Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA PANGAN

ACARA II
PROTEIN

Disusun Oleh:
Muhammad Fadzil
H0916057

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2018
ACARA II
PROTEIN

A. Tujuan
Tujuan dari praktikum Analisa Pangan Acara II tentang Protein
adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui prinsip analisis kadar protein total dalam bahan pangan
metode Kjeldahl.
2. Mengetahui faktor yang mempengaruhi kadar protein dalam bahan
pangan.
3. Menentuan kadar protein total pada beberapa macam mie telur komersil
menggunakan metode Kjeldahl.

B. Tinjauan Pustaka
Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien
.Kandungan energi protein rata-rta 4 kilokalori/gram atau setara dengan
kandungan energi karbohidrat. Keistimewaan lain dari protein ini adalah
strukturnya yang mengandung N, disamping C, H, O (seperti juga
karbohidrat dan lemak), S dan kadang-kadang P, Fe dan Cu (sebagai
senyawa kompleks dengan protein). Dengan demikian maka salah satu
cara terpenting yang cukup spesifik untuk menentukan jumlah protein
secara kuantitatif adalah dengan penentuan kandungan N yang ada dalam
protein (Sudarmadji, 1996). Dalam analisa bahan makanan dianggap
bahwa semua N berasal dari protein. Penentuan protein di dalam
makanan sebaiknya, mengenai kuantitas maupun kualitasnya. Kuantitas
protein ditentukan melalui penentuan nitrogen total (N), dengan metoda
destruksi menurut kjeldahl (Sediaoetama, 2000).
Dalam menentukan kadar protein suatu bahan makanan perlu
diperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kadar protein
tersebut. Nilai protein yang terukur akan semakin besar jika jumlah air
yang hilang semakin besar. Kandungan protein yang terukur tergantung
pada jumlah bahan-bahan yang ditambahkan dan sebagian besar
dipengaruhi oleh kandungan air (Pratama, 2012). Selain kandungan air,
pada penentuan kadar protein total dengan metode Kjeldahl perlu
memerhatikan jumlah asam sulfat yang diberikan. Menurut Sudarmardji
(1996), bahwa sampel yang terkandung protein akan direduksi semua
nitrogennya oleh asam sulfat pekat dan kemudian dijadikan dalam bentuk
garam amonium (NH4)2SO4.
Analisis kadar protein total ini didasarkan pada pengukuran
kandungan unsur N dalam bahan. Atas dasar penentuan awal, rata-rata
nitrogen (N) isi protein ditemukan sekitar 16 persen, yang menyebabkan
menggunakan perhitungan N x 6,25 (100/16 = 6,25) untuk mengkonversi
kandungan nitrogen dalam kandungan protein. Hal ini berbasis asumsi
bahwa tidak semua nitrogen menampilkan asam amino dari protein
(Magomya, 2014).
Prinsip Metode Kjedahl yaitu mengubah senyawa organik menjadi
anorganik. Metode Kjedahl memiliki fungsi untuk menganalisis kadar
protein kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung, karena yang
dianalisis dengan cara ini adalah kadar nitrogennya. Dengan mengalikan
hasil analisis tersebut dengan angka konversi 6,25 maka diperoleh kadar
protein dalam bahan makanan itu. Analisa protein dengan metode
Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses
destruksi, destilasi dan titrasi (Pavel, 2013). Menurut Tuankotta (2015),
metode Kjeldahl terdiri dari 3 tahap yaitu proses destruksi, destilasi, dan
titrasi. Proses-prosesnya sebagai berikut :
1. Tahap destruksi
Pada tahap ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga
terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen
teroksidasi menjadi CO, CO2, dan H2O. Sedangkan nitrogen (N) akan
berubah menjadi (NH4)2SO4. Asam sulfat yang dipergunakan untuk
destruksi diperhitungkan adanya bahan protein, lemak, dan karbohidrat.
Untuk mendestruksi 1 gram protein diperlukan 9 gram asam sulfat, untuk
1 gram lemak perlu 17,8 gram, sedangkan 1 gram karbohidrat perlu asam
sulfat sebanyak 7,3 gram.
Karena lemak memerlukan asam sulfat yang paling banyak dan
memerlukan waktu destruksi cukup lama, maka sebaiknya lemak
dihilangkan lebih dahulu sebelum destruksi protein dilakukan. Asam
sulfat yang digunakan sebanyak 0,4 – 3,5 gram atau mengandung
nitrogen sebanyak 0,02 – 0,04 gram. Untuk cara mikro Kjeldahl bahan
tersebut lebih sedikit lagi yaitu 10 – 30 mg. untuk mempercepat proses
destruksi sering ditambah katalisator Selenium. Penambahan katalisator
tersebut akan mempertinggi titik didih asam sulfat sehingga destruksi
berjalan lebih cepat.
2. Tahap destilasi
Adanya penambahan NaOH dan pemanasan pada tahap ini,
ammonium sulfat terurai menjadi ammonia (NH3), natrium sulfat
(Na2SO4) dan air (H2O). Agar destilasi tidak terjadi superheating ataupun
pemercikan cairan atau timbulnya gelembung gas yang besar maka dapat
ditambahkan logam zink (Zn). Ammonia yang dibebaskan selanjutnya
akan ditangkap oleh larutan asam standar. Asam standar yang dapat
dipakai adalah asam klorida atau asam borat 4% dalam jumlah yang
berlebih. Agar supaya kontak antara asam dan amino lebih baik maka
diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam
asam. Destilasi diakhiri bila sudah semua ammonia terdistilasi sempurna
dengan ditandai dengan destilat tidak bereaksi basa.
3. Tahap titrasi
Apabila penampung destilasi digunakan asam klorida maka sisa
asam klorida yang tidak bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan
NaOH standar (0,1 N). Akhir titrasi ditandai dengan tepat perubahan
warna larutan menjadi merah muda dan tidak hilang selama 30 detik bila
sampel merupakan jumlah ekuivalen nitrogen.
𝑚𝑙 𝑁𝑎𝑂𝐻 (𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙) 𝑥 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝐹 𝑥 14,008
% N protein = x 100%
𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka
banyaknya assam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui
degan titrasi menggunakan asam klorida 0,1 N dengan indikator (BCG +
MR). akhir titrasi ditandai dengan perubahan warn alarutan dari biru
menjadi merah muda. Selisih jumlah titrasi sampel dan blanko
merupakan jumlah ekuivalen nitrogen.
𝑚𝑙 𝐻𝐶𝑙 (𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙)𝑥 𝑁 𝐻𝐶𝑙 𝑥 𝐹 𝑥 14,008
% N protein = x 100%
𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

Menurut Owusu (2002), indikator yang dapat digunakan pada proses


titrasi metode Kjeldahl termasuk metil jingga, metil merah, Congo red,
dan Tashiro indicator (campuran dari 0,2% larutan metil merah dan 0,1%
metilen biru). Metode Kjeldahl memiliki banyak keuntungan yaitu
sifatnya universal, presisi tinggi, dan reprodusibilitas baik membuat
metode ini banyak digunakan. Namun, metode ini memiliki kekurangan
yaitu purina, pirimidina, vitamin-vitamin, asam amino besar, dan
kreatina ikut teranalisis dan terukur sebagai nitrogen (Rosaini, 2015).
Tablet Kjedahl terbuat dari campuran K2SO4 (bisa digunakan
Na2SO4 atau CuSO4) dan HgO dengan perbandingan 20:1. Tablet
Kjeldahl ini berfungsi sebagai katalisator agar proses destruksi
berlangsung lebih cepat. Hal ini dikarenakan setiap 1 gram K2SO4 dapat
menaikkan suhu 3C (suhu destruksi berkisar antara 370-410C).
Penambahan asam sulfat (H2SO4) dilakukan agar terjadi proses destruksi
sampel menjadi unsur-unsurnya (Rossi, 2004).
Mie telur umumnya terdapat dalam keadaan kering ketika
dipasarkan. Namun demikian tidak tertutup kemungkinan memasarkan
mie telur dalam keadaan basah. Faktor komposisi bahan adalah faktor
yang membedakan mie telur ini dengan mie kering maupun mie basah.
Dalam pembuatan mie telur biasanya ditambahkan telur segar atau
tepung telur pada saat pembuatan adonan. Penambahan telur ini
merupakan suatu variasi dalam pembuatan mie di Asia, sebab secara
tradisional mie oriental tidak mengandung telur. Sebaliknya di Amerika
Serikat, penambahan telur merupakan suatu keharusan. Sebagai contoh,
mie kering harus mengandung air kurang dari 13% dan padatan telur
lebih dari 5,5%. Mie kering merupakan mie mentah yang dikeringkan
hingga kadar airnya sekitar 10 %. Mie kering juga disebut sebagai mie
telur karena umumnya ditambahkan telur pada pembuatannya.
(Aliya dkk., 2016).
Tabel 2.1 Syarat Mutu Kue Kering Menurut SNI 01-2973-1992

(Aliya dkk., 2016)


Tabel 2.2 Kandungan Protein Produk yang Tertera pada Kemasan
Kandungan
Jenis
Sampel Nama Produk Protein (N)
Produk
(%)
A Mie Telur 3 Ayam – Mie Bulat 10
B Mie Telur 3 Ayam – Mie Pipih 12
C Mie Telur Asli Atom Bulan Mie 13,501
Mie Burung Dara - Mie Telur Urai Telur
D 15
Original
E Mie Telur Gaga A1 11,667
Sumber : Kemasan Produk
Keterangan :
A: Mie Telur 3 Ayam – Mie Bulat
B: Mie Telur 3 Ayam – Mie Pipih
C: Mie Telur Asli Atom Bulan
D: Mie Burung Dara - Mie Telur Urai Original
E: Mie Telur Gaga A1
Berdasarkan Tabel 2.2 Kandungan protein produk yang tertera pada
kemasan pada sampel A dengan nama produk “Mie Telur 3 Ayam – Mie
Bulat” memiliki kandungan protein sebesar 10 %. Pada sampel B dengan
nama produk “Mie Telur 3 Ayam – Mie Pipih” memiliki kandungan
protein sebesar 12 %. Pada sampel C dengan nama produk “Mie Telur
Asli Atom Bulan” memiliki kandungan protein sebesar 13,501 % . Pada
sampel D dengan nama produk “Mie Burung Dara - Mie Telur Urai
Original“ memiliki kandungan protein sebesar 15 %. Pada sampel E
dengan nama produk “Mie Telur Gaga A1” memiliki kandungan protein
sebesar 11,667 %.

C. Metodologi
1. Alat
a. Alat destilasi (destilator)
b. Buret
c. Erlenmeyer
d. Gelas ukur
e. Labu destilasi
f. Labu kjeldahl
g. Mortar
h. Neraca Analitik
i. Pemanas listrik (kompor listrik)
j. Penjepit
k. Pipet tetes
l. Pipet Volumetrik
m. Propipet
2. Bahan
a. Aquades 50 ml
b. Asam borat 4% 15 ml
c. H2SO4 pekat 10 ml
d. HCl 0,1 N
e. Indikator MRMB
f. Mie Telur Asli Atoom Bulan 4 gram
g. Mie Burung Dara – Mie Telur Urai Original 4 gram
h. Mie Telor Gaga A1 4 gram
i. Mie Telur 3 Ayam – Mie Bulat 4 gram
j. Mie Telur 3 Ayam – Mie Pipih 4 gram
k. NaOH – Na-tiosulfat 30 ml
l. Tablet Kjeldahl 1 bagian
2. Cara Kerja
a. Destruksi
0,3 gram sampel

Pemasukan ke dalam labu Kjeldahl

H2SO4 Penambahan

Tablet
Penambahan
Kjeldah
l
Penutupan labu dengan aluminium
foil

Pendestruksian di lemari asam

Penghentian hingga larutan jernih


Gambar 2.1 Diagram Alir Cara Kerja Destilasi Sampel.
b. Destilasi
Larutan hasil destruksi

Penuangan ke labu destilasi

50 ml aqudes Penambahan

15 ml asam
Penambahan
borat

Penuangan ke dalam erlenmeyer

Pendestilasian

Destilat
Gambar 2.2 Diagram Alir Cara Kerja Destilasi Sampel.
c. Titrasi
Destilat

3 testes indi-
Penambahan
kator MRMB

HCl 0,1 N Penitrasian

Hasil titrasi berwarna ungu


Gambar 2.3 Diagram Alir Cara Kerja Titrasi Sampel.
D. Hasil dan Pembahasan
Tabel 2.3 Hasil Penentuan Kadar Protein dengan Metode Kjeldahl
Berat (%)
ml
Sampel Sampel N HCl FK Protein
titran
(gr) (wb)
A 0,3003 2,6 6,9081
B 0,3010 - -
C 0,3039 2,92 0,1 5,7 7,668
D 0,3025 3,94 10,394
E 0,3038 3 7,880
Sumber: Laporan Sementara
Keterangan :
A: Mie Telur 3 Ayam – Mie Bulat
B: Mie Telur 3 Ayam – Mie Pipih
C: Mie Telur Asli Atom Bulan
D: Mie Burung Dara - Mie Telur Urai Original
E: Mie Telur Gaga A1

Berdasarkan Tabel 2.3 dapat mengetahui kadar protein pada


beberapa sampel Mie telur. Adapun sampel yang digunakan adalah
sampel A yaitu Mie Telur 3 Ayam – Mie Bulat, sampel B yaitu Mie Telur
3 Ayam – Mie Pipih, sampel C yaitu Mie Telur Asli Atom Bulan, sampel
D yaitu Mie Burung Dara - Mie Telur Urai Original, dan sampel E yaitu
Mie Telur Gaga A1. Hal yang pertama dilakukan adalah menimbang
sampel sebanyak 0,3 gram. Berat sampel A sebesar 0,3003 gram, sampel
B 0,3010 gram, sampel C 0,3039 gram, sampel D 0,3025 gram, dan
Sampel E 0,3038 gram.
Hasil %wb yang didapat pada masing-masing sampel berbeda, hal
tersebut disebabkan oleh berbedanya jenis sampel yang digunakan. Pada
penentuan kadar protein digunakan N HCl dengan nilai 0,1 dan FK nya
sebesar 5,7 karena sampel yang digunakan adalah biskuit. Dari hasil
percobaan didapatkan kadar protein (%wb) sampel A sebesar 6,9081 %,
sedangkan berdasarkan nutrition fact kadar protein sebesar 10 % dan
nilai dari hasil praktikum lebih rendah . Nilai dari nutrition fact
didapatkan dari perbandingan jumlah per sajian dengan takaran saji total
yang dikalikan 100% sehingga didapatkan kadar protein. Pada sampel B
kadar protein (%wb) tidak didapatkan persen protein sedangkan
berdasarkan nutrition facts didapatkan bahwa kadar protein sebesar 12
%. Pada sampel C kadar protein (%wb) yang didapatkan sebesar 7,668
%, sedangkan berdasarkan nutrition facts didapatkan bahwa kadar
protein sebesar 13,501 % dan nilai dari hasil praktikum lebih rendah.
Pada sampel D kadar protein (%wb) yang didapatkan sebesar 10,394 %,
sedangkan berdasarkan nutrition facts didapatkan bahwa kadar protein
sebesar 15 % dan nilai dari hasil praktikum lebih rendah. Pada sampel E
kadar protein (%wb) yang didapatkan sebesar 7,880 %, sedangkan
berdasarkan nutrition facts didapatkan bahwa kadar protein sebesar
11,667 % dan nilai dari hasil praktikum lebih rendah.
Perbedaan ini dapat diakibatkan karena setelah sampel hasil
destruksi (larutan jernih) sudah ditambah aquades, tidak segera ditambah
dengan NaOH-Na tiosulfat dan didestilasi, sehingga unsur N yang akan
dihitung untuk menentukan kadar protein, sebagian sudah menguap dan
tidak ikut terhitung (Hafiludin, 2011). Pada sampel B mengalami
kegagalan dalam proses pengujian. Kegagalan pengujian terjadi diduga
karena terjadi ledakan kecil saat penetesan NaOH Na-Tiosulfat yang
menyebabkan protein rusak sehingga saat akan diuji titrasi sampel
menghasilkan warna ungu sebelum dititrasi seharusnya sampel
menghasilkan warna hijau. Hal tersebut mengindikasikan bahwa tidak
ada gugus amina protein (Wiyantoko dkk., 2017b).
E. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum Analisa Pangan acara II tentang Protein
diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Prinsip metode Kjeldahl adalah pengukuran kadar nitrogen total yang
terdapat dalam bahan makanan. Proses perhitungan kadar protein dengan
metode Kjeldahl yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi.
2. Faktor yang mempengaruhi kandungan protein dalam bahan pangan
adalah pH dan kandungan kadar air. Semakin tinggi kandungan protein
terlarut maka nilai gizi protein pada bahan semakin tinggi. Kadar protein
bahan lain yang ditambahkan pada sebagai bahan tambahan dan besarnya
kandungan air yang hilang (dehidrasi) dari bahan
3. Kadar protein (%wb) sampel A yaitu Mie Telur 3 Ayam – Mie Bulat
sebesar 6,9081 %, pada sampel B yaitu Mie Telur 3 Ayam – Mie Pipih
kadar protein (%wb) tidak didapatkan persen protein, pada sampel C
yaitu Mie Telur Asli Atom Bulan kadar protein (%wb) yang didapatkan
sebesar 7,668 %, pada sampel D yaitu Mie Burung Dara - Mie Telur Urai
Original kadar protein (%wb) yang didapatkan sebesar 10,394 %, dan
pada sampel E yaitu Mie Telur Gaga A1 kadar protein (%wb) yang
didapatkan sebesar 7,880 %,
DAFTAR PUSTAKA

Aliya, Lisana Shidiq., Yosfi Rahmi., dan Setyawati Soeharto. 2016. Mi “Mocafle”
Peningkatan Kadar Gizi Mie Kering Berbasis Pangan Lokal Fungsional.
Indonesian Journal of Human Nutrition. Vol. 3 No. 1, hal. 32- 41
Hafiludin. 2011. Karakteristik Proksimat dan Kandungan Senyawa Kimia Daging
Putih dan Daging Jurnal Kelautan. Vol 4. No. 1, hal 1-10.
Magomya, A.M., D. Kubmarawa, J.A. Ndahi, dan G.G. Yepbella. 2014.
Determination of Plant Protein Via The Kjeldahl Method and Amino
Acid Analysis: A Comparative Study. International Journal of Scientific
& Technology Research Vol. 3 Issue 4.
Owusu, R.K,. 2002. Food Protein Analysis: Quantitative Effects on Processing.
Marcel Dekker Inc: New York.
Pavel, Creguta-Ioana e. 2013. Determination of Total Protein Content in Royal Jellu
: A Comparison of The Kjeldahl, The Bradford and The Lowry Methods.
Lucrari Stiintifice-Seria Zootehnie Vol. 59.
Pratama, Rusky I., Iis Rostini, dan Evi Liviawaty. 2012. Karakteristik Biskuit
dengan Penambahan Tepung Tulang ikan Jangilus (Istiophorus Sp.).
Jurnal Akuatika Vol. 5. No. 1
Rosaini, Henni, Roslinda Rasyid dan Vinda Hagramida. 2015. Penetapan Kadar
Protein Secara Kjeldahl Beberapa Makanan Olahan Kerang Remis
(Corbiculla moltkiana Prime.) Dari Danau Singkarak. Jurnal Farmasi
Higea Vol. 7 No. 2.
Rossi, A. M., M. Villarreal, M. D. Juarez & N. C. Samman. 2004. Nitrogen Content
in Food: A Comparicon Between the Kjeldahl and Hach methods. The
Journal of the Argentine Chemical Society Vol. 92 Hal. 99-108.
Sediaoetama, Achmad Djaeni. 2000. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi. Dian
Rakyat. Jakarta Timur.
Sudarmadji, S., Bambang Haryono, dan Suhardi. 1996. Analisa Bahan Makanan
dan Pertanian. Penerbit Liberty. Yogyakarta.
Tuankotta, Arfiah., Nety Kurniaty., Anggi Arumsari. 2015. Perbandingan Kadar
Protein pada Tepung Beras Putih (Oryza sativa L.), Tepung Beras Ketan
Hitam (Oryza sativa L.glutinosa), dan Tepung Sagu (Metroxylon sagu
rottb) dengan Menggunakan Metode Kjieldahl. Prosiding Penelitian.
Wiyantoko, P. Kurniawati, dan T.E. Purbaningtas. 2017. Pengujian Nitrogen Total,
Kandungan Air, dan Cemaran Logam Timbal Pada Pupuk Anorganik
Nitrogen Phospor Kalium (NPK) Padat. Jurnal Sains dan Teknologi. Vol.
6, No. 1, hal : 51-60
LAMPIRAN
A. Perhitungan
1. Perhitungan % Protein :
(𝑚𝑙 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 − 𝑚𝑙 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜)𝑥 𝑁 𝐻𝐶𝑙 𝑥 𝐹𝐾 𝑥 0,014
% wb = x 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

Sampel A
(2,6−0)𝑚𝑙 𝑥 0,1 𝑥 5,70 𝑥 0,014
% wb = x 100%
0,3003 𝑔
= 6,9081 %

Sampel B

Tidak dapat dihitung

Sampel C
(2,92−0)𝑚𝑙 𝑥 0,1 𝑥 5,70 𝑥 0,014
% wb = x 100%
0,30039 𝑔
= 7,668 %
Sampel D
(3,94−0)𝑚𝑙 𝑥 0,1 𝑥 5,70 𝑥 0,014
% wb = x 100%
0,3025 𝑔
= 10,394 %
Sampel E
(3 −0)𝑚𝑙 𝑥 0,1 𝑥 5,70 𝑥 0,014
% wb = x 100%
0,3038 𝑔
= 7,880 %
2. Perhitungan Sampel dalam Kemasan
Sampel A
Takaran Saji : 140 gram
Protein : 14 gram
14 𝑔
% Protein (wb) : 140 𝑔 x 100% = 10 %

Sampel B
Takaran Saji : 200 gram
Protein : 24 gram
24 𝑔
% Protein (wb) : 200 𝑔 x 100% = 12 %
Sampel C
Takaran Saji : 66,66 gram
Protein : 9 gram
9𝑔
% Protein (wb) : 66,66 𝑔 x 100% = 13,501 %

Sampel D
Takaran Saji : 140 gram
Protein : 21 gram
21 𝑔
% Protein (wb) : 140 𝑔 x 100% = 15 %

Sampel E
Takaran Saji : 60 gram
Protein : 7 gram
7𝑔
% Protein (wb) : 60 𝑔 x 100% = 11,667 %
B. Dokumentasi

Gambar 2.4 Proses Destilasi Gambar 2.5 Penambahan


Asam Sulfat

Gambar 2.5 Larutan Sebelum Titrasi

Anda mungkin juga menyukai