Anda di halaman 1dari 38

PERAMPOKAN KERETA API

Sejak pagi-pagi buta saya sudah berkuda dan menempuh jarak yang cukup
jauh. Kini saya merasa agak letih. Sementara itu matahari berada tepat di atas kepala
dan memancarkan sinar yang sangat terik. Karena itu saya memutuskan untuk
berhenti dan melepas lelah sambil menikmati santap siang. Di hadapan saya
terbentang hamparan padang prairie yang luas tak bertepi, membentuk deretan-
deretan bukit kecil. Sudah lima hari, semenjak rombongan kami diceraiberaikan oleh
kawanan Ogellallah, saya belum pernah melihat binatang ataupun manusia. Lambat
laun muncul kerinduan dalam hati saya untuk bertemu dan berbicara dengan
seseorang. Saya hanya ingin mengecek apakah saya masih sanggup berbicara dengan
baik setelah sekian lama tidak membuka mulut.
Di tempat ini tidak terlihat adanya sungai ataupun mata air. Hutan dan semak
belukar pun sangat jarang. Saya tidak membutuhkan waktu yang lama untuk
menemukan tempat yang menurut saya paling baik untuk beristirahat. Pada sebuah
dataran yang cekung, saya melompat dari kuda lalu menambatkannya, kemudian
melepaskan selimut dari punggungnya. Setelah itu saya mendaki ke atas sebuah bukit
kecil kemudian duduk di sana. Kuda saya harus tetap dibiarkan di bawah agar tidak
terlihat seandainya ada musuh mendekat. Saya sendiri harus berada di ketinggian
supaya bisa mengamati daerah di sekitarnya. Di tempat itu pun orang akan sulit
melihat saya, karena saya berbaring di tanah.
Saya memang harus berhati-hati. Dulu kami berangkat bersama dalam
rombongan yang terdiri dari dua belas orang. Kami meninggalkan tepi dataran ini lalu
turun melalui bagian timur Rocky Mountains menuju ke Texas. Pada waktu itu suku-
suku Sioux meninggalkan perkampungannya setelah beberapa prajuritnya terbunuh
dan sekarang mereka ingin membalas dendam. Dan kami tahu hal itu. Kami
menggunakan semua siasat, tapi pada akhirnya kami toh tetap saja jatuh ke tangan
mereka. Setelah pertempuran sengit dan berdarah yang menewaskan lima orang dari
rombongan kami, kami lari tercerai-berai ke seluruh penjuru padang prairie.
Karena kami tidak menghilangkan semua jejak, maka orang-orang Indian pasti
tahu bahwa kami pergi ke arah selatan. Dan dapat dipastikan, mereka akan mengejar
kami. Jadi, yang paling penting sekarang adalah orang harus membuka mata lebar-
lebar seandainya tidak ingin kembali bernasib sial. Karena bisa jadi, pada suatu malam
orang tidur di balik selimut hangatnya dan keesokan harinya dia harus pergi ke padang
perburuan abadi tanpa scalp1 di kepalanya.
Saya duduk lalu mengeluarkan sepotong dendeng bison. Sebagai ganti garam,
saya menaburkan bubuk mesiu di atasnya lalu mencoba mengunyahnya sampai bahan
sekeras kulit itu bisa masuk ke dalam perut. Setelah itu saya mengambil salah satu
‘hasil racikan sendiri’ lalu menyulutnya dengan api dengan menggunakan punks
(pemantik prairie, sejenis batu api). Dengan nikmat saya mengepulkan asap dari
mulut, seolah-olah saya seorang petani Virginia yang mengisap tembakau terbaik dari
Goosefoot2 sambil mengenakan sarung tangan halus.
Saya berbaring di atas selimut. Tidak lama kemudian tanpa sengaja saya
menoleh ke belakang dan melihat sebuah titik kecil di kaki langit. Titik itu bergerak
lurus ke arah saya melalui jalan yang tadi saya lewati. Dengan cepat saya melompat
dari bukit lalu merebahkan diri di tanah sehingga seluruh tubuh saya terlindungi.
Setelah saya perhatikan lebih teliti, ternyata bayangan yang semakin mendekat itu
adalah seorang penunggang kuda yang – menurut istilah orang Indian – bertengger
terlalu maju di atas kudanya.

1
Kulit kepala. Orang Indian menyayat kulit kepala musuhnya sebagai tanda kemenangan.
2
Sebuah merk rokok.
Ketika saya mula-mula melihatnya, jarak kami kira-kira satu setengah mil
inggris3. Kudanya bergerak begitu lamban sehingga dia membutuhkan hampir
setengah jam untuk menempuh jarak itu. Sekali lagi saya memandang ke sana. Saya
benar-benar terkejut karena melihat ada empat titik lain yang bergerak persis di
belakangnya dan melalui jalan yang dilewatinya. Saya tergerak untuk terus
memperhatikannya dengan lebih seksama. Penunggang kuda yang di depan adalah
seorang kulitputih, seperti yang terlihat jelas dari pakaiannya. Barangkali dia dikejar
oleh orang-orang Indian. Saya mengeluarkan teropong. Ternyata saya tidak keliru.
Kini mereka semakin dekat dan melalui teropong, saya bisa mengenali dengan jelas
senjata dan tato pada sekujur tubuh mereka. Mereka adalah orang-orang Ogellallah,
kelompok paling brutal dan paling kejam dari suku Sioux. Mereka menunggangi
kudanya begitu gesit, sementara itu kuda si kulitputih tampaknya bukanlah hewan
yang luar biasa. Sekarang dia semakin mendekat sehingga saya bisa mengamatinya
lebih jelas.
Orang itu mempunyai potongan tubuh kecil, kurus kering, dan mengenakan
sebuah topi tua dari bulu binatang di atas kepalanya. Topi tersebut sama sekali tidak
memiliki caping. Hal itu memang tidak aneh di padang prairie. Tetapi justru
kekurangan ini menonjolkan cacatnya yang segera terlihat oleh saya; dia tidak
memiliki telinga. Di tempat yang semestinya ada telinga, terlihat bekas-bekas
penganiayaan yang kejam. Ya, telinganya sudah dikerat. Di atas pundaknya tersampir
sehelai selimut besar yang menyelubungi seluruh tubuhnya dan hanya menyisakan
kakinya yang kurus. Kaki itu terbungkus oleh sepasang sepatu yang aneh. Di Eropa,
orang pasti sudah tertawa melihat sepatu seperti ini. Sepatu itu terbuat dari sejenis
pembalut kaki yang biasa dibuat dan dipakai oleh orang-orang Gaucho di Amerika
Utara. Proses pembuatannya sangat sederhana: kulit dari bagian pinggang kuda
disayat lalu dipasang pada kaki seseorang selagi kulit itu masih basah lalu dibiarkan
hingga kering. Kulit tersebut akan menempel erat lalu mengeras pada bagian kaki
hingga pergelangan kaki, sehingga akan membentuk semacam pembalut kaki. Sepatu
ini memang sangat unik karena bagaimanapun juga pemakainya tetap menginjak
tanah dengan telapaknya. Pada pelana kudanya tergantung sebuah benda. Bentuknya
seperti senapan, tetapi tampaknya lebih menyerupai kayu lapuk yang sering dijumpai
orang di hutan. Dia menunggangi seekor kuda betina yang sangat tua dan mempunyai
kaki mirip kaki unta. Kuda itu sama sekali tidak berekor. Kepalanya tampak lebih besar
daripada ukuran rata-rata, dan telinganya begitu panjang sehingga orang pasti akan
terkejut begitu melihatnya. Binatang itu tampak seolah-olah tersusun dari berbagai
bagian tubuh kuda, keledai, dan unta. Waktu berlari, kepalanya menjulur begitu
rendah ke tanah. Dan seolah-olah karena terlalu berat, telinganya jatuh terkulai di
kepalanya, seperti telinga anjing laut dari Newfoundland.
Dalam keadaan normal atau apabila orang belum pernah mengalami hal
seperti itu, maka dia pasti akan menertawakan kuda beserta penunggangnya. Tapi
tidak demikian halnya dengan saya. Walaupun penampilannya tergolong aneh, di mata
saya dia tampak seperti seorang westman4 yang baru bisa dinilai setelah orang
mengenalnya lebih dekat. Dia sama sekali tidak tahu bahwa di belakangnya ada empat
orang musuh besar para pemburu prairie. Jika tahu pasti dia tidak akan memacu kuda
begitu lamban tanpa rasa takut. Dan sesekali dia pun harus menoleh ke belakang.
Sekarang dia sudah berada pada jarak seratus langkah dan mencapai jejak
saya. Saya tidak bisa mengatakan apakah dia atau kudanya yang lebih dulu melihat
jejak tersebut. Yang jelas, tiba-tiba kuda itu berhenti dengan sendirinya lalu
menurunkan kepalanya lebih rendah ke tanah dan menelusuri jejak kuda saya.
Sementara itu telinganya yang panjang dikibas-kibas, kadang ke atas kadang ke
bawah, lalu ke depan dan ke belakang. Kelihatannya seolah-olah ada tangan yang
menggerak-gerakkan kedua telinga tersebut. Penunggangnya ingin turun untuk

3
Satu mil inggris sekitar 1.609 meter.
4
Frontierman. Petualang, pengelana, pemandu di daerah Barat.
memeriksa jejak lebih teliti. Tetapi dengan itu dia hanya membuang-buang waktu
karena kini bahaya semakin dekat. Karena itu saya mengingatkan dia dengan
berteriak,
“Hallo, hai Bung! Paculah terus kuda Anda dan datanglah kemari!”
Saya mengubah posisi berbaring saya sehingga dia bisa melihat saya. Kudanya
menegakkan kepala dan meninggikan telinga lurus ke depan, seolah-olah bisa
menangkap seruan saya dengan tepat. Sementara itu ia mengibas-ngibaskan ekornya
yang pendek dan tak berbulu.
“Hallo, Master,” jawabnya. “Jagalah suara Anda dan bicaralah sedikit lebih
halus. Di padang sepi ini kita tidak tahu dengan pasti apakah di sini atau di sana ada
orang yang sebenarnya tidak perlu mendengar suara Anda! Ayo, Tony!”
Kuda betina itu kemudian bergerak sesuai perintah dan berhenti dengan
sendirinya di dekat kuda saya. Setelah melihat kuda saya, dengan angkuh dan aneh
binatang itu membalikkan bagian tubuhnya yang oleh orang-orang kapal biasa disebut
buritan. Kuda itu memang termasuk kuda tunggangan yang hanya hidup untuk
pemiliknya dan tidak akan patuh kepada perintah orang lain. Karena itu tak mungkin ia
bisa ditunggangi orang asing. Kuda seperti ini banyak ditemui di padang prairie.
“Saya tahu, seberapa keras saya boleh berbicara!” jawab saya. “Dari mana
Anda datang dan ke mana Anda mau pergi, Master?”
“Itu sama sekali bukan urusan Anda!” jawabnya.
“Oh ya? Tampaknya Anda tidak terlalu sopan, Master. Saya sudah bisa
mengatakan demikian walaupun baru beberapa saat saya bercakap-cakap dengan
Anda. Tapi harus saya akui terus terang, saya sudah terbiasa mendengar jawaban
seperti itu jika saya bertanya kepada seseorang!”
“Hmmm, ya! Kelihatannya Anda seorang gentleman yang tahu sopan santun,”
jawabnya sambil memandang saya dengan tatapan sinis. “Kalau begitu saya akan
memberikan jawaban seperti yang Anda minta!”
Dia menunjuk ke belakang dan kemudian ke depan.
“Saya datang dari sana dan hendak pergi ke sana.”
Orang itu mulai menarik perhatian saya. Barangkali dia mengira bahwa saya
adalah seorang pemburu amatir yang mau bergabung dengan kelompoknya. Seorang
westman sejati tidak akan mempedulikan penampilannya dan secara terang-terangan
dia menentang semua hal yang berhubungan dengan kebersihan. Setiap orang yang
pernah mengembara selama bertahun-tahun di daerah Barat tidak akan berpikir untuk
mengurus penampilannya, apalagi mau berhias diri. Malahan dia menganggap orang-
orang yang berpakaian rapi sebagai greenbill5 dan mereka sama sekali tidak bisa
diandalkan. Ketika masih berada di Benteng Wilfers, saya mengenakan pakaian bersih
dan seperti biasanya saya pun merawat kebersihan senjata saya. Karena kedua alasan
inilah maka di mata seorang pemburu sabana, saya tidak cocok dianggap sebagai
westman sejati. Namun demikian saya tidak merasa tersinggung melihat sikap orang
asing ini. Maka saya menanggapinya dengan menunjuk ke arah depan seperti yang
tadi dilakukannya sambil berkata,
“Kalau begitu pergilah segera ‘ke sana’. Tetapi waspadalah terhadap empat
orang Indian yang terus membuntuti Anda dari belakang! Apakah Anda tidak melihat
mereka?”
Dari balik matanya yang bening dan tajam, dia menatap saya dengan
pandangan heran bercampur geli.
“Saya tidak melihat mereka? Hihihihi! Empat orang Indian di belakang saya
dan saya tidak tahu! Di mata saya, Anda misalnya kelihatan seperti orang aneh!
Orang-orang itu telah mengejar saya sejak pagi tadi. Tetapi saya tidak perlu menoleh
untuk melihat mereka karena saya tahu siasat yang dipakai kulitmerah itu,
Mesch’schurs6. Selama hari masih siang, mereka tetap mengikuti saya dari jauh.

5
Si Bill yang masih hijau. Anak bawang. Julukan untuk orang yang belum berpengalaman.
6
Perancis: Tuan-tuan, dalam logat Barat.
Tetapi begitu saya membaringkan diri untuk tidur pada malam hari, mereka akan
mendekati saya. Akan tetapi mereka misalnya pasti telah salah membuat perhitungan,
karena saya akan mengambil jalan melingkar dan akan kembali lagi persis di belakang
mereka. Hanya saja sampai sekarang saya belum menemukan dataran yang cocok.
Tetapi di sini, di bukit-bukit ini akhirnya saya bisa menerapkan rencana itu. Jika Anda
ingin belajar dan melihat bagaimana seorang westman tua menghadapi redmen
(orang-orang kulitmerah, Indian), maka Anda boleh tinggal di sini dan menunggu
sepuluh menit lagi. Namun Anda harus duduk tenang di sini, karena orang seperti
Anda misalnya tidak biasa menyentuh tubuh orang Indian yang berbau busuk! Come
on,Tony!”
Tanpa mempedulikan saya, dia memacu kudanya pergi. Setengah menit
kemudian dia dan kudanya yang aneh itu sudah menghilang di balik bebukitan.
Saya bisa memahami rencananya. Apabila dikejar seperti dia, saya pun akan
melakukan yang sama. Jadi dia ingin berjalan memutar lalu tiba-tiba menyergap para
pengejarnya dari belakang. Tetapi dia harus mendekati mereka secara diam-diam, dan
hal ini sebaiknya dilakukan sebelum mereka bisa membaca taktik yang akan
diterapkannya, yakni dengan mengubah haluan. Untuk maksud ini sebenarnya dia
hanya perlu bersembunyi di balik bebukitan. Selain itu rasanya lebih baik kalau dia
tidak mendekati orang-orang Indian itu dari belakang tetapi mengambil jalan agak
memutar dan membiarkan mereka lewat. Hingga kini mereka bisa mengamati dia
dengan seksama, sehingga mereka tahu, betapa besar jarak di antara mereka. Tetapi
mereka tidak menduga bahwa jarak itu makin mengecil.
Empat lawan satu. Situasi ini memaksa saya untuk menggunakan senjata.
Karena itu saya memeriksa senjata saya kemudian menunggu apa yang terjadi
selanjutnya.
Dari waktu ke waktu kelompok Indian makin mendekat. Mereka berkuda
secara beriringan, satu di depan yang lainnya. Ketika mereka hampir tiba di tempat
berpadunya jejak kaki si kerdil itu dengan jejak saya, salah seorang dari mereka yang
berkuda paling depan segera menghentikan kudanya kemudian berbalik. Tampaknya
mereka merasa aneh karena jejak kulitputih yang mereka kejar kini tiba-tiba
menghilang. Maka mereka saling merapatkan kepala dan berembuk sejenak.
Sebenarnya saya bisa langsung menembak mereka dengan Senapan Pembunuh
Beruang. Tapi hal itu tidak perlu karena sekonyong-konyong terdengar bunyi
tembakan, dan pada detik berikutnya terdengar sekali lagi. Dua orang Indian jatuh
terjungkal dari kudanya dan langsung tak berkutik. Pada saat yang sama terdengar
sebuah pekikan keras yang membahana.
“O … hi … hi … hiii!” terdengar pekikan dengan suara kerongkongan seperti
yang biasa dibunyikan orang-orang Indian sebelum membantai musuhnya.
Tetapi kali ini pekikan itu bukan berasal dari orang Indian, melainkan dari
pemburu kerdil tadi. Dia kemudian menampakkan diri dari balik bukit terdekat. Sesuai
dengan rencananya, dia menghilang di belakang saya dan kini muncul lagi di depan
saya. Dia berbuat seolah-olah hendak melarikan diri setelah melepaskan dua kali
tembakan. Sekarang kudanya berperangai sangat lain. Kakinya diangkat tinggi-tinggi
sehingga rumput di tempat itu tercabut. Kepala dan telinganya kembali tegak. Kulit
dan bulu-bulu di tubuhnya pun berdiri tegang. Penunggang kuda dan kudanya
kelihatan seperti saling memahami. Penunggangnya mengayun-ayunkan senjatanya
kemudian mengisinya dengan peluru, sementara itu dia terus berlari bersama
kudanya. Bisa dipastikan, ini bukan kali pertamanya dia menghadapi persoalan seperti
itu.
Di belakangnya terdengar dua tembakan susulan. Ternyata kedua orang Indian
menembaknya, tapi peluru mereka tidak mengenai sasaran. Mereka pun berteriak
penuh amarah, lalu mencabut tomahawk dan mengejar dia. Tetapi pada saat itu dia
sudah selesai mengisi peluru dan tiba-tiba membalikkan kudanya. Tampak seakan-
akan kuda itu turut memahami maksud penunggangnya. Binatang itu lalu berhenti,
berdiri tegak dan tidak bergerak sedikit pun seperti sebuah tiang kokoh. Dia
menaikkan senjatanya dan membidik sebentar. Pada detik berikutnya kembali
senjatanya meletus dua kali, tanpa membuat kudanya goyah. Kepala kedua orang
Indian tadi tertembus peluru.
Hingga saat itu jari telunjuk saya masih berada pada pelatuk senjata tetapi
saya tidak menariknya, karena si kerdil tidak membutuhkan pertolongan saya.
Sekarang dia melompat turun dari kudanya untuk memeriksa orang-orang Indian yang
mati. Saya berjalan mendekatinya.
“Jadi, Sir, sekarang Anda misalnya tahu, bagaimana saya mengelabui
bedebah-bedebah kulitmerah ini, bukan?” katanya kepada saya.
“Thank you, Master! Saya sudah melihatnya. Ternyata orang bisa belajar
sesuatu dari Anda,” jawab saya sambil tersenyum.
Senyum saya kelihatannya salah dimengerti oleh orang itu. Dia menatap saya
dengan tajam kemudian berkata,
“Atau barangkali sayalah yang harus belajar dari Anda?”
“Saya kira, tadi Anda tidak perlu mengambil jalan melingkar. Di dataran seperti
ini rasanya cukup apabila orang bersembunyi di balik bukit-bukit kecil ini sehingga
musuh akan mendapat kesan bahwa dia telah berada jauh di depan. Setelah itu
dengan mudah dia bisa kembali melalui jalan yang tadi dilewatinya. Berjalan melingkar
lebih cocok seandainya orang berada di dataran yang rata atau di padang prairie yang
terbuka.”
“Hei, dari mana Anda tahu semuanya? Siapakah Anda sebenarnya, he?”
“Saya seorang penulis buku.”
“Anda … penulis … buku?” karena terkejut bukan kepalang dia mundur
selangkah lalu memandang saya dengan heran bercampur kasihan,
“Apa Anda sakit, Sir?”
Dia berkata sambil menunjuk dahinya, sehingga saya bisa memahami,
penyakit apa yang dimaksudkannya.
“Tidak!” jawab saya.
“Tidak? Mungkin seekor beruang bisa mengerti Anda, tetapi saya tidak! Saya
menembak seekor karena saya ingin makan dagingnya. Apa alasan Anda menulis
buku?”
“Supaya dibaca orang.”
“Sir, jangan marah, tetapi hal itu merupakan tindakan paling bodoh yang
pernah ada! Barangsiapa yang ingin membaca buku, dia bisa mengarangnya sendiri.
Dan semua anak kecil pun misalnya tahu. Saya juga tidak menembak binatang buruan
untuk orang lain! Jadi, hmmm, ya, Anda seorang book-maker? Tapi untuk apa Anda
datang ke padang sabana ini, he? Apakah Anda misalnya ingin menulis buku tentang
daerah ini?”
“Saya baru akan menulisnya kalau sudah kembali ke rumah. Saya akan
menceritakan semua peristiwa yang saya alami dan saya lihat. Dan ribuan orang akan
membacanya. Mereka akan mengetahui apa yang terjadi di padang prairie ini dan
tidak perlu datang sendiri ke sini untuk menyaksikannya.”
“Jadi Anda juga akan menceritakan tentang saya?”
“Tentu saja.”
Lagi-lagi dia mundur selangkah. Kemudian dia maju mendekati saya,
meletakkan tangan kanan pada gagang pisau Bowie-nya , dan sambil memegang
lengan saya dengan tangan kiri, dia berkata,
“Sir, di sana kuda Anda. Naiklah segera ke punggungnya dan tinggalkan
tempat ini secepatnya sebelum ujung pisau yang dingin dan tajam ini menancap di
tubuh Anda! Orang tidak boleh mengumpat atau menyentuh tubuh Anda karena
seluruh dunia pasti akan tahu. Sekarang enyahlah dari sini!”
Pemburu kecil itu hanya setinggi bahu saya, walaupun demikian dia
mengancam dengan sungguh-sungguh. Ini tentu saja membuat saya merasa lucu,
tetapi saya tidak memperlihatkannya.
“Saya berjanji hanya menceritakan yang baik-baik tentang Anda!” kata saya.
“Pergilah sekarang! Sudah saya katakan dan itu tidak akan ditarik kembali!”
“Kalau Anda tidak mau, saya berjanji tidak akan menulis tentang Anda!”
“Sama saja! Orang yang duduk dan menulis buku untuk orang lain adalah
orang gila. Dan orang gila tidak akan menepati janji. Jadi berangkatlah, Bung! Jika
tidak saya akan segera naik darah dan akan mengambil tindakan yang pasti tidak
menyenangkan Anda.”
“Tindakan apa?”
“Anda akan segera lihat!”
Saya melihat dia tersenyum dengan mata yang memancarkan amarah. Lalu
saya berkata dengan tenang,
“Kalau begitu, baiklah kita akan melihatnya!”
“Lihatlah ke sini! Apakah Anda tertarik dengan pisau tajam ini?”
Dengan gerakan cepat, saya membekuknya lalu mencengkeram kedua
tangannya ke belakang dan menekan punggungnya dengan tangan kiri. Lalu saya
menarik tubuhnya ke arah saya sambil mendorong pergelangan tangannya ke atas.
Karena kesakitan dia berteriak dan pisau di tangannya pun jatuh. Serangan yang tak
terduga ini membuat si kerdil tidak berdaya. Sebelum dia sempat memberikan
perlawanan, saya sudah mengikat kedua tangannya ke belakang dengan
menggunakan tali dari kantong peluru.
“All devils!” teriaknya. “Apakah Anda sudah gila! Apa yang hendak Anda
lakukan misalnya terhadap saya?”
“Halllooo, Master, jagalah suara Anda dan bicaralah sedikit lebih halus,” jawab
saya meniru perkataannya tadi. “Di padang ini kita tidak tahu pasti apakah di sini atau
di sana ada orang yang sebenarnya tidak perlu mendengar suara Anda!”
Saya melepaskan dia dan dengan gerakan cepat menyambar pisau serta
senjatanya yang sebelumnya dia letakkan di tanah ketika memeriksa mayat. Dia
mencoba melepaskan ikatan di tangannya dan berjuang keras sampai mukanya
memerah. Tetapi dia tidak berhasil melonggarkan ikatan.
“Jangan coba-coba membuka talinya, Master. Anda tidak akan bebas sebelum
saya menghendakinya,” kata saya memberikan peringatan. “Sebenarnya saya hanya
ingin membuktikan kepada Anda bahwa seorang book-maker pun bisa memperlakukan
orang lain sebagaimana mereka ingin memperlakukan dia. Anda mencabut pisau
hendak menikam saya, padahal saya tidak menghina atau merugikan Anda sedikit
pun. Menurut hukum prairie, Anda telah bersikap curang terhadap saya, sehingga saya
bisa berbuat apa saja terhadap Anda sesuai keinginan saya. Tak ada seorang pun yang
bisa menyalahkan saya seandainya sekarang saya menusukkan besi yang dingin dan
tajam ini ke dada Anda dan bukannya ke dada saya seperti yang Anda rencanakan
tadi.”
“Tikamlah,” jawabnya dengan nada muram. “Anda pantas membunuh saya.
Anda telah berhasil mengamat-amati saya di siang bolong lalu mengikat saya tanpa
ada perlawanan sedikit pun. Ini adalah sebuah aib dan seorang Sans-ear tidak tahan
menanggung aib seperti ini!”
“Sans-ear? Jadi Anda Sans-ear?” teriak saya tidak percaya.
Banyak sekali cerita yang sudah saya dengar tentang westman terkenal ini.
Tak seorang pun dari masyarakat kebanyakan yang pernah melihat dia, karena dia
merasa diri tidak pantas bergaul dengan mereka. Sudah lama dia kehilangan
telinganya, yakni ketika dia hidup bersama orang-orang Navajo. Karena itu dia
mendapat julukan yang terbentuk dari dua kata “Sans-ear” yang artinya ‘tanpa-
telinga’. Dengan nama ini dia dikenal sampai ke ujung padang sabana, bahkan
melewati batas-batas padang sabana.
Dia tidak menjawab pertanyaan saya. Baru setelah saya mengulanginya, dia
menjawab,
“Nama saya tidak berkaitan dengan Anda! Apabila nama itu buruk, maka tak
ada gunanya saya dipanggil demikian. Dan apabila nama itu baik, maka lebih baik
saya menyembunyikannya setelah mendapat aib ini.”
Saya maju mendekat dan membuka tali yang mengikat tangannya.
“Ini, ambillah pisau dan senjata Anda. Kini Anda bebas. Pergilah ke mana pun
Anda mau!”
“Jangan bergurau! Apakah saya harus membiarkan aib ini setelah saya
dikalahkan oleh seorang greenhorn7? Kalau saya ditaklukkan oleh orang-orang
termasyhur seperti Winnetou, prajurit kulitmerah itu, atau oleh Haller yang bertubuh
kekar atau bahkan oleh seorang pencari jejak seperti Old Firehand dan Old
Shatterhand, maka, ya … maka ….”
Saya merasa iba melihat si tua ini. Coup8 saya telah melukai perasaannya.
Karena itu saya merasa tergerak untuk menghiburnya. Dia baru saja menyebutkan
namanya, sebuah nama yang sangat terkenal di perkemahan kulitputih dan di wigwam
prajurit Indian.
“Saya seorang greenhorn?” tanya saya. “Apakah Anda sungguh yakin, bahwa
seorang yang belum berpengalaman bisa bergurau dengan Sans-ear yang terkenal
begitu tangguh?”
“Jadi Anda bukan seorang greenhorn? Ya, tapi Anda kelihatan begitu rapi
seakan-akan baru keluar dari toko pakaian. Senjata Anda pun terawat bersih, seakan-
akan hendak dipersiapkan untuk karnaval!”
“Tetapi senjata ini sangat ampuh. Saya bisa membuktikannya! Lihatlah!”
Saya memungut sebuah batu dari tanah yang ukurannya dua kali lebih besar
dari kepingan uang logam dollar, lalu melemparkannya ke atas. Kemudian saya segera
membidiknya. Ketika batu itu mencapai titik tertinggi dan tampak seperti tidak
bergerak lagi karena hendak jatuh, peluru saya mengenainya sehingga melambung
lebih tinggi.
Sebagai latihan, dulu saya telah mencoba ratusan kali menembak seperti itu
sampai akhirnya berhasil. Kini hal seperti itu bukan lagi sesuatu yang luar biasa. Tetapi
pemburu kerdil itu memandang saya dengan mata terbelalak karena begitu terpesona.
“Heavens, tembakan yang sangat menakjubkan! Apakah tembakan Anda selalu
mengenai sasaran?”
“Dari dua puluh kali tembakan bisa dipastikan sembilan belas kali kena.”
“Ya, kalau begitu Anda pasti seorang terkenal. Siapakah nama Anda misalnya?”
“Old Shatterhand.”
“Mustahil! Mestinya Old Shatterhand lebih tua daripada Anda. Jika tidak, maka
pasti dia tidak disebut ‘Old Shatterhand’!”
“Rupanya Anda lupa, kata ‘old’ tidak selamanya dipakai untuk menyatakan
usia.”
“Benar! Tetapi hmmm, jangan tersinggung, Sir. Old Shatterhand pernah
disergap oleh seekor beruang grizzly secara tiba-tiba ketika dia sedang tidur. Binatang
itu mengoyak dagingnya dari bahu sampai ke tulang rusuk. Syukurlah luka itu tertutup
kembali, tetapi bekas luka itu misalnya pasti masih kelihatan!”
Saya membuka baju dari kulit bison, juga pakaian berburu warna putih di
baliknya yang terbuat dari kulit rusa.
“Lihatlah!”
“Astaga, Anda sungguh diserang oleh binatang itu! Pasti ke-68 tulang rusuk
Anda telah terkelupas pada saat itu.”
“Hampir saja saya mengalami naas itu. Peristiwa tersebut terjadi di Red River.
Dengan luka yang mengerikan saya terbaring seorang diri di tepi sungai selama dua
minggu, di samping beruang itu, sampai Winnetou, sang Kepala Suku Apache, datang
dan menemukan saya. Dialah yang memberi julukan yang tadi Anda sebutkan.”
“Jadi ternyata Anda benar-benar Old Shatterhand! Hmmm! Saya ingin
menanyakan sesuatu. Apakah Anda berpikir bahwa saya misalnya seorang yang
sangat tolol?”

7
Anak bawang. Orang yang belum berpengalaman. Konotasinya seperti greenbill.
8
Perancis: Muslihat yang mengejutkan.
“Sama sekali tidak. Anda hanya khilaf karena menganggap saya seorang
greenhorn. Hanya itu saja. Seorang yang belum berpengalaman tentu tidak akan
melakukan penyergapan seperti itu. Sans-ear hanya dapat dikalahkan secara
kebetulan.”
“Oho! Tetapi bagi Anda tampaknya hal itu bukanlah kebetulan. Hanya ada
sedikit orang yang memiliki kekuatan seekor banteng seperti Anda. Jadi saya tidak
merasa malu karena dikalahkan oleh Anda. Nama saya yang sebenarnya ialah Sam
Hawerfield. Jika Anda mau menyenangkan hati saya, cukup panggillah saya dengan
Sam!”
“Dan Anda boleh memanggil saya Charley. Semua sahabat saya pun
memanggil demikian. Mari kita berjabatan tangan!”
“Topp, kita sepakat, Sir! Sam yang sudah berumur ini tidak biasanya begitu
cepat menjabat tangan orang. Tapi bagi Anda saya bersedia mengulurkan tangan.
Hanya saya minta supaya Anda tidak bertindak kasar sehingga tangan saya tidak
hancur menjadi puding! Saya masih membutuhkannya.”
“Jangan khawatir, Sam! Tangan Anda bisa saja berguna bagi saya kelak.
Demikian juga tangan saya selalu terbuka untuk menolong Anda. Namun sekarang
saya mengulangi lagi pertanyaan saya sebelumnya. Dari mana Anda datang? Dan ke
mana Anda mau pergi?”
“Saya baru datang dari Canada. Di sana saya mengunjungi sekelompok
lumberstrikers (para penebang kayu). Sekarang saya misalnya hendak pergi ke Texas
dan Mexico. Katanya di sana terdapat banyak orang biadab yang hanya tertawa
senang ketika mereka menggunakan pisau atau peluru untuk membunuh orang lain.”
“Saya pun sedang menuju ke sana! Saya ingin berangkat ke Texas dan
California. Tapi saya tidak keberatan, seandainya saya harus singgah sebentar di
Mexico. Apakah saya boleh pergi bersama Anda?”
“Apakah Anda boleh? Ya, tentu saja! Anda sudah pernah menjelajahi daerah
Selatan, jadi just Andalah orang yang sebenarnya saya butuhkan. Tapi katakan sekali
lagi dengan serius, apakah Anda sungguh menulis buku?”
“Ya.”
“Hmmm! Kalau Old Shatterhand menulis buku, pasti persoalannya sungguh
lain daripada yang saya bayangkan. Namun saya katakan, lebih baik saya jatuh
terperosok ke dalam sarang beruang dengan punggung lebih dulu daripada saya harus
mencelupkan pena ke dalam tinta. Sepanjang hidup belum satu kata pun yang berhasil
saya tulis. Tetapi sekarang ceritakanlah, bagaimana orang-orang Indian itu bisa datang
sampai ke daerah ini! Mereka adalah suku Ogellallah dan orang harus berhati-hati
terhadap mereka.”
Saya lalu menceritakan kepadanya semua yang saya ketahui.
“Hmmm!” sahutnya. “Kalau begitu, tidak aman jika kita berlama-lama di sini.
Kemarin saya menemukan jejak yang membuat saya tercengang. Saya lalu
menghitungnya, paling sedikit ada enam puluh kuda yang melewati tempat itu.
Keempat orang Indian ini pasti anggota kelompok itu dan mereka dikirim untuk
membuat patroli keliling. Apa Anda sudah pernah berada di sini?”
“Belum.”
“Kira-kira dua puluh mil dari sini ke arah barat terbentang padang prairie yang
rata. Sepuluh mil sesudahnya terdapat sebuah sungai. Orang-orang Indian pasti pergi
ke sana untuk memberi minum kudanya. Tentu saja kita harus menghindari mereka
dan lebih baik kita pergi ke selatan. Kita akan tiba di sungai tersebut besok sore. Kalau
kita segera berangkat, maka sebelum hari malam kita sudah tiba di rel kereta api yang
dibangun dari Amerika menuju ke daerah Barat. Seandainya kita sampai pada saat
yang tepat, kita bisa beruntung melihat kereta yang misalnya lewat di depan mata.”
“Saya siap berangkat. Namun apa yang akan kita lakukan dengan mayat-
mayat ini?”
“Apa yang akan kita lakukan? Tidak banyak. Kita membiarkan saja mereka
tergeletak di sini. Hanya sebelumnya saya ingin mengerat telinga mereka.”
“Kita harus menguburkan mereka, karena apabila orang menemukannya,
maka akan ketahuan bahwa kita berada di tempat ini.”
“Orang harus menemukan mayat-mayat ini, Charley. Saya justru
menghendakinya demikian.”
Maka keempat mayat itu dipikulnya ke atas sebuah bukit lalu dibaringkan
berdampingan. Kemudian dia memotong telinga mereka dan meletakkannya di tangan
masing-masing.
“Selesai, Charley! Kawan-kawannya akan menemukan mereka dan segera
tahu, bahwa Sans-ear berada di sini. Dengarlah, rasanya sangat mengerikan jika
telinga kita menggigil kedinginan pada musim dingin. Sekarang mereka tidak akan
mengalaminya lagi. Pada suatu hari saya kurang gesit sehingga akhirnya saya
ditangkap oleh kulitmerah. Saya memang bisa membunuh beberapa dari mereka,
tetapi ada seorang yang berhasil lolos. Saya mengayunkan tomahawk, namun hanya
telinganya yang kena. Karena itu sebelum saya dibunuh, mereka mengerat telinga
saya sebagai balasan untuk menghina saya. Mereka berhasil mengambil telinga saya
tapi bukan hidup saya, karena tanpa diduga-duga Sam Hawerfield bisa melepaskan diri
lalu kabur. Tetapi untuk menebus kedua telinga saya … nah, hitunglah!”
Dia mengambil senjatanya dan dengan tenang memperlihatkan sejumlah garis
yang terpahat di sana.
“Setiap garis mewakili nyawa seorang musuh dari pihak Indian. Sekarang saya
akan membuat lagi empat garis baru.”
Dia memahat empat garis kemudian berkata,
“Yang terpahat di sini adalah nyawa kulitmerah. Sedangkan di atasnya
terpahat delapan garis untuk kulitputih yang sudah merasakan peluru saya. Mengapa
saya sampai melakukannya, kelak akan saya ceritakan kepada Anda. Dan dari
kulitputih hanya dua orang yang masih terus saya buru. Keduanya adalah bapak dan
anak. Mereka merupakan manusia paling jahat yang pernah terlahir ke dunia ini. Jika
saya menemukan keduanya, maka selesailah tugas saya.”
Matanya yang berkilat-kilat tiba-tiba tampak berlinang. Di wajahnya yang
keras terpancar ekspresi duka cita, kesedihan dan kasih sayang. Saya menduga, hati
pemburu tua itu berkabung karena terkenang suatu peristiwa di masa lampau.
Barangkali seperti kebanyakan orang lain, dia ingin mengubur rasa sakit atau
dendamnya dengan pergi bertualang di padang rumput yang keras ini. Karena di sini
seorang pemburu prairie sejati tidak mengindahkan perintah utama dari Yesus
“Kasihilah musuh-musuhmu!”
Dia kembali mengisi senjatanya. Senjata itu merupakan mesin tembak yang
menakutkan yang banyak ditemukan di padang prairie. Lekukan pada senjata itu
sudah kehilangan bentuk aslinya. Garis-garis dibuat tumpang tindih, begitu pula
dengan pahatan lain. Setiap garis meninggalkan pesan bahwa senjata itu telah
merenggut satu nyawa musuh. Larasnya sudah dipenuhi lapisan karat yang tebal dan
kelihatan seperti sudah bengkok. Tak seorang pun yang bisa melepaskan tembakan
dari besi tua itu. Tetapi di tangan pemiliknya, senjata itu tidak pernah salah sasaran.
Sepanjang hidupnya dia sudah terbiasa menggunakannya dan dia tahu segala
kelebihan serta kekurangan alat itu. Jika tembakan sudah dilepaskan, dia tahu pasti
bahwa pelurunya akan mencapai sasaran.
“Tony!” panggilnya.
Kuda itu sedang merumput di sekitar tempat kami. Mendengar seruan
tuannya, ia datang mendekat kemudian menekukkan lutut di sampingnya, sehingga
pemburu itu hanya perlu meletakkan tangan di atas punggungnya lalu melompat ke
atasnya.
“Sam, Anda memiliki seekor kuda yang luar biasa! Siapa yang pertama kali
melihatnya tidak akan mengeluarkan selembar dollar pun untuk membelinya. Tetapi
siapa yang sudah mengenalnya akan segera tahu bahwa Anda tidak akan melepaskan
kuda ini walaupun dibayar dengan seribu sovereigns9.”
“Seribu? Pshaw! Lebih baik katakan satu juta! Saya mengenal tambang-
tambang emas di Rocky Mountains dan saya bisa meraup emas dari tempat itu. Ya,
tetapi seandainya suatu saat saya menemukan seseorang yang pantas
mendapatkannya, dan Sam Hawerfield menyukai pribadi orang itu, maka saya akan
menunjukkan placers itu kepadanya. Karena itu saya tidak perlu melepaskan Tony
karena uang. Dengarlah cerita saya, Charley! Dia yang sekarang bernama Sans-ear,
dulunya adalah seorang manusia yang sangat lain, tidak seperti sekarang. Dia hidup
bahagia dan sejahtera, ibarat hari yang disinari cahaya matahari dan laut yang penuh
berisi air. Dia bekerja sebagai seorang farmer muda. Dia memiliki seorang istri yang
begitu dikasihinya sehingga dia rela mempertaruhkan hidupnya untuk sang istri. Dia
juga memiliki seorang putra. Baginya hidup sang putra seribu kali lebih bernilai
daripada hidupnya sendiri. Sang istri diboyongnya pulang ke rumah dengan
menunggang kuda kesayangannya. Tony nama kuda itu. Ketika kuda itu melahirkan
seekor anak yang sehat dan lincah, tidak seperti kuda lainnya, mengapa ia tidak
dinamai dengan Tony seperti nama induknya? Bukankah begitu, Charley?”
“Ya,” jawab saya terpesona mendengar kisah cinta yang begitu sederhana.
Tanpa diminta dia menceritakan semuanya kepada saya dengan polos.
“Well! Pada suatu hari datanglah kesepuluh kulitputih yang sudah saya
ceritakan tadi. Mereka adalah komplotan bushheaders yang hanya membuat huru-hara
di daerah itu. Mereka membakar lahan pertanian saya dan membunuh istri serta putra
saya. Kuda saya tidak mereka bawa karena biantang itu tidak mau ditunggangi orang
asing. Maka mereka menembaknya hingga mati. Hanya anak kuda yang selamat,
karena kebetulan pada waktu itu ia sedang tersesat di luar. Ketika kembali dari
berburu, saya menemukan binatang itu yang menjadi satu-satunya saksi dari
kegetiran saya. Apa lagi yang harus saya ceritakan? Delapan orang dari penjahat itu
tewas, tewas di tangan saya setelah terkena peluru dari senjata ini. Tapi kedua orang
lain yang meloloskan diri itu pun kelak akan jatuh ke tangan saya. Karena jika si tua
Sans-ear menemukan jejak mereka, maka dia akan terus mengejarnya sampai ke
Mongolia. Mereka tidak akan luput darinya. Itulah sebabnya mengapa saya ingin pergi
ke Texas kemudian terus ke Mexico. Seorang farmer yang dulu muda dan bahagia kini
telah berubah menjadi seorang pemburu prairie tua yang hanya menuntut darah dan
balas dendam. Anak kuda itu pun telah berubah menjadi mahluk yang kelihatan lebih
mirip seekor kambing daripada seekor kuda pilihan. Tetapi sampai hari ini keduanya
masih tetap bersemangat dan saling menolong sampai sebilah panah, sebutir peluru
atau mungkin tomahawk mengakhiri sejarah hidup salah satu dari keduanya. Yang
bertahan hidup pasti akan segera menyusul mati, entah si kuda atau saya pemiliknya,
karena dia tidak bisa menahan duka cita dan kerinduan kepada sahabatnya yang
hilang.”
Dia mengusap matanya dengan tangan. Kemudian dia naik ke atas punggung
kudanya lalu berkata,
“Itulah sedikit tentang kisah masa lalu saya, Charley. Anda adalah orang
pertama yang saya ceritakan tentang kisah ini, walaupun saya baru pertama kali
bertemu Anda hari ini. Anda juga menjadi orang terakhir yang mendengar kisah ini.
Anda pasti sudah sering mendengar tentang saya. Saya pun sudah mendengar cerita
tentang Anda ketika saya duduk di seputar api unggun bersama teman-teman saya
atau orang lain. Karena itu saya hanya mau menunjukkan bahwa Anda bukanlah orang
yang baru bagi saya. Sekarang buatlah hati saya senang dan lupakan bahwa hari ini
saya dikalahkan oleh Anda! Kelak saya akan menunjukkan bahwa si tua Sam
Hawerfield ini selalu siap di tempat setiap saat.”
Setelah melepaskan ikatan mustang, saya naik ke atas pelana kuda. Tadi dia
mengatakan, kami akan pergi ke arah selatan, tetapi sekarang dia justru memacu

9
Uang logam Inggris yang terbuat dari emas dan bernilai ₤1, suatu nominal yang sangat tinggi.
kudanya ke arah barat. Saya tidak bertanya karena saya yakin, dia pasti mempunyai
maksud tertentu yang sudah diperhitungkannya dengan matang. Saya juga tidak
mengucapkan sepatah kata pun ketika dia mengambil dan membawa tombak milik
keempat orang Indian tadi. Tiba-tiba saya teringat akan si tua sahabat saya, Sam
Hawkens, yang juga memiliki nama depan yang sama.
Kelihatannya kami sudah berjalan lumayan jauh. Selama perjalanan kami tidak
bercakap-cakap sedikit pun. Tiba-tiba dia menghentikan kudanya lalu turun dan
menancapkan sebilah tombak pada puncak bukit. Sekarang saya paham maksudnya.
Rupanya dia ingin memasang tombak itu sebagai penunjuk jalan bagi orang-orang
Indian agar mereka bisa sampai ke tempat mayat-mayat tadi. Mereka akan segera
tahu bahwa dendam Sans-ear telah menelan empat korban lagi.
Kemudian dia membuka tas pada pelana kudanya lalu mengeluarkan delapan
potong kain keras yang dibagikan untuk saya dan dirinya.
“Ambillah, Charley. Turun dan bungkuslah telapak kaki mustang Anda dengan
kain ini sehingga kita tidak meninggalkan jejak sedikit pun di tanah. Orang-orang
Indian pasti berpikir bahwa kita terbang dari sini melalui udara. Sekarang Anda harus
terus berkuda ke selatan, sampai Anda tiba pada rel kereta. Di sana Anda harus
menunggu saya. Terlebih dahulu saya harus menancapkan ketiga tombak ini,
kemudian saya misalnya segera menyusul Anda dari belakang. Kita pasti akan
bertemu di sana. Tapi seandainya kita tersesat, maka seorang dari kita harus memberi
tanda, yakni dengan bunyi burung gagak jika saat itu hari siang atau bunyi lolongan
coyote10 jika hari sudah malam.”
Lima menit kemudian saya tidak melihatnya lagi. Sambil merenung dalam
keheningan saya memacu kuda menuju arah yang tadi ditunjuknya. Dengan telapak
kaki yang terbungkus, kuda saya tidak bisa berlari cepat. Karena itu setelah
menempuh jarak kira-kira lima mil inggris, saya turun dan melepaskan kain tersebut.
Maksud kain pembungkus itu hanya untuk menghilangkan jejak kami di sekitar tempat
tombak itu terpancang.
Kini kuda saya bisa berlari lagi seperti biasa. Padang prairie yang saya lewati
lambat laun tampak semakin rata. Di sana-sini terlihat beberapa tumbuhan berbiji dan
semak-semak liar. Matahari masih berada beberapa derajat di atas horison barat.
Karena itu dengan mudah saya bisa melihat sebuah garis di selatan yang membentang
dari arah barat menuju timur.
Itukah rel kereta yang dimaksudkan oleh Sam Hawerfield? Tentu saja. Saya
segera berlari ke sana dan memastikan bahwa dugaan saya benar. Di hadapan saya
terbentang rel kereta yang dibangun di atas gundukan tanah yang agak tinggi.
Tiba-tiba saya dihinggapi perasaan aneh, perasaan yang tidak menentu.
Setelah sekian lama akhirnya saya merasa berhubungan kembali dengan dunia maju
di tempat ini. Kalau sebuah kereta mendekat, saya hanya perlu memberi tanda. Pasti
kereta akan berhenti lalu saya naik; kemudian saya pun bisa pergi ke barat atau timur.
Setelah mengikat kuda dengan laso, saya mencari potongan-potongan kayu
kering di dalam semak belukar untuk membuat api unggun. Seonggok semak tumbuh
sangat rapat pada rel kereta. Saya membungkuk untuk memungut ranting-rantingnya.
Tapi saya terkejut ketika melihat sebuah palu tergeletak di tanah. Alat itu baru saja
ditinggalkan, karena kepala palu itu masih mengkilat. Pasti ia baru saja digunakan.
Selain itu saya pun sama sekali tidak menemukan karat pada bagian mata palu, ujung
pengungkitnya ataupun pada tempat masuknya pasak. Seandainya alat itu sudah
tergeletak beberapa hari dan basah terkena embun malam, maka ia pasti sudah
berkarat. Karena itu bisa saya simpulkan, hari ini atau paling lama kemarin tempat ini
telah didatangi orang.
Pertama-tama saya memeriksa sisi seberang rel kereta, tapi tak ada yang
mencurigakan. Kemudian saya naik ke atas gundukan tanah itu dan meneliti beberapa
saat, tapi juga sia-sia. Tiba-tiba saya melihat seonggok semak tebal dari rumput yang

10
Sejenis serigala prairie.
berbau dan agak terpintal. Tanaman tersebut sangat menyolok mata karena jarang
ditemukan. Benar, ada orang yang menjejakkan kakinya di tempat itu! Jejak itu masih
baru, paling tidak ditinggalkan dua jam yang lalu. Bagian rumput yang hanya terlipat
oleh tepi sepatu sudah kembali berdiri tegak. Sedangkan bagian yang terinjak oleh
telapak kaki masih jelas menampakkan bentuk tumit dan jari-jari kaki. Itu adalah jejak
mokassin11 Indian. Apa benar ada orang Indian di sekitar sini? Bagaimana saya bisa
menghubungkannya dengan palu tadi? Bukankah kulitputih pun memakai sepatu
mokassin? Atau mungkin ada seorang pegawai kereta yang terbiasa memakai sepatu
empuk itu? Saya terus mencari dan belum merasa tenang jika saya hanya bisa
menduga-duga. Yang paling penting sekarang adalah saya harus mendapatkan
kejelasan.
Tetapi harus saya akui, menyelidik di sepanjang rel kereta merupakan tindakan
yang sangat berbahaya. Bisa saja ada musuh yang bersembunyi di dalam semak-
semak pada kedua sisi rel dan dari jauh mereka sudah mengamati saya di atas rel.
Benar, tetapi di lain pihak palu tadi membuat saya merasa tidak tenang. Maka tanpa
ragu-ragu saya mulai membuat penyelidikan. Karena saya tahu bahwa sekarang suku
Ogellallah berkeliaran di daerah ini, maka saya sangat berhati-hati dengan semua hal
yang kelihatan sepele. Saya menyandangkan senapan ke pundak dan menggenggam
revolver di tangan. Sambil berlindung dari satu semak ke semak lain, saya terus
merangkak maju. Tak ada hasil. Maka saya kembali dengan menempuh sisi lain dari
rel, juga sia-sia. Penyelidikan diteruskan ke arah selatan, menuju ke tempat kuda saya
merumput, lalu dilanjutkan ke arah timur. Mula-mula hasilnya nihil. Sambil
membungkuk saya ingin menyeberangi rel kereta. Dengan bertumpu pada kedua
tangan dan kaki, saya merangkak maju. Tiba-tiba saya melihat sesuatu yang lembab,
seperti sebuah jejak dari pasir. Anehnya pasir-pasir itu membentuk figur melingkar
yang kelihatan seolah-olah sengaja ditaburkan di sana. Saya kemudian mengaisnya
dengan jari dan – terus terang – alangkah terkejutnya saya. Tangan saya dipenuhi
lumuran darah. Pasir itu pun berwarna merah dan basah. Sambil berbaring di atas
tanah, saya memeriksa lebih teliti. Baru saya tahu bahwa pasir itu ditaburkan di atas
gumpalan darah.
Seseorang telah dibunuh di tempat ini. Jika ini darah seekor hewan, maka
orang tidak perlu repot-repot menutupinya. Tapi siapakah yang telah dibunuh dan
siapa pembunuhnya? Tak ada jejak yang terlihat di situ karena tanah yang keras tidak
bisa merekam jejak sedikit pun. Ketika saya mengamati semak di seberang rel yang
tumbuh di dekat rumput gajah, baru saya melihat beberapa jejak kaki dan dua jejak
lain. Tampaknya seseorang telah diseret dari gundukan tanah pada rel sehingga
kakinya menggores di tanah. Tubuhnya dipegangi, sedangkan kakinya dibiarkan
sehingga meninggalkan garis di tanah.
Sangat berbahaya jika saya menyeberang ke sisi rel yang lain. Darah itu belum
sepenuhnya meresap ke dalam tanah dan jejak kaki pun tampak masih baru serta
belum rusak. Dugaan saya, pembunuhan ini baru saja terjadi dan sang pembunuh
masih berada di dekat sini. Saya merangkak turun lalu mengambil arah yang
berlawanan. Setelah agak jauh dari tempat itu, saya menyeberangi rel lalu mulai
mengendap-endap menuju ke arah timur.
Semuanya berlangsung sangat lambat karena saya harus menggunakan semua
siasat dan keahlian. Saya juga harus mengatur semua gerakan dan posisi tubuh
sedemikian rupa agar tidak terlihat oleh musuh yang mungkin saja dekat. Untunglah di
tempat itu tumbuh alang-alang yang begitu rapat. Jadi, kalau saya bersembunyi di
balik semak dengan hati-hati dan bisa mengamati semak berikutnya sebelum saya
menyusup ke sana, maka tanpa terlihat saya akan tiba di tempat saya melihat darah
tadi.
Di situ tumbuh semak lentisken yang lebat dan di depannya ada sederetan
pohon ceri. Sambil bertiarap saya bersembunyi di baliknya. Jarak saya ke pohon itu

11
Moccasin: sepatu Indian.
sekitar delapan meter. Di antara saya dan pohon ceri terbentang lahan kosong. Pohon
ceri memang menghalangi saya untuk melihat dengan jelas, begitu pula semak-semak
lentisken yang tumbuh rapat. Walaupun demikian tampak seolah-olah ada tubuh
manusia terbaring di bawahnya. Sosok itu agak tersembunyi tapi membentuk sebuah
bayangan hitam yang sangat berbeda dengan lingkungan sekitarnya. Ukurannya
sebesar tubuh manusia. Barangkali korban pembunuhan disembunyikan di sana?
Tetapi mungkin saja dialah sang pembunuhnya. Saya harus menyelidikinya supaya
tahu.
Mengapa saya berani melibatkan diri dalam bahaya? Sebenarnya saya bisa
menunggu sampai Sam datang kemudian dengan tenang kami meneruskan
perjalanan! Tapi seorang pemburu prairie harus tahu, siapa musuh yang berada di
depan, di belakang maupun di sampingnya. Selain itu dia akan menyelidiki setiap hal,
yang tampak sepele sekalipun. Dengan demikian dia bisa menarik kesimpulan tentang
apa yang ingin diketahuinya. Dia akan merasa lebih tenang jika mengetahui rahasia
itu. Pengetahuan seperti ini biasanya diabaikan begitu saja oleh profesor maupun
kaum terpelajar. Seorang pemburu prairie membuat kesimpulan dari hal yang
kelihatan tidak berarti dan dianggap tidak berhubungan satu sama lain. Sementara itu
orang lain yang tidak berpengetahuan mungkin akan menertawakan dia. Tapi
kemudian selalu terbukti bahwa kesimpulannya tepat. Bisa jadi pada suatu hari dia
berkuda menempuh jarak empat puluh atau lima puluh mil inggris, sedangkan
keesokan harinya dia berjalan tidak sampai setengah mil. Hal ini karena sebelum maju
selangkah, dia harus menyelidiki apakah keadaan di sekitarnya aman. Kalaupun sikap
hati-hati ini tidak berguna bagi dirinya, pengalamannya bisa berharga bagi orang lain.
Dia bisa menasihati mereka, memperingatkan, dan memberi petunjuk kepada mereka.
Selain itu, ada dorongan dalam diri setiap manusia untuk mencari rasa aman dari
bahaya dan berjuang sekuat tenaga melawan setiap kejahatan. Ini belum termasuk
keberanian yang biasanya dimiliki oleh orang-orang kuat yang membuat mereka
berani bertindak nekat.
Saya memungut sepotong ranting, memasangkan topi saya di ujungnya lalu
menggoyangkan semak-semak ceri dengan maksud menimbulkan bunyi gemerisik
sehingga terlihat dari sana bahwa ada orang yang berusaha mendekat. Namun tak ada
tanggapan. Barangkali tidak ada musuh di sana atau saya sedang menghadapi
seseorang yang cerdik dan berpengalaman sehingga tidak mau diperdaya oleh cara
seperti itu.
Akhirnya saya memutuskan untuk mengambil resiko. Saya merangkak balik
dan berhenti. Dengan dua lompatan saya sudah melewati lahan terbuka tadi dan
menyusup ke dalam semak lentisken sambil menggenggam pisau yang siap
ditikamkan. Di bawah timbunan ranting-ranting yang dipatahkan terbaring seseorang.
Saya langsung memeriksanya, tetapi ternyata dia sudah mati. Saya menyingkirkan
ranting-ranting dan tampak sebuah wajah yang mengerikan dengan kepala
berlumuran darah. Dia seorang pria kulitputih dan kepalanya sudah dikuliti. Setelah
memeriksa tubuhnya, saya menemukan sebuah anak panah tertancap di
punggungnya. Jadi sekarang saya berurusan dengan orang-orang Indian yang sedang
dalam perjalanan ke medan perang. Hal ini dapat terlihat dari anak panah itu.
Apakah mereka sudah pergi atau masih berada di sekitar sini? Saya harus
tahu. Di sini jejak mereka tampak jelas yakni dari rel kereta menuju padang prairie.
Saya mengikuti jejak itu dengan berpindah dari satu semak ke semak berikutnya.
Setiap saat bisa saja saya dipanah, karena itu saya selalu menggenggam pisau yang
siap digunakan. Dari ukuran jejak kaki, saya bisa menyimpulkan bahwa mereka
berjumlah empat orang, dua orang dewasa dan dua anak muda. Saya bergerak maju
dengan hanya bertumpu pada ujung jari tangan dan jari kaki. Cara ini menuntut
latihan yang tekun dan hanya membutuhkan sedikit tenaga. Mereka tidak berusaha
menghapus jejaknya; ini karena mereka merasa tempat ini benar-benar aman.
Angin bertiup dari arah tenggara, jadi berlawanan arah dengan tempat tujuan
saya. Karena itu saya tak terkejut ketika mendengar suara endusan kuda. Yang dicium
binatang itu pasti bukan bau tubuh saya. Saya terus merangkak maju. Akhirnya saya
sampai pada tujuan atau paling kurang saya bisa mengamati dan bisa langsung
pulang. Di hadapan saya berdiri kira-kira enam puluh ekor kuda di antara semak-
semak. Kecuali dua ekor kuda, kuda-kuda lainnya dihiasi perlengkapan berkuda a la
Indian. Kuda-kuda itu tidak berpelana. Kelihatannya pelananya sudah diambil dan
digunakan sebagai alas duduk atau bantal di dekat tempat mereka beristirahat. Dua
orang ditugaskan untuk menjaga kuda-kuda tersebut. Salah seorang penjaga yang
kelihatan masih muda mengenakan sepasang sepatu lars dari kulit sapi yang rupanya
dirampas dari orang yang tadi saya temukan tewas. Tentu saja pakaian serta semua
harta korban dibagikan di antara para pembunuh itu. Jadi anak muda itu termasuk
dalam kelompok empat orang tadi yang jejaknya terus saya ikuti sampai kemari.
Orang-orang Indian juga sering bergaul dengan kulitputih, walaupun kulitputih
tidak mengerti bahasa mereka. Karena alasan ini maka kulitmerah dan mukapucat
saling berbicara dengan menggunakan bahasa isyarat. Gerakan, isyarat serta artinya
pasti dipahami oleh setiap orang yang pernah hidup di Wild West. Sering terjadi bahwa
orang memakai suara apabila pembicaraan itu sangat menarik atau apabila hal yang
ingin disampaikan bersifat mendesak. Ungkapan itu diiringi dengan gerakan tangan,
sehingga artinya bisa dimengerti, sama seperti jika orang berbicara. Kedua penjaga
tadi bercakap-cakap. Isi pembicaraan mereka tampaknya sangat menarik, karena
keduanya memberi isyarat bahwa mereka sedang tidak diamati musuh. Tampak dari
tatapan matanya, prajurit yang kalem dan lebih tua kurang senang. Mereka menunjuk
ke arah barat lalu memberi isyarat api dan kuda. Aha … jadi artinya lokomotif atau
yang biasa disebut ‘kudaapi’ oleh orang Indian. Lalu busurnya dipukul-pukulkan ke
tanah seakan-akan mereka ingin memecahkan sesuatu atau memukul dengan palu.
Ada juga gerakan membidik seperti siap menembak, gerakan menusuk dan ayunan
tomahawk.
Saya merasa sudah cukup memahaminya lalu saya merangkak pulang sambil
berusaha sedapat mungkin menghilangkan semua jejak saya.
Ini memakan waktu yang lama, bahkan sangat lama, sampai saya tiba lagi
pada kuda saya. Kuda itu tidak lagi merumput sendirian, karena di sampingnya ada
juga kuda Sam. Sam sendiri berbaring santai di belakang semak dan sedang
mengunyah sepotong dendeng keras.
“Berapa jumlah mereka, Charley?”
“Siapa maksud Anda?”
“Orang-orang Indian.”
“Bagaimana Anda bisa tahu?”
“Anda menganggap si tua Sans-ear ini sebagai seorang greenhorn, seperti dia
menganggap Anda kemarin? Kalau begitu Anda sangat keliru, hihihihi!”
Suara tawanya terdengar tidak keras dan sangat terukur seperti yang pernah
saya dengar sebelumnya. Dia tertawa jika merasa diri lebih tahu daripada orang lain.
Kesamaan ini pun dijumpai pada diri Sam Hawkens yang juga biasa tertawa seperti
itu.
“Apa maksud Anda, Sam?”
“Haruskah saya katakan kepada Anda, Charley? Apa yang akan Anda lakukan
jika Anda datang ke sini dan hanya menemukan palu ini di dekat kuda, sementara itu
orang yang bernama Old Shatterhand sama sekali tidak kelihatan batang hidungnya?”
“Saya akan menunggu sampai dia kembali.”
“Sungguh? Saya misalnya tidak yakin bahwa Anda sudah pergi ketika saya
datang. Barangkali terjadi sesuatu pada diri Anda, karena itu saya pergi menyusul
Anda.”
“Tetapi rencana saya bisa saja gagal lantaran kehadiran Anda. Saya pikir, Old
Shatterhand tidak akan bertindak sebelum mempertimbangkan semuanya masak-
masak. Berapa jauh Anda mengikuti saya?”
“Mula-mula ke sana, lalu ke sana, sampai ke tempat manusia malang yang
dihabisi orang Indian itu. Saya bisa bergerak cepat karena saya tahu, Anda berada di
depan saya. Ketika melihat mayat tersebut, saya berpikir Anda hanya pergi untuk
mengamat-amati lalu segera kembali. Makanya saya misalnya berbaring tenang
menunggu Anda pulang. Jadi berapa jumlah mereka?”
“Kira-kira enam puluh orang.”
“Sekarang sudah jelas. Mereka adalah kawanan yang sudah saya lihat jejaknya
kemarin. Apakah mereka sedang dalam perjalanan ke medan perang?”
“Ya.”
“Mereka hanya berhenti untuk sementara?”
“Pelana kudanya dilepas.”
“Gila! Pasti mereka merencanakan sesuatu di tempat ini. Apa Anda tidak
mendengar rencana mereka?”
“Kelihatannya mereka bermaksud merusakkan rel kereta sehingga kereta yang
lewat akan terbalik, kemudian merampoknya.”
“Apa Anda sedang bergurau, Charley? Hal seperti itu terlalu berbahaya bagi
railroader dan para penumpangnya! Dari mana Anda tahu rencana itu?”
“Saya mendengar mereka membicarakannya.”
“Jadi Anda mengerti bahasa Ogellallah?”
“Ya, tapi hal itu tidak penting. Saya berhasil mendekati penjaga kuda dan
melihat mereka bercakap-cakap dengan bahasa isyarat.”
“Bisa jadi Anda salah mengerti. Ulangi sekali lagi gerakan-gerakan yang Anda
lihat!”
Saya pun memperagakannya. Manusia kerdil itu meloncat bangkit, tapi segera
menguasai diri, kemudian duduk kembali.
“Kalau begitu Anda benar mengartikan isyarat itu. Kita harus menolong para
penumpang kereta. Namun kita misalnya tidak boleh tergesa-gesa, karena persoalan
berat ini seperti harus dipertimbangkan dengan tenang dan harus dirundingkan. Jadi
ada enam puluh orang? Hmmm, pada senjata saya hanya ada tempat untuk sepuluh
garis lagi. Di mana saya harus memahat garis-garis yang lain?”
Walaupun situasinya menegangkan, saya hampir tertawa. Manusia kerdil ini
akan menghadapi enam puluh Indian. Dia bukannya merasa cemas karena akan
diserang, sebaliknya dia malah memikirkan tempat untuk pahatan baru pada
senjatanya.
“Berapa orang yang hendak Anda bunuh, Sam?” tanya saya.
“Saya misalnya belum tahu. Namun saya pikir, paling banyak dua atau tiga
orang, karena yang lainnya pasti akan melarikan diri seandainya melihat dua puluh
atau tiga puluh kulitputih.”
Jadi seperti saya, dia pun berpikir bahwa kami akan mendapat bantuan dari
pegawai kereta dan para penumpang.
“Yang paling penting adalah,“ ujar saya memberi penegasan, “kita harus tahu
kereta mana yang akan diserang. Sangat disayangkan seandainya kita salah menebak
arah datangnya kereta.”
“Melihat isyarat mereka tadi, mereka menargetkan kereta mountain yang
datang dari arah barat. Ini tentu membuat saya heran, sebab kereta yang memuat
barang-barang penting yang dibutuhkan orang Indian sebenarnya kereta api dari arah
timur, dan bukan dari barat. Karena itu tak ada cara lain, kita harus membagi tugas.
Salah seorang dari kita harus pergi ke arah matahari terbit dan yang lain ke arah
matahari terbenam.”
“Kalau mau berhasil tentu saja kita harus melakukan demikian supaya lebih
pasti. Ya, andaikan kita tahu kapan dan dari arah mana kereta akan datang.”
“Siapa yang bisa tahu! Seumur hidup saya, saya belum pernah masuk ke
dalam kotak yang disebut gerbong yang di dalamnya orang pun tidak leluasa
menjulurkan kakinya. Saya lebih menyukai padang prairie dan Tony! Apakah Anda
melihat orang Indian yang sudah mulai bekerja?”
“Belum, saya hanya melihat kuda-kudanya. Tapi bisa diduga, mereka tahu
kapan kereta akan lewat dan kelihatannya mereka akan merusak rel sebelum malam.
Paling lama kita membutuhkan satu setengah jam untuk tiba di rel kereta, kemudian
kita mengintai mereka untuk mengetahui maksud mereka."
“Well, harus seperti itu!”
“Tapi sebaiknya salah seorang dari kita berjaga-jaga di dekat rel kereta. Bisa
jadi ada kulitmerah yang datang melalui sisi lain dari rel untuk meninjau ke sini.
Setidak-tidaknya saya menduga, mereka akan merusakkan rel hingga ke sini, karena
mereka memerlukan tempat yang luas untuk lokasi penyerangan.”
“Rasanya hal itu tidak perlu, Charley. Pandanglah Tony! Tidak pernah saya
mengikat atau menambatnya. Tony adalah seekor kuda yang sangat pintar dan ia
mempunyai daya penciuman yang sangat tajam serta bisa diandalkan. Pernahkah
Anda menemukan seekor kuda yang tidak mendengus jika mencium bau musuh di
dekatnya?”
“Tidak.”
“Nah, hanya ada seekor kuda yang berbeda, dan kuda itu adalah Tony. Kalau
seekor kuda mendengus, ia akan memberi peringatan kepada pemiliknya. Namun di
samping itu musuh pun akan tahu, pertama-tama di mana kuda dan tuannya berada,
dan kedua, bahwa tuannya sudah diperingatkan akan bahaya. Tapi saya melatih Tony
secara lain dan kuda itu sangat memahami maksud saya. Saya selalu membiarkannya
bebas merumput. Begitu mencium bahaya, ia datang mendekat dan menggosok-
gosokkan moncongnya pada saya.”
“Dan seandainya ia tidak mencium apa-apa seperti hari ini?”
“Pshaw! Angin berhembus dari tempat orang-orang Indian itu, dan Anda boleh
membunuh saya apabila Tony tidak bisa mencium bau mereka pada jarak seribu
langkah. Selain itu, orang-orang itu mempunyai mata yang tajam seperti elang,
mungkin mereka sudah melihatnya dari jauh ketika Anda mengendap-endap
sepanjang rel. Jadi tenang sajalah, Charley!”
“Anda benar. Saya pun bisa mempercayai Tony seperti Anda. Saya belum lama
mengenal binatang itu, tetapi saya sudah cukup yakin, kuda itu bisa diandalkan.”
Lalu saya mengeluarkan sebatang ‘hasil racikan sendiri’ dan menyulutnya
dengan api. Sam membelalakkan matanya yang kecil. Mulutnya menganga lebar.
Hidungnya bertambah panjang dan dia mulai menghirup aroma tembakau dengan
penuh hasrat. Sementara itu di wajahnya terpancar rasa gembira. Westman ini jarang
sekali mengisap tembakau yang enak dan tidak bisa menahan diri untuk segera
menikmati tembakau saya.
“Oh ... wonderful! Charley …! Jadi Anda mempunyai cerutu?”
“Tentu saja! Bahkan masih ada dua belas batang. Anda mau?”
“Berikan kemari! Anda adalah pria yang harus disegani!”
Dia menyulut cerutunya pada cerutu saya. Kemudian seperti kebiasaan orang
Indian, dia menelan asapnya beberapa kali lalu menghembuskan kembali dari dalam
perut. Wajahnya tampak berbinar-binar karena bahagia, seakan-akan dia berada di
surga ketujuh bersama Nabi Muhammad.
“Hang sorrow! Alangkah nikmatnya! Boleh saya tahu, cerutu jenis apa ini,
Charley?”
“Tebaklah! Bukankah Anda mengenal jenis-jenis cerutu?”
“Pasti ini cerutu kegemaran saya!”
“Apa itu?”
“Goosefoot dari Virginia atau Maryland!”
“Bukan!”
“Apa? Kalau begitu untuk pertama kalinya saya keliru menebak. Pasti itu
adalah cerutu Goosefoot, karena saya mengenal aroma dan rasanya.”
“Yang ini bukan Goosefoot!”
“Kalau begitu cerutu Legittimo dari Brazil?”
“Juga bukan!”
“Curassao dari Bahia?”
“Salah lagi!”
“Kalau begitu apa?”
“Perhatikan cerutu ini!”
Saya mengeluarkan sebatang lagi, membuka gulungannya kemudian
memberikan kepadanya lembaran pembungkus serta campuran tembakau itu.
“Apa Anda sudah gila, Charley, sehingga Anda merusak cerutu seperti itu!
Seorang pemasang jebakan yang sudah lama tidak merokok, bisa menukarkan lima
sampai delapan lembar kulit beaver12 untuk mendapatkan cerutu itu!”
“Dalam dua atau tiga hari saya akan memperoleh lagi cerutu baru.”
“Dalam tiga hari? Cerutu yang baru? Dari mana?”
“Dari pabrik saya.”
“Apa? Jadi Anda memiliki pabrik cerutu?”
“Ya.”
“Di mana?”
“Di sana!”
Saya menunjuk ke tempat mustang saya.
“Charley, saya minta agar Anda hanya boleh bergurau dengan saya, jika
gurauan itu misalnya berbobot!”
“Ini bukan gurauan melainkan kenyataan.”
“Hmmm! Seandainya Anda bukanlah Old Shatterhand, pasti saya sudah
berpikir isi kepala Anda terlalu banyak atau terlalu sedikit!”
“Perhatikan dulu tembakau ini!”
Dia memeriksanya dengan teliti.
“Saya tidak mengenal jenis cerutunya. Tapi rasanya nikmat, sungguh-sungguh
nikmat!”
“Sekarang akan saya tunjukkan pabriknya!”
Saya melangkah menghampiri mustang dan melonggarkan pelananya lalu
mengeluarkan sebuah bantal kecil yang kemudian saya buka.
“Ini, rogohlah ke dalam!”
Dia menarik tangannya keluar sambil menggenggam dedaunan.
“Charley, jangan menjadikan saya badut. Ini hanyalah daun-daun pohon
ceri dan lentisken!”
“Benar! Memang hanya ada beberapa daun ganja liar, dan lembaran
pembungkusnya berasal dari sejenis tanaman yang Anda sebut sebagai verhally.
Dalam bantal inilah sebenarnya pabrik tembakau. Setiap kali saya menemukan
dedaunan ini, saya segera mengumpulkannya sebanyak mungkin kemudian
memasukkannya ke dalam bantal lalu menyimpan bantal di bawah pelana kuda.
Suhunya akan menjadi hangat sehingga daun-daun itu mengalami fermentasi. Itulah
teknik yang saya pakai!”
“Sungguh sulit dipercaya!”
“Tetapi terbukti! Cerutu jenis ini hanya merupakan pengganti tembakau.
Seorang perokok yang mempunyai langit-langit sekeras kulit bison pun hanya mampu
menghisap paling banyak sekali, kemudian segera mencampakkannya. Namun jika
Anda bertahun-tahun mengembara di padang sabana lalu mengisap tembakau jenis
ini, maka rasanya akan sangat nikmat seperti cerutu Goosefoot. Anda bisa
membuktikannya dengan pengalaman Anda tadi!”
“Charley, saya semakin menyegani Anda!”
“Tapi jangan ceritakan sedikit pun tentang cerutu ini, jika Anda nanti berada
bersama orang-orang yang belum pernah mengembara di daerah Barat, karena nanti
Anda akan dikira orang Tungus13, atau orang Kirgis14 atau mungkin orang Tibet,
karena indra pengecap dan penciuman dari suku-suku itu sudah dilapisi tar atau
dipenuhi oleh lapisan nikotin!”

12
Binatang sejenis linsang air.
13
Sebuah suku di Asia Tengah.
14
Sebuah suku di Siberia dan Cina bagian utara.
“Dianggap sebagai orang Tungus ataupun Tibet, bagi saya tak ada bedanya,
yang penting cerutu ini terasa nikmat. Lagipula saya pun tidak tahu, di belahan Bumi
mana suku-suku itu hidup.”
Walaupun saya sudah membuka rahasia pembuatan cerutu saya, dia tidak
merasa terusik dan terus menikmati cerutu itu. Malahan dia mengisapnya sampai
menjadi puntung yang begitu pendek sehingga tidak bisa lagi dijepit di antara kedua
bibirnya.
Matahari sudah terbenam. Suasananya mulai remang dan hari mulai gelap,
sehingga kami harus memikirkan rencana selanjutnya.
“Sekarang?” tanya Sam.
“Ya.”
“Bagaimana?”
“Kita berangkat bersama-sama sampai di tempat kuda-kuda kulitmerah itu,
lalu berpencar. Kemudian kita memata-matai perkemahan mereka dan bertemu lagi
sesudahnya.”
“Baiklah. Apabila terjadi sesuatu sehingga kita terpaksa harus melarikan diri,
maka supaya tidak tersesat, kita berlari ke arah selatan menuju ke sungai. Di tempat
itu ada hutan lebat yang tumbuh mulai dari puncak gunung hingga ke padang prairie.
Dua mil dari puncak gunung itu, tepatnya pada sisi selatan hutan, terdapat sebuah
hutan yang menjorok masuk ke prairie dan di tempat itulah kita bertemu lagi.”
“Kalau begitu baiklah! Mari kita berangkat!”
Saya pikir, rasanya tidak mungkin kami diceraiberaikan oleh musuh. Tetapi
baik juga membuat kesepakatan seperti itu untuk menjaga hal-hal yang tidak
diinginkan.
Kami pun berangkat.
Sekarang hari sudah gelap, sehingga dengan aman kami bisa berjalan tegak
menyeberangi rel kereta. Kami berbelok ke kiri lalu berkuda sepanjang tepi rel sambil
menggenggam pisau yang siap ditikamkan jika ada bahaya menghadang. Di padang
prairie mata kami sudah terbiasa melihat ke dalam kegelapan, sehingga kami bisa
mengenali orang Indian yang berada beberapa langkah di depan kami. Setelah
melewati mayat kulitputih tadi, kami tiba kembali di tempat, di mana sebelumnya
orang-orang Indian menambatkan kuda. Binatang-binatang itu masih ada.
“Anda ke kanan dan saya ke kiri!” kata Sam. Dia segera mengendap-endap
menjauhi saya.
Saya berbalik lalu mengendap-endap menghindari kuda-kuda itu dan tiba pada
sebuah tanah lapang yang tidak ditumbuhi semak. Di sana tampak orang-orang Indian
yang sedang berbaring. Mereka tidak menyalakan api unggun dan sedang bercakap-
cakap. Tapi suara mereka begitu pelan, sehingga saya bahkan bisa mendengar bunyi
getaran sayap kumbang di rerumputan. Agak jauh dari tempat itu, saya melihat tiga
orang. Sebenarnya hanya suara merekalah yang tadi terdengar. Dengan sangat hati-
hati saya merangkak ke belakang mereka. Betapa terkejutnya saya karena di antara
mereka ada seorang kulitputih. Apa urusannya dengan orang-orang Indian ini? Dia
bukanlah tawanan, hal ini terlihat jelas. Atau barangkali dia seorang pemburu prairie
yang sebentar-sebentar bergaul dengan kulitmerah dan sebentar lagi dengan
kulitputih, tergantung maksud jahat yang ingin dijalankannya. Atau bisa juga dia
seorang pemburu yang setelah ditangkap orang Indian, dipaksa untuk mengambil
seorang gadis kulitmerah sebagai squaw-nya dan kemudian menjadi anggota suku,
supaya dengan itu dia tetap dibiarkan hidup. Namun jika demikian, maka pakaiannya,
perhiasannya serta jahitannya yang bisa saya amati dalam gelap, tentu lebih
menampakkan corak khas Indian.
Kedua orang yang lain adalah kepala suku. Ini bisa terlihat dari bulu burung
gagak yang terselip tegak di atas ikat rambut di kepalanya. Tampak pula sejumlah
prajurit dari dua suku yang berbeda atau dari dua perkampungan yang dikumpulkan
untuk menjalankan misi tertentu.
Ketiganya duduk di pinggir tanah lapang dan sangat dekat pada sebuah
onggokan semak. Hal ini memungkinkan saya mendekati mereka guna menguping isi
pembicaraan mereka. Saya merangkak maju, kemudian berbaring begitu dekat,
sampai-sampai tangan saya bisa menjamah mereka.
Percakapan mereka terhenti sejenak. Selama beberapa menit mereka hanya
diam. Kemudian bertanyalah seorang kepala suku kepada pemburu itu dengan
menggunakan bahasa Inggris bercampur bahasa Indian. Orang Indian biasanya
memakai bahasa campuran kalau berbicara dengan kulitputih.
“Dan saudara saya kulitputih tahu pasti, bahwa kita just akan mendapatkan
banyak emas yang dibawa oleh kudaapi yang akan datang?”
“Ya,” jawab orang yang ditanya.
“Siapa yang memberitahukannya?”
“Seseorang yang tinggal di kandang kudaapi itu.”
“Emas itu berasal dari negeri Waikur15?”
“Ya.”
“Dan akan dikirimkan untuk kepala mukapucat16 yang kemudian akan
memberinya keuntungan besar?”
“Benar.”
“Kepala mukapucat tidak akan mendapatkan emas itu, sehingga dia tidak akan
memperoleh keuntungan sedikit pun. Apakah ada banyak orang yang akan
menunggangi kudaapi itu?”
“Saya tidak tahu. Tetapi berapa pun banyaknya jumlah mereka, mereka tetap
akan ditaklukkan oleh saudara saya kulitmerah bersama pasukannya yang gagah
berani.”
“Prajurit-prajuri Ogellallah akan membawa pulang scalp mereka. Istri dan
gadis-gadis akan menyambut kedatangan mereka dengan tarian suka cita. Apakah
para penunggang kudaapi juga membawa banyak barang yang dapat digunakan
kulitmerah? Seperti pakaian, senjata, dan callico17?”
“Sudah tentu, malahan lebih dari itu. Namun apakah benar, kulitmerah juga
akan memberikan kepada saudaranya kulitputih sebanyak yang dia minta?”
“Saudara saya kulitputih akan memperoleh emas dan perak yang dibawa
kudaapi. Kami tidak memerlukannya, karena di gunung-gunung kami tersimpan
butiran nugget dalam jumlah yang berlimpah-limpah, sehingga kami hanya tinggal
mengambilnya. Ka-wo-mien, kepala suku Ogellallah,“ katanya sambil menunjuk diri
sendiri, “pernah mengenal seorang mukapucat yang sangat bijaksana dan gagah
perkasa. Dia mengatakan, bahwa emas tidak lebih daripada deadly dust (debu maut)
dan barang itu diciptakan oleh roh jahat penghuni bumi supaya manusia dihasut
menjadi perampok dan pembunuh.”
“Kalau begitu si mukapucat itu sudah gila. Siapa namanya?”
“Dia bukan orang gila, melainkan seorang prajurit yang sangat cerdik dan
berani. Orang-orang Ogellallah pernah berkumpul di sana, di dekat Sungai Broad-Fork
untuk mengumpulkan scalp dari sejumlah pemburu kulit binatang yang menangkap
beaver di daerah itu. Di antara mereka ada seorang kulitputih. Mereka
menganggapnya gila, karena dia mengumpulkan tumbuh-tumbuhan serta menangkap
kumbang, dan dia hanya datang untuk melihat-lihat padang sabana. Tetapi kepalanya
dipenuhi kebijaksanaan dan tangannya dialiri kekuatan yang dahsyat. Tembakan
senapannya tidak pernah meleset dan dengan pisaunya dia tidak gentar menghadapi
beruang dari Rocky Mountains. Dia bermaksud mengajar kulitputih tentang cara-cara

15
California.
16
Presiden Amerika Serikat.
17
Sejenis kain tebal.
menghadapi kulitmerah, tetapi mereka malahan menertawakan dia. Karena itu mereka
kemudian dibunuh dan kulit-kulit kepala mereka masih menghiasi wigwam orang
Ogellallah hingga hari ini. Dia tidak lari meninggalkan saudara-saudaranya kulitputih,
malahan dia membunuh banyak kulitmerah. Akan tetapi jumlah kulitmerah begitu
banyak, sehingga dia berhasil dirobohkan, walalupun tubuhnya kokoh seperti sebatang
pohon ek yang akan menghancurkan semuanya jika tumbang ditebang kapak
woodman18. Dia lalu ditangkap dan digiring ke perkampungan suku Ogellallah. Mereka
tidak membunuhnya karena dia seorang prajurit yang gagah berani dan banyak gadis
kulitmerah ingin pergi ke kemahnya agar dijadikan squaw. Ma-ti-ru, kepala suku
tertinggi Ogellallah, mengajukan dua pilihan: dia harus mengambil anak gadisnya
untuk dijadikan istri atau dia akan dijatuhi hukuman mati. Tetapi dia malahan
mencampakkan kembang prairie yang cantik itu, mencuri kuda kepala suku dan
merebut kembali senjatanya lalu membunuh banyak prajurit, kemudian melarikan
diri.”
“Sudah berapa lama peristiwa itu terjadi?”
“Sejak peristiwa itu matahari kembali bersinar selama empat musim dingin.”
“Siapa nama orang itu?”
“Tinjunya ibarat cakar beruang. Dengan tangan kosong dia berhasil
menghancurkan tengkorak banyak kulitmerah dan juga beberapa mukapucat. Karena
itu oleh pemburu-pemburu kulitputih, dia dinamai Old Shatterhand.”
Apa yang diceritakan Ka-wo-mien merupakan salah satu kisah petualangan
saya di masa lampau. Sekarang saya kembali mengenali dia dan juga Ma-ti-ru yang
duduk di sampingnya. Dulu keduanya pernah menangkap saya. Yang diceritakan tadi
memang benar, tetapi dalam hati saya harus mengumpat, karena dia terlalu
membesar-besarkan kemampuan saya.
“Old Shatterhand? Saya pun mengenalnya!” jawab si kulitputih. “Dulu dia
berada di hide-spot19 milik Old Firehand, ketika saya dan beberapa prajurit tangguh
menyerang tempat itu untuk merampas kulit otter20 dan beaver. Saya berhasil
melarikan diri bersama-sama dua orang lain. Saya ingin sekali bertemu lagi dengan
keparat itu, karena dia harus membayar kembali semua utang beserta bunganya
kepada saya.”
Sekarang saya pun bisa mengenali orang itu. Dia adalah pemimpin para
bushheaders yang dulu merampok kami. Tapi kami menyambutnya dengan cara yang
sepadan, sehingga hanya tiga orang yang berhasil lolos. Dia adalah seorang perampok
prairie yang lebih ditakuti daripada manusia-manusia primitif itu, karena dalam dirinya
tertanam perpaduan sifat jahat dari kulitputih dan kulitmerah dengan ukuran dua kali
lipat.
Ma-ti-ru yang sampai saat ini tidak berkata apa-apa, mengangkat tangannya.
“Celakalah dia, seandainya dia jatuh sekali lagi ke tangan kulitmerah! Dia akan
diikat pada tiang siksaan dan Ma-ti-ru akan menyayat daging dari tulang-tulangnya.
Dia telah membunuh prajurit Ogellallah, merampas kuda terbaik milik kepala suku,
dan menolak cinta yang diberikan oleh gadis tercantik padang sabana!”
Andaikan ketiga orang itu tahu, bahwa orang yang sedang mereka kecam kini
sedang berbaring tiga depa di belakang mereka!
“Kulitmerah tidak akan melihatnya lagi, karena dia telah menyeberangi laut
menuju suatu daerah, di mana matahari terasa membakar seperti api, di mana
hamparan pasirnya lebih luas daripada padang sabana, suatu tempat di mana singa-
singa mengaum, dan pria boleh beristrikan beberapa wanita.”
Memang saya seringkali bercerita di beberapa api unggun, bahwa saya akan
pergi ke Gurun Sahara. Perjalanan itu pun sudah saya lakukan. Sekarang, ketika saya
mengembara keliling di padang prairie ini, saya merasa terkejut karena berita tersebut

18
Penebang kayu.
19
Tempat persembunyian hasil buruan para pemburu.
20
Binatang sejenis berang-berang.
telah tersebar sampai ke telinga orang-orang Indian. Kelihatannya di daerah ini saya
lebih terkenal karena mahir menggunakan pisau daripada menulis dengan pena di
tanah air sendiri.
“Dia akan kembali lagi,” kata Ma-ti-ru. “Barangsiapa yang telah menghirup
hawa prairie, dia pasti selalu merasa rindu untuk kembali lagi selama Roh Agung masih
membiarkannya hidup!”
Dalam hal ini dia benar. Seperti penduduk pegunungan yang tinggal di dataran
rendah begitu merindukan puncak-puncak gunung dan seperti seorang pelaut yang tak
sanggup berpisah dari lautan, demikian pula halnya dengan setiap orang yang sudah
pernah mengembara di padang prairie. Saya memang kembali setelah perjalanan
tersebut.
Sekarang Ka-wo-mien menunjuk ke arah bintang.
“Saudara saya kulitputih, lihatlah ke langit! Kini tiba waktunya kita pergi ke
jalan kudaapi. Apakah tangan-tangan besi yang direbut prajurit saya dari pelayan kuda
kulitputih itu cukup kuat untuk membongkar jalan kudaapi?”
Pertanyaan ini sekaligus memberikan keterangan, siapa orang yang tadi
terbunuh; tentu saja seorang pegawai kereta yang membawa peralatannya untuk
memeriksa rel kereta. Alat itulah yang disebut ‘tangan besi’ oleh kepala suku tadi.
“Tangan-tangan itu lebih kuat daripada tangan dua puluh kulitmerah,” jawab si
kulitputih.
“Dan saudara saya tahu bagaimana menggunakannya?”
“Ya. Kulitmerah harus menuruti perintah saya! Satu jam lagi kereta itu akan
tiba di sini. Tapi saudara-saudara saya harus ingat sekali lagi bahwa emas dan perak
akan menjadi milik saya!”
“Ma-ti-ru tidak pernah berdusta!” kata kepala suku untuk meyakinkan dia lalu
berdiri. “Emas itu menjadi milikmu, sedangkan semua barang lain, termasuk scalps
para mukapucat, akan menjadi milik prajurit-prajurit Ogellallah yang gagah berani.”
“Dan kalian akan memberikan saya bagal21 untuk mengangkut emas-emas,
juga beberapa orang yang akan melindungi saya dalam perjalanan menuju Canada?”
“Kamu akan mendapat bagal dan prajurit-prajurit Ogellallah akan
mengantarmu hingga ke perbatasan negeri Aztlan (demikian orang Sioux menyebut
Mexico). Seandainya kudaapi membawa lebih banyak barang yang berkenan di hati
Ka-wo-mien dan Ma-ti-ru, maka mereka akan mengantarmu hingga ke ibukota Aztlan,
tempat putramu sedang menantikan kedatanganmu, seperti yang pernah kamu
ceritakan.”
Orang itu kemudian berseru. Tiba-tiba semua orang Indian bangkit. Saya
menoleh ke belakang. Tidak jauh dari tempat saya berbaring, terdengar bunyi desiran
halus yang mirip hembusan angin pada rerumputan.
“Sam!”
Perkataan ini saya ucapkan seperti berbisik. Tapi dia yang hanya beberapa
langkah jauhnya dari saya, bisa mendengarnya. Sahabat saya yang bertubuh kerdil itu
mula-mula hanya sedikit menampakkan diri tapi kemudian seluruh tubuhnya.
“Charley!”
Saya merangkak mendekatinya.
“Apa yang Anda lihat?” tanya saya.
“Tidak banyak. Hanya orang-orang Indian seperti yang Anda lihat.”
“Anda juga mendengar sesuatu?”
“Sama sekali tidak, tak sepatah kata pun. Dan Anda?”
“Sangat banyak. Kemarilah! Kita berangkat, tentu saja ke arah barat dan kita
harus bergegas menuju ke tempat kuda-kuda kita.”
Tanpa suara saya merangkak mundur. Dia mengikuti dari belakang. Ketika tiba
di rel kereta, kami menyeberang ke sisi yang lain. Di sana kami berhenti.

21
Peranakan kuda dan keledai.
“Sam, pergilah ke tempat kuda-kuda kita dan berkudalah sepanjang rel sampai
setengah mil, lalu tunggulah saya di sana. Saya tak akan meninggalkan kulitmerah itu
sebelum saya mengetahui dengan pasti, apa yang akan mereka lakukan.”
“Dapatkah saya mengambil alih tugas ini? Sampai saat ini Anda sudah terlalu
banyak memata-matai, hingga saya merasa malu karena sama sekali tidak berbuat
apa-apa.”
“Tidak mungkin, Sam! Mustang saya akan menuruti perintah Anda, tetapi Tony
Anda mungkin tidak akan mengindahkan perintah saya.”
“Memang Anda misalnya benar, Charley. Baiklah, saya akan pergi!”
Dia berjalan dengan badan tegak dan segera menghilang. Rasanya hanya
membuang-buang tenaga, jika saya memeriksa apakah dia meninggalkan jejak kaki di
tanah. Setelah dia menghilang dalam kegelapan malam, saya segera berbaring di sisi
rel yang lain sambil melihat orang-orang Indian di seberang rel. Mereka mengendap-
endap beriringan dengan diam-diam.
Saya lalu mengikuti mereka sedemikian rupa sehingga kami tetap berada
dalam posisi sejajar. Mereka berhenti tidak jauh dari tempat saya menemukan palu,
lalu naik ke atas rel. Saya menarik diri ke belakang semak-semak. Tak lama kemudian
saya mendengar bunyi besi yang beradu dan disusul bunyi palu yang keras. Para
bushheaders itu mulai bekerja. Dengan bantuan alat yang berhasil dirampas dari
pegawai kereta, mereka mulai mendongkel rel.
Kini tibalah saatnya untuk bertindak. Saya meninggalkan tempat yang akan
menjadi saksi perampokan itu, dan bergegas merangkak maju. Setelah lima menit
saya berhasil menyusul Sam.
“Mereka mulai merusak rel?” tanyanya kepada saya.
“Ya.”
“Saya bisa mendengarnya. Jika orang menempelkan telinganya pada rel, dia
misalnya bisa menangkap bunyi pukulan palu itu.”
“Sekarang maju terus, Sam! Kereta akan tiba dalam tiga perempat jam. Kita
harus pergi menghadangnya sebelum orang-orang Indian melihat lampu sorot kereta.”
“Dengar, Charley, saya tidak bisa ikut!”
“Mengapa?”
“Seandainya kita berdua meninggalkan tempat ini, maka kelak kita akan
kehilangan waktu karena harus memata-matai mereka dua kali. Tapi kalau saya pergi
ke tempat orang Indian untuk mengamati mereka, maka setelah kembali saya bisa
langsung menceritakannya kepada Anda.”
“Benar! Lalu bagaimana dengan Tony?”
“Saya akan membiarkannya di sini. Ia tidak akan beranjak dari tempatnya
sampai saya pulang.”
“Baiklah! Saya tahu, Anda tidak akan menghancurkan rencana kita.”
“Tentu saja tidak, percayalah. Sekarang pergilah, Charley! Anda akan bertemu
lagi dengan saya di sini.”
Saya naik ke pelana kuda dan berangkat untuk menghadang kereta yang akan
datang. Dalam kegelapan saya berkuda dengan cepat. Rasanya penting jika saya
menempuh jarak yang agak jauh sehingga orang-orang Indian tidak bisa melihat di
mana kereta dihentikan. Malam perlahan-lahan menjadi terang. Bintang-bintang mulai
bersinar dan memancarkan kilaunya yang lembut di atas padang prairie sehingga
orang bisa melihat cukup jelas sampai jarak beberapa meter. Akibatnya saya memacu
kuda semakin cepat dan terus berlari tanpa henti sampai saya menempuh jarak kira-
kira tiga mil inggris.
Di sana saya berhenti, melompat turun lalu menambatkan kuda serta mengikat
kedua kaki depannya. Hal ini penting karena bunyi yang ditimbulkan oleh kereta bisa
membuat kuda itu berontak.
Sekarang saya mengumpulkan sebanyak mungkin rumput kering dan
membungkusnya pada sepotong ranting kecil untuk membentuk sebuah obor. Rumput
itu ditancapkan pada setangkai kayu yang saya ambil dari semak-semak. Setelah
selesai, saya tinggal menunggu kereta. Selimut saya bentangkan di atas rel lalu dari
waktu ke waktu saya hanya duduk memasang telinga pada rel kereta. Kemudian saya
kembali menyelidiki dari arah mana kereta datang.
Belum sampai sepuluh menit, saya menangkap bunyi halus yang timbul akibat
putaran roda. Makin lama bunyi itu terdengar makin keras. Lalu di kejauhan saya
melihat titik kecil yang terang yang muncul seperti bintang di atas kaki langit. Tapi itu
tentu bukan bintang, karena makin lama titik itu membesar dan bergerak cepat
kemari. Kereta sudah datang.
Dalam waktu singkat tampak lampu sorotnya terbagi dua. Sekarang tibalah
saatnya. Saya menyulut obor dan nyala api segera berkobar-kobar sehingga bisa
terlihat oleh orang-orang di kereta. Bunyi roda terdengar makin keras. Saya sudah
melihat dengan jelas kedua lampu sorot yang bersinar terang menembus kegelapan
malam. Hanya dalam satu menit kereta itu sudah sampai di tempat saya.
Maka saya membakar obor dan sambil melambai-lambaikannya di atas kepala,
saya berlari menghadang kereta. Tentu saja masinis melihat bahwa saya memberinya
tanda untuk berhenti. Dia menurut. Terdengar bunyi peluit tiga kali secara bersusulan.
Rem ditekan rapat-rapat pada roda. Setelah bunyi gemuruh yang memekakkan telinga
disertai bunyi putaran roda, akhirnya kereta berhenti persis di tempat saya
menyalakan obor. Masinis segera membungkukkan badannya dari atas dan bertanya,
“Hallo Bung, apa maksud Anda? Barangkali Anda ingin naik?”
“Tidak, Sir! Justru sebaliknya saya ingin meminta supaya Anda turun dari
kereta.”
“Hal itu tidak mungkin!”
“Tapi Anda harus turun karena di depan sana rel kereta sudah dibongkar oleh
orang-orang Indian.”
“Apa? Orang Indian? ‘s death! Anda mengatakan yang sebenarnya, Bung?”
“Tak ada alasan untuk berbohong!”
“Apa maksud Anda?” tanya kondektur yang kemudian datang turun
menghampiri saya.
“Katanya ada orang-orang Indian di depan kita,” jawab masinis.
“Apa? Anda melihat mereka?”
“Saya melihat dan menguping pembicaraan mereka. Mereka adalah orang-
orang Ogellallah.”
“Manusia-manusia paling kejam yang pernah ada di muka Bumi. Berapa
jumlah mereka?”
“Sekitar enam puluh orang.”
“Terkutuk! Dalam tahun ini bajingan-bajingan itu sudah tiga kali merampok
kereta. Tetapi kali ini pun kita akan menghalau mereka. Sudah lama saya merindukan
kesempatan untuk memberi mereka pelajaran. Berapa jauhnya dari sini?”
“Kira-kira tiga mil.”
“Kalau begitu tutuplah semua lampu, Masinis! Mata mereka sangat tajam.
Dengarlah, Master, saya sangat berutang budi kepada Anda karena Anda telah
mengingatkan kami tentang bahaya itu! Tapi Anda pasti seorang pemburu prairie
seperti yang terlihat dari pakaian Anda.”
“Ya, begitulah. Saya juga masih membawa seorang teman yang bertugas
mengawasi kulitmerah itu sampai kita datang.”
“Anda bertindak bijaksana. Tapi jangan cemas! Ini bukan sebuah tragedi,
malahan sebaliknya sesuatu yang sangat menyenangkan buat kita.”
Para penumpang dalam gerbong terdekat rupanya mendengar percakapan
kami dan segera membuka pintu. Mereka berlompatan turun dan menghujani kami
dengan ratusan pertanyaan serta seruan. Atas perintah kondektur, mereka kembali
tenang.
“Anda memuat emas dan perak di dalam kereta?” tanya saya kepadanya.
“Siapa yang mengatakannya?”
“Orang-orang Indian itu! Mereka diberitahu oleh seorang bushheader
kulitputih. Dia akan mendapatkan logam-logam itu sebagai jatahnya, sedangkan
semua barang yang lain, termasuk scalp, akan jatuh ke tangan Indian.”
“Ah! Bagaimana keparat itu bisa tahu apa yang kami bawa?”
“Kelihatannya dia mendapat keterangan ini dari seorang pegawai kereta. Tapi
bagaimana caranya, saya sendiri tidak tahu.”
“Kita segera mengetahuinya jika dia jatuh hidup-hidup ke tangan kita, dan
saya menginginkannya demikian. Tapi katakan dulu, siapa nama Anda, Master! Biar
orang tahu bagaimana harus memanggil Anda!”
“Teman saya bernama Sans-ear, dan saya…”
“Sans-ear? Ya ampun, dia adalah seorang yang sangat kuat dalam urusan
seperti ini dan kekuatannya setara dengan kekuatan dua belas orang! Lalu Anda
sendiri?”
“Di padang prairie ini saya dipanggil Old Shatterhand.”
“Old Shatterhand, orang yang dikejar lebih dari seratus prajurit Sioux tiga
bulan lalu di daerah Montana dan menempuh perjalanan dari Yellow-Stone, dari
puncak bersalju hingga ke Benteng Fort selama tiga hari hanya dengan menggunakan
sepatu salju?”
“Ya.”
“Sir, saya sudah banyak kali mendengar tentang Anda dan saya senang
bertemu Anda saat ini. Luar biasa! Bukankah beberapa waktu yang lalu Anda berhasil
menggagalkan rencana Parranoh, kepala suku kulitputih Sioux, yang bermaksud
mencelakakan kereta22?”
“Benar. Waktu itu saya ditemani Winnetou, kepala suku paling termasyhur di
seluruh padang prairie. Tapi, Sir, mari kita menentukan langkah kita selanjutnya!
Orang-orang Indian tahu persis, kapan kereta akan tiba. Mereka bisa menaruh curiga,
seandainya kita berlama-lama di sini.”
“Benar pendapat Anda. Tapi terlebih dulu saya ingin tahu, apa rencana mereka.
Barangsiapa yang ingin menyerang musuh, dia harus diberitahu tentang rencana yang
akan diterapkan musuhnya.”
“Anda berbicara seperti seorang panglima perang, Sir. Sayang saya tidak bisa
memberikan keterangan lebih. Sekedar mengingatkan Anda, saya tidak bisa
menunggu lebih lama sampai orang-orang Indian selesai dengan rencananya. Kita
akan mengetahui semua hal yang penting dari sahabat saya. Jika saya meminta Anda
untuk menentukan sikap, sebenarnya saya hanya ingin tahu, apakah Anda berani
menyerang mereka atau tidak.”
“Tentu saja, tentu saja saya akan menyerang mereka,” jawabnya cepat. “Saya
harus menghancurkan keserakahan suku yang ingin merampas barang muatan kita.
Anda dan teman Anda tentu tidak kuat melawan enam puluh orang kulitmerah
sehingga Anda tidak berani…”
“Pshaw, Sir!” saya memotongnya. “Apakah kami berani melakukannya atau
tidak, tentang hal itu kami tentu tahu lebih baik daripada orang lain. Hari ini, ketika
matahari masih bersinar, Sans-ear telah menyerang empat kulitmerah dan membunuh
mereka hanya dalam dua menit. Dan saya tegaskan kepada Anda, kami pun bisa
mengirim lagi beberapa orang Ogellallah ke padang perburuan abadi tanpa
membutuhkan bantuan Anda. Yang lebih penting di sini bukan jumlah melainkan
bagaimana orang menggunakan tangan dan kepalanya. Apabila saya sendiri
melepaskan dua puluh lima tembakan dari senjata buatan Henry dalam kegelapan,
tanpa perlu mengisi dengan peluru baru, pasti orang Indian tidak tahu apakah mereka
sedang menghadapi dua atau dua puluh orang. Dengarlah, kalian semua, adakah di
antara kalian yang membawa senjata?”
Pertanyaan ini sebenarnya berlebihan. Saya tahu, mereka semua selalu
membawa senjata. Hanya saja kondektur bertindak seakan-akan dia ingin mengambil

22
Bacalah: Winnetou II Si Pencari Jejak.
alih komando. Tentu saya tidak setuju. Tugas memimpin penyerangan terhadap
kawanan Indian, apalagi pada malam hari, tidak bisa dipercayakan begitu saja kepada
seorang pegawai kereta, walaupun orang itu berbadan tegap dan sangat berani. Saya
mendapat jawaban “Ya” secara serentak dari mereka. Kemudian si kondektur
menambahkan,
“Saya membawa enam belas pekerja kereta api sebagai penumpang. Mereka
tahu menggunakan pisau dan senjatanya dengan baik. Selain itu ada dua puluh orang
militer yang hendak dibawa ke Benteng Palwieh, dan kelompok ini dilengkapi dengan
senjata, revolver serta pisau. Namun ada juga beberapa gentlemen di sini yang ingin
bersenang-senang karena ingin mencakar kulit orang Indian sedikit lebih dalam. Hei,
siapa yang mau ikut?”
Semua orang tanpa kecuali menyatakan siap untuk pergi. Kalau terdapat
seseorang yang takut, pasti dia juga akan mengiyakan, supaya tidak dianggap
pengecut. Tentu saja orang-orang ini nanti tidak akan berbuat banyak dan lebih baik
jika mereka tinggal. Karena itu saya berkata,
“Dengarlah, Mesch'schurs! Kalian semua adalah pria-pria yang tangguh, tetapi
tidak semua orang boleh ikut. Kalian harus memahaminya. Saya lihat, di sini ada
beberapa ladies dan tidak mungkin kita membiarkan mereka sendirian tanpa
perlindungan. Seandainya kita menang, dan hal itu tidak diragukan lagi, bisa jadi
orang-orang Indian lari tercerai-berai dan akan datang kemari lalu menyerang kereta
yang kita tinggalkan. Karena itu kita harus menempatkan beberapa orang berani di
sini. Yang mau menerima tugas ini, harap melapor!”
Benar! Ada beberapa orang yang bersedia membela penumpang kereta dengan
berjanji mempertaruhkan nyawa sendiri. Mereka adalah suami dari tiga wanita dan
lima penumpang lainnya. Saya mendapat kesan seolah-olah kelompok terakhir ini tahu
lebih baik tentang harga perkakas besi, anggur, cerutu dan buah kenari, daripada cara
memakai pisau Bowie dengan benar. Saya tidak marah menanggapi sikap kelompok
pertama di atas yang mau tinggal karena mereka menjalankan kewajibannya untuk
melindungi istrinya.
“Kereta tidak dapat ditinggalkan tanpa petugas. Siapa yang akan menjaga di
sini?” tanya saya kepada kondektur.
“Masinis dan seorang yang mengatur bahan bakar,” demikian jawabnya. “Dia
bisa memimpin para gentlemen yang berani ini. Tentu saja saya akan pergi bersama
Anda dan akan memimpin pasukan.”
“Baiklah, seperti yang Anda inginkan, Sir! Pasti Anda sudah sering kali
bertempur melawan orang Indian, bukan?”
“Hal itu tidak penting! Orang-orang Yambariko (golongan yang paling hina dari
suku Indian) hanya tahu menyerang musuhnya dengan diam-diam kemudian
membantainya. Apabila mereka diserang secara terang-terangan dan terencana, maka
mereka akan lari terbirit-birit guna menyelamatkan diri. Jadi pekerjaan kita tidak
terlalu berat.”
“Saya tidak yakin, Sir! Mereka adalah orang Ogellallah, kelompok Sioux yang
terkenal haus darah, dan mereka dipimpin kepala suku ternama, Ka-wo-mien dan Ma-
ti-ru.”
“Apakah Anda bermaksud mengatakan bahwa saya takut terhadap mereka? Di
sini jumlah kita lebih dari dua puluh orang dan saya kira, persoalan ini sangat
gampang. Saya akan menyuruh orang menutup lampu kereta sehingga kulitmerah
tidak tahu bahwa saya sudah diperingatkan. Sekarang kita membuka tutup lampu.
Anda naik ke kereta dan masinis akan mengemudikan kereta sampai ke tempat rel
yang dirusakkan. Di sana kita berhenti lalu turun dari kereta dan menyerang penjahat-
penjahat itu sehingga tak seorang pun dari mereka yang dibiarkan hidup. Kemudian
kita memperbaiki kembali potongan besi pada rel yang dirusakkan. Paling-paling kita
akan terlambat satu jam.”
“Harus saya akui, rencana Anda lahir dari pemikiran seorang komandan
pasukan berkuda, karena bagi dia, tidak ada yang lebih menggembirakan daripada
merobohkan musuhnya dalam duel berkuda. Tetapi situasi sekarang tidak sama. Jika
Anda bersikeras menjalankan rencana Anda, maka keempat puluh prajurit Anda akan
mati. Dan saya menolak untuk terlibat dalam rencana itu.”
“Apa? Jadi Anda tidak mau menolong kami? Apa Anda takut atau jengkel
karena Anda tidak dipercayakan untuk memimpin?”
“Takut? Pshaw! Jika Anda benar-benar sudah mendengar tentang saya, pasti
Anda tidak akan gegabah berkata seperti itu. Old Shatterhand sangat mudah
terpancing emosinya sehingga dia bisa menghancurkan kepala Anda dengan
tangannya untuk membuktikan bahwa tidak sia-sia dia menyandang nama itu.
Tentang rasa jengkel, sebenarnya bagi saya tak ada bedanya, apakah dalam jam
berikutnya kereta dan scalp kalian masih menjadi milik kalian atau sudah menjadi milik
orang Indian. Namun tidak seorang pun berhak atas scalp saya, kecuali saya sendiri.
Dan saya akan mempertahankannya. Good evening, Mesch'schurs!”
Saya berbalik. Kondektur menahan tangan saya dan berkata,
“Stopp, Master! Anda tak boleh pergi seenaknya! Sekarang sayalah yang
mengambil alih komando dan Anda harus menuruti perintah saya. Saya tidak bisa
membiarkan kereta berhenti terlalu jauh dari tempat perampokan karena sayalah yang
bertanggung jawab jika terjadi kerusakan pada kereta. Jadi saya tetap berpegang
pada rencana saya: Anda membawa kami ke tempat itu dan kami tidak akan turun
dari kereta sebelum tiba di sana. Seorang panglima perang yang sejati harus
memperhitungkan semua kemungkinan, termasuk dia juga bisa kalah dalam
pertempuran. Dalam hal ini kereta bisa menjadi tempat perlindungan yang aman buat
kita. Dari dalam kereta kita pun bisa mempertahankan diri sampai kita mendapat
bantuan dari kereta berikutnya yang datang dari arah barat atau timur. Bukankah
begitu, tuan-tuan?”
Semua menjawab setuju. Mereka bukanlah westman, dan bagi mereka
rencananya kelihatan gampang diterapkan, sehingga mereka terpengaruh. Dia sangat
senang mendapat tanggapan seperti itu lalu berkata kepada saya,
“Kalau begitu naiklah, Sir!”
“Baik! Anda memberi perintah dan saya menurut!”
Dengan sekali lompat saya sudah duduk kembali di atas punggung kuda.
Selama pembicaraan tadi kuda itu sudah saya lepaskan ikatannya.
“Oh, bukan my dear. Maksud saya, Anda naik ke atas kereta!”
“Saya kira, ke atas kuda, Sir. Pemikiran kita saling bertolak belakang.”
“Saya memerintahkan Anda untuk turun dari kuda!”
Saya berkuda ke sampingnya lalu membungkukkan badan dan berkata,
“Bung, tampaknya Anda belum pernah berjumpa dengan seorang pemburu
prairie sejati. Jika sudah, tentu Anda akan berbicara kepada saya dengan suara lain.
Bersiap-siaplah dan naiklah sendiri ke atas kereta!”
Dengan tangan kanan, saya mencengkeram baju pada bagian dadanya lalu
mengangkatnya ke atas. Dengan sebuah hentakan keras pada punggung kuda,
binatang itu segera merapat ke kereta. Pada detik berikutnya kereta melaju dengan
lampu dalam keadaan tertutup. Saya pun beranjak dari sana.
Malam semakin terang, sehingga saya bisa berkuda dengan cepat tanpa
terhalang sedikit pun oleh semak-semak. Setelah kurang dari seperempat jam,
sampailah saya di tempat Sam.
“Jadi?” dia bertanya ketika saya turun dari kuda. “Saya kira, Anda membawa
orang-orang ke sini!”
Kepadanya saya ceritakan, mengapa hal itu tidak saya lakukan.
“Anda sudah bertindak tepat, Charley, sangat tepat! Seorang railroader seperti
dia pasti memandang kita dengan sebelah mata karena kita misalnya tidak berdandan
tiga kali dalam sehari. Tentu mereka akan menjalankan rencananya, tapi nanti mereka
akan terkejut, hihihihi!”
Sambil tertawa kecil, dia membuat gerakan orang menguliti kepala, kemudian
meneruskan,
“Namun Anda belum menceritakan sama sekali, apa yang Anda alami di sana!”
“Mereka akan dipimpin oleh Ka-wo-mien dan Ma-ti-ru.”
“Ah! Kalau begitu akan terjadi pertempuran yang sudah lama saya nanti-
nantikan.”
“Seorang kulitputih ada di antara mereka. Dialah yang membocorkan rahasia
kepada mereka bahwa kereta mengangkut emas dan perak.”
“Tentu saja dia ingin memilikinya dan membiarkan semua barang lain serta
scalp diambil oleh orang Ogellallah?”
“Ya.”
“Bisa saya bayangkan! Mereka tentu sekelompok bushheader!”
“Saya mengenali orang itu. Pada suatu hari dia bersama kawanannya
merampok hide-spot Old Firehand, tetapi dia harus pulang dengan tangan hampa.”
“Siapa namanya?”
“Entahlah. Tidak penting mengetahui namanya, karena manusia seperti itu
selalu mengubah namanya setiap hari. Apa Anda sudah memata-matai?”
“Ya. Mereka berpencar dan berdiri menanti pada kedua sisi rel kereta, kira-kira
di bagian tengah antara rel yang dirusakkan dan kuda-kuda mereka. Di tempat kuda-
kuda, saya kembali melihat dua orang penjaga. Tetapi apa yang harus kita lakukan,
Charley? Apakah kita harus menolong railroaders atau kita misalnya melanjutkan
perjalanan?”
“Kita wajib menolong mereka, Sam. Atau mungkin Anda berpikir lain?”
“Sama sekali tidak! Anda benar, itu adalah kewajiban kita. Selain itu Anda
harus ingat kedua telinga saya sampai sekarang belum lunas harganya. Saya berani
menukar Tony dengan seekor katak seandainya besok pagi beberapa mayat Indian
yang terkapar mati di atas rel masih memiliki telinga! Tapi apa yang kita lakukan
sekarang, Charley?”
“Kita pun berpencar dan berdiri mengawasi kedua sisi rel, di antara orang
Indian dan kuda-kudanya.”
“Well! Tapi saya mempunyai ide lain! Bagaimana pendapat Anda dengan
stampedo (mengusir kuda hingga lari tercerai-berai)?”
“Hmmm! Ide itu baik, seandainya jumlah kita lebih banyak daripada mereka
atau seandainya kita tahu bagaimana menghancurkan mereka semua. Dalam kasus ini
ide itu tidak praktis. Dalam waktu singkat semua railroader akan binasa dan kita
berdua tidak mampu berbuat apa-apa selain mencegah supaya orang Indian jangan
sampai ke kereta berikutnya. Atau kita pun bisa menyergap mereka dengan tiba-tiba
sehingga mereka lari. Untuk kedua pilihan ini rasanya lebih baik jika mereka melarikan
diri. Tapi jika kita merampas kuda mereka, maka dengan sendirinya mereka tidak
akan meninggalkan tempat ini. Apakah Anda pernah mendengar tentang hukum yang
mengatakan, dalam keadaan tertentu orang harus membangun jembatan emas bagi
musuhnya?”
“Hingga kini saya hanya mengenal jembatan kayu, jembatan batu, dan
jembatan besi! Saya menghargai pendapat Anda, Charley, tetapi kalau saya misalnya
membayangkan betapa marahnya orang Indian ketika mereka turun dari kereta dan
tidak menemukan lagi kudanya, maka rasanya sungguh menggelikan. Dan yang paling
penting, kita tidak boleh membuat mereka terkejut dan panik, jika kita merebut kuda
mereka.”
“Benar! Tetapi lebih baik kita melihat dulu apa yang terjadi.”
“Saya pun berpikir demikian! Namun pertama-tama Anda harus berjanji
kepada saya!”
“Apa?”
“Bahwa sayalah yang akan menyingkirkan kedua penjaga itu. Setuju?”
“Saya bukanlah seseorang yang menginginkan pertumpahan darah secara sia-
sia. Tapi dalam hal ini, saya lihat Anda berhak melakukannya. Ini suatu jalan keluar
yang menyedihkan! Jika kedua penjaga terbunuh, maka kuda-kuda mereka akan jatuh
ke tangan kita. Tapi terlebih dahulu mari kita sembunyikan kuda kita di tempat yang
aman. Kemudian baru kita pergi!”
Kami berkuda menjauh dari tempat itu. Kemudian saya mengikat kuda saya
sedemikian rupa sehingga hewan itu tidak bisa berpindah lebih dari tiga langkah. Sam
juga berbuat yang sama dengan Tony. Walaupun dia biasanya sangat yakin pada
kudanya, tetapi jika terjadi stampedo mungkin saja kawanan kuda yang tercerai-berai
berlari ke arah kuda kami lalu kedua hewan itu pun ikut lari bersama kawanan
tersebut.
Sekarang kami berbalik dengan mengambil jalan memutar dan kembali ke
belakang orang Indian. Lampu sorot lokomotif belum juga terlihat. Barangkali rencana
si kondektur ditentang atau mereka tidak bisa langsung memutuskan untuk
melanjutkan perjalanan tanpa pengawalan saya.
Ketika kami tiba di tempat kuda-kuda Indian, dengan mudah kami bisa melihat
sosok kedua penjaga. Mereka kelihatan tidak tenang dan berpatroli secara terpisah di
sekitar daerah itu. Seorang dari mereka perlahan-lahan menghampiri onggokan
semak, tempat kami bersembunyi. Ketika dia melewati kami, Sam mencabut pisaunya
dan menikam orang itu. Tak ada suara keluar dari mulutnya. Yang seorang lagi pun
mengalami nasib yang sama, ketika dia lewat di sana. Barangsiapa yang tidak
mengenal padang prairie, pasti tidak merasakan dendam kesumat yang menyulut
pertempuran antara kulitmerah dan kulitputih dan bahwa masing-masing pihak
mereka sudah terbiasa melangkah di atas tumpahan darah musuhnya.
Saya membuang muka supaya tidak melihat bagaimana korban kedua itu
roboh. Pada saat itu saya melihat seekor kuda berdiri di dekat saya. Di punggungnya
terdapat pelana empuk buatan Spanyol dan kuda ini memakai sepatu ladam besar,
seperti yang biasa dijumpai di Amerika Tengah dan Selatan. Ia pun tidak dilengkapi
dengan peralatan berkuda a la Indian. Apa kuda itu milik seorang kulitputih? Saya
maju mendekat. Pada kedua sisi pelana terdapat saku kecil. Saya segera
memeriksanya isinya. Di dalamnya saya menemukan beberapa lembar kertas dan dua
buah pundi-pundi. Isi pundi-pundi tersebut belum saya periksa sekarang. Saya
memasukkan semuanya ke dalam saku.
“Sekarang bagaimana?” tanya Sam.
“Kita berpencar. Saya ke kanan dan Anda ke kiri. Tapi sebentar, lihatlah ke
sana!”
“Kereta api, benar! Sekarang kereta api misalnya sudah datang! Kita
menunggu sebentar, Charley, untuk melihat apakah rencana mereka berhasil.”
Ternyata rencana kondektur tadi tetap dipertahankan. Kedua lampu kereta
kelihatan semakin mendekat, tetapi dengan pelan, bahkan sangat pelan, karena
masinis harus mencari rel kereta yang sudah dirusakkan. Tak lama kemudian kami
mendengar bunyi putaran roda yang makin lama makin keras. Akhirnya kereta
berhenti di dekat tempat yang dirusak.
Orang-orang Indian pasti sangat marah jika sadar bahwa rencana mereka
sudah terbongkar! Barangkali mereka menyimpulkan bahwa para railroader telah
diberitahu. Saat ini rasanya sangat menguntungkan kalau kelompok railroader itu
tetap tinggal tenang di dalam gerbong kereta. Saya cukup yakin bahwa mereka akan
bersikap demikian. Namun betapa kecewanya saya, karena begitu pintu kereta dibuka,
saya melihat orang-orang kulitputih itu berhamburan keluar dan berlari maju untuk
menyerang. Mereka pasti segera merasakan akibat dari kecerobohan ini. Saat
menyerang, mereka berlari ke tempat yang diterangi lampu kereta dan dengan
demikian menyerahkan diri menjadi sasaran empuk bagi orang-orang Indian.
Terdengar bunyi tembakan, kemudian sekali lagi lalu terdengar pekikan keras yang
mengerikan.
Orang-orang Indian mendesak maju sambil membawa senjata yang sudah
kosong karena peluru-pelurunya sudah ditembakkan. Tapi mereka hanya menemukan
mayat dan korban-korban yang terluka, sedangkan yang lainnya sudah berlari mencari
perlindungan di dalam kereta. Beberapa orang Indian membungkuk guna menguliti
scalp dari kepala mayat-mayat itu, tetapi mereka harus mengurungkan niatnya karena
ditembak dari dalam oleh orang yang berada di gerbong paling depan.
Sekarang alangkah baiknya jika kereta bergerak mundur. Tapi hal itu tidak
terjadi. Barangkali masinis, juru api, serta penumpang yang lain melarikan diri dan
masuk ke dalam gerbong barang atau gerbong penumpang.
“Kini kereta misalnya akan dikepung oleh mereka,” kata Sam.
“Saya kira tidak mungkin! Kulitmerah itu tahu, mereka hanya punya sedikit
waktu sampai kereta berikutnya datang. Mereka akan menyerang walaupun
sebenarnya mereka enggan melakukannya.”
“Lalu apa yang akan kita lakukan? Sangat sulit bagi kita untuk mengambil
keputusan yang tepat.”
“Tapi keputusan itu hanya akan berguna jika dibuat dengan cepat dan bisa
langsung diterapkan. Senjata terbaik untuk menyerang mereka adalah api. Kita harus
kembali ke tempat kuda-kuda itu. Setiap orang berkuda menempuh jalan setengah
lingkaran dan setiap lima puluh atau enam puluh meter, dia harus turun untuk
membakar rerumputan di padang prairie. Tetapi sebelumnya kita harus mengerahkan
stampedo untuk mencegah musuh membalas serangan dengan cepat dan membuat
mereka kesulitan untuk melarikan diri. Dalam situasi seperti ini tak ada kemungkinan
lain yang lebih baik.”
“Astaga! Rencana ini akan mendatangkan kesulitan besar bagi mereka! Namun
dengan itu kereta pun akan ikut terbakar!”
“Tunggu dulu! Memang saya tidak tahu, apakah dalam kereta juga dimuat
bahan-bahan yang mudah terbakar seperti minyak dan aspal. Tetapi kayu kereta
sangat kuat dan bisa tahan terhadap nyala api yang timbul dari rerumputan yang
terbakar. Kemudian Anda juga harus memikirkan satu-satunya cara yang akan dipakai
orang Indian untuk menyelamatkan diri dari kepungan asap. Mereka pasti akan balas
membakar, yakni membakar rerumputan di dekat kereta. Percayalah! Seandainya
saya berada pada posisi mereka, maka saya misalnya akan mencari tempat
perlindungan di bawah kereta.”
“Apakah Anda juga berpikir, berapa lama waktu yang kita butuhkan untuk
menyalakan api dengan bantuan punks? Kita pun tidak bisa menghidupkan obor,
karena nanti akan ketahuan.”
“Seorang pemburu prairie sejati harus siap menghadapi segala situasi. Untuk
keperluan semacam ini, saya selalu menyediakan cukup korek api. Ini, ambillah!”
“Bravo, Charley! Sekarang saatnya kita membuat stampedo kemudian kembali
ke tempat kuda-kuda kita.”
“Sebentar, Sam! Saya baru sadar bahwa tadi saya begitu bodoh! Kita tidak
perlu mengambil kuda-kuda kita. Di sini terdapat kuda mereka yang jumlahnya lebih
dari cukup. Saya akan mengambil kuda coklat itu!”
“Dan untuk saya yang berwarna merah kecokelat-cokelatan di sampingnya.
Ayo maju, dan potonglah tali lasonya!”
Kami bertindak dan bergerak cepat dari satu kuda ke kuda lain. Kemudian
kami membakar semak-semak yang terletak di belakang kawanan itu, lalu naik ke atas
kuda. Mula-mula nyala api tidak seberapa besar sehingga tidak terlihat oleh orang-
orang Indian. Sekarang kami bisa mulai beraksi tanpa terlihat oleh mereka.
“Di mana kita bertemu lagi?” tanya Sam.
“Di atas sana, di dekat rel, tetapi bukan di depan lampu kereta melainkan di
antara kobaran api. Mengerti?”
“Ya. Ayo, go on, kuda handal!”
Kuda-kuda itu sudah meronta-ronta ketika ikatannya dilepas. Sekarang hewan-
hewan itu merasa panas karena api yang kian mendekat dan menegakkan bulu
surainya. Beberapa kuda sudah berlari-lari tidak tenang sehingga setiap saat binatang-
binatang itu bisa tercerai-berai. Saya berkuda ke arah kanan hingga masuk ke prairie
lalu berlari cepat dan mengambil jalan memutar dengan radius kira-kira satu mil
inggris. Lima kali saya turun dari kuda untuk menyulut api pada rerumputan. Kini saya
tiba kembali di dekat rel kereta dan saya teringat, rupanya karena kurang berpikir,
kami telah membuat kesalahan besar. Kami hanya menaruh perhatian pada keadaan
waktu itu dan sama sekali tidak memikirkan nasib kuda sendiri.
Saya segera menghela kuda tunggangan saya dan memacunya lurus menuju
ke tempat kuda-kuda kami ditambat. Kini kobaran api di sekeliling kami menerangi
semuanya. Jauh di padang sabana terdengar derap kuda yang berlari. Di dekat sini
terdengar teriakan marah serta kecewa yang kedengarannya hanya keluar dari mulut
orang Indian. Di bawah gerbong kereta tampak beberapa percikan api kecil. Jadi
dugaan saya bahwa orang-orang Indian itu mencoba menyelamatkan diri dengan balas
membakar tempat itu, ternyata tidak salah. Jauh di sebelah kiri terdapat kuda saya
dan Tony yang berkaki panjang, dan di sana … benar, dari sana datang Sam dengan
terburu-buru, sehingga tubuh kudanya hampir menyentuh tanah. Dia juga sadar akan
kesalahan dalam rencana kami.
Tetapi kuda-kuda kami pun sudah terlihat oleh orang-orang Indian. Beberapa
orang dari mereka berlari menuju kuda kami dan dua orang yang paling cepat berada
hanya beberapa langkah dari hewan-hewan tersebut. Saya mengencangkan tali
senjata, melompat ke atas pelana dan mengambil tomahawk. Dengan langkah secepat
singa, kuda saya berlari maju dan saya segera tiba di tempat kedua orang itu. Dengan
sekali memandang, saya langsung mengenali mereka. Keduanya adalah kepala suku.
“Berhenti, Ma-ti-ru. Itu kuda saya!”
Dia memalingkan wajahnya ke arah saya dan melihat saya.
“Old Shatterhand! Matilah kau, katak mukapucat!”
Dia mencabut pisau. Dengan sekali loncatan dia sudah berada di samping kuda
saya. Dia berancang-ancang menikam saya, tetapi kapak saya lebih dulu mengenainya
sehingga dia roboh ke tanah. Seorang lagi sudah melompat ke atas punggung kuda
milik saya, tetapi dia tidak memperhatikan bahwa kuda itu masih terikat.
“Ka-wo-min, tadi kamu berbicara dengan seorang pengkhianat kulitputih
tentang saya. Kini saya mau berbicara denganmu!”
Dia sadar bahwa dia tidak bisa berbuat apa-apa di atas kuda yang tak bisa lari.
Karena itu dia meluncur turun dan berlari menghilang di balik semak. Saya
mengayunkan tomahawk mengarah ke kepalanya. Senjata berat itu mengenai
kepalanya yang berhiaskan bulu rajawali. Dia pun roboh ke tanah. Sekarang saya
melompat turun, meraih Senapan Mr. Henry lalu berbalik kepada teman-temannya
yang lain. Tiga tembakan merobohkan tiga orang Indian. Mengingat api semakin
dekat, saya tidak mempunyai waktu lagi untuk melanjutkan pertempuran. Saya
memotong ikatan pada kaki kuda saya dan meloncat ke atasnya. Kuda cokelat itu
berdiri dan berlari.
“Hallo, Charley, lewatlah pada celah yang tidak terbakar!” teriak Sam.
Dia baru sampai pada bagian itu lalu meloncat dari kudanya yang terus berlari
dan mendarat di atas punggung Tony. Kemudian dia membungkuk untuk memisahkan
talinya dan berlari di samping saya menuju suatu celah lain di mana lingkaran api
belum menyatu.
Kami lewat dengan selamat, lalu berbelok ke kiri, ke balik kobaran api dan
berhenti di sana. Kami berada pada tempat ketiga yang tadi saya sulut dengan api.
Tanah kelihatan hitam karena terbakar walau sudah kembali dingin. Di depan dan di
belakang kami tampak jalur hitam yang hangus pada jalan yang tadi saya lalui, tapi
kedua sisinya dikelilingi oleh lautan api. Kobaran api juga menyebarkan asap tebal ke
udara sehingga kami hampir sesak napas.
Tapi dari waktu ke waktu asap yang menyesakkan dada ini terlihat semakin
berkurang. Hawa terasa semakin dingin seiring dengan jilatan api yang makin
menjauh. Setelah seperempat jam hanya tersisa bara-bara hitam di tanah. Padang
prairie tempat kami berdiri dipenuhi asap hitam sehingga kami tidak bisa melihat lebih
jauh dari tiga langkah; juga karena cahaya bintang terhalangi oleh asap.
“Bless me, seperti kobaran api di neraka!” ujar Sam. “Saya kira mustahil kalau
kereta tidak ikut terbakar.”
“Saya yakin, tidak. Kereta biasanya dibuat untuk menghadapi situasi seperti
ini, karena seringkali kereta harus melewati daerah yang dilanda kebakaran hutan atau
kebakaran di padang sabana.”
“Apa yang kita lakukan sekarang, Charley? Mereka sudah melihat kita dan
akan lebih waspada.”
“Sekarang pun mereka masih melihat kita karena kita berdiri di antara mereka
dan daerah yang terang. Kita harus membuat mereka mengira bahwa kita berjalan
terus. Mungkin saja mereka menganggap kita anggota suatu kelompok berburu yang
menjalankan tugas tertentu dan mereka berpikir, kita pergi tergesa-gesa karena ingin
menjemput prajurit-prajurit kita untuk membantu aksi perampokan ini. Kita memacu
kuda ke utara, kemudian berbelok ke arah timur dan kembali lagi ke sini setelah
mengambil jalan memutar.”
“Saya juga misalnya berpikir yang sama dan saya kira, pada akhirnya
beberapa orang Indian akan kehilangan telinganya. Tomahawk Anda tadi juga
misalnya begitu ampuh.”
“Tapi korbannya tidak mati!” saya menanggapi dengan suara kering.
“Tidak mati? Lalu separah apa misalnya?”
“Saya hanya membuatnya lumpuh dengan tomahawk.”
“Hanya membuatnya lumpuh? Apakah Anda masih waras? Hanya
melumpuhkan orang Indian padahal dia pantas mendapat hukuman yang lebih keras!
Ya, kelak Anda akan mendapat masalah baru dengan mereka.”
“Tapi saya mempunyai alasan untuk tidak membunuhnya, dan saya meminta
Anda untuk paling tidak memahaminya.”
“Tidak, sama sekali tidak, Charley! Apa karena mereka adalah kepala suku?
Justru terhadap mereka, orang tidak boleh menunjukkan belas kasihan.”
“Dulu saya pernah menjadi tawanan mereka. Mereka bisa membunuh saya
tetapi mereka tidak melakukannya. Saya membalas kebaikan mereka dengan sikap
tidak tahu berterima kasih pada waktu melarikan diri. Karena itu tadi saya tidak
mengayunkan tomahawk dengan sekuat tenaga.”
“Jangan marah, Charley, tetapi Anda misalnya telah bersikap begitu tolol! Ya,
semoga keparat-keparat ini mengerti ungkapan terima kasih Anda! Paling-paling
mereka akan berkata, Old Shatterhand tidak memiliki cukup tenaga untuk
menghancurkan kepala seorang kulitmerah. Saya hanya berharap mudah-mudahan
kobaran api ini bisa meluruskan lagi kesalahan yang sudah Anda buat.”
Sambil berbicara keras, seperti berteriak-teriak, kami terus memacu kuda
berdampingan melewati padang prairie. Kuda betina Sam mampu berlari cepat karena
kakinya begitu panjang sehingga ia tetap berada sejajar di samping kuda saya.
Memang hanya beberapa menit sesudahnya kami tiba kembali pada rel, tepatnya di
sebuah tempat yang berjarak kira-kira satu mil ke arah timur dari tempat kereta
berhenti. Kemudian kami mengikat kuda dan mengendap-endap sepanjang rel menuju
tempat perampokan.
Udara dipenuhi oleh bau hangus dan abu-abu halus menutupi dataran itu.
Hembusan angin menerbangkan abu-abu itu ke hidung kami. Rasanya sangat sulit
menahan bersin. Tapi jika kami bersin, itu berarti kehadiran kami akan diketahui. Kami
bisa melihat kedua lampu kereta dengan jelas. Tapi tak ada seorang Indian pun yang
terlihat pada kedua sisi rel kereta. Kami merangkak lebih dekat. Saya memperhatikan
lebih teliti dan memang benar, apa yang sudah saya duga. Karena takut terbakar
mereka menarik diri dan bersembunyi di bawah kolong gerbong kereta. Di sana
mereka berbaring berdesak-desakan dan tidak berani menampakkan diri karena pasti
akan terkena peluru kulitputih.
Tiba-tiba saya mendapat sebuah ide. Ide ini sangat sulit dijalankan tetapi
akibat yang ditimbulkannya sangat besar.
“Sam, kembalilah ke kuda-kuda kita supaya binatang-binatang itu jangan
sampai diambil oleh orang-orang Indian!”
“Pshaw! Kuda-kuda itu sedang disembunyikan di tempat yang aman!”
“Saya akan mengusirnya dari tempat itu.”
“Dengan senapan?”
“Bukan.”
Saya menerangkan rencana saya. Dia mengangguk puas.
“Well, Charley. Ide ini sangat tepat. Hanya bergegaslah supaya mereka tidak
memergoki Anda ketika sedang berlari. Saya misalnya bersiap-siap dengan kuda
setiap saat, dan hihihihi, kita akan berkuda ke tengah-tengah mereka, ibarat bison
menerobos ke tengah-tengah kawanan coyote!”
Dia merangkak mundur, sementara itu saya bergerak maju sambil tetap
memegang pisau di tangan kanan untuk berjaga-jaga jika diserang tiba-tiba. Saya
berhasil tiba di bawah rel kereta tanpa terlihat. Di atasnya terdapat lokomotif. Roda-
roda penggerak yang besar dan tempat berbaring yang agak rendah menghalangi saya
untuk melihat apakah ada juga orang Indian yang berbaring di bawah lokomotif. Saya
merangkak ke atas rel dan setelah dua loncatan yang cepat, saya sudah berada di atas
‘kudaapi’.
Sebuah seruan keras terdengar dari bawah kereta. Tangan saya mulai bekerja
dan pada detik berikutnya train bergerak mundur. Terdengar suara orang berteriak,
ada yang karena kesakitan dan ada yang karena terkejut. Setelah kereta dimundurkan
kira-kira tiga puluh langkah, saya memajukannya lagi.
“Anjing!” teriak seseorang di samping saya. Sambil menggenggam pisau di
tangan, orang itu berusaha naik ke tempat saya.
Dia seorang kulitputih. Sebuah tendangan kaki yang keras ke arah dada
membuatnya jatuh ke tanah.
“Kemari, Charley!” saya mendengar suara teriakan. “Cepat, cepat!”
Di sebelah kiri saya tampak Sans-ear sedang menunggang Tony. Sambil
memegang tali kekang kuda saya dengan sebuah tangan, dia mempertahankan diri
melawan dua orang Indian dengan tangan yang lain. Di depan saya muncul beberapa
orang Indian yang tidak terluka karena roda kereta, berlarian ke tempat kuda-kuda
mereka. Mustahil kalau mereka berpikir bahwa kuda-kuda itu masih berada di sana
setelah kebakaran tadi.
Saya segera menghentikan kereta, melompat turun dan bergegas mengejar
kawanan itu. Karena teriakan Sam, kedua orang Indian itu terkejut. Sejenak mereka
melihat saya kemudian kabur. Saya pun mengejar dan tak lama kemudian kami saling
bersusulan. Hal ini tidak sebahaya yang dibayangkan orang. Mereka sangat terkejut
dan panik ketika mengetahui bahwa kudanya telah lenyap. Karena itu mereka lari
terbirit-birit, ibarat kawanan hewan liar yang lari tercerai-berai ketika melihat anjing
pemburu.
Tiba-tiba saya mendengar suara teriakan Sam,
“All devils, ini dia Fred Morgan! Hei setan, kau harus mati!”
Saya menoleh ke sana. Walaupun tempat itu silau oleh nyala api, saya bisa
melihat Sam sedang bersiap-siap menikam orang itu. Tikamannya tidak kena karena
lawannya membungkuk kemudian berlari menghilang dalam gerombolan temannya
yang sedang berlari.
Sam memacu kudanya lebih cepat dan terus mengejar. Kejadian selanjutnya
tidak bisa saya ikuti karena di hadapan saya berdiri beberapa kulitmerah. Saya
terpaksa melayani mereka dan berhasil mengusir mereka hingga kabur.
Saya merasa tidak perlu mengejar mereka. Sudah cukup terjadi pertumpahan
darah dan saya yakin, orang-orang Indian tidak akan kembali setelah mendapat
pelajaran berharga hari ini. Maka saya berteriak keras meniru lolongan coyote untuk
memberi tanda kepada Sam supaya dia menghentikan pengejaran, karena hal itu bisa
berbahaya bagi dirinya. Kemudian saya kembali ke kereta.
Petugas kereta sudah turun ke tanah dan mencari penumpang yang tewas dan
terluka. Sementara itu, masinis menghidupkan kembali mesin dan kondektur berdiri di
sana sambil mengumpat. Ketika melihat saya, dia berkata marah,
“Apa yang merasuki pikiran Anda sehingga Anda menjalankan mesin dan
menghalau kulitmerah kemari, padahal kami sudah yakin kami bisa membasmi
mereka tanpa menyisakan seorang pun!”
“Sebentar, sebentar, Bung! Anda harus bersyukur bahwa mereka kabur karena
sebenarnya bukan kalian yang membasmi mereka tetapi justru sebaliknya. Beruntung
kalian bisa selamat.”
“Siapa yang membakar prairie?”
“Saya.”
“Anda sudah sinting! Dengan itu Anda juga ingin membinasakan saya! Tahukah
Anda, bahwa saya bisa menangkap Anda dan menyerahkan Anda kepada court of
justice23?”
“Tidak, saya tidak tahu, tetapi dengan senang hati saya mengizinkan Anda
untuk menyuruh Old Shatterhand turun dari kuda, memasukkan dia ke dalam gerbong
dan menyerahkannya kepada pengadilan. Saya ingin tahu, apa yang akan Anda
lakukan.”
Kelihatannya dia agak terpojok.
“Saya tidak bermaksud demikian, Sir! Anda memang telah melakukan
ketololan yang tak ada duanya, tetapi saya memaafkannya.”
“Terima kasih, Sir! Hati semua orang akan bersorak riang apabila para
penguasa dunia begitu rela mengampuni dan berbelas kasihan. Tapi apa yang
sekarang Anda lakukan?”
“Tak ada, kecuali menyuruh orang memperbaiki rel kereta kemudian
melanjutkan perjalanan! Atau apakah kita akan diserang lagi?”
“Saya kira tidak, Sir! Penyerbuan yang Anda lakukan sudah direncanakan dan
dilaksanakan begitu hebat sehingga mereka pasti tidak berani datang lagi.”
“Anda bermaksud mengolok-olok saya, Sir? Saya tidak mau menerimanya.
Saya tidak bisa berbuat apa-apa karena jumlah mereka begitu banyak dan mereka
begitu gigih memberikan perlawanan!"
“Sudah saya katakan. Orang Ogellallah mahir menggunakan senjatanya.
Lihatlah, dari enam belas petugas kereta dan dua puluh militer, tidak kurang dari
sembilan orang yang gugur. Saya tidak bertanggung jawab atas kematian mereka.
Jika Anda bayangkan, bahwa saya dan teman saya, hanya kami berdua yang berhasil
mengusir pergi seluruh prajurit kulitmerah, maka kira-kira Anda bisa membandingkan,
apa yang akan terjadi seandainya tadi Anda menuruti perintah saya dan bukannya
perintah Anda sendiri.”
Tampaknya dia ingin membantah. Tapi beberapa orang membenarkan
pendapat saya. Karena itu dia berkata dengan agak ketus,
“Anda masih tinggal di sini sampai kami pergi?”
“Tentu saja! Seorang westman sejati tidak pernah bekerja setengah-setengah.
Kalian harus mulai bekerja. Nyalakan api agar menerangi kalian selama bekerja. Di sini
banyak terdapat semak-semak. Tempatkan beberapa orang penjaga untuk berjaga-
jaga seandainya kulitmerah kembali lagi ke sini.”
“Apa Anda bersedia mengambil alih, Sir?”
“Apa?”
“Tugas menjaga.”
“Tidak. Saya sudah cukup banyak berjuang bagi Anda, dan masih banyak
tugas lain yang sedang menanti saya. Sementara itu Anda sendiri hanya perlu
meneruskan perjalanan. Dari taktik Anda orang bisa tahu bagaimana Anda akan
membuat tugas penjagaan.”
“Tapi mata dan telinga kami tidak begitu tajam dan terlatih seperti Anda!”
“Berusahalah, Sir! Berusahalah sedikit lebih keras, maka Anda bisa melihat
serta mendengar dengan baik seperti saya! Saya akan segera memberikan contohnya.
Tenanglah, tuan-tuan dan dengarlah ke arah kiri! Apakah kalian mendengar sesuatu?”

23
Inggris: Sidang Pengadilan.
“Ya. Ada kuda datang. Pasti seorang Indian.”
“Pshaw! Kalian sungguh yakin bahwa orang Indian memacu kudanya begitu
ribut kalau mereka ingin merampok kalian? Yang datang ini adalah teman saya. Saya
meminta dengan sangat supaya kalian menyambutnya dengan ramah. Dia adalah
Sans-ear dan orangnya sangat serius!”
Memang yang datang adalah Sam. Dia memacu kuda mendekat dan turun
sambil menunjukkan raut wajah seolah-olah dia hendak menantang seluruh dunia.
“Anda mendengar tanda dari saya?” saya bertanya kepadanya.
Dia hanya mengangguk lalu berpaling kepada kondektur.
“Jadi Andalah yang memimpin penyerangan hebat tadi?”
“Ya,” jawabnya begitu tolol sehingga hampir-hampir saya tak kuat menahan
tawa.
“Well, Sir! Kalau begitu saya harus memuji Anda, karena kuda ini, Tony, masih
memiliki otak yang lebih baik daripada otak Anda. Anda bisa menjadi orang penting.
Tapi perhatikanlah, jangan sampai orang memilih Anda menjadi presiden! Tetaplah di
sini, Tony, saya akan kembali lagi!”
Petugas kereta itu hanya berdiri tercengang dan tidak tahu harus berkata apa.
Juga seandainya dia ingin berbicara, tidak mungkin dia menyampaikannya karena
Sans-ear sudah menghilang dalam kegelapan malam. Tentu saja saya bertanya, apa
yang menyebabkan Sam begitu jengkel. Saya tidak berpikir lain, alasannya pasti
karena Fred Morgan. Orang itu tidak lain bushheader kulitputih yang saya tendang dari
atas lokomotif. Ke mana Sam pergi sekarang, bisa saya bayangkan. Sebenarnya saya
ingin sekali menyusul dia, tetapi saat ini saya tidak punya waktu. Setelah beberapa
menit dia kembali. Saya duduk dan dalam cahaya api saya melihat persiapan yang
dilakukan untuk memperbaiki rel. Dia mengambil tempat di samping saya. Raut
wajahnya kesal, bahkan kini bertambah jengkel.
“Bagaimana?” tanya saya.
“Bagaimana apa?” dia menantang saya.
“Apakah mereka sudah mati?”
“Mati? Lucu! Bagaimana dua kepala suku Indian bisa mati kalau Anda hanya
menggaruk kepala mereka seperti menghalau lalat. Itu hanya membuat mereka
merasa geli! Anda tahu, apa yang saya katakan tadi kepada kondektur?”
“Apa?”
“Bahwa otak Tony lebih baik daripada otaknya.”
“Lalu?”
“Bandingkan dengan diri Anda sendiri! Tony misalnya pasti sudah membunuh
Ka-wo-min dan Ma-ti-ru, dan bukan hanya membuat mereka lumpuh. Keduanya sudah
menghilang!”
“Saya senang karenanya!”
“Senang? Ini sesuatu yang pitiful24, sesuatu yang sungguh menyakitkan. Anda
membiarkan kedua keparat itu kabur, padahal scalp mereka sudah ada di tangan
Anda!”
“Saya ‘kan sudah menjelaskan alasannya kepada Anda, Sam. Hentikan
umpatan semacam itu! Lebih baik Anda ceritakan, mengapa Anda uring-uringan!”
“Well, juga setelah peristiwa itu. Apa Anda tahu orang yang saya jumpai?”
“Fred Morgan.”
“Egad! Siapa yang memberitahukan kepada Anda?”
“Anda menyebut namanya cukup keras ketika melihat dia.”
“Baiklah! Saya sudah lupa. Tebaklah, siapa orang itu!”
Dari pertanyaan dan raut wajah pemburu tua yang sedang geram itu saya
segera tahu.
“Dialah orang yang telah membunuh istri dan anak Anda!”
“Tentu saja! ... Siapa lagi kalau bukan dia?”

24
Inggris: Menyedihkan.
Saya melanjutkan,
“Menyedihkan! Berat rasanya! Anda berhasil menangkapnya?”
“Jahanam itu lolos dari kejaran saya. Bangsat itu raib, menghilang di
pegunungan! Oh, kejengkelan ini bisa membuat saya memotong telinga sendiri
seandainya saya masih memilikinya!”
“Saya melihat, bagaimana Anda memburunya dengan kuda, ke tengah-tengah
orang Indian.”
“Tidak berhasil, tidak berhasil. Saya tidak melihatnya lagi. Barangkali dia tiarap
di atas tanah sehingga saya melewatinya. Tapi dia akan menjadi milik saya, saya
harus menemukannya! Kuda-kuda telah lari, jadi kita bisa menelusuri jejak kakinya.”
“Itu pekerjaan yang sulit! Memang jejak kulitputih bisa dibedakan dari jejak
kulitmerah. Tapi siapa yang bisa memastikan bahwa mereka tidak bisa mengubah
kebiasaan dengan berjalan menggunakan ujung jari kaki seperti orang-orang Indian?
Dan bukankah selalu terdapat jejak pada setiap dataran?"
“Anda benar, Charley. Tapi apa yang harus saya lakukan?”
Saya meraih tas dan mengeluarkan dua pundi-pundi serta beberapa lembar
kertas yang saya temukan pada kuda kulitputih.
“Barangkali kita bisa menemukan sesuatu yang membantu kita menentukan
rencana selanjutnya.”
Saya membuka kantung. Di dekat kami, api masih menyala. Cahayanya cukup
terang sehingga saya bisa memeriksa isinya. Saya berteriak kaget.
“Batu, batu mulia, berlian! Sam, saya menggenggam harta melimpah dalam
tangan!”
Dari mana bushheader memperoleh barang ini dan bagaimana mereka
membawanya ke sabana? Mereka pasti tidak memilikinya dengan cara yang halal, ini
sudah jelas. Saya harus menemukan pemilik sebenarnya dari barang-barang tersebut.
“Berlian? ‘s death, benarkah? Tunjukkan! Sepanjang hidup, saya misalnya
belum pernah memegang sebutir barang tambang itu di tangan.”
Saya memberikan kepadanya sambil berkata,
“Berlian dari Brazil. Ini, lihatlah!”
“Hmmm! Manusia memang makhluk yang aneh. Ini hanyalah sebuah batu,
bukan besi yang kuat dan awet. Benar ‘kan, Charley?”
“Karbon, Sam, tidak lebih dari karbon!”
“Karbon atau kokain, sama saja. Saya tidak mau menukar senjata tua saya
dengan seluruh barang ini! Apa yang akan Anda lakukan dengan arang-arang itu,
Charley?”
“Memulangkan kepada pemilik yang sebenarnya.”
“Siapa?”
“Entahlah. Tapi saya akan mengetahuinya karena orang yang kehilangan
barang ini pasti tidak akan tinggal diam. Dia akan menulis pemberitahuan di surat
kabar.”
“Hihihihi, jadi mulai besok kita akan berlangganan surat kabar, Charley!”
“Tidak perlu. Pada akhirnya kita akan menemukan petunjuk dalam kertas-
kertas ini.”
“Kalau begitu lihatlah misalnya dengan segera!”
Saya membuka dan menemukan dua buah kartu pos yang indah dari Amerika
Serikat serta sebuah surat tanpa amplop. Surat itu berbunyi,

Galveston, tanggal ...

Ayah yang tercinta,


Saya membutuhkanmu. Datanglah secepat mungkin. Tidak menjadi
masalah, apakah Ayah berhasil mendapat berlian atau tidak. Yang jelas
kita akan menjadi kaya raya. Pada pertengahan Agustus, ayah bisa
menemui saya di Sierra Ranca, tempat sungai Rio Pecos mengalir keluar
di antara Skettel-Pik dan Head-Pik. Hal-hal lain akan saya sampaikan
secara lisan.

Anakmu,
Patrik

Tanggal dari surat itu sudah tersobek sehingga saya tidak bisa mengira kapan
surat itu ditulis. Saya membacakannya buat Sam.
“Behold,” ujarnya ketika saya selesai membaca. “Benar, nama anak itu
misalnya tidak lain adalah Patrik. Keduanya termasuk dalam kesepuluh orang yang
nyawanya belum terpahat pada gagang senjata saya. Tapi coba ulangi lagi, apa nama
kedua gunung tadi?”
“Skettel-Pik dan Head-Pik25.”
“Anda tahu gunung itu?”
“Sedikit. Saya berangkat dari Santa Fé menuju pegunungan Organos. Karena
katanya di Sierra Rianca dan Sierra Guadeluppe ada beruang, maka saya singgah
sebentar ke sana.”
“Anda pun tahu tentang sungai Rio Pecos?”
“Saya tahu sekali.”
“Kalau begitu Andalah orang yang saya butuhkan. Kita akan pergi ke Texas
dan Mexico dan kita bisa mengambil jalan membelok sebentar ke kanan. Saya hanya
ke sana, karena saya misalnya ingin menjumpai teman-teman saya. Tapi karena
mereka sudah mengatakan di mana mereka akan ditemui, maka rasanya lucu jika
Sans-ear yang tua ini tidak menampakkan diri bersama Tony di hadapan mereka.
Maukah Anda pergi bersama saya, jika besok pagi kita tidak menemukan jejak Fred
Morgan?”
“Tentu saja! Saya harus menangkapnya karena hanya dari dia saya bisa tahu
siapa pemilik batu-batu mulia ini.”
“Kalau begitu simpanlah kembali barang-barang itu. Mari kita lihat apa yang
dikerjakan railroader!”
Sesuai anjuran saya, kondektur menempatkan penjaga. Selain pekerja kereta,
para pegawai kereta pun sibuk memperbaiki rel kereta yang rusak. Para penumpang
hanya berdiri, sebagian dari mereka memperhatikan pekerjaan perbaikan, dan
sebagian lagi sibuk mengurusi jenasah korban yang tewas atau memperhatikan kami
berdua, tapi mereka tidak berani mengganggu percakapan kami. Ketika kami berdiri,
beberapa orang datang menghampiri kami untuk mengucapkan terima kasih atas
pertolongan kami. Mereka lebih ramah daripada masinis. Mereka bertanya, bagaimana
mereka mengungkapkan rasa terima kasihnya dalam bentuk barang. Saya menjawab,
saya ingin membeli peluru, tembakau, roti, dan korek api seandainya barang-barang
itu dijual. Dengan segera mereka mengeluarkan barang-barang tersebut dari
kantongnya sehingga kami menerima hadiah yang jumlahnya lebih dari cukup. Tentu
saja saya tidak perlu membayarnya karena pasti akan ditolak.
Dalam waktu yang singkat perbaikan rel kereta sudah selesai. Perkakas
kembali disimpan. Kondektur mendekati kami lalu bertanya,
“Apakah Anda mau ikut, Mesch'schurs? Dengan senang hati saya mau
mengantar Anda ke tempat yang Anda inginkan.”
“Terima kasih, Sir! Kami tetap tinggal di sini,“ jawab saya.
“Terserahlah. Tentu saya akan menulis berita tentang peristiwa hari ini dan
saya tidak lupa menyanjung nama Anda. Tidak tertutup kemungkinan bahwa Anda
akan mendapat hadiah.”
“Terima kasih, hadiah itu tidak perlu, karena kami tidak tinggal lama di daerah
ini.”
“Siapa yang berhak atas barang-barang yang direbut dari musuh?”

25
Skettel Peak dan Head Peak. Peak=Puncak (Inggris).
“Menurut undang-undang padang prairie, semuanya menjadi milik pihak yang
menang.”
“Kita sudah menang, karena itu kita bisa mengambil barang-barang yang
dibawa orang Indian. Silakan, tuan-tuan! Setiap orang harus mengambil tanda mata
untuk mengenang pertempuran hari ini!”
Tiba-tiba Sam maju menghampirinya dan berkata,
“Maukah Anda menunjukkan kami mayat-mayat orang Indian yang telah Anda
kalahkan atau Anda bunuh, Sir?”
Orang itu menatapnya agak terperangah.
“Apa maksud Anda?”
“Apabila Anda telah membunuh seseorang, maka Anda misalnya boleh
merampas hartanya, tapi jika tidak maka Anda tidak boleh.”
“Sam, biarlah mereka mengambilnya,” kata saya sambil berpaling kepada
sahabat saya. “Kita tidak membutuhkannya sama sekali!”
“Jika Anda berpendapat demikian, baiklah. Tetapi scalp mereka jangan
disentuh!”
“Anda pun harus mengambil mayat pemeriksa rel yang tergeletak di sana,”
saya menambahkan. “Itu merupakan kewajiban Anda!”
Keinginan saya tentu saja dipenuhi. Mereka mencari mayat-mayat orang
Indian dan merampas senjata serta harta bendanya. Kemudian mereka menaikkan
mayat kulitputih ke dalam sebuah gerbong. Setelah perpisahan yang singkat, kereta
pun bergerak maju. Selama beberapa saat kami masih mendengar bunyi putaran roda,
lambat laun makin melemah. Setelah itu kami sendirian lagi di padang sabana yang
luas dan sepi ini.
“Apa yang harus kita lakukan sekarang, Charley?” tanya Sam.
“Tidur.”
“Apakah Anda berpikir, bahwa orang-orang Indian tidak akan datang lagi
karena manusia-manusia berani itu kini telah pergi?”
“Saya kira tidak.”
“Tapi saya misalnya merasa heran, mengapa Fred Morgan tidak kembali lagi
dan paling tidak berusaha menemukan kembali kuda serta batu berliannya!”
“Hal itu mungkin, tapi saya meragukannya. Siapa yang mau mencari lagi
kudanya yang sudah lari terhalau oleh api? Dia juga tahu, selain railroader masih ada
orang lain di sini dan dia tidak boleh menunjukkan batang hidungnya kepada mereka
jika tidak ingin menjerumuskan diri ke dalam bahaya.”
“Tadi dia melihat saya, begitu pula sebaliknya. Saya heran kalau dia tidak ingin
menghadiahi saya peluru atau besi tajam!”
“Kita harus menunggu. Hari ini keadaannya aman. Walaupun demikian kita
bisa sedikit menghindar dari rel kereta sampai kita cukup yakin bahwa kita tidak akan
diganggu.”
“Well, mari kita pergi!”
Dia bangkit. Saya naik ke punggung kuda dan kami berkuda kira-kira satu mil
inggris ke arah utara. Di tempat itu kami berhenti, lalu mengikat kuda dan
membungkus diri dalam selimut.
Saya benar-benar letih sehingga segera tertidur. Kemudian, seperti dalam
mimpi, saya mendengar bunyi kereta melaju dari timur ke barat. Tapi saya tidak
terjaga sepenuhnya, lalu saya kembali tertidur.
Ketika saya bangun dan membuka selimut, hari masih sangat pagi. Tapi Sam
sudah duduk di hadapan saya dan dengan nikmat dia mengisap sebuah cerutu yang
kemarin malam dihadiahkan kepada kami.
“Good morning, Charley! Memang ada perbedaan antara cerutu pemberian
penumpang dan cerutu patent-smokers Anda, yang pabriknya terdapat di bawah
pelana kuda. Mari, isaplah bersama saya barang satu batang kemudian kita pergi
bekerja. Kita harus menunda sarapan sampai menemukan air.”
“Semoga kita segera menemukannya. Ini tentu sangat baik untuk kuda kita
yang belum diberi makan. Omong-omong saya pun bisa menikmati cerutu di atas
punggung kuda.”
Saya menyulut sebatang cerutu kemudian melepaskan tali ikatan kuda.
“Ke mana kita pergi?” tanya Sam.
“Kita berangkat dari sini sampai ke tempat kereta berhenti. Di sana tak ada
jejak yang akan luput dari perhatian kita.”
“Tapi kita tidak berkuda berdampingan.”
“Ya. Tentu saja kita berkuda beriring-iringan. Ayo, mari pergi!”
Abu halus dari rerumputan yang terbakar mampu merekam jejak prajurit
Ogellallah yang kabur. Tapi hembusan angin sepanjang malam telah mengaburkan
jejak-jejak itu sehingga tidak terlihat lagi. Akhirnya kami tiba di sana tanpa mendapat
hasil.
“Apa Anda melihat sesuatu, Charley?” tanya Sam.
“Tidak.”
“Saya pun tidak. Angin terkutuk, dia misalnya hanya datang seandainya tidak
diperlukan! Kalau Anda tidak menemukan surat itu, pasti kita tidak bisa menyusun
rencana kita selanjutnya.”
“Jadi mari kita berangkat ke Rio Pecos!”
“Well! Tapi sebelumnya saya ingin mengatakan kepada kulitmerah, bahwa
mereka harus berterima kasih kepada seseorang atas peristiwa kemarin.”
Pada saat saya naik dan berbaring di rel, dia memulai pekerjaannya. Saya
tidak mau ikut ambil bagian. Dia membaringkan mayat Indian berdampingan dan
meletakkan telinga mereka yang sudah terpotong ke dalam tangannya masing-
masing.
“Sekarang marilah!” katanya. “Kita terus berkuda sampai tiba di mata air
terdekat. Saya ingin tahu, siapa yang lebih kuat menahan haus, kuda Anda atau si tua
Tony.”
“Kuda Anda memikul beban yang lebih ringan daripada kuda saya.”
“Well, Charley. Daging manusia yang dipikulnya lebih ringan, tetapi ia memiliki
otak yang lebih banyak. Bung, saya tidak bisa menerima bahwa Fred Morgan bisa
lolos. Tetapi bahwa Anda tidak langsung membunuh kedua kepala suku itu, hal itu
misalnya akan saya maafkan, seandainya Anda membantu saya menangkap Morgan.”

Anda mungkin juga menyukai