhkan 4 liter larutan
garam. Proses ini berlangsung selama ± 1 bulan.
Tahap terakhir dalam pembuatan kecap ini yaitu tahap penambahan
gula merah. Penambahan 2 kg gula merah untuk per liter kecap akan
membuat kecap berasa manis. Kemudian cairan kecap dimasukan
kedalam kemasan dan ditutup rapat. Dalam pengemasannya, kecap harus
benar-benar dingin sehingga tidak ada uap air yang muncul yang
menyebabkan kecap menjadi encer.
Dalam pembuatan kecap harus memperhatikan hal-hal berikut:
pertama, konsentrasi garam yang optimal antara 20-22% berpengaruh
terhadap hidrolisis protein dalam fermentasi garam dan kecepatan asam
laktat dan asam organik. Kedua, lama proses fermentasi garam. Setiap
hari dilakukan pengadukan dan penjemuran. Hal ini bertujuan untuk
mencegah terjadinya pertumbuhan mikroba yang tidak diinginkan
terutama mikroba pembusuk. Selain itu adalah untuk menyeragamkan
kandungan garam pada campuran. Yang terakhir yaitu pengaturan suhu,
besarnya suhu dalam proses fermentasi garam sangatlah penting. Suhu
yang paling baik untuk proses fermentasi ini yakni 40,5 0C. Hal ini
menjadikan salah satu alasan mengapa dilakukan proses penjemuran,
karena apabila disimpan pada suhu ruang akan berpeluang tinggi
ditumbuhi bakeri patogen.
Ciri-ciri kecap yang baik adalah tidak berbau dan memiliki cita rasa
yang khas. Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa hal ini disebabkan
karena produksi enzim dari kapang yang digunakan. Produksi enzim dari
kapang dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu lamanya
fermentasi atau waktu inkubasi. Bila waktunya terlalu lama maka akan
terjadi pembentukan spora kapang yang berlebih dan hal ini dapat
menyebabkan terbentuknya cita rasa yang tidak diinginkan. Jika
fermentasi kapang berlangsung terlalu cepat, enzim yang dihasilkan oleh
kapang akan berkurang dan komponen-komponen pembentuk cita rasa
pada kecap tidak akan terbentuk.
Kecap yang dihasilkan oleh metode kimia yang keras tidak
memiliki cita rasa sama seperti yang diinginkan dari kecap yang
diproduksi dengan cara tradisional. Perbedaan cita rasa ini terjadi karena
hidrolisis asam yang digunakan dalam metode kimia cenderung lebih
kompleks daripada fermentasi cara tradisional. Hal ini menjelaskan
bahwa hampir seluruh protein dalam kecap hidrolisis asam diubah
menjadi asam amino, sedangkan pada produk fermentasi cara tradisional
lebih banyak asam amino yang tersimpan sebagai peptide dan
memberikan rasa yang berbeda. Dengan fermentasi cara tradisional juga
menghasilkan alkohol, ester, dan senyawa lain yang berperan dalam
timbulnya aroma dan rasa berbeda di dalam mulut.
Dalam bioteknologi pembuatan kecap dibutuhkan ketekunan dan
keuletan tersendiri supaya hasilnya sempurna dan tidak mengecewakan,
karena bioteknologi menggunakan berbagai mikroorganisme yang
penggunaannya tidak boleh sembarangan, salah satunya pada proses
pembuatan kecap. Proses pembuatan kecap dengan cara fermentasi
bioteknologi yang digunakan ialah bioteknologi konvensional sederhana,
sedangkan cara hidrolisis asam lebih tergolong ke bioteknologi modern
karena sudah menggunakan teknologi yang canggih namun masih
menggunakan mikroorganisme yang hampir sama.

Anda mungkin juga menyukai