Anda di halaman 1dari 61

ORANG-ORANG KUKLUX

Sampai sekarang kata ‘Kuklux’ masih menjadi teka-teki walaupun banyak yang
sudah merumuskan definisi atau mencoba mengartikannya dari berbagai sudut.
Menurut pendapat segelintir orang, nama Kukluxklan, atau yang juga ditulis Ku-Klux-
Klan, hanya merupakan tiruan bunyi yang dihasilkan oleh pelatuk senapan. Sementara
itu, sebagian orang lagi mengatakan bahwa kata itu terbentuk dari susunan kata cuc
yang berarti peringatan, gluck bunyi yang timbul ketika orang meneguk air dan clan,
satu kata dari bahasa Skotlandia yang berarti suku, keluarga, atau perkumpulan. Kata
tersebut bisa diartikan apa saja, tergantung orang yang memakainya, dan tidak ada
definisi yang pasti. Bahkan anggota Ku-Klux-Klan sendiri pun tidak tahu tentang asal
dan arti kata tersebut. Tapi bagi mereka, hal itu tidak penting. Barangkali dulu kata itu
diucapkan tanpa sengaja oleh salah seorang dari mereka kemudian diteruskan oleh
anggota yang lain tanpa mempedulikan arti dari bunyi tersebut.
Terlepas dari ketidakjelasan makna ini perkumpulan tersebut mempunyai
tujuan yang jelas. Mula-mula kelompok ini berkembang di beberapa puri di daerah
Carolina Utara lalu menyebar dengan cepat ke Carolina Selatan, Georgia, Alabama,
Mississippi, Kentucky, dan Tennesse. Belakangan anggotanya pun dikirim ke Texas
untuk berjuang demi tercapainya cita-cita perkumpulan. Perkumpulan ini sendiri terdiri
dari sekelompok orang yang menjadi musuh besar negara-negara Utara. Dengan
segala cara, bahkan dengan cara yang paling keji dan kejam, mereka berjuang
melawan semua bentuk peraturan yang dikeluarkan setelah berakhirnya perang
saudara di negara-negara Selatan. Karena itu bisa dibayangkan, aksi Kuklux
menimbulkan kekacauan selama bertahun-tahun di sana: harta benda menjadi tidak
aman, juga perkembangan industri dan perdagangan terhambat. Tindakan tegas yang
diambil untuk menghentikan perbuatan yang keterlaluan itu pun tidak membuahkan
hasil.
Perkumpulan rahasia ini terbentuk akibat munculnya undang-undang
rekonstruksi yang terpaksa dikeluarkan pemerintah terhadap negara-negara Selatan
yang kalah dalam peperangan. Anggota kelompok ini direkrut dari para pendukung
sistem perbudakan dan mereka menjadi musuh Partai Union serta Partai Republik.
Semua anggota harus disumpah untuk menyimpan rapat-rapat rahasia perkumpulan.
Hukuman mati siap dijatuhkan kepada anggota yang membocorkan rahasia. Mereka
tidak segan-segan melakukan tindakan kekerasan, pembakaran, dan pembunuhan.
Secara teratur mereka mengadakan pertemuan rahasia. Bila hendak melakukan
perbuatan jahat, mereka datang dengan menunggang kuda dan menyamar. Pastor
yang sedang berkhotbah di atas mimbar atau hakim yang sedang duduk di meja
pengadilan ditembak. Para kepala keluarga yang tidak bersalah diserang kemudian
mayat mereka ditinggalkan di tengah-tengah keluarganya dengan punggung yang
tercabik-cabik. Tak ada penjahat dan pembunuh yang lebih menakutkan daripada Ku-
Klux-Klan. Kelompok ini makin lama makin meresahkan sehingga gubernur Carolina
Selatan mengajukan permohonan kepada Presiden Grant untuk mengirimkan bantuan
militer mengingat kelompok ini tak bisa ditaklukkan lagi. Grant mengajukan usul itu
dalam rapat kongres. Maka terbentuklah sebuah Undang-Undang Anti Ku-Klux yang
memberikan kuasa penuh kepada presiden untuk membubarkan mereka dan undang-
undang ini terpaksa menyetujui penggunaan cara-cara kekerasan. Hal ini merupakan
bukti bahwa baik secara individu maupun kolektif, seluruh bangsa telah terjerumus ke
dalam krisis akibat ulah Kuklux. Lambat laun perhimpunan ini berubah menjadi kawah
mengerikan yang memuntahkan berbagai pemikiran revolusioner. Suatu hari, dari atas
mimbar seorang pastor mendoakan keselamatan arwah keluarga yang telah dibunuh
anggota Kuklux di siang bolong. Dalam khotbah dan nasihat bijaknya, sang pastor
mengumpamakan perbuatan anggota Kuklux seperti pertempuran antara anak-anak
setan melawan anak-anak Tuhan. Tiba-tiba dari balkon di bagian belakang gereja
muncul seseorang yang menyamar dan menembak kepala pastor itu. Sebelum umat
sadar dari keterkejutannya, setan itu sudah lebih dulu menghilang.

-----------------------------------------------------------------------------------------
-------------
Ketika kapal kami tiba di La Grange, hari sudah malam. Kapten kapal
menjelaskan kepada kami, bahwa hari itu dia tidak berani meneruskan pelayaran
karena di dalam sungai akan ada saja bahaya yang mengancam. Jadi kami terpaksa
mendarat di La Grange. Winnetou turun lebih dahulu melalui tangga kapal lalu segera
menghilang di antara rumah-rumah yang diliputi kegelapan malam.
Di La Grange terdapat juga agen kapal yang siap mengurus kepentingan para
penumpang. Old Death segera menuju ke tempat itu.
“Sir, kapan kapal terakhir dari Matagorda tiba di sini dan apakah semua
penumpangnya sudah turun?”
“Kapal terakhir telah tiba dua hari yang lalu, kira-kira pada jam yang sama
seperti hari ini. Semua penumpang turun ke darat karena kapal itu baru berangkat lagi
keesokan harinya.”
“Dan Anda berada di sini ketika kapal itu berangkat?”
“Tentu, Sir.”
“Jika demikian barangkali Anda bisa memberikan informasi kepada saya. Kami
mencari dua orang teman yang berlayar dengan kapal tersebut dan tentu turun juga di
sini. Kami ingin tahu apakah mereka meneruskan perjalanannya atau tidak.”
“Hmmm, saya tidak bisa menjawabnya. Saat itu hari sudah gelap dan para
penumpang tergesa-gesa turun dari kapal sehingga saya tidak bisa memperhatikan
mereka satu persatu. Bisa jadi semua penumpang melanjutkan perjalanan pada
keesokan harinya. Tapi seseorang yang bernama Clinton tidak.”
“Clinton? Ya, dialah yang saya maksudkan. Mari, mendekatlah ke lampu!
Teman saya akan memperlihatkan sebuah potret kepada Anda untuk memastikan,
apakah orang itu benar Master Clinton.”
Dengan penuh keyakinan sang agen mengatakan bahwa memang dialah orang
yang dimaksud.
“Tahukah Anda, di mana dia sekarang?” tanya Old Death.
“Saya tidak tahu pasti. Tapi sangat mungkin dia tinggal di rumah Sennor1
Cortesio karena orang yang mengambilkan kopornya adalah anak buah Sennor
Cortesio. Dia adalah seorang agen untuk semua urusan dan dia berasal dari Spanyol.
Saya yakin, saat ini dia sedang sibuk mengurus penyelundupan senjata secara rahasia
ke Mexico.”
“Apakah dia termasuk orang baik-baik?”
“Sir, pada zaman sekarang ini setiap orang mengaku dirinya orang baik-baik,
meskipun dia memikul pelana kuda di bahunya.”
Tentu saja itu merupakan suatu sindiran bagi kami berdua yang berdiri di
hadapannya sambil memikul pelana kuda. Namun sindiran itu tidak dimaksudkan
untuk mengejek kami. Karena itu Old Death bertanya dengan nada yang tak kalah
halusnya,
“Apakah tidak jauh dari sini ada sebuah penginapan, di mana orang bisa tidur
nyenyak tanpa diganggu oleh manusia atau nyamuk?”
“Di tempat ini hanya ada sebuah penginapan. Tapi karena Anda sudah sekian
lama bercakap-cakap dengan saya di sini, tentu penumpang lain sudah mendahului
Anda dan mengisi beberapa kamar yang kosong.”
“Ini sungguh tidak menyenangkan,” jawab Old Death yang pura-pura tidak
mempedulikan sindiran itu. “Apa kami tidak boleh menumpang di rumah-rumah
penduduk?”
“Hmmm, Sir. Saya tidak mengenal Anda. Dan saya pun tak bisa menerima
Anda di tempat saya karena rumah saya sangat kecil. Tapi saya mempunyai seorang

1
Spanyol: Seňor (Senyor) = Tuan .
kenalan yang tidak akan mengusir Anda dari pintu rumahnya jika Anda orang jujur.
Dia seorang Jerman, seorang pandai besi yang datang dari Missouri.”
“Nah,” sahut Old Death, “teman saya ini juga orang Jerman dan saya pun
lancar berbahasa Jerman. Kami bukan orang jahat. Kami mampu dan mau membayar
sewa penginapan. Jadi dalam perhitungan saya, kenalan Anda tak perlu khawatir
menerima kami. Maukah Anda menunjukkan rumahnya?”
“Seandainya tak ada pekerjaan lagi di kapal, tentu saya akan mengantar kalian
ke sana. Sekarang Master Lange, demikian namanya, tidak berada di rumah. Biasanya
pada saat seperti ini dia berada di kedai minum. Demikianlah kebiasaan orang Jerman
di sini. Jadi tanyakan saja nama Master Lange dari Missouri. Katakan kepadanya
bahwa agen kapal yang menyuruh kalian datang menemuinya. Berjalanlah terus dan
setelah melalui rumah kedua dari sini, Anda mesti belok kiri. Kemudian Anda akan
melihat rumah makan itu karena di sana cahaya lampunya sangat terang. Kedai itu
pasti masih buka.”
Saya memberikan tip pada lelaki itu atas informasi yang diberikannya. Kami
melanjutkan perjalanan sambil memikul pelana kuda. Kedai ini tak hanya dikenal
karena lampu-lampunya tapi juga karena suara gaduh yang terdengar melalui jendela
yang terbuka. Di atas pintu terpampang gambar binatang yang menyerupai penyu
raksasa tapi memiliki sayap dan hanya dua kaki. Di bawahnya tertera tulisan “Hawks
Inn”. Penyu itu melambangkan burung pemangsa dan rumah itu adalah penginapan
bagi ‘elang-elang pemangsa’.
Ketika pintu dibuka, asap rokok yang tebal dan berbau tajam langsung
menerpa kami. Rupanya tamu-tamu itu memiliki paru-paru yang sangat kuat karena
mereka tidak hanya dapat menahan asap yang pengap itu melainkan juga merasa
nyaman berada di sana. Di samping itu kekuatan paru-paru mereka juga tampak dari
cara mereka saat berbicara. Tak ada seorang pun yang berkata pelan, setiap orang
harus berteriak. Tak seorang pun yang sabar mendengarkan omongan rekannya.
Suasana benar-benar hiruk-pikuk. Kami berdiri selama beberapa saat di ambang pintu
dan membiasakan mata melihat ke dalam asap tebal sampai bisa mengenali orang-
orang dan benda-benda yang ada di sana. Kami lihat, kedai ini memiliki dua buah
ruang. Ruang yang besar untuk tamu biasa dan ruang yang kecil untuk tamu yang
lebih terhormat. Di Amerika penataan seperti ini sungguh berbahaya karena sebagai
negara demokratis, penduduk negara itu tidak mengakui perbedaan tingkat atau
derajat sosial.
Karena semua kursi di ruang depan telah penuh, dengan diam-diam kami
berjalan menuju ruang belakang tanpa sepengetahuan pengunjung kedai lainnya. Di
tempat itu masih ada dua kursi kosong. Setelah meletakkan pelana di pojok ruangan,
kami duduk. Di sekeliling meja duduk beberapa pria yang tengah meneguk bir dan
bercakap-cakap dalam bahasa Jerman. Sekilas mereka memandang kami dengan
tajam, seperti ingin tahu. Begitu tahu kami mendekat, mereka segera mengalihkan
pokok pembicaraan. Ini terlihat dari isi pembicaraan mereka yang tiba-tiba menjadi
tidak karuan. Dua orang di antara mereka berwajah mirip. Sepintas orang bisa
menduga bahwa mereka adalah ayah dan anak. Perawakan mereka tegap. Garis wajah
mereka tegas dan tangan mereka kekar; ciri khas orang yang selalu bekerja keras.
Wajah mereka mencerminkan kejujuran dan kepolosan. Tapi pada waktu itu raut
wajah mereka tampak tegang, sepertinya mereka tengah memperbincangkan suatu
hal yang menggelisahkan.
Ketika kami duduk, kedua orang itu menggeser tempat duduknya agak jauh
sehingga ada jarak di antara kami. Suatu isyarat halus bagi kami bahwa mereka tak
ingin bercakap-cakap dengan kami.
“Tetaplah duduk, Mesch’schurs!” kata Old Death. “Kami bukan orang yang
berbahaya meskipun sejak pagi tadi kami belum makan. Dapatkah kalian mengatakan
kepada kami, di mana kami bisa mendapatkan makanan agar perut kami ini tidak lagi
keroncongan?”
Seseorang dari mereka, tampaknya ayah dari orang yang satunya,
memicingkan sebelah matanya lalu menjawab sambil tertawa.
“Apa yang diinginkan oleh orang terhormat seperti Anda, tentu akan kami
sediakan, Sir! Tapi bukankah Anda ini Old Death? Saya kira, Anda tak perlu malu
menyembunyikan identitas diri Anda yang sebenarnya.”
“Old Death? Siapakah orang itu?” tanya sahabat saya ini sambil berlagak
bodoh.
“Seorang yang sangat terkenal. Dia adalah seorang westman dan pencari
jejak. Dalam sebulan dia lebih banyak mengumpulkan petualangan daripada orang lain
sepanjang hidupnya. Anak saya, Will, pernah melihatnya.”
Pemuda yang dimaksud lelaki itu kira-kira berusia dua puluh enam tahun.
Mukanya coklat akibat sengatan matahari. Kesannya seolah-olah dia dapat berkelahi
menghadapi dua belas orang sekaligus. Old Death mengamati pemuda itu dari
samping dan bertanya,
“Anak Anda pernah melihatnya? Di mana?”
“Pada tahun enam puluh dua di Arkansas, tidak lama sebelum meletus
pertempuran di dekat Pea Ridge. Tapi Anda pasti tidak mengetahui peristiwa itu.”
“Mengapa tidak? Saya sering mengembara di Arkansas. Saya yakin, pada
waktu itu saya berada tidak jauh dari tempat itu.”
“Oh ya? Jika saya boleh bertanya, partai manakah yang Anda dukung saat itu?
Keadaan yang terjadi sekarang di daerah kami memaksa kami mengetahui aliran
politik yang dianut orang yang duduk semeja dengan kami.”
“Jangan khawatir, Master! Saya kira, Anda tidak memihak kepada kaum
pemilik budak belian yang kini sudah ditaklukkan. Saya pun demikian. Anda pun dapat
menyimpulkan bahwa saya bukan termasuk orang seperti itu. Saya orang Jerman,
buktinya saya sudah berbicara dengan Anda dalam bahasa Jerman.”
“Selamat datang, Sir! Tapi Anda jangan salah paham. Bahasa Jerman bukanlah
tanda pengenal yang dapat dipercaya. Beberapa orang dari pihak asing memahami
bahasa Jerman dan menggunakan bahasa itu hanya untuk mendapat kepercayaan dari
kami. Saya sudah seringkali mengalaminya. Tapi sekarang kita bicara saja tentang
Arkansas dan Old Death. Barangkali Anda sudah tahu bahwa negara bagian ini hendak
memihak kepada Partai Union pada saat pecahnya perang saudara. Namun
kenyataannya sungguh lain. Banyak orang kritis yang sebelumnya tidak menyetujui
perbudakan dan menganggap terbentuknya kelompok bangsawan di negara Selatan
sebagai tindakan kekejaman, kemudian bersatu dan menyatakan penolakan terhadap
pemisahan. Namun dengan cepat para pemberontak, di dalamnya termasuk juga para
bangsawan, berhasil merebut kekuasaan yang sah. Para cendekiawan diteror.
Akhirnya Arkansas jatuh ke tangan negara Selatan. Tentu saja hal ini menimbulkan
kepedihan di kalangan penduduk keturunan Jerman. Untuk sementara mereka tak
dapat berbuat apa-apa dan terpaksa membiarkan bagian utara negeri yang indah itu
mengalami penderitaan luar biasa akibat peperangan. Pada waktu itu saya tinggal di
Missouri, di Poplar Bluff, dekat perbatasan Arkansas. Anak saya yang duduk di depan
Anda ini tentu saja masuk menjadi anggota pasukan Jerman. Mereka hendak
menolong Partai Union di Arkansas dan mengirimkan pasukan kecil melewati
perbatasan untuk melakukan mata-mata. Will ikut dalam pasukan itu. Tiba-tiba
mereka bertemu dengan pasukan musuh yang sangat besar jumlahnya. Lalu pasukan
Jerman itu berhasil dikalahkan setelah mereka melakukan perlawanan sengit.”
“Jadi mereka ditawan? Saat itu pasti sangat berat. Kita tahu bagaimana
pasukan negara Selatan memperlakukan tawanannya, karena dari seratus tawanan
paling kurang delapan puluh orang meninggal akibat siksaan yang sangat kejam. Tapi
yang lain pun pasti tidak bisa bertahan hidup, bukan?”
“Oho! Anda keliru besar. Para pemberani itu mempertahankan dirinya dengan
gigih. Mereka menembak terus hingga pelurunya habis lalu menyerang dengan gagang
senapan dan pisaunya. Akibatnya kelompok sesessionis mengalami kerugian yang
sangat besar. Mereka sangat marah atas kejadian itu dan m
mutuskan membunuh semua tawanan. Will adalah anak saya satu-satunya.
Hampir saja saya kehilangan anak ini. Bahwa kini dia masih hidup, semua ini berkat
jasa Old Death.”
“Bagaimana, Master? Anda membuat saya penasaran. Apakah pencari jejak itu
membawa bala bantuan untuk membebaskan para tawanan?”
“Tidak, jika demikian halnya maka tentu semuanya sudah terlambat dan
pembunuhan itu pasti telah terjadi sebelum tiba bantuan. Dia bertindak seperti
seorang westman sejati yang gagah berani. Dia sendirian yang membebaskan para
tawanan.”
“Bukan main , benar-benar tindakan yang nekat!”
“Memang! Dia merayap masuk ke dalam perkemahan seperti orang Indian.
Dengan mudah dia menyelinap karena malam itu terjadi hujan lebat yang
mengakibatkan banjir dan memadamkan api unggun. Kemudian penjaga yang berada
di garis depan ditusuknya dengan pisau. Kelompok sesessionis menduduki sebuah
tanah pertanian. Satu batalion berada di tempat itu. Semua opsir menempati rumah
khusus dan serdadu-serdadu ditempatkan di bagian lain. Sementara itu para tawanan
yang berjumlah lebih dari dua puluh orang dikurung dalam gudang gula. Pada setiap
sisi gudang ditempatkan empat penjaga untuk mengawasi mereka. Keesokan harinya
orang-orang malang itu akan ditembak mati. Pada malam harinya, tidak lama setelah
pertukaran penjaga, para tawanan mendengar bunyi aneh di atas kepala mereka.
Namun suara itu bukan bunyi air hujan. Mereka memasang telinga dengan lebih
seksama. Tiba-tiba terdengar bunyi berderak. Atap gudang yang terbuat dari kayu
lapuk itu terkuak. Rupanya seseorang telah melubangi atap itu hingga air hujan
masuk ke dalam. Tapi selama sepuluh menit kemudian keadaan masih sunyi senyap.
Setelah itu sebatang pohon yang masih tampak sisa-sisa cabangnya diturunkan dari
atas atap. Pohon itu cukup kuat sehingga bisa dipanjat naik turun. Lalu seorang demi
seorang memanjat batang pohon itu dan naik ke atap yang rendah lalu melompat ke
tanah. Di sana mereka melihat keempat penjaga yang bukannya tertidur melainkan
terbaring di tanah dan tidak lagi bergerak. Para tawanan segera melucuti senjata
mereka. Dengan cerdik sang penyelamat itu membawa tawanan keluar dari sana dan
menunjukkan jalan menuju perbatasan yang sudah diketahui oleh mereka. Di tempat
itu barulah mereka tahu bahwa orang yang menolong mereka dengan
mempertaruhkan nyawa sendiri itu ialah Old Death, sang pencari jejak.”
“Lalu apakah dia melanjutkan perjalanan bersama mereka?” tanya Old Death.
“Tidak. Dia mengatakan bahwa masih ada urusan penting yang harus
dikerjakannya. Kemudian dia menghilang dalam guyuran hujan lebat di tengah
kegelapan malam tanpa memberi kesempatan kepada mereka untuk mengucapkan
terima kasih atau menatap wajahnya. Malam itu sangat gelap sehingga mereka tak
dapat mengenali wajah seseorang. Yang dapat dilihat oleh Will hanya badannya yang
tinggi dan kurus. Tapi dia sempat bercakap-cakap dengan orang itu. Sampai sekarang
dia masih ingat perkataan orang yang gagah berani itu. Jika kami nanti berjumpa
dengan Old Death, maka dia akan tahu bahwa kami orang Jerman adalah bangsa yang
tahu berterima kasih dan kami akan berterimakasih kepadanya.”
“Tentu dia sudah tahu akan hal itu. Dalam perhitungan saya, anak Anda bukan
orang Jerman pertama yang dijumpainya. Omong-omong, Sir, barangkali Anda
mengenal seseorang yang bernama Master Lange dari Missouri?”
Anaknya tercengang.
“Lange?” dia bertanya. “Mengapa Anda menanyakannya?”
“Saya khawatir, kami tidak mendapat lagi tempat di rumah penginapan ini.
Maka kami bertanya kepada agen kapal di pinggir sungai apakah ada seseorang yang
bisa memberi kami tumpangan. Dia menyebut nama Master Lange dan menganjurkan
agar kami mengatakan kepadanya bahwa agen itulah yang menyuruh kami datang ke
sini. Dan dia tahu, kami akan bertemu dengan orang itu di sini.”
Lelaki yang lebih tua itu memandang kami dengan tatapan menyelidik dan
berkata,
“Memang benar apa yang dikatakan sang agen, karena saya sendirilah Master
Lange. Karena dia yang menyuruh Anda datang ke mari dan karena saya menganggap
Anda orang yang jujur, maka saya ucapkan selamat datang. Siapakah teman
seperjalanan Anda yang duduk di sana dan dari tadi hanya diam saja?”
“Dia sebangsa dengan Anda dan berasal dari Saksen. Bahkan dia seorang
terpelajar yang datang ke sini untuk mengadu nasib.”
“Ya, Tuhan! Orang di negeri itu mengira bahwa mereka hanya duduk
berpangku tangan menunggu datangnya rejeki. Dengar baik-baik, Sir, orang yang
datang ke negeri ini harus bekerja lebih keras dan mengalami lebih banyak
kekecewaan daripada di tanah airnya sendiri. Tapi bukan berarti semuanya tidak bisa
diraih. Saya berharap, semoga Anda berhasil dan saya mengucapkan selamat datang
kepada Anda.”
Dia juga berjabat tangan dengan saya. Old Death menganggukkan kepala dan
berkata,
“Dan jika Anda masih ragu-ragu dan belum mempercayai kami, saya hendak
berbicara sebentar dengan anak Anda. Dialah nanti yang akan membuktikan bahwa
saya tidak patut dicurigai.”
“Anak saya? Will?” tanya Lange heran.
“Ya, yang saya maksud anak Anda dan bukan orang lain. Tadi Anda
mengatakan bahwa dia telah bercakap-cakap dengan Old Death dan masih ingat setiap
perkataan yang diucapkannya pada waktu itu. Anak muda, maukah Anda mengatakan
kepada saya apa yang dibicarakan waktu itu? Saya ingin mengetahuinya.”
Will menjawab pertanyaan yang ditujukan kepadanya itu dengan bersemangat,
“Saat Old Death membawa kami ke jalan yang harus kami tempuh, dia
berjalan paling depan. Saya menderita luka tembak di lengan. Rasanya sakit sekali,
karena luka itu tidak dibalut dan lengan baju saya melekat pada luka itu. Kami
berjalan melewati semak-semak. Old Death tiba-tiba membuang sebuah dahan dan
dahan itu mengenai lengan saya yang luka. Bukan main sakitnya sehingga saya
berteriak kesakitan dan…”
“Dan si pencari jejak itu menyebut Anda keledai,” sela Old Death.
“Dari mana Anda tahu?” tanya Will keheranan.
Old Death tidak menjawab dan melanjutkan perkataannya,
“Kemudian Anda berkata kepadanya bahwa lengan Anda kena tembak dan luka
itu bernanah. Dia juga menganjurkan Anda untuk membasahi lengan baju dengan air
agar tak melekat pada luka serta mengompres luka dengan getah way-bread yang
berkhasiat mencegah luka melepuh.”
“Ya, itu betul! Bagaimana Anda bisa tahu semuanya, Sir?” seru pemuda itu
terkejut.
“Mengapa Anda masih bertanya? Saya sendirilah yang memberikan nasihat itu
kepada Anda. Tadi ayah Anda mengatakan bahwa saya mirip dengan Old Death. Nah,
betul katanya, karena saya serupa benar dengan dia bagaikan pinang dibelah dua.”
“Jadi… jadi… jadi Andalah Old Death?” seru Will girang. Dia bergegas bangkit
dari kursinya sambil merentangkan tangan hendak memeluk Old Death. Namun
ayahnya menghalangi maksudnya dan menariknya agar duduk kembali. Ayahnya
berkata,
“Tunggu anakku! Jika kamu ingin memeluknya, maka sebagai seorang ayah
sebenarnya sayalah yang memiliki hak dan kewajiban pertama untuk memeluk dewa
penolong ini. Tapi hal itu harus kita tangguhkan, karena kamu tahu, di mana kita
sekarang berada. Semua gerak-gerik kita selalu diamati orang. Duduklah dengan
tenang!”
Sambil berpaling kepada Old Death, dia melanjutkan perkataannya,
“Tolong jangan tersinggung atas penolakan ini, Sir! Saya mempunyai alasan
kuat untuk mencegahnya memeluk Anda. Di sini berkeliaran banyak setan. Percayalah!
Saya sangat berterima kasih kepada Anda. Karena itu saya merasa berkewajiban
mencegah segala sesuatu yang bisa membahayakan Anda. Seperti yang saya ketahui
dan sering saya dengar, Anda dikenal sebagai penganut paham abolisionis2. Selama
peperangan Anda telah melakukan pemberontakan yang membuat nama Anda
terkenal di mana-mana. Namun tindakan itu menyebabkan negara-negara Selatan
mengalami kerugian besar. Anda ikut serta dalam pasukan tentara negara Utara
sebagai pemimpin pasukan dan penunjuk jalan. Anda membawa tentara melalui jalan
yang tidak akan ditempuh oleh orang lain, hingga menyusup jauh ke belakang garis
pertahanan musuh. Kami sangat menghormati Anda. Tapi sampai sekarang musuh
pihak Utara masih menyebut Anda mata-mata. Nah, kini Anda tahu, apa pokok
permasalahannya. Jika Anda jatuh ke tangan sesessionis barangkali Anda akan
digantung.”
“Saya pun tahu, Master Lange. Tapi saya tidak mempedulikan semua itu,”
jawab Old Death acuh tak acuh. “Saya sebenarnya tidak mau digantung, namun
seringkali orang mengancam ingin menggantung saya. Hingga kini ancaman itu tidak
pernah terwujud. Baru saja ada segerombolan rowdies yang hendak menggantung
kami berdua pada cerobong asap di kapal. Mereka pun tidak berhasil melakukannya.”
Old Death menceritakan peristiwa sebelumnya yang terjadi di atas kapal.
Setelah dia selesai bercerita, Lange berkata dengan suara berat,
“Capt’n kapal itu sungguh berani. Namun tindakan itu bisa membahayakan
nyawanya sendiri. Dia harus tinggal di La Grange sampai besok pagi. Barangkali
rowdies itu akan tiba di sini malam hari dan akan membalas dendam. Mungkin juga
nasib Anda akan lebih buruk lagi.”
“Pah! Saya tidak takut kepada kawanan kecil itu. Saya pernah berkelahi
dengan orang-orang yang lebih berbahaya daripada mereka.”
“Jangan terlalu yakin, Sir! Di sini rowdies memiliki banyak sekutu yang akan
memberikan bantuan. Sejak beberapa hari yang lalu situasi di La Grange tidak
terkendali. Banyak orang asing yang tak dikenal berdatangan dari segala penjuru.
Mereka berdiri bergerombol di tiap-tiap sudut dan melakukan sesuatu secara diam-
diam. Di sini mereka tidak berdagang, karena hanya berkeliaran tanpa melakukan apa
pun yang berhubungan dengan perdagangan. Saat ini mereka duduk di ruangan
sebelah dan berteriak-teriak sehingga telinga kita pekak dibuatnya. Mereka sudah tahu
bahwa kami orang Jerman, lalu mereka iseng-iseng mengajak kami bercakap-cakap
dalam bahasa Jerman. Jika kami melayani percakapan mereka, pasti akan
mengakibatkan pembunuhan atau pemukulan. Omong-omong, hari ini saya tidak ingin
berlama-lama duduk di sini. Anda tentu juga ingin beristirahat. Tetapi tampaknya
makan malam kita tidak begitu nikmat. Karena saya seorang duda, maka kehidupan

2
Kaum penentang perbudakan.
kami bagaikan kehidupan lelaki bujang. Pada siang hari kami selalu makan di rumah
makan. Beberapa hari yang lalu saya sudah menjual rumah saya, karena menurut
saya situasi di sini sudah mulai memanas. Tapi bukan berarti saya tidak menyukai
orang-orang yang ada di sini. Sebenarnya mereka tidak lebih buruk daripada orang-
orang di tempat lain. Namun di negeri Amerika ini peperangan yang mengerikan tak
kunjung berakhir dan akibatnya masih terasa di tempat ini. Di Mexico orang masih
saling membantai, dan Texas terletak tepat di antara kedua negeri itu. Yang dialami di
sini hanyalah kengerian. Gerombolan perusuh dari berbagai daerah datang kemari
sehingga saya merasa tidak betah lagi tinggal di sini. Karena itu saya memutuskan
untuk menjual rumah saya dan pergi ke rumah anak perempuan saya yang sudah
menikah. Di tempat suaminya saya bisa mendapat pekerjaan, meski pekerjaan itu
tidak lebih baik dari yang saya harapkan. Tak disangka-sangka ternyata ada orang
yang merasa cocok dengan rumah saya dan ingin membelinya serta langsung
membayar harganya dengan uang tunai. Dua hari yang lalu dia sudah menyerahkan
uangnya, jadi saya bisa pergi kapan pun saya mau. Saya akan ke Mexico.”
“Apa Anda sudah gila?” seru Old Death.
“Saya? Mengapa?”
“Baru saja Anda mengeluh tentang keadaan Mexico. Anda bilang, di sana
orang masih terus membunuh dan sekarang malah Anda sendiri ingin pergi ke sana!”
“Tak ada jalan lain bagi saya, Sir. Lagipula keadaan di tempat yang akan saya
tuju tidak sama dengan keadaan di wilayah Mexico lainnya. Tempat itu terletak di
belakang Chihuahua. Di sana peperangan sudah berakhir. Mula-mula Juarez memang
harus mengungsi ke El Paso, namun dia segera datang kembali dan dengan gigih
mengusir orang Perancis ke arah selatan. Waktu mereka sangat terbatas. Tak lama
lagi mereka akan diusir dari negeri itu dan Maximilian yang malang harus menanggung
akibatnya. Sayang kejadian ini harus terjadi. Saya sendiri orang Jerman dan saya
berdoa semoga dia baik-baik saja. Perang yang hebat berkecamuk di sekeliling
ibukota. Sementara itu propinsi yang terletak di bagian utara tidak mendapat
gangguan dan aman-aman saja. Nah, menantu saya tinggal di propinsi tersebut. Ke
sanalah saya dan Will akan pergi. Semua yang kami harapkan sedang menunggu di
sana, Sir. Menantu saya yang jujur itu adalah pemilik pertambangan perak yang kaya
raya. Hingga saat ini dia sudah tinggal di Mexico selama satu setengah tahun. Dalam
suratnya yang terakhir dia mengatakan bahwa anak laki-lakinya telah lahir, dan
sekarang anak itu sudah bisa memanggil-manggil nama kakeknya. Persetan dengan
semuanya! Apalagi yang menahan saya di sini? Saya akan mendapat pekerjaan yang
bagus di pertambangan, begitu juga Will, anak saya ini. Selain itu saya bisa mengajari
cucu saya berdoa sebelum tidur dan menghitung perkalian. Anda lihat sendiri,
Mesch’schurs, saya tidak bisa tinggal lebih lama lagi di tempat ini. Seorang kakek
memang harus mendampingi cucunya. Jika tidak, kakek itu berada di tempat yang
salah. Jadi saya akan pergi ke Mexico dan saya akan senang sekali jika Anda mau
pergi bersama kami.”
“Hmmm!” gumam Old Death. “Jangan bercanda, Sir! Karena bisa jadi kami
akan memegang janji Anda.”
“Apa? Jadi Anda mau ikut? Ide yang bagus! Putuskan sekarang juga, Sir! Lalu
kita pergi bersama-sama.”
Dia mengulurkan tangannya kepada orang itu.
“Tunggu, tunggu dulu!”, kata Old Death sambil tertawa. “Memang kami
bermaksud pergi ke Mexico, tapi itu belum pasti. Dan jika kami akan pergi, kami masih
belum tahu jalan mana yang akan kami tempuh.”
“Jika demikian, saya akan ikut ke mana pun Anda pergi, Sir. Semua jalan
yang ada di sini menuju ke Chihuahua. Tidak menjadi soal, apakah saya tiba di sana
hari ini atau besok. Saya tadi sedikit egois dan hanya mementingkan diri sendiri. Anda
adalah seorang westman yang berpengalaman dan pencari jejak yang handal. Jika
saya boleh pergi bersama Anda, pasti saya akan tiba di sana dengan aman. Apalagi
saat kacau seperti ini, keamanan menjadi barang yang mahal. Ke mana Anda akan
pergi sekarang?”
“Ke rumah seseorang yang bernama Sennor Cortesio. Barangkali Anda
mengenal laki-laki itu?”
“Bagaimana mungkin saya tidak mengenalnya. La Grange ini kota kecil,
sehingga semua orang saling mengenal. Selain itu Sennor Cortesiolah yang telah
membeli rumah saya.”
“Tapi yang paling ingin saya ketahui, apakah dia seorang bajingan atau
seorang lelaki yang jujur?”
“Dia orang yang jujur. Tentu saja saya tidak peduli dengan aliran politik yang
dianutnya. Tidak masalah apakah negara ini akan diperintah oleh seorang kaisar atau
presiden. Yang paling penting dia mau menjalankan kewajibannya dengan baik.
Kelihatannya Sennor Cortesio menjalin hubungan dengan orang yang tinggal di
seberang perbatasan. Tiap malam saya mengamati tempat itu dan melihat kuda-kuda
yang mengangkut peti-peti berat. Secara diam-diam orang berkumpul di rumahnya
lalu pergi ke Rio del Norte. Dari kejadian-kejadian itu saya dapat mengambil
kesimpulan bahwa dia menyelundupkan senjata dan peluru untuk pengikut Juarez dan
mengirimkan juga pasukan khusus yang akan bertempur melawan tentara Perancis.
Tindakannya sungguh berani. Dalam situasi seperti ini, orang akan bersedia
melakukannya jika dia merasa yakin akan tetap mendapatkan keuntungan meskipun
usahanya gagal.”
“Di mana tempat tinggalnya? Sekarang juga saya harus berbicara
dengannya.”
“Anda bisa bertemu dengannya pukul sepuluh nanti. Sebenarnya masih ada
yang harus saya bicarakan dengan dia. Namun pada intinya urusan kami sudah selesai
sehingga tak perlu lagi dibicarakan. Dia mengatakan bahwa saya boleh
mengunjunginya pada pukul sepuluh dan dia akan tiba di rumah sesaat sebelumnya.”
“Apakah pernah dia dikunjungi tamu ketika Anda ke rumahnya?”
“Ya, saat itu ada dua orang laki-laki yang duduk bersamanya. Yang satu masih
muda dan yang seorang lagi lebih tua.”
“Tahukah Anda, siapa nama mereka?” tanya saya penasaran.
“Ya, hampir satu jam kami duduk bersama-sama. Dalam waktu selama itu,
tentu saya bisa mengetahui nama-nama mereka. Yang lebih muda bernama Ohlert
dan yang tua bernama Sennor Gavilano. Orang terakhir ini tampaknya teman Cortesio,
karena keduanya berbicara tentang pertemuan mereka beberapa tahun lalu di ibukota
Mexico.”
“Gavilano? Saya tidak mengenalnya. Apakah sekarang Gibson kembali
mengubah namanya?”
Pertanyaan ini sebenarnya ditujukan kepada saya. Saya mengeluarkan potret
dan menunjukkannya kepada tukang besi itu. Dia langsung mengenalinya dan berkata,
“Ya, merekalah orangnya, Sir! Pria berwajah kurus dan pucat ini adalah Sennor
Gavilano. Sedangkan yang satu ini bernama Master Ohlert, dan dia beberapa kali
menyulitkan saya dengan pertanyaannya tentang orang yang belum pernah saya
temui dalam hidup, misalnya tentang seorang Negro bernama Othello, tentang
seorang gadis muda dari Orleans bernama Johanna, yang pada mulanya
menggembalakan biri-biri, lalu pergi berperang bersama raja, juga tentang Master
Fridolin, seorang yang menjadi anggota geng setelah melepaskan pekerjaannya
sebagai pembuat palu besi, tentang Lady Maria Stuart yang malang, yang kepalanya
dipenggal di Inggris, tentang sebuah lonceng yang seharusnya mendentangkan lagu
dari Schiller, juga tentang seorang Sir yang sangat puitis, namanya Ludwig Uhland. Dia
mencaci maki dua orang penyanyi, walaupun demikian dia memperoleh simpati dari
seorang ratu. Ohlert sangat bangga ketika bertemu dengan saya yang juga orang
Jerman. Kemudian secara berturut-turut dia menyebut berbagai hal seputar nama
orang, puisi dan naskah drama, yang membuat saya pusing tujuh keliling, seperti yang
sudah saya singgung tadi. Semuanya berputar-putar di dalam kepala saya seperti roda
kincir air. Master Ohlert tampaknya seorang baik hati dan tidak berbahaya, tapi saya
berani bertaruh bahwa dia seorang yang aneh. Pada saat terakhir, dia mengeluarkan
selembar puisi lalu membacakannya untuk saya. Puisi itu menceritakan tentang tiga
malam yang sangat mengerikan. Malam pertama dan kedua berakhir dengan
datangnya fajar, sedangkan malam ketiga tidak pernah berakhir. Dia juga
menyinggung tentang hujan dan badai, bintang-bintang, kabut, keabadian, denyut
kehidupan, jeritan jiwa yang ingin melepaskan diri dari belenggu, setan yang sudah
merasuki pikiran dan ular yang membelit jiwanya. Singkatnya tentang hal-hal yang
membingungkan yang sama sekali mustahil dan saling bertentangan. Saya sendiri juga
benar-benar tidak tahu, apakah saya harus tertawa atau menangis.”
Tidak diragukan lagi, dia telah berbicara dengan William Ohlert. Sementara itu
Gibson, orang yang selalu menemaninya, sudah mengganti namanya dua kali.
Mungkin juga nama Gibson bukan nama sebenarnya. Saya sudah tahu kalau wajah
orang yang menculik dan melarikan William itu pucat kekuning-kuningan, karena saya
pernah melihatnya. Mungkin dia benar-benar berasal dari Mexico dan dulu namanya
Gavilano, dan nama itulah yang diperkenalkannya kepada Sennor Cortesio. Gavilano3
artinya burung elang kecil, sebuah sebutan untuk orang-orang terhormat. Hal paling
penting yang ingin saya ketahui adalah alasan di balik usahanya melarikan William.
Barangkali alasan bahwa William Ohlert sakit jiwa sangat menarik untuk disimak dan
mungkin berkaitan erat dengan ide untuk menulis sebuah tragedi tentang penyair gila
tersebut. Mungkin Ohlert juga menyinggungnya kepada pandai besi itu. Karena itu,
saya bertanya,
“Bahasa apa yang digunakan pemuda itu selama berbicara dengan Anda?”
“Dia berbicara dalam bahasa Jerman dan banyak bercerita tentang lakon sedih
yang ingin ditulisnya. Tapi katanya, sangat penting jika orang lebih dulu
mengumpulkan pengalaman sebelum menulis cerita.”
“Sungguh tidak masuk akal!”
“Tidak masuk akal? Saya justru berpikir sebaliknya, Sir. Orang sering dianggap
gila karena mampu melakukan sesuatu yang tidak mungkin dikerjakan oleh orang
yang berpikiran waras. Dia sering menyela dengan cerita tentang seorang wanita
bernama Sennorita4 Felisa Perilla. Gadis itu akan diculiknya dengan bantuan temannya
tadi.”
“Itu sudah gila, benar-benar gila! Jika dia ingin membuat cerita tragedi itu
menjadi kenyataan, maksud tersebut harus dihalangi. Apa dia masih berada di La
Grange?”

3
Ejaan seharusnya: Gavillano.
4
Spanyol: Seňorita, Senyorita: Nona.
“Tidak, dia sudah pergi kemarin. Dia juga pergi bersama dengan Sennor
Cortesio ke pertanian Hopkin, dan dari sana terus ke Rio Grande.”
“Sungguh menjengkelkan, benar-benar menjengkelkan! Kita harus pergi
secepat mungkin, kalau bisa hari ini. Anda mungkin tahu, di mana orang bisa membeli
dua ekor kuda yang bagus di sini?”
“Ya, di tempat Sennor Cortesio. Dia selalu mempunyai kuda untuk dijual
khusus kepada orang-orang yang mau direkrutnya untuk mendukung Juarez. Tapi
saya menganjurkan Anda supaya tidak berkuda pada malam hari. Anda tidak tahu
jalan ke sana, karena itu Anda pasti membutuhkan juga seorang pemandu. Sayang
saat ini hari sudah malam, Anda tidak bisa lagi mendapatkan seorang pemandu.”
“Barangkali masih bisa. Kami akan berusaha agar bisa berangkat hari ini. Tapi
terlebih dahulu kami harus berbicara dengan Cortesio. Sekarang sudah jam sepuluh
lewat, dan sekitar jam ini pasti dia sudah ada di rumah. Kalau bisa Anda bisa
menunjukkan rumahnya sekarang.”
“Dengan senang hati. Ayo kita berangkat jika Anda mau, Sir!”
Saat kami berdiri dan hendak berangkat, tiba-tiba terdengar derap kaki kuda di
depan rumah. Beberapa menit kemudian masuklah beberapa orang ke ruangan depan.
Saya tercengang. Dengan perasaan yang tidak menentu saya memandangi mereka.
Mereka adalah sembilan atau sepuluh orang sesessionis yang diturunkan nakhoda
kapal di tepi sungai siang tadi. Mereka tampaknya mengenal orang-orang yang sudah
ada di sana, karena mendapat sambutan yang hangat. Dari perbincangan mereka,
kami sempat mendengar sesuatu. Rupanya kedatangan mereka sudah ditunggu-
tunggu. Mereka lalu asyik berbicara satu sama lain sehingga tidak sempat
memperhatikan kami. Bagi kami hal itu menguntungkan karena kami juga tidak
menghendaki jika perhatian mereka beralih ke kami. Karena itu kami kemudian duduk
lagi. Jika kami pergi sekarang, kami harus berlalu di depan mereka dan pasti
kesempatan ini akan digunakan untuk mencari persoalan baru dengan kami. Ketika
Lange mengetahui siapa mereka, dia menutup pintu penyekat ruangan supaya kami
terlindung, tetapi kami bisa mendengar apa yang mereka bicarakan. Selain itu, kami
bertukar tempat duduk sehingga Old Death dan saya duduk membelakangi mereka.
“Mereka tidak perlu melihat Anda,” kata pandai besi itu. “Sejak tadi situasi di
luar sana tidak menguntungkan bagi kita. Jika mereka melihat Anda dan menganggap
Anda sebagai mata-mata, maka Anda akan segera digantung, dan berakhirlah huru-
hara itu.”
“Bagus,” jawab Old Death. “Tapi apakah Anda pikir, kami senang duduk terus
di sini sampai mereka pergi? Tak ada waktu untuk itu. Kami harus segera pergi
menemui Cortesio.”
“Jika itu keinginan Anda, Sir, terserahlah! Kita akan melalui jalan lain sehingga
mereka tidak bisa melihatnya.”
Old Death menebarkan pandangan ke sekeliling ruangan kemudian bertanya,
“Di mana? Kita hanya bisa melewati kamar depan.”
“Tidak! Lewat di sana rasanya lebih aman,” katanya sambil menunjuk ke
sebuah jendela.
“Apa Anda bersungguh-sungguh?” tanya si pencari jejak itu. “Anda rupanya
penakut! Apakah kita harus menuruti pepatah Perancis: ibarat tikus yang menyelinap
ke lubang sempit karena takut dimangsa kucing? Orang akan tertawa terbahak-bahak
melihat kita.”
“Saya tidak mengenal rasa takut. Tetapi ada juga pepatah Jerman yang sudah
tua namun masih sarat makna: orang pandai sebaiknya mengalah. Rasanya itu sudah
cukup. Saya hanya mau mengatakan, saya tidak melakukan hal itu karena takut,
melainkan karena ingin berhati-hati. Saya pun tidak gentar, walaupun yang duduk di
luar sana jumlahnya sepuluh kali lebih besar daripada kita. Kaum perusuh itu akan
berang dan bersikap membabi buta. Mereka tidak akan membiarkan kita pergi tanpa
mencari gara-gara, dan saya bukan orang yang mau membiarkan perbuatan seperti
itu. Anda juga bukan orang yang mau menerima hal itu begitu saja. Itu artinya akan
terjadi baku hantam. Saya tidak takut berkelahi dengan tangan, kaki, atau dengan
patahan kaki meja. Saya seorang pandai besi dan saya tahu benar, bagaimana
menghantam kepala orang dengan palu. Tetapi pistol adalah senjata paling terkutuk.
Orang paling pengecut sekalipun dapat merobohkan seorang raksasa berbadan tegap
hanya dengan sebutir peluru sebesar biji kacang. Karena itu saya lebih menganjurkan
supaya kita mengelabui mereka dengan cara kabur diam-diam melalui jendela. Mereka
akan lebih marah karena dibodohi dengan siasat ini daripada jika kita menampakkan
diri lalu membiarkan kepala kita dipalu satu per satu. Hidung kita tentu akan berdarah
dan mungkin terjadi hal yang lebih buruk lagi.”
Dalam hati saya membenarkan pendapatnya. Tak lama kemudian kata Old
Death,
“Pendapat Anda memang tidak salah. Saya pun akan menerobos jendela yang
sempit itu sambil membawa semua barang saya. Tapi coba dengarkan obrolan
mereka! Saya kira, mereka sedang berbicara tentang pengalaman di atas kapal.”
Dia benar. Kelompok yang baru datang itu bercerita tentang peristiwa yang
mereka alami di atas kapal uap, lalu menyebut-nyebut tentang Old Death, seorang
Indian, dan saya. Juga tentang tipu daya sang kapten. Tapi mereka rupanya tidak
sepakat tentang cara membalas dendam. Ada enam rowdies dan para pengikutnya
yang ingin menunggu kedatangan kapal, tapi yang lainnya tidak setuju karena tidak
memiliki waktu.
“Tentu kami tidak bisa duduk berlama-lama di tepi sungai,” cerita salah
seorang dari mereka. “Kami harus segera ke sini karena sedang ditunggu. Untunglah
kami bisa menemukan pertanian yang tidak jauh dan di tempat itulah kami bisa
meminjam beberapa ekor kuda.”
“Meminjam?” tanya salah seorang sambil tertawa.
“Ya, meminjam. Tapi tentunya meminjam dengan cara kita. Sayang jumlah
binatang itu tidak cukup. Dengan demikian setiap kuda harus ditunggangi dua orang.
Tapi kesulitan ini selanjutnya teratasi setelah kami sampai di pertanian lainnya.
Akhirnya setiap orang bisa menunggangi seekor kuda.”
Semua tertawa terbahak-bahak mendengar cerita pencurian itu. Lalu dia
melanjutkan,
“Apakah semuanya beres? Apakah orang-orang yang dicari itu sudah
ditemukan?”
“Ya, sudah.”
“Dan pakaian itu?”
“Kami sudah membawa dua peti, itu sudah cukup.”
“Sekarang kita boleh bersenang-senang. Mata-mata dan si kapten itu akan
mendapat bagiannya. Kapal itu akan berlabuh malam ini di La Grange. Jadi kapten itu
mudah ditemukan, begitu juga orang Indian dan kedua mata-mata itu. Kita tidak akan
membutuhkan waktu yang lama karena mereka sangat mudah dikenali. Salah seorang
mengenakan pakaian pemburu yang masih baru dan keduanya membawa pelana tapi
tanpa kuda.”
“Pelana?” seseorang bertanya dengan nada gembira.
“Bukankah kedua orang yang baru masuk tadi dan sekarang duduk di dalam
kamar sana membawa…”
Dia mengatakannya dengan suara yang sangat pelan. Tentu maksudnya
adalah kami.
“Mesch’schurs,” kata sang pandai besi. “Kini saatnya kita harus melarikan diri
karena tidak lama lagi mereka akan ke mari. Cepat naik ke jendela! Pelana Anda akan
kami turunkan nanti.”
Dia benar. Tanpa malu-malu saya cepat-cepat melompat keluar melalui
jendela, kemudian diikuti Old Death. Lange memegangi barang-barang dan senjata
kami lalu menurunkannya dari jendela. Kemudian dia pun melompat.
Kami sudah berada di sebuah kebun kecil yang berpagar dan berumput. Saat
hendak melompati pagar, kami melihat tamu-tamu yang lain yang tadi berada di
dalam ruangan kecil itu juga keluar melalui jendela yang sama. Rupanya mereka pun
tak ingin diperlakukan sewenang-wenang oleh kaum sesessionis itu. Mungkin mereka
berpikir, jalan keluar terbaik hanyalah dengan meniru tindakan kami.
“Kini,” kata Lange sambil tertawa. “Mereka akan tercengang jika melihat kita
sudah hengkang dari tempat itu. Ini memang benar-benar jalan terbaik.”
“Tapi perbuatan kita merupakan sesuatu yang sangat memalukan!” kata Old
Death bersungut-sungut. “Rasanya saya mendengar mereka tertawa mengejek kita.”
“Biarkan mereka tertawa! Nanti giliran kitalah yang akan menertawakan
mereka. Saya akan membuktikannya kepada Anda, bahwa saya tidak takut mereka,
hanya saya tidak mau membuat keributan di dalam rumah makan."
Pandai besi itu dan anaknya menurunkan pelana dari punggung kami lalu
memikulnya. Mereka bilang, tamu tidak boleh dibiarkan memikul bebannya sendiri.
Tak lama kemudian kami sudah berdiri di antara dua bangunan. Bangunan di sebelah
kiri benar-benar gelap, sedangkan yang di sebelah kanan tampak terang. Ini terlihat
dari cahaya lampu yang menerobos keluar melalui celah jendela.
“Sennor Cortesio ada di rumah,” kata Lange. “Dia tinggal di sana, di rumah
yang diterangi lampu itu. Anda hanya tinggal mengetuk pintunya, dia akan
membukakannya untuk Anda. Jika urusan Anda sudah selesai, maka datanglah ke
gedung sebelah kiri, ke tempat tinggal kami. Ketuklah jendela yang terletak di
samping pintu! Selama Anda masih di sana, kami akan menyiapkan makan malam.”
Keduanya lalu pergi menuju ke rumahnya, sedangkan kami berdua berbelok ke
kanan. Setelah kami mengetuk, pintu hanya dibuka sedikit, lalu terdengar suara orang
bertanya dari dalam,
“Siapa adalah di luar?”
“Dua orang teman,” jawab Old Death. “Apakah Sennor Cortesio ada di rumah?”
“Mau apakah dari Sennor?”
Dari caranya bertanya bisa dipastikan bahwa pemilik suara itu seorang Negro.
“Sebuah urusan yang harus kami selesaikan dengan dia.”
“Apa? Sebuah urusan? Katakanlah! Jika tidak, dilarang boleh masuk!”
“Katakan bahwa Master Lange mengutus kami ke sini!”
“Massa Lange? Dia adalah baik. Kalau begitu boleh masuk. Tapi tunggu
sebentar!”
Dia menutup pintu sebentar tapi kemudian membukanya lagi setelah beberapa
saat dan berkata,
“Silakan masuk! Sennor telah berujar boleh berbicara dengan manusia asing.”
Kami berjalan melalui lorong sempit menuju ke sebuah kamar kecil yang
kelihatannya digunakan sebagai kantor. Di sana ada sebuah meja tulis, meja biasa,
dan beberapa kursi kayu. Di samping meja tulis berdiri seorang laki-laki yang tinggi
dan kurus. Wajahnya mengarah ke pintu. Dari potongan wajahnya sudah kelihatan
kalau dia orang Spanyol.
“Buenos tardes!5” katanya menjawab salam kami. “Sennor Lange mengutus
Anda? Boleh saya tahu, mengapa Anda kemari, Sennores?”
Saya penasaran dengan jawaban yang akan diberikan Old Death. Dia sudah
meminta saya untuk menyerahkan semua urusan ini ke tangannya.
“Mungkin ini suatu urusan bisnis atau mungkin juga hanya sebuah pertanyaan,
Sennor. Kami sendiri juga belum tahu,” kata Old Death.
“Kita lihat saja nanti. Silahkan duduk dan ambillah zigarillo itu.”
Dia menyodorkan kami satu bungkus cerutu dan pemantik. Tentu kami tidak
bisa menolaknya. Orang-orang Mexico tidak bisa bekerja apalagi berbincang-bincang
atau merundingkan sesuatu tanpa rokok. Old Death yang lebih menyukai rokok
lintingan daripada cerutu terbaik, menggulung sebatang cerutu, lalu membakarnya.
Hanya setelah beberapa tarikan, cerutu itu sudah menjadi puntung kecil. Saya sendiri
menikmati cerutu saya perlahan-lahan.
“Kami datang kepada Anda,” kata Old Death memulai pembicaraan, “bukan
karena suatu alasan yang penting. Terpaksa kami datang malam-malam karena
sepanjang hari Anda tidak bisa ditemui. Kami tidak ingin menunda kunjungan ini
sampai besok pagi karena keadaan di sekitar sini sangat mengkhawatirkan. Kami tidak
bisa berlama-lama di sini. Kami bermaksud pergi ke Mexico dan menawarkan bantuan
kami pada Juarez. Tentu saja kami tidak dapat berbuat seperti itu tanpa perhitungan.
Sebelumnya kami sudah mendapat kabar bahwa kami akan disambut dan diterima
dengan baik. Jadi kami mencari keterangan di mana-mana dan kami diberitahu bahwa
kami akan diterima dengan baik di La Grange ini. Karena orang menyebut nama Anda,
Sennor, jadi kami datang kemari. Sekarang katakanlah, apakah kami benar berada di
rumah orang yang dimaksud.”
Orang Mexico itu tidak langsung menjawab melainkan menatap kami dengan
pandangan penuh selidik. Matanya memandang saya puas. Saya masih muda dan
terlihat kuat. Old Death rupanya kurang berkenan di hatinya. Badan si Tua yang kurus
dan bungkuk itu tampaknya tidak tahan menderita dalam peperangan. Lalu dia
bertanya,
“Siapakah orang yang memberitahu nama saya, Sennor?”
“Seorang pria yang kami jumpai di atas kapal,” jawab Old Death berbohong.
“Kemudian tanpa sengaja kami juga bertemu dengan Master Lange dan mengetahui

5
Spanyol: Selamat Petang/Malam.
dari dia, bahwa sebelum jam sepuluh malam Anda tidak berada di rumah. Kami orang
Amerika Utara berdarah Jerman dan telah berperang melawan negara Selatan. Kami
juga memiliki pengalaman militer sehingga kami berharap bisa menyumbangkan
tenaga kami buat Presiden Mexico.”
“Hmmm! Kedengarannya bagus, Sennor. Tapi saya harus berkata terus terang,
dari bentuk tubuh Anda, tampaknya Anda tidak akan kuat menanggung penderitaan
selama peperangan.”
“Ya, memang benar juga, Sennor,” kata Old Death sambil tertawa. “Tapi saya
hanya ingin menyebut nama saya supaya Anda bisa percaya. Nama saya Old Death.”
“Old Death?” seru Cortesio terkejut. “Sungguh? Jadi Anda pencari jejak
terkenal, yang sudah menimbulkan kerugian besar bagi negara Selatan?”
“Ya, sayalah orangnya. Lihatlah sendiri badan saya.”
“Tentu, tentu saja, Sennor. Saya harus berhati-hati. Tak seorang pun yang
boleh tahu kalau saya menampung orang-orang yang mendukung Juarez. Terutama
pada saat ini saya dituntut bertindak ekstra hati-hati. Tapi karena Anda Old Death, tak
ada alasan bagi saya untuk berhati-hati. Saya dapat mengatakan terus terang, bahwa
Anda masuk ke alamat yang tepat. Dengan senang hati saya siap menerima Anda.
Saya bahkan bisa memberikan jaminan keamanan istimewa kepada Anda, karena
seorang seperti Old Death harus diperlakukan secara khusus dan tidak boleh
ditempatkan bersama para prajurit biasa.”
“Saya pun berharap demikian, Sennor. Dan mengenai sahabat saya ini,
mungkin dia akan ditempatkan bersama prajurit biasa, namun dia akan segera
menunjukkan kehebatannya. Meskipun masih muda, dia telah mencapai pangkat
kapten karena sukses berperang di pihak abolisionis. Namanya Müller. Tapi barangkali
Anda sudah mendengar tentang dia. Dia bergabung bersama pasukan Sheridan dan
sebagai letnan, dia sendiri berjalan paling depan untuk memimpin pasukan yang
terkenal itu melewati Missionary Ridge. Anda tentu tahu, apa akibat dari raids
(penyerbuan) itu. Müller lalu menjadi anak kesayangan Sheridan. Dia bahkan
mendapat kehormatan untuk memimpin pasukan khusus itu jika ada tugas penting.
Dia pulalah prajurit berkuda yang dihormati karena sukses membebaskan Jenderal
Sheridan yang tertangkap dalam pertempuran yang dahsyat di Five Forks. Karena itu
menurut saya, tidak ada salahnya jika dia juga diterima dalam pasukan Anda,
Sennor!”
Old Death menceritakan kebohongan yang tiada taranya! Tapi haruskah saya
menghukumnya atas kebohongan itu? Saya merasa pipi saya memerah. Namun
Cortesio menyangka bahwa saya tersipu-sipu malu. Karena itu dia meraih tangan saya
lalu sambil membual seperti seorang wartawan dia berkata,
“Anda tidak usah malu-malu mendengar pujian itu, Sennor Müller. Saya telah
mendengar tentang Anda dan semua perbuatan Anda. Kini saya mengucapkan selamat
datang kepada Anda. Tentu saja Anda akan segera mendapat pangkat perwira.
Sekarang saya akan menyerahkan sejumlah uang kontan kepada Anda untuk membeli
barang-barang yang Anda perlukan.”
Sebenarnya Old Death pun menyetujui tawaran itu. Saya bisa membaca
gelagat ini di wajahnya, tapi cepat-cepat saya menyela,
“Tidak perlu, Sennor. Kami tidak mau dibebani dengan berbagai barang. Pada
saat ini tak ada yang kami butuhkan selain dua ekor kuda, yang mungkin bisa kami
dapatkan dari Anda. Kami sendiri sudah memiliki pelana.”
“Ya, benar sekali. Saya bisa menyerahkan dua ekor kuda yang bagus kepada
Anda. Jika Anda benar-benar ingin membayarnya, maka saya akan menetapkan
harganya. Besok pagi kita bisa pergi ke kandang. Di sana saya akan menunjukkan
kuda-kuda terbaik yang saya miliki. Apakah Anda sudah mendapat tempat menginap
untuk malam ini?”
“Ya, Master Lange akan menampung kami di rumahnya.”
“Luar biasa. Jika Anda belum mendapat penginapan, saya akan mengajak Anda
tinggal di rumah saya, meski tempat ini sangat sempit. Bagaimana pendapat Anda,
apakah urusan lainnya akan diselesaikan sekarang atau besok pagi?”
“Lebih baik sekarang,” jawab Old Death. “Apa saja syarat-syarat yang harus
dipenuhi?”
“Untuk sekarang tidak ada. Karena Anda sendiri yang membayar semuanya,
maka Anda baru akan diangkat sumpah jika sudah diterima dalam pasukan. Satu-
satunya yang harus saya lakukan adalah memberi Anda surat pengantar dan surat
rekomendasi yang memberi jaminan sehingga Anda diberi kedudukan yang sesuai
dengan kemampuan Anda. Lebih baik saya segera menyelesaikan semua dokumen itu
sekarang, karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi kelak. Bersabarlah barang
seperempat jam. Saya akan bergegas mengurusnya. Di sana ada zigarillos. Saya juga
akan menyediakan sebotol minuman yang enak yang tidak pernah saya suguhkan
kepada orang lain. Sayang hanya tinggal sebotol saja.”
Dia menyodorkan cerutu dan mengambil sebotol anggur, kemudian melangkah
menuju meja tulis. Old Death menyeringai di belakang orang Mexico itu. Tampaknya
dia merasa begitu puas dengan tipu muslihatnya. Dia mengisi penuh gelasnya dengan
minuman lalu bersulang untuk kesejahteraan Cortesio dan langsung menghabiskannya
dengan sekali teguk. Sejauh ini saya tidak begitu puas seperti Old Death, karena
kedua orang yang saya kejar belum disinggung dalam pembicaraan. Maka saya
berbisik kepada Old Death. Dia menjawab dengan memberi isyarat, bahwa persoalan
itu akan segera beres.
Seperempat jam kemudian Old Death sudah menghabiskan seluruh isi botol
seorang diri saja. Cortesio pun sudah selesai menulis dokumen. Sebelum diberi cap,
surat itu dibacanya. Kami sangat puas dengan isi surat. Anehnya, dia tidak hanya
memberikan kami dua lembar surat melainkan empat. Jadi masing-masing dari kami
mendapatkan dua lembar. Saya sungguh terkejut, karena yang disodorkan adalah
paspor. Yang satu ditulis dalam bahasa Perancis dan yang lainnya dalam bahasa
Spanyol. Yang pertama ditandatangani oleh Bazaine dan yang kedua oleh Juarez.
Cortesio segera menangkap keheranan saya. Sambil tersenyum puas dia berkata,
“Anda lihat sendiri, Sennor. Kami mampu memberikan perlindungan kepada
Anda seandainya terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Bagaimana saya bisa
mendapatkan paspor berbahasa Perancis, Anda tidak perlu tahu. Anda pun tidak tahu,
apa yang akan Anda jumpai. Jadi mulai dari sekarang lebih baik keamanan Anda
diprioritaskan. Saya tidak akan memberikan paspor ganda ini kepada orang lain. Surat
ini hanya dicetak terbatas. Para prajurit yang saya kirim dari sini pun tidak mendapat
paspor dari saya.”
Ucapan itu memberi kesempatan kepada Old Death untuk mengajukan
pertanyaan yang sudah lama saya nanti-nantikan.
“Sejak kapan pasukan terakhir pergi dari sini?”
“Kemarin. Saya sendirilah yang mengantar lebih dari tiga puluh prajurit yang
baru direkrut hingga ke pertanian Hopkin. Tapi kali ini ada dua orang sipil yang ikut
serta.”
“Aha, jadi Anda juga mempekerjakan orang sipil?” tanya Old Death pura-pura
heran.
“Tidak, hal itu bisa berbahaya. Tapi kemarin ada pengecualian karena seorang
dari kedua pria itu adalah kenalan baik saya. Omong-omong Anda mendapatkan kuda
yang bagus. Anda bisa menyusul detachement6 itu sebelum mereka tiba di Rio Grande,
jika Anda berangkat pagi-pagi benar dari sini.”
“Di mana mereka akan menyeberangi sungai?”
“Mereka menuju ke Eagle-Pass. Karena keberadaan pasukan itu harus
dirahasiakan maka mereka berjalan sedikit ke arah utara. Mereka melintasi jalan kuda
yang terletak di antara Rio Nueces dan Rio Grande. Jalan itu membentang dari San
Antonio melalui Benteng Inge, tapi benteng itu pun dihindari. Lalu mereka melewati
Sungai Rio Grande. Mereka memilih jalan di antara dua sungai kecil Las Moras dan

6
Detasemen. Kelompok prajurit yang bergerak terpisah dari induk satuannya.
Moral. Di sana ada jalan yang mudah dilalui dan hanya diketahui oleh pemandu kami.
Dari sana mereka bergerak ke arah barat lalu melewati Baya, Cruces, San Vincente,
Tabal, dan San Carlos hingga akhirnya tiba di kota Chihuahua.”
Semua tempat ini terdengar seperti nama-nama dusun udik di daerah
Bohemia. Saya tidak mengenalnya. Namun Old Death mengangguk-anggukkan kepala
dan mengulang nama setiap tempat itu dengan suara keras seolah-olah dia telah
mengenalnya dengan baik.
“Kami pasti akan menyusul mereka kalau kuda kami lebih bagus daripada kuda
mereka,” katanya. “Tapi apakah mereka membiarkan kami ikut bergabung?”
Cortesio mengangguk pasti. Tapi teman saya terus bertanya,
“Tapi apakah kedua pria yang tadi Anda sebut sebagai orang sipil juga setuju?”
“Tentu saja. Mereka tidak berhak melarangnya. Mestinya mereka bersyukur
karena boleh pergi dengan pengawalan detachement. Karena Anda akan bertemu
mereka, maka saya menasehati supaya Anda memperlakukan mereka sebagai lelaki
terhormat. Salah seorang dari keduanya adalah kelahiran Mexico, namanya Gavilano
dan dia adalah kenalan baik saya. Saya pernah mengalami masa-masa yang indah
bersamanya di ibukota. Dia mempunyai seorang adik perempuan yang
meluluhlantakkan hati banyak pemuda.”
“Kalau begitu dia pun pasti tampan.”
“Tidak, wajah mereka jauh berbeda, karena gadis itu adalah saudari tirinya.
Namanya Felisa Perillo. Dulu ia cantora (penyanyi) yang mempesona sekaligus
ballerina (penari balet) yang mengagumkan di kalangan bangsawan. Tak lama
kemudian ia menghilang dan baru sekarang saya mendengar dari saudaranya bahwa
ia tinggal di daerah sekitar Chihuahua. Alamat yang pasti tidak bisa saya berikan
karena dia sendiri pun harus mencari dulu adiknya setelah tiba di sana.”
“Boleh saya tanya, apa sebenarnya pekerjaan Sennor itu?”
“Penyair.”
Old Death menampakkan raut wajah kaget, tapi kemudian tersenyum
menyeringai. Cortesio melanjutkan,
“Sennor Gavilano menulis puisi hanya untuk bersenang-senang tanpa meminta
bayaran. Dia memiliki banyak harta dan tidak mau puisinya dibayar.”
“Pasti orang lain akan merasa iri.”
“Semua orang merasa iri kepadanya sehingga dia difitnah dan dibenci. Bahkan
dia terus didesak untuk meninggalkan kota dan negaranya. Sekarang dia datang
kembali dengan seorang yankee yang ingin mengenal Mexico dari dekat. Orang itu
meminta Gavilano untuk mengajarinya seni sejati tentang puisi. Keduanya ingin
membangun teater di ibukota.”
“Semoga cita-cita mereka berhasil! Jadi apakah Gavilano tahu, bahwa Anda
sekarang tinggal di La Grange?”
“Oh, tidak. Kebetulan saya berdiri di pinggir sungai ketika kapal itu merapat
sehingga penumpangnya dapat bermalam di sini. Saya langsung mengenali Sennor itu
lalu mengundang dia bersama rekan seperjalanannya untuk menginap di tempat saya.
Saya juga diberitahu, bahwa keduanya akan pergi ke Austin lalu dari sana melewati
perbatasan. Saya lalu menunjukkan tempat penyeberangan yang paling cepat dan
aman. Karena bagi orang asing, apalagi jika dia bukan pengikut sesessionis, sama
sekali tidak dianjurkan untuk tinggal di sini. Sekarang di Texas berkeliaran banyak
orang yang suka memancing di air keruh. Mereka disokong oleh banyak gerombolan
penjahat yang sangat berbahaya yang asal dan tujuan hidupnya pun tidak jelas. Di
mana-mana terdengar cerita tentang tindak kekerasan, perampokan, kekejaman
dengan alasan yang tak pernah diungkapkan. Pelakunya menghilang tanpa jejak
seperti halnya kedatangan mereka. Dan polisi pun tidak berdaya menindak kejahatan
itu.”
“Mungkinkah perbuatan itu dilakukan Ku-Klux-Klan?” tanya Old Death.
“Banyak orang menduga seperti itu. Dalam beberapa hari terakhir baru
diketahui bahwa kemungkinan besar pelakunya adalah gerombolan rahasia itu. Dua
hari yang lalu ditemukan dua mayat di Halletsville. Pada tubuh mereka disematkan
kertas dengan tulisan “Yankee Hounds”7. Di Shelby ada keluarga yang hampir mati
dicambuk karena ayah mereka ikut berperang di bawah pimpinan Jenderal Grant. Dan
hari ini saya mendengar bahwa penduduk Lyons menemukan selubung kepala
berwarna hitam dengan potongan kain putih yang dijahit menyerupai cecak putih.”
“Astaga! Topeng semacam ini memang dipakai orang Kuklux!”
“Ya, mereka menutup wajahnya dengan selubung hitam dengan gambar figur-
figur tertentu yang berwarna putih. Tiap-tiap orang mempunyai gambar yang berbeda
sebagai tanda pengenal, karena mereka tidak mengenal nama masing-masing.”
“Jadi bisa dipastikan bahwa perkumpulan rahasia itu pun mulai
mengembangkan sayapnya di sini. Berhati-hatilah, Don Cortesio. Mereka pasti akan
datang ke sini. Mula-mula mereka berada di Halletsville. Sebuah selubung kepala
mereka ditemukan di Lyons. Bukankah letak Lyons lebih dekat ke sini daripada ke
Halletsville?”
“Tentu, Sennor. Anda benar! Mulai hari ini saya akan mengunci jendela dan
pintu rapat-rapat. Saya juga akan menyiapkan senjata.”

7
Inggris: Anjing Yankee. Yankee: nama olok-olok orang Amerika Serikat bagian Utara.
“Itu cara yang tepat. Penjahat itu tak boleh diberi hati, karena mereka pun
tidak mengenal belas kasihan. Siapa yang menyerah tanpa perlawanan, dan
mengharapkan pengampunan dari mereka, maka dia sungguh keliru. Saya hanya akan
menjawab mereka dengan peluru dan mesiu. Omong-omong, suasana di rumah
makan tadi tampaknya tidak terlalu menggembirakan. Di sana saya melihat beberapa
orang yang tidak bisa dipercaya. Anda sungguh cerdik bisa menyembunyikan paham
yang Anda anut sehingga mereka tidak tahu bahwa sebenarnya Anda berpihak pada
Juarez. Peliharalah terus sikap hati-hati itu hari ini. Lebih baik Anda berhati-hati,
walaupun tampaknya berlebihan, karena akibat kelalaian kecil saja Anda bisa
dicambuk atau bahkan ditembak mati. Saya kira, sekarang urusan kita sudah selesai.
Besok pagi kita akan bertemu lagi. Atau barangkali masih ada yang ingin Anda
katakan?”
“Tidak, Sennores. Untuk hari ini tidak ada lagi. Saya sangat senang bisa
berkenalan dengan Anda dan saya harap kelak saya bisa mendengar kabar baik dari
Anda. Saya yakin, Anda akan mendapat keuntungan besar dalam kerjasama dengan
Juarez dan segera mendapat kenaikan pangkat.”
Dengan kalimat ini maka urusan kami selesai. Dengan ramah Cortesio
menjabat tangan kami, dan kemudian kami pun pergi. Ketika pintu ditutup dan kami
menyeberangi jalan menuju ke rumah Lange, saya tidak dapat lagi menahan diri untuk
menggamit Old Death. Saya bertanya,
“Tapi Sennor, apa yang sudah merasuki pikiran Anda sehingga Anda
mengarang cerita bohong yang begitu indah? Kebohongan Anda tadi sudah
keterlaluan.”
“Oh ya? Hmmm! Anda belum memahaminya, Sir? Sejak awal saya sudah was-
was, mungkin saja kita akan ditolaknya. Karena itu saya berusaha merebut simpati
dari Sennor itu agar dia bisa mempercayai kita.”
“Bukankah Anda juga ingin menerima uangnya? Perbuatan itu jelas-jelas
sebuah penipuan!”
“Hmmm, belum tentu, karena dia sama sekali tidak tahu kalau sedang ditipu.
Lalu mengapa saya tidak mau menerima sesuatu yang ditawarkan dengan suka rela?”
“Karena kita tidak bermaksud mencari uang dengan bekerja untuknya!”
“Ya! Pada saat ini kita memang tidak berniat demikian. Tapi dari mana Anda
tahu bahwa kita tidak akan mendapatkan kesempatan untuk bekerja pada Juarez?
Mungkin saja kelak kita terpaksa menempuh cara itu demi kelangsungan hidup kita
sendiri. Tapi saya tidak mau menyalahkan Anda. Syukurlah kita tidak menerima uang
darinya. Karena sebagai gantinya kita diberikan paspor dan surat rekomendasi. Dan
yang terpenting dari semuanya, sekarang kita tahu, ke mana Gibson kabur. Saya tahu
benar jalan ke sana. Besok kita akan berangkat pagi-pagi buta. Saya yakin, kita dapat
menyusulnya. Jika kita menunjukkan surat-surat kita, pasti komandan pasukan tidak
akan ragu-ragu menyerahkan kedua orang itu.”
Kami tidak perlu mengetuk pintu rumah Lange. Dia sudah berdiri di bawah
ambang pintu. Kami diantarnya masuk. Rumah itu memiliki tiga jendela dan ketiganya
ditutup rapat dengan tirai tebal.
“Jangan heran melihat tirai-tirai itu, Mesch’schurs!” katanya. “Saya memang
sengaja menggantungkannya di sana. Dan kalau boleh, sedapat mungkin kita
berbicara dengan suara pelan. Orang-orang Kuklux itu tidak boleh tahu, bahwa kini
Anda berada di rumah kami.”
“Jadi Anda sudah melihat bajingan-bajingan itu?”
“Belum, tapi mata-matanya sudah kelihatan. Ketika Anda masih di rumah
Sennor Cortesio, saya merasa bosan. Maka saya pergi ke luar untuk menunggu Anda,
agar Anda tidak perlu mengetuk pintu kalau kembali. Pada saat itulah saya mendengar
seseorang mengendap-endap dari samping, dari arah rumah makan. Saya membuka
pintu sedikit dan mengintip melalui celah. Tampak tiga orang datang dan berdiri diam
di dekat pintu. Meskipun suasana gelap, saya dapat melihat tubuh mereka yang sangat
tinggi. Mereka memakai celana lebar juga jaket lebar dan penutup kepala, yang
menutupi seluruh wajahnya. Semua pakaiannya terbuat dari bahan berwarna gelap
dan ditambal dengan gambar berwarna terang.”
“Kedengarannya seperti pakaian yang biasa dipakai orang Kuklux.”
“Tepat sekali. Dua dari mereka tetap berdiri di dekat pintu. Sedangkan orang
ketiga menyelinap ke depan jendela dan berusaha mengintip melalui celah-celah
jendela. Setelah kembali ke temannya, dia melapor bahwa di dalam kamar hanya ada
seorang anak muda, tampaknya seperti Lange yunior. Lange sendiri tidak ada, tetapi
ada makanan tersedia di atas meja. Karena itu salah seorang dari mereka berkata,
bahwa sekarang kami akan makan malam dan kemudian pergi tidur. Mereka ingin
mengelilingi rumah untuk mencari jalan terbaik agar bisa menyusup ke dalam rumah.
Tiba-tiba mereka menghilang di sudut, dan tidak lama kemudian Anda datang, setelah
kami menggantungkan tirai jendela. Oh ya, karena bajingan-bajingan itu, saya hampir
lupa bahwa saya sedang mendapat tamu. Mari, silahkan duduk! Makan dan minumlah!
Hanya makanan sederhana ini yang dapat saya suguhkan. Tapi semua yang saya
miliki, saya berikan dengan tulus hati. Sambil makan kita juga bisa membicarakan
bahaya yang kini sedang mengancam.”
“Tentu saja kami tidak akan membiarkan Anda dalam bahaya,” kata Old Death.
“Tapi di mana putra Anda?”
“Ketika Anda keluar, dia pun menyelinap pergi. Saya memiliki beberapa teman
baik, mereka orang Jerman yang dapat dipercaya. Mereka harus dijemput dengan
diam-diam ke sini. Dua dari mereka telah Anda kenal. Ketika di rumah makan, mereka
duduk semeja dengan kita.”
“Mereka berusaha masuk ke rumah ini secara diam-diam? Hal itu tentu
menguntungkan Anda! Orang-orang Kuklux pasti menganggap bahwa mereka hanya
akan menghadapi Anda dan putra Anda.”
“Jangan khawatir! Teman-teman saya sudah tahu apa yang harus mereka
lakukan. Lagipula saya sudah membisikkan ke telinga Will, apa yang harus
dilakukannya.”
Makanan yang dihidangkan hanya berupa daging yang diiris tipis, roti, dan bir.
Ketika kami baru saja mulai makan, tiba-tiba terdengar suara anjing menyalak, hanya
beberapa rumah jauhnya dari tempat kami.
“Itu isyaratnya,” kata Lange sambil berdiri tegang. “Mereka sudah datang!”
Dia beranjak ke depan untuk membukakan pintu kemudian kembali seraya
disertai anaknya beserta lima lelaki yang bersenjatakan senapan, revolver, dan pisau.
Tanpa bersuara, mereka mencari sesuatu yang bisa dijadikan alas duduk. Tak seorang
pun yang berbicara. Mereka semua memandang tegang ke jendela, apakah jendela itu
sudah cukup rapat tertutup dengan tirai. Sungguh, mereka adalah orang-orang yang
tepat. Tidak berbicara, hanya diam membisu, namun siap untuk bertindak. Di antara
mereka ada seorang yang sudah tua, berambut uban dan berjenggot abu-abu. Tak
henti-hentinya dia memandang Old Death. Dia adalah orang pertama yang
memecahkan kesunyian.
“Maaf, Master! Will telah mengatakan kepada saya tentang orang yang akan
saya jumpai di sini. Dan saya benar-benar sangat senang, karena rasanya dulu kita
sudah pernah bertemu.”
“Mungkin saja!” jawab Old Death. “Saya telah bertemu dengan sekian banyak
orang.”
“Anda tidak ingat lagi pada saya?”
Old Death memperhatikan orang itu lebih seksama lalu berkata,
“Dalam perhitungan saya, rasanya kita memang pernah bertemu. Tapi saya
sendiri sudah lupa, di mana.”
“Di California, kira-kira dua puluh tahun yang lalu, di sebuah pemukiman orang
Tionghoa. Coba Anda ingat baik-baik! Pada waktu itu orang ramai-ramai bermain judi
dengan taruhan yang besar sambil mengisap opium8. Saya mempertaruhkan seluruh

8
Sejenis narkoba.
uang saya, jumlahnya hampir mendekati seribu dollar. Pada akhirnya saya hanya
mempunyai sekeping dollar di saku. Namun saya tidak ingin memasang untuk taruhan,
melainkan membeli opium. Setelah itu saya berniat menembakkan peluru ke kepala
sendiri. Saya adalah seorang penjudi kelas kakap dan sudah kehilangan segala-
galanya karena….”
“Ya! Sekarang saya mulai ingat!” kata Old Death menyela. “Tidak perlu Anda
meneruskan cerita itu lagi!”
“Oh, tidak, Sir! Karena Anda telah menyelamatkan saya. Waktu itu Anda
memenangkan kembali setengah dari jumlah uang yang saya pertaruhkan. Lalu Anda
mengembalikan uang itu kepada saya dengan perjanjian, bahwa saya tidak boleh lagi
bermain judi dan saya harus melepaskan ketergantungan pada opium untuk selama-
lamanya. Saya mengucapkan janji itu di hadapan Anda dan hingga kini saya masih
menepatinya, walaupun godaan terus datang silih berganti. Anda telah
menyelamatkan saya. Sekarang saya sudah menjadi orang yang sukses. Dan saya
akan merasa lebih bahagia, jika Anda bersedia menerima kembali uang Anda.”
“Saya tidak sebodoh itu,” jawab Old Death sambil tertawa. “Sudah lama saya
merasa bangga karena sudah melakukan perbuatan baik. Saya tidak bermaksud
menukar terimakasih itu dengan uang Anda. Kelak jika saya mati, tidak ada sesuatu
pun yang dapat saya bawa kecuali kebaikan ini. Tidak, saya tidak ingin mengambilnya
kembali! Mari kita bicarakan hal lain yang jauh lebih penting saat ini. Dulu saya
memperingatkan Anda akan dua setan, yang juga telah berhasil menghancurkan hidup
saya. Tapi sebenarnya kemauan Andalah yang telah menarik Anda keluar dari dunia
kelam. Ah, lebih baik kita tidak perlu mengungkit-ungkit masa lalu!”
Mendengar ucapan pemburu itu, tiba-tiba saya teringat akan ceritanya dulu. Di
New Orleans dia pernah mengatakan kepada saya, sebelum meninggal ibunya telah
menunjukkan kepadanya jalan menuju kebahagiaan. Tapi dia menempuh jalannya
sendiri. Sekarang dia sendiri mengakui, bahwa dulu dia seorang penjudi dan pengisap
opium. Apakah dia bisa memperoleh kekuatan untuk bertobat setelah memperhatikan
nasib orang lain? Sangat sulit. Saya kira, dulu dia sendiri adalah seorang penjudi
ulung, mungkin juga sampai sekarang. Dan mengenai opium, bukankah tubuhnya
yang kurus kering seperti kerangka itu sudah menjadi bukti bahwa dirinya digerogoti
oleh bubuk kenikmatan itu? Apakah sekarang dia masih mengisap opium secara
sembunyi-sembunyi? Mungkin tidak lagi, karena racun opium mengakibatkan orang
lupa diri selama waktu yang lama. Dan dalam perjalanan kami, saya tahu benar,
bahwa dia tidak memiliki banyak waktu untuk terbuai dalam kenikmatan itu. Mungkin
dulu dia adalah seorang pecandu. Tapi tampaknya sampai sekarang pun dia masih
bergantung pada bahan berbahaya ini. Jika tidak tentu badannya lambat laun kembali
kuat dan berotot. Kali ini saya menatap si Tua dengan pandangan yang lain dari
biasanya. Ada perasaan hormat sekaligus belas kasihan. Betapa berat perjuangannya
melawan kedua setan maksiat itu! Tapi harus diakui, dia memiliki tubuh yang luar
biasa dan mental baja, sehingga racun berbahaya itu tidak mampu
menghancurkannya! Semua pengalaman yang penuh penderitaan dan kerasnya
kehidupan di padang belantara telah terekam dalam sanubarinya. Namun tampaknya
semuanya itu belum berarti dibandingkan dengan perjuangan batinnya sendiri.
Mungkin perjuangannya melawan nafsu jahanam itu sama hebatnya dengan
perjuangan bangsa Indian yang sia-sia melawan kekuatan mukapucat yang tak
terbendung. Dia tahu, setiap perjuangannya selalu berakhir dengan kegagalan. Tapi
meskipun sudah tersungkur di tanah dan tak mampu lagi melawan, dia selalu bangkit
dan memulai lagi yang baru. Old Death! Mulai sekarang nama itu terdengar begitu
mengerikan di telinga saya. Scout terkenal itu ditakdirkan untuk binasa. Kematian
mungkin menjadi jalan terbaik agar dia keluar dari lingkaran setan yang
membelenggunya.
Kata-katanya yang terakhir: “Lebih baik kita tidak perlu lagi mengungkit-ungkit
masa lalu” diucapkannya dengan tegas, sehingga orang Jerman yang tua itu pun tidak
berani membantahnya. Dia menjawab,
“Well, Sir! Sekarang kita akan menghadapi musuh yang sama-sama berbahaya
dan kejam seperti judi dan opium. Tapi untunglah musuh kita kali ini lebih mudah
dikalahkan daripada musuh di masa lalu. Dan mereka pasti akan kita kalahkan. Orang
Kuklux membenci semua yang berbau Jerman. Kita semua harus melawan, bukan saja
mereka yang ditimpa penderitaan karena ulah kaum Kuklux. Mereka adalah makhluk-
makhluk biadab yang anggotanya terdiri dari ribuan atau bahkan jutaan orang.
Memberi mereka pengampunan adalah kesalahan yang fatal, karena pasti mereka
akan membalasnya secara sadis. Pada penyerangan kali ini harus kita tunjukkan,
bahwa kita pun tidak mengenal belas kasihan. Jika perkumpulan rahasia itu dibiarkan
berkembang di sini, maka kita semua akan binasa. Mereka akan menyerang dan
menghabisi kita satu per satu. Karena itu menurut hemat saya, hari ini kita harus
menyiapkan penyambutan yang matang. Mereka harus dibuat kapok, sehingga tidak
berani lagi datang ke mari. Saya harap, kalian sependapat dengan saya.”
Yang lainnya setuju dengan pendapatnya.
“Bagus!” katanya lagi. Dia dibiarkan terus berbicara karena dianggap orang
yang paling tua. “Jadi kita harus mengadakan persiapan sebaik mungkin. Rencana
mereka sajalah yang boleh gagal. Selain itu mereka sendiri pun harus merasakan
akibat dari tindak-tanduknya sendiri. Mungkin ada di antara kalian yang ingin
mengajukan usul? Siapa saja yang mempunyai usul, dia boleh mengungkapkannya.”
Setelah mengucapkan kalimat itu, pandangan orang itu dan semua yang lain
tertuju kepada Old Death. Sebagai seorang westman berpengalaman, tentu dia tahu
lebih baik bagaimana orang harus menghadapi musuh semacam ini. Dia membalas
tatapan penuh pengharapan dari mereka. Dalam tatapan mereka terkandung
permintaan yang tidak terucapkan. Lalu dia tersenyum menyeringai, mengangguk-
anggukkan kepalanya dan berkata,
“Jika tak ada usul lain, maka saya ingin mengatakan beberapa hal,
Mesch’schurs. Pertama-tama harus kita pikirkan, bahwa mereka tidak mungkin datang
sebelum Master Lange tidur. Bagaimana Anda menutup pintu belakang, Master Lange?
Dengan palang?”
“Tidak, dengan kunci sebagaimana semua pintu yang lain.”
“Well! Pasti mereka pun mengetahuinya. Dalam perhitungan saya, mereka
datang dengan membawa kunci-kunci palsu. Bodoh sekali, jika mereka tidak memiliki
kunci-kunci tersebut. Perkumpulan itu pasti juga memiliki anggota yang berprofesi
sebagai tukang kunci atau yang sekurang-kurangnya mengetahui cara membuka pintu
rahasia. Jadi mereka pasti dapat masuk ke sini. Hal terpenting yang harus kita lakukan
sekarang adalah berunding dan menentukan siasat terbaik untuk menyambut
kedatangan mereka.”
“Tentu saja dengan senjata. Kita langsung menembak mereka!”
“Dan mereka juga akan menembak Anda, Sir! Dari percikan api pada moncong
senapan Anda mereka akan tahu, di mana Anda berdiri, di mana Anda bersembunyi.
Tidak, jangan sekali-kali menembak. Dalam perhitungan saya, cara terbaik
menghadapi mereka adalah dengan menangkap mereka hidup-hidup. Kita tidak perlu
menentang bahaya diterjang oleh peluru-peluru mereka.”
“Anda yakin, ide itu bisa diterapkan?”
“Saya sangat yakin, inilah ide yang paling mudah. Kita bersembunyi di dalam
rumah dan membiarkan mereka masuk. Begitu mereka berada di kamar Anda, kita
segera menutup pintu dan menguncinya dari luar. Beberapa orang dari kita menjaga di
depan pintu ini, sementara yang menjaga di luar, di depan jendela. Jadi mereka tidak
dapat keluar karena terkepung dan terpaksa harus menyerah.”
Orang Jerman tua itu menggelengkan kepalanya tidak setuju dan tetap
bersikeras menembak gerombolan yang mau membobol rumah itu. Old Death
memicingkan sebelah matanya ketika mendengar penolakan si tua itu. Lalu dia
memasang wajah jenaka sehingga semua orang yang melihatnya pasti akan tertawa
geli, seandainya suasananya tidak setegang sekarang.
“Mengapa Anda menunjukkan raut wajah seperti itu, Sir?” tanya Lange.
“Apakah Anda tidak setuju?”
“Ya, Master. Usul dari teman kita ini tampaknya begitu praktis dan mudah
dilaksanakan. Tapi dalam perhitungan saya, yang terjadi nanti justru sangat lain
daripada yang dia bayangkan. Perkumpulan rahasia itu tidak terlalu tolol seperti yang
disangkanya. Dia pikir, bajingan-bajingan itu akan masuk serempak ke dalam lalu
berbaris di depan moncong senapan kita dan siap menjadi sasaran empuk peluru kita.
Jika mereka benar-benar melakukannya, berarti mereka tidak memiliki otak. Saya
justru berpikir sebaliknya, mereka akan membuka pintu belakang perlahan-lahan.
Kemudian satu atau dua orang dibiarkan mengendap-endap ke dalam untuk
memeriksa keadaan. Tentu saja salah satu atau kedua-duanya dapat kita tembak.
Namun yang lainnya pasti berusaha secepat mungkin kabur dari kamar dan akan
kembali lagi untuk membalas dendam. Tidak, Sir, rencana Anda terlalu beresiko. Kita
harus membiarkan mereka semua masuk sehingga mudah ditangkap. Untuk itu saya
juga masih memiliki alasan lain yang sangat kuat dan beralasan. Jika rencana Anda
berhasil, saya pun tidak sampai hati mengirim orang sebanyak itu ke akhirat, tanpa
memberi kesempatan bagi mereka untuk bertobat dan merenungkan dosa-dosanya.
Kita adalah sesama manusia, kita juga umat Kristiani, Mesch’schurs. Kita memang
ingin mengangkat senjata melawan mereka dan membuat mereka tidak berani lagi
datang ke mari. Tetapi hal itu dapat kita lakukan tanpa harus menumpahkan darah.
Jika Anda tetap bersikeras menembak mereka seperti kawanan binatang liar, silahkan
saja. Saya dan teman saya tidak akan ikut campur. Kami akan pergi dan mencari
tempat lain untuk bermalam. Kami tak ingin merasa tertekan karena terus dihantui
rasa bersalah.”
Penjelasan ini sungguh keluar dari hatinya yang paling dalam. Karena itu kata-
katanya mampu menggugah perasaan semua yang hadir. Mereka mengangguk-
anggukkan kepala. Lalu kata si Jerman Tua,
“Kalimat terakhir yang Anda ucapkan tadi benar, Sir, dan hal itu sangat
beralasan. Sebelumnya saya mengira, sambutan semacam itu akan mengusir mereka
untuk selama-lamanya dari La Grange. Tapi saya tidak memikirkan tanggung jawab
moral yang harus kita pikul akibat tindakan itu. Karena itu saya akan menerima usul
Anda, walaupun sebenarnya saya masih ragu-ragu, apakah usul Anda tersebut akan
berhasil.”
“Setiap rencana, bahkan rencana terbaik sekali pun, dapat juga gagal, Sir!
Saya yakin, rencana kita bukan hanya manusiawi, melainkan juga sangat luhur jika
kita membiarkan mereka masuk, kemudian menguncinya dari luar. Dengan cara itu
kita bisa menangkap mereka hidup-hidup. Percayalah, itu jauh lebih baik daripada jika
kita menembak. Pikirkan juga, seluruh gerombolan itu akan menaruh dendam pada
Anda, jika Anda berhasil membunuh begitu banyak anggotanya. Tentu Anda tidak akan
mengusir orang Kuklux itu dari La Grange. Malahan sebaliknya, Anda hanya
mengundang mereka ke sini untuk membalas dendam secara kejam atas kematian
teman-temannya. Karena itu saya minta supaya Anda menuruti rencana saya. Inilah
yang terbaik yang dapat Anda lakukan. Agar tidak ada kendala yang dapat
menggagalkan rencana kita, sekarang saya akan ke luar mengintai di sekeliling rumah
ini. Mungkin akan ditemukan sesuatu yang bisa mempermudah rencana kita.”
“Saya rasa sebaiknya Anda mengurungkan niat itu, Sir!” kata Lange. “Tadi
Anda sendiri mengatakan, mungkin mereka menempatkan seorang mata-mata di luar.
Orang ini pasti akan melihat Anda.”
“Melihat saya?” tanya Old Death sambil tertawa. “Belum pernah saya
mendengar orang berkata seperti itu! Old Death tidak sebodoh itu. Dia tak akan
membiarkan dirinya terlihat, jika sedang memata-matai rumah atau orang! Master, hal
itu menggelikan! Jika Anda memiliki sebatang kapur tulis, coba gambarkan denah
rumah Anda dan halamannya di atas meja, supaya saya mendapat gambaran umum
dan bisa menyusun strategi selanjutnya. Saya akan keluar melalui pintu belakang.
Tunggulah sampai saya kembali. Nanti saya tidak akan mengetuk pintu, melainkan
menggaruknya dengan tangan. Jadi jika ada yang mengetuk pintu, itu pasti orang lain
dan Anda tidak boleh membukanya.”
Lange mengambil sebatang kapur di ambang pintu dan menggambar keadaan
di sekeliling rumah. Old Death memperhatikannya dengan cermat dan tersenyum
puas. Kemudian kedua orang itu pergi ke pintu. Ketika mereka sudah berada di depan
pintu, tiba-tiba Old Death berpaling dan bertanya pada saya,
“Pernahkah Anda mengintai orang, Sir?”
“Belum,” jawab saya bohong karena janji saya kepada Winnetou.
“Jadi sekarang Anda memiliki kesempatan emas untuk melihat sendiri,
bagaimana orang melakukannya. Jika Anda mau, Anda boleh ikut!”
“Jangan, Sir!“ potong Lange. “Perbuatan itu terlalu berbahaya. Teman Anda
baru saja mengaku sendiri bahwa dia tidak berpengalaman dalam urusan ini. Jika
terjadi kesalahan kecil saja, mata-mata itu akan segera melihat Anda berdua dan
hancurlah seluruh rencana kita!”
“Tidak mungkin! Saya memang belum lama mengenal Master muda ini, tapi
saya tahu, dia memiliki potensi yang besar untuk menjadi seorang westman handal.
Dia pasti akan berusaha tidak membuat kesalahan. Ya, tapi jika kini kami pergi
mengintai seorang kepala suku Indian, tentu saya tidak berani mengajaknya. Tapi
saya tegaskan kepada Anda, tak seorang pun di antara kaum Ku-Klux-Klan yang
berpengalaman seperti seorang pemburu prairie. Maka bisa dipastikan, mata-mata itu
juga masih butuh banyak latihan dan keterampilan supaya bisa memergoki kami.
Kalaupun misalnya dia melihat kami, Old Death akan tampil untuk memulihkan
situasinya. Saya akan membawa anak muda ini. Dia harus ikut! Ayo, Sir! Tapi
tinggalkan dulu topi sombrero Anda di sini. Saya pun akan meninggalkan kepunyaan
saya. Anyaman topi yang berwarna menyala bisa berbahaya karena orang akan tahu
di mana kita. Jatuhkan rambut Anda ke atas dahi dan tinggikan kerah baju, sehingga
wajah Anda tertutup. Anda harus tetap mengikuti saya dari belakang dan melakukan
semua yang saya lakukan. Kita lihat saja nanti, apakah orang Klux atau Klex itu bisa
melihat kita!”
Tak ada seorang pun yang berani membantah lagi. Kami berjalan melalui
lorong menuju pintu belakang, lalu Lange melepas kepergian kami. Dia membuka
pintu perlahan-lahan dan setelah kami berada di luar, dia kembali menutupnya. Begitu
kami berada di luar, Old Death langsung berjongkok. Saya pun melakukan yang sama.
Dia mencoba melihat menembusi kegelapan malam. Beberapa kali dia mengendus-
endus dengan hidungnya.
“Dalam perhitungan saya, tidak ada seorang pun di depan kita,” bisik si Tua
sambil menunjuk sebuah kandang di seberang halaman. “Tetapi bagaimanapun juga,
saya harus memeriksanya. Orang harus selalu bertindak hati-hati. Barangkali waktu
kecil Anda pernah belajar meniru suara jangkrik dengan cara menjepit daun alang-
alang di antara dua jari?”
“Ya,” jawab saya pelan.
“Di sana, di depan pintu itu tumbuh banyak rumput. Ambillah sehelai daun dan
tunggulah sampai saya kembali. Jangan beranjak dari tempat itu! Tapi jika terjadi
sesuatu, buatlah bunyi jangkrik. Saya akan segera datang!”
Dia merebahkan dirinya di atas tanah. Dalam posisi merangkak, dia
menghilang dalam kegelapan malam. Setelah sepuluh menit, dia kembali. Anehnya
saya sama sekali tidak melihat ketika dia datang. Hanya dari bau tubuhnya saya tahu,
kalau dia sudah berada di dekat saya.
“Seperti yang saya duga,” bisiknya pelan. “Tak seorang pun terlihat di
halaman, juga di sudut atau di samping rumah. Tetapi di sudut depan jendela kamar
tidur berdiri seseorang. Rebahkan diri Anda dan merangkaklah di belakang saya! Tapi
caranya bukan seperti ular melainkan seperti kadal, yakni merangkak dengan
menggunakan ujung jari tangan dan kaki. Telapak kaki Anda jangan sampai
menyentuh tanah. Lebih dulu periksa tanahnya dengan tangan, biar Anda tidak
tersandung pada ranting. Kancinglah baju Anda rapat-rapat, supaya tidak ada bagian
yang menggelantung ke tanah! Sekarang, mari kita pergi!”
Kami merangkak sampai ke sudut rumah. Di tempat itu Old Death berhenti.
Saya pun ikut berhenti. Beberapa saat kemudian dia menoleh kepada saya dan
berbisik,
“Di sana ada dua orang. Berhati-hatilah!”
Dia kembali merangkak maju dan saya mengikutinya sekali lagi. Di dekat
dinding rumah dia tidak berhenti, melainkan terus merayap menuju pagar tinggi yang
dijalari anggur liar atau tanaman sejenisnya. Pagar itu mengelilingi sebuah kebun. Dari
pagar itu kami merangkak maju dan berusaha sejajar dengan bagian samping rumah,
namun dengan jarak kira-kira sepuluh langkah. Sambil merayap tiba-tiba saya melihat
onggokan berwarna hitam yang kelihatan hampir seperti tenda. Kemudian saya tahu
bahwa benda itu adalah tonggak atau tiang yang ditanam sebagai tempat menjalarnya
kacang panjang. Di tiang-tiang itu terdengar suara orang yang berbisik-bisik. Old
Death mundur sejenak lalu menarik leher baju saya supaya lebih dekat, sampai
mulutnya berada persis di samping telinga saya. Kemudian dia berbisik,
“Lihat, mereka duduk di sana. Kita harus mendengarkan pembicaraan mereka.
Sebenarnya saya bisa pergi ke sana sendirian, karena Anda masih seorang greenhorn
yang dapat merusak semua rencana ini. Tapi dua orang akan mendengar lebih baik
daripada satu orang. Apakah Anda berani merayap sampai begitu dekat sehingga
dapat mendengarkan pembicaraan mereka?”
“Ya,” jawab saya.
“Kalau begitu mari kita coba. Anda mendatangi mereka dari sini dan saya dari
sisi yang lain. Begitu Anda sudah di dekat mereka, tundukkan wajah ke tanah agar
mereka tidak melihat kilatan mata Anda. Namun jika Anda sampai terlihat, mungkin
karena Anda bernapas terlalu keras, maka kita harus segera melumpuhkan mereka!”
“Mereka harus dibunuh?” tanya saya berbisik.
“Tidak. Tidak boleh ada keributan. Keduanya bisa dihabisi dengan pisau, tapi
untuk itu Anda sama sekali belum terampil. Jangan sekali-kali menembak, karena
suara tembakan pistol bisa menimbulkan kecurigaan. Begitu mereka memergoki Anda
atau saya, maka saya akan menyerang salah seorang dan Anda yang lainnya. Cekik
lehernya dengan kedua tangan lalu tekan batang tenggorokannya kuat-kuat sehingga
dia tidak bisa mengeluarkan suara. Untuk melakukan hal itu Anda harus
merobohkannya ke atas tanah. Akan saya katakan pada Anda, apa yang harus Anda
lakukan selanjutnya. Tapi yang paling penting, jangan ada keributan! Saya tahu, Anda
berbadan kekar. Apa Anda yakin dapat merobohkan mereka tanpa menimbulkan
suara?”
“Tentu saja,” jawab saya
“Baiklah. Kalau begitu mari kita mulai, Sir!”
Dia merayap perlahan-pelan mengelilingi tiang kebun kacang. Saya merayap
dari sisi yang lain. Sekarang saya sudah sampai di tempat tiang-tiang yang ditanam
membentuk piramida. Kedua bajingan itu duduk berdekatan, sedang menghadap ke
rumah. Tanpa menimbulkan bunyi, saya berhasil menghampiri mereka. Jarak di antara
kami sangat dekat, bahkan tubuh mereka hanya berada satu hasta dari kepala saya.
Kini saya menelungkup dan menundukkan wajah ke tanah dengan beralaskan kedua
tangan. Saya segera sadar, cara ini memberikan keuntungan ganda. Pertama, kulit
wajah saya yang berwarna terang tidak akan terlihat. Dan kedua, saya bisa
mendengar lebih baik dalam posisi itu daripada jika mendongakkan kepala. Mereka
berbicara dengan berbisik-bisik, namun semuanya bisa saya tangkap.
“Kapten itu tidak perlu lagi kita ganggu,” kata seorang yang duduk paling dekat
dengan saya. “Dia memang telah menurunkan kalian ke darat, tetapi secara umum hal
itu bisa dimengerti karena sebenarnya dia hanya melakukan kewajibannya. Tahukah
kamu, Locksmith, dia memang seorang Jerman yang brengsek! Tak ada untungnya
jika kita membunuhnya, justru sebaliknya kita sendirilah yang akan dirugikan. Jika kita
ingin menyebarkan pengaruh di Texas dan mau tinggal di sini, maka kita tidak boleh
bertindak kasar terhadap orang-orang kapal.”
“Benar! Tepat seperti yang Anda katakan, Capt’n. Orang Indian itu lolos dari
tangan kita, seperti yang sudah saya duga. Tapi tak seorang Indian pun yang mau
pergi dan bermalam di La Grange untuk menunggu keberangkatan kapal pada
keesokan harinya. Sedangkan kedua orang lainnya, anjing Jerman yang ingin kita
gantung itu, pasti masih berkeliaran di tempat ini. Mereka adalah mata-mata dan
harus dihukum mati. Seandainya kita tahu di mana mereka! Seperti udara, mereka
menghilang dari ruang tamu di rumah makan, lalu kabur melalui jendela. Dasar
pengecut!”
“Kita pasti segera menemukan mereka. Untuk itulah si ‘Siput’ tetap tinggal di
rumah makan. Dia tidak akan beranjak dari tempatnya sebelum tahu di mana mereka
bersembunyi. Dia memang dewa pembawa keberuntungan. Berkat jasanya kita
akhirnya tahu bahwa Lange telah menjual rumahnya kepada orang Mexico itu dan
sudah menerima uangnya. Jadi kita bisa mendapat keuntungan berlipat ganda dan
boleh hidup berfoya-foya. Anak si Lange itu seorang perwira dan dia pernah
bertempur melawan kita, karena itu dia juga harus dihukum. Ayahnya telah
membelikannya seragam tentara, kini dia harus membayar mahal semua
kesalahannya. Tapi kita tidak akan menggantungnya. Dia akan dicambuki, sampai
semua daging di punggungnya terkelupas. Kemudian dia dilempar ke luar dan
rumahnya kita bakar.”
“Dia tidak akan dirugikan karena rumah itu bukan lagi miliknya!” bantah
temannya.
“Orang Mexico itu pasti akan lebih kebakaran jenggot jika tak ada lagi orang
yang dikirimnya ke seberang Rio Grande untuk bertempur demi Juarez. Tempat ini
akan kita bumi hanguskan kemudian kita layangkan sepucuk surat ancaman
kepadanya supaya dia sadar. Orang-orang itu sudah diperalat. Tapi Locksmith, apa
kamu benar-benar yakin, bahwa semua kuncimu cocok?”
“Jangan membuat saya malu, Capt’n! Saya sungguh menguasai bidang saya.
Semua pintu rumah itu dapat dibuka dengan kunci palsu yang saya buat.”
“Kalau begitu semuanya sesuai rencana. Seandainya keparat-keparat itu tidur
lebih awal! Orang-orang kita sudah tidak sabar lagi. Mereka sudah pegal-pegal karena
terlalu lama menunggu dalam semak di belakang kandang. Lange telah menanam
pecahan kaca di tempat itu. Saya ingin agar Anda segera pergi dan memberi tanda
kepada teman-teman kita. Saya sendiri akan pergi sekali lagi ke dekat kamar untuk
memeriksa apakah orang-orang Jerman itu masih terjaga. Dasar burung hantu!”
Kapten itu bangkit lalu melangkah perlahan-lahan menuju jendela kamar. Dia
disapa Capt’n oleh rekannya. Dari julukan atau sapaan ini bisa disimpulkan bahwa dia
memegang pucuk pimpinan perkumpulan. Yang seorang lagi dipanggil “Locksmith”.
Kata itu artinya tukang kunci. Tapi mungkin memang itulah namanya. Tapi mungkin
juga karena pekerjaannya sebagai tukang kunci, dia dijuluki demikian. Pada saat dia
sedikit bergerak, saya mendengar suara gemerincing kunci. Jadi dia memiliki kunci-
kunci palsu. Konsentrasi saya tiba-tiba buyar karena kaki saya ditarik dari belakang.
Saya merayap mundur. Ternyata Old Death berbaring di belakang saya, di antara
tiang-tiang. Saya merapatkan wajah ke wajahnya. Dia bertanya dengan suara pelan,
apakah saya mendengar dan mengerti semua pembicaraan mereka. Saya
mengangguk.
“Jadi sekarang kita tahu, apa yang harus kita lakukan. Bajingan itu akan kita
permainkan, sehingga dia hanya bisa menggeleng-geleng kepala tanpa henti seakan
tak percaya. Seandainya Anda bisa diandalkan untuk tugas ini!”
“Percayakan tugas itu kepada saya! Apa yang harus saya lakukan?” tanya
saya.
“Mencekik leher salah seorang dari keduanya!”
“Well, Sir. Akan saya lakukan!”
“Bagus, agar semuanya bisa berjalan dengan lancar, terlebih dahulu saya ingin
menjelaskan bagaimana Anda harus melakukannya. Dengar! Dia pasti tidak akan
datang sampai ke mari, ke tempat tiang-tiang ini!”
Pada saat itu, kapten itu kembali. Untunglah dia segera duduk kembali di
tempatnya semula.
Menurut Old Death, kami tidak perlu lagi menguping pembicaraan mereka. Dia
berbisik ke telinga saya,
“Baik, akan saya jelaskan, bagaimana Anda harus membekuknya. Anda
merangkak ke sana, tapi harus tetap berada di belakangnya. Setelah Anda mendengar
teriakan agak keras dari saya, Anda harus segera mencekik lehernya, tapi dengan cara
yang tepat. Anda mengerti? Kedua ibu jari harus Anda tekan ke tengkuknya sampai
kedua ujungnya beradu. Sedangkan kedelapan jari lain harus Anda cengkeramkan di
sekeliling lehernya. Dengan kedelapan ujung jari itu Anda harus menekan
kerongkongannya kuat-kuat, semampu Anda!”
“Dia pasti akan mati lemas!”
“Tidak mungkin! Secepat itu orang tidak akan mati, apalagi karena cekikan.
Semua penjahat, manusia biadab dan bajingan seperti mereka tergolong binatang
buas yang sangat sulit dibinasakan. Jika Anda sudah menangkapnya, robohkan dia ke
tanah. Dengan cara itu Anda makin mudah melumpuhkannya. Tapi jangan gegabah!
Saya ulangi sekali lagi, Anda harus tetap berada di belakangnya. Dia tidak boleh ditarik
ke tubuh Anda. Anda harus membantingnya ke kiri. Setelah dia roboh dan jatuh
telungkup di tanah, loncatlah segera dan duduklah di atas punggungnya. Saat itu dia
pasti sudah tidak berdaya lagi. Karena Anda masih asing dengan teknik ini, mungkin
dia akan mengeluarkan suara, tapi paling-paling hanya terdengar “beehhh”. Jika dia
tidak bergerak lagi, Anda harus mengawasinya sampai saya datang. Anda sanggup
melakukannya?”
“Jangan khawatir. Dulu saya sering berkelahi!”
“Berkelahi?” kata si Tua heran, “Itu belum berarti apa-apa! Anda jangan lupa
bahwa badan sang Capt’n lebih tinggi daripada yang lainnya. Jangan membuat malu
guru Anda, Sir! Dan jangan sampai semua orang di dalam rumah nanti menertawakan
ketololan Anda. Ayo maju! Tunggu sampai saya memberi tanda!”
Dia kembali merangkak menjauhi saya. Saya merangkak ke tempat semula, di
mana saya tadi berbaring. Ya, saya maju mendekati kapten lalu menekuk rapat kedua
lutut. Kini saya berada dalam posisi siap menyerang.
Kedua orang Ku-Klux itu melanjutkan percakapannya. Rupanya mereka kesal
seperti teman-temannya yang lain, karena sudah menunggu terlalu lama. Lalu
keduanya menyinggung nama kami dan berharap semoga si “Siput” bisa mengendus
tempat persembunyian kami. Pada saat itu saya mendengar Old Death memberikan
tanggapan setengah berbisik,
“Kami ada di sini Mesch’schurs! Waspadalah!”
Dengan cepat saya melompat ke belakang kapten dan mencekik lehernya,
seperti petunjuk Old Death. Sambil menekan ujung jari kuat-kuat ke pangkal
tenggorokannya, saya membantingnya ke tanah. Dengan lutut saya membaliknya
sehingga wajahnya menelungkup ke tanah. Lalu saya langsung menindihnya dengan
lutut. Tak ada suara yang keluar dari mulutnya. Hanya tangan dan kakinya meronta-
ronta sejenak tetapi kemudian lunglai dan tidak bergerak. Tiba-tiba muncul Old Death
dari depan. Si Tua itu lantas menghantam kepala kapten dengan gagang revolver. Dia
menarik tangan saya,
“Jangan diteruskan, Sir, nanti dia benar-benar mati lemas! Sebagai seorang
pemula, Anda telah melakukan awal yang sangat baik. Kelihatannya Anda memiliki
bakat alam. Dalam perhitungan saya, kelak Anda akan menjadi seorang penjahat
terkenal atau seorang westman tangguh. Pikullah orang ini dan ikutilah saya!”
Dia memikul seorang dan saya memikul seorang lagi, lalu kami kembali ke
pintu belakang. Begitu tiba di sana Old Death mulai menggaruk pintu seperti yang
sudah disepakati. Lange membiarkan kami masuk.
“Apa yang Anda pikul?” dia bertanya pelan. Walaupun gelap, dia tahu kalau
kami sedang memikul sesuatu.
“Lihat saja nanti,” jawab Old Death jenaka. “Tutup dulu pintunya dan
masuklah!”
Betapa terkejutnya mereka, ketika kami meletakkan kedua tawanan tersebut
ke atas lantai papan.
“Astaga!” seru si Jerman tua. “Dua orang Kuklux! Apa mereka sudah mati?”
“Semoga saja tidak,” jawab Old Death. “Anda lihat, saya telah bertindak tepat
dengan membawa Master muda ini. Dia sangat berani, bahkan dia mampu
mengalahkan pemimpin gerombolan itu!”
“Pemimpinnya? Wah, sungguh luar biasa! Tapi, di mana anak buahnya?
Mengapa Anda membawa keduanya kemari?”
“Haruskah saya menjelaskannya lagi kepada Anda? Mudah sekali, kami berdua
yakni saya dan Sir muda ini, akan memakai baju kedua penjahat ini kemudian
menggiring gerombolan yang masih bersembunyi di kandang ke sini.”
“Apakah Anda sudah gila? Anda hanya mempertaruhkan nyawa sendiri.
Bagaimana seandainya mereka tahu bahwa Anda orang Kuklux palsu?”
“Tidak ada yang bakal tahu,” jawab scout itu dengan pasti. “Old Death adalah
manusia cerdik dan Master muda ini pun tidak bodoh meskipun penampilannya kurang
meyakinkan.”
Old Death menceritakan semua yang telah kami dengar dan apa saja yang
telah kami perbuat. Lalu dia menjelaskan rencana selanjutnya kepada mereka. Saya
akan pergi ke belakang kandang dan menyamar sebagai Locksmith untuk memancing
orang-orang Kuklux itu ke dalam rumah. Old Death sendiri akan memakai pakaian
kapten yang ukurannya kebetulan persis sama dengan tubuhnya. Dia akan menyamar
dan memainkan peran sebagai pemimpin gerombolan itu.
“Tentu saja,” Old Death menambahkan, “kita harus berbicara pelan-pelan. Dan
pada waktu berbisik, suaranya harus tetap sama.”
“Baiklah, jika Anda berani melakukannya, silahkan!” kata Lange. “Bukan nyawa
kami yang dipertaruhkan, melainkan nyawa Anda sendiri. Tetapi selama Anda pergi,
apa yang harus kami kerjakan?”
“Pertama-tama, menyelinaplah ke luar dan ambillah beberapa tiang atau balok
yang kuat. Semuanya akan kita gunakan untuk mengganjal pintu kamar, sehingga
pintu tidak bisa dibuka dari dalam. Setelah itu padamkan lampu dan bersembunyilah di
dalam rumah. Itu saja yang harus Anda kerjakan. Apa yang terjadi selanjutnya, belum
dapat diramalkan sekarang.”
Ayah dan anaknya itu pergi ke pekarangan untuk mengambil tiang yang
dimaksud. Sementara itu kami melucuti pakaian kedua tawanan. Pakaian itu berwarna
hitam dan di atasnya dijahit simbol khusus berwarna putih. Pakaian kapten dibubuhi
simbol berupa pedang pada topi, bagian dada dan pahanya. Sedangkan pada pakaian
Locksmith tampak gambar kunci. Jadi pedang adalah simbol untuk sang pemimpin.
Seorang lagi disebut dengan julukan si “Siput”. Dialah yang duduk di rumah makan
untuk memantau tempat persembunyian kami. Dia juga pasti mengenakan pakaian
yang sama, tentu dengan gambar siput. Celana yang dipakai kapten mirip potongan
celana yang biasa dipakai oleh petani di Swiss dengan bagian kaki yang sempit. Ketika
kami menggulungnya sampai ke lutut, tiba-tiba dia siuman. Dia memandang kami
dengan bingung bercampur heran. Lalu dia ingin berdiri dan meraba-raba sekujur
tubuhnya untuk mencari tasnya yang berisi revolver. Tapi Old Death segera
menendangnya sehingga dia terjatuh lagi ke tanah. Lalu dia mengarahkan ujung pisau
Bowie ke dada orang itu sambil mengancam,
“Tenang, anakku! Suara atau gerakan kecil saja yang mencurigakan, maka
besi tajam ini akan menusuk ke dadamu!”
Pria Kuklux itu berumur kira-kira tiga puluh tahun. Janggutnya dipotong
pendek seperti tentara. Potongan wajahnya yang mencolok, berwarna sedikit kehitam-
hitaman dan agak keriput menunjukkan bahwa dia berasal dari daerah Selatan.
Dengan kedua tangannya dia mengelus-elus kepalanya yang nyeri terkena gagang
revolver. Lalu dia bertanya,
“Di mana saya sekarang? Lalu siapakah Anda?”
“Anda berada di dalam rumah Lange, orang yang ingin Anda rampok, boy.
Saya dan anak muda ini adalah orang Jerman, dan sebenarnya kamilah yang ingin
dicari si Siput. Lihat, sekarang engkau berada di tempat yang sudah lama kau impi-
impikan.”
Orang itu menggigit bibirnya. Dia melayangkan pandangan ke sekeliling lalu
tampak bingung dan terkejut. Pada saat itu Lange dan anaknya kembali. Mereka
membawa beberapa tonggak dan sebuah gergaji.
“Tali-tali untuk mengikat sudah ada, cukup untuk dua puluh orang,” kata
Lange.
“Kalau begitu berikan kemari. Untuk sementara cukup dulu untuk kedua orang
ini.”
“Tidak, saya tidak mau diikat!” seru Capt’n sambil berusaha sekali lagi untuk
bangun. Tapi dengan segera Old Death menodongkan pisau dan berkata,
“Jangan coba-coba bergerak! Rupanya orang lupa memberitahu kamu, siapa
saya sebenarnya. Orang memanggil saya Old Death dan engkau akan tahu apa arti
nama itu. Atau apa kau kira, saya bersahabat dengan para pedagang budak atau
orang-orang Kuklux?”
“Jadi... Anda... Old… Old Death?” ulangnya dengan suara terbata-bata karena
terkejut.
“Ya, anakku, sayalah orangnya. Sekarang jangan bertindak bodoh. Saya tahu,
kamu berencana mencambuk Lange hingga tubuhnya hanya menyisakan tulang, lalu
menggantung anaknya kemudian membakar hangus rumah ini. Bagus, jika kamu
berharap mendapat keringanan, maka jangan berbuat yang bukan-bukan.”
“Old Death, Old Death!” katanya sekali lagi dengan wajah pucat pasi. “Kini
tamatlah riwayat saya!”
“Oh, belum. Kami bukan pembunuh yang tidak mengenal perikemanusiaan
seperti kalian. Kami akan membiarkan kalian tetap hidup, jika kalian menyerah tanpa
syarat. Tapi jika kalian tidak menurut, maka besok pagi orang akan melihat mayat
kalian mengapung di sungai. Sekarang pasang telinga baik-baik, apa yang hendak
saya katakan. Jika kamu ingin hidup, maka enyahlah segera dari county9 ini dan kalau
perlu dari daerah Texas. Dan jangan pernah kembali lagi! Jika kamu melanggarnya,
maka seluruh anggotamu akan turut binasa. Sekarang saya akan memancing mereka
ke sini. Mereka pun akan ditawan seperti dirimu. Perintahkan agar mereka menyerah.
Jika kamu menolak, maka kami akan menembaki kalian dengan membabi buta,
seperti menembak kawanan merpati liar di atas pohon!”

9
Sebuah bentuk daerah pemerintahan.
Kami mengikatnya dan menyumbat mulutnya dengan sepotong kain. Yang
seorang lagi rupanya telah sadar, tapi dia lebih suka diam. Dia juga diikat dan
disumbat mulutnya. Kemudian keduanya digotong ke tempat tidur yang biasanya
dipakai Lange dan anaknya. Lalu mereka diikat kuat-kuat pada tempat tidur sehingga
tidak dapat bergerak sama sekali. Sebuah selimut dibentang di atas tubuh mereka
sampai ke leher.
“Bagus!” Old Death tertawa puas. “Sekarang sandiwara bisa dimulai. Kita akan
membuat bedebah-bedebah itu tercengang, jika mereka akhirnya tahu, bahwa yang
sedang tidur pulas di sini ternyata temannya sendiri. Ini akan menjadi tontonan yang
sangat menyenangkan! Tapi katakan, Master Lange, jika mereka sudah tertangkap,
bagaimana kita dapat berbicara dengan mereka, tanpa terlihat dan tersentuh oleh
mereka, tapi pada saat yang sama kita tetap bisa mengawasi mereka?”
“Hmmm!” orang yang ditanya bergumam lalu menunjuk ke atap. “Dari atas
sana. Atap itu hanya tersusun dari lembaran-lembaran papan. Kita bisa membongkar
salah satu di antaranya.”
“Bagus, mari kita keluar. Bawalah senjata kalian. Naiki tangga itu dan
tinggallah di sana sampai tiba saatnya untuk bertindak. Tapi sebelumnya kita harus
menyiapkan palang kayu yang pas untuk pintu.”
Beberapa tiang dipotong pendek menggunakan gergaji sehingga menjadi
ukuran yang sesuai dengan rencana kami. Kemudian persiapan dimulai. Saya
mengenakan celana dan baju Locksmith, sedangkan Old Death baju bosnya. Tak lupa
saya memasukkan rangkaian kunci palsu ke kantong celana.
“Anda sama sekali tidak memerlukannya,” kata Old Death. “Anda bukan
seorang tukang kunci, bukan pula seorang pencuri, dan Anda akan ketahuan karena
kurang terampil. Lebih baik cabutlah kunci asli dari gagang pintu dan bawalah. Tapi
buatlah seolah-olah Anda membuka dengan kunci palsu. Pisau dan revolver kita bawa.
Sedangkan senjata kita dititipkan saja buat sobat-sobat kita. Mereka segera ke atap
dan membongkar sebilah papan begitu kita keluar rumah. Namun terlebih dahulu
semua lampu harus dipadamkan.”
Perintah itu segera dijalankan. Lalu pintu dibuka agar kami bisa keluar. Setelah
tiba di luar, saya mengunci semua pintu di rumah itu. Saya juga membawa tiga kunci,
yakni kunci pintu depan, kunci kamar samping dan kunci kamar tidur. Old Death
memberikan saya petunjuk-petunjuk secara lebih gamblang daripada sebelumnya.
Ketika terdengar suara papan di atap mulai dibongkar, kami segera berpisah. Dia pergi
ke bagian samping rumah, di mana berdiri tiang-tiang untuk kacang, sedangkan saya
berjalan melalui pekarangan untuk menjemput “para sahabat saya” yang sudah tidak
sabar lagi menunggu. Di sana saya berbelok menuju ke kandang. Dengan sengaja
saya berjalan dengan langkah yang agak keras supaya didengar dan ditegur. Dengan
cara ini mereka tidak menaruh curiga. Ketika saya mencapai pojok rumah, hampir saja
saya tersandung pada tubuh seseorang yang tiba-tiba bangkit dari tanah.
“Stop!” katanya. “Apakah itu kamu, Locksmith?”
“Yes. Sekarang kalian boleh ke sana, tetapi harus pelan-pelan.”
“Saya akan melapor dulu pada letnan. Tunggu di sini!”
Dia menghilang dengan diam-diam. Jadi mereka juga memiliki seorang letnan!
Tampaknya Ku-Klux-Klan memiliki struktur organisasi seperti militer. Belum sampai
satu menit, datang lagi seorang. Dengan suara berbisik, dia berkata,
“Kita telah lama menunggu. Apakah orang-orang Jerman biadab itu sudah
tidur?”
“Ya! Bahkan sangat nyenyak sekarang. Hari ini mereka terlalu banyak minum
brandy.”
“Kalau begitu, pekerjaan kita akan lebih mudah. Bagaimana dengan pintu-
pintunya?”
“Semuanya sudah beres.”
“Kalau begitu kita bisa pergi sekarang. Waktu sudah menunjukkan pukul satu.
Dan penyerangan yang sama akan terjadi di rumah Cortesio seperti yang sudah
direncanakan. Tunjukkan kami jalannya!”
Di belakangnya muncul sekelompok orang yang menyamar dan mereka segera
mengikuti saya. Ketika kami tiba di dekat rumah, Old Death berjalan pelan-pelan
menghampiri kami. Dalam kegelapan tak seorang pun yang dapat membedakannya
dengan sang kapten.
“Ada perintah khusus, Capt’n?” tanya orang kedua.
“Tidak,” jawab Old Death dengan nada yang pasti dan penuh percaya diri. “Kita
baru akan bertindak setelah mengetahui situasi di dalam rumah. Ayo, Locksmith, kita
harus membuka pintu rumah itu.”
Saya melangkah ke pintu sambil memegang kunci asli. Namun tentu saja
berlagak seolah-olah berkali-kali saya kesulitan membukanya. Setelah pintu itu
berhasil dibuka, mereka dibiarkan masuk. Saya dan Old Death tetap berdiri di luar.
Letnan juga berdiri bersama kami. Ketika semua sudah masuk dengan pelan-pelan, dia
bertanya,
“Haruskah kita nyalakan lenteranya?”
“Untuk sementara ini hanya milik Anda.”
Kemudian kami melangkah masuk. Saya kembali menutup pintu namun tidak
menguncinya. Dari saku celananya letnan mengeluarkan sebuah lentera yang terang
cahayanya.
Pakaiannya ditandai dengan gambar putih berbentuk pisau Bowie. Mereka
semua berjumlah lima belas orang. Tiap orang memakai simbol yang berbeda. Ada
simbol peluru, bulan sabit, salib, ular, bintang, katak, roda, hati, gunting, burung,
binatang-binatang berkaki empat dan figur-figur lain. Tampaknya letnan senang
memberi perintah. Sementara yang lain diam berdiri, dia menerangi sekelilingnya dan
kemudian bertanya,
“Haruskah seseorang berjaga di pintu?”
“Untuk apa?” tanya Old Death. “Tidak perlu. Locksmith sudah menguncinya,
jadi tak seorang pun dapat masuk ke sini.”
Dengan segera saya menguncinya untuk meyakinkan letnan itu, tetapi kunci
itu saya biarkan tertancap pada pintu.
“Kita semua harus masuk,” kata Old Death. “Pandai besi biasanya orang-orang
yang sangat kuat.”
“Hari ini perilaku Anda lain dari biasanya, Capt’n!”
“Karena situasinya juga lain. Ayo maju!”
Dia mendorong saya ke pintu kamar dan peristiwa yang sama pun kembali
terulang. Saya berbuat seolah-olah saya kesulitan menemukan kunci yang cocok. Lalu
kami semua masuk. Old Death mengambil lentera dari tangan letnan dan
mengarahkan ke pintu kamar.
“Ke sana!” katanya. “Tapi pelan-pelan!”
“Bukankah sebaiknya kita juga mengeluarkan lentera-lentera yang lain?”
“Jangan, nanti setelah kita tiba di kamar.”
Old Death mencegahnya supaya orang yang sedang tidur pulas itu tidak segera
dikenali, walau kamar tidurnya mampu menampung kelima belas orang itu. Yang
penting sekarang, bagaimana memasukkan semua orang itu sehingga mereka tidak
harus terkepung di lorong rumah. Sekarang saya membuka pintu kamar dengan lebih
pelan dan sangat berhati-hati. Pintu berhasil dibuka. Old Death membiarkan cahaya
lentera menerangi kamar tidur. Sejenak dia melongok ke dalam dan berbisik,
“Mereka sedang tidur. Ayo, cepat masuk! Tapi pelan-pelan! Letnan lebih dulu!”
Dia tidak memberikan kesempatan kepada letnan untuk membantah dan
berpikir. Orang itu ditariknya masuk dan yang lain mengikutinya sambil berjalan
berjinjit. Setelah orang terakhir masuk, saya segera menutup pintu lalu menguncinya.
“Cepat ambil baloknya!” kata Old Death.
Potongan balok itu terletak di sana dan cukup panjang, sehingga dapat dipakai
untuk mengganjal bingkai jendela dan daun pintu. Kami melakukannya dengan baik.
Mungkin hanya seekor gajah yang mampu mendobrak pintu itu. Saya cepat-cepat
pergi ke luar menuju ke tangga.
“Anda bisa mendengarkan saya?” tanya saya sambil menengadah ke atap.
“Mereka sudah masuk perangkap. Turunlah!”
Mereka melompat turun dengan tergesa-gesa.
“Mereka semua terkurung di kamar tidur. Tiga orang dari kalian harus segera
ke luar, ke depan jendela untuk menahan jendela itu dengan palang. Jika ada yang
ingin melompat melalui jendela, langsung tembak!”
Saya membuka pintu belakang dan tiga orang segera pergi keluar. Yang lain
mengikuti saya ke ruang tengah. Pada saat itu dari dalam kamar terdengar suara yang
sangat gaduh. Rupanya bajingan-bajingan itu sudah sadar bahwa mereka terkurung.
Mereka mengeluarkan lentera dan dengan bantuan cahaya tersebut mereka mengenali
siapa yang terbaring di tempat tidur. Caci maki dan sumpah serapah terdengar
memekakkan telinga. Bersamaan dengan itu pintu pun digedor-gedor dengan keras.
“Buka, buka, kalau tidak semuanya akan kami hancurkan!” terdengar teriakan
dari dalam. Ketika ancaman mereka sama sekali tidak membuahkan hasil, mereka
mencoba mendobrak pintu. Tetapi tentu saja pintu tidak goyah sedikit jua, tiang
penopangnya berdiri terlalu kokoh. Lalu kami mendengar mereka membuka jendela
dan mencoba mendorong daun jendela.
“Tidak bisa!” teriak seseorang dengan marah. “Jendela ini telah dipalang dari
luar”.
Dari luar terdengar teriakan teman kami yang mengancam,
“Mundurlah dari jendela! Kalian sudah terperangkap. Jika ada yang ingin
menerobos jendela, dia akan ditembak!”
“Ya, “ sahut Old Death dengan keras dari dalam kamar. “Pintu ini juga dijaga.
Di sini berdiri cukup banyak orang yang siap mengirim kalian ke neraka. Tanyakan
pada Capt’n, apa yang harus kalian lakukan!”
Lalu dengan suara pelan dia berbisik kepada saya,
“Mari ikut saya ke atas. Bawa lentera dan senapan Anda! Teman-teman yang
lain boleh menyalakan lampu di sini.”
Kami menuju ke atas, ke kamar loteng yang berada tepat di atas kamar tidur.
Dengan sangat mudah kami menemukan papan yang dibongkar. Setelah lentera kami
ditutup dan topeng penutup wajah diturunkan, kami menyingkirkan papan itu. Kini
kami dapat melihat kamar tidur di bawahnya yang terang karena lentera-lentera
gerombolan itu.
Mereka berdiri berdesak-desakan. Ikatan dan sumbat mulut dari kedua
tawanan sudah dilepaskan. Kapten berbicara kepada anak buahnya dan perintahnya
terdengar tegas.
“Oho!” kata letnan itu lebih keras. “Kita harus menyerah! Memangnya berapa
jumlah musuh yang harus kita hadapi?”
“Cukup banyak sehingga bisa menembak mati kalian semua hanya dalam lima
detik!” teriak Old Death dari atas.
Semua mata menengadah ke atas. Pada saat itu terdengar bunyi tembakan
dari luar, lalu disusul tembakan kedua. Old Death segera memahami maksud dari
tembakan itu. Dia berkata,
“Kalian dengar itu?” lanjutnya. “Teman-teman kalian juga sudah ditembak di
rumah Cortesio. Seluruh penduduk La Grange kini bangkit melawan kalian. Semua
orang sudah tahu bahwa kalian datang ke sini dan mereka sudah siap menyambut
kalian tanpa kalian duga. Kami tidak membutuhkan Ku-Klux-Klan. Di kamar di
sampingmu ada dua belas orang, di luar di depan jendela ada enam dan kami di atas
atap berjumlah enam orang. Nama saya Old Death. Mengerti? Saya memberi waktu
sepuluh menit. Letakkan senjata kalian, maka kalian akan kami perlakukan dengan
baik. Tapi jika kalian menolak, maka kami akan menghujani kalian semua dengan
peluru. Selanjutnya tidak ada lagi penjelasan dari saya, ini ucapan saya yang terakhir.
Pikirkan baik-baik!”
Dia kembali menutup atap dengan papan itu lalu berbisik kepada saya,
“Sekarang cepat turun dan bantu Cortesio!”
Kami juga membawa dua orang lain sehingga hanya tinggal Lange dan
anaknya di kamar itu. Dua orang yang bertugas di dekat jendela juga ikut, karena
untuk sementara satu penjaga saja sudah cukup. Jadi jumlah kami lima orang. Tiba-
tiba terdengar lagi bunyi tembakan. Kami merangkak ke sana dan memergoki empat
atau lima orang yang sedang menyamar. Dari belakang rumah Cortesio pun datang
lima orang lain. Salah seorang darinya berteriak keras,
“Mereka juga menembak dari belakang rumah. Kita tidak bisa masuk ke
dalam!”
Saya menelungkup ke tanah dan merangkak lebih dekat. Lalu saya mendengar
salah seorang dari mereka yang berdiri di depan menjawab,
“Sialan! Siapa yang mengira semuanya akan menjadi seperti ini? Orang Mexico
itu telah mengendus gelagat kita dan dia membangunkan penduduk dengan bunyi
tembakannya. Lihat, di rumah penduduk lampu-lampu kembali dihidupkan. Di
belakang sana bahkan sudah terdengar derap langkah orang. Dalam beberapa saat
kita akan terkepung. Mari kita pergi sekarang. Kita dobrak saja pintu itu dengan
gagang senapan! Kalian setuju?”
Saya tidak menunggu jawaban mereka. Dengan cepat saya merangkak
kembali mendapati teman-teman saya dan meminta mereka,
“Mesch’schurs! Cepat, mari kita hadang kawanan itu dan pukul mereka dengan
gagang senapan! Mereka ingin mendobrak pintu rumah Cortesio.”
“Well, well! Ayo maju!” jawab mereka. Beberapa saat kemudian gagang
senapan sudah melayang dengan cepat seperti sambaran petir dan menghantam
kepala bajingan yang kebingungan itu. Mereka lari tercerai-berai sambil berteriak dan
meninggalkan keempat temannya yang cedera dan tidak bisa lari. Semua senjata
mereka kami lucuti. Kemudian Old Death melangkah ke pintu rumah Cortesio dan
mengetuknya.
“Siapa di luar?” terdengar seseorang bertanya dari dalam.
“Old Death, Sennor. Kami sudah mengusir semua bedebah yang ingin
merenggut nyawa Anda. Mereka sudah kabur. Tolong bukakan pintunya!”
Pintu dibuka dengan hati-hati. Pria Mexico itu segera mengenali Old Death
meskipun scout itu masih menyamar dengan celana dan kemeja kapten. Lalu dia
bertanya,
“Benarkah mereka sudah pergi?”
“Sudah sangat jauh. Tapi empat orang berhasil kami tangkap. Apakah Anda
tadi melepaskan tembakan?”
“Ya. Syukurlah, Anda telah mengingatkan saya. Jika tidak, pasti nasib saya
menjadi lain. Saya menembak di depan rumah dan pelayan Negro saya di belakang,
sehingga mereka tidak bisa masuk. Lalu dengan jelas saya melihat Anda datang
menyerang mereka.”
“Ya, kami telah membebaskan Anda dari bahaya. Sekarang bantulah kami!
Mereka tidak akan kembali lagi ke rumah Anda. Tapi masih ada lima belas orang yang
kami tahan di sana. Dan kami tak ingin mereka lolos. Suruh pelayan Negro itu berlari
dari rumah ke rumah dan membuat suara gaduh. Seluruh penduduk La Grange harus
bangkit dan menghukum penjahat-penjahat itu.”
“Kalau begitu dia harus pergi mencari sherif. Dengar itu, orang-orang sudah
datang! Saya juga akan segera ke sana, Sennor.”
Dia masuk lagi ke rumahnya. Dari arah kanan datang dua orang dengan
senjata di tangan dan bertanya apa maksud dari tembakan tadi. Setelah kami
memberikan penjelasan, mereka langsung menyatakan siap menolong kami. Bahkan
penduduk La Grange yang pro sesessionis pun tidak lagi berpihak pada orang-orang
Ku-Klux karena perbuatan pengikutnya yang secara politis sangat kejam. Kami
mencengkeram kerah baju kedua orang yang terluka itu dan menyeretnya ke kamar
Lange. Seorang dari mereka berusaha mempengaruhi kami dengan dalih, sampai
sekarang orang-orang Ku-Klux tidak berbuat onar. Sennor Cortesio datang kemudian
dan segera disusul oleh penduduk La Grange. Mereka datang berduyun-duyun,
sehingga kamar itu tidak cukup lagi untuk menampung semuanya. Kebanyakan dari
mereka harus tetap tinggal di luar. Suara orang-orang itu menimbulkan kegaduhan,
ditambah lagi dengan derap langkah yang terburu-buru ke sana kemari, sehingga
orang-orang Ku-Klux dapat menduga apa yang kini terjadi. Old Death mengajak saya
kembali ke atas loteng. Setelah papan disingkirkan, kami melihat wajah-wajah yang
putus asa. Para tawanan itu bersandar di dinding, ada yang duduk di tempat tidur atau
merebahkan diri di lantai dan ada lagi yang menundukkan kepala.
“Sekarang,” kata Old Death, “sepuluh menit sudah lewat. Apa yang kalian
putuskan?”
Tak terdengar jawaban. Salah seorang memaki-maki dengan kasar.
“Semuanya diam? Baik, saya mengartikannya bahwa kalian tidak mau
menyerah. Kalau begitu kami mulai menembak.”
Dia membidikkan senjatanya dan saya pun melakukan yang sama. Anehnya,
tak seorang pun dari mereka yang meraih senjatanya dan balas membidik ke arah
kami. Bajingan-bajingan itu ternyata pengecut. Mereka hanya berani melawan orang-
orang yang tidak bersenjata.
“Jawablah sekarang atau saya tembak!” teriak Old Death mengancam. “Ini
kata-kata saya terakhir.”
Tak seorang pun menjawab. Lalu Old Death berbisik kepada saya,
“Tembak saja mereka. Kita harus mencederai mereka, jika tidak mereka tidak
akan patuh kepada kita. Bidiklah tangan sang letnan! Saya sendiri akan membidik
Capt’n-nya!”
Kedua tembakan kami melesat secara bersamaan. Peluru-peluru kami tepat
mengenai sasaran. Kedua perwira itu berteriak keras, lalu semua anak buahnya ikut
berteriak dan menjerit panik. Rupanya tembakan kami terdengar juga di kejauhan.
Orang-orang mengira, kami sedang terlibat baku tembak dengan orang Ku-Klux.
Karena itu terdengar tembakan sahutan dari dalam rumah dan di luar jendela. Peluru-
peluru beterbangan menembus pintu rumah dan jendela menuju ke kamar tidur.
Beberapa Ku-Klux terkena timah panas. Mereka semua merebahkan diri ke lantai agar
terhindar dari peluru, lalu berteriak keras seolah-olah mereka akan dipanggang di
tiang siksaan. Kapten berlutut di depan tempat tidur. Dia membalut tangannya yang
berdarah dengan sapu tangan linen lalu menengadah dan berkata kepada kami,
“Hentikan! Kami menyerah!”
“Bagus!” jawab Old Death. “Semuanya minggir dari tempat tidur! Buang
senjata kalian ke atasnya, setelah itu baru kalian akan digiring ke luar. Siapa yang
coba-coba menyimpan senjatanya secara diam-diam, dia harus siap-siap menerima
peluru di tubuhnya! Kalian dengar, di luar sana sudah berdiri ratusan orang. Kalian
hanya bisa selamat seandainya menyerah tanpa syarat.”
Situasi yang dihadapi perkumpulan rahasia itu benar-benar tidak memberikan
pilihan lain. Tak ada kemungkinan untuk melarikan diri. Mereka tahu hal itu. Tapi jika
mereka menyerah, apa yang akan kami lakukan pada diri mereka? Rencana mereka
belum dilaksanakan. Jadi mereka tidak bisa divonis bersalah atas suatu tindakan yang
belum dilakukan. Tentu saja lebih baik jika mereka menyetujui tawaran Old Death
daripada mencoba melakukan hal yang bodoh yaitu dengan menerobos kepungan
penduduk La Grange. Resiko yang harus mereka tanggung akan jauh lebih besar.
Akhirnya mereka melempar pisau dan senjatanya ke tempat tidur.
“Bagus, Mesch’schurs!” seru Old Death. “Dan sekarang dengarkan, saya akan
menembak siapa saja yang coba-coba bergerak untuk mengambil senjatanya setelah
pintu dibuka. Baik, tunggu sebentar.”
Dia menyuruh saya ke ruang tengah untuk menyampaikan kepada Lange agar
dia segera membuka pintu supaya orang-orang Kuklux bisa keluar. Setelah itu mereka
langsung ditahan. Ternyata hal ini tidak semudah yang kami bayangkan. Sepanjang
lorong rumah yang diterangi dengan lentera-lentera itu penuh dijejali manusia. Selain
topi, saya pun masih mengenakan pakaian Locksmith, sehingga orang mengira bahwa
saya juga seorang anggota perkumpulan rahasia itu. Karena itu saya langsung
diserang. Mereka sama sekali tidak menghiraukan penjelasan saya. Saya ditinju dan
ditendang berkali-kali, sehingga bagian tubuh yang terkena masih terasa sakit hingga
beberapa hari kemudian. Bahkan mereka bermaksud menyeret saya ke depan rumah
untuk digantung di sana.
Posisi saya sangat terjepit, karena para penyerang itu tidak mengenali wajah
saya. Terutama seorang laki-laki yang tinggi dan berbadan kekar yang terus menerus
meninju saya di bagian samping sambil berteriak,
“Seret dia keluar, keluar! Pohon-pohon itu mempunyai dahan-dahan yang
bagus, indah, dan kuat yang tentu tidak akan patah jika seorang manusia jahat seperti
ini digantung di sana!”
Sambil berkata, dia mendorong saya ke pintu belakang.
“Tapi, Sir,” teriak saya. “Saya bukan anggota Kuklux. Tanyakan saja pada
Master Lange!”
“Dahan yang bagus, dahan yang besar!” jawabnya sambil menghadiahkan
sebuah pukulan ke pinggang saya.
“Saya mohon, bawalah saya ke kamar Master Lange! Saya memakai pakaian
ini hanya untuk...”
“Benar-benar dahan yang sangat indah! Dan seutas tali pun mudah ditemukan
di La Grange ini. Seutas tali dari rami yang bagus, halus tapi benar-benar kuat!”
Dia kembali mendorong saya dan memukul saya berkali-kali di bagian yang
sama. Lama-kelamaan kesabaran saya hilang. Sikap orang itu bisa mempengaruhi
orang lain sehingga akhirnya saya betul-betul digantung. Jika saya dibawa keluar,
pasti saya akan dikeroyok.
“Tuan,” teriak saya sekali lagi. “Anda tidak berhak memperlakukan saya seperti
ini! Saya mau pergi ke Master Lange, mengerti?”
“Dahan yang kokoh! Tali yang tak ada tandingannya!” dia berteriak lebih
lantang sambil memukul keras ke rusuk saya. Sekarang darah saya benar-benar
mendidih. Dengan sekuat tenaga, saya meninjunya tepat pada hidung. Dia pasti sudah
terlempar dan jatuh ke lantai, jika tempat ini cukup luas. Di sana orang berdiri
berhimpit-himpitan, namun saya menemukan tempat yang sedikit lapang. Saya harus
menggunakan kesempatan ini. Dengan sekuat tenaga, saya maju dan berteriak sambil
meninju, menendang, dan memukul membabi buta ke sekeliling sehingga membuat
mereka melangkah mundur sejauh mungkin. Saya terus maju melalui lorong yang
sempit dan akhirnya mencapai kamar Lange. Namun ketika saya berusaha menerobos
ke depan, tiba-tiba pintu itu tertutup dengan sendirinya. Tubuh saya babak belur
dihajar oleh pukulan orang-orang yang masih sempat menjangkau saya. Seorang
Kuklux palsu saja sudah dihajar sampai babak belur seperti ini, betapa parahnya nasib
seorang Kuklux sungguhan! Pria berbadan kekar tadi kembali memburu saya dengan
langkah cepat. Dia berteriak seperti babi jantan yang sedang mengamuk. Dia tiba di
kamar Lange hampir bersamaan dengan saya. Ketika melihatnya, Lange bertanya,
“Astaga, apa yang terjadi, Sir? Mengapa Anda menjerit seperti itu? Mengapa
hidung Anda berdarah?”
“Gantung saja si Kuklux ini di pohon!” jawabnya dengan marah. “Dia telah
mematahkan tulang hidung saya, merontokkan dua, tiga, atau mungkin empat gigi
saya. Gigi yang sangat indah! Satu-satunya gigi yang masih saya miliki adalah gigi
bagian depan! Gantung dia!”
Kini kemarahannya kedengaran lebih beralasan daripada sebelumnya, karena
memang banyak darah keluar dari hidungnya.
“Orang ini?” tanya Lange sambil menunjuk ke arah saya. “Tapi, Sir yang
terhormat, dia itu bukan seorang Kuklux! Dia teman kita. Berkat jasanya kita berhasil
menangkap bajingan-bajingan itu. Tanpa bantuannya, kami dan Sennor Cortesio pasti
sudah menjadi mayat dan rumah-rumah kita pun sudah menjadi abu!”
Orang itu membelalakkan matanya. Mulutnya yang berdarah menganga lebar.
Dia menunjuk ke arah saya dan bertanya,
“Tanpa... tanpa... orang ini?”
Famoses Tableau10! Semua orang tertawa. Dengan sapu tangan, dia mengusap
peluh di kening serta darah yang keluar dari mulut dan hidungnya. Saya memijat
bagian-bagian tubuh saya yang terkena pukulan. Beberapa hari kemudian tubuh saya
bengkak dan hampir mirip dengan tubuh si pria kekar itu.
“Sekarang baru Anda tahu, Sir!” saya membentaknya. “Tadi Anda seperti
orang gila dan hendak menggantung saya! Karena pukulan-pukulan Anda yang keras
tadi, saya merasakan bilur-bilur di sekujur tubuh saya. Saya seperti seorang ksatria
yang harus menanggung banyak penderitaan, Sir!”
Orang itu tidak tahu harus berbuat apa. Dia hanya mengusap mulutnya
beberapa kali dan tanpa suara memperlihatkan sesuatu di tangan kirinya. Di telapak
tangannya tampak dua gigi depannya. Hanya kedua gigi depan itulah yang
sebelumnya dimilikinya. Sekarang saya juga tidak dapat menahan tawa, karena
tampangnya sangat menyedihkan. Akhirnya saya kemudian menyampaikan perintah
kepada orang-orang di situ.
Semua tali yang tersedia telah dikumpulkan. Tali-tali itu berserakan di sudut.
Ada tali, kain linen dan tambang, dan semuanya bisa dipakai.
“Sekarang, suruh mereka keluar!” perintah saya. “Tetapi satu persatu. Setiap
orang harus segera diikat begitu keluar. Old Death sama sekali tidak mentolerir kalau
kita bertele-tele menjalankan perintahnya. Sherif pasti segera datang. Pelayan
Cortesio yang berdarah Negro itu sudah pergi menjemputnya!”
“Sherif?” tanya Lange keheranan. “Dia sudah ada di sini! Jadi Anda belum tahu
siapa orang yang mendorong Anda tadi? Dialah sherif kita!”
Dia menunjuk kepada pria berbadan kekar tadi.
“Ya ampun, Sir!” kata saya. “Jadi Anda seorang sherif? Anda kepala eksekusi
tertinggi di county nan indah ini? Semestinya Anda bertindak sesuai dengan hukum
dan undang-undang yang berlaku. Tapi nyatanya Anda ingin mengangkat diri sebagai
hakim dan ingin menjatuhkan hukuman gantung pada orang lain tanpa proses hukum?
Ini kesalahan yang fatal! Tidak mengherankan, jika orang-orang Kuklux itu berani
menyusup ke daerah Anda!”
Tak terlukiskan betapa malunya dia. Dia tidak mampu berbuat apa-apa, selain
memperlihatkan kedua giginya sekali lagi lalu berkata dengan terbata-bata,
“Pardon, Sir! Saya khilaf, karena Anda memiliki tampang kriminal!”
“Terima kasih! Tapi akibat kesalahan Anda sendirilah, maka kini wajah Anda
lebih jelek daripada sebelumnya. Mulai sekarang jalankan kewajiban Anda dengan

10
Perancis: Pertunjukan hebat.
benar supaya Anda tidak dicurigai karena ingin menggantung orang baik-baik, dan
dengan itu dikira bersekutu dengan orang Kuklux secara diam-diam!”
Kini dia kembali sadar akan tugas dan tanggung jawab yang harus dipikulnya
sebagai seorang sherif.
“Oho!” teriaknya sambil membusungkan dada. “Saya, sherif dari county Fayett
yang sangat indah ini dituduh memihak orang-orang Kuklux? Akan saya buktikan
bahwa tuduhan itu tidak benar. Hukuman yang akan dijatuhkan kepada semua
bajingan itu harus diputuskan malam ini juga, tidak bisa ditunda-tunda. Minggirlah,
Mesch’schurs, supaya kami bisa pergi menemui mereka. Keluarlah dan pergilah ke
lorong, tetapi arahkan senapan kalian ke pintu, supaya para bajingan ini melihat, siapa
yang kini memegang kendali di rumah ini. Ambillah tali dan bukakan pintunya!”
Perintah itu segera dilaksanakan. Enam ujung senjata berlaras ganda
ditodongkan ke pintu. Kini sherif masuk ke kamar, lalu disusul Master Lange dan
anaknya, Sennor Cortesio, kedua orang Jerman yang sejak awal bahu-membahu
menolong kami, dan yang terakhir saya. Di luar, orang-orang berteriak dan menuntut
supaya sidang dipercepat. Karena itu jendela dibuka agar mereka bisa melihat bahwa
kami tengah menjalankan kewajiban kami. Kini tiang-tiang pengganjal pintu
disingkirkan. Saya membuka pintu kamar. Tidak satu pun anggota Kuklux yang mau
keluar lebih dulu. Saya memerintahkan kapten dan letnan untuk maju. Keduanya telah
membalut tangannya yang terluka dengan sapu tangan. Selain mereka, masih ada tiga
atau empat orang lain lagi yang terluka. Old Death masih duduk di atas loteng dan
mengarahkan senjatanya ke bawah melalui lubang di loteng. Berkat siasatnya yang
begitu cemerlang, kini kami berhasil mengikat tangan para tawanan itu ke balik
punggung. Kemudian mereka digiring melewati keempat rekannya yang juga terikat,
setelah dibekuk di rumah Cortesio dan dibawa ke mari. Orang-orang yang berdiri di
luar menyaksikan semua yang terjadi dan segera menyambutnya dengan teriakan
Hallo dan Hore. Kami masih membiarkan para tawanan mengenakan topengnya,
kecuali kapten dan letnan, supaya semua bisa melihat wajah mereka. Atas permintaan
dan usaha saya, maka didatangkan seorang pria yang kemudian diperkenalkan kepada
saya sebagai ahli bedah. Orang ini berkata, dia mampu membalut, mengoperasi, dan
menyembuhkan luka dalam waktu yang singkat. Dia akan memeriksa pasiennya.
Tetapi sebelumnya dia menyuruh separuh penduduk La Grange untuk mengobrak-
abrik rumah masing-masing guna mencari kapas, serat rami, kain pembalut, plester,
lemak, sabun, dan barang-barang lain yang biasa diperlukan untuk mengobati orang-
orang sakit.
Setelah semua orang Kuklux itu diobati, maka timbul pertanyaan, ke mana
mereka harus dibawa. Di La Grange tidak ada penjara yang bisa menampung sembilan
belas orang sekaligus.
“Bawa saja mereka ke bar di rumah makan!” sherif mengajukan usul. “Yang
paling penting sekarang, urusan ini harus diselesaikan secepat mungkin. Kita akan
membentuk dewan pengadilan dengan anggota yang diangkat sumpahnya lalu
menjatuhkan hukuman secepatnya. Kasus yang kita tangani kali ini sangat lain.
Karena itu prosedur hukumnya juga dibuat agak lain.”
Berita tentang acara pengadilan itu segera tersiar ke mana-mana. Maka orang
datang berduyun-duyun dan berdesak-desakan masuk ke rumah makan untuk
mendapatkan tempat duduk. Yang tidak kebagian tempat, terpaksa harus berdiri di
tangga, di lorong dan di halaman di depan rumah makan. Mereka menyambut
kedatangan orang Kuklux dengan teriakan mengancam. Karena itu para pengawal
harus menjaga dengan sangat ketat supaya mereka tidak dikeroyok massa. Dengan
susah payah kami berhasil mencapai bar. Ruangan itu besar tapi sangat rendah,
karena dulu digunakan sebagai arena dansa. Tempat pertunjukan itu rupanya telah
dipenuhi orang. Agar para tawanan bisa dibawa ke tengah maka tempat itu harus
segera dikosongkan. Ketika topeng mereka dibuka, tampak jelas bahwa tidak seorang
pun dari mereka yang berasal dari daerah di sekitar La Grange.
Sidang pengadilan telah dibentuk. Sherif sendiri yang memimpinnya. Sidang
tersebut terdiri dari seorang jaksa penuntut, seorang pembela, seorang panitera dan
beberapa orang yang sudah disumpah. Susunan dewan itu membuat saya ngeri, tapi
karena tuntutan masyarakat sekitar dan kasus yang unik ini, maka semuanya bisa
diterima.
Sebagai saksi ditampilkan Lange dan anaknya, Cortesio, kelima orang Jerman,
Old Death, dan saya. Senjata para terdakwa diletakkan di atas meja sebagai barang
bukti, begitu juga senapan mereka. Old Death sudah mengupayakan sehingga semua
senjata yang disembunyikan di belakang istal pun dibawa ke mari. Ternyata semuanya
masih berisi peluru. Maka sherif mulai membuka sidang dengan berkata,
“Pengambilan sumpah para terdakwa tidak perlu dilakukan karena moral
mereka sudah bobrok, sehingga gentlemen yang bermoral dan terhormat yang hadir di
sini tidak pantas menerima sumpah mereka.”
Selain Kuklux, yang hadir di dalam rumah makan hanya orang-orang yang
“memiliki pengetahuan yang teruji tentang hukum dan undang-undang, dan proses
pengadilan seperti ini mereka terima dengan senang hati tanpa protes.” Mereka
bersorak riuh mendengar pujian sherif lalu membungkukkan badan untuk menyatakan
terima kasih. Namun saya juga melihat wajah beberapa orang yang tidak senang atas
pujian itu.
Mula-mula para saksi diminta memberikan keterangan. Old Death maju dan
menceritakan semua peristiwa secara terperinci. Kami hanya bisa menyetujuinya.
Setelah itu bangkitlah “Jaksa Penuntut Umum”. Dia mengulangi pernyataan kami dan
menegaskan bahwa para terdakwa termasuk anggota perkumpulan terlarang yang
didirikan hanya untuk menebarkan aksi-aksi teror. Mereka ingin memperkosa hukum,
menggantikan dasar negara, dan melakukan kejahatan terkutuk lainnya. Semua
tindakan kriminal tersebut melanggar hukum dan terancam hukuman penjara selama
beberapa tahun, atau mungkin seumur hidup, atau bahkan hukuman mati. Dengan
masuk menjadi anggota perkumpulan saja, orang sudah diancam hukuman minimal
sepuluh atau dua puluh tahun penjara. Selain itu mereka pun terbukti menyusun suatu
pembunuhan berencana atas seorang bekas pejabat dari Partai Republik, mencambuk
keji dua orang yang terpandang dan ingin membakar sebuah rumah di kota nan indah
ini. Dan tuduhan terakhir, mereka pun bermaksud menggantung dua orang asing yang
cinta damai dan jujur. Ketika mengatakan kalimat terakhir ini, dia membungkuk ke
arah Old Death dan saya. Ya, semua penduduk La Grange berhutang budi pada kami,
karena berkat jasa kami, mereka terhindar dari malapetaka. Karena itu mereka
menuntut, barang siapa yang bermaksud membunuh kami, harus diganjar dengan
hukuman yang paling berat. Maka sherif mendesak hakim untuk menjatuhkan
hukuman tanpa memberi keringanan sedikit pun. Para hakim diminta memilih
beberapa orang Kuklux yang dianggap paling jahat untuk segera digantung.
Sedangkan anggota yang lainnya hanya mendapat hukuman cambuk karena alasan
“perikemanusiaan”. Tapi mereka pun akan disekap dalam penjara seumur hidup
supaya tidak lagi melakukan gerakan-gerakan yang berbahaya bagi negara atau yang
meresahkan masyarakat.
Tuntutan jaksa penuntut itu juga mendapat dukungan dari para bravos11.
Kepada mereka pun dia membungkuk sebagai tanda terima kasih. Setelah selesai
giliran jaksa penuntut umum, kini pembela diberi kesempatan berbicara. Dia
menegaskan bahwa ketua pengadilan membuat kesalahan besar, karena tidak
menanyakan nama terdakwa. Padahal itu diperlukan untuk surat keterangan kematian
dan surat keterangan lainnya... dia juga masih memaparkan beberapa aspek lain, dan
harus saya akui, argumennya memang benar. Dia pun tidak menyangkal bahwa
orang-orang Kuklux telah menyusun rencana jahat dan memang begitulah
kenyataannya. Tetapi rencana tersebut belum sempat dilaksanakan, karena keburu

11
Hadirin yang gagah berani.
digagalkan. Jadi mereka bersalah hanya karena mencoba melakukan kejahatan.
Karena pertimbangan ini, hukuman gantung atau penjara seumur hidup tidak mungkin
diputuskan. Dia bertanya pada setiap orang, apakah seseorang sudah dirugikan oleh
suatu kejahatan yang masih sebatas ide atau rencana. Tak pernah ada pengadilan
yang menjatuhkan keputusan untuk kasus seperti itu. Hal yang sama pun harus
dipraktekkan di sini! Karena tidak ada kerugian yang diderita oleh seseorang, maka
pembela mendesak agar para terdakwa dibebaskan dari segala tuduhan. Dengan
begitu anggota mahkamah dan semua anggota saksi yang hadir menunjukkan bahwa
mereka adalah manusia bermoral dan orang Kristiani yang cinta damai. Setelah
selesai, dia juga mendapat tepuk tangan, walaupun cuma sedikit. Dia membungkuk
dalam-dalam, seolah-olah seluruh dunia menyambutnya dengan sorak riuh rendah.
Kemudian ketua pengadilan berdiri untuk kedua kalinya. Pertama-tama dia
berkata, dengan sengaja dia tidak menanyakan nama dan “kebiasaan lain” dari para
terdakwa, karena dia yakin, mereka akan berbohong. Dia mengajukan usul, setelah
hukuman gantung dilaksanakan, akan dibuat surat kematian yang singkat untuk
semua orang tersebut. Isinya kira-kira begini: “Sembilan belas orang Kuklux ini harus
digantung karena kesalahannya sendiri”. Dia juga mengakui, bahwa para terdakwa
hanya melakukan usaha pembunuhan, lalu mempertanyakan kembali definisi
“bersalah” dalam kasus ini. Tak lupa dia juga menyinggung bahwa berkat usaha kami
berdua, usaha mereka untuk membunuh berhasil digagalkan. Usaha pembunuhan itu
memang berbahaya dan karena mengandung potensi membahayakan orang lain,
maka pelakunya harus dihukum. Dia tidak berminat dan tidak mempunyai waktu untuk
duduk berjam-jam mendengar debat antara jaksa penuntut umum dan pembela. Dia
juga tidak mau lama-lama berurusan dengan komplotan itu, suatu kelompok yang
memang aneh. Jumlah mereka sembilan belas orang dan bersenjata lengkap. Tetapi
dengan mudah mereka dapat dikalahkan oleh dua orang asing. Sikap kepahlawanan
seperti ini tentu tidak boleh dipandang sebelah mata. Dia juga dikira bersekutu dengan
Kuklux. Hal itu tidak diterimanya. Dia berusaha agar orang-orang itu dipermalukan di
muka umum dan menguburkan niatnya untuk menyerang kota ini sekali lagi. Dia
mengajukan pertanyaan kepada anggota mahkamah, apakah para terdakwa akan
dinyatakan bersalah atas usaha pembunuhan, perampokan, pencurian, penganiayaan,
dan pembakaran. Dia meminta supaya jawaban tidak ditunda sampai akhir bulan
Desember tahun depan, karena di depan para juri telah berkumpul orang-orang yang
sudah tidak sabar lagi mendengarkan keputusan hakim.
Sindirannya disambut dengan tepuk tangan meriah. Para juri pergi ke sudut
ruangan dan berunding tidak lebih dari dua menit. Kemudian ketua juri
memberitahukan keputusan akhir kepada sherif. Bunyinya: mereka dinyatakan
bersalah. Lalu sherif berbisik-bisik dengan anggota sidang pengadilan lain untuk
berunding. Menariknya, setelah perundingan itu, sherif memerintahkan orang untuk
mengambil semua barang yang ada di dalam tas terdakwa, terutama yang paling
dicari adalah uang. Setelah perintah itu dilaksanakan, semua uang yang terkumpul
dihitung. Sherif mengangguk puas lalu berdiri untuk mengumumkan keputusan akhir.
“Mesch’schurs,” katanya. “Para terdakwa telah dinyatakan bersalah. Saya kira,
keputusan inilah yang kalian harapkan. Saya tidak akan berkata panjang lebar karena
kita telah berdebat sangat alot tentang bentuk hukuman, antara hukuman gantung
dan pelaksanaannya. Tapi semua kejahatan yang mereka rencanakan tidak jadi
dilaksanakan. Karena itu seperti alasan yang diajukan pembela yang dilandaskan pada
rasa kemanusiaan dan nilai agama Kristiani, maka hukuman gantung terpaksa
dibatalkan...”
Para terdakwa menarik napas lega, hal itu terlihat sangat jelas. Dari barisan
penonton terdengar beberapa suara yang tidak puas. Sherif berkata lebih lanjut,
“Sudah saya katakan tadi, rencana untuk tindak kejahatan sendiri sudah
mengandung bahaya. Jika kita tidak menghukum orang-orang Kuklux ini, maka paling
tidak kita harus mengusir mereka pergi jauh-jauh sehingga tidak lagi menjadi sumber
keresahan bagi kita. Karena itu kami memutuskan untuk mengusir mereka dari Texas
dengan cara yang memalukan sehingga mereka tidak berani lagi menampakkan
batang hidungnya di sini. Pertama-tama rambut dan janggut mereka harus dicukur
habis. Beberapa gentlemen yang hadir di sini tentu dengan senang hati menerima
tugas ini. Siapa yang rumahnya paling dekat, boleh pulang untuk mengambil gunting.
Sedangkan mereka yang sama sekali tidak tahu cara menggunting rambut akan
diberikan kesempatan pertama oleh sidang pengadilan untuk tugas mulia ini.”
Semua tertawa terbahak-bahak. Seseorang lalu membuka jendela dan berseru
menyampaikan kepada yang berdiri di luar,
“Bawa gunting ke sini! Rambut orang-orang Kuklux akan digunduli. Siapa yang
membawa gunting, dia akan diizinkan masuk!”
Saya menduga, semua orang yang berdiri paling belakang pasti segera berlari
mengambil gunting. Dan memang benar. Dalam sekejap mata terdengar derap kaki
yang disusul teriakan shears dan scissars12. Bahkan sebuah suara berteriak keras
shears for clipping trees dan shears for clipping sheeps, yaitu gunting pohon dan
gunting untuk mencukur bulu domba.
“Selain itu,” kata sherif lebih lanjut, “juga sudah diputuskan, bahwa orang-
orang hukuman ini harus dibawa ke kapal, yang malam tadi datang dari Austin jam

12
Inggris: Gunting besar dan Scissor: Gunting rambut.
sebelas lewat. Besok pagi-pagi benar kapal itu akan berangkat ke Matagorda.
Setibanya di sana, mereka akan dinaikkan ke kapal pertama yang berangkat
meninggalkan Texas tanpa kembali lagi. Mereka dinaikkan ke dek tanpa mempedulikan
siapa mereka, dari mana asal mereka dan ke mana kapal itu akan berlayar. Mulai
sekarang hingga saat naik kapal nanti, mereka tidak boleh menanggalkan pakaiannya,
supaya tiap-tiap penumpang bisa melihat, bagaimana kita penduduk Texas
memperlakukan orang-orang Kuklux. Tangan mereka pun harus tetap terikat. Mereka
baru mendapat roti dan air setelah tiba di Matagorda. Semua biaya perjalanan dibayar
dengan uang hasil rampokan mereka, yang semuanya berjumlah lebih dari tiga ribu
dollar. Selain itu semua barang mereka, terutama senjata, akan disita dan dilelang.
Sidang pengadilan telah memutuskan bahwa hasil pelelangan itu akan digunakan
untuk membeli bir dan brandy, supaya saksi-saksi yang telah bersikap kooperatif ini
bersama-sama istrinya boleh minum-minum sedikit dan menari pada pesta yang akan
diadakan di tempat ini setelah sidang berakhir. Kita terus berpesta hingga besok pagi
dan mengiringi kepergian orang-orang Kuklux ini ke kapal dengan musik duka dan
kidung-kidung ratapan. Semua tawanan hanya bisa menyaksikan kita berdansa, tapi
mereka tidak boleh ikut serta atau beranjak dari tempatnya. Jika pembela ingin
mengajukan keberatan terhadap keputusan itu, kami bersedia mendengarnya, tapi
kami minta dengan hormat supaya dia berbicara dengan singkat. Kami masih harus
mencukur kepala mereka, dan barang-barang mereka pun harus dilelang. Jadi masih
banyak tugas yang harus kami kerjakan sebelum pesta dimulai.”
Terdengar tepukan tangan lebih keras daripada sebelumnya dan diselingi
dengan teriakan-teriakan keras. Hakim ketua dan pembela harus berusaha keras
menenangkan massa supaya suara pembela bisa didengarkan.
“Apa yang saya katakan berikut ini bermanfaat bagi klien saya,” kata pembela.
“Saya kira, keputusan sidang pengadilan ini memang keras, tetapi hal itu sudah
diimbangi dengan kebijaksanaan yang menetapkan bahwa uang mereka akan
digunakan untuk membeli bir, brandy, dan lain-lain untuk keperluan pesta. Maka atas
nama semua klien saya, saya menegaskan bahwa saya sangat setuju dengan
keputusan hakim. Saya pun berharap, semoga setelah keputusan ini mereka bisa
memulai hidup baru yang lebih baik dan lebih berguna di masa mendatang. Saya juga
ingin mengingatkan mereka supaya jangan coba-coba datang lagi ke sini, karena saya
sudah muak menjadi pembela dan terlibat dalam perkara aneh seperti ini. Untuk
urusan administrasi perlu saya jelaskan, setiap klien dituntut membayar dua dollar
untuk biaya pembelaan. Jadi untuk sembilan belas orang, saya harus mendapat tiga
puluh delapan dollar. Tapi saya tidak perlu menulis kwitansinya, jika uang tersebut
segera dibayar di hadapan semua orang yang hadir di sini. Dalam perkara ini pun saya
hanya mengambil delapan belas dollar untuk diri sendiri. Sedangkan selebihnya, dua
puluh dollar, akan saya berikan untuk biaya penerangan dan sewa ruangan ini. Dan
supaya para pemusik pun tidak pulang dengan tangan hampa, saya mengusulkan agar
setiap gentleman yang ingin berpesta harus dipungut lima belas sen untuk karcis
masuk. Para ladies tentu saja tidak perlu membayar.”
Kemudian dia duduk kembali. Sherif pun menyatakan sependapat dengannya.
Saya duduk di sana dan menyaksikan semua prosedur hukum seperti dalam
mimpi saja. Jadi semuanya disetujui seperti itu? Tak ada keraguan lagi. Saya melihat
pembela itu menerima uangnya dan banyak orang berlari ke rumah untuk menjemput
istri masing-masing ke tempat pesta. Pada saat yang sama datang juga orang-orang
yang membawa berbagai jenis gunting. Sebenarnya saya ingin marah, tetapi tidak
jadi. Saya harus ikut tertawa bersama Old Death yang sudah terkekeh-kekeh
menyaksikan semua kejadian itu. Orang-orang Kuklux benar-benar dicukur sampai
gundul. Kemudian dimulailah pelelangan barang-barang mereka. Senjata mereka
cepat sekali laku dan harganya pun tinggi. Barang-barang lainnya pun habis terjual.
Tidak bisa dibayangkan betapa hiruk pikuknya suasana ketika penduduk kota itu
datang-pergi dan saling berdesak-desakkan. Semua orang ingin masuk ke dalam bar,
padahal ruangan itu hanya mampu menampung sepersepuluh dari semua yang hadir.
Kemudian tampillah sekelompok pemusik, yang terdiri dari seorang pemain klarinet13,
pemain biola, peniup terompet, dan seseorang dengan seruling tua. Kelompok orkes
ini segera mengambil tempat di pojok dan mulai menyetel alat-alat musiknya yang
kedengaran sumbang. Suatu tanda bahwa kami tidak akan disuguhi musik yang indah
seperti yang diharapkan.
Saya hendak pergi karena kini para ladies mulai bermunculan dalam ruangan.
Namun tiba-tiba Old Death datang mendekat. Dia menjelaskan, bahwa kami berdua
adalah tamu-tamu istimewa dan kami pun boleh sedikit bersenang-senang setelah
melewati bahaya dan perjuangan yang keras. Rupanya sherif juga mendengar
percakapan kami. Dia mendukung, bahkan mendukung dengan sepenuh hati pendapat
Old Death. Dia berkata, jika kami berdua menolak untuk berdansa pada putaran
pertama, maka hal itu merupakan suatu penghinaan besar bagi seluruh penduduk La
Grange. Dia lalu mempersilahkan Old Death dan saya untuk berdansa dengan istri dan
putrinya. Kedua wanita itu sangat pandai menari. Karena saya sudah merontokkan dua
giginya dan dia beberapa kali memukul tulang rusuk saya, maka kini kami harus
memulihkan kembali hubungan. Karena itu jika saya tidak memenuhi ajakannya untuk
tetap tinggal, maka hal tersebut dapat menyakiti hatinya sekali lagi. Dia menyuruh

13
Sejenis alat tiup.
supaya disediakan sebuah meja khusus untuk kami berdua. Apa yang harus saya
perbuat? Sialnya, pada meja tersebut sudah duduk istri dan putrinya yang tadi sudah
berkenalan dengan saya. Mula-mula hanya ikut-ikutan, terperangkap, lalu harus
menanggung akibatnya! Terpaksa saya harus menerima tawarannya untuk berdansa.
Mungkin saya harus membuat beberapa gerakan meluncur dan melompat. Ya, hari ini
saya memang seorang pahlawan – dan detektif privat yang menyamar.
Sherif yang baik itu merasa sangat senang karena telah memberikan dua
kembang terindah yang dimilikinya. Dia memang menyiapkan meja khusus untuk
kami, namun sialnya meja itu hanya cukup ditempati empat orang. Maka tanpa ampun
kami harus duduk semeja dengan kedua ladies itu. Mereka tampak begitu anggun.
Mereka dituntut bersikap anggun mengingat kedudukan suami dan ayah mereka yang
begitu terpandang. Sang nyonya berusia kira-kira lebih dari lima puluh tahun. Ia
merenda sebuah kemeja dari wol dan satu kali menyinggung tentang Codex Napoleon.
Selanjutnya ia hanya diam membisu. Anak gadisnya yang berumur kira-kira tiga puluh
tahun, membawa sebuah buku berisi kumpulan puisi. Meskipun suasana sangat gaduh,
ia tetap maju dan membacakan puisinya dengan berapi-api. Ia juga menyanjung-
nyanjung Old Death dengan berbagai pujian dan membandingkannya dengan Pierre
Jean de Béranger. Namun ketika scout itu mengaku jujur bahwa dia tidak mengenal
Sir yang disebut, maka gadis itu segera diam seribu bahasa. Ketika bir disuguhkan,
kedua wanita itu tidak minum. Namun ketika sherif datang membawa dua gelas
brandy, maka wajah mereka yang tadinya judes dan cemberut kini tampak kembali
bersinar.
Pada saat itu pejabat tinggi itu mencolek saya dan berbisik,
“Sekarang saatnya untuk berdansa. Silahkan maju!”
“Tapi bagaimana jika ajakan dansa yang kami ajukan ditolak?” tanya saya
dengan suara senormal mungkin sehingga tidak tampak bahwa sebenarnya dalam hati
saya pun menginginkannya.
“Oh, tidak! Istri dan puteri saya sudah diberitahu sebelumnya.”
Maka saya bangkit dan membungkuk memberi hormat kepada gadis itu.
Dengan sopan saya mengungkapkan perasaan bangga, bahagia, dan terhormat jika
boleh berdansa dengannya. Sebagai jawaban, saya diberi buku berisi puisi yang selalu
dibawanya. Old Death menggunakan cara yang lebih praktis. Dia berseru kepada istri
sherif,
“Nah, kemarilah, Mis’siss! Berputar ke kanan atau ke kiri, bagi saya sama saja.
Terserah Anda! Yang jelas, saya akan melompat-lompat dengan kedua kaki.”
Bagaimana kami berdansa, atau tentang kecelakaan yang dialami oleh teman
karib saya itu ketika dia jatuh ke lantai bersama istri sherif, dan bagaimana
pengunjung yang hadir meneguk minuman, tidak perlu saya ceritakan panjang lebar.
Cukup! Ketika hari sudah siang, semua persediaan makanan dan minuman di rumah
makan sudah habis. Sherif mengumumkan bahwa uang hasil pelelangan belum dipakai
semuanya. Karena itu besok atau mungkin malam ini pesta bisa diteruskan lagi.
Mereka duduk atau berbaring di lantai di dalam rumah makan, di taman, atau pun di
halaman depan. Kebanyakan dalam keadaan mabuk berat. Tetapi ketika sherif kembali
mengumumkan bahwa para tawanan akan digiring ke pelabuhan, mereka semua
segera bersiap-siap. Iring-iringan itu diatur sebagai berikut: paling depan pemain
musik, kemudian disusul anggota dewan pengadilan, lalu orang-orang Kuklux yang
masih tetap mengenakan pakaian kebesarannya, selanjutnya kami para saksi, dan di
belakang kami Masters, Sirs dan gentlemen lain yang juga ingin ikut.
Orang Amerika memang luar biasa. Apa yang mereka butuhkan selalu ada.
Saya tidak tahu, dari mana mereka memperoleh dan mengambilnya begitu cepat.
Namun semakin banyak orang yang ikut dalam rombongan. Kecuali para pengkhotbah
dan ladies, mereka semua membawa peralatan rumah tangga yang bisa dijadikan alat
musik. Setelah semua berdiri dalam barisan, sherif memberikan isyarat supaya iringan
mulai bergerak. Kelompok yang berjalan paling depan segera mengumandangkan
dendang yankee-doodle. Sedangkan pada bagian akhir barisan terdengar alunan musik
yang hiruk-pikuk. Bagaimana mereka berteriak-teriak, bersorak-sorai dan bernyanyi,
semuanya tak bisa dilukiskan. Saya seolah-olah sedang berada di antara orang-orang
gila. Begitulah iringan duka itu bergerak pelan menuju ke sungai. Setibanya di sana,
tawanan diserahkan kepada kapten kapal. Dia berjanji, dan kami juga percaya, bahwa
para tawanan langsung dikurung. Bahkan dia menjamin, tak ada celah bagi mereka
untuk bisa melarikan diri. Selain itu mereka juga dijaga ketat oleh orang-orang Jerman
yang ikut berlayar.
Pada saat kapal mulai bergerak, pemain musik mulai memperdengarkan lagu
perpisahan yang sangat memilukan. Dan yang lainnya pun mulai menabuh
“instrumen” yang tadi dibawanya dari rumah. Ketika semua mata mengiringi kepergian
kapal, saya menggamit lengan Old Death dan mengajaknya pulang bersama Lange
dan anaknya ke rumah. Setelah tiba di sana, kami memutuskan untuk beristirahat
sebentar. Tapi ternyata kami tidur lebih lama daripada yang direncanakan. Ketika saya
bangun, saya melihat Old Death sudah terjaga. Dia tidak dapat tidur karena sakit di
pangkal pahanya. Saya sungguh terkejut ketika dia mengatakan bahwa hari ini kami
tidak bisa melanjutkan perjalanan. Dia merasa sakit akibat jatuh ketika berdansa tadi
malam. Kami menyuruh orang memanggil ahli bedah. Ahli bedah itu datang lalu
memeriksa pasiennya. Menurutnya, tulang kaki Old Death terlepas dari posisinya dan
harus dikembalikan. Rasanya saya ingin menjewer kuping dukun itu. Berjam-jam dia
menarik-narik kaki Old Death lalu mengatakan bahwa kami pun bisa mendengar bunyi
tulang-tulang yang berderak. Kami segera memasang telinga, namun tidak mendengar
apa-apa. Scout itu pun tidak merasa sakit ketika kakinya ditarik-tarik. Karena itu saya
mendorong dukun itu ke samping lalu memeriksa pangkal paha Old Death. Di sana
tampak memar biru yang mengitari luka. Saya yakin, Old Death hanya terkilir dan
lukanya tidak begitu parah.
“Kita harus mengolesinya dengan minyak gosok atau spiritus. Mungkin cara itu
bisa menolong Anda,” kata saya. “Ya, setidaknya hari ini Anda harus beristirahat. Tapi
sayang, Gibson mendapat kesempatan untuk melarikan diri!”
“Melarikan diri?” tanya si Tua. “Jangan khawatir, Sir! Jika orang memiliki
hidung seekor anjing berburu, seperti saya, maka jejaknya pasti bisa diendus sampai
ke mana pun. Dan dia tidak akan berhenti sebelum buruannya tertangkap.
Percayalah!”
“Saya percaya. Tapi Gibson dan Willian Ohlert tentu sudah terlalu jauh di depan
kita.”
“Kita masih bisa mengejarnya. Dalam perhitungan saya, kita mungkin
menangkapnya satu hari lebih awal atau lebih lama. Tapi yang jelas dia akan
tertangkap. Jangan putus asa! Sherif yang terhormat itu mengacaukan rencana kita
dengan pesta dan anak bininya. Tapi percayalah, saya akan memperbaiki kesalahan
ini. Orang menyebut saya Old Death. Dan Anda tahu, apa arti nama itu, bukan?”
Hati saya senang mendengarnya. Saya percaya kepada si Tua dan saya yakin,
dia tidak berbohong. Karena itu saya berusaha meredam kekhawatiran yang tidak
perlu. Saya tidak dapat meneruskan perjalanan sendirian. Itulah sebabnya saya sangat
senang ketika kami makan siang, Master Lange berkata bahwa dia pun hendak pergi
bersama kami karena arah tujuan kami sama.
“Saya dan anak saya tidak akan menyusahkan Anda,” katanya. “Saya mahir
berkuda dan menembak. Seandainya di tengah jalan kita berpapasan dengan penjahat
kulitputih dan kulitmerah, jangan takut, kami tidak akan lari. Jadi apakah Anda
keberatan jika kami ikut? Katakan!”
Tentu saja kami tidak keberatan. Kemudian datanglah Cortesio yang ternyata
tidur lebih lama daripada kami. Dia ingin menunjukkan kedua kuda yang ingin kami
beli. Walaupun masih pincang, Old Death bergegas ke halaman. Dia ingin melihat
sendiri kuda-kuda itu.
“Master muda ini pernah mengatakan, dia pandai menunggang kuda,” ujarnya.
“Namun kita tahu, apa artinya. Saya sendiri tidak yakin bahwa dia tahu banyak
tentang kuda. Jika saya ingin membeli seekor kuda, maka kadang-kadang saya
memilih seekor yang kelihatan jelek. Tetapi tentu saja saya tahu, kuda pilihan saya
itulah yang terbaik. Hal seperti ini sudah sering saya lakukan.”
Saya harus menunggangi semua kuda yang ada di dalam istal itu satu persatu
di hadapannya. Dia mengamati setiap gerak-gerik binatang itu dengan seksama. Tapi
sebelumnya, dengan berhati-hati dia telah menanyakan harga tiap-tiap kuda. Dan apa
yang tadi dikatakannya memang benar-benar terjadi: dia tidak memilih kedua kuda
yang sebenarnya disiapkan untuk kami.
“Kuda-kuda itu kelihatan bagus, tapi jelek,” katanya. “Setelah ditunggangi
beberapa hari, binatang itu sudah loyo. Tidak, kita mengambil kedua kuda tua itu.
Aneh, harganya pun begitu murah.”
“Tetapi kuda-kuda itu hanya cocok untuk menarik pedati!” kata Cortesio.
“Anda tidak mengerti, Sennor! Itulah sebabnya Anda berpendapat demikian.
Kuda-kuda itu adalah kuda prairie yang tidak terpelihara dengan baik, namun
kegesitannya tidak berkurang. Dalam perhitungan saya, kuda-kuda itu akan tetap
tegar menghadapi berbagai rintangan. Kami membelinya. Habis perkara!”

Anda mungkin juga menyukai