Anda di halaman 1dari 44

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN CA PARU

Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas KMB

Di Susun Oleh :

Kelompok 3 :

1. Adde Prasatyo Prabowo

2. Ayeni

3. Dahlia Futri Priyadi

4. Ricko Mudzaki Akbar

5. Siti Nurjannah

6. Vita Amelia

Kelas 1-C (Transfer)

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan penulis
kesehatan jasmani maupun rohani dengan rahmat dan Hidayah-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan Makalah Al- Islam yang berjudul “KANKER PARU – PARU” tepat pada
waktunya.

Makalah ini ditulis sebagai salah satu persyaratan untuk melengkapi tugas KMB. Dalam

penulisan makalah ini, penulis mendapat banyak bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,

maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada:

1. Allah SWT yang telah memberikan penulis jalan dalam menyelesaikan hambatan-

hambatan dalam menyusun makalah ini.

2. Kedua Orang tua tersayang yang telah mensupport dan memberikan banyak kesempatan

pada penulis dari segi moril maupun materil.

3. Dosen pembimbing dalam bentuk pengetahuan berbagai macam.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,

yang artinya masih banyak sekali kekurangannya. Maka dari itu penyusun meminta saran dan

kritik dari pembaca, untuk memperbaiki makalah yang selanjutnya.

Penyusun,

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................................ i


DAFTAR ISI............................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................................................................... 1
B. Tujuan .................................................................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN TEORITIS............................................................................................................... 3
A. Definisi ................................................................................................................................................ 3
B. Etiologi ................................................................................................................................................ 3
C. Manifestasi Klinis .............................................................................................................................. 5
D. Patofisiologi ........................................................................................................................................ 6
E. Pathway Kanker Paru......................................................................................................................... 7
F. Stadium Kanker Paru-paru ................................................................................................................ 8
G. Pemeriksaan Diagnosa ....................................................................................................................... 8
H. Klasifikasi ............................................................................................................................................ 9
I. Penatalaksanaan ................................................................................................................................ 10
J. Komplikasi ........................................................................................................................................ 14
K. Asuhan Keperawatan ....................................................................................................................... 15
BAB III TINJAUAN KASUS & PEMBAHASAN ............................................................................. 24
A. Tinjauan Kasus ................................................................................................................................. 24
B. Asuhan Keperawatan ....................................................................................................................... 25
C. Pembahasan ....................................................................................................................................... 35
BAB IV EVIDANCE BASED ............................................................................................................... 39
BAB V KESIMPULAN & SARAN ...................................................................................................... 40
A. Kesimpulan ....................................................................................................................................... 40
B. Saran................................................................................................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kanker paru adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan
yang berasal dari paru sendiri (primer). Dalam pengertian klinik yang dimaksud dengan
kanker paru primer adalah tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus (karsinoma
bronkus = bronchogenic carcinoma) (Kemenkes, 2017).
Data World Healt Organization (WHO) menyebutkan bahwa sebesar8,8
jutakematian di tahun 2015 disebabkan oleh kanker. Dari jumlah tersebut, kanker paru
tergolong menduduki peringkat tertinggi yaitu sebesar 1,69 juta kematian, knaker hati
sebesar788.000 kematian, kanker usus sebesar 744.000 kematian, kanker perut 754.000
kematian, dna kanker payudara sebesar 571.000 kematian. International Agency for
Research Cancer (IARC) memperoleh data setidaknya 1,8 juta (12,9%) kasus kanker
ditemukan pada tahun 2012, sehingga menjadi kasus kanker paling umum di dunia.
Faktanya, sebagian besar kasus kankerparu (58%) ditemukan di negara-negara
berkembang. Berdasarkan data Profil Mortalitas kanker (Cancer Mortality Profile) yang
dirilis oleh WHO menyebutkan, angka kematian yang disebabkan oleh kanker di
Indonesia mencapai 195.300 orang, dengna kontribusi kanker paru sebesar 21,8% dari
jumlah kematian (Global Burden Cancer, 2012).
Kanker paru memang sudah menjadi ancaman yang mematikan bagi kaum laki-
laki dna perempuan di seluruh dunia terutama laki-laki. Di Indonesia, kannker paru
menjadi penyebab kematian utama kaum laki-laki dan lebih dari 70% kasus kanker itu
baru terdiagnosis pada tahap lanjut (UGM Farmasi, 2014). Penyebab utama kanker
paruadalah asap rokok karena mengandung lebih dari 4.000 zat kimia, dimana 63 jenis
diantaranya bersifat karsinogen dan beracun (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,
2003:2). American Cancer Society mengemukakan bahwa 80% kasus kanker paru
disebabkan oleh rokok (perokok aktif), sedangkan perokok pasif beresiko 20% sampai
30% untuk terkena kanker paru. Penyebab kanker paru lainnya adalah radiasi dan polusi
udara (American Cancer Society, 2017).

1
Kanker paru memerlukan penanganan dan tindakan yang cepat dan terarah. Penegakan
diagnosis penyakit ini membutuhkan ketrampilan dan sarana yang tidak sederhana dan
memerlukan pendekatan yang erat dan kerja sama multidisiplin. Penemuan kanker paru
pada stadium dini akan sangat membantu penderita.
Sebagai petugas pelayan pada lini pertama dan langsng bersinggungan langsung
dengan pasien, perawat harus memberikan asuhan keperawtaan yang tepat agar proses
penyembuhan lebih lancar, cepat dan menurunkan angka kematian. Perawat mengkaji
kebutuhan bio, psiko, sosial dan spiritual pasien. Dari pengkajian yang dilakukan oleh
perawat, perawta dapat mengetahui kebutuhan yang diperlukan oleh pasien. Peran
perawat pada pasien kanker sangat besar, perawat dapat memberikan promosi kesehatan
kepada keluarga pasien, mengajarkan teknik-teknik untuk mengurangi rasa sesak pasien
seperti pemberian posisi nyaman, batuk efektif, dan melakukan fisioterapi dada. Serta
perawat perlu memperhatikan kebutuhan nutrisi pasien berkolaborasi dengan ahli gizi
untuk menunjang fase kesembuhan pasien. Penatalaksanaan pada kanker paru
membutuhkan multidisiplin ilmu yang saling mendukung untuk meningkatkan derajat
tingkat kehidupan pasien kanker paru.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui tentang kasus pada pasien dengan kanker paru.
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa dapat mengetahui :
a. Pengetian kanker paru
b. Etiologi dan manifestasi klinis kanker paru
c. Stadium kanker paru
d. Pathofisiologi kanker paru
e. Penatalaksanaan kanker paru
f. Asuhan keperawatan yang tepat pada pasien paru
g. Dapat menganalisa kasus
h. Menemukan Evidence based penatalaksanaan pada kasus

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi
Kanker atau neoplasma ganas adalah penyakit yang ditandai dengan kelainan
siklus sel khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak terkendali
(pembelahan sel melebihi batas normal), menyerang jaringan biologis di dekatnya,
menginvasi ke jaringan tubuh yang lain melalui siklus darah atau sistem limfatik, disebut
metastasis.Kanker paru merupakan suatu transformasi ganas dan ekpansi jaringan paru,
dan merupakan kanker paling mematikan dari seluruh kanker di dunia, menyebabkan 1,2
juta kematian. Walaupun angkanya menurun, namun kanker paru tetap menjadi salah satu
sebab kematian kanker tertinggi diamerika serikat, membunuh kurang lebih 173003
orang amerika tiap tahun (Joyce M Black, 2014). Kanker paru adalah semua penyakit
keganasan di paru, mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri (primer). Dalam
pengertian klinik yang dimaksud dengan kanker paru primer adalah tumor ganas yang
berasal dari epitel bronkus (karsinoma bronkus = bronchogenic carcinoma) (Kemenkes,
2017). Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel-sel yang mengalami proliferasi
dalam paru (Underwood, Patologi, 2000).

B. Etiologi
Meskipun etiologi sebenarnya dari kanker paru belum diketahui, tetapi ada beberapa
faktor yang bertanggungjawab dalam peningkatan insiden kanker paru (Suprapto, 2013):
1. Merokok
Merupakan faktor utama terjadinya kanker paru. Orang yang merokok 10x lebih
mungkin terserang kanker paru dibandingkan bukan perokok. Sekitar 90% pria dan
80% wanita yang mengalami kanker paru adalah, pernah menjadi, perokok. Resiko
kanker paru meningkat sesuai peningkatan durasi dan jumlah rokok yang diisap per
hari.

3
2. Radiasi
Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di Schneeberg dan
penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 % meninggal akibat kanker paru)
berkaitan dengan adanya bahan radioaktif dalam bentuk radon. Bahan ini diduga
merupakan agen etiologi operatif. Bahan radioaktif seperti kobalt dan radium diduga
merupakan agen etiologi operatif.
3. Kanker paru akibat kerja
Terdapat insiden yang tinggi pada pekerja yang terpapar dengan karbonil nikel,
arsenik, hematite,asbestos dan kromat.
4. Polusi udara
Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih tinggi dari
pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya karsinogen
dari industri dan uap diesel dalam atmosfer di kota. Contoh: Polusi udara,
pemaparan gas RT, asap kendaraan/ pembakaran (Thomson, Catatan Kuliah
Patologi,1997)
5. Genetik
Kanker merupakan penyakit genetik yang pada permulaan terbatas pada sel sasaran
kemudian menjadi agresif pada jaringan sekitarnya.
Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru, yakni:
a. Proton oncogen.
b. Tumor suppressor gene.
c. Gene encoding enzyme.

Teori Onkogenesis.
Terjadinya kanker paru didasari oleh tampilnya gen suppresor tumor dalam genom
(onkogen). Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor dengan cara
menghilangkan (delesi/del) atau penyisipan (insersi/ inS) sebagian susunan pasangan
basanya, tampilnya gen erbB1 dan atau neu/erbB2 berperan dalam anti apoptosis
(mekanisme sel untuk mati secara alamiah - programmed cell death). Perubahan
tampilan gen kasus ini menyebabkan sel sasaran dalam hal ini sel paru berubah
menjadi sel kanker dengan sifat pertumbuhan yang autonom. Dengan demikian kanker

4
merupakan penyakit genetic yang pada permulaan terbatas pada sel sasaran kemudian
menjadi agresif pada jaringan sekitarnya.

6. Diet
Rendahnya konsumsi betakaroten, selenium dan vitamin A menyebabkan tingginya
resiko terkena kanker paru (Ilmu Penyakit Dalam, 2001)

C. Manifestasi Klinis
Tanda dan Gejala Pada Pasien dengan Ca Paru adalah sebagai berikut, (Suprapto, 2013):
1. Gejala awal
Stridor lokal dan dispnea yang mungkin disebabkan oleh obstruksi bronkus.
2. Gejala umum
a. Batuk
Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh masa tumor. Batuk mulai
sebagai batuk kering tanpa membentuk sputum, tetapi berkembang sampai titik
dimana dibentuk sputum yang kental dan purulen dalam berespon terhadap infeksi
sekunder.
b. Hemoptisis
Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor yang mengalami
ulserasi.
c. Anoreksia, lelah, berkurangnya berat badan.

Tanda-tanda bahaya dari kanker paru.


a. suara sesak
b. perubahan pola nafas
c. batuk persisten
d. sputum dengan semburan darah
e. hemoptisis yang nyata , yaitu :
1) Sputum berwarna seperti karat atau bernanah
2) Rasa lelah
3) Nyeri dada, bahu, punggung, atau lengan

5
4) Episode efusi pleura, pnemunia, atau bronkitis berulang
5) Dispnea, demam, atau penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
Pada kebanyakan kasus, kanker paru dapat menyerupai kondisi paru lainnya.
Manifestasi ekstrapulmonal dapat terjadi sebelum manifestasi paru. Temuan
pemeriksaan klinis yang spesifik dapat bervariasi bergantung jenis tumor,
lokasi, dan luas tumor dan juga kondisi kesehatan paru sebelumnya.

3. Pada pemeriksaan fisik


Tanda yang dapat ditemukan pada kanker paru dapat bervariasi tergantung pada
letak, besar tumor dan penyebarannya. Pembesaran kelenjar getah bening (KGB)
supraklavikula, leher dan aksila menandakan telah terjadi penyebaran ke KGB atau
tumor di dinding dada, kepala atau lokasi lain juga menjadi petanda penyebaran.
Sesak napas dengan temuan suara napas yang abnormal pada pemeriksaan fisik yang
didapat jika terdapat massa yang besar, efusi pleura atau atelektasis. Venektasi
(pelebaran vena) di dinding dada dengan pembengkakan (edema) wajah, leher dan
lengan berkaitan dengan bendungan pada vena kava superior (SVKS). Sindroma
Horner sering terjadi pada tumor yang terletak si apeks (pancoast tumor). Thrombus
pada vena ekstremitas ditandai dengan edema disertai nyeri pada anggota gerak dan
gangguan sistem hemostatis (peningkatan kadar D-dimer) menjadi gejala telah
terjadinya bendungan vena dalam (DVT). Tanda-tanda patah tulang patologik dapat
terjadi pada kanker yang bermetastasis ke tulang. Tanda-tanda gangguan neurologis
akan didapat jika kanker sudah menyebar ke otak atau tulang belakang. (Kemenkes,
2017)

D. Patofisiologi
Kanker paru primer biasanya diklasifikasika menurut jenis histologinya, semua memiliki
riwayat alami dan respons terhadap pengobatan yang berbeda-beda. Walaupun terdapat
lebih dari satulusin jenis kanker paru primer, namun kanker bronkogenik (termasuk
keempat tipe sel yang pertama) merupakan 95% dari seluruh kanker paru.
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia
hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya

6
pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila
lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang
pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus
vertebra. Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar.
Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di
bagian distal. Gejala – gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu,
demam, dan dingin.Wheezing unilateral dapat terdengan pada auskultasi. Pada stadium
lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya pada
hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur – struktur terdekat seperti kelenjar limfe,
dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.

E. Pathway Kanker Paru

7
F. Stadium Kanker Paru-paru
1. Stadium 1
Kanker masih berada di dalam paru-paru dan belum menyebar ke kelenjar getah
bening di sekitarnya. Besarnya tumor pada tahap ini masih di bawah 5 cm.
2. Stadium 2
Tumor berukuran lebih dari 5 cm. Namun berapapun ukurannya, tumor dapat
dikatakan memasuki stadium 2 apabila kanker telah menyebar ke kelenjar getah
bening di dekatnya, otot dan jaringan di sekitarnya, dan saluran pernafasan
(bronkus), kanker menyebabkan paru-paru kolaps (mengerut), terdapat lebih dari satu
tumor berukuran kecil dalam satu paru-paru.
3. Stadium 3
Pada tahap ini, ada sel kanker yang telah menyebar ke kelenjar getah bening yang
berada jauh dari paru-paru atau kanker menyerang bagian tubuh penting lainnya
seperti esofagus (kerongkongan), trakea, atau pembuluh darah utama di jantung.
4. Stadium 4
Kanker sudah menyebar ke kedua paru-paru atau organ tubuh lain yang jauh dari
paru-paru seperti otak dan hati. Selain itu, dapat dikategorikan stadium 4 apabila
kanker menyebabkan penumpukan cairan pada paru-paru.

G. Pemeriksaan Diagnosa
Deteksi dini terhadap kanker dapat meningkatkan keberhasilan proses pengobatannya.
Berikut ini adalah beberapa tes yang bisa dilakukan untuk memastikan diagnosis kanker.
1. Pemeriksaan dahak
Dahak yang kita keluarkan saat batuk dapat diperiksa di laboratorium dengan
mikroskop. Terkadang pemeriksaan ini bisa digunakan untuk melihat apakah terdapat
sel-sel kanker di dalam paru-paru.
2. Tes pencitraan
Diagnosis pertama untuk kanker paru-paru biasanya menggunakan X-ray. Pencitraan
X-ray dari paru-paru bisa memperlihatkan tumor yang ada. Jika dari X-ray dicurigai
terdapat kanker paru-paru, tes lanjutan perlu dilakukan untuk memastikannya.

8
3. CT Scan
bisa memperlihatkan abnormal kecil yang tidak bisa terlihat dengan X-ray. Dengan
memanfaatkan CT scan, pencitraan yang lebih jelas dan detail bisa didapatkan.
4. PET-CT Scan
bisa memperlihatkan lokasi sel kanker yang aktif. Pencitraan ini biasa dilakukan jika
hasil pemeriksaan dengan CT Scan menunjukkan terdapat sel kanker pada stadium
awal.
5. Biopsi atau pengambilan sampel jaringan paru-paru
Prosedur ini dilakukan setelah tes pencitraan dan memperlihatkan bahwa terdapat sel
kanker pada bagian dada. Dokter akan mengambil sampel sel jaringan dari dalam
paru-paru.

H. Klasifikasi
Klasifikasi menurut WHO untuk neoplasma pleura dan paru-paru :
Karsinoma bronkogenik.
1. Karsinoma epidermoid (skuamosa)
Kanker ini berasal dari sel kapitel bronkus. Perubahan epitel termasuk metaplasia,
atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas mendahului timbulnya
tumor. Terletak sentral sekitar hilus, dan menonjol ke dalam bronkhi besar. Diameter
tumor jarang melampaui beberapa centimeter dan cenderung menyebar langsung ke
gelenjar getah bening hilus, dinding dada, dan mediastinum.

2. Karsinoma sel kecil (termasuk sel oat)


Biasanya terletak di tengah sekitar percabangan utama bronki. Tumor ini timbul dari
sel-sel Kulchitsky, komponen normal dari epitel bronkus. Terbentuk dari sel-sel kecil
dengan inti hiperkromatik pekat dan sitoplasma sedikit. Metastasis dini ke
mediastinum dan kelenjar limfe hilus, demikian pula dengan penyebaran hematogen
ke organ-organ distal.

9
3. Adenokarsinoma (termasuk karsinoma sel alveolar)
Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat mengandung
mukus. Kebanyakan timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadang-kadang
dapat dikaitkan dengan jaringan parut lokal pada paru-paru dan fibrosis interstisial
kronik. Lesi sering kali meluas melalui pembulih darah dan limfe pada stadium dini,
dan secara klinis tetap tidak menunjukan gejala-gejala sampai terjadinya mestastatis
yang jauh.

4. Karsinoma sel besar


Merupakan sel-sel ganas yang besar dan berdeferensial sangat buruk dengan
sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-macam. Sel-sel ini cenderung untuk
timbul pada jaringan paru-paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran eksternal
dan cepat ke tempat-tempat yang jauh.

I. Penatalaksanaan
Menurut Kemenkes, 2017. Manajemen terapi dibagi atas 2 jenis karsinoma yaitu:
1. Kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK = non small cell carcinoma)
Pilihan pengobatan sangat tergantung pada stadium penyakit, tampilan umum
penderita, komorbiditas, tujuan pengobatan dan cost-effectiveness. Modalitas
penanganan yang tersedia adalah bedah, radiasi, kemoterapi, dan terapi target.
Pendekatan penanganan dilakukan secara integrasi multidisiplin.
a. Bedah
Modalitas ini adalah terapi utama untuk sebagian besar KPKBSK, terutama
stadium I-II dan stadium IIIA yang masih dapat direseksi setelah kemoterapi
neoadjuvan. Jenis pembedahan yang dapat dilakukan adalah lobektomi,
segmentektomi dan reseksi sublobaris. Pilihan utama adalah lobektomi yang
menghasilkan angka kehidupan yang paling tinggi. Namun, pada pasien dengan
komorbiditas kardiovaskular atau kapasitas paru yang lebih rendah, pembedahan
segmentektomi dan reseksi sublobaris paru dilakukan. Intervensi menggunakan
bronkoskopi berkembang dalam tahun-tahun terakhir, terutama untuk obstruksi
saluran pernapasan sentral (trakea dan bronkus) akibat keganasan, dengan saluran

10
bronkial sehat dan parenkim yang berfungsi dengan baik distal dari stenosis.
Penilaian sebab dan luas stenosis, dan permeabilitas saluran bronchial distal dari
stenosis dapat dilakukan menggunakan bronkoskopi fleksibel. Fungsi
permeabilitas dapat dinilai menggunakan pemeriksaan CT scan. Metode
bronkoskopi intervensi yang paling sering digunakan adalah dengan bronkoskopi
kaku (rigid bronchoscopy) dan pengeluaran massa secara mekanik, terutama
untuk massa proximal, intralumen. Komplikasi paling sering intervensi ini adalah
perdarahan. Teknik anestesi yang dapat digunakan adalah anestesi umum, dan
dapat dikombinasikan dengan anestesi regional (epidural, blok paravertebral).
b. Radioterapi
Radioterapi merupakan salah satu modalitas penting dalam tatalaksana kanker
paru. Radioterapi dalam tatalaksana Kanker Paru Bukan Sel Kecil (KPKBSK)
dapat berperan di semua stadium KPKBSK sebagai terapi kuratif definitif, kuratif
neoajuvan atau ajuvan maupun paliatif.
c. Kemoterapi
Kemoterapi dapat diberikan sebagai modalitas neoadjuvant pada stadium dini,
atau sebagai adjuvant pasca pembedahan. Terapi adjuvant dapat diberikan pad
KPKBSK stadium IIA, IIB dan IIIA. Pada KPKBSK stadium lanjut, kemoterapi
dapat diberikan dengan tujuan pengobatan jika tampilan umum pasien baik
(Karnofsky >60%; WHO 0-2). Namun, guna kemoterapi terbesar adalah sebagai
terapi paliatif pada pasien dengan stadium lanjut.
Ada beberapa jenis kemoterapi yang dapat diberikan. Lini pertama diberikan
kepada pasien yang tidak pernah menerima pengobatan kemoterapi sebelumnya
(chemo naïve). Kelompok ini terdiri dari kemoterapi berbasisplatinum dan yang
tidak mengandung platinum (obat generasi baru). Pilihan utama obat berbasis-
platinum adalah sisplatin, pilihan lain dengan karboplatin.
Kemoterapi lini kedua diberikan kepada pasien yang pernah mendapat kemoterapi
lini pertama, namun tidak memberikan respons setelah 2 siklus, atau KPKBSK
menjadi lebih progresif setelah kemoterapi selesai. Obat-obat kemoterapi lini
kedua adalah doksetaksel dan pemetreksat. Selain itu, dapat diberikan juga

11
kombinasi dari dua obat tidak-berbasis platinum. Kemoterapi lini ketiga dan
seterusnya sangat tergantung pada riwayat pengobatan sebelumnya.
d. Terapi Target
Terapi target diberikan pada penderita dengan stadium IV KPKBSK EGFR
mutasi positif yang sensitif terhadap EGFR-TKI. Terapi EGFR-TKI yang tersedia
yaitu Gefitinib, Erlotinib atau Afatinib.
e. Terapi Kombinasi
Terapi radiasi dan kemoterapi dapat diberikan pada kasus-kasus tertentu, terutama
yang tidak memenuhi syarat untuk menjalani pembedahan. Selain itu, terapi
kombinasi dapat diberikan dengan tujuan pengobatan pada pasien dengan
tampilan umum baik (Karnofsky >70%) dan penurunan berat badan minimal, dan
pasien usia lanjut yang mempunyai komorbiditas berat atau kontraindikasi
operasi. Regimen kemoterapi dan terapi radiasi dapat diberikan secara bersamaan
(concurrent therapy), selang-seling (alternating therapy), atau secara sekuensial.
Hasil paling baik didapat dari regimen concurrent therapy.
f. Pilihan Terapi Berdasarkan Stadium
1) Stadium 0
Modalitas terapi pilihan adalah pembedahan atau Photo Dynamic Therapy
(PDT).
2) Stadium I
Modalitas terapi pilihan adalah pembedahan, yang dapat dilakukan bersamaan
dengan VATS. Bila pasien tidak dapat menjalani pembedahan, maka dapat
diberikan terapi radiasi atau kemoterapi dengan tujuan pengobatan. Selain itu,
juga dapat diberikan kombinasi terapi radiasi dengan kemoterapi. Pada
stadium IB, dapat diberikan kemoterapi adjuvant setelah reseksi bedah.
3) Stadium II
Terapi pilihan utama adalah reseksi bedah, jika tidak ada kontraindikasi.
Terapi radiasi atau kemoterapi adjuvant dapat dilakukan bila ada sisa tumor
atau keterlibatan KGB intratoraks, terutama N2 atau N3. Bila pasien tidak
dapat menjalani pembedahan, maka dapat diberikan terapi radiasi dengan

12
tujuan pengobatan. Kombinasi terapi radiasi dengan kemoterapi dapat
memberikan hasil yang lebih baik.
4) Stadium IIIA
Pada stadium ini, dapat dilakukan pembedahan (bila tumor masih dapat
dioperasi dan tidak terdapat bulky limfadenopati), terapi radiasi, kemoterapi,
atau kombinasi dari ketiga modalitas tersebut. Reseksi bedah dapat dilakukan
setelah kemoterapi neoadjuvant dan/atau dengan kemoterapi adjuvant,
terutama pada pasien dengan lesi T3-4, N1. Pada pasien yang tidak dapat
menjalani pembedahan, dapat dilakukan terapi radiasi sendiri dengan tujuan
pengobatan. Kombinasi terapi radiasi dengan kemoterapi dapat memberikan
hasil yang lebih baik. Jika ada keterlibatan kelenjar getah bening atau respons
buruk terhadap operasi, maka pemberian kemoterapi sendiri dapat
dipertimbangkan. Regimen ini terdiri dari 4-6 siklus pemberian obat
kemoterapi. Pada pasien dengan adenokarsinoma dan hasil uji mutasi gen
EGFR positif, dapat diberikan obat golongan EGFR-TKI.
5) Stadium IIIB
Modalitas pengobatan yang menjadi pilihan utama bergantung pada kondisi
klinis dan tampilan umum pasien. Terapi radiasi sendiri pada lesi primer dan
lesi metastasis ipsilateral dan KGB supraklavikula. Kemoterapi sendiri dapat
diberikan dengan regimen 4-6 siklus. Kombinasi terapi radiasi dan kemoterapi
dapat memberikan hasil yang lebih baik. Obat golongan EGFR-TKI diberikan
pada adenokarsinoma dengan hasil uji mutasi gen EGFR positif yang sensitive
EGFR-TKI.
6) Stadium IV
Tujuan utama terapi pada stadium ini bersifat paliatif. Pendekatan tata laksana
KPKBSK stadium IV bersifat multimodalitas dengan pilihan terapi sistemik
(kemoterapi, terapi target), dan modalitas lain (radioterapi , dan lain-lain).

13
2. Kanker paru jenis karsinoma sel kecil (KPKSK = small cell carcinoma)
Secara umum, jenis kanker paru ini dapat dibagi menjadi dua kelompok:
a. Stadium terbatas (limited stage disease = LD)
b. Stadium lanjut (extensive stage disease = ED)
Berbeda dengan KPBSK, pasien dengan KPKSK tidak memberikan respon
yang baik terhadap terapi target.
a. Stadium Terbatas
Pilihan modalitas terapi pada stadium ini adalah kombinasi dari kemoterapi
berbasis-platinum dan terapi radiasi toraks. Kemoterapi dilakukan paling banyak
4-6 siklus, dengan peningkatan toksisitas yang signifikan jika diberikan lebih dari
6 siklus. Regimen terapi kombinasi yang memberikan hasil paling baik adalah
concurrent therapy, dengan terapi radiasi dimulai dalam 30 hari setelah awal
kemoterapi. Pada pasien usia lanjut dengan tampilan umum yang buruk >2, dapat
diberikan kemoterapi sisplatin, sedangkan pasien dengan tampilan umum baik (0-
1) dapat diberikan kemoterapi dengan karboplatin. Setelah kemoterapi, pasien
dapat menjalani iradiasi kranial profilaksis (prophylaxis cranial irradiation, PCI).
b. Stadium Lanjut
Pilihan utama modalitas terapi stadium ini adalah kemoterapi kombinasi.
Regimen kemoterapi yang dapat digunakan pada stadium ini adalah:
sisplatin/karboplatin dengan etoposid (pilihan utama), sisplatin/karboplatin
dengan irinotecan. Pilihan lain adalah radiasi paliatif pada lesi primer dan lesi
metastasis.

J. Komplikasi
Jika Kanker Paru tidak segera ditangani akan menimbulkan komlikasi – komplikasi
sebagai berikut (Priscillia, 2015):
1. Sindrom vena kava superior
obstruksi sebagian atau menyeluruh vena kava superior, merupakan komplikasi
potensial kanker paru, terutama ketika tumor melibatkan mediastinum superior atau
nodus limfe mediastinal. Aliran vena yang mengalami obstruksi dari kepala dan leher
menghasilkan gelaja sindrom vena kava superior ( edema pada leher dan wajah, sakit

14
kepala, pusing, gangguan penglihatan, dan sinkope), dan dapat terjadi secara akut
atau secara bertahap. Vena dada atas dan leher mengalami dilatasi; terjadi kemerahan,
diikuti dengan sianosis. Edema serebral dapat mengenai tingkat kesadaran; edema
laring dapat mengganggu respirasi.
2. Sindrom paraneoplastic
Biasanya berkaitan dengan kanker paru mencakup sindrom sekresi ADH yang tidak
tepat (SIADH) dengan retensi cairan, hiponatremia, edema, sindrom Cushing terkait
produksi ACTH abnormal dan hiperkalsemia. Tumor paru juga dapat menghasilkan
faktor prokoagulasi, meningkatkan risiko trombosis vena, emboli paru, dan
endokarditis trombotik. Pada kanker paru, gejala neuromuskular seperti kelemahan
otot dan keletihan ekstremitas dapat menjadi indikasi pertama penyakit (Huether &
McCance, 2008).
3. Pada saat diagnosis
Kanker paru biasanya mengalami kemajuan yang baik, dengan metastasis jauh terjadi
pada 39% pasien dan keterlibatan nodus limfe regional pada sekitar 37% pasien lain.
Prognosis biasanya buruk: Angka kesintasan 5 tahun keseluruhan adalah hanya 15%
(ACS, 2009)

K. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat atau adanya faktor resiko:
1) Perokok berat dan kronis baik sigaret maupun cerutu
2) Terpajan terhadap lingkungan karsinogen (Polusi udara,arsenic,debu
logam,asap kimia,debu radioaktif,dan asbestos)
3) Penyakit paru kronis sebelumnya yang telah mengakibatkan pembentukan
jaringan parut dan fibrosis pada jaringan paru.
b. Pemeriksaan fisik berdasarkan pengkajian system pernapasan
c. Pemeriksaan Diagnostik:
1) Foto dada menunjukan sisi lesi
2) Analisis sputum untuk sitologi menyatakan tipe sel kanker
3) Skan tomografi komputerbdan tomogram paru menunjukan lokasi tumor dan
ukuran tumor

15
4) Bronkoskopi dapat dilakukan untuk memperoleh sempel untuk biopsy dan
mengumpulkan hapusan bronchial tumor yang terjadi di cabang bronkus
5) Aspirasi dengan jarum dan biopsi jaringan paru dapat dilakukan jika
pemeriksaan radiologi menunjukan lesi di paru-paru perifer
6) Radionuclide scan terhadap organ-organ lain menentukan lusnya metastase
7) Mediastinoskopi menentukan apakah tumor telah metastase ke nodus limfe
mediastinum

2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungn dengan kehilangan fungsi silia jalan
nafas, Peningkatan jumlah/ viskositas sekret paru, meningkatnya tahanan jalan
nafas
b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan Hipoventilasi
c. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
d. Nyeri berhubungan dengan lesi dan invasi kanker pleur
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan Anoreksia
f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan, pengaturan posisi
g. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat
peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
h. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap
kematian, keperluan yang tidak terpenuhi
i. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang sosialisasi, ansietas,
depresi, tingkat aktivitas rendah dan ketidakmampuan untuk bekerja.
j. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak mengetahui
sumber informasi.

3. Perencanaan (Intervensi)
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungn dengan kehilangan fungsi silia jalan
nafas, Peningkatan jumlah/ viskositas sekret paru, meningkatnya tahanan jalan
nafas
Kriteria hasil :

16
1) Menyatakan/ menunjukkan hilangnya dispnea.
2) Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih
3) Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan.
4) Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/ mempertahankan bersiahn jalan
nafas.
Intervensi :
1) Catat perubahan upaya dan pola bernafas.
Rasional : Penggunaan otot interkostal/ abdominal dan pelebaran nasal
menunjukkan peningkatan upaya bernafas.
2) Observasi penurunan ekspensi dinding dada dan adanya.
Rasional: Ekspansi dad terbatas atau tidak sama sehubungan dengan akumulasi
cairan, edema, dan sekret dalam seksi lobus.
3) Catat karakteristik batuk (misalnya, menetap, efektif, tak efektif), juga
produksi dan karakteristik sputum.
Rasional : Karakteristik batuk dapat berubah tergantung pada penyebab/
etiologi gagal perbatasan. Sputum bila ada mungkin banyak, kental, berdarah,
adan/ atau purulen.
4) Pertahankan posisi tubuh/ kepala tepat dan gunakan alat jalan nafas sesuai
kebutuhan.
Rasional : Memudahkan memelihara jalan nafas atas paten bila jalan nafas
pasein dipengaruhi.
5) Kolaborasi pemberian bronkodilator, contoh aminofilin, albuterol dll. Awasi
untuk efek samping merugikan dari obat, contoh takikardi, hipertensi, tremor,
insomnia.
Rasional : Obat diberikan untuk menghilangkan spasme bronkus, menurunkan
viskositas sekret, memperbaiki ventilasi, dan memudahkan pembuangan sekret.
Memerlukan perubahan dosis/ pilihan obat.

b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan Hipoventilasi


Kriteria hasil :

17
1) Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenisi adekuat dengan GDA dalam
rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.
2) Berpartisipasi dalam program pengobatan, dalam kemampuan/ situasi.
Intervensi :
1) Kaji status pernafasan dengan sering, catat peningkatan frekuensi atau upaya
pernafasan atau perubahan pola nafas.
Rasional : Dispnea merupakan mekanisme kompensasi adanya tahanan jalan
nafas.
2) Catat ada atau tidak adanya bunyi tambahan dan adanya bunyi tambahan,
misalnya krekels, mengi.
Rasional : Bunyi nafas dapat menurun, tidak sama atau tak ada pada area yang
sakit.Krekels adalah bukti peningkatan cairan dalam area jaringan sebagai
akibat peningkatan permeabilitas membrane alveolar-kapiler. Mengi adalah
bukti adanya tahanan atau penyempitan jalan nafas sehubungan dengan
mukus/ edema serta tumor.
3) Kaji adanmya sianosis
Rasional : Penurunan oksigenasi bermakna terjadi sebelum sianosis. Sianosis
sentral dari “organ” hangat contoh, lidah, bibir dan daun telinga adalah paling
indikatif.
4) Kolaborasi pemberian oksigen lembab sesuai indikasi
Rasional: memaksimalkan sediaan pertukaran Oksigen
5) Awasi dan gambarkan
Rasional: menunjukan ventilasi atau oksigenisasi. digunakan sebagai dasar
evaluasi keefektifan terapi atau indicator kebutuhan perubahan terapi.

c. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.


Ketefektifan pola nafas adalah inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberi
ventilasi adekuat (NANDA, 2011).
Kriteria Hasil:
1) Sesak berkurang/ tidak sesak.
2) Respirasi dalam batas normal.

18
3) Tidak menggunakan otot bantu pernafasan
Intervensi:
1) Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada.
Rasional:
Untuk mengetahui frekuensi & kedalan pernafasan karena kedalamam
pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas.
2) Auskultasi bunyi nafas, dan catat adanya bunyi nafas tambahan.
Rasional:
Perubahan bunyi nafas menunjukan obstruksi sekunder
3) Observasi pola batuk dan karakter secret
Rasional:
Kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering/iritatif
4) Berikan pada klien posisi semi fowler
Rasional:
Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya
pernafasan
5) Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan.
Rasional:
Memaksimalkan pernafasan dan menurunkan kerja nafas.
6) Berikan humidifikasi tambahan
Rasional:
Memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran
secret

d. Nyeri berhubungan dengan lesi dan invasi kanker pleura


Kriteria Hasil: Melaporkan nyeri hilang
Intervensi:
1) Tanyakan pasien tentang nyeri. Tentukan karakteristik nyeri. Buat rentang
intensitas pada skala 0 – 10.
Rasional: Membantu dalam evaluasi gejala nyeri karena kanker. Penggunaan
skala rentang membantu pasien dalam mengkaji tingkat nyeri dan

19
memberikan alat untuk evaluasi keefektifan analgesik, meningkatkan kontrol
nyeri.
2) Kaji pernyataan verbal dan non-verbal nyeri pasien.
Rasional: Ketidaksesuaian antar petunjuk verbal/ non verbal dapat
memberikan petunjuk derajat nyeri, kebutuhan/ keefektifan intervensi.
3) Catat kemungkinan penyebab nyeri patofisologi dan psikologi.
Rasional : Insisi posterolateral lebih tidak nyaman untuk pasien dari pada
insisi anterolateral. Selain itu takut, distress, ansietas dan kehilangan sesuai
diagnosa kanker dapat mengganggu kemampuan mengatasinya.
4) Dorong menyatakan perasaan tentang nyeri.
Rasional : Takut/ masalah dapat meningkatkan tegangan otot dan menurunkan
ambang persepsi nyeri.
5) Berikan tindakan kenyamanan. Dorong dan ajarkan penggunaan teknik
relaksasi
Rasional :Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian.
6) Kolaborasi pemberian obat analgesic
Rasional:
Obat diberikan untuk menghilangkan/menurunkan nyeri. Memerlukan
perubahan dosis/ pilihan obat.

e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan Anoreksia


Kriteria Hasil:
1) Berat badan bertambah
2) Menunjukan perubahan pola makan.
Intervensi:
1) Catat ststus nutrisi pasien pada penerimaan, catat turgor kulit, berat badan dan
derajat kekurangan berat badan
Rasional:
Berguna dalam mengidentifikasi derajat kurang nutrisi dan menentukan
pilihan intervensi

20
2) Berikan penjelasan tentang pentingnya makanan yang adekuat dan bergizi
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan untuk menjalankan program diet
sesuai aturan
3) Pastikan pola diet pasien yang disukai/tidak disukai
Rasional:
Pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masukan diet.
4) Awasi pemasukan/pengeluaran dan berat badan secara periodic
Rasional:
Mengukur kefektifan nutrisi dan dukungan cairan.
5) Dorong klien untuk makan diet TKTP
Rasional:
Peningkatan pemenuhan kebutuhan dan kebutuhan pertahanan tubuh
6) Pertahankan higiene mulut
Rasional:
Akumulasi partikel makanan di mulut menambah rasa ketidaknyamanan pada
mulut dan menurunkan nafsu makan
7) Kolaborasi dengan Ahli gizi dalam pemberian makanan
Rasional:
Meninkatkan kemampuan asupan sesuai dengan kemampuan klien

f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan, pengaturan posisi.


Tujuan: Kebutuhan tidur terpenuhi.
Intervensi:
1) Bantu klien latihan relaksasi ditempat tidur.
2) Lakukan pengusapan punggung saat hendak tidur dan anjurkan keluarga untuk
melakukan tindakan tersebut.
3) Atur posisi yang nyaman menjelang tidur, biasanya posisi high fowler.
4) Lakukan penjadwalan waktu tidur yang sesuai dengan kebiasaan pasien.
5) Berikan makanan ringan menjelang tidur jika klien bersedia.

21
g. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat
peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
Tujuan: Kemandirian dalam aktivitas perawatan diri
Intervensi:
1) Ajarkan mengkoordinasikan pernapasan diafragmatik dengan aktivitas seperti
berjalan, mandi, membungkuk, atau menaiki tangga.
2) Dorong klien untuk mandi, berpakaian, dan berjalan dalam jarak dekat,
istirahat sesuai kebutuhan untuk menghindari keletihan dan dispnea
berlebihan. Bahas tindakan penghematan energi.
3) Ajarkan tentang postural drainage bila memungkinkan.

h. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap


kematian, keperluan yang tidak terpenuhi.
Tujuan: Klien tidak terjadi kecemasan.
Intervens:
1) Bantu klien untuk menceritakan kecemasan dan ketakutannya pada perawat.
2) Jangan tinggalkan pasien sendirian selama mengalami sesak.
3) Jelaskan kepada keluarga pentingnya mendampingi klien saat mengalami
sesak.

i. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang sosialisasi, ansietas,


depresi, tingkat aktivitas rendah dan ketidakmampuan untuk bekerja.
Tujuan: Pencapaian tingkat koping yang optimal.
Intervensi:
1) Mengadopsi sikap yang penuh harapan dan memberikan semangat yang
ditujukan pada pasien.
2) Dorong aktivitas sampai tingkat toleransi gejala
3) Ajarkan teknik relaksasi atau berikan rekaman untuk relaksasi bagi pasien.
4) Daftarkan pasien pada program rehabilitasi pulmonari bila tersedia.
5) Tingkatkan harga diri klien.

22
j. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak mengetahui
sumber informasi.
Tujuan: Klien meningkat pengetahuannya.
Intervensi:
1) Bantu pasien mengerti tentang tujuan jangka panjang dan jangka pendek;
ajarkan pasien tentang penyakit dan perawatannya.
2) Diskusikan keperluan untuk berhenti merokok. Berikan informasi tentang
sumber-sumber kelompok.

23
BAB III
TINJAUAN KASUS & PEMBAHASAN

A. Tinjauan Kasus
Seorang Laki – laki Tn. S, umur: 69 Tahun, Jenis Kelamin: Laki – laki, Pekerjaan supir
angkot, Alamat: Gading Rejo. Pasien datang ke RSU dengan keluhan nyeri pada dada
sebelah kanan. Nyeri dirasakan menjalar sampai ke perut sebelah kiri atas. Pasien juga
merasa nyeri setiap kali pasien menarik napas. Napas dirasakan agak sesak. Keluhan ini
dirasakan sejak kurang lebih 3 bulan yang lalu dan mulai memberat dalam beberapa minggu
ini. Pasien sudah berobat namun, belum ada perbaikan. Pasien juga mengeluh mual dan
muntah, susah makan, BAB dan BAK masih lancar. Riwayat penyakit dahulu: pasien belum
pernah menderita gejala serupa, seperti ini sebelumnya. Riwayat penyakit jantung dan paru –
paru disangkal. Riwayat darah tinggi dan penyakit gula juga disangkal. Riwayat penyakit
keluarga: tidak ada anggota keluarga yang menderita gejala serupa dengan pasien
Pemeriksaan fisik: keadaan umum: sedang, tampak sesak napas. Kesadaran: compos mentis,
vital sign: Tekanan darah: 100/70 mmHg, Nadi: 88x/menit, suhu: 36,8 C, respirasi:
28x/menit.
Dada/Paru – paru:
Inspeksi: simetris, tidak tampak deformitas, tidak terdapat retraksi, tidak tampak jejas
Palpasi: terdapat ketinggalan gerak, vocal freitus kiri lebih teraba daripada yang kanan
Perkusi: sonor pada region pulmo sinistra dan redup pada region pulmo dextra
Auskultasi: SD Vesikuler menurun pada pulmo dextra, ronkhi kasar (+/+).
CT Scan paru Kesan:
1. Massa tumor pada mediastrinum inferior posterior dextra (cenderung malignancy) “tumor
berada pada tengah rongga antara paru2 kiri dan kanan di tengah2 jantung sebelah kanan
bawah bagian belakang”
2. Pendesakan paru dextra (kanan) oleh massa tumor “
3. Bronchiectasis ( suatu pelebaran abnormal yang menetap dari saluran nafas besar
(bronkus) akibat adanya kerusakan pada dinding saluran nafas) pada lap bawah paru
dextra

24
4. Pembesaran Lyphonodi parahiler dextra
5. Destruksi costa IX posterior dan corpus Vth IX

Penatalaksanaan Kolaborasi

1. O2 2 liter/menit
2. Infus D 5% + Tramadol ( meningkatkan gula + pereda nyeri pasca op)
3. Injeksi Ranitidin 2x1 gr (mual muntah)
4. Renadinac 3x250 mg (obat Pereda nyeri)
5. Pamol 3x500 mg (pct)

B. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas pasien:
Nama : Tn. S
Usia : 59 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
2. Keluhan Utama:
Pasien mengatakan nyeri pada dada sebelah kanan. Nyeri dirasakan menjalar sampai
ke perut sebelah kiri atas. Pasien juga merasa nyeri setiap kali pasien menarik napas.
Napas dirasakan agak sesak. Keluhan ini dirasakan sejak kurang lebih 3 bulan yang
lalu dan mulai memberat dalam beberapa minggu ini. Pasien sudah berobat namun,
belum ada perbaikan. Pasien juga mengeluh mual dan muntah, susah makan, BAB dan
BAK masih lancar.
3. Riwayat Kesehatan Sekarang:
Pasien mengatakan nyeri pada dada sebelah kanan. Nyeri dirasakan menjalar sampai
ke perut sebelah kiri atas. Pasien juga merasa nyeri setiap kali pasien menarik napas.
Napas dirasakan agak sesak.
4. Riwayat Kesehatan Dahulu:
Pasien mengatakan belum pernah menderita gejala serupa, seperti ini sebelumnya..

25
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita gejala serupa dengan
pasien.

6. Data Fokus
DS DO
a. Pasien mengatakan nyeri pada a. Keadaan umum: sedang, tampak sesak
dada sebelah kanan. Nyeri napas. Kesadaran: compos mentis, Vital
dirasakan menjalar sampai ke Sign: Tekanan darah: 100/70 mmHg,
perut sebelah kiri atas, nyeri Nadi: 88x/menit, suhu: 36,8 C,
dirasakan setiap kali menarik respirasi: 28x/menit.
napas. b. Pemeriksaan dada/Paru – paru:
b. Pasien mengatakan agak sesak Inspeksi: simetris, tidak tampak
saat bernafas. deformitas, tidak terdapat retraksi, tidak
c. Pasien mengatakan keluhan ini tampak jejas
dirasakan sejak kurang lebih 3 Palpasi: terdapat ketinggalan gerak,
bulan yang lalu dan mulai vocal freitus kiri lebih teraba daripada
memberat dalam beberapa yang kanan
minggu ini. Perkusi: sonor pada region pulmo
d. Pasien mengatakan sudah berobat sinistra dan redup pada region pulmo
namun, belum ada perbaikan. dextra
e. Pasien mengatakan mual dan Auskultasi: SD Vesikuler menurun
muntah, susah makan, BAB dan pada pulmo dextra, ronkhi kasar (+/+).
BAK masih lancar. c. CT Scan paru Kesan:
1) Massa tumor pada mediastrinum
inferior posterior dextra (cenderung
malignancy)
2) Pendesakan paru dextra oleh massa
tumor
3) Bronchiectasis pada lap bawah paru
dextra

26
4) Pembesaran Lyphonodi parahiler
dextra
5) Destruksi costa IX posterior dan
corpus Vth IX
6. Pasien diberikan terapi oksigen 2
liter/menit, Infus D 5% + Tramadol,
Injeksi Ranitidin 2x1 gr, Renadinac
3x250 mg, Pamol 3x500 mg.

7. Analisa Data
Data Fokus Masalah Keperawatan Etiologi
DS: ketidakefektifan pola Penurunan ekspansi
a. Pasien mengatakan nafas paru.
agak sesak saat
bernafas.
b. Pasien mengatakan
keluhan ini
dirasakan sejak
kurang lebih 3
bulan yang lalu dan
mulai memberat
dalam beberapa
minggu ini.
c. Pasien mengatakan
sudah berobat
namun, belum ada
perbaikan.
DO:
a. Keadaan umum:
sedang, tampak

27
sesak napas.
Kesadaran: compos
mentis, Vital Sign:
Tekanan darah:
100/70 mmHg, Nadi:
88x/menit, suhu:
36,8 C, respirasi:
28x/menit.
Terpasang oksigen 2
liter/menit.
b. Pemeriksaan
dada/Paru – paru:
Inspeksi: simetris,
tidak tampak
deformitas, tidak
terdapat retraksi,
tidak tampak jejas
Palpasi: terdapat
ketinggalan gerak,
vocal freitus kiri lebih
teraba daripada yang
kanan
d. CT Scan paru Kesan:
1) Massa tumor pada
mediastrinum
inferior posterior
dextra (cenderung
malignancy)
2) Pendesakan paru
dextra oleh massa
tumor

28
3) Bronchiectasis
pada lap bawah
paru dextra
4) Pembesaran
Lyphonodi
parahiler dextra
5) Destruksi costa
IX posterior dan
corpus Vth IX
DS: Berisihan jalan nafas kehilangan fungsi silia
- tidak efektif jalan nafas, Peningkatan
jumlah/ viskositas sekret
DO: paru, meningkatnya
Perkusi: sonor pada tahanan jalan nafas
region pulmo sinistra
dan redup pada region
pulmo dextra
Auskultasi: SD
Vesikuler menurun
pada pulmo dextra,
ronkhi kasar (+/+).

DS: Nyeri kronis Lesi dan infasi kanker


a. Pasien mengatakan pleura
nyeri pada dada
sebelah kanan.
b. Pasien mengatakan
yeri dirasakan
menjalar sampai ke
perut sebelah kiri

29
atas, nyeri
dirasakan setiap
kali menarik napas.

DO:
a. Pasien terpasang
Infus D 5% +
Tramadol
Pasien di berikan
terapi Renadinac
3x250 mg.
e. CT Scan paru Kesan:
1) Massa tumor pada
mediastrinum
inferior posterior
dextra (cenderung
malignancy)
2) Pendesakan paru
dextra oleh massa
tumor
3) Bronchiectasis
pada lap bawah
paru dextra
4) Pembesaran
Lyphonodi
parahiler dextra
5) Destruksi costa IX
posterior dan
corpus Vth IX
DS: Gangguan Nutrisi intake tidak adekuat
a. Pasien mengatakan

30
mual dan muntah
b. Pasien mengatakan
susah makan, BAB
dan BAK masih
lancar.
DO:
Pasien diberikan terapi
Ranitidin 2x1 gr

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungn dengan kehilangan fungsi silia jalan
nafas, peningkatan jumlah/ viskositas sekret paru, meningkatnya tahanan jalan
nafas.
3. Nyeri kronis berhubungan dengan lesi dan infasi kanker pleura.
4. Gangguan nutrisi berhubungan dengan intake tidak adekuat.

C. Intervensi Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
Tujuan: pola nafas pasien efektif
Kriteria Hasil:
a. Sesak berkurang/ tidak sesak.
b. Respirasi dalam batas normal.
c. Tidak menggunakan otot bantu pernafasan

Intervensi Rasional
1. Kaji frekuensi, kedalaman 1. Untuk mengetahui frekuensi &
pernafasan dan ekspansi dada. kedalan pernafasan karena
2. Auskultasi bunyi nafas, dan kedalamam pernafasan bervariasi
catat adanya bunyi nafas tergantung derajat gagal nafas.
tambahan. 2. Perubahan bunyi nafas menunjukan

31
3. Observasi pola batuk dan obstruksi sekunder
karakter secret 3. Kongesti alveolar mengakibatkan
4. Berikan pada klien posisi semi batuk kering/iritatif
fowler 4. Posisi membantu memaksimalkan
5. Kolaborasi dalam pemberian ekspansi paru dan menurunkan upaya
oksigen tambahan. pernafasan
6. Berikan humidifikasi 5. Memaksimalkan pernafasan dan
tambahan menurunkan kerja nafas.
6. Memberikan kelembaban pada
membran mukosa dan membantu
pengenceran secret
1.

2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungn dengan kehilangan fungsi silia jalan
nafas, Peningkatan jumlah/ viskositas sekret paru, meningkatnya tahanan jalan nafas
Tujuan: tidak ada penumpuka secret dan ronkhi -/-
Kriteria Hasil:
a. Menyatakan/ menunjukkan hilangnya dispnea.
b. Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih
c. Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan.
d. Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/ mempertahankan bersiahn jalan nafas.
Intervensi Rasional
1. Catat perubahan upaya dan pola 1. Penggunaan otot interkostal/
bernafas. abdominal dan pelebaran nasal
2. Observasi penurunan ekspensi menunjukkan peningkatan upaya
dinding dada dan adanya. bernafas.
3. Catat karakteristik batuk 2. Ekspansi dada terbatas atau tidak
(misalnya, menetap, efektif, tak sama sehubungan dengan
efektif), juga produksi dan akumulasi cairan, edema, dan sekret
karakteristik sputum. dalam seksi lobus.
4. Pertahankan posisi tubuh/ kepala 3. Karakteristik batuk dapat berubah

32
tepat dan gunakan alat jalan nafas tergantung pada penyebab/ etiologi
sesuai kebutuhan. gagal perbatasan. Sputum bila ada
5. Kolaborasi pemberian mungkin banyak, kental, berdarah,
bronkodilator, contoh aminofilin, adan/ atau purulen.
albuterol dll. Awasi untuk efek 4. Memudahkan memelihara jalan
samping merugikan dari obat, nafas atas paten bila jalan nafas
contoh takikardi, hipertensi, pasein dipengaruhi.
tremor, insomnia. 5. Obat diberikan untuk
menghilangkan spasme bronkus,
menurunkan viskositas sekret,
memperbaiki ventilasi, dan
memudahkan pembuangan sekret.
Memerlukan perubahan dosis/
pilihan obat.

3 Nyeri kronis berhubungan dengan lesi dan invasi kanker pleura


Tujuan: nyeri hilang
Kriteria Hasil: Nyeri berkurang/hilang
Intervensi Rasional
1. Tanyakan pasien tentang nyeri. 1. Membantu dalam evaluasi gejala
Tentukan karakteristik nyeri. Buat nyeri karena kanker. Penggunaan
rentang intensitas pada skala 0 – skala rentang membantu pasien
10. dalam mengkaji tingkat nyeri dan
2. Kaji pernyataan verbal dan non- memberikan alat untuk evaluasi
verbal nyeri pasien. keefektifan analgesik,
3. Catat kemungkinan penyebab meningkatkan kontrol nyeri.
nyeri patofisologi dan psikologi. 2. Ketidaksesuaian antar petunjuk
4. Dorong menyatakan perasaan verbal/ non verbal dapat
tentang nyeri. memberikan petunjuk derajat nyeri,
5. Berikan tindakan kenyamanan. kebutuhan/ keefektifan intervensi.
Dorong dan ajarkan penggunaan 3. nsisi posterolateral lebih tidak

33
teknik relaksasi nyaman untuk pasien dari pada
6. Kolaborasi pemberian obat insisi anterolateral. Selain itu takut,
analgesic distress, ansietas dan kehilangan
sesuai diagnosa kanker dapat
mengganggu kemampuan
mengatasinya.
4. Takut/ masalah dapat meningkatkan
tegangan otot dan menurunkan
ambang persepsi nyeri.
5. Meningkatkan relaksasi dan
pengalihan perhatian.
6. Obat diberikan untuk
menghilangkan/menurunkan nyeri.
Memerlukan perubahan dosis/
pilihan obat.

5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan Anoreksia


Tujuan: nafsu makan pasien meningkat
Keriteria Hasil:
1) Berat badan bertambah
2) Menunjukan perubahan pola makan.

Intervensi Rasional
1. Catat ststus nutrisi pasien pada 1. Berguna dalam mengidentifikasi
penerimaan, catat turgor kulit, derajat kurang nutrisi dan
berat badan dan derajat menentukan pilihan intervensi
kekurangan berat badan 2. Meningkatkan pengetahuan dan
2. Berikan penjelasan tentang kepatuhan untuk menjalankan
pentingnya makanan yang adekuat program diet sesuai aturan
dan bergizi 3. Pertimbangan keinginan individu

34
3. Pastikan pola diet pasien yang dapat memperbaiki masukan diet.
disukai/tidak disukai 4. Mengukur kefektifan nutrisi dan
4. Awasi pemasukan/pengeluaran dukungan cairan.
dan berat badan secara periodic 5. Peningkatan pemenuhan kebutuhan
5. Dorong klien untuk makan diet dan kebutuhan pertahanan tubuh
TKTP 6. Akumulasi partikel makanan di
6. Pertahankan higiene mulut mulut menambah rasa
7. Kolaborasi dengan Ahli gizi dalam ketidaknyamanan pada mulut dan
pemberian makanan menurunkan nafsu makan
7. Meninkatkan kemampuan asupan
sesuai dengan kemampuan klien

C. Pembahasan
Dalam point ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan pada pasien
dengan Ca. Paru dimulai dari pengkaian sampai dengan intervensi.
Pengkajian merupakan langkah pertama dalam proses keperawatan. Langkah ini berisi
tentang penerapan pengetahuan dan pengalaman untuk mengumpulkan data tentang
pasien, sehingga diperoleh gambaran kebutuhan pasien yang nantinya digunakan
untuk membuat diagnosis keperawatan dan menetapkan prioritas yang akurat
(Hidayat, 2006). Pada tahap pengkajian ini penulis menemukan data klien mengeluh
nyeri pada dada sebelah kanan. Nyeri dirasakan menjalar sampai ke perut sebelah kiri
atas. Pasien juga merasa nyeri setiap kali pasien menarik napas. Napas dirasakan agak
sesak. Keluhan ini dirasakan sejak kurang lebih 3 bulan yang lalu dan mulai memberat
dalam beberapa minggu ini. Pasien sudah berobat namun, belum ada perbaikan. Pasien
juga mengeluh mual dan muntah, susah makan, BAB dan BAK masih lancar. Riwayat
penyakit dahulu: pasien belum pernah menderita gejala serupa, seperti ini sebelumnya.
Riwayat penyakit jantung dan paru – paru disangkal. Riwayat darah tinggi dan
penyakit gula juga disangkal. Riwayat penyakit keluarga: tidak ada anggota keluarga
yang menderita gejala serupa dengan pasien Pemeriksaan fisik: keadaan umum:
sedang, tampak sesak napas. Kesadaran: compos mentis, vital sign: Tekanan darah:

35
100/70 mmHg, Nadi: 88x/menit, suhu: 36,8 C, respirasi: 28x/menit. Pemeriksaan
dada/paru – paru didapatkan data: Inspeksi: simetris, tidak tampak deformitas, tidak
terdapat retraksi, tidak tampak jejas, Palpasi: terdapat ketinggalan gerak, vocal freitus
kiri lebih teraba daripada yang kanan, Perkusi: sonor pada region pulmo sinistra dan
redup pada region pulmo dextra, dan saat di Auskultasi: SD Vesikuler menurun pada
pulmo dextra, ronkhi kasar (+/+). Hasil CT Scan paru didapatkan data: Massa tumor
pada mediastrinum inferior posterior dextra (cenderung malignancy) , pendesakan
paru dextra oleh massa tumor, bronchiectasis ( suatu pelebaran abnormal yang
menetap dari saluran nafas besar (bronkus) akibat adanya kerusakan pada dinding
saluran nafas) pada lap bawah paru dextra, pembesaran Lyphonodi parahiler dextra,
restruksi costa IX posterior dan corpus Vth IX. Sedangkan pada kasus diklasifikasikan
kejala awal dan umum, untuk gejala awal didapatkan stridor lokal dan dispnea yang
mungkin disebabkan oleh obstruksi bronkus, sedangkan untuk gejala umum batuk,
hemoptysis, batuk sembura darah anoreksia, lelah, berkurangnya berat badan. Terdapat
perbedaan antara kasus dan teori, pada kasus tidak terdapat hemoptisis, batuk dan
semburan darah saat batuk karna menurut hasil diskusi kelompok kami pada kasus
merupakan tanda dan gejala awal dari ca paru dan belum sampai pada stadium lebih
lanjut.

Diagnosa adalah proses menganalisa data subjektif dan objektif yang telah diperoleh
pada tahap pengkajian untuk meneggakan diagnosis keperawatan. Diagnosa pada teori
berjumlah 10 diagnosa sedangkan diagnose pada kasus berjumlah 4 diagnosa yaitu
ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, bersihan
jalan nafas tidak efektif berhubungn dengan kehilangan fungsi silia jalan
nafas, peningkatan jumlah/ viskositas sekret paru, meningkatnya tahanan jalan nafas,
nyeri kronis berhubungan dengan lesi dan infasi kanker pleura, gangguan nutrisi
berhubungan dengan intake tidak adekuat. Diagnosa utama pada teori yaitu pola nafas
tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru. Hal ini dikarenakan pasien
mengeluh sesak saat bernafas, karena pada pemeriksaan fisik dada khususnya di
palpasi terdapat ketinggalan gerak, vocal fremitus kiri lebih teraba daripada kanan.
Saaat diperkusi sonor pada region pulmo sinistra dan redup pada region pulmo dextra

36
dan saat diauskultasi SD vesikuler menurun pada pulmo dextra, ronkhi kasar (+/+).
Pada hasil CT-Scan paru kesan terdapat massa tumor pada media stinum inferior
posterior dextra (cenderung malignancy, karna pasien merasa sesak dan terjadi
gangguan pada pola nafas sehingga perlu diberikan terapi O2. Dignosa utama pada
teori adalah bersihan jalan nafas tidak efektif. Terdapat perbedaan antara kasus dan
teori. Menurut hasil pembahasan kelompok, data yang didapat pada kasus tidak
terdapat batuk, hemoptisis, hemamtoe dan data – data yang menunjang kearah
bersihan jalan nafas, karna pasien sesak, terdapat ronkhi dan terjadi gangguan pada
pola nafas jadi kelompok mengamil diagnose ketidakefektifan pola nafas, lalu bersihan
jalan nafas.

Rencana keperawatan merupakan preskripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan


dari pasien atau tindakan keperawatan dipilih untuk membantu pasien dalam mencapai
hasil yang diharapkan. Harapannya adalah perilaku akan dipreskripsikan akan
menguntungkan pasien dan keluarga dalam cara yang dapat diprediksi yang
berhubungan dengan masalah diidentifikasikan dan tujuan yan telah dipilih (Hidayat,
2006). Pada kasus ini diagnosa keperawatan utama yang muncul adalah pola nafas
tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekpansi paru dengan sehingga rencana
tindakan ditujukkan pola nafas tidak efektif dengan Kaji frekuensi, kedalaman
pernafasan dan ekspansi dada ,auskultasi bunyi nafas, dan catat adanya bunyi nafas
tambahan, observasi pola batuk dan karakter secret, berikan pada klien posisi semi
fowler, kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan. Berikan humidifikasi
tambahan. Rencana tindakan pada kasus dan teori tidak ada perbedaan.

Implementasi adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang


diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan
keperawatan (Hidayat, 2006).

Evaluasi keperawatan memuat kriteria keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan


keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan membandingkan antara
proses dengan pedoman/rencana proses tersebut. Sedangkan keberhasilan tindakan

37
dapat dilihat dengan membandingkan antara tingkat kemandirian pasien dalam
kehidupan sehari-hari dan tingkat kemajuan kesehatan pasien dengan tujuan yang telah
di rumuskan sebelumnya (Hidayat, 2006).

38
BAB IV
EVIDANCE BASED

Christofan Lantu, Jamal Zaini, Wahju Aniwidyaningsih.2017. Complementary and Alternative


Medicine (CAM) pada Kanker Paru. Dilihat pada 26 September 2017
http://jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2017/08/JRI-2017-37-1-60.pdf

39
BAB V
KESIMPULAN & SARAN

A. Kesimpulan
Kanker paru adalah tumor berbahaya yang tumbuh diparu, sebagian besar kanker paru
berasal dari sel-sel didalam paru tapi dapat juga berasal dari bagian tubuh lain yang
terkena kanker.
Mayoritas penyakit kanker paru disebabkan oleh karsinogen dan zat promotor tumor
yang masuk ke dalam tubuh melalui kebiasaan merokok. Secara keseluruhan, risiko
relatif terjadinya kanker paru meningkat sekitar 13 kali lipat oleh kebiasaan merokok
yang aktif dan sekitar 1,5 kali lipat oleh pajanan pasif asap rokok dalam waktu lama. Ada
dua tipe utama dari kanker paru yaitu sel kecil dan non-sel kecil

B. Saran
Diharapkan mahasiswa dapat memahami makalah tentang kanker paru dan dapat
menganalisa kasus berdasarkan tanda dan gejala dari kanker paru dan dapat membuat
asuhan keperawatan pada kasus tersebut.

40
DAFTAR PUSTAKA

Danusantoso Halim. 2013. Buku saku ilmu penyakit paru. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran

Kemenkes, 2017. Pedoman nasional pelayanan kedokteran kanker paru. Jakarta: Komite
Penanggulangan Kanker Nasional.

Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis & nanda,
nic-noc. Jogjakarta. Penerbit Mediaction

Nanda International. 2011. Diagnosis keperawatan defnisi dan klasifikasi 2009- 2011. Jakarta:
EGC.

Pricillia, Lemone. 2015. Buku ajar keperawatan medical bedah: gangguan respirasi. Jakarta:
EGC.

Somantri Irman. 2012. Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem pernapasan.
Jakarta. Penerbit Salemba Medika.

Sudoyo, dkk. 2006. Ilmu penyakit dalam jilid II edisi IV. Jakarta: FIK UI

Suprapto, Imam. 2013. Keperawatan medical bedah, asuhan keperawatan pada gangguan
system respirasi. Jakarta: TIM

Sudoyo Aru, dkk. 2007. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid ii edisi iv. Jakarta

Suryo Joko. 2010. Herbal ”Penyembuh Gangguan Sistem Pernapasan”. Yogyakarta: Penerbit B
First.

Anda mungkin juga menyukai