Anda di halaman 1dari 417

Tiraikasih Website http://dewi-kz.

info/

The Devil's DNA


Peter Blauner
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

The Devil's DNA Diterjemahkan dari Slipping Into Darkness


penerjemah, Ella Elviana;
Untuk Peg, Mac, dan Mose
Dengan terimakasih dan rasa hormat pada Rob Mooney dan Michael C.
Donnelly, dua yang terbaik
Komentar :
Sebuah kisah kriminal yang memikat dan sangat menegangkan
-------- Kirkus Reviews
Thriller berlatar kota New York terbaik sampai saat ini
-------- The New York Times
Novel kriminal yang menakjubkan
-------- New York Daily News
Kisah misteri yang amat memuaskan
-------- Newsweek
Thriler yang berliku dan tak terduga
-------- Publisher Weekly
Luar biasa...Novel yang sungguh memuaskan
-------- Boston Globe

Ebook ini kiriman : Lavilla_dry


Pdf : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ atau http://dewi-kz.info/
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

PROLOG

HANTU-H ANTU KELAPARAN


2003

TAK LAMA setelah melewati pintu gerbang besi dan keluar menuju
halaman hijau alam pedesaan Pemakaman Cricklewood, Francis X.
Loughlin mendapati ketenangan sore pertengahan Oktober itu
dikoyak oleh derak dan rintihan alat pengeruk yang bekerja.
Ia menoleh ke sekeliling, berusaha mencari tahu di mana mereka
menggali. Kini tak ada apa-apa lagi di tempat benda itu sebelumnya
berada. Sebuah debam logam keras lain membuat sekelompok angsa
terbang tinggi di atas makam besar di sisi Kolam Cypress. Ia
mengawasi burung-burung itu menghilang dari jarak pandangnya,
tepat sebelum ia memperkirakan, satu lagi pertanda terganggunya
keserasian alam.
Dua puluh tahun.
Ia mengambil sisi sebelah kiri malaikat granit pertama dan
mengikuti suara mesin- mesin di Hemlock Avenue, melewati kebun
jambangan berpayung rimbunan daun, rangka kayu peti mati, dan
peti-peti mati di atas tanah, tempat orang-orang terkemuka
beristirahat tak jauh dari para kuli pelabuhan, biarawati bersebelahan
dengan atlet-atlet bintang baseball, Putri India di sebelah Raja
Glamor, yang Wafat Alamiah berdampingan dengan mereka yang
Mati Mendadak.
Akankah pekerjaannya bertambah mudah jika mereka bisa bicara
tentang saat-saat terakhir mereka? Ataukah hiruk-pikuk dan
kebingungannya akan terasa terlalu berat? Apa yang terjadi? Hanya
begini sajakah? Nomor telepon polisi hanya lelucon. Aku
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

menginginkan lebih dari ini! Ia menghalangi matanya dari terjangan


debu. Apakah orang bahkan dapat mendengar suara tinggi lembut
kewanita-wanitaan berkata, "Permisi, tapi saya rasa Anda tak boleh
berada di sini"!
Ia berjalan lambat- lambat melewati tugu peringatan Perang
Saudara, lelaki kulit putih kekar mengenakan mantel panjang tiga
perempat, dengan bahu sarung-tinju, dada bidang Etruscan—nama
bangsa di peradaban kuno Eropa—dan bentuk perut yang layak dia
peroleh di usia empat puluh sembilan. Garis rambutnya telah mundur
menuju rerumputan di perbatasan kulit kepala, memperlihatkan
sepasang alis jahat pada wajah suci nan bejat. Meski begitu, para
wanita masih menyukainya, karena ia bisa menyimak tanpa menyela
untuk membual tentang para Raksasa dan karena ia tampak seperti
seorang pria yang dapat memperbaiki alat-alat yang rusak dan
mengembalikannya dalam keadaan berfungsi tanpa banyak
menyumpah dan mengeluh tentang betapa sulit pekerjaannya..
Mungkin belum dua puluh tahun, simpulnya. Tanah belum
menampakkan kekuatannya dalam waktu sesingkat itu. Ada bekuan
di batu-batu nisan, kepingan es di makam bawah tanah, dan ranting-
ranting pohon bagai pembuluh darah rusak di langit putih kosong.
Mungkin nanti setelah Thanksgiving.
Terpaan angin tajam menggetarkan pohon mapel,
menghembuskan sapuan dedaunan mati ke pergelangan kakinya. Ia
merasakan sesuatu mengenai manset celananya dan membungkuk ke
bawah meraih lembaran lima puluh dolar di sana. Diambilnya uang
itu dan diperiksa, tampak olehnya uang itu tak hanya palsu tapi juga
separo terbakar. Hembusan angin lain meniupkan aroma ganjil
antara bebek panggang dan dupa yang menyala. Matanya mencari-
cari penjelasan, melewati salib batu lalu ke atas bukit, sebelum
menemukan satu keluarga Cina tengah berkumpul mengelilingi
gundukan, lilin- lilin gaya lama dan bebungaan tersusun di sekitar
peti mati tertutup kelambu.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Hey, Francis X; que pasal" sebuah suara memanggilnya dari


belakang. "Bangun! Kau tak lihat kami melambai padamu?"
Ia berbalik dan melihat enam orang berdiri di samping sebuah
kuburan yang menganga, tengah menatapnya seolah ia pengantin
pria yang muncul dalam keadaan mabuk ke pesta pernikahan. Satu
persatu, dikenalinya sebagian besar dari mereka adalah rekan-
rekannya dari kantor kejaksaan atau bagian forensik. Di belakang
mereka, alat keruk itu masih bekerja, menggali lubang di dekat batu
nisan: ALLISON WALLIS, 1955-1983. Sebuah cakar baja menggapai ke
dalam lubang, lalu muncul dengan setumpuk tanah. Cakar itu
memutar dan memuntahkan muatannya ke atas papan kayu lapis
yang terhampar untuk melindungi rerumputan, bau busuk humus
yang menghantam kayu menyembulkan cacing-cacing tanah dari
dalam perutnya.
"Hey, hey, Scottie, coba jelaskan." Francis memasang wajah iseng
saat mendekat sembari menyapa teknisi video yang sedang
memasang tripod di atas parit.
"Tidak seperti biasanya bukan, Francis?" kata Scott Ferguson,
seorang lelaki berkuncir penuh lagak dari Unit Bukti Visual yang
senang membagi-bagikan kartu nama, berusaha mencari kerja
sampingan akhir minggu dengan memfilmkan pernikahan, bar
mitzvahs, dan pembaptisan. "Biasanya kalau kita taruh mereka di
bawah, mereka tidak keluar-keluar lagi."
"Memang."
Galibnya, ia hanya mendekati Scottie di TKP, saat darah masih
melekat di dinding, secara harfiah. "Jadi, ada apa?" kata Scottie.
"Aku berusaha bertanya pada Paul, tapi ia bilang ini bagianmu."
"Begitu, ya?"
Francis melongok ke seberang kuburan tempat Paul Raedo, teman
lamanya, sang jaksa penuntut, sedang berbincang penuh semangat
dengan seorang wanita dari kantor forensik, menunjuk ke arahnya
sesekali, tak pelak lagi berusaha menimpakan kesalahan. Empat
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

anggota penggali kubur berdiri dengan seragam hijaunya, bertumpu


pada sekop dan beliung, menunggu melakukan pekerjaan yang lebih
pasti daripada sekadar menggali- gali peti mati.
"Ya, dia mengatakan satu hal padaku," aku Scottie. "Menurutnya
ini kasus paling aneh yang pernah dia alami."
"Jangan percaya omong kosong."
"Ya, aku tak tahu lagi bagaimana kau menyebutnya. Seorang
gadis tewas dua puluh tahun lalu dan darahnya muncul pada mayat
lain minggu kemarin."
"Sepertinya si brengsek Paul mengatakan cukup banyak padamu."
Francis melirik ke kejauhan.
Alat keruk itu menggeram dan bergoyang-goyang pada
penahannya sembari mengangkut bongkahan-bongkahan kecil
berwarna cokelat dari dalam tanah, menghujani orang-orang di
dekatnya dengan debu. Francis merasa sedikit senang melihat Paul
terbatuk-batuk sambil mengibas-ngibas kotoran dari kelepak
jaketnya.
"Jadi, apa-apaan ini?" tanya Scottie. "Kau mengubur gadis yang
salah?"
"Begitulah menurut ibunya," ujar Francis, teringat ketika ia
berdiri tepat di tempat yang sama bersama Eileen Wallis; satu
tangannya memegangi lengan wanita itu untuk mencegahnya
melompat ke dalam, jauh di tahun 1983. "Aku berusaha selalu
berpikiran terbuka."
"Lalu bagaimana tentang pemuda yang kau jebloskan ke penjara
itu? Menurut Paul, ia sudah dikurung selama dua puluh tahun."
"Memang malang nasibnya, tapi apa yang bisa kau lakukan? Aku
masih tetap mengawasinya. Semua orang melakukan sesuatu."
Mesin itu terus menggali. Tiap kerukan logam ke dalam tanah
seperti menggali ulu hatinya, sebuah pengingat bahwa ada yang
keliru dalam penanda waktunya. Dokter membantumu lahir ke dunia,
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

pengurus pemakaman mengantarmu kembali ke dalam tanah, dan


jika terjadi sesuatu yang tidak beres di antara kedua waktu itu, orang
akan memanggil polisi. Mungkin ia tak selalu sempurna, tapi jika
kau membutuhkan seseorang untuk membawamu dari tempat
kejadian perkara (TKP) ke dalam kubur, ia selalu berpikir ia adalah
orang yang tepat untuk pekerjaan itu. Ia tidak mesti menghibur
orang-orang yang berduka seperti halnya pastor atau petugas
pemakaman, ia hanya menjaga semua urusan seadil-adilnya. Tapi
kini dirinya merasa seakan-akan telah mengecewakan anak buahnya.
Seharusnya ia menjadi wakil mereka, seorang hamba masyarakat,
utusan mereka: seorang Politisi untuk Mereka yang Mati. Siapa lagi
yang akan memastikan segala kebutuhan mereka terpenuhi? Siapa
lagi yang akan memutar pergelangan mereka, menghubungi orang-
orang, mengetuk pintu, dan bicara panjang lebar atas nama mereka?
Siapa lagi yang akan membela dan berjuang demi orang-orang ini?
"Apa aku mencium sebuah tuntutan di angin atau seseorang
sedang membakar dupa?" hidung Scottie mencium-cium.
"Ada pemakaman orang Cina di atas bukit."
Francis menunjuk dengan uang kertas yang separo hangus
miliknya ke arah bunyi bel yang berdentang pelan, batang-batang
dupa berasap, dan seorang pendeta yang mengenakan jubah kuning
memandu keluarga si mati untuk menyanyi bersama.
"Apakah mereka membayar orang untuk datang atau bagaimana?"
"Tidak." Francis memasukkan uang itu ke dalam sakunya. "Itu
uang neraka.”
“Apa?"
"Uang neraka. Membelanjakan uang untuk di alam baka. Kalau
orang yang meninggal dibiarkan kelaparan, mereka akan kembali
dan menghantuimu."
"Mungkin mestinya kau melemparnya ke dalam." Teknisi itu
mengangguk saat salah seorang penggali kubur melongok ke bawah
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

ke dalam lubang kubur dan mengacungkan dua jempolnya. "Ada


yang bertingkah di sini."
"Mungkin sudah telat untuk itu," kata Francis.
Perlahan- lahan cakar baja itu terangkat dan orang-orang itu turun
ke dalam lubang dengan beliung dan sekop, bersiap-siap
membersihkan peti itu dari tanah.

BAGIAN 1
DI SEBUAH KAMAR SEMPIT
1983

WAKTU TERKURUNG dalam sangkar, di sebuah jam Bulova yang


menguning dengan pola batang-batang keperakan tipis di
permukaannya.
Anak lelaki itu duduk di ruang kosong yang dibangun dari batu
bata, serapuh telur dalam karton, menatap hampa. Jarum jam
bergerak dalam sentakan-sentakan kecil di atasnya. Dasi merah putih
terpasang di leher dan tas hijau tergeletak di samping. Bulu mata
yang panjang mengerjap-ngerjap dan kumis tipisnya yang batu
muncul, tak lebih tebal dari rambut di lengan, berkedut di atas
bibirnya.
Ia lebih terlihat seperti berumur dua belas tahun daripada tujuh
belas. Terlalu lembek untuk melakukan perbuatan kejam yang
tengah mereka bicarakan. Sembilan dari empat belas tulang di wajah
gadis itu remuk, hanya menyisakan rahang yang hancur. Mereka
bahkan tak dapat memakai catatan gigi untuk mengidentifikasi gadis
itu: kakak lelakinya mengidentifikasi mayat itu berdasarkan tahi lalat
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

di pahanya. Sang ibu tak kuasa melihatnya. Ada lebam kecil di


vagina, tetapi yang paling mengganggu Francis X., karena beberapa
alasan, adalah cedera di mata kanan. Sesuatu menusuk kelopak
matanya, mengeluarkan cairan mata yang membuat selaput
pelanginya berwarna biru.
"Ia sudah menghubungi pengacara?" Francis mengawasi anak itu
dari kaca satu arah.
"Belum, tapi ia sedang memikirkannya," kata Sersan Jerry
Cronin. "Ia tidak bodoh."
Kuku-kuku jemari anak itu mengetuk- ngetuk meja kayu, seperti
irama rumba yang kacau. Saat mendengar gema di ruang kosong itu,
ia berhenti dan kembali menatap hampa, pelan-pelan tersadar dirinya
tengah diperhatikan. Bahunya yang ramping naik turun dalam blazer
merah gelap sekolah parokinya, makin terkulai dengan berlalunya
waktu, terlihat jelas dua luka kecil berwarna merah di dagunya.
"Sully berhasil mengorek sesuatu dari anak itu?"
"Kau tahu Sully." Sersan itu mendengus. Ia seorang pria kecil
yang tangguh, yang kian lama tampak semakin tangguh.
"Pendekatannya kasar. Caranya terlalu keras dan ia mencoba
menanamkan ketakutan terhadap Tuhan pada anak itu. Kami sepakat
untuk mencari pendekatan lain."
"Jadi apakah kau akan memberikan kuncinya atau
menyingkirkanku?"
"Kau akan mendapatkan kuncinya. Dengan syarat."
"Apa itu?"
"Bos-bos besar mengawasi."
Francis melihat para bos berkumpul di koridor kantor bagai
gagak-gagak di kabel telepon. Al Barber, kawan ayahnya dari kantor
Departemen Utama, berbincang dengan Robert 'Si Turki' McKernan,
sang kepala departemen. Tak lagi menjadi orang jalanan, hanya
mengurus administrasi. Gerakan refleksnya menumpul, badan
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

melebar, mata mengecil seiring makin mahir mengenali memo-


memo peringatan ketimbang senjata tersembunyi.
Francis bertatapan dengan McKernan beberapa saat sebelum
pimpinan itu menutup pintu. "Ia tak suka padaku. Si Turki itu."
"Tentu saja ia tak suka padamu," ujar si sersan, mengangkat bahu.
"Baru dua tahun pindah dari bagian narkotika, delapan belas bulan
mangkir dari kepolisian? Yang benar saja. Kau tak akan berdiri di
sini kalau bukan berkat ayahmu. Tapi kubilang padanya, sejujurnya,
'Anak ini detektif hebat.’ Aku memberitahunya bahwa kaulah yang
berhasil menangkap si Penembak Harlem Meer dan menyelamatkan
gadis kecil itu dari atap. Kubilang, 'Kalau kau menempatkan Francis
di satu kamar bersama seseorang, ia akan mengatakan segalanya.
Interogator terbaik yang pernah kutemui. Punya bakat alami hebat,
seperti Mantle saat memukul bola bisbol atau Pavarotti menyanyi
opera. Semua orang membicarakan kehebatan yang pernah ia
lakukan.'"
"Lalu ia bilang oke?"
"Boro-boro," jawab si sersan. "Ia tetap tak ingin kau terlibat. Tapi
Barber dan aku mengeroyoknya, dan orang tua itu mengatakan hal-
hal baik padanya. Kau diberi satu kesempatan."
"Terima kasih."
"Jangan berterima kasih padaku. Kalau membuat ini semua buruk,
kau akan membuatku susah, Sobat." Sersan itu menjawil lengannya.
"Francis, satu hal lagi."
"Apa?"
"Sully belum pernah membacakan hak-haknya. Para bos sedikit
khawatir, dengan umur Julian yang baru tujuh belas dan sebagainya."
"Aku akan mengatur agar ia menandatangani kartu Miranda
(Lembar isian yang diberikan polisi pada tersangka berisi peringatan
akan hak-hak mereka untuk didampingi pengacara saat
diinterogasi)."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Francis bergegas melewatinya, mengambil tas kanvas hitam dan


memasang wajah santai. Tidak menampakkan kesan tertekan.
Kenapa harus? Hanya karena kejadian ini telah mengisi halaman
surat kabar selama dua hari terakhir? Hanya karena walikota dan
komisaris polisi telah memberikan konferensi pers? Hanya karena
semua orang bertingkah seakan-akan ia, Francis X. Loughlin dari
Blackrock Avenue di Bronx, akan bertanggung jawab secara pribadi
atas sepertiga pajak kota yang akan dipindahkan ke daerah pinggiran
jika si pembunuh tak tertangkap akhir minggu ini? Hanya karena ini
kesempatan terbaiknya untuk kembali lagi setelah tugas kecilnya di
pusat rehabilitasi? Hanya karena ia telah bertemu dengan keluarga si
gadis dan berjanji secara pribadi bahwa ia akan mengusutnya?
Hanya karena ayahnya telah meminta maaf atas perbuatannya dan
mungkin akan segera tiba di sini, mengawasinya dari belakang?
Ia melangkah menuju ruang interogasi dan pintu menutup di
belakangnya dengan suara klek keras yang dingin.
"Sedang baca apa?"
Julian Vega menengadah dari buku yang diambilnya dari tas,
seperti anak rusa mengintip dari belakang semak, lalu dengan malu-
malu mengangkat sampul buku bergaya futuristik perak dan hitam
berjudul ChiJdhood's End.
"Arthur C. Clarke. Apa itu sejenis fiksi ilmiah?"
"Untuk ketiga kalinya aku membaca buku ini." Julian terlihat
malu- malu. "Memang isinya tidak hebat, tapi tiap kali kubaca aku
bertambah mengerti sedikit-sedikit."
"Isinya tentang apa?" Francis menyantaikan diri duduk di kursi
yang lebih tinggi di seberang meja, sadar bahwa para bos sedang
berbaris di balik kaca, siap menilainya.
"Para Raja." Suara anak itu terlalu berat untuk tubuhnya yang
kurus kering. "Mereka makhluk asing cerdas yang muncul begitu
saja dan bertingkah seakan-akan hendak menyelamatkan bumi dari
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

perang dan penyakit, padahal mereka yang mendalangi seluruh


peristiwa."
"Selalu ada udang di balik batu, ya?" Francis mengambil buku itu
dan mengamati sampul belakangnya. "Aku juga suka membaca. Tapi
kebanyakan buku biografi dan sejarah."
"Itu masa lampau. Aku senang membaca tentang hal-hal yang
belum terjadi."
"Hmm." Francis membiarkan kalimatnya menggantung selama
beberapa detik sebelum menaruh kembali buku itu dan menatap
Julian, menegaskan aturan dasar tak tertulis: satu-satunya jalan
keluar dari sini adalah lewat aku.
"Jadi, kau tahu mengapa kami meminta kau mampir ke sini hari
ini?"
"Ya. Pria tadi memberitahuku. Kau ingin bicara tentang Allison."
Francis mengambil buku catatan kecil berwarna kuning dan
menaruhnya di atas meja, di antara mereka. Sejenak mereka berdua
sama-sama merasakan kehadiran orang ketiga dalam ruangan
tersebut.
Menurut gambaran keluarganya, korban adalah gadis mungil
kesayangan semua orang. Berambut merah berantakan dengan mata
gelap; bahu ramping berbintik dan senyum berawan. Orang mengerti
mengapa ia masih tetap mengenakan kartu pengenal di usia dua
puluh tujuh, ia tak terlihat lebih tua daripada para bocah yang
ditanganinya di ruang gawat darurat bagian anak-anak. Para dokter
dan perawat yang diwawancarai Francis di Bellevue bercerita bahwa
ia tak perlu terlalu membungkuk di meja periksa. Semua sepantar
dengannya. Tak peduli betapa orang tua pasien menjerit-jerit atau
cemas setengah mati di koridor, ia tak pernah menaikkan suara atau
terpaksa berbicara manis saat harus menjahit luka atau memperbaiki
tulang. Ia ngobrol dengan anak-anak seolah-olah dirinya kawan
mereka.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Ia memang tidak seperti Heidi dan bukitnya—Heidi mungkin


tidak punya pakaian dalam Dior hitam mahal di lemari baju atau foto
Keith Hernandez, pemain bisbol Mets, terpasang di bagian bawah
cermin, atau memo gulung di meja sebelah tempat tidur. Namun,
Heidi mungkin tak pernah terus tinggal setelah tugasnya menangani
anak sebelas tahun pengidap kanker otak selesai, memegangi
tangannya dan membacakan bagian tak senonoh dari sebuah majalah
humor. Dan tiga hari yang lalu, seseorang menghantamnya dengan
palu godam begitu keras sehingga salah satu pasak masuk ke dalam
lobus frontal-nya.
"Apa ayahmu tahu kau di sini, bercakap dengan kami?" tanya
Francis, tahu anak ini dijemput Sully pada jam makan siang di luar
St. Crispin's School di East 90th Street.
Julian menggeleng. "Aku sudah telepon, tapi kadang ia sulit
mendengar dering telepon bila sedang bekerja di basement."
"Ia pengawas apartemen, bukan?"
Anak itu memamerkan senyum bangga sesaat. "Ya, ia mengurus
segala sesuatunya. Tujuh puluh dua unit apartemen."
"Oke. Tak apa-apa. Ini hanya prosedur resmi yang harus
dilakukan pada setiap orang untuk membantu kami. Kau tahu bahwa
kau punya hak menyewa pengacara, bla bla bla..."
Francis hampir dapat mendengar bunyi desahan lega dari balik
kaca. Hingga beberapa tahun kemarin, ia mungkin tak bisa menanyai
anak kelas tiga SMA tanpa didampingi seorang dewasa. Tetapi
kemudian si psikopat kecil bernama Willie Bosket membunuh dua
penumpang kereta bawah tanah ketika berusia lima belas dan—sim
salabim!—hukum baru pun lahir.
"Lalu kami biasanya mengatakan sesuatu seperti," Francis
merendahkan suara meniru gaya polisi di film- film, "jika kau tak
mampu menyewa pengacara, kami akan menyediakan bantuan
hukum untukmu.' Kau mengerti semua omong kosong itu, kan?!.
Omong-omong, apa kau sudah menelepon ibumu?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Ia sudah meninggal." Julian melipat tangannya di atas meja.


"Benarkah?"
"Ya. Sudah lama sekali. Kanker.”
“Berapa usiamu waktu itu?”
“Empat tahun."
"Aku kehilangan ibuku saat usiaku sembilan," ujar Francis.
"Benarkah?"
Francis meletakkan satu tangannya di perut. "Komuni Pertamaku
berlangsung di kamar tempat ia dirawat empat minggu sebelum
kematiannya...."
Ia duduk kembali dan menunggu. Orang lain punya cara lebih
mudah untuk membangun sebuah hubungan. Tapi kadang sebungkus
rokok dan setangkup hamburger tak cukup. Gores- gores nyata mesti
muncul. Luka psikologis. Kau harus memberikan syok hebat untuk
meruntuhkan pertahanan diri seseorang.
"Aku masih berdoa pada Santo Christopher untuk ibuku," anak itu
berkata perlahan, merogoh ke bawah kerahnya dan memperlihatkan
sebagian rantai yang melingkari leher kepada Francis. "Ayah
memberiku sebuah medali."
"Sama." Francis menyodorkan kartu Miranda dengan acuh tak
acuh untuk ditandatangani Julian. "Aku tahu bagaimana rasanya.
Kau menginginkan sesuatu yang tak seorang pun dapat berikan.
Kadang kau bahkan tak tahu apa itu. Kau hanya ingin saja. Tolong
tanda tangani di sini."
Bulu mata panjang itu bergerak- gerak dan setitik sinar tampak di
sudut mata Julian. Ia mendengus dan menunduk ke arah kartu itu
dengan perasaan malu.
"Tapi yang kau angankan selalu sama, kan?" ujar Francis,
mengalihkan perhatian. "Kau menginginkan apa yang diinginkan
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

semua orang." Ia mendorong kartu itu. "Tidak apa-apa. Kau tak perlu
menuliskan nama lengkapmu. Cukup inisialmu."
Berusaha menjernihkan mata dengan punggung tangan, Julian
mencoret-coret di samping tanda peringatan itu, senang melakukan
sesuatu yang tampak dewasa dan penting.
"Tampaknya kau cukup baik dalam mengurus dirimu sendiri,"
kata Francis, menarik perhatian anak itu kembali, khawatir kalau-
kalau Julian mulai membaca peringatan itu dengan saksama.
"Mestinya kau bertemu denganku saat aku seumur denganmu. Aku
betul-betul kacau. Ujung kemeja selalu keluar. Rambut tak pernah
kusisir. Sepatu selalu lepas-lepas." Ia tertawa kecil mengingat-ingat.
"Kau pernah melakukan hal itu, ketika mesti menuliskan namamu di
kaus dengan spidol hitam karena tak ada orang lain untuk
membantumu menjahitkan label?"
"Kadang, tapi aku masih punya papi untuk mengurusku. Kami
saling mengurus satu sama lain."
Francis mengangguk, mengerti. Duda itu dan anaknya tinggal
bersama di basement apartemen tersebut. Anak itu selalu
membawakan kotak peralatan ayahnya, dan mencoba-coba kunci
inggris atau tang sebelum waktunya.
Ia menaruh kartu Miranda kembali ke saku, misi tercapai. "Nah,
Julian. Kau sedang bekerja di apartemen Allison di malam
sebelum..."
"Hoo- lian."
"Ha?"
Anak lelaki itu tampak malu. "Orang tuaku memanggilku Joo-
lian, bukan Julio, karena mereka tak ingin aku terdengar seperti
anak-anak Puerto Rico lain di daerah kami. Tapi kemudian aku
mulai diolok-olok di sekolah, Jadi ayah mulai memanggilku Hoolian,
sang Hooligan."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Aku bisa paham." Francis setengah menghormat. "Bisa kau


bayangkan bagaimana rasanya sekolah di Regis dengan nama seperti
Francis Xavier Loughlin."
Rambut-rambut halus di atas bibir Julian tersentak. "Benarkah?
Kau sekolah di Regis?"
"Empat tahun."
"Kurasa kami bertanding sepak bola dengan kalian tahun lalu."
"Mungkin." Francis bercanda dengannya. "Oke. Kau bilang pada
Detektif Sullivan bahwa kau berada di apartemen Allison malam
sebelumnya."
"Yeah. Toiletnya bermasalah."
Francis seolah mendengar suara batuk dari balik kaca. "Maaf?"
"Tangki toiletnya tak terisi dengan benar. Barangkali bocor. Jadi
yang kukerjakan sebetulnya adalah mempererat sendinya. Agar bisa
menghasilkan tekanan cukup kuat dan toiletnya bisa menyiram 3
galon air dengan kuat. Kucing pun bisa tersedot di penghisap itu."
"Begitu." Francis mengangguk dan merogoh ke dalam tas kanvas
yang dibawanya ke ruangan itu. "Hoolian, aku ingin menanyakan
sesuatu. Apakah ini milikmu?"
Ia menjatuhkan tas barang bukti Ziploc itu di atas meja. Tas itu
mengempis diikuti bunyi puf lambat, memperlihatkan palu godam
baja di dalamnya. Kekusaman tas itu mengaburkan serbuk sidik jari
pada pegangan karet hitam dan noda darah kering di puncaknya.
"Sepertinya begitu." Hoolian menggosok-gosok dagu sambil
berpikir-pikir. "Pasti kutinggalkan di kamar mandinya. Di mana
Anda menemukannya?"
"Di ruang penyimpanan selang kebakaran, di bawah tangga."
"Brengsek. Kok bisa ada di sana? Kukira aku meninggalkannya di
kamar mandi itu."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Francis mengangkat bahu, tak memperlihatkan kepuasan bahwa


Hoolian baru saja mengakui senjata pembunuhan itu' miliknya. "Jadi,
kau mengatakan pada Detektif Sullivan bahwa kau ngobrol dengan
Allison beberapa saat setelah selesai memperbaiki toiletnya?"
"Ya, kadang-kadang kami ngobrol. Kami adalah, kau pasti
paham, teman."
"Teman?"
"Ya..." Hoolian memperbaiki posisi duduk, sedikit bingung.
"Ia...gadis yang baik. Kami sering berbincang-bincang. Ia
membantuku menulis esai untuk lamaran kuliahku."
"Oh ya? Ke mana kau melamar?"
"Columbia. Ayah selalu ingin aku kuliah ke sana."
"Bagus." Francis memanyunkan bibirnya. "Aku sendiri cuma
lulusan Fordham."
Perlahan- lahan tangan itu turun dari dagunya, sehingga Francis
dapat berfokus pada sepasang goresan gelap menyilang.
"Tetap saja, rasanya sedikit aneh untuk daerah kalian," katanya.
"Orang-orang di Manhattan biasanya tak kenal tetangganya."
"Oh, aku kenal semua orang." Goresan itu melebar,
memperlihatkan retak sedikit. "Aku besar di sana sejak berumur tiga
tahun. Ayahku bilang aku seperti walikota, ngobrol dengan orang-
orang di lift, keluar masuk dapur mereka, membawakan belanjaan.
Allison baru menyewa apartemen di sana sekitar delapan bulan, tapi
kami langsung dekat. Kami sama-sama suka Star Trek..."
"Oh ya?"
"Ya, aku pernah datang suatu malam untuk memperbaiki
wastafelnya saat ia sedang menonton The Menagerie. Anda tahu
episode itu? Itu dua bagian dari episode percobaan, 'The Cage,'
dengan Jeffrey Hunter bermain sebagai Kapten Pike. Tahu kan,
waktu makhluk-makhluk Talosian dengan kepala bohlam besar
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

menahannya di balik kaca dan memasukkan gambaran- gambaran


gila ke dalam kepalanya, berusaha membuatnya tetap tinggal..."
Francis mengangguk, membatin: inilah sebab mengapa beberapa
pria tak pernah bercinta.
"Tak banyak wanita yang suka fiksi ilmiah, kan?"
"Aku tak tahu. Sepertinya kakak lelakinya yang menularkan hal
itu."
Hoolian melirik ke arah kaca yang terpasang di dinding,
berangsur-angsur menyadari bahwa seseorang di balik kaca itu
mungkin sedang memperhatikan dirinya.
Mereka sudah pasti tengah berusaha sekuat mungkin melakukan
telepati dengan Francis. Meminta padanya untuk mempercepat
pekerjaan, untuk segera memperoleh pernyataan terkutuk itu, lalu
membungkusnya untuk diserahkan pada walikota dan pihak
kepolisian dalam acara bincang-bincang TV, Live at Five. Francis
Senior dapat muncul sewaktu-waktu di sana, bersiap menyatakan
pendapat tanpa diminta.
"Lalu, jam berapa kau selesai memperbaiki toilet?" tanya Francis,
tak memedulikan orang-orang di balik kaca dan bersiap memasang
jebakan berikut.
"Sekitar pukul sepuluh. Aku ingat ia sedang menonton Channel
Five dan mereka mengucapkan hal yang sama setiap hari. 'Kini
pukul jam sepuluh malam. Anda tahu di mana anak-anak Anda?'"
Francis membolak-balik buku catatan dan kecewa melihat
jawaban konsisten, sama dengan yang dilontarkan pada Sully.
Slogan brengsek tak berguna yang diingat semua orang itu pasti
berhasil menyediakan sekitar delapan ratus alibi dalam setahun.
"Berapa lama kau tinggal setelah memperbaiki kebocoran itu?"
"Tak tahu." Hoolian mencubit bahunya. "Sejam, mungkin
setengah jam. Sulit dipastikan."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Mengapa? Bukankah kau bilang berita sudah mulai?"


Jangan menyerang, Francis memperingatkan diri sendiri.
Bersabarlah. Ingat: memberi waktu lebih baik daripada
menggunakan kekerasan. Waktu lebih baik daripada mesin detektor
kebohongan atau saksi mata. Waktu dapat memberat-kanmu. Waktu
dapat membebani bahu dan mempermainkan benakmu. Waktu dapat
membuatmu lapar dan lemah. Waktu akan memberimu waktu.
"Kami pindah saluran ke MTV dan membuat popcorn," kata
Hoolian, hampir tak sadar dengan ucapannya sendiri yang membuat
kedudukannya makin goyah. "Ia baru langganan TV kabel. Dan tiap
kali video klip Duran Duran muncul, tak lama kemudian pikiran
mulai melayang. Lalu setelah beberapa lama, ia mulai mengantuk. Ia
harus ada di rumah sakit pukul delapan esok paginya."
Kedengarannya begitu manis, dokter muda cantik ini tertidur di
depan TV bersama pemuda tujuh belas tahun yang sedang bergairah
di dekatnya.
"Apakah, mungkin, kepalanya menyender di bahumu?"
"Mungkin saja." Sedikit daging tampak bersungguh-sungguh
menonjol di antara kedua alis anak itu. "Kenapa kau ingin tahu?"
"Ya, bagi kami, penting mengetahui semua detil secara tepat.
Kami mengumpulkan sidik jari, helai- helai rambut. Kami harus
mencari tahu barang ini milik siapa agar tidak membuat kesalahan
dan mengurung orang yang salah."
Bulu mata panjang itu mengibas. "Aku masih belum mengerti."
"Begini. Aku punya beberapa barang bukti yang sedang kucari
penjelasannya. Pintu depan gedung ini dikunci setelah tengah
malam. Oke? Satu-satunya yang punya kunci adalah penghuni
apartemen dan pengawas gedung. Dan ayahmu sedang keluar malam
itu. Jadi, kau yang pegang kunci. Satu-satunya jalan masuk lain
adalah dengan memencet bel depan dan membangunkan penjaga
pintu. Dan itu tak pernah terjadi. Benar?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Hoolian mengangguk, menggaruk- garuk bagian dalam pahanya.


"Nah, tak ada tanda-tanda perusakan pintu di apartemen Allison.
Tak ada tamu yang memencet bel lewat tengah malam. Kau orang
terakhir yang melihatnya malam itu. Gadis itu tak masuk kerja esok
paginya. Ayahmu membukakan pintu pada polisi, yang
menemukannya pada pukul sepuluh. Tolong jelaskan padaku."
Bagian akhir ini tampaknya mengejutkan Hoolian, bak tohokan
dari sisi kiri, muncul titik putih dari kehijauan yang makin lama
makin besar hingga menamparnya di mulut. "Kau tak berpikir
ayahku ada hubungannya dengan semua ini, kan?"
"Tidak. Aku tidak berpikir begitu."
Mereka sudah memeriksa Osvaldo sebelumnya. Ia pergi kencan
malam itu, pergi bersama seorang guru kelas empat bernama Susan
Armenio, makan malam di Victor's Cafe, lalu berdansa di Roseland,
meninggalkan penjaga pintu tua pemabuk bernama Boodha dan
Hoolian mengurus apartemen. Mungkin hal itu membuat si anak
marah, Ayahnya mengkhianati ibunya atau apa. Mungkin ia hanya
menginginkan perhatian. Orang tak pernah tahu.
"Kalau begitu, aku tak tahu apa yang harus kukatakan." Hoolian
meraba goresnya, kebingungan. "Kurasa aku harus menelepon
ayahku lagi. Ia mungkin sudah selesai bekerja di basement."
"Oke." Francis berdiri. "Tentu saja, kau boleh menghubunginya,
tetapi ada hal lain yang ingin kutanyakan padamu..."
Ia merogoh ke dalam tas di kakinya, mengeluarkan sebuah album
foto. Ia menaruhnya di depan Hoolian.
"Kau tahu apa ini, bukan?"
Hoolian menatap buku itu seakan benda itu bernapas.
"Itu album foto Allison Wallis. Kami menemukannya di balik
lemari kamar tidurmu."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Ia hampir dapat mendengar bunyi darah mengucur dalam


pembuluh anak ini. "Ayahku membolehkan kalian memeriksa
kamarku?"
"Ia mengizinkan kami memeriksa apartemenmu pagi ini. Katanya,
'Carilah di mana pun.'"
Francis mengamati mata Hoolian yang seakan membayangkan si
pengadu itu. "Ia mengizinkan aku meminjamnya," ujar Hoolian.
"Begini, Hoolian. Aku duduk di sini, bicara padamu sebagai laki-
laki. Tidakkah menurutmu kita harus selalu bersikap jujur? Mengapa
kau menyembunyikan sesuatu di balik lemari kamarmu jika kau
hanya 'meminjamnya'?"
Hoolian tampak kehilangan kemampuan bicara.
"Baiklah." Francis mundur sejenak. "Mari kita permudah
situasinya. Kalian saling berteman. Kau suka padanya. Kau
memperbaiki toiletnya. Kau berharap ia balas menyukaimu."
"Tidak, tidak seperti itu...."
"Dengar." Francis memutar kursinya ke sisi Hoolian: kini
pembicaraan antar lelaki. "Aku juga pernah mengalami hal seperti
ini. Aku juga ingin dekat dengan gadis-gadis saat aku seumurmu. Itu
wajar. Tiap kali gadis itu melihatmu, bagaikan magnet yang menarik
jantungmu dari dada. Kau sekarat dan ia bahkan tak mengetahuinya.
Aku benar, bukan?"
Hoolian ragu-ragu, menyentakkan rantai di dalam kerah
kemejanya.
"Aku tak. berkata ia sengaja mempermainkanmu, tapi bukankah
mungkin ia sengaja mengambil keuntungan darimu, meski sedikit?"
"Tidak. Ia baik."
"Aku tidak berkata ia bukan gadis baik." Francis bangkit dan
berdiri di sampingnya. "Tapi bahkan orang baik-baik pun kadang
suka mengambil keuntungan. Lihat dari sudut pandang gadis itu.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Kau seorang anak yang penuh rasa ingin tahu, yang senang main-
main ke sana kapan saja, memperbaiki sesuatu dan menemaninya.
Kau adalah bantal tempatnya tertidur. Kau nyaman."
Hoolian mengerjap, seakan dirinya ditampar. O, ya. Francis
meneruskan langkahnya. Kau masuk perangkapku, Nak.
"Seolah-olah ia tak tahu betapa ia menginginkanmu."
"Tidak seperti itu." Hoolian menggeleng, bulu matanya
mengerdip- ngerdip gugup. "Ia punya pacar."
"O, ya? Siapa namanya? Apakah kau pernah bertemu
dengannya?"
"Tidak..."
Francis maju beberapa sentimeter. Ia telah menghabiskan dua
belas jam sebelumnya untuk memastikan bahwa Allison tak
memiliki pacar tetap sejak tahun terakhir kuliahnya di Amherst. Dan,
orang itu, mahasiswa kedokteran penyuka Frisbee bernama Doug
Wexler, sedang berada di Guatemala saat ini, menjalankan program
vaksinasi anak bersama dua suster Maryknoll.
"Lalu, apa yang terjadi?" tanya Francis. "Kalian bertengkar
karena ia mengetahui bahwa kau mengambil album fotonya?"
"Tidak, ia tidak tahu tentang itu," ujar Hoolian terlalu cepat, lalu
menyadari apa yang baru saja diakuinya. "Aku bermaksud
mengembalikannya. Aku hanya ingin melihat keluarganya seperti
apa."
"Lalu apa yang akan kau lakukan, menggunakan kuncimu sendiri
untuk masuk ke apartemennya saat ia sedang pergi?" Francis
menaruh satu kaki di kursinya yang kosong dan meregang ke depan
seperti seorang pelari.
"Kurasa lebih baik aku bicara dengan seorang pengacara."
Dari sudut matanya, Francis melihat pegangan pintu berputar
seakan-akan para Raja bersiap memasuki ruangan. Ia
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

menggelengkan kepala, meminta waktu. Jangan hancurkan. Aku


hampir dapat. Waktunya untuk menjatuhkan bom.
"Baiklah, kalau begitu, aku ingin bertanya tentang satu hal lagi"
Ia mengambil tas barang bukti kedua dan menjatuhkannya di meja
di depan Hoolian. Tas itu mengeluarkan bunyi kempis lalu rubuh,
lebih perlahan dari tas sebelumnya yang berisi palu godam,
menghembuskan asap tak berbau lewat sebuah lubang kecil. "Kau
tahu apa ini, bukan?"
Hoolian menggelengkan kepala, menatap gumpalan kapas kecil
berdarah di dalamnya.
"Maksudmu kau tak tahu bagaimana pembalut bekas Allison
ditemukan dalam keranjang sampah di kamar mandimu?"
Anak itu tampak lesu seperti tas itu.
"Seseorang pasti menaruhnya di sana," jawabnya lemah.
"Bagaimana caranya?"
"Aku tak tahu. Aku tak pernah melihat barang seperti itu
sebelumnya."
Kesabaran Francis habis. "Hoolian, ayolah. Kami punya ahli
serologi yang bisa menjelaskan bahwa yang ada di kapas ini adalah
darah Allison. Ini adalah bukti yang tak dapat dibantah..."
"Tapi aku mengatakan yang sebenarnya." Bibir anak lelaki itu
bergetar. "Aku bahkan takut menyentuh sesuatu seperti itu."
"Jadi bagaimana caranya benda ini ada di kamar mandimu?
Bisakah kau jelaskan padaku?"
Hoolian mencengkeram pegangan kursi, seorang pemuda Katolik
yang dihadapkan pada bukti nyata dosa-dosanya.
"Pasti kau yang menaruhnya di sana."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Aku?" Francis menyentuh dadanya, kaget. "Setelah aku


memperoleh album foto Allison di lemarimu dan darahnya pada alat
milikmu? Apakah itu masuk akal?"
Hoolian memajukan badan sedikit ke depan, bulu matanya
mengerjap-ngerjap panik.
"Begini." Francis menyentuh pundak anak itu, seolah ia adalah
pastor tempat mengaku dosa. "Ceritakan menurut versimu sendiri.
Buat aku mengerti."
Hoolian menggelengkan kepala kembali, berpegang pada
penyangkalan samar.
"Kalau begitu aku akan membantumu," kata Francis lembut. "Kau
berada di sampingnya di sofa. Mungkin ia membiarkanmu
menyentuhnya dan berpura-pura tak menyadarinya. Mungkin ia
membiarkanmu mengangkat betisnya. Ia membiarkanmu meraba-
raba makin cepat. Lalu tiba-tiba, ia merasa dirinya terlalu baik
untukmu. Ia berusaha menghentikanmu di tengah-tengah aksi. Dan,
ia tak bisa melakukan hal itu pada lelaki, kan?"
"Aku tak membunuhnya."
"Hoolian, aku memperhatikan sepasang goresan di dagumu.
Mereka tepat di depan wajahku."
Hoolian menyentuh lukanya secara tak sadar. Malang baginya,
kulitnya berwarna campuran: bukan cokelat keemasan seperti orang-
orang Latin, tapi tidak juga merah muda seperti anak-anak kulit
putih. Kulitnya berwarna pucat dan tipis di dekat tulang, hampir
transparan. Luka yang sembuh dalam sehari pada anak-anak lain
sulit hilang pada dirinya.
"Aku terluka saat bercukur. Aku sudah bilang pada detektif yang
tadi."
"Julian, lihat aku. Oke? Bukan waktunya lagi bertingkah seperti
anak-anak. Kau ingat pembicaraan kita tentang bagaimana kita
berdua telah kehilangan ibu?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Terdengar bunyi di udara seperti air mendidih. Kita hampir


berhasil. Sebentar lagi. Ia telah membuktikan bahwa Hoolian adalah
pemilik senjata pembunuh itu. Ia berhasil membuat anak itu
mengaku bahwa dirinya mencuri album foto gadis itu, yang
memperlihatkan bahwa ia terobsesi. Sidik jarinya ada di semua
tempat. Dan mereka tinggal mencocokkan darah Julian dengan
sampel darah yang mereka peroleh dari bawah kuku gadis itu, untuk
melengkapi bukti-bukti. Yang ia butuhkan hanya meraih angka
terakhir dan menghilangkan keraguan apapun sebagai pernyataan.
"Jadi kau sadar bahwa ibumu tengah mengawasi dirimu saat ini?"
Hidung Hoolian kembang-kempis. Sudut matanya kembali
berkilau. Ada sesuatu di sana.
"Aku beri tahu, kau harus mempertanggungjawabkan
perbuatanmu."
Anak itu tetap menggelengkan kepala. "Tapi itu tidak benar."
"Jangan bicara seperti itu terus," cetus Francis, memainkan kartu
yang sangat berharga ini. "Kau tahu ibumu ada di sana dan jiwanya
terluka karena ia takut kau tak akan berjumpa dengannya di surga."
Anak itu membuka mulut, namun hanya terdengar bunyi elak
kering.
"Ia tidak membesarkanmu untuk menjadi seorang pembohong,
bukan?"
Anak itu memandang ke sekeliling mencari-cari sesuatu untuk
mengusap mata dan membersihkan hidungnya, tapi Francis berteguh
hati tak akan membawakan kotak tisu ke ruangan.
"Perasaan itu akan membunuhmu dari dalam. Kau tahu, kau harus
meminta ampun."
Hoolian menggigit bibir dan menggelengkan kepala lagi, kali ini
dengan geram.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Ayolah. Kau ingin membeberkannya padaku. Semua orang ingin


mengaku.
"Kau harus melakukannya, Saudaraku." Francis mencoba
memengaruhi. "Kau harus melakukan hal yang benar. Aku
memberimu jalan keluar. Aku tahu kau anak yang baik."
Ya, aku temanmu. Siapa lagi yang akan mencoba menaruhmu ke
dalam penjara selama sisa hidupmu?
Hoolian mengambil napas dalam-dalam, melipat tangannya di
pangkuan, dan menatap punggung jari- jarinya yang kecil dan pucat.
"Yang kuminta darimu hanya bertanggung jawab atas
perbuatanmu. Aku hanya minta kau bersikap jantan."
Sendi-sendi itu meremas lebih erat, punggung jari-jari kecil itu
memperlihatkan pembuluh-pembuluhnya.
Francis menyilangkan tangan, tersadar dirinya ikut tegang. Hal
yang dilupakan para Raja di balik kaca itu adalah tak semuanya
omong kosong dan pura-pura. Tentu, kau boleh menjadi sok bijak
setelahnya, mencari perhatian pers dan menunjuk "si terdakwa" di
pengadilan dan berkata, "Kami Warga Masyarakat mengutukmu dan
membuangmu. Pergilah dari pandangan semua laki- laki dan wanita
baik-baik yang bebas." Tetapi terkadang, di kamar mungil yang
sunyi ini, sebelum para pembela dan tukang ketik masuk, ada waktu
sesaat ketika kau hampir berada di pihak si penjahat. Bukan di
atasnya atau di seberang sambil menilainya. Tetapi tepat di inti
masalah bersamanya, selangkah demi selangkah, setara dengannya,
melihat segala sesuatu dari sudut pandang orang itu. Dan, setidaknya
di pikiranmu sendiri, melakukan hal yang sama dengan yang ia telah
lakukan. Karena jika tidak, mengapa seseorang akan cukup
mempercayaimu untuk menceritakan hal terburuk yang pernah dia
lakukan? Kau tak pernah dapat menjelaskannya pada orang-orang
awam yang baik-baik, normal dan taat hukum. Untuk membuat
seseorang menyerah, untuk membuatnya berada di pihakmu, kau
harus menempatkan jiwa, kasih sayang, kau harus berpihak pada
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

dirinya— meski hanya untuk sesaat sebelum ia mengakui perbuatan.


Lalu setelah itu, tentu saja, kau dapat kembali memunggungi dirinya
dengan tenang dan memanfaatkan permohonan sepelenya yang sia-
sia agar dipahami untuk menghancurkan hidupnya.
"Jadi, bagaimana menurutmu?" tanyanya, siap meraih pulpen.
"Apakah kau akan bersikap jantan atau tidak?"
Anak itu menengadah, seolah baru tersadar dirinya baru saja
mencapai akhir masa kanak-kanaknya.
"Kau bilang aku bisa bicara dengan ayahku."

BAGIAN II
ANAK YANG DILUPAKAN DUNIA

2003

HAL PERTAMA yang menarik perhatiannya adalah gadis bertato


itu.
Ia baru saja keluar dari mobil van saat dilihatnya gadis itu
berjalan dengan angkuh di bulevar. Seorang dewi Queens Plaza
dengan kulit bak porselen serta rambut merah, dan tubuh yang
mengubah sehelai t-shirt Misfits menjadi gaun malam yang elegan.
Sebuah sobekan pada kain itu memperlihatkan tali bra hitam yang
tersampir di bahu putihnya bagai cakar kucing. Rasa lapar yang telah
lama terlupakan mulai bergejolak di tubuhnya. Gadis-gadis tak
terlihat semenarik ini ketika ia pergi. Dulu mereka tak begitu
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

ramping dan menggiurkan seperti sekarang. Begitu berani membawa


diri dengan menawan, begitu berani cara mereka memandang.
Tetapi kemudian matanya tertuju pada garis hitam yang
melingkari otot bisep gadis itu. Tato kawat berduri. Bukan kawat
berduri biasa, tetapi pita belati dengan ujung-ujung tajam dari jenis
mengerikan yang biasa terdapat di puncak dinding penjara. Ia
memandangi tato itu, bertanya-tanya mengapa seseorang dengan
kecantikan alami seperti itu—atau lebih tepatnya, mengapa siapa pun
yang merdeka—akan melakukan hal ini pada diri sendiri.
Melihat hasrat yang muncul di wajah sang pemuda, gadis itu
memeletkan lidah. Sebuah anting-anting emas kecil terlihat di dekat
ujung lidahnya bak mutiara di atas beludru merah muda. Ia
menjulurkan dan mengibas-ibaskan lidah pada pemuda itu,
menikmati keterkejutan dan kekagetan yang ditimbulkannya, lalu
meneruskan perjalanan, dengan gaya yang mengingatkan pada
seekor anak kucing menjilati krim dari bibirnya.
Lelaki itu merapikan tas besarnya yang terbuat dari handuk tua
yang dijahit dengan benang gigi, dan menyentak ikat pinggangnya
dengan gugup. Baju lamanya tak lagi muat. Baju kerja berwarna
birunya, yang entah bagaimana berhasil bertahan dua puluh tahun di
gudang penyimpanan negara, terlalu ketat di bagian leher dan celana
Levi’ s-nya terlalu sempit. Bukan hanya dirinya tambah berisi berkat
olahraga angkat beban dan mengonsumsi tepung-tepungan, tapi
mode pun telah berganti.
Dilihatnya sekelompok remaja lelaki memakai jins begitu rendah
hingga saku belakangnya berada di belakang lutut mereka,
menikmati makanan Cina di samping Cadillac Escalade. Cahaya
ultraviolet melingkari pelek mobil itu, dan sebuah lagu rap dari
pengeras suara meneriakkan hal- hal yang tak pernah terlontar dalam
lagu-lagu ketika ia pergi.
Ia melepaskan sabuk yang mendadak tampak terlalu tinggi di
pinggang, mengingat-ingat dirinya sendiri saat berusia tujuh belas,
membeli jeans. ini di sebuah toko di East 86th Street seharga delapan
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

belas dolar. Gadis siswa sekolah swasta yang bekerja sebagai kasir
tersenyum malu- malu dan menyelipkan rambutnya di belakang
telinga.
Gadis itu kini mungkin telah menikah, dengan tiga orang anak
dan dua mobil di rumah pinggiran kota. Dan di sinilah ia sekarang,
dua puluh tahun kemudian, terdampar di Queens Plaza saat larut
malam musim panas, seorang pria dewasa, dengan otot-otot hasil
latihan di penjara, bulu mata tercukur, rambut hitam tebal agak
kelabu di pelipis, dan parut seperempat inci di bawah dagu. Itu
semua menunjukkan: inilah anak yang tercerabut dari semua
kelembutan yang pernah menjadi bagian dirinya.
Sesuatu bernama kereta W, yang dulu belum ada, berderak-derak
melewati trotoar yang ditinggikan, menciut-ciut dan memekik seperti
teko teh, gerakan jendela-jendela yang berlalu melontarkan cahaya
kekuningan kasar di atas jalan.
"Hey, Hooligan, kau butuh tumpangan?"
Timberwolf, seorang pria tinggi besar yang ia kenal saat di Attica,
baru saja keluar dari mobil van Dinas Koreksi di belakangnya,
dengan tubuh setinggi 190 sentimeter dan berat 127 kilogram,
membawa tas kertas cokelat berisi pakaian, t-shirt yang tak terpasang
rapi, dan tali sepatu kets tak terikat seperti anak empat tahun
menunggu seorang dewasa menafikannya.
"Sepupuku seharusnya menjemput dengan taksi, tapi entahlah,"
ujar Hoolian, suaranya parau dan berpasir akibat musim dingin yang
panjang. "Kurasa ia mungkin salah paham dan mengira aku datang
dengan bus Rikers pukul empat tiga puluh. Atau mungkin ia bosan
menunggu dan sudah pergi lagi."
"Ya, menunggu memang menyebalkan." T-wolf menguap. "Tujuh
tahun kuhabiskan gara-gara menjual dua botol kecil ganja. Dan,
mereka menambah enam bulan lagi di Rikers garagara perampokan
omong kosong yang tak melibatkanku sama sekali. Berapa lama
hukumanmu?”
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

“Aku dipenjara sejak 1984."


"Gila, itu lebih dari separo umurmu!" T-wolf mencengkeram
dadanya. "Kita betul-betul harus mencarikanmu wanita malam ini.
Kau datang ke tempat yang tepat."
Ia menunjuk ke seberang jalan ke sebuah "klub lelaki" yang
menamakan diri Shenanigans (Berandal) dalam huruf- huruf genit
merah rubi, hanya dua blok dari pusat perekrutan Korps Marinir.
Namun, pikiran bahwa ia berada dalam jarak sentuh dengan wanita
membuat jantung Hoolian mulai berdebar cemas.
"Oh, tidak, terima kasih. Kalau sepupuku datang dan aku tak ada,
bagaimana?"
"Kau mungkin belum pernah bersama wanita sungguhan dalam
dua puluh tahun, Nak. Mereka bisa menunggu beberapa menit."
"Tidak, sepertinya aku tidak ikut. Aku sudah cukup menyusahkan
keluargaku."
"Baiklah, aku mengerti." T-wolf mendesah. "Sepertinya aku harus
menjadi penjaga keluargaku. Aku akan memikirkanmu, Sobat."
"Jangan terlalu sering. Lakukan saja apa yang mesti kau lakukan."
"Heh- heh." T-Wolf menggulung bagian atas tasnya. "Kau akan
memikirkan tawaran yang kita bicarakan itu, bukan? Keponakanku
mungkin butuh beberapa orang di blok ini."
Bagus, pikir Hoolian. Aku mengambil risiko merusak kebebasan
ini dengan menjual ganja ke beberapa anak-anak brengsek yang
bahkan belum lahir ketika aku dijebloskan ke penjara.
"Aku menyimpan nomor teleponmu." Ia meninju kepalan tangan
T-Wolf. "Tetap kuat."
"Peace." T-Wolf mengambil tasnya dan ragu-ragu. "Kau yakin
tak akan ikut?"
Hoolian mengerdip dan menggelengkan kepala, mendengar suara
gentar itu, dan paham bahwa bahkan hanya dalam waktu tujuh tahun,
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

acara penghitungan kepala, penguncian sel, razia sel mendadak, dan


program harian teratur dapat membuat pria bersepatu nomor 14
sekalipun takut menyeberang jalan sendiri.
"Tidak, Sobat, aku harus mengurus diriku sendiri," ujarnya.
"Tergelincir sekali saja, aku akan kembali ke sana.”
“Oke, aku mengerti."
Dengan lambat dan enggan, pria besar itu berjalan tergesa-gesa,
ujung tali sepatu Nike-nya terseret-seret dan bergesek di trotoar.
Sebuah mobil polisi putih-biru meluncur, memperhatikan adegan
tadi. Hoolian merasakan kecemasan merayapi kulitnya seperti kaki-
kaki serangga di antara rambut-rambut halus di punggung. Apakah
mereka tahu ia baru keluar penjara malam itu? Bagaimana jika
mereka melihat ia bicara pada T-Wolf? Tidak, itu gila. Mereka tidak
memiliki kuasa sejauh itu. Tetap saja. "Tidak boleh bertemu dengan
sesama narapidana," kata hakim, saat mengabulkan pengurangan
hukumannya. Ia putuskan untuk membuang nomor telepon T-Wolf
jika sempat.
Mobil- mobil berseliweran sembarangan. Ia menengok lagi ke
arah-jalan, menduga-duga di mana sepupunya, Jessica. Wanita itu
belum pernah berkunjung ke penjara dan ia tak yakin masih bisa
mengenalinya.
Ia merogoh-rogoh saku mencari uang receh dan menemukan dua
keping koin dua puluh lima sen bersama dua lembar dua puluh dolar
yang dipinjamkan pengacaranya. Ia akan pergi ke mana jika Jessica
tak muncul? Setelah bertahun-tahun bergantung hanya pada kuku
tangannya sendiri, permintaan jaminannya tiba-tiba saja dipenuhi
hingga ia hampir tak punya waktu untuk bersiap-siap. Pikirnya, ia
beruntung menemui hakim sebelum Thanksgiving. Alih-alih begitu,
dirinya terburu-buru dibawa ke Rikers dan digiring ke ruang dengar
pendapat kecil yang suram, hampir takjub ketika mendengar Hakim
Santiago mempersingkat masa hukuman meski memperingatkan
bahwa tuduhannya masih berlaku.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Dengan perut keroncongan gara-gara perjalanan panjang naik van,


ia menemukan telepon umum dengan kata-kata "Puji Tuhan" dan
"Hisap Anu" tergores di lapisan pelat logamnya dan memasukkan
koin dua puluh lima sen.
"Yo, yo, yo, 'pa kabar, ini Jes-sick-ahh," terdengar suara
sepupunya itu setelah dering keempat, suara bayi menangis di
belakangnya. "Aku tak bisa menerima telepon sekarang. Hey, diam,
brengsek, aku lagi bicara. Kau tahu aturannya, kan? Tunggu hingga
bunyi tip."
Ia menaruh kembali telepon dengan lembut. Mungkin sepupunya
lupa atau memutuskan tak ingin terlibat. Bisakah ia
menyalahkannya? Jessica baru berusia—berapa, ya— mungkin tiga
atau empat tahun ketika dirinya pergi.
Ia menengadah, mengawasi kereta berangkat dari stasiun, roda-
rodanya mengeluarkan bunyi anggun dari gesekan antar baja dan
percik membutakan di atas rel yang membuat seluruh sistem
sarafnya bergidik.
"Hey, kau." Mobil polisi yang tadi melewatinya kini menepi di
pinggir jalan. Seorang sersan muda dengan kemeja biru dengan
potongan rambut cepak melongokkan kepala keluar jendela. "Kau
pikir apa yang sedang kau lakukan?"
Hoolian merasa lumpuh melihat seragam itu. "Tidak apa-apa."
"Lakukan di tempat lain. Aku muak melihatmu."
Ia mengangkat tas, tak ingin mencari masalah secepat ini, dan
mulai berjalan naik ke stasiun, kakinya kaku dan kejang gara-gara
terlipat terus di kursi sempit di sebelah T-Wolf. Ia berhenti di tengah
tangga, berusaha menenangkan diri. Setelah bertahun-tahun berada
di bawah sinar merah lampu penjara yang menjemukan, lampu neon
mencolok di jalan besar itu hampir membakar matanya bak bahan
bakar jet. BUAT MEREKA YANG TAHU BAHWA ADA SESUATU DI LUAR
SANA , demikian bunyi iklan cenayang berwarna merah menyala di
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

gedung sebelah. PERNAHKAH ANDA TERLUKA ? sebuah iklan


pengacara bertanya di pintu samping warna hijau emerald.
"Bisa minta karcis?" ia berhenti di bilik petugas karcis.
"Apa?" Wanita berkulit gelap di belakang kaca itu mengenakan
kaus MTA dan perhiasan India mungil berkilauan di tengah-tengah
keningnya.
"Saya bilang, bolehkah saya minta karcis?"
"Sudah tak dijual lagi di sini, Sayang," katanya. "Ke mana saja
kau?"
Wajahnya menghangat. Ia seorang pria yang menghabiskan waktu
bertahun-tahun mempelajari undang-undang dan menulis surat-surat
resmi kepada para hakim pengadilan banding dari perpustakaan
penjara, namun tak tahu cara naik kereta.
"Aku pergi lama." Ia mengambil uang dua puluh dolar, bersiap
meminta belas kasihan wanita itu. "Apa yang mesti kulakukan?"
Sebentuk pengertian membuat perhiasan di alisnya terangkat. Ia
mengambil uang itu, menekan beberapa tombol, dan menjatuhkan
kartu emas ke dalam cekungan di bawah sekat tanpa melihat
padanya.
"Pastikan garis-garisnya menghadap ke arah yang benar."
Hoolian mengangguk penuh syukur dan bergegas melewati pagar
berputar dan menuju peron, bertanya-tanya bagaimana ia akan
melewati sepuluh menit berikutnya. Tak ada yang memberitahunya
semua bakal sesulit ini. Ia menunduk ke bawah dari pagar pembatas
ke arah jalan. Sesaat ia goyah karena pusing. T-Wolf dan empat
orang lain yang baru saja keluar dari van berada di luar Shenanigans,
terlalu bersemangat dan bertengkar terlalu gaduh, saling berteriak
dan mengadu dada seolah-olah mereka lebih tertarik untuk menarik
perhatian polisi daripada masuk ke klub.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Oke! Oke! Pertanyaanku, siapa yang menaruh omong kosong itu


di otakmu? Oke? Siapa yang menaruh omong kosong itu di
pikiranmu?"
Bukan aku, Hoolian berkata pada diri sendiri, sambil berpaling.
Beberapa dari mereka tak sabar untuk kembali lagi ke penjara. Bagi
mereka terlalu sulit hidup di luar penjara, harus membuat keputusan-
keputusan sendiri sepanjang waktu. Tapi ia merasa sudah cukup di
sana. Ia tak bisa bertahan sehari lebih lama lagi dari deraan
kebosanan, stres berkepanjangan, perasaan dikontrol total namun
sekaligus tak aman. Menengok ke arah rel, dalam sinar kereta yang
kian dekat, ia melihat sekumpulan penghuni penjara yang ribut dan
kacau, memenuhi aula asrama Auburn, tiba-tiba mereda saat seorang
pria kecil bernama Pellet jatuh ke lantai, dengan sebilah batang
sepanjang 35 sentimeter tertanam begitu dalam di leher hingga
ujungnya menembus pita suara.
Gemuruh itu mereda dan kereta pun berhenti, pintu membuka di
hadapannya. Hoolian melongok sekali ke dalam. Setelah melihat tak
ada coret-coretan di sana, ia bertanya-tanya apakah ini hanya
gerbong contoh yang tak ditujukan bagi pelanggan umum.
Tapi, lalu didengarnya seruan familier kondektur, menyerukan
nama tempat perhentian berikutnya. Haruskah ia naik? Satu-satunya
alamat Jessica yang ia punya adalah kompleks perumahan Surfside
Gardens di Coney Island. Ia memutuskan cepat-cepat dan melangkah
maju, berpikir akan mencoba menelepon lagi setelah sampai di sana.
Pintu itu menutup di belakangnya dan dia pun duduk, membuat suara
decit di salah satu ujung bangku, berusaha tak mengambil terlalu
banyak tempat meski tak ada seorang pun di dekatnya. Sebuah iklan
di kejauhan berbunyi, Paus itu telah Kembali, Kehidupan Laut telah
Kembali Dibuka. Memangnya ke mana si paus pergi? Bagaimana ia
bertahan hidup saat pergi?
Kereta itu bergoyang, melewati langsiran rel datar dan lebar yang
diterangi lampu dan gudang-gudang yang gelap. Di sebelah kanan,
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

langit Manhattan berkilau bagaikan puncak-puncak dan lembah


seperangkat grafis dari kaca dan beton.
Di Times Square, satu keluarga Yahudi Hasidik naik. Si ayah
mengenakan kemeja putih, dengan janggut seperti rambut kemaluan
berwarna kemerahan, topi fedora hitam, dan seorang bayi perempuan
tertidur lengket di dadanya seperti monyet kecil. Istrinya yang hamil
besar bergoyang-goyang di belakang dengan wig dan gaun panjang
kelabu, bersama dua anak laki- laki kecil lengkap dengan kopiah
Yahudi dan rambut ikal di samping.
Hoolian meraba medali Santo Christopher dan berpikir tentang
ayahnya: seorang duda berusia tiga puluh lima tahun, yang menaruh
seluruh harapan pada dirinya, yang berharap Hoolian memenuhi
impian yang ia lupakan ketika keluar dari sekolah dan bekerja
sebagai petugas kebersihan di Upper East Side. Ayahnya, yang
membaca Cervantes dan Dickens di lift servis dan membawakan
belanjaan para wanita ke dapur mereka demi tip hari Natal. Ayahnya,
yang mengajari cara mendempul bak mandi, mendorongnya untuk
melamar ke Universitas Columbia lewat jalur beasiswa, dan selalu
berbicara bahasa Inggris di rumah.
Ia ingat bahwa seminggu sebelum dia pergi ke pusat kota, saat
ayahnya mengumpulkan sanak keluarga yang masih tersisa untuk
pesta perpisahan di Orchard Beach. Orang-orang Puerto Rico
Riveria, begitu Papi menyebutnya. Ray Barretto dan Fania All-Stars
mengalun di kotak musik. Tia-nya, Miriam, membawa babi
panggang. Pamannya memancing bebatuan dengan galah bambu.
Sepupu-sepupunya dari Bayamon bermain voli. Dan, ayahnya
mengangkat gelas separo kosong berisi cerveza kala matahari
tenggelam dan berkata, "Untuk anakku, mi hijo. Aku tak pernah
berhenti mempercayaimu, muchacho. Aku tak akan pernah putus asa
membawamu pulang."
Ini adalah sebuah kesedihan tak terperi. Hoolian merasa mendidih
dan dengan geram menghapus air mata. Dasar brengsek kau,
maricon kecil. Kenapa kau menangis sekarang? Ia menghantamkan
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

tinju pada bangku di sebelahnya, teringat bagaimana para penjaga di


Attica menolak permohonannya untuk pergi ke acara pemakaman
Papi. Keparat-keparat itu tak pernah memberinya kesempatan. Ia
meninju bangku itu sekali lagi dan menggigit bibir bawahnya keras-
keras, sadar bahwa kesedihan seperti itu suatu hari kelak akan
berangsur menghilang sejalan waktu atau sebaliknya,
menghancurkan dirinya berkeping-keping.
Si Hasid dan keluarganya memperhatikannya dengan sedih.
"Apa kalian lihat-lihat?" ujarnya.
Di perhentian selanjutnya, mereka pindah ke gerbong lain.
Hoolian melipat tangan di dada dan membenamkan dagu,
menunduk dalam-dalam hingga kereta keluar dari terowongan
panjang dan naik melewati atap-atap di Borough Park. Jadi, begini
cara orang hidup sekarang: jemuran pakaian di sepanjang daerah
kumuh, sehelai bendera Amerika menghias sebuah balkon, seorang
pelari kesepian di larut malam di treadmill sasana kebugaran, dan
sepasang orang tua menonton televisi di sofa. Ia merasa seperti
Charlton Heston di akhir film Planet of the Apes, menatap Patung
Liberty separo terkubur di pasir dan menyadari dunia yang ia kenal
telah mati.
Sudah jam satu lewat ketika ia akhirnya sampai di Stillwell
Avenue, perhentian terakhir kota itu. Hotel Terminal terbentang di
seberang jalan. Ia menuruni tangga dan menyeberang ke Surf
Avenue, mencari telepon umum untuk menghubungi Jessica
kembali. Mereka, Orang-Orang Malam Putus Asa berkumpul di
depan Nathan's dan Popeyes Chicken; Yang Tak Tahu Harus Ke
Mana, Para Pelarian, Yang Tak Pergi Jauh-jauh, Yang Kelebihan
Obat dan Yang Tak Tertangani, Orang-Orang Hina dan orang-orang
yang berkumpul di dekat mereka hanya agar mereka punya
seseorang untuk diremehkan. Dan, tentu saja, para Pengelana seperti
dirinya: lelaki- lelaki yang berjalan di trotoar dengan hati- hati,
berusaha tak menabrak orang lain, meminta maaf dengan tergesa
sambil menengadah menatap langit, berusaha mengira-ngira waktu
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

dan jarak, dan tetap tak percaya bahwa mereka akhirnya benar-benar
keluar.
Terasa olehnya desir angin dingin dari laut dan samar-samar
teringat olehnya sebuah bilik di jalan bertahun-tahun silam.
Bulan membakar lubang putih keabuan di langit hitam. Kincir
Putar mulai memadamkan lampu- lampu. Ia berjalan menuju pantai
dan anehnya merasa pantai itu tenang dan berwarna emas pudar
dalam cahaya remang-remang Dermaga Steeplechase. Sebuah net
voli terkulai turun, seolah menunggu para pemain tiba. Laut terus
bergulung—luas, kekal, dan tak acuh—bibir tipis ombak berubah
menjadi keriting kecil saat menghempas pantai.
Ia berdiri di atas rel, berusaha mencari cakrawala, ingat dirinya
pernah berjalan mundur ke arah ombak bersama ayahnya saat Hari
Baptis St. John terakhir itu. Hampir dua puluh tahun sejak terakhir
kali ia melihat laut. Ia sudah lupa betapa laut bisa membuatnya
merasa begitu kecil dan remeh, seakan dirinya hanya partikel kecil
yang mengambang di atas permukaan bola mata raksasa yang dapat
melihat segala sesuatu. Betapa kecil arti saat-saat kebebasan ini
dalam putaran-putaran peristiwa. Dulu ia terbiasa menipu diri sendiri
bahwa Tuhan memiliki rencana untuknya, sebuah rancangan yang
berangsur-angsur akan tersingkap sendiri dan entah bagaimana
membenarkan semua hal yang pernah dilewatinya. Tetapi kini ada
pengingat bahwa Tuhan sibuk. Tuhan mungkin sedang menghitung
ombak dan menamai awan. Tuhan berpikir tentang kepiting batu di
Laut Atlantik atau gelembung sabun di Kairo. Tuhan berpikir tentang
infeksi bakteri di Peru dan kumbang tahi di Afrika, tentang pola
cuaca di Lingkar Pasifik dan jejak-jejak ban di sebelah lapangan
parkir Taconic. Tuhan tak punya waktu untuk memikirkan penghuni
penjara bernomor 01H5446 dalam sistem pemasyarakatan negara
bagian New York.
Jadi, Hoolian berteriak kepada angin. Teriakan pahit yang
berkata, Aku masih di sini, pada bulan, bintang, Kincir Putar,
keluarga Hasid di kereta bawah tanah, sel kosong yang dia
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

tinggalkan, penjaga penjara, para narapidana dengan hukuman


seumur hidup, para hacker dan waria, mahkamah tertinggi, para
kriminal, bayangan ibu dan ayahnya, anak-anak yang tak sempat
lahir dari sperma yang terbuang, dan ya, Sang Mesin Waktu itu
sendiri. Dengan segala hormat, bunyi seperti itu mestinya bisa
mendorong ombak kembali ke laut dan menyisakan rumput laut mati
terombang-ambing di sepanjang garis pantai.
Namun saat itu semua selesai, laut masih tetap di sana,
mengumpulkan bebatuan dan membuyarkan mereka dengan acak,
menimbulkan bunyi bak tepuk tangan, lamat-lamat.

TEPAT SEHARI sebelum Hari Buruh, Francis sadar dirinya buluh


waktu dua kali lebih lama untuk menemukan kunci mobil. Selasa
pagi, ia akhirnya menyerah dan memenuhi janji pertemuan dengan
dokter yang telah ia tunda-tunda sejak sebelum Natal tahun lalu.
Ia melangkah ke dalam ruangan putih kecil itu, membuka topi
bisbol dengan huruf X di depan—cendera mata dari film Spike Lee
yang pernah ia urus masalah keamanannya bertahun-tahun silam—
dan meletakkan dagu di atas sebuah pelat logam. Lewat lensa mata
kanan ia melihat sesuatu yang tampak seperti TV cembung, namun
entah bagaimana, suasananya seperti akan melakukan pengakuan
dosa. Pada dinding cekung di belakangnya, empat lampu putih kecil
muncul dalam formasi berlian di bawah suar kuning yang
menyilaukan.
Si teknisi, seorang Rusia pirang murung berahang besar, menaruh
alat hitung di tangannya. "Nanti akan ada kilatan cahaya di sekitar
target itu, terang atau buram," ujarnya dengan aksen yang membuat
Francis ingin menghubungi Amnesty International. "Setiap kali
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Anda melihat cahaya, tekan alat picunya. Usahakan buat mata Anda
tetap diam."
"Tak masalah."
Namun segera setelah uji jarak pandang dimulai, ia makin tegang
dan telapak tangannya berkeringat. Beberapa kilatan cahaya tampak
jelas, sejelas moncong api di lorong gelap. Yang lain hanya berupa
utas samar, yang sangat jauh ke tepi hingga ia harus bertanya dua
kali pada dirinya sendiri apakah ia memang melihat kilatan itu.
"Jangan hanya menekan picunya," perintah wanita itu.
"Konsentrasi."
Francis berusaha lagi. Sudah lebih dari satu tahun sejak ia tak lagi
dapat menggunakan senjata, dan gerak refleksnya juga tak seperti
dulu lagi. Kawan-kawan latihan menembaknya menelepon tiap
beberapa minggu sekali, bertanya-tanya kapan ia akan kembali ke
tempat latihan di Rodman's Neck. Ia terlambat menekan pemicu
setengah detik, sadar jika dalam tembak-menembak sungguhan ia
mungkin sudah mati.
"Horasho, dokter ingin bicara denganmu." Teknisi itu memencet
tombol untuk mencetak hasil uji tersebut. Ia seolah-olah berkata,
"Horror show," tapi Francis lalu teringat itu adalah kata dalam
bahasa Rusia yang berarti bagus.
"Ya, Anda memperoleh nilai sangat baik dalam uji fiksasi," kata
Dr. Fricdan sambil berjalan menuju mang periksa beberapa menit
kemudian dengan membawa sebuah grafik. Ia seorang pria gemuk
berusia lima puluhan'yang mulai mengalami kebotakan, mengenakan
kaca mata bergagang hitam, mata mengedip-ngedip cepat, dan yang
paling tampak jelas bagi Francis, adalah rambut-rambut yang lupa
dicukur di dekat tenggorokannya.
"Anda sangat baik menjaga mata untuk tetap diam. Teknisi bilang
Anda tak banyak berkedip. Kebanyakan orang akan berkedip atau
mereka akan kekeringan."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Kekeringan sudah pasti bukan masalah saya," Francis berputar di


kursinya, menunggu.
"Meski begitu, masalahnya ada pada hasil positif dan negatif
Anda yang tidak tepat."
"Mengapa?" Bintik-bintik kecil dan bayangan sisa-sisa tes tadi
masih timbul tenggelam di depan matanya.
"Anda memijit target tiga kali pada saat tak ada apa-apa di sana.
Dan Anda melewatkan enam persen kilatan yang memang muncul."
Francis menggosok-gosok kelopak mata dan mengangkat bahu,
seolah hal itu tak penting. "Apa lagi?"
"Ambang zona abu-abu Anda...juga tak baik."
"Jadi, apa artinya?"
Dokter itu menekan buku-buku jari ke bawah rahangnya dan
menyerahkan hasil cetakan komputer itu. "Silakan baca sendiri."
Awalnya, grafik itu tampak seperti lembar kerja matematika anak
kelas tujuh yang tak berbahaya. Serangkaian bintik-bintik berbentuk
kue pai, masing- masing dengan cincin hitam membayangi
sekelilingnya. Berapa persen grafik yang terisi, anak-anak? Tetapi
makin lama Francis menatapnya, makin banyak kata-kata yang
terbaca olehnya seperti garis batas, simpangan pola, dan yang paling
tak menyenangkan, bintik buta. Ia mulai menyadari, bayangan pada
bentuk-bentuk itu lebih mirip serangkaian gerhana matahari daripada
persoalan geometri. Dan, jauh di persendian serta otot-ototnya, ia
mulai merasa sedikit ngeri.
"Apa ini?" Ia menyerahkan kembali lembaran itu.
"Itu menunjukkan kemampuan Anda membedakan gradasi halus
antara terang dan gelap. Dari apa yang Anda katakan, Anda sudah
beberapa lama mengalami kesulitan melihat di malam hari."
"Butuh waktu agak lama bagi mata saya untuk beradaptasi," aku
Francis.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Anda ingin diagnosisnya atau tidak?”


“Untuk itulah saya ke sini.”
“Baik."
Dokter itu menatap tajam, menunggu untuk memastikan jika
Francis mengerti. "Ini adalah penyakit genetik yang memengaruhi
retina di belakang mata Anda..."
"Ya..."
"Penyakit ini melumpuhkan sel-sel fotoreseptor di sepanjang tepi
luar..."
Francis mengangguk-angguk, sesekali mengeluarkan suara
"hmmm" dan "ooh," yang menunjukkan ketertarikan dan
keterkejutan pada waktu-waktu yang tepat, meski bintik-bintik dan
bayangan di depan matanya tetap muncul- muncul seperti kembang
api.
"Penglihatan sentral Anda akan tetap bertahan beberapa lama....”
“Oke."
"Tetapi penglihatan tepi Anda kian menyempit seperti
terowongan." Suara dokter itu makin menjauh, seolah terdengar dari
ujung koridor yang panjang. "Penglihatan malam Anda juga makin
memburuk..."
"Lalu setelah itu?"
Wajah si dokter tampak mengabur, seakan-akan Francis
melihatnya lewat lensa mata ikan. "Saya khawatir kami tak punya
obat untuk ini."
"Jadi, saya akan buta," ia mendengar dirinya mengatakan hal yang
sudah jelas, berpura-pura dirinya tak sedang mengalami peristiwa
roh keluar dari tubuh sekarang ini.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Ya, buta menurut hukum," dokter mengoreksi ucapannya.


"Kebanyakan orang masih bisa melihat sesuatu, bahkan jika hanya
bayangan sekalipun."
Semua benda di ruangan itu mendadak seperti ditarik menjauh
darinya, huruf E besar di puncak grafik menyusut menjadi E kecil.
"Saya menduga, Anda telah menemui spesialis lain tentang hal ini
dalam beberapa.tahun belakangan," ujar dokter itu ramah.
"Saya sudah menduga, memang ada yang tak beres," aku Francis,
berusaha melawan rasa mual. "Tapi saya selalu menganggap hal itu
akan berangsur-angsur hilang."
Hanya bagian terakhir yang bohong. Dalam hatinya, ia selalu tahu
sesuatu sepertinya akan terjadi, bahkan sebelum ia mulai tersandung
benda-benda beberapa tahun terakhir ini. Ia merasakan kegelapan
membayanginya sejak kecil, mengintip di tepian, muncul di sana-
sini. Ia telah berusaha mengabaikannya, mengatakan pada dirinya
sendiri bahwa ia telah berhasil melewati masa-masa kritis dan
kondisi nyaris buta. Tapi, di lubuk hati, ia tahu kondisi buruk itu tak
pernah benar-benar hilang. Kegelapan itu selalu menumpuk dan
menekan di balik pintu, berusaha untuk masuk.
"Jadi, berapa lama lagi sebelum saya buta?"
"Tergantung dari cara pewarisannya." Dr. Friedan membuka
kelopak mata Francis seraya menyorotkan lampu pen ke matanya.
"Beberapa orang dapat terus memfungsikan matanya selama
bertahun-tahun. Kebanyakan butuh bantuan tongkat pada usia empat
puluh. Mungkin tak akan terjadi apa-apa dalam waktu dekat."
"Saya punya paman, seorang deputi inspektur, yang memerlukan
anjing pemandu saat usianya enam puluh."
"Seorang polisi?" Dokter itu membuka kelopak mata Francis
lebih lebar.
"Saudara laki- laki ibu saya."
"Ya, mungkin dari sana Anda mewarisinya."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Francis merasa otot-otot matanya menegang berusaha menutup


diri dari cahaya yang menyoroti tepi korneanya, sinar laser putih
menyilaukan yang makin kuat hingga seperti sebuah jari yang
menusuk ke kantung mata.
"Baiklah, cukup."
Ia panik dan menarik tubuhnya, tak mampu melihat apa-apa
selama beberapa detik. Beginilah kelak rasanya nanti. Tercerabut
dari deretan orang-orang sehat, normal dan mandiri, dan terusir ke
tempat lain. Mereka akan memasanginya sebutan baru; mereka akan
mengasingkan dirinya ke wilayah khusus penderita cacat di
pertandingan bola dan bus-bus; mereka akan membantu
mencarikannya tempat duduk dan mungkin mengulurkan headphone
di bioskop; mereka akan memberinya pamflet dan rekaman untuk
mendengarkan apa yang akan membantunya pada "masa
penyesuaian"; mereka akan membuat hidupnya makin terbatas dan
terbatas hingga ia tak dapat berfungsi lagi.
"Boleh saya tanya apa pekerjaan Anda, Pak. Loughlin?" Dokter
itu memeriksa berkasnya. "Sepertinya di sini tak ada informasi
asuransi."
"Saya bekerja di bidang telemarketing," jawabnya otomatis.
"Benarkah?" Dokter itu memandang tajam dari atas kacamatanya.
"Saya tidak menyangka:”
“Saya punya kemampuan membujuk.”
“Ya, baguslah pekerjaan Anda bukan sopir truk.”
“Mengapa?"
"Hilangnya daya penglihatan malam hari dapat muncul begitu
saja. Hal itu dapat muncul dengan sangat perlahan atau sangat cepat.
Anda harus memonitornya secara hati- hati."
"Anda berkata saya harus berhenti menyetir?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Saya hanya mengatakan bahwa Anda harus mengukur


kemampuan diri sendiri." Dokter menyangga mata kiri Francis untuk
pemeriksaan lebih lengkap. "Di hari- hari tertentu Anda akan melihat
lebih jelas ketimbang hari- hari lain. Tapi saya yakin Anda tak ingin
membahayakan jiwa orang lain atau mendapat kecelakaan akibat
situasi ini."
"Tidak. Tentu saja tidak."
Francis memejamkan kedua mata. Seumur hidup ia selalu menjadi
si Panutan. Orang pertama yang dicari untuk menyerbu sarang
gembong narkotika atau bersaksi di sidang pembunuhan. Biarkan
Francis yang menyelesaikan. Ia pecandu adrenalin. Tapi, kini
inderanya yang lain mulai ikut menghilang. Ujung jarinya mulai
kebas, lidahnya terasa tebal, pendengarannya seperti timah selama
beberapa detik, seperti transistor tua kehilangan sinyal.
"Anda butuh waktu?" Dokter itu menepikan lembar grafik.
"Tidak. Kenapa?"
"Ini situasi yang berat. Kebanyakan orang akan sangat
emosional."
Ia memandang melewati pundak si dokter ke arah poster sayatan
menyilang bola mata, hadiah dari salah satu pabrik obat besar. Dari
samping, gambar itu mirip ikan mas koki dengan lusinan garis
berlabel mencuat keluar darinya. Selaput pelangi, kornea, anterior
chamber, sklera, bulbar sheath, ciliary zonules. Namun makin lama
dia menatap, bentuk itu makin berubah. Bola itu menyinarkan bentuk
oranye yang lebih cerah lalu bergetar dan memburam seperti
matahari yang siap meledak.
Jadi, inilah masa depannya. Satu hari nanti cahaya akan padam
dan dunia benda tak akan pernah lagi dia lihat.
Ia mulai berpikir tentang segala sesuatu yang belum pernah dia
lihat sebelumnya. Bagaimana dengan tur mobil ke Irlandia yang
pernah ia janjikan pada Patti? Giant's Causeway. Kastil-kastil di
Dunluce dan Carrickfergus. Rumah leluhur (konon) di County
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Armagh yang selalu disebut-sebut ayahnya. Apakah kelak ia harus


selalu berada di kursi penumpang?
Lupakan Irlandia. Bagaimana kalau hanya jalan-jalan ke toko cat
di Court Street? Ia harus pergi ke sana sekarang dan melihat roda
warnanya, memeriksa setiap corak sebelum ambang zona kelabunya
makin rendah. Atau, mungkin ia pergi saja ke Belmont, duduk di
bangku, menonton kuda-kuda berpacu. Hanya untuk melihat gerakan
otot di bawah kulit hewan itu, menonton naik turun panggulnya dan
berusaha membekukan setengah detik saat keempat kuku itu
meninggalkan tanah.
Ia teringat pamannya yang menyimak pertandingan Yonkers di
dapur apartemen tua di Perempatan Bronx. Tongkat tersandar di
dinding, membiarkan anjing pemandunya menjilati remah-remah
yang jatuh dari piringnya, selalu berteriak memanggil Francis atau
saudara perempuannya untuk mencarikan rokok meski benda itu
hanya berjarak lima belas sentimeter dari sikunya.
Aku tak mau seperti itu, pikir Francis. Lebih baik kumakan
pistolku. Ia tak akan mengatakan kepada siapa pun, setidaknya untuk
sekarang. Dengan enam bulan sebelum promosi menjadi Detektif
Kelas Satu dan bonus lima ribu dolar setahun untuk pensiunnya?
Persetan dengan kursus Braille dan audiobook. Persetan anjing
pemandu dan tongkat logam itu. Persetan bertanya pada orang asing
untuk membantu menyeberang jalan. Ia baik-baik saja. Daya
fiksasinya masih baik.
"Saya akan baik-baik saja," ujarnya.
"Benarkah?"
"Tentu. Saya sudah terbiasa mendengar kabar buruk dalam
menjalani pekerjaan."
"Begitukah?" Dokter itu melengkungkan alis. "Telemarketing
pasti lebih berat daripada yang saya duga."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"DAHULU KALA , di negeri antah berantah..."


Hoolian berbaring seperti jam mati di sofa cokelat butut milik
sepupunya, Jessica, sebentar-sebentar mengedut tak sadar, sementara
TV meraung dan sekelompok anak gadis kecil bermain baju-bajuan
di sekelilingnya.
"Saya, Aku, sang penguasa kegelapan pengubah wujud,
melepaskan kejahatan tak terperi.... "
Ia membuka mata dan dilihatnya setan berwujud kartun di layar
TV dengan kepala garpu dan bibir hijau, lalu setengah tertidur
kembali selama beberapa detik sementara narator berkisah tentang
seorang kesatria muda pemberani yang maju dengan pedang ajaib
untuk menantangnya.
Saat separo terjaga, ia melihat dirinya sebagai si samurai muda
dengan pedang, di tangga menuju ruang pengadilan memakai jubah
putih, rambutnya digelung di belakang dengan sumpit, pedangnya
melengkung dan berkilat-kilat saat ia ayun-ayunkan ke arah musuh-
musuh dari segala penjuru.
"Kini si PANDIR ingin kembali ke masa lalu... "
Ia mengayunkan pedang lagi dan kerumunan itu menahan napas
dan menyingkir, dan tampaklah seorang gadis terbujur di
hadapannya, tercekik dan memperlihatkan luka sayatan di
tenggorokan. Jantungnya menciut saat ia melihat ayahnya di
belakang gadis itu, memangku kepalanya dan berbisik dalam bahasa
Spanyol, berusaha menenangkan. Lo siento, muchacha. Lo siento.
Ia mendadak duduk dan menemukan seorang gadis kecil berwajah
boneka pucat dan rambut hitam kusut menatapnya, melambai-
lambaikan sebuah gagang di depan wajahnya.
"Maukah kau membantuku?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Ia menggosok-gosok mata, berusaha tersadar sepenuhnya, rasa


kantuk masih terasa perih di sudut matanya. Sudah hampir pukul
empat pagi saat ia akhirnya berhasil menghubungi Jessica di telepon,
yang baru saja pulang dari klub, dan berjalan menuju apartemennya.
Bahkan di waktu selarut itu, ia menyadari ada sesuatu yang tak
beres. Cuaca terlalu panas dan tak ada apa-apa di kulkas kecuali satu
karton jus jeruk Tropicana, beberapa wadah masakan Cina, dan
setengah galon susu yang sudah tiga hari lewat dari tanggal
kedaluwarsa. Lima orang tinggal di sana berbagi satu kamar tidur
sesak, dengan dinding berjamur, cermin pecah dan kursi toilet yang
retak-retak. Sebelum menunjukkan sofa pada Hoolian, Jessica
memberitahunya agar jangan ribut karena ia memiliki tiga "bayi,"
yang membutuhkan tidur. Tetapi kini setelah melihat berkeliling, ia
juga tahu bahwa sepupunya itu juga memiliki barang-barang
modern: TV layar lebar, sebuah Playstation 2, dan stereo high-tech
dengan lampu merah kecil yang berubah dari piramida menjadi garis
datar seiring irama.
"Aku tak bisa mencapai belakangnya." Gadis itu melambai-
lambaikan benda yang kemudian ia kenali sebagai sisir di depan
wajahnya. "Tolong sisirkan untukku."
Hoolian menutupi tubuhnya dengan selimut dan melihat jam di
atas TV sudah menunjukkan hampir pukul delapan. Mengapa anak-
anak ini tidak pergi ke sekolah?
"Ayolah!” Gadis itu menyorongkan sisir itu padanya dengan tidak
sabar, usianya baru enam tahun dan terbiasa meminta perhatian.
Ia ragu-ragu, tak yakin dirinya dapat mempercayai dirinya sendiri.
"Cepatlah!"
Ia mengambil sisir itu dan dilihatnya gadis itu berputar seperti
seorang diva meminta penata gaya agar membuatnya terlihat cantik.
Gumpalan rumput laut kusut berkilauan berada di depan matanya.
Rasanya salah merusak keadaan itu, ikut campur dengan semarak
alami liar yang memikatnya.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Kau kenapa?" Gadis kecil itu melirik dari balik bahunya. "Kau
bodoh?"
Dengan lembut Hoolian meletakkan sisir itu ke belakang kepala si
gadis dan perlahan- lahan menyapukannya ke bawah, sadar tak
pernah melakukan hal ini sebelumnya.
"Lebih keras lagi," paksa gadis kecil itu.
Hoolian celingak-celinguk, berharap Jessica atau pacarnya, si
"Eksklusif akan keluar kamar dan mengambil alih pekerjaan ini.
Tapi pintu kamar mereka masih tertutup dan dua gadis kecil lainnya
bermain baju-bajuan, mengabaikan mereka dan bergerak-gerak
seperti jago disko.
Hoolian menarik sikat di antara helai- helai rambut gelap itu,
menyadari anak ini sudah cukup lama tak mencuci rambut.
"Aw! Terlalu keras!"
Ia memajukan badan, berkonsentrasi, menahan tubuh si anak
dengan satu tangan di atas tempurung kepala kecilnya yang rapuh,
perlahan- lahan menyapukan sisir sikat itu ke bagian rambut yang
lain, karena yang paling kusut sudah selesai.
"Nah, sekarang kau sudah bisa!"
Hoolian menemukan iramanya, mulai terbiasa dengan luncuran
jemarinya. Payah, di sinilah aku sekarang, menyikat rambut anak
kecil. Tanpa merasa segan-segan, anak itu duduk di atas lututnya.
Hoolian meraih selimut untuk menutupi badannya, khawatir
sentuhan halus tubuh yang hangat akan membuatnya ereksi.
Tentu saja, kemudian pintu kamar terbuka dan si Eksklusif keluar,
pria berpantat menonjol dengan rambut dikepang kecil-kecil dan
badan seperti jari tengah yang tak terpasang baik, menggaruk-garuk
selangkangannya yang memakai Jockeys gaya bikini warna beige.
Hoolian sudah separo menduga, pria itu memakai heroin, dengan
peralatan yang tergeletak sembarangan. Ia menatap Hoolian dan
gadis kecil di pangkuannya dengan sorot mata keledai sambil
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

melangkah menuju dapur, mengambil jus jeruk dari kulkas, dan


langsung minum dari karton. Jelas sekali bukan tipe orang yang
disukai Hoolian. Pria itu meninggalkan karton di meja dapur dan
berjalan melewati mereka berdua, tangannya di belakang sekarang,
menggaruk-garuk pantat sambil menyeka mulut.
"Itu ayahmu?" tanya Hoolian, menyentuh gadis di pangkuannya.
"Bukan, Eksklusif milik adik bayiku. Tapi ia cemburuan."
Beberapa menit kemudian Jessica muncul, dengan mata
mengantuk memakai T-shirt bertuliskan "Tiipac 4 ever", celana
dalam merah muda, dan cat kuku cokelat.
Ia memberi isyarat pada Hoolian untuk ikut ke dapur dan
menunduk menatap lantai. "Sepertinya kau tak bisa tinggal di sini
malam ini."
"Kenapa!" Ia melihat gadis kecil yang rambutnya ia sisir tadi
mengintip dari balik kulkas.
"Kau tahulah." Jessica mengepit ibu jari kakinya di antara dua
jemari kaki lain. "Pacarku tak ingin kau dekat-dekat anak-anak saat
ini."
"Kau membelaku, kan?"
"Ia sangat protektif." Ia melihat sekilas ke arah pintu kamar, dan
si Eksklusif muncul kembali. "Ia tak suka pria lain menyentuh anak-
anakku."
Hoolian menatap bolak-balik mereka berdua, berusaha menebak
siapa yang memegang kekuasaan di sini. "Tapi, ibumu dan ibuku
bersaudara. Bagaimana tentang la familia?"
"Aku minta maaf." Jessica menengadah dengan mata sedih.
"Tolong jangan membenciku karena ini."
"Jangan membencimu? Kau sepupuku dan kau mengusirku ke
jalan. Maumu aku bagaimana, berterima kasih?"
"Yo, man." Eksklusif datang ke dapur. "Ada masalah apa?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Tidak ada masalah. Aku hanya bicara dengan sepupuku.”


“Ia memintamu pergi. Jadi, kenapa kau tak angkat kaki saja?"
"Kenapa kau tak urus saja dirimu sendiri?" Hoolian mengepalkan
tangan. "Hah?"
Dilihatnya Eksklusif terpaku dan melirik ke belakang ke arah
kamar tidur, seolah ia meletakkan keberaniannya di sana.
Pandangan sepupunya yang ikut menengok ke kamar tidur
mencuatkan perasaan tak beres yang memberi tahu Hoolian bahwa
mungkin ada sepucuk pistol di bawah ranjang.
"Oh, lupakan sajalah, man," Hoolian melambai dengan jijik.
"Kalian tak cukup berharga untuk membuatku kena masalah."
Ia kembali ke sofa dan mulai memasukkan pakaian ke tas
besarnya, sadar gadis kecil itu masih mengikutinya, seakan-akan
kulitnya sedang meleleh, memperlihatkan monster memalukan yang
gemetar di baliknya, tertutupi oleh luka-luka yang mengucur dan
bisul-bisul yang pecah.
"Yo, lagi pula aku tak tahu apa yang kau harapkan," kata Jessica.
"Kau mungkin la familia, tapi aku bahkan tak kenal dirimu."

DAFTAR MENU di kedai kopi itu lebih panjang ketimbang novel


War and Peace karya Leo Tolstoy, dan Francis mulai merasa lelah
menyimak setiap halaman dengan kolom-kolom kecil menu harian
spesial, soups du jour, panekuk sarapan, makan siang bungkus, roti
lapis tiga tumpuk, pencuci mulut ala Yunani, dan kudapan Meksiko.
Ya ampun, mereka benar-benar serius membuat daftar ini! Beberapa
tahun lagi ia mungkin butuh seseorang untuk membacakan semua
ini. Ia menutup buku berlapis kulit itu dengan enggan dan melirik
pelayan.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Berikan saja dua telur orak-arik dengan sepotong daging goreng,


dan secangkir kopi," ujar Francis, menentang peringatan Dr. Friedan
tentang efek makanan terhadap penyakitnya. "Dan, aku minta muffin
Inggris dengan mentega di atasnya."
Di seberang meja, Paul Raedo, asisten Jaksa Wilayah Manhattan,
memesan sepiring wortel mentah dan secangkir teh Lipton dengan
madu dan gula yang berlimpah.
"Dan, mereka bilang aku orang aneh," gerutu Francis.
Paul, yang meminta Francis sarapan bersamanya di dekat City
Hall, adalah tanda seru berwujud manusia, peluru kendali ramping
dengan setelan Brooks Brothers. Francis terkadang merasa sedikit
tak nyaman saat berdiskusi mengenai kasus dengannya di kantor,
karena Paul kadang tiba-tiba suka meloncat-loncat seperti anak
hiperaktif, rambutnya yang dipotong pendek mencuat seperti ratusan
ujung kuku kecil menembus tempurung kepala, suspender hitam
mencengkeram pundaknya seperti borgol. Tapi, ia cukup oke untuk
berada di sampingnya dalam barikade, selalu siap mengambil
tanggung jawab, setuju bicara tawar-menawar pembelaan hanya
setelah ia menunjukkan gerbang neraka pada si terdakwa. Lebih dari
sekali Francis menolak ikut Pertandingan Poker Pembantaian Selasa
Malam milik Paul yang terkenal itu, beranggapan bahwa setelah hari
panjang dan brutal di bagian pembunuhan, hal terakhir yang ia
butuhkan adalah uangnya tetap aman.
"Bagaimana keadaan anak-anak?" tanya Paul, menutup daftar
menu bersampul kulit dengan suara pfft bisu dan menyodorkannya
pada pelayan seperti berkas rahasia.
"Ah, kau tahulah, saling bersaing untuk melihat siapa yang bisa
lebih dulu membuat ayahnya kena serangan jantung."
Francis agak khawatir dengan orang-orang tak berkeluarga yang
bertanya terlalu banyak tentang anak-anaknya, menganggap mereka
punya agenda tersendiri. Dengan para wanita, hal itu hanya kadang-
kadang disentil di balik senyum, seperti penembak jitu di belakang
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

bayangan. Namun dengan para lelaki yang bukan kawan dekat, itu
lebih seperti manipulasi terang-terangan, sebuah upaya mencuri hati
untuk meminta kompensasi.
"Bukankah kau punya seorang putra yang menjadi tentara?"
kerling Paul.
"Baru saja dikirim ke Korea," jawab Francis sambil menggerutu,
berusaha mengabaikan pikiran yang membuat perutnya terasa
disusupi air es. "Putriku yang mewarisi otak ibunya.
Belajar genetika di Smith. Katanya ia ingin membuktikan mata
rantai yang hilang dari ayahnya."
Seringai nakal tersungging di wajah Paul. Lelaki itu tak mengerti
apa-apa. Ia belum pernah berniat menikah. Pacar-pacarnya tampak
hanya datang dan pergi tiap enam bulan. Alih-alih menyiapkan
pernikahan, kebanyakan waktu luangnya dihabiskan untuk
merencanakan liburan olahraga ekstrem. Sementara orang lain
menaruh foto-foto keluarga di kantor, ia memilih memajang foto-
foto saat bersepeda melintasi Rusia, paralayang di Yucatan, dan
bodysurfing di Maui. Dan, untuk alasan yang tak pernah ia jelaskan
pada Francis, sebuah rudal harpoon menggantung di dinding, di
seberang potret Jenderal George Armstrong Custer dengan seragam
tentara Union-nya.
"Jadi, ada apa, Paul?" katanya, ingin fokus pada hal lain selain
kesehatan atau putranya sejenak.
"Kurasa kau sudah dengar tentang Julian Vega."
"Ada apa dengannya?"
"Ya, kau tahu ia telah bertahun-tahun mengirim surat dari penjara,
mengungkit tentang keterangan saksi dan apakah pengacaranya
kompeten..."
Sejak meninggalkan ruang kerja dokter tadi pagi, Francis sudah
menyiapkan berbagai topik untuk mengalihkan pembicaraan, seperti
berita TV kabel, tetapi kini semua mendadak hilang.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Mungkin aku pernah dengar dari seseorang," jawabnya.


"Hakim Santiago mengizinkan dengar pendapat di Rikers
kemarin. Dan setelah mendengarkan semua argumen Julian tentang
isu kompetensi, ia memutuskan untuk mengabulkan mosi itu dan
membatalkan dakwaan."
Pelayan datang membawa kopi pesanan.
"Mana pemanis Sweet 'n Lcw-nya?" ujar Francis, menoleh ke
sana-kemari. "Bukankah restoran seharusnya selalu menyediakan
Sweet 'n Low di meja?"
Tiba-tiba saja, penting sekali baginya semua hal berada di tempat
yang tepat.
"Tepat di sebelahmu, Francis." Paul menunjuk tepi meja, tepat di
luar bidang pandangnya. "Dengar, memang sudah pasti kau akan
jengkel."
"Yang benar saja, Paulie." Ia mengambil bungkusan merah muda.
"Kenapa tak seorang pun yang berpikir untuk memberitahuku lebih
awal?"
"Apa yang akan kau katakan di sidang dengar pendapat itu?
Masalah ini tak ada hubungannya denganmu. Hampir semua yang
dibela Ralph Figueroa ingin kasusnya dibuka kembali, karena ia
bajingan bejat pecandu obat yang tak pernah mengatakan pada klien
bahwa mereka punya hak untuk membela diri. Mereka telah
menjatuhkan empat kasusnya dalam tiga bulan terakhir ini."
"Dan, tak pernahkah terpikir olehmu bahwa aku mungkin
keberatan dengan hal ini? Apa kau lupa kejadian di Auburn beberapa
tahun lalu?"
"Hakim diyakinkan bahwa itu murni kecelakaan. Aku menaruh
catatan tentang hal itu dalam berkas kasus."
"Sebuah kecelakaan?" Francis menyobek bungkusan itu dan
menuangkan sakarin di atas permukaan hitam yang mengilat.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Keparat kecil itu berusaha memukulku di lorong. Untung penjaga


ikut melerai, karena aku sudah siap menghajarnya."
Pintar sekali kau bicara, Helen Keller. Saat itu, Francis sama
sekali tidak siap. Terburu-buru berjalan di lorong dalam sebuah
kunjungan untuk menemui calon Kepala Inspektur saat ia mendengar
suara di luar ruang makan, memanggil, "Hey, embustero." Ia tak
melihat Hoolian melangkah keluar dari barisan dan menyergapnya
hingga hampir terlambat. Lagi pula ia tak akan mengenali anak itu,
setelah bertahun-tahun tak berjumpa.
"Mestinya aku punya kesempatan bersaksi tentang kasus itu
dalam dengar pendapat," omel Francis, menyadari semua itu
mestinya merupakan pertanda awal.
"Hakim berketetapan bahwa Hoolian sudah dihukum enam puluh
hari dikucilkan gara- gara tindakan tersebut dan itu sudah cukup
baginya." Paul mengangkat telapak tangan saat pelayan datang
membawakan teh dan wortel mentahnya. "Tak ada kontak fisik. Jadi
aku tak tahu apa lagi yang kau harapkan."
"Jadi, begitu saja? Ia sudah bebas? Mungkin orang kantor
mentraktirnya sarapan juga?"
"Ayolah, Francis, jangan begitu."
"Jangan begitu apa?"
Pelayan itu meletakkan telur dan daging goreng pesanannya.
"Jangan ingatkan kau? Itu yang ingin kau katakan?”
“Bukan..."
"Memangnya kau ingat kasus ini? Kau sudah mengecek
berkasnya lagi?"
"Ya, aku sudah memeriksa berkasnya, Francis." Paul mengambil
wortel dan menggigitnya separo.
"Jadi, tentu kau ingat tentang anak dan botol itu?"
"Apa?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Anak dengan botol susu terkutuk terikat mengelilingi lehernya."


Paul berhenti mengunyah dan menggeser wortel setengah hancur
dari satu sisi mulutnya ke sisi yang lain. "Apa yang kau bicarakan?"
"Kau tak ingat?"
"Tolong jelaskan."
Francis melirik sekeliling restoran, sadar dirinya menoleh terlalu
lebar dari lazimnya untuk melihat jika ada yang mendengarkan.
"Kau ingat gadis itu bekerja di Bellevue, kan?" ia merendahkan
suara.
"Ya. Ia bekerja di ruang gawat darurat bagian anak-anak."
"Benar. Persis. Nah, tepat sebelum libur Natal sebelum ia
meninggal, guru kelas tiga dari salah satu sekolah sok elit di kota
pergi ke ruang gawat darurat bersama anak lelaki berusia delapan
tahun. Ayahnya seorang pengacara terkenal di sebuah firma
terhormat. Tapi guru itu tahu ada sesuatu yang tak beres, karena anak
itu menderita lebam- lebam di kedua lengan dan nyeri hebat di perut
setiap hari. Allison mulai memeriksa anak itu dan mendapati bahwa
anak itu mempunyai benjolan besar di bawah kausnya. Dan ketika
diangkat, ternyata ada botol bayi terikat di sekeliling lehernya."
"Aku masih tak ingat," Paul menghisap gerahamnya.
"Jadi Allison melakukan pekerjaannya, seperti halnya kita akan
bertindak dalam situasi seperti itu," kata Francis. "Ia bicara empat
mata dengan anak itu. Ia bicara padanya, mencurahkan perhatian. Ia
bermain Monopoli dengannya. Ia berhasil mendapatkan kepercayaan
anak itu. Dan, kemudian ia mengetahui bahwa ayah si anak, Tuan
Korporat Hebat Tahi Kuda, mengatakan anak itu bertingkah seperti
bayi. Menangis dan mengompol di ranjang. Jadi, jika bertingkah
seperti bayi lagi, ia harus memakai botol bayi ke sekolah. Anak kelas
tiga SD, Paulie. Bayangkan."
Francis mengaduk kopinya lagi, tak ingin mengambil risiko
meminta susu karena bisa saja wadah susu tepat di sebelahnya.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Semua perawat berada di luar ruangan ketika Allison berusaha


mengambil botol itu darinya. Anak malang itu histeris, memohon
padanya, ‘Tolong, tolong, jangan—jangan—Ayah akan sangat
marah. Tolong jangan membuatku melepasnya.' Hati mereka hancur.
Padahal mereka perempuan-perempuan tegar. Mereka sudah pernah
melihat hal- hal buruk. Mereka membuatmu terlihat seperti gadis
paduan suara."
"Francis, ayolah..."
"Allison lalu menghubungi si ayah dan mengomelinya. Gadis
baik-baik ini, yang ibunya menulis buku anak-anak. 'Kau, bajingan
keparat, aku akan menghubungi petugas sosial, aku akan
menghubungi Biro Kesejahteraan Anak dan melaporkanmu...'
Dengan seorang perawat Jamaika menyemangati di belakangnya."
"Ia berhasil memenjarakan orang itu?"
"Lelaki itu hanya dikenai keterangan." Francis mengaduk
kopinya. "Bajingan. Dan, ya, aku mencurigainya sebagai
pembunuhnya saat itu. Tapi terkutuk itu sedang berada di Gstaad
bersama pacarnya."
"Itu sudah lama sekali, Francis. Seperti dari Abad Kegelapan.
Semua hal kini berbeda."
"Gadis itu salah seorang dari kita." Francis menatap, penglihatan
sentralnya masih berfungsi. "Ia orang baik."
"Hey, Francis. Jangan membuatku menjadi orang jahat. Ini
masalah rumit. Orang ini dikurung saat berusia tujuh belas dan
keluar setelah tiga puluh tujuh tahun. Banyak orang akan bilang kita
telah berhasil."
"Dan Allison akan berusia empat puluh enam..."
"Oke, oke." Paul menaruh wortelnya. "Tak ada yang mengatakan
kita menyerah. Ini kejahatan keji. Tak diragukan lagi. Orang-orang
masih ingat. Bukan tugas kita membiarkan pembunuh bebas sebelum
hukuman mereka selesai."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Terutama jika ada yang berniat menjadi hakim."


"Itu tuduhan murahan, Francis." Rambut-rambut menegang di
kulit kepala Paul. "Kau tahu itu."
"Jadi ternyata itu benar."
Tentu saja, Francis juga sudah mendengar gosip itu. Setelah
bertahun-tahun, orang seperti Paul tak hanya duduk-duduk
menunggu Jaksa Wilayah pensiun atau wafat. Mereka terus menaruh
ambisi dan bahkan berpolitik. Wajar saja jika Paul ingin menjadi
hakim. Ia tak punya sifat atau kemampuan sosial yang cocok di
sektor swasta—tak ada istri untuk menenangkan ketegangan dan
menyajikan ilusi akan pesona pesta perusahaan. Di kursi hakim, ia
akan lebih bersinar dan bebas membantah tanpa ada perlawanan,
memuaskan balas dendam dengan baik di tahun-tahun senjanya.
"Jadi dari mana kita memulai?"
"Secara resmi belum ada keputusan dibuat," Paul menuangkan air
panas ke dalam cangkir teh. "Kita punya pilihan meneruskan
dakwaan seolah-olah ini masih 1983 atau tak mengambil tindakan
sama sekali. Tapi ada hal lain yang ingin kubicarakan denganmu.”
“Apa itu?"
"Debbie Aaron menjadi pengacara Hoolian.”
“Kau bercanda?"
"Maunya begitu. Hoolian pasti sudah menyusuri separo pengacara
di New York sebelum akhirnya pergi padanya”
“Debbie A, si keparat itu."
Ia mendorong telurnya yang tiba-tiba berbau tidak enak,
merenungi lingkaran bekas piring di atas meja.
"Kau kenal dengannya saat ia mengerjakan kasus narkotika di
kantor kita, kan?" Paul mengambil kantung teh dari cangkir dengan
sendok.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Yeah, kami memanggilnya 'A keparat' karena ia selalu berusaha


menggoyahkan kesaksian sebelum kami bersaksi di pengadilan."
Bagaimana kau tahu ia membawa senjata, Detektif? Apakah kau
benar-benar melihat uang yang beralih tangan? Mengapa kau tak
menemukan narkotika lebih banyak di apartemennya? Selama tiga
detik pertama, pikirnya, ia agak tertarik pada wanita itu. Ia senang
pada wanita yang dapat menonjolkan kehebatannya. Tapi ia
kemudian sadar wanita ini hanya akan membuat jengkel dengan
tuntutannya yang galak akan kejujuran dan meremehkan
kompromi— mereka akan seperti dua gergaji listrik yang bertarung.
"Kita harus berjalan dengan hati- hati." Paul melingkarkan benang
di sekeliling kantung tehnya. "Entah apa kau mendengarnya atau
tidak, tapi Debbie sudah mengajukan gugatan pada pihak kepolisian
atas sebuah dakwaan keji."
"Tentang masalah dengan Marty Delblanco di satuan dua-delapan
itu?"
Francis pernah mendapat masalah sulit terkait gosip di
departemennya. Seorang pecandu yang dikurung di Harlem karena
memerkosa dan membunuh seorang nenek berusia delapan puluh
tahun baru-baru ini dibebaskan setelah lima belas tahun berkat bukti
DNA dan penarikan kembali pernyataan saksi. Dan sekarang Debbie
A, menuntut atas namanya, dengan tuduhan bahwa detektif yang
menangani telah memukulinya agar ia memberi pengakuan lengkap.
Marty adalah detektif itu. Yang mengejutkan semua orang, bukan
hanya karena kepolisian dan pemerintah kota disebut-sebut dalam
tuntutan 3,2 juta dolar itu, namun Marty juga dikenai gugatan secara
pribadi sebesar 750 ribu dolar.
"Menurut gosip, Debbie berlaku keras pada polisi karena pernah
menikah dengan detektif di satuan sembilan-nol yang suka
memukulinya," jelas Paul. "Mereka kini sudah berpisah. Ia
memenjarakan suaminya dengan delik kekerasan rumah tangga."
"Apakah Marty membayar tuntutan itu?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Ganti rugi masih tanda tanya. Ia mestinya memperlakukan anak


itu dengan baik agar mendapatkan pernyataannya. Tidak jelas
apakah ada orang lain yang mesti bertanggung jawab untuk hal
tersebut."
Francis melekatkan lidahnya ke langit- langit mulut. "Brengsek,
kau tak akan cemas oleh kasus ini, kan?"
Paul meremas sisa-sisa kantung teh. "Kita harus bersatu, Francis."
"Apa maksudmu? Aku tak pernah memanipulasi Hoolian. Ia
menempatkan dirinya sendiri di tempat kejadian."
Paul merendahkan suara. "Ayolah, Francis. Kita semua tahu
penyelidikan itu tak pernah sempurna."
"Apa maksud perkataanmu itu?"
Paul menaruh sendok dan kantung teh di sisi cawan, membiarkan
keheningan berbicara sendiri.
"Kau juga tahu bahwa kau sendiri tidak sempurna, Yang Mulia.
Aku tak pernah dengar Asosiasi Pengacara Amerika memberi pujian
atas caramu menangani beberapa penyelidikan awal."
Paul melekukkan tangannya ke belakang kepala tanpa sadar. "Ya,
anggap saja ada beberapa hal yang mungkin sebenarnya bisa kita
lakukan secara berbeda?"
Francis melempar tisu. "Tentu, kenapa tidak? Anggap saja semua
ini hanya uji coba agar kita melakukan hal yang benar lain kali."
"Senang kau menganggap hal ini lucu."
"Jadi, apa yang ingin kau lakukan?"
"Kurasa kita harus di pihak yang menganggap bahwa dakwaan itu
masih berlaku dan penyelidikan masih berlangsung," kata Paul,
meniru kerut alis bijak dan dagu berwibawa orang yang bekerja di
kantor pelayanan publik. "Tak ada dari mosi empat-empat puluh
yang berkontradiksi dengan fakta-fakta yang mendasari kasus itu.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Jika Debbie A ingin melawan kita, ia harus membuktikan adanya


unsur kesengajaan untuk mengabaikan bukti spesifik."
"Benar," kata Francis. Uraian itu mulai merayapi kepalanya lagi.
"Dan ia akan kesulitan membuktikan hal itu. Sudah dua puluh
tahun berlalu. Aku tak tahu ke mana ia akan mencari saksi..."
Arroyo. Hernandez. Francis sudah lebih dulu menceburkan diri
dalam putaran arus, berusaha mengingat nama-nama yang muncul
dalam penyelidikan awal. Ia teringat dirinya masih menyimpan
buku-buku catatan lama di rumah.
"Francis...," sela Paul.
"Apa?"
Paul memajukan badan di meja, memandang tajam dari topeng
ilmu hukum, sekali lagi. "Kita yakin kita menangkap orang yang
tepat, bukan?"
"Julian Vega membunuhnya," ujar Francis tegas. "Pintu depan
gedung itu dikunci setelah tengah malam. Tak ada orang lain yang
dapat masuk ke apartemennya kecuali mereka punya kunci, seperti
ia. Sidik jarinya ditemukan pada senjata pembunuh. Tak ada orang
yang terlihat pergi. Darah gadis itu menciprati peralatan
tukangnya..."
Tapi, ia menyadari ada semacam kedangkalan pada litani—doa
yang diungkapkan sambut-menyambut pada upacara kebaktian—itu
kini, setelah lama waktu berlalu, seperti doa penganut agnostik.
"Apakah sudah memberi tahu keluarganya, tentang apa yang
terjadi?"
"Aku sudah menelepon untuk mencari jejak mereka melalui
Pelayanan Korban," kata Paul samar. "Tapi nomor telepon terakhir
yang kuhubungi sudah dicabut. Mereka banyak berpindah-pindah
sejak 1983."
"Jadi, Hoolian keluar dan mereka masih belum mengetahuinya?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Pauf terlihat malu, mengingatkan Francis bahwa bahkan orang


paling matematis di dunia pun terkadang tak bisa mengerjakan soal
matematika dasar.
"Bagaimana kalau mereka lebih dulu membacanya di surat
kabar?"
"Aku berharap kau bisa bicara pada mereka, Francis." Kedua
alisnya naik.. "Kita ingin mereka ada di pihak kita. Kita tak ingin
mereka menjelek-jelekkan kita di hadapan media saat kita
mengerjakan kasus ini kembali. Kita tak ingin terlihat bodoh."
"Lalu kenapa kau tak melakukan sesuatu saat dengar pendapat?"
"Aku tak menyangka kita akan kalah."
Francis menyimak pandangan Paul yang benar-benar bingung,
heran luar biasa bahwa orang akan mempertimbangkan serangkaian
fakta yang sama dengan yang ia miliki dan mengambil keputusan
berbeda. Dan saat itu juga, ia melihat kekuatan dan kelemahan
seorang pria. Kepastian mutlak akan budinya sendiri yang telah
menjadikan Paul sebagai jaksa sukses dan nyaris tak pernah gagal di
setiap hubungan sosial.
"Baiklah, aku akan menemui mereka," kata Francis. "Tapi kau
berutang banyak padaku, Hakim."
"Francis, takakankulupakan kebaikanmu."
"Tolong panggilkan saja pelayan," katanya, setelah yakin bahwa
memang tak ada susu di meja. "Kopi ini terlalu keras."

HOOLIAN MENGUSAP matanya yang lelah, mempelajari peta kereta


api, dan akhirnya menemukan rute dari Coney Island menuju kantor
pengacaranya. Kerabatnya sendiri mengusir seolah ia seekor anjing
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

buduk. Ia meraba medali Santo Christopher dari ayahnya.. Berharap


minimal ia sempat mandi dulu sebelum pergi. Rasanya ia masih bisa
mencium bau penjara di kulitnya.
Kereta melintasi sebuah tanah pekuburan, barisan nisan rendah
mengusam seperti gigi- gigi perokok akibat polusi. Tanah orang
mati. Anda berangkat dari tanah orang mati. Tolong siapkan paspor.
Kantor pengacaranya berada di atas Kinko's di Astor Place di
Manhattan. Lalu- lintas riuh di sekeliling patung kubus raksasa hitam
yang tampak susah-payah menyeimbangkan dirinya sendiri di satu
sudut. Tergesa-gesa pergi ke mana orang-orang ini? Metabolismenya
masih mengikuti kala di penjara: waspada, menahan diri, peka
terhadap perubahan.
Di ruang tunggu, duduk seorang pria yang tampak bingung,
mengenakan topi mandi karet putih wanita. Ia mengangguk ramah,
bak kawan lama Hoolian. Di sebelahnya, seorang perempuan mungil
dan kurus berusaha mengendalikan tiga anak-anaknya yang liar yang
tengah bergoyang-goyang di atas karpet cokelat, dan seorang kakak
dengan kaki sebesar sansak sedang bicara sendiri mengenai
kumpulan CD untuk sebuah pesta. Butuh beberapa saat bagi Hoolian
untuk menyadari bahwa si sulung itu memakai headset di balik topi
bisbolnya.
Sang sekretaris sungguh tak peduli pada mereka semua. Ia
seorang gadis kulit putih gemuk dengan cat kuku biru dan rambut
Rastafarian, meminta sejumlah penelepon untuk menunggu. Teka-
teki silang koran New York Times yang baru separo terisi tergeletak
di sebelah keyboard komputernya.
Hoolian berdiri di hadapannya, berusaha menarik perhatian gadis
itu dan menyadari sekali lagi bahwa ia telah menatap terlalu lama—
seperti pada gadis Kawat Duri kemarin malam. Berapa lama
memangnya seseorang boleh menatap? Mungkin ada aturannya. Ia
menahan tatapan selama dua ketukan lalu mulai berbalik.
"Ya?" gadis itu menengadah.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Julian Vega bermaksud bertemu Ibu Aaron."


"Oh, Julian, mari masuk." Deborah Aaron menyembul keluar dari
belakang pintu kayu. "Aku sudah menunggumu."
Hoolian menoleh pada orang-orang yang telah menunggu lebih
lama, setengah berpikir mestinya ia meminta maaf karena
memotong, tetapi lalu berpikir, persetan. Mereka akan melakukan
hal yang sama dengannya.
Ia melangkah masuk ke dalam kantor, menutup pintu di
belakangnya selagi Nona A mengulurkan tangan. "Selamat."
Sentakan kecil dari pergelangan tangan wanita itu membuatnya
membusung. Ia menyodorkan pipi untuk bercium pipi, tetapi Hoolian
menoleh ke sisi yang salah dan malah menyapu bibir wanita itu.
"Uh, terima kasih." Hoolian menangkap aroma bunga lilac di
kulitnya.
"Silakan duduk."
Apakah sebuah ciuman mengandung makna seorang wanita
menyukaimu ataukah itu sikap sopan saja? Dengan hati- hati ia duduk
di kursi di depan meja wanita itu, dengan hati- hati menaruh tas
besarnya di pangkuan. Kawan-kawan penghuni penjara
mengganggunya saat pengacara ini berkunjung ke penjara, seorang
wanita New York tangguh berwajah boneka porselen yang bicara
terlalu cepat dan selalu terdengar seperti terengah-engah. Mereka
menceritakan kisah para narapidana yang melakukan hal- hal buruk
kepada pengacara wanitanya di ruang jenguk saat penjaga melihat ke
arah lain dan anak-anak memasukkan koin dua puluh lima sen, satu
persatu ke dalam mesin kudapan.
Tapi Hoolian tak akan mengambil risiko semacam itu saat masih
berada di kurungan. Wanita ini telah mengemudi 150 mil ke utara
dalam hujan deras untuk bertemu dengannya, menangani kasus tanpa
dibayar setelah ia ditolak setengah lusin pengacara lain selama
bertahun-tahun. Wanita itu telah membaca surat-surat yang mati-
matian ia kirimkan—kadang empat atau lima surat sehari—yang
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

mengungkit isu Amandemen Keempat dan menggarisbawahi


kelalaian dalam catatan pengadilan. Debbie menanggapi perkara itu
dengan serius saat Hoolian mengaku telah dijebak dan menulis pada
Paul Raedo di kantor Jaksa Wilayah secara terus-menerus untuk
meminta DNA-nya diuji tanpa pernah menerima jawaban. Wajar saja
dirinya sedikit jatuh cinta pada wanita itu—ia hampir tak tidur
malam sebelum jadwal kunjungan wanita itu, mencari tahu kutipan
dan aturan barang bukti dari perpustakaan hukum untuk membuat
pengacara tersebut terkesan, dan jantung Hoolian melompat saat
mendengar ketukan sepatunya yang efisien di lantai batu dingin.
Namun kini berbeda. Tak ada petugas yang mengawasi mereka
dari jendela kecil di pintu. Ia merasakan setitik pelembab bibir
wanita itu di sudut mulutnya. Dalam cahaya kantor yang lebih
terang—sedikit lebih sempit dan sesak oleh buku yang lebih dari
dugaannya—ia bisa melihat penampilan Debbie yang menarik
namun letih oleh rasa cemas. Tampak beberapa helai rambut putih di
antara rambut pirangnya, beberapa lingkaran di bawah mata, dan
lesung pipi mulai terlihat makin dalam. Dalam beberapa tahun ke
depan, perempuan ini akan tercebur dalam penuaan dini atau
menjelma menjadi semacam wanita menggairahkan yang selalu
dikelilingi laki- laki belia yang dengan riang membawakan kopi ke
ranjangnya.
"Maaf, aku tak bisa menjemput dan mengantarmu dari Rikers
setelah acara dengar pendapat," katanya dengan senyum tertahan.
"Masalahnya, baby sitter-ku harus pulang awal gara- gara anaknya
sakit. Dan aku tak punya orang untuk menggantikannya..."
"Tak apa. Aku bisa pulang sendiri."
"Oh, aku lega." Ia berhenti, mengingatkan dirinya sendiri untuk
bernapas. "Kau tidur nyenyak di tempat sepupumu?"
"Uh, ya. Rasanya enak. Maklum. La familia."
Hoolian mafhum: ia mengawali dengan keliru karena berbohong
pada pengacaranya, tapi apa lagi yang bisa ia ucapkan? Sebagian
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

dirinya masih seorang anak Nuyo-Rican di sekolah blanco, yang


ingin membuat para gadis terkesan.
"Oh, itu bagus." Ia mengangguk sambil melamun. "Bagaimana
perasaanmu menjadi orang bebas?"
"Lumayan." Hoolian menatap berkeliling, memperhatikan lukisan
jari anak kecil di sebelah ijazah hukum wanita itu di dinding,
ujungnya yang diselotip melambai- lambai akibat angin AC. "Aku
terus berpikir, kau akan mengatakan padaku bahwa ini hanya lelucon
dan aku harus kembali."
"Tidak, ini bukan lelucon. Tapi kita punya masalah serius untuk
didiskusikan."
Hoolian memeluk tas besarnya di pangkuan ke dada, mendengar
sejumput ketegangan. "Jadi, apa kata Jaksa Wilayah? Apakah
mereka akan menghentikan tuntutannya?"
"Aku khawatir, tadi pagi aku telah melakukan pembicaraan yang
tak memuaskan dengan Paul Raedo." Kata-kata itu meluncur seperti
rentetan kembang api di telinganya. "Mereka akan mengambil sikap
bahwa hakim membatalkan vonismu karena masalah 'teknis'."
Debbie membengkokkan jarinya membuat tanda kutip. "Tapi,
dakwaan awal masih berlaku."
Hoolian mengempaskan badan kembali ke kursi, menyadari
bahwa semua ini memang terlalu indah untuk menjadi kenyataan.
"Hadapi saja. Kemarin itu kita beruntung." Wanita itu memajukan
badan, sejajar dengannya. "Empat kasus pengacara lamamu ditolak
beberapa bulan terakhir ini. Hal semacam itu kadang terjadi, tapi
biasanya tak sekaligus. Kita berenang di antara gelombang pasang."
Beruntung? Kemarahan mulai bergolak-dalam dirinya. Jika
beruntung, ia tidak akan dijebak sejak awal. Jika beruntung, ayahnya
tak akan menyewa Ralph Figueroa. Bajingan tua pecandu obat itu
tak pernah mengatakan bahwa ia. punya hak bersaksi atas dirinya
sendiri atau bahwa mereka ditawari pengajuan banding lima hingga
lima belas tahun oleh Jaksa Wilayah. Ia ternyata telah mengacaukan
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

kasus-kasusnya selama bertahun-tahun—melewati tenggat, muncul


dalam keadaan tak siap, mengisi berkas yang salah. Dan, mengambil
12 ribu dolar dari tabungan Papi. Pengacara itu kini tinggal di panti
jompo di Florida, mungkin minum dari toilet dan dengan tenang
sama sekali tak tahu bahwa empat hakim negara bagian yang
berbeda terpaksa menyingkirkan putusan juri lama akibat
kelalaiannya yang menjijikkan. "Maaf, Julian. Ini politis."
Mendadak saja ia kembali berada di ruang sidang, berenang
dalam teror adrenalin dan setelan jas kelabu gatal yang dibelikan
ayahnya. Petugas membacakan putusan itu dan ia merasa tubuhnya
mendingin. Bersalah, bersalah, bersalah... tiap kali mereka
mengambil suara anggota juri, ia kehilangan beberapa derajat suhu
tubuhnya. Giginya gemeletuk saat penjaga meraih tangannya dan
memaksa bangkit, begitu bungkuk hingga ia hampir tak bisa
menoleh untuk mengucapkan selamat tinggal pada Papi saat mereka
membawanya kembali ke penjara.
"Oke, tunggu, tunggu." Wanita itu bisa melihat paras memucat
dari wajah pria di hadapannya. "Ini semua hanya persoalan
membentuk citra dan meraih posisi. Semuanya mungkin akan baik-
baik saja."
"Mungkin?" geramnya. "Nona A., jangan bicara padaku tentang
mungkin. Katakan saja apa yang harus aku lakukan dan biar aku
laksanakan hal itu."
"Dengar. Ini bukan kasus biasa."
Hoolian menyadari bagaimana wanita itu berbicara dengan lebih
perlahan dan berhenti untuk mengambil napas tiap beberapa kalimat,
seolah ia terbiasa berurusan dengan orang-orang yang sulit
mendengar atau sengaja bebal.
"Tak diragukan lagi. Aku menghabiskan hampir dua puluh tahun
untuk sesuatu yang mereka jebakkan..."
"Julian, aku di pihakmu." Nona Aaron mengangkat tangan. "Oke?
Aku hanya mencoba menyodorkan fakta-fakta kepadamu.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Kenyataannya, ini adalah kasus sulit. Aku ingat kasus ini pada tahun
ketigaku di kantor Jaksa Wilayah. Semua wanita membicarakannya,
karena kami semua seumur dengan korban. Dan, sayangnya, orang
belum melupakan. Jadi, kini Paul Raedo menyiapkan diri untuk
sebuah persidangan. Ia tak ingin terlihat mundur."
"Keparraaaat." Kata-kata itu meluncur keluar. "Jadi aku harus
kembali ke penjara? Itukah yang kau coba katakan?"
"Dengar, kau telah menderita banyak dan aku mengerti betapa
marah dirimu. Jadi aku mengusulkan ini padamu." Ia mengusap
kalung mutiaranya satu persatu dengan kelembutan setengah sadar.
"Aku akan menghubungi Paul kembali dan melihat apakah kita bisa
membuat kesepakatan tanggal minggu depan. Kau akan mengaku
bersalah dan Hakim Bronstein akan memberimu masa pelayanan dan
artinya itu..."
"Tidak."
Aaron melepaskan mutiaranya dan menatap pintu dengan gugup.
Ia mungkin berpikir telah bersikap sangat bijaksana dan penuh
alasan. Tapi wanita itu tak hadir di rumah sepupunya pagi tadi. Ia tak
mendengar pernyataan kerabatnya itu, aku bahkan tak mengenal
dirimu. Ia tak melihat pandangan gadis kecil itu dari balik kulkas.
Pandangan itu akan terus menghantui Hoolian seperti pisau yang
menancap di punggung.
"Tidak, aku tak akan mengaku apa pun," ia mulai bicara, lalu
berhenti, sadar betapa dua dekade hidup di penjara telah menggerus
kesopanannya. "Maaf. Aku tak akan mengaku apa-apa. Aku ingin
namaku pulih."
Wanita itu menundukkan kepala. "Julian, mari saling jujur satu
sama lain.," katanya. "Kau telah menghabiskan lebih dari separo
hidupmu di penjara. Apakah kau tak ingin ini semua berakhir?"
"Tentu saja."
"Lalu mengapa kau tak tutup saja kasusnya? Aku tahu bagaimana
inginnya Paul Raedo dan Francis Loughlin membalas dendam."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Dan jika aku mengaku bersalah atas apa yang mereka jebakkan,
bagaimana aku akan mengangkat wajah? Heh? Apakah aku akan
bisa menjadi pengacara sepertimu dengan tuduhan kejahatan?
Apakah aku akan mampu membayar sewa rumah dan membeli
tempat layak untuk kutinggali?"
Raut wajahnya berubah saat berbicara. Ada sepasang gunting di
belakang matanya kini.
"Julian, saatnya kita bertindak praktis," ujar Debbie. "Aku tahu
betapa keras kau berusaha agar kasus ini tetap berlanjut. Tetapi ada
batas seberapa jauh angan-angan akan terkabul."
"Apa maksudmu?"
"Maksudku, setelah bertahun-tahun, kau dapat meyakinkan diri
bahwa dirimu tak bersalah dan bahwa kau dikhianati sistem. Tapi
jika kita terus berada di jalur ini, kita akhirnya akan kembali di
persidangan dan fakta- fakta akan muncul. Dan mereka tak selalu
seperti yang kau inginkan."
Amarah membuat wajahnya pucat. "Kau menuduh aku
pembohong?"
"Aku hanya berkata aku tak ingin kau terluka lebih dari yang
sudah kau tanggung." Ia menepuk dadanya menekankan. "Dan,
sejujurnya, aku tak mampu menginvestasikan lebih banyak lagi dana
untuk tuntutan publik yang tak punya harapan." Ia bangkit dan duduk
di ujung mejanya. "Kesalahan penahanan adalah kasus yang sangat
sulit dibuktikan. Kau harus menunjukkan bahwa polisi dan jaksa
sengaja mengabaikan atau merusak bukti yang dapat
membebaskanmu."
Hoolian terdiam beberapa saat, beban tas besarnya menekan di
pangkuan. Semua barang yang ia kumpulkan dan simpan saat ia
dipaksa pergi. Sikat gigi berhelai tumpul yang sudah harus diganti;
kaleng sup yang dibeli di toko kelontong yang tak tega ia buang; jam
alarm kecil yang ia perbaiki di toko perbaikan mesin kecil; kaus kaki
yang ia pakai rangkap saat lututnya terbenam salju di halaman
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

penjara di dekat perbatasan Kanada, berusaha menonton laporan


pertanian di TV; buku Childhood 's End yang ia simpan di tas
Jansport di hari ketika Detektif Loughlin memintanya mampir di
kantor polisi. Amplop tempat ia bersandar. Pengingat dari kehidupan
yang ia pikir ada di genggaman. Tahun-tahun itu. Yang dicuri
darinya, tercabik seolah seorang perampok mengambil dompetnya
untuk memperoleh segepok uang, dan melemparkannya ke selokan.
Itu yang terus terasa menyakitkan. Bahwa tak ada seorang pun yang
peduli. Tak ada yang memperhatikan. Tak ada yang mencoba
berlaku adil. Mereka menghempaskan wajahnya ke tanah dan
melanjutkan kehidupan yang sentosa. Ia berusaha bangkit dan
menerima segalanya; tersenyum dan mengangkat bahu, Hoolian
yang tak ambil pusing dan jalan terus, tetapi perasaan itu terus
tumbuh dalam dirinya seperti makhluk dalam film Alien. Hingga
suatu hari makhluk itu meledak keluar dengan rahang mengerikan
dan gigi- gigi yang menetes-netes, meninggalkan onggokan kulit tak
berguna di belakangnya.
"Nona Aaron, orang-orang itu berbohong," katanya dengan
dingin. "Mereka berbohong dan mengambil semua yang aku miliki
dan semua yang seharusnya kumiliki. Aku melewatkan pemakaman
ayahku dengan berada di kurungan isolasi. Dan, sekarang kau
mencoba bilang padaku bahwa tak ada seorang pun yang harus
membayarnya? Oh. Aku tak bisa hidup jika begitu. Kalau kau tak
ingin membawa kasus ini ke tingkat lebih tinggi dan terus
membelaku, aku akan mencari pengacara yang bersedia
melakukannya."
Dilihatnya wajah wanita itu turun dan tangannya menutup di
dekat mutiaranya. O, iya, Hoolian berhasil mencengkeram
perhatiannya. Sejak di penjara, ia telah belajar melihat dengan cepat
titik terendah manusia, menilai tingkat kebutuhan dan dahaga
mereka dalam sekilas. Ia telah mengenali lukisan di sebelah ijazah
sarjana hukum itu, dan kini mengetahui bahwa wanita itu
menyimpan foto kedua anaknya di lemari, seorang anak lelaki dan
perempuan, tanpa foto seorang suami. Jadi, ia adalah orang tua
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

tunggal yang membutuhkan keberhasilan dari kasus ini, hampir


sebesar yarig Hoolian butuhkan.
"Kau tahu, kita menjalankan operasi sulit di kantor ini," ia
memperingatkan Hoolian. "Aku tak punya banyak sumber yang bisa
kugunakan, untuk menyewa detektif swasta atau hal semacam itu.
Jika ingin aku tetap meneruskan kasus ini, kau harus ikut membantu
mendanai dan melakukan kerja nyata untukmu sendiri."
"Tak apa," ujar Hoolian. "Aku menghabiskan dua puluh tahun
dalam sistem hukuman negara. Aku tak keberatan mengotori
tanganku."
"Ya, baiklah kalau begitu." Wanita itu mendesah. "Sepertinya aku
harus menyiapkan berkas-berkas dan memberi tahu Jaksa Wilayah
bahwa kita tak akan mempertimbangkan tawaran apa pun."

FRANCIS MENDENGAR gemeresik suara daun yang gugur di bawah


sepatunya saat berjalan menyusuri West 89th Street menuju rumah
merah kecokelatan milik keluarga Wallis. Beginilah perubahan
musim dalam beberapa tahun ke depan. Udara mendingin selama
beberapa minggu, beberapa keping salju meleleh di wajah, lalu—
bum—sebongkah es di trotoar membuatnya terpeleset. Bagaimana
dengan menyaksikan pohon mapel gula tumbuh di depan sebuah
tanda jalan di Rego Park, begitu cerah dan elok seperti penari Moulin
Rouge yang mengapung-apungkan rok dalamnya? Bagaimana
dengan pohon sycamore di Riverside Park yang berganti warna,
seperti dewa matahari yang menetes-neteskan api ke dalam daun-
daunnya? Ia seharusnya pergi ke pedesaan bersama Patti malam ini,
hanya untuk mengamati bintang-bintang sebelum mereka tergelincir.
Ia melihat Tom Wallis dari separo blok, rambut yang merah dan
kulitnya yang cerah, menyapu di depan rumah, memakai pantalon
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

ketat dan kemeja putih dengan kerah terkancing, seolah-olah baru


pulang kerja tengah hari.
"Hai."
"Apa kabar, Francis?" Tom menaruh sapunya ke samping dan
mengulurkan tangan.
"Senang bertemu denganmu, Kawan." Francis melewatkan jabat
tangan itu dan memberinya pelukan hangat. "Kau tampak sehat."
Memang benar. Kebanyakan keluarga korban menua sebelum
waktunya. Orang bisa melihat sepuluh tahun berlalu di wajah mereka
segera setelah kabar buruk itu disampaikan, mata mereka surut ke
dalam tengkorak saat Anda mengucapkan "Saya turut berduka atas
wafatnya anggota keluarga Anda." Dan melihat mereka di
persidangan bahkan lebih buruk lagi: kulit semakin kelabu, rambut
menipis, postur merosot saat mereka menyadari bahwa ini bukan
masalah keadilan, melainkan integritas proses itu sendiri. Bahwa
kompromi-kompromi sunyi pengacara dan saksi-saksi setengah hati
yang kebingungan adalah satu-satunya ya'ng mereka miliki untuk
meredakan kepedihan.
Tapi Tom, yang lahir lima tahun sebelum Allison, tak tampak
jauh berbeda dari sejak terakhir kali Francis melihatnya, di
Landmark Tavern pada 1986, berbincang tenang sambil menikmati
ginger ale dan roti soda. Ia masih menyimpan penampilan petani
muda yang takjub melihat puting beliung pertamanya di kejauhan,
rahangnya mulai mengendur, kening yang tinggi sedikit berkerut di
atas sepasang alis ya^ng hampir tak terlihat dan kulit putihnya yang
kontras dengan rambut merah, seperti wanita-wanita di keluarganya.
"Senang sekali kau ada di rumah saat kuhubungi."
"Kehidupan seorang salesman." Tom menyentuh ruang di antara
kedua alisnya dengan gaya malu- malu yang sama, sedikit gugup,
yang masih Francis ingat. "Pergi hampir setiap waktu lalu pulang ke
rumah siang hari di hari kerja. Sudah lama sekali, Francis."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Memang. Aku kehilangan jejak kalian. Dulu aku selalu


mengirimi ibumu kartu setiap Natal dan Paskah."
"Yah, kami memang sering pindah." Tom mengangguk, hanya
kilasan singkat bibirnya yang menipis yang menunjukkan bahwa ia
tak nyaman dengan kunjungan ini. "Kami tinggal di rumah ibuku di
Sag Harbor selama beberapa waktu. Lalu kami mencoba pergi ke
Connecticut. Tapi kau tahu bagaimana rasanya. Tak bisa tinggal di
sana, tak ada tempat lain senyaman rumah sendiri."
"Sering kudengar. Memang sulit menetap."
"Itulah kami, Wallis para Pengembara."
"Ibumu tinggal denganmu sekarang?"
"Ya. Harganya cocok, maka kami menjual tempat tinggal kami di
Danbury dan pergi." Tom mengedip cepat, tak ada tanda-tanda
mengajak Francis masuk. "Ternyata cukup lumayan. Kami
membayar cicilan rumah dengan menyewakan lantai atas, dan ibu
memiliki tempat sendiri di dekat kebun. Jadi ia bisa menemui cucu-
cucunya setiap waktu dan masih memiliki kamar mandinya sendiri."
"Wah, aku tak tahu kau telah menikah, Tom."
"Kami baru merayakan ulang tahun pernikahan yang kesepuluh."
Ia meraba cincin emas di jarinya, tercenung. "Ia wanita hebat dari
Indiana. Kami punya dua gadis kecil, tiga dan enam tahun..."
Tom membungkuk untuk mengambil bungkus permen karet
Swedish Fish yang tertiup ke atas tangga depan.
"Nah, ada apa, Francis? Di telepon, kau bilang ada sesuatu yang
penting yang perlu didiskusikan."
"Aku tak tahu apakah kau telah mendengar hal ini atau tidak.
Mereka membebaskan Julian Vega."
Tom bangkit perlahan- lahan, bungkusan itu membuat suara
gemeresik di tangannya. "Apa yang kau bicarakan?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Percayalah padaku. Aku tahu ini kacau. Aku juga baru saja
mengetahuinya."
"Mereka-membebaskan-nya?" Tom mengulang kata-kata itu,
seolah ia siswa yang sedang belajar bahasa Inggris. "Bagaimana bisa
terjadi?"
"Ini masalah teknis. Mereka mengabaikan dakwaan jaksa karena
ia mengklaim pengacaranya tak pernah memberi tahu bahwa ia
mempunyai hak untuk bersaksi. Itu omong kosong. Jangan khawatir
akan hal itu. Kita akan menjebloskannya kembali ke penjara."
Tom mulai menggosok-gosok ruang halus di antara kedua alisnya,
seakan-akan berusaha mencerna informasi itu ke dalam kepalanya.
"Maksudmu kita harus mengulangi lagi segalanya?"
"Tom, aku minta maaf. Tak semestinya hal ini terjadi."
"Wow...maksudku, wow." Semburat merah muda mulai menyala
di rautnya yang halus. "Mengapa tak seorang pun memberi tahu
kami tentang hal ini?"
"Semuanya terjadi begitu mendadak. Tak ada yang menduga hal
ini."
Oh, Paul Raedo, betapa kau berutang banyak padaku.
"Ya Tuhan. Aku tak tahu apakah ibuku sanggup menanggung
kejadian ini."
"Kau ingin aku yang mengabarkan padanya?"
Tom menggeleng, warna alami pucat wajahnya berangsur-angsur
kembali perlahan. "Kurasa itu bukan ide yang baik."
"Mengapa tidak?"
Tom mengambil napas dalam, seakan dirinya baru saja
mengendarai sepeda anak-anak di jalan setapak yang curam dan
panjang.
"Ia tak lagi menjadi dirinya sendiri. Sudah sejak lama.”
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

“Oh, ya?"
Francis mengutuk dirinya sendiri karena tak mengikuti
perkembangan. Tetap berhubungan dengan keluarga korban
sebenarnya menjadi bagian dari pekerjaannya Tentu saja, beberapa
telepon merupakan siksaan, para ibu yang menangis, "Mengapa
Tuhan mengambil anakku yang tampan?" meski kau tahu betul
bahwa si Anak Tampan itu sebenarnya bajingan kecil pengedar
narkotika-penganiaya pelacur, dengan pisau belati di mulut saat
ditemukan. Tapi kau harus melakukannya. Bukan hanya karena
menghibur keluarga yang ditinggalkan adalah hal yang baik tetapi
karena kau tak pernah tahu. Bisa saja dua-tiga tahun dari sebuah
kebuntuan, kau menganggap kasus itu tak akan pernah terpecahkan,
ketika si Nenek tiba-tiba menghubungi, bersaksi bahwa dirinya
menonton As the World Turns saat Nona Itu melenggak-lenggok
dengan pantat besarnya dan perhiasan berkilauan yang
mengingatkannya pada gadis pacar si Anak Tampan yang terlihat
sebelum pembunuhan, yang kemudian diketahui ternyata memiliki
suami pencemburu yang baru saja tiba dari Ekuador.
"Aku tahu ibu terlihat seolah kuat selama persidangan." Tom
mencengkeram sapunya. "Tapi lalu ia seolah-olah hancur berkeping-
keping. Kau tahu sendiri, ia terus-menerus berusaha menulis buku
yang sama selama dua puluh tahun."
"Ya."
Tidak aneh. Mereka yang paling lama mampu mengendalikan diri
kadang jatuh paling keras. Ia ingat Eileen duduk di baris kedua di
ruang sidang tiap hari, wanita kuat berambut merah ini yang tak
pernah memakai rias wajah dan membesarkan dua anak di kota ini
setelah suaminya, pelukis ekspresionis abstrak gagal, mendadak
pergi ke Paris bersama penari Meredith Monk berusia delapan belas
tahun.
"Apa yang terjadi? Ia kedengaran baik-baik saja saat terakhir kali
aku bicara dengannya."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Awalnya ia kelihatan memburuk perlahan- lahan tetapi makin


lama makin cepat." Mulut Tom mengeras. "Tepat setelah
persidangan, ia mulai pergi ke acara makan bersama bermacam-
macam support group bagi para orang tua yang anaknya dibunuh. Itu
dapat dimengerti. Tapi ia kemudian mulai berselisih tentang masalah
sepele dengan mereka. Mengeluh bahwa orang-orang hanya datang
ke pertemuan ketika orang yang membunuh buah hati mereka akan
disidangkan dan mereka butuh banyak orang untuk menghadiri
persidangan."
"Tentu," Francis menggerutu dengan simpatik, mengerti hal itu
tak pernah bisa diabaikan.
"Kemudian setelah beberapa lama, ia mulai bergaul dengan
lingkungan lain. Semacam New Age begitulah. Orang-orang yang
tertarik dengan kristal penyembuh dan aromaterapi. Kau mengerti,
kan, semua omong kosong itu."
"Kau tak tampak terkesan."
"Bagaimana aku bisa terkesan?" Tom mengambil bola kertas
timah. "Aku menjual peralatan medis profesional. Orang-orang ini
adalah musuh kami. Tetapi ibu kemudian mulai tergaet oleh orang-
orang yang benar-benar sinting. Yang mengira mereka bisa bicara
dengan orang-orang mati.”
“Kau bergurau. Ibumu?"
Francis tak dapat membayangkannya. Yang tengah mereka
bicarakan adalah seorang wanita New York yang bijak dan keras
kepala, wanita yang mengerti jati dirinya. Seorang gadis yang pernah
memerankan Ophelia dalam sandiwara Hamlet versi Richard Burton
di Julliard. Seorang aktris yang pernah bekerja sama dengan
Cassavetes dan meninggalkan semua itu untuk membesarkan anak-
anaknya. Seorang wanita yang menemukan kembali jati dirinya
sebagai penulis buku cerita anak-anak setelah suaminya minggat.
Francis ingat pernah membacakan salah satu ceritanya, Hello, Walls,
pada putrinya, Kayleigh, beberapa tahun setelah kasus tersebut
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

berakhir dan terpesona oleh betapa matang, lucu, dan mengerikan


sekaligus—seolah-olah penulisnya memiliki semacam pemahaman
subversif dengan para pembaca mungilnya tanpa sama sekali tak
melibatkan orang tua.
"Ya, ibu selalu sedikit...maniak.'" Tom melemparkan kertas timah
itu ke dalam keranjang sampah dengan jijik. "Tetapi setelah adikku
meninggal, ia semakin depresi hingga sama sekali tak dapat bangkit
dari tempat tidur saat pagi. Ia mengira orang-orang ini—para
salesman minyak ular ini— dapat membantunya. Mereka berkata
padanya bahwa Allison tak benar-benar mati."
"Apa?" Francis merasa tulang rahangnya retak.
"Salah satu 'pemandu arwah' mengatakan bahwa orang lainlah
yang dikubur di makamnya." Tom menatap kakinya, terlihat malu.
"Menurutnya telah terjadi kekeliruan. Mayat yang tertukar. Gadis
lain dibunuh dan wajahnya dirusak, sehingga tak ada yang
mengenalinya..."
"Dengar, Tom, bukannya apa-apa, ibumu wanita hebat, tapi ia itu
adikmu. Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri." Berhati- hati
menyebutnya dengan ia, bukan hanya mayat itu.
"Kau tak perlu meyakinkanku. Aku melihatnya juga di kamar
mayat. Tapi penyangkalan terus berlanjut.”
“Ya, aku paham."
Francis mengangguk, menyadari dirinya belum menuliskan
tanggal pertemuan berikutnya bersama Dr. Friedan.
"Kemudian ia mulai menemui detektif swasta. Burung-burung
bangkai yang berjanji akan menemukan adikku." Tom menyapu
bungkus permen karet Wrigley's di tangga. "Seratus lima puluh dolar
sejam untuk mencari jejak setumpuk tanda bukti ATM. Seakan-akan
mereka akan menemukan adikku duduk di Taco Bell di Kenosha
bersama Amelia Earhart."
"Tak ada yang bercerita tentang hal ini padaku."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Masalahnya, ia kelihatan lebih baik dua tahun belakangan ini."


Tom terus berusaha menyapu bungkus permen karet itu, semakin
frustrasi melihat benda itu tak mau berpindah juga. "Terutama sejak
gadis-gadisku bertambah besar. Mereka membawanya keluar dari
kabut. Terutama Michelle, anak bungsuku. Mereka bagai kacang
dalam kulit, ia dan ibuku. Ia bahkan mirip Allison saat seumurnya."
Francis berpaling ke arah jendela di kebun, mengira baru saja
melihat seseorang dari sudut matanya.
"Aku benar-benar mengira matahari mulai bersinar lagi," ujar
Tom. "Satu hari kami sedang berada di taman bersama anak-anakku
di dekat patung Alice in Wonderland dan ibu tiba-tiba berpaling
padaku dan berkata, 'Aku merasa seakan dianugerahi kesempatan
kedua.' Dan untuk sesaat, rasanya ia kembali menjadi dirinya yang
dulu. Aku seakan merasa ia akhirnya kembali. Tetapi sekarang kau
mengatakan bahwa kami harus memulai lagi segalanya..." Ia
terkulai. "Aku tak tahu lagi."
"Dengar, tak seorang pun menginginkan hal ini terjadi."
"Kau tahu apa yang luar biasa aneh?" Mendadak Tom berkata. "Ia
menyukai anak itu. Julian. Percayakah kau? Ia bertemu dengannya di
gedung itu, saat berkunjung. Ia menganggap hal itu menyenangkan,
ketika anak itu selalu menguntit Allison. Seakan ia punya
kesempatan untuk bersama dengannya."
"Mungkin saat itu tampaknya cukup lugu."
"Mereka berdua seharusnya dapat menduga."
Tom mengambil bungkus permen karet itu dari tangga dan
melemparnya ke keranjang sampah, sebuah kilatan api tampak di
bawah kedua alisnya yang pucat.
"Ya, baiklah, aku tak akan berbantahan." Francis mengangkat
kedua tangannya. "Aku hanya bilang bahwa siapa pun dapat
melewatkan tanda-tandanya. Saat aku menahan Julian, ia tampak
seperti anak umur dua belas tahun."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Tentu saja. Aku tak bermaksud bertengkar. Aku hanya tak bisa"
"Aku mengerti."
"—mengulangi semua siksaan ini sekali lagi." Tom menunduk
dan melihat coreng kelabu permen karet itu tetap tinggal di tangga.
"Kurasa kita harus bersiap menerima telepon dari pers mulai
sekarang."
"Kau tak perlu bicara pada mereka. Hubungkan saja langsung ke
kantor Jaksa Wilayah."
"Kau tahu, sebagian dari diriku ingin semua dihentikan," katanya,
menendang onggokan permen karet.
"Apa maksudmu?"
"Maksudku, sudah cukup semua ini. Aku.... hanya.... ingin....
semua ini... diakhiri.”
“Apa?"
Tom memaksa ujung sepatunya mencungkil permen karet itu.
"Maksudku, kita sudah menghadapi masalah ini selama dua puluh
tahun. Kami seolah korban profesional. Itu saja yang membuat kami
dikenal. Dan aku muak akan hal itu."
Francis menatapnya, sesaat terkejut oleh kata itu, diakhiri: Itu
bukan sesuatu yang ingin direnungkan oleh seorang lelaki yang
kehilangan penglihatannya.
"Kalau begitu, apa yang akan dikatakan ibumu?"
"Maaf?"
"Bagaimana kelak perasaannya jika ia membaca koran minggu
depan dan melihat bahwa kasus itu sama sekali ditutup?"
Tom mengangkat kakinya dan melihat sebuah sulur elastis
menempel di sol sepatunya. "Sejujurnya, Francis, ia bahkan hampir
tak pernah membaca koran lagi. Ia lebih sering tenggelam dalam
dunianya sendiri."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Francis menggelengkan kepala. "Aku telah berjanji padanya,


Tom. Aku berkata padanya bahwa seseorang harus mendapatkan
balasan atas apa yang terjadi."
"Aku mengerti, tetapi—ah, brengsek." Tom berusaha
menggesekkan kakinya pada tepi tangga.
Francis mengamati, berpikir betapa beberapa hal terus-menerus
melekat.
"Kau tahu, aku seperti menabrak tembok dalam kasus ini,"
katanya. "Maksudku, aku benar-benar menabrak tembok, Tommy.
Beberapa orang mungkin bilang aku sedikit berlebihan. Dan aku tak
akan melakukan itu pada sembarang orang. Tapi aku punya perasaan
khusus tentang keluargamu."
"Aku tahu itu, Francis. Aku tahu ibuku mempercayaimu."
"Ya, kami punya beberapa persamaan."
"Apa itu?"
"Kau tahu, kematian dalam keluarga. Ibuku ditabrak mobil saat
aku berumur sembilan tahun."
"Ya, ampun, aku tak tahu itu." Tom tampak tertegun, semburat
merah muda itu mengabur di balik alis.
"Ya, ia mengalami koma sebelum wafat, tapi..." Francis sadar
dirinya tengah memainkan antena ponsel, menarik ulurnya keluar.
"Pokoknya, ibumu agak mengingatkanku padanya." Ia berhenti.
"Jadi ketika aku mengambil kasus ini, ia membuatku berjanji untuk
melakukan hal terbaik."
"Oh, aku ingat."
"Karena itu aku merasa tidak seharusnya jika kita melupakannya
begitu saja. Aku ingin bicara dengannya tentang apa yang terjadi."
"Ia sedang tak ada di rumah saat ini."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Francis melihat ke jendela bawah tangga lagi, hampir yakin


seseorang baru saja berada di sana semenit yang lalu.
"Kalau begitu, tolong minta belia» menghubungiku jika ia setuju.
Ia percaya padaku untuk tetap menangani kasus ini. Kami memiliki
perasaan yang sama."
"Itu bagus, Francis. Cuma ada satu hal."
"Apa itu?"
Tom meringis kesal melihat permen karet menempel di ujung
sepatunya dan menggelengkan kepala. "Ibuku sudah gila."

DAHULU KALA ada seorang perempuan yang berharap


memperoleh anak, namun ia tak dapat menggapai keinginan itu.
Eileen menjauh dari tirai dan kembali ke mejanya. Perempuan gila
itu berceloteh pada novelnya. Dari kamar-sebelah-kebun yang
sebenarnya dapat menghasilkan 1.900 dolar per bulan untuk
putranya. Ia membuka buku dongeng itu lagi, mengaduk teh, dan
menggosok-gosok kaki yang dibungkus stoking hangat di lantai
kayu. Akhirnya wanita itu menemui tukang sihir, dan berkata, "Aku
sangat ingin memiliki seorang anak; dapatkah kau memberitahuku
di mana aku bisa mendapatkannya? " Ya, tentu saja, dari situlah
masalah berawal. Percaloan bayi lewat seorang tukang sihir.
"Oh, itu mudah diatur," kata penyihir itu. "Ini ada sejumlah biji
untuk kau semaikan di ladang...."
"Pemakaian awal obat penyubur—dan oleh wanita lajang!"
Pikirannya memerintahkan untuk menuliskan hal itu besar-besar,
tetapi huruf- huruf yang muncul hanya tulisan kecil di buku catatan,
efek samping aneh terbaru dari obat yang dikonsumsinya.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Lalu apa yang terjadi? Ia kembali membaca Hans Christian


Andersen Treasury yang tergeletak di meja untuk mencari ilham.
Wanita mandul itu membayar sejumlah uang dan menanam biji-
bijian itu, lalu, lihat, dan perhatikan!—sebuah tulip elok menyembul.
Hmm. Kemudian ia mencium kelopak bunga merah dan emas yang
menguncup—ya, ini adalah dongeng—kelopak itu purt membuka,
dan di atas benang sari beledu hijau itu—betapa jelas
penggambarannya!—tampak seorang gadis yang mungil sekali.
Tetapi apakah ia berwujud wanita muda sempurna atau masih
berupa anak-anak? Eileen menatap tulip asli yang dipajangnya di
atas meja, seolah-olah rahasia itu tersimpan di balik daun-daun
hijaunya yang mengerut. Tidak, ia tak bisa menegaskan pikirannya.
Buntu lagi.
Disobeknya halaman buku catatan yang tengah ia kerjakan,
meremas, dan melemparnya ke keranjang sampah di bawah meja
yang telah penuh oleh benda-benda buangan sepanjang pagi.
Ditaruhnya pena, jari-jarinya yang penuh noda tinta kaku akibat obat
baru itu. Tak bisa konsentrasi sama sekali. Tak sedikit pun. Ia
berjalan pelan kembali menuju jendela dan bersembunyi di balik
tirai, mengamati dua pria yang ngobrol di trotoar. Bukan simbolisme
seksual yang nyata yang terus-menerus mengganggu pekerjaannya,
ia berkesimpulan. Semua kisah besar memiliki sifat erotis kuat di
baliknya: Rapunzel, Rumpelstiltkin, Sleeping Beauty. Namun yang
mengganggu adalah, tiadanya perasaan. Ini mestilah salah satu kisah
tersedih yang pernah disusun. Seekor katak besar buruk menculik
Thumbelina untuk menikahi anaknya, membawanya ke atas bunga
lili di tengah-tengah sungai, dan ia tak lagi pernah melihat sang ibu.
Tapi, Anderson tak pernah menyebut-nyebut tentang kepedihan
hati si ibu. Tak pernah ia mempertimbangkannya!
la terus berceloteh tentang si katak dan tikus buta dan burung
walet yang ternyata mati.
Perempuan itu kembali ke mejanya dan sekali lagi menghadapi
sehelai kertas kosong. Bagaimana mungkin ia pernah mengira
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

dirinya dapat menceritakan perasaan kehilangan seorang anak? Ia


pasti sudah terlalu dicekoki obat saat menyetujui kontrak ini, jauh di
masa-masa awal pemerintahan Ronald Reagan. Garis-garis biru
halus di halaman itu tampak mengabur di depan matanya, tak
meninggalkan apa pun untuk ditulisi. Bagaimana kau melukiskan
perasaan sekarat akibat kedukaan? Bagaimana kau menulis tentang
hati yang direnggut ke satu sudut gelap? Darah yang mengering di
nadi. Abu yang tak pernah dapat kau ludahkan dari mulut. Hilangnya
kecapan dengan perlahan- lahan. Tawa orang lain yang terasa
menjijikkan.
Ibu yang malang itu duduk di samping jendelanya setiap malam,
menaburkan kelopak tulip di kakinya, menunggu si anak kembali,
kepedihan hebat menyelimuti seperti awan. Mungkin ia menjadi
begitu gemuk, memamah keripik kentang dan es krim; mengamati
garis warna-warni siaran percobaan TV. Mungkin ia mabuk tiap
malam dan bangun tiap pagi dikelilingi botol-botol pinot dan
chardonnay yang kosong, bertanya-tanya bagaimana semua botol itu
ada di sana. Mungkin yang membuatnya tetap bertahan hidup adalah
potongan-potongan kecil harapan yang terus melekat. Benda-benda
kecil yang nyaris tak terlihat. Gerakan di rerumputan, perubahan
angin, suara samar di malam hari, kabar burung bahwa seseorang
pernah melihat Thumbelina mengapung di atas bunga lili atau duduk
di atas meja judi di Vegas. Bahkan, mungkin dua pria yang tepat
berada di luar jendelanya, menyebut namanya keras-keras.

Di BAWAH KANTOR pengacaranya, Hoolian melihat sebuah kedai


minum kopi berwarna karamel elegan bernama Starbucks, di sebelah
pintu masuk menuju kereta bawah tanah. Para mahasiswi bermata
kuyu dan rambut acak-acakan duduk di meja- meja bulat, mengetik di
laptop dan membaca novel abad sembilan belas di dekat jendela.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Lapar dan lelah, ia masuk dan memesan chicken Caesar salad, seiris
pai ubi, dan satu venti decaf vanilla latte, sambil berpikir bahwa
suaranya terdengar begitu anggun ketika gadis di depannya memesan
minuman. Ia terkejut saat meniup cangkir dan ternyata isinya separo
saja.
Tetap saja, ia merasa seperti mengalami kemunduran status sosial
dengan membayar untuk makan. Ia makan dengan cepat dan
sembunyi-sembunyi dengan tangan melengkung melindungi
santapannya. Seorang gadis cantik yang duduk di meja sebelah
menarik leher turtleneck-nya sampai dagu dan membalik halaman
novel Les Miserables. Ketika berjalan keluar, Hoolian
menganggukkan kepala kepadanya lalu tersadar ia masih membawa
peralatan makan, seolah-olah ada petugas jaga menunggu di pintu
untuk menerima benda-benda itu. Bagaimanapun juga, ia
memutuskan bahwa ini tempat yang menyenangkan dan ia akan
kembali lagi dalam waktu dekat, sambil membawa novel klasik
miliknya sendiri.
Beberapa blok kemudian, ia melihat sebuah tempat yang hampir
sama di Union Square, juga bernama Starbucks, wanita-wanita di
dalamnya terlihat lebih tergesa-gesa dan mendesak.
Ia berjalan ke arah barat melewati taman itu, kadang merasa ragu-
ragu, antara mengetahui dirinya punya pekerjaan yang harus
dilakukan, dengan keinginan berhenti dan melihat-lihat. Pada orang-
orang Meksiko yang sedang membongkar krat-krat buah di depan
toko bodega Korea, angka-angka yang muncul di papan digital, iklan
film seri Sex and the City di bus. Wanita-wanita dengan sepatu yang
terlihat seperti sepatu uji coba. Pria dengan ponsel yang ditaruh ke
telinga melihat padanya dengan tatapan kesal, seolah-olah berdiri di
sana dengan pakaian usang yang dekil, menatap langit, ia telah
mengganggu fantasi tentang kehidupan glamor yang tengah mereka
tuju.
"Berhenti bertingkah seolah kau dalam lagu Country-nya. Stevie
Wonder." Seorang pengendara sepeda dengan celana ketat kuning
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

terang dan kaca mata goggle membelok cepat, hampir menggilas


ujung sepatu bot Hoolian.
Tentu saja, tingkahnya begitu mencolok. Ia pasti tampak seperti
makhluk Klingon atau Manusia yang Jatuh ke Bumi. Masalahnya
adalah, ia tak bisa berhenti mengamati. Kota ini tetap sama, tapi
berbeda. Lebih bersih, lebih sulit ditembus. Orang tak lagi dengan
mudah menggoreskan nama di jantung kota ini dengan sekaleng
semprotan cat pada dinding kosong. Ciri khas kota yang lama sudah
sirna, digantikan yang baru. Dulu kata-kata "Met Life" terpampang di
gedung Pan Am. Tempat itu seperti layar mainan Etch-A-Skecth
setengah rubuh, dengan beberapa garis tebal terhapus dan jutaan pola
samar yang hanya terlihat kalau kau melihat cukup dekat.
Ia berhenti di Rite Aid untuk membeli sikat gigi baru dan
sepasang gunting kuku agar tubuhnya tetap terawat. Kemudian ia
pergi ke kantor Administrasi Tenaga Kerja di 14th Street dan
berusaha mencari cara agar dirinya memenuhi syarat untuk
mengerjakan layanan publik. Morales, wanita berambut menjulang
di belakang sebuah meja kecil, mengatakan ia punya pilihan untuk
tinggal di rumah penampungan atau mencoba bergabung dengan
program penanganan rehabilitasi penyalahgunaan obat. Ketika ia
menjelaskan dirinya tak pernah terlibat dalam obat-obatan, wanita itu
terlihat tak percaya. Hoolian lalu sadar, lebih mudah untuk
berbohong dan menyebut dirinya seorang pecandu daripada
meyakinkan wanita di hadapannya bahwa ia telah dipenjara tanpa
alasan yang jelas. Wanita itu memintanya untuk menelepon kembali
kalau-kalau ada tempat lowong di rumah penampungan mantan
penghuni penjara.

Ooo)dw(ooO

Pukul satu ia tiba di lingkungan bekas tempat tinggalnya,


bertanya-tanya apakah ia bertindak terlalu jauh bila berusaha
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

meyakinkan Nona A bahwa masih ada orang-orang di sana yang


bersedia menolong. Setidaknya beberapa ciri khas lingkungan ini
masih ada. Toko sepeda di 88th Street, toko alat tulis yang menjual
Irish Echo dan tiket lotre, bengkel perbaikan sepatu Gus, tempat
potong rambut Romeo dengan tiang garis-garis permen di depan. Ia
berdiri diam beberapa saat di luar halaman sekolah St. Crispin's,
mencermati gadis-gadis dengan rok pendek kotak-kotak bertarung
dengan anak laki- laki yang memakai blazer marun dan pantalon abu-
abu. Jendela kantor kepala sekolah terlihat berdebu, dan ia bertanya-
tanya dengan rasa nyeri menohok tajam apakah Pastor Flaferty
masih hidup. Rohaniwan tua itu telah menulis surat rekomendasi
pada Universitas Columbia dan meyakinkan Papi bahwa anaknya
memiliki masa depan cerah. Semacam cekikan rasa malu
menyelimuti Hoolian saat ia membayangkan dirinya berlari menuju
pendeta itu dan menyaksikan kekecewaannya dalam diam.
Ia meneruskan berjalan menuju kota, dan tak lama menyadari
dirinya tengah memperhatikan kanopi hijau terang yang familier di
seberang lalu lintas yang merayap pelan, dengan angka putih 1347
berdesir halus dalam angin sepoi.
Ia berkata pada diri sendiri, ia punya hak berada di sana seperti
siapa pun juga. Ini rumahnya. Ini adalah blok tempatnya tumbuh
besar. Ini adalah bagian kota yang paling diakrabinya. Di trotoar ini,
ia pertama kali belajar naik sepeda. Julian, putra pengelola gedung.
Sekali lagi, ia merasakan rindu yang menyakitkan, teringat pada Bu
Lunning dari 5E yang memberinya sebuah Combat GI Joe pada
suatu Natal. Tentu saja, kini ia mengerti ayahnya tentu lebih
menyukai empat lembar dua puluh dolaran dalam amplop putih
bersih. Meski begitu, saat itu hadiah tersebut membuat Hoolian
merasa dirinya pangeran kecil di gedung ini, berlari ke sana-kemari
dengan topi penjaga pintu yang terlalu besar tercangklong di kepala
dan peluit taksi terkalung di leher, semua orang tersenyum dan
mencari-carinya.
Semua itu kini lenyap. Ia menelan ludah, bertanya-tanya apa yang
sedang kawannya, T-Wolf, kerjakan saat ini. Mungkin kembali ke
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Carpenter Avenue di Broruc, berpesta untuk kedua kalinya dalam


dua hari, mengisap ganja, keluarganya membawakan berpiring-
piring penuh ayam goreng dan pacar lamanya mampir untuk
menengok. Satu rasa marah yang asing menyelimuti dirinya selama
beberapa saat: mengapa Papi tak membesarkannya di kota, yang
lebih dekat dengan para kerabat dan kawan-kawan yang akan
menyambut kedatangannya kembali? Seorang putra pengelola
gedung bukan siapa-siapa. Ia bukan anggota kelas atas maupun kelas
rendah. Ia bukan kalangan atas tapi juga bukan orang jalanan, bukan
orang Amerika maupun Puerto Rico. Ia bukan sampanye atau
minuman soda. Ia tak berada di atas atau di bawah. Ia terperangkap
di antara lantai- lantai gedung.
Dengan tangan merogoh dalam-dalam ke saku, ia berjalan tanpa
tergesa-gesa menuju kanopi itu, bermaksud melihat-lihat sebentar,
kalau-kalau masih ada orang lama di sana. Papi bekerja di gedung ini
selama dua puluh dua tahun. Salah satu pengelola Puerto Rico di
daerah ini. Artinya, kita harus dua kali lebih bersih dan bekerja dua
kali lebih keras, Bung Kecil. Selalulah mulai bekerja pukul enam
pagi, pakai kemeja putih dan dasi, pantalon hitam, rambut disisir ke
belakang tapi jangan terlalu berminyak. Mudah dicari tapi tak boleh
terlihat. Sembunyi-sembunyi tapi dapat diandalkan. Meniup peluit
untuk menyediakan taksi. Menjaga asbak lobi tetap bersih.
Menggosok lantai marmer di lorong. Menyapu trotoar. Memeriksa
asuransi para pengontrak. Memastikan lift servis bekerja. Ya, Bu.
Tidak, Bu. Saya akan membawa hasil cucian ke atas. Akan saya
panggilkan pelayan. Akan saya bawq resep ini ke apotek. Akan saya
sediakan mobilnya.
Dua puluh dua tahun ia melatih matanya agar selalu terbuka dan
menutup mulut, menyimpan ambisi di ruang paket bersama
bungkusan-bungkusan UPS dan kiriman toko minuman anggur
Sherry-Lehmann. Dan, ketika putra tunggalnya dikurung, mereka
memperlakukannya bak imigran ilegal bau apak yang baru turun dari
kapal, yang akhirnya memaksanya untuk berhenti. Tentu saja, saat
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

itu perhatian Papi begitu tersita oleh kasus itu sehingga ia berhenti
membuang debu dari asbak dan bergantung pada Valium.
Tiang kuningan kanopi itu berkilau di bawah cahaya matahari.
Penjaga pintu bertubuh kecil dan berwajah seperti tikus dengan
seragam hijau hutan dengan kepang emas pada bahu menatap
padanya dengan curiga saat melintas. Jadi, akhirnya orang-orang
Irlandia kembali mengendalikan tempat ini.
Hoolian memperhatikan dengan kepuasan sembunyi-sembunyi,
keset karet hitam yang diinjak si penjaga pintu itu sedikit usang, dan
bagian bercap 1347 di atasnya telah terhapus oleh sol-sol keras dan
hak sepatu. Seandainya Papi ada, ia pasti akan segera menggantinya.
Ia berjalan ke ujung blok dan berbalik untuk melewati gedung itu
lagi, jantungnya mulai berdebar. Ayolah. Jangan jadi pengecut. Kau
tahu apa tujuanmu ke sini. Mengapa orang lain harus menolongmu
jika kau sendiri tak dapat menolong diri sendiri? Penjaga pintu itu
memperhatikannya dengan mata seperti celah pistol. Yeah, kau tahu
aku tak bermaksud baik, kan? Untuk apa lagi orang sepertiku
berkeliaran di lingkungan ini?
Atau, mungkin lebih buruk lagi, ia tahu. Mungkin ia sudah
mendengar putra pengawas lama baru saja keluar dari penjara dan
kemungkinan besar akan kembali ke tempat kejadian. Salah satu
mitos polisi lama yang kadang memang benar.
Hoolian pasti sudah ngobrol dengan puluhan orang di penjara
yang tertangkap gara-gara mereka terus-terusan berkubang dalam
kotorannya sendiri seperti lalat. "Osvaldo?"
Ia membeku, mendengar nama ayahnya dipanggil jelas untuk
pertama kalinya setelah bertahun-tahun. Ia terus berjalan, mengira
suara itu pasti muncul dari kepalanya sendiri.
"Osvaldo, kaukah itu?"
Seorang wanita tua duduk menjemur diri di tabung pemadam
kebakaran tepat di sebelah pintu masuk. Entah bagaimana Hoolian
merindukan wanita ini, dengan jaket bolero merah, rok yang serasi,
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

dan sepatu hak tinggi dari kulit yang berkilauan. Rambutnya dicat
hitam kebiruan, dan ketika ia mengedip, bulu matanya mengibas
kelopak mata seperti sikat penabuh drum di atas kulit drum yang
telah terlalu sering dipukul.
"Ya Tuhan," katanya. "Sudah lama sekali!"
Hoolian memandangnya bingung hingga ia teringat pada nama
dan nomor apartemen itu. Nona Powell, 14A. Dengan lukisan repro
Degas di foyer, piano besar Steinway di ruang keluarga, dan tempat
lilin kristal di ruang makan. Peralatan asli kuningan di wastafel
kamar mandi yang selalu bocor.
"Coba kulihat dirimu sekarang." Ia mengangkat lengannya yang
gemetar, mengajak masuk. "Ke mana saja kau?"
Hoolian melangkah perlahan, tak yakin apa yang mesti ia
ucapkan. Usia tua telah merayapinya bak hujan asam, menodai gigi
dan mengotori tangannya dengan bintik-bintik. Tapi matanya masih
menyiratkan pandangan seorang gadis yang menunggu diajak
berdansa.
Ia memalingkan pipi, mengharapkan ciuman. Aroma bunga mati
dari parfumnya membuat Hoolian sedikit tercekik. Tapi sebuah
insting memaksanya menahan napas. Ia mungkin dapat menolong. Ia
mungkin masih punya uang, setidaknya. Ia pasti punya perhiasan
yang cocok dengan Degas dan Steinway itu. Hoolian menaruh
bibirnya pada pipi wanita tua itu, dan rasanya seolah ia mencium
prasasti Magna Carta.
Wanita itu menyentuh kedua bahunya perlahan, mendorongnya ke
belakang agar dapat melihat dengan jelas.
"Kau kelihatan sehat," katanya. "Tak menua sedikit pun.
Bagaimana bisa?"
"Berkat mengangkat barang berat." Ia menonjolkan lengannya
gugup. "Menjaga darah agar tetap terpompa."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Wanita itu sejak dulu memang agak aneh. Kata ayahnya, ia adalah
kerabat jauh industrialis terkenal Andrew Carnegie. Ia tinggal di sini
sejak sekitar 1923, seorang gadis pemalu dengan lutut menonjol dan
gusi seperti kuda. Konon, orang tuanya dulu pernah membuat pesta
besar-besaran untuk ulang tahunnya yang keenam belas, berharap
agar anaknya itu keluar dari tempurungnya: sebuah band disiapkan
di ruang keluarga, katering nomor satu di dapur, dan undangan
berukir indah yang disebarkan pada semua teman sekelasnya di
Spence dan para pemuda di kota seberang, Collegiate. Saat pukul
delapan berlalu, tak seorang pun yang datang. Hanya ada gaun pesta
merah muda yang tak akan dikagumi siapa pun, berpiring-piring
hidangan mahal yang sia-sia, dan para musisi dengan tuksedo
sewaan yang terus-menerus menengok arloji mereka.
Sejak itu, menurut Papi, Nona Powell hampir tak pernah
meninggalkan apartemennya kecuali untuk duduk di luar di samping
hidran selama sekitar satu jam tiap sore. Namun pernah, saat berusia
delapan tahun, ia melihat wanita itu di ayunan di Taman Bermain
Mariner di Central Park, memandang langit sambil melamun, seolah-
olah ia menunggu seseorang untuk datang dan mendorong.
"Bagaimana kabar anakmu?" tanyanya.
"Anakku?"
Butuh waktu sesaat bagi Hoolian untuk menyadari bahwa usianya
kini hampir seusia ayahnya saat wanita itu terakhir kali melihat.
Hingga kini, ia tak banyak menyadari kemiripan antara ia dan
ayahnya dari cermin di selnya, masih separo berharap melihat
dirinya yang berusia tujuh belas memandang balik padanya.
"Ia berusaha sebaik-baiknya," ujarnya, ikut bermain sebab
mengoreksi cerita saat ini hanya akan membuat Nona Powell
ketakutan. "Berusaha tetap kuat."
"Ia anak yang begitu baik." Ia mengangguk pada lalu lintas yang
mendesing dan mendesau. "Julian. Nama yang sungguh indah untuk
anak lelaki."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Tapi pantatnya ditendangi gara-gara nama itu di sekolah,"


gumamnya kesal.
"Dulu ia sering naik ke sini dan menemaniku."
"Ya."
Hoolian mengangguk, penjaga pintu itu memandangnya dengan
waswas dari bawah bayangan kanopi, seolah-olah seseorang
bermaksud mengambil alih pekerjaannya yang menyedihkan.
"Dulu aku selalu memakai bermacam- macam alasan agar dia
mampir," kata Nona Powell, merasuk lebih jauh ke dalam lamunan.
"Aku menumpahkan bubuk kopi ke toilet dan menaruh terlalu
banyak kertas toilet, hanya agar ia naik ke atas dengan penyedot
WC.”
“Kau melakukan itu?"
Hoolian menggelengkan kepala. Putra pengawas. Selalu
bersemangat untuk naik ke atas dengan peralatannya saat Papi terlalu
sibuk. Apakah Nona Powell salah satu yang suka mengambil
keuntungan darinya? Ia memikirkannya beberapa saat, berusaha
meyakinkan diri bahwa memang begitulah kejadiannya, agar ia bisa
membenarkan tindakannya naik ke atas dan melakukan perbaikan
atas permintaan tanpa dibayar.
Tetapi ia lalu teringat bagaimana wanita itu kadang
membolehkannya duduk di meja makan kayu oak besar dengan buku
kalkulusnya, mengerjakan PR, menghindari apartemennya di bawah
yang suram tanpa kehadiran seorang ibu, sinar matahari siang
menyorot dari tirai tua dan membentuk prisma pada tempat lilin
kaca, menciptakan pelangi kecil di atas kayu saat wanita itu
menyibukkan diri di dapurnya yang besar, membiarkan pintu terbuka
untuk sesekali memperhatikan Hoolian. Sudah lama sekali ia
mengizinkan dirinya sendiri berpikir tentang sore-sore sunyi yang
panjang itu, berdua meredam kesepian hingga pukul enam, ketika ia
harus mulai menyiapkan makan malam untuk Papi.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Aku tak pernah percaya..." Mendadak ia sadar akan ucapannya


yang bakal membuat suasana tak enak. "Ya, menurutku sungguh
menyedihkan apa yang terjadi. Aku sangat kenal gadis itu. Aku
selalu menyapanya di lift. Ia hanya menyewa tapi begitu baik."
"Orang-orang masih membicarakannya?"
Wanita itu menengadah padanya, kabut itu sedikit menghilang.
"Tak begitu sering lagi. Kejadian itu sangat menyedihkan."
"Ya. Akhir hidupku juga." Hoolian melihat matanya yang
dikelilingi warna merah muda membuka lebar. "Atas apa yang
terjadi pada putraku," ia mengoreksi.
"Tentu saja."
Penjaga pintu itu menghilang ke dalam gedung, meninggalkan
pintu masuk tak terjaga selama sesaat.
"Jadi," kata Hoolian, tiba-tiba melihat kesempatan untuk
menolong dirinya sendiri dengan jalan berbeda."Orang-orang lama
masih ada?"
"Maksudmu?"
"Misalnya, Willie dari lift belakang. Nestor, portir..." Bulu mata
itu berkedip-kedip bingung. "Oh," ujarnya setelah beberapa lama.
"Lelaki tua yang bekerja di atap?”
“Betul."
"Julian kadang membawanya ke sini, untuk membantu menyusun
perabot ruang keluarga. Kecil tapi kuat seperti banteng. Tak banyak
bicara bahasa Inggris."
"Persis."
Ia mengangguk kembali, menangkap perasaan tak nyaman wanita
itu. Ia tahu, terlalu dini ia kembali ke sana. Apa yang ia harapkan,
spanduk "selamat datang"? Orang-orang ini ingin melupakan dirinya,
bersikap seakan-akan ia tak pernah ada. Lihatlah dari sudut pandang
mereka: melihatnya tumbuh besar di depan mata mereka sendiri,
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

membiarkannya masuk ke dalam rumah mereka, memperlakukannya


hampir seperti anak sendiri. Ia adalah bukti dari ketulusan mereka,
bukti dari sikap orang yang percaya bahwa semua orang sederajat,
membiarkan si anak Puerto Rico mondar-mandir di dapur mereka.
Dan, bagaimana ia menunjukkan penghargaan atas hal itu? Ia
mengkhianati mereka, menegaskan ketakutan mereka yang terbesar,
menghancurkan kedamaian dan kesucian rumah mereka. Ia
membunuh salah satu dari mereka, anggota kelas mereka, yang
terbaik, si gadis sempurna.
"Ia itu musisi, kan?" kata Nona Powell, masih menggenggam tirai
masa lalu. "Wajahnya kecil agak feminin tapi tangannya besar dan
kuat dengan jari-jari panjang. Ia bisa memainkan piano."
"Memang. Papi bilang ia bergabung dengan salah satu banci
terbaik di Santo Domingo sebelum pindah ke sini."
Kalaupun wanita itu menyadari kelepasan omongnya, ia tak
peduli. "Kau ingat, aku punya Steinway tua besar itu di ruang
keluargaku? Piano itu mungkin belum disetel lagi sejak pesta ulang
tahunku yang keenam belas. Tapi suatu sore ia datang dengan anak
itu dan, ya ampun, seolah-olah George Gershwin tiba-tiba muncul di
apartemenku."
Hoolian masih dapat membayangkan portir tua itu merangkak
menuju keyboard setelah mereka memindahkan sofa di belakang
meja kecil. Memeriksa nadanya dengan perlahan, awalnya ragu-ragu,
seperti seseorang naik tangga spiral dalam keadaan gelap. Bolak-
balik hampir tak beraturan, hingga orang baru menyadari bahwa
untaian bunyi acak itu sebenarnya adalah sebuah melodi. Tangan
kirinya merangkai bunyi, lalu perlahan- lahan masuk ke musik yang
indah. Nada pedal yang dalam bergema ke langit- langit dan
gemerlapan di jendela. Jarijari yang panjang dan melengkung
menghujam dan berdansa, memukul dan melecut, menukik dan
bermain tango, meluncur dan bermain mambo.
"Kau ingat kita pernah berdansa?" katanya.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Bagaimana mereka bisa seperti itu, ngomong- ngomong? Apakah


wanita itu yang mengajaknya, atau sebaliknya? Selama beberapa saat
Hoolian merasa seperti anak kecil lagi, menari waltz di atas karpet
Persia merah tua saat senja sambil Nestor bermain piano dengan
gegap gempita, Cole Porter di satu tangan, Thelonious Monk di
tangan yang lain, seluruh ruangan terasa mengancamnya terbang
lepas. Mereka bergerak ke sana-kemari satu sama lain dengan
canggung, awalnya. Hoolian, yang biasanya mengidap perasaan
kikuk di pesta-pesta, mengikuti langkahnya, menontonnya
melakukan pirouet dan arabesque yang mungkin ia pelajari dari les
balet privat di ruangan itu. Ia ingat wanita itu tersenyum, senang
telah membuatnya gembira, lalu berputar dan menaruh tangan di
pinggangnya. Ia akan memegang erat-erat, tak ingin merusak
tariannya, khawatir terkena masalah. Tapi wanita itu bersikeras ingin
menjatuhkan diri padanya, mengait kaki-kakinya, men-cantel tangan
dan kakinya, seakan-akan menariknya ke dalam kenangan pribadi.
Dan untuk beberapa saat, mereka berdansa seolah ia masih berusia
enam belas dan Hoolian tak bertambah tua sehari pun, seolah-olah
mereka pasangan yang membuat seluruh penduduk East S ide iri dan
ini adalah peristiwa utama musim ini.
"Kurasa yang kau maksud adalah putraku," kata Hoolian lembut,
tahu ia tak bisa menunda waktu lebih lama lagi. "Oh, ya, tentu saja."
Ia memperlihatkan gigi- giginya yang rapat lewat senyum kikuk
malu- malu dan dengan segera Hoolian mengerti bahwa wanita itu
sudah tahu identitas asli dirinya sejak tadi.
"Jadi, portir itu masih bekerja di sini?" tanyanya, agak terlalu
antusias.
"Tidak. Kurasa ia pergi sebelum kau. Benar, tidak? Atau mungkin
aku keliru. Maafkan wanita tua yang bingung ini."
Terkutuk. Seharusnya ia tahu tak akan semudah itu. Tentu saja
tidak. Mengapa seluruh dunia harus tetap seperti dulu? Orang-orang
bertambah tua, berganti pekerjaan, beranak-pinak, kehilangan
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

rambut, memakai nama baru. Mereka berubah menjadi noda cahaya


yang berlalu melintasinya.
Penjaga pintu itu muncul kembali dari dalam gedung. "Hey,
Bung," panggilnya. "Tolong ke sini sebentar?"
Hoolian meminta diri dengan mengangguk dan berlalu, sekali lagi
menjawab pada seragam itu alih-alih pada lelaki yang
mengenakannya. "Ada apa?"
"Kenapa kau mengganggu wanita tua itu?"
"Tidak. Aku kenal dengannya."
"Kau kenal dengannya...."
"Ayahku dulu bekerja di sini. Ini gedungnya."
Mata seperti tikus itu menyempit, berpikir. Pria kecil ber-seragam
yang mungkin berpikir pita kecil di bahunya itu membuatnya seperti
Napoleon dengan peluit taksi. "Kau anak pengawas lama itukah?"
"Ya," jawab Hoolian, lalu mendadak tersadar mestinya ia tak
menjawab demikian. "Dulu aku tinggal di lantai pertama..."
"Oke, aku tahu siapa kau." Penjaga pintu itu mengangguk, dengan
tingkah seolah ia juara dunia tinju kelas bantam.
"Aku hanya mampir sebentar, untuk memeriksa. Kalau-kalau ada
kawan ayahku yang masih di sini. Willie Hernandez masih bekerja di
sini?"
"Aku tak tahu Willie."
"Bagaimana dengan Nestor, portir itu?"
"Tak ada yang bernama Nestor."
"Kau ini ngomong apa, Bung? Ia bekerja untuk ayahku.”
“Hey, Sobat, aku ingin bertanya satu hal padamu."
"Apa?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Penjaga pintu itu meringis pada Nona Powell, melewati bahu dan
merendahkan suaranya. "Kenapa kau tak pergi saja dari sini?"
"Apa katamu?"
"Kau dengar."
"Hey, Bung, kau tak mesti kasar seperti itu. Aku hanya datang
untuk melihat apa yang terjadi."
"Yang terjadi adalah aku bukan saudaramu, dan ini bukan lagi
gedung milik ayahmu."
"Ya, tapi pasti masih ada orang-orang di sini yang masih
mengenalnya. Ia bekerja di sini dari tahun 1962 hingga 1984..."
"Ya, aku juga dengar. Tempat ini waktu itu benar-benar payah."
"Heh, itu tidak benar." Hoolian merasa seakan-akan perutnya baru
ditendang. "Tarik kembali ucapanmu."
"Ayahmu hampir membuat gedung ini rubuh. Sekarang kenapa
kau tak pergi keluar saja sebelum aku memanggil polisi?"
Hoolian tersadar dirinya memegang erat-erat gunting kuku dalam
saku dan menatap nadi hijau, tepat di atas kerah penjaga itu.
"Kenapa kau mesti berlaku seperti itu? Aku tak pernah
menyakitimu."
"Dengar, aku tak cari masalah denganmu. Pergi saja dari blok
ini."
"Oh, jadi sekarang blok ini milikmu? Kupikir aku punya hak
untuk berada di sini."
"Kau punya hak untuk ditendang di pantat. Kau ini kenapa,
Goblok?"
"Tidak, Bung, aku tidak goblok. Aku sekolah di St. Crispin's."
"Bagus buatmu." Pandangan penjaga pintu itu menajam, menusuk
dengan rasa bencinya. "Kukira itu membuatmu menjadi paling jago
di antara orang-orang buangan, ya?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Tusuk ia. Pikiran Hoolian berkecamuk amarah. Keluarkan


gunting itu dan tikam segara, sebelum ia sadar apa yang
mengenainya. Ia membayangkan si penjaga pintu jatuh berlutut
dengan tangan menutupi samping lehernya dan darah menyembur
keluar di antara jemari. Tapi kemudian raungan sirene polisi
membuatnya kembali sadar.
"Setidaknya, biarkan aku mengucapkan selamat tinggal pada
wanita tua itu," ujarnya, berusaha menahan diri.
"Melambai saja." Penjaga pintu menghalangi. "Ia akan mengerti."
Hoolian mengangkat tangan untuk melambai. Tapi Nona Powell
sudah memejamkan mata dan wajahnya kembali ke arah cahaya,
melamunkan kembali mimpi ulang tahunnya keenam belas tentang
patung-patung es berbentuk angsa, band memainkan "Rhapsody in
Blue" di ruang keluarga, dan pemuda-pemuda dengan jas makan
malam putih dan rambut berminyak yang menyukai gerakan
arabesque.

10

"JAM MENUNJUKKAN pukul sepuluh. Tahukah Anda di mana anak-


anak Anda?"
Tepat saat berita lokal dimulai, Patti D'Angelo dari Brooklyn
berjalan ke ruang tamu rumahnya di Carroll Garden dan menemukan
suaminya, Francis X., telentang di kursi malas dengan kantung es di
lutut.
"Apa yang terjadi padamu?"
"Meja pendek brengsek," gerutunya. "Kakiku terantuk, hendak
mengambil telepon.”
“Siapa yang menelepon?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Tak ada siapa-siapa. Kuangkat dan tak ada suara apa-apa."


"Hmm. Mungkin salah satu mantan pacarmu menguntit."
Patti memperhatikan kantung es itu dan duduk di lengan kursi.
Mungkin berpikir suaminya itu jatuh dari mobil, dilihat dari
tingkahnya yang sering menabrak- nabrak barang akhir-akhir ini.
Francis tahu pada akhirnya ia harus bercerita tentang keadaan ini
pada Patti, tapi pikirannya buyar tiap kali berusaha membayangkan
percakapan itu.
Istrinya akan mengerti. Ia pasti peduli. Ia akan pergi ke
perpustakaan dan mencari-cari di Internet. Ia akan berburu informasi.
Ia akan mulai menghubungi tempat-tempat untuk mengikutkan
Francis dalam program dan klinik yang sesuai bagi orang-orang
dengan kondisi seperti itu. Ia akan tahu tongkat jenis terbaik dan di
mana kelompok pendukung saling bertemu. Dan, Francis benci itu.
Karena itu berarti awal dari rasa kasihan.
"Bagaimana harimu?" tanya istrinya, memijat otot-otot yang
menonjol di punggung lehernya. "Sulit.”
“Oh?"
Wajar, Francis merasa bersalah. Mereka telah berusaha untuk
lebih sering ngobrol belakangan ini. Mereka berdua tak lagi
menginginkan perkawinan tradisional khas polisi yang berprinsip
"jangan tanya, jangan bilang-bilang", dengan tak pernah
membicarakan apa yang ia lakukan seharian. Istrinya juga sedikit
bersinggungan dengan dunianya, dengan lima tahun bekerja sebagai
jaksa, sehingga tak begitu ketakutan jika suaminya kebetulan
menyebut, misalnya, percikan darah, noda, atau septisemia. Dua
puluh dua tahun mereka bersama, dua anak, melintasi sungai dan
menerobos hutan, menuju Lembah Bayangan dan kembali
menyongsong matahari, kadang bahkan berlibur, di Cancun. Dan
kini ia berada di sini, duduk terlalu dekat ke layar TV, benjolan
sebesar bola pingpong menghujam lututnya, tak mengatakan pada
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

istrinya tentang hal terpenting yang terjadi pada mereka sejak anak-
anak lahir.
"Kasus brengsek lama muncul lagi ke permukaan," ujarnya.
"Mereka mengizinkan Julian Vega bebas lebih awal."
"Yang benar?"
"Nih, lihat. Kau pikir aku bohong?"
Dipakainya remote untuk mengeraskan suara TV. Roseanna
Scotto tengah menyampaikan siaran langsung kepada Lisa Evers
yang berdiri di seberang jalan 1347 Lexington.
"Roseanna, pepatah bilang semua yang lama kini baru kembali,
dan di sini di Upper East Side, kenangan akan kasus pembunuhan
mengerikan kembali hidup..."
"Sungguh menggelikan," kata Francis, tanpa berpaling. "Mereka
menghapus dakwaan karena pengacaranya tak memberi tahu bahwa
ia punya hak untuk bersaksi. Seakan-akan itu masalah orang lain
juga."
"Jadi kau kecewa."
"Tentu saja. Aku bekerja keras untuk kasus itu."
Tampak potongan adegan singkat dan wajah Debbie Aaron
mengisi layar, terlihat letih dan menderita dengan latar belakang
tumpukan miring buku-buku hukum di rak yang melengkung.
"Ini adalah contoh klasik polisi yang menyalahgunakan
kewenangan mereka," ujar Debbie. "Detektif yang bertanggung
jawab atas investigasi menetapkan klien saya sebagai tersangka
sebelum mereka menyelidiki petunjuk lainnya..."
"Lihat? Itulah yang membuatku kesal." Francis melambaikan
tangan, senang ada kesempatan untuk melampiaskan kekesalan. "Ia
tahu dirinya tak punya kasus sungguhan. Jadi ia hanya asal bunyi..."
"Ia terlihat baik, si Deb itu." Patti menegakkan punggung.
"Terlihat wajar."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Kau lebih cantik."


"Hmm." Istrinya menyusurkan jemari di sepanjang garis cahaya
tubuhnya dan menatap tajam suaminya.
"Mereka membuat fakta-faktanya sesuai untuk melawan klien
saya," kata Deb pada kamera. "Omong kosong," kata Francis.
"Ia tak bisa mendengarmu." Patti meremas belakang leher
suaminya.
"Dan beberapa hal teramat janggal yang terjadi dalam investigasi
ini perlu dicermati ulang," ujar Deb tepat sebelum layar berganti
pada cuplikan kasus dua puluh tahun lalu. "Terjadi kegagalan
persidangan yang nyata."
Francis melihat pintu Seksi 19 mengayun terbuka dan menatap
dirinya di usia dua puluh sembilan, Hoolian, si pelaku kejahatan,
berjalan melewati sekumpulan kamera dan mikrofon.
Semua tampak begitu berbeda dari sudut ini. Saat itu, peristiwa
ini nyata sekali merupakan saat-saat kejayaan: keluar dari maraton
meletihkan di kamar sempit dengan pernyataan mengguncangkan.
Menebus noda-nodanya di kepolisian dengan memecahkan kasus
terbesar tahun itu. Ayahnya sendiri, yang bertahun-tahun
dicengkeram Alzheimer, menggelinding di sampingnya, menyeringai
pada si Turki seolah berkata 'kubilang juga apa'. Jadi mengapa
kelihatannya seakan akulah si papa? Francis bertanya pada dirinya
sendiri. Aku mengerjakan tugas dengan baik. Aku menabrak tembok
tapi berhasil membuatnya kembali utuh. Pekerjaan kutunaikan. Aku
membuat seseorang membayar atas perbuatannya. Tetapi kini ia di
layar, dasi miring, ujung kemeja keluar, berwajah seperti anjing dan
kusut, seolah-olah punya sesuatu yang disembunyikan. Bukankah ia
pernah menyaksikan cuplikan yang sama dua puluh tahun lalu,
dalam layar yang lebih kecil, bersama Patti yang sedang hamil
delapan bulan dan Francis Jr. tertidur di ranjang bayi? Dan,
bukankah waktu itu Patti bersandar padanya, mencium, dan
mengucapkan betapa bangga ia padanya?
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Dan, di sana kembali muncul Hoolian, dengan tangan terborgol di


belakang dan blazer St. Crispin's menyampir di pundak. Dalam mata
pikirannya, Francis ingat anak itu menampakkan senyum musang
sekilas, seolah yakin akan memenangi kasus ini dengan suatu cara.
Tapi, menonton tayangan itu kembali sekarang, Francis melihat
kumis tipis itu menyentak naik, menampakkan sepasang gigi depan
yang besar, dan ia sadar anak itu ternyata ketakutan belaka.
"Ia begitu belia," kata Patti. "Aku lupa hal itu."
"Tidak membuatnya urung meremukkan wajah gadis itu."
"Aku hanya bilang itu mengejutkan. Ia tampak begitu manis."
Francis meremas paha istrinya. Tak seperti Debbie A. dan Paul
Raedo, Patti bukan pembenci yang baik. Ia tak punya bakat untuk
itu, tak seperti jaksa penuntut lain. Sebab dalam hatinya, ia adalah
orang baik, mantan gadis gemuk yang hanya menginginkan orang
lain menyukainya. Alih-alih menyelidiki tiga pembunuhan
mengerikan di East 125th Street pukul empat pagi, Patti
menghabiskan sebagian besar waktunya dua puluh tahun ini dengan
mempelajari seni memaafkan, menerjunkan diri membesarkan anak,
memupuk persahabatan, makanan sehat, perbaikan rumah, dan
akhirnya karier kecil untuk dirinya sendiri sebagai personal trainer
untuk para CEO di Manhattan. Pendeknya, menjalani hal yang
disebut orang normal sebagai kehidupan.
Di layar, tampak potongan gambar Paul Raedo, kulit kepalanya
mengendur penuh perhatian, memberikan pernyataan resmi dari
kantor Jaksa Wilayah. "Komentar kami saat ini hanya bahwa para
juri membuat keputusan berdasarkan bukti-bukti dan kami merasa
yakin hal itu akan mendukung."
"Jadi, apakah mereka akan mencabut dakwaannya?" Patti bicara
padanya, tak pernah merasa simpatik pada Paul Raedo.
"Tentu saja tidak. Ia dihukum dua puluh lima tahun. Ia harus
menyelesaikan masa hukumannya."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Memangnya kau siapa, Ayatullah Khomeini? Kau telah


mendapatkan dua puluh tahun dari anak ini. 1 idakkah itu cukup?"
"Hey, bukan aku yang menentukan vonis. Hakim dan juri melihat
fakta- fakta yang sama dengan yang kulihat. Aku hanya memastikan
tak ada yang melupakan si korban."
"Jadi, apa kau akan mengulang keseluruhan kasus ini sekali lagi?"
"Ya..."
Perhatian Francis beralih, menyaksikan Debbie A. memberikan
pernyataan terakhir. "Tragedinya adalah seorang pemuda kehilangan
kebebasan untuk sesuatu yang tak pernah ia lakukan."
Francis mengecilkan volume TV dengan remote. "Apa yang harus
kulakukan? Berdiri di sana, tersenyum, saat seseorang menyebutku
bajingan pembohong?"
"Apa pedulimu? Kukira kau akan pensiun segera setelah promosi
jabatan menjadi Detektif Kelas Satu pada April ini."
Francis ragu-ragu, tak ingin membicarakan ancaman
mencemaskan tentang pertanggungjawaban yang disinggung Paul
pagi tadi. "Aku hanya ingin memastikan bahwa kasus ini benar-
benar berakhir."
"Kenapa? Kau akan pergi ke suatu tempat tanpa memberitahuku?"
"Tidak, aku hanya..." Ia mulai menggosok-gosok mata sebelum
kemudian menghentikan dirinya sendiri. "Lupakan saja, Patti. Oke?
Tak usah dipikirkan."
Patti bangkit. "Kalau kau mengerjakan kembali kasus ini, kuharap
aku tak harus membatalkan acara Thanksgiving di Florida. Aku
sudah menyerahkan deposit untuk kondominium itu, dan Kayleigh
akan datang dari Smith bersama seorang kawan."
"Aku yakin kasus itu sudah selesai nanti."
Wanita itu berjalan menuju kamar. "Frankie menelepon sebelum
kau pulang."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Oh ya?" Francis memutar tubuh. "Bagaimana keadaannya?"


"Ia bercerita tentang segala hal kecuali yang aku ingin tahu. Persis
seperti ayahnya. Meski sejauh yang aku tahu, belum ada omong-
omong tentang pemindahtugasan."
"Anak brengsek itu akan membuatku mati. Kuharap ia puas."
"Aku mau tidur," desah istrinya, tak ingin bertengkar. "Mungkin
aku akan ketemu kau di sana. Aku pakai gaun tidur tipis."
"Ya, aku akan menyusul sebentar lagi." Ia memperhatikan Patti
menjauh dan mengubah posisi kantong es di lututnya.
Beginilah ia sekarang. Ia mengambil remote dan mengubah
saluran ke pertandingan Yankee. Mariano Rivera mengalahkan Red
Sox, perseteruan lama bergulir kembali. Kutukan Bambino. Ia
menonton separo inning namun tak dapat berkonsentrasi dari satu
pitch kepitch berikutnya. Diubahnya saluran TV dan menemukan
liputan tentang Irak di Fox News Live. "America at War" dan
bendera tampak di sudut kanan bawah. Jejeran tank di jalanan
Baghdad, satu lagi konvoi diserang di gurun, dan tetap tak ditemukan
senjata pemusnah massal. Dan, ke sinilah mereka mengirimkan
putraku.
Tak banyak yang bisa meringankan pikiran kusut. Ia beralih ke
Star Trek beberapa saat. Kapten Kirk mondar-mandir di planet
Styrofoam yang sama, berkasih-asmara dengan wanita berkulit hijau
di masa-masa sebelum ia mulai bermain sebagai polisi dalam film
T.J. Hooker. "The Cage." Bukankah film itu yang ia bicarakan
dengan Hoolian, jauh di masa itu? Hanya, anak itu berkata bahwa
Jeffery Hunter bermain sebagai kapten di Enterprise. Bukankah ia
orang yang sama dari The Searchers yang membantu John Wayne
menelusuri gadis yang diculik orang Indian?
Oke, kini kau menyimpang terlalu jauh dari usaha menghibur
diri, Loughlin. Ia mematikan TV dan duduk di sana, merenung
dalam kesunyian.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Matanya berkelana ke rak-rak buku yang ia buat beberapa tahun


lalu, memindai tulang-tulang buku yang belum rusak, yang ia koleksi
untuk bacaan senggang di masa pensiun. Kini terpikir olehnya bahwa
suatu hari kelak, dalam waktu yang tak begitu lama, lagi ia harus
memutuskan buku mana yang akan menjadi buku terakhir yang ia
baca. Ia mencari-cari kandidat yang paling mungkin. Shelby Foote,
Gettysburg. Stephen Ambrose, D-Day. Atau pengarang favoritnya
yang baru, Ernest Shackleton dengan Endurance. Bajingan keras
kepala yang mengejar hasratnya sendiri. Berusaha memimpin sebuah
kru ke Antartika namun kemudian kapalnya hancur oleh jarum-jarum
es yang tajam. Ia membuat putusan yang berani, terjun ke dalam
sekoci bersama lima orang lain, untuk mencari pertolongan dari
delapan ratus mil sungai es dan air yang tersapu badai. Bagi Francis,
keajaibannya bukan hanya karena ia menyelamatkan setiap orang
tapi karena entah bagaimana ia berhasil melintasi semua ruang
kosong itu tanpa kehilangan akal sehat.
Ya, Tuhan, rasanya ia butuh minum.
Ia mendengarkan detak jarum jam di dapur. Pikirannya retak-
retak namun menyatukan diri kembali. Ia harus menyerahkan
laporan besok. Ia harus terus bertingkah seakan tak ada masalah. Ia
harus menemui dokter lain dan mencari pendapat kedua. Detik jam
itu berubah menjadi ketukan tongkat di trotoar. Suatu hari nanti
menyeberangi Union Street akan menjadi sesukar melintasi
Antartika, rianya, ia mungkin hanya tertabrak mobil seperti ibunya di
Grand Concourse.
Tidakkah itu pikiran yang menyenangkan!
Di mana ia melihat botol vodka separo kosong waktu itu?
Tidakkah botol itu kian berdebu di suatu tempat dekat mesin
pemanas air di basement, menunggu dibuang? Ia tak perlu sampai
mabuk. Hanya beberapa jari di mug Grateful Dead tua, sekadar
melepas kepenatan sedikit.
Huh, jangan menjadi bajingan murung yang mengasihani diri
sendiri, Francis. Ayahmu menjadi seperti itu dan lihat apa yang
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

terjadi padanya. Mestinya ia bisa lebih baik dari itu, kan? Setidaknya
untuk hampir dua puluh tahun yang ia punya.
Meninggalkan minum- minum, mengabdikan diri untuk keluarga,
menunaikan pekerjaan tanpa cacat, jenis polisi yang bisa diandalkan
jika sahabat mereka terbunuh. Jadi, mengapa matanya berubah
menjadi sepasang bola tak berguna? Apakah ini pembalasan atas
sesuatu atau hanya noda biasa dari Dosa Asal?
Ia selalu memiliki semacam hubungan timbal balik kasar dengan
Yang Maha Kuasa, mendapat hajaran jika sekali waktu ia tergelincir.
Setelah ibunya meninggal, ia berpikir entah bagaimana itu pasti
salahnya, mungkin karena ia tidak cukup banyak berdoa jika diminta
ibunya, karena itu ia mencoba melakukan penebusan dosa. Lima
tahun sebagai anak altar membuat keluarga selamat, pikirnya. Tetapi
lalu ia mangkir, memutuskan bahwa semua itu hanya omong
kosong—jadi, lebih baik ia menjadi si tolol pengisap ganja. Hingga
sebuah kecelakaan mobil di jalan tol membuat saudara
perempuannya memakai penyangga leher dan ketakutannya akan
Tuhan kembali.
Ia tak pernah benar-benar menjadi anak berandal yang ingin
membangun reputasi. Hanya, sesuatu sesekali mencambuknya
kembali ke jalan tak benar. Ia akan mulai sedikit membuat masalah
dengan Patti tak lama setelah mereka menikah dan hampir tertembak
peluru dalam sebuah razia narkotika. Atau, ia akan mulai minum-
minum lagi dan Kayleigh kemudian harus dibawa ke ruang ICU
khusus bayi akibat infeksi ginjal.
Tapi waktu pun berlalu, semua berjalan dengan baik, dan kau pun
akan berpikir dirimu telah bersih. Hingga putramu masuk tentara
tanpa memberi tahu dan retinamu mulai memburuk.
Ia meremas lengan kursi dan mulai bangkit, jam di atas tungku
dapur masih berdetik dengan kencang. Diakhiri. Kata yang Tom
Wallis gunakan itu terus mengganggunya. Seolah-olah kata itu
sesuatu yang nyata, sesuatu yang bisa kau tiduri, ia berusaha
bersabar jika orang mengucapkan kata itu, sebab, apa gunanya?
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Akhir adalah apa yang mereka ingin percayai bahwa hal itu
mungkin, seperti rahmat Tuhan atau Perlindungan Kesehatan
Universal. Tetapi, lalu kau punya Ellen Wallis yang mulai sinting,
mengatakan pada orang-orang bahwa anak gadisnya masih hidup.
Tidak terdengar seperti ingin 'mengakhiri', bukan?
Mungkin tak akan ada sesuatu yang terjadi dalam waktu dekat
ini. Penglihatan tepimu akan berangsur-angsur menyempit seperti
terowongan.
Hentikan. Ia sudah memutuskan tak akan berpikir tentang hal itu.
Bagaimana tentang kasus ini? Ia memikirkan dua belas hal yang
mesti ia katakan pada Paul Raedo.
Penyelidikan ini memang tidak sempurna. Kita harus bersatu,
Francis.
Ia sadar dirinya selalu separo khawatir kasus ini akan muncul
kembali. Bukan ia ragu bahwa Hoolian pelakunya. Anak itu sudah
menjalani persidangan, bukan? Pengacaranya punya nyali untuk
memeriksa silang Francis di kursi saksi, menyatakan bahwa Allison
bisa saja menduplikasi kuncinya sendiri dan memberikan pada orang
lain. Tetapi bukti-bukti di lapangan memberatkan Hoolian.
Memangnya kenapa jika ia tak bersaksi atas namanya sendiri?
Segera setelah ia duduk di kursi saksi, ia akan terjebak oleh fakta-
fakta yang dijejalkan ke tenggorokannya. Bukankah ini kasus mutlak
tanpa cacat?
Tentu saja tidak. Tapi Francis tak berutang permintaan maaf apa
pun. Juri mampu mengaitkan semua fakta. Total hanya butuh dua
setengah hari sebelum mereka memutuskan bahwa Hoolian bersalah
untuk pembunuhan tingkat dua. Dan jika Hakim Robins
menjatuhkan hukuman dua puluh lima tahun— ya, itu kesialannya,
bukan? Ralph Figueroa telah mengajukan tawaran penurunan masa
hukuman lima hingga lima belas tahun, dan memutuskan untuk
menggulirkan dadu. Karena itu persetan semua, sebagaimana yang
selalu tercantum di kartu Natal sebelum Patti memaksanya untuk
mengubah. Kasus ditutup.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Ia mematikan lampu di sebelah kursi malas dan menyadari betapa


ruang ini mendadak terlihat begitu gelap. Ketiadaan cahaya sama
sekali membuatnya mendengar bunyi-bunyian dalam rumah dengan
jelas, decitan halus kayu yang naik turun. Bagaimana Shackleton
melakukannya? Tanpa peta, tanpa jejak kaki untuk dilacak.
Bagaimana ia menemukan posisinya dalam belantara tak terpetakan
itu?
Kau akan pergi ke suatu tempat tanpa memberitahuku?
Secara refleks, Francis menarik rantai dan menyalakan lampu
kembali agar ia dapat menemukan jalan menuju tangga.

11

MERASA LAPAR dan lelah, beberapa menit menjelang pukul


sebelas, Hoolian berjalan menuju kafe tua yang dulu bernama Leon's
di Second Avenue. Ayahnya pernah punya kawan seorang pelayan di
sana bernama Nita yang kadang memperbolehkan ia memakai kamar
mandinya. Waktu itu, Leons's adalah tempat kumal yang
menyediakan sup dan burger dengan papan nama neon merah,
dengan permen mint berwarna kusam di mangkuk perak di sebelah
kasir, dan cangkir-cangkir kopi biru murahan dengan hiasan pilar-
pilar gaya Yunani. Restoran baru itu bernama Cafe Florence;
karpetnya hijau mulus, dengan perabotan berpanel kayu kenari, dan
hidangan tuna seharga 8,95 dolar. Ia masuk dengan sepenuh hati,
memergoki permen mint yang sama dalam mangkuk perak di
sebelah meja kasir.
Pegawai kafe mulai mengelap meja- meja, tapi Nita tak terlihat.
Sebuah pisau steik berkilauan di meja. Hoolian mengambilnya cepat-
cepat saat bergegas menuju toilet pria. Bagaimana pun, gunting kuku
tak akan cukup untuk melindungi diri, yang ia sadari setelah beradu
mulut dengan si penjaga pintu.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Ia mencuci tangan dua kali dengan sabun merah muda beraroma


harum, mengacak rambut, menyadari rambutnya sudah terlalu
panjang, lalu keluar dari toilet berusaha terlihat biasa-biasa. Seorang
pelayan berwajah seperti tirai merosot tengah mengisi botol saus
yang telah setengah kosong.
"Hoolian?" wanita itu berbalik. "Kaukah itu?"
Hoolian tersenyum dan mengangkat tangan, dengan gugup
menutupi parut di dagunya.
"Coba lihat dirimu! Nino!?” ia memeluknya. "Kau telah dewasa.
Apa yang terjadi pada putra kecilku ini?"
Wanita itu juga telah berubah. Dulu kencang kencang dan kurus,
seperti penari tango, dengan mata berkilat-kilat angkuh dan mulut
mencibir seolah mencari-cari mawar untuk digigiti. Tetapi,
perjalanan waktu telah melembutkan dan membentuknya,
menghaluskan tepi- tepi, menambah berat beberapa kilogram, dan
mengimbuhkan sedikit sentuhan sang Perawan Suci pada senyumnya
yang letih.
Ia melepaskan pelukan untuk mencermati Hoolian. "Kukira kau
dihukum dua puluh lima tahun."
"Ya, aku keluar sekarang. Setidaknya untuk beberapa saat."
"Bueno! Que gusto!"
Hoolian ragu-ragu, menyadari dirinya kini di luar lingkaran akar
Spanyol- nya. Sejujurnya, ayahnya hanya mengajari bahasa itu
sedikit saja dan ia tak banyak memakainya di penjara, lebih senang
menghabiskan waktu di perpustakaan hukum, alih-alih bergabung
dengan para Raja Latin dan Las Neitas.
"Ayahmu selalu yakin kau akan baik-baik saja. Ia dulu selalu
berkata, 'Nos se ocupe! Anak itu lebih kuat daripada aku."
Hoolian memikirkan ayahnya yang meninggal sendirian di
Rumah Sakit Metropolitan dan merasakan uap beracun mulai
berkumpul di dalam dirinya.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Ayo, duduklah, kau sedang apa?" ia mengisyaratkan Hoolian ke


sebuah kursi kosong. "Di mana kau tinggal?"
"Tinggal?"
"Kau punya tempat bermalam?"
Hoolian melipat tangan, menahan gelombang kemarahan dan
keletihan. "Aku sedang mengerjakan beberapa hal."
"Tapi mereka tak akan memasukkanmu kembali ke sana, bukan?"
"Ya..." matanya berkedip dan berusaha tampak riang. "Mereka
belum benar-benar menghapus dakwaannya. Tapi itu hanya omong
kosong teknis. Aku tak punya kaitan sama sekali dengan semua yang
mereka tuduhkan. Gadis itu temanku."
"Aku tahu itu, Sayang."
Hoolian menengok untuk melihat kalau-kalau ada orang lain
mencuri dengar. "Pengacaraku berkata, aku harus berusaha
menolong diriku sendiri jika ingin namaku pulih, tapi, bangsat, aku
tak tahu apa yang mesti kulakukan."
Sudut mulut wanita itu turun dan ia menyadari anak yang ia kenal
dua puluh tahun lalu tak pernah menyumpah.
"Maaf. Aku terlalu lama dikelilingi orang-orang kasar."
"Tak apa. Aku cukup senang berjumpa denganmu."
Hoolian membasahi bibir, berusaha mengabaikan rasa perih di
perutnya. Lembaran dua puluh dolar terpampang bersama sebuah
cek di bawah tempat garam di ujung meja. Ia berpikir, betapa mudah
untuk mengambilnya ketika Nita berpaling.
"Hey, bukankah kau pernah menjaga anak-anak di apartemen
kami?" ia memaksa diri untuk kembali memusatkan perhatian.
"Tentu. Dari situlah aku mengenal ayahmu. Aku pengasuh bayi
paruh waktu di sana. Nyonya Foster di 9B."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Wanita itu bercerai?" ia membayangkan wanita paruh baya


meluncur melewati lobi mengenakan celana j eans pendek dan
sepatu boot sepaha untuk bersenang-senang ke kota.
Mulut Nita menipis membentuk garis tegang. "Terlalu sibuk
bertengkar dengan pengacaranya mengenai tunjangan dan
bersenang-senang dengan pria-pria beristri daripada mengurus anak
perempuannya. Aku bersumpah, kadang aku ingin membawa pergi
anaknya ke rumahku."
"Jadi kau kenal semua orang lama di apartemen."
"Tentu saja. Aku adalah Don Corleone dari Mafia Pengasuh
waktu itu. Dan aku pernah berkencan dengan Willie, si tukang itu."
"Si curang yang bekerja di lift belakang itu?"
"Ya, kukira ia waktu itu menarik."
Willie Pembangkang, sebutan ayahnya dulu. Karena orang-orang
tak pernah bisa menghubunginya lewat walkie-talkie saat
dibutuhkan. Ia selalu main- main dengan kawan lain di basement atau
muncul terlambat untuk memasang cincin penutup di bak cuci piring
seseorang ketika pelayan baru yang manis ada di dekatnya.
"Ia akrab dengan si tua Nestor, kan?"
"Siapa?"
Hoolian bertanya-tanya apakah ia berani untuk berharap. Ia begitu
lapar dan lelah hingga tak tahu apa yang lebih ia butuhkan: makanan
enak atau uluran bantuan bagi kasusnya.
"Nestor. Portir itu, yang bekerja di lantai bawah. Orang tua yang
bermain piano. Kurasa ia berasal dari Santo Domingo. Lelaki kecil
kuat bungkuk. Yang agaknya kau bisa menjatuhkannya dengan
tembakan polong sampai kau melihatnya mengangkut kulkas di
punggung."
"Oh, Nestor." Nita menepuk tangan. "Si Cha-Cha Man."
"Ya."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Oh, tentu saja aku ingat bribon kecil itu. Ia pintar main piano,
bro. Tahukah kau, ia pernah tinggal di Kuba beberapa tahun dan
bermain di salah satu band terbaik di Havana sebelum la
Revolucion!"
"Tidak, aku tak tahu."
Memalukan baginya untuk mengakui betapa tak perhatian dirinya
waktu itu. Dulu, Nestor hanya lelaki tua yang bekerja pada ayahnya
dan bermain domino dengannya, kadang-kadang. Tak pernah terpikir
oleh Hoolian untuk bertanya apakah Nestor memiliki keluarga di
suatu tempat atau kehidupan lain. Bukan hanya karena bahasa
Inggris Nestor begitu payah. Tetapi ada penghalang lain, semacam
luka dalam dirinya, bak seorang aristokrat yang jatuh dan menolak
bicara tentang kesukaran masa lalu.
"O, iya," tukas Nita. "Kami dulu suka pergi sepulang bekerja ke
La Fuego di H2th Street. Di sana ada mesin pemutar lagu di sudut
dan setelah menenggak beberapa gelas tequila, ia sungguh-sungguh
bisa menari. Tango, mambo, bolero, puchanga, meringue, bugalu,
apa pun. Ia akan mengajak kita berdansa di atas bar. Mengapa kau
ingin tahu tentangnya?"
"Kurasa ia bisa membantuku."
Sepasang kakek-nenek di bilik belakang melambaikan cek pada
Nita, memintanya memutuskan sebuah perselisihan remeh di antara
mereka.
"Ayahku menulis surat saat aku di penjara, bercerita ia pernah
menemui Willie suatu malam di bar di Second Avenue." Jelas
Hoolian. "Dan setelah mereka minum- minum beberapa lama, Willie
berkata suatu waktu Nestor pernah memberi semacam isyarat
padanya bahwa ada sesuatu yang tak pernah ia ungkapkan pada
polisi. Tapi Papi tak pernah bisa melacak jejak Nestor dan
mengetahui apa yang ia maksud."
"Dan kau berpikir hal itu akan membuat perbedaan sekarang?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Itu yang terbaik yang aku punya." Hoolian tenggelam sesaat


sebelum menegakkan diri kembali. "Pikirkan. Nestor bekerja di
basement malam itu. Dan hanya ada dua jalan keluar dari gedung.
Depan dan belakang..."
Hoolian meraih lap dan pulpen yang tergeletak di meja konter,
dan mulai merancang skenario. Bertahun-tahun ia begitu
terkungkung, berusaha menceritakan kisahnya pada siapa saja yang
mau mendengarkan—sesama narapidana, penjaga penjara, konselor
senior, pendeta—dan kini ia hampir tak bisa menenangkan
tangannya karena bersemangat.
"...dan pintu darurat di basement mengarah ke gang di belakang
gedung apartemen," lanjutnya, melukis garis dan panah. "Setelah
tengah malam, pintu depan dikunci,"
Ia memastikan wanita itu mengikutinya. "Kau harus
membangunkan Boodha, si penjaga pintu, di lobi untuk
membukakan pintu. Atau kau harus memiliki kunci sendiri, seperti
para penyewa. Dan jalan lain keluar dari gedung adalah melalui
pintu darurat di belakang, tepat melalui kursi gemuk besar tempat
Nestor tidur."
Nita menyentuh pundaknya seolah ingin menyela, namun kini
setelah katup itu terbuka ia tak bisa lagi memotongnya.
"Jadi, jika ia bersaksi melihat sesuatu atau orang lain masuk dan
keluar dari gedung antara tengah malam dan pukul sepuluh pagi
ketika mereka menemukan mayatnya, mereka harus mengakui
bahwa mereka menjebakku."
"Bukankah polisi pernah bicara dengannya, sebelumnya?"
"Ya, benar" Hoolian mengejek, menjawab cepat untuk mencegah
jeratan berbahaya ini berbalik. "Seorang polisi dan jaksa yang tak
bisa berbicara Spanyol. Kau tahu apa yang terjadi? Mereka
mengintimidasinya habis-habisan. Lelaki kecil itu hampir tak bisa
bicara Inggris, dan ia bukan anggota serikat buruh. Bahkan tak punya
paspor resmi. Ia tahu mereka sudah menjebakku. Mereka tak ingin
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

ada sesuatu yang menghalangi tujuan itu. Jadi tentu saja ia


mengatakan pada mereka apa yang ingin mereka dengar. 'Tidak, aku
tak melihat apa-apa.' Jadi, ia membuat pernyataan omong kosong
pada Asisten Jaksa Wilayah, meninggalkan kota sebelum
persidangan karena tak ingin datang ke pengadilan untuk bersaksi
dan dideportasi kembali ke Santo Domingo..."
Makin banyak bicara, makin meyakinkan ia, terdengar oleh
dirinya sendiri. Ya, ketidakadilan besar telah terjadi di sini.
Seseorang harus membayar hal yang telah mereka lakukan padanya.
Yang harus ia lakukan hanya mencengkeram lelaki tua itu dan
memuntir lengannya sedikit untuk membuka mata dunia.
"Aku yakin ia masih hidup," Hoolian bersikeras, menaruh pena
dan menunjukkan sketsanya. "Tak mungkin ia setua itu."
"Sayang, ia mungkin sudah berusia enam puluh saat itu."
Ucapan wanita itu ia anggap sebagai goresan kecil belaka. "Kalau
saja aku bisa menemuinya barang sebentar...."
"Muchacho..."
"...Aku yakin ia pasti membelaku. Ia berutang pada ayahku..."
"Sayang." Nita menepuk tangannya, tak ingin susah-susah melihat
gambarannya. "Kurasa ia sudah meninggal dunia.”
“Apa?"
"Terakhir kudengar, ia sakit. Ia bilang pada Willie bahwa ia
menderita kanker hati dan akan kembali ke Dominika untuk
menengok keluarganya."
"Tapi itu tak berarti ia sudah mati," katanya. "Apakah Willie
punya alamatnya?"
"Willie?" wanita itu mendengus. "Sudah bertahun-tahun aku tak
melihat bajingan itu. Ternyata ia punya istri dan anak di Bronx dan
keluarga lain di San Juan. Bagaimana itu? Aku baru tahu semuanya
pada 1986. Kita tak pernah bisa menebak orang."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Mungkin ia sembuh," Hoolian bersikeras, harapannya bagai


korek api diterbangkan angin. "Kanker hati tak selalu membunuh,
kan?"
"Sayang, ia bahkan sudah setengah tak waras."
"Benarkah?"
"Kau harus makan sesuatu. Kau tampak pucat."
Ia sadar keringat lembab dingin keluar dari pori-porinya, seakan-
akan ia sedang demam. "Tidak, terima kasih, aku tak bisa makan."
"Berapa lama kau berada di luar?"
"Sejak kemarin malam." Ia mengusap alisnya. "Aku
mengandalkan orang tua terkutuk itu untuk membelaku."
Ia menatap botol saus kosong yang berbaris seolah mereka bagian
dari bank darah. Mendadak saja, semua hal buruk yang menimpanya
tak lagi berpijak sendiri. Pemakaman ibunya di St. Theresa. Ruang
interogasi. Gedung pengadilan. Halaman penjara di Dannemora. Sel
di Attica. Tempat-tempat itu semua sama. Bahkan kafe ini. Itu semua
hanya ilusi. Ia tak pernah benar-benar keluar dari sarang.
"Kau percaya padaku, kan? Kau tahu kejadiannya tidak seperti
yang mereka katakan."
"Dengar," katanya, menepuk tangan Hoolian. "Kau letih. Kau
terlalu keras berusaha melakukan terlalu banyak hal. Echa un trago.
Echa una siesta."
Perlahan- lahan Hoolian bangkit, sebuah tabung uap dari bak cuci
terangkat di dekat pintu dapur. Baginya, semua perjuangan dan kerja
keras untuk memulihkan nama baik hanya buang-buang waktu yang
menyedihkan. Sebuah sisi dalam dirinya bertanya-tanya apakah ia
mesti menyerah dan memikirkan tawaran kantor Jaksa Wilayah
untuk mengaku bersalah. Setidaknya semua ini akan berakhir.
Tetapi tiap kali hampir menetapkan keputusan untuk menerima
tawaran itu, ia kembali membayangkan wajah putri sepupunya yang
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

menatap dari balik kulkas. Anak itu menganggap dirinya sejenis


binatang kotor. Jika pun anak itu mengingat sesuatu tentang dirinya,
ia tak akan ingat apa-apa tentang betapa lembut Hoolian menyikat
rambutnya. Ia akan memilih percaya pada kata-kata ibunya bahwa
lelaki itu berusaha melakukan sesuatu yang buruk padanya. Dan, itu
sama sekali tak bisa ia terima.
"Aku merasa tak enak badan." Hoolian memegang perutnya yang
lemah.
"Aku bisa menyuruh koki memasak huevos rancheros untukmu.
Aku ingat dulu kau suka masakan itu."
Hoolian mulai merogoh saku, namun wanita itu memukul
tangannya. "Largo de aqui!" katanya. "Kutendang pantatmu jika
kulihat kau mengeluarkan dompet."
Hoolian menyerah, tersentuh dan merasa terintimidasi,. begitu
Nita pergi ke dapur dan memberikan pesanannya pada juru masak.
"Benarkah kau tak punya tempat untuk bermalam?" Nita kembali
duduk.
Hoolian menggelengkan kepala, tak ingin membicarakan
peristiwa di rumah sepupunya.
"Ay." Nita memutar mata menatap tas besarnya. "Pasti kau pun
tak punya pekerjaan."
"Aku keluar terlalu cepat sebelum mereka sempat merancang
rencana pembebasan. Mestinya aku masih di sana."
"Ya, tak ada pekerjaan apa-apa di sini untukmu," katanya, seolah-
olah laki- laki di hadapannya itu salah satu dari antrean pria yang
mencoba memanfaatkannya.
Mungkin ia sudah terlalu menuntut. Nita adalah wanita berhati
baik yang mungkin sering mencurahkan kebaikan pada hewan-
hewan tersesat yang kemudian berbalik dan menggigitnya. Ia
melahap telur yang disajikan dan bersiap-siap pergi. Mungkin ia bisa
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

naik kereta A dan tidur sepanjang perjalanan jauh bolak-balik ke Far


Rockaway, hingga kondektur mengusirnya keluar.
"Ada sebuah kamar kecil di bawah," ucap Nita diam-diam.
"Apa?"
"Ruang penyimpanan kecil. Tukang antar barang kadang-kadang
tidur di sana. Memang tidak bagus. Kau harus tidur di antara rak-rak,
bersama kaleng-kaleng sup dan lemak babi. Tapi tak akan ada yang
mengganggumu di sana."
Hoolian menatap wanita itu, berusaha mengerti. Ia bukan tak
pernah menerima kebaikan di penjara. Seorang penjaga kadang
memberi kelonggaran hukuman dalam sebuah pelanggaran remeh;
narapidana lain kadang membolehkannya memakai pelat panas di
selnya. Tapi kau tak bisa mengandalkan semua itu. Kebaikan identik
dengan kelembutan, identik dengan kelemahan, dan itu adalah
penyakit yang mesti dihilangkan. Lebih baik dianggap pencuri,
pemerkosa, atau bahkan pembunuh, daripada dianggap sebagai lelaki
yang, katakanlah, seperti ayahnya.
"Tapi kau harus diam-diam," ucap Nita sambil bangkit. "Aku tak
ingin pemilik tahu kau ada di sana. Aku butuh pekerjaan ini."
"Terima kasih."
Ia menahan desakan dalam dirinya untuk memeluk wanita itu
sebagai rasa syukur, ia masih belum cukup mempercayai dunia untuk
terlihat menyentuh seorang wanita.
"Dan, taruh kembali pisau steik itu." Nita menunjuk saku Hoolian.
"Aku sudah mempertaruhkan nyawa untukmu."

12
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

TOM TURUN ke bawah menuju apartemen setelah siaran berita


selesai dan menemukan ibunya tengah memegang segelas anggur
merah setengah kosong dengan filter rokok mengambang di
dalamnya.
"Bagus," katanya, sinis. "Bukankah Dr. Spencer bilang Ibu harus
mulai mencampur pinot noir dengan obat antipsikosis dan Prozac?"
"Bukankah sudah kukatakan betapa aku benci obat-obat itu?"
"Dan Ibu mengira minum bersamanya akan membantu?"
"Aku tak suka efek obat-obat itu." Rahangnya mengeras.
"Rasanya kepalaku dipenuhi kapas. Tulisanku jadi kecil-kecil.
Membuatku melihat hal- hal yang sebenarnya tak ada. Apakah aku
sudah menceritakan yang terjadi kemarin malam?"
"Apa?"
"Aku bangun, kehausan, dan kukira aku minum sebotol air. Esok
paginya aku menemukan sebotol minyak zaitun di meja."
Tom mengerucutkan bibir, jijik. "Ibu ingin masuk ruang gawat
darurat lagi? Apakah itu yang Ibu coba lakukan?"
Tom menoleh ke arah meja antik dari kayu ek yang diselamatkan
ibunya dari Sag Harbor. Setangkai tulip layu dalam vas, kelopaknya
berjatuhan, dan sisa-sisa sobekan kertas berhamburan dari keranjang
sampah seperti sayap-sayap patah.
"Setidaknya Ibu pergi ke halaman belakang jika ingin merokok."
Tom mengambil gelas anggur dan mengaduk-aduk puntung.
"Michelle menderita asma, siapa tahu ibu lupa."
"Oh, jadi sekarang aku nenek yang buruk juga."
Tom memijit- mijit ruang di antara kedua alisnya seolah-olah
sedang berusaha menyatukan satu retakan. Tom, pria malang yang
lama menderita. Yang mungkin sudah muak menghabiskan enam
tahun untuk menjaga ibunya yang sinting. Disertai rasa malu, wanita
itu ingat saat menonton Tom yang berusaha bermain football di
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Central Park ketika kecil dan menyadari selama beberapa saat bahwa
ia tak menyukai anak lelakinya itu. Tingkah yang kikuk, perawakan
yang tak atletis, kelakuan berpura-pura tahu aturan permainan.
Wajah yang berubah merah muda jika mengeluarkan sedikit saja
tenaga. Tom tak pernah berhasil melakukan hal- hal dengan wajar
seperti saudara perempuannya; Allison bisa mengambil raket tenis
dan mulai melakukan pukulan voli dengan segera. Pada Tom, semua
hal berpotensi mempermalukan dirinya. Eileen terus-menerus
membandingkan Tom dengan anak lain dan kemudian merasa
bersalah sesudahnya. Namun, pada akhirnya, Tom memperlihatkan
kemampuan. Ia berubah menjadi pemimpin keluarga, mengambil
alih keuangan dan menganugerahinya tak hanya satu, tapi dua cucu
perempuan untuk melegitimasi eksistensinya yang goyah akliir-akhir
ini.
"Mungkin Ibu tahu, Francis Loughlin mampir ke sini tadi," kata
Tom. "Ia membawa berita yang membuatku kesal."
"Aku menunggu." Ibunya melipat tangan di pangkuan dengan
sikap anggun seorang bangsawan.
"Mereka membebaskan Julian Vega lebih awal. Mereka
melepaskan dakwaannya. Kini ia orang bebas."
Wanita itu mengangguk, berusaha mempertahankan kesunyian
bermartabat.
"Aku berkata padanya mungkin lebih baik semua ini dihentikan
saja. Kita sudah terlalu banyak menderita. Tapi ia merasa ia berutang
pada Ibu untuk tetap membuat kasus ini bergulir...."
Ibunya terus mengangguk-angguk, tak dapat berhenti.
"Kubilang aku tak setuju, tapi berjanji menyampaikan pesannya."
Tom sedikit bersemu merah. "Menurut ia, Ibu akan paham
keinginannya."
Akhirnya wanita itu berhenti menggerak-gerakkan kepala dan
berpaling pada Tom, perlahan-lahan menampakkan keyakinan diri.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Kau menunggu dan terus menunggu sesuatu, lalu ketika hal itu
terjadi, kau seperti tak pernah mengharapkannya.
Terdengar bunyi halus di belakang tenggorokannya. Hanya
gumaman, hampir tak seperti kata-kata. Tetapi segala sesuatu di
alam semesta ini tergantung dari cara orang menyimpannya. Eileen
meluruskan punggung, berusaha mengingat-ingat latihan yang biasa
dilakukan para aktor. Rileks. Tarik napas. Ciptakan pemahamanmu
sendiri akan waktu. Ia melemaskan bahu kembali dan perlahan- lahan
menghembuskan napas yang seakan menukik-nukik. "Kau tahu, Ibu
telah berpikir-pikir," ujarnya.
"Apa?"
"Mungkin ada alasan mengapa aku tak bisa menyelesaikan buku
ini. Mungkin ini bukan waktu yang tepat. Maksudku, menulis ulang
Hans Christian Anderson, karena karya itu begitu...hangat. Tidakkah
begitu menurutmu?"
"Aku tak tahu, Bu," jawabnya, lemah. "Aku bukan si anak kreatif
di rumah ini."
"Aku berpikir-pikir tentang proyek lain."
"Oh?"
"Kau tahu, aku semakin tertarik pada bidang ilmiah belakangan
ini. Bagaimana tubuh bekerja. Bagaimana pikiran memperbarui
diri..."
"Bu..."
"Pernahkah kau berpikir tentang sistem bintang ganda, Tom?"
"Rasanya belum." Tom mendesah.
"Hampir setiap bintang yang kau lihat di malam hari memiliki
satu kawan. Tapi yang satu biasanya mendominasi yang lain,
sehingga kau hampir tak bisa melihatnya. Yang menarik adalah
bahkan jika yang satu mati, saat keduanya berada dalam jarak cukup
dekat, bintang itu dapat mulai menarik hidrogen sehingga ia bisa
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

menyala kembali. Tetapi ia lalu melepaskan ledakan supernova, dan


yang tertinggal hanya * lubang hitam."
"Bu, sudah malam. Kukira kita sudah pernah membahas hal ini."
"Ia bintangku yang gemilang."
"Kukira, bintang Ibu yang gemilang adalah anak-anakku." Tom
menatap langit-langit.
"Aku ingin ia tahu aku tidak lupa padanya."
"Jika benar-benar mengira ia masih hidup, kenapa Ibu masih ingin
melihat kasus ini kembali ke pengadilan?" Tom berdiri, menggigiti
bibir. "Bisakah Ibu jelaskan?"
"Ia membutuhkan satu pertanda. Jika melihat kasus ini kembali
menarik perhatian, ia akan tahu bahwa kita masih mencari dirinya.
Bahkan bintang yang sedang sekarat pun dapat menyala kembali."
"Ibu juga bilang bintang-bintang itu dapat mengisap kehidupan
bintang lain." Tom pergi ke wastafel dan membuang isi gelas
anggur. "Aku ada pekerjaan besok pagi-pagi, setelah itu akan
kutelepon Spencer untuk mengatur obat-obat Ibu."
"Tom..."
"Apa?"
"Itu semua kesalahanku, kan?"
"Lupakan, Bu." Ia mengambil puntung rokok dari saringan
wastafel dan menaruhnya di tempat sampah. "Ibu telah melakukan
yang terbaik."

13

KEESOKAN SORENYA , Francis pergi menuju gudang penyimpanan


barang bukti NYPD di Long Island City, sebuah gedung empat
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

tingkat berselimut debu di kawasan industri dengan garasi- garasi


truk, pusat daur ulang, toko karpet, dan klub-klub striptease
bertebaran.
Jantungnya serasa tenggelam saat melewati gerbang, melintasi
potongan karpet gaya Oriental yang dihamparkan ke lantai semen.
Dari sudut mata, ia melihat bahwa satu-satunya pegawai di sana
adalah Sersan Brian Mullhearn.
"Gustav Mauler, sebutkan namamu."
"Francis X., sehat dan bernapas."
Sersan itu tak terburu-buru menyingkirkan sekaleng mi wijen
dingin dan mengelap tangan dengan tisu. Ia bangkit dari meja dan
mereka saling berjabat tangan kaku ala teman lama yang tak dapat
lagi menerima kehadiran satu sama lain.
Francis tahu, mestinya ia menelepon terlebih dulu, untuk
memastikan bahwa yang bertugas adalah orang lain.
Dentam musik disko Hot 97 di radio kantor entah bagaimana
memperkuat suasana penuh derita tempat ini. Cat mengelupas dari
pipa-pipa yang menonjol keluar, jamur bermunculan di ventilasi AC,
dan tanda peringatan KORUPSI HARUS DILAPORKAN K E PROVOST
separo tenggelam di balik kulkas penyok.
"Mereka bilang, orang baik mati muda, Sersan." Francis
menyunggingkan senyum terpaksa sambil memasukkan angka-angka
identitasnya. "Jadi kita berdua tak perlu khawatir tentang itu, kan?"
Sejujurnya, Mullhearn terlihat seperti salah satu barang yang
disimpan di antara drum-drum minyak sejak 1972. Rambut kelabu
lemas, kumis tikus, bahu kaku, raut wajah seperti spons. Di balik
lensa kontak, matanya berwarna seperti penghapus pensil; di atasnya,
alisnya tampak seperti semak belukar. Ia bergerak perlahan dan
dengan sekuat tenaga, seolah-olah terlambat untuk tiap respons
ototnya.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Kita sama-sama mengalami masa-masa liar di bagian narkotika,


bukan?" ujarnya.
"Aku masih menyimpan perih dan nyeri gara-gara itu." Francis
menyentuh punggung bawahnya.
"Kau ingat waktu jatuh dari pagar jeruji lantai tiga di Baruch
Houses di Housten Street?"
"Justru itu..."
"Ya, ampun, kukira kau sudah mati, Francis. Kami berlima
mengelilingimu, menunggu pendeta muncul untuk melaksanakan
upacara terakhir. Kau bahkan tak bernapas. Mendadak saja kau
terduduk, 'Mana dompetku?' seolah-olah kau baru berlalu dari meja
kasir dan salah satu dari kami mengambilnya."
Francis menyeringai. "Kita beruntung keluar dari tempat itu
dengan utuh."
"Beberapa dari kita lebih dari utuh." Mauler bersandar di
belakang meja. "Lihat aku, lihat kau. Aku menyalakan TV malam-
malam, dan kau lebih sering muncul di TV daripada OJ. Simpson."
"Lebih seperti Homer Simpson."
"Ya, kau cukup berhasil dalam kariermu." Mullhearn mengambil
garpu lagi. "Kudengar April nanti kau pensiun."
"Kau harus tahu kapan mesti mempertahankan pekerjaan dan
kapan melepaskannya."
"Yeah, kau selalu tahu cara untuk keluar sebagai pemenang, aku
yakin itu."
"Itu keberuntungan semata, Kawan. Itu saja."
"Lebih tepatnya mungkin keberuntungan secara genetis." Mauler
menyisakan helai panjang dari garpunya. "Kalau ayahku bekerja di
Departemen Nomor Satu, posisi kita pasti terbalik."
"Hey, hey..."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Francis merasa ini akan menjadi negosiasi panjang. Meski


kariernya menanjak dua puluh tahun terakhir ini, Mauler dibuang ke
semacam tempat suci pelayanan masyarakat yang pahit, Polisi Karet
yang menjaga buku-buku kuno dan Senjata Canggih Mematikan
Abad Kedua puluh.
"Jadi, apa yang bisa kulakukan untukmu?"
"Aku mencari barang apa saja yang kau punya dari kasus Allison
Wallis. Kurasa Paul Raedo dari kantor Jaksa Wilayah telah mengirim
faks sebelumnya."
"Baru pertama kali aku dengar."
"Tapi kau tentu tahu kasus yang kumaksud. Kau yang paling
bagus ingatannya di gedung ini, Bri. Tentang dokter perempuan yang
terbunuh di apartemennya oleh anak pengawas gedung pada tahun
1983..."
Mauler mengernyit sedikit, seolah melihat mobil lain melaju cepat
dari spion belakang. "Memangnya ada apa dengan kasus itu?"
"Permohonan banding-omong-kosong-bangsat-terkutuk itu
dikabulkan," sahut Francis, menjawab ringan. "Kami akan membuka
kembali kasus ini, untuk memastikan bahwa semuanya telah
dikerjakan dengan benar."
"Oh?"
"Aku butuh semua berkas yang kau punya. Kartu noda darah,
sampel otopsi, goresan kuku, pakaian apapun yang mereka
simpan..."
Mata Mauler mulai berenang di balik lensa matanya yang
berdebu. "Kau bilang ini kasus pembunuhan tahun 1983?"
"Ada masalah?"
"Ya ampun, Francis, kau tak punya kasus baru?" Mauler
melempar tisu, menggapai laci meja, dan menyodorkan formulir
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

kuning serta bantalan cap pada Francis. "Kau bisa mulai dengan
mengisi formulir ini dan membuat cap sidik jari."
"Bri, aku agak terburu-buru sekarang." Francis menengok arloji,
ternyata sudah menunjukkan pukul tiga kurang seperempat. "Bisa
kita lewatkan saja bagian ini?"
"Bung, ini untuk berkas resmi. Meski komisaris sendiri yang
datang, ia tetap harus mengisi formulir ini. Kita tak bisa membiarkan
orang keluar-masuk mengambil barang tanpa pertanggungjawaban."
Sebelum Francis dapat membantah, telepon berdering di sebelah
patung tokoh kartun Secret Squirrel di atas meja dan Mullhearn
menggunakan kesempatan itu untuk mengangkat telepon dan
berpaling darinya.
"Ya-aahh, ada apa, bay-bay?" ia melagu, mendadak berubah
wujud dari seorang Irlandia tua getir dan kasar menjadi seorang
penyanyi rap playboy yang pintar bicara. "Rindu padaku?"
Francis mengisi beberapa kalimat pertama dalam formulir,
berusaha tetap menjaga sopan-santun basi ini. Ia menengadah dan
menampak tanda yang ia lewatkan sebelumnya: BALAS DENDAM
dengan garis silang melewatinya. Tentu saja, itulah keadaan biasa di
sini. Mauler dan dirinya pernah menjadi peminum berat saat bekerja
di bagian narkotika, menembaki botol-botol Budweiser untuk
mempersiapkan diri melakukan penggerebekan dan menenggak
scotch dari wadah besar untuk menenangkan diri setelahnya. Hingga,
suatu ketika, Francis entah bagaimana kepergok tertidur di tempat
minum di sebuah ruang hakim pengadilan di Manhattan, tanpa
celana dengan senjata yang hilang. Ayahnya berhasil menangkis
ancaman sanksi yang datang dan mengeluarkan Francis dengan
tamparan keras. Tiga puluh hari penundaan gaji dan sebulan di
markas untuk mengurus "kejahatannya".
Namun, ketika Mauler kepergok mengemudi di jalan yang salah
di Astoria Boulevard enam bulan kemudian dengan napas berbau
alkohol, ia tak punya kenalan berkuasa seperti Francis untuk dimintai
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

tolong. Akhirnya, ia terpaksa berkarier dengan menghitung pensil


sementara Francis berhasil memperoleh lencana emas.
"Bri?" Francis memanggil setelah selesai menempelkan sidik
jarinya di formulir. "Kurasa aku sudah selesai mengisi formulir. Bisa
kau bantu aku, mungkin ada tisu atau apa?"
"Sebentar." Mauler mengacungkan satu jarinya. "Dengar, Say,
nanti telepon aku lagi dan kita bicarakan hal itu. Aku ada urusan
dengan orang ini. Oke? Aku ingin kita berdua merasa nyaman."
Ia menutup telepon dan berputar menghadap Francis, kembali
mengambil peran sebagai si Birokrat yang Terlindas Jaman itu. "Apa
katamu tadi?"
"Berkas Wallis dari tahun 1983." Francis menoleh ke sana-kemari
mencari sesuatu untuk mengelap tangan. "Mestinya ada beberapa
barangnya di sini. Kami mengambil seprai, sidik jari, serat karpet,
darah dari bawah kuku korban..."
"Ya, ya, ya." Mullhearn melepas kacamata. "Kukira sekarang aku
ingat. Orang itu menulis surat padaku beberapa kali."
"Siapa?"
"Si terdakwa. Namanya aneh.”
“Julian Vega?"
"Ya. Aku pasti telah menerima sekitar dua belas surat darinya.
Salah satu sahabat penaku. Ia dan pengacaranya ingin semua omong
kosong tentang uji DNA itu. Seperti halnya semua orang sok
sekarang. Mereka bersikap seolah-olah itu segampang melakukan tes
kehamilan." Ia menyenggol telepon menjauh, topik yang tak
menyenangkannya saat ini. "Pipislah di batangan itu, lihat tanda
plus, dan kau akan keluar dari penjara. Kuberi tahu, ya..."
Francis menggosok sisa-sisa minyak di antara ujung jarinya.
"Tunggu sebentar. Kau bilang Julian Vega menulis surat-surat
padamu, ingin tahu apa ia bisa menggunakan DNA untuk
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

membuktikan bahwa bukan darahnya yang kita ambil dari kuku-


kuku gadis itu?"
"Ya, bukan cuma padaku. Ia juga menulis ke Jaksa Wilayah. Tapi
sudah lama aku tidak mendengar kabar darinya. Kukira kami tak lagi
saling mencinta."
Francis butuh beberapa saat untuk memikirkan segala sesuatunya
tentang hal ini, seluruh informasi ini mendadak muncul seperti planet
tak dikenal di tepi tata surya.
"Lalu, apakah ia memperoleh apa yang dicarinya?"
Mauler menyeka kacamata dengan ujung dasi. "Kau bercanda?"
"Tidak. Kenapa?"
"Kau pernah melihat-lihat tempat ini? Ini seperti negeri Indiana
Jones. Kami masih punya tumpukan barang dari peristiwa 9/11 yang
bahkan belum sempat dikerjakan."
Francis mengambil tisu untuk mengelap tinta dari jari-jarinya,
teringat kehebohan saat terakhir kali ia berkunjung ke gudang ini
pada musim semi lalu, mencari bukti perkosaan lama. Hanggar
pesawat terbang yang terbentang luas penuh dengan bukti-bukti yang
berpotensi keliru diarsipkan. Rak-rak baja menjulang disesaki tong-
tong kardus berukuran 250 liter. Ratusan sepeda curian menumpuk
di gudang tambahan, seperti sisa-sisa Tour de France. Seorang
operator forklift mondar-mandir menggilasi karpet gulung yang
ternyata menyimpan bukti helai rambut penting dari sebuah kasus
pembunuhan. Dan yang paling aneh, sebuah koleksi alat-alat
pemanggang gaya pinggiran dan gerobak jajan dorong berjejer di
dinding. Suasananya tak seperti akhir film Raiders of the Lost Ark,
tapi seperti toko alat-alat rumah tangga yang dikelola seorang
pecandu. Akhirnya ia menyerah mencari barang yang dimaksud dan
memilih pergi untuk mendapatkan keterangan baru dari saksi asli.
"Kukira mereka akan merapikan tempat ini," kata Francis,
melempar tisu itu ke tempat sampah.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Merapikan? Merapikan? Kau sedang mabuk? Maksudku, catatan


kami cukup baik, tapi yang benar saja. Orang sudah menaruh barang
di tempat yang salah sejak 1895. Kau bisa menemukan Hakim Crater
di salah satu tong barang bukti. Jadi pendeknya: tidak. Julian tak
mendapatkan apa yang ia cari. Kami baru saja mendapat musibah
atap rubuh besar-besaran akibat hujan yang merusakkan barang bukti
senilai lima tahun. Aku tak tahu ke mana separo barang-barang itu.
Jadi kami bilang padanya bahwa barang bukti itu tak lagi ada."
"Ya, sekarang ia sudah bebas dan kasusnya kembali ke
pengadilan. Jadi kurasa lebih baik kita mulai mencari benda itu."
"Ah," Mullhearn tersenyum menatap jam. "Aku keluar sepuluh
menit lagi, Sobat. Ada seorang wanita muda yang tak sabar bertemu
denganku."
Francis membayangkan dirinya benar-benar akan tersesat
berkelana dalam lorong- lorong tanpa akhir, berusaha mencari dua
berkas dengan penglihatan yang terbatas. Dilihat dari keadaannya,
boleh jadi ia akan terkunci semalaman. "Brian, aku betul-betul butuh
bantuanmu. Kasus ini benar-benar sangat berarti."
"Kita sama-sama tahu, tak ada yang dapat menahanku di sini
setelah pukul tiga," kata Mauler.
"Aku benar-benar akan berutang padamu, Sobat."
"Oh, jadi sekarang kita sobat, Francis?"
"Apa maksudmu?" Francis memeriksa jari- jarinya, memastikan
tak ada tinta yang tersisa. "Aku tak mengerti maksudmu."
"Kubilang, kau pikir sekarang kita sobat? Kau dan aku?"
"Kita saling kenal, satu sama lain. Punya ikatan."
"Lucu. Karena kurasa kita tak punya ikatan apa-apa. Kukira kita
hanya dua lelaki yang pernah berbuat kacau di masa lalu. Dan, karier
salah satu dari kita naik, sementara yang lain tidak."
"Tiap orang punya pendapat masing- masing."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Tidak, pendapat diarahkan." Mullhearn menaruh kacamatanya


kembali. "Sedangkan ini kenyataan. Salah satu dari kita memperoleh
lencana karena ia punya seseorang yang melindungi. Sementara yang
lain berakhir di tempat sampah. Aku tak ingat kau pernah menelepon
dan menawarkan agar ayahmu memberikan jaminan untukku. Aku
bakal segera keluar dari sini dalam sembilan menit."
"Brian, kau harus membantuku mencari tong itu."
"Maaf?"
"Kubilang, kau harus membantuku mencari apa yang
kubutuhkan."
"Bangsat, kubantu kau, pasti." Mullhearn menjatuhkan
makanannya ke tempat sampah.
"Kalau kau ingin mengasihani dirimu sendiri selama sisa
hidupmu, itu urusanmu, aku tak akan memberitahumu cara
memperbaiki apa yang telah kau lakukan."
Francis bicara dengan tenang dan datar, seolah-olah sedang bicara
pada seorang tersangka. Tak perlu drama berlebihan. Cukup
pandangan sejajar dan nada bicara normal seorang lelaki yang
memberi tahu lelaki lain bahwa sebuah buldoser akan merubuhkan
rumahnya.
"Masalahnya aku punya terpidana pembunuhan berusia dua puluh
tahun yang baru saja dilepas. Pembunuh yang kujebloskan bebas
dengan jaminan. Aku punya tuduhan yang memerlukan bukti baru
untuk mendukungnya. Ini pekerjaanku, Brian. Bos di departemen
menyuruhku cepat-cepat, dan percayalah padaku, itu semua bukan
karena perilaku dan pesonaku. Tapi karena aku membuat mereka
tampak oke. Dan mereka akan menyerangmu seperti Godzilla
terkutuk jika aku mengatakan bahwa kau bersikap tak membantu.”
"Demi Tuhan, Francis, kenapa kau brengsek oegini, sih?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Hanya istriku yang tahu alasannya." Ia menggosok-gosok kedua


tangan. "Dan, ia tak pernah mengungkapkan—atau setidaknya ia tak
bilang padaku. Sekarang, dari mana kita mulai?"

14

"BOLEH SA YA minta Toffee Nut latte dalam gelas besar dan seiris
caramel cheesecake?"
Hoolian masuk ke gerai Starbucks di Astor Pl.ace, menurutkan
keinginannya pada makanan manis. Gadis di meja kasir, dengan topi
bisbol hitam dan celemek hijau, menatapnya seolah-olah ia baru saja
memesan sebungkus heroin murni.
"Kau suka gula, kan?"
Gadis itu berpaling untuk mengambil pesanan, meninggalkannya
bertanya-tanya apakah ia mengucapkan sesuatu yang keliru.
Kemarin, Nona A. menyuruhnya untuk beristirahat sejenak dari
kegiatan hukum dan bersenang-senang sedikit. Nikmati
kebebasanmu. Seolah-olah ia tahu hal itu tak berlangsung lagi seusai
sidang pengadilan esok.
Akhirnya ia gunakan uang yang diperolehnya dari pekerjaan
aneh-aneh di penjara dan memotong rambut gaya cepak yang pantas
untuknya di Astor Place Barbers. Tampak cukup bagus, pikirnya,
dengan sedikit janggut yang ia pelihara untuk menutupi parut di dagu
serta jaket dan dasi murah dari toko yang ia beli untuk menciptakan
kesan baik pada hakim.
Ia meregangkan diri dan menguap, lega punya waktu beberapa
jam untuk tidur. Setelah berdebat lama dengan petugas kesejahteraan
sosial, ia akhirnya berhasil memperoleh tempat di rumah
persinggahan di Bed-Stuy, berbagi satu kamar tidur sesak dengan
tiga mantan narapidana lain di ranjang bertingkat. Memang kurang
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

nyaman, berbagi laci pakaian bersama lelaki lain dan satu kamar
mandi dengan sembilan orang lain, tapi sewanya hanya enam puluh
dolar seminggu dan satu-satunya kekurangan lain hanya keharusan
menghadiri sesi terapi kelompok untuk berdiskusi tentang "masalah
kecanduan" palsunya itu. Bagaimana pun juga, dunia ini akan
membuatmu menjadi pembohong, kalau bukan kau lebih dulu
menjadi salah satunya.
Gadis itu membawakan minuman dan kue yang dipesannya dan ia
membayar tujuh dolar, menyisipkan tiap lembaran ke meja kasir dan.
menghitung- hitung: dirinya masih punya sekitar lima puluh dolar
untuk kupon makanan yang bisa membuatnya bertahan hingga akhir
minggu.
Saat ini, ia tak bisa memikirkan hal itu. Ia hanya ingin pergi jauh
dari para pengacara dan ruang sidang serta para birokrat selama
beberapa waktu. Ia hanya ingin menenangkan diri bersama alunan
Miles Davis di radio dan suara wanita cantik berbicara dengan nada
rendah di latar belakang. Setelah bertahun-tahun terkurung sel
lembab dua kali tiga meter, sebagian dari dirinya begitu ingin
merasakan kenikmatan sederhana seperti tangkai bunga yang
menggeliat mencari matahari.
Dengan lembaran koran iklan di satu tangan dan buku di tangan
lain, ia berjalan di antara para wanita yang menempati meja- meja
bulat. Wanita sedang menelepon dengan ponsel, wanita dengan
pakaian kerja formal, wanita membaca buku tentang Mancisme dan
fisika kuantum, wanita dengan sepatu roda, wanita menatap dengan
sepi ke layar laptop seakan-akan masalah terpampang di sana, wanita
berpegangan tangan dengan wanita lain, wanita menganalisis detil-
detil penting hidupnya, wanita memakai syal dan kerudung pendek
milik sang nenek, wanita dengan kaus FCUK, wanita dengan jaket
militer dan blus gaya petani. Wanita yang bebas dan menyingkirkan
versi diri mereka sendiri yang berbeda, wanita yang belum digayuti
gelambir lemak, nyeri sendi, pernikahan yang keropos, dan utang
berlimpah.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Ia memilih meja dekat jendela dan membuka berkas yang ia


bawa, menikmati paduan aroma parfum, Kenyan double A, dan
rambut yang baru dicuci.
Untuk kedua kali dalam beberapa hari terakhir, ia bertanya pada
diri sendiri apakah memang teramat buruk jika ia mencoba
melepaskan diri dari persidangan. Kasusnya telah lama sekali.
Separo wanita di sini mungkin bahkan belum lahir saat ia ditahan.
Mengapa ia tak seperti orang lain saja untuk beberapa saat?
Gadis yang telah ia perhatikan sebelumnya telah kembali ke meja,
menarik kerah turtleneck-nya hingga dagu dan membiarkannya
merosot selagi ia asyik membaca Les Miserables. Tumitnya yang
ramping menyilang di antara kaki-kaki kursi, dan rambutnya
digelung di belakang kepala. Jepit ketidakbahagiaan yang menggoda
beberapa lelaki untuk mencoba membongkarnya demi membebaskan
gadis itu. Hoolian meretakkan punggung buku Les Miserables
miliknya dan mulai membaca tentang si pengembara lapar di malam
yang dingin, angin pegunungan Alpen menusuki tubuhnya.
Mencari perlindungan dalam sebuah pondok, ia mendaki pagar
kayu, merobekkan pakaian, hanya untuk menemukan dirinya
sendirian dalam kandang bersama seekor buldog yang menggeram-
geram.
"Bagaimana, apakah kau suka?" ujarnya, diam-diam mencuri
pandang pada gadis itu.
Kini dengan leher baju turun dari dagunya, ia tampak seperti
seorang gadis di atas punggung kuda,' hidung bengkok panjang dan
tulang pipi tinggi ala bangsawan dihiasi awan rambut ikal pirang. Ia
kembali mencubiti remah-remah di sudut kue scone kismisnya.
"Buku." Hoolian menunjukkan buku Les Miserables edisi Signet
yang ia beli dari penjual kaki lima kemarin. "Kita membaca buku
yang sama."
Lidah gadis itu menyodok di dalam pipinya, dan gumpalan itu
perlahan menyusut.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Bukunya tebal tapi bagus. Ya, kan? Aku sedang membacanya."


Gadis itu mendesah panjang dan kembali menghadapi scone-nya,
menaruh remah-remah kecil di ujung lidah. Ia sedikit
mengingatkannya pada Allison: menaruh beberapa tetes madu ke
sendok, menjilati ujungnya dengan nikmat, lalu menaruh toples
berbentuk beruang itu jauh-jauh agar tak tergoda.
"Lalu, bagaimana menurutmu?"
Jemari gadis itu berderap di samping cangkirnya dengan gelisah.
Jari-jemarinya tampak lebih gemuk dari anggota tubuh yang lain,
seakan-akan ada wanita lain dengan selera makan yang lebih sehat
terperangkap dalam dirinya.
"Lumayan," sahutnya akhirnya. "Sedikit sentimentil, mungkin."
Hoolian bertanya-tanya apakah perempuan itu punya kesukaan
juga pada fiksi ilmiah seperti Allison, atau satu-satunya kesamaan
yang mereka miliki mungkin hanya menunda-nunda makan.
"Ya, ya, aku tahu maksudmu. 'Sentimentil.' Seakan-akan,
penulisnya agak berlebihan meramu cerita."
Gadis itu mengangkat bahu, acuh tak acuh dan kembali
menggumuli bukunya.
"Tapi, menurutku, aku bersimpati pada si lelaki," lanjut Hoolian,
masih berusaha membuat gadis itu tertarik.
Ia separo berpaling dan menarik kerah ke atas, tak begitu
menutupi dagunya kali ini. Hoolian tak bisa menebak apakah wanita
itu ingin dirinya melanjutkan bicara atau tidak. Sejak awal ia tak
pernah punya kemampuan untuk membaca pikiran wanita, dan apa
yang terjadi pada Allison jelas tak membantu. Di titik ini, ia tak
yakin mampu menebak apakah seorang wanita tertarik tanpa perlu
duduk di pangkuan dan menjulurkan lidah ke tenggorokannya.
"Maksudku, lelaki ini, lelah bukan main, kelaparan, berjalan kaki
sejak fajar, bersedia menukar uang tunai dengan senjatanya demi
ranjang dan sesuatu untuk dimakan. Dan orang-orang ini terus-
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

menerus mengusirnya. Semua hanya karena sedikit kesalahan yang


tak patut ia dapatkan di masa lalu."
"Dari mana kau tahu?"
"Apa?"
"Kau bilang kau baru mulai membaca." Ia akhirnya menggigit
bongkahan yang cukup besar. "Dari mana kau tahu ia tak bersalah
jika kau belum membaca sejauh itu?"
"Kau bisa tahu dari cara ia menulis tentang dirinya."
"Tapi mungkin kau hanya dibodohi oleh...rasa simpati" ujarnya
dengan sedikit cadel.
Hoolian menunduk ke arah deretan sesak kalimat-kalimat
terjemahan itu. Mungkin ia melewatkan sesuatu. Selama bertahun-
tahun, yang benar-benar pernah habis ia baca hanyalah fiksi ilmiah
dan beberapa bagian dari Kitab Hukum Pidana Negara Bagian New
York. "Mungkin kau benar." Dengan canggung ia mengangkat
cangkir latte-nya untuk bersulang. "Kita tak bisa begitu saja
membuat asumsi atas orang lain."
Hoolian menaruh cangkirnya kembali dan meluruskan dasi,
melirik bayangannya di cermin di dinding: seorang lelaki dengan
kilatan perak metalik di rambutnya, berusaha ngobrol dengan
seorang gadis yang terlalu muda untuknya. Sekali lagi ia tersentak
karena tak segera dapat mengenali dirinya sendiri.
"Ternyata menyenangkan juga, ya, ada tempat seperti ini, tempat
orang bisa nongkrong tanpa ada yang mengganggu," kata Hoolian,
menirukan nada percakapan biasa yang ia dengar orang lain
gunakan. "Ada banyak tempat seperti ini di kota?"
"Kau bercanda, ya?" gadis itu mengerutkan dahi.
"Tidak. Kenapa?"
"Kau tak tahu Starbucks? Memangnya, kau ini baru keluar
penjara atau bagaimana?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Maaf?" Ia tidak mendengar jelas perkataan gadis itu.


"Tempat seperti ini ada di tiap sudut kota..."
"Ya, tapi kenapa kau mengucapkan apa yang baru saja kau
katakan tadi? Kau tak mengenalku."
Rasanya seolah gadis itu baru menyiram kopi panas di mukanya.
"Lupakan. Oke?"
"Aku hanya tak mengerti kenapa kau berkata seperti itu." Gadis
itu berpaling dan menarik kerahnya naik ke hidung seperti topeng
perampok kereta api jaman koboi. "Nona, aku bicara padamu..."
Ia mengambil bukunya kembali dan mulai membaca, bertindak
seolah lelaki di sampingnya tak hadir.
"Maaf." Hoolian menaikkan suara. "Kau tahu, amat tidak sopan
tak menatap orang yang sedang berbicara padamu."
Beberapa wanita di meja- meja sebelah berhenti bicara dan
menoleh, seakan-akan ia tengah meniup saksofon bernada sumbang
keras-keras di tengah-tengah musik manis yang mereka mainkan.
"Yo, apakah aku menyinggungmu!" ia melotot, menolak
diabaikan. "Jika aku mengatakan sesuatu, tolong katakan saja..."
Mereka semua kini menatapnya, bertanya-tanya siapa lelaki
sinting ini. Mereka mungkin mengira ia sejenis tunawisma bermata
liar yang sedang keluar dari jalanan, mencoba mencari perhatian.
Mereka tak tahu dirinya seseorang yang berpendidikan. Mereka tak
tahu ia pernah punya masa depan yang hampir secerah masa depan
mereka. Mereka tak mengerti betapa semua itu dapat direnggut
begitu saja dari seseorang, bahwa seseorang dengan kehalusan budi
dan perasaan tulus dapat berubah menjadi binatang bukan atas
kesalahannya, bahwa ia kurang dari seminggu keluar dari tempat di
mana menatap seseorang dengan keliru bisa membuat matamu
ditusuk garpu.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Aku hanya ingin menjalin percakapan denganmu seperti orang


normal," ia bersikeras, masih berusaha didengar.
Manajer gerai berjalan ke arahnya, seorang kulit putih kaku
dengan lengkung kecil alis yang dimaksudkan untuk mengalihkan
perhatian dari kulit bopengnya yang membawa petaka.
"Maaf, Sir, saya terpaksa harus meminta Anda meninggalkan
tempat ini."
"Yeah, oke, tunggu sebentar..."
Hoolian mengangkat tangan, meminta sedikit pengertian, tapi pria
itu mundur seolah ia baru ditampar.
"Oh, ayolah....jangan seperti itu...."
Hoolian berusaha bergurau, mengubah gerakannya menjadi
pukulan karate main- main, tapi pria itu mulai memberi isyarat pada
gadis Asia di belakang konter, membuat isyarat telepon dengan ibu
jari dan kelingkingnya, mungkin menyuruhnya menelepon 911.
"Hey, bro, tomalo con calma." Hoolian menjatuhkan tangan.
"Kalem saja."
Tapi pria itu terus mundur, ketakutan. Jadi, untuk apa lagi saling
bertengkar? Ke mana pun ia pergi, seseorang pasti mengganggunya;
berusaha membuatnya melakukan sesuatu yang tak ingin ia lakukan.
Entah bagaimana mereka tahu emosinya selalu di atas dan mereka
hanya tinggal menyenggol sedikit untuk membuatnya kehilangan
kendali.
"Tuan, saya persilakan Anda menikmati secangkir kopi di gerai
lain kami." Manajer itu menunjuk ke arah pintu. "Tetapi saya
sungguh-sungguh meminta Anda untuk pergi..."
"Baik, baik, aku mengerti." Hoolian mengancingkan jaket dan
mengambil buku. "Kau tak perlu memintaku dua kali."
Ia berjalan menyusuri meja- meja kecil, menoleh ke belakang
untuk terakhir kalinya pada gadis dengan kaus turtleneck hitam itu.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

15

PINTU RUANG sidang berderit terbuka dan Francis menoleh,


berusaha mencari sumber bunyi.
Para reporter yang datang untuk mencari tahu apakah dakwaan
Hoolian akan dihapus pagi ini sibuk berbisik-bisik. Dov Ashman,
fosil tua kasar yang meliput sidang untuk Daily News pada 1984,
menaruh cakar berbentuk tangan di atas lutut sintal belia milik Judy
Mandel dari Trib. Allen Robb, keparat dari Times yang mengenakan
dasi lengkung, mulai berbisik-bisik pada si sembrono dari Post yang
namanya tak dapat Francis ingat. Pintu terbanting menutup dan
akhirnya ia menemukan titik fokus: Eileen Wallis memasuki ruang
sidang bersama Tom yang menempel di lengannya.
Jackie Kennedy sendiri tak akan bisa membuat adegan masuk
yang lebih dramatis. Setelan Chanel muram yang serasi—bernuansa
gelap namun bukan hitam suram—dipadukan lipstik gelap warna
anggur pada wajah putih salju, matanya tersembunyi di balik
sepasang kaca mata gelap. Rambutnya masih cenderung ke arah
warna jahe daripada kelabu dan bentuk tubuhnya masih bagus, tetapi
ia berjalan dengan sedikit kaku di gang kecil di antara tempat duduk.
Francis tak akan menyalahkannya jika ia masih di bawah pengaruh
obat-obatan saat ini; jika dalam situasi seperti itu mungkin ia akan
melakukan hal serupa. Tetapi ada sesuatu yang agung darinya,
seakan-akan kedukaan telah menempatkannya di luar manusia-
manusia hidup.
Bahkan, kedatangannya saja telah menjadi pernyataan tersendiri.
Pernyataan yang berbunyi, Tahan dulu. Yang berkata bahwa tanah
telah terusik. Yang berkata bahwa setidaknya satu orang di ruangan
ini tak cukup siap untuk 'melanjutkan hidup.' Namun ketika ia
berhenti di barisan depan dan duduk di samping, Francis tak melihat
tanda-tanda perkenalan darinya. Eileen tak ingat tentang waktu yang
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

pernah mereka habiskan bersama, membandingkan kepedihan dan


berusaha menerima hal- hal yang sulit diterima.
"Eileen." Francis menyentuh lengan wanita itu selagi ia
bermaksud duduk. "Francis Loughlin. Aku datang untuk Allison."
Sepasang mata itu hampir tak mengerjap di balik lensa berwarna
itu.
"Terima kasih telah datang, Francis." Tom menggapai melewati
ibunya untuk menjabat tangan Francis.
"Ah, tentu saja, aku tak mungkin melewatkannya."
Secara teknis sebenarnya banyak tempat lain yang bisa ia datangi
pagi ini. Mestinya, ini hari cuti dan ia sudah hampir menghabiskan
waktu lembur tak resmi tahun ini. Belum lagi setidaknya masih ada
enam kasus investigasi yang boro-boro bisa ia kerjakan.
Pintu samping terbuka dan dengung percakapan mendadak
lenyap. Paul Raedo berhenti menggeledah berkas di meja jaksa, dan
bangku kayu tua mendecit saat semua orang memajukan badan ke
depan untuk mendapatkan pemandangan yang lebih jelas. Julian
Vega baru saja masuk dan mengambil tempat di samping Debbie
Aaron di meja pembela.
Francis hampir tak mengenali pada awalnya. Pria kekar bertubuh
besar dengan rambut cepak dan sedikit janggut, leher kuat menjulur
dari jaket wol abu-abu dengan kemeja marun dan dasi hitam. Ia
terlihat pantas sebagai seseorang yang sedang berkampanye di East
Harlem atau paling jelek didakwa atas penipuan bursa.
"Harap tenang di ruang sidang," Tony Barone, petugas
pengadilan, menegur, alisnya meloncat seperti dua paruh kumis
Stalin di kening.
Hoolian berpaling untuk menoleh dan memeriksa kerumunan. Ia
mungkin bertambah lima kilogram, kebanyakamdi otot, sejak
terakhir mengejar Francis di koridor penjara. Cara berdirinya kini
mengeras, khas mantan narapidana, bahu di belakang, dagu
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

terangkat, mata yang mati. Tetapi ketika ia melihat Francis,


wajahnya berubah menjadi senyum pahit separo seakan-akan
berkata, Kita bertemu lagi, amigo. Debbie A. menyadari apa yang
sedang diperhatikan Hoolian, mengerutkan dahi, dan mulai berbisik
di telinga sang klien, mmitnya sedikit keluar dari sepatu sewaktu
berjingkat.
"Semua berdiri."
Hakim Miriam "Langsung ke Pokok!" Bronstein masuk, hampir
tenggelam di balik jubah hitam besar, keriting hitam membingkai
wajah mungil berkerut seorang nenek berusia tujuh puluh dua tahun
yang masih mengendarai sepeda ke gedung pengadilan tiap hari dari
Upper West Side. Francis mengingatnya sebagai pengacara lembaga
bantuan hukum, mudah jengkel dan siap beradu pendapat, tak pernah
mau percaya bahwa polisi dapat memperoleh pengakuan resmi dari
tersangka tanpa penggunaan buku Yellow Pages Manhattan di atas
kepalanya. Karena maju ke kursi hakim lewat koneksi politik, ia
berusaha sungguh-sungguh agar berlaku lebih adil, tetapi ketenangan
berwibawa sering diganggu ledakan kemarahan, seolah-olah semua
orang di ruang sidang mendadak mengingatkannya pada anak-
anaknya yang terkenal mengecewakan.
"Lanjutkan, Pembela." Ia memberi isyarat pada Paul dan Debbie
A. agar mendekat. "Ada kasus apa sekarang? Jadwalku penuh hari
ini."
"Yang Mulia, ini melanjutkan kasus Warga melawan Julian
Vega," Paul berkata, yang di pengadilan awal dulu duduk di bangku
kedua. "Hakim Santiago menganugerahi mosi empat-empat puluh
terdakwa di Rikers Island beberapa hari yang lalu dan—"
"Ya, ya, ya," potong Bronstein. "Langsung ke pokoknya! Kau
siap membawa kasus ini ke pengadilan?"
Paul sedikit bergoyang di tumitnya. Ia sudah memperingatkan
Francis bahwa Bronstein tahu ia mengincar posisi hakim. Jadi
mungkin ia bakal menerima beberapa jotosan, pagi ini.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Saat ini, Yang Mulia," sahutnya. "Kami menggunakan hak untuk


terus maju."
Debbie A. angkat bicara. "Yang Mulia, saya tak ingin membuang
waktu lebih lama lagi, saya ingin mengajukan pencabutan dakwaan
ini dengan segera."
"Atas dasar apa?"
"Kekeliruan ganda. Sama sekali inkonstitusional bagi klien saya
untuk disidangkan dua kali dalam kejahatan yang sama."
"Usaha yang bagus." Mata hakim itu mengernyit di belakang
kacamata bingkai tanduk, mungkin melihat sosok mudanya dalam
Debie A yang tangkas dan kecut. "Tapi jika dakwaan asli dicabut,
seakan-akan pengadilan awal tak pernah terjadi. Anda tak bisa
mendapatkan keduanya, Pembela."
Francis melihat Deb memiringkan badan untuk menjelaskan,
tetapi Hoolian menolak, ia memahaminya dengan baik.
"Ada hal lain sebelum kita menentukan tanggal sidang?"
"Ya, Yang Mulia." Paul mendekati bangku hakim. "Warga ingin
mengajukan mosi untuk menghentikan jaminan untuk Saudara Vega.
Kami yakin setelah sembilan belas setengah tahun di penjara, ia
berpotensi tinggi meninggalkan negeri ini. Juga, saat masih ditahan
ia terus menunjukkan kecenderungan melakukan kekerasan. Ia
ditempatkan di sel isolasi selama tiga puluh hari karena berusaha
menyerang petugas kepolisian. Dan kantor kami memiliki dokumen
Direktorat Pemasyarakatan yang membuktikan bahwa dirinya
ditempatkan di unit rumah khusus dalam peristiwa lain akibat
insiden yang melibatkan penusukan pada—"
"Oh, itu keterlaluan." Debbie A. mencibir, setelan jaket cokelat
menyampir di bahunya. "Hal itu bukan bagian dari catatan
pengadilan ini dan sudah pasti tidak relevan terhadap jaminan. Itu
hanya usaha murahan Tuan Raedo di depan media."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Dan juga efektif, dinilai dari bisik-bisik di antara reporter.


Francis, yang menghabiskan empat jam membongkar-bongkar
laporan Direktorat Pemasyarakatan kemarin, menoleh ke sekeliling
dan melihat Dov Ashman memiringkan badan kepada Judy Mandel,
memastikan ia mendengar dengan benar.
"Ya, Nona Aaron pasti ahli tebakan murahan karena dalam
wawancara ia menciptakan kesan meragukan investigasi awal," balas
Paul. "Komentarnya jelas dimaksudkan untuk memengaruhi juri.
Saya ingin meminta perintah penghentian pemberitaan beropini."
"Hei, jangan seperti anak kecil." Hakim itu melepaskan kaca
mata. "Kita bahkan belum mulai apa-apa dan kalian berdua sudah
bertengkar di persidangan."
Francis kembali bersandar, tangannya menyilang di puncak
bangku, meremehkan beberapa ucapan terakhir Deb. Beberapa kali
ia merasa seakan dirinya yang disidangkan di sana.
"Saya tak akan menarik kembali jaminan tersebut." Hakim itu
menatap dengan tajam. "Terdakwa tidak kabur sebelum sidang awal
terdahulu, tak ada alasan memberikan sanksi padanya. Sekarang bisa
kita langsung saja ke pokok persoalan dan menentukan tanggal
persidangan jika kita akan mengulangi semua ini lagi?"
Francis diam-diam memperhatikan Eileen Wallis, mengamati cara
ia menghadapi semua ini. Tetapi perhatian wanita itu sedang beralih,
ia merabai pegangan buku saku Coach-nya. Dalam cahaya ruang
sidang yang menyedihkan, kulitnya, yang masih begitu lembut tanpa
cacat di usia empat puluhannya, kini mulai memperlihatkan bintik-
bintik kecil, seperti vas yang ditinggalkan terlalu lama di tungku
pembakaran.
"Yang Mulia, kami ingin memulai seleksi juri tanggal 2
Desember, karena Thanksgiving dan Hanukkah berdekatan tahun
ini." Paul menganggukkan kepala, berusaha memperlihatkan kesan
sopan.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Itu hampir tiga bulan!" protes Debbie A. "Kasus klien saya telah
menggantung selama dua puluh tahun. Ia berhak memperoleh
penjadwalan lebih cepat."
"Itu persiapan yang terlalu lama, Tuan Raedo," ujar hakim,
mengenakan kacamata kembali. "Kenapa harus menunda?"
"Bu Hakim, kami yakin ada bukti di berkas kasus yang akan
memungkinkan kami membuktikan kesalahan Saudara Vega yang
tak diragukan lagi. Perkembangan teknologi DNA tak ragu lagi akan
menunjukkan bahwa Julian Vega membunuh Allison Wallis."
"Jadi mana buktinya?!" Deb mengangkat tangan sebagai isyarat
olok-olok yang sudah begitu dikenal Francis. "Klien saya telah
berusaha meminta bukti tersebut sejak 1995!"
"Ya, apa yang terjadi?" Hakim itu menoleh pada Paul, mulai
tampak jengkel. "Mengapa bukti itu belum diberikan?"
"Yang Mulia, kami tidak naif. Kita semua tahu divisi fasilitas
kearsipan kita kekurangan dana dan kurang pegawai. Setiap orang
berusaha menambah kapasitas, bahkan jika Nona Aaron ingin
berpura-pura sebaliknya. Orang-orang keluar dari gudang barang
bukti di Queens dalam empat hari terakhir. Buktinya ada di sana.
Hanya salah taruh."
"Salah taruh!" Deb mengejek. "Salah taruh!" ia mengangkat
tangan lebih tinggi lagi, memastikan pihak media mengerti
maksudnya. "Yang Mulia, mengapa klien saya harus menanggung
akibat dari sesuatu yang menjadi kesalahan administrasi orang lain?
Kita anggap saja seperti itu. Kedengarannya seolah kita mungkin
harus meminta penuntut khusus untuk menyelidiki apa yang terjadi
di sini."
"Oh, ayolah." Hakim itu menggapai palu, bersiap memanggil
semua orang ke ruangannya. "Bisakah kita membahas satu masalah
saja saat ini?"
Francis mengangguk, mafhum mengapa ia mengagumi Deb.
Siapa yang tak ingin diwakili oleh pengacara yang dapat membuat
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

setiap peristiwa menjadi alasan bagi sebuah Perang Suci? Ia adalah


salah seorang sosok perempuan kuat, cerdik, dan tangguh. Setiap
celah harus memiliki jawaban, setiap tawaran permohonan adalah
tohokan pribadi bagi integritasnya.
Sementara itu, Francis memanfaatkan momentum itu dari
perubahan suasana di kubu media. Ia melirik dan melihat Dov
Ashman membolak-balik buku catatan, menggelengkan kepala,
melihat bahwa Paul pernah mengangkat masalah catatan hukuman
Hoolian untuk mengalihkan perhatian dari tiadanya bukti-bukti
DNA.
"Ahhhh." Hakim Bronstein mengerutkan dahi, tak terbiasa
menjadi orang paling rasional di ruang sidangnya sendiri. "Aku tak
mengerti mengapa kalian berdua tidak mendiskusikan kasus ini dulu
sebelum membawanya ke ruang sidang. Tuan Raedo, tidak bisakah
kau hargai Saudara Vega atas waktu yang telah terbuang darinya dan
membiarkan hal- hal berlalu setelah dua puluh tahun?"
"Yang Mulia, dengan segala hormat, Saudara Vega dengan jelas
menyatakan bahwa ia tak tertarik untuk membuat pengakuan
bersalah. Dan yang lebih penting lagi, keluarga Nona Wallis hadir di
sini hari ini." Paul berpaling, memberi isyarat pada Tom dan Eileen
dengan anggukan hormat. "Apapun sebutannya atas penderitaan
yang dijalani Saudara Vega, ia masih hidup. Tetapi keluarga ini
belum memperoleh kedamaian sejak 1983. Ini tentang wanita muda
dengan potensi tak terkira. Dan, Anda boleh yakin bahwa ibunya tak
akan duduk di barisan depan hari ini jika ia merasa keadilan telah
ditegakkan dengan memadai."
Francis melihat Eileen mulai memain- mainkan pegangan buku
sakunya dan mengeluarkan kertas kuning terlipat, penuh oleh tulisan
cakar ayam di kedua sisi.
"Jangan sekarang, Bu," gumam Tom, menggapai ibunya dan
berusaha membuatnya tetap tenang di kursi.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Hoolian menoleh untuk melihat langsung wanita itu, bibir


bawahnya sedikit mencuat. Francis membatin bahwa hal itu tak
bermakna apa-apa, banyak sosiopat pintar meniru emosi manusia
normal. Tetap saja, ia merasa terganggu. Berapa banyak dari pria-
pria itu yang benar-benar menunggu saat yang tepat? Biasanya ketika
dihadapkan pada keluarga korban, mereka akan menatap ke kejauhan
dan mengatakan omong kosong tentang menemukan Tuhan dan
menyadari kekuatan pengampunan kekal.
"Cukup." Hakim mengambil pena. "Aku menjadwal sidang pada
17 Oktober. Tuan Raedo, Anda akan hadir atau tidak usah sama
sekali. Cukup banyak waktu untuk Anda mencari barang bukti itu."
"Yang Mulia, ada kemungkinan masih ada saksi-saksi yang harus
dicari. Sudah hampir dua puluh tahun berlalu."
"Jika kau tak punya kasus untuk disidangkan tanggal 17, saya
akan mencabut dakwaan ini." Hakim itu menandatangani berkas dan
menyerahkannya pada petugas. "Ada lagi yang lain?"
"Tidak, Yang Mulia." Debbie A. mengangguk, sangat mengerti
untuk membiarkan segalanya berjalan begitu saja.
"Kasus berikutnya." Hakim itu mengetok-ngetokkan palu saat
terdakwa lain bersama pengacaranya beralih untuk menggantikan
tempat Hoolian dan Deb di meja pembela, seperti pergantian dalam
pertandingan hoki.
Apa yang bisa kau lakukan? Paul mengangkat telapak tangan
sementara Debbie A. menatap Francis yang cemberut, mulutnya
membentuk garis miring merah mungil. Aku tahu apa yang kau
lakukan, Bajingan. Tapi apa yang mereka berdua sama-sama tidak
ketahui? Pengacara. Selalu menganggap mereka di atas segalanya,
tak pernah mengira akan terkena percikan darah sungguhan pada
setelan Donna Karan dan Armani mereka. Merendahkan orang-orang
kasar kaum pekerja dan gelandangan penggerutu yang mesti
membereskan segalanya.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Mengapa Francis masih peduli? Ia telah melakukan tugas,


memainkan perannya. Jika seseorang ingin menyebarkan kotoran ke
mana-mana dan menuduh ia sedikit melampaui batas, biarkan
mereka membuktikannya. Silakan. Seret ia ke pengadilan lain kali. Ia
akan menemukan satu cara untuk berdiri tegak. Ia mengangguk
pendek saat Hoolian keluar dari pintu samping bersama Deb. Sampai
nanti, companero.
Gemeresik kertas mengalihkan perhatiannya. "Tapi aku belum
membaca pernyataannya," protes Eileen, kertas kuning gemetar di
tangannya.
"Bukan waktunya, Bu." Dengan lembut Tom mengeluarkan kertas
itu.
"Kau akan memperoleh kesempatannya, Eileen," Francis berusaha
meyakinkan. "Kami akan pastikan hal itu."
"Oh, Francis, ini orangnya." Wanita itu berpaling, akhirnya
mengenali, memperhatikan lelaki itu dari puncak kepalanya yang
membotak hingga perut. "Bagaimana kau bisa seperti ini!"
"Terjadi begitu saja." Ia tertawa.
Wanita itu mencengkeram pergelangan tangan Francis dan
dengan mengejutkan, meremasnya kuat-kuat. "Ingat apa yang
kaujanjikan padaku..."
"Percayalah, aku belum lupa."
"Kau bilang kau tak akan melupakan anakku. Kau harus
menemukannya untukku.”
“Tapi—"
"Mereka mengubur gadis yang salah."
Sebelum Francis menemukan jawaban yang masuk akal, Tom
telah menggamit ibunya. "Terima kasih, Francis," katanya, menuntun
keluar dari bangku dan gang sementara media mulai mengelilingi
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

dan membuntuti mereka, seperti ikon religius di festival jalanan


Italia. "Kita akan terus kontak-kontak."
"Tolong keluar dengan tenang," demikian pengumuman petugas
pengadilan bersamaan dengan hilangnya mereka dari pandangan
mata Francis. "Sidang masih berlangsung."

BAGIAN III
KEHENINGAN SEBUAH BINTANG JATUH

16

ADA SEMACAM kelengangan menggelisahkan di rumah tempat


para lelaki yang baru keluar dari penjara bisa menginap, satu
kegelisahan yang berhembus menembus dinding-dindingnya. Orang
cenderung memilih sisi ranjang paling tepi dan menonjol oleh
barang-barang berharga yang diam-diam disembunyikan di
bawahnya. Mesin- mesin dalam tabuh menjadi lebih bergema dan
patut diperhatikan. Sendawa keras tengah malam, buang gas diam-
diam, erangan melumpuhkan gara-gara mimpi buruk; semua menjadi
bagian dari atmosfer umum. Penggunaan kamar mandi dapat
menjadi sangat kompetitif dan dipolitisasi seperti Dataran Tinggi
Golan.
Pada 1 Oktober, Hoolian terjaga dan berbaring di sisi ranjang,
gelisah, menunggu berkas sinar matahari yang berkilau-kilau bagai
mutiara muncul di sudut kumal jendela berjeruji. Pukul enam kurang
seperempat jam, dengan hati- hati, ia menuruni tangga tempat tidur
bertingkat dan merayap melewati tiga kawan sekamar yang tengah
mendengkur dengan membawa handuk di tangan. Dalam beberapa
menit mereka akan berbaris di koridor di luar kamar mandi,
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

menggedor-gedor pintu dan menyumpahi dirinya karena


menghabiskan seluruh air panas.
Ia menutup pintu di belakangnya dan berpaling ke arah cahaya.
Sekali lagi, di sana tampak wajah ayahnya di cermin, di atas
wastafel, memarahinya. Kau bangga pada dirimu, bobo? Ia menarik
kaus lengan panjang dan memeriksa parut-parut gelap panjang yang
mengeras setelah bertahun-tahun di tulang rusuknya. Dadanya
tampak janggal, telanjang tanpa medali Santo Christopher, dan
belakang lehernya masih terasa terbakar di tempat rantai itu diambil.
Pintu mulai terbuka dan dengan kasar pintu itu didorong hingga
menutup dengan tangannya yang terbalut.
"Yo, buka, Bung," terdengar suara erangan tergesa di sisi lain
pintu.
"Sebentar."
"Ayolah, G. Aku tidak main- main. Sudah hampir meledak nih."
Ia menarik kausnya kembali dan membuka pintu. Si mulut besar
berambut gimbal yang dipanggil "Sapi," yang selalu berusaha
meyakinkan semua orang bahwa ia pernah menjadi penguasa di
sebuah wilayah pemukiman, melangkah masuk, dan segera saja
mengambil alih sebagian besar ruang di lantai.
Ia meraih tali celana olahraganya, merogoh sebentar ke dalam,
dan akhirnya mengeluarkan penisnya yang kecil.
"Kau tahu, aku sudah mengawasimu, Nak." Dengan santai ia
melirik dari bahunya sementara kencing ke dalam toilet, wajahnya
membulat, nyaris terlihat feminin seperti gadis-gadis geisha yang
terlalu matang.
"Yeah, kenapa?"
Sapi menyeringai melihat balutan di belakang tangan Hoolian.
"Kubilang, aku tahu apa yang kau lakukan, bertingkah sok jujur
seperti itu."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Apa katamu, Bung?"


"Kau bukan yang seperti kau katakan."
"Bung, selesaikan saja urusanmu dan keluarlah dari sini." Hoolian
menyentakkan lengan kausnya untuk menutupi balutan itu. "Aku
sedang bersiap-siap kerja."
Ia baru akan mulai bekerja di toko swalayan, dan sudah
memutuskan untuk selalu menjadi orang pertama yang datang tiap
pagi di sana.
"Pengetahuan adalah sumber kekuatan." Sapi menarik ikat
pinggangnya dan berbalik dari toilet tanpa membilas.
"Terkutuk, kau tak tahu apa-apa tentangku."
Sapi memasang tubuhnya di pintu, menghalanginya. "Aku sudah
mengecek dirimu dari internet di perpustakaan, booyy. Aku tahu kau
dihukum dua puluh tahun bukan karena masalah narkotika."
"Kenapa kau tak urus saja dirimu sendiri?"
"Kau berbohong di setiap sesi terapi kelompok yang kau hadiri.
Kau bukan pemakai." Ia menggapai lengan baju Hoolian. "Biar
kulihat lenganmu. Aku yakin kau bahkan tak pernah memegang
jarum."
"Singkirkan tanganmu dariku." Hoolian mendorongnya. "Apa aku
minta kau untuk menyentuhku?"
"Yeah, aku tahu, kau bajingan penipu sejak pertama kulihat
matamu, G."
"Yeah!” Mendadak Hoolian mencengkeram kemeja lelaki besar
itu. "Yah, aku juga sudah memeriksa dirimu, pendejo. Dan, kudengar
kau bukan pengedar heroin kelas kakap. Kudengar kau ditangkap
karena menyodomi seorang gadis kecil. Kau ingin kubeberkan hal itu
di pertemuan kelompok berikutnya?"
Si Sapi berusaha tersenyum sementara air kencingnya berputar
keras di toilet.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Mungkin lebih baik kita saling menghindari satu sama lain untuk
beberapa waktu." Dengan lembut ia menyentakkan kemejanya dari
cengkeraman Hoolian.
"Memang semestinya begitu, Brengsek." Hoolian menohok dada
si Sapi yang kendur keras-keras untuk memastikan ucapannya.
"Sekarang lebih baik kau main- main dengan orang lain saja. Aku
harus bersiap-siap bekerja."

17

"PA GI YANG cerah," Francis menyeka bekas hujan dan


memperlihatkan lencananya pada petugas berseragam yang menjaga
pintu. "Bagaimana ceritanya, Johannesburg?"
"Ia masih di bak mandi." Petugas patroli itu tampak seperti
berumur dua belas tahun. Jerawat sekolah paroki, hidung mencuat,
mata gugup loper koran yang kepergok mengintip jendela tetangga.
"Mudah- mudahan perutmu kuat."
Francis menepuk perutnya saat petugas itu bergeser. "Inspektur
menginjak-injaknya bak trampolin."
Ia mencatat waktu kedatangan di buku kecil dan memeriksa pintu
untuk mengecek tanda-tanda pendobrakan paksa.
"Kurasa kau telah memeriksa gadis itu dengan baik," celetuknya
santai. "Peri kapur tak mampir ke sini ya?"
"Siapa?"
"Salah seorang dari orang-orang tolol itu berpikir untuk menarik
garis di sekitar mayat itu.”
“Aku tak menyentuh apa pun."
"Bagus. Bahaya mencampuradukkan seni murni dan patroli
keliling."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Ia mengangguk, menaruh buku catatannya kembali di saku, dan


memasukkan tangan ke saku depan, memastikan ia tak menyentuh
apa-apa. Harus ekstra hati- hati zaman sekarang agar tidak menginjak
barang bukti. Pelan-pelan. Tak usah terburu-buru. Francis
melangkah melewati serambi kecil dan menuju ruang tamu bagai
gajah terikat tali kencang.
Ia memeriksa ruangan, masih berusaha terbiasa untuk melihat
benda-benda yang dapat orang lain lihat dengan segera.
Apartemen yang pertama kali ditinggali saat dewasa. Salah satu
dari tempat sesak seharga 2.200 dolar sebulan di Upper East Side
tanpa penjaga gedung, pipa ledeng berusia tujuh puluh tahun, dan
pemandangan dari sebuah lubang udara. Ia merasa denyut nadinya
perlahan- lahan kian cepat, mesin penghitung Geiger dalam tubuh
yang mati saat pertama kali ia masuk ke rumah korban. Sebuah pot
tanaman paku tergantung di bawah tirai Venesia. Sofa lapis biru
gemuk dengan sehelai kain terletak di ujung meja yang tertutup syal,
dengan lampu halogen berleher kurus menjulur di sisinya seperti
seorang ibu menoleh dari balik pundak sang putri. Ia pergi ke
samping dan melihat boneka beruang bersandar di bantal dengan
celemek perawat kuno dan topi Palang Merah.
Francis menyadari dirinya sebagai lelaki besar yang menyusuri
apartemen seorang wanita muda, kehadiran aroma pria yang tak
diinginkan seperti orang sinting di salon kecantikan. Jika itu tempat
tinggal putrinya, ia pasti akan dengan serta-merta diusir keluar.
Dengan menggerakkan kepala ke segala arah yang telah menjadi
kebiasaannya, dengan cepat ia melihat rak buku kayu pinus produksi
IKEA di sisi kanan ruangan, rak-rak dipenuhi CD, dan buku-buku
yang diatur menurut ukuran. Tak pernah tahu kapan seseorang akan
memiliki buku Final Exit, manual bunuh diri, dan—bum—kau telah
menemukan motif dan metodenya bahkan sebelum mayatnya
ditemukan. Alih-alih begitu, ia malah menemukan buku Angela's
Ashes. Pride and Prejudice. The Human Stain. Atonement. The
Dispossessed. Judul- judul lain tampak dibebani makin banyak
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

makna belakangan ini. The God of Small Things. Ia berhenti di judul


terakhir itu, tergelitik. Sesuatu yang dibutuhkan semua detektif
bagian pembunuhan tengah menatapnya. Dewa dari saksi-saksi yang
tak dapat dipercaya, uji mitokondria, pola sebaran bercak, isi ponsel,
pemindaian racun, kapas DNA, detektor kebohongan, kotak
peralatan sidik jari, logam pencari jejak, tanda-tanda lebam, dan serat
karpet. Mestinya ada tempat pemujaan bagi Dewa Hal- hal Kecil di
bagian Pembunuhan. Tepat sebelum berpaling, ia melihat buku di
sebelahnya, Physician's Desk Reference; dan di sisi lain adalah buku
kumal berjudul The Illustrated Man.
Ia menoleh kembali ke arah boneka beruang berseragam perawat
itu, dan cahaya di ruangan tampak memburam. Ia tak menghiraukan
hal tersebut dan terus mencari-cari, tak melihat tanda-tanda nyata
perlawanan kasar. Kotak perangkat TV kabel masih bertengger di
atas pesawat TV Sony di sudut, dan. vas bunga ramping dengan tulip
merah tampak tak terganggu di atas meja antik di ujung.
Francis berpaling ke kiri, penghitung Geiger dalam tubuhnya
berdetak makin cepat saat dirasakannya ia kian mendekat ke arah
mayat. Entah bagaimana ia sudah mengetahui sebelum melihatnya
bahwa jalan menuju dapur ada di hadapan. Apakah ia pernah ke
gedung ini sebelumnya? Dari jendela ia melihat, pertama, kotak
sereal berserat tinggi dan toples madu berbentuk beruang. Tak
bermakna apa-apa, ia membatin. Banyak orang memiliki benda itu.
Matanya bergerak menuju mosaik sesak foto Polaroid di muka
kulkas. Sekali lagi sambil memperhatikan langkahnya, ia berputar ke
samping pintu dan masuk ke dalam untuk melihat lebih jelas.
Anak-anak. Hampir empat puluh foto anak-anak. Dengan celah di
gigi, parut di mulut, jarum infus di lengan mereka, mulut sumbing,
penyangga leher, jahitan kupu-kupu, dan bantalan di telinga mereka.
Tidak, korban ini bukan perawat atau dokter biasa. Tentu saja
tidak. Ia pasti seorang yang bekerja dengan anak-anak.
Duk. Ia menatap keran yang menetes, menahan dorongan untuk
mematikan keran sebelum diambil sidik jarinya.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Didengarnya suara pria ngobrol diam-diam di dekatnya, suara


pria yang bekerja di apartemen seorang wanita. Mereka mungkin
memperbaiki pendingin ruangan atau mengganti lampu. Ia
meninggalkan dapur dan pergi menuju kamar tidur.
Tirai menutup, tapi ranjangnya siap ditiduri, bantal-bantal
lembutnya gemuk ditepuki dan bertumpuk, sehelai selimut tebal
berbulu halus terlipat dua. Ia menoleh ke arah meja rias kayu mapel
dan jantungnya seakan meloncat saat melihat pemain berkumis yang
mengenakan topi Mets. Tetapi ia kemudian menyadari itu hanya
Mike Piazza, catcher top saat ini, bukan Keith Hernandez, yang
bermain di first base dua puluh tahun lalu. Itu masih tak berarti apa-
apa, ia memperingatkan diri sendiri. Banyak gadis menonton
pertandingan olah raga zaman sekarang. Ia memeriksa foto-foto lain
di meja itu. Di setiap foto selalu tampak gadis bermata gelap lembut
dengan rambut berwarna jerami. Tampaknya ia penyuka berbagai
kegiatan. Di satu foto, ia bermain golf dengan sepasang orang tua,
mungkin kakek dan neneknya. Di foto lain, ia tengah melakukan
putaran ice skates di depan sorakan penonton. Sang korban, tentu.
Wajahnya menyiratkan semacam kepantasan dan sedikit berbau
zaman Victoria yang membuat Francis berpikir tentang anting-anting
khusus berdebu yang ditemukan di belakang laci seorang kerabat
yang meninggal dunia. Tetapi ada semacam sifat agresif di sana yang
menahannya dari kesan teramat murni dan suci, bentuk mulutnya
yang tegas, sikap suka bersaing dari dagunya yang mencuat.
Lampu merah mesin penjawab telepon berkedip-kedip panik di
meja sebelah ranjang.
"Francis X.!" Sebuah suara menjerit dari kamar mandi. "Tak ada
keadilan, tak ada kedamaian, Sayang!"
"Jimmy Ryan, ceritakan padaku." Ia bergerak menuju ambang
pintu.
Rekan kerja lamanya, yang kini di bagian TKP, berlutut di
pinggiran bak mandi kuno dengan kaki berbentuk cakar, tikus
berkepala ikan trout yang mengenakan jaket olahraga tweed, tengah
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

mencari-cari petunjuk. Tiga puluh lima tahun di Kepolisian, namun


ia tak perlu memperlambat gerakannya gara-gara cacat terkutuk
sepertinya. Bahkan setelah ia memenangkan 6 juta dolar dari
bermain lotre sepuluh tahun lalu, Ryan tak ingin mendengar kata
pensiun. Ia terlalu terbiasa dengan suara dering telepon, mencari-cari
santapan tengah malam, buku catatan identitas, saat-saat di ruang
pengajuan para tersangka ketika saksi mulai menggigit- gigit bibir
karena gugup. Ia tahu, ia tak akan bisa beristirahat. Lelaki sepertinya
selalu bermain raket setiap Sabtu dan mulai melupakan nama-nama
cucunya pada hari Kamis.
Seorang lelaki kulit hitam kurus dengan setelan pelaut berdiri di
sampingnya, dasi hitam diselipkan dengan elegan ke dalam kemeja,
tengah sibuk mengambil gambar dengan kamera.
"Rashid Ali, perkenalkan kawan barumu," kata Jimmy. "Francis
X. Loughlin. Detektif paling tajam kedua di Satuan Manhattan
North. Mestinya ia jadi nomor satu kalau saja aku tidak kembali
bertugas."
Pria kulit hitam itu menurunkan kamera dan berjabat tangan,
perasaan meremehkan menyelimuti Francis bagai lumut Spanyol.
Oh, ini lagi, pikir Francis. Silakan dimulai acara jilat-menjilatnya.
Mata Rashid menatap terlalu lama pada emblem bendera Amerika
dan tiket terusan di kelepak mantel panjang Francis. Tanpa tergesa ia
memeriksa bungkusan itu, tahu Francis akan menjadi pengawasnya.
"Apa kabar?" ujar Francis. "Kau dari gugus satu-sembilan?"
"Benar."
"Kawah candradimuka-ku dulu."
Sekarang giliran menyelidiki kencan butanya. Pria kulit hitam
berusia tiga puluhan, berotot dengan sudut-sudut tubuh yang keras.
Potongan janggut tipis, tulang pipi bak pahatan dalam, bentuk badan
huruf V. Bahkan cukuran rambutnya pun bersudut, atau itu hanya
susunan gigi?
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Bagaimana kau bekerja sama dengan sobatku, Gary Wahl?"


Francis bertanya tentang sersannya dulu.
"Kapten?" Rashid mengerutkan hidung, seolah-olah baru
mencium kotoran kucing. "Sedikit tak cocok di sana-sini. Kami bisa
menyelesaikannya."
Sudah kuduga aku akan dapat yang seperti ini. Francis
menggelengkan kepala. Dengan nama Muslim pula.
"Jadi, apa yang kita punya?"
Rashid bergeser ke samping, memberikan pemandangan jelas
pada Francis. "Terkutuk."
Ia harus mundur selangkah untuk menyerap segalanya dengan
jelas. Satu bola api yang angkara telah meledak di ubin di atas bak
mandi, alur ruwet darah menetes-netes ke celah dinding.
Bahkan setelah 25 tahun dalam pekerjaan ini dan mungkin hampir
mendekati lima ratus mayat, pembunuhan tak pernah benar-benar
kehilangan kekuatan biadabnya, kemampuan untuk membuatnya
terhina secara pribadi, yang berkata padanya agar maju atau keluar
dari situ. Ia memaksa diri untuk tak terburu-buru, menyusun ulang
semua fakta, mengambil napas, membuang napas, berkonsentrasi.
Segalanya tampak beriak-riak membentuk lingkaran dari sana.
Gadis di bak mandi berpinggiran ombak-ombak itu terlihat sedikit
lebih kecil dan lebih gelap ketimbang fotonya. Ada kelebat garis-
garis cat mencolok mata yang membuat rambutnya terlihat sedikit
merah. Satu tangan terkulai lemas di satu sisi, ujung jemari sedikit
menyentuh bagian ujung cakar bak mandi itu. Ia mungkin sedang
bersantai setelah hari yang panjang di pekerjaannya, hanya bak
mandi itu kosong dan ia hanya mengenakan bra hitam tanpa celana
dalam. Lutut kirinya tertekuk di hadapannya, seolah-olah ia sedang
berpose untuk kalender porno.
Francis mendesis saat separo berjongkok untuk memeriksa lebih
teliti kerusakan yang terjadi. Darah masih membasahi lubang hidung
yang menunjukkan bahwa ia belum lama tewas, dan celah di bibir
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

bawahnya menunjukkan bahwa ia telah ditonjok dengan keras di


mulutnya, minimal sekali. Tenggorokannya digorok dua kali. Sekali
tampak janggal, seakan-akan pisaunya tersangkut, dan sekali lagi
lebih dalam usaha yang kedua, menciptakan semprotan kabut halus
hingga ke langit- langit. Darah kental menggenang di sekitar tulang
selangkanya.
"Bagaimana menurutmu?" tanya Jimmy Ryan. "Si pembunuh
memulai dengan memukuli wajah lalu menggorok lehernya?"
"Aku tak tahu." Perlahan Francis mengangkat alis dan melihat
sejumput rambut berdarah dan sebagian isi otak di kaitan handuk.
"Kurasa mungkin ia membuat pingsan terlebih dulu, dengan
membenturkan kepala ke dinding. Jika gadis ini masih sadar ketika
dipukuli, tangannya mungkin akan lebih ke atas di depan wajahnya.
Siapa yang menelepon polisi?"
"Pengganti tugas jaganya di RS Mount Sinai," kata Rashid.
"Gadis ini seharusnya menggantikan salah seorang dokter pukul
enam sore kemarin. Ia tak muncul. Padahal ia tak pernah terlambat.
Jadi mereka langsung tahu ada sesuatu yang terjadi. Mereka
meninggalkan sekitar selusin pesan di mesin penjawab di sini dan
menyerantanya sekitar seratus kali. Pagi tadi mereka menelepon
apartemen ini dan pengelola membolehkan mereka masuk."
Francis bangkit perlahan- lahan, seperti penyelam yang berusaha
tak terjangkit rasa mual akibat tekanan air. "Siapa namanya?"
"Christine Rogers," kata Jimmy.
"Oke," sahut Francis.
Ia memutuskan untuk menangani kasus ini seperti kasus baru
lainnya untuk saat ini, tak terburu-buru mengambil kesimpulan.
Tabula rasa. Yang kuketahui adalah apa yang tak kuketahui.
Ia menoleh pada orang baru itu. "Pernah menangani kasus yang
mendapat liputan besar media sebelumnya?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Mengapa?" tanya Rashid. "Kau pikir ini akan lebih menjadi


berita besar daripada jika hal ini terjadi di perumahan Edenwald di
Bronx?"
"Apakah aku mendengar nada sinis?"
Rashid menyeringai.
Ya, kau lebih mengerti, Saudaraku. Kau tahu bahwa apa pun
yang kukatakan, itu tak diperhitungkan. Gadis kulit hitam mungkin
tak akan membuat walikota dan komisaris polisi merasa perlu
mengadakan konferensi pers tentang pembunuhannya. Seorang gadis
kulit hitam tak akan menjadi topik utama berita lokal malam ini dan
menjadi berita utama di tabloid besok pagi. Seorang gadis kulit
hitam tak akan mendapat enam detektif yang sibuk cekcok tentang
kasusnya, meski sekali waktu si korban mirip dengan seseorang yang
mungkin saja tinggal di lingkungan tempat tinggal mereka,
bersekolah dengan anak mereka, mungkin bahkan pergi ke gereja
yang sama.
"Detektif Ali baru memperoleh lencananya bulan Januari," kata
Jimmy penuh arti sambil membungkuk keluar dari kamar mandi.
"Di mana kau bertugas sebelumnya?" tanya Francis.
"Bagian narkotika Brooklyn Utara." Rashid menjelaskan. "Kami
melakukan banyak operasi penyamaran-penangkapan. Beberapa
kasus yang kami tangani muncul di koran. Kami menangani gang
Blood Money Sex di Brownsville. Topik utama di Live at Five
bersama Sue Simmons, mengisi halaman depan Daily News esok
harinya. Jadi, ya, aku tahu bagaimana berurusan dengan media."
"Oke, aku hanya ingin memastikan bahwa kita sama-sama tak
akan membocorkan kasus ini," ujar Francis.
"Aku tak akan bicara pada siapa pun."
"Bagus." Francis kembali melirik tangan si gadis, kukunya
pendek dan tak dicat. "Kau tak akan menaruhnya di kantong bukti?"
"Apa?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Kubilang, kau lebih baik taruh kantung di tangan gadis itu. Tukar
dan alihkan. Ia mungkin memiliki darah atau kulit si penjahat di
bawah kukunya."
Rashid mengeluarkan sepasang kantung Ziploc dari sakunya.
"Tolong, jangan plastik." Francis mengerutkan dahi. "Kertas.
Gunakan kantung kertas cokelat."
Rashid melotot padanya. "Mengapa kau harus bicara seperti itu
padaku?"
"Seperti apa?"
"Seakan-akan aku sedang mengisi barang belanjaanmu."
Francis menengadah, matanya menemukan retak akibat tekanan
di langit-langit.
"Dengar," katanya. "Bukan merendahkan. Tapi kau harus
memberi si kulit ruang untuk bernapas. Jika tidak, barang bukti itu
akan membusuk."
"Aku tahu itu. Kau tak perlu menguliahiku."
"Yah, maaf, tapi hanya karena punyamu sebesar anggur dan bisa
pergi ke rumah bandar narkoba penuh oleh Tec 9 dengan perhiasan
emas seharga lima ribu dolar, tak berarti kau mengetahui segala
sesuatu yang mesti diketahui tentang menjalankan investigasi
pembunuhan. Oke?"
Rashid menyilangkan tangan di depan dada, seperti penyanyi rap
yang berpose untuk sampul majalah, defensif dan tak terjangkau.
"Oh, sekarang aku jadi si keparatnya, ya?"
"Ya, Tuhan..."
Francis mendesah dan melihat mayat itu kembali, bak tua itu
tampak tumbuh membesar selagi menyimpan gadis itu. Sekarang
setelah matanya fokus, ia dapat melihat ada jejak-jejak jelas darah
lengket di bawah kuku-kukunya dan apa yang tampak sebagai helai
rambut kemerahan terlilit melingkari buku jari, mungkin ditarik dari
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

kepala penyerangnya. Jadi, ia melawan, ternyata. Oke, pikirnya.


Tertangkap kau. Aku tahu dari mana asalmu.
"Jadi, apa lagi yang kau ingin kulakukan?" tanya Rashid tak sabar
dengan kameranya.
"Ikuti saja jejaknya. Periksa saluran dan pipa di sini dan di dapur
untuk mencari darah dan rambut. Jimmy akan mengantongi sikat gigi
di wastafel, siapa tahu kita mendapatkan sesuatu dari helai sikatnya.
Ambil rekaman mesin penjawab telepon dan hubungi Unit Respons
Bantuan Teknis untuk membantu memperoleh catatan telepon. Cari
siapa tahu gadis itu punya ponsel. Periksa e-mail-nya. Lalu periksa
alamat ini untuk memeriksa jika ada mantan narapidana bersyarat
tinggal di gedung ini atau keluhan dari tetangganya."
"Mau sekalian kubawakan cucianmu di binatu sambil aku di
sana?"
"Apa?"
"Tidak. Cuma bertanya-tanya apa yang akan kau lakukan selagi
aku mondar-mandir."
"Aku akan menghubungi kepala departemen agar ia tidak
membuat kita sinting, menanyakan kabar terbaru tiap lima menit,
lalu aku akan memeriksa jika ada rekaman di kamera keamanan yang
kulihat di lift."
"Tak ada." Rashid menggelengkan kepala. "Kosong. Itu kamera
plasebo. Aku sudah memeriksanya. Mudah ditebak."
"Hey, hey, sobatku, Rashid. Kau sudah jauh mendahuluiku."
Rashid mengusap pipi dan mengangkat kamera sekali lagi, tak
ingin terpancing untuk cekcok. "Terserah, Bung."
"Oke, kita selesaikan semua ini dan biarkan orang-orang TKP
mengurus bukti-bukti perkosaan." Francis mengambil buku catatan
kecilnya untuk membuat sketsa tata letak kamar mandi. "Ingat,
selalulah berpikiran terbuka. Tak ada yang tak relevan. Siapa pun
dapat melakukan apa saja."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Hey, Francis!" panggil Jimmy dari ruang lain. "Kau mau aku
menembak kepalamu?"
Francis mengikuti arah suaranya, satu kaki di depan kaki lain,
jalan kecil di antara kedua ruangan yang berpotensi menyimpan
sesuatu. "Ada apa?"
Ia telah memeriksa seluruh ruangan dengan saksama, dan
kenyataan bahwa dirinya tak segera melihat Jimmy membuat
dadanya menegang. Apakah daya penglihatannya sudah sedemikian
memburuk? Berangsur-angsur matanya menyesuaikan diri dan
menemukan Jimmy di seberang ruangan dengan carikan kertas di
tangan.
"Aku mencari-cari di sini dan kulihat gadis ini memiliki meja
kecil di sebelah ranjang dengan laci dan kupikir, apa salahnya!"
Jimmy mengangkat bahu. "Mungkin ia punya buku harian atau buku
alamat dengan nama-nama yang berguna di dalamnya."
"Benar sekali," ujar Francis.
"Jadi aku mengacak-acak laci, dan kulihat ia menyimpan
setumpukan kliping koran di bawah beberapa barang lain. Dan
kupikir, itu aneh. Untuk seorang wanita, maksudku. Aku juga suka
meninggalkan koran di lantai kamar mandi, istriku sering siap
menelepon komandan..."
"Jimmy, bisa langsung ke pokok persoalannya saja?"
"Jadi aku melihat-lihat dan kau tahu apa yang kutemukan?"
Ia memegang salah satu klipnya dan Francis maju selangkah, tak
begitu percaya pada penglihatannya. "Kau main- main denganku,
Ryan?"
"Serasa deja vu, bukan, Francis?"
"Apa itu?" Rashid ikut masuk ke dalam kamar.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Gadis itu mengumpulkan kisah dari koran tentang orang yang


Francis jebloskan ke penjara tahun 1983. Ia baru saja bebas karena
dakwaannya dicabut."
"Untuk tuduhan apa hukumannya itu?"
Francis menatap topik utama halaman- lima dari koran Post yang
diayun-ayunkan Jimmy di hadapannya.
"Membunuh dokter wanita."
Ia merasa seakan diguyur air es, seolah-olah tengkoraknya lepas
dari kepala.
Apa yang dimaksud mereka dengan deja vu itu? Hanya gangguan
mental sekejap, satu lompatan dari rentetan peristiwa, pengalihan
alur informasi dari simpanan ingatan jangka pendek ke ingatan
jangka panjang, sehingga itu terlihat seolah pernah terjadi. Ia
merogoh saku untuk mengambil pulpen dan membuat catatan,
kemudian tersadar ia sudah memegangnya.
"Kau tak apa-apa, Francis?" Jimmy melirik. "Kau tampak sedikit
pucat."
"Aku tak apa-apa." Ia meng-klik pulpennya. "Tapi, Jimmy, tolong
aku satu hal."
"Apa?"
"Lain kali jika kau tanya apakah aku ingin kepalaku ditembak,
tunggu hingga aku menjawab ya, oke?"

18

EILEEN SEDANG berusaha memakaikan baju yang serasi dengan


sweter korduroi untuk sekolah pada para cucu saat Tom masuk ke
kamar.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Ada apa ini?" ia menaruh kopinya dengan keletihan seorang pria


yang menunggu hingga berusia 46 tahun untuk memberikan seorang
cucu pada ibunya. "Aku sudah menyiapkan pakaian untuk mereka."
"Mereka ingin yang ini. Mereka bilang ingin terlihat mirip hari
ini."
"Oops, I did it again!” anak-anak itu mulai melompat- lompat di
atas tempat tidur. "Sejak kapan?"
"Mereka sedang dalam masanya saja," ujar Eileen, berusaha
membuat Stacy, yang paling tua, duduk diam untuk disikat
rambutnya. "Adikmu sama seperti ini saat seusia mereka. Selalu
ingin mengenakan apa yang kupakai."
"Baik sekali Ibu berpikir seperti itu," gumam Tom. "Hey, apa
yang terjadi pada bibir Ibu?"
"Aku membentur cermin kamar mandi." Eileen menyentuh tanda
di bawah hidungnya. "Jangan menua. Tak ada keuntungannya sama
sekali."
Tom masih menatap luka itu ketika Stacy menjatuhkan diri di
pangkuan dan memeluknya. Tentu saja, adiknya lalu ikut-ikutan,
bersaing minta dipangku. Dikelilingi wanita-wanita yang
membutuhkan, putranya itu memiliki hidup yang lengkap. Segalanya
lebih mudah buat seorang ayah. Anak perempuan tak pernah
menghargai ibunya lewat cara yang sama. Mereka selalu bertengkar,
ada rasa tak suka menggumpal, rasa cemburu membara. Eileen
teringat betapa kulitnya pecah-pecah ketika ia mengandung Allison,
dan ibunya sendiri, yang tak punya hati lembut, berkata bahwa ia
pasti mengandung anak perempuan. "Anak wanita selalu mencuri
kecantikan ibunya."
"Mengapa Ibu bangun pagi-pagi sekali?" tanyanya, melirik ke
arah jam Little Mermaid. "Aku tak mendengar Ibu ke atas saat aku di
dapur, membuat kopi."
"Aku sudah di sini. Stacy memanggil malam- malam. Aku tak tahu
bagaimana kalian berdua tetap bisa nyenyak tidur."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Ibu dengar dari bawah?"


"Aku tak bisa tidur. Satu lagi efek samping menyenangkan dari
kombinasi obat-obat yang kuminum."
Ia membuat putranya takut lagi. Eileen dapat merasakan dari
caranya mengabaikan anak-anak dan berkonsentrasi mengancingkan
mansetnya.
"Mungkin Ibu cukup pelan-pelan saja," katanya. "Kadang hal- hal
seperti ini butuh penyesuaian."
"Aku tak keberatan bangun sedikit lebih pagi."
Tom menyentuh alisnya, sedikit bingung. Tak pelak lagi ia
berpikir, Ibu kembali berpura-pura. Harus mulai mengawasinya.
Jaga agar tidak terjadi hal-hal yang tak diinginkan. Jaga agar
wanita sinting ini tetap di basement.
"Di mana Jen?" Ia mencari-cari. "Kupikir ia sudah bangun."
"Ia bilang lagi- lagi badannya terasa tak enak."
Tom tampak menerima penjelasannya dengan senyum datar. Tom
yang malang. Setelah semua peristiwa dalam hidupnya, ia mungkin
berharap akhirnya mendapatkan seorang perempuan yang benar-
benar baik dan pintar mengurus rumah tangga tanpa cela, dan bukan
perempuan memusingkan dengan perilaku tak beres.
"Aku harus bersiap-siap." Ia menyentakkan ujung dasi. "Aku akan
mengantar anak-anak ke sekolah sebelum pergi ke Morristown.
Biarkan mereka memakai pakaian yang mereka inginkan."

19

PINTU OTOMATIS mengayun terbuka dan Hoolian melangkah


menuju Met Foods, ia merasakan desiran dingin rasa takut, setengah
berandai-andai bahwa Lydia, kasir jelita yang selalu tersenyum
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

padanya, dengan anting-anting sebesar borgol berkedip-kedip dalam


pendar cahaya toko, mendadak menunjuk dengan kukunya yang
panjang melengkung dan dicat perak dengan ketakutan dan mulai
menjerit, "Asesino! Asesino!" Pembunuh.
Alih-alih demikian, gadis itu hanya melambai dan kembali ke
belakang untuk membantu rekannya yang bertugas membungkus
belanjaan, menghitung kembalian, sen demi sen.
Hoolian pergi ke mesin absen untuk melubangi kartunya. Di
sebelah pengumuman berisi lowongan pekerjaan terpasang kalender
yang ia pelototi setiap hari sejak manajer toko setuju memberinya
kesempatan kerja paruh waktu. Hidupnya kini berkutat di seputar
angka-angka. Enam belas hari sejak tanggal sidang terakhir. Enam
belas hari lagi sampai tanggal sidang berikutnya. Sepuluh hari sejak
ia mengisi lamaran di sini, menjawab 'tidak' pada kolom pertanyaan
apakah ia pernah melakukan tindak kejahatan. Itu bukan
kebohongan, katanya pada diri sendiri, dakwaan telah "dibekukan."
Dua puluh empat hari lagi sampai ia masuk serikat, yang akan
membuat dirinya lebih sulit dipecat.
Setiap hari adalah perjuangan. Ya, terkadang ada buncah
kesenangan. Aroma perubahan musim, kuning matahari yang
menyusut, kerah naik, garis hem turun, lagu penutup radio akhir
musim panas mengalun di belakang jendela mobil yang tertutup,
anjing-anjing kecil mengenakan sweter di jalanan, potongan-
potongan kaset berkilauan yang misterius bergelantungan di dahan
pohon seperti kertas perak pohon Natal. Tetapi di setiap peristiwa
itu, selalu ada tanda-tanda tak terbaca, salah paham menakutkan,
saat-saat semburan amarah dan akibat tak disengaja, lubang- lubang
hitam dalam yang memaksanya untuk menelan. Semuanya sama
sekali tak sama, untuk berada di luar, seperti yang ia duga
sebelumnya. Semut-semut tak pernah berhenti merayapi kulitnya. Ia
menyentuh tengkuk, masih merasakan bekas kalung yang direnggut.
"Yo, Jools, aku perlu bicara denganmu. Segera."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Ia tersentak dan berputar, menemukan Angel, sang manajer toko,


yang mengawasinya dari bilik yang ditinggikan, tempat ia
menghabiskan sebagian besar waktu untuk mengawasi kerajaan ritel
sepuluh lorongnya, ditambah hasil bumi dan kios makanan.
"Quepasa? " Hoolian menguatkan diri.
"Ayo jalan-jalan sebentar bersamaku, amigo." Angel mengambil
langkah-langkah kecil. "Orang lain tak perlu mendengar ini."
Ia menggamit lengan Hoolian dan menariknya menuju ruangan
kecil sunyi di dekat tangga basement. Hoolian meraba pisau
Leatherman barunya yang ia bawa-bawa di saku, berharap ini bukan
sebuah pemecatan kasar yang setengah ia duga akan terjadi. Ia
benar-benar ingin dihargai oleh lelaki kecil rewel ini, yang banyak
mengingatkan kepada ayahnya dengan kemeja putih licin dan dasi.
Betapa ia merasa sangat bersalah setelah wawancara pertama, ketika
mengatakan keluarga mereka sama-sama berasal dari kota sebelah
dekat San Juan namun tak menyebutkan dirinya baru keluar dari
penjara.
Sejak saat itu, ia telah menunggu- nunggu untuk dipecat— seperti
ini. Tentu saja, mestinya ia yang melakukan inisiatif, sadar bahwa
namanya dapat muncul di koran kapan saja. Setiap hari, ia berkata
pada dirinya sendiri, ia akan pergi ke kantor Angel saat waktu pulang
dan mengaku, tetapi setiap malam pula ia selalu mendapatkan alasan
lain untuk menunda. Itu bukan salahku, demikian ia membatin. Itu
adalah tanggung jawab Angel. Mestinya, Angel sudah tahu siapa
dirinya dari semua pemberitaan itu; lelaki itu mestinya memeriksa
riwayat hidupnya lebih teliti.
"Apa aku melakukan suatu kesalahan?" dengan gugup ia
menggosok-gosokkan ibu jarinya ke permukaan halus pisau yang
melipat.
u
Que mosca te ha picado?" Memangnya ada yang bilang begitu?
"Tidak, hanya..."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Ia tersadar dirinya berkedut-kedut dan mengerjap-ngerjapkan


mata. Tak tahu bagaimana cara mengunci lutut, menetapkan mata,
atau melemaskan bahu.
"Sepertinya posisi itu akan terbuka minggu depan di kios
makanan." Angel menurunkan suaranya menjadi bisikan berkomplot.
"Masih tertarik memperoleh bonus ekstra?"
"Oh." Tangannya keluar dari saku. "Ada apa dengan Charlie?"
"Aku memergoki Charlie tidur di gudang saat ia mestinya
membersihkan pemotong daging. Sepertinya anak itu suka
mengonsumsi obat."
"Ya, tapi aku belum siap mengambil posisi itu. Aku baru masuk."
(

"Ah, jangan seperti itu." Ia menepuk pundak Hoolian. "Aku sudah


mengawasimu, hombre. Aku melihatmu menunggu di gerbang
ketika aku datang untuk membuka toko setiap pagi. Kau selalu
membersihkan lorong seperti yang kuperintahkan. Kau selalu
melakukan tugasmu dengan baik..."
Suara Angel menggantung dan Hoolian menyadari manajer itu
tengah menatap pisau yang ia keluarkan dari saku tanpa sadar.
"Untuk apa itu, bro?”
"Aku bermaksud ke bawah untuk membuka beberapa kardus,"
jelasnya tanpa dosa.
"Memang hebat, kau, Kawan. Itu maksudku! Jangan membuatku
menghalangimu." Angel menyeringai. "Kau memang binatang,
amigo. Seandainya aku punya seratus pegawai sepertimu."

20

"M ENGAPA MEREKA melakukan itu? Ia begitu baik."


Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Perawat RS Mount Sinai, gadis bernama Tracy Mercado yang


berkulit gelap, senyum lebar, dan rambut panjang dicat pirang,
menangis. Air mata yang tampak hangat mencoreng riasan
wajahnya, berjatuhan setelah menempati sudut mata beberapa lama.
Francis melemparkan pandangan hati-hati pada Rashid,
memperingatkannya agar tak terlalu dekat atau melontarkan ucapan
menghibur yang keliru. Membuka sumbat kesedihan memerlukan
kesempatan untuk bernapas.
"Tracy, kami harus menanyakan beberapa hal padamu," ujar
Francis setelah jeda sejenak. "Kapan terakhir kali kau bertemu
Christine?"
"Aku tak tahu." Ia tercekik, berusaha menguasai diri. "Kurasa
kemarin lusa. Ia baru saja bekerja dua belas jam tiga hari berturut-
turut. Aku memperingatkannya agar jangan terlalu memforsir diri. Ia
bermaksud pulang ke rumah dan tidur."
Francis menggelengkan kepala pada Rashid. Gadis ini tak akan
membantu dalam penentuan waktu kematian.
"Apakah ia menyebut-nyebut soal kedatangan seseorang? Seorang
pacar mungkin?"
"Tidak, ia tak sedang berkencan dengan siapa pun, sejauh yang
kutahu." Perawat itu mengusap sudut mata dengan jarinya.
"Apa kau tahu pasti?"
"Apakah aku tahu! Ya, aku tahu. Aku sobatnya yang terdekat."
Sunset Park. Francis mengenali aksennya. Seorang gadis dari
pinggir kota. Ia bisa membayangkan gadis ini bangun pagi-pagi
untuk naik kereta N kala orang lain masih terlelap.
"Aku agak terkejut, kau mengaku sobatnya yang terbaik." Rashid
memiringkan kepala ke satu sisi. "Kukira, dokter dan staf perawat
tak biasanya bersahabat di rumah sakit seperti ini."
"Ow, Christine tidak berlagak seperti itu," Tracy mendengus.
"Maksudku, ia dari East Armpit, Wisconsin, tapi ia orang rumahan.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Mengerti maksudku? Ia selalu bergurau bersama staf dokter,


membaca katalog Kohl di ruang istirahat dan bercanda tentang acara
Ricki Lake Show bersama kami."
"Ia punya masalah dengan seseorang di sini?" tanya Francis.
"Petugas keamanan rumah sakit? Staf? Pasien?"
"Oh, ia tidak takut beradu pendapat dengan orang lain jika perlu.
Ia akan bicara terus terang jika seseorang melontarkan omong
kosong. Perusahaan asuransi, administrator rumah sakit, kardiolog.
Ia mencela staf senior yang tak cukup cermat melakukan
pemeriksaan. Dan, para orang tua yang anaknya terkena AIDS?
Lupakan. Jika mereka mulai melewatkan sesi pertemuan demi pesta
koktil, ia akan memarahi mereka. Ia akan menginterogasi mereka,
menelepon siang dan malam, berteriak di telepon, 'Kalian ini
kenapa? Tidakkah kalian tahu apa yang akan terjadi?' Aku pernah
melihatnya mengenakan mantel setelah selesai tugas jaga dan
langsung pergi menuju sebuah apartemen di perumahan Schomburg.
Sang Juara Sepatu Luncur. Mengetuk tepat di pintu orang-orang ini
dan menyeret anaknya ke sini sendiri untuk memastikan ia
memperoleh protease inhibitors."
"Ia pernah mendapat masalah karena hal seperti itu?"
"Tidak, mereka tahu ia benar."
Francis mengedipkan mata pada Rashid, sadar mereka butuh
bantuan dari detektif lain untuk meminta catatan Ruang Gawat
Darurat. Akan butuh waktu berhari- hari untuk menyisir semua data,
memastikan mereka mendapatkan nama-nama orang tua pasien yang
mungkin pernah bertengkar dengannya.
"Tracy, ada hal lain yang ingin kami tanyakan padamu." Francis
merendahkan suaranya. "Dan, kami sangat mengharapkan
kebijaksanaanmu untuk menjaga kerahasiaan, karena jika hal ini
sampai pada media, akan benar-benar menghancurkan investigasi
kami."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Oke, aku mengerti." Tracy membungkukkan bahu, matanya


menyapu Francis dan Rashid. "Silakan."
"Kami menemukan sejumlah artikel di laci sebuah meja yang
dikumpulkan Christine mengenai sebuah kasus lama..."
Tracy mulai mengangguk-angguk sebelum kalimat Francis
selesai.
"Ya, ya....tentang gadis dokter di Bellevue, sekitar dua puluh
tahun yang lalu."
"Sebentar, kau sudah tahu tentang hal ini?" ujar Rashid.
"Tahu tentang ini?" Tracy menaruh tangan di pinggul. "Ia tak
pernah berhenti membicarakan hal itu. Ia terobsesi dengan kasus
brengsek itu."
"Kita bicara tentang Allison Wallis, bukan?" tanya Francis,
memastikan ia tak menyuapkan kalimat padanya.
"Ya, benar. Allison. Siapa pun namanya. Yang namanya muncul
dalam satu artikel beberapa minggu lalu. Dengan seorang lelaki yang
baru keluar penjara dan mengatakan ia tidak bersalah."
Francis berusaha melirik pada Rashid, tapi jaraknya tak cukup
untuk itu.
"Mengapa ia terobsesi kasus itu?" ia mulai mencatat dengan
tulisan tangan, berusaha mencatat jawaban seakurat mungkin.
Bisa ia bayangkan Debbie A. memukulinya karena melangkah
terlalu cepat ke arah ini. Pernahkah kau mempertimbangkan tentang
kemungkinan lain, Detektif?
"Ya, tak lama setelah mereka memuat artikel itu di koran, kami
langsung membahasnya, dan mengedarkan ke semua orang," kata
Tracy. "Maksudku, korban adalah gadis seumuran kami, bekerja di
Instalasi Gawat Darurat bersama anak-anak. Bahkan meski hal itu
sudah dua puluh tahun berlalu, kau masih berpikir, mi dios, itu bisa
terjadi padaku. Christine tak mau melepaskannya begitu saja."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Maksudmu?" tanya Francis.


"Ia terus bicara tentang kejadian itu. Aku melihatnya
menggunting berita itu dari koran, tentang apakah mereka akan
membebaskan anak itu atau menjebloskannya kembali ke penjara.
Christine bilang, 'Bedebah, bagaimana jika ia tak ada hubungannya
dengan semua itu? Bagaimana kalau ia dipenjara selama dua puluh
tahun padahal sebenarnya ia tak bersalah?"
Francis merasa mendengar letupan kecil di dalam gendang telinga
selagi ia berpaling pada Rashid. Kolega baru itu ada tepat di
sampingnya, langkah demi langkah.
"Kau tahu mengapa ia begitu tertarik?" tanya Francis acuh tak
acuh.
"Tidak. Aku hanya berkata, que pasa, Sobat? Kau kencan dengan
lelaki itu atau bagaimana?"
"Apa ia kencan dengannya?" tanya Rashid, mengantisipasi
pertanyaan Francis.
"Tidak." Gadis itu mulai mengusir gagasan tersebut dan tersadar
sendiri. "Ya, setidaknya dari yang kudengar. Itu hanya sesuatu yang
ia bicarakan. Sejauh yang kutahu."
Tracy menatap ke arah pintu dengan lirikan ganjil, seakan-akan
baru menemukan perangkat tambahan asing untuk sebuah perkakas
rumah tangga kuno.
"Ada apa?" tanya Francis.
"Bukan apa-apa. Di sini Instalasi Gawat Darurat di kota besar.
Orang keluar masuk setiap waktu, dengan tugas jaga gila-gilaan.
Mereka merayap melintasi perbatasan Meksiko atau turun dari
pesawat dari Afrika, dengan penyakit-penyakit yang belum pernah
kau dengar. Mata berubah hijau, cacing bermunculan dari lubang
pantat. Kadang-kadang rasanya seperti dalam film horor. Lalu ada
pria-pria dari pusat rehabilitasi di dekat sini, berusaha masuk dan
mencuri obat..."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Lalu?"
"Maksudku, Christine itu jenis orang yang lunak pada mereka
yang berasal dari lingkungan ini. Aku biasanya bilang, 'Hey,
hentikan itu. Kau mendorong orang-orang kacau itu untuk mengejar-
ngejarmu."'
"Pernah terjadi sesuatu yang buruk gara-gara hal itu?" tanya
Rashid.
"Tidak, sih... Kecuali suatu hari, ia memintaku untuk mengantar
ke daerah tempat tinggalnya. Dan ia terus-menerus menoleh ke
belakarlg seakan-akan seseorang tengah mengikutinya."
"Ia bilang siapa yang mungkin mengikutinya?" tanya Francis,
masih berusaha tak terburu-buru mengambil kesimpulan tak
beralasan.
"Tidak. Tapi, ini New York. Banyak orang sinting di luar sana."

21

ESOK PA GINYA , gerombolan wartawan telah beranjak pergi dan


Eileen memutuskan bahwa kini telah aman untuk kembali ke East
Side.
Seonggok kantung sampah hitam besar tergeletak di kaleng
sampah penyok di luar apartemen Christine, secarik kecil pita kuning
TKP yang terbelit menyembul keluar di atasnya, dipenuhi cangkir-
cangkir kopi bekas, mungkin sisa para reporter dan juru kamera yang
berada di sana kemarin.
Seseorang telah merangkai tanda peringatan di salah satu pohon.
Sebatang lilin merah meneteskan lelehan di sebelah pagar hitam
pendek yang dimaksudkan untuk mengusir anjing. Dafodil, anyelir,
dan mawar tergeletak dalam bongkahan di atas trotoar, masih
terbungkus kertas kaca dari toko Korea di sekitar situ yang masih
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

ditempeli label harga. Ada foto Polaroid buram sosok Christine, dari
arah kiri, bukan sisi terbaiknya, pikir Eileen, terlalu memperlihatkan
gigi dan gusinya, tersenyum selagi memegangi salah satu pasiennya,
seorang gadis kecil berkulit hitam berpipi montok dengan jarum
infus besar di belakang lengannya dan kilat bintik merah di matanya.
"Untuk Dr. C," bunyi tulisan cakar ayam seorang anak di kartu
delapan kali tiga belas sentimeter di sebelahnya. "Aku tahu kini kau
berada bersama malaikat. Sampai jumpa. Cinta, Adelina."
Eileen menoleh ke sekeliling, menemukan setidaknya ada dua
lusin foto dan pesan persis seperti itu, mungkin lebih banyak dari
yang Allison peroleh. Tampaknya jumlah karangan bunga hampir
sama banyak, namun ia tak tahu pasti: ia datang terlambat ke sini dan
selalu ada orang-orang jahat di dekat sana yang mencurinya.
Tak lama lagi sebagian besar pelayat akan segera melupakannya.
Mereka akan kembali meneruskan kehidupan, drama dan krisisnya,
rencana diet dan lotrenya, gila-gilaan dengan aktivitas rahasianya.
Hingga akhirnya yang berduka hanyalah ibu si gadis. Orang lain
akan berkata, mereka mengerti, memperlihatkan sikap pengertian
yang selayaknya dan mengucapkan perkataan yang tepat di
pemakaman, bahkan mungkin mampir ke rumah beberapa kali dan
mendengarkan beberapa lama. Tetapi pandangan mereka kemudian
mulai melayang- layang. Senyum hangat yang kemudian muncul
terlalu cepat, tepukan di tangan yang terasa terlalu bersemangat, dan
pandangan mereka pun mulai melirik ke arah jam. Dan akhirnya
pertanyaan tak terucapkan menggantung di udara: Belum selesaikah
kau berduka? Bukan karena kebanyakan orang tidak sabar dan
kejam, tetapi karena mereka khawatir terlampau dekat. Mereka tak
ingin mengalami apa yang kau alami.
Ia mengambil tisu dari buku catatan dan mengusap kaca mata
hitamnya. Jangan biarkan mereka tahu. Mereka tak akan mengerti.
Ini bukan urusan mereka.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Tetapi ia kemudian menoleh ke arah foto Christine bersama gadis


kecil bermata merah itu, dan ia pun ambruk di trotoar, sambil
burung-burung bernyanyi riang di pepohonan.
Anak-anak berlalu melewatinya menuju sekolah dan menyentak
lengan orang tua mereka sambil bertanya, Kenapa wanita itu?
Napasnya terengah-engah. Tak seharusnya hal ini terjadi lagi.
Sejarah tak mungkin berulang. Perasaan menyakitkan ini tak
mungkin muncul untuk kedua kali dalam satu kali jatah hidupnya.
Semua ini terlalu berat bagi pikirannya. Ia tak diciptakan untuk kuat
menghadapi. Kini ia tak yakin apakah ia patut mendapatkannya.
Eileen merasa dirinya diawasi, sepasang mata menghujam
punggungnya. Ia berbalik dan menghapus air mata yang
mengaburkan pandangan, tepat saat sebuah taksi kuning melaju
berlalu, dengan seorang gadis berambut merah menatapnya dari
balik jendela.

22

DENGAN LENYAPNYA penglihatan perifer, Francis belajar


menduga-duga keberadaan benda-benda secara tak langsung. Karena
itu ketika berjalan ke Seksi 19 pagi itu, ia bahkan sudah mengetahui
keluarga korban telah tiba sebelum melihatnya. Detektif lain di
satuan itu mondar-mandir terlalu tergesa-gesa untuk waktu sepagi
itu, berbicara terlalu sopan di telepon, dan terlalu berhati- hati
mengerjakan berkas-berkasnya.
Akhirnya, ia melihat dua orang tua berwajah pucat ketakutan
duduk di meja Rashid.
"Detektif Loughlin, ini Pak dan Nyonya Rogers," ujar Rashid
memperkenalkan, dengan sikap resmi. "Mereka datang langsung dari
La Guardia."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Saya ikut berduka cita," ujar Francis, terkejut karena mengenali


mereka sebagai pasangan berusia tujuh puluhan dari foto-foto golf
Christine. "Saya juga memiliki putri."
Yang pria, mengenakan kemeja flanel dan kacamata tebal, dengan
kikuk dan canggung meloncat seakan-akan ia disalami kerabat yang
telah lama meninggal. "Roy Rogers. Saya pernah di kepolisian dulu.
Tiga puluh tiga tahun, patroli jalan tol Wisconsin."
Sebuah jabat tangan kebapakan sambil menyebut nama bintang
koboi. Seolah-olah Francis memerlukan dorongan semangat untuk
menangani kasus ini dengan serius. Ia telah bekerja hingga pukul
satu pagi, mondar-mandir dengan tergesa-gesa dari sini ke kantor
pusat di tengah kota, mengoordinasikan enam detektif lain yang
terlibat, melayani telepon, memantau bersama tim forensik,
menyelidiki buku alamat dan isi komputer Christine, mewawancarai
sebanyak mungkin rekan kerja dan pasiennya saat mereka punya
waktu lowong, dan berusaha mengabaikan telepon dari para bos
yang setiap jam meminta kabar terbaru untuk diteruskan ke kepala
kepolisian.
Saat waktu pulang tiba, tubuhnya begitu letih hingga tak dapat
tidur. Ia membuat dirinya sendiri dan Patti sinting dengan tingkahnya
yang terus membolak-balikkan badan. Kemudian, tentu saja, telepon
pukul enam pagi dari kawan lama, Jerry Cronin, yang kini menjadi
kepala detektif Manhattan, yang memberitahunya bahwa
pembunuhan itu telah menjadi halaman utama tabloid. Plus, desas-
desus dari atas menyebutkan bahwa City Hall, kantor walikota, akan
memantau perkembangan investigasinya langkah demi langkah, dan
walikota secara pribadi ikut melibatkan diri membayari tiket pesawat
bagi orang tua korban, lengkap dengan kamar hotelnya.
"Kurasa Anda tak mengira kami begitu tua." Sang ayah kembali
bersandar di kursi, ia melayangkan pandangan khawatir pada Rashid,
yang mengatakan pada Francis bahwa mereka bertiga belum
menciptakan ikatan yang hangat sebelum dirinya tiba di sini.
"Sama sekali tak terlintas di kepala saya."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Francis mengawasi sang ibu yang terus-menerus merokok di


jendela terbuka. Ia memiliki wajah merosot turun khas wanita yang
menghabiskan sepanjang hidupnya menunggu untuk dikecewakan.
Tanpa melihat pun ia tahu berkas di pangkuannya pasti dipenuhi hal-
hal yang ia kumpulkan sepanjang malam—gambar krayon semasa
TK, kertas laporan kelas empat, Piagam Penghargaan Nasional, foto-
foto Polaroid wisuda SMA, surat penerimaan dari kampus, surat
panggilan, kopi ijazah kedokteran, kartu ucapan—singkatnya, apa
pun yang menegaskan fakta-fakta bahwa korban adalah seseorang
yang berarti, musibah telah terjadi, dan kini sebuah lubang
menganga di alam semesta.
Francis tersentuh, karena ia selalu berada di pihak orang tua dari
anak-anak yang tewas, namun ia juga menyadari Nyonya Rogers
sama sekali tak mirip anak perempuannya.
"Christine adalah keajaiban kami," sang ayah berkata, seakan
turut merasakan kebingungan itu. "Kami berdoa memintanya. Kami
telah berusaha bertahun-tahun, sebelum obat-obat penumbuh
kesuburan dan pengobatan lain berkembang. Kami hanya berharap
dan Tuhan memberkati kami dan mengizinkan biro adopsi
membelokkan peraturan saat kami telah mencapai usia empat
puluhan."
"Kawan-kawan kami dulu menyebut kami Abraham dan Sarah."
Sang istri menggunakan rokok yang hampir habis untuk menyalakan
yang baru. "Dan kini kami tak punya apa-apa."
Suaminya meraih tangannya dan meremas, seolah-olah ia baru
saja ditindik.
"Tak ada putra lain?" tanya Francis, menoleh ke arah Rashid
untuk memastikan ia mencatat.
"Tidak, tak ada lagi." Sang istri memijit- mijit puntung rokoknya
di bingkai jendela. "Dua keponakan di California yang hampir tak
kami kenal. Itu saja. Setelah kami meninggal, tak ada lagi yang
tersisa."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Sungguh menyedihkan." Roy Rogers menggeleng-gelengkan


kepala. "Pagi ini di pesawat, aku melirik Ruthie, aku bilang, 'Sayang,
kuharap begitu usia kita mulai senja, kita menjelang kematian
dengan cepat karena tak ada orang lain yang bisa menjaga kita dari
kemungkinan keluyuran di jalanan.'"
Francis mengibas-ibaskan asap rokok yang tertiup kembali ke
dalam ruangan, merasa sedikit tersentuh oleh bayangan dirinya
sendiri yang keluyuran di jalanan belakangan ini.
"Begini, saya mengerti betapa sulitnya keadaan ini..."
"Tapi Anda harus cepat mengatasi situasi ini." sang ayah
mengangguk sedikit terlalu kuat, ingin berpegang pada ilusi
kejantanan lelaki. "Tentu saja."
"Kami memohon padanya agar tak pindah ke sini," sela sang ibu.
"Tapi ia selalu harus mencari-cari masalah."
"Saya kurang mengerti maksud ucapan Anda," kata Francis.
"Ia suka mencampuradukkan segalanya," jelas Roy Rogers.
"Selalu begitu. Ia suka mengendarai mobil patroli saya dan
menyalakan sirenenya ketika kecil."
Ia memperlihatkan foto Christine saat berusia sekitar delapan
tahun, topi polisi jatuh menutupi matanya kala ia berusaha mencapai
kemudi.
"Kau menyemangatinya," sentak Ruth. "Ia bisa melakukan apa
saja. Ia berhasil masuk putaran final kejuaraan sepatu luncur. Ia
memperoleh beasiswa penuh di Universitas Wisconsin. Ia bisa
menjadi dokter olahraga atau dokter anak di Green Bay. Tapi, oh,
tidak, kau selalu melambungkan harapannya tentang mencari sesuatu
yang mestinya dibiarkan saja."
"Saya masih tidak mengerti." Francis memandang suami istri itu
bolak-balik.
"Istri saya berpikir saya menyemangatinya untuk mencari ibu
kandungnya di sini." Roy menatap sedih ke arah berita utama harian
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Daily News di meja sebelah. "Dan, ia selalu menginginkan bekerja di


ruang gawat darurat kota besar. Katanya, 'Ayah, tiap minggu rasanya
seperti berada di acara TV.'"
"Tunggu sebentar." Francrs mengangkat tangannya. "Tolong
ulangi lagi. Ia datang ke New York karena mencari ibu
kandungnya?"
"Tidak, tidak seperti itu." Roy mengerutkan dahi ke arah istrinya.
"Itu hanya sesuatu yang membuatnya tertarik setelah tiba di sini.
Memang begitulah. Sekali bertekad akan sesuatu, ia tak akan
melepasnya."
Francis membayangkan bagaimana darah itu mengering di bawah
kuku-kuku gadis itu. "Aku hanya ingin tahu. Siapa ibunya?"
"Kukira ia mungkin seorang pelajar atau guru, seperti itulah." Roy
melirik istrinya tak yakin. "Kami melakukan adopsi lewat sebuah
agensi di Milwaukee yang kini sudah tak ada lagi. Saat itu tak seperti
sekarang ketika kau bisa tahu sekolah ibu kandungnya sebelum
memutuskan mengadopsi. Kami diberi tahu namanya Phelps, tapi
siapa yang tahu? Christy pernah mencarinya sebentar setelah ia tiba
di sini, tetapi aku tak tahu sejauh mana usahanya itu."
"Saya ingin melihat semua berkas yang masih Anda punya dari
agensi adopsi tersebut." Francis menggaruk belakang telinganya.
"Aku tak yakin kami masih memilikinya," kata si ayah. "Lagi
pula, untuk apa kau memerlukannya?"
"Anda tak pernah tahu apa yang ternyata merupakan hal penting."
"Kami satu-satunya orang tua yang ia tahu." Sang ibu
mengumpulkan kenang-kenangan di pangkuan, seakan-akan
seseorang berusaha mengambil semua itu darinya.
"Saya mengerti itu, ma 'am." Francis mengangguk hormat. "Tak
ada yang berkata sebaliknya. Tetapi saya rasa kita mengejar hal yang
sama. Karena itu kita harus melihatnya dari berbagai sudut. Kami
akan memerlukan semua surat atau e-mail yang kalian peroleh dari
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Christine dalam beberapa bulan terakhir. Nama dan nomor telepon


kawan-kawannya yang mungkin kalian tahu...."
"Apa pun yang Anda inginkan," ujar sang ayah tiba-tiba, benar-
benar ingin ikut membantu.
"Apakah Christine, mungkin, pernah menyebut seseorang
bernama Julian Vega?"
"Tidak," tukas ibunya tajam. "Siapa itu?"
"Beberapa rekan kerjanya berkata, ia sering membicarakannya.
Dan kami menemukan bahwa Christine mengumpulkan berita di
koran mengenai Julian." Francis menatap si ayah, berusaha
mencandainya. "Tentu saja itu bukan sesuatu yang ingin kami
sisihkan."
"Oh, tentu, saya mengerti," ujar si ayah. "Tetapi siapa Julian ini?
Saya rasa saya tak pernah mendengar tentangnya."
"Sir, ia lelaki yang baru saja keluar dari penjara atas tuduhan
pembunuhan," kata Francis.
Garis-garis di mulut sang ibu segera menyusut begitu dalam
seperti rahang boneka tali.
"Tetapi mengapa bisa begitu?" tanya sang ayah.
"Sayangnya, kasus-kasus ini tak selalu bergulir menuruti
kehendak kami," tukas Francis.
"Dan apa yang membuat Anda berpikir Christine mengenal orang
ini?" Roy membungkukkan badan ke depan, sikunya bertumpu di
lutut.
"Mungkin ia tidak kenal. Kami berupaya tak terburu-buru
mengambil kesimpulan."
"Binatang-binatang itu lagi," gumam si ibu, dengan sebal
menjentikkan abu rokoknya keluar jendela.
"Maaf?" Rashid melengkungkan alis.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Orang tua itu melemparkan pandangan saling menuduh.


"Hatinya begitu lembut," ujar Roy. "Ketika bekerja di klinik di
Chicago, ia selalu mengundang anak-anak miskin ke apartemennya
atau pergi mengunjungi beberapa keluarga miskin. Kurasa ia tak
pandai menjaga batas-batas pergaulan."
"Mungkin lebih tepatnya bodoh." Si ibu menutup»mulut kecutnya
lalu membuka lagi, bosan menyimpan opini paling tajam hanya
untuk dirinya sendiri. "Padahal ia bisa tetap tinggal di Madison dan
menikahi seorang pemuda calon kardiolog..."
Francis menggerakkan lehernya yang kaku dan melirik Rashid
sesaat, memastikan mereka mendengar perkataan-perkataan yang
sama. Memasukkan binatang-binatang. Tak pandai menjaga batas
pergaulan. Berhati lembut. Mereka baru mendapatkan informasi
bahwa Hoolian bekerja di toko swalayan di daerah itu. Apakah
terlalu jauh jika berpikir ia berhasil masuk ke apartemen Christine
untuk mengantar sesuatu atau apalah, menceritakan tentang
ketidakbersalahan dirinya?
"Nyonya Rogers, kami akan berusaha semampu kami untuk
menangkap orang yang melakukan ini pada anak Anda," ujar
Francis.
"Baik," ujar si ibu, mematikan puntung rokok di ambang jendela.
"Sekarang bisa Anda katakan apa yang mesti saya lakukan di sisa
hidup saya?"

23

HOOLIAN SEDANG menunggu di depan Met Foods ketika Angel


tiba untuk membuka gerbang.
"Dasar binatang, kau, companero." Manajer itu tersenyum kagum
seraya merogoh saku. "Aku mesti hati- hati, nih."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Kau bilang aku mesti datang pagi-pagi, bukan?"


"Tanto majo." Angel melemparkan kunci padanya. "Kau yang
buka gerbang hari ini. Melihat cara kerjamu, mungkin tak lama lagi
toko ini akan menjadi milikmu."

Ooo)DW(ooO

Hampir pukul sepuluh, Francis parkir di seberang toko swalayan


dan menaruh plat kuning polisi di dashboard. Ia memutuskan untuk
tak membuat dirinya terlalu mencolok, berpura-pura hanya ingin
mengikuti perkembangan kasus Allison. Tanpa perlu menyebut
Christine Rogers sama sekali. Ia mengunci pintu mobil dan
mematikan ponsel, tak ingin mendengar suara para bos saat ini.
Semua orang tahu bagaimana melakukan investigasi zaman
sekarang, dari patroli jalan raya rendahan sampai asisten khusus
walikota yang bertugas mengoordinasikan kegiatan.
Ia menyeberang jalan, menoleh ke kanan dan kiri dengan hati-
hati, menyadari kini ia butuh waktu sedikit lebih lama untuk melihat
mobil yang datang dari samping.

Ooo)DW(ooO

Hentak atau sayat. Angel tak menyebutkan dengan jelas, yang


penting kardusnya rata. Kotak-kotak yang tebal dan di lem rapat
harus dipotong sisi-sisinya. Tapi yang lebih tipis cukup dihentak-
hentak dengan kaki yang juga berguna untuk melampiaskan
kekesalan. Hoolian selalu senang bekerja di basement, karena dekat
ke mesin pemanas gedung, ia seperti insinyur rahasia yang
memastikan semua sistem berjalan lancar. Ia ingat masa-masa
bermain petak umpet di sekitar gudang dan ruang pemanas bersama
Nestor. Mereka berdua saling mengejar di sekitar lorong sempit yang
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

suram, tong-tong sampah, dan bak-bak cuci kotor di lubang kelinci


mereka saat si portir tua sedang tak bekerja di ruang pembakaran
sampah atau mengerjakan sesuatu di lift servis.
Hoolian selesai meratakan kardus dan memasukkannya satu
persatu ke dalam mesin kempa, menikmati kerja fisik murni yang tak
memerlukan otak selama beberapa menit. Ia menarik tuas dan besi
lebar rata dengan dudukan rendah di piston, mengempa kardus
dengan rentetan bunyi 'pop' yang menyenangkan. Yang tersisa
tinggal gundukan cokelat padat, seperti anak kecil yang memadatkan
adonan roti menjadi sebuah kubus. Ia lalu pergi ke kumparan raksasa
di sudut dan mengambil benang sepanjang satu meter untuk
mengikat gundukan itu agar lebih mudah diangkut.
Francis berdiri di pintu, menunggu matanya menyesuaikan diri.
Dinding, rak, dan lantai ruang penyimpanan dicat abu-abu, sehingga
benda-benda muncul perlahan- lahan sekali dari kegelapan, seperti
sosok-sosok dalam foto yang sedang dicuci. Di sana berdiri Hoolian,
mengguntingi benang dan mengikat gundukan kardus-kardus
kempaan. Perlahan- lahan Francis melihat gerakan otot-otot di bawah
celemek toko yang cantik saat Hoolian melemparkan lempengan-
lempengan itu ke lantai, seperti mayat- mayat dilempar ke dalam peti.
Tanpa setelan sidang melekat di tubuhnya, ia tampak lebih jelas
sebagai mantan narapidana.
"Wah," kata Francis. "Rupanya ada yang rajin memakan sereal
para juara."

Ooo)DW(ooO

Detektif itu tampak lebih tua dan entah bagaimana lebih kecil,
berdiri di sana dengan mantel panjang kulit tiga perempat dengan
bendera Amerika di kelepaknya. Dalam ingatan Hoolian, Loughlin
selalu merupakan sosok papan menjulang yang siap tumbang di
atasnya. Kini ia hanya lelaki setengah baya yang mulai membotak
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

hingga orang bisa melihat kulit merah muda pucat keningnya dan
ujung alis yang kejam.
"Apa yang terjadi pada tanganmu?"
Hoolian mundur sedikit, teringat terakhir kali ia sedekat ini
dengan Loughlin adalah saat berada di lorong penjara.
"Terhimpit pintu kereta bawah tanah."
"Benarkah? Di pintu kereta? Aku tak bisa membayangkan.
Bukankah dilapisi karet di mana-mana."
"Aku sedang menyandarkan tangan di sana saat pintunya
membuka tiba-tiba dan tanganku terjepit. Karetnya pasti sudah
usang."
"Aku belum pernah mendengar hal seperti itu."
Hoolian menahan desakan untuk menyembunyikan tangannya di
balik punggung. "Apa yang kau lakukan di sini, Bung? Bagaimana
kau menemukanku?"
"Kau keluar dengan jaminan, bukan? Pengacaramu harus selalu
menginformasikan keberadaanmu setiap saat, kalau-kalau kau tak
datang pada tanggal persidangan."
"Omong kosong."
Loughlin terus melihat balutan itu, seolah ia bisa melihat darah
merembes dari kain itu. "Pasti sakit sekali. Ke mana kau pergi
berobat?"
"Ruang gawat darurat, St. Vincent's. Memangnya kenapa?"
"Kukira kau mungkin mampir ke RS Mount Sinai atau
Metropolitan. Lebih dekat, bukan?"
"Aku pergi dengan kereta." Hoolian melenturkan jari-jarinya,
berusaha terlihat acuh tak acuh. "Dengar, kurasa kau tak semestinya
berada di sini. Kalau kau punya sesuatu untuk dikatakan padaku,
sampaikan saja lewat pengacaraku. Kalau tidak, itu artinya ex parte."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Ex parte?" Loughlin menjulurkan lidah, berpura-pura terkesan.


"Kau pasti benar-benar menghabiskan waktu di perpustakaan hukum
saat berada di penjara."
"Tidak sepatutnya kau bicara padaku di luar pengadilan."
"Oh, aku mengerti. Tetapi investigasi ini masih berjalan. Jadi aku
masih punya hak."
"Yeah. Jadi, apa maumu?" Hoolian melemaskan bahu kembali dan
menggosok-gosok tangannya. "Kau ingin menyelesaikan urusan kita
yang belum selesai dulu itu?"
"Ah, aku bersedia melupakan hal itu." Loughlin merogoh saku
jaket dan mengeluarkan kapas dalam bungkus plastik bersih. "Kita
tak bisa terus-terusan menjilati luka lama."
"Itu apa?"
"Ini batang seka untuk DNA."
"Bung, keluarlah dari sini dengan benda brengsek itu." Hoolian
mengibaskan udara di antara mereka. "Kau bisa menghubungi kantor
pengacaraku dan kita bisa membuat perjanjian di laboratorium untuk
memberimu sampel."
Loughlin mengangkat bahu. "Dengar, aku tak tahu bagaimana
mereka mengurus spesimen di sana. Orang mencoba segala sesuatu.
Aku pernah melihat orang melekatkan kantung di bawah penis
mereka hingga mereka bisa menaruh kencing orang lain dalam uji
penyalahgunaan obat. Tapi jika dalam pengawasanku, aku akan
memastikan semua dilakukan menurut aturan."
"Ya, aku tak akan melakukan apapun hingga aku menghubungi
pengacara."
"Hey, Bung, kupikir kau menginginkan hal ini. Apa yang kau
takutkan?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Aku tak takut apapun. Aku hanya tak percaya padamu. Kau,
bajingan yang menjebakku sejak awal. Kenapa mereka tak mengirim
detektif lain saja?"
Ia pergi menuju ruang sebelah yang gelap untuk mengambil
kardus-kardus lagi dan menyadari Loughlin tersandung saat
mengikutinya.
"Ini masih kasusku," ujar Loughlin.
"Mereka pasti tak memberimu pekerjaan lain, sepanjang waktu
hanya kau habiskan untuk menyusahkanku."
Anehnya, Loughlin tampak teralihkan sesaat, seolah ia mencuri
dengar percakapan di ruang sebelah.
"Biar kutanyakan satu hal padamu, Hoolian."
"Namaku Julian. Panggil dengan benar."
"Oke, Joo-lian." Bibirnya ia buat melingkar mengejek. "Hakim
mengabulkan mosi empat-empat puluh yang kau ajukan karena
pengacaramu diduga tak pernah memberitahumu bahwa kau punya
hak untuk membela diri."
"Ya. Aku dulu masih ingusan. Bagaimana aku tahu?"
"Aku hanya ingin tahu. Apa yang akan kau katakan seandainya
kau bisa bersaksi?"
Hoolian menaruh sebuah kardus di lantai dan mengempa, tahu
mestinya ia tak boleh membiarkan polisi ini membuatnya naik darah.
"Aku tak akan membicarakan hal itu denganmu. Untuk itulah aku
menyewa pengacara."
"Ayolah, amigo. Sekarang hanya kau dan aku, tidak direkam."
Loughlin hampir terjerembab kantung daur ulang yang penuh
botol air kemasan kosong. Hoolian bertanya-tanya apakah polisi ini
baru saja minum- minum.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Persetan kau. Aku bukan anak kecil lagi." Hoolian mengempa


kardus lain, urat kepalanya mulai memerah. "Kau tak bisa
mempermainkan aku lagi kali ini."
"Siapa mempermainkan siapa? Aku bicara tentang kesaksian
publik tersumpah yang mungkin kau katakan. Jika kau ingin
mengucapkannya di persidangan, mengapa harus main rahasia?"
"Kau ingin tahu apa yang akan kukatakan?"
Ia mendengar bunyi peluit di telinganya saat menengok ke bawah
dan melihat kardus yang tak rubuh dengan benar.
"Ya."
"Kau benar-benar ingin tahu?" ia mengambil pisaunya dan mulai
menyobek di kedua sisi kardus. "Aku tak sabar lagi."
"Aku akan mengatakan pada semua orang betapa buruk kau telah
menipuku, Keparat."

Ooo)DW(ooO

Ruang ini bahkan lebih suram lagi. Francis berusaha tetap terbiasa
dan waspada pada perubahan suara Hoolian yang berpindah-pindah
di mangan itu, yang datang padanya dari berbagai sudut.
"Kau masih memakai cerita itu?" ia menggoyang-goyangkan alis
dengan riang.
"Kita berdua tahu apa yang kau lakukan."
Francis melihat kilatan perak dalam gelap dan menyadari Hoolian
tengah memegang sebuah pisau.
"Memangnya aku menaruh sidik jarimu di senjata pembunuh?"
ujarnya dingin. "Apakah aku memukulimu agar mengaku bahwa kau
memakai kuncimu untuk masuk dan keluar dari apartemennya saat
gadis itu tak ada?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Kau menyekapku di kotak itu sepanjang hari dan menghalangi


ayahku menemuiku. Aku meminta pengacara."
"Jadi, itu yang akan menjadi kesaksianmu? Bahwa aku
menjebakmu?" Francis tersenyum seolah-olah seekor anjing baru
menjilati wajahnya. "Menurutmu siapa yang lebih kredibel di mata
para juri Manhattan? Aku yang telah bertugas selama lebih dari dua
puluh lima tahun di kepolisian dengan setengah lusin penghargaan,
atau kau yang dikurung dua puluh tahun di penjara?"
"Kenapa kau tersenyum, Bangsat? Kau pikir itu lucu?" Logam
berkilauan kurang dari setengah meter dari mata Francis.
"Aku sungguh berpikir kau mungkin ingin lebih berhati- hati
dengan pisau itu," katanya, berusaha mengikuti gerakannya lewat
cahaya kelabu.
"Hah?" Hoolian memegang pisau di depan wajahnya. "Oh, kau
takut pada benda ini? Kau menyebutnya senjata mematikan?"
"Tidak seperti loofah bagiku."
"Loo...apa?" Hoolian tampak bingung. "Jadi, apa, kau akan
menembakku karena aku sedang memotong- motong kardus?"
Francis berusaha menaksir jarak di antara mereka. "Kau tak ingin
terlihat tengah mengancam polisi."
"Oh, yeah, seakan-akan aku sedang mengancammu." Kilauan
pisau itu membutakan Francis untuk sesaat.
Disentaknya sisi jaketnya agar ia dapat meraih pistol dengan
mudah. "Kau membuatku sedikit gelisah, Hoolian. Jangan melantur.
Aku dengar tentang kelakuanmu di Attica."
"Yeah, apa yang kau tahu tentang itu, Brengsek?" Hoolian
menyayat cepat dalam kegelapan.
"Aku tahu Fat Raymond kehilangan ginjalnya gara-gara pisau
yang kau tancapkan padanya," kata Francis, menolak terintimidasi.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Karena hijo de gran puta itu tak mau menghentikan pacarnya


yang meniupkan asap rokok ke wajah ayahku di ruang kunjungan.
Dan gara-gara itu ayahku harus diberi satu tangki oksigen untuk
emfisemanya."
"Berapa lama mereka menyekapmu di ruang isolasi?"
"Sebulan. Aku melewatkan pemakaman ayahku."
"Hoolian yang malang. Selalu menjadi korban."
"Ia meninggal sendirian, Bung. Aku tak pernah berkesempatan
mengucapkan selamat tinggal padanya."
"Dan seharusnya itu menjadi kesalahan siapa?"
"Sejauh peduliku, itu kesalahanmu." Pisau itu bergetar di tangan
Hoolian. "Perlakukan seseorang seperti binatang cukup lama, dan ia
akan menjadi binatang sungguhan."
"Kubilang turunkan pisau itu, Hoolian. Aku mengawasimu."

Ooo)DW(ooO

"Aku juga mengawasimu." Hoolian memaksa dirinya menutup


pisau sebelum ia melakukan sesuatu yang bodoh. "Oh ya, mengapa
begitu?"
"Aku juga mengerjakan pekerjaan rumahku." Hoolian
menusukkan jarinya, bunyi peluit itu masih berdenging di telinga.
"Aku tahu segalanya tentangmu."
"Masak?" Loughlin menyeringai lagi, memprovokasi.
"Aku tahu kau pernah dihukum atas tuduhan indisipliner pada
1981.”
“Maaf?"
"Tercantum dalam berkas kasusmu, Bajingan.”
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

“Apa yang kau bicarakan?" Loughlin mengedip. "Berkas kasus.


Mereka tak hanya menaruh berkasku di sana, tapi kasusmu juga.”
“Oooh."
"Itu benar. Kalau tidak bagaimana aku bisa tahu?" Suara di kepala
Hoolian memperingatkannya agar ia berhenti, bahwa ia tak
membantu dirinya sendiri, namun suara itu ia abaikan. "Pengacaraku
membalasmu untuk melihat apa lagi yang bisa kami peroleh. Ia
beranggapan kau dijatuhi hukuman karena berbohong."
"Terserah." Loughlin mengangkat bahu. "Bukan aku masalahnya
di sini."
Tapi Hoolian bertekad menyerangnya. Ia pernah menghabiskan
waktunya di kampus kengerian—penjara Elmira, Auburn, Attica,
Clinton—dan telah belajar pada para dedengkot. Ia telah
mempelajari bahasa dan kebiasaan, lambang dan tanda-tanda. Ia bisa
mengetahui perbedaan di antara salakan dan geram berbahaya, dan
kini ia tahu bahwa ia telah membuat lelaki ini ketakutan.
"Dan pengacaraku itu akan tahu bahwa kau muncul di sini dengan
kapas seka itu," katanya, bunyi siulan di telinganya mulai
mengaburkan suara peringatan yang tenang itu. "Itu keliru, Bung. Itu
artinya pelecehan, murni dan sederhana."
"Begitu menurutmu?" tanya Loughlin. "Aku hanya melihat semua
ini sebagai seorang polisi yang melakukan tugas. Kalau kau tak ingin
memberiku sampel DNA dan membersihkan namamu, terserah.
Kami akan terus menyeretmu ke pengadilan."
"Kau ingin DNA-ku?"
"Untuk itulah aku datang."
Hanya melihat lelaki itu di sana, masih berusaha menggertak dan
berpura-pura tak merasa ngeri, membuat empedu mengumpul di
belakang mulut Hoolian.
"Kau benar-benar hanya menginginkan sampel?" tanyanya,
merasa dirinya hampir meledak.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Persis." Loughlin memutar-mutar kapas seka itu. "Kapan pun


kau siap."
"Ya, baik kalau begitu...."
Jangan lakukan itu, Bung. Kau hanya melukai dirimu sendiri.
Hoolian mengabaikan suara-suara itu, mengisap ludah, dan
menyemburkan gumpalan ludah terkental dan terasam yang bisa ia
kumpulkan tepat ke tengah-tengah wajah si detektif.
"Tuh...Cukup untuk kau kerjakan?"

Ooo)DW(ooO

"Sekarang aku ingat kenapa kami dulu memanggilmu Brengsek


A."
Francis menyeberangi jalan menuju mobilnya, masih menyeka
wajahnya dengan sapu tangan dan bicara di ponsel.
"Dan kabarmu sendiri bagaimana, Francis?" suara Debbie A.
sayup di saluran telepon. "Aku terkejut mendengar suaramu. Di luar
persidangan."
"Klienmu bilang kau membongkar-bongkar berkasku. Apa-apaan
itu?"
"Tolong bicara jelas, Francis. Aku sedang ada klien di sini."
"Acara dengar pendapat brengsek di departemenku tahun 1981."
Ia berteriak agar terdengar di antara kebisingan lalu lintas. "Benar-
benar omong kosong, Deb. Hilang semua rasa hormatku padamu."
"Jangan salahkan aku. Surat itu terdapat dalam berkas kasus di
kantor Jaksa Wilayah. Tentu saja, sobatmu Paul Raedo pasti
menaruhnya di situ."
"Untuk apa dia melakukan hal seperti itu?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Mungkin ia mengira pengacara Julian akan tahu tentang hal itu.


Ia mungkin berpikir ia harus membawanya ke hadapan hakim
sebelum sidang dan berusaha menyingkirkan masalah itu sebagai
bahasan."
"Tak mungkin," Francis bersikeras. "Kau punya orang dalam
yang membantumu dengan imbalan."
"Kalau kau ingin mengelabui dirimu sendiri, Francis, silakan,"
ujar Debbie, suaranya naik meski sinyal telepon melemah. "Tapi
katakan sesuatu padaku. Apa yang kau lakukan pada klienku? Aku
tak ingin kau berada dekat-dekat dia—"
Francis menekan tombol off tepat saat sebuah minivan muncul
dari bintik butanya, klakson mendecit, kisi-kisi logam depannya
yang berkilauan melaju melewatinya.

Ooo)DW(ooO

Di akhir shift, Angel memanggil Hoolian ke kantornya dan


mengangkat kartu yang ditinggalkan Loughlin, kata-kata "Unit
Pembunuhan Manhattan Utara" tercetak dalam tinta tebal hitam
dengan latar berwarna cangkang telur.
"Que hubo? Bisa kaujelaskan padaku?"
Hoolian merasa mulutnya mengering, seolah ia menghabiskan
semua ludahnya untuk si detektif. "Lo siento, Bung. Aku minta maaf.
Kukira kau sudah tahu."
"Bagaimana aku akan tahu jika kau tak menceritakannya?"
"Ada di surat kabar sebelum kau mempekerjakanku," ujar
Hoolian lemah, tahu ia hanya membuat keadaan semakin buruk.
"Dan itu membenarkanmu untuk berbohong? Karena kau tahu
yang kubaca hanya bagian olahraga dan bisnis?" Angel memukul
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

meja dengan surat kabar Post berusia tiga minggu yang tentunya
juga ditinggalkan Loughlin. "Aku benci omong kosong tabloid ini."
"Kau bertanya apakah aku 'dihukum.' Kujawab tidak. Tidak lagi."
"Pembelaanmu lemah, companero. Kau tahu itu masih
berlangsung. Pertanyaan itu berbunyi 'apakah kau pernah dihukum?'"
Hoolian menundukkan kepala, malu, menyadari, tentu saja,
bahwa suara Papi yang ia abaikan tepat sebelum meludahi wajah
Loughlin.
"Aku berniat memberitahumu tentang hal ini. Aku hanya terlebih
dulu ingin menunjukkan padamu bahwa aku bisa mengerjakan
tugasku..."
"Kau membuat tanganku terikat, hermanol Aku memberimu
kesempatan bekerja. Dan begini caramu berterima kasih? Polisi itu
baru saja bilang ia bermaksud meminta perintah pengadilan untuk
meminta kartu absenmu dan tanda terima gedung-gedung tempat kau
melakukan pengiriman barang. Bisa kau jelaskan padaku?"
"Sama sekali tidak." Hoolian berusaha menelan ludah.
"Mierda." Angel mengusap mata dengan telapak tangannya. "Kau
tahu apa yang akan dikatakan perusahaan jika mereka tahu hal ini?"
Hoolian menatap layar komputer di belakang bahu Angel. Screen
saver-nya memperlihatkan dinding bata merah yang kian mendekat
dan mendekat, seakan yang melihatnya berada di dalam mobil yang
akan menabraknya.
"Aku tahu aku berbuat kesalahan. Tolong biarkan aku
memperbaikinya."
"Bagaimana?" tanya Angel. "Apa yang akan kau berikan padaku?
Kata-katamu?"
Hoolian menatap screen saver yang menabrak dinding yang sama
terus-menerus. Berapa kali? Kapan ia akan berhenti menabrak
dinding yang sama itu?
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Begini. Aku membayarmu hingga akhir minggu." Angel menarik


laci meja paling atas dan mengeluarkan cek untuknya. "Tak usah
khawatir dengan hari Jumat dan Sabtu yang kau lewatkan. Aku dapat
menemukan penggantimu untuk hari- hari itu."
Hoolian menatap cek itu dengan muram, melihat bahwa Angel
menambahkan seratus dolar ekstra di luar bayaran dua hari itu.
"Aku merasa tak enak, Bung," ujarnya. "Ini semua kekeliruan
besar. Tidak seperti yang kau kira."
Screen saver itu kembali menabrak dinding dan jaring-jaring
virtual kaca pecah menyebar di monitor.
"Claro gue si," kata Angel. "Sekarang jelaskan padaku."

BAGIAN IV

AKU MENDENGAR IA MEMANGGIL NAMAKU

24

TIGA HARI setelah menyeka semburan DNA Julian di wajahnya,


Francis kembali ke Bellevue, tempat yang selalu membuatnya
gentar, tak hanya karena Allison Wallis pernah bekerja di ruang
gawat darurat di sana, tapi karena ia sendiri pernah berada di sana
sebagai pasien. Sekali saat sebutir peluru menyerempet samping
kepalanya di satu razia narkotika—Patti muncul dengan wajah pucat,
tiga bulan setelah bulan madu mereka. Lalu, dua belas tahun
kemudian, ketika pneumonia memaksanya berada di sana dengan
tabung oksigen, dan Francis Jr. di ambang pintu memohon, "Tolong
jangan mati, Ayah."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Kini ia punya urusan di lantai sembilan, tempat kantor forensik


memiliki laboratorium untuk memproses bukti TKP dari perkosaan
dan pembunuhan. Pintu lift terbuka dan David Abramowitz
melangkah masuk menyalaminya. "Hey, Francis, ada kabar baik
apa?"
"Dokter Dave, kau kini sering berolahraga, ya?" Francis menekan
otot bisep dokter forensik itu dari jas laboratoriumnya dan terkejut
meraba otot yang seukuran bola softball di balik lengan baju.
"Aku bertambah sering pergi ke gym. Dan kawanmu Paul
mengajakku main paintball beberapa kali musim panas ini."
Betapa banyak yang berubah. Saat pertama kali bertemu
Abramowitz beberapa tahun lalu dalam tiga kasus pembunuhan di
Inwood, ia menganggap lelaki itu tipikal tikus laboratorium: mata
seperti serangga, tangan panjang, tenggorokan kurus, bungkus otak
yang tampak bengkak di bawah rambut hitam keriting yang
menerbitkan rasa kasihan. Tapi sejak peristiwa 9/11 dan musibah
maskapai Queens beberapa bulan setelahnya— ketika kantor
forensik telah maju dan mengembangkan teknik revolusioner untuk
memproses lebih dari tiga ribu jenazah sekaligus—ilmu pengetahuan
kian menarik. Dr. Dave, Ph.D., menjadi Orang Hebat. Ia menjalani
operasi LASIK dan membuang kacamata bingkai kunonya; ia
melatih bahu hingga seperti kuda dan leher sebesar paha; ia
memelihara janggut kecil trendi yang entah bagaimana cocok
untuknya; ia belajar cara berjalan yang anggun dan mengemukakan
pendapat ketika diminta dalam sebuah kasus. Aku tak peduli jika
wanita itu berkata ia hanya berhubungan intim dengan satu pria
malam itu, Detektif. Ia berbohong....
"Dengar, aku ingin kau bersiap-siap untuk sesuatu." Ia
merendahkan suaranya menjadi gumaman macho sambil memandu
Francis menuju laboratorium. "Hasil yang kami dapat tak seperti
yang kau harapkan."
"Apa maksudmu?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Dr. Dave menaruh jari di bibir, memperingatkannya, saat mereka


melewati teknisi muda berpenampilan modern di bawah kap bahan
berbahaya, putaran alat sentrifugal, dan alat pipet seukuran obeng
besar. Jadi seperti inilah pekerjaan laboratorium masa kini. Bahkan
mesinnya pun tampak siap berdansa rock 'n roll, berputar dan
bergoyang saat ia melewatinya. Sampel-sampel DNA bersinar dalam
warna merah, biru, dan kuning pada lapisan gel hitam, bagaikan
karya seni modern yang menyolok mata. Setiap permukaan
memancarkan cahaya, mengingatkan Francis pada betapa kuno dan
muramnya kebanyakan wilayah jika dibandingkan di sini.
Ia mengikuti Dr. Dave ke dalam kantornya dan menutup pintu,
sedikit terganggu oleh perabot kayu pirang dan foto-foto petugas
pemadam kebakaran di dinding dengan tangan merangkul Dave,
berterima kasih atas pekerjaannya yang memuaskan dalam menolong
mengistirahatkan jenazah saudara-saudara mereka.
"Sesuatu yang sangat aneh telah terjadi." Dave duduk di belakang
meja. "Dan kita harus membicarakannya."
"Silakan."
"Aku ingin menjelaskan rangkaian peristiwa yang terjadi di sini."
Dave mengambil setumpuk kertas. "Agar tak ada kesalahpahaman."
Francis merasa mabuk, seakan-akan baru mendengar pilot
pesawat mengumumkan peringatan PAKAI SABUK PENGAMAN ANDA
telah dinyalakan.
"Ya?"
"Senin pagi, kami mengambil sampel otopsi dari korban terbaru
bernama Christine Rogers, termasuk sekaan dari bawah kuku dan
serat rambut yang ia cengkeram di tangannya."
"Benar."
"Besoknya, kau menyerahkan sampel air ludah untuk dianalisis
milik Julian Vega dan memintaku membandingkannya. Aku punya
fotokopinya di sini."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Ya, aku ingat." Dengan gelisah, Francis duduk dan mengambil


fotokopi yang disodorkan Dave. "Kau mau menjebakku atau apa?"
"Aku hanya berusaha memperjelas rantai bukti yang ada, karena
itu sangat penting dalam kasus ini." Dave mengguncang- guncang
kertasnya, menghindari pelototan Francis. "Dua hari kemudian,
Detektif Ali dari Seksi 19 datang membawa goresan kuku dan
carikan sarung bantal berdarah yang entah hilang atau keliru
disimpan di gudang barang bukti sampai ia menemukannya. Kedua
barang itu dilabeli sebagai sampel dari korban tahun 1983 bernama
Allison Wallis. Kau ingin melihat salinan voucher itu?"
"Tidak, tidak perlu," ujar Francis. "Aku tahu ia melakukan itu."
Saat itu, ia begitu gembira hingga menawarkan Rashid ke
Coogan's di Broadway dan menyebut Rashid dengan "anak hebat ini
punya sedikit titisan dariku" di depan separo skuad. Tapi Rashid
meminta maaf tak bisa menerimanya karena ia belajar untuk kuliah
malam, dan sekarang Francis bertanya-tanya apakah keadaan sudah
begitu buruk di gudang barang bukti.
"Jadi ketika kau memintaku melakukan perbandingan lagi, antara
darah yang ditemukan di bawah kuku korbanmu, Alfson Wallis,
pada tahun 1983, dan apa yang ditemukan di bawah kuku korbanmu,
Christine Rogers, pada tahun 2003. Teorimu, tentu saja, kami akan
menemukan sepasang DNA Julian Vega pada kedua wanita ini.
Karena mereka berdua sepertinya melukai si penyerang."
Francis menaruh fotokopi yang disodorkan padanya menangkup
di atas meja. "David, rasanya kau menembok dinding padaku, bata
demi bata. Katakan saja apa yang terjadi.”
"Aku tahu kau senang bekerja secara metodologis dalam suatu
kasus." Dave menarik janggutnya, menolak terburu-buru. "Dan itu
yang kulakukan di sini."
"Kenapa? Akukah yang tengah didakwa di sini?"
"Tidak, tapi kau tak akan senang pada yang kukatakan ini: DNA
yang diperoleh dari bawah kuku Christine Rogers tidak cocok
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

dengan DNA Julian Vega. Kenyataannya, tak ada kromosom Y sama


sekali."
"Sialan."
Kekecewaan yang ia rasakan bagaikan kram nyeri di bawah iga.
Segera saja ia merasa pikirannya meraba-raba mencari penjelasan.
Hoolian jauh lebih berhati-hati kali ini. Ia punya dua puluh tahun
untuk mengevaluasi kesalahan. Mungkin ia memakai sarung tangan
dan kondom pada Minggu malam. Mungkin ia menghapus sidik jari
dari tempat itu dan membuang apapun yang mungkin terkena
ludahnya.
"Tetapi pasti kau menemukan pasangan DNA Julian di bawah
kuku Allison dari tahun 1983," katanya berharap.
"Tidak."
"Apa?" pandangannya mendadak menyempit dan darah
menyembur naik ke kepalanya. "Kami telah membuktikan bahwa
golongan darahnya yang ditemukan di kukunya. Dan, ia memiliki
luka parut di wajahnya."
"Penggolongan ABO sekarang sudah dianggap ketinggalan
zaman," jelas Dave. "Lebih dari sepertiga orang memiliki golongan
darah O, dan itulah yang mereka temukan. Mereka dengan mudah
dapat mencocokkan kau atau aku pada TKP asli. Dengan DNA,
peluang untuk menemukan donor lain dengan profil yang cocok
adalah satu berbanding satu triliun, kecuali ada kembar identik."
Francis mendadak merasa jatuh dari ketinggian.
"Jadi darah siapa yang ada di bawah kuku Allison?" tanyanya
setenang mungkin.
"Ya, itu pertanyaan sangat bagus," ujar Dave, mengangguk.
"Karena sekali lagi, kuteliti dan tak ada kromosom Y yang terlibat."
"Kau bercanda. Itu bahkan bukan darah seorang pria?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Nah, sekarang kita memasuki hal paling aneh." Dave mengaduk-


aduk kertas-kertasnya. "Aku tadi menyebut kawanmu, Detektif Ali,
yang juga membawa bagian sarung bantal yang dilabeli memiliki
darah korban."
"Benar."
"Kemudian untuk memastikan semua hal disimpan dengan baik
dalam sistem arsip kami, aku membandingkan sampel dari bawah
kuku Allison dengan sampel di sarung bantal, berasumsi yang satu
pasti dari si penyerang dan yang lain dari korban."
"Dan?"
"Ternyata keduanya sama.”
“Apa?"
"Keduanya identik. Itu belum hal yang paling aneh. Sepertinya
TKP dulu cukup berantakan saat itu. Darah ada di mana-mana.
Mungkin sekali Allison menyentuh lukanya sendiri dan darah masuk
ke kutikulanya. Aku sering melihat hal itu terjadi."
"Tapi?"
Francis menyadari dirinya bersiap menghadapi teka-teki ilmu
pengetahuan.
"Tetapi kemudian aku menyadari ada sesuatu yang familier
mengenai elektroferogram yang kulihat.”
“Elektro..."
Dave menyodorkan tumpukan tiga grafik yang dijepit. Francis
membalik halaman, melihat puncak-puncak grafik mencuat di sana-
sini seperti stalagmit.
"Dok, aku sama sekali tak mengerti apa yang tengah kulihat ini,"
akunya, menatap serangkaian kotak-kotak kecil di bawah tiap
puncak dengan angka-angka di dalamnya.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Oh, dasar penguasa ilmu pengetahuan umum." Dave tersenyum


singkat sambil menggapai menyeberangi meja dengan pulpen.
"Oke, nilai biologiku C di Regis. Kuakui."
Tapi aku ingin sekali melihatmu berkeliaran di West Harlem
pukul empat pagi, mencari-cari bajingan psikopat yang baru
menggorok istrinya dan menembak tiga polisi, pikir Francis.
"Ini adalah laporan yang mengubah DNA menjadi angka-angka
dalam grafik. Dalam mencari suatu profil, kami mencari variasi di
tiga belas lokasi berbeda pada dua belas kromosom berbeda. Pada
dasarnya, seseorang mendapatkan seperangkat gen dari ibu dan
seperangkat dari ayah. Angka-angka yang kau lihat pada grafik
menunjukkan berapa kali segmen DNA yang diulang pada lokasi
yang sama. Dan semua Variasi kecil itu membantu menghitung
kenyataan bahwa aku tidak duduk di sini untuk membicarakan
salinan karbon ayahmu."
Mereka bilang itu evolusi? Francis bertanya-tanya angka mana
pada grafik itu yang membuatnya buta.
"Kemudian kami mencari sesuatu yang disebut lokus amelogenin,
yang memberi tahu kita tentang perbedaan gender." Dave membuat
lingkaran pada sebuah grafik dengan pulpen. "Ketika kau melihat
sebuah puncak tanggal seperti ini, itu artinya ia seorang wanita." Ia
membuat lingkaran kedua pada grafik lain. "Jika kau melihat dua
puncak, itu artinya ia seorang pria."
"Oke."
Francis mulai membolak-balik ketiga halaman itu. Halaman
pertama, dinamai jelas "Christine Rogers, 2003," tampak sebuah
grafik dengan puncak tunggal di dekat bagian atas kertas dan angka
103.01 di bawahnya. Ia membalik halaman berikut, bertanda
"Allison Wallis, 1983," dan melihat grafik dengan puncak yang
identik dan angka 103.01 yang sama di bawahnya. Halaman ketiga
tepat sama dengan yang sebelumnya.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Aku tak mengerti," ujarnya. "Aku tak melihat perbedaan apapun


di antara semuanya."
"Tepat sekali." Dave kembali bersandar, merasa puas
pekerjaannya telah selesai.
"Kau menunjukkan padaku bahwa kedua korban yang terpisah
jarak dua puluh tahun ini memiliki DNA wanita yang sama di bawah
kukunya?"
"Dan juga cocok dengan DNA pada darah yang ditemukan di
sarung bantal Allison."
Francis menatap grafik terakhir, puncak stalagmit itu berubah
menjadi tonjolan panjang bergerigi yang menekan puncak kepalanya.
"Kau ngawur."
"Aku tidak ngawur." Dave memajukan badannya. "Kami bekerja
dengan hati-hati di sini. Ini salah satu kantor paling maju di dunia.
Aku sendiri yang mengecek sampel-sampel ini saat kau
membawanya. Yang dari Christine Rogers hampir masih basah saat
disentuh. Dua dari tahun 1983 kering dan pecah-pecah. Tak ada
kesalahan di sini. Bukti tak pernah berbohong."
"Jadi kau sungguh-sungguh mengatakan bahwa kau menemukan
darah Allison Wallis di bawah kuku Christine Rogers?" Francis
menoleh ke kiri dan ke kanan, seolah-olah ada orang lain berdiri di
dekatnya yang dapat menjelaskan semua itu pada mereka berdua.
"Aku bisa bilang apa?" Dave mengangkat telapak tangannya ke
atas, Francis menyadari betapa halus dan putih tangan itu berkat
terbungkus sarung tangan sepanjang hari. "Kau memintaku mencari
kecocokan dan kau mendapatkannya. Ternyata ia wanita. Selain itu,
aku tak tahu...."
"Tapi mengapa kau tak bisa memastikan jika ini darah Allison
Wallis atau bukan? Mestinya itu mudah sekali."
"Memang, jika Detektif Ali- mu membawakan sampel yang lebih
banyak untuk kukerjakan." David mengangkat bahu. "Tapi yang ia
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

miliki hanya garukan kuku itu dan sarung bantal bertuliskan


namanya dari tahun 1983. Ia tak bisa menemukan pembalut berdarah
itu, yang mestinya terdapat dalam berkas kasus asli, karena itu aku
tak punya apa-apa lagi untuk dibandingkan."
Aliran deras adrenalin membuat pandangan Francis menyempit
beberapa tingkat. Bertambah buruk saja di sini. Ia membayangkan
batang katun kecil berdarah itu yang berdesakan bersama barang-
barang milik mayat lain dalam sebuah tong di rak tinggi, cairan
menetes keluar dalam udara panas dan saling mencemari.
"Brengsek." Ia memutar leher. "Bagaimana dengan rambut yang
kami temukan di tangannya?"
"Tak ada akarnya. Jadi kami tak bisa memperoleh DNA inti dari
sana, dan tak cukup panjang untuk melakukan uji mitokondria. Kami
harus memakai uji pembiakan. Artinya kami memerlukan izin dari
jaksa dan pengacara, atau tak akan ada bukti lagi yang tersisa."
"Keparat."
Belut-belut bergejolak dalam perutnya. Ia pernah menyaksikan
hal- hal aneh dalam dua puluh lima tahun pekerjaannya sebagai
polisi. Ia pernah melihat bandit seberat 160 kilogram mengeluarkan
potongan daging babi dari sakunya di tengah-tengah persidangan; ia
pernah melihat seekor Chihuahua digantung pada tiang tirai shower
di kamar mandi rumah kumuh seolah-olah bunuh diri; ia pernah
melihat seorang pecandu menyayat muka sendiri dan
menyodorkannya pada anjing German Sheperd-nya; ia pernah
melihat seorang lelaki jatuh dari lantai dua puluh lima dan mendarat
di punggung sebuah mobil, dan entah bagaimana langit- langit
mulutnya berada di bawah pantatnya. Tapi ia tak pernah menemukan
pembunuh yang menyimpan DNA korban selama dipenjara agar ia
bisa meninggalkannya di tempat kejahatan berikutnya.
Tapi apa lagi pilihan lainnya? Belut-belut itu hancur dan puncak-
puncak bergerigi di kepalanya makin menajam. Bahwa Allison
Wallis masih hidup, sebagaimana anggapan ibunya, dan berkeliaran
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

membunuhi gadis lain? Bahwa ia mempunyai kembar identik yang


tak pernah disebutkan siapa pun? Setiap skenario semakin
menggelikan, tetapi benang merah dari semuanya adalah bahwa
Francis menjebloskan orang tak berdosa ke dalam penjara selama
dua puluh tahun.
Tetapi itu tak mungkin. Itu seperti benua Antartika, dunia putih,
sebuah tempat yang tak mungkin orang dapat kembali. Itu seperti
matahari menyurut dan lautan membeku. Ia membayangkan dirinya
berdiri di tepi ngarai, retakan celah es menderu di kaki. Keping-
keping es berputar menuruni ruang kosong tak bertepi. Tak ada tali
yang bisa menjangkau. Dinding akan menutup dan memerangkap
selamanya.
"Jadi apa yang kita lakukan sekarang?" ujarnya.
"Kita?" Janggut trendi itu menukik turun.
"Ya, 'kita'. Kau harus bersaksi tentang apa yang terjadi dalam
kasus ini juga."
"Ya..." Dave memutar-mutar pulpen dengan jari. "Tentu saja, kau
mungkin mesti mulai mencari tersangka wanita..."
"Aku masih tak percaya," kata Francis. "Pasti ada kesalahan."
"Kalau begitu, hal lain yang bisa kita lakukan, jika kau sangat
yakin telah terjadi kekeliruan, adalah mengeliminasi Allison Wallis
sebagai korban di tahun 1983 yang darahnya kita temukan di bawah
kuku Christine Rogers."
"Dan bagaimana kita melakukan hal itu?"
"Kecuali akan menggali kuburnya kembali, kusarankan kau
mencari DNA dari anggota keluarganya sebagai perbandingan. Ada
yang masih hidup?"
"Seorang ibu dan kakak lelaki," kata Francis.
Ia ingat acara dengar pendapat pada 1984 ketika seorang ayah
terjatuh akibat sakit jantung di usia lima puluh tujuh, yang masih
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

mencoba bermain sepakbola bersama putrinya yang berusia sebelas


tahun dari pernikahan kedua. Satu lagi pria paruh baya di Paris
ditemani wanita muda dan minuman.
"Milik ibu akan lebih baik." Dave membuat lingkaran di
grafiknya. "Dengan itu kau bisa melihat angka pada profil genetik
yang datang langsung dari sang ibu."
"Aku takut kau akan berkata begitu."
"Mengapa, ada masalah?"
"Ibunya sedikit kurang stabil bila menyangkut hal- hal yang
berkaitan dengan realitas," kata Francis. "Ia mengira Allison masih
hidup."
"Itu menarik. Apakah ada kemungkinan itu?"
"Ya Tuhan, Dave, aku melihat jenazahnya langsung."
Ia memijit mata, menyadari betapa lembut dan peka matanya
mpada sentuhan. "Aku tak yakin bagaimana aku akan memperoleh
sampel darinya."
"Lebih baik lakukan segera," Dave memperingatkannya. "Aku
mendapat telepon dari Deb A. pagi ini menanyakan hasil tes DNA
kliennya. Aku memintanya menunggu, tapi kau tahu hasil ini mau
tak mau akan muncul dalam berkas kasus."
"Ya, aku tahu."
Francis berpikir, bertanya-tanya bagaimana ia akan memulai
penjelasannya. Tentu, ini biasa terjadi. Kita sela meminta keluarga
korban untuk memberi sampel dua puluh tahun setelah kasusnya
ditutup. Tak ada yang perlu dikhawatirkan.
"Aku hanya bertanya pada diriku sendiri." Ia menutup mata dan
melihat bayangan benda-benda. "Apa yang akan terjadi jika ternyata
memang DNA Allison yang ada di bawah kuku Christine Rogers?"
"Maka mungkin kita harus melupakan analisis genetik," ujar
Dave. "Dan menggantungkan harapan pada papan Ouija."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

25

MENGGAMBAR DIRINYA. Gadis di kereta itu tengah menggambar


dirinya.
Hoolian merasa sesuatu menarik perhatiannya saat kereta 1:56
melaju dari Syosset, Minggu pagi itu, tepat setelah ia menyelesaikan
kerja malam pertamanya mencuci piring di West Side Jewish Center.
Tetapi perhatiannya lalu beralih, mencari-cari potongan tiket. Sang
kondektur, seorang lelaki berseragam biru dengan perawakan seperti
tabung, gemuk dan lembab di tempat-tempat yang tak tepat,
melubangi tiketnya selagi kereta bergoyang ke depan dan menoleh
ke seberang lorong, tempat gadis itu duduk.
"Kau tak boleh menaikkan kaki seperti itu di kursi," katanya.
Tanpa mengindahkan, buku sketsa itu tetap berada di atas
lututnya yang terlipat, menghalangi pandangan Hoolian dari
wajahnya. Suara tajam corat-coret pulpen di atas kertas menegaskan
tengah berlangsungnya kesibukan artistik yang menyita perhatian.
"Nona?" Kondektur itu membungkuk dengan perhatian.
Gadis itu mengabaikannya dengan mengeluarkan desis tidak
sabar. Makin banyak garis yang ia gambar, sudut bergeser, kaki kecil
berkaus kaki merah sportif itu meregang dengan tak sopan dan tetap
bertahan pada posisinya. Hanya setelah memuaskan diri selama
beberapa saat ia menyodorkan tiketnya.
"Terima kasih." Kondektur itu mengangguk dan meneruskan
berjalan, merasa kalah.
Tetapi gadis itu telah siap menggambar kembali, bahunya
menegang oleh konsentrasi penuh, desis tertahan yang kadang-
kadang terdengar dari balik buku berujung lakan itu mengatakan
pada Hoolian bahwa satu garis melengkung panjang tengah dibuat.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Hoolian mulai kembali ke Neuromancer, setelah putus asa dengan


Les Miserables dua minggu yang lalu. Pulpen itu berhenti. Ia melirik
dan sepasang mata cokelat berkedip di atas buku sketsa itu tetapi
menghilang lagi.
Seorang polisi. Mungkin ia bekerja pada kepolisian sebagai
seniman pembuat sketsa yang tengah menyamar. Membuntuti dan
berusaha menangkapnya langsung saat beraksi. Kondektur itu telah
pergi, topi birunya miring aneh, dan menutup pintu di belakangnya,
meninggalkan mereka berdua.
Konsentrasi perempuan itu seperti udara yang menekan. Dengan
gugup Hoolian menghadap ke depan, mendengarkan bunyi decit dan
putaran pulpennya.
Ia tak semestinya ditinggalkan sendirian bersama seorang wanita.
Ia ingat dari peta yang ia pelajari bahwa jarak masih jauh dari satu
stasiun ke stasiun lain di jalur ini. Dan, pemeriksa tiket itu tak akan
kembali dalam waktu dekat.
Bunyi kasar roda kereta di rel kian bising. Ia mulai
mengumpulkan barang-barangnya di tas. Gadis ini masalah baginya;
ia dapat merasakan. Ia bahkan tak perlu melakukan kekeliruan kali
ini. Gadis itu cukup menunjuk dan menjerit dan mereka akan
memborgolnya di pemberhentian berikut.
Namun, kemudian buku sketsa itu miring ke belakang dan
dilihatnya gadis itu menggigiti pulpen dengan cara yang dikenalnya,
menaruh di sudut mulut seperti rokok. Pelayan dari pesta bat
mitzvah.
Ia mengenalinya ketika gadis itu berdiri di ambang pintu dapur
beberapa jam tadi, mengagumi megahnya pesta. Seratus lima puluh
tamu dengan gaun malam mengelilingi meja beruap yang dipenuhi
daging dada sapi, ayam rebus, dan kentang-kentang panggang
berukuran besar. Ia beruntung berada di sana. Setelah dipecat dari
toko, Nona A. berhasil memberinya pekerjaan di perusahaan
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

katering; kawan sepupunya setuju memberikan kesempatan pada si


anak malang, asal Hoolian tetap diam-diam.
DJ pesta memutar Fiddler on the Roof bagi para kakek-nenek dan
lagu hit bagi anak-anak—"It's gettin 'hot in herrre, so toke off all
your clothes"—sementara teman-teman dari putri Rebecca Epstein
yang berusia tiga belas tahun berputar-putar seperti Lolita kecil
dengan pakaian berkelap-kelip, menggoyang- goyangkan pinggul dan
menggetar-getarkan pantat mereka dengan tak sopan seakan ada
hewan lincah terjebak di balik gaun mereka. Sebaliknya, anak-anak
lelaki bergerak-gerak seolah mereka terbuat dari suku cadang, para
Frankenstein muda yang canggung dengan jas kekecilan, hampir
terendam dalam lautan gelegak hormon.
Orang tua mereka duduk di meja pesta berlapis kain linen,
menyibukkan diri dengan minuman, lupa pada para remaja mabuk di
belakang mereka.
Hoolian membuka pintu lebih lebar lagi, memperhatikan ayah si
gadis yang merayakan bat mitzvah, seorang pengembang properti,
pendek dan angkuh, dengan dada tegap dan alis menonjol yang
memperlihatkan kekuasaan nyata dari semakin mundurnya garis
rambut, memeluk kerabat, bersulang, dan menerima amplop-amplop
putih yang tampaknya berisi uang tunai dan cek untuk putrinya. Sang
ibu, wanita kecil sintal mengenakan kain merah muda menyala,
mengoleksi tas tiruan Macy's dan Gucci.
Kemudian setelah terlalu lama berpidato, mereka berdua menuju
lantai dansa, mengambil risiko kejang otot dan sendi tergelincir kala
sang DJ memutar lagu "I Want You Back." Sang ayah menyampirkan
jaket di belakang kursi, dengan amplop berisi uang di saku, hanya
sekitar lima meter dari tempat Hoolian berdiri.
Lengan jaket yang menjuntai tampak ikut berayun dengan irama
musik. Oh, baby, give me one more chance. Apakah Tuhan tengah
mencoba menyampaikan sesuatu padanya? Berkata, Dengar,
Hoolian. Jangan katakan padaku tentang sakit hatimu. Jangan
katakan padaku tentang luka yang kau derita. Aku menjagamu.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Hanya yang kuat yang bertahan. Jadi ambil barang-barang mereka.


Itulah alasanku menaruh mereka di depanmu.
Tetapi kemudian wanita itu mendekat dan berdiri di samping
kursi. Gadis dengan mata besar dan rambut sehitam batu bara. Ia
melihatnya langsung, seolah-olah tahu apa yang ada dalam
pikirannya, mengambil secuil jiwanya tepat sebelum ia terburu-buru
pergi membawakan Diet Coke untuk istri rabbi.
"Bagaimana hidangan panasnya?" tanya gadis itu di balik buku
sketsanya.
"Maaf?"
"Kudengar Marco marah- marah tentang hidangan panas itu."
"Oh, ya."
Ia mengerjap, teringat musibah sebelum makan malam itu; kepala
kru, memaki- maki di tengah dapur tentang tiga ratus piring untuk
resepsi pernikahan Ortodoks di dalam selama dua jam, dengan nama
hiasan bunga utamanya diambil dari nama-nama tempat di Gaza.
Piring-piring itu harus keluar panas!
"Jadi, apa yang kau lakukan?"
"Tidak ada cukup ruang di alat cuci piring. Jadi aku harus
melakukan sisanya dengan tangan." Ia meregangkan tangan kirinya,
menyadari balutan itu ikut basah meski ia memakai sarung tangan
karet. "Jadi aku menumpuknya di kereta baja dan membungkus
semuanya dengan kira-kira sepuluh meter plastik supaya tetap
panas."
"Cerdas sekali."
Ia mengangguk. Jika dua belas tahun terkurung di dapur penjara
di antara para psikopat dan pisau tajam tak membuahkan apa-apa,
maka yang lain pun tak akan bisa.
Rem kereta berdecit letih dan kereta miring sedikit.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Zana." Ia memajukan badan menyeberang lorong untuk menjabat


tangannya, hampir keluar dari duduknya.
"Christopher," jawab Hoolian, memakai nama tengahnya.
Hoolian menjabat tangannya dengan lembut, seolah tengah
memegang burung kecil nan lemah, kemudian segera
melepaskannya, tak yakin apakah waktunya tepat.
"Apa yang kau gambar?" ia berusaha melihat buku gadis itu.
"Hanya wajahmu.”
“Yang benar?"
Gadis itu memiliki aksen Eropa yang sulit ditebak: kadang datar
dan rendah, sehingga orang tak bisa benar-benar yakin apakah ia
tengah mempermainkanmu atau tidak.
"Tak ada yang pernah memintamu menjadi model sebelumnya?"
Ia menoleh, yakin bahwa gadis ini memang mempermainkannya.
Namun, sesaat kemudian, ia mendengar pulpennya meluncur dan
berputar, mengeluarkan bunyi tajam.
"Tegakkan terus kepalamu," kata Zana mengarahkan. "Akan lebih
baik jika kau pura-pura tak tahu apa yang sedang kuperbuat."
"Kau benar-benar sedang menggambarku?"
"Jangan berpose. Sikapmu jadi tidak wajar."
"Aku tidak berpose."
"Tidak?" Suara gadis itu kembali turun, seolah-olah ia tengah
meraba-raba di balik kemeja Hoolian dan menggelitiknya.
"Tidak, memang beginilah wajahku."
"Aku tak percaya. Itu wajah aligator. Itu bukan kau."
"Dari mana kau tahu? Mungkin aku memang buaya yang cukup
tahu untuk menutup mulut."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Gadis itu mengangkat bahu, matanya menyelidiki sosoknya


seperti anak-anak di tiang panjat. "Itu dua hal berbeda—buaya,
aligator."
"Dua-duanya berdarah dingin."
"Hidung buaya lebih panjang."
"Omong-omong, kenapa kau menggambarku? Kau tak ada
pekerjaan lain untuk dilakukan?"
"Wajahmu menarik."
Hoolian menggosok ujung hidungnya dan berpaling, berpikir
gadis ini bisa saja mengenalinya dari salah satu foto lama itu. Nona
A. telah memperingatkannya agar selalu menunduk dan menaikkan
kerah jika ada fotografer di dekatnya agar tak terlalu banyak foto-
foto baru yang memperlihatkan penampilan terbaru. Tetapi
seseorang dengan perasaan visual yang tajam dapat dengan mudah
menyingkirkan sedikit rambut dan menambahkan janggut pada salah
satu foto tua itu.
"Apa kau semacam seniman?"
"Parsons School of Design." Ia menaruh bukunya di sisi dan
menatapnya datar. "Jika sedang tak jadi pelayan di bar mitzvah"
Dengan standar apa pun, ia tak bisa dianggap cantik. Ia terlalu
pucat dengan pipi cekung—hampir terlihat seperti orang sakit.
Lehernya terlalu kurus untuk menjaga kepalanya tetap tegak, mata
cokelat itu terlalu besar untuk wajahnya. Tetapi ada sesuatu
tentangnya yang tak bisa orang abaikan. Semacam fatalisme
sederhana yang membuatnya hampir terlihat glamor. Kau bisa
membayangkan dirinya menyalakan rokok dan dengan tenang
meniup padam korek api saat kau mengantarnya berkendara dari
tebing.
"Aku hanya heran kau memakai pulpen. Kukira kebanyakan
seniman memakai pensil dulu agar mereka bisa menghapus garis
yang salah."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Kenapa aku harus menghapus garis yang salah?" matanya


kembali ke buku. "Dalam hidup, kau tak menghapus kesalahan."
"Tapi bagaimana jika gambarmu benar-benar kacau?"
Ia mengangkat bahu. "Kau timpa saja. Atau gambar lagi, seperti
disengaja. Kadang gambarnya akan terlihat lebih bagus jika seperti
itu."
"Di atas kertas apa pun?" Hoolian menaruh telapak tangan di
dagunya, menutupi parut.
"Ya," akunya. "Kadang lebih baik jika di kertas."
"Omong-omong, apa yang kau sukai?"
Bibir gadis itu menciut menjadi huruf O kecil yang hampir samar,
seakan-akan ia memintanya menanggalkan pakaian.
"Maksudku, kau menyukai komik atau apa?" kata Hoolian,
mengerti sendiri.
"Tentu saja," jawab gadis itu, menaruh pulpennya dengan serius.
"Seperti apa?"
"Art Spiegelman. Jenius."
Ia mengangguk, tak yakin siapa orang itu.
"R. Crumb. Jenius. Joe Sacco. Safe Area Gorazde. Benar-benar
jenius."
"A-ha."
Ia menyebutkan nama-nama lain dengan suara datar bosan seperti
pelayan restoran seafood mengantar tamu yang datang terlambat.
"Jaiem Hernandez dan Gilbert Hernandez. Love & Rockets. Jenius.
Eric Drooker. Flood! Jenius. Eyeball Kid. Jenius..."
Ia benar-benar bingung, tak kenal satu pun tokoh yang disebut
gadis itu. Entah apakah orang-orang itu menerbitkan karya-karyanya
ketika ia dipenjara atau komiknya terlalu dewasa untuk ia baca
sebelum dirinya ditahan.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Bagaimana dengan komik Marvel dan DC?" tanyanya, berusaha


kembali ke percakapan yang ia ketahui.
"Oh ya. Frank Miller, The Dark Knight. Jenius. Stan Lee dan Jack
Kirby. Luar biasa jeniusnya. Aku mau mengandung anak-anak
mereka hanya agar mereka punya bibit jenius."
"Sungguh?"
"Menurutmu, bagaimana?" ia membiarkan pundaknya melorot
yang membuat Hoolian sama sekali heran.
"Aku hanya belum pernah bertemu cukup banyak gadis yang
menyukai hal- hal yang kusukai juga."
"Oh? Kau dari mana?"
Hoolian mencabuti bulu bawah dagunya. "Kau tahulah. Dari
sebuah tempat. Suatu waktu.”
“Hmm, sangat misterius."
Tiap kali ia menganggap gadis itu sedang bercanda, tekanan nada
suara gadis itu berubah sedikit.
"Kau juga menggambar?" tanya Zana, hampir jatuh dari
duduknya saat kereta berbelok.
"Aku?" ujar Hoolian, siap meladeni. "Tidak, tidak seperti itu. Aku
hanya penggemar. Mengerti maksudku? Meski kadang kupikir aku
punya ide cerita. Ide gila saja. Tak pernah ada yang kutulis."
"Coba ceritakan."
"Tidak, aku malu. Kau akan mengira aku orang idiot."
"Teruskan," pintanya, seperti birokrat tak sabaran. "Aku tak
menilaimu."
Gampang saja baginya bicara. Tampaknya ia berusia dua puluh
empat tahun. Apa yang ia tahu tentang kehilangan kebebasan,
tentang menghilangkan kebosanan dan keputus-asaan, tentang
membuat cerita saat kau tak bisa tidur karena orang di atas tempat
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

tidurmu tak berhenti berteriak-teriak tentang bau tembok basah dan


diare, tentang kengerian dan kecemasan yang menyebar dari satu sel
ke sel lain seiring berembusnya kabar bahwa seseorang gantung diri
atau menyayat dirinya sendiri?
"Oke..." ia mendehem. "Nah, begini, dalam cerita ini umat
manusia telah menyembuhkan semua penyakit utama. Tak ada lagi
kanker, AIDS, diabetes. Tak ada apa-apa. Orang-orang tak lagi
membotak. Yang tersisa hanya ketakutan."
"Hmm."
"Karena itu mereka mencoba menciptakan vaksin untuk melawan
hal itu. Semacam vaksin polio kuno, ketika mereka memberikan
sedikit dari apapun yang paling kau takuti tetapi setelah itu kau tak
pernah lagi mengalami ketakutan itu. Yang ada hanyalah, vaksin itu
berbalik menyerang, mengawali epidemi. Semua orang menjadi gila
akibat paranoid dan mulai saling membunuh."
Gadis itu mendesah. "Dari tempat asalku, itu adalah kenyataan."
Hoolian berhenti, berusaha mengira-ngira maksudnya. Tetapi
mata tamborin gadis itu bergidik di atas pipi cekungnya, tak
memberi petunjuk sama sekali.
"Tetapi kemudian ada seorang anak yang tak pernah memperoleh
vaksin itu, karena mereka mengira ia akan mati ketika bayi—"
"Kukira mereka telah menyembuhkan semua penyakit."
"Aku tak tahu, mungkin ia lahir dengan jantung lemah atau
apalah," katanya, sedikit kesal oleh interupsi itu. "Apa pun. Ia tetap
hidup ketika semua orang menggila dan saling membunuh di jalanan.
Seharian itu, ia mengembara mencari makanan dan malam hari,
ketika semua zombie keluar, ia bersembunyi di Museum
Metropolitan, dengan semua perisai dan pedang samurai untuk
melindungi diri..."
"Lalu apa yang terjadi?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Aku tak yakin." Hoolian menyentuh wajahnya. "Aku tak pernah


bisa menyelesaikan bagian cerita itu."
"Mungkin ia bertemu seorang gadis," tukasnya.
"Bagaimana caranya? Semua orang menjadi zombie."
"Mungkin gadis itu bersembunyi di bagian lain museum,
mengawasinya sepanjang waktu.... Mungkin mereka saling jatuh
cinta dan mencoba memulai kembali kehidupan ras manusia."
Hoolian menyelidiki wajah itu. Lewat curahan cahaya dari
jendela, ia menyadari wajah gadis itu sedikit berubah.
"Aku belum memikirkan cerita itu sebagai kisah cinta."
"Siapa bilang ini kisah cinta? Mungkin akhirnya mereka semua
mati."
"Wow." Ia hampir tertawa. "Itu dalam sekali. Bukan begitu?"
"Bagiku, itu yang paling masuk akal." Ia mengangkat bahu lagi.
"Tapi aku berasal dari Phristine."
Ia tahu gadis itu mengatakan sesuatu yang penting. Tetapi ada
perubahan halus pada intonasi, suaranya yang naik sedikit saat
menyebutkan nama tempat asalnya. Masalahnya, ia sama sekali tak
tahu apa yang ia maksud. Ia tak tahu letak Phristine itu.
"Kukira pasti sulit sekali di sana," gumamnya.
"Saat aku kembali ke rumah ayahku tahun lalu, yang tersisa hanya
lebah-lebah di halaman belakang, berdengung di tempat dulu tempat
kami menaruh sarang mereka."
Ia mengangguk, berpura-pura mengerti. Terakhir kali ia membaca
koran secara teratur adalah dua puluh tahun lalu. Lama sekali ia
hanya mengungkung diri dan bersikap seakan dunia luar tak nyata,
sehingga ia bisa fokus bertahan hidup di penjara. Ia berhasil
menjauhi AIDS dan narkotika, melewatkan lima kali pemilihan
presiden, hanya samar-samar tahu tentang ambrolnya Tembok
Berlin. Mungkinkah ada Perang Dunia III ketika ia dipenjara?
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Tumpukan beban kabar yang ia tak ketahui mulai menggantunginya


seperti orang utan.
"Jadi, seperti apa gambarmu?" Hoolian bertanya, merasa malu,
berusaha mengalihkan perhatian dari dirinya sendiri.
Tanpa basa-basi, gadis itu menyodorkan buku sketsanya melintasi
lorong.
"Wow, coba lihat itu."
Zana menggambar sedikit lebih muda dari usia sesungguhnya,
dengan rambut lebih panjang, bulu mata tak tercukur, seolah gadis
itu secara naluriah tahu penampilannya dulu. Janggutnya dibuat lebih
kecil yang mestinya memperlihatkan parut dan hidung yang tidak
patah—itu semua membuatnya tersenyum tipis, sadar wajah aslinya
mungkin tidak cukup baik.
Tapi apa yang paling menarik perhatiannya adalah beberapa detail
yang lebih halus. Kusut keningnya, lipatan di leher, bentuk segitiga
hidung dan mulutnya. Gadis itu pasti telah memperhatikannya jauh
lebih lama ketimbang yang ia sadari, mengamati dengan saksama.
Mungkin ia harus minta nomor teleponnya. Mungkin mestinya ia
tak berbuat apa-apa. Mungkin ia harus bertanya di mana gadis itu
turun. Mungkin ia harus pindah ke gerbong lain sebelum hal buruk
terjadi.
"Hey, apa ini?" tanyanya, melihat sejumlah lengkung dan garis
pendek yang digambar Zana di sekitar kepalanya seperti retakan-
retakan akibat ledakan.
"Tepi."
"Tepi apa?"
"Dari tempat kau mungkin bermula dan berakhir, tapi aku juga tak
yakin. Kau tak pernah tahu kapan kau pertama kali bertemu
seseorang. Seorang besar ternyata kecil, seorang lemah ternyata
kuat."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Tetapi apakah kau akan meninggalkan tanda-tanda itu begitu


saja? Atau kau akan memperbaikinya nanti?"
"Aku meninggalkannya begitu saja, agar aku ingat. Karena itu
adalah yang terbaik, saat tak ada apa-apa untuk dipastikan. Semua
gemerlap. Seandainya bisa seperti itu terus."
Peluit kereta menghasilkan bunyi keras, memberi tahu pekerja
tengah malam untuk turun.
"Kau cukup aneh," ujar Hoolian, mengembalikan buku. "Kau
menyadari?"
"Dan, kau tidak aneh?"
"Aku tak tahu siapa aku ini," ujarnya. "Kau mau makan sesuatu
setiba kita di kota?"

26

SENIN PA GI, Francis berdiri di ambang pintu kantor Satuan Tugas


Pembunuhan North Manhattan, memperhatikan petugas lokal
berangkat ke utara Broadway dari jendela. Gema dari rel kereta
terkadang membuatnya berpikir tentang jiwa-jiwa orang yang
dibunuh yang berlalu melewati kantor, melirik sepintas kalau-kalau
ada orang yang mengerjakan kasusnya.
Tempat itu sendiri tidak istimewa. Ruangan hijau pucat berlantai
licin, sembilan meja berjejer, sepasang foto dibubuhi tanda tangan
para pemeran seri NYPD Blue, papan gabus bertempelkan carikan-
carikan kecil kertas dan para deputi yang memandang seperangkat
balok-balok kayu Art and Crafts yang memajang nama jajaran
detektif paling elit di kota itu, dan otomatis, di dunia. Setiap
pembunuhan yang terjadi antara 59th Street dan tepi pulau itu—
entah di penthouse Fifth Avenue atau tempat latihan menembak
Washington Heights—semua berada di bawah wewenangnya, dan
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

bahkan setelah sepuluh tahun, Francis masih mendapat diskon tiket


untuk menonton sirkus di barisan depan setiap hari.
Di sinilah tempat sejatinya. Tuhan tahu, ia akan merasa kesulitan
menyesuaikan diri di tempat lain. Bagaimana lagi ia akan
menemukan tempat yang cocok baginya, orang-orang yang bicara
dalam bahasa yang sama? Kisah dan lelucon di sini tak pernah
dialihbahasakan. Bagi orang normal, lelucon mereka tak lucu, seperti
tentang seorang sinting yang berkoar-koar tentang seseorang yang
hampir memotong urat "gigolo"- nya dalam sebuah perkelahian atau
si pandir yang memukul seorang lelaki dengan kentang Idaho untuk
membungkamnya. Ia memperhatikan gerbong kereta perak berubah
menjadi tetesan merkuri dalam cahaya matahari, sebuah momen
refleksi suram yang hanya diganggu ketika ia memalingkan mata dan
melihat seorang detektif muda bernama Steve Barbaro tengah
mengais-ngais kotak catatan telepon di mejanya.
"Kau sedang apa, Yunior?" katanya, memindahkan mug Rolling
Stones bergambar bibir dan lidah miliknya ke tempat aman.
"Skumpy menyuruhku memastikan bahwa kau belum
menghubungi nomor-nomor telepon ini," kata Yunior sambil
mengangguk ke arah seorang detektif lain, dua meja jauhnya.
Francis menoleh pada empat detektif lain yang datang lebih dini
untuk mengerjakan kasus Christine Rogers, bertanya-tanya mengapa
tak satu pun dari mereka yang mau repot-repot membelanya.
"Tak bisakah kau meminta saja?"
Anak itu mengangkat bahu. Ia mungkin akan menjadi detektif
hebat suatu hari nanti, tapi ia perlu sedikit dipoles. Pria Italia kurus
yang kuliah di Dartmouth dan mengira dirinya harus membuktikan
bahwa ia bisa menyalak dan menggigit seperti anjing besar.
"Ini yang komandan juga inginkan," kata Yunior.
"Sejak kapan?"
"Tanyakan saja sendiri."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Yunior memberi isyarat ke arah kantor letnan dengan jempolnya,


tempat Jeny Cronin, kini kepala detektif Manhattan, bekerja dan
mulai menelepon. Francis sadar ia pasti melewatkan orang itu dari
sudut matanya ketika masuk ke ruangan.
"Apa yang terjadi, JC?" ia bergegas masuk ke ruangan itu tanpa
mengetuk.
"Sudah dulu, ya." Kepala detektif itu menutup telepon dan
menengadah. "Selamat pagi, Detektif."
"Apakah aku terlihat tak penting di matamu?"
JC melirik tajam. Waktu membuatnya makin kecil dan liat.
Rambutnya berubah menjadi cakram tipis di puncak kepala, dan
kulitnya tampak terbakar, membuatnya jelas terlihat sebagai kandidat
pasien tekanan darah tinggi. Sepertinya ia menghabiskan hampir
sepanjang hidup untuk mengomel tentang suasana hati komisaris
yang naik turun, mimpi untuk memimpin sidang di sebuah sudut di
bar dengan Frank Sinatra mengirim sebotol Hennessy's.
"Kami pikir kasus Christine sebaiknya ditangani orang baru,"
ujarnya.
Francis menutup pintu di belakangnya, sadar semua orang di
ruang skuad tengah memperhatikan mereka berdua lewat kaca.
"Ada masalah, JC?"
"Tentang laporan yang kau dapat dari kantor forensik." Jeny
menggelengkan kepala. "Pasangan DNA dari wanita yang sama?"
"Itu pasti suatu kekeliruan." Francis berpaling dan melihat Rashid
Ali berjalan menuju ruangan membawa sekotak baru catatan medis.
"Ketiga sampel itu tampaknya berasal dari Allison Wallis, dan kita
semua tahu itu tidak benar. Segera setelah aku berhasil memperoleh
sampel bandingan dari ibunya, semua akan beres. Aku sudah
meneleponnya."
"Eh..." Kepala Detektif itu mengerucutkan bibirnya.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Apa?"
"Aku mendapat telepon dari Judy Mandel dari Trib pagi ini. Ia
ingin tahu mengapa kita mempekerjakan orang yang sama untuk dua
kasus tersebut."
"Aku tak bilang padanya," kata Francis. "Ia yang merecoki Dick
Noonan dari bagian Enam-0 tentang masalah guru dan bom di bus
sekolah..."
"Kami kira mungkin kau ingin mundur selangkah."
"Mundur selangkah?"
"Sejumlah orang merasa khawatir dengan perkembangan kasus
ini," kata JC. "Mereka pikir kau agak terlalu menganggap pribadi
kasus ini."
"Ini pendapatmu, Jerry, atau atasanmu?"
"Kau detektifnya. Kira-kira sajalah. Mereka hanya ingin
memastikan tak ada yang akan menuduh mereka berpandangan
sempit."
"Maaf, tolong ulangi?" Francis menaruh tangan di belakang
telinganya.
"Mereka tak ingin ini terlihat seolah-olah upaya balas dendam.
Terlihat agak aneh. Dakwaan Hoolian dicabut, dan bum, segera saja
kau mencarinya untuk pembunuhan lain."
"Maaf, Jerry, bukan aku yang membentangkan benang
merahnya." Francis menaruh tangan di jantungnya. "Kawan
Christine di rumah sakit berkata ia 'terobsesi' dengan Hoolian. Itu
kata-katanya, bukan aku. Adakah yang berpikir aku memasang
guntingan-guntingan berita koran itu di lacinya? Demi Tuhan, tim
TKP menemukan sebuah video di VCR tentang kisah Hoolian dari
berita lokal yang direkam di dalamnya. Rashid hanya
memperlihatkan foto Polaroid pada pengelola apartemennya dan ia
berkata melihat Hoolian di sekitar situ beberapa minggu sebelumnya.
Jadi jangan katakan aku menutup mata."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Ya, jika DNA menyatakan bahwa pembunuhnya wanita,


mengapa kita tak mulai mencarinya?"
"Kami memang mencari wanita." Francis bersikeras, sedikit
melengking. "Kami melakukan referensi silang daftar staf di kedua
rumah sakit, untuk melihat jika ada wanita yang bekerja bersama
Christine maupun Allison. Kami kembali melacak catatan telepon,
melukis ulang kedua gedung apartemen secara terpisah,
mewawancara ulang kedua keluarga korban untuk mengecek kalau-
kalau para korban memiliki masalah dengan seorang wanita."
Ia menoleh kembali ke ruangan dan merasa tohokan di ulu
hatinya ketika melihat si Yunior masih berdiri di mejanya.
"Aku hanya ingin mengatakan sedikit pemisahan tak akan terlalu
mengganggu," kata JC.
"Jadi, begitu saja? Kau menyisihkanku? Jeny, aku sudah
mengenalmu dua puluh dua tahun."
"Jadi kita bisa saling jujur satu sama lain." Lelaki itu
merendahkan suaranya. "Jika kau terbukti ngawur dalam kasus 1983,
ingat-ingat saja, kau tak akan menjadi nomor satu dalam daftar untuk
memperoleh promosi jabatan April nanti."
Francis memalingkan kepala lagi, yakin hingga seperempat detik
yang lewat seluruh penghuni ruangan menonton mereka berdua. Tak
peduli jika penglihatannya sedikit berkurang. Jika lima detektif
terbaik kota itu berkumpul bersama dalam sebuah ruangan dan tak
seorang pun melihat langsung padamu, bisa dipastikan kau tengah
dicurigai.
"Oh, kau benar-benar punya nyali," katanya.
"Ayolah..."
"Tidak, kau yang ayolah. Kau pikir kau akan punya dana pensiun
jika aku tidak melakukan investigasi dan memperoleh pernyataan
dari Julian Vega?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Hey, siapa pula yang memintamu ikut investigasi sejak awal?"


telinga JC memerah. "Seingatku, si Turki ingin kau keluar dan
menulis surat panggilan lalu lintas di Staten Island setelah tugas
kecilmu di Farm. Aku yang memberimu kesempatan. Jadi jangan
bicara padaku tentang balas budi."
"Baiklah. Kalau begitu kita harus bersama-sama menyelesaikan
kasus ini. Jadi jangan coba-coba menyingkirkanku, Keparat."
Dari balik Kepala Detektif, Francis melihat sehelai kertas lilin
terbang saat kereta lewat dan mendarat dengan malas di lengkung
West Side Highway, menghilang dari pandangan sedetik sebelum
waktunya.
"Kau tahu, kau lebih baik tidak memanggil asisten kepala dengan
'keparat,'" ujar JC, tenang.
"Baiklah, aku salah omong. Kau keparat tak tahu terima kasih."
JC melipat tangannya. "Jimmy Ryan kembali ke satuan tugas
untuk kasus ini. Ia akan memimpin kasus Rogers dan Steve Barbaro
akan membantunya. Dan tak ada yang bisa mengubah keputusan
itu."
"Kukira Oz telah bicara kalau begitu." Francis mengambil napas
dalam-dalam, mengisi paru-parunya dengan beban. "Tapi kau harus
mengizinkanku mengikuti perkembangan dengan Eileen Wallis."
"Kenapa begitu?"
"Bunuh dua burung dengan satu batu. Kita perlu menanyainya
apakah ada wanita yang bermasalah dengan Allison, dan kita harus
mendapatkan sampel DNA darinya untuk mengeliminasi Allison
sebagai donor. Akulah yang punya hubungan dengan keluarga itu.
Jika kau mengirim Ryan dan Yunior, ia akan melompat ketakutan
dari jendela. Dan, kau akan memperoleh berita buruk."
"Kau sudah menelepon?"
"Aku baru mau pergi, jika kau ingin ikut."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Brengsek. Kau seperti salah satu dari pengembang properti,


meminjam begitu banyak uang dari bank sehingga pihak bank tak
tega membiarkannya bangkrut. Kenapa aku begitu terikat
denganmu?"
"Kukira sudah tertulis nasibmu dalam zodiakmu, Sobat."
Kereta ke arah selatan melintas, mengempaskan debu rel ke mobil
para detektif yang di parkir tepat bawahnya.
"Tolong, buka terus pikiranmu," kata JC.
"Aku selalu terbuka. Aku melihat kanvas kosong. Aku menerima
semua panjang gelombang. Aku hidup dalam pita tujuh puluh
milimeter IMAX Dolby Surround Sound. Aku menerima apa saja."
"Ya, bagus." JC kembali duduk, merasa puas untuk sesaat.
"Tapi, aku berpendapat," ujar Francis. "Orang yang sama telah
membunuh kedua gadis ini."

27

"BA GAIMANA KEMARIN malam di katering?"


Hoolian menengok pada Nona A yang menghampiri saat makan
siang dan menemukannya di ruang konferensi kecil berpanel kayu
berantakan yang ia tempati bersama dengan para pengacara imigrasi
di bawah, dikelilingi kotak-kotak kardus transkrip pengadilan dan
catatan telepon New York tahun 1983 yang berhasil ia peroleh dari
kantor Jaksa Wilayah.
"Lumayan," katanya. "Aku ketemu seorang wanita."
"Oh-oh."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Tak apa. Cukup menyenangkan. Ia menjadi pelayan di bar


mitzvah. Kami bercakap-cakap di kereta cukup lama kemudian pergi
makan di Sbarro di 34th Street."
"Kau menceritakan kisahmu?" Wanita itu duduk di tepi meja
rapat.
"Tidak. Menurutmu haruskah?"
"Aku tidak tahu," dalihnya, si ahli kencan dengan setelan ruang
pengadilan garis-garis. "Situasimu sulit."
"Memang. Tidak gampang berkata 'aku baru saja keluar setelah
dipenjara selama dua puluh tahun dan aku masih didakwa, lalu mau
kencan denganku?'"
"Kalau aku, lebih baik menunda dulu sementara waktu." Kaki
kanannya mengayun ringan.
Hoolian merasa penampilan Debbie tampak lebih baik hari ini. Ia
tidak hanya memakai setelan garis-garis dan sepatu pengadilan serta
rok yang naik di atas lutut saat menyilangkan kaki, tapi ia juga
memakai rias wajah lebih banyak dan maskara. Ia mengenakan blus
sutera putih dengan satu kancing teratas membuka, memperlihatkan
kalung perak pada tulang selangka yang telanjang. Rambut
kuningnya sedikit lebih terang. Mengapa ia tak terlihat seelok ini
ketika berada memperjuangkan kasusnya di pengadilan?
"Jadi, menurutmu, apa yang harus kulakukan? Haruskah aku
memberitahunya?"
"Ya, Tuhan, Julian, aku tidak tahu. Jika kau langsung
memberitahunya bahwa kau dipenjara karena membunuh seorang
wanita, pasti kau akan membuatnya cemas. Tapi jika menunggu,
seakan-akan kau menyembunyikan sesuatu."
"Yeah. Aku juga berpikir begitu."
"Kurasa aku harus memikirkannya baik-baik. Aku tak menduga
itu bakalan terjadi begitu cepat."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Ia mengenakan sepasang kaca mata dan melihat Hoolian tengah


mencatat di kertas. "Nah, kau ada urusan apa?"
"Kau bilang aku harus ikut membantu sedikit. Jadi aku akan
mencoba beberapa nomor telepon lama yang dihubungi Allison
setelah aku meninggalkan apartemennya malam itu."
Kaca mata itu adalah sepasang mata kedua, Hoolian tersadar.
Sekali waktu, wanita itu melihat padanya bukan hanya sebagai
pengacara tapi juga sebagai seorang wanita, berusaha mencari tahu
apa yang orang lain lihat dari dirinya.
"Oh, mestinya aku memberitahumu agar tak perlu repot-repot,"
kata wanita itu. "Kebanyakan nomor itu sudah diputus.
Aku sudah memeriksanya. Sudah dua puluh tahun berlalu.
Hampir semua orang berdiam hanya di satu tempat."
Apakah Debbie sedang mencoba mengatakan bahwa ia yang diam
di tempat? Kelepasan bicaranya terasa menyengat sedikit, hingga ia
menyadari bahwa Brooklyn bahkan belum memiliki kode pos sendiri
ketika dirinya ditahan.
"Ya, tentu, sudah kuduga. Aku hanya berpikir tak ada salahnya
mencoba..." Ia membalik-balik halaman, menghindari mata wanita
itu sesaat. "Apakah kau menyadari Allison terus-menerus
menghubungi dua nomor yang sama setelah aku meninggalkan
apartemennya malam itu?"
"Ya, aku juga menyadarinya." Nona A. mengangguk.
"Seharusnya kukatakan padamu. Ia menghubungi kakaknya di
Manhattan dua kali dan ibunya di Sag Harbor dua kali."
Hoolian menaruh catatannya, sedikit bingung. "Tapi itu bagus.
Ya, kan? Membuktikan bahwa ia masih hidup ketika aku pergi."
"Itu juga menunjukkan bahwa ia mungkin cukup marah tentang
sesuatu yang terjadi ketika kau di sana dan mungkin ingin bicara
pada seseorang mengenai hal itu."
"Oh."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Hoolian menyandarkan badan, dengan rasa sakit tak nyaman di


lehernya.
"Dakwaannya bisa saja tetap menyatakan bahwa kau pergi ke
bawah, mengambil kunci, dan kembali masuk setelah ia tidur,"
katanya. "Sama ketika kau masuk diam-diam untuk mencuri album
fotonya."
"Apa hubungannya itu dengan semua ini? Mereka tak
memenjarakanku dua puluh tahun karena mengambil sebuah album
foto."
"Hey, aku ada di pihakmu." Wanita itu menepuk lengannya.
"Ingat?"
Hoolian menengadah padanya tak yakin. Pengacaraku. Orang
yang mengeluarkanku dari sel. Kau tak akan ada di sini jika bukan
berkat dia, Sayang. Di lain pihak, ia pernah menjadi jaksa penuntut.
Dan, dalam pikirannya, itu seperti menjadi vampir atau terlibat
Mafia. Kau bisa bertingkah seakan kau berubah, tapi kau tak pernah
berhenti mencari darah untuk diisap.
"Ada hal lain yang mesti kita fokuskan," katanya, memulai tugas
baru. "Apa itu?"
"Tentang siapa yang memiliki kemungkinan melakukan
pembunuhan ini. Pengacara pertamamu berusaha melontarkan
wacana itu, tetapi ia tak pernah memperoleh alternatif lain yang bisa
dikemukakan kepada panel juri."
"Karena ia pemabuk tua penipu yang tak pernah peduli padaku."
"Mungkin saja. Tapi jika kasus ini kembali ke persidangan, kau
lebih baik punya jawaban lain." Ia menatap Hoolian dengan tatapan
tak mengenakkan. "Ayolah. Kau punya waktu dua puluh tahun untuk
memikirkan hal itu."
"Itu bukan tugasku." Hoolian menyeringai singkat, berusaha
membuat Debbie terkesan dengan gaya latinnya.
Wajah Debbie melorot turun seperti gaun tak disetrika.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Dengar, mengapa aku mesti melakukan tugas polisi untuk


mereka?" ujar Hoolian. "Aku telah dipenjara sejak 1984. Dari mana
aku tahu siapa saja yang ia temui atau orang yang ia ajak bicara?"
"Ya, siapa lagi yang punya kunci ke apartemennya?"
"Di dalam gedung? Aku sudah mengatakannya ratusan kali.
Hanya pengelola dan penjaga pintu."
"Apakah mereka menanyai ayahmu tentang di mana ia berada
malam itu?"
Pertanyaan itu nyaris menohoknya dari kedua sisi.
"Kenapa kau ingin bicara tentang hal itu?" tanyanya, terluka.
"Detektif itu punya catatan bahwa ayahmu bilang ia sedang
kencan dengan seorang wanita bernama Susan Armenio. Kau pernah
bertemu dengannya?"
"Tidak." Hoolian melipat dan membuka lagi kedua tangannya.
"Kukira ia tak pergi dengannya lagi. Ia tak pernah bersama siapa pun
kecuali ibuku."
"Jam berapa ia pulang malam itu? Menurut pengakuannya pada
polisi, ia baru pulang sekitar pukul empat tiga puluh pagi. Benarkah
itu?"
"Jika ia bilang begitu, maka begitulah. Ia tak pernah berbohong
tentang apa pun."
Ia melihat sosok Debbie, membuatnya tak lagi seperti boneka
porselen tapi lebih seperti elang. "Tapi, apakah kau melihat atau
mendengar ia pulang?"
"Apa yang ingin kau katakan?" Hoolian merasakan jari-jarinya
menggulung menjadi kepalan.
"Aku hanya bertanya. Ia pasti sering keluar-masuk apartemen
penyewa setiap waktu dengan kuncinya."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Tidak." Ia menggeleng, seperti anak kecil menolak sendok obat


yang disodorkan padanya. "Jangan bicara seperti itu."
"Kenapa tidak?"
"Ia tak punya, kaitan sama sekali dengan gadis itu."
"Dari mana kau tahu?" Debbie menggelengkan kepala ke satu sisi
dengan curiga. "Apakah ia pernah membicarakan apa yang ia
lakukan malam itu dengan rinci padamu?"
"Ia tak perlu membicarakan hal itu denganku, oke?" kepalannya
makin kuat, kukunya menghujam pada bantalan telapak tangan. "Ia
benar-benar malaikat. Selalu memastikan aku punya uang dalam
tabungan. Naik bus Columbus Circle tiap dua minggu sekali untuk
menjengukku di penjara, dengan wanita-wanita jalang yang selalu
merokok itu. Jadi, jangan berkata buruk tentangnya."
"Oke, tenanglah." Nona A menepuk udara, berusaha
menenangkannya. "Aku hanya mencoba melihat dari sudut berbeda
yang mungkin tak kau pertimbangkan."
"Sekarang kau membuatku mempertimbangkannya. Dan tak ada
apa-apa di sana. Tutup kecurigaanmu. Kecuali kau ingin aku mencari
pengacara lain."
"Ya, kalau begitu kau tak banyak memberi petunjuk untuk kita
kerjakan." Bahunya melorot. "Kita tak bisa menemukan portir itu.
Bukti DNA masih belum kembali. Dan, kau masih belum punya
saksi lain untuk alibimu. Kuberi tahu, aku mulai sedikit gelisah. Kita
menempatkan diri terlalu jauh dalam cabang, menolak membuat
kesepakatan ketika punya kesempatan. Tak akan mudah untuk
kembali lagi sekarang."
Mendengarnya kembali pada kebiasaan berbicara terlalu cepat
membuat Hoolian mencangkung sedikit. "Jadi, dapat kabar apa dari
kantor Jaksa Wilayah?"
"Tak banyak hari- hari ini. tapi mereka mungkin tengah sibuk
dengan pembunuhan lain yang sedang hangat di surat kabar."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Aku tak tahu tentang itu."


Ia menatapnya aneh. "Gadis dari Mount Sinai." Ia berhenti,
menunggu kerlip ingatan. "Aku tak mengerti bagaimana kau bisa
tidak tahu. Belakangan beritanya muncul tiap hari di koran."
"Aku bisa ngomong apa?" Ia menutup kuap dengan kepalan.
"Aku sibuk, mengerjakan kasus dan mencari sedikit uang."
"Begitu." Matanya terhenti menatap kepalannya, mengamati
balutan di sana. "Kau pernah berpikir untuk menuntut supermarket-
nya!"
"Ha?"
"Kau bilang tanganmu tersayat ketika bekerja di gudang
penyimpanan. Kami berpikir untuk melayangkan tuntutan terhadap
mereka."
"Ah, itu tak perlu." Ia menurunkan kepalannya ke samping. "Aku
sudah memikirkan hal itu. Manajer memberiku pekerjaan dan aku
tidak terus terang padanya. Aku memperoleh ganjaran yang sudah
sepatutnya."
Mata Debbie melirik balutan itu, bagaikan lipstik pada kerah baju.
Hoolian menyadari semua percakapan ini bak kencan kedua. Wanita
itu masih menyelidiki, menguji, dan mencoba memutuskan apakah ia
dapat dipercaya. Wanita itu tahu ada hal- hal yang belum ia ceritakan
dan akan tiba waktunya ketika ia tak lagi bisa mengabaikan.
"Kau tahu, aku telah berpikir tentang yang kau katakan
sebelumnya." Debbie mencopot kaca matanya. "Kupikir ini mungkin
terlalu cepat bagimu untuk terlibat dengan seseorang."
"Mengapa?"
"Kau masih diliputi berbagai masalah. Kita masih punya banyak
pekerjaan yang mesti dilakukan untuk kasus ini, dan banyak sisi
hidupmu yang belum kokoh. Ini bukan waktu yang tepat."
"Lalu menurutmu berapa lama aku harus menunggu?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Aku tak tahu." Ia menaikkan dagunya, berpikir. "Mungkin


hingga dakwaannya dicabut."
"Yang bisa makan waktu berbulan-bulan atau mungkin bahkan
tak pernah. Begitu, kan?" Ia merendahkan suara. "Nona Aaron, aku
boleh bicara sesuatu? Aku tak pernah memiliki hubungan nyata
dengan seorang wanita. Apa Anda tahu?"
"Tidak. Tentu tidak."
"Maka katakan apa yang mesti kulakukan." Ia meraih lengan baju
wanita itu dengan tangannya yang terbalut.
Dengan refleks, Debbie menarik tangannya. Lalu, tersenyum
meminta maaf atas reaksinya tersebut.
"Tenanglah, Julian. Kau mungkin bisa menceritakan hal itu
padanya perlahan- lahan. Seorang gadis mungkin punya masalahnya
sendiri."

28

"SANG PUTRI! Sang putri! Oh, cakarku tersayang! Oh, bulu dan
kumisku! Ia akan membunuhku, seperti musang-musang!"
Anak enam tahun itu melarikan diri dari Eileen, menjerit-jerit
riang, si kecil lincah berambut merah yang merangkak di balik
kelinci perunggu besar dengan ikat pinggang dan jam tangan saku.
'"Penggal kepalanya!' kata sang Ratu." Eileen merayap mendekati.
"Penggal kepalanya!"
Adiknya, berusia tiga tahun, juga bocah berambut merah dengan
kulit seputih pualam, tertatih-tatih mengejar Eileen, menyentak-
nyentak belakang blusnya.
"A-ha!" Eileen berputar. "Potong leher Dormouse itu!
Kembalikan ia ke pengadilan! Tindas dia! Cubit! Cabut kumisnya!"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Mungkinkah ini wanita yang sama dengan wanita yang


terhuyung-huyung masuk ruang pengadilan kurang dari sebulan lalu
dalam keadaan linglung sambil dipapah putranya? Francis berdiri di
belakang pagar tanaman yang baru dipangkas, mengamati Eileen
saat melompati anak-anak yang menjerit-jerit mengelilingi patung
Alice in Wonderland di Central Park.
"Kasihanilah!" Dengan terkikik, anak enam tahun itu berlari di
bawah tudung jamur perunggu yang mengubah warna sepatunya
yang tergores-gores di bawah sinar matahari siang hari.
"Tidak, tidak!" kata sang Ratu. Eileen menggertakkan gigi dan
mencakar ke arah anak itu. "Tak ada kasihan! Hukum lebih dulu!
Vonis belakangan!"
Anak itu menyembur keluar melewati patung Mad Hatter,
neneknya melonjak- lonjak mengejar dengan sepatu tenis, sambil si
kecil menggantung di ujung blusnya, dan berhenti mendadak ketika
dilihatnya Francis melangkah keluar dari balik bangku.
"Kau kelihatan cukup gesit, Eileen."
Perlahan- lahan ia berdiri dan menyuruh anak-anak kembali pada
pengasuh mereka, seorang gadis kekar yang memakai kaus
"Legalkan Itu" yang tengah ngobrol dengan para pengasuh lain.
"Kadang-kadang aku sehat, namun di hari lain tidak," katanya
hati-hati. "Hari ini mestinya cukup baik.”
“Kini tidak lagi?"
"Aku selalu gembira menemuimu, Francis, tapi kau tak selalu
memiliki kabar baik."
Suaranya masih serak dan kering, khas wanita tua yang membuat
orang mudah membayangkan dirinya mengisi perut di bar di Farrell's
bersama sejumlah petugas pemadam kebakaran atau menyeret seekor
cerpelai di sepanjang lantai marmer pada pembukaan sebuah
pertunjukan Broadway.
"Apakah kau membuntutiku ke sini, Francis?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Ya," akunya. "Tapi hanya karena kau tak balas menghubungiku."


"Ya, sayang memang. Perilaku depresi maniak memang yang
terburuk, bukan begitu?"
Francis menengok ke samping, terkejut mendengar Eileen
mendamprat diri sendiri. Mendengar cerita Tom tentang betapa
lemah kendalinya pada kenyataan, ia sebetulnya tak berharap banyak
hari ini.
"Kopi?" Francis meraih kantung untuk mengambil gelas ekstra
yang ia bawa serta. "Aku ingat, kau suka kopi pahit, sepertiku."
"Tidak, terima kasih." Eileen menoleh pada anak-anak itu. "Aku
tak butuh apa-apa lagi untuk membuatku terus terjaga di malam
hari."
"Masih belum normal tidurmu?"
"Mereka bilang itu efek samping beberapa obat antidepresi ini.
Mulut kering, sembelit, hilang nafsu seksual, mikrografia,
halusinasi...seolah-olah semua hal itu tak akan membuatmu
bertambah depresi. Tapi, tidak, kurasa aku tak pernah menikmati
tidur enak dalam, mungkin, dua puluh tahun."
Mereka memperhatikan para bocah merangkak ke puncak jamur
dan berbaring menuju pangkuan Alice. Patung itu memiliki ekspresi
teduh dengan mata separo tertutup, seolah modelnya baru saja
memutuskan beristirahat sejenak di ujung masa remaja.
"Kau tahu, dulu aku selalu membawa Allison ke sini." Ia
mengamati cahaya matahari yang menerpa perahu motor di danau
dekat sana. "Semua terjadi begitu cepat."
"Memang begitu." Francis mulai menghirup kopinya. "Aku punya
satu putra di ketentaraan dan satu lagi sedang kuliah tahun kedua di
Smith yang selalu memintaku membacakan Alice in Wonderland
sebelum tidur."
"Kayleigh, benar, kan?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Francis meminum kopi terlalu tergesa dan langit- langit mulutnya


serasa terbakar. "Aku kaget kau masih mengingatnya."
Patti baru saja hamil ketika kasus ini dimulai. Ia merasa tak enak
mengabarkan bahwa mereka tengah menanti kehadiran jabang bayi
pada seorang ibu yang baru kehilangan anaknya.
"Ah." Eileen menepuk samping kepalanya. "Masih ada yang
berfungsi di sini. Tak semuanya berkarat."
Francis menyentuhkan ujung lidah pada langit-langit mulutnya
yang terbakar tadi, mencermati bebek berlayar melintasi kolam. Ia
menghitung detik demi detik hingga tak lagi dapat ia teruskan.
Bagaimana mungkin wanita ini masih mengingat nama yang tak
pernah ia dengar lagi dalam dua puluh tahun, namun bercerita pada
semua orang bahwa putrinya masih hidup?
"Masa itu adalah masa-masa spesial, ketika hanya ada Allison dan
aku," katanya. "Memberi makan bebek di taman. Pergi melihat mumi
di museum. Kau tak pernah ingin mereka tumbuh dewasa."
"Tom di mana?"
"Oh, itu masa ketika ia sedang di sekolah asrama atau melewatkan
musim panas bersama ayahnya. Menyedihkan apa yang terjadi pada
anak lelaki jika keluarganya berantakan."
"Ya." Francis mengangguk, teringat keluhan ayahnya tentang
beban yang ia tanggung setelah ibunya meninggal.
"Kami dulu suka bermain petak umpet di sekitar patung ini."
Eileen memperhatikan cucu-cucunya meluncur dan merangkak di
bawah jamur itu, menunggu untuk memulai pengejaran lagi. "Itu
kesukaannya. Bahkan ketika kami tinggal di apartemen sederhana
tanpa lift di Broadway dan 98th, butuh dua puluh menit bagiku untuk
menemukannya. Dan, ia kemudian ternyata berada di keranjang
pakaian. Atau di belakang tirai atau di bawah ranjang. Tempat-
tempat yang aku yakin sudah kuperiksa. Ia seperti bisa menghilang
lalu muncul lagi, seperti kucing Cheshire tanpa senyum."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Bulu di pergelangan tangan Francis terasa menegang. "Eileen?"


"Ia adalah segalanya untukku, Francis. Segalanya. Kami begitu
dekat hingga sering ngobrol tiga kali dalam sehari di telepon. Kami
bahkan memakai pakaian yang sama. Tapi ia lebih baik dariku.
Maksudku, benar-benar lebih baik. Kadang aku merasa iri. Menjadi
seorang penulis sungguh tak berharga dibanding menjadi seorang
dokter. Setelah ia meninggal, kau tahu berapa banyak orang yang
mengirim surat?"
"Tak tahu."
"Hampir seratus. Padahal dia baru setahun setengah di Bellevue.
Surat-surat itu datang berbondong-bondong, tentang betapa ia telah
menyelamatkan nyawa seseorang atau pekerjaan mereka. Tapi kau
tahu apa yang menyedihkan?"
"Apa?"
"Bahwa aku agak membenci orang-orang ini. Maksudku, aku iri
pada mereka. Karena tiap menit yang mereka jalani bersamanya
adalah setiap menit yang tak kumiliki." Ia berusaha tersenyum, tetapi
bibirnya enggan bergerak. "Aku tahu betapa gila kedengarannya."
"Itu bukan masalah," ujar lelaki itu, menghiburnya. "Kau masih
menyimpan surat-surat itu?"
"Tidak. Kenapa?"
"Ah, bukan apa-apa. Kami hanya berusaha menyatukan beberapa
mata rantai yang terpisah.”
“Bisa kau jelaskan lebih lanjut?
"Pernahkah Allison bercerita dirinya mengalami masalah dengan
wanita rekan kerjanya?"
"Ada masalah ya, dalam kasusnya?"
Mata Eileen mendadak bersinar begitu kuat seakan-akan Francis
dapat melihat langit di belakang kepala wanita itu.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Tidak, bukan masalah besar. Kami hanya mencari beberapa


inkonsistensi..."
"Karena ia tidak mati," kata Eileen. "Itulah yang kukatakan sejak
lama..."
"Oh Tuhan." Francis memperbaiki sabuknya, sudah mengira akan
mendengar ucapan itu. "Eileen, aku tahu betapa kau begitu
menginginkan situasi itu."
"Tak seorang pun mau mendengarku." Ia menusukkan jarinya
pada lelaki itu. "Tapi ia masih di sana. Aku tahu itu..."
Tom benar. Eileen benar-benar telah tergelincir dalam khayalan.
Mungkin bakal sulit membujuknya untuk datang ke pemberian
kesaksian resmi atau memberi sampel DNA.
"Maksudku, saat kudengar ia telah pergi, aku kehilangan
pegangan." Kata-kata itu meluncur deras. "Aku pergi ke
apartemennya dan tidur di ranjangnya. Kukenakan piyamanya, hanya
agar aku bisa mencium baunya. Aku mengalami seluruh tahapan
itu—penyangkalan, kemarahan, memohon, depresi, dan
penerimaan—lalu aku mengulangi lagi semuanya. Duka itu benar-
benar menghancurkan. Sungguh. Harus selalu mengenakan topeng
'kenormalan' sepanjang waktu. Sungguh melelahkan. Kau harus
berhenti dan berpikir bagaimana menjawab tiap kali seseorang
bertanya berapa putra yang kumiliki. Satu-satunya saat dalam sehari
yang kutunggu-tunggu adalah saat sendirian di kamar mandi. Agar
aku bisa berteriak seiring bunyi air mengalir."
Francis mengangguk. Topeng kenormalan. Konsep yang sangat
dimengerti seorang anak yang kehilangan ibunya pada usia sembilan
tahun atau seorang lelaki yang kehilangan penglihatannya.
"Kau tahu, apa yang aneh, Francis?"
"Apa?"
"Kecemasan itu. Selama bertahun-tahun, aku sering mendapat
serangan rasa panik kapan pun aku melewati kafe atau bioskop
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

tempat aku pernah bersamanya. Tapi mengapa? Hal terburuk yang


bisa terjadi telah berlalu. Benar, kan? Aku mengubur anakku sendiri.
Setelah itu, apa lagi?"
Francis membisu.
"Dan tentu saja, pada akhirnya, adalah rasa bersalah itu."
"Rasa bersalah?"
"Kau terus bertanya pada dirimu sendiri, apa yang demikian
buruk yang telah kulakukan? Mengapa kau menghukumku? Itu pasti
akibat perbuatanku."
"Aku yakin tak seperti itu duduk perkaranya."
"Jangan berkata begitu, Francis." Wanita itu menatap tajam. "Kau
tak bisa membodohiku. Aku ingat bagaimana kau mengatakan
sendiri tentang apa yang terjadi pada ibumu..."
"Aku menceritakan hal itu padamu?" Francis mengernyit.
Pikirannya saat itu pasti sudah ngawur, menghiburnya terlalu jauh
bersama sebotol anggur. Ia menganggap tak mungkin dirinya sampai
sejauh itu dengan seseorang, kecuali mungkin di kepolisian.
"Kau sangat baik," ujar wanita itu. "Aku tidak lupa. Tapi
kebanyakan orang melanjutkan hidup, bukan?”
“Kurasa demikian."
Ia memperhatikan seorang perempuan tua dengan mantel usang
dan kereta belanja mondar-mandir, membawa setumpukan kaleng
dan roti baguette panjang yang tampak basi.
"Ya, aku tidak begitu," kata Eileen. "Aku terus terjaga setelah
tengah hari dengan makin banyak botol di sekelilingku. Kukira aku
sudah gila. Di satu waktu, aku memutuskan untuk bunuh diri, tetapi
lalu kusadari aku harus ke Bellevue dulu. Tepat di dekat tempat
Allison dulu bekerja."
"Bisa kumengerti betapa hal itu mengganggumu."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Jadi, tak kuminum pil-pil itu dan masuk ruang gawat darurat."
Wanita bermantel itu mulai menyobek-nyobek rotinya dan
melemparkan serpihan-serpihan itu pada burung-burung merpati
warna gelap yang bergerombol di sekitar tangga.
"Ya Tuhan, Eileen, aku belum pernah mendengar hal itu," kata
Francis. "Tak bisakah kau mengangkat telepon dan menghubungi
seseorang?"
"Dan mengatakan apa pada mereka? Bahwa aku bermaksud
overdosis Valium dan anggur murah untuk ketiga atau keempat
kalinya?" Ia tersenyum, letih oleh drama hidup. "Tom selalu
menemukan dan menyeretku dari satu rumah sakit ke rumah sakit
lain untuk memompa perutku. Aku bercanda bahwa karena itulah ia
tertarik menjual peralatan medis."
Burung-burung berdesakan mencari remah-remah seperti
sekelompok pecandu berkelahi demi sejumput ganja.
"Lalu suatu sore aku tengah berada di Fairway dan aku
mendengarnya."
"Ia bicara padamu?"
"Aku tepat di depan pohon delima dan ia berkata, 'Tak apa, Bu.' Ia
pasti berada tepat di belakangku. Tapi ketika aku berbalik, ia tak
ada."
Francis mulai menggeleng-gelengkan kepala. "Eileen, ayolah..."
"Itu Allison, Francis. Seterang aku berdiri di sini, bicara padamu."
Francis merasa tengkoraknya mulai mengembang.
"Kemudian hal itu terjadi lagi, sekitar sebulan setelannya. Ketika
aku baru keluar dari Apotek Apthorp di Broadway. Waktu itu, dia
mengawasiku dari halte bus di seberang jalan. Saat itu hujan. Ketika
aku tiba di halte itu, bus telah berangkat. Ia meninggalkanku berdiri
di sana, basah kuyup, menatap dari balik jendela gelap."
"Dan kau yakin itu Allison?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Ya, aku tak punya putri lain, setahuku," ujarnya bersahaja,


seolah ia yang berpikiran sehat dalam percakapan ini.
Francis menahan diri untuk berkomentar. Satu hal yang ia pelajari
dari menjadi detektif adalah menutup mulut namun pikiran tetap
terbuka. Kau bisa menghabiskan tujuh jam di dalam kotak,
mendengarkan seorang sinting nyerocos tentang gelombang mikro
dari Uranus dan Jennifer Lopez melahirkan anak berkepala dua dari
benihnya lalu dengan biasa-biasa berkata ia melemparkan senjata
yang ia pakai untuk membunuh sepupunya di Jembatan Willis
Avenue.
Di lain pihak, ini adalah wanita yang ia pedulikan. Seseorang
yang mengingatkannya pada apa yang tak ia miliki dalam hidupnya
sendiri. Mendengarnya berceloteh seperti ini, ia membayangkan
wanita itu berubah menjadi seseorang seperti wanita tua dengan roti
baguette-nya itu dan barang-barang menyembul dari jaket.
"Di hari yang lain, aku melihatnya di taksi. Ia kadang
meneleponku juga. Untuk mendengar suaraku... Tetapi ia tak pernah
mengatakan apa-apa—"
"Aku ingin menanyakan sesuatu padamu, Eileen," dengan lembut,
ia menyela. "Jika Allison benar-benar masih hidup, mengapa ia
berpura-pura mati?"
Eileen terlihat terkejut, seolah-olah pertanyaan itu tak pernah
terpikir olehnya.
"Ada masalah di antara kami," katanya pendek.
"Maksudnya?"
"Kau punya anak, Francis? Tak pernahkah mereka ingin menjauh
darimu?"
Francis berpikir tentang Francis Jr. yang separo dunia jauhnya, di
markas tentara di Korea Selatan. Mendaftar empat bulan setelah
peristiwa 9/11 dan tak pernah mengatakan apapun pada sang ayah
hingga tiba waktunya berangkat.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Kita bicara tentang Allison," ia memperingatkan.


"Ada hal- hal dalam hidupnya yang ia tahu tak kusetujui."
"Apa yang sedang kita bicarakan ini?" tanya Francis. "Pacar?
Narkotika?"
"Maaf, Francis." Matanya mulai mengabut. "Aku tak bisa bicara
padamu tentang ini. Kau tak mungkin mengerti."
"Oh, jangan khawatirkan aku. Aku sudah pernah mendengar
segala macam hal."
Kabut itu mulai meleleh dan menetes dari mata Eileen. "Mereka
punya rahasia."
"Siapa?"
"Anak-anak." Air mata mengalir di kedua pipinya. "Ketika kecil,
mereka tampak begitu terbuka padamu. Tetapi mereka selalu
menyembunyikan beberapa bagian dari dirinya sendiri."
"Eileen." Francis mengeluarkan saputangan dari saku dan
menyodorkan padanya. "Harus kubilang, apa yang kau ucapkan tak
masuk akal. Allison telah meninggal. Kita tak punya pilihan kecuali
menerimanya. Hal terbaik yang bisa kita lakukan adalah memastikan
bahwa apa yang terjadi padanya tak akan terjadi pada orang lain."
Wanita tua itu hening sesaat untuk merenung, meniup hidung, dan
memperhatikan cucu-cucunya yang tengah meluncur dari jamur.
Keduanya lelah menunggu neneknya mulai mengejar kembali.
"Itu tak akan terjadi lagi," ucapnya mendadak.
"Apa?"
"Kubilang, kau benar. Aku tak akan membiarkan hal itu terjadi
lagi.”
“Eileen?"
Awan nimbus bertiup melintasi biru langit itu. Tak berguna, pikir
Francis. Perempuan ini mungkin sudah tak dapat diharapkan lagi
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

bantuannya. Burung-burung merpati itu beterbangan, meninggalkan


trotoar yang bersih dari remah roti. Hal terbaik yang bisa ia lakukan
hari ini adalah memperoleh sampel DNA-nya tanpa memaksa, agar
setidaknya mereka bisa menghilangkan kebingungan di
laboratorium.
"Kadang kau harus bertindak." Rahangnya terkunci. "Sesuatu tak
berhenti hanya karena kau berpura-pura menganggapnya tak terjadi."
"Karena apa yang tak terjadi? Kau membuatku bingung, Eileen."
Eileen melirik, awan itu menjernih sesaat, kembali pada akal
sehatnya.
"Maaf, Francis, tapi aku sudah mengabaikan anak-anak." Ia
menggeleng, memberikan senyum tipis, dan melipat sapu tangan.
"Apa yang kau ingin aku perbuat dengan kenyataan ini?"

29

SUARA DENGUNGAN di kepala Hoolian yang sudah muncul sejak


separo percakapannya dengan Nona A baru mulai mereda ketika ia
menoleh dari gerai Starbucks dan melihat gadis keriting waktu itu
bersama Les Miserables-nya, duduk di meja tengah dengan kedua
kaki menyilang, seperti gerakan balet, melingkari kaki kursi.
Ia mengambil jarak jauh-jauh dari gadis itu selagi kembali menuju
Zana di sebelah jendela, sambil menjaga dua cangkir latte dan
sepotong caramel cheesecake di atas baki agar tidak jatuh.
"Ah, Lelaki Misterius-ku kembali." Zana menaruh buku sketsa.
"Kau mau mengubahku menjadi gadis gendut."
"Mudah- mudahan kau sedang ingin yang manis-manis."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Ia menoleh kembali ke arah gadis berambut keriting itu, berubah


pikiran dan setengah berharap ia menyadari bahwa hari ini dirinya
hadir di sini bersama wanita lain.
"Nene bakal membunuhku jika ia tahu aku makan ini. Ia akan
berkata, 'Zana, ndale! Ndale! Di Amerika, semua orang ingin
menjadi sekurus supermodel.' Tapi kuceritakan padanya apa yang
dikatakan penyanyi rap tentang wanita montok."
Hoolian menatapnya, bingung.
like big butts and I cannot lie.:..,'" Zana bernyanyi.
Hoolian tersenyum, pura-pura mengetahui lagu yang dimaksud. Ia
melewatkan musik pop selama dua puluh tahun, kecuali sepotong-
sepotong yang ia dengar dari sel narapidana lain. Semua tren datang
dan pergi tanpa meninggalkan bekas satu pun dan ia masih berusaha
menyesuaikan diri pada kenyataan bahwa kaset tak lagi dijual.
"Kalau begitu, makanlah. Aku suka wanita yang sedikit
berdaging."
Zana menaruh garpu di samping dan tatapannya menyapu wajah
Hoolian kembali. "Jadi, tolong, bolehkah aku bertanya sesuatu?"
"Tentu."
"Mengapa kau tak memberi nomor teleponmu?"
"Aku tak tahu." Ia menggerakkan bahu. "Bukankah biasanya
lelaki yang menelepon?"
Ia sudah dapat menduga apa yang akan terjadi jika Zana
menelepon ke tempat penampungan dan mendapati Cow atau salah
satu para kriminal itu di saluran telepon.
"Aku ingin tahu, apakah ada seseorang yang sebaiknya tak
berbicara denganku?"
"Ya, teman sekamarku. Ia tak suka menulis pesan."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Mata gadis itu tampak membesar, sementara bagian lain wajahnya


mengecil. "Aku tak tahu dirimu."
"Apa yang tak kau tahu?" ujarnya, berusaha membuat nada main-
main yang pernah ia dengar dari lelaki lain pada teman wanitanya.
"Bagaimana mungkin pria seusiamu masih punya teman sekamar
dan belum menikah?"
"Kukira aku belum bertemu wanita yang tepat."
Gadis itu memanyurikan bibir dan mendongkol. "Kau yakin kau
bukan pembohong besar dengan seorang istri dan tujuh anak entah di
mana?"
"Tak ada orang lain sejauh yang kutahu. Kau lihat cincin di
jariku?"
Ia mengangkat tangannya yang tak terbalut dan berusaha terlihat
tanpa dosa. Tapi ia sangat tahu, jika bukan karena masih baru di kota
ini, gadis itu akan menanyakan pertanyaan itu lebih awal.
"Tapi di mana kau selama ini sampai tak punya pekerjaan normal
atau teman wanita spesial?" tanyanya, mengulang beberapa
percakapan mereka sebelumnya. "Kenapa kau belum pernah
menonton Nightmare On Elm Street, yang pertama, kedua, ketiga,
keempat, kelima, atau keenam?"
"Sudah kukatakan. Ayahku meninggal dan aku ke luar kota
belajar ilmu hukum," jawab Hoolian, berpegang teguh pada fakta.
"Aku jarang menonton film."
"Masih ada yang belum kau ceritakan padaku." Zana
mengarahkan garpunya. "Aku merasakannya dalam zemer-ku."
Hoolian menaruh satu tangan di atas tangan yang lain, menutupi
balutan yang mulai terasa lembab sejak ia bicara dengan Nona A.
"Ya, bagaimana denganmu?" tanyanya, berusaha membalikkan
pertanyaan. "Kau selalu menanyaiku. Mengapa kau tak punya
kekasih?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Oh, jangan mulai denganku, tolong," ujarnya. "Aku magnet


lelaki yang buruk."
"Hmm, aku, bagaimana?"
"Aku tak tahu." Ia mencubit bibir bawahnya. "Itu masih harus
diperiksa."
"Kau tak meninggalkan seseorang di, eh..."
"Kosovo." Zana memutar matanya.
"Ya, apa yang terjadi di sana memangnya?"
"Uh, dasar orang Amerika. Belahan dunia lain tak penting bagi
kalian kecuali sebuah pesawat menabrak salah satu gedung kalian."
"Baiklah, aku idiot. Ceritakan padaku."
"Tak seorang pun yang tak ada di sana yang dapat mengerti," ujar
Zana.
Hoolian memijit parut di bawah janggutnya, memikirkan hal yang
sama saat di penjara sekitar 150 ribu kali. "Coba saja."
"Kau pernah mendengar tentang 'pembersihan etnis', bukan?"
"Oh, ya, tentu saja." Sekali lagi, ia menyadari dirinya tengah
berusaha berdiri di atas lumpur kebodohannya sendiri.
"Kau tak akan percaya manusia sanggup melakukan tindakan
semacam ini, kecuali dalam buku sejarah. Kami pulang ke rumah
suatu hari dan menemukan tetangga kami di dalam, mencuri
perhiasan ibu. Mereka membunuh kucing kami dan menyebarkan
darahnya di dinding untuk mengusir kami. Itu betul-betul perbuatan
binatang."
"Kita semua binatang," ia berkata, menurunkan lengan yang
terbalut ke samping dengan gugup.
"Yeah, tentu. Oke. Tentu saja. Ini hanya kebodohan biasa. Tapi
berbeda antara tahu dan mengalaminya sendiri."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Hoolian suka cara gadis itu bicara padanya, mata berbinar dan
bersemangat, seakan mereka berdua adalah mahasiswa universitas
elit.
"Oh, aku pernah melihatnya." Ia mengangkat cangkir latte. "Dari
waktu ke waktu."
"Kok bisa? Apakah kau orang Kosovo juga?"
"Bukan, tapi aku pernah....pergi-pergi." Ia menyeruput kopinya.
"Kau tahulah."
Ia menyelidiki wajah pria itu dari pinggiran cangkir, memeriksa
setiap gerak, untuk melihat apakah ia melewatkan sesuatu saat
pertama kali mereka bertemu.
"Kukira orang mampu berbuat apa saja." Hoolian mengusap
mulut dengan tisu. "Pada situasi tertentu."
"Tidak, kukira tidak begitu."
"Mengapa?" tanyanya. "Kau tak berpikir seseorang yang pada
dasarnya normal dapat terpojok ke satu sudut dan melakukan sesuatu
yang pada keadaan normal tak akan mereka lakukan?"
Mata gadis itu berpindah beberapa sentimeter, seolah ia baru
menyadari sesuatu di belakangnya.
"Kadang," ia sependapat. "Tetapi ada hal- hal yang semestinya
membuat seseorang tak lagi dianggap manusia."
"Seperti apa?"
Hoolian menyadari dirinya tengah sedikit menguji gadis itu,
berusaha mencari batas-batasnya. Waktu tak bertepi itu mulai
berakhir. Batas-batas tegas terbentuk.
"Para tentara yang melakukan perbuatan ini pada sepupuku,"
ujarnya. "Mereka bukan manusia."
"Mengapa, apa yang mereka lakukan?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Sesuatu pada suaranya yang kecil dan bergetar membuat


tubuhnya sedikit menegak, seperti seekor anjing yang mendengar
kata tulang.
"Mereka menghentikan mobil dan membawa sepupuku, Edona, ke
dalam kandang dan dua dari mereka memerkosanya. Menampar
wajahnya dan saling bertanya satu sama lain, 'Mengapa kau
memperlakukan sundal ini begitu baik?' Lalu mereka keluar dan
menembak adik lelaki Edona di kepala, agar tak tumbuh dewasa dan
membalas dendam."
"Sungguh biadab. Bajingan."
"Seseorang yang melakukan perbuatan ini benar-benar bukan
manusia," ujarnya, wajahnya memucat bahkan meski ia membuatnya
seolah hanya sedang bicara tentang seorang pemain sepak bola yang
terkena kartu merah. "Hewan bahkan tak seperti ini."
Hoolian merasa dirinya sedang mengarah pada salah satu batas-
batas itu.
"Kau pernah mengalami kejadian macam itu?" tanyanya.
"Tidak, tentu tidak." Zana menggelengkan kepala terlalu kuat.
"Mereka hanya membakar rumah kami dan memaksa kami berjalan
lima hari dalam hujan ke perbatasan. Kami cukup beruntung."
"Kau sebut itu beruntung?"
"Wanita di tenda sebelah mati dan meninggalkan tiga anak,"
ujarnya. "Kami hanya kehilangan rumah. Itu tak begitu buruk. Kalau
dibandingkan."
Ia tak mempercayai pendengarannya. Ia hampir bisa mengendus
hal lain yang belum gadis itu ceritakan padanya.
Itu mengambang di udara bagai ozon setelah lontaran halilintar.
"Tapi keluargamu yang lain baik-baik saja?"
"Ya. Semua masih utuh. Kenapa kau bertanya?"
"Aku tak tahu. Hanya kedengarannya suaramu berubah."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Hoolian masih menyimpan perasaan itu, naluri penjaranya. Sekali


kau disakiti, kau akan mampu melihat luka-luka orang lain. Ia mulai
membuka diri tanpa sadar. Sebuah inti telah separo terbuka, sesuatu
yang hangat dan rapuh yang dapat diremukkan lelaki itu dengan
mudah bak anak burung gereja yang gemetar. Pikiran tentang
kekuasaan, dominasi itu, membuatnya gembira namun sekaligus
mengganggu. Ia harus berhenti dan bertanya pada diri sendiri apa
yang ia inginkan darinya.
"Mungkin lebih baik kita tak membicarakan hal- hal ini." Zana
mulai menyobek-nyobek tisunya menjadi bola-bola kecil.
"Maaf. Apakah aku membuatmu kesal?"
"Tidak, hanya itu tak selalu mudah dimengerti. Seperti yang
kubilang, kau tak perlu menghapus kesalahan. Gambar saja lagi di
atasnya."
"Aku masih belum mengerti."
"Mengapa kau mesti mengerti?" jemarinya membuka di atas buku
sketsa, seakan menutupi bagian depan gaunnya. "Mustahil bagi siapa
pun."
"Dari mana kau tahu?"
"Apa?"
"Kau terus bicara seperti itu, tapi bagaimana kau tahu?" Hoolian
menaruh tangannya yang tak terbalut di atas tangan gadis itu. "Aku
mungkin orang yang bisa memahami dirimu."
Ia merasakan denyut ketegangan di bawah telapak tangannya dan
kerlip harapan di wajah perempuan itu. Zana ingin mempercayainya,
ingin berpikir bahwa lelaki itu adalah seorang yang lebih baik dari
sosok sebenarnya.
"Kalau kau membungkamku," ujarnya, "Kau tak akan tahu."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Gadis berambut keriting itu menaruh bukunya, mencuri dengar.


Hoolian melempar pandangan tajam, memintanya tak mencampuri
urusan orang lain.
"Kau adalah lelaki yang baik." Zana menarik tangannya kembali
cepat-cepat dan menyapu sobekan tisu ke dalam telapak tangannya.
"Aku khawatir padamu."
"Kenapa?"
"Karena dunia adalah tempat sangat buruk bagi lelaki yang baik."

30

PENYANGKALAN, KEMARAHAN, TAWAR- MENAWAR.


Oke, hentikan. Kita tuntaskan saja. Ini belum gelap. Tahan sedikit
datangnya malam; hanya butuh beberapa jam sinar matahari lagi.
Francis menyerahkan DNA Eileen pada Dr. Dave, meninggalkan
pesan pada Tom Wallis agar menyelidiki kenalan wanita adiknya,
membuat catatan, lalu pulang ke rumah. Sinar matahari kekuningan
menerobos miring melewati senar harpa Jembatan Brooklyn,
menimbulkan kilau cahaya terang di kaca mobilnya. Satu garis
merah muda tampak di bawah awan-awan kelabu, seperti kilasan
kulit seorang gadis di bawah sweter tipisnya. Ia tersadar, dirinya
terus-menerus membetulkan kaca spion untuk mengimbangi bintik
butanya, berusaha memastikan tak dipelototi pemakai jalan lain.
Kerlip berlian di sungai East River tak terlihat akhir-akhir ini karena
ia tak bisa mengalihkan pandangan selain dari jalan.
—Ayolah, Dewa Hal-hal Kecil, cukup pulangkan aku dalam
keadaan utuh. Aku bisa meneruskan dari sana.
—Kau masih ingin menawar, ya, Loughlin? Satu gelas minuman
lagi dan aku akan berhenti. Tolong biarkan aku menyelesaikan kasus
ini dan aku tak akan meminta tiga gelas berikutnya. Biarkan aku
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

melewati pintu ini hidup-hidup. Aku janji akan mempercayaimu


hingga krisis berikutnya.
Ia pergi menuju Sackett Street. Matahari baru saja tergelincir
perlahan di atas dermaga tua reyot Red Hook dan asap lalu lintas di
BQE. Tanpa ingin mengakui, belakangan ia mulai menyadari
munculnya rasa tegang saat malam datang, lebih berfokus mengikuti
rute pulang yang sama, menjadi kian waspada pada parkir paralel,
pada anak-anak yang berlarian mengejar bola di jalanan, pada betapa
lamban pemerintah kota memperbaiki lampu jalan yang mati di
depan rumah mereka.
Francis mengunci pintu dan melihat tirai bergerak di jendela
depan tetangganya. Wanita yang tinggal di sana adalah janda petugas
pemadam kebakaran yang tewas di World Trade Center saat
peristiwa 11 September. Ia punya patung Yesus dalam cangkang
kerang di dekat tangga depan rumahnya dan menghormati kenangan
pada suaminya dengan hampir tak pernah berbicara dengan Francis.
Entah apakah ia menjunjung tinggi tradisi perseteruan antara dua
instansi itu, kepolisian dan pemadam kebakaran, atau diam-diam
bertanya pada Tuhan mengapa suami tercintanya yang dipanggil dan
bukan Francis. Ia sendiri tak tahu.
Francis mengambil surat-surat dan melangkah menuju undakan,
dengan cepat memilah tumpukan kertas itu untuk memeriksa
gangguan yang telah menunggunya. Sebuah tagihan gas, Con Ed,
katalog biji dan brosur yoga milik Pati, tagihan lain dari rumah panti
ayahnya dan sesuatu dari Gilda Yahudi bagi Para Orang Buta.
Mungkin acara pengumpulan dana. Ia memasukkan kunci di pinta,
bertanya samar mengapa mereka bisa mengetahui namanya. Siapa
yang mereka hubungi? Dinas Kendaraan Bermotor, Asosiasi Amal
Detektif, para dokter? Cincin kunci tergelincir dari jarinya tepat
ketika ia teringat pernah melihat pamflet gilda itu dan Lighthouse
International di ruang tunggu Dr. Friedan.
Apa aku memerlukannya? Ia menyobek surat itu menjadi dua dan
memasukkannya ke saku, lalu membungkuk, mencari-cari kunci,
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

berharap janda pemarah itu tak mengintip keluar dan melihatnya


meraba-raba seolah ia sudah benar-benar buta.
Rumah begitu lengang dan gelap seperti kamar jenazah saat ia
masuk. Ia rindu anak-anak yang bersaing memasang musik keras-
keras—Slayer versus Indigo Girls—dan Patti sibuk di dapur,
berbincang dengan kawan wanitanya di telepon sambil menyiapkan
makan malam. Ia ingat istrinya itu tak akan tiba di rumah sebelum
pukul sembilan malam karena bekerja dengan kliennya di gym.
Ia mulai menyalakan lampu dan memunculkan suara-suara
sebanyak mungkin, kebiasaannya sejak berusia sepuluh tahun,
pulang dari sekolah ke rumah yang kosong. Ia menemukan remote
TV di ruang keluarga dan menyalakan CNN. Tepat waktunya untuk
mendengar bom jalanan yang membunuh tiga prajurit di tepi kota
Mosul. Ya, Tuhan. Ia mendengarkan, dengan cengkeraman kail besi
di dadanya, menunggu jika ada berita tentang pasukan yang ditarik
dari Korea. Anak brengsek. Ingin menunjukkan pada sang ayah
bahwa ia tak lagi bisa mengaturnya. Kena kau, Yah. Kau tak pernah
bertempur dalam perang sungguhan, kan? Anak itu berjuang
mencari jati diri. Ia bukan siswa yang baik seperti adik
perempuannya, dan tak memiliki prospek bagus untuk tampil
bersama tim bisbol Bishop Ford. Ia sasaran empuk bagi para
perekrut yang meyakinkannya bahwa ia bisa melakukan sesuatu,
membela negara, dan memacari lebih banyak wanita daripada Snoop
Dog di saat bersamaan. Tapi, untuk apa? Senjata Pemusnah Massal?
Yang benar saja. Itu hanya imajinasi seseorang yang mencoba
menandingi ayahnya tapi gagal.
Tapi apa yang bisa kau lakukan sekarang menyangkut hal itu?
Kau memulai perang, kau yang harus mengakhiri. Dan, jika hal yang
melatarbelakanginya sedikit oleng, ya, itu artinya kau harus
bertempur lebih keras. Lagi pula, orang yang mereka kejar adalah
seorang bajingan, membunuh ratusan ribu kaumnya dengan gas. Dan
jika butuh sedikit bantuan untuk meloloskan perang melawannya?
Lalu, kenapa? Kau tahu ia seorang kriminal. Mereka semua tahu.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Kadang kau harus mengisi potongan yang hilang agar semua orang
melihat gambar seutuhnya. Tak berarti kau salah, kan?
Ia mematikan TV, tak tahan menonton peristiwa menjengkelkan
itu, dan mulai beranjak menuju tangga. Berpikir tentang negosiasi
dengan pihak berwenang. Oke, ini tawaranku. Buat anakku keluar
dari perang dan aku akan menyerahkan SIM-ku selama enam bulan
ke depan. Kuambil lima tingkat daya penglihatanku dan nyeri kronis
juga boleh. Aku bahkan akan mulai mengaku dosa lagi. Ampuni aku,
Bapa, aku telah berdosa. Sudah tiga puluh tiga tahun sejak
pengakuan dosa terakhirku....
Dasar bajingan keparat. Apa hak yang kau punya untuk membuat
perjanjian yang lebih baik? Bagaimana jika sedikit lebih
menunjukkan rasa terima kasih? Kau mungkin saja sudah mati
berulang kali pada tahun-tahun kemarin. Jatuh dari tangga di Baruch
Houses. Anak yang muncul dari belakang Datsun di Lenox Avenue
dan menembak tiga kali dengan sebuah Browning, peluru itu
mungkin meleset sekitar satu meter dari wajahmu. Hampir jatuh dari
lubang udara di 132nd Street, saat mengejar pemerkosa di atap
gedung.
Kadang saat-saat itu terasa lebih nyata dari fakta bahwa ia berada
di sini, di rumah tua yang tenang ini, bersama seorang wanita hebat
yang memaafkannya atas semua hal luar biasa bodoh yang ia
lakukan. Lebih nyata dari fakta bahwa mereka memiliki dua anak,
yang dulu sering duduk di pangkuannya menonton film John Wayne,
lama setelah mereka terlelap di malam- malam sekolah. Mungkin ia
sebenarnya hanya berbaring di bawah lubang udara itu, dan ini hanya
lamunan seorang lelaki sekarat belaka.
Ia berhenti di tengah tangga, beristirahat sejenak. Bertanya-tanya
jika rumah ini masih memadai untuknya dalam beberapa tahun ke
depan. Tangganya cukup banyak, tapi lalu mengapa? Ia kehilangan
penglihatan, dan bukan kakinya. Masalah yang lebih mendesak
adalah luka dan sandungan kecil yang tak akan ia lihat kecuali
diperingatkan Patti. Waspada terus-menerus adalah harga
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

tersembunyi yang harus dibayar karena memiliki rumah tua. Kau


harus berhati-hati pada retakan lis dinding, paku mencuat dari lantai
papan, rak handuk yang menonjol dari dinding. Bagaimana akan
memakai gergaji dan obor asetilen jika ia membutuhkan anjing
pemandu hanya untuk mengambil sekotak susu dari jarak begitu
dekat?
Francis menyampirkan jaket di gantungan baju di dalam lemari
kamar tidur dan pergi menuju kamar mandi. Cucuran air dingin
mengenai kepalanya ketika ia berdiri di depan wastafel, benturan itu
tepat mengenai titik botaknya, mengingatkan bahwa malam itu pasti
hujan akan turun lagi dan ia masih belum menemukan atap yang
bocor itu. Menetes sejak April. Dari mana air itu masuk? Ia
memperkirakan, dibutuhkan sekitar 45 menit untuk naik ke sana dan
mencari-cari bocor itu sebelum hari terlalu gelap.
Kau terus bertanya pada dirimu sendiri, apa yang telah
kulakukan? Ia menepuk kepala dengan handuk, memikirkan apa
yang Eileen katakan. Pasti karena sesuatu yang telah kulakukan.
Bukan aku, saudaraku. Ia tak punya catatan apa pun yang bisa
membuatnya terlihat buruk. Ya, maksudnya tak ada yang sungguh-
sungguh bisa membuatnya tak karuan. Ia menyelami litani itu lagi,
hanya untuk meyakinkan diri. Kau telah menjadi suami yang baik
(setelah beberapa guncangan di awal-awal perkawinan), pemberi
nafkah yang baik, ayah yang baik, polisi yang baik.
Keadaannya tidak seolah masalah Hoolian ini menyangkut di
otaknya seperti pecahan kaca selama bertahun-tahun. Semua orang
mengalami beberapa situasi yang mungkin kelihatan sedikit
membingungkan jika kau memikirkan ulang hal itu. Tetapi itu sudah
terjadi. Kau menjalani hidup yang kau jalani, dan terserah orang lain
untuk menambahkan sesuatu dan memberinya tagihan di akhir.
Masa itu adalah saat-saat yang liar dan ia adalah pemimpin
mereka. Dua ribu pembunuh setahun di kota itu: bayi ditembak di
ranjang, pengacara ditusuk di kereta bawah tanah, dokter digorok di
ruang tamu mereka. Kau tak mengirim Jesuit untuk menangani hal
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

macam itu. Kau mengirim seseorang yang bersedia menjadi tembok


penghalang. Masalah hidup dan mati bukan untuk tukang cekcok
atau mereka yang terlalu hati-hati. Undang- undang hukum pidana
tak pernah sanggup membantu hati yang hancur. Amandemen
keempat tak pernah menghibur keluarga yang kehilangan orang
tercinta. Terkadang kau harus menyingkirkan buku panduan yang
berharga di pinggir dan bertindak di ambang zona abu-abu.
Apakah kau benar-benar melihatnya menaruh senjata di sakunya,
petugas? Tidak, saya mengamati garis luar jaketnya. Apakah kau
benar-benar melihatnya menukar uang dengan narkotika? Ya,
bagaimana lagi barang itu akan berada di sakunya?
Tiap kali mengatakan pada diri sendiri bahwa ia tak akan
melakukan hal itu lagi, sadar dirinya kian dekat melampaui garis dan
tak akan mampu kembali lagi. Ia seorang lelaki yang baik, polisi
yang baik. Jadi kenapa ia melakukan hal itu? Mereka mungkin sudah
punya cukup bukti untuk mengajukan kasus ini. Sidik jari Hoolian
terdapat di senjata pembunuhnya, kunci apartemen korban ada di
sakunya. Tetapi pada saat-saat krusial itu, saat tak seorang pun
memperhatikan, ia mengambil pembalut berdarah itu yang entah
bagaimana tergeletak di lantai dekat tabung pemadam kebakaran,
seakan telah diseret ke sana, melekat pada bagian bawah sepatu si
pembunuh, dan membuang ke keranjang sampah kamar mandi di
apartemen Hoolian, kurang dari enam meter jauhnya.
Selama bertahun-tahun, ia terus mengulang adegan itu di kepala,
bertanya pada diri sendiri mengapa itu harus terjadi. Tiap kali yang
bisa ia ingat adalah betapa takut dulu perasaannya. Tentu saja, ia
takut tertangkap, tetapi ini lebih dari itu. Ia pasti takut jika hal itu tak
ia lakukan, yang kini ia sadari. Ia takut kariernya jatuh, bahwa semua
orang akan melihat bahwa pada kenyataannya, ia bukan orang yang
dapat dipercaya untuk jabatannya.
Francis membuka pintu lemari obat dan menutupnya. Brengsek.
Tepat seperti dalam perang, kau tak selalu bisa menunggu untuk
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

bukti mutlak. Lagi pula, mereka semua bersalah untuk sesuatu hal,
kan?
Tapi dua puluh tahun sejak kejadian itu, ia tak pernah melampaui
batas lagi. Tangisan ayah anak itu ketika hakim berkata, "Hukuman
dua puluh lima tahun penjara,' telah mengembalikan ketakutannya
akan Tuhan. Ia telah diperingatkan.
Entah mau mengakuinya atau tidak, ia berubah setelah peristiwa
itu. Tidak sekaligus, tetapi bertahap. Berhenti minum dan main
perempuan, mulai menghabiskan waktu bersama anak-anak dan
memperbaiki hubungan dengan Patti. Dan, memastikan seyakin-
yakinnya bahwa ia tak pernah menjebloskan orang ke penjara lagi
tanpa memberinya kesempatan yang adil. Dilihat dari sudut apapun,
ia telah menanggung hukumannya. Jadi, mengapa ia terus merasakan
tangan dingin ini di jantung?
Ia meninggalkan kamar mandi dan melihat mesin penjawab
telepon berkedip di atas meja. Terlalu dini untuk mengharap kabar
dari Dave di kantor forensik, sehingga pikirannya melayang kembali
pada Eileen. Anak-anak menyimpan rahasia. Apapun artinya. Ia
bertanya-tanya apakah ia melewatkan sesuatu lagi selama ini. Darah
yang sama dua puluh tahun kemudian. Ayolah, Dewa Hal-hal Kecil,
berikan petunjuk. Separo sidik jari pada gelas air. Noda darah di
serat karpet. Sebuah noda DNA Hoolian di salah satu handuk
Christine. Ia bukan mencari hasil tertentu kali ini. Sudah cukup aku
bermain- main dengan takdir, ia membatin. Waktunya tak tepat dan
manfaatnya juga nihil. Cukup bantu aku melakukan hal yang benar,
kali ini.
Telepon berdering sebelum ia memencet tombol Playback.
Diangkatnya cepat gagang telepon, berharap itu adalah Rashid yang
membawa kabar baik dari gudang barang bukti, lalu menggeram,
"Yo." Tetapi hanya ada bunyi desis, seperti jatuhan salju di angin
keras.
"Ada orang di sana?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Ia melirik kotak identitas penelepon dan menemukan kata "Tak


tersedia."
"Dengar, siapa pun ini, aku sedang tak butuh permainan
brengsekmu. Aku capek. Jika ingin menyampaikan sesuatu, hubungi
aku di kantor."
Ia mendengar tarikan napas ringan di saluran telepon dan
mendadak ruangan terasa lebih dingin.
"Oke, Brengsek."
Ia menekan tombol off dan melemparkan telepon ke tempat tidur.
Kemudian berpikir sejenak dan mencoba melacak nomor tadi,
namun tak berhasil. Terserah. Aku tak takut hantu. Ia pergi ke
jendela untuk melihat seberapa banyak sinar matahari yang masih
dipunyainya. Kaca di bawah jemarinya terasa dingin dan sedikit
berembun, seolah-olah seseorang baru saja menghembuskan napas
ke sana dari samping. Awan menggantung rendah di atas sungai, di
sana-sini bayangan separo memayungi gedung- gedung perkantoran
Manhattan. Dan, dari kamar sebelah, ia mendengar air menetes dari
langit-langit, memerciki wastafel dengan jeda yang ganjil.

31

HOOLIAN MEMPERHATIKAN tetesan air hujan yang turun bagai


seratus ribu benang pancing dan membungkukkan badan di depan
kamar mandi Zana, masih mencoba menegakkan pintu.
"Siapa pun yang mengerjakannya, ia pasti sedang teler," katanya.
"Lihat posisi engsel yang salah ini."
"Hmm." Perempuan itu berdiri beberapa meter darinya, tangan
terselip di bawah ketiak, mengamati lelaki itu dengan mata cokelat
besarnya, mungkin berharap lelaki itu tak membuat keadaan lebih
buruk.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Zana tinggal di lantai dua sebuah gedung lama yang tak pernah
diperbaiki di Red Hook, daerah yang berbatasan langsung dengan
laut, terpisah dari bagian Brooklyn lain oleh jalan kereta api. Crane
dan pembongkar kargo menumpuk seperti dinosaurus di tepi
dermaga. Jalan-jalan dibuat dari batu bulat dan memiliki nama-nama
seperti Pioneer, Verona, King, Beard, Coffey, dan Visitation Place;
dan sepertinya ada saja orang nongkrong di pintu gudang setiap satu
atau dua bloknya, memberi kesan orang itu melakukan pekerjaan
yang mungkin tak ia sukai. Bahkan dalam hujan, Hoolian bisa
melihat sebagian Patung Liberty lewat kaca jendelanya, dan kadang-
kadang kapal membunyikan klakson saat melewati Terusan
Buttermilk di dekat sana.
Zana telah bekerja amat keras untuk memperindah tempat
tinggalnya, menggantungkan syal warna cerah di lorong pintu
masuk, menyalakan lilin di beberapa titik. Ia juga menutupi lubang
di dinding dengan panel kartun hitam-putih yang digambari tokoh-
tokoh mungil yang mengembara di sepanjang lorong mirip ngarai
dan lukisan bayi dalam keranjang, yang jika diamati lebih saksama
ternyata merupakan lukisan wanita yang sama pada tahap-tahap
kehidupan berbeda, diabadikan oleh formaldehyde.
"Kau pasti tidak punya bor, kan?"
Zana pergi ke kamar sebelah dan kembali dengan bor listrik Black
& Decker, mata bor seperempat inci telah terpasang di sana.
"Kenapa wanita selalu punya alat-alat ini tapi tak tahu cara
menggunakannya?" tanya Hoolian, mencolok steker dan mengamati
dinding dengan hati- hati, mewaspadai percikan api yang mungkin
muncul.
"Ia tukang kayu."
"Siapa?"
"Lelaki yang bersamaku sebelumnya. Suamiku."
"Suami-mu?" Hoolian hampir menjatuhkan bor. "Maksudmu?
Mengapa kau tak pernah menyebut-nyebut tentang ia sebelumnya?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Ia tak ada hubungannya sekarang. Kami telah berpisah.”


“Oh."
Ia menusukkan bor dua kali dan melirik, berusaha mencari
sesuatu untuk diucapkan. Rasanya seperti baru saja memergoki
seseorang tengah mengobrak-abrik selnya. Ia berpaling dan mulai
mengebor lubang baru di kusen, menyibukkan diri sebelum ia
melakukan hal bodoh.
"Ia berasal dari kota yang sama," jelas Zana. "Orang tua kami
saling kenal. Kau tahulah kisah seperti itu. Mereka mengira ia bisa
menjagaku setelah apa yang terjadi di sana. Tetapi kami lalu tiba di
Amerika, dan ia bahkan tak bisa menjaga dirinya sendiri."
Hoolian menaruh bornya dan meniup debu kayu dari lubang,
berusaha melihat seberapa dalam lubang itu. "Apa maksudmu?"
"Ia benar-benar brengsek. Tak ada lagi yang bisa kuceritakan
tentangnya."
Narkotika, duga Hoolian, berusaha tetap tenang. Itu sepertinya
merupakan jawaban bagi satu dari tiga pertanyaan yang muncul di
permukaan sebagaimana yang muncul dari dalam. "Setidaknya kau
masih menyimpan peralatannya." Ia mengambil alat ukur yang
disodorkan Zana, berpura-pura tak terlihat begitu terganggu.
"Ya, salah satunya..."
Perempuan itu menatap keluar jendela, lebih tertarik mengamati
cuaca daripada membahas topik ini. "Jadi kalian bercerai sekarang?"
"Tentu." Ia melambai pada seseorang di luar. "Aku menengoknya
sesekali. Sangat jarang."
"Waktu itu kau pasti masih begitu muda."
Hoolian menahan satu engsel di atas kusen dan membuat tanda
untuk tempat sekrup kedua, berkata pada dirinya sendiri bahwa
beginilah orang dewasa di luar penjara dibikin sibuk dengan hal- hal
semacam ini.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Semua orang juga pernah muda. Ini hanya alasan yang dibuat-
buat."
Hoolian meraih bor dan mulai membuat lubang lain. Ia berpikir
tentang semua hal lain yang mesti dikerjakan saat ini untuk
menolong dirinya sendiri. Ia mestinya menyelidiki lebih giat;
mencari saksi lebih banyak untuk alibinya. Dan paling tidak,
mestinya mencari pekerjaan lain atau menulis surat pada serikat
tempat ayahnya bergabung, untuk mencari tahu apakah ia berhak
atas sejumlah barang. Tetapi, sekali lagi di sanalah dirinya, Hoolian
si bodoh, tak bisa menolak wanita yang butuh pertolongan.
"Sudah berapa lama kau tinggal di sini, ngomong- ngomong?" ujar
Hoolian, melepaskan ketegangan dan membiarkan desau kesedihan
berembus keluar. "Sepertinya kau tak punya kerabat atau teman di
sekitar sini."
"Baru beberapa bulan," jawabnya. "Sebelum ini, aku tinggal di
Pelham Parkway di Bronx, tapi di sana keadaannya hampir seperti di
negeri asalku. Orang-orang yang kenal keluargaku—aku tak tahan.
Aku harus pindah. Ibuku menangis dan menangis, tapi kubilang,
'Meme, kenapa kau sedih? Kita di Amerika. Shtendosem.
Tenanglah.'"
"Ya. Kau tak bisa menyalahkan orang lain jika ingin memulai
awal yang baru."
"Jadi kau bisa memperbaiki pintu ini? Menyenangkan sekali,
memiliki privasi sendiri."
"Yeah, kukira ini akan baik-baik saja." Ia mengukur jarak antara
engsel atas dan bawah, senang tangannya sibuk. "Tapi siapa yang
memasang pintu ini sebelumnya? Sepertinya ia menaruh sedikit
dempul saja. Masih belum kering pula."
"Suamiku. Semua yang ia lakukan tak ada yang beres."
Hoolian menoleh perlahan. "Kukira kau tak pernah melihatnya
lagi setelah pindah dari Bronx."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Kadang ia mampir ke sini. Jika ada perlu."


"Begitu." Ia membiarkan lidah alat ukur itu tertarik kembali ke
tempatnya dan menjatuhkannya ke lantai.
Tersadar olehnya ada dua kamar lain di apartemen itu yang belum
ia perlihatkan. Ia mendengus dan melirik ke kamar mandi, seolah-
olah ia bisa mencium kehadiran pria lain di sana. Ototnya
mengumpul saat memikirkan apa yang akan ia lakukan jika ternyata
ia dipermainkan lagi.
"Ya, kalau kau bertemu suamimu lagi, bilang padanya agar lebih
baik diamkan saja alat-alat ini jika tak bisa menggunakannya."
Tetapi alih-alih mendengarkan Hoolian, Zana bergegas
meninggalkan mangan, terpancing oleh suara kunci berputar di pintu
depan.
Bunyi gemerencing itu menohok langsung ke ujung sarafnya saat
pintu tertutup. Ia mendengar Zana tertawa dan bicara pada seseorang
dalam nada riang yang tak pernah terdengar saat bersamanya.
Hoolian berlutut dan berusaha meluruskan engsel bawah,
menyadari dirinya telah dimanfaatkan lagi. Mestinya ia pergi saja
dan meninggalkannya dengan pintu kamar mandi terbuka. Biar si
bodoh lain yang mengumsi. Atau, sadar tangannya memegang bor
sebagai senjata, ia bisa beradu mulut dan dada jika saingannya
masuk. Alih-alih demikian, ia memutuskan untuk menyelesaikan
pekerjaan, sebagaimana Papi akan melakukannya, hanya untuk
memamerkan pada saingannya sambil berujar: lihat, beginilah cara
seorang pria melakukannya. Lalu berbalik dan pergi, seperti jago
tembak di atas kuda.
"Hey, kau punya obeng untuk menyelesaikan pintu ini?" ia
memanggil, menurunkan suara setengah oktaf untuk memberi tahu si
pengganggu bahwa ada dirinya di sini.
"Sebentar," jawab Zana, sebelum ia berbisik-bisik penuh
konspirasi pada tamunya.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Sudah cukup, putusnya. Ia tak akan tinggal lebih lama lagi. Ia


belum pernah melewati kesulitan-kesulitan yang bisa membunuh
lelaki lain sepuluh kali hanya untuk diperlakukan dengan tak hormat
seperti ini. Ia setengah bangkit dari posisi membungkuk, bersiap-siap
adu kepala.
Tetapi, tirai di antara kedua ruangan itu bergerak dan alih-alih
mengira akan menjumpai lelaki mabuk, sesosok bocah lelaki kecil
muncul, empat atau lima tahun umurnya. Anak itu bergerak
sembarangan, seakan-akan lengkung kakinya belum terbentuk
sempurna dan ukuran kepala membuatnya maju ke depan. Matanya
agak terlalu besar dan kulitnya berwarna kentang pucat. Hoolian
menoleh pada Zana, meyakinkan kemiripan antara ibu-dan-anak, dan
baru disadarinya anak itu membawa obeng dengan ujung mengarah
ke lantai.

32

BULAN TERBUNGKUS awan hitam ketika Patti muncul dan


menemukan Francis di atap dalam suasana hampir gelap gulita,
senternya bergerak perlahan melintasi kegelapan. "Unit TKP?" tanya
Patti.
"Bocor di atas wastafel kamar mandi itu lagi. Membuatku gila."
Istrinya menghampiri dan menempelkan badan padanya. "Kau
dingin. Kau tak di sini sejak hujan tadi, kan?"
"Sebagian kena hujan. Hujan bakal makin besar nanti."
Ia menoleh ke arah Manhattan, lampu- lampu tampak semuram
dan sekabur lampu bawah air buatnya, kini. Ia ingat betapa dulu
senang pergi ke sini dan menatap lampu- lampu itu, mengetahui
bahwa setiap jendela yang bercahaya adalah bagian dari kode
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

genetik raksasa kota itu, pola yang hanya dipahami para dewa dan
perencana kota.
"Bukankah sulit menemukan atap yang bocor dalam gelap?"
"Waktu paling baik untuk mencarinya adalah tepat setelah hujan."
Sinar senternya mengembara tanpa tujuan. "Air bisa datang dari
mana saja."
Sebuah bus di bawah berlalu mendesah, bersama para pengendara
larut malam.
"Lalu, ada berita apa?" tanya Patti.
"Kau tahu bagaimana aku benar-benar dipusingkan oleh masalah
brengsek yang terjadi di laboratorium?"
"Ya, kau mencari DNA Julian Vega dan malah menemukan
sampel dari wanita yang sama pada kedua korban."
"Tepat. Karena itu aku mencari sampel Eileen Wallis agar kami
bisa mengeliminasi putrinya, Allison, sebagai sumber DNA." Ia
sengaja tak memberi tahu istrinya tentang muslihat sapu tangan itu;
menyadari sebagai mantan jaksa Patti pasti akan mengecam.
"Tapi untuk apa kau membutuhkan sampel itu? Ia sudah mati,
bukan?"
"Tentu saja, tapi kami masih harus melalui semua tahapan untuk
memastikan tak ada yang mengacau dan keliru melabeli darah si
korban."
"Dan?"
"Aku baru mendapat telepon dari David Abramowitz di kantor
forensik lewat ponsel." Ia menarik napas panjang, masih berusaha
menyerap hal yang baru didengarnya. "Hasilnya sudah ada. Eileen
Wallis adalah ibu dari wanita yang darahnya kami temukan pada
kedua TKP."
"Apa?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Begitulah. Ternyata itu putrinya."


"Tunggu." Patti menyentuh bahunya. "Jelaskan ini padaku."
"Oke. Ada darah di bawah kuku korban pada pembunuhan tahun
1983, seolah ia mencakar penyerangnya. Semula, kami mengira itu
mungkin DNA Hoolian. Tetapi ketika kami membandingkannya
dengan darah Allison yang tertinggal di. sarung bantal, ternyata
cocok. Keduanya adalah darahnya."
"Aku mengerti sejauh ini," kata Patti. "Ia berlumuran darah di
mana-mana."
"Benar. Itu sering terjadi. Masalahnya adalah Dave sudah
melakukan perbandingan dengan DNA yang diambil dari kuku
Christine tepat di hari sebelumnya. Aku memintanya melakukan hal
itu, dugaanku ini pasti akan mengarah pada Julian pada kedua kasus
dan kami dapat menahannya untuk itu. Alih- alih begitu, darah itu
cocok dengan DNA wanita di sarung bantal Allison."
"Oh..."
"Tepat. Karena itu kami sadar kami harus kembali lagi dan
memastikan bahwa darah yang dilabeli nama Allison di sarung
bantal itu benar-benar miliknya sejak awal. Karena jika tidak, kami
hanya melanjutkan dugaan keliru. Jadi kami mengambil sampel
ibunya, dan apa yang kami temukan? Bukan hanya darah putrinya di
sarung bantal, tetapi darah putrinya itu juga yang ditemukan di
bawah kuku Christine Rogers."
"Tunggu sebentar, tunggu sebentar." Patti melambaikan tangan.
"Kukira ia hanya punya satu putri. Aku tak tahu ia punya putri lain."
"Ia mengatakan dirinya memang tak memiliki putri lain."
"Oh, brengsek."
Terdengar suara pop keras dan mereka berdua terlompat. Suara
tawa anak-anak lelaki menggema dari toko kelontong di sudut jalan,
dan Francis menyadari seseorang baru saja menyalakan petasan kecil
di atas tutup kaleng sampah logam.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Aku bingung, Patti," akunya. "Aku benar-benar tak mengerti."


"Tapi bagaimana mungkin hal itu terjadi? Maksudmu kau
menemukan sel kulit Allison Wallis di bawah kuku Christine Rogers,
dua puluh tahun setelah pemakamannya?"
"Sepertinya begitu."
"Dan seberapa besar kemungkinan terjadi kesalahan?" Patti mulai
berpikir secara analitis lagi setelah bertahun-tahun jauh dari kantor
jaksa.
"Tak ada, kecuali jika hal ini melibatkan kembar identik."
"Ada yang bermain- main denganmu," katanya.
"Sudah pasti."
"Maksudku, seseorang benar-benar mempermainkanmu. Aku
belum pernah mendengar hal seperti ini."
Francis mengangguk muram. "Aku bekerja bersama seorang anak
muda dari gugus satu-sembilan, Rashid. Ia kembali ke gudang
barang bukti malam ini, untuk mencari tahu siapa tahu bisa
memperoleh benda yang menyimpan darah Allison. Adiknya
berteman dengan seorang gadis yang bekerja di sana. Tapi,
sejujurnya, aku tak tahu apa yang akan kulakukan jika ia
menemukan profil yang sama, yang membuktikan bahwa DNA
Allison yang ada di bawah kuku Christine."
"Kau yakin mengubur gadis yang benar pada tahunr 1983?".
"Oh, demi Tuhan, Patti, kini kau terdengar seperti Eileen
Wallis..."
"Kenapa, apa yang ia katakan?"
'"Allison tidak mati'. Orang lain yang dikubur di Cricklewood."
Ia mengayunkan sinar senter, dan meninggalkan jejak dalam
kegelapan seperti ikan trout bergerak dalam air yang hitam.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Pasti ada anak perempuan lain." Patti menggelengkan kepala.


"Kecuali jika kakak lelakinya itu wanita yang menyamar atau
apalah."
"Aku berdiri di sampingnya di WC. Ia punya benda yang
kupunya."
"Maka Eileen bohong padamu."
"Mengapa ia mesti melakukan itu?"
"Siapa yang tahu? Kau bilang sendiri ia sinting."
"Yeah, tapi apa yang bisa kulakukan? Bagaimana kau mencari
seseorang yang tak ada? Jika Eileen punya putri lain yang tak ia
ceritakan pada siapa pun, gadis itu mungkin punya nama berbeda,
identitas yang sama sekali lain. Menemukannya akan seperti mencari
jarum di tumpukan jerami."
Francis mengarahkan senter ke luar ke kaki langit Manhattan,
pola yang tersusun berubah dan berganti tiap saatnya.
"Kau detektif sungguhan atau bukan?" Patti menyikutnya. "Kau
mencari seorang tersangka dan sudah mendapat DNA ibunya.
Menurutmu apa yang harus dilakukan? Berikan pada negara bagian
dan pemerintah. Lihat kalau-kalau kau memperoleh petunjuk. Jika
kau bicara tentang seseorang yang membunuh dua orang dalam dua
puluh tahun terakhir, ada kemungkinan ia pernah ditahan untuk
alasan lain, minimal sekali."
Francis mengarahkan senter ke bawah dagu istrinya, menyinari
dari bawah seperti Lincoln Memorial.
"Pintar juga, Anda, Nyonya," ujarnya.
"Banyak hal di dunia ini yang terlihat lebih mudah dimengerti jika
kau punya vagina."
Francis mengangguk, menyadari kebenaran universal ini bahkan
saat ia mulai terperosok kembali dalam keputusasaan.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Masalahnya, aku tak tahu apa yang harus kami lakukan jika cara
itu tak berhasil. Kukira kita bisa mencoba pencarian buku nikah dan
akta kelahiran skala besar, untuk melihat kalau-kalau Eileen pernah
menikah sebelumnya atau menyerahkan anak untuk diadopsi tanpa
mengatakan pada siapa-siapa. Tetapi masalahnya, jika kini
berbohong soal memiliki anak lain, ia juga mungkin waktu itu
berdusta dan menggunakan nama berbeda."
"Kalau begitu, aku tak tahu bagaimana kau akan
memecahkannya."
Ia menyapukan sinar ke udara, tak lagi mampu melihat lebih dari
satu meter di muka. Kegelapan telah merayapinya. Ia naik ke sini
dengan anggapan mungkin dapat memperoleh secercah cahaya
matahari di saat-saat terakhir, tetapi malam tiba-tiba saja
meliputinya.
"Francis," kata Patti pendek. "Aku ingin menanyakan sesuatu
padamu."
"Apa?"
"Apakah ini berarti kau memenjarakan orang yang salah?"
Dilihatnya sinar itu sedikit berkedip dan diguncangnya senter itu,
berharap baterainya tak habis.
"Kau tak tahu itu dan aku juga tidak," jawabnya terlalu cepat.
"Aku masih berpikir Hoolian terlibat dalam peristiwa itu. Terlalu
banyak kebetulan, Christine Rogers sering bicara tentangnya, dan
mengumpulkan kisah kasusnya."
"Jadi, kau ingin bilang bahwa ini...konspirasi?" tanya Patti,
seolah menganjurkan agar pergi tidur akibat mabuk di sofa.
"Aku tak tahu. Aku hanya bilang, aku tak menjebloskan orang tak
bersalah selama dua puluh tahun."
"Kau terdengar begitu yakin, untuk seseorang yang belum
mengetahui semua faktanya."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Hey, aku hanya melakukan tugas. Aku menyerahkan kasus itu


pada Jaksa Wilayah dan ia menyerahkan pada juri. Mereka yang
memberi keputusan atas barang bukti. Itu saja. Aku hanya bagian
dari proses."
Wanita itu meraih tangan suaminya dan meremas lebih kuat dari
yang mungkin lelaki itu harapkan.
"Biarkan saja salju turun semau mereka," katanya. "Aku bisa
menanganinya."
"Kuharap begitu, Francis."
Ia melepaskan tangannya. "Aku akan tidur nyenyak jika kasus ini
selesai."
"Oke. K upegang kata-katamu."
Didengarnya istrinya itu pergi menjauh, kembali menuju ambang
pintu dan tangga. "Kau ikut tidur?"
Francis melangkah ke satu undakan dan hampir tersandung pada
ember yang berniat ia bawa turun selagi matahari masih ada.
Kegelapan tak memberinya kesempatan, tak ada petunjuk ke
mana mesti berbelok. Gelap mengurung Manhattan, menghalangi
bintang dan menelan jendela rumah para penghuni. Kegelapan
menjadi hidup bersama hal-hal yang tak terlihat: alarm mobil, sirene
ambulans, pesawat yang terbang rendah, decit rem, omelan sinting,
kaca pecah.
"Aku tak bisa.”
“Apa?"
"Kubilang, aku tak bisa. Aku tak bisa bergerak dari tempatku."
"Mengapa?"
"Karena aku tak bisa menemukan jalan turun dari sini, Sayang,"
jawab Francis. "Aku tak bisa melihat apa-apa."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

33

"BEGINI CERITANYA ."


Hoolian menggelar peta kereta bawah tanah di lantai kayu
sembari putra Zana, Eddie, duduk di pangkuannya, masih bermain
dengan obeng.
"Jadi tiap Sabtu, saat anak-anak lain masih tidur, Papi akan
membangunkanku pagi-pagi sekali dengan roti gulung mentega dan
cafe con leche dan membawaku naik kereta."
Kepala kecil berat itu bersandar di dada dan ia mulai menyusuri
garis berwarna panjang itu dengan jarinya.
"Kami akan menaiki jalur berbeda tiap kalinya agar seolah-olah
sedang bertualang. Kadang-kadang kami mencari stasiun hantu."
Anak itu melirik dari bahunya dan mengernyitkan hidung.
"Kau tak tahu stasiun hantu?" tanya Hoolian. "Itu adalah stasiun-
stasiun terbengkalai yang telah dilupakan orang. Jadi ketika kau
memalingkan kepala dengan sangat cepat saat kereta melewati
putaran balik, kau bisa lihat mereka membangun gua cantik di bawah
Balai Kota, dengan tempat-tempat lilin kuningan dan ubin Gustavino
indah di dindingnya/Ayahku bilang, jika naik kereta larut malam,
kau bisa melihat hantu-hantu dalam pakaian pesta, berdansa, dan
minum sampanye."
Anak itu mengerutkan wajah lagi, berusaha memasang wajah
sinis, tapi matanya justru bersinar.
"Tapi kesukaanku selalu hari St. John Pembaptis," lanjut Hoolian,
tahu anak itu berada dalam kendalinya. "Nah, setiap musim panas,
Papi akan mengajakku naik kereta F ke Coney Island untuk mencoba
semua jalur kereta. Namun setelah seharian, kami akan pergi ke
pantai dan bergabung dengan orang lain yang berkumpul di
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

sepanjang pesisir untuk berjalan mundur ke arah laut. Seperti ritual


penyucian untuk membersihkan diri dari kemalangan."
Ia diam sejenak, mengingat-ingat. Ayahnya tak pernah benar-
benar suka hal- ihwal tradisi, tetapi sungguh menyakitkan baginya
untuk tak bisa lagi berjalan mundur ke dalam air bersama anaknya
untuk terakhir kali. Negara membuat Hoolian memulai hukuman
sebelum el Dia de San Juan Bautista pada tahun itu.
"Eddie." Zana muncul dari dapur memegang busa pencuci. "Ba."
"No, Meme," jawabnya, memohon waktu lebih.
"Ayo," ibunya bersikeras. "Buat seperti pohon dan pukul."
Eddie berpaling dan memeluk Hoolian, seolah pelukan itu bagian
dari rutinitas malam hari yang biasa mereka lakukan selama
bertahun-tahun. Kemudian ia melompat dan berlari untuk mandi,
tanpa menyadari ia baru saja mengoyak segumpal rasa kesendirian
dari hati seorang pria dewasa.
"Mengapa kau tak pernah memberi tahu bahwa kau punya anak?"
Hoolian menoleh di belakang Zana, bertanya-tanya betapa hal itu
terjadi begitu cepat.
"Itu tidak menarik bagi kebanyakan lelaki."
Hoolian mendengar suara gemercik air mandi dan ia beranjak ke
dapur untuk membantu Zana menyelesaikan cuci piring.
"Aku senang kau membolehkannya membantumu," kata Zana.
"Baik baginya untuk melihat pria dewasa bekerja. Tidak seperti
ayahnya, yang sama sekali tukang keluyuran. Ia suka padamu."
Pernyataan itu tak sesuai kenyataan, pikir Hoolian. Anak itu
berlari- lari di dekatnya, membawakan alat-alat dan air, melontarkan
saran-saran tak diminta tentang cara mengetam sudut dan
mendempul sisi engsel, menatap penuh kekaguman saat pintu
mengayun terbuka untuk pertama kali.
"Siapa yang menjaganya sepanjang siang?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Tetanggaku Ysabel punya anak gadis kecil, umurnya hampir


sama. Jadi kami saling bertukar menjaga. Ia sobatku dari kampung
halaman si tukang teler."
Zana tersenyum malu- malu, terlihat rongga kecil di antara dua
gigi depannya. Tapi entah mengapa hal itu membuat wajahnya lebih
hidup dan membikin Hoolian sedikit tergetar, menyadari perempuan
itu baru saja memperlihatkan sesuatu yang jarang ia tunjukkan pada
orang lain.
"Ya, dulu aku sering membantu Papi saat seumurnya. Itu satu-
satunya cara aku belajar membuat segala sesuatu dengan tanganku."
"Kau tak pernah ingin punya anak sendiri?"
"Oh, tentu." Ia mengambil kain lap dan mulai mengeringkan
piring. "Kurasa aku akan menjadi ayah yang hebat. Pepatah bilang
kau meneruskan apapun yang kau terima ke generasi berikutnya."
"Jadi, mengapa kau belum melakukannya?" ia menyerahkan
sebuah piring. "Apa?"
"Punya anak, di usiamu? Apa yang menahanmu?"
"Aku tak tahu. Belum pernah berhasil saja."
"Aku tak percaya." Zana mematikan keran air panas dan
menghadap Hoolian lurus-lurus. "Entah kau gay atau jatuh cinta
pada wanita lain."
"Aku bukan gay," ujarnya, menyilangkan tangan di depan dada
dan melepaskannya lagi, khawatir terlihat feminin.
"Lalu kenapa? Kau ingin mengatakan padaku bahwa tak pernah
ada wanita lain?"
"Aku tak ingin membahas hal itu."
"Sudah kuduga," katanya.
"Itu sudah lama sekali."
"Ia menyakitimu?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Aku tak mengerti mengapa harus ada seseorang yang patut


disalahkan. Kadang terjadi begitu saja."
Hoolian mengambil busa dan mengelap meja makan dengan
permukaannya yang keras, menyeka noda tomat dan spaghetti
kering.
"Tidak, kurasa bukan begitu," ujar Zana. "Seseorang selalu
menjadi korban."
"Ya, aku belajar untuk tak memandang dengan cara seperti itu."
Ia menyelesaikan pekerjaannya mengelap meja dan pergi ke
kamar lain, mendengar Eddie telah selesai mandi dan menonton
Sesame Street Visits the Firehouse di belakang.
Cahaya kuning pucat dari enam lilin berderik dan meredup dalam
bayangan, menciptakan suasana bawah tanah agak menyeramkan di
ruang tamu yang sedikit dikacaukan oleh suara Fireman Bob yang
menyanyikan "Waiting for the Bell to Ring."
"Kau masih memikirkannya?" Zana berdiri di ambang pintu.
"Kenapa kau berkata seperti itu?”
“Perasaanku mengatakan begitu." Lilin di hadapan Hoolian
bergetar, bilah Jingga kecil menusuk dalam kegelapan. "Ia telah
meninggal."
Zana melangkah dan berhenti di separo jalan. "Sungguh?”
“Ya. Sungguh. Sudah lama sekali. Benar-benar membuatku
kacau."
"Apa yang terjadi?"
"Sesuatu yang sungguh-sungguh brengsek. Bisakah kita tak
membicarakan hal itu?"
Pijar di depannya berguncang. Hoolian yakin Zana akan
menekannya sekarang. Dan, ia bakal terpaksa berdusta atau
mengatakan yang sebenarnya dan menghancurkan semua. Lelehan
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

lilin membelok ke dalam cawan. Sebagian dirinya sangat ingin


membeberkan seluruh peristiwa itu dan melupakannya. Meski,
hatinya hanya tertusuk dan tercabik. Tapi, sebagian lain dari dirinya
ingin bersandiwara sedikit lebih lama.
"Tapi suatu hari kelak kau akan cerita padaku?"
Hoolian mengeluarkan bunyi dalam di tenggorokan; bukan ya,
bukan pula tidak. Ia setengah berharap Zana akan mendengar nada
peringatan itu dan tahu diri untuk berhenti mengejar.
"Ya, kurasa sungguh menyedihkan," ujarnya. "Apa?"
"Memiliki hati yang baik namun tak ada orang yang
menerimanya."
"Siapa bilang hatiku baik?"
Didengarnya tumit telanjang Zana menginjak lantai kayu, satu per
satu. Mestinya ia pergi ke pintu sekarang dan membiarkannya
membuka. Naluri yang mengatakan untuk mendorong ia keluar dari
kepompong asalnya begitu menekan dada. Zana mengetahui
kebenaran tanpa perlu mendengar rinciannya: lelaki di hadapannya
terlalu rusak untuk menjadi seseorang yang berguna bagi siapa pun.
Hoolian mengenakan sepatu bot dan berdiri, bersiap membuat alasan
dan pergi.
Namun, Zana berdiri di hadapannya, menghalangi jalan dan
menatap lurus. Ia merasakan kehangatan tubuh wanita itu hampir
menyentuh tabuhnya dan sebuah perasaan yang hampir menyakitkan
menariknya menjauh. Ia berusaha bertahan, mengatakan pada diri
sendiri bahwa ini tak benar. Ini pasti sebuah trik, sebuah jebakan.
Apa yang wanita itu lihat darinya? Ia seharusnya ditinggalkan
sendirian. Ia mestinya tak tersentuh. Cinta tak sepatutnya
menghampiri. Lilin itu meretih dan Mr. Monster di ruang sebelah
berteriak-teriak karena rumahnya terbakar. Sisa-sisa pertahanannya
meleleh.
Ia melingkarkan lengannya pada Zana dengan hati- hati, merasa
yakin akan ditolak. Alih-alih demikian, lutut Zana naik di antara
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

kedua pahanya dan ia merasakan campuran rasa senang dan teror


merayapi. Tangan perempuan itu berhenti di belakang leher dan ia
menekankan tubuh padanya, melekatkan sebentuk hasrat. Dua puluh
tahun menahan diri tanpa pernah membiarkannya runtuh, tak pernah
mempercayai kenikmatan dan selalu mengharap yang terburuk,
bergulat dan berjuang menjaga dorongan paling kuat dalam tubuhnya
agar selalu terbungkus.
Dan, semua mengalir begitu saja. Zana menyapukan lidah pada
bibirnya dan melepaskan pakaian Hoolian dengan mudah seperti
seorang anak melepaskan tali sepatu.

34

FRANCIS MENENGADAH ke langit- langit, seorang pria dewasa yang


akan berusia lima puluh beberapa bulan lagi. Sebentar lagi menjadi
Detektif Kelas Satu dengan dua puluh lima tahun karier dan
sejumlah penghargaan. Terluka tiga kali dalam tugas dan tak pernah
cuti bekerja lebih dari sebulan. Ia bahkan pernah membunuh seorang
pria. Satu kali. Seorang narapidana bersyarat bernama Arturo Cruz
yang tengah mabuk dan Cuervo yang menyerangnya dengan pisau
Stanley tepat setelah Cruz menusuk istrinya hingga tewas. Francis,
yang baru empat belas bulan lulus dari akademi, menarik picu pistol
dua kali dan menjatuhkannya di lorong rumah petak Avenue C.
Bukan kenangan menyenangkan, tapi ia harus melakukan apa yang
harus dan persetan dengan mereka yang mempergunjingkan. Sejak
saat itu, ia menjebloskan para psikopat, penggorok leher, peleceh
anak, mafia, komplotan geng, dan pembunuh bayaran murahan. Ia
pernah melakukan operasi penyamaran tiga bulan dalam sindikat
perdagangan heroin besar di Loisaida, yang saat itu pemimpinnya
bersumpah—dan terdengar berkat alat penyadap—akan memenggal
kepala Francis jika bersaksi di pengadilan. Alih- alih meminta
perlindungan, Francis pergi ke pengadilan dan tertawa di depan
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

wajah si tolol itu. Tapi, kini ia di sini, di rumahnya sendiri, di


ranjangnya sendiri, di sebelah ibu dari anak-anaknya, merasa takut
pada kegelapan.
"Kau pasti mengira dirimu cukup cerdik," ujar Patti. "Apa
maksudmu?"
"Dari caramu menutup-nutupi, memindahkan perabotan.
Membiarkan lampu menyala di lorong. Memintaku mengemudi saat
cahaya redup. Kukira kau habis minum- minum lagi."
Francis berusaha membujuknya. "Aku tak bermaksud
membohongimu, Sayang."
"Tidak, tentu saja tidak. Kau hanya tak ingin memberitahuku
bahwa kau akan menjadi buta."
Istrinya duduk dan menyalakan lampu baca.
"Berapa lama?" katanya, mengarahkan sinar pada matanya dan
mengatur nyala cahaya pada tiga derajat.
"Aku tak tahu. Kurasa aku sudah menyadarinya beberapa lama
sebelum pergi ke dokter—"
"Bukan, Francis. Berapa lama lagi hingga kau tak dapat melihat
sama sekali?"
Patti menyelidiki matanya dari dekat, seolah-olah bisa melihat
spikula-spikula itu mengumpul.
"Tidak lama lagi, mungkin. Ini bukan seperti bakteri pemakan
otot atau apalah."
"Tapi pamanmu pernah mengalami hal seperti ini, bukan? Kau
cerita tentang ia yang selalu berteriak padamu karena mencuri
pemantiknya padahal benda itu berada tepat di hadapannya."
"Yeah, tapi ia memang benar-benar brengsek. Aku tak akan
seperti itu. Kau tahu aku, aku bisa menjaga diri."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Jadi, hanya itu? Ada perkara lain yang akan kau ceritakan
padaku? Kanker otak? Gagal hati?"
"Tidak. Kau hanya akan menikahi seorang pria buta. Seperti Ray
Charles tapi tanpa musiknya. Kukira cukup itu dulu saat ini."
"Brengsek kau, Francis. Kau kira ini lucu? Apa yang sudah kau
lakukan? Bercerita pada rekan-rekanmu di Coogan's sebelum
padaku?"
"Tidak, aku belum mengatakan pada siapa pun. Kupikir jika aku
tak mengatakan apa-apa, kebutaan itu tak akan benar-benar terjadi."
"Aku istrimu." Patti menarik selimut dari suaminya. "Akulah
yang akan mengisi formulir asuransi dan membawamu ke dokter.
Tidakkah kau pikir aku berhak tahu?"
Francis mendengar suara hujan memukuli jendela dan
mendengarkan suara bocor di kamar mandi, merasa ngeri pada tiap
tetesannya di wastafel.
"Apakah kau akan meninggalkanku sekarang?" tanyanya.
"Apa?"
"Aku hanya mengingatkan bahwa itu sebuah pilihan. Kau tak
berharap akan menjadi pasangan seorang cacat, toh."
Patti menopang dengan sikunya. "Kau benar-benar berpikir aku
akan melakukan hal itu?"
"Kalau kau pergi pun aku tak akan menyalahkanmu. Tuhan juga
tahu, kau bisa saja melakukannya ratusan kali sebelum ini dan tak
ada yang akan menyalahkanmu."
"Ya, ampun, Francis, aku bukan ibumu."
Ia menyeringai seolah-olah istrinya itu menggarukkan kuku ke
wajahnya.
"Sudah kuduga kau akan berkata seperti itu."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Maaf." Patti mencubit hidung suaminya. "Aku tak bermaksud


begitu. Aku hanya ingin bilang, kau tak akan kehilanganku."
Francis memeluk istrinya, bersyukur diam-diam. Namun di saat
bersamaan, ia bertanya-tanya berapa lama istrinya itu akan tahan
dengannya. Kau bisa mengatakan hal- hal yang menyejukkan,
memperlihatkan tindakan mendukung penuh kasih, tetapi pada
akhirnya, pria yang seharusnya menjaga wanita. Tak berapa lama
kemudian si wanita akan menyadari betapa hal- hal yang bahkan
paling sederhana sekalipun yang dulu mereka lakukan bersama kini
menjadi suatu siksaan. Malam di bioskop. Makan malam romantis di
restoran. Berjalan-jalan di taman saat senja. Rasa kasihan akan
mengikat mereka selama beberapa waktu, tetapi ikatan itu akan
mengendur sejalan waktu. Sang perempuan akan kehilangan
kesabaran. Ia akan jengkel karena harus selalu mengemudi, harus
selalu menunjuk jika ada asap keluar dari kompor, harus membuat-
buat alasan ketika melewati kawan lama tanpa mengenalinya.
Perlahan- lahan, mereka akan mulai merenggang, menjadi orang
asing dalam jarak begitu dekat, yang satu terang dan yang lain gelap.
"Jadi, kau benar-benar belum mengatakan apa-apa pada siapa pun
di kantor tentang ini?"
"Belum."
"Lalu apa yang akan terjadi kelak jika kau harus menyetir malam
hari?"
"Aku masih bisa menyetir cukup baik," jawabnya. "Malah, kau
tak tahu ada sesuatu yang salah hingga sekarang.”
“Dan bagaimana jika kau harus mencabut pistol?"
"Aku tak ingat kapan terakhir kali aku harus melakukan hal itu..."
Ia menengadah lagi, berpikir betapa ia dulu biasa melihat keempat
sudut langit-langit saat berbaring; detil di sekitar tepinya, ventilasi di
atas lemari, bentuk ganjil di samping jendela berisi saluran gas lama.
Tetapi kini semuanya hitam kecuali lingkaran cahaya kecil dari
lampu meja di atas kepala.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Dengar, aku tidak sesembrono itu," ujarnya.


"Jadi, kapan kau akan mengatakannya pada mereka?"
Ia berusaha menarik napas dalam-dalam, tapi paru-parunya
seakan mengerut sampai sebesar aprikot kering.
"Aku selalu berkala akan pensiun tepat setelah mendapatkan
promosi bulan April nanti." Ia meremas rambut belakang istrinya.
"Lima ribu dolar ekstra setahun, dan terakhir kudengar perguruan
tinggi New England tidak menurunkan biaya kuliahnya."
Segala hal setelah itu berada di luar pemikirannya. Apa yang akan
ia lakukan setelah pensiun nanti? Ia berusaha memikirkan masalah
itu secara praktis beberapa minggu terakhir. Pekerjaan penyelia
keamanan yang ingin ia lamar di Wall Street di luar jangkauan: tak
akan ada panggilan untuk penyelia dengan mata yang terus
memburuk. Ia bahkan tak akan bisa menunjukkan sikap santun untuk
meminta orang memperlihatkan kartu identitas mereka di lobi.
Lingkaran cahaya di atas kepalanya meredup sedikit. Sudah pasti ia
tak akan menghabiskan waktu bermain golf bersama mantan polisi
lain. Dan lupakan tentang kapal layar yang bertahun-tahun lalu
berniat ia beli. Ia mungkin bahkan tak akan cukup berguna
membantu Patti berkebun di halaman belakang.
"Tidakkah seharusnya kau memberi tahu mereka lebih cepat?"
"Sama sekali tidak.”
“Mengapa tidak?"
"Aku sedang menangani dua kasus besar, Patti. Menurutmu, aku
harus bagaimana? Pergi begitu saja?"
"Tentu. Masih ada polisi lain yang bisa menanganinya.”
“Tidak. Kasus ini milikku. Aku yang bertanggung jawab.”
“Itu egomu yang bicara."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Kau mengatakannya seolah itu hal yang buruk." Ia menaruh


tangannya di atas dada, seolah merasa terhina. "Ego itu telah
bersikap sangat baik padaku selama ini."
"Jangan seperti bajingan, Francis."
"Baiklah." Ia mengangkat tangan, mengulangi dengan tulus. "Kau
sebelumnya bertanya, bagaimana perasaanku jika ternyata aku
menjebloskan orang yang tak bersalah. Benar?"
Istrinya mengangguk hati- hati, waspada akan jebakan.
"Nah, aku hanya mencoba memastikan semua dilakukan dengan
benar, aku tak akan membiarkan siapa pun mengambil berkas dari
mejaku dan mulai mengkritik caraku menjalankan penyelidikan."
Patli mendadak duduk dan memeluk lututnya. "Francis, apa ada
hal lain yang belum kau ceritakan padaku?"
"Tidak. Apa misalnya?"
"Aku tahu kau. Aku tahu jika kau menyimpan sesuatu dariku—
setidaknya, kukira aku tahu. Apa ada sesuatu terjadi antara kau dan
Julian yang belum kau ceritakan?"
Francis menengadah dan dilihatnya lingkaran cahaya di atas
kepala mengerut lebih kecil lagi.
"Apa yang ingin kau tanyakan padaku sebenarnya, Patti?"
Istrinya membiarkan pertanyaan tersebut mengambang beberapa
lama. Suara bocor di kamar mandi mulai menderas kembali. Ini
akibatnya jika tidur bersama seorang mantan jaksa.
"Aku bertanya, apakah saat itu kau melakukan sesuatu yang tak
boleh kau lakukan?" ucap Patti dalam nada rendah disengaja.
Ia memaksa diri menatap istrinya, sadar ia telah sedikit
menakutinya. Dua puluh dua tahun ia telah memintanya bersabar
dalam banyak hal. Ia membuatnya melonggar dan menerima hal- hal
dalam hidup yang mestinya ditolak dan mungkin bisa ia pakai
sebagai alasan mengusirnya keluar. Dan tiap kali, entah bagaimana,
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

istrinya itu membesarkan hati dan menyisakan ruang di hati untuk


menerima dirinya. Seperti membuat jalur khusus dan titik akses bagi
orang cacat. Tetapi ini sudah keterlaluan. Ia tak akan bisa mendengar
pengakuan suaminya sambil tetap mencintai. Jika berusaha membuat
diri cukup besar hati untuk menerima, ia akan meledak. Dan, karena
itulah Francis memutuskan tak akan meminta hal itu darinya.
"Sayang, aku hanya ingin berkata, tolong biarkan aku
menyelesaikan apa yang telah kumulai. Oke? Jangan memancingku
bertengkar. Jika ada sesuatu yang salah dalam kasus ini, biar aku
yang memperbaiki. Kau tahu jika tidak begitu kau tak akan hidup
bersamaku."
"Memang."
Patti berbalik dan mematikan lampu. Mereka berbaring
berdampingan dalam gelap, hujan bagaikan jackpot menggempur
jendela.
“Francis?" ia menyikut perlahan di bawah selimut. “Apa?"
“Cobalah untuk menjadi orang baik. Oke?"

35

DUA PULUH tahun di penjara memberi pengaruh banyak pada


keahlian bercinta seorang pria. Sebagian besar gerakan bercinta yang
pernah Hoolian lihat hanya berasal dari majalah porno atau yang ia
lihat di ruang tunggu, saat para penjaga secara rutin harus
menghentikan main- main tangan di bawah meja dan bercinta
sembunyi-sembunyi. Akibat tak punya hubungan dengan wanita
nyata di luar, Hoolian tak dapat merencanakan kunjungan intim.
Alih-alih begitu, pada bulan pertama di Attica, ia menemukan
dirinya sendirian di pancuran bersama lelaki besar bernama Dirty D.,
yang berdiri di bawah curahan air, menatapnya dan menyabuni
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

bagian intimnya terus-menerus hingga Hoolian bertanya, "Sedang


apa, Bung?" Dan, bandit itu hanya merendahkan satu kaki untuk
menyabuni bagian dalam salah satu celah dan menjawab,
"Menurutmu sedang apa? "
Ia hampir tak dapat keluar dari situasi itu hanya dengan hidung
patah dan gigi tanggal. Untungnya, setelah itu, ia mendapat
perlindungan dari penjahat narkotika bernama Ronnie Raygun dan
beberapa anggota geng yang ia beri nasihat hukum. Sementara itu,
kebutuhan biologis itu tak pernah pergi. Hasrat itu tampaknya selalu
datang pada saat-saat terburuk. Pagi hari, saat larut malam, saat
melamun di dapur, menatap bentuk payudara dan pantat di awan
ketika berada di lapangan olah raga. Berapa kali ia hampir
menggergaji jarinya atau memaku paku ke buku jari gara-gara tak
berkonsentrasi di kelas pertukangan? Seakan-akan seluruh tahun
berlalu saat ia tak mengerjakan apa pun kecuali berkhayal tentang
wanita dan satu-satunya sumber informasi yang dapat diandalkan
yang ia miliki tentang cara memuaskan mereka adalah sebuah buku
yang beredar di seluruh blok berjudul Rahasia Bercinta Lesbian
Bagi Pria.
Karena itulah rambut halusnya menegang ketika pertama kali
Zana menyentuh. Tak ada irama atau tegangan sama sekali—hanya
mengutuki diri sendiri.
"Kau tak apa-apa?" Cara perempuan itu menyentuh bahunya
sambil tersenyum bersimpati hanya membuatnya bertambah buruk.
"Ya, hanya sudah lama sekali."
"Bisa kulihat." Zana setengah tersenyum dan mulai berpaling,
bilah bahu tipisnya bergetar sedikit. "Jangan khawatir..."
"Kau menertawakanku?" tanya Hoolian.
"Tidak, tentu saja tidak."
"Kau menertawaiku." Ia merasa seakan dirinya tenggelam dalam
lautan kecut penghinaan. "Mengapa kau tak menatapku?”
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

“Aku mencari kaus.”


“Kubilang, lihat aku."
Tiba-tiba Hoolian menangkap dan mendorongnya ke ranjang sofa,
terlupa akan putra Zana yang tidur di ruang sebelah. Zana melawan
dan berusaha menendang.
"Apa-apaan kau?"
Ia harus membuktikan sesuatu sekarang. Diraihnya pergelangan
kaki wanita itu. Punggung wanita itu melengkung, seolah ada jeritan
terperangkap di dada.
"Bukaaaan, tidak seperti ini..." ia terengah.
Terasa olehnya wanita itu menggeliat dan mencengkeram
segenggam rambutnya. Ia menahan diri, merasa yakin wanita itu
akan segera berteriak memanggil polisi. Tetapi sebelum ia dapat
menangkupkan tangan di mulut Zana, perempuan itu berguling
sedikit dan menyelipkan bantal di bawah bokongnya.
"Nah," ujarnya, menempatkan diri di atas alas itu. "Lebih
nyaman."
Semua terlihat dan tercium hanya sedikit berbeda dari yang ia
perkirakan. Tak buruk sama sekali, namun lebih...manusiawi. Secara
naluriah, ia mengerti, ia tak boleh menyentak atau bergerak terlalu
cepat. Kesabaran adalah sesuatu yang ia punya, dan perlahan ia
mulai menemukan arah.
Zana mengatakan hal- hal yang tak ia mengerti. "Shume mire."
Terdengar suara senandung dari tenggorokannya.
Lalu mendadak, Hoolian berada dalam misteri itu. Tidak hanya
seorang lelaki di luar realitas, membangun mitos. Mereka pun
bercinta. Mula-mula mereka bercinta di sekeliling tempat-tempat
yang tak pernah mereka ceritakan satu sama lain. Kemudian mereka
bercinta seolah waktu terhenti. Mereka bercinta untuk melupakan
kenangan buruk. Mereka bercinta seakan uang dan keyakinan serta
perbatasan negara bukan merupakan persoalan. Mereka bercinta
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

untuk melupakan derita dan dahaga. Mereka bercinta seakan mereka


bintang film dan bukan hanya dua orang kesepian di apartemen
kumuh di Coffey Street. Mereka bercinta seakan mereka tak akan
pernah bercinta lagi.
Kemudian mereka bergerak menjauh sedikit satu sama lain dan
mendengarkan suara curah hujan ke saluran air di bawah jendela.
Kota itu sedang tertidur. Mendengkur. Berguling di sisi ranjang.
"Kau tak apa?" tanya Hoolian setelah beberapa lama.
"Ya. Aku...cukup...puas."
Hoolian berbaring dan menengadah, mendengarkan suara peluit
kabut di kejauhan.
"Berapa lama?" ucap Zana akhirnya. "Apa?"
"Berapa lama sejak kau berpisah dengan gadis itu?”
“Ssh." Ia menaruh punggung lengan di atas alisnya. "Begitu
burukkah aku?"
"Tidak...hanya begitu...agresif.'“
“Apakah itu bagus?"
"Biasanya aku lebih suka tak seberapi-api itu, tetapi... tak
masalah."
Ia mendengar suara roda truk mencipratkan genangan air ke
pinggir jalan.
"Dua puluh tahun," ujarnya.
"Maaf?" Tersadar olehnya wanita itu sudah hampir tertidur.
"Kubilang, sudah dua puluh tahun sejak aku mencoba bercinta..."
Ia bisa saja membangunkan dan menceritakan segalanya. Tentang
tulang kering dan peristiwa pancuran itu; tentang sekelompok angsa
terbang melewati menara penjaga; aroma van yang dipakai
memindahkannya dari satu gedung penjara ke gedung lain; samar-
samar tersadar tiap kali melewati satu gerbang baru, kau semakin
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

mirip orang-orang yang bersamamu sepanjang waktu dan semakin


jauh dari orang di luar sana.
Tetapi wanita itu menggeliat ke samping tubuhnya dan menaruh
kepala di samping, dan ia dapat merasakan pipinya menyentuh
telinga dan napas hangat di samping wajah Zana. Ia tak bisa
melakukan itu. Ada sesuatu yang terlalu manis dan penuh
pengharapan tentang saat ini yang tak tega dirusaknya.
Aku tak ingin keadaan menjadi lebih baik. Aku tak ingin menjadi
lebih buruk. Cukup biarkan seperti ini untuk beberapa saat.
Jika ia bercerita, wanita itu tak akan berbaring telanjang di
sebelahnya di bawah cahaya bulan, dengan anaknya tidur di kamar
sebelah. Akhir kesendiriannya mulai terlihat. Zana tak akan
mengundangnya makan malam dengan serta-merta atau
membayangkannya diri sebagai ayah pengganti bagi anak yang kini
ia sadari diinginkannya.
Wanita itu akan mendengarkan seluruh cerita dan berpura-pura
percaya, tetapi kemudian akan bertanya ini- itu dan bertanya-tanya
apa lagi yang belum ia beberkan. Ia akan sedikit mendingin ketika
lelaki itu menyentuhnya lagi dan kemudian berpikir tentang apa yang
ia dengar mengenai orang-orang yang pernah dipenjara. Setelah itu
ia akan berhenti membalas pesan-pesannya. Dan, tak lama kemudian
nomor teleponnya diganti.
Air mengucur ke dalam pipa. Kapal membunyikan peluit lebih
samar kali ini. Besok, ia kembali menjadi dirinya yang semula.
Matahari akan muncul dan menguak lewat sorot menyilaukan tanpa
belas kasihan. Yang ia inginkan saat ini hanya terus seperti ini,
sedikit lebih lama lagi, melamun beberapa saat, setidaknya hingga
hujan reda.

B AG I AN V
BAYANGAN KUSUT
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

36

SEKELOMPOK PRIA duduk di sebuah kantor di daerah elit dengan


dasi tergantung menjulur, seperti lidah anjing terengah-engah.
"Mulai periksa nomor-nomor telepon dan komputer hari ini,"
tukas Francis pada "Yunior" Barbaro, Rashid, dan si rambut kelabu
Jimmy Ryan. "Pastikan kita menyerahkan sampel DNA dari bawah
kuku Christine itu ke semua negara bagian dan bank data federal."
"Kami telah melakukannya sejak kemarin malam." Yunior
memutar kursi, membela diri. "Kau kira kami tak memeriksa jika si
pelaku pernah ditangkap sebelumnya?"
"Aku hanya berkata, berpikirlah terbuka. Mulailah menghubungi
berbagai daerah untuk mencari catatan akta kelahiran. Periksa jika
Eileen punya putri lain yang belum ia ceritakan pada kita"
"Yeah, semoga berhasil," kata Yunior, mengecek ponselnya.
Ia memakai salah satu seri Nokia terbaru dengan berbagai dering
dan bunyi yang menunjukkan waktu, tanggal, pesan pendek, gambar
berkualitas prima, pola cuaca di Indonesia, tetapi tak bisa menerima
telepon dari satu jalan ke jalan lain di daerah-daerah tertentu. Seperti
halnya Yunior, ponsel itu merupakan model baru dan berkilau
namun terlalu memaksa dan entah mengapa tetap belum berhasil
meyakinkan.
"Hey, kita tahu yang kita cari adalah seorang wanita," kata
Francis. "Kita tahu ia meninggalkan sampel di TKP pada 1983 juga.
Dan kita tahu ia punya hubungan keluarga dengan Eileen Wallis."
Letnan polisi yang bertugas, Joe "Bodega Coffee" Martinez,
tergesa-gesa masuk ruangan. Ia pria ramah dan tambun yang dikenal
Francis saat di bagian narkotika dulu, selalu menghilang tepat
sebelum razia, dan berkata, "Aku akan membawa kopi untuk kalian
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

semua dari bodega di dekat sini." Sekarang, dua ambisinya adalah


memastikan pasukan berjalan lancar dan makan di setiap restoran
steik bermutu dari satu ujung negeri ke ujung lain—mirip seperti
film lama Burt Lancaster The Swimmer, hanya kolam renangnya
diganti dengan sirloin.
"Ada kabar tentang penggalian kubur itu?" Rashid menengok.
"Nol," jawabnya, menepuk perut. "Tak ada yang mau menggali
kuburan Allison kecuali memang benar-benar perlu. Bisa kau
bayangkan bagaimana beritanya di Postl"
"Ya, kalau Loughlin mau bersusah-payah memeriksa label nama
sebelum mereka mengubur gadis yang salah, kita tak mesti
berpayah-payah sekarang." Yunior mematikan telepon.
"Hey, terkutuk kau, Yunior. Kau masih butuh tangga tambahan
agar bisa memperdayaiku."
"Oh, mulai lagi." Jimmy Ryan menepuk tangan. "Katie, halangi
pintu."
"Legenda dalam impiannya sendiri," gumam Yunior.
"Banci sekolah." Francis menyeringai. "Ayolah, kawan-kawan,"
kata sang letnan. "Tak bisakah kita saling akur?"
Rashid menatap tajam padanya.
"Dengar," kata Francis, membiarkan ketegangan mereda sesaat.
"JC hanya memintaku untuk berpikiran terbuka, jangan menekan
terlalu keras pada satu orang. Jadi mari kita longgarkan sedikit."
"Apa maksudmu?" kata si letnan.
"Tengah malam kemarin aku berpikir." Mereka tak perlu tahu
tentang masalah atapnya yang bocor dan interogasi di tempat tidur
setelah itu. "Ini cuma pendapatku saja. Oke?"
Ia senang melihat mereka semua sedikit memajukan badan ke
arahnya, seperti para aktor dalam iklan lama E. F. Flutton yang
berbunyi, Ketika Francis X. bicara, semua mendengarkan.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Jadi aku tidak benar-benar menghapus nama Hoolian, aku hanya


bertanya: orang tua Christine Rogers mengatakan ia diadopsi, bukan
begitu?"
Rashid mengangguk hati- hati, menegaskan bahwa Jimmy,
Yunior, dan sang letnan juga mengetahuinya.
"Sudah ada yang memeriksa siapa ibu kandungnya?"
"Brengsek!" Wajah Yunior mengembang seperti permen karet di
bawah potongan rambut seharga sembilan puluh dolar. "Kau
bercanda."
"Tentu aku serius," ujar Francis. "Kita tahu ada hubungan darah
dalam kedua kasus ini dan kita tak tahu siapa ibu kandungnya. Jadi
kita harus mencari segala kemungkinan."
"Tapi orang perlu waktu bertahun-tahun untuk menyelidiki hal
itu. Kau tentu pernah dengar aturan kerahasiaan tentang adopsi,
kan?"
"Kalau begitu lebih baik berhenti buang waktu dan mulai hubungi
Bagian Hukum untuk memeriksanya,'" kata Francis, menggerak-
gerakkan alis sementara telepon di meja berdering. "Bukannya aku
menyuruh-nyuruh."
"Kenapa bukan ia saja yang melakukannya?" Yunior
menelengkan mata pada Rashid. "Ia yang berasal dari bagian itu."
"Allahu akbar, Saudara." Rashid mengacungkan kepalan Black
Power. "Hamba bagi tuan yang sama."
"Tetap saja tak masuk akal." Yunior berpaling kembali pada
Francis. "Allison berusia dua puluh tujuh ketika meninggal pada
1983. Christine berusia sama bulan Februari tahun ini. Itu berarti ia
berusia tujuh tahun ketika Allison terbunuh."
"Karena misteri ini masih belum terungkap, kita andaikan saja
kita yang mengaturnya." Francis beranjak meraih telepon. "Pasti kau
tak pernah tahu siapa yang mengatakan itu di Dartmouth...Halo..."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Francis Loughlin?"
"Ya, saya. Ada yang bisa saya bantu, Nona?"
"Judy Mandel dari Trib."
"Oh."
Anggota skuad lain bergegas pergi seolah-olah tanda RADIOAKTIF
baru saja dipasang di leher, entah bagaimana merasakan kehadiran
pers atau atasan di saluran telepon.
"Apa saya mengganggu waktu Anda?"
"Sebenarnya..."
"Kalau begitu saya akan cepat." Ia terdengar seperti tipe
perempuan mudah gugup yang terus-menerus harus mengingatkan
diri sendiri untuk mengucapkan tolong dan terima kasih. "Saya
tengah meliput tentang hubungan antara kasus Allison Wallis dan
Christine Rogers."
"Oh, begitu?" Francis mengubah posisi telepon dari bahu satu ke
bahu lain, tak ingin terjebak dalam trik lama memastikan sebuah
kisah dengan menyetujui dugaan. Dan, kapan Anda berhenti
memukuli anak-anak Anda?
"Siapa bilang kedua kasus itu berhubungan?" Ia mencoba
membuatnya bingung.
"Ayolah. Kita sama-sama dewasa."
"Nah, itu berarti kita akan berbincang dengan serius."
Seseorang telah membocorkan. Matanya mengembara di ruangan
mencari tersangka yang mungkin. Tak mungkin Ryan. Satu-satunya
reporter yang berurusan dengannya adalah orang-orang Irlandia tua
yang tampak seolah mengejar mobil- mobil yang diparkir dan
bercukur di pinggir jalan. Si letnan punya kemungkinan, karena
begitu gemarnya ia akan steik. Sebuah fillet mignon di Sparks dapat
seharga satu kolom bagi penulis dunia hiburan di sebuah mingguan.
Rashid tampaknya tak mungkin, karena relatif baru terlibat. Namun
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Yunior punya kemungkinan, karena selalu tampak berhubungan


dengan sejumlah orang luar.
"Oke, jika Anda tak bersedia bicara, saya akan menuliskan
informasi yang saya punya," ujarnya. "Meski saya bakal merasa tak
enak, membeberkan kisah tentang kalian yang mengacaukan dua
kasus tanpa komentar sama sekali dari Anda."
Kereta berlalu melewati jendela lagi, membawa getaran ringan ke
ruang skuad.
"Anda mendapat izin untuk bicara denganku dari Bagian
Hubungan Masyarakat?" tanya Francis, berhati-hati tak menaikkan
nada suaranya.
"Saya pikir pembicaraan ini tak perlu terang-terangan."
Ia menyelipkan jari sembunyi-sembunyi ke bawah kerah, sadar
dirinya tak punya pilihan. "Jadi, apa yang ingin Anda ketahui?"
"Bagaimana Anda bisa memperoleh DNA dari seseorang yang
sudah mati dua puluh tahun lalu pada tubuh korban pekan kemarin?"
Satu kereta berlalu lagi ke arah lain, menderak-derakkan kaleng
Diet Coke di bingkai jendela.
"Ah, itu omong kosong." Ia tertawa. "Ada yang main- main
denganmu."
"Dan mengapa seseorang harus mengarang cerita seperti itu?"
"Saya tak tahu apa yang ada dalam pikiran pengacara," katanya,
masih berusaha mengira-ngira narasumber reporter itu. "Saya cuma
bilang, Anda sudah melenceng jauh dari kasus. Apa lagi yang Anda
punya?"
"Saya tahu Anda mencari Julian Vega untuk tersangka kasus
Christine Rogers."
Francis mulai gelisah seperti pecandu, mematahkan klip kertas
dan mengencangkan bengkokan logamnya. Ia bisa mengetahui lewat
berbagai cara, batin Francis. Penjaga apartemen Christine bisa saja
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

membocorkan rahasia itu setelah mereka memperlihatkan sejumlah


foto dengan Hoolian di dalamnya. Atau seseorang dari TKP mungkin
ia suap. Bahkan Hoolian sendiri mungkin menyadari sesuatu sedang
terjadi setelah Francis berusaha mengoreknya di toko swalayan—
meski, Francis tak mengerti, alasan ia mesti memberi tahu pers.
"Kami mencari banyak orang," ujarnya, memutar-mutar ujung
klip. "Tak berarti apa-apa."
"Lalu mengapa kalian bolak-balik dari kantor forensik dan
petugas barang bukti berkali-kali, berusaha membuktikan bahwa itu
DNA Hoolian pada TKP kedua gadis itu?"
"Kami berada di kantor-kantor tersebut sepanjang waktu. Ini
bagian pembunuhan. Kami menangani banyak kasus di sini."
Mungkinkah Dr. Dave dari laboratorium yang membocorkan
informasi ini? Tak mungkin. Tak banyak ilmuwan forensik yang
memuntahkan isi perutnya pada pers setelah pulang bekerja di bar
lokal.
"Bukannya menyinggung, tapi saya rasa ada yang
mempermainkan Anda, Nona. Satu hal yang Anda pelajari dalam
pekerjaan ini: setiap orang bicara pada Anda untuk satu alasan."
"Maaf, saya yang mewawancarai Anda atau Anda yang
mewawancarai saya?"
"Saya hanya berkata, setiap orang punya agenda masing- masing.
Bahkan domba kecil lugu seperti Anda dan saya."
Dua meja jauhnya, Yunior melirik dan membungkus ujung dasi
Hermes meliliti jarinya.
"Jadi, apa penjelasan Anda tentang mengapa Anda bahkan tak
bisa menemukan DNA Julian Vega di bawah kuku Allison Wallis di
TKP tahun 1983?"
"Yang bisa saya katakan hanyalah bahwa penyelidikan masih
berlanjut." Francis menyusun kertas-kertas di meja, hanya agar
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

tangannya tetap sibuk. "Kami tak akan menyampaikan apapun yang


dapat mengganggu penyelidikan kasus ini."
"Begitu," ujar perempuan itu. "Kalau begitu, bagaimana Anda
menjelaskan bahwa yang Anda temukan di kedua TKP yang terpisah
waktu dua puluh tahun itu adalah DNA wanita yang sama? Apakah
Anda salah mengurus barang bukti?"
"Sama sekali tidak." Ia dapat merasakan ketegangannya naik
kembali di belakang kaki. "Ini benar-benar fiksi. Maaf, fiksi ilmiah."
Perempuan itu menyudutkannya dan ia tahu itu. Tak menyisakan
jalan keluar. Francis menggigiti bagian dalam pipinya, tahu ia harus
menghindar. Segera setelah informasi ini sampai pada pers, orang-
orang aneh akan bermunculan mengganggu penyelidikan.
"Dengar, sangat disayangkan Anda keliru menafsirkan ini semua
di saat kami hendak melakukan penahanan."
Rashid, yang berlalu membawa kardus berisi tumpukan berkas,
menoleh.
"Kapan penahanan itu akan dilakukan?" tanya perempuan itu,
menyela.
"Dalam waktu dekat." Ia membungkuk di kursi, penuh tipu seperti
jago judi. "Kami hanya tinggal mengatur beberapa hal untuk
meminta surat perintah penggerebekan. Anda tahu bagaimana
keadaannya. Tak ada yang ingin menyajikan makanan yang belum
matang."
"Jadi, berapa lama lagi? Seminggu? Sebulan?"
"Kalau Anda mau, saya bisa menyampaikan pemberitahuan
sebelumnya. Sekali adil tetap adil."
Jimmy Ryan menyeringai paham pada Francis sambil berlalu
melewatinya, mengerti tingkahnya menjadi bajingan.
"Anda tak mempermainkanku, kan?" tukas Judy Mandel dengan
nada cemas, seakan ia terjebak di persimpangan dan semua orang
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

membunyikan klakson. "Jika saya menahan cerita DNA ini dan


ternyata itu benar, saya akan bunuh diri."
Francis melayangkan tanda 'semua beres' pada Jimmy, aman
untuk sementara. "Dan, jika Anda membeberkan kisah ini dan
ternyata itu hanya omong kosong, Anda akan disingkirkan. Jadi,
situasi kita sama."
"Brengsek."
Francis hampir dapat mendengar perempuan itu mengunyah
pensil di ujung sana. Ia membayangkan kawat gigi terpasang di
antara gigi- giginya yang kecil.
"Saya cuma ingin bilang bahwa jika saya tak mendapat kabar dari
Anda akhir minggu ini, saya akan membeberkan kisah ini," ia
memperingatkan.
"Sesuka Anda."
Segera setelah telepon ditutup, Yunior menoleh pada Francis
dengan telapak tangan rata di atas meja, seperti juara klub debat
Dartmouth. "Saint Augustine," katanya.
"Apa?"
Noda hitam mengambang di depan matanya. Ia berusaha
menyingkirkan noda itu dengan berkedip.
"Ia berkata, 'Karena misteri ada di depanku, andaikan saja kita
yang mengaturnya.'"
"Jean Cocteau, surealis." Francis meraih buku Kutipan Umum
Bartlett 's dan menyodorkan itu pada Yunior. "Ketahui siapa
narasumbermu, Brengsek."

37
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

HOOLIAN MERAYAP keluar dari kamar tidur Zana pagi itu dan
menemukan Eddie duduk menyilang kaki di lantai kayu, menonton
Super Friends dengan mata terbuka lebar penuh kekaguman, yang
mungkin tak ditunjukkan kebanyakan anak Amerika untuk film
kartun buruk seperti itu. "Terima kasih telah menyelamatkanku,
Aquaman!" Sesosok makhluk kelabu berlendir berenang keluar dari
tiram raksasa tepat saat tiram itu menutup di atas sang Pelindung
Lautan pirang berkaus oranye. "Sayang, aku tak bisa membalas
budimu!"
Ia duduk di sebelah anak itu. "Tidak bisa terlalu lama di air, ya?"
Ia berusaha mengingat-ingat aturan pokok tokoh itu. "Tapi ia
memiliki telepati khusus yang membuatnya bisa bicara dengan ikan."
Tanpa berkata-kata, anak itu merangkak ke pangkuannya kembali
dan meringkuk di dalamnya mencari kehangatan.
"Ia akan lolos, kau tahu?" Hoolian melingkarkan tangan pada
anak itu, seolah mereka terbiasa melakukan hal itu selama bertahun-
tahun. "Makhluk licin sulit dipegang lama- lama."
Saat acara itu berakhir, ia pergi ke dapur, mencari-cari ceret dan
wajan, dan membuat oatmeal untuk mereka bertiga dengan terlalu
banyak gula dan sirup di atasnya, dan menghidangkan untuk Zana di
tempat tidur. Wanita itu duduk dan menatap dengan pandanga n
nger i. "Kau tak akan melakuka n ini setiap waktu, kan?" Apakah
itu artinya ia takut dirinya akan melakukan lagi, atau sebaliknya?
Hoolian mengangkat bahu, pergi mandi tanpa membuat balutannya
basah, dan kembali mengenakan pakaian kemarin. Ia pergi bersama
ibu dan anak itu ke tempat penitipan Eddie di Van Brunt Street dan
menemani Zana ke stasiun di Smith and Ninth Street. Berapa lama
Aquaman dapat berada di luar air, omong-omong? Sejam atau
sehari? Setelah beberapa lama, harus kembali ke habitat asal.
Ia menumpang kereta bersama Zana ke kota, berdua memegang
tiang yang sama, dikelilingi himpitan tubuh-tubuh, saling bertatapan
satu sama lain untuk sesaat, mengingat-ingat peristiwa tadi malam
dalam barisan kerlip lampu rel, berbagi rahasia saat orang lain
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

membaca koran pagi, mengancingkan mantel kulit, dan


mendengarkan via headphone.
Jadi, beginilah orang-orang normal hidup. Mereka bercinta,
kembali mengenakan pakaian, lalu bergabung dengan warga bumi
lain. Tapi dalam kepala mereka, senandung itu terus mengalun, dan
sesekali mungkin tersenyum pada yang lain. Di suatu tempat nun
jauh di lubuk hati, ia menyadari betapa dirinya menginginkan hal ini.
Berapa lama Hoolian bisa bersandiwara bahwa dirinya sanggup
bernapas di daratan? Tak lama lagi wanita itu akan tahu siapa
dirinya, rahasianya. Zana akan menjauh dan melindungi anaknya.
Dan, itu akan membunuhnya. Ia tak akan mampu mengatasi. Sesuatu
telah berubah sejak ia memperbaiki pintu kamar mandi kemarin
malam dan menonton Aquaman pagi ini dan itu amat menakutkan.
Karena, itu berarti ia punya lebih banyak lagi hal yang mungkin
hilang. Ia mulai jatuh cinta tak hanya pada wanita itu, tapi pada
mereka, berpikir bisa menjadi seseorang untuk menemani mereka
tiap malam, seseorang yang tahu letak penyimpanan bohlam,
seseorang yang tahu cara menyalakan pemanas di malam- malam
Februari yang dingin dan membelikan sepeda pertama anak itu.
Seseorang yang mengajak mereka ke Orchard Beach pada Peringatan
Empat Juli dan membuat hidangan panggang. Ia menginginkan
semuanya dan lebih daripada sekadar itu. Ia menginginkan seks dan
rasa syukur serta malam- malam menonton tayangan ulang acara TV
bersama. Ia menginginkan semua yang ia lewatkan. Dan, ia takut tak
memperoleh semua itu.
Mereka turun di Union Square dan berhenti di puncak tangga.
Zana mengangkat dagu dan berjingkat, hingga alis mereka
bersentuhan.
"Mengapa aku tak pernah bertemu seseorang sepertimu sebelum
ini?" ucapnya.
"Aku tak tahu. Beruntung saja, aku kira."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

38

RADIO DI GUDANG barang bukti itu menyala keras dan Brian


Mullhearn ikut bernyanyi sekuat paru-parunya saat Francis muncul
bersama Rashid, Yunior, dan Jimmy Ryan.
"Some stupid with a flare gun..."
Francis melangkah ke meja Mauler dan menaruh tangan di kedua
sisinya seolah ia akan terguling.
"Apakah kau teliti, Brian?" tanya Francis.
"Apa?"
"Kubilang, apa kau menganggap dirimu pengamat sifat manusia
yang cermat?"
"Aku tak mengerti." Mata berwarna penghapus itu bergerak di
bawah lapisan berair keruh.
"Maksudku, saat sama-sama bekerja di bagian narkotika, kita
punya banyak kesempatan untuk melakukan pengamatan, bukan?
Berjam-jam di mobil mengawasi dengan teropong, kau belajar
banyak tentang manusia. Kau tahu bagaimana mereka menghampiri
satu sama lain. Bagaimana mereka berpura-pura berkawan padahal
saling menyimpan dendam dan bagaimana mereka menunggu
kesempatan untuk membalas..."
"Apa maksudmu, Francis?" Mauler mematikan radio.
"Aku mendapat telepon dari seorang reporter kemarin. Ia
mendapat cerita mengenai kasus kami yang berasal darimu."
"Omong kosong." Mauler berusaha mengalihkan pandangan.
"Jimmy, bisakah kau bilang pada bajingan ini untuk meminum
obatnya kembali?"
lapi, Ryan menggelengkan kepala, tak ingin ikut campur dalam
masalah mereka. Dua pegawai sipil di kantor itu— seorang India
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

dengan sabit bulan perak di leher dan wanita berkulit hitam yang
tengah hamil—-menyibukkan diri.
"Hanya kau yang tahu kami sedang berusaha mengambil kembali
semua bukti lama kasus Allison Wallis."
"Lalu kenapa? Kawanmu, Detektif Ali ini, juga muncul dua hari
sekali selama seminggu lebih ini. Kenapa kau tak menanyainya?"
Rashid melemparkan senyum dingin, tahu bahwa ucapan itu
melenceng jauh, tak mengenai sasaran.
"Tidak, Brian, ia punya karier yang mesti dijaga," Francis
menjelaskan. "Kau, di lain pihak, hanya duduk di sini, membocorkan
info pada koran-koran dari TKP Christine Rogers dan kau yang
punya kekasih yang kau hamili, bekerja menyusun berkas di
laboratorium kriminal."
Mauler mencopot kaca mata dan menunduk sambil menyekanya
dengan ujung dasi, tak punya jawaban segera.
"Kau akan menjadi bajingan penuh dendam karena kau dan aku
punya masalah di masa lalu. Sekarang bicaralah dengan jantan atau
tutup mulut brengsekmu itu. Oke? Kau tak perlu membocorkan
infonnasi pada pers hanya untuk membalas dendam. Kau merusak
dua investigasi pembunuhan. Begitukah caramu menunjukkan rasa
hormat pada rekan-rekan kerja?"
"Aku tak tahu apa yang kau bicarakan."
"Lihat aku, Brian."
Kursi Mauler berderak saat ia bersandar. "Kubilang, lihat aku."
Francis mendorong mainan robot mekanis tua yang terletak di
meja di antara mereka.
"Kau melihatku sedang menoleh ke kiri atau kanan? Kau
melihatku melakukan yang lain kecuali menatap apa yang di
hadapanku?"
"Itu tak ada kaitannya denganku, Francis."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Teruslah berkata seperti itu, Brian. Karena itu membuatku


merasa enak dan marah. Karena aku tak peduli tentang apa pun saat
ini. Aku tidak makan, tidak tidur, tak lagi menghabiskan waktu
dengan istri. Padahal aku sungguh-sungguh mencintai istriku. Jadi,
ketika telah bekerja keras menangani kasus itu dan seseorang
menyia-nyiakannya, aku cenderung tak toleran."
"Kau sudah melampaui batas." Mauler memandangnya susah
payah. "Ini hanya pengejaran tukang sihir."
"Tidak, dan karena kau begitu peduli pada definisi, 'pengejaran
tukang sihir' artinya Provost memeriksamu untuk mesin pengering
cucian yang hilang dari gudang bulan lalu dan memeriksa catatan
telepon ponselmu untuk membuktikan bahwa kau menghubungi
perempuan dari koran itu." Francis mendorong formulir di depannya.
"Hukuman dilakukan setelah kau pensiun. Sangat berbeda."
"Aku akan menghubungi atasanku," ujar Mauler.
"Lakukan dari telepon umum di sudut." Francis melemparkan
pandangan darinya dan memberi isyarat pada pegawai sipil itu untuk
mengambil alih berkas. "Menyingkir dari penglihatanku."

39

DALAM MIMPI, ia berada di pantai bersama Zana dan Eddie, yang


entah mengapa berubah menjadi sepasang layang- layang warna-
warni yang terbang rendah di atas sejumlah kabel telepon. Ia melirik
dari bahunya dan berlari ke arah laut, menjaga kedua layang- layang
itu tetap terbang tinggi dan mengurai dengan bola benang di tangan.
Kemudian ia sadar bahwa ia lupa cara berenang. Namun, gelombang
itu tetap ia naiki, sadar itulah satu-satunya cara agar mereka tetap
melayang. Dan saat air mulai naik hingga melampaui dagu, mulai
membenamkannya. Ia melepaskan benang itu dan melihat mereka
berlayar menuju matahari.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Ooo)DW(ooO

Penjaga gedung itu, lelaki tua dengan tulang-tulang menonjol


berambut Afro kelabu mengenakan kaus t-shirt "Live at Lincoln
Center," menghampiri dataran di tengah-tengah tangga dan
mengerling pada Francis yang tengah menaiki tangga bersama
Rashid dan lima lelaki lain dari gugus tugas surat perintah
penggerebekan.
"Ada apa, Bapak-bapak?"
"Kami mencari Julian Vega." Francis menarik napas dan
menunjukkan berkas-berkas yang entah bagaimana berhasil Paul
dapatkan dari membujuk seorang hakim untuk menandatanganinya
tengah malam.
"Tak pernah dengar tentangnya."
Ia mengedip- ngedipkan mata ketika cahaya lampu kilat menyorot
wajahnya. "Ia penyanyi?"
"Menurut kepala rumah penampungan, ia punya kekasih,
namanya Zana, tinggal di gedung ini. Kami mendapat surat izin
untuk mencari barang yang mungkin ia miliki di sini."
"Oh, gadis Ukraina itu. Ia menggambar fotoku."
"Ya, ia." Francis membenahi radio dan senjata di sabuk
peralatannya. "Mestinya ia tinggal bersamanya."
"Lantai tiga, di belakang." Lelaki tua itu menguap. "Kalau kau
menahannya, beri tahu aku. Aku agak suka pada perempuan itu."

Ooo)DW(ooO
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Suara pintu depan membuka membangunkan Hoolian dari mimpi.


Ia menyentakkan selimut, kebingungan, dan dilihatnya Eddie telah
mendaki ke tempat tidur di antara mereka malam itu.
"Ayolah, Hoolian, mari kita permudah." Ia mengenali suara
Francis Loughlin dan untuk sesaat mengira mungkin itu bagian dari
mimpi buruknya. Tetapi polisi itu kemudian melangkah ke pintu
kamar dan mengarahkan lampu senter ke wajahnya.
Secara naluriah, Hoolian meraih buku yang tergeletak di ranjang
dan melemparkannya melintasi ruangan.
Buku itu seakan terbang dalam gerakan lambat, halaman-
halamannya mengepak seperti sayap burung camar, memberinya
cukup waktu untuk menyadari bahwa ia tak hanya telah melakukan
kekeliruan besar tapi juga kenyataan bahwa Loughlin tak berhasil
menghindari benda itu.
Buku itu menghantam samping kepala detektif itu dan jatuh
membuka di lantai. Seolah-olah Loughin tak melihat barang itu
melayang.
"Aku kena!" Loughlin berteriak sambil membungkuk hilang dari
pandangan. "Awas!"
Teriakannya itu kontan memicu suasana histeris. Hoolian
mendengar derap sepatu bot di lantai kayu dan seorang petugas
berteriak, "Senjata! Ia punya senjata!"
"Jangan menembak!"
Tetapi mereka tak dapat mendengarnya di antara suara-suara
teriakan "Sepuluh-Tiga belas!” dan ledakan makian saat mereka
minta bantuan lewat radio.
Anak itu duduk di sampingnya, bingung dan ketakutan. Dalam
keadaan panik, Hoolian mendorongnya dari kasur dan menghalaunya
ke bawah ranjang, untuk melindungi. Ia lalu menggaet pakaian dan
tas besarnya dan melompat ke arah jendela yang separo terbuka.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Malam itu segar dan batang-batang logam tangga darurat terasa


bagai es kering melekat di tumit kakinya. Jantungnya berdebar keras.
Kini setelah ia membuat dirinya melarikan diri, tak ada lagi jalan
kembali. Jika berhenti, Loughlin pasti akan menembaknya dari
belakang dan menaruh senjata di tangannya untuk membuktikan
bahwa itu tindakan membela diri.
"Maksudmu kau tak kenal nama Julian?" Francis mengusap
kepalanya dan melihat ia tak berdarah. Buku anak bergambar
mengenai mesin uap terbuka di kakinya.
"Kush eschte?" Kekasih Julian meraih T-shirt kecil untuk
menutupi tubuhnya dan melingkarkan tangannya di sekeliling anak
kecil bermata besar itu yang baru saja muncul dari tempat tidur.
"Aku hanya kenal Christopher."
"Begitu?" Francis menuju jendela tempat Hoolian baru melarikan
diri. "Anda melihatnya sebelum kami, ada yang harus ia jelaskan."

Ooo)DW(ooO

Bulan berkubang dalam awan kelabu semuram mata ikan mati.


Hoolian menyeberangi air setinggi pinggang, bertelanjang kaki. Ia
mendengar suara polisi di atas dan di belakangnya keluar dari tangga
darurat dan berbicara dengan radio. Ia sadar, kereta bawah tanah
terdekat berjarak sekitar satu kilometer jauhnya. Angin dingin
menerpa keluar dari air, menguarkan aroma samar kapal tongkang
tua, limbah pabrik, dan rumput laut. Ia berbelok ke kanan dengan tas
dan pakaian dikepit di tangan, terlihat lampu- lampu Red Hook
Houses, bentangan proyek terkenal dengan empat puluh atau lima
puluh gedung, di kejauhan. Mereka berkilau bak kota terlarang,
dengan aturan main sendiri. Jika ia bisa sampai ke sana lebih dulu,
polisi tak akan pernah menangkapnya.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Ooo)DW(ooO

Semuanya terendam dalam kegelapan sup kacang polong bagi


Francis. Ia bak berada di tengah hutan dalam larut malam.
"Kau tak apa-apa?" Rashid menghampirinya di tangga darurat.
"Ya, aku baik-baik saja." Francis menatap, mencoba berpegangan
pada sesuatu. "Kita dapat bantuan?"
"Mungkin butuh waktu. Housing sedang melakukan pengejaran di
Red Hook Houses, mencari seorang pemerkosa sambil membawa
helikopter dan semuanya." Rashid menunjuk ke arah proyek itu.
"Kau mau menunggu?"
"Dan kehilangan saat kita akhirnya mendapatkan sesuatu darinya?
Persetan." Francis mulai merasai jalan menuju tangga. "Panggil dua
orang kembali ke sini dan teruslah kontak dengan radio. Aku di
saluran tiga."
Segera setelah ia menempatkan kaki di anak tangga pertama,
tangga itu meluncur turun hingga habis dan merasa paru-parunya
melayang dari dada saat ia berpegangan.
"Kau yakin baik-baik saja?" Rashid bertanya dari atas.
"Aku baik-baik saja," bentak Francis. "Kenapa kau terus
menanyakan hal itu?"
Ia merosot turun dan melompat, hampir pergelangan kakinya
keseleo. "Sialan." Ia bisa merasakan dirinya berada dalam kepekatan
rerumputan tinggi yang lembab. Apa yang ia pikirkan, mencari-cari
dalam kegelapan, dalam usia empat puluh sembilan dan di ambang
kebutaan? Ia berusaha berdiri dan mengira-ngira jalan kembali ke
tangga darurat, tetapi tangga itu telah pudar dalam legam malam dan
menghilang. Lagi pula ia tak yakin dirinya dapat mengangkat
tubuhnya naik lewat cara itu.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Ia mendengar sesuatu bergerak di rerumputan di hadapannya dan


dengan hati- hati mengarahkan senter ke arah tanah terbuka itu.
Lapangan tempat barang-barang terlupakan. Matanya perlahan- lahan
menyesuaikan diri, tampak ban-ban tua, beling berkilau pecahan
botol, kaleng Budweiser kosong, potongan batu bata, televisi, kardus
sereal, sarang burung rubuh, dan kulkas GE gaya 1950-an ukuran
besar dengan pintu terbuka. Rerumputan itu berdesir kembali dan ia
merasakan kehadiran seseorang di dekatnya, bernapas berat.
"Hoolian?"

Ooo)DW(ooO

Hoolian mengenali suara Loughlin saat ia merangkak di belakang


kulkas itu, bersembunyi dari pancaran senter. Polisi itu mungkin
datang untuk mengakhiri hal yang ia mulai. Mungkin ia membawa
seluruh pasukan untuk hal itu juga, untuk melindungi apa yang ia
lakukan. Pagi esok, akan muncul berita utama MANTAN NARAPIDANA
BERBAHAYA TERTEMBAK.

Ooo)DW(ooO

"Hoolian, keluarlah. Aku tak marah padamu, G." Francis


menepuk pistol Glock di sisinya, menjaga lampu senter tetap tenang
di tangan yang lain. "Kita masih bisa bicara tentang ini. Kau tak
sedang berada dalam masalah besar."
Tak ada apa-apa. Ia tak dapat melihat lebih jauh dari aura kecil
kabur sinar senternya. Sisanya hanya warna biru gelap di atas kertas
hitam.
"Aku tahu kau hanya ketakutan. Kau tak bermaksud menyakiti
siapa pun."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Satu meter. Loughlin kurang dari satu meter jauhnya. Ia berjalan


tepat melewati kulkas itu. Sinar lampu senter datang lagi, menyapu
rerumputan dan memperlihatkan tumpukan batu arang dalam
jangkauan tangan. Hoolian mengawasi bolak-balik batu itu dan
belakang kepala si polisi, menampak betapa titik botak Loughlin
berkilau dalam cahaya bulan.
Siapa yang akan tahu? Mereka tak pernah bisa membuktikan apa
pun. Tak ada saksi sama sekali. Aku bisa memecahkan kepalanya.
Lalu, kuambil senjatanya dan kuhabisi, seperti yang selayaknya ia
dapatkan.
Polisi itu tiba-tiba berbalik. Selama satu detik penuh, ia seolah
berhenti dan menatap tepat pada Hoolian, yang membeku, berdiri tak
jauh, paru-parunya bak melekat pada tulang punggung. Ia menahan
napas, takut degup jantung membocorkan keberadaannya. Tetapi
polisi itu menatapnya kosong, senternya hanya sepuluh sentimeter
dari wajah Hoolian.
"Hey, Rashid." Ia menaruh mike radio di bahunya. "Tolong salah
satu dari kalian membantuku mencari di lapangan ini?"
Perlahan- lahan Hoolian sadar, lelaki ini benar-benar tak dapat
melihatnya. Entah bagaimana ia menjadi tak terlihat. Betul-betul
mukjizat, pikirnya. Mereka berdua berada di bawah naungan malam
untuk sebuah alasan. Ini adalah kesempatan untuk menagih keadilan,
untuk menuntut balas hidupnya. Batu bata itu tergeletak di sana.
Polisi itu menoleh kembali, memamerkan kepala botaknya sekali
lagi sebagai sasaran tak terlindungi.
Lalu mengapa ia tak kunjung melakukan hal itu? Perintah itu
macet di separo lengannya. Ada apa denganmu? Ia berusaha
meredakan dorongan panas itu lagi, namun tak berhasil. Que paso?
Orang ini merampas segalanya darimu. Dan ia akan melakukannya
lagi. Pecahkan kepalanya.

Ooo)DW(ooO
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Mestinya telah aku sadari sebelumnya, pikir Francis. Kehadiran


mengendap-endap itu. Rasa panas ganjil di udara itu. Sengalan yang
tak bisa ia bedakan dari tetesan air di genangan di dekatnya atau
denyut darah di telinganya sendiri. Gerakan itu merayap naik dan
mengenainya tanpa ia sadari. Ia menangkap aroma bulu basah saat
dirinya berpaling.

Ooo)DW(ooO

Anjing itu menggeram, menggertakkan semua yang ia miliki di


belakang rahang, seolah muncul keluar dari rerumputan. Ia melihat
bolak-balik antara Loughlin dan Hoolian, seakan-akan hal itu adalah
sesuatu yang mereka berdua sepakati bersama dengan rasa
permusuhan mereka. Hewan itu memamerkan gigi dan
mengeluarkan suara parau, satu dari jenis pitbull berotot yang kau
dengar di penjara, kadang-kadang: dilatih pengedar narkotika
sebagai anjing penyerang. Hoolian pernah melihat beberapa dari
mereka berkeliaran di jalanan dan mengorek-ngorek sampah di siang
hari di sekitar sini, ditinggalkan pemiliknya yang tak lagi dapat
mengendalikan.
Lebih dari sekali, ia harus mencegah Eddie agar tak memelihara
mereka, memperingatkannya bahwa sekali hewan-hewan itu
mengunci rahangnya di tubuhmu, mereka tak akan melepaskan.
Mereka akan merobek otot kakimu jika kau berusaha menariknya. Ia
menjatuhkan tas besarnya dan mulai lari ke arah proyek.

Ooo)DW(ooO

Francis hampir tersandung oleh sebuah kasur air, dengan si anjing


tepat di belakangnya. Tuhan mencoba membuatnya melepaskan satu
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

keping tawaran. Tidak, jangan bantu aku. Aku bisa melakukannya


sendiri. Ia menginjak beling bohlam yang tergeletak di rerumputan,
pecahannya hampir menyayat pergelangannya. Biarkan aku keluar
dengan caraku sendiri. Tak ada orang lain yang menaruhku di sini.
Ia dapat merasakan napas hangat anjing itu di belakang kakinya.
Tak mungkin lagi ia melepaskan diri. Ia mengambil senjatanya dan
berpaling, siap memecahkan kepala hewan itu, berdoa semoga ia tak
akan mengenai salah satu polisi yang tengah mencari-cari di daerah
itu. Tak ada petunjuk tentang asal serangan. Tetapi rumput-rumput
telah berhenti bergerak. Ia sadar anjing itu telah mundur, entah
bagaimana kehilangan aroma tubuhnya. Ia melangkah menuju arah
jalan dan membungkuk, menghirup angin dan bersiap-siap muntah
gara-gara kerja fisiknya. Irama napasnya seperti bunyi sap, sap, sap
yang kian mendekat. Ia menengadah dan dilihatnya cahaya menyorot
dari langit, Bintang Bethlehem mencari-cari di antara lapangan Red
Hook Houses. Perlahan- lahan ia tersadar itu adalah helikopter polisi
yang sedang melayang- layang.

Ooo)DW(ooO

Apa itu? Dada Hoolian meledak dan kaki telanjangnya letih


menampar-nampar batu jalan. Ia berhasil memasuki pintu gerbang
proyek dan dilihatnya para petugas polisi membanjiri halaman.
Helikopter berputar-putar di atas kepala. Ia terkulai di pagar besi,
tahu dirinya tinggal menghitung detik saja sebelum tertangkap. Ia
melemparkan pandangan ke Coffey Street. Kini mereka pasti sudah
memberi tahu Zana soal siapa ia sebenarnya. Mereka akari
menghujaninya dengan surat tuntutan dan mungkin bahkan foto
lama. Mereka akan membuatnya mengerti bahwa ia seorang
pendusta, penjahat, ancaman bagi ia dan anaknya. Anda beruntung
dapat lepas darinya dengan selamat, Nona. Ketika Hoolian mencoba
berpikir tentang bagaimana ia akan menjawab dan menjelaskan,
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

mengatakan bahwa ia tak akan pernah melakukan apapun yang dapat


melukainya, rasa pedih luar biasa menyilet bagian dalam tubuhnya.
Tak ada guna terus lari. Kau hanya bisa sekejap berada di luar air.
Deru baling-baling kian kencang dan suar cahaya dari langit
akhirnya menemukan Hoolian di pagar, menatap dari langit dengan
tangan terbuka.

40

"F RANCIS, KAU benar-benar bajingan brengsek."


Deborah Aaron, mengenakan jins dan kaus turtleneck,
menghampirinya saat ia berbincang dengan sersan polisi yang
sedang bertugas setelah berhasil meloloskan diri dari kerumunan
para wartawan di luar dan berjalan masuk ke pintu depan Seksi 19.
"Tak bisakah kau menelepon seperti layaknya manusia normal.
Aku dapat membawanya ke sini kapan pun kau mau. Senin, Selasa,
Rabu. Tapi, tidak. Kau selalu harus unjuk kuasa."
"Senang bertemu Anda juga, Pengacara." Francis menandatangani
buku catatan dan itu dan memberikannya kembali pada sersan
tersebut. "Kau kelihatan santai sekali."
"Pasti kau mungkin mengira aku akan pergi lebih awal untuk
menikmati akhir minggu hari Columbus Day, agar kau bisa
menangkap Julian sendiri. Sayangnya, aku harus menyerahkan
sejumlah berkas pagi ini dan anakku mengikuti pertunjukan dansa
kelas dua yang berkat dirimu tak dapat kuhadiri. Aku begadang
sepanjang malam menjahit kostum kura-kuranya sambil menulis
laporan singkat untuk Hakim Del Toro. Terima kasih banyak."
"Maumu aku bagaimana, Deb? Berkoordinasi dengan guru-guru
ini?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Kaulah yang selalu mengomel tentang tidak mendapat


pemberitahuan."
Ia memalingkan badan, memamerkan punggung dan beranjak
menuju tangga tanpa repot-repot menengok apakah wanita itu
mengikutinya. Meski gedung itu sudah dibongkar dan dibangun
kembali dari lantai dasar ke atas sejak 1983, entah bagaimana tempat
itu segera mewarisi atmosfer sekolah tua yang usang, seolah-olah
bidang energi dari kejahatan yang telah lama terlupakan mendorong
masuk lewat sela-sela fondasinya.
"Kau pasti sudah benar-benar putus asa," ujar Debbie.
"Merongrong klienku dengan surat perintah setengah jadi dan
menyisir apartemen kekasihnya."
Di puncak tangga, ia membuka pintu dan sengaja menahannya
bagi wanita itu seperti kebetulan. "Silakan, Pengacara."
Di lorong menuju Biro Detektif, terpajang poster "Dicari" dengan
gambar hitam putih seorang penumpang tak bernama di kursi
belakang sebuah taksi. Foto itu, yang diambil dari kamera
tersembunyi, adalah foto pemuda bermata kecil dengan sweter
Timberland dengan tudung terpasang, yang tak lama setelah foto itu
diambil mengeluarkan senjata 22 dan menembak sopir taksinya,
Sandeep Singh, di Jackson Heights, Queens, di belakang kepala,
melontarkan pecahan tempurung kepala korban ke kaca depan.
Sejauh ini tak ada saksi untuk mengidentifikasi pemuda itu, dan tak
ada imbalan ditawarkan. Teguran muram bagi Francis bahwa ia
masih punya kasus lain yang harus ditangani.
"Aku juga tak suka kau menghubungi Judy Mandel serta
wartawan lain dan membuatku selalu dikeroyok orang-orang itu."
Deb membuntutinya ke dalam ruang skuad dan melewati deretan
meja, sol karet mendecit di lantai kayu, hal ganjil di tempat yang
dihuni sepatu bagus.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Hey, aku tak tahu siapa yang membocorkan informasi tentang


keberadaan Hoolian di sini." Francis mengangkat bahu. "Aku bukan
penerbitnya."
Seekor burung hantu plastik berdiri di puncak lemari kabinet,
menatap tajam pada sosok yang tengah tertidur di sel tahanan di
seberang ruangan, mengingatkan Francis bahwa seksi ini selalu
terlalu kuno bagi seleranya. Sejumlah gadis hanya sedikit lebih muda
dari Christine dan Allison bisa saja terpampang dalam poster Orang
Hilang di dinding. "Highway to Hell" meraung dari radio dan buku
The South Beach Diet tergeletak di sebelah wadah salad terbuka di
satu meja detektif.
"Setidaknya kau memberinya makan?" tanya Deb.
"Apakah kau juga akan berlaku begitu?" Francis melirik sepintas.
"Taktik intimidasi murahan."
"Hey, tak ada yang seperti The Sound of Music kalau sedang
mengusut."
Deb mengusap pipi, mengerti betul seperti halnya Francis bahwa
ia sendiri suka mendesak tersangka yang kelaparan tanpa henti dan
membuat pengacara mereka menunggu berjam-jam di koridor yang
bak bangsal TBC.
"Aku tak pernah membuatmu menyeret seseorang dari jalan tanpa
surat izin."
"Dari mana kau tahu tindakan kami tak mengantongi izin? Apa
kau punya saluran polisi? Menurutku kau tak lagi sepintar itu."
Sejurus kemudian, Francis mafhum, hinaan itu menyengat lebih
dalam dari yang ia maksudkan, lalu teringat setengah detik kemudian
bahwa Deb pernah punya suami, detektif dari Sembilan-O, yang
ditahan karena memukulinya.
"Dengar, kami memiliki surat perintah resmi untuk menyelidiki
barang-barang miliknya," terangnya, berusaha kembali bersikap
profesional. "Ia yang menyerang petugas dan lari ke luar."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Yeah, menyerang dengan buku anak-anak," dengus Deb.


"Seolah-olah itu akan berguna di pengadilan jika kau ingin
menuntutnya. Memangnya apa pula yang kalian cari?"
"Pastinya kami berpikir ia memiliki benda yang relevan dengan
kasus yang tengah kami kerjakan. Kau bisa menduganya sendiri,
Deb."
"Seperti apa? Kau kira ia menyimpan darah gadis yang sudah
tewas dua puluh tahun lalu agar ia bisa mencipratkannya di TKP?"
"Oke, kami membawanya ke sini untuk bermain pasang gambar
buta."
"Tak akan lebih aneh dari rumor yang kudengar tentang
investigasi ini." Mereka berhenti di luar ruang interogasi. "Kuharap
kau bangga pada dirimu sendiri, Francis."
"Wuuush. " Hoolian menepuk tangannya, lega ketika
pengacaranya akhirnya masuk. "Untunglah. Aku sudah muak."
Ia sudah berada di ruang ini sejak pukul enam pagi, berusaha
tidak menangis atau kehilangan pertahanan diri saat Nona A
berhalangan. Semua bentuk fisik telah berabah di seksi ini; hanya
kengeriannya yang tetap sama. Bunyi seratus-ribu-burung-jay-
menjerit-di-kepalamu, teror yang membuatmu ingin kencing di
celana yang diingatnya dengan begitu baik.
"Kau tak apa-apa?" Nona A meremas bahunya.
"Ya. Tapi, kukira aku sudah cukup bicara di sini."
Letih, ia mulai bangkit saat detektif berkulit hitam yang telah
bersamanya sepanjang waktu mendorong pintu.
"Selamat sore, Nona Aaron." Ia mengulurkan tangan dan
tersenyum, tampak manis dan memesona. "Rashid Ali. Aku telah
mendengar berita-berita baik tentang Anda."
"Yang pasti bukan dari rekan kerjamu."
"Maka ia tak menghargai pengacara yang sungguh-sungguh baik."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Hoolian celingukan, sadar belum melihat Loughlin sejak tiba di


situ. Satu lagi yang berbeda dari kali terakhir itu.
"Bisakah Anda memberi tahu mengapa klien saya dibawa ke
sini?"

Ooo)DW(ooO

"Jalang brengsek," kata Paul Raedo, datang menghampiri Francis


di balik kaca.
"Apakah begitu cara calon Hakim Agung bicara?"
"Aku tak pernah akur dengannya, kau tahu," gumam Paul. "Selalu
memamerkan diri di depan Jaksa Wilayah saat sama-sama berada di
lift. Seolah-olah itu bisa membawanya ke bagian pembunuhan hanya
dalam waktu tiga tahun."
Sebenarnya itu tak kedengaran seperti profil Deb sama sekali,
harus Francis akui. Wanita itu lebih tekun, pekerja keras, selalu
memastikan bahwa ia dinilai berdasarkan kinerja dan sama sekali tak
pernah bergantung pada penampilan fisik.
Di lain pihak, Paul tercantum dalam daftar Sepuluh Teratas orang
Brengsek milik Francis belakangan ini. Membiarkan Hoolian keluar
dari penjara sejak awal; lupa menghubungi keluarga korban;
mempermalukan diri di depan umum oleh Hakim Bronstein; dan
yang terburuk adalah menaruh berkas-berkas dengar pendapat
hukuman indisiplinernya tahun 1981 di map kasus. Francis berusaha
tak terlalu terobsesi dengan hal itu karena—ya, apa yang bisa ia
perbuat saat ini? Tapi kelak, setelah ini semua berakhir, ia akan
menarik Paul ke tepi dan berkata, Bung, cabut pisaumu dari
punggungku, aku benci tidur miring.
"Kukira aku harus masuk dan menyampaikan berita baik ini
padanya?" Paul mengangkat alis, menolong rambut cepak di puncak
kepalanya.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Tak usah, biar Rashid yang mengurus. Ia bisa melakukannya


dengan baik."

Ooo)DW(ooO

Detektif Ali menaruh potongan linen warna khaki yang ia


perlihatkan pada Hoolian sebelumnya di meja, dengan tiga noda
gelap saling bertumpukan dengan ukuran serta warna yang sedikit
berbeda—serangkaian bulan gelap setengah, gerhana satu sama lain.
"Apa yang kulihat?" tanya Nona A.
"Ya..." Ali menguap. "Sebagaimana saya yakin Anda tahu,
banyak pembicaraan tentang adanya rantai bukti dalam kasus ini.
Orang mulai berpikiran macam- macam. Jadi, kemarin kami
memutuskan untuk pergi lagi ke gudang barang bukti dan
memastikan siapa tahu kami bisa memperoleh sesuatu selain sarung
bantal."
"Jadi ini...?"
"Ini adalah bagian dari kain penutup sofa Allison. Sofa tempatnya
berbaring ketika jenazahnya ditemukan."
"Yang mestinya kalian miliki sejak awal," sela Nona A. "Dan
yang lebih penting, yang mestinya aku miliki sejak awal."
Meski terganggu lantaran perempuan itu bicara padanya seolah ia
staf penjualan yang malas, Ali tak memperlihatkannya. "Kami semua
menginginkan kesempurnaan, Nona Aaron. Hanya sebagian dari
kami yang mendapatkannya."
"Apa maksud pembicaraan Anda ini, Detektif? Klien saya sudah
berada di sini cukup lama. Jika Anda ingin menuntutnya karena
melawan penahanan atau omong kosong lain, mari kita bicarakan
dakwaannya dan lempar keluar kasusnya. Saya melihat surat
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

perintah yang berhasil kalian minta dan ditandatangani Hakim


O'Brien. Ia pasti setengah tertidur waktu itu."
"Jadi noda pertama yang sedang kita lihat ini adalah darah." Ali
mengabaikannya dan menyentuh benda itu dengan kuku telanjang
berkilau. "Penyelidik forensik menyatakan itu adalah seorang wanita.
Kemungkinan besar darah si korban."
"Kalau begitu hentikan pemberitaan." Nona A berkacak pinggang.
"Kalian menemukan darah korban di TKP-nya sendiri. Selamat,
Francis." Ia menatap tepat pada kaca satu arah itu. "Itu hal pertama
yang kau lakukan dengan benar dalam kasus ini."
"Ya... tidak secepat itu." Ali menahan jeda seperti tabuhan drum.
"Kita masih punya dua noda lain yang harus diperiksa."
"Aku tak sabar lagi."
Detektif itu tersenyum dan menunjuk noda paling besar. "Nah,
yang ini adalah darah juga. Namun, itu bukan milik korban. Dokter
forensik menganalisisnya semalam dan berhasil memperoleh profd
DNA-nya. Coba tebak? Ternyata cocok dengan sampel ludah klien
Anda, Tuan Vega, yang dengan murah hati disediakan untuk
Detektif Loughlin beberapa minggu lalu."
Mata Nona A. melirik, mengingatkannya betapa marah
perempuan itu tentang tindakannya meludahi wajah Loughlin.
"Maaf, Detektif, tapi lalu kenapa?" ujarnya, tanpa mengendur.
"Klien saya menyatakan dalam wawancara awal bahwa ia tengah
mengerjakan sesuatu di apartemen korban, memperbaiki toiletnya
sebelum ia duduk di sofa menonton TV bersamanya. Tentu, ia bisa
saja melukai dirinya sendiri saat bekerja."
Hoolian menatapnya, terkesan; satu-satunya tanda wanita itu
sedikit kaget adalah garis-garis kerut halus mirip kipas yang
memancar dari sudut mata.
"Spekulasi yang bagus." Ali mengangguk. "Hanya ada satu hal."
"Apa itu?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Noda terakhir ini." Jarinya mengawang di atas noda terbesar.


"Anda mau tahu?"
"Saya yakin Anda akan segera memberitahukannya."
"Itu adalah cairan sperma Tuan Vega. Sebagaimana Anda lihat,
jumlahnyatukup banyak. Dan, cairan itu menyentuh noda darahnya
dan noda darah Dr. Wallis."
Dalam kedutan singkat, Hoolian melihat drama tiga babak di
wajah pengacaranya: syok, terluka, dikhianati. Lalu drama itu mati
sesaat, berusaha mencerna semuanya. Pada orang lain, mungkin tak
bakal ada jeda. Tetapi melihatnya setelah berondongan kata-kata
tanpa henti, kesunyian ini terasa membikin tuli.
"Oh, aku mengerti," ujar Deb, akhirnya.
Mulutnya membentuk senyum pahit saat berbalik pada kaca lagi,
mengalihkan segenap amarah, dari Hoolian kepada para lelaki di
balik kaca itu.
"Kalian mengira bisa membawa klien aku ke sini, mengancamnya
atas tuduhan palsu, dan menyodorkan omong kosong ini di bawah
hidungnya untuk mengoreknya sebelum pengacara datang."
"Tak ada yang memaksanya menjawab pertanyaan setelah ia
meminta pengacaranya," kata Detektif Ali. "Kami hanya saling
berbagi informasi, berharap ia bisa membantu kami. Jika ingin
mengeluarkan pernyataan tentang mengapa spermanya dapat
bercampur dengan darah Dr. Wallis, itu terserah ia sendiri."
Nona A tetap memelototi kaca itu, melanjutkan pertikaian tanpa-
katanya dengan Loughlin dan semua yang menonton.
"Jika kalian tak akan menuntut, aku akan membawa ia pulang,"
ujarnya. "Jelas kalian tak akan coba-coba menekan kami seandainya
menemukan sesuatu yang penting dalam penggerebekan pagi ini."
Ali duduk di sudut meja, hampir tak bergerak. Mengenakan
kemeja kerah dengan manset Prancis dan dasi biru gelap, ia mirip
model majalah yang sedang menunggu sesi pemotretan.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Ah... Ada satu hal lagi yang lupa saya sebutkan."


"Ia tak akan bicara." Nona A menggelengkan kepala. "Kalau kau
masih ada pertanyaan lagi, angkat telepon dan hubungi kantorku
untuk membuat perjanjian. Detektif Loughlin dan Tuan Raedo punya
nomornya."
"Baiklah." Rashid setengah tersenyum. "Kami hanya bertanya-
tanya mengapa Julian terlihat berjalan-jalan di sekitar 294 East 94th
Street. Itu saja."
Nona A terlihat heran.
"Tempat dokter wanita yang satu lagi tinggal," gumam Hoolian.
"Aku tak mengerti."
"Penjaga gedung itu mengidentifikasi Julian dari sebuah foto. Ia
bilang pernah melihatnya di sekitar situ. Tingkahnya 'mencurigakan.'
Itu kata-katanya, bukan kami."
"Aku sudah mengatakannya padamu, G.," sela Hoolian. "Aku
mengantar barang ke sana."
"Julian, diam."
Wanita itu mengucapkannya dengan terang dan acuh, seakan ia
mengembalikan bola dalam permainan tenis lewat backhand.
"Pembicaraan ini selesai." Ia menggaet Hoolian di lengan dan
menariknya bangkit. "Sampai jumpa di pengadilan."
Mereka berjalan keluar, meninggalkan Ali dengan kedua tangan
di saku.
Di ruang skuad, setengah lusin detektif kembali ke mejanya,
berusaha terlihat sibuk, meski sedetik sebelumnya mereka berbaris di
balik kaca, mendengarkan setiap kata. Nona A berjalan melewati
barisan lemari berwarna hijau, tempat Loughlin dan Paul Raedo
duduk memunggungi, pura-pura tengah mempelajari map kasus.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Bagus sekali," ujarnya. "Mencoba menimpakan dua pembunuhan


pada klienku sementara kalian bahkan tak bisa membuktikan satu
pun."

Ooo)DW(ooO

"Jadi kita tak akan menuntutnya untuk penyerangan dan


perlawanan?" tanya Francis.
"Aku baru dengar dari Jaksa Wilayah." Paul menggelengkan
kepala dan menaruh ponselnya kembali di saku. "Ia ingin
membatalkannya. Ia melihat ini sebagai bagian dari aksi balas
dendam terhadap orang ini. Dan, eh, ia juga bertanya tentang caraku
memperoleh surat perintah." Paul terlihat malu- malu. "Ia pikir
mungkin kita membuat hakim bertanya-tanya tentang beberapa isu
prosedural."
"Omong kosong," gumam Francis. "Jaman dulu, orang tak dapat
surat izin gara-gara mengarang omong kosong pada polisi New
York. Kau dapat peringatan atas perilaku."
"Jadi, bagaimana menurutmu?" Paul mengarahkan kepala ke arah
ruang interogasi yang kosong.
Francis mengusap rahang, sudah mengantisipasi untuk tak masuk
sendiri ke sana untuk mencegah suhu memanas.
"Kurasa kita punya darah dan cairan sperma lelaki itu di TKP
pertama. Dan seseorang mengenali dirinya berada di dekat TKP
kedua. Ada sesuatu di sana."
"Kurasa kau benar." Paul mengangguk. "Hingga kemarin, kau
sudah siap mencoretnya karena hal- hal aneh dengan DNA itu. Tapi
kini aku tak tahu apa yang terjadi."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Aku juga tidak," aku Francis. "Otakku serasa meleleh dari


telinga. Aku hampir bertanya-tanya apakah kita mengubur gadis
yang salah."
"Jadi, apa yang kita lakukan sekarang! Kita bahkan tak punya
teori operasi, ya kan?"
"Maksudmu cara menjelaskan fakta bahwa kita punya cairan
sperma Hoolian di TKP pertama, penjaga mengenalinya dari luar
apartemen Christine, lalu darah wanita yang sama di kedua TKP?"
"Punya perkiraan?"
"Tidak." Francis mendesah. "Tapi, ia pasti punya kaitan dengan
keduanya, entah bagaimana. Meski mengapa ia tak membuka hati
saja dan memuntahkan semuanya, aku tak tahu. Mungkin ia memang
benar-benar menyimpan DNA wanita itu. Maksudku, ia mencuri
album fotonya. Mungkin ia menimbun sesuatu, seperti orang-orang
penyuka jimat. Kau tahu, orang mencari barang-barang aneh seperti
sepatu wanita atau semacamnya."
"Ya...aku tak begitu tahu hal- hal seperti itu." Mata Paul
mengembara ke samping. "Apakah tas besarnya ditemukan?"
"Tidak, kami sudah memeriksa dengan saksama lapangan itu di
siang hari dan tak menemukan apa-apa. Bukan berarti barang itu
akan memberi banyak manfaat seandainya kita tersandung masalah
surat perintahnya.”
“Jadi, bagaimana setelah ini?"
"Terus terbuka dengan pilihan yang kita punya. Aku menugaskan
sejumlah polisi untuk mengawasi rumah penampungan Hoolian
untuk dua hari ke depan, agar ia tak coba-coba. Rashid akan kembali
memeriksa berkas kasus itu satu per satu, kalau-kalau kita
melewatkan sesuatu. Yunior memeriksa catatan kelahiran untuk
melihat jika Eileen punya putri lain yang tak ia ceritakan. Jimmy
Ryan menyisir ulang lingkungan apartemen Christine, dan ada tiga
detektif lain yang mewawancara ulang setiap pasien dan staf yang
pernah dikenal wanita itu di rumah sakit."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Dan apa yang kau lakukan?"


"Aku akan pulang untuk tidur beberapa jam sebelum benar-benar
sinting. Aku harus sedikit menjernihkan kepalaku."
"Kau pulang?" Paul menatapnya seolah Francis baru
mengumumkan dirinya akan menghabiskan akhir minggu bersama
gadis-gadis penghibur.
"Jangan melihatku seperti itu, aku menghabiskan semua jatah
lembur tahun ini untuk beberapa minggu kemarin. Aku benar-benar
letih."
"Uhh, aku tak tahu, Francis." Paul menggelengkan kepala.
"Menurutku, kau telah berubah."
"Maksudmu?"
"Aku mulai berpikir, kau dan aku kini tak lagi sejalan. Ayahku tak
pernah cemas tentang jatah lemburnya. Ia melakukan apa saja yang
diperlukan demi pekerjaannya."
Francis menatap, mengira ia pasti bercanda. Semua orang tahu
ayah Paul seorang detektif tua korup bagian narkotika yang dikenal
dengan "Periksa-Dia" Raedo di masa jabatan sebelum Knapp. Tapi,
Paul hanya berdiri di sana, memandangnya, bulunya meremang
seperti pena landak. Tidak, pikir Francis. Kita memang tak lagi
sejalan.
"Jangan repot-repot, Yang Mulia. Aku cuma di seberang."
"Yeah." Paul memunggunginya. "Aku pasti akan menghubungimu
jika ada gadis lain yang wajahnya dipukuli."

41

"HOOLIIIIAAAN!!"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Seseorang bak badut di belakang kerumunan terus-menerus


melagukan namanya dengan nada sumbang yang mengganggu.
"Hooo-liiiii-aaaaaann!!!"
Rasanya seperti ada batu ampelas di taringnya. Hoolian
menundukkan kepala sementara Nona A mendorongnya melewati
bunyi desis kamera dan dinding suara-suara mengejek di luar gedung
itu.
"Hey, Julian, sebelah sini!"
"Julian, kenapa kau membunuhnya?"
"Mereka memperlakukanmu dengan baik kali ini?"
"Nona Aaron, apakah klien Anda ditahan kembali?"
Wanita itu mengangkat tasnya di depan wajah Hoolian dan
berusaha melambaikan tangan mencari taksi saat orang-orang itu
mengelilinginya seperti para pengeroyok di sekolah, meneriakkan
pertanyaan dan mengambil foto.
"Klien saya menjadi sasaran kampanye kotor tanpa henti dari
kepolisian dan jaksa wilayah,»" jawab perempuan itu. "Ia tak
dituntut secara resmi hari ini dan sebagaimana kalian tahu, dakwaan
sebelumnya telah dicabut."
"Hooliiiiaaaannn!!" suara sumbang itu semakin bertenaga dan
mengejek. "Hoooolii-oooliiii-ooo-liii-aaannnnn!!"
Ia memamerkan gigi dan berbalik menghadapi puluhan kamera,
mengabadikan senyumnya untuk koran esok pagi; ia tampak seperti
monyet yang akan ditembak bius karena melukai penjaga kebun
binatang.
"Debbie, apakah mereka menanyai Julian tentang kasus Christine
Rogers?"
Sebuah taksi kuning akhirnya menepi dan wanita itu segera
meraih pegangan pintu. "Kami tak punya komentar lagi saat ini.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Saya minta kalian menghormati privasi klien saya dan tujukan semua
pertanyaan pada kantor saya."
"Apa katanya? "
"Di mana kantornya? "
"Apa yang kau lakukan akhir minggu ini? "
Debbie membuka pintu dan mendorong Hoolian ke dalam taksi.
"Astor Place," ujarnya, masuk di belakangnya dan membanting
pintu, untuk terakhir kalinya "Hooliiiii—" mengikuti mereka saat
menjauh dari teriakan kerumunan itu.
Sang supir, seorang Sikh mengenakan turban—serban ala India—
dan janggut hitam mewah seolah seekor tupai menutupi bagian
bawah wajahnya, memperhatikan mereka dari kaca spion.
"Kalian masuk TV?"
"Sekarang ya," ujar Nona A, muram.
"Sudah kuduga aku mengenalmu. Kau dari acara Fear Factor?”
"Pemisah ini tak bisa menutup?"
Sebelum supir itu menjawab, Deb menutupnya sendiri dan
berpaling pada Hoolian. "Ada yang perlu kita bicarakan.”
“Apa?"
"Noda kecil darahmu di sofa mungkin bisa kujelaskan." Ia
memegang erat keranjang Nantucket di pangkuannya. "Tapi, cairan
spermamu?"
Taksi itu berjalan zig- zag saat si pengemudi mengarungi blok dan
menuju daerah macet di Lexington.
"Haruskah aku menceritakannya?" Hoolian meraih sabuk
pengaman.
"Ya. Aku betul-betul butuh sedikit pertolongan."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Hoolian menatap keluar jendela dan tak berkata apa-apa hingga


mereka terhadang lampu merah dekat Bloomingdale's.
"Di sini begitu bersih sekarang. Dulu suka ada sampah di
jalanan."
"Bicaralah padaku," ujar wanita itu. "Aku harus tahu faktanya?”
"Ia menyentuhku."
Tak ada seorang pun yang berbicara selama beberapa detik saat
mobil itu stop di dekat trotoar. Di salah satu jendela toko, menekin
wanita putih terbungkus kulit dan warna-warna berpose di depan
sebuah papan yang berbunyi A K U AKAN MEMATUHI POLISI FASHION.
"Maksudmu, Allison Wallis, seorang wanita dewasa, hampir
sepuluh tahun lebih tua darimu, dengan gelar dokter, memulai
interaksi seksual denganmu? Itu yang kau katakan padaku?"
Hoolian merasa dirinya tengah diawasi semua pejalan kaki
wanita, menembus jendela taksi. Mereka menatap matanya sedetik
dan bergegas pergi, memegang tasnya sedikit lebih erat.
"Itu yang ingin kuceritakan pada detektif dulu di tahun 1983, tapi
aku tak tahu bagaimana mengatakannya."
"Ia meraba-rabamu. Saat sedang mengalami menstruasi? Kau
benar-benar berharap aku percaya pada ucapanmu itu?"
"Mengapa tidak?" Hoolian melipat tangannya.
"Demi Tuhan, Julian—" ia berhenti, berusaha menguasai diri.
"Kau tahu berapa banyak waktu kuhabiskan untuk kasus ini? Kau
tahu berapa malam yang kulewatkan dari anak-anakku?"
"Aku tak pernah bohong padamu."
"Aku ingin mempercayai hal itu, tapi kau benar-benar
menakutkanku sekarang. Lututku goyah."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Hoolian merosot di lapisan vinil kelabu jok mobil, merasakan


empasan keluar dari sela-sela bantalan-bantalan itu. Hal- hal yang tak
sengaja orang tinggalkan.
"Baiklah," ujarnya. "Kejadiannya seperti yang kuceritakan. Aku
datang ke apartemennya kadang-kadang untuk memperbaiki sesuatu
dan kami ngobrol.'"
"Tentang apa?" tanyanya tajam.
"Tentang hal- hal sehari-hari. Dan, kadang ia bercerita tentang hal-
hal yang menekannya di rumah sakit dan punggungnya terasa sakit.
Jadi, kadang aku memijatnya."
"Hmm." Deb mengangguk dan mendengus, memutuskan untuk
tetap tenang sejenak.
"Itu menjadi sebuah kebiasaan. Kami akan duduk di sana,
menonton televisi, dan kupijat bahunya kadang-kadang. Itu saja.
Kami berdua tak menganggap penting perbuatan itu. Meski kini
setelah kupikir kembali, rasanya seperti, terkutuk, apa maksudnya
dulu itu?"
Hoolian melirik, untuk melihat apakah wanita itu
mempercayainya.
"Lanjutkan," ucap Deb, waspada.
"Lalu malam itu, toilet tak mau berhenti mengalir dan aku
dipanggil para penghuni karena ayahku sedang keluar dan tukang
yang biasa sedang libur. Jadi akulah yang pontang-panting,
memperbaiki, berusaha membuat wanita-wanita ini senang. Aku
ingat Nyonya London di 7A wastafelnya bocor dan Nyonya
Rosensweig di 4D lampu ovennya bennasalah. Dan ketika
pekerjaanku selesai, aku benar-benar capek. Saat itulah ia
menawarkan untuk memijat bahuku sekali itu."
"Oo-kee." Mulut Deb membentuk lingkaran kecil.
"Lalu kami terbawa suasana dan kami kemudian berpelukan satu
sama lain," ujarnya. "Kau tahulah, seperti kakak-adik mulanya. 'Oh,
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

kau selalu ada untukku. Kau benar-benar temanku. Aku cinta


padamu...' Lalu, kami mulai bertindak sedikit lebih jauh."
Lampu berubah hijau dan mereka mulai menembus kepadatan
lalu lintas.
"Julian, sekarang sudah tak zaman lagi memperhalus ucapan. Aku
ingin kau benar-benar blak-blakan padaku."
"Oke, penisku mengeras. Nah." ia duduk kembali.
"Ia tahu apa yang terjadi dan aku pun begitu." Ia tak bermaksud
bermain kata. "Kau tahu saat sesuatu terjadi dan kau berpura-pura
bahwa itu tak terjadi? Lalu setelah beberapa saat kau tak lagi bisa
berpura-pura?"
"Ya," katanya kaku. "Kurasa aku pernah dengar."
Hoolian tak suka melihat Deb yang masih menahan diri di
hadapannya. Sadar benar wanita ini pasti telah mengacaukan
beberapa hal dalam hidupnya jika hanya bisa membela orang-orang
seperti Hoolian dan membesarkan kedua anaknya sendirian.
"Jadi begitulah yang terjadi," ujar Hoolian. "Dan aku hanya anak
kecil yang bahkan tak pernah punya kawan wanita cukup dekat
untuk bernapas di telinganya, sampai aku tak dapat lagi menahannya.
Mengerti?"
"Kau langsung terejakulasi olehnya."
Lelaki itu meringis mendengar istilah klinis itu dan melirik ke
arah partisi untuk mengecek apakah si sopir turut mendengar. "Kau
tak perlu berkata seperti itu."
"Aku harus benar-benar yakin apa yang kita bicarakan kali ini."
Alur di antara hidung dan mulutnya memanjang. "Tak boleh ada
celah kesalahan."
"Yeah, itulah yang terjadi," gumam Hoolian, berusaha
mendapatkan suaranya kembali. "Tapi ia menyukainya. Sungguh.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Aku butuh waktu tujuh atau delapan tahun untuk menyadarinya. Saat
itu aku cukup naif."
Ia bertanya-tanya apa yang akan Zana pikirkan setelah mendengar
cerita ini.
"Dan setelah itu?"
Matanya melesat melewatinya. "Ia tampak mulai sedikit kecewa,
kurasa."
"Oh?" ia biarkan kata itu menetes seperti jarum es dari bibirnya.
"Maksudku, awalnya ia baik-baik saja. Seperti ia siap
melupakannya dan bersikap seolah itu tak benar-benar terjadi.
Tetapi ia kemudian mulai gugup, seolah cemas seseorang akan
mengetahuinya."
"Apakah ia bilang siapa?"
"Tidak, ia hanya berkata, 'Kau betul-betul harus pergi sekarang.
Kau tak boleh ada di sini lagi.'"
Hoolian benci pada kenyataan bahwa perempuan itu mengorek
semua kata-katanya dengan sisir halus, berusaha menjeratnya, seperti
para detektif itu.
"Dan mengapa kau tak mengatakan semua ini pada Loughlin
dalam interogasi awal?"
"Ketika itu aku masih anak Katolik yang taat yang baru mulai
bercukur sebulan sebelumnya." Suaranya serak. "Aku bahkan tak
tahu kata apa yang akan kugunakan. Aku bisa mengucapkan seluruh
isi misa bahasa Latin dengan mudah ketimbang mengucapkan
"penis" atau "vagina."'
"Bagaimana dengan Figueroa, pengacaramu pada persidangan
pertama?"
"Ia tahu semaunya. Aku ceritakan bagaimana kejadian persisnya,
tapi ia sepertimu. Tak mempercayaiku. Ia bilang, 'Bagus, Julian.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Sekarang simpan saja itu untuk dirimu sendiri. Kau tak akan
memperoleh apa-apa dari cerita itu dengan saksi di depanmu."
Ia menistakan bangsat tua itu. Hoolian masih bisa membayangkan
orang itu di kantor Court Street-nya, noda mustard terang di manset
setelan jaket, punggung-punggung buku hukum usang mengelupas di
rak, bicaranya kasar dan sok perhatian padahal yang ia inginkan
hanya menggerogoti harta si klien dan bersenang-senang dengan
kapal pribadinya di Florida Keys.
"Jika itu benar, mengapa kau tak mengatakannya padaku sejak
awal?"
"Hal pertama yang kau katakan: 'Hanya jawab pertanyaan yang
diajukan. Saksi yang baik mengetahui, jangan pernah merendahkan
orang bodoh. Berfokuslah pada isu yang relevan dengan tuntutan.'
Yaitu"—ia menjentik dengan jemarinya— "apakah pengacaraku
tidak kompeten? Ya. Apakah ia memberiku hak untuk bersaksi?
Tidak. Mengapa pemerintah tak memunculkan bukti DNA yang
kami minta? Dan mengapa mereka tak mengejar semua saksi yang
bisa membersihkan namaku?"
Deb mengangguk, mengakui setiap poin seiring memucat
wajahnya. "Ya, tapi bagaimana penemuan darahmu dan darahnya di
kain penutup sofa?"
"Seperti yang kau bilang. Aku mengerjakan banyak hal di gedung
malam itu. Kurasa aku mungkin tersayat saat memotong pipa dan
tetesannya mungkin mengenai sofanya saat kami bersama.
Bagaimana darahnya sampai ada di sofa, aku tak tahu. Itu pasti
terjadi setelah aku pergi dan orang lain datang dan menyerangnya."
"Oh Tuhan." wanita itu membuka jendela taksi, membutuhkan
udara segar. "Kuberi tahu kau, Julian. Lebih baik tak
membohongiku. Kalau kau bohong, bukan aku yang akan
menyeretmu kembali ke penjara. Kau dihukum dua puluh lima tahun
penjara, seandainya kau lupa."
"Apa aku terdengar seperti sedang berbohong?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Deb terdiam cemberut. Di sekeliling mereka, orang-orang mulai


meninggalkan kota lebih awal untuk mengejar akhir minggu yang
panjang. Pria dan wanita membawa tas dan koper kecil, bergegas
menuju Grand Central, melemparkan pandangan khawatir ke langit,
melewati kanopi Graybar Building, saat para tikus penggores kabel
suspensi terlihat seakan mereka tengah mencoba meninggalkan
kapal. Kembali lagi selama lima tahun mungkin tak akan begitu
menakutkannya beberapa hari yang lalu, sebelum ia berhubungan
dengan Zana dan anaknya. Tetapi hidup di luar telah menodaimu. Itu
membuatmu lupa bagaimana hidup di dalam kurungan.
"Bagaimana tentang hal satu lagi itu?" wanita itu berkata diam,
seolah-olah dengan hati- hati menarik benang yang menggantung dari
lengan baju Hoolian.
"Apa?"
"Wanita yang mereka tanyai tentangmu. Si pekerja magang di
Mount Sinai."
"Ada apa dengannya?" ujar Hoolian datar.
"Apa kau akan menceritakan mengapa penjaga gedung melihatmu
berjalan-jalan di luar gedung?"
"Tempat kerjaku sembilan atau sepuluh blok dari sana. Aku
bahkan tak pernah mengantar barang ke gedungnya. Jika benar
demikian, pasti akan ada slip tanda terima dan mereka akan
menyodorkannya di depan wajahku."
"Lalu bagaimana dengan tanganmu?"
"Ya, ada apa memangnya?"
Ia membuka dan menutup kepalan tangan, sadar wanita itu
mengawasi gerak-geriknya setiap saat sekarang.
"Apa yang sebenarnya kau lakukan dengannya? Aku tahu kau
tidak menyayat dirimu sendiri di gudang. Kau bahkan tak menatapku
ketika kuanjurkan kau mengajukan tuntutan."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Ia menekan bibirnya dan berpikir sejenak. "Apa yang akan terjadi


jika aku berkata yang sesungguhnya?"
"Tergantung." Deb memastikan sabuknya terkunci. "Aku petugas
pengadilan. Aku tak mau bersumpah palsu. Jika berbohong tentang
sesuatu yang kau lakukan, kau harus maju sendiri."
"Aku khawatir aku telah melukai seseorang."
Wanita itu memejamkan mata dan menarik lututnya rapat. Selama
beberapa saat tampaknya tak mustahil ia akan mendorong lelaki itu
keluar dari taksi yang sedang melaju.
"Oke," katanya, perlahan- lahan menguasai diri. "Kau benar-benar
harus membuatku mengerti tentang hal ini."
"Ini hak istimewa pengacara-klien, kan?"
"Julian. Hentikan omong kosongnya."
Hoolian memajukan badan, memastikan si supir tak mendengar
pembicaraan mereka dan radio menyala.
"Aku selalu naik kereta bawah tanah setelah pulang kerja. Dan
seseorang dari tempat asalku mulai memperhatikan."
"Di mana?" selanya, siap membuyarkan cerita.
"Dari 86th Street ke Grand Central di kereta empat. Aku berkata,
"Bangsat, Bung, apa aku kenal kau dari penjara atau bagaimana?'
Lalu di 42nd Street ia mengikutiku dari kereta bersama kelompoknya
dan berkata, 'Hey, Bung, apa kau lihat- lihat?' aku memakai medali
Saint Christopher yang ayah berikan padaku."
"Maksudmu mereka mencegatmu untuk rantai seharga dua puluh
dolar?"
"Emas itu sangat berarti bagiku." Ia menyentuh dadanya, tempat
dulu medali itu berada. "Jadi aku dan orang itu sampai keluar dari
peron."
"Kalian berkelahi?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Benar. Kukira ia pasti membawa pisau, karena tanganku terluka


cukup parah. Darah mengaliri lenganku. Jadi aku mendorongnya—"
"Ke rel?" Hollian bisa mendengar tarikan napas Deb yang
tertahan.
"Tidak, di tangga, tapi cukup jauh jatuhnya. Hingga peron tujuh.
Ia jatuh seperti dalam gerak lambat." Ia mengangkat tangannya
seperti dicambuk. "Butuh beberapa lama baginya untuk mencapai
dasar. Kemudian semua temannya mengejar turun."
"Ia baik-baik saja?"
"Aku tak tahu." ia memainkan kunci pintu. "Aku lari ke atas dan
keluar stasiun. Karena itulah aku takut menceritakannya padamu.
Aku takut aku mungkin mematahkan lehernya."
Deb memperhatikan Hoolian menaikturunkan kenop pintu. "Jadi,
boleh jadi kau membunuhnya? Itu yang sedang kau coba katakan
padaku?"
"Kukira tidak. Aku memeriksa koran beberapa hari berikutnya,
dan tak ada berita apa pun tentang itu. Tapi aku mungkin melukainya
cukup parah."
"Brengsek." Deb menyandarkan kepala. "Lalu kau berbohong
pada polisi dan pengacaramu tentang ini?"
"Aku panik, oke?" Supir itu menoleh, mendengar suara Hoolian
meninggi. "Kukira mereka akan menahanku kembali untuk
penyerangan atau perbuatan ceroboh membahayakan sebelum aku
kembali bersidang," bisiknya. "Dan semua orang akan mengira
mungkin aku telah melakukan apa yang mereka tuduhkan sejak
awal."
"Dan, kau berharap aku percaya bahwa ini kebetulan terjadi pada
saat yang sama ketika gadis lain terbunuh?"
"Tidak, ini hampir seminggu sebelumnya. Kau bahkan melihatku
dengan balutan saat itu. Kau tak ingat?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Kepercayaan diri wanita itu terguncang. Hoolian dapat melihat


dari cara Deb berpaling darinya, merapikan kerutan celana dan mulai
menggosok-gosok bibir terus-menerus, berusaha menghadirkan
kembali urutan waktu di pikirannya. "Harus kubilang, Julian, aku tak
tahu apa yang kupikirkan sekarang."
"Yeah, aku menceritakan yang sebenarnya."
"Begitu. Jadi, hanya kemarin kau berbohong?"
Hoolian menoleh keluar jendela dan merasakan kesunyian yang
dimunculkan liburan panjang itu. Betapa mencekam Manhattan yang
ditinggalkan pada saat-saat seperti ini. Bahkan di lingkungan tempat
penghuninya tak pergi berlibur ke luar kota, seolah bom telah
menghancurkan, hanya menyisakan gedung, membuat bayang-
bayang panjang. Ia melihat trotoar kosong, lampu hijau bagi pejalan
kaki yang tiada, hantu-hantu di jendela muncul, dan tinggi di atas,
menara jam Met Life tampak mencolok dengan langit kelabu di
belakang, tangannya dengan ganjil terhenti di angka 9.15.
"Kurasa mungkin kini aku tak terlihat seperti pria baik-baik lagi."
"Masak? Dari mana kau dapat pikiran seperti itu?"

42

MANTAN KEKASIH Allison, Doug Wexler, menyimpan potret lama


dirinya di atas lemari. Di sana, ia terlihat sebagai mahasiswa ceking
berambut acak-acakan yang tengah bermain Frisbee bersama
sekelompok anak kecil di sebuah desa Guatemala. Francis menyadari
foto itu sedikit lebih besar daripada foto- foto lain di kantor berlapis
kayu ek itu, termasuk foto keluarga dan potret bangunan yang
merupakan bagian dari kerajaan real estate yang diwariskan
ayahnya.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Aku setengah mengira Anda akan menelepon," ujar Doug, versi


setengah baya laki- laki dalam foto tadi namun lebih gemuk dan
sedikit letih, mengenakan kaus Lacoste lama dan celana chinos ke
kantor pada suatu Sabtu sore. "Sejak kulihat kasus Allison muncul di
koran lagi."
"Mengapa?"
"Aku tak tahu. Aku punya firasat beberapa hal belum benar-benar
beres saat itu."
Francis, sedikit lebih awas setelah beberapa jam terlelap, melihat
foto tepat di belakang Doug itu lagi. Itu adalah ukuran keputusasaan
dan kebingungan mengapa ia ada di sini, kembali menapak dari
awal, mewawancarai mantan kekasih korban asli untuk melihat jika
ada hal penting yang mereka lewatkan pada 1983.
"Anda sedang di luar negeri saat pemakamannya, benar?" kata
Francis. "Aku tak ingat melihat Anda di sana."
"Aku tinggal di desa tanpa ada kamar mandi dalam rumah,
apalagi telepon." Doug menyisir rambut pirangnya yang menipis
dengan tangan. "Aku tidak mendengar berita itu hingga sebulan
setelannya."
"Anda pasti sangat terkejut."
"Oh, Tuhan." Rahang Doug jatuh, membentuk bulan sabit kecil
berjanggut di bawah dagunya. "Mantan kekasih saya terbunuh di
gedung apartemen milik ayah saya? Saya bahkan tak pernah
memberi tahu istri tentang hal ini hingga beberapa tahun lalu."
"Tolong ingatkan saya lagi bagaimana kejadiannya." Francis
membuka buku catatan, tak acuh. "Bagaimana ia akhirnya menjadi
penyewa di salah satu apartemen ayah Anda setelah Anda putus
dengannya?"
"Tak banyak yang bisa kuceritakan. Kami tetap berteman setelah
putus dan aku tahu ia kembali ke New York setelah kami lulus. Jadi,
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

ayahku mengurus apartemen itu dan aku memberinya nomor untuk


dihubungi. Itu saja."
"Apakah Anda minta pada ayah Anda keringanan untuknya?"
tanya Francis, masih belum yakin apa yang sedang ia pancing saat
ini, tapi pendekatan baru dibutuhkan selepas kemarin.
"Aku tak banyak ikut campur. Aku hanya menyampaikan,
bantuan untuk teman. Saat itu, aku bahkan tak berpikir hendak
masuk bisnis real estate. Aku mengira bisa menyelamatkan dunia..."
Matanya menerawang rindu menyapu ruang kantornya, ke arah
karpet Turki dan jambangan Oriental, plakat penghargaan dan foto-
foto berbingkai berisi ayahnya tengah menerima penghargaan dari
berbagai walikota, dan pemandangan lantai enam puluh lima yang
membuat pusat kota Manhattan yang berkelok-kelok terlihat seperti
sirkuit chip komputer.
"Aku merasa sangat buruk setelannya. Terutama karena aku
melewatkan pemakaman. Ayahku mengirim rangkaian bunga besar
dan membayar limusin ke pekuburan. Ia sangat terpukul."
"Kenapa? Apakah ia mengenal Allison?"
"Ya, tidak, tapi...," Doug tergagap. "Ia tewas di salah satu
apartemennya. Oleh putra pegawainya."
"Pernah ada pembicaraan untuk menuntut anak itu?"
"Mengapa Anda bertanya begitu?"
"Anda bilang ayahmu mengirim bunga dan membayar limusin ke
pekuburan. Aku yakin ia pria yang sangat murah hati, tapi seseorang
dibunuh di gedung miliknya oleh anak salah satu pegawainya.
Kedengarannya itu tindakan yang mungkin dilakukan."
"Ya, aku tak pernah mendengar tentang tuntutan apa pun, tapi saat
itu aku belum terlibat dalam bisnis ini." Doug mengangkat tubuh
dengan kedua lengan, seperti berusaha membuatnya terlihat cukup
besar untuk kursinya. "Dan sayangnya, ayahku sedang tak ada untuk
Anda tanyai."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Jika keluarga Allison memang mengajukan tuntutan, Anda


mungkin akan mengetahuinya. Bukankah begitu?"
"Mungkin. Pasti muncul di koran."
"Tampaknya aneh," kata Francis, tersadar mengapa ia tak pernah
memikirkan hal itu sebelumnya. "Aku cukup mengenal Tom dan
Eileen Wallis. Mereka tidak serakah, tapi Anda tahu, uang tetaplah
uang."
"Aku selalu mengira mereka sedikit aneh."
"Mengapa?" Francis menengadah dari buku catatannya.
"Oh, Allison tak selalu akur dengan mereka saat ia masih hidup."
"Sejak kapan?" Francis mendengar nada gusar dalam suaranya,
hampir merasa berhak akan hal itu, seolah kesal karena
diinformasikan sesuatu yang belum ia ketahui. "Aku tak pernah
dengar sebelumnya," katanya, berusaha terdengar lebih netral.
"Kukira mereka dekat."
"Memang. Mungkin sedikit terlalu dekat, kalau Anda bertanya
padaku."
"Maksud Anda?"
"Oh, mereka selalu bertengkar tentang hal itu." Doug memijit
keningnya, seolah masih sakit kepala. "Tentang apa?"
"Tentang segala hal." Doug mengerutkan kening. "Makanan,
pakaian, apa saja. Mereka punya masalah serius tentang siapa yang
memegang kuasa."
Entah mengapa, Francis membayangkan beruang kecil penuh
madu di meja dapur Christine Rogers.
"Anda yakin tak salah tentang hal ini?" kata Francis. "Itu sudah
lama sekali."
"Percayalah padaku. Aku belum lupa. Ia bicara dengan ibunya di
telepon lalu histeris berjam-jam setelahnya. Tak ada yang bisa
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

dilakukan untuk menghibur. Itu salah satu alasan aku berhenti


berpacaran dengannya. Anda tahu rasanya pergi dengan seseorang
dan Anda sadar di suatu titik bahwa ada sesuatu menghalangi yang
tak pernah bisa kalian sisihkan? Begitulah persoalannya. Seperti
sesuatu menghalangi matahari."
Francis meminggirkan buku catatan. "Aku beri tahu, Doug. Ini
kedengarannya tak cocok bagiku. Aku mengerjakan kasus ini sejak
lama. Aku mewawancarai orang-orang yang bekerja bersamanya,
anak-anak yang ia tangani, orang-orang di apartemennya. Dan tak
seorang pun yang menggambarkan apa yang Anda bicarakan."
"Ya, mereka boleh mengatakan apa saja yang mereka inginkan."
Doug mendesah, bersandar di sikunya. "Tapi aku di sampingnya saat
ia membuat dirinya sendiri kelaparan atau mengunci diri di kamar
mandi. Beberapa kali terlihat sayatan di pergelangan tangannya tapi
ia tak mau bercerita padaku soal asal luka-luka itu."
"Yang benar saja..." ujar Francis, berusaha mengingat-ingat
apakah ia pernah melihat tanda-tanda tersebut pada mayat gadis itu
dan mengira itu dibuat oleh penyerangnya. "Apa yang ada di
pikiranmu?"
"Tidak ada. Itu di luar apa yang sanggup kuterima saat umurku
dua puluh. Aku ingat ia pernah berkata, 'Kadang aku ingin
menghilang.'"
"Kata-katanya persis seperti itu?"
Francis merasakan perasaan aneh bahwa seseorang baru saja
masuk ke ruangan, tepat di luar jarak pandangnya.
"Ya, aku tak tahu persisnya," kata Doug. "Ia gadis yang lucu.
Kadang Anda akan mendapat kesan ia tak suka hidup di dunia orang
dewasa."
"Apa yang membuatmu berkata seperti itu?"
"Karena satu-satunya momen ketika aku ingat bahwa ia benar-
benar bahagia adalah ketika bekerja dengan anak-anak di klinik
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Springfield. Kami menjadi relawan untuk membantu di salah satu


rumah sakit dua hari seminggu. Dan setelah selesai, aku pergi ke
tempat parkir, siap pergi mencari bir atau apalah. Tetapi ia masih
tetap bermain dengan anak-anak di dalam, bermain rumah-rumahan
atau kastil Lego di ruang tunggu. Bersama mereka, ia merasa
nyaman. Aku tak menilainya. Aku hanya bilang, tidak mudah
menjalin jenis hubungan layaknya orang dewasa dengan Allison."
"Aku tak yakin aku mengerti."
"Ya, aku tak ingin terlalu eksplisit, tapi—" Doug merendahkan
suara. "Ia agak, hmm, aneh menyangkut sisi fisik hubungan. Orang
jadi punya kesan ia lebih memilih bermain monopoli."
Francis meregangkan sisi rahangnya.
"Yeah, aku tahu apa yang Anda pikirkan." Doug menggelengkan
kepala. "Tapi bukan aku saja. Ia tak punya banyak kekasih, titik.
Sebelum atau sesudahnya, sejauh kutahu. Seolah ada hal lain
mengambil tempat dalam hidupnya."
"Seperti apa?"
"Tak tahu. Setelah kuliah, aku hanya bertemu dengannya sekali,
ketika aku mengunjungi orang tuaku. Tapi yang ia inginkan hanyalah
menonton Star Trek."
"Ya, ia benar-benar menyukainya, bukan?"
"Aku dulu suka menggoda dengan mengatakan seleranya berhenti
pada usia dua belas."
Kelebatan deja vu itu muncul kembali. Star Trek. Francis
berusaha mengikuti alur hubungan kembali ke titik awal. "The
Cage." Kapten Pike. Orang dari The Searchers. Gadis yang
menghilang. Seperti rentetan lampu Natal. Satu kedipan, ya. Dua
kedipan, tidak.
"Anda tahu, aku melihatnya beberapa tahun lalu." Doug tiba-tiba
duduk tegak.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Siapa?"
"Ibu Allison. Eileen. Aku sedang di restoran dan bermaksud
menyapa, tapi ia hanya melihat padaku seolah aku tembus pandang."
"Mungkin ia tak mengenalimu. Doug, kita semua makin tua."
"Tidak, bukan itu masalahnya. Ia tahu siapa aku. Aku
memperkenalkan diri." Doug menoleh ke belakang, ke arah foto-foto
di lemari. "Tapi ia tak ingin tahu keadaanku sekarang. Karena ia
tahu, Allison tak akan pernah mencapai umur seperti sekarang.
Beberapa orang memang tak bisa menerima keadaan."

43

"N ONA, ANDA bisa bantu saya?"


Eileen tengah berada di bagian anak-anak di Bloomingdale's,
mencari jaket musim dingin untuk cucu-cucunya dalam ses i diskon
Hari Columbus. Mereka harus memakai baju lapis, sebagaimana ibu
mereka, Jennifer, selalu katakan. Ia sendiri mengenakan selimut
perca untuk flu- flunya yang misterius. Malangnya, semakin sulit dan
sulit saja mengatasinya. Baju hangat. Kita semua membutuhkan baju
hangat untuk melindungi. Sesuatu untuk memerangkap udara di
antaranya.
Ia menelusuri rak demi rak, mencari-cari ukuran yang tepat agar
mereka tidak terlihat tenggelam dalam kentang raksasa lagi, dengan
kaki-kaki kecil mencuat di bawah. Jangan biarkan mereka terbenam.
Kau harus melindungi mereka. Kau harus bertahan.
"Permisi?" ia melambai pada gadis pramuniaga ramping yang
berjalan menuju gudang dengan setumpuk sweter merah di tangan.
"Anda bisa bantu saya mencari sesuatu di sini?"
"Tanya pada Karen. Ia bagian anak-anak."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Eileen pergi melewati gaun-gaun malam penuh jumbai dan rok


flanel. Apakah mereka mengubah tata ruang di sini? Bukankah baru
kemarin ia membeli mantel Minggu untuk Allison? Bahan kulit
dengan kerah beludru halus yang senang ia gosok-gosokkan ke pipi.
Bukankah mereka memainkan lagu yang sama, "Dancing Queen," di
mikrofon?
Sebuah gumpalan rambut merah melayang dari belakang barisan
gaun pesta. Jantungnya memukul tajam. Itu dia. Itu bukan dia.
"Permisi...saya butuh bantuan..."
Semuanya berbalik kembali. Rok kotak-kotak, bintang-bintang
sekarat, dongeng-dongeng. Kau harus tetap kuat. Jangan biarkan
mereka terbenam. Kulit kita tak cukup untuk melindungi. Kita butuh
lapisan lebih banyak lagi.
Dilihatnya papan bagian anak-anak dan berbelok ke kiri. Pakaian-
pakaiannya terlalu besar untuk mereka. Mereka masih begitu kecil.
Bagaimana mereka akan membela diri? Ibu mereka tak dapat
melindungi. Ia sendiri terbungkus begitu banyak lapisan, gadis
Indiana manis di kota besar, takut akan apa yang ada tepat di
depannya.
Gumpalan rambut merah itu berlalu melewati barisan j ins. Eileen
merasakan lonjakan di perutnya dan tegangan akrab di otot paha,
perasaan waswas seperti mengawasi anak kecil yang bermain terlalu
jauh ke ujung tebing. Seorang anak perempuan bertulang kecil
dengan tangan mungil menghilang di sekitar deretan blus. Bermain
petak umpet dengannya. Eileen mulai mengikuti. Tak mungkin. Tak
mungkin. Bintang-bintang mati tak mungkin menyala kembali.
Anak itu tertangkap tepat di luar kamar ganti. Tersengal-sengal,
seorang wanita tua tak seharusnya berlari- lari. Ia meraih pergelangan
halus dan kurus. Kena kau, aku tak akan pernah melepasmu lagi.
Ia menangkap tulang rapuh itu dan meremasnya. Anak itu, yang
berpaling, entah bagaimana telah berubah. Matanya cokelat.
Kulitnya berwarna tembaga. Anak itu tak lagi ada di sana.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Oh, maaf." Eileen melepas dan berpaling. "Aku melamun tadi."

44

SEGERA SETELAH Hoolian berjalan menuju dapur di Elmont


Catering Hall malam itu, ia dapat melihat sesuatu telah berubah.
Zana bersandar di depan tungku, mengisap rokok dan berbincang
dengan salah seorang pelayan. Ia menyisir rambutnya ke belakang,
memutar pergelangan tangannya sedikit, dan memberikan senyum
yang sama pada lelaki itu dengan senyum yang Hoolian pikir hanya
diberikan padanya.
Hoolian menggantungkan jaket di dekat talenan dan mendehem,
sengaja agar kehadirannya diketahui.
"Yo." Hoolian melambai dengan percaya diri, ingin menunjukkan
bahwa ia tak keberatan melihat Zana ngobrol dengan pria lain.
Wanita itu menjatuhkan kepala ke belakang dan tertawa
mendengar sesuatu yang dilontarkan pelayan itu, mengembuskan
asap rokok ke langit- langit dengan siku terlipat melindungi iganya.
Dapur itu seperti kamar uap, penuh dengan piring panas dari
mesin cuci piring Hobart, mentega mendesis dalam wajan, para koki
meletakkan lembaran- lembaran salmon di atas roti gandum, dan
lobster riuh rendah di panci didih. Di ruang utama di pintu sebelah,
DJ tengah melakukan cek suara untuk resepsi pernikahan, memutar
lagu "Celebration," dengan suara bass menyala begitu keras hingga
pengantin pria dan wanita di puncak kue pernikahan bergetar.
"Hey, kau menerima pesan dariku?" Hoolian menghampiri dan
menyentuh bahunya. "Aku sudah berusaha menghubungimu sejak
dua hari lalu. Ada yang harus kujelaskan padamu."
Pria yang tengah berbicara dengan Zana menoleh, keping emas
kecil berkilau di daun telinga merah mudanya.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Kau keberatan?" ujar pria itu.


Ia adalah pemuda kulit putih riang dengan tuksedo sewaan, leher
merah, rambut gaya shaggy, dan roman kemerahan yang tampak
sedikit gembung oleh steroid. Terlepas dari ukuran tubuhnya,
Hoolian merasakan sesuatu yang lembek, seakan-akan ia hanya aktor
yang pura-pura memeran-kan.lelaki perkasa.
"Aku tak bicara padamu." Hoolian melemaskan bahunya.
Dengan gugup, Zana menjepit rokok di antara ibu jari dan
telunjuknya, sikunya merapat ke tubuh, seakan memperlihatkan
keanggunan ala Eropa.
"Sejak kapan kau merokok?" tanya Hoolian. "Kau tak
melakukannya di dekat anakmu, kan?"
"Tolong, kau tak perlu mempermalukanku."
"Kenapa? Karena aku mencoba bicara padamu?"
"Ini bukan waktu yang tepat." Zana menjatuhkan pandangan.
"Ya, bisakah kita bicara setelah pulang di kereta? Ada hal- hal
yang harus kau pahami tentang apa yang terjadi malam itu."
"Ada yang akan mengantarku." Ia melirik lelaki berambut
gondrong itu.
"Hey, bisa tolong beri kami ruang, Orang Besar?" Hoolian
memaksakan seulas senyum. "Sempit sekali."
Zana ragu-ragu, mengetuk-ngetukkan puntung rokok sebelum
mengangguk hati- hati. "Tak apa, Nicky."
Lelaki besar itu undur hanya beberapa langkah, memeriksa dasi
kupu-kupunya pada sebuah jambangan berkilat sementara bartender
mengeluarkan sampanye dari peti.
"Kukira kau pasti kesal?" kata Hoolian. "Kau pasti berpikir aku
semacam monster, kan?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Zana merapatkan kaki dan menyesuaikan posturnya dengan sikap


resmi yang bagi Hoolian terasa angkuh dan sedikit mengintimidasi.
"Aku tak mengatakan apa-apa."
Rokok itu mendekati telinganya, sedikit bergetar.
"Kau pikir aku melakukan semua perbuatan yang mereka
tuduhkan?"
"Tidak, sebaliknya aku percaya padamu," jawabnya. "Yang
berbohong tentang nama aslinya."
"Aku terpaksa melakukannya." Ia menggosok-gosok tangan,
merasa kotor. "Aku tak ingin membuatmu takut—"
"Katakan," sela perempuan itu. "Berapa lama kau di penjara?"
"Hampir dua puluh tahun."
Ini jelas bukan waktu yang tepat untuk berdalih tentang pengacara
brengsek dan saksi yang menghilang.
"Hanya itu yang mereka timpakan padamu untuk membunuh dua
wanita? Tidak cukup." Sudut bibirnya turun, seolah ia terhina secara
pribadi.
"Hanya untuk satu kasus, dan aku tak melakukannya." Ia
memukul samping kakinya dengan kepalan. "Kalau kau membaca
keseluruhan cerita dari awal sampai akhir, di situ dikatakan bahwa
mereka menghapus dakwaan. Mereka melakukan kesalahan."
"Lalu mengapa mereka menahanmu kembali?"
"Mereka hanya ingin menjeratku untuk sesuatu karena tahu
mereka keliru sejak awal dan tak ingin mengakuinya. Dengar, semua
itu omong kosong. Mereka menjebakku. Aku menjadi korban."
Zana membuang rokok ke dalam gelas anggur separo kosong
berisi sampanye, membuat suara desis dingin. "Tolong, aku hanya
ingin tahu satu hal."
"Apa itu?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Apakah kau akan menyakitiku juga?"


Ia bicara begitu perlahan hingga Hoolian hampir tak
mendengarnya. "Apa?"
"Bukankah itu yang akan kau lakukan?"
"Tidak. Tentu saja tidak. Kau gila?"
"Aku meninggalkan putraku bersamamu, aku bermaksud
membiarkannya naik kereta bersamamu."
"Ah, terkutuk." Rasa malu segera menyergapnya. "Apa
kabarnya?"
"Polisi masuk ke kamar tidurnya. Menurutmu, bagaimana?”
“Bangsat."
"Aku pergi dari Kosovo karena polisi masuk rumah. Dan
sekarang? Mungkin ini salahku.”
“Bukan, ini bukan salahmu..."
Mesin cuci piring membuka di belakang, mengeluarkan kabut
lembab yang melanda. Berapa kali ini akan terus terjadi? Kapan ia
akan keluar dari mimpi buruk yang terus berulang dan menemukan
jalan kembali ke kehidupan yang sepatutnya dinikmati?
"Dengar." Ia menggapai wanita itu. "Bukan aku orang jahatnya di
sini—"
"Jangan sentuh aku!" ia mundur. "Pergi sajalah."
Nicky berjalan lambat menghampiri, ikat pinggangnya bak sabuk
petinju kelas berat melingkari tubuhnya. "Semua baik-baik saja?"
"Ya, Bung, kami baik-baik saja." Hoolian melambaikan tangan
menghalau. "Mundur saja. Aku belum selesai bicara dengannya."
"Sepertinya ia sudah selesai."
"Memangnya kau bisa telepati? Aku tak dengar ia minta
pendapatmu."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Kau membuatnya takut."


"Ia tidak ketakutan. Zana, bisakah kaujelaskan apa yang terjadi
pada si bodoh ini?"
Wanita itu berpaling, menyeka tangan ke celemek.
"Nah, jelas." Nicky menaruh tangannya di siku Hoolian. "Ia ingin
kau meninggalkannya."
"Hey, maricon, kenapa kau pegang-pegang? Kau ingin jadi
pacarku atau apa?"
"Tenang, amigo."
"Oh, kau bicara bahasa Spanyol sekarang?" Hoolian mengibaskan
tangan itu. "Chinga tu madre. Paham itu?"
"Kau ingin bercinta dengan ibuku?"
"Yeah, aku ingin bercinta dengan ibumu. Dengan kakak
perempuanmu. Nenekmu juga. Cara de crica."
"Siapa yang kau sebut banci?" pria besar itu mendorongnya ke
arah tungku. "Bajingan."
Hoolian mendengar bunyi bel alarm berdering di telinganya.
Sebelum ia menyadari apa yang ia lakukan, dijambaknya rambut
lelaki itu, kemudian disentaknya sekeras mungkin, dan
menghantamkan keningnya ke wajah lelaki itu. Dilihatnya percik api
kecil dan bara menyala melayang di udara.
Ketika pandangannya telah jernih, ia merasa sakit kepala luar
biasa dan Nicky merosot di meja, darah mengalir dari hidung dan
matanya menyala-nyala geram karena terluka.
Kini ia tak bisa lagi mundur. Hoolian merenggut wajan dari
tungku di dekatnya dan mengacung-acungkannya, mengabaikan rasa
panas dari pegangan wajan dan bara menyala-nyala di hadapannya.
Segera saja, semua orang di dapur sunyi senyap waspada. Ia melihat
dua dari mereka lari keluar sementara yang lain mulai menjauhkan
pisau-pisau.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Rasa takut mereka membuatnya merasa hidup, memberinya


perasaan kuat dan berkuasa yang tak ia miliki sejak keluar dari
penjara. Seperti perasaan lega, menyaksikan lapisan segala hal
mengelupas, mengetahui bahwa sekali kau merenggut rangkaian
bunga, dasi kupu-kupu, gaun pengantin, hiasan meja—semua
lambang sopan santun dan budi bahasa penuh kepalsuan—yang
tersisa hanya masalah siapa yang mau dan mampu memukul dengan
baik.
Tapi kemudian ia melihat Zana menatapnya, dari wajahnya ke
wajan dan kembali lagi. Seolah ia melihatnya makin kecil dan
senjata yang dipegangnya kian besar.
Hoolian menyadari pegangan itu terlalu panas untuk terus
digenggam. Ditaruhnya wajan itu tepat saat Kevin, pemilik
perusahaan katering, bergegas masuk ke dalam dapur.
"Christopher! Apa yang kau lakukan?"
"Tidak ada apa-apa." Telapak tangannya terasa berdenyut akibat
terbakar.
Kevin menatap Nicky yang memegangi hidungnya. "Kau tak
perlu datang malam ini," tukasnya, berusaha meredakan suasana
secepat mungkin. "Kami bisa menggantikanmu."
"Ya, aku sudah di sini sekarang."
"Tak apa, kami akan mengganti uangmu." Kevin mengambil
napas dalam-dalam, membuat kontak mata pada setiap orang di
ruangan itu untuk memastikan tak ada orang lain yang terluka. "Kau
akan dikabari lagi."
Hoolian menyentuh benjolan di kening dan menyadari
permukaannya masih sedikit lembab oleh darah Nicky. "Betulkah?
Aku bisa tinggal di sini membantu membersihkan setelah selesai."
"Tidak usah, tak apa-apa. Kukira kita punya cukup orang."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Dari balik pundak sang manajer, Hoolian melihat seekor lobster


berjuang keluar dari panci didih, cakar merah terang menjangkau
perlahan di tepi panci.
Lobster itu meregang ke arah cahaya, menggeliat di pinggiran
karet, melakoni usaha terakhir pelarian diri yang sia-sia.
Namun, ia sudah terlalu lama berada di panci. Ia tak punya
kesempatan. Bagian dalamnya sudah masak. Dengan hati terbakar
hebat, Hoolian menyaksikan cakar itu terkulai tak bernyawa ke sisi.

BAGIAN VI
MULAI MELIHAT CAHAYA

45

SELASA PAGI setelah Hari Columbus, Francis pergi ke pertemuan


di kantor jaksa wilayah dan menemukan Tom dan Eileen Wallis
sedang menatap Paul Raedo dan Dokter Dave di seberang meja
rapat.
"Francis, ada apa ini?" Tom mencubit lipatan kulit di antara kedua
matanya. "Kau bilang kau melindungi keluargaku. Alih-alih, kami
diseret bolak-balik ke pengadilan, para wartawan menelepon kami di
rumah. Dan kini aku mendengar kisah gila tentang darah adikku
yang muncul di apartemen korban lain."
"Tom, Eileen, aku minta maaf." Francis mengambil tempat duduk
di bawah senapan Paul yang terpajang di dinding. "Kami berusaha
secepat mungkin menuju inti persoalan. Ternyata, terjadi kekacauan
bukti DNA dalam kasus ini dan kami perlu meluruskannya segera
sebelum pengacara mengambil keuntungan dan menggunakannya
untuk mengeruhkan kasus."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Aku tak mengerti sama sekali semua ini," ujar Tom, mengusap-
usap lengkung alisnya dengan jari. "Pertama, kau melepaskan
pembunuh adikku sebelum masa hukumannya berakhir. Lalu gadis
lain terbunuh dan entah bagaimana berhubungan dengan Allison.
Dan sementara itu, si Vega ini belum kembali ke penjara?"
"Boleh saya potong?" Dr. Dave menyela. "Ada beberapa aspek
dalam kasus ini yang harus kita cermati dengan saksama. Kami
sudah memastikan bahwa ada hubungan DNA yang jelas antara
keluarga Anda dan wanita yang darahnya kami temukan pada
pembunuhan Christine Rogers. Jadi, hal pertama yang mesti kita
ketahui adalah apakah Anda memiliki saudara perempuan lain."
"Tentu saja tidak." Tom memutar bola mata. "Pertanyaan gila
macam apa itu?"
"Kami hanya mencari penjelasan logis tentang kemungkinan
pemilik darah itu," kata Dr. Dave.
Francis melayangkan pandangan ke seberang meja. "Eileen?"
Wanita itu duduk membisu, dengan setelan hitam dan kacamata,
patung sphinx yang elegan.
"Aku tahu ini hal yang sulit untuk dibicarakan," bujuk Francis,
mengira wanita itu mungkin telah menggandakan obat-obatnya sejak
terakhir kali ia bertemu dengannya. "Tetapi kami benar-benar harus
tahu. Kita semua di sini sama-sama dewasa. Kami semua mengerti
bahwa selalu ada persoalan sebelum dan sesudah orang menikah.
Jadi kau harus memberi tahu kami yang sebenarnya. Apakah kau
pernah memiliki anak lain yang mungkin kau serahkan untuk
diadopsi?"
Perempuan itu mencopot kaca mata dan menatapnya, tak ada
awan di mata biru itu hari ini.
"Francis," ujarnya. "Jika punya bayi lain, aku mungkin tahu. Aku
mungkin bukan orang tua yang sangat perhatian, tapi yang seperti itu
pasti tak terlewatkan olehku."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Para lelaki mengangkat bahu.


"Tunggu sebentar, tunggu sebentar." Tom berhenti menggosok
kening, menyisakan titik merah. "Bagaimana tepatnya kalian
memastikan ada hubungan antara DNA yang lebih baru yang kalian
temukan ini dengan keluarga kami? Aku tak ingat memberi sampel
pada siapa pun."
"Aku yang memberinya," ibunya menjawab.
"Ibu?"
"Detektif Loughlin datang menjenguk minggu kemarin saat aku di
taman bersama anak-anak," katanya. "Jadi dengan senang hati aku
memberikan apa yang ia perlukan. Dalam sapu tangan. Maaf,
Sayang. Aku mungkin harus menceritakannya padamu."
Jakun Tom bergerak naik turun dan ia berpaling pada Francis,
seolah meminta penjelasan. Tetapi Francis menatap Eileen, berusaha
menyelidiki apa yang tengah dituju wanita. Apakahia menangkap
bayangan tipis senyum lebar di wajahnya?
"Ya, intinya adalah kami tak punya pilihan," ujar Dr. Dave,
mengambil sebatang pensil dan perlahan- lahan memutarnya. "Kami
akan meminta surat perintah penggalian kubur."
"Kalian akan menggalinya kembali?" Merah di kening Tom mulai
pudar.
"Aku khawatir itu terpaksa dilakukan," ujar Dave. "Itu satu-
satunya cara untuk kita mengeliminasi saudara perempuan Anda
sebagai donor dalam kasus terbaru ini."
Francis mengangguk simpati pada Tom, mengerti benar
bagaimana rasanya menjaga keluarga yang terpecah untuk tetap
bersatu.
"Tom, aku mengerti perasaanmu..."
"Kau tak mengerti perasaanku, Francis. Apakah mereka pernah
menggali kubur salah satu keluargamu?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Ia menggeleng-gelengkan kepala pada ibunya.


"Tom, percayalah padaku," ujar Paul seraya mengulurkan tangan
"Jika saja ada cara lain..."
"Tapi bagaimana dengan kisah lain yang muncul akhir minggu
kemarin?" protes Tom. "Bahwa kau menemukan sesuatu yang
menghubungkan Julian Vega dengan TKP adikku? Mengapa kalian
tak menyelidiki hal itu saja?"
"Kami sedang menyelidikinya," ujar Francis. "Kami masih tetap
yakin ia memiliki kaitan dengan hal itu, tapi kami mengalami sedikit
kebuntuan karena DNA satu lagi. Jadi kami harus mencoba dan
menjelaskan asalnya."
"Aku setuju sepenuhnya," kata Eileen.
Francis merasakan retakan kristal kecil di udara. Ia menoleh dan
dilihatnya Paul, Tom, dan Dave sama seperti dirinya.
"Kalian semua akan melihat bahwa aku benar selama ini,"
ujarnya. "Itu bukan Allison."
"Bu..." Tom bersemu merah.
"Aku serius. Kebenaran akan muncul."
"Kau lihat apa yang kau lakukan, Francis?" Tom menekan
jemarinya ke atas meja hingga kukunya memutih. "Kau
menyemangatinya. Apa ia terdengar waras bagimu?"
"Tidak ada bedanya," gumam Dr. Dave.
"Apa maksudmu, 'Tidak ada bedanya'? Ini akan menjadi bahan
olok-olok media, saat aku tengah berusaha melindungi cabikan harga
diri sekecil apapun yang masih kami punya. Aku akan mengajukan
petisi ke pengadilan untuk mencegahnya..."
"Tak usah repot-repot." Paul mengacak-acak kertasnya.
"Apa maksudmu dengan 'tak usah repot'? Beraninya kau
memerintahku?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Ini keputusan final kepala forensik. Kami tak memerlukan izin


keluarga untuk menggali mayat jika tubuhnya dikubur di lima
wilayah ini."
Francis mempelajari reaksi sang ibu dan anaknya. Tom
memandang ibunya, dengan perasaan letih penuh duka sekaligus
muak. Eileen menatap ke ruang kosong, mengabaikannya, seperti
nakhoda yang tersenyum di haluan kapal besar, lupa puncak-puncak
karang dan badai gelap di hadapannya.
"Jadi mengapa kalian repot-repot memanggil kami?" tanya Tom.
"Sopan santun saja," kata Paul.

46

HOOLIAN, DENGAN wajah ditumbuhi janggut dan mala merah


akibat kurang tidur di rumah penampungan, muncul di coffee shop
Nita sekitar jam makan siang. Satu sisi restoran dipenuhi ibu- ibu
muda dengan lingkaran dalam di sekitar mata mereka, sesekali
berjuang menyendok makanan ke mulut jika sedang tak repot
menghibur bayi mereka yang menjerit-jerit. Wanita-wanita tua
dengan sepatu lari dan jaket denim memperhatikan mereka dari
seberang jalan dengan perasaan terhibur.
"Apa yang kau lakukan di sini?" Nita mencegatnya di mangkuk
permen mint di samping meja kasir.
"Aku diusir dari rumah penampungan," jawab Hoolian, mengepit
tas besar yang ia ambil kembali dari orang-orang di Red Hook pagi
ini. "Mereka bilang aku memberi pengaruh buruk akibat pemberitaan
buruk di media."
"Apa yang terjadi?" ia memperhatikan benjol di kening Hoolian
gara-gara menyundul Nicky. "Mereka menahanmu lagiuntuk kasus
gadis satu itu?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Tidak, Nita, dengar, aku bersumpah aku tak ada kaitan sama
sekali dengan semua itu. Mereka hanya ingin menangkapku. Itu
jebakan, untuk menutupi apa yang mereka lakukan..."
Kelopak mata wanita itu makin berat; semakin banyak Hoolian
bicara, semakin sedikit yang ingin ia dengar dari lelaki itu.
"Dengar, aku hanya butuh tempat untuk tinggal beberapa lama.
Mereka semua menghakimiku di rumah Bellevue kemarin malam,
dan terlalu mengerikan rasanya. Semua orang di ranjang lain
mengawasiku dan para penjaga membicarakanku dari belakang. Aku
takut pergi ke kamar mandi. Rasanya seperti di penjara lagi, hanya
lebih buruk karena aku tak punya sel untuk bersembunyi. Aku
berada di ruang terbuka, dengan setiap orang bisa melukaiku."
"Kau tak bisa tinggal di sini lagi." Nita menyelipkan pulpen di
belakang telinganya. "Bos tahu tentang hal ini tempo hari dan hampir
memecatku."
"Kalau begitu mungkin aku bisa ikut ke rumahmu, hanya untuk
beberapa malam. Aku akan tidur di lantai, di bak mandi. Aku tak
peduli..."
"Tidak, Sayang, aku tak bisa melakukan itu."
Hoolian menunggu penjelasan, tetapi Nita tak berkata apa-apa.
Bahkan untuk menyodorkan alasan bahwa apartemennya terlalu
kecil. Ia hanya tak ingin sendirian dengannya.
"Kalau begitu aku tak tahu lagi ke mana aku harus pergi malam
ini." ia melipat tangan. "Aku tak bisa kembali ke rumah
penampungan. Bisa-bisa aku terbangun dengan pisau di dada."
"Tapi apa yang terjadi dengan kasusmu? Kukira kau akan
membuktikan bahwa kau tak membunuh gadis itu dan sebagai- nya."
"Sudah kucoba, tapi perhatianku agak teralihkan. Ada hal- hal lain
muncul. Aku dapat pekerjaan, bertemu seorang gadis. Terjadi
masalah..."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Ini salahnya sendiri, ia menyadari. Jika saja selalu waspada


sepanjang waktu seperti saat di penjara, ia akan baikbaik saja. Tapi,
tidak, ia terhasut untuk menurunkan kewaspadaan. Membiarkan
dirinya digoda ilusi, ia lupa bahwa dirinya masih dalam pengawasan.
"Siapa gadis itu?" tanya Nita.
"Apa?"
"Kau bilang kau mengalami salah paham dengan seorang gadis."
Matanya menyipit melihat tensoplas kecil warna kulit yang
menggantikan balutan di punggung tangan Hoolian. "Bukan dokter
yang disebut-sebut dalam berita, kan?"
"Bukan. Terkutuk. Nita. Dengar apa yang sedang kucoba katakan
padamu, tolong. Aku tahu semua orang yang pernah dipenjara
berkata mereka lak bersalah. Tapi aku benar-benar tak bersalah."
Bel berbunyi di dapur dan seorang koki menyembul di jendela
pembatas, menunjuk garden burger di atas selada layu.
"Kau harus membantuku, Nita. Aku serius. Kau sudah kenal aku
sejak lama. Aku anak baik. Mereka mengarang cerita aneh tentang
apa yang terjadi antara Allison dan aku. Mungkin kau bisa katakan
pada mereka bahwa setelah aku meninggalkan apartemennya aku
turun dan bermain halma denganmu."
"Kau ingin aku berbohong dan mengatakan aku bersamamu saat
wanita itu terbunuh dua puluh tahun lalu?"
"Dulu kita sering nongkrong bersama, kan?"
Nita menggeleng, jaring garis-garis itu perlahan mengencang di
wajahnya seolah seseorang menariknya. "Maaf, Sayang. Aku tak
bisa melakukan itu."
"Sialan."
Hoolian membungkuk ke depan dan menopang diri. Rasanya
seperti ada minyak panas bocor dari perutnya.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Pelayan lain bergegas menuju meja kasir dan dengan gugup


menekan-nekan angka. Seorang wanita dengan sepasang bayi
kembar di kereta bayi menghampiri dengan cek dan lima puluh dolar
di tangan, memaksa Hoolian untuk menepi.
"Ya, mungkin kau bisa meminjamiku sedikit uang sampai aku
dapat gaji lagi?" tanyanya, mengangkat kepala. "Aku sedang mencari
kerja, dan aku akan mendapatkannya. Kau tahu itu, bukan?"
"Julian, aku sendiri hampir selalu bergantung pada tips. Kau
pernah mencoba bicara pada serikat kerja ayahmu, siapa tahu kau
berhak atas sejumlah uang?"
"Sudah kucoba, tapi keparat-keparat itu tak mau membalas surat
atau teleponku."
"Kalau begitu aku tak tahu lagi..."
Laci mesin kasir membuka dengan satu sentakan dan wanita
dengan kereta bayi itu menengadahkan tangan meminta uang
kembalian. "
Sesuatu. Ia membutuhkan sesuatu agar tetap hidup. Ia mulai
ketakutan dan paranoid hingga tak lagi mempercayai persepsi paling
dasar dari satu momen ke momen lainnya atau kemampuannya
bereaksi atas keadaan secara rasional.
Pelayan itu menghitung koin dan menaruhnya di telapak tangan
wanita itu. Dua, tiga, empat....... tak terelakkan. Ia akan kembali ke
penjara, apapun yang ia lakukan. Ia hanya seekor anjing, hina dan
liar, hanya bermimpi untuk terlepas dari tali.
Terpikir olehnya untuk mengambil uang dari tangan wanita itu,
memukulnya, dan mendorong kereta untuk keluar dari sini. Tahu
pasti dirinya akan ditangkap saat ia tiba di kereta bawah tanah...tapi
setidaknya semua berakhir. Mereka akan menahan dan mengirimnya
kembali, dan begitulah akhirnya. Takdir selesai. Orang akan
menganggukkan kepala dan berkata, Ya, pantas saja. Dan mungkin
ia akhirnya akan mematikan pijar harapan terakhir yang lelah
menahannya dari tergelincir selamanya ke ngarai kegelapan.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Tapi, ia merasakan sentakan tepat di bawah pinggangnya, dan


melihat Nita tengah menjejalkan dua lembar uang dua puluh dolaran
terlipat ke saku celananya.
"Keluarlah dari sini," gumamnya saat manajer botak itu bergegas
menghampiri. "Dan, jangan kembali lagi. Kau memanfaatkanku."
Hoolian melesakkan uang itu lebih dalam, mengambil segenggam
permen mint dari mangkuk perak, dan pergi.

47

FRANCIS MENGINJAK rem, mengikuti mobil jenazah melewati


barisan nisan dan keluar melalui gerbang lengkung besar gaya
Gothic, meninggalkan kedamaian abadi Cricklewood Cemetery
menuju hiruk-pikuk Fourth Avenue.
"Jadi kau bicara tentang ini pada Scottie Ferguson?" Ia
membetulkan kaca spion.
"Ia berdiri di sana, merekam mesin keruk itu, dan mengajukan
pertanyaan sederhana." Paul gelisah di kursinya. "Kau ingin aku
bilang, 'Ini hanya pekerjaan biasa'?"
"Aku hanya jengkel kalau seseorang mengalihkan tanggung
jawabnya." Ia mengganti gigi persneling, ingat tindakan Paul yang
menunjuk jari padanya saat di pekuburan.
"Tak ada yang mengalihkan tanggung jawab, Francis. Jangan
paranoid."
Ia mengikuti mobil van tim forensik ke arah Fort Hamilton
Parkway, menuju terowongan Brooklyn Battery. Truk-truk minyak
besar dan minivan berderak-derak di luar bintik butanya dari kedua
sisi, membelok tajam berbahaya dan memotong jalur di depannya
tanpa menyalakan lampu.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Tak keliru menjadi paranoid dalam kasus ini," tukasnya, melirik


cepat dari bahu. "Bisa kau bayangkan apa yang terjadi jika
penggalian kubur gadis ini muncul di media?"
"Hey, hati- hati, kau hampir menabrak kerucut jalan.”
“Aku lihat." Francis mengelak.
"Aku hanya bilang, tak perlu kita saling, menyalahkan."
"Tentu saja, Tuan Hakim. Jika salah satu dari kita jatuh, yang lain
juga."
Mereka berhenti di lampu lalu lintas di depan jembatan kerek, air
kehijauan di Terusan Gowanus beriak-riak di bawah mereka. Tahun
delapan puluhan, Francis pernah naik kapal tongkang bersama
patroli pelabuhan ketika mereka menarik keluar sesosok mayat;
semua orang berkata mereka heran mayat itu tidak menumbuhkan
sirip setelah berhari- hari tertelungkup di cairan beracun itu. Kini
permukaannya menyinarkan urat minyak tua, dan seandainya ada
kepiting biru dan ubur-ubur di bawah sana, ekosistem baru mungkin
akan muncul. Kota ini. Kau tak pernah bisa yakin sepotong darinya
benar-benar mati untuk kebaikan.
"Jadi, bagaimana menurutmu?"
Francis memperhatikan kereta pemakaman bergetar di depan
mereka. "Maksudmu jika ternyata gadis yang kita kubur bukan
Allison?"
"Aku tak takut untuk bilang bahwa aku takut." Paul
menaikturunkan kaki, seolah punya pedal sendiri. "Bagaimana jika
ibunya selama ini benar bahwa itu jenazah orang lain?"
"Jangan terlampau terburu-buru. Mungkin akan ada penjelasan
lain."
"Misalnya?"
Francis mendengarkan getaran mesin, tak berkata apa-apa.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Ada apa dengan wanita itu, ngomong-ngomong?" tanya Paul. "la


selalu agak menyeramkan, tapi apa motifnya memberikan DNA
dalam sapu tangan kepadamu? Kukira kau mendapatkannya diam-
diam."
"Kukira juga begitu. Tapi ternyata ia sudah mendahuluiku."
"Jadi, menurutmu ia tahu lebih banyak daripada yang ia
ucapkan?"
"Aku sudah punya firasat sejak lama." Francis menginjak pedal
gas tepat saat lampu berganti. "Apa?”
“Firasat."
"Jadi, apa firasatmu? Menurutmu, ia punya putri lain?"
"Aku baru melihat catatan medis St. Luke's Roosevelt bertanggal
satu setengah tahun yang lalu, ketika Christine Rogers bertugas di
ruang gawat darurat di sana."
"Ya, lalu?"
"Mungkin bukan apa-apa. Tapi ia tengah bertugas pada malam
yang sama ketika mereka membawa Eileen Wallis ke rumah sakit
akibat menelan setengah botol Valium dan meminumnya bersama
dua gelas Bordeaux."
Ia mendengar bunyi gedebuk mobil dari sisi Paul namun tak
berani menoleh.
"Kau bercanda."
"Sama sekali tidak." Ia memindahkan spion sekali lagi dan
dilihatnya Paul tampak mual. "Dengar, itu rumah sakit besar dan ia
bukan dokter yang menangani Eileen malam itu. Tapi itu benar-
benar menggangguku. Aku meminta Rashid dan dua orang lain
untuk menanyai staf rumah sakit dan mencari tahu jika ada yang
melihat mereka berdua bicara."
"Dan kalau benar begitu? Apa artinya?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Aku tak tahu. Kebetulan yang aneh, jika benar begitu."


Mereka melintasi jembatan itu, kawat-kawat penunjangnya
bergoyang ketika ban melewati jalan berstruktur besi. Francis
mafhum, perasaan itu telah ada sejak awal. Mungkin firasat samar. Ia
telah melihatnya mungkin kurang dari seperdelapan detik dua puluh
tahun lalu ketika bertanya pada Eileen kalau-kalau perempuan itu
ingin melihat jenazah anaknya. Semacam kehampaan sesaat meliputi
wanita itu. Seolah ia tengah menghapus sebuah wajah sebelum
muncul dengan wajah yang sesuai untuk ditunjukkan pada dunia.
"Aku katakan apa yang sedang kita kerjakan," katanya.
"Apa itu?"
"Aku menghubungi Dr. Dave di kantor forensik dan memintanya
memasukkan profil Eileen terhadap DNA Christine Rogers."
"Apa?” kursi vinil yang diduduki Paul mendecit. "Kau pikir
mereka berkerabat?"
"Apapun mungkin, Bung. Ia anak adopsi, mencari ibunya di kota
ini. Aku selalu terbuka akan berbagai kemungkinan."
"Oh, keparat." Keseimbangan mobil seperti bergeser dengan Paul
merosot di kursinya. "Sekarang kau yang me-nakutkanku, Francis.
Ada lagi yang masih kau sembunyikan dariku?"
"Tidak untuk saat ini."
Dua jalur ditutup untuk perbaikan di depan mereka dan mobil-
mobil mulai merapat sembarangan. Ia kehilangan mobil jenazah itu
di belakang minibus Access-A-Ride bagi penyan-dang cacat.
"Jangan ikut sinting denganku, Paul. Aku tak punya bukti sama
sekali. Aku bahkan tak punya teori sekarang. Itu hanya sesuatu agar
matamu tetap terbuka."
"Francis..."
"Apa?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Sepertinya kau baru melewatkan jalan keluar."

48

GELISAH BUKAN kepalang setelah melewatkan malam di kereta A,


Hoolian muncul pagi itu di kantor serikat buruh ayahnya, Local
32BJ, tepat di utara Terusan, tempat jalanan menyebar keluar seperti
pisau-pisau tambahan pada pisau lipat Swiss Army. Dengan
membujuk dan menyodor-nyodorkan kop surat lama dan kartu
identitas, ia berhasil meminta naik ke lantai dua puluh, kantor para
perwakilan East Side.
Ia tiba di luar bilik kelabu, dinding flanelnya dihiasi poster
"Keadilan bagi para Petugas Kebersihan" dan panji Klub Sepak bola
Coqui di Pucrto Rico.
Seorang pria bertubuh subur dengan setelan ketat duduk di
belakang meja besar dengan topi penjaga pintu tua berwarna hijau
tersampir di ujung kanan ruangan. Wajahnya seperti omelet bengkak,
kaca mata setebal kaca mata pilot Perang Dunia I, dan sebentuk
cincin yang sepertinya telah terlepas dari seperangkat buku kuningan
di tangan kirinya. Seandainya melepas jaket, Hoolian yakin ia akan
melihat butir-butir keringat di bawah lengannya.
"Pak Tavares?"
"Siapa kau?"
"Mereka mengirim saya ke sini dari Bagian Gaji. Mereka bilang
mungkin Anda bisa membantu."
"O, ya? Dengan siapa kau bicara tadi?" Mata pria itu tidak
beranjak dari layar komputernya.
"Carmen. Ia bilang saya harus menemui Anda sebelum pukul
sepuluh pagi atau setelah jam empat sore, karena di luar waktu itu
Anda sedang keluar untuk bicara dengan para anggota."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Aku harus bicara dengan Carmen."


"Jangan menyusahkannya." Hoolian melangkah ke dalam bilik itu
dan mencengkeram punggung kursi, menjaga agar tidak berkeringat
terlalu cepat. "Aku yang memaksanya, meminta waktu bertemu. Aku
hanya ingin tahu tentang pensiun ayahku dan fasilitas yang dimiliki."
"Ada apa memangnya?"
"Ia bekerja di sebuah gedung A di liast Side selama dua puluh dua
tahun, seringnya sebagai pengawas. Aku ingin mencari tahu apa
yang berhak diwarisi keluarganya."
"Ia masih hidup?"
"Tidak. Meninggal akibat emfisema dan diabetes beberapa tahun
lalu.”
“Ibu?"
"Ia telah lama wafat. Sejak 1970."
"Kalau begitu kau tak dapat apa-apa. Begitu saja."
Hoolian meremas belakang kursinya dengan kedua tangan,
berusaha menguasai diri. Sebongkah kecil harga diri yang ia jaga
selama ini baru saja diinjak dan diremukkan hingga menjadi debu. Ia
melihat ke arah topi penjaga itu di atas meja dan menggigit pipinya
agar tak menangis. Dua puluh dua tahun melayani tanpa arti, tanpa
penghargaan, tanpa peninggalan yang bisa diwariskan.
"Ayolah, amigo." Pria itu mengangkat teleponnya. "Kau ingin
bicara panjang lebar, bicara pada pelayan tokomu tentang merancang
perjanjian denganku. Apa kau sendiri masuk serikat?"
"Tidak."
"Ayy. Untuk apa aku bicara denganmu kalau begitu?"
"Aku hanya mengira..." Suaranya menggantung seraya melirik
topi itu dengan pita emas di paruhnya. "Aku hanya mengira mungkin
kau bisa membantuku..."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Vete a banar. Ini Local 32BJ, amigo, bukan Tentara Penyelamat.


Memangnya siapa ayahmu?"
"Osvaldo Vega."
"Benarkah?"
"Kenapa, Anda mengenalnya?"
"Tidak, tapi..." ketidakpastian melintasi parasnya yang terbaca
dengan baik. "Kau serius? Osvaldo itu Sang Teladan!”
“Aku tahu..."
"Tidak, maksudku, ia seperti pionir pengawas gedung dari Puerto
Rico." Tavares meraba-raba, menaruh telepon. "Sebelum ia, yang
mengurus gedung- gedung A di bawah 96th Street di East Side
semuanya orang Irlandia."
Hoolian setengah tersenyum, senang mendengar Papi dibicarakan
dengan rasa hormat yang selayaknya.
Tavares menurunkan kaca mata. "Jadi, kau anaknya yang baru
keluar dari penjara?"
"Begitulah."
"Masalah dengan gadis yang terbunuh di gedung itu yang kembali
muncul di koran-koran beberapa minggu lalu?"
"Ya, tapi mereka menjebakku..." Ia begitu muak mendengar
dirinya mengulang- ulang perkataan yang sama hingga ia sendiri
mulai tak mempercayainya.
"Aku juga punya kakak yang keluar masuk penjara beberapa
kali," Tavares berucap muram, menarik- narik cincin yang sepertinya
ditakdirkan tak pernah lepas dari jari gemuknya. "Tak pernah bisa
lepas dari narkotika."
"Itu bukan urusanku," bentak Hoolian. "Masalahku adalah serikat
tak mau menolong ayahku menemukan pengacara yang baik."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Hey, bro." Tavares mengangkat tangannya. "Aku tak bilang


serikat berjalan dengan sempurna saat itu, tapi memang tak banyak
yang bisa kami lakukan. Anggaran sangat terbatas. Kami hanya bisa
mengeluarkan penjahat kelas E dan D. Kau didakwa atas
pembunuhan, companero, itu sama sekali di luar peraturan. Kami
juga punya masalah sendiri."
Hoolian mengangguk, teringat kisah yang pernah ayahnya
ceritakan tentang korupsi di situ. Tapi, apa gunanya mengangkat
semua itu sekarang? Taruh pantat di bibirmu, begitu ucapan orang-
orang di penjara. Tempatkan pantat di bibir dan teruslah
menciumnya. Tak ada yang akan memberimu sesuatu dalam hidup
ini karena kau membuat mereka tak enak. Mereka menolongmu
karena takut padamu atau karena itu membuat mereka merasa baik.
"Seandainya aku bisa menolong, Sobat, tapi tanganku terikat.
Kami tak bisa memberi fasilitas apa pun untukmu dan kami tak
boleh terlibat dalam kasus itu. Aku tak tahu lagi apa yang bisa
kusampaikan padamu."
Hoolian mengambil topi penjaga pintu itu dan menyelidiki jahitan
di dalamnya, mendengar jendela membuka sedikit dalam suara
Tavares. "Ya, bisakah kau mungkin mencoba dan menolongku
menemukan seseorang yang pernah bekerja pada Papi?"
“Siapa itu?"
"Mungkin agak sulit. Orang itu mungkin sudah mati sekarang.
Portir Dominika tua bernama Nestor. Kukira ia bahkan mungkin tak
masuk serikat."
"Apa yang membuatmu berpikir ia tak masuk serikat?" Tavares
menegakkan tubuh, membela diri, harga dirinya tertantang.
"Aku ragu ia masuk negara ini secara sah. Aku selalu mengira
ayahku membayarnya di luar catatan resmi untuk membantu-bantu di
basement."
"Kedengarannya tak seperti yang kudengar tentang Osvaldo tua.
Sejauh yang kutahu, ia anggota terhormat hingga akhir hayatnya.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Tak pernah mempekerjakan bajingan dan menghormati setiap


pemogokan yang kami lakukan. Ia juga bukan pengorganisir yang
buruk, ketika waktunya mengadakan pemilihan suara. Kukira ia tak
akan memasukkan seseorang yang bukan anggota cabang setempat
dalam daftar gaji. Merupakan kebijakan manajemen gedung untuk
mencari tahu apakah mereka tiba di sini secara sah."
"Tak mungkin orang ini masih hidup." Hoolian menaruh topi itu
ke samping, berubah pikiran dan memutuskan ia lak ingin ditipu lagi.
"Ia mungkin berusia enam puluh saat aku mengenalnya. Dan, ia
berkata pada orang-orang bahwa ia mengidap kanker hati."
"Kau tak pernah tahu dengan portir- portir tua ini. Mereka
leb ih kuat dar ipada kecoak. Jika cairan pembers ih, dan uap
karbon monoks ida tak memb unuh mereka, tak ada lagi yang
bisa. Yang pa ling hebat bertahan hidup, ya mereka."
Tidak. Mereka tak akan bisa memper mainkannya lagi. Tak
ada yang b isa membodohinya untuk berpikir ba hwa keadaan
mungk in bisa membaik. Tinggalkan aku sendiri. Biarkan aku di
dalam kotak pekat kecil dengan jeruji di sekelilingnya.
"Jad i mengapa kau ingin berte mu denga nnya? "
"M ungk in ia bisa membantuku. "
"Apa maksud mu? Seperti saks i, begitu? "
"Suda h kub ilang itu sulit. " Hoolian menga ngguk.
Tavares bersiap mengangkat telepon, tetapi menaruh
tanga nnya kemba li. "Kau ta hu, tak ada faedahnya jika kami
terlibat. Kami tak mendapat apa-apa dari berhubungan denga n
kasus krimina l sete lah se mua persoalan yang ka mi a lami
dengan pengorga nisas ian ulang ini."
"Ak u mengerti."
"Tapi, d ua puluh ta hun waktu yang lama. " Tavares
merengut, mengucek jari d i te linga. "Da n, kami tak cukup
membantu terakhirkah itu, bukan? "
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Ak u tak berkata apa-apa."


Hoolian berusa ha memasang ekspresi malu- malu yang ia
lihat d ipasang aya hnya saat Natal, ketika tips d ibagikan.
Biarkan bokong tetap di b ibirmu. Janga n lepaskan. Ia kini
sadar ayahnya itu sangat jago menye mbunyikan perasaan.
Tavares mengangkat telepon. "S iapa nama portir itu tadi?"

49

TEPAT SEBELUM tengah malam, Dr. Dave berjalan menuju sebuah


bar dekat Bellevue bernama Recovery Room, memesan bir Guinness
dan menekan lagu The Doors di mesin lagu dengan kalimat
"CANCEL MY SUBSCRIPTION TO THE RESSURECTION..."
"Kurasa ada sesuatu yang ingin kau katakan padaku," kata
Francis, menunggunya di bilik belakang.
"Kau membunuhku di hari-hari ini, Francis. Tak ada yang
kembali dengan hasil DNA kurang dari sehari. Tak pernah ada cerita.
Merusak sistem."
"Jadi, apa yang kau dapat?"
Dokter itu memperhatikan badai pasir mengamuk dalam gelasnya,
kepala ikan stout perlahan- lahan terdiam. Matanya terlihat kecil dan
mengalami iritasi akibat mengamati reaksi rantai polimerase dan
layar gel tanpa henti sejak mereka membawa jenazahnya. Jim
Morrison meraung di belakang. Satu lagi yang tak semestinya
dimakamkan di kuburnya sendiri, pikir Francis. Mungkin Jim
tambun, botak, dan hidup di kondominium di Florida, main golf dua
kali seminggu bersama Elvis dan mengutuk tiap kali lagu hitsnya,
Light My Fire, mengalun di radio.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Tak banyak yang tersisa setelah dua puluh tahun." Dave


mengembalikan gelasnya. "Kebanyakan hanya fragmen tulang dan
rambut. Tapi kami dapat cukup banyak."
"Dan? Apakah itu Allison?"
"Yang bisa kukatakan hanya ini." Dave mengangkat satu jari,
menolak diburu-buru. "Aku bisa memastikan bahwa ia adalah
wanita. Aku bisa mengatakan juga, ia anak Eileen Wallis. Usianya
mungkin antara dua puluh satu hingga tiga puluh tahun dan tingginya
tak lebih dari 160 sentimeter. Tak punya tanda-tanda osteoporosis
dan tak pernah hamil. Soal nama asli, bukan kewajibanku untuk
memastikan."
"Jadi, ia bukan wanita yang DNA-nya ditemukan di bawah kuku
kedua gadis itu?"
"Bukan."
"Jadi Allison mungkin memang dikubur di makam yang benar?"
"Aku tidak tahu. DNA yang kami peroleh dari peti mati tak cocok
dengan sampel di sarung bantal yang berlabel Allison Wallis di
gudang barang bukti. Mungkin itu kesalahan pengarsipan. Tapi, aku
bisa memastikan bahwa wanita di peti mati dan yang darahnya kami
temukan di TKP jelas memiliki ibu yang sama."
"Bangsaaaat!" Francis menjejalkan seiris lemon ke dalam soda-
nya dan mengamati buih mendesis. "Kau mengatakan Allison
dibunuh oleh saudara perempuannya? Ibunya tetap mengatakan ia
tak pernah memiliki anak perempuan lain. Dan, tak ada DNA yang
cocok dengan gadis ini, siapa pun dia, di bank data DNA."
"Aku tak peduli. Aku punya bukti gel-ku. Di bawah kuku Allison
Wallis dan Christine Rogers terdapat darah yang sama. Jadi, yang
bisa kukatakan adalah penghuni makam yang kita gali itu adalah
saudara perempuan pemilik darah itu."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Lalu bagaimana tentang hal lain yang kutanyakan? Apa kau


membandingkan DNA Christine Rogers dengan DNA Eileen untuk
mengetahui apakah mereka berkerabat?"
"Mereka tak berhubungan darah, Francis. Berbeda keluarga."
"Kalau begitu aku angkat tangan."
Francis menghabiskan soda dan menaruh gelas. Oh, ia betul-betul
butuh minum sekarang. Hanya untuk melepas tempurung kepalanya
beberapa saat. Ia bisa lebih menjadi diri sendiri jika sedang minum-
minum. Lebih santai, lebih lucu, tak begitu tertekan oleh rasa
waspada. Dan, lebih berani. Ia tak akan mengendap-endap,
menghindari tempat-tempat gelap, jika sedang di bawah pengaruh
alkohol. Tidak, Tuan. Ia akan berani dan tanpa perhitungan. Seperti
ketika berada di bagian narkotika, ia orang pertama yang menerjang
pintu—konsekuensi nomor dua, siap melakukan apa saja yang
diperlukan, sementara yang lain menonton dengan mata bersinar
penuh kekaguman.
Oh, diam, Francis, kau memang bajingan. Satu-satunya yang
hampir seburuk lelaki buta dengan pistol adalah seorang mabuk
yang bernostalgia.
"Terkutuk, aku tak tahu apa yang kulakukan," ujarnya. "Mungkin
putriku benar."
"Tentang apa?"
"Malam itu, ia menelepon ke rumah dari Smith, berkata aku mulai
menjadi dinosaurus. Ia bilang, 'Cara pikir patriarki sudah kuno.' Kau
bisa bayangkan?"
"Ya, aku tak bisa bilang cara kita berpikir dapat membawa
kemajuan dalam kasus ini."
"Tidak, kurasa aku tak bisa membantahnya," aku Francis.
Ia memperhatikan limau tergeletak di dasar gelas. Ayolah, Dewa
Segala Hal Kecil. Bantu aku. Aku tak punya minuman, persis saat
aku membutuhkannya. Buka pikiranku sedikit lebih lebar. Biarkan
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

aku berpikir di luar garis. Makin lama kasus ini bergulir, makin kau
terjebak melihat mereka hanya satu arah, kau menjadi letih dan tak
lagi imajinatif karena menatap lurus terus ke depan sepanjang waktu,
melewatkan pemandangan di samping.
Ia memejamkan mata. Selama beberapa saat dunia gelap,
membayangkan dirinya telah buta. Menunggu bentuk-bentuk sisa
cahaya itu berhenti, membuat tubuhnya diam, dan membiarkan kulit
dunia yang transparan mengelupas.
Akhirnya Francis menyadari bunyi-bunyi di sekitarnya kian jelas
dan sedikit berubah. Ia bisa membedakan denting gelas anggur dari
bunyi gelas soda yang lebih berat. Ia mengenali ketukan ringan hak
sepatu runcing yang lewat, dengan ketukan sol sepatu karet seorang
pria yang dingin di belakangnya. Ia menyadari dirinya bisa mendapat
petunjuk tentang usia, perbedaan jarak, dan bahkan ekspektasi
romantis—jika ia mendengarkan cukup tekun di jeda-jeda
percakapan. Tapi ketika mencoba berfokus pada satu suara di bilik
tepat di belakang mereka, ia ternyata tak bisa cukup yakin
menentukan apakah seseorang itu pria atau wanita.
"Francis? Kau tak apa-apa?"
Ia membuka mata dan menyadari Dave tengah menatapnya. "Ya,
ampun, kupikir kau kejang."
"Tidak, aku hanya sedikit melamun," ujarnya, menatap buih
Guinness yang berdiam di separo gelas. "Dave, aku ingin bertanya
sesuatu."
"Apa?"
"Kau yakin gen tak pernah berbohong?”
“Apa?"
"Aku tidak bicara tentang kekeliruan arsip. Aku tanya, apakah
DNA pernah salah menafsirkan?"
"Sudah kubilang, peluangnya satu dari satu triliun. Kau minum
apa, sih?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Francis menatap jejak residu kecokelatan tenggelam ke dasar


gelas Dave, mengingatkan pada layar gel yang ia pernah lihat di
laboratorium. Sesuatu terlucuti dari dalam hati, meninggalkannya
dengan kejernihan gelap sedingin batu.
"Kurasa lebih baik kau biarkan aku menambah minuman,"
ujarnya.

50

RASANYA SEPERTI musik dalam mimpi. Untaian nada muram


lembut mengalir dan larut dalam udara lembab. Baru setelah Hoolian
mendekat lagu itu mulai terdengar jelas. Getaran murka di ujung
keyboard mengayun turun menjadi raungan gelap yang murung.
Nada santun di tengah-tengah tiba-tiba menjerembab dalam amukan
liar pada kunci-kunci hitam. Lalu, dengan cepat beralih kembali
menjadi satu melodi anggun, seperti seorang pemabuk meluruskan
dasinya di trotoar setelah ditendang keluar dari restoran bintang
empat.
Kartu tanda anggota serikat pekerja yang diberikan Mr. Tavares
pada Hoolian berhasil meloloskannya dari penjaga pintu dan turun
ke basement ini. Jadi, sekarang ia berbelok di sudut dan mengambil
jalan melewati bilik-bilik penyimpanan yang pengap, mengikuti
bunyi salah satu lagu favorit ayahnya yang dengan sangat cermat
didekonstruksi dan ditata ulang oleh ilmuwan gila.
"Night and Day, you are the one... "
Ini adalah salah satu gedung di Upper East Side yang
mempertahankan kondisi asli lobi dan lorong-lorongnya, sementara
masa lalu membusuk di gudang bawah tanah. Ia berjalan melewati
sel-sel kawat kuda goyang kuno, tempat tidur kelambu rusak,
gramofon tua dengan telinga yang lebar, kotakkotak lemari, cermin
bermutu tinggi, seperangkat cangkir perak pudar, meja makan rusak
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

tanpa kaki, gunungan kepala rusa, karpet Persia diikat gulungan,


lampu antik dengan tirai seperti gaun kuno—semua tergolek di
ruangan berukuran dua kali tiga meter, seperti narapidana terlupakan
di penjara yang kokoh.
"...and this torment won't through..."
Tenggorokannya tercekik batuk oleh debu, sadar ia akan membuat
buruannya lari bila terlalu gaduh sebelum sampai ke sana. Pemanas
bergemuruh di pintu sebelah, lidah api tenang menyala-nyala. Dua
puluh tahun telah menanti.
Ia menuju sudut dan berhenti, menyaksikan orang tua itu
membungkuk di atas mesin lagu yang berdiri tegak di gudang
penyimpanan. Sepasang bahu naik dan kasar membuat kejangan di
lengannya dan cakar yang tampak terkena artritis. Sulit dipercaya
seseorang yang begitu jompo dan penuh tonjolan dapat mengalunkan
musik yang begitu riang gembira, belia, dan gegap gempita.
Air menyiram melewati salah satu pipa di atas kepala dan lelaki
tua itu mengayunkan kepala ke belakang, menikmati kesenangan
bermain musik untuk diri sendiri dan bukan untuk orang lain.
"Que hay de Nuevo, NestorT' Hoolian memanggil dari bawah
bohlam yang terayun. "Ingat padaku?"
Lelaki tua itu membeku, tangannya ragu-ragu di atas kunci-kunci,
melodi yang tak selesai itu mengambang di udara. Ia kemudian
berbalik, memandang tajam, dan perlahan- lahan tersenyum
memperlihatkan gigi gingsul kecokelatan, seolah ia telah duduk di
kursi tersebut sejak 1983, menunggu Hoolian menemukannya.

51

MESTINYA MEREKA bertemu di pengadilan hari itu, untuk


memutuskan apakah mereka akan maju terus berkaitan dengan
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

dakwaan Hoolian. Alih-alih demikian, mereka kembali ke ruang


rapat di lantai enam di 100 Centre Street. Paul Raedo duduk di
bawah potret Custer, seorang penuntut muda bagian pembunuhan
bernama Margaret Eng duduk di bawah salinan asli foto karya Ansel
Adams, dan Francis dalam jarak tembak senapan milik Paul. Hoolian
duduk murung di seberang meja, diapit Debbie A. dan saksi paling
barunya.
"Harus saya akui, saya sangat skeptis," Paul mengawali
pembicaraan. "Saya pernah bicara dengan saksi ini tahun 1983 dan ia
tak punya pernyataan relevan untuk diberikan. Mengapa ia muncul
dengan'cerita berbeda setelah lama berlalu?"
"Saudara Vega memintanya." Debbie berputar di kursinya.
"Saudara Arroyo mengenal terdakwa sejak kecil."
Portir itu duduk di sebelah kanannya, lelaki tua lisut berwajah
sopan mengenakan jaket kotak-kotak usang. Francis yakin ia pasti
mendapatkannya dari penyewa apartemen kaya dari tahun 1962.
Topi jerami putih tergeletak di meja di hadapannya, dengan
pinggiran sobek seperti bekas gigitan. Ketika tersenyum, ia
menunjukkan kegelisahan di mulutnya, gigi- gigi kecil kecokelatan
saling beradu. Kenyataannya, segala hal tentang dirinya tampak
seperti bambu rusak, kecuali tangannya, dengan jemari panjang lebar
serta urat-urat seperti kabel baja.
"Ya, ya, ya, tapi mengapa baru sekarang?" tanya Paul.
"Maksudmu, ia hanya duduk-duduk saja selama dua puluh tahun
ini?"
"Saudara Arroyo cemas tentang status imigrasinya." Debbie
memandang bolak-balik antara saksi baru itu dan Hoolian, keduanya
di sisi kiri. "Ia takut, jika bersaksi, ia akan dideportasi ke Republik
Dominika."
"Apa aku mendengar unsur paksaan di sini?" Paul memajukan
badan, jempolnya menyentuh suspender merah seraya melirik
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Margaret Eng. "Apa orang ini mendadak berubah pikiran karena


klienmu muncul dan mengintimidasinya di tempat kerja?"
"Ceritakan saja kisahnya," sergah Francis.
Mereka semua menatap seakan ia baru menembakkan pistol ke
langit-langit.
"Ya, ayolah," ujarnya. "Ia belum menjadi saksi tersumpah. Mari
kita dengar apa yang harus ia katakan. Berika ia Ratu Sehari"
Ia merasakan mata Hoolian menghujam dari seberang meja.
Francis sengaja memilih kursi sedikit ke kanan agar mereka tak perlu
berhadapan muka langsung. Ia, setidaknya, perlu waktu untuk
melakukannya meski perlahan-lahan.
Paul menyeringai dan diam-diam berunding dengan Margaret
Eng. Ia merapikan rambut hitamnya, memperbaiki kaca mata, dan
mengangguk tajam.
"Baiklah, Ratu Sehari," kata Margaret. "Ia dimaafkan sejauh ia
mengatakan yang sebenarnya."
Debbie mulai menerjemahkan, tetapi portir tua itu mengangkat
tangannya.
"Tak apa," katanya, bunyi agak cadel keluar lewat celah di
giginya. "Aku mengerti, sedikit."
Portir itu melirik Debbie A dan memberikan senyum pada
Hoolian. Dari sudut matanya, Francis melihat Hoolian tidak balas
tersenyum, lebih memilih berkonsentrasi melipat-tutup lembaran-
lembaran pernyataan pers yang ditinggal di atas meja.
"Anda boleh membawa penerjemah setelah kita selesai agar Anda
bisa mengajukan pertanyaan sendiri dan mendapat pernyataan
tertulis, tanpa Vega atau saya di ruangan," kata Debbie. "Saudara
Arroyo sudah mengatakan kisah lengkapnya saat ia datang ke kantor
saya bersama saudara Vega pagi ini."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Ketegangan membentuk di tengah ruangan, mereka berenam


menyaksikan alur kayu yang sama di meja kayu pernis seolah bentuk
itu menarik mereka bersama.
"Cerita singkatnya, Saudara Arroyo bekerja di basement malam
itu," jelas Deb. "Ia melihat seseorang turun dari tangga darurat dan
keluar menuju gang di belakang gedung, tepat dalam bingkai waktu
peristiwa pembunuhan Allison Wallis."
"Omong kosong." Suspender Paul meregang seperti tali katapel.
"Kau ingin mendengar apa yang terjadi atau mau pamer
kosakata?" tanya Debbie.
"Teruskan." Francis memberi isyarat putaran dengan tangannya.
"Jam berapa saat itu?"
"Sekitar pukul dua tiga puluh hingga tiga kurang seperempat
pagi." Deb menatap portir itu, menegaskan. "Itu cocok dengan
rentang waktu yang ditetapkan."
"Bagaimana kau tahu waktu tepatnya?" tanya Francis, mengambil
alih pekerjaan Deb.
"Pukul sembilan tiga puluh, Julian datang ke apartemen Allison
untuk memperbaiki toilet. Pukul sepuluh, mereka menonton televisi.
Channel Five, MTV. Mereka mulai saling nyaman, dan saat itulah
terjadinya hubungan kecil di antara mereka."
"Maksudmu saat ia mencoba memerkosanya." Paul memajukan
badan ke depan dengan siku.
"Saat mereka mencoba melakukan kontak sama suka." Debbie
mengibaskan jari. "Tak ada kesaksian yang berlawanan dengan hal
itu."
"Tentu saja tidak." Paul tersenyum sinis. "Yang laki hidup dan
wanitanya mati."
"Apapun yang terjadi, tak diragukan lagi bahwa peristiwa itu tak
terjadi," ujar Deb cepat.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Francis tersenyum, mengenali Momen Percepatan, gaya familier


pembela dan kliennya saat berlomba melalui bagian genting kisah
mereka, seakan orang lain tak mengetahuinya.
"Gadis itu menarik diri," ujar Deb, sedikit melambat. "Hoolian
tidak siap. Gadis itu juga. Apapun. Mereka berdua ketakutan. Ada
bencana. Ada darah dan cairan sperma di kain sofa. Gadis itu
ketakutan, dan memintanya untuk pergi."
Francis mencuri pandang ke arah Hoolian, menangkap reaksinya.
Tapi Hoolian menggigiti bibir dan menunduk, tak berani
menghadapi mata para hadirin di ruangan.
"Setelah itu, ia menelepon beberapa kali ke ibunya di Sag Harbor
dan kakak lelakinya di kota itu," ujar Debbie. "Tentu, ada sesuatu
dalam pikirannya."
"Yeah, kenyataan bahwa putra pengawas baru saja berniat
menaikinya," ujar Paul.
"Tak satu pun dari mereka menyebutkan hal itu," balas Deb.
"Menurut Tom,'mereka bicara tentang ke mana mereka akan pergi
untuk acara makan malam ulang tahun ibunya, yang sebentar lagi
berlangsung saat itu. Eileen tidak ingat sesuatu yang khusus dalam
percakapan itu, kecuali bahwa Allison terdengar sedikit 'jengkel.'"
"Ayolah, Deb, kau tahu apa yang terjadi dalam penyerangan
seksual," sela Paul lagi. "Kadang orang menunggu hingga besoknya
untuk melapor. Kecuali kali ini, ia punya kunci apartemen gadis itu
agar ia bisa kembali lagi malamnya."
"Ya....tidak juga...," Deb menanggapi. "Kami berpikir ada orang
lain yang juga punya kunci."
"Bagaimana mungkin? Hanya penyewa dan pengawas yang punya
kunci."
"Ia bisa saja menduplikat dan memberikannya pada seseorang,
yang dapat membiarkan dirinya masuk dari depan."
"Bagaimana dengan penjaga pintu? Kau pikir ia tak akan tahu?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Hoolian dan portir itu saling berpandangan dan tertawa.


"Apa yang lucu?" tanya Francis.
Hoolian segera berhenti tersenyum dan melirik, mengingatkan
Francis saat pertama kali mereka saling menatap satu sama lain.
Rusa mendengar suara pemburu di hutan. Mereka berdua membeku
sejenak, masih belum siap mengakui satu sama lain.
"Semua orang tahu Boodha begitu lelap tidur setelah tengah
malam, kau bisa menusukkan bom ceri di pantatnya dan ia tak akan
terbangun." Hoolian berpaling pada Nestor, berpura-pura tak
terganggu. "Betul begitu, kan?"
"Ay..." Lelaki tua itu menjatuhkan kepala ke belakang dengan
hardikan kasar. "El borracho bufon."
"Ya, terserahlah, tapi ini semua spekulasi sama sekali." Paul
melambaikan tangan. "Aku berharap lebih darimu, Deb. Kupikir kau
datang ke sini untuk bicara tentang sesuatu yang nyata."
"Memang. Saudara Arroyo melihat pembunuh itu meninggalkan
gedung tepat sebelum pukul tiga pagi."
"Memangnya siapa ia, dan mengapa ia tak mengungkapkan saat
aku mewawancarainya dua puluh tahun lalu?"
"Kukatakan," portir itu angkat bicara. "Tapi kau tak mendengar."
"Apa?" kata Paul. "Dengar, aku sudah memeriksa dengan
saksama berkas kasusnya. Kau kira aku sengaja mengabaikan
sesuatu seperti itu?"
Francis melihat Margaret Eng menundukkan kepala dan mulai
membuat catatan. Tidak bodoh, orang satu ini. Ia tahu bukti yang
berpotensi menunjukkan ketidakbersalahan untuk sebuah gugatan
perdata saat mendengarnya.
"Aku bilang, 'Pelirrojo! Pelirrojo!"' portir itu memukulkan
kepalannya ke atas meja. "Tapi kau tetap tak mendengar."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Apa ini, Debbie?" Paul bergerak seperti tengah menyekop


sampah ke arah sisi meja Deb. "Apa ‘pelirrojo’? Kami bicara pada
orang ini sekali dan ia langsung menghilang."
"Karena kau menakutinya, mengatakan ia harus ke sidang dan
menjawab pertanyaan. Ia punya keluarga di sini tanpa paspor resmi.
Sekarang ia sudah punya."
Francis menatap orang tua itu, berpikir ia pasti orang yang tak
berperasaan. Membiarkan putra bosnya dipenjara dua puluh tahun
untuk kejahatan yang tidak ia lakukan, hanya karena takut ia
dideportasi.
Di lain pihak, memangnya siapa dirinya? Hingga percakapan
terakhir dengan Dr. Dave, ia juga sering menghindari masalah
dengan segala cara, mengelak dari apa yang ada di depannya.
Ia mengubah posisi kursi dan berusaha membuat dirinya menatap
Hoolian langsung di matanya. Ia ingin melihat jika ada yang tersisa
dari anak yang pernah hadir di ruang interogasi dua puluh tahun lalu.
Mana gerakan pupil halus penuh kecurangan itu? Bulu mata
berkedip-kedip itu. Derap jemari itu. Semua tanda-tanda petunjuk
rasa bersalah itu. Bagaimana mungkin lelaki berjanggut, geram
namun dapat dimengerti, yang tua sebelum waktunya ini, mewujud
ke dalam dirinya?
Ini terlalu sulit. Mereka berdua mengalihkan pandangan
berbarengan. Tak satu pun yang siap untuk melakukan konfrontasi
saat ini.
"Apa makna kata itu memangnya? Pelirrojol" Paul melirik pada
Margaret Eng, yang sibuk mencatat. "Ingatkan aku."
"Itu artinya rambut merah," Hoolian berkata lembut, menatap
pangkuannya sendiri.
"Ya, aku tahu." Paul menjatuhkan bolpen. "Korbannya berambut
merah. Lalu kenapa?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Kali ini, Francis yang menjelaskan. "Paulie," katanya singkat,


berpaling. "Kurasa orang ini tak bicara tentang si korban."

52

HOOLIAN TURUN lewat lift empat puluh menit kemudian bersama


pengacaranya dan Nestor, yang masih berusaha mencerna dan
memahami apa yang baru saja terjadi.
Lobi remang-remang berlantai marmer dipenuhi anggota keluarga
berwajah muram bergerak perlahan melewati detektor logam,
pegawai pengadilan berkemeja putih berteriak-teriak menyerukan
perintah, dan, tentu saja, para pemuda bermasalah itu, berjalan ke
arah pengadilan. Berjalan penuh lagak dengan kaus FUBU dan
sepatu Nike baru, bertingkah pongah tanpa menyadari apa yang akan
mereka hadapi di penjara kelak.
"Jalan keluar di sana." Nona Aaron menunjuk ke arah cahaya di
belakang pintu putar. "Cukup sampai di sini dulu saat ini."
Hoolian mengikuti keluar menuju trotoar, bersama Nestor di
belakangnya.
"Jadi, apa selanjutnya?" ia melindungi matanya dari mika
berkilauan.
"Kita akan mengajukan mosi untuk mencabut dakwaan." Nona A
memasang kaca matanya. "Polisi dan jaksa melakukan apa yang
menjadi pekerjaan mereka. Dan kita akan membuat gugatan perdata,
dengan syarat Arroyo tidak menghilang untuk dua puluh tahun ke
depan."
Nestor tersenyum memperlihatkan gigi- gigi bengkoknya.
"Claro" ujarnya sembari sedikit mengangguk. Tentu saja.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Deb merapatkan bibir, jelas tidak terpesona oleh perilaku ala


bangsawan tua sopan itu. "Sir, aku ingin bertanya sesuatu padamu."
Orang tua itu menyentuh ujung topi jerami usangnya. "Cualquier
cosa." Apa saja.
"Anda bilang, Anda sangat menyukai Vega.”
“Si."
"Dan sebelum ini Anda mengatakan pada saya betapa ayahnya
orang yang baik karena telah mempekerjakan dan memasukkan
Anda ke dalam daftar gaji, meski Anda tak memiliki paspor hijau."
"Air Ia mengangguk pada Hoolian. "Yo dar las gracias."
"Lalu mengapa Anda membiarkan anak ini menghabiskan dua
puluh tahun membusuk di penjara?"
Orang tua itu terus tersenyum dan mengangguk, seolah tak
mengerti sepatah kata pun yang wanita itu ucapkan.
"Hey, Nona A?" Hoolian angkat bicara. "Jangan terlalu keras
padanya."
"Julian, orang ini bisa maju dengan bukti yang ia miliki kapan
saja."
"Ya, awalnya aku juga marah padanya," ia mendesah. "Tapi orang
kadang dipaksa keadaan tertentu."
"Keadaan?" Alis wanita itu meloncat di atas bingkai kaca mata
bintiknya. "Keadaan macam apa yang membenarkan anak usia tujuh
belas masuk penjara dari 1983 hingga sekarang?"
"Begini, ketika aku menemukannya di basement kemarin malam,
aku juga marah. Rasanya seperti, 'Aku akan membunuhmu, orang
tua. Kau menghancurkan hidupku.'" Hoolian memukulkan
kepalannya ke telapak tangan. "Tetapi kemudian... tak tahulah.
Keadaannya berbeda jika menyangkut orang yang mendampingimu
saat kau tumbuh. Katakan, bagaimana aku akan membenci seseorang
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

yang membolehkanku menjalankan lift servis ketika aku berumur


enam tahun?"
"Ia jelas tak banyak memedulikanmu setelah itu."
"Aku tahu." Hoolian menggertakkan gigi. "Tapi apa yang akan
kulakukan? Ia takut. Ia takut kepada Raedo dan meninggalkan kota.
Ia tidak tahu apa yang akan menimpaku."
"Aku yakin ia dengar saat kau ditahan," ujar Nona A, masih gusar
padanya.
"Ia punya masalahnya sendiri yang mesti diselesaikan. Ia mengira
dirinya sekarat oleh kanker hati. Anaknya tewas akibat overdosis.
Istrinya meninggalkannya. Orang punya hidup mereka sendiri,
kukira. Sejak lama, aku berhenti mengharapkan orang lain untuk
menjagaku."
Mata lelaki tua itu meredup, berterima kasih dalam diam.
"Kau orang yang pemaaf, Julian." Nona A menggelengkan
kepala.
"Tidak, aku tidak seperti itu," ia membetulkan. "Aku masih geram
dengan semua itu, tapi aku tidak bodoh. Ketika menemukan orang
tua itu, aku tahu aku punya pilihan. Aku bisa mematahkan lehernya,
atau mencoba membuatnya menolongku."
Ia memijit belakang leher Nestor setengah main- main dan terasa
olehnya lelaki tua itu agak tegang.
"Aku tahu ayahku akan memintaku memakai otak."
"Kau tetap orang yang lebih baik dariku, Gunga Din," ujar Ms.
A., membalikkan badan menghadap Nestor. "Tapi, Pak Arroyo, saya
masih tak tahu apa-apa tentang Anda. Aku senang kami memperoleh
kesaksian Anda hingga kita akhirnya tahu kisah sebenarnya, tetapi
itu sedikit terlambat. Anda mengira seseorang yang mengalami
penderitaan semacam itu dalam hidupnya mungkin memperlihatkan
kasih sayang untuk orang yang ia kenal. Dan jangan pura-pura tak
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

mengerti ucapan saya. Kukira bahasa Inggris Anda jauh lebih baik
dari yang Anda tampilkan."
Portir itu tersenyum dan menyentuh ujung topi anyamnya. "Que
quiere de mi, yo soy solo el pianista?" ujarnya.
"Apa maksudnya?" Nona A melirik Hoolian meminta penjelasan.
"Ia berkata, 'Apa yang Anda inginkan dari saya, Bu? Saya hanya
seorang pemain piano."'

53

SAAT MALAM mulai melembut dan kabut halus mengambang di


atas Riverside Park, pria-pria dengan hanya mengenakan kaus keluar
dari rumah-rumah berwarna pasir di 89th Street, dengan berisik
menyeret tong sampah ke pinggir jalan untuk diangkut. Tom Wallis
salah satu di antara mereka, mengangkat dua kantung besar seolah
ada mayat di dalamnya lalu menepuk-nepuk tangan seraya naik
kembali ke undakan dan masuk ke dalam rumah, puas atas
pekerjaannya.
"Baik," Rashid, di kursi supir, merendahkan teropongnya. "Ia
punya banyak benda di kantung itu."
"Lampu menyala di dalam rumahnya?" tanya Francis, duduk di
sebelahnya, dalam mobil Le Sabre yang diparkir setengah blok
jauhnya.
"Hanya di lantai tiga dan lantai satu."
"Jadi, Eileen dan ia masih terjaga. Lebih baik kita menunggu
sebentar. Aku tak ingin menarik perhatian dan membuatnya tahu apa
yang kita kerjakan."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Mereka duduk dalam diam beberapa lama, mendengarkan


raungan tak keruan terompet dan gitar elektrik di CD player hingga
Rashid tak tahan lagi.
"Aku terlahir untuk memainkan musik ceili funkyl" ia
mengeluarkan cakram itu dan memegangnya ke arah lampu. "Omong
kosong macam apa itu?"
"Black 47. Dan kita baru setengah jam menikmati Biggie Smalls
dan Dr. Dre memukuli si jalang dan mengisap ganja."
"Baiklah, kita tak perlu mendengar apa-apa kalau begitu. Duduk
diam saja di sini."
"Oke."
Mereka menunggu hingga cahaya lantai atas padam, lalu Francis
mengambil teropong.
"Eh, Bung, menurutmu aneh tidak, kita tak saling berbicara?"
Rashid akhirnya bertanya.
"Kenapa, apa yang ada di pikiranmu?"
"Aku hanya merasa kau begitu diam, G. Kau marah padaku atau
apa?"
"Tidak. Kenapa kau berkata seperti itu? Apa kau salah satu dari
orang-orang yang gampang terharu saat menonton acara Oprah?"
"Begitulah kata istriku. Tapi ia tidak tahu. Mulutnya seperti
senapan mesin. Tapi aku memberitahunya kemarin malam. 'Aku tak
mengerti ada apa dengan rekan kerjaku sekarang. Tingkahnya
menjengkelkan sekali. Ia bahkan tak melambai padaku saat aku
melihatnya menyeberang jalan.'"
"Kapan itu?"
"Sepertinya sudah tiga kali. Aku berada di Broadway di luar
kantor dan tingkahmu seakan kau tak melihatku."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Maaf." Francis menurunkan gelasnya, tak sanggup melihat apa-


apa dalam cahaya seperti ini. "Bukannya sombong."
"Aku hanya bilang, aku betul-betul kesulitan menyesuaikan diri
denganmu. Rasanya kau ada pesta besar-besaran di benakmu
sepanjang waktu, dan aku tak diundang. Aku seakan sendirian di
tengah padang, duduk di sini. Kalau kau masih marah tentang apa
yang terjadi di TKP, tolong lupakan saja itu. Aku tak layak
didiamkan seperti ini. Aku bisa bicara. Aku senang ngobrol."
"Hey, Rashid, kau tahu bagaimana orang bisa yakin jika dirinya
memiliki hubungan baik dengan rekan kerjanya?" sela Francis.
"Adalah saat kau tak perlu mengucapkan apa-apa. Kau dapat
memperkirakan apa yang dipikirkan temanmu. Maksudku, kau dan
aku, kita bisa duduk di sini dan ngobrol tentang segala macam yang
ingin kau bicarakan saat menghabiskan waktu delapan jam di mobil
bersama seseorang. Kita bisa bicara tentang kasus itu atau tentang
penangguhan pajak atau tentang Yankee, atau apapun. Tetapi pada
akhirnya, kita akan tahu bahwa kita benar-benar cocok satu sama
lain adalah ketika menghabiskan delapan jam bersama tanpa
mengatakan sepatah kata pun, satu sama lain."
"Wow." Rashid mendesah. "Malangnya istrimu."
"Bro, separonya saja bahkan kau tak tahu." Francis
mengembalikan teropong itu padanya. "Wanita itu seperti malaikat,
mau-maunya tinggal bersamaku. Tiap hari aku bersyukur pada
Tuhan telah mengabuti benaknya hingga aku mati kelak."
Rashid masih geram beberapa saat. "Aku hanya ingin bilang satu
hal lagi, oke? Aku tak mau keluar dari mobil dan mengaduk-aduk
tong sampah itu. Aku bicara terus terang. Ini acaramu."
"Oke, tenang. Aku tak takut mengotori tanganku."
Seorang pria kecil dengan anjing German shepherd besar berjalan
ke dalam lingkaran terang di depan rumah keluarga Wallis dan
menjatuhkan sebuah tas berat ke dalam salah satu tong sampah yang
Tom bawa keluar.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Dodol." Rashid mendesis jijik. "Kau yakin perbuatan ini


dilindungi Amandemen Keempat, mengaduk-aduk sampah orang?"
"Kau sedang jadi apa, pengacara undang-undang?"
"Sebetulnya, ya. Sementara kalian minum- minum di Coogan's
atau sejenisnya, aku mengambil kelas malam di Fordham Law. Jadi
aku tak ingin terlibat melakukan penyelidikan tanpa surat perintah."
"Jangan khawatirkan itu. Tong sampah mereka berada tepat di
trotoar untuk diangkut besok pagi. Itu adalah hak milik yang
diabaikan, sobat, di tempat umum. Benar-benar sumber bukti DNA
sah. Bapak Bangsa akan berkata, 'Silakan, ambil dan daur ulanglah
selagi kalian di sana.'"
Ia melirik sekilas pada Rashid, belum menyadari bahwa yang di
dekatnya adalah calon anggota barisan pembela.
"7o, ada hal lain yang ingin kubicarakan denganmu." Jemari
Rashid melekat di kemudi.
"Oke."
"Jadi jangan mengejekku, oke?"
"Baik." Francis menahan diri, baru sadar semua itu baru
pembukaannya.
Di bawah cahaya malam, kulit cokelat mulus kepala plontos
Rashid terlihat mengembang dan mengerut seolah ia mencari-cari
cara memulai.
"Anak itu," ujarnya. "Julian."
"Ya." Francis meliriknya cemberut. "Ada apa dengannya?"
"Kalau kau benar tentang apa yang sedang kita lakukan malam
ini, ia tak punya kaitan apapun dengan kedua pembunuhan itu."
Francis menggerak- gerakkan lidah di bawah bibirnya,
memperlihatkan ketidaksenangan.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Jadi, ada apa dengan itu?" tanya Rashid. "Kau mengirim seorang
bajingan ke penjara selama dua puluh tahun untuk sesuatu yang tak
ia lakukan? Kemudian kau memburunya untuk pembunuhan lain
segera setelah ia keluar? Kau membuat hidup anak itu bagai neraka."
"Kau bicara padaku sebagai seorang polisi atau sebagai calon
pembela dua tahun ke depan?" tanya Francis, tak berusaha menutupi
ketidaksabarannya.
"Aku bicara padamu sebagai seorang lelaki. Oke?"
"Baiklah."
Ia terdiam, merenungi cacat di kaca mobil dan tempat-tempat
yang cukup jauh di mana penglihatannya mulai mengabur.
"Apa sebenarnya yang kau ingin aku katakan? Beri aku petunjuk."
"Aku hanya ingin tahu. Bagaimana kau dapat menjalani hidup
dengan itu?"
"Hey, aku hanya bagian dari proses," ucap Francis, otomatis
mengulang rentetan kata-kata yang ia ucapkan pada Patti. "Juri yang
memutuskan bukti dan hakim yang menentukan hukumannya..."
"Omong kosong, Bung. Kau pikir idiot macam apa yang tengah
kau ajak bicara? Aku tahu apa artinya. Aku menjebloskan sesama
nigger gara- gara mengedarkan narkotika dan sepupuku juga
dipenjara. Jadi, jangan mengoceh omong kosong tentang 'proses'.
Aku tahu proses itu."
"Kau ini apa, istriku? Aku tak akan mau berpasangan denganmu
kalau tahu kau begini sok bijak."
"Ya, kau tak punya pilihan dan sekarang kau terjebak dalam
mobil bersamaku. Dan kita akan membahas persoalan brengsek ini.
Kalau kau rekanku, aku ingin tahu bagaimana kau akan keluar dari
semua ini."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Lampu jalan di depan rumah Walliss mengerdip,


menenggelamkan blok tempat tinggal itu ke dalam kegelapan kubur
selama beberapa detik.
"Kalau aku membuat kesalahan, yang bisa kulakukan hanya
kembali dan berusaha memperbaikinya," ujar Francis perlahan.
"Kalau tidak, aku tak akan di sini."
"Memperbaikinya!" Suara Rashid serak. "Bung, bagaimana kau
akan melakukan hal itu? Kau menjebloskan anak itu waktu ia tujuh
belas tahun dan keluar di umur tiga puluh tujuh."
"Terkutuk, apa yang kau ingin aku lakukan dengan hal itu
sekarang? Menembak kepalaku sendiri? Aku di sini, kan?" ia
mengambil jeda sejenak untuk menguasai diri. "Dengar, aku
mengerjakan kasus ini sebaik mungkin. Yang bisa kukerjakan hanya
berusaha melakukannya dengan benar, kali ini. Jika ada yang ingin
mengambil lencana dan pistolku setelah aku selesai, silakan. Aku
terima apa pun yang akan terjadi. Aku bersedia ditebas pedang jika
perlu. Aku tak takut. Silakan. Aku hanya minta, biarkan aku sendiri
yang melakukannya. Kalau kau ingin membuatku bertanggung
jawab, biarkan aku bertanggung jawab."
Sadar olehnya ia mulai berkeringat. "Kau pernah berpikir
bagaimana rasanya?" tanya Rashid, halus seperti laci menggeser
terbuka. "Apa?"
"Untuk orang itu. Julian. Pernahkah kau berpikir bagaimana
rasanya dijebloskan untuk sesuatu yang tak ia lakukan?"
Francis membuka jendela, bertanya-tanya mengapa mendadak
ruangan terasa pengap.
"Pernahkah kau berpikir tentang perjalanan panjang naik bis yang
mesti ia jalani bersama semua penjahat bajingan tak berhati itu?
Anak kecil ini bahkan belum keluar dari sekolah parokinya, berjalan
menyusuri blok-blok sel. Bisa kau bayangkan betapa takutnya ia?
Mereka melemparkannya ke dalam kolam hiu, Bung, sebelum ia
tahu caranya berenang."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Oke, aku mengerti." Francis mengulai lengannya keluar,


mengisap napas dalam-dalam.
"Aku ingin tahu apa kau bisa. Aku bertanya-tanya apakah kau
pernah berpikir tentang seperti apa rasanya kehilangan dua puluh
tahun terakhir dalam hidupmu..."
"Sudah, hentikan. Aku dengar."
Ia menyembulkan kepala keluar jendela, berusaha mencari udara
segar. Menghindar dari tatapan. Ia memperhatikan siluet-siluet orang
menaruh tong sampahnya di luar. Dua puluh tahun. Benaknya
berputar ke belakang, seperti pemutar film, mengulang saat-saat
gembira yang ia alami sejak usia tiga puluh tujuh hingga tujuh belas.
Ia melihat dirinya mengembalikan promosi, meninggalkan rumah
sakit tanpa bayi, mundur dari gereja tempat ia menikah sendirian.
"Hey, lampu itu baru padam." Rashid menyikutnya.
"Di mana?"
"Lantai bawah dan atas. Mereka akan tidur."
"Baiklah." Francis menegakkan duduk dan memasang sarung
tangan lateksnya, lega bisa bergerak. "Longgarkan remnya dan
pergilah hingga separo blok. Aku akan loncat."
Mobil itu menggulir sekitar dua belas meter, meremukkan
dedaunan dan ranting di bawah ban, kemudian berhenti.
"Aku akan sedikit melewati rumah itu agar mereka tak melihatmu
keluar, kalau-kalau mereka mengintip dari jendela," Rashid berujar.
Francis ragu sejenak, melihat lampu jalan masih padam.
"Apa yang kau tunggu?" Rashid membetulkan spion belakang.
"Kukira kau tak takut mengotori tanganmu."
"Lebih kotor lagi juga tak apa." Francis membuka pintu dan
keluar dari mobil seperti baru meninggalkan pesawat terbang di
tengah perjalanan.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Dengan segera ia sadar telah membuat kekeliruan, tak membawa


senter kecil, setelah pengalamannya tersesat di Red Hook. Rashid
telah mematikan lampu mobil, jadi ia bahkan tak punya cahaya apa-
apa untuk memandunya. Ia mendengar hembusan angin mengepak-
ngepakkan kantung sampah, kibasan sayap merpati, dan jendela
bergeser membuka. Tiap bunyi menajam dan kian menonjol dalam
kungkungan kegelapan.
Denyut nadinya terdengar memukul di telinga. Jangan panik. Ini
hanya sementara. Ia meraba-raba jalan antara tempat mobil diparkir
dan berusaha mengira-ngira jarak dari trotoar dengan bunyi langkah
kakinya. Ayolah, wahai bajingan, katakan di mana aku berada.
Kakinya tersandung semak dan didengarnya sekelompok remaja
berlalu, sempoyongan oleh mengisap ganja di Riverside Park,
tertawa gaduh melihatnya, mengira dirinya tak lebih dari pemabuk
tua yang tengah berusaha mencari jalan pulang.
Diam. Rasa takutnya berbayang menjadi rasa marah dan malu. Ia
menubruk tong penuh berisi kaleng kosong dan suara gemerencing
aluminium bergema cukup keras untuk membangunkan separo
wilayah situ.
Kuasai dirimu. Ia mengambil napas dalam-dalam dan mencium
bau sayuran busuk, susu basi, dan biji kopi di salah satu tong
terdekat. Kegelapan di sekitarnya perlahan melunak, menghadirkan
cahaya ramping diagonal dari jendela di seberang jalan. Sinar itu
jatuh ke dua tong sampah bernomor 655 dari semprotan cat di
sisinya. Entah bagaimana ia menemukan dirinya tepat di depan
kediaman keluarga Wallis. Rashid, yang memarkir mobil ganda di
dekat situ, menekan-nekan pedal gas dengan tak sabaran.
Ia mulai mengaduk-aduk isi tong, mengeluarkan kantung kecil
dan tahu dari beratnya bahwa itu barang yang baru saja ditinggalkan
orang yang membawa Geraian shepherd tadi. Ia melemparkannya ke
samping dan mulai menjangkau lebih dalam mencari barang yang
lebih besar tepat saat ia menyadari seseorang tengah berdiri di
sebelahnya.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Apa yang kau lakukan, Francis?"


Ia tersentak mundur saat wajah pucat Tom menyembul dari
kegelapan.
"Aaay, Tom..." Francis menyelipkan tangannya yang bersarung ke
dalam saku.
"Ada apa?" Tom bertanya. "Kenapa kau ada di sini?"
"Tommy, Tommy. Tahun-tahun itu. Tahun-tahun brengsek itu.
Kadang kau harus mengingatkan diri sendiri tentang semua itu."
"Kau mabuk, Francis?"
"Mungkin habis minum sedikit." Francis mengikuti sangkaannya
sambil berusaha melepaskan sarung tangan tanpa mengeluarkan
tangannya dari saku.
"Pelankan suaramu. Ibuku tidur di lantai satu."
"Ya, aku hanya ingin bicara dengannya, Tom. Katakan padanya
betapa aku merasa tidak enak atas keadaan ini..."
Sudah lama sekali sejak ia benar-benar mabuk hingga ia harus
berhati- hati agar tingkahnya tak berlebihan.
"Pulanglah, Francis. Ini sudah tengah malam."
"Benarkah?"
Ia mendengar suara mesin hidup agak jauh dari situ dan khawatir
Rashid akan menghampiri dan merusak keadaan. "Aku hanya ingin
kalian tahu, aku masih mengerjakannya."
"Masih apa?" tanya Tom, mulai jengkel.
"Masih itu...kau tahu, tentang apa yang terjadi pada adikmu. Aku
belum lupa! Itulah masalah di dunia ini. Terlalu banyak orang yang
lupa akan hal- hal..."
"Francis, aku bahkan tak ingin kau membuka kasus ini lagi, kalau
kau ingat." Tom mengencangkan sabuk jubah mandinya. "Aku tak
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

tahu siapa yang akan diuntungkan, tetapi jelas bukan kami. Yang
kami inginkan hanyalah tak diusik lagi."
"Ya, ya, diakhiri. Aku ingat." Francis mengangguk. "Aku telah
memikirkan hal itu sejak kau mengatakannya."
"Kenapa memangnya?"
"Itu salah satu kata-kata baru itu, ya?"
"Kukira kau akan menemukannya dalam semua kamus."
"Tidak, orang memakainya lain sekarang. Mereka bilang,
'diakhiri,' seolah-olah itu akhir sebuah acara TV murahan. Seolah
kau bisa membungkus semuanya dalam setengah jam dan tak perlu
memikirkan hal itu lagi. Tapi kita tahu ia tak bekerja seperti itu.
Benar, kan, Tommy? Kau selalu memikirkannya. Bahkan saat kau
mengira tak memikirkannya, ia masih menggaung di belakang
benakmu. Itulah mengapa aku ingin bicara pada ibumu. Agar ia tahu
aku masih memikirkan hal itu."
"Kenapa kau tak berhenti minum saja, ngomong-ngomong?" Tom
menggaruk lemah di belakang tenggorokannya. "Demi Tuhan,
Francis, kau bahkan hampir tak bisa berdiri tegak. Kau bilang itu
menghormati keluarga kami?"
"Ya, kita melakukan apa yang kita bisa."
Mereka saling tatap satu sama lain tanpa berkata-kata. Selama
beberapa saat, Francis merasakan sensasi aneh seakan selimut malam
terangkat dan berdesir di atasnya, mengencangkan diri dan
menghembuskan angin kecil.
"Pulanglah, Francis." Tom mendesah. "Kau mempermalukan
dirimu sendiri."
"Maaf kau merasa seperti itu, Tom. Aku hanya berusaha
melaksanakan tugas."
"Ya, ampun. Sudah cukup. Aku mau tidur."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Ia berbalik dan berjalan kembali ke rumah, menggeleng-


gelengkan kepala dan mengunci gerbang di belakangnya.
Francis mengambil dua gunduk kantung dari tong dan
tersandung-sandung berjalan ke arah Buick itu.
"Bagaimana keadaanmu?" tanya Rashid.
"Baik-baik saja." Francis melemparkan kantung-kantung itu ke
belakang. "Setidaknya ia tidak memanggil polisi untuk menahanku."

54

KALI INI, perempuan itu yang menunggunya. Didengarnya lelaki


itu menutup pintu dan perlahan-lahan naik ke atas, tiap jejak kaki
meninggalkan erangan kayu mahoni dari tekanan langkahnya.
Ia bersembunyi lebih dalam di bawah selimut, anak-anak
berimpitan di dekatnya di tempat tidur, kerangkanya bergetar di
sebelah ranjang kurungnya. Sesuatu tidak berhenti hanya karena kau
berpura-pura hal itu tak terjadi. Ia terjadi terus dan terus. Kau
harus menghentikannya. Kau harus mengambil kendali. Ia menahan
napas, mendengar orang itu ragu-ragu di tengah tangga, seekor
binatang yang hadir tepat di luar pintu. Tolong jangan masuk. Aku
belum cukup kuat.
Michelle, yang paling kecil, tersengal-sengal dan batuk, saat
Eileen menaikkan selimutnya. Kau harus membungkus mereka
berlapis-lapis.
Pintu itu mengayun terbuka dan Tom masuk, dalam siluet, ujung
jubah mandi menjuntai di sebelahnya yang entah bagaimana terlihat
jahat dan cabul. Ia membawa sesuatu yang gelap dan
membingungkan ke dalam kamar.
Eileen memeluk erat anak-anak, dirasakannya tubuhnya turut
bergetar.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Bu?" Ia berhenti di kaki ranjang. "Apa yang kau lakukan?"

55

DALAM PERJALANAN panjang menyusuri Red Hook, Hoolian


mulai membayangkan seluruh khayalan dari film Officer and a
Gentleman tentang mengangkat Zana, lalu dengan gagah
membawanya melewati dermaga sementara Eddie berlari- lari
menjejeri mereka, berusaha mengikuti. Kuli pelabuhan tua akan
melambai pada mereka, kapal membunyikan peluitnya, dan
karyawan Wall Street di seberang sungai menaburkan serpihan-
serpihan kecil kertas warna-warni dari jendela sementara lagu "Lift
Us Up Where We Belong" menggaung di latar belakang.
Alih-alih begitu, ia hanya menyender sia-sia di depan bel pintu
apartemennya dan menyembunyikan diri di gerbang gedung
seberang jalan, sambil membawa kotak peralatan baru, sebuah
MetroCard untuk anak itu, dan kaus kereta F yang ia beli di dekat
City Hall dengan uang yang dipinjamnya dari Nona A.
Pukul tiga lebih sedikit, teman Zana Ysabel datang, menggandeng
Eddie di satu tangan dan anak perempuannya di tangan satu lagi,
mengambil giliran menjemput anak-anak dari tempat penitipan anak.
"Hey, apa kabar jagoanku?" Hoolian menyeberangi Coffey Street,
mencegat mereka. "Siap berkendara denganku ke Coney Island?"
Anak itu melepaskan diri dari pegangan Ysabel dan berlari
menghampiri, menghamburkan tangannya yang kurus memeluk lutut
Hoolian.
"Lihat yang kubawa ini. Kita bisa menyelesaikan kamar mandinya
sekarang."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Ia mulai memamerkan kotak peralatan yang baru itu, tetapi


Ysabel menjejerinya, berteriak sekuat tenaga dalam bahasa Spanyol.
"Larga de aqui! Vete a banar!"
Ia seorang wanita bertubuh besar yang merias wajah dan
mengenakan sepatu hak tinggi hanya untuk pergi ke bodega.
"Ngapain kau di sini?" Ia menarik Eddie kembali dan
menghalangi mereka berdua. "Kukira mereka mengurungmu lagi."
"Mereka sadar telah berbuat kekeliruan. Jam berapa Zana pulang?
Aku perlu bicara dengannya."
Nona A telah memperingatkannya untuk tidak mengatakan pada
siapa pun tentang apa yang baru terjadi di kantor jaksa wilayah,
melihat betapa kacau akibat yang ia timbulkan gara-gara tak bisa
menutup mulutnya.
"Bukankah ia sudah bilang tak ingin menemuimu lagi, culo?”
"Ya, tapi itu sebelum..."
Eddie berusaha memeluknya lagi, tapi Ysabel menarik tudung
sweternya dan dalam kesibukannya itu ia melupakan putrinya
sendiri, yang berdiri di sana, dengan lugu mengisap jempol.
"Yo, jangan begitu, mami." protes Hoolian. "Kau tak tahu apa
yang menimpaku."
"Aku tahu polisi membangunkan setengah penduduk di sini,
mencarimu, minggu kemarin."
Hoolian melihat anak itu mulai menjauh darinya, bersembunyi di
balik paha Ysabel, menyadari ada yang tak beres. Seharusnya tidak
seperti ini. Ini mestinya hari yang menyenangkan. Namanya telah
dibersihkan—hampir. Ia tak lagi menjadi si orang jahat. Kini orang
lain yang menyandang gelar itu. Dalam perjalanan menuju ke sini, ia
bahkan berani membolehkan dirinya sendiri untuk sejenak merasa
lega, berpikir mungkin semuanya akan baik-baik saja sejak saat ini.
Tetapi ternyata kabar itu belum sampai ke dunia luar. Ia masih si
monster di lingkungan ini, membuat orang-orang takut.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Setidaknya bolehkah aku memberikan kado padanya?" ia


bertanya, menyodorkan kotak peralatan, MetroCard, dan T-shirt.
"Aku sudah berjalan jauh, dari Smith Street."
"Simpan saja." Ysabel menangkap kedua anak itu dengan tangan.
"Tak ada yang membutuhkan sesuatu darimu."

56

"TERIMAKASIH SUDAH datang di hari Minggu, Tom." Francis


berjalan menyeberangi ruangan dan mengempaskan berkas karton
manila tebal di atas meja. "Aku mengerti sulitnya meninggalkan
anak-anak di akhir minggu di saat setiap hari kau tak pernah ada."
"Ya, mungkin kau harus menjelaskan pada istriku, tapi aku tak
keberatan." Tom Wallis mengambil duduk di salah satu kursi logam.
"Dan sekali lagi maaf tentang malam itu."
Alih-alih mengatakan tak keberatan, Tom memajukan badannya
ke depan. "Jadi, ada apa?"
"Kukira aku sudah menyebutkan di telepon tadi pagi, beberapa
bukti baru muncul dan kami butuh bantuanmu untuk
menafsirkannya."
"Apapun yang diperlukan untuk menyelesaikan semua ini." Tom
menaruh telapak tangannya rata di atas meja. "Seperti yang
kukatakan sebelumnya, kami hanya ingin semua ini berakhir."
"Benar. Kami pun demikian." Francis separo tersenyum.
"Omong-omong...”
“Omong-omong..."
"Aku ingin membawamu mundur beberapa langkah. Pada malam
saat adikmu tewas."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Oke." Tom mengangguk, alis putih mulusnya mengernyit.


"Aku tahu ini menjengkelkan, mengulang kembali rincian lama
ini, tapi kami hanya ingin memastikannya sekali lagi. Jadi... adikmu
meneleponmu dua kali sekitar tengah malam. Boleh tahu apa isi
pembicaraannya?".
"Kurasa mungkin ada di catatanmu." Tom melirik pada berkas
yang tertutup itu. "Kami bicara tentang ke mana kami akan pergi
untuk makan malam ulang tahun ibu. Aku mengusulkan Tavern di
Green. Adikku mengusulkan untuk mencari tempat yang lebih intim,
jadi ia menelepon lagi dengan beberapa saran."
"Kau ingat di mana saja tempat yang ia sebutkan?"
"Tidak, tapi apa perlunya? Kami tak pernah pergi."
"Tentu saja. Kau benar. Itu tidak penting." Francis duduk,
berusaha mencari irama. "Aku hanya ingin memastikan. Kau tidak
pergi ke apartemennya setelah itu, bukan?"
"Apa, malam itu?"
"Hanya memastikan kronologis tepatnya. Pengacara Julian Vega
menantang kami untuk semua detail-detail kecil remeh. Benar-benar
menyebalkan, perempuan ini."
"Tentu. Aku mengerti."
"Jadi kau benar-benar tidak mampir setelah bicara padanya,
begitu?"
"Francis, itu ada di catatan pengadilan. Aku bersaksi tentang hal
itu tahun 1984. Tidak." Tom menatapnya lurus di mata. "Mengapa
pertanyaan ini muncul kembali?"
"Begini, yang terjadi adalah"—Francis menyentakkan ikat
pinggang, memastikan senjatanya terlihat—"seorang saksi telah
muncul."
"Benarkah?" Tom menggeleng, seakan berkata, Coba itu?
Tidakkah hidup penuh dengan tokoh-tokoh remeh namun penting?
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Kau pun mengerti, ini mungkin hanya omong kosong," kata


Francis. "Orang bermunculan dari sela-sela rumah saat mencium bau
uang dalam kasus perdata. Ya, itu biasa terjadi. Tapi tetap kami
harus melacak setiap jejak. Pada titik ini."
"Tentu, aku mengerti."
Tom membiarkan perhatiannya mengembara sejenak, cukup lama
untuk menegaskan keberadaan kaca satu arah dan jeruji borgol di
dinding.
"Siapa orangnya, omong-omong?"
"Seseorang yang bekerja di gedung itu. Kukira kau tak akan
mengenalnya."
"Tidak, mungkin tidak." Tom menyilangkan kaki.
"Persoalannya, ia berkata melihatmu meninggalkan gedung lewat
tengah malam."
"Aku?" Tom menyentuh satu kancing kemejanya. "Kau
bercanda?"
Francis membiarkan keadaan seperti itu sejenak. Memberinya
kesempatan merasakan sesuatu telah berubah. Bahwa meski dinding
hanya sekitar empat meter jauhnya dan langit- langit hanya sekitar
tiga meter dari lantai, dimensi ruangan itu entah bagaimana sedikit
mengerut.
"Ada kesalahan," ujar Tom, gelisah di duduknya dan menyadari
kaki-kaki kursinya sedikit pendek. "Aku tak tahu siapa yang kau ajak
bicara yang punya ingatan begitu tajam setelah dua puluh tahun.
Bagaimana tepatnya ia tahu siapa aku, omong-omong?"
"Ia bilang pernah melihatmu sebelumnya. Lelaki berambut
dengan bentuk tubuh dan tinggi mirip denganmu, dan wajah hampir
sama dengan adiknya di lantai atas. Itu gambaran yang cukup
spesifik, bukan?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Kalau begitu ia keliru berkata telah melihatku. Aku tak tahu


setua apa orang ini, tapi kukira ia agak linglung."
Tajam, pikir Francis. Ia berpikir ke depan seperti pengacara.
Mengira saksinya seorang pria tua, yang bisa dicari tahu
identitasnya oleh pengacara yang baik lewat pemeriksaan silang.
"Ya, tapi begini, ada hal lain yang terus mengganggu."
"Apa itu?"
Tom menegakkan duduk, masih berperan sebagai sarjana jujur
yang berusaha membantu profesor linglung.
"Berkaitan dengan analisis DNA," Francis berkata. "Yang ada di
koran."
"Ya."
"Begini, kau berkecimpung di bidang pemasaran alat medis. Kau
mungkin sudah tahu tentang semua ini."
"Tidak," Tom menunduk. "Aku hanya menyampaikan informasi
yang kuperoleh dari seminar pemasaran penjualan dan jurnal dagang.
Aku bukan doktor."
"Aku yakin kau hanya merendah, tapi mari kita bahas tentang itu.
Masalahnya, kita melihat hal ini dengan keliru."
"Dan mengapa begitu?"
Francis menggeser kursinya, memunggungi pintu. "Hasil analisis
menunjukkan bahwa pembunuhnya XX, wanita, dengan separo gen
dari ibumu. Memunculkan kesah ia punya putri lain yang tak ia
ceritakan padamu."
"Begitulah yang kau katakan."
"Tapi, kau pun tahu, tiap orang ada cacatnya, di sana-sini. Apakah
aku benar?"
"Aku tak yakin aku paham ke mana arah pembicaraanmu,
Francis."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Maksudku, tiap manusia punya mutasi, tapi tidak semuanya


mesti muncul dalam satu usia hidupnya," Francis berkata. "Dan salah
satu hal yang bisa terjadi adalah seseorang yang berpenampilan dan
bertingkah laku seperti pria dari segala sudut. Namun ketika kau
mengirim DNA mereka untuk dianalisis, ternyata profil yang muncul
adalah wanita."
Tom mengambil napas dalam-dalam yang terdengar seperti sapu
berujung keras menyapu trotoar.
"Itu bukan yang pertama terpikir oleh tim forensik.
Kenyataannya, ini cukup aneh. Salah satu kutipan penelitian datang
dari Charles Sturt University di Wagga Wagga, Australia."
Tom tak tertarik.
"Namun apa yang terjadi adalah bahwa memang bisa terjadi
mutasi atau penghilangan ketika kromosom Y tidak muncul ketika
mereka menguji gen yang pada kondisi normal mengatakan jenis
kelamin seseorang. Mereka menyebutnya lokus amelogenin.''
Tom menatap sedikit lebih lama ke kaca satu arah, intuisinya
dengan tepat mengatakan ada sejumlah orang berkumpul di sisi
lainnya.
"Cukup menarik jika hal itu terjadi," lanjut Francis, seolah itu
hanya persoalan ilmiah yang menarik perhatian. "Hal- hal kecil bisa
menghancurkan satu pengujian. Seperti jika kau punya sejenis
kanker. Tapi mungkin kau sudah mengetahuinya."
Ia memperhatikan tegangan halus otot kerongkongan Tom.
"Setelah kami menyadari kekeliruan tersebut, kini semuanya sama
sekali lain." Francis mendekatkan kursinya. "Itu membuka
kemungkinan untuk kami mencari tersangka pria. Seperti yang kami
kira sejak awal."
Tom mengangkat satu jari ke keningnya dan memiringkan kepala,
mulai mengerti dengan jelas ke mana arah pembicaraan ini.
"Kedengarannya ada banyak kekeliruan dalam kasus ini," ujarnya.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Memang," aku Francis. "Tapi kini semua mulai kami pahami."


Tom mulai menggosok-gosok ruang di antara kedua alis.
Mungkin berusaha menduga-duga aspek negatif meminta pengacara
di titik ini. Pelan-pelan, Francis mengingatkan diri sendiri. Buka
sumbat gabusnya perlahan-lahan. Beri ia jalan keluar. Tak akan ada
manfaat dari seseorang yang disudutkan begitu cepat.
"Aku butuh bantuanmu." Francis menggores kaki kursi di
seberangnya, dengan sengaja membuyarkan pikirannya. "Tampaknya
darah di kuku adikmu itu berasal dari anggota keluarga pria."
"Kukira kau juga menemukan noda milik Julian Vega di
apartemennya."
"Memang. Tapi saat ini, aku tengah berusaha memahami
bagaimana darah saudaranya ini bisa menempel padanya."
"Ya, kau tahu aku memecahkan gelas hari itu," ujar Tom
sependapat, tak kehilangan kendali.
"Kapan terjadinya?"
"Di dapurnya, tepat setelah makan malam. Aku mampir
membawa beberapa berkas untuk ia tanda tangani, berkaitan dengan
rumah nenek kami. Aku memecahkan gelas anggur dan ia
membalutku."
Bagus. Francis hampir tersenyum kagum. Biasanya orang harus
pergi ke konferensi pers Washington atau rapat umum pemegang
saham perusahaan untuk mendengar pembohong macam ini.
"Aku mengatakannya padamu waktu itu," Tom berujar,
mengantisipasi serangan berikutnya.
"Aneh, aku tak ingat ada pernyataan itu dalam catatanku."
Kenyataannya, ia kini punya ingatan jernih tentang Tom yang
mengenakan kerah terkancing dan lengan bajunya menjulur ke
bawah saat itu, jauh sebelum hal itu menjadi mode; tak ada gores-
gores mencolok hasil pembelaan diri tampak di lengan bawahnya.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Ya, aku tak tahu apa yang kau catat atau tidak," Tom berkata,
tampak terluka. "Tapi, aku ingat benar menunjukkannya padamu.
Aku terkejut kau tak ingat."
Ia hebat. Francis harus memujinya. Dalam sempitnya ruangan ini,
cerita itu bisa disingkirkan dan membeberkan apa yang
sesungguhnya: kebohongan kecil demi bertahan hidup. Namun di
ruang sidang, kebohongan itu punya kesempatan bernapas dan
tumbuh membesar. Ia akan merasa tersemangati dan melawan balik.
Tom akan duduk ke kursi saksi, dengan wajah anak desanya dan
suara bergetar dihiasi cukup emosi, ia akan terdengar jauh lebih
meyakinkan bagi para juri daripada polisi tua berwajah kemerahan
dengan alis jahat dan mata lemah.
"Begitu, ya." Francis mengangguk. "Jadi, itu sebabnya kami
menemukan darahmu di bawah kuku adikmu?"
"Jika itu yang kau temukan," ujar Tom, memastikan ia tak
memberikan apa pun dengan gratis.
"Ya, itu bagus. Menjelaskan semuanya. Hanya ada satu masalah
bagiku."
"Apa itu?"
"Mengapa kami menemukan darah yang sama di bawah kuku
Christine Rogers."
Wajah Tom tampak berangsur melarut menjadi statis, seperti
gambar di layar TV tua dengan antena yang rusak.
Bibirnya bergerak tanpa suara, gerak-geriknya menjadi kabur,
matanya kehilangan fokus. Ia diam beberapa saat untuk menata
kembali emosi dan menajamkan konsentrasinya kembali pada
Francis yang duduk hanya satu meter jauhnya, tak menyisakan ruang
menuju pintu kecuali melewati dirinya.
"Tunggu sebentar," kata Tom. "Dari mana kalian tahu bahwa itu
DNA-ku? Aku tak ingat memberi spesimen pada siapa pun."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Ya." Francis menggaruk belakang telinganya. "Kau tahu,


keluargamu telah mengalami begitu banyak hal, ada suara yang
menentang pengajuan surat perintah untuk melanggar privasi siapa
pun dan memaksa mereka memberikan sampel di luar kehendak
mereka. Jadi, kami memakai apa yang tersedia untuk masyarakat
umum."
"Apa yang kau bicarakan?"
"Kamis malam adalah waktu pengangkutan sampah di
lingkunganmu, bukan? Apa yang ada di trotoar adalah hak milik
umum."
Kolam kulit kecil di bawah mata Tom berubah menjadi biru
samar, seakan sepasang ibu jari menekannya.
"Kau mengaduk-aduk sampahku?"
"Hey, aku juga menentangnya," Francis berdusta, pura-pura
menjadi polisi baik sesaat. "Kubilang, 'Kalian gila. Kalian hanya
akan mempermalukan diri sendiri dan akan kalian lihat "Tom tak ada
kaitannya dengan ini.' Tapi staf legal departemen kami berkata
silakan saja. Itu pernah dilakukan sebelumnya. Tong sampah
bagaikan Disneyland bagi DNA. Kerajaan Magis, tempat mimpi
menjadi kenyataan. Dan kebetulan sekali kami menemukan sebuah
kondom."
Tom mendengarkan dengan tenang. Alisnya yang terang tak lagi
terlihat seperti anak kecil, mereka membuatnya tampak agak tak
mirip manusia, tanpa ekspresi atau penyesalan moral. Ini adalah
bagian mengerikannya. Ia bisa meminta pengacara kapan saja saat
ini. Francis mengetuk- ngetuk pulpen ke meja. Mereka saling dekat,
namun tak sedekat itu. Ia tak bisa membiarkan Tom pergi tanpa
membuat pernyataan atau semacamnya. Tak ada celah keraguan kali
ini. Ia perlu mendapat pengakuan.
"Aku tak yakin yang kau lakukan itu sah," ujar Tom. "Mungkin
aku harus minta pengacara."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Dengan tenang Francis meletakkan pulpennya di samping. "Ya,


bagiku tak masalah jika kau menginginkan pengacara, Tom. Hanya,
jika demikian kita tak bisa memberitahumu apa lagi yang kami
miliki."
Dilihatnya kalimat itu membuat dagu Tom terangkat dan matanya
berkedut sesaat; cukup lama bagi Francis untuk mengerti rasa
tertariknya untuk mendengarkan semua bukti yang ada.
"Dengar, kita sudah saling kenal begitu lama," ucap Francis. "Aku
yakin kau bisa menjelaskan mengapa semua terlihat seperti ini."
"Yeah, kerjamu buruk."
Francis mengangguk. Ya, itu benar. Kau lebih pintar dariku. Kau
tak butuh pengacara. Aku hanya keledai bodoh setengah buta yang
menjebloskan anak malang ke penjara selama dua puluh tahun untuk
sesuatu yang tak pernah ia lakukan. Tapi tak apa. Aku tidak gila. Ia
tak membebaniku. Tak menggerogotiku dari dalam. Tak membuat
ragaku sakit. Tak membunuhku. Teruskan. Aku bisa menghapus
noda dari jiwaku. Memang sudah kotor. Tak apa. Lakukan. Kau bisa
mengalahkanku lagi.
"Ya, ada kemungkinan sampelnya tertukar di laboratorium. Selalu
ada celah untuk human error."
"Setuju."
"Jadi kau tak pernah bertemu perempuan ini, Christine. Benar?"
"Siapa?"
"Christine Rogers. Dokter perempuan yang terbunuh beberapa
minggu lalu. Kau tahu."
"Aku bertemu banyak orang," ujar Tom dengan suara datar. "Aku
keluar masuk rumah sakit sepanjang waktu, melakukan penjualan di
telepon dan mempromosikan produk kami pada para staf. Itu
pekerjaanku."
"Tapi kau tak ingat wanita ini secara khusus?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Terang alisnya membuat ia terlihat aneh tak tergerak oleh


pertanyaan itu. "Kadang aku mengadakan demo tentang cara kerja
alat dan ada banyak dokter di dalam ruangan. Aku tak begitu pintar
mengingat nama."
"Kukira itu satu kelemahan bagi seorang agen penjualan."
Tom melihat jam, mengira-ngira berapa lama lagi ia mesti tinggal
di sini.
"Begini, aku akan memberitahumu sesuatu yang tak muncul di
koran." Francis memajukan badan, menyelipkan kait dengan
terampil sebelum masalah pengacara itu muncul lagi. "Gadis—
wanita—ini, ketika kami menggeledah apartemennya, ternyata
menyimpan setumpuk kliping koran tentang kasus adikmu."
Tom mulai memainkan kancing kemejanya lagi meski
ekspresinya tetap tak berubah.
"Sepertinya ia agak terobsesi dengan hal itu," lanjut Francis. "Ia
bahkan mengatakan pada beberapa rekannya bahwa menurutnya
Julian Vega mengalami nasib malang."
Dilihatnya Tom membalik-balik kancing, seolah bermaksud
mencabutnya. Tapi rautnya tetap sama: jauh, tampak polos, mungkin
sedikit ingin tahu. Seolah ia tak tahu apa yang tangannya inginkan.
"Itu aneh, tapi aku tak tahu apa kaitan hal itu denganku," ujarnya.
"Mungkin ia kenal Julian dari sekitar lingkungannya, dan ia
menceritakan kisah malangnya tentang bagaimana ia dipenjara
padahal ia tak bersalah. Lalu ia berbalik dan melakukan hal yang
sama padanya seperti yang ia lakukan pada adikku. Itu yang
dilakukannya. Ia berhasil mendekati gadisgadis ini, lalu saat mereka
tak memberinya apa yang ia inginkan, mereka dibunuhnya."
"Ya, itu juga terpikir olehku. Orang punya kebiasaan cara
mengulang pola yang sama dalam hidup mereka, terus dan terus
begitu, hingga mereka memperoleh apa yang mereka inginkan."
Francis tersenyum singkat.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Nah, setelah saksi ini maju dan hasil DNA muncul, kami mulai
mencari di tempat lain dan memeriksa detil yang tak kami ketahui
sebelumnya. Seperti ketika ibumu datang ke ruang gawat darurat di
RS St. Luke suatu malam ketika Christine tengah bertugas jaga."
"Apa artinya?" garis-garis di tenggorokan Tom makin dalam
meski samar. "Apa kaitannya?"
"Kami membandingkan tanda tangan dan mengetahui bahwa
kaulah yang mendaftar untuk ibumu malam itu di bagian
pendaftaran. Kami pikir mungkin kau bertemu Christine."
"Ayolah, itu menggelikan, Francis." Tom melambaikan tangan.
"Itu ruangan besar yang penuh dokter dan perawat. Aku pernah
keluar masuk di sana ratusan kali, menggelar presentasi. Tentunya
aku tak ingat bertemu wanita itu."
"Benar, kami sudah mengira kau akan berkata seperti itu," ucap
Francis, mengangguk sependapat. "Tetapi lalu kemarin kami
menemui anggota satpam yang mengenali fotomu dan menurutnya ia
pernah melihat kalian berdua minum kopi di kafetaria beberapa
bulan lalu."
"Ia keliru."
"Ia keliru?" Francis tersenyum sinis.
"Ya, aku sering dengar tentang saksi-saksi yang membuat
keterangan palsu."
"Jadi orang yang bekerja di apartemen adikmu keliru melihatmu
di malam adikmu terbunuh dan anggota satpam rumah sakit keliru
melihatmu bersama Christine? Itu yang ingin kau katakan padaku?"
"Aku tak tahu siapa orang-orang ini dan apa tujuannya. Mungkin
saja mereka melihat fotoku di koran dan ada kebingungan. Itu biasa
terjadi."
"Lalu bagaimana dengan ponsel itu?"
"Ponsel apa?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Wanita itu menelepon dua-tiga kali ke telepon yang terdaftar atas


namamu."
"Bagaimana aku tahu?" Tom bertanya. "Mungkin ia berteman
dengan orang lain di perusahaanku."
"Tom, ayolah." Francis menyentuh lututnya ringan. ".Kau
bertemu dengannya. Makin lama kau menyangkalnya, hanya makin
buruk keadaannya."
"Baik," ujar Tom mendadak. "Kurasa aku tak ingin berkata apa-
apa lagi."
Francis menekan lutut Tom sedikit lebih kuat sebelum
menarik"tangannya. Tidak, kau tak akan pergi ke mana-mana kali
ini. Jeny Cronin dan mereka semua berada di balik cermin, dalam
diam memintanya untuk menyelesaikan, menganggap mereka sudah
punya cukup bukti untuk melakukan penahanan. Tapi ia
menginginkan lebih. Ia membutuhkan pernyataan, ia harus
mendapatkan tulang dan organ tubuh kejahatan ini, diserak di meja
agar semua orang melihat, hingga tak ada keraguan atau duga
sangka, tak lagi mengirim orang yang salah kali ini.
"Bantu aku untuk mengerti." Ia memutar kursi dan mengangkang
kaki, berhadapan langsung dengan Tom. "Aku yakin ini bukan
kesalahanmu. Kau dan ibumu bertemu gadis ini di rumah sakit. Dan
kemudian kurasa ibumu berteman dengannya di sana, karena kami
tahu mereka saling menelepon beberapa kali setelahnya. Ibu mencari
putrinya, seorang anak mencari ibunya. Hal macam itu..."
Ia dapat melihat dari cara Tom memalingkan kepala bahwa ia
berada di jalur yang benar.
"Jadi aku kira mungkin kalian bertiga bertemu, makan malam,
kau mungkin mengucapkan terima kasih padanya karena telah
menjaga ibumu. Dan kau mungkin sedikit terlibat dengannya. Oke.
Itu sering terjadi. Tak ada yang menilai siapa pun di sini. Maksudku,
polisi dan perkawinan., fiuh....Aku tak akan menyalahkan siapa
pun...."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Tom mengetuk-ngetuk kepala, tak diragukan lagi tengah berusaha


mengingat nomor telepon pengacaranya. Aku bisa melakukannya,
Francis berkata pada diri sendiri. Aku bisa membuat semua orang
menyerah. Bakat alami. Seperti Mickey Mantle memukul bola bisbol
atau Pavarotti menyanyi opera.
"Tapi gadis ini..." Ia menggeleng, terus menekan kasusnya. "Ia
jenis gadis yang tak pernah ingin melepaskan apapun juga. Ia
berkencan dengan orang ini, orang baik, memperlakukannya dengan
amat baik. Membawanya makan malam. Membelikannya perhiasan
indah..." Ia merendahkan dagu dan menatap Tom, tak perlu
dikatakan lagi mereka telah memeriksa catatan kartu kreditnya dan
melihat tagihannya. "Tapi gadis itu terus mengganggunya,
menanyakan pertanyaan tentang keluarganya. Peristiwa mengerikan
yang terjadi di masa lalu, yang sama sekali bukan urusan orang
lain..."
Ayolah, bung. Mengakulah padaku. Kau bisa memer-cayaiku.
Sepanjang hidupnya, ia selalu menemukan cara untuk menjalin
ikatan dengan para pelaku tindak kejahatan biadab, brutal, dan
kadang tak termaafkan. Ia memperlakukan mereka setara,
membandingkan masa kecilnya yang kurang bahagia dengan mereka,
mengecilkan betapa seriusnya kejahatan yang mereka lakukan. Kau
merampok bank? Memangnya kenapa? Kau tidak sampai membunuh
orang. Oh, kau memang membunuh seseorang? Hey, itu kecelakaan.
Kan tidak seperti seolah kau pergi dan sengaja merampok bank.
"Maksudku, gadis itu mulai mengendap-endap di belakangnya,
bicara pada orang-orang, mengumpulkan artikel koran setelah lelaki
itu keluar penjara. Memang menyebalkan betul. Ia berusaha
mengaduk-aduk peristiwa menyakitkan tepat saat keluarganya
sedang terluka."
Tom memalingkan kepala hampir sembilan puluh derajat, namun
satu matanya tetap melihat Francis, seolah ia khawatir berpaling.
"Lalu kemudian ia mulai menarik satu kesimpulan," ujar Francis.
"Bicara tentang hal-hal yang tak ia ketahui."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Tumbuh semacam kegelisahan di antara mereka, seolah ia


membuat lingkaran terlalu melebar. Sudah waktunya untuk lebih
mendekat dan mengambil risiko terluka.
"Jadi, ia mulai melemparkan tuduhan-tuduhan, tentang lelaki itu
dan adiknya."
Ruangan itu dipenuhi kesunyian paling mencekam yang pernah
Francis rasakan seumur hidupnya. Ia dapat mendengar filamen
mendengung di lampu neon, bunyi hidrolik sistem pencernaan Tom,
lem melepas rekatannya dari lantai ubin, seolah seisi ruangan itu
mendekat, molekul demi molekul.
"Apa yang ingin kau katakan, Francis?" ia bertanya dengan suara
tajam.
"Aku hanya bilang hal-hal terjadi dalam satu keluarga yang tak
akan dipahami orang luar. Dan, gadis ini, Christine, mungkin
mengetahui jelas beberapa hal yang tak semestinya ia ketahui."
Aroma busuk mulai menguar dari Tom, meski ia duduk tanpa
ekspresi, dari kaus Oxford dan celana khakinya.
"Sepertinya aku ingin muntah."
Francis menarik kaleng sampah kecil dari bawah meja dan
menaruhnya di samping kursi Tom. "Lakukan apa yang ingin kau
lakukan."
"Aku tak percaya kau mengatakan ini semua padaku. Aku dulu
menghormatimu."
"Dulu kau menghormati^?" bibir Francis mengerucut.
Tom mulai bangkit, tapi Francis mendudukkannya kembali,
dengan telapak tangan di dadanya.
"Duduk," ujarnya. "Kita belum selesai."
Ia menyeka tangannya pada celana dengan jijik. Ia melihat kaca
satu arah itu bergetar dan tahu Jeny Cronin dan yang lain di
belakangnya mungkin tengah berdebar-debar.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Aku tahu apa yang kau lakukan padanya." Francis menekan,


memperkecil jarak. "Aku tahu kau menyuruhnya memakai pewarna
di rambutnya agar ia lebih terlihat seperti adikmu. Aku tahu kau
memberinya beberapa buku fiksi ilmiah lama milikmu. Aku tahu kau
berusaha memperoleh kembali apa yang kau miliki dengan
Allison..."
Tak ada gunanya. Kesempatannya telah hilang. Ia menyadarinya
tepat setelah ia menyeka tangan dengan jijik pada celananya, seakan
baru menyentuh sesuatu yang bukan manusia. Ia mematahkan ikatan
itu serta aturannya sendiri lewat gerakan itu, memberi tahu si
tersangka dengan jelas apa yang ia pikirkan tentangnya. Kini Tom
hanya menatapnya, tak berkedip. Tak merasakan panas itu lagi.
"Pengacaraku," ucapnya. "Aku sudah cukup mendengar."
Kata-kata tak akan ada gunanya kali ini, Francis sadar. Ia
memerlukan cara lain.
"Oke, kita tak perlu bicara lagi," ujarnya. "Aku hanya ingin
menunjukkan sesuatu padamu."
Ia membuka berkas kasus yang tergeletak di tengah-tengah meja,
tak tersentuh hingga sekarang.
"Nih, ini Christine." Ia mengeluarkan foto Polaroid yang Rashid
ambil di TKP: seorang gadis dengan tenggorokan tersayat dan darah
meresap di sela-sela ubin kamar mandi. "Aku mengerti mengapa kau
pergi dengannya. Ia jenis gadis yang sama dengan adikmu. Mungkin
sedikit terlihat lebih tua. Tak ada sifat kekanakan padanya. Tapi kau
kan tak selalu bisa bergantung pada usia, bukan?"
Tom terus menatap, ekspresinya tak berubah meski bau yang
muncul darinya mulai menajam dan tak sehat.
"Dan, ini Allison." Francis mengeluarkan foto kedua sebelum
Tom mengungkapkan keberatannya. "Tapi kukira kau tahu itu."
Tom memandang satu mata utuh adiknya menatap dirinya dari
kolam darah yang ia buat di wajah adiknya itu.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Ayo, lihatlah." Francis memajukan badan, hampir menaruh


tangannya di tengkuk Tom. "Apa yang kau takutkan? Ia telah mati.
Ia tak akan bercerita pada siapa pun betapa kau dulu suka
memerkosanya."
Tom berusaha berpaling, tapi pupil matanya menyentak dua kali
seolah tertarik magnet. "Ayolah, Tom. Apakah ini menolongmu?
Apa ini memberimu sebuah penyelesaian?"
Tanpa aba-aba, Tom membungkuk dan muntah di samping kaleng
sampah, menciprati sepatu Francis.
"Baiklah." Ia meletakkan kening di atas meja setelah selesai.
"Kurasa aku ingin menghubungi pengacaraku atau pulang dan
menemui anak-anakku."
"Tom, aku punya kabar buatmu." Francis menggapai kotak tisu.
"Kau tak akan menemui putri-putrimu malam ini."

57

ENTAH MENGAPA, anak lelakinya itu selalu terasa asing baginya,


menutup diri, jauh, tak terjangkau. Eileen berdiri di samping sekat
jendela, memperhatikannya dari belakang di meja dapur. Anak
siapakah ini, membaca koran sehari setelah ia ditahan dan menikmati
dua wadah es krim, satu persatu, tanpa bertambah gemuk? Dari mana
ia memperoleh kebiasaan terus-menerus menggosok tengah
keningnya dengan satu jari? Tentu bukan dari dirinya atau ayahnya,
si pemabuk gendut itu. Kini ia sadar bahwa sejak pertama kali
perawat di Lenox Hill menaruhnya di dadanya, lembab dan biru,
menatapnya dalam keheningan menyeramkan, di sana sudah ada
sesuatu padanya yang ia tak kenali.
Rasanya ia hanya menyamar menjadi'anggota keluarga mereka;
hal- hal asing dan menakutkan bergolak di balik alisnya yang hampir
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

tak kentara. Mulanya, ia berkata pada diri sendirinya, ia hanya


berkhayal. Anak itu tidak benar-benar berbeda dari anak lelaki lain.
Memang ia kadang tertutup, sedikit sembunyi-sembunyi. Tetapi
kemudian Eileen mulai menyadari anaknya itu pembohong yang
amat hebat, seolah satu sisi dirinya sama sekali tak tahu apa yang sisi
lainnya lakukan. Siapa yang memecahkan vas, Tom? Demi Tuhan,
aku tak tahu, Bu. Aku keluar seharian. Ke mana uang yang
kutinggalkan di atas lemari? Aku tak pernah melihatnya. Makin
besar kebohongannya, makin Eileen sadar anaknya sengaja
menyimpan sebagian dirinya tersembunyi darinya. Mengapa adikmu
menangis? Apa yang kau katakan padanya? Apa yang kau lakukan
di kamarnya kemarin malam?
Hal itu pasti dimulai ketika ia berusia sekitar sebelas dan adiknya
enam tahun. Tidak, Eileen belum sanggup membayangkannya.
Rasanya seperti menatap matahari. Kau tahu ada sesuatu di sana
namun tak mampu memandangnya. Karena akan membakar mata
keluar dari tengkorakmu. Ia mendengarkan irama denting sendok di
atas porselen di dapur yang kosong.
Ia telah berusaha. Membawanya ke ahli terapi dan psikiater
terbaik di Upper West Side. Tetapi mereka tak pernah tahu siapa atau
apa yang telah merusaknya. Tom selalu bersikeras tak ada yang
pernah menyentuhnya, dan sejauh yang Eileen tahu itu memang
benar. Hanya ada kelaparan mengerikan dalam dirinya. Ada hal- hal
yang tak bisa kaujelaskan. Jadi, akhirnya Eileen mengirimnya pergi,
pertama ke sekolah berasrama lalu tinggal dengan ayahnya, saat ia
menyadari dirinya tak mampu lagi mengendalikannya. Tetapi ia
terus kembali lagi dengan nafsu makan lebih besar. Bagaimana
mungkin kau memisahkan abang dan adiknya? Tiap kali mereka
saling tatap satu sama lain rasa tertarik itu makin besar, seakan
mereka terus-menerus menemukan kembali bagian diri mereka yang
telah lama hilang.
Eileen mengira, tumbuh dewasa dan menikah akan mengubahnya,
menyembuhkannya dari apapun itu yang membuatnya seperti itu.
Tetapi gadis yang ia pilih lemah dan tak sebanding, tak mampu
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

memegang tugas. Gadis itu seperti Thumbelina: orang kecil yang tak
pernah bisa membesar. Hampir tak lebih seperti anak-anaknya
sendiri, tak mampu mengatasi tuntutan hidup di perkotaan, apalagi
membesarkan dua putri kecil di sarang serigala.
Saat Eileen berusaha bicara dengannya tentang masa depannya
pagi tadi, berkata mereka tak bisa berpura-pura lebih lama lagi,
bahwa mereka harus menguatkan diri dan memikirkan anak-anak, ia
hanya diam dan mengerut. Duduk di atas selimut perca dengan
lampu rendah sambil menonton saluran TV hiburan, dikelilingi
artikel majalah mengenai kelelahan kronis dan virus Epstein-Barr,
dan berkata yang ia inginkan hanyalah tidur. Tom telah mengatakan
padanya bahwa itu semua hanya tipuan, saksi palsu, pembunuh dan
penyelidik brengsek berusaha mengalihkan kesalahan dari mereka
sendiri. Semua akan baik-baik saja karena ia berkata semua akan
baik-baik saja. Dan bagaimana Eileen bisa menyalahkannya?
Hampir sepanjang hidupnya, wanita itu tak pernah berubah. Hanya
perlahan- lahan bangun kala matahari mulai menerpa bumi.
Didengarnya Stacy, enam tahun dan bak pinang dibelah dua
dengan bibinya saat seusia dirinya, turun dari tangga, mencari-cari
hidangan pencuci mulut.
"Ayah, apa masih ada sisa mocha almond fudge?”
Ia muncul di lawang pintu dapur, menyilangkan pergelangan kaki
sambil menggigiti ujung kepangannya seperti Allison dulu.
"Maaf, Sayang." Dari sekat jendela, Eileen melihat Tom sengaja
mengambil karton wadah es krim Haagen-Dazs dan menaruhnya di
kursi di sampingnya, tempat yang tak akan' terlihat oleh putrinya.
"Kita tak membelinya lagi. Menurut ibu, kalian sudah makin
gemuk."
Stacy menjulurkan lidah kecewa.
"Ayo sini, Sayang," ujar Tom. "Ayah baru mengalami hari sulit.
Ia butuh dipeluk."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Dengan enggan, putrinya menghampirinya, menyeret sandal balet


di ubin, solnya mengeluarkan bunyi seperti kepala korek menggesek
batubara.
"Bolehkah aku memandikanmu?" Tom melingkarkan tangan
memeluknya.
"O-oke." Anak itu menyender tegang dan mendesah dramatis.
"Itu baru anakku."
Eileen merasa dirinya kaku, melihat tangan lelaki itu mengeluyur
turun dan meremas hati kecil merah muda di saku belakang jeans
anak itu. Sebuah suara di kepalanya menjerit saat tangan anaknya
tetap di sana dan terus meremas, seolah yang ia genggam adalah
jantungnya sendiri. Ia tak ingin melihatnya, namun tak berani untuk
berpaling. Akhirnya Tom melepaskannya, namun suara itu terus
menjerit. Sesuatu tak berhenti. Sesuatu tak berhenti hingga kau
membuatnya berhenti.
Eileen mendaki tangga dan menyeberangi bidang menuju ke
kamar mandi agar ia bisa menunggu di sana untuk mengambil alih
darinya ketika mereka tiba.

58

SENIN PAGI, Hoolian kembali ke Bagian 50 Pengadilan Tinggi


Negara Bagian New York di Manhattan, bak penjelajah waktu di
episode Twilight Zone yang kembali ke waktu tepat saat hidupnya
berantakan.
"Warga New York melawan Julian Vega," seru pegawai
pengadilan.
Ia berdiri dan secara naluriah mengambil sikap bersalah klasik,
tangan di belakang, kepala menunduk, melirik sekali dari bahunya,
melihat apakah Zana atau orang lain yang ia titipi pesan hadir.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Nona Aaron." Hakim Bronstein menaikkan suaranya,


memastikan media di barisan belakang dapat mendengarnya.
"Mendekat."
Nona A. melangkah maju, merapikan kerah.
"Yang Mulia, kami mengajukan mosi untuk mencabut dakwaan
terhadap Saudara Vega."
"Saudara Raedo?" Hakim itu menoleh ke kiri pada meja penuntut.
"Ada hal lain yang ingin Anda sampaikan?
"Tidak, Yang Mulia. Kami tak akan membantahnya."
Asisten Jaksa Wilayah bahkan tak mau repot-repot melihat.
Hanya pura-pura sibuk dengan berkas-berkas, seolah ia punya hal
lain yang lebih penting di benaknya. Hal itu membuat Hoolian
merasa begitu kecil, tak dihormati, seakan makna hidupnya bahkan
tak layak diketahui. Ia separo ingin mendekat dan mencengkeram
hijo de gran puta itu dari belakang lehernya, dan menghantamkan
wajahnya dua atau tiga kali ke meja, untuk peringatan atas
perilakunya.
"Oke." Hakim mengetok palu. "Dakwaan dicabut. Saudara Vega,
Anda bebas pergi. Atas nama pengadilan, saya ingin menyampaikan
bahwa apa yang menimpa diri Anda sangat disesalkan. Tak ada yang
ingin menerjuni bidang ini: ingin mengirim orang tak bersalah ke
penjara..."
Suaranya terdengar makin samar selagi ia berbicara dan membuat
gerakan tangan. Hoolian merasa pusing dan kehilangan orientasi,
melewatkan sejumlah ucapan hakim.
"...dengan begitu secara pribadi saya ingin mengucapkan semoga
berhasil dengan kehidupan Anda selanjutnya dan jika Anda kelak
masuk ruang pengadilan lagi, saya harap itu hanya sebuah
kunjungan."
Ia mendengar suara tawa palsu dari barisan pers selagi sang
hakim menggapai ke bawah mengulurkan tangan kurusnya yang
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

entah mengapa membuatnya berpikir tentang batang-batang mawar


berduri terbungkus tisu tipis. Saat ia berjinjit dan menjabat tangan
itu, Nona A menyikutnya dari belakang jaket, menyuruhnya
melakukan satu tugas lain.
Ia menoleh dan dilihatnya Paul Raedo menunggu, tangannya
terulur lemas seperti cangkir pengemis.
Selama sesaat, semua tampak membeku. Pegawai pengadilan,
kerumunan reporter, pengacara lain yang menunggu kasusnya
dipanggil, semua memajukan badan untuk melihat apa yang akan ia
lakukan. Air liur rasa tembaga mengumpul di belakang mulutnya,
menciptakan dorongan untuk menyemburkannya pada wajah lelaki
itu. Paling tidak itu layak dia dapatkan. Tapi matanya kemudian
jatuh ke barisan tepat di belakang meja terdakwa, tempat ayahnya
dulu duduk tiap hari di pengadilan dengan mengenakan setelan
terbaiknya, berusaha menunjukkan pada dunia orang macam apa
mereka sebenarnya.
Ia merapatkan bibir dan mengulurkan tangan, diam-diam
mengutuki diri sendiri atas sikap terhormatnya itu.
"Oke, Bung." Ia meremasnya hingga merasa sedikit puas melihat
si penuntut itu meringis.
"Aku akan menghubungimu untuk bicara tentang perjanjiannya."
Nona A memiringkan badan ke bahu Hoolian. "Aku akan
memikirkannya."
"Aku ada di kantor." Raedo memijit tangannya. "Tapi jangan
terlalu berharap banyak."
Di lobi, beberapa menit kemudian, Hoolian ragu-ragu di belakang
detektor logam, secara naluriah mengeluarkan tangannya.
"Tak apa." Nona A. muncul dari belakang dan menyentuh
sikunya. "Kau tak perlu membuat mereka memeriksamu lagi. Kita
akan pergi."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Hoolian menyisi melewati bingkai mirip bilik tol itu, masih


mengira akan mendengar seruan penjaga, "Berhenti." Alih-alih,
pegawai pengadilan hanya meneruskan tugasnya memeriksa tas dan
melambaikan tangan pada orang-orang yang bergerak menuju ruang
sidang, seakan ia tak terlihat.
Ia mengikuti Nona A. melewati pintu putar dan keluar menuju
trotoar, diikuti perasaan aneh seakan ia berjalan mundur melewati
waktu.
Puluhan juru kamera dan reporter berita telah bersiap di bawah
perancah biru di atas trotoar, tak jauh dari tempat mereka berdiri
sehari setelah juri memutuskan dirinya bersalah sembilan belas
tahun, delapan bulan, dan dua belas hari yang lalu.
"Julian, apa kabar? "
"Julian, apa Anda merasa bersih?"
"Julian, apakah Anda sakit hati?"
Ia menengadah, mengenali suara terakhir ini sebagai seseorang
yang pernah memanggilnya ‘Hooooliiiyaaan' terus-menerus dengan
suara sumbang di luar Seksi 19. Ternyata ia seorang lelaki pendek
berjanggut mengenakan kartu pers dari Post dengan kertas-kertas
berjatuhan dari buku catatannya; bagian tengah tubuhnya tampak
lembut dan mengundang, seakan-akan kepalan tak akan keluar dari
sana ketika ia meninju.
"Tak ada komentar lagi, untuk saat ini." Nona A. maju mendekati
mikrofon selagi lampu kilat terus menyala dan kamera tak henti
menjepret. "Kami yakin keadilan akhirnya terwujud hari ini. Saudara
Vega ingin mengucapkan terima kasih pada semua pendukungnya. Ia
ingin menghabiskan waktu bersama kerabat dan teman-temannya..."
Hoolian ikut mengangguk ramah, menjadi aktor sesaat, raut wajah
dan tingkahnya yang sopan menutupi ledakan emosi yang bergolak
di kepalanya.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Julian, apa rencana Anda di masa datang?" seorang reporter


wanita dengan rambut bob dan gigi- gigi kecil menyeru.
"Aku tak tahu," jawabnya. "Mungkin aku akan mengambil kuliah
hukum. Aku sudah mengenal sistemnya cukup baik..."
Dilihatnya beberapa dari mereka mulai menjauh saat Nona A
maju dan berkata tak ada komentar lagi untuk saat ini. Lampu sorot
pun beralih. Mereka telah memperoleh apa yang mereka inginkan.
Tak ada alasan lagi untuk tetap di sana. Ia menyadari
pembebasannya mungkin hanya akan muncul di halaman tiga. Berita
besar hanya pada saat tuduhan awal. Dilihatnya salah satu
koresponden mengambil mikrofon dan mulai berlari sepanjang blok,
tempat hadirnya cerita lain yang jelas menarik perhatian mereka.
Melewati desakan orang-orang, ia melihat sekilas sosok Tom Wallis,
tampak pucat dan ketakutan. Nona A sebelumnya berkata lelaki itu
akan datang ke pengadilan sore ini untuk didakwa atas pembunuhan
adiknya. Seorang pengacara tua penuh keriput dengan dasi kupu-
kupu rapi berdiri di sebelahnya, menghalau serbuan pertanyaan.
Hoolian tak peduli sama sekali apa yang akan dilakukan mereka
pada Tom di penjara. Tetapi saat kerumunan itu berlalu, bak
kawanan ternak, Hoolian melihat ibunya hadir bersama mereka,
sosok seperti hantu berambut merah dan kaca mata bintik. Ia berpikir
wanita itu pasti wanita paling kesepian di dunia sekarang.
Bagaimana mungkin orang dapat melanjutkan hidup, mengetahui
putra satu-satunya telah membunuh putri tunggalnya? Ia akan sinting
atau mati.
Ia mengamati mereka semua menaiki tangga dan melewat pintu
putar, memasuki mesin kelabu tempat ia baru saja keluar darinya.
Begitulah. Sirkus telah selesai. Tom yang akan menjadi berita
utama esok hari. Kisah Julian Vega sudah berakhir. Tidakkah
mestinya langit terbelah? Tidakkah mestinya hujan lebat turun dan
membilas bersih jalanan? Tidakkah matahari mestinya terbit dari
barat dan terbenam di timur? Tidakkah mestinya Tuhan mewujud
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

dan menjelaskan padanya? Tidakkah mestinya ada....sesuatu yang


lebih dari ini?
Tetapi hari itu tak ada yang istimewa. Seorang pengacara dengan
mantel Burberry melangkah di depannya untuk mencegat taksi.
Sepasang reporter membuntuti di belakangnya, bicara pada Nona A.
tentang kasus lain yang ia tangani. Sebuah mobil polisi meluncur
dengan sirene menyala, tak memedulikannya sama sekali.
Mestinya ia bersuka cita. Akhirnya semua selesai. Ia bisa
melakukan apa saja sekarang. Alih-alih begitu, ia merasa tersesat dan
sedikit takut. Ia memperhatikan taksi-taksi kuning berseliweran dan
dalam benaknya terpikir bahwa tiap sopir, bahkan imigran paling
hangat yang baru turun dari pesawat sekalipun yang hampir tak dapat
berbahasa Inggris memiliki sesuatu yang ia tak punya—surat izin
mengemudi. Ia bahkan tak yakin yang mana pedal gas. Mendadak, ia
mengambang dalam semua detil asing kehidupan sehari- hari.
Asuransi, ongkos kesehatan, tabungan pajak yang ditangguhkan. Ia
pernah mendengar semua itu tapi takut bertanya pada orang-orang
apa itu. Bagaimana ia akan mengejar hal-hal yang tak ia ketahui?
Ia sadar dirinya berada di tengah lautan. Untuk beberapa lama ia
tenggelam dalam tuntutan hukum, tapi begitu hal itu selesai, ia tak
tahu apa yang harus ia lakukan. Tanpa kasusnya, tanpa perkara ini,
hidupnya tak memiliki arah, tak ada struktur, tak ada pengaturan
prinsip. Dan sekali ia membuka kepalan dalam diri yang telah
membuatnya bertahan begitu lama, semua yang ia punya runtuh.
Segala yang ada di Foley Square seakan berputar mengelilingi
dirinya. Semua orang bergerak melewatinya penuh tujuan yang
membuatnya merasa makin tak terarah, kesepian, dan rapuh. Bus
biru putih Direktorat Pemasyarakatan menepi di sisi pintu masuk
gedung pengadilan, membawa tahanan dari rumah tahanan
sementara ke penjara. Ia punya firasat jika tak berhati- hati, tak lama
ia pun akan turut menaiki bus itu.
Tapi lalu ia merasakan getaran kereta bawah tanah Lexington
Avenue tepat di bawah kakinya dan dalam embusan angin yang
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

merayap dari kisi-kisi ia merasakan, meski hanya sesaat, kehadiran


ayahnya.
Ia akan menemukan jalan, katanya dalam hati. Sesuatu akan
menunjukkan ke mana ia harus pergi. Dan, saat reporter terakhir
akhirnya berlalu, dilihatnya Zana berdiri bersama Eddie di belakang
kerumunan selama ini, menunggunya. Sambil terhuyung- huyung
menghampiri mereka penuh rasa syukur, dilihatnya anak itu
memegang sesuatu seperti spanduk jatuh yang ia ambil dijalan,
setengah terlipat, dilengkapi keterangan, peta sistem kereta bawah
tanah New York City.
"Bisakah kita pergi ke Coney Island sekarang?" anak itu bertanya,
seolah jenuh menunggu.

59

TEPAT SAAT Francis berbalik dari konter Starbucks membawa dua


cangkir kopi panas membakar, seorang gadis ceroboh berkepala
plontos muncul dari bintik butanya dengan Rollerblade,
mengayunkan tangan liar sambil meluncur tepat ke arahnya. Sudah
terlambat untuk menghindar baginya dan tak ada ruang untuk
bergerak. Namun entah bagaimana ia berhasil menangkap
lengannya, memutar dengan anggun seperti seorang pedansa waltz,
dan melepaskannya tanpa menumpahkan setetes pun atau membakar
siapa pun.
"Aku terkejut kau berhasil," ujar Hoolian, setelah Francis berhasil
kembali ke meja dan duduk, wajahnya agak merah dan perasaannya
sedikit kacau.
"Yeah, mestinya orang bersepatu roda dilarang masuk."
"Maksudku, aku terkejut kau datang."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Francis menyodorkan kopi, ia pun sedikit kaget berada di sini.


Ketika mendapatkan pesan pertama kali dari Deb Aaron beberapa
minggu lalu bahwa Hoolian ingin bertemu, berdua saja, ia hanya
meremas kertas merah muda itu dan membuangnya di keranjang
sampah, seperti yang orang normal akan lakukan. Tapi selama dua
hari berikutnya, dilihatnya gumpalan kertas itu entah mengapa tidak
mengumpul dengan sampah lain, namun tetap di sana menyangkut di
sudut keranjang, seperti organ buangan yang masih berdenyut.
"Kasus sudah berakhir." Ia mengangkat bahu, bersyukur dirinya
bersikeras untuk bertemu di tempat umum. "Kita mungkin bisa
menjadi orang asing."
Mereka saling tatap satu sama lain dalam kesenyapan yang
menggelisahkan beberapa lama, kemudian pada saat bersamaan
menoleh ke jendela berbarengan. Butir-butir uap halus menjelang
Natal turun di atas daerah konstruksi dekat Cooper Union, jenis
hujan yang bisa berubah menjadi hujan atau salju sewaktu-waktu.
"Kau tahu, aku benci cuaca seperti ini." Ia mengamati jala jingga
di lantai atas konstruksi yang mulai menghilang dalam kabut.
"Korban tewas pertama kulihat tepat sebelum Natal. Seorang wanita
tua terbunuh di Harlem dan terbengkalai di sana seminggu.
Tubuhnya sudah membengkak. Belatung merayap keluar dari lubang
matanya. Baunya begitu busuk sampai polisi yang sudah bertugas
dua puluh tahun pun muntah. Aku mencuci seragamku tiga kali
setelah itu. Tapi kau tahu kan, orang tidak bisa memasukkan topi ke
dalam mesin cuci bersama pakaianmu yang lain. Aku harus
membiarkannya tak tercuci. Lain ketika, aku berpatroli jalan kaki
lagi, cuaca sedang hujan. Dan bau memualkan itu pun menyeruak
lagi ke seluruh tubuhku, mengaliri tepat wajahku. Bau itu membawa
semuanya kembali, seolah aku masih berada di apartemennya."
"Rasakan, keparat. Kau tak bisa lari dari beberapa peristiwa.
Sayang kau tak terjangkit radang paru."
Francis melirik singkat padanya, melihat Hoolian memakai jaket
berbahan wol dan kaus marun yang sama dengan yang ia pakai ke
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

pengadilan tiap kali. Ia mengenakan dasi hitam yang sama, sedikit


terlalu ketat di sekitar tenggorokannya. Sama sekali belum
melupakan masa lalu. Ini mungkin tidak menandakan dimulainya
Minggu Persaudaraan Nasional.
"Jadi, berapa banyak yang diberikan kota ini untuk ganti rugi,
omong-omong?" Francis mengambil lap dan membersihkan hidung,
masih belum pulih dari flu yang telah mengganggunya sejak
Thanksgiving. "Lima puluh, enam puluh ribu?"
"Aku mendapatkan hidupku kembali." Hoolian dengan sengaja
mengabaikan pertanyaan itu dan memajukan wajahnya. "Apapun itu,
itu tak cukup untuk mengganti apa yang kau lakukan padaku."
Delapan puluh, sembilan puluh ribu, duga Francis. Seper-tiganya
kemungkinan untuk Deb Aaron. Kalau tidak, Hoolian mungkin akan
muncul mengenakan setelan desainer teranyar, hanya untuk
menggosok-gosokkan wajah musuh lamanya di situ.
"Kau mungkin beruntung dapat memperoleh sesuatu." Francis
melayangkan pandangan jauh. "Aku tak tahu bagaimana
pengacaramu yakin dirinya dapat membuktikan maksud jahat."
"Kau tahu apa yang kau perbuat," ucap Hoolian tajam.
"Aku mengerjakan kasus itu sebaik aku bisa. Tak ada dendam
pribadi."
"Kau menipuku dan kita berdua tahu itu."
"Percayai apa yang kau mau, Nak. Itu tak ada kaitannya
denganku—"
"Mengapa kau lakukan hal terkutuk itu?"
Francis tersenyum terpaksa. "Kau benar-benar ingin aku
menjawabnya?"
"Aku punya masa depan terbentang di hadapanku saat itu, Bung.
Lihat ini..."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Hoolian membuat gerakan mendadak ke saku dalam dan Francis


mundur ke belakang.
"Tenang, Bung." Mata Hoolian berkilat oleh rasa geli saat ia
mengeluarkan amplop tua kekuningan dan meletakkannya di atas
meja.
"Apa ini?" Francis menyorongkan badan, tekanan darahnya naik.
"Buka saja."
Francis ragu-ragu lalu mengusap bagian belakangnya. Nadinya
mulai memompa seperti selang pemadam kebakaran.
"Jika ini sampel DNA Allison Wallis yang kau bawa-bawa selama
dua puluh tahun di TKP, aku katakan sekarang juga aku akan
menembak kepalamu, tepat sebelum aku menembak diriku sendiri."
"Buka saja amplop keparat itu, Bung. Jangan cengeng."
Ia merogoh dan membuka surat terlipat bernoda cokelat,
meletakkannya di meja, dan membacanya beberapa lama, berusaha
mengerti akan kata-katanya.
"...dengan gembira menginformasikan kepada Anda bahwa Anda
telah diterima sebagai angkatan 1988..... Bahan-bahan tambahan
akan dikirim ke..."
Rahangnya perlahan turun. "Apakah ini surat penerimaan
kuliahmu atau semacamnya?"
"Aku membawanya ke mana-mana selama dua puluh tahun."
Hoolian mengangguk. "Surat itu datang minggu kedua aku di Attica.
Aku hanya terduduk di ranjang, membacanya terus-menerus. Mereka
memberiku beasiswa penuh."
Francis menyeka meja di bawah surat untuk memastikan
permukaan itu tidak lembab. "Dan apa yang kau ingin aku lakukan
dengannya?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Aku ingin kau menyimpannya, Bung. Aku ingin kau


menaruhnya tepat di sebelah foto keluargamu. Agar kau selalu
melihatnya setiap hari di sisa hidupmu."
Francis menggerutu, seolah baru dipaksa menelan bola obat.
Mengapa aku datang hari ini? Mestinya aku di rumah, memercikkan
garam di trotoar dan memastikan semua jendela tertutup. Mestinya
aku mencoba menelepon anak-anak. Mestinya aku menolong istriku
mengecat kamar mandi saat aku masih sanggup. Aku bahkan tak
dibayar untuk melakukan ini.
"Aku hanya ingin kau mengatakan sesuatu padaku." Hoolian
mendorong surat itu lebih ke depan ke arah sisi meja Francis,
berusaha membuatnya menerima benda itu. "Bagaimana kau bisa
hidup, mengetahui apa yang kau perbuat?"
"Sifat alami binatang," ucap Francis santai, meski ia tak sanggup
menatap mata Hoolian.
"Dan apa maksudnya ucapanmu itu?"
"Seorang gadis tewas. Aku melakukan apa yang harus
kulakukan."
"Jadi, kau harus menjebakku?"
Francis menggeser-geser duduk gelisah, seperti penjahat biasa
yang baru dibawa masuk ke kantor polisi.
"Aku menyesal kau tertangkap ketika mestinya kami mencari
tersangka lain," ujarnya hati- hati. "Itu mimpi buruk setiap polisi.
Dalam dua puluh tahun aku tak pernah mengalami kasus seperti
itu..."
"Menyesal aku tertangkap?"
Hoolian menghempas keras dari meja dan beberapa wanita di
dekat mereka menoleh.
"Itu saja yang kau katakan padaku? Kau menyesal aku
'tertangkap'?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Ya, apalagi yang kau inginkan?" Francis merendahkan suaranya,


malu.
"Aku ingin kau mengakuinya."
"Mengakui apa?"
"Apa yang kau lakukan padaku. Aku ingin mendengar kata-kata
itu."
"Mengapa itu begitu penting bagimu?" Francis mengganti posisi
duduk, kakinya mulai kram.
"Karena itu memang penting. Kau telah merenggut tahun-tahun
terbaik dalam hidupku. Aku menyimpan begitu banyak kebencian
padamu, Bung, hingga meracuniku."
"Masih?"
"Ya, masih. Bagaimana mungkin aku melupakannya? Katakan
padaku. Kukira semua akan baik-baik saja mulai sekarang, tapi aku
tetap geram mengingatnya. Aku tak bisa rileks. Aku tak bisa
tersenyum hampir sepanjang waktu. Aku tak bisa makan di restoran
tanpa mencoba mengembalikan peralatan makannya ke hadapanku.
Aku bahkan tak bisa menikmati hubungan intim pertama dalam
hidupku."
Francis menggeleng, diam-diam bersikeras itu tak ada kaitan
dengannya.
"Suatu hari keadaan itu begitu buruknya, aku pergi ke sekolah
lamaku dan menemui pendeta yang menulis surat rekomendasiku ke
universitas. Ia sembilan puluh tujuh tahun dan masih ingat nilai rapor
terakhirku. Kau tahu apa yang ia katakan padaku? Dia bilang aku
harus memaafkanmu.”
“Mungkin karena itulah."
"Tapi bagaimana aku bisa memaafkanmu jika kau bahkan tak
ingin mengakui perbuatanmu?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Pandangan Francis beralih pada surat di atas meja lagi, ia


merasakan tekanan darahnya naik dalam dada.
"Maafkan aku, Nak. Aku tak bisa memberikan apa yang kau
minta. Itu tak mungkin terjadi."
Bangkit. Benaknya mengirimkan pesan ke seluruh tubuh. Kau tak
harus diam di sini. Tak ada kewajiban bagimu atas perlakuan ini.
Hanya karena orang lain harus mengaku tak berarti kau juga
demikian.
"Sudah kuduga kau akan berkata seperti itu." Hoolian
mengepalkan tangan, mengangguk-angguk geram berusaha
menguasai diri. "Sungguh. Kau tahu apa yang benar-benar
membuatku marah?"
"Tidak. Apa?"
"Mengetahui bahwa kau akan melakukan hal yang sama pada
orang lain seperti yang kau lakukan padaku."
"Tidak, aku tak akan berbuat seperti itu." Denyut nadi begitu
kencang di telinganya, terdengar seperti jejak-jejak kaki di atas
loteng.
"Kau pasti akan melakukannya. Mengapa tidak? Kau tidak merasa
menyesal. Kau tak perlu membayar atas apa yang kau lakukan."
Francis merasa tekanan di dadanya bergerak, menyebar lebih luas
dan lebih sulit untuk duduk tenang. "Seseorang akan membayar pada
akhirnya."
"Apa maksudmu, 'seseorang akan membayar pada akhirnya'? Itu
hanya omong kosong busuk yang orang katakan untuk mengusirmu
dari kantor. Kau tak membayar. Lihat dirimu. Gemuk dan lancang.
Kau mungkin akan segera pensiun dengan tanda jasa dan separo gaji.
Kau tak menderita—"
"Aku akan buta," ujar Francis tanpa berpikir.
"Hah, yang benar saja."
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Aku serius. Mataku mulai memburuk."


"Berhenti omong kosong. Kau pikir itu lucu?"
"Bagiku tidak."
Hoolian terdiam dan menyelidiki wajahnya beberapa saat,
mencari tahu apakah lelaki di hadapannya itu main- main. Ia
mengarahkan satu jari ke depan wajah Francis dan perlahan- lahan
menggerakkannya ke kanan. Francis menemukan jari itu untuk
beberapa sentimeter namun kemudian lepas dari pandangannya. Lalu
didengarnya Hoolian menjentikkan jari di suatu tempat dekat
telinganya.
"Tak mungkin."
"Itu benar." Francis memandang datar. "Makin sedikit yang
kulihat sejalan waktu."
Ia pasti sudah hilang akal. Ia bahkan belum mengatakannya pada
anak-anaknya.
"Dan...jadi...apa?" Hoolian mengempaskan tubuh ke belakang,
bingung. "Kau ingin aku merasa kasihan padamu, atau bagaimana?"
"Sama sekali tidak," ujar Francis. "Tapi kini kau di sini, berkata
padaku betapa aku lepas tangan atas perbuatanku yang buruk
padamu. Aku hanya ingin bilang, tidak begitu keadaannya. Setiap
orang mendapatkan balasannya."
Apa yang telah ia lakukan? Rasanya ia baru melompat keluar dari
pesawat dengan parasut. Terjun bebas. Hoolian bisa
menceritakannya pada seluruh dunia sekarang. Mereka bisa
membuka puluhan kasus lamanya dan mempertanyakan kesaksian
atas hal- hal yang menurutnya ia lihat. Mereka akan menahan gaji
pensiunnya atas tuduhan sengaja berbohong dan tak mengatakan
pada siapa pun tentang kondisinya. Mereka akan menelanjanginya
dan membuangnya di jalan.
Mengapa tak kau rogoh dan berikan saja senjatamu padanya
sekalian, Loughlin?
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Tetapi ada sesuatu yang gegabah dan menggembirakan tentang


itu. Ia merasa paru-parunya membuka dan jantungnya berdetak lebih
kencang. Ia merasakan udara dingin di kulitnya dan menampak lagi
warna-warni cerah di sekitarnya. Semua inderanya menajam dan
lebih hidup dari berminggu- minggu sebelumnya.
Jadi beginilah rasanya berada di sisi lain meja interogasi. Hingga
saat ini, ia tak pernah betul-betul mengerti mengapa orang akhirnya
selalu mengaku dan mengatakan padanya hal- hal yang tak
semestinya mereka katakan pada orang lain. Sekarang ia mengerti.
Rasanya seperti mabuk, tapi lebih baik. Selama sesaat, setidaknya, ia
membiarkan seseorang melihatnya sebagaimana adanya, dan tak
hanya rasa lega namun juga perasaan agung yang menyayat di
dalamnya.

Ooo)DW(ooO

"Setiap orang mendapatkan balasannya."


Hoolian tak menginginkan hal ini. Tak ingin melihat benda-benda
lewat sudut pandang orang ini. Ia lebih baik dari itu. Bajingan itu
patut menerimanya, atas apa yang menimpanya itu.
Sama halnya ketika memejamkan mata sekejap, ia bertanya-tanya
bagaimana akan menghadapinya jika dirinya buta. Bagaimana kau
tak akan menjadi gila, sadar kau tak akan pernah lagi membaca buku
komik kesukaanmu, memandang mata orang terkasih, atau melihat
jeruji kincir Bianglala copot satu persatu? Bagaimana kau
menemukan jalan pulang? Bagaimana mungkin kau tak akan berpikir
ini adalah semacam hukuman?
"Jadi, kau tak akan meminta maaf dariku atau sejenisnya?" ujar
Hoolian, membuka lebih lanjut.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Persetan." Loughlin mengempas ke belakang meja. "Aku tak


perlu membuat dalih. Kau harus bersikukuh dengan perbuatanmu
atau tidak sama sekali."
Mereka berdua perlahan- lahan bangkit. Selama dua puluh tahun,
Hoolian telah berkhayal apa yang akan ia lakukan jika ia kelak
menghampiri Francis di tempat rawan. Ia telah merencanakan
berbagai tindakan yang akan ia lakukan dengan pipa logam, tambang
tebal, dan bagasi mobil. Ia bahkan sampai berpikir tentang alibi yang
akan ia gunakan jika tertangkap. Tapi kini untuk kedua kalinya ia
menggapai satu ruang luas kemarahan yang ia simpan bertahun-
tahun dan tak menemukan apa-apa di sana. Hanya kotoran setengah
kering di dasar. Ke mana semua itu pergi?
Ia melihat ke bawah dan dilihatnya tangannya terangkat dan
mengambang di udara, menunggu Loughlin menggenggamnya.
Meski begitu polisi itu tak melihatnya, karena tepat berada di luar
batas penglihatannya dan dengan cepat Hoolian menurunkannya
kembali ke samping.
"Baiklah, Bung. Jangan lagi menjebloskan ke penjara, orang yang
tak semestinya berada di sana."
"Tentu. Kau membuatnya terdengar mudah."
Polisi itu tersenyum masam dan menaruh surat itu dalam dompet,
seakan mengikat bom koper di pergelangan tangannya.
"Hey, lihat, di sini bersalju." Hoolian menengok keluar jendela.
"Ya, Tuhan, aku bahkan tak menyadari perubahan cuaca ini."
Loughlin bersin, ujung hidungnya telah berubah merah. "Mudah-
mudahan aku bisa menemukan mobilku."
"Yeah, mungkin kau harus sedikit berkeringat."
"Sepertinya."
Ia berjalan keluar pintu, meninggalkan cangkirnya setengah isi di
meja, kemudian berhenti sejenak di depan jendela. Angin
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

mengangkat salju ke dalam lengkungan lebar berbutir di bawah


lampu jalan, seolah-olah satu kekuatan magnetik berusaha
menariknya kembali ke awan. Hoolian mengamatinya berputar balik
dua kali, berusaha memastikan posisinya saat malam mulai
menggayuti dan mobil berseliweran di sekitar kubus berpasir gula di
tengah-tengah plaza.
Ia membungkukkan bahu, melesakkan tangan ke dalam saku, dan
mulai berjalan dengan susah payah ke selatan ke arah Bowery,
melewati crane dan truk-truk semen, sebuah sosok kapal melaju ke
dalam kabut putih, kian mengecil dan mengecil hingga akhirnya
lenyap.

AKHIR
MENATAP MATAHARI

60

TOM DI DAPUR, menengadah ke langit- langit, rambutnya lembab


usai mandi, kemeja kerja birunya tak terkancing di kerah, dan
sepasang gunting terkubur di dadanya tepat di bawah tulang dada.
Francis membandingkan jam Swatch-nya dengan jam di atas
tungku dan mencatat waktu kedatangannya pukul 10.42. Ia kemudian
dengan hati- hati mencari jalan keluar dari dapur dan menemukan
Eileen di sofa ruang keluarga, dengan noda darah di bagian muka
turtleneck putihnya.
"Bisa Anda jelaskan apa yang terjadi?"
Wanita itu menatap pohon Natal linglung, lampu warna-warni
berkedip-kedip tak teratur sementara cucu-cucunya dan ibu mereka
menangis histeris di lantai atas.
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Itu terjadi lagi," ujarnya.


"Apa?"
"Sudah kukatakan sebelumnya padamu. Anak-anak punya
rahasia."
Francis duduk di sampingnya, memastikan ia tak menyentuh
apapun di lantai atau meja. "Kalau ingin bantuanku, Anda harus
lebih baik dari itu."
"Aku tahu ia tak bisa menghentikan dirinya sendiri," ucapnya
dengan sikap tenang yang aneh, seakan-akan ia baru terjaga dari obat
bius. "Anakku sendiri. Apa yang kau lakukan jika anakmu sendiri
ternyata seorang monster?"
Francis berusaha menjaga pikirannya tetap jernih saat ia menulis
catatan.
"Kau tahu tapi kau tak tahu. Kau ingin berpura-pura itu tak
terjadi. Tapi apa yang bisa kau lakukan? Kau tak bisa memisahkan
mereka selamanya, kakak dan adik."
Francis menaruh bukunya, tak sanggup menulis lebih banyak lagi.
"Kau tahu, putriku menginginkan hal itu berhenti." Eileen meraih
selotip yang membungkus jarinya. "Ia berusaha mengatakannya
padaku, namun aku tak sanggup mendengarnya. Terlalu mengerikan
bagiku."
Francis mengangguk, potongan terakhir gambar ini akhirnya
terkumpul. Tak mengherankan jika ia terus-menerus mengatakan
Allison masih hidup, menghantuinya dengan menutup telepon di
mesin penjawab, berusaha membuatnya tak melupakan kasus itu.
Mereka mengubur anak yang salah.
"Itu mulai terjadi lagi, dengan anak-anaknya sendiri." Ia menaruh
tangan di atas lutut, menenangkannya. "Aku memergokinya pagi ini
bersama si sulung di kamar mandi. Putrinya sendiri. Dan aku tak bisa
membiarkan hal itu terjadi lagi. Bisakah kau, Francis?"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Aku tak tahu. Aku tak tahu apa yang akan kulakukan."
"Ya, kau tahu." Eileen mengangkat dagunya menantang. "Kurasa
kau tahu apa yang mesti dilakukan."
Untuk sesaat, semua kegilaan atas kesedihan dan alasan kesehatan
itu hilang. Ia adalah ibu sang binatang dengan darah di cakarnya
karena melindungi anak-anaknya saling memakan satu sama lain.
"Jika seseorang memberimu kesempatan untuk tak membuat
kesalahan terbesar dua kali dalam hidupmu, kau akan melakukan
segala cara. Dan jangan katakan kau tidak seperti itu."

Ooo)DW(ooO

Rashid, kini di satuan tugas, dan Jimmy Ryan tiba lima menit
kemudian dan menemukan Francis di dapur, berdiri di samping
mayat dan menulis catatan.
"Bagaimana menurutmu, X Man?" Jimmy meletuskan permen
karetnya. "Senjata makan tuan, ya?"
"Sepertinya ia langsung mengalami perdarahan." Francis hampir
tak menoleh. "Ibunya di rumah dan ia tewas selagi ibunya
menelepon 911."
"Oh, ya?" Jimmy membungkuk di sebelah mayat itu, memeriksa
bagaimana darah merembes dari kemejanya. "Lukanya benar-benar
hebat. Sepertinya salah satu arteri utama kena."
"Ya, ia pasti sudah bertekad bulat."
"Apa?" Rashid menengok tajam, hampir menjatuhkan tusuk
giginya. "Maksudmu ini bunuh diri?"
"Aku tak menyimpulkan apa-apa." Pulpen Francis terus bergerak
di atas kertas. "Terserah pada petugas TKP untuk mengambil sidik
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

jari di pegangan pintu dan forensik untuk menentukan penyebab


kematian."
"Maaf, aku akan menghubungi JC dan melaporkan apa yang
terjadi." Jimmy melangkah keluar ruangan, tak ingin terlibat dalam
urusan itu.
Rashid membungkuk di samping mayat. "Itu sudut yang teramat
sulit bagi seseorang untuk menusuk dirinya sendiri, G," ujarnya.
"Kebanyakan orang akan mengarahkan pisaunya ke bawah."
"Mengapa tak kau tanyakan padanya mengapa ia melakukan itu?"
Francis terus menulis. "Bajingan keparat. Ia mungkin tahu ia
mengidap kanker dari uji DNA yang kita berikan padanya dan ia
tahu sidang akan dimulai dalam beberapa minggu. Mungkin ia
berpikir bunuh diri adalah pilihan terbaik. Satu-satunya hal baik yang
pernah ia lakukan."
Rashid berdiri perlahan. "Eh-eh, Pak, aku tak suka ini."
"Siapa yang bertanya padamu?"
"Aku hanya bilang, aku menaruh banyak hormat padamu, karena
telah melihat caramu mengendalikan diri. Namun jika ternyata ada
yang sengaja mengaburkan bukti di TKP, aku tak ingin terlibat."
Francis menurunkan catatannya dan menepuknya keras-keras di
paha. "Kau ingin mengatakan sesuatu, Detektif?"
Rashid mengangkat dagunya. "Kau sudah dengar. Macan tutul
tidak mengganti bintiknya. Jangan menekanku hanya karena kau
punya riwayat buruk."
"Persetan kau, aku melakukannya mengikuti petunjuk buku. Siapa
pun yang mengatakan sebaliknya adalah pembohong."
Rashid menundukkan kepala dan menatap Francis dari sudut
rendah, berusaha mendapat penjelasan dari pria di balik topengnya.
"Jangan lakukan ini, G," ucapnya. "Bukan tugasmu untuk
menjadikan sesuatu berjalan sesuai keinginanmu—"
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

"Maaf." Francis memotongnya. "Kalau kau ingin melempar batu,


lempar. Ingin menjadi rekanku, silakan. Itu artinya kita tak perlu
membicarakannya. Kita hanya melakukah apa yang harus dilakukan
dan jangan mengirim orang yang tak semestinya ke penjara. Wanita
ini berusaha membesarkan cucu-cucunya. Ia perlu pengertian. Kalau
kau tak bisa memahaminya, mundur sekarang juga."
Rashid menatapnya lama sebelum ia berlutut kembali di samping
mayat itu, mengunyah tusuk gigi dan menggesernya dari satu sudut
mulut ke sudut yang lain.
"Bagiku masih tampak aneh," ujarnya. "Lelaki itu menusuk
dirinya sendiri dengan gunting. Ada banyak cara yang lebih mudah
untuk bunuh diri. Ia tak meninggalkan surat wasiat, kan?"
"Tidak, sepanjang yang kuketahui." Francis mulai beranjak pergi.
"Tapi lihat saja sendiri. Orang tak selalu memperhatikan dengan
teliti saat pertama kali."

UCAPAN TERIMA KASIH

SAYA INGIN mengucapkan terima kasih pada orang-orang berikut


atas kebaikan mereka sehingga buku ini dapat terbit:
Chauncey Parker, Lisa Palumbo, Mark Desire, Joseph Calabrese,
Laurey G. Mogil, M.D., Joyce Slevin, Bob Slevin, Luke Rettler,
John Cutter, Jennifer Wynn, Stephen Hammerman, Arthur Levitt,
Mark Graham, Anthony Papa, Mitchell Benson, Peter Neufeld, Jim
Dwyer, Peter Garuccio, John Hamili, Steve Kukaj, Peter Walsh,
Charlie Breslin, Ron Feemster, Svetlana Landa, Daniel Perez,
Charles Shepard, Leon Maslenikov, Katya Zhdanova, John Nelson,
Ron Kuby, Nelson Hernandez, Joel Potter, Vicky Sadock, Sam
Bender, Daniel Bibb, Mark Stamey, Bilial Thompson, Shqipe Biba,
June Ginty, Bob Stewart, Kevin Walla, John McAndrews, Kim
Imbornoni, Chris Smith, Tom Grant, Ed Rendelstein, James Watson,
Tiraikasih Website http://dewi-kz.info/

Molly Messick, David Segal, James McDarby, Steve Lamont, Steve


DiSchiavi, Darryl King (Yang asli), Sophie Cottrell, Richard Pine,
Michael Pietsch, dan Judy Clain.
Saya juga ingin menyampaikan rasa hormat pada tetangga lama
dan kawan saya, Jim Knipfel, untuk keramahannya dan buku-
bukunya yang luar biasa, antara lain Slackjaw dan Ruining It for
Everybody.

Seluruh nama di atas terlepas dari tanggung jawab atas kekeliruan


fakta yang terdapat di antara dua sampul buku ini, demikian pula
dengan kekurangan pada tokoh-tokoh dan kejahatan yang
digambarkan di sana. Semua menjadi tanggung jawab penulis.

TENTANG PENULIS

PETER BLAUNER adalah penulis tiga novel, antara lain Slow


Motion Riot, yang memenangi Edgar Allan Poe Award untuk novel
pertama terbaik tahun itu, dan The Intruder, yang termasuk dalam
The New York Times dan International best seiler. Karyanya telah
dialihbahasakan ke dalam enam belas bahasa. Ia bermukim di
Brooklyn, New York, bersama istrinya, Peg Tyre, dan dua anak
mereka.
Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi www.peterblauner.com.

Anda mungkin juga menyukai