Anda di halaman 1dari 17

Skenario 2:

Seorang wanita 20 tahun dirawat di ruang rehabilitasi penyalahgunaan NAPZA klien


menggunakan NAPZA sejak 6 bulan yang lalu karena ikut ikutan temannya ,orang tua klien
sangat disiplin dan keras mendidik anak anaknya, klien anak kedua dari 3 bersaudara . Klien
sudah 3 kali keluar masuk rehabilitasi karena tidak kuat menahan sakit jika tidak
menggunakan NAPZA. Hasil pengkajian perawat Penampilan klien rapi, kesadaran CM
klien tampak murung bicara sedikit, klien menggunakan NAPZA jenis putaw 0,5 gr dengan
cara di suntik , hasil pemeriksaan fisik tampak tatto pada tangan kanan klien , klien berjalan
seperti orang mabuk, conjunctiva anemis TD 130/90 mmHg Nd 100x/mnt Sh 38ºC RR
20x.mnt, akral hangat.
Hasil lab : Urine lengkap : + amfetamin , HB 10,5 gr/dl, Leco 4400 gr/l ,Trombo: 5 43.000
g/l, SGOT : 54,4, Elisa 1: +
Pengobatan : RL 28 tts/mnt, paracetamol : 3x500mg, dan Vit B 3x 1 tab

Tugas kedua :
Mendiskusikan skenario kasus dibuat makalah terdiri dari BAB I kata pengantar, BAB II
Pendahuluan :pengertian , etiologi,tanda dan gejala, patofisilogi , askep pengkajian, diagnose,
intervensi dan kepustakaannnya , BAB III pembahasan kasus
Persentasikan dan didiskusikan.
BAB II
KONSEP

2.1 DEFINISI
Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/ bahan berbahaya. Selain narkoba, istilah
lain yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah
Napza yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif. Semua istilah
ini, baik "narkoba" ataupun "napza", mengacu pada kelompok senyawa yang umumnya
memiliki risiko kecanduan bagi penggunanya. Menurut pakar kesehatan, narkoba sebenarnya
adalah senyawa-senyawa psikotropika yang biasa dipakai untuk membius pasien saat hendak
dioperasi atau obat-obatan untuk penyakit tertentu. Namun kini persepsi itu disalahartikan
akibat pemakaian di luar peruntukan dan dosis yang semestinya.

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis
maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan (Undang-Undang No. 22 tahun
1997).

Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.

Bahan adiktif lainnya adalah bahan lain bukan narkotika atau psikotropika yang
penggunaannya dapat menimbulkan ketergantungan. Minuman beralkohol adalah minuman
yang mengandung etanol yang diproses dari bahan hasil pertanian ataupun secara sintetis
yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi destilasi atau fermentasi tanpa
destilasi, maupun yang diproses dengan cara mencampur konsentrat dengan etanol atau
dengan cara pengenceran minuman yang mengandung etanol. Berdasarkan efek yang
ditimbulkan terhadap pemakainya, narkoba dikelompokkan menjadi golongan halusinogen,
depresan, stimulan, dan adiktif.
Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan NAPZA dalam jumlah berlebihan, secara
berkala atau terus-menerus, berlangsung cukup lama sehingga dapat merugikan kesehatan
jasmani, mental dan kehidupan sosial (Joewana, 2004). Penyalahgunaan zat adalah
penggunaan zat secara terus menerus bahkan sampai setelah terjadi masalah. Ketergantungan
zat menunjukkan kondisi yang parah dan sering dianggap sebagai penyakit. Adiksi umumnya
merujuk pada perilaku psikososial yang berhubungan dengan ketergantungan zat. Gejala
putus zat terjadi karena kebutuhan biologic terhadap obat. Toleransi adalah peningkatan
jumlah zat untuk memperoleh efek yang diharapkan. Gejala putus zat dan toleransi
merupakan tanda ketergantungan fisik (Stuart & Sundeen, 1998).

2.2 JENIS DAN EFEK YANG DITIMBULKAN OLEH NARKOTIKA

Narkotika merupakan narkoba yang sangat cepat menimbulkan ketergantungan, berupa


serbuk putih dengan rasa pahit. Dalam pasaran warnanya bisa putih, coklat atau dadu, cara
penggunaan dapat disuntikan, dihirup dan dimakan. Menimbulkan rasa kantuk, lesu,
penampilan “dungu”, jalan mengambang, rasa senang yang berlebihan. Konsumsi dihentikan
menimbulkan rasa sakit dan kejang-kejang, kram perut, menggigil, muntah-muntah, mata
berair, hidung berlendir, hilang nafsu makan dan kehilangan cairan tubuh. Menimbulkan
kematian bila over dosis.

Ganja menimbulkan ketergantungan psikis yang diikuti oleh kecanduan fisik dalam waktu
lama, terutama bagi mereka yang telah rutin menggunakannya. Bentuk daun kering, cairan
yang lengket, minyak ‘damar ganja’. Menurunkan keterampilan motorik, peningkatan denyut
jantung, rasa cemas, banyak bicara, perubahan persepsi tentang ruang dan waktu, halusinasi,
rasa ketakutan dan agresif, rasa senang berlebihan, selera makan meningkat. Pengaruh jangka
panjang peradangan paru-paru, aliran darah ke jantung berkurang, daya tahan tubuh terhadap
infeksi menurun, mengurangi kesuburan, daya pikir berkurang, perhatian ke sekitar
berkurang.

Morfin merupakan analgesik yang kuat, tidak berbau, berupa kristal putih yang warnanya
menjadi kecoklatan. Mengurangi rasa nyeri, kantuk atau turunnya kesadaran. Menyebabkan
sembelit, gangguan menstruasi dan impotensi. Pemakaian dengan jarum suntik menyebabkan
HIV/AIDS, Hepatitis B & C. Pemakaian dikurangi atau dihentikan : hidung berair, keluar air
mata otot kejang, mual, muntah dan mencret.
Psikotropika memiliki bentuk berupa tablet dan kapsul warna warni. Cara penggunaan ditelan
secara langsung. Mendorong tubuh melakukan aktivitas melampaui batas maksimum.
Meningkatkan detak jantung dan tekanan darah, rasa senang yang berlebihan, hilangnya rasa
percaya diri. Setelahnya akan terjadi perasaan lelah, cemas dan depresi yang dapat
berlangsung beberapa hari. Gerakan tak terkontrol, mual dan muntah, sakit kepala, hilang
selera makan dan rasa haus yang berlebihan. Kematian terjadi karena tidak seimbangnya
cairan tubuh, baik karena dehidrasi ataupun terlalu banyak cairan, menimbulkan kerusakan
otak yang permanen.

Methamphetamine dikenal shabu atau ubas. Bentuknya berupa serbuk kristal dan cairan.
Mudah larut dalam alkohol dan air. Cara penggunaannya dihisap dengan bantuan alat (bong).
Menimbulkan perasaan melayang sementara yang berangsur-angsur membangkitkan
kegelisahan luar biasa. Aktivitas tubuh dipercepat berlebihan. Penggunaan shabu yang lama
akan merusak tubuh, bahkan kematian karena over dosis. Pada mata, anda akan melihat
sesuatu yang tidak ingin anda lihat, karena sangat mengerikan. Pada otak, menyebabkan
depresi, kepanikan, kecemasan yang berlebihan dan dapat menyebabkan kerusakan otak
secara permanen. Pada kulit, pembuluh darah akan mengalami panas berlebihan dan pecah.
Pada hati, bahan-bahan kimia yang terkandung dalam shabu bisa melemahkan aktivitas sel-
sel hati yang mengakibatkan terjadinya gangguan fungsi hati.

Obat penenang dikenal obat tidur, pil koplo, BK, Nipam, Valium, Lexotan, dll. Bentuknya
berupa tablet. Digunakan dengan cara ditelan secara langsung. Memiliki efek bicara jadi pelo,
jalan sempoyongan, persepsi terganggu memperlambat kerja otak, pernapasan dan jantung.
Dalam dosis tinggi akan membuat pengguna tidur. Penggunaan campuran dengan alkohol
akan menghasilkan kematian. Gejala putus zat bersifat lama dan serius, sakit kepala, cemas,
tidak bisa tidur, halusinasi, mual, muntah dan kejang.

Alkohol memiliki efek memperlambat kerja sistem syaraf pusat, memperlambat refleks
motorik, menekan pernafasan, denyut jantung dan mengganggu penalaran dan penilaian.
Menimbulkan perilaku kekerasan, meningkatkan resiko kecelakaan lalu lintas. Gejala putus
zat mulai dari hilangnya nafsu makan, sensitif, tidak dapat tidur, kejang otot, halusinasi dan
bahkan kematian.
Zat yang mudah menguap/solvent dikenal Lem Aica Aibon, Thinner, Bensin, Spiritus.
Efeknya begitu dihisap masuk ke darah dan segera ke otak. Memperlambat kerja otak dan
sistem syaraf pusat. Menimbulkan perasaan senang, pusing, penurunan kesadaran, gangguan
penglihatan dan pelo. Problem kesehatan terutama merusak otak, ginjal, paru-paru, sumsum
tulang dan jantung. Kematian timbul akibat otak kekurangan oksigen, berhentinya pernafasan
dan gangguan pada jantung.

Zat yang menimbulkan halusinasi dikenal jamur, kotoran kerbau, sapi, kecubung. Efek yang
ditimbulkan bekerja pada sistem syaraf pusat untuk mengacaukan kesadaran dan emosi
pengguna. Perubahan pada proses berfikir, hilangnya kontrol, hilang orientasi dan depresi.

2.3 TANDA DAN GEJALA

Berikut ini adalah beberapa tanda dan gejala yang sering tampak pada para pengguna
NAPZA, dilihat dari :
Ciri-ciri Umum
Terjadi perubahan perilaku yang signifikan
Sulit diajak bicara
Mulai sulit untuk diajak terlibat dalam kegiatan keluarga
Mulai sering pulang terlambat tanpa alasan
Mudah tersinggung
Mulai berani membolos dan meninggalkan pekerjaan sehari-hari
Perubahan Fisik dan Lingkungan
Jalan sempoyongan, bicara pelo, dan tampak terkantuk-kantuk
Mata merah dan berair
Hidung berair atau seperti pilek
Pola tidur berubah, bangun di malam hari dan bangun di siang hari
Kamar tidak mau diperiksa atau selalu terkunci
Sering menerima telpon atau tamu yang tidak dikenal
Ditemukan obat-obatan, kertas timah, jarum suntik, dan korek api di kamar atau di dalam tas
Terdapat tanda-tanda bekas suntikan atau sayatan di bagian tubuh
Sering kehilangan uang atau barang di rumah
Mengabaikan kebersihan diri
Perubahan Perilaku Sosial
Menghindari kontak mata langsung ketika berbicara dengan orang lain
Berbohong atau memanipulasi keadaan
Kurang disiplin
Bengong atau linglung
Suka membolos sekolah atau dari pekerjaan kantor
Mengabaikan kegiatan ibadah
Menarik diri dari aktivitas bersama keluarga
Sering menyendiri atau bersembunyi di kamar mandi, di gudang atau tempat-tempat tertutup
Perubahan Psikologis
Mudah tersinggung
Sering terjadi perubahan mood yang mendadak
Malas melakukan aktivitas sehari-hari
Sulit berkonsentrasi
Tidak memiliki tanggung jawab
Emosi tidak terkendali
Tidak peduli dengan nilai dan norma yang ada
Merasa dikucilkan atau menarik diri dari lingkungan
Cenderung melakukan tindak pidana kekerasan

2.4 TERAPI

Upaya pemulihan yang sesungguhnya adalah dengan merubah gaya hidup dan sikap pada
seorang pecandu secara mendasar, yaitu pola pikir dan perilaku adiktif yang
menyebabkannya kecanduan narkoba (martono 2006).
Pengobatan
Terapi pengobatanyang dilakukan untuk pasien NAPZA misal dengan detoksifikasi.
Detoksifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau menghentikan gejala putus zat dengan dua
cara:
Detoksifikasi tanpa substitusi
Klien hanya dibiatkan saja sampai gejala putus zat tersebut berhenti sendiri. Klien yang
ketergantungan tidak diberikan obat untuk menghilangkan gejala putus obat tersebut.
Detoksifikasi dengan substitusi
Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis opiat misalnya kodein,
bufremorfin, dan metadon. Substitusi bagi pengguna sedatif-hipnotik dan alkohol dapat dari
jenis anti ansietas, misalnya diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan cara penurunan
dosis secara bertahap sampai berhenti sama sekali. Selama pemberian substitusi dapat juga
diberikan obat yang menghilangkan gejala simptomatik, misalnya obat penghilang rasa nyeri,
rasa mual, dan obat tidur atau sesuai dengan gejala yang ditimbulkan akibat putus zat
tersebut.
Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu melalui
pendekatan non medis, psikologis, sosial dan religi agar pengguna NAPZA yang menderita
sindroma ketergantungan dapat mencapai kemampuan fungsional seoptimal mungkin.
Tujuannya pemulihan dan pengembangan pasien baik fisik, mental, sosial, dan spiritual.
Sarana rehabilitasi yang disediakan harus memiliki tenaga kesehatan sesuai dengan
kebutuhan (Depkes, 2001).

Sesudah klien penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA menjalani program terapi


(detoksifikasi) dan konsultasi medik selama 1 (satu) minggu dan dilanjutkan dengan program
pemantapan (pascadetoksifikasi) selama 2 (dua) minggu, maka yang bersangkutan dapat
melanjutkan ke program berikutnya yaitu rehabilitasi (Hawari, 2003).

Menurut Hawari (2003), bahwa setelah klien mengalami perawatan selama 1 minggu
menjalani program terapi dan dilanjutkan dengan pemantapan terapi selama 2 minggu maka
klien tersebut akan dirawat di unit rehabilitasi (rumah sakit, pusat rehabilitasi, dan unit
lainnya) selama 3-6 bulan. Sedangkan lama rawat di unit rehabilitasi berdasarkan parameter
sembuh menurut medis bisa beragam 6 bulan dan 1 tahun, mungkin saja bisa sampai 2 tahun.

Kenyataan menunjukkan bahwa mereka yang telah selesai menjalani detoksifikasi sebagian
besar akan mengulangi kebiasaan menggunakan NAPZA, oleh karena rasa rindu (craving)
terhadap NAPZA yang selalu terjadi (DepKes, 2001).
Jenis program rehabilitasi:
a) Rehabilitasi psikososial
Program rehabilitasi psikososial merupakan persiapan untuk kembali ke masyarakat (reentry
program). Oleh karena itu, klien perlu dilengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan
misalnya dengan berbagai kursus atau balai latihan kerja di pusat-pusat rehabilitasi. Dengan
demikian diharapkan bila klien selesai menjalani program rehabilitasi dapat melanjutkan
kembali sekolah/kuliah atau bekerja.
b) Rehabilitasi kejiwaan
Dengan menjalani rehabilitasi diharapkan agar klien rehabilitasi yang semua berperilaku
maladaptif berubah menjadi adaptif atau dengan kata lain sikap dan tindakan antisosial dapat
dihilangkan, sehingga mereka dapat bersosialisasi dengan sesama rekannya maupun personil
yang membimbing dan mengasuhnya.

Meskipun sudah menjalani terapi detoksifikasi, seringkali perilaku maladaptif tadi belum
hilang, keinginan untuk menggunakan NAPZA kembali atau craving masih sering muncul,
juga keluhan lain seperti kecemasan dan depresi serta tidak dapat tidur (insomnia) merupakan
keluhan yang sering disampaikan ketika melakukan konsultasi dengan psikiater. Oleh karena
itu, terapi psikofarmaka masih dapat dilanjutkan, dengan catatan jenis obat psikofarmaka
yang diberikan tidak bersifat adiktif (menimbulkan ketagihan) dan tidak menimbulkan
ketergantungan. Dalam rehabilitasi kejiwaan ini yang penting adalah psikoterapi baik secara
individual maupun secara kelompok.

Yang termasuk rehabilitasi kejiwaan ini adalah psikoterapi/konsultasi keluarga yang dapat
dianggap sebagai rehabilitasi keluarga terutama keluarga brokenhome. Gerber (1983 dikutip
dari Hawari, 2003) menyatakan jka konsultasi keluarga perlu dilakukan agar keluarga dapat
memahami aspek-aspek kepribadian anaknya yang mengalami penyalahgunaan NAPZA.

c) Rehabilitasi komunitas
Berupa program terstruktur yang diikuti oleh mereka yang tinggal dalam satu tempat.
Dipimpin oleh seorang mantan pemakai yang dinyatakan memenuhi syarat sebagai konselor,
setelah mengikuti pendidikan dan pelatihan. Tenaga profesional hanya sebagai konsultan saja.
Di sini klien dilatih keterampilan mengelola waktu dan perilakunya secara efektif dalam
kehidupannya sehari-hari, sehingga dapat mengatasi keinginan mengunakan narkoba lagi atau
nagih (craving) dan mencegah relaps.

Dalam program ini semua klien ikut aktif dalam proses terapi. Mereka bebas menyatakan
perasaan dan perilaku sejauh tidak membahayakan orang lain.

d) Rehabilitasi keagamaan
Rehabilitasi keagamaan masih perlu dilanjutkan karena waktu detoksifikasi tidaklah cukup
untuk memulihkan klien rehabilitasi menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan agamanya
masing-masing. Pendalaman, penghayatan, dan pengamalan keagamaan atau keimanan ini
dapat menumbuhkan kerohanian (spiritual power) pada diri seseorang sehingga mampu
menekan risiko seminimal mungkin terlibat kembali dalam penyalahgunaan NAPZA.

2.5 ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MASALAH


PENYALAHGUNAAN NAPZA

2.5.1 PENGKAJIAN
Setiap melakukan pengkajian, tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat.

I. IDENTITAS KLIEN

Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien tentang: nama
klien, panggilan klien, jenis kelamin (pria > wanita), usia (biasanya pada usia produktif),
pendidikan (segala jenis/ tingkat pendidikan beresiko menggunakan NAPZA), pekerjaan
(tingkat keseriusan/ tuntutan dalam pekerjaannya dapat menimbulkan masalah), status (belum
menikah, menikah atau bercerai), kemudian nama perawat, tujuan, waktu, tempat
pertemuan, topik yang akan dibicarakan.

II. ALASAN MASUK


Biasanya karena timbul gejala-gejala penyalahgunaan NAPZA (fsikososial) atau mungkin
klien mengatakan tidak tahu, karena yang membawanya ke RS adalah keluarganya. Alasan
masuk tanyakan kepada klien dan keluarga.

III. Faktor Predisposisi


Kaji hal-hal yang menyebabkan perubahan perilaku klien menjadi pecandu/ pengguna
NAPZA, baik dari pasien maupun keluarga.

IV. Fisik
Pengkajian fisik difokuskan pada sistem dan fungsi organ akibat gejala yang biasa timbul dari
jenis NAPZA yang digunakan seperti tanda-tanda vital, berat badan,dll.
V. Psikososial
1. Genogram
a. Buatlah genogram minimal tiga gcncrasi yang dapat menggambarkan hubungan klien dan
keluarga.
2. Konsep diri
a Gambaran diri : Klien mungkin merasa tubuhnya baik-baik saja
b. Identitas : Klien mungkin kurang puas terhadap dirinya sendiri
c. Peran : Klien merupakan anak pertama dari dua bersaudara
d. Ideal diri : Klien menginginkan keluarga dan orang lain menghargainya
e. Harga diri : Kurangnya penghargaan keluarga terhadap perannya
3. Hubungan sosial
Klien penyalahgunaan NAPZA biasanya menarik diri dari aktivitas keluarga maupun
masyarakat. Klien sering menyendiri, menghindari kontak mata langsung, sering berbohong
dan lain sebagainya.
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan : Menurut masyarakat, NAPZA tidak baik untuk kesehatan.
b. Kegiatan ibadah : Tidak menjalankan ibadah selama menggunakan NAPZA.

VI. Status Mental


1. Penampilan.
Penampilan tidak rapi, tidak sesuai dan cara berpakaian tidak seperti biasanya dijelaskan.

2. Pembicaraan
a. Amati pembicaraan yang ditemukan pada klien, apakah cepat, keras, gagap, membisu,
apatis dan atau lambat
b. Biasanya klien menghindari kontak mata langsung, berbohog atau memanipulasi keadaa,
bengong/linglung.

3. Aktivitas motorik
Klien biasanya menunjukkan keadaan lesu, tegang, gelisah, agitasi, Tik, grimasen, termor dan
atau komfulsif akibat penggunaan atau tidak menggunakan NAPZA

4. Alam perasaan.
Klien bisa menunjukkan ekspresi gembira berlebihan pada saat mengkonsumsi jenis
psikotropika atau mungkin gelisah pada pecandu shabu.

5. Afek
Pada umumnya, afek yang muncul adalah emosi yang tidak terkendai. Afek datar muncul
pada pecandu morfin karena mengalami penurunan kesadaran.

6. lnteraksi selama wawancara


Secara umum, sering menghindari kontak mata dan mudah tersingung. Pecandu amfetamin
menunjukkan perasaan curiga.

7. Persepsi.
Pada pecandu ganja dapat mengalami halusinasi pengelihatan

8. Proses pikir
Klien pecandu ganja mungkin akan banyak bicara dan tertawa sehingga menunjukkan
tangensial. Beberapa NAPZA menimbulkan penurunan kesadaran, sehingga klien mungkin
kehilangan asosiasi dalam berkomunikasi dan berpikir.

9. lsi pikir
a. Pecandu ganja mudah percaya mistik, sedangkan amfetamin menyebabkan paranoid
sehingga menunjukkan perilaku phobia.
b. Pecandu amfetamin dapat mengalami waham curiga akibat paranoidnya.
10. Tingkat kesadaran
Menunjukkan perilaku bingung, disoreientasi dan sedasi akibat pengaruh NAPZA.

11. Memori.
Golongan NAPZA yang menimbulkan penurunan kesadaran mungkin akan menunjukkan
gangguan daya ingat jangka pendek.
12. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Secara umum klien NAPZA mengalami penurunan konsentrasi. Pecandu ganja mengalami
penurunan berhitung.

13. Kemampuan penilaian


Penurunan kemampuan menilai terutama dialami oleh klien alkoholik. Gangguan
kemampuan penilaian dapat ringan maupun bermakna.

14. Daya tilik diri


Apakah mengingkari penyakit yang diderita atau menyalahkan hal-hal diluar dirinya.

VII. Kebutuhan Persiapan Pulang


Lakukan observasi tentang:
1. Makan
2. BAB/BAK,
3. Mandi
4. Berpakaian
5. lstirahat dan tidur
6. Penggunaan obat
7. Pemeliharaan kesehatan
8. Kegiatan di dalam rumah
9. Kegiatan di luar rumah

VIII. Mekanisme Koping


Maladaptif.

IX. Masalah Psikososial dan Lingkungan


Klien NAPZA tentu bermasalah dengan psikososial maupun lingkungannya.

X. Pengetahuan Kurang
Biasanya tentang mekanisme koping dan akibat penyalahgunaan NAPZA

XI. Aspek Medik


Sesuaikan dengan terapi medik yang diberikan.

2.5.2 POHON MASALAH


2.5.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Resiko perilaku kekerasan


2. Intoksikasi
3. Penyalahgunaan zat
4. Harga diri rendah
5. Gangguan konsep diri
6. Koping individu tidak efektif

2.5.4 INTERVENSI
Diagnosa: Resiko perilaku kekerasan
Pasien
Tujuan Intervensi
Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya
Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukannya
Pasien dapat menyebutkan cara mencegah atau mengendalikan perilaku kekerasannya
Pasien dapat mencegah atau mengendalikan perilaku kekerasannya secara fisik, spiritual, dan
social dengan terapi psikofarmaka
SP 1
Mengidentifikasi tanda dan gejala, penyebab dan akibat perilaku kekerasan
Menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 1: tarik nafas dalam dan
fisik 2: pukul kasur/ bantal
Malatih klien cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 1: tarik nafas dalam dan
fisik 2: pukul kasur/bantal
Melatih memasukkan kegiatan tarik nafas dalam dan pukul kasur/ bantal ke dalam jadwal
kegiatan harian
SP 2
Menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara minum obat secara teratur
menggunakan prinsip 6 benar
Mendiskusikan manfaat minum obat dan kerugian tidak minum obat
Melatih cara minum obat secara teratur menggunakan prinsip 6 benar
Melatih memasukkan kegiatan minum obat secara teratur ke dalam jadual kegiatan harian
SP 3
Menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan verbal/bicara baik-baik
Melatih cara verbal/bicara baik-baik
Melatih memasukkan kegiatan bicara baik-baik ke dalam jadual kegiatan harian
SP 4
Menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan cara spiritual
Melatih cara spiritual
Melatih klien memasukkan kegiatan spiritual ke dalam jadual kegiatan harian
Keluarga
Tujuan Intervensi
Keluarga dapat merawat pasien di rumah SP1
Mengidentifikasi masalah keluarga dalam merawat klien resiko perilaku kekerasan
Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya dan akibat perilaku kekerasan
Mendiskusikan masalah dan akibat yang mungkin terjadi pada klien resiko perilaku
kekerasan
Menjelaskan cara merawat klien resiko perilaku kekerasan: latihan tarik nafas dalam dan
pukul kasur/bantal
Latih keluarga latihan tarik nafas dalam dan pukul kasur bantal
Menganjurkan keluarga memotivasi, membimbing dan memberi pujian klien klien latihan
tarik nafas dalam dan pukul kasur/bantal
SP 2
Menjelaskan kepada keluarga tentang obat yang diminum klien
Mendiskusikan manfaat minum obat dan kerugian tidak minum obat
Melatih keluarga cara klien minum obat menggunakan prinsip 6 benar
Menganjurkan keluarga memotivasi, membimbing dan memberi pujian saat klien latihan
minum obat sesuai dengan jadwal
SP 3
Menjelaskan kepada keluarga cara mengontrol perilaku kekerasan secara verbal/ bicara baik-
baik
Melatih keluarga latihan verbal/bicara baik-baik
Menganjurkan keluarga memotivasi, membimbing dan memberi pujian saat klien latihan
verbal/bicara baik-baik.
SP 4
Menjelaskan kepada keluarga cara mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual
Melatih keluarga cara latihan spiritual
Memotivasi, membimbing dan memberi pujian kepada klien cara spiritual
Menjelaskan setting lingkungan rumah yang mendukung perawatan klien
Menjelaskan cara memanfaatkan fasilitas kesehatan yang tersedia
Menjelaskan kemungkinan klien relaps dan pencegahan relaps
Mengidentifikasi tanda-tanda relaps dan kemungkinan kambuh
Menjelaskan dan menganjurkan follow up dan merujuk klien ke pelayanan kesehatan.

2.5.5 EVALUASI
Evaluasi pada klien:
1. Evaluasi perasaan (subjektif);
2. Evaluasi kemampuan klien (objektif);
3. Rencana latihan klien;
4. Rencana tindakan keperawatan lanjutan.
Evaluasi pada keluarga:
1. Evaluasi perasaan (subjektif);
2. Evaluasi kemampuan keluarga (objektif);
3. Rencana asuhan keluarga kepada klien:
4. Menyepakati rencana pertemuan berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E., et all. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan Psikiatri Edisi 3. Jakarta:
EGC

Keliat, Budi A., dkk. 2011. Manajemen Kasus Gangguan Jiwa CMHN (Intermediate Course).
Jakarta: EGC

Martono lydia harlina, dkk. 2006. Pemulihan pecandu narkoba berbasis masyarakat. Jakarta:
Balai Pustaka.

Saddock, Benjamin J. dan Virginia A. Saddock. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2.
Jakarta: EGC.

Tira. 2012. Indonesia Sejahtera Tanpa Nrkoba. http://rehsos.kemsos.go.id/modules.php?


name=News&file=print&sid=1539 diakses pada 20 September 2014 pukul 09.30

www.narconon.org/drug-abuse.html diakses pada 22 September 2014 pukul 21.00 WIB

www.metro.polri.go.id diakses pada 22 September 2014 pukul 21.00 WIB

http://usupress.usu.ac.id/files/Asuhan%20Keperawatan%20pada%20Klien%20dengan
%20Masalah%20Psikososial%20dan%20Gangguan%20Jiwa_Normal_bab%201.pdf (diakses
pada 22 september 2014 pukul 22.11 WIB)

journal.ui.ac.id/index.php/jki/article/viewFile/1243/1148

http://sakinahkreatif.blogspot.com/2014/12/askep-klien-dengan-masalah.html

Anda mungkin juga menyukai