Anda di halaman 1dari 88

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Umum
Perkerasan jalan raya adalah bagian jalan raya yang diperkeras dengan
lapis konstruksi tertentu yang memiliki ketebalan, kekuatan, dan kekakuan,
serta kestabilan tertentu agar mampu menyalurkan beban lalu lintas diatasnya
ke tanah dasar secara aman dan nyaman tanpa terjadi kerusakan yang berarti.
Struktur perkerasan jalan sendiri terbagi menjadi tiga tipe, yaitu
struktur perkerasan lentur, perkerasan kaku dan perkerasan komposit. Ketiga
jenis perkerasan tersebut memiliki perbedaan baik dalam hal proses
pembuatan kelas mutu dan spesifikasinya. Yang digunakan untuk lapis
perkerasan adalah beton aspal.

1.2 Lapis Aspal Beton (LASTON)


Lapis aspal beton (laston) atau dapat disebut juga asphalt concrete
(AC) merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri dari
campuran aspal keras dan agregat yang mempunya gradasi menerus,
dicampur, dihampar, dan dipadatkan pada suhu tertentu. asphalt concrete
cocok untuk jalan yang dilalaui kendaraan berat dan biasa digunakan untuk
lapis permukaan perkerasan.
Fungsi Laston antara lain :
a) Sebagai pendukung beban lalu lintas
b) Sebagai pelindung konstruksi dibawahnya
c) Sebagai lapisan aus

Sifat-sifat laston adalah sebagai berikut :


a) Kedap air
b) Tahan terhadap keausan akibat lalu lintas
c) Mempunyai nilai structural
d) Mempunyai nilai stabilitas yang tinggi

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 1
1.2.1 Bahan dan Persyaratan Aspal Beton
Bahan laston terdiri dari aspal, agregat kasar, agregat halus,
dan filler (jika dibutuhkan). Pada laporan ini akan dibahas mengenai
bahan-bahan penyusun laston tersebut, dimulai dari sifat materialnya
hingga pengujian yang perlu dilakukan.

1.2.1.1 Aspal
Dalam perkerasan jalan terutama untuk perkerasan lentur,
material aspal adalah material yang sangat penting sebagai
pengikat antar agregat. Aspal atau bitumen merupakan material
yang berwarna hitam kecoklatan yang bersifat viskoelastis
sehingga akan melunak dan mencair bila terdapat cukup
pemanasan dan sebaliknya. Sifat viskoelastis inilah yang
membuat aspal dapat menyelimuti dan menahan agregat tetap
pada tempatnya selama proses produksi dan masa
pelayanannya.
Persyaratan aspal sendiri adalah aspal yang berasal dari
minyak bumi, mempunyai sifat sejenis dengan kadar parafine
dalam aspal tidak melebihi 2 %, tidak mengandung air dan
tidak berbusa jika dipanaskan sampai suhu 75 derajat celsius.

1.2.1.1.1 Jenis Aspal


Aspal terbagi menjadi 2 tipe, yaitu aspal buatan dan
aspal alam.
a) Aspal Alam (Asbuton)
 Langsung tersedia di alam, jika di Indonesia
dapat diperoleh disumber terbesarnya yaitu di
Pulau Buton.
 Sifat asbuton sangat dipengaruhi oleh suhu,
yang mana jika suhu semakin meningkat maka
aspal akan semakin cepat mencapai plastis.
Selain itu sifat asbuton pun dipengaruhi oleh
bahan pelarut, yang jika asbuton diresapi oleh

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 2
flux oil (bahan perangsang) maka asbuton akan
menjadi lembek.
 Klasifikasi
Asbuton 10 → kadar aspal 9-11%
Asbuton 13 → kadar aspal 11,5-14,5%
Asbuton 16 → kadar aspal 15-17 %
Asbuton 20 → kadar aspal 17,5-22,5%
Asbuton 25 → kadar aspal 23-27 %
Asbuton 30 → kadar aspal 27,5-32,5 %
 Penggunaan
Sebagai lapis permukaan pada jalan dengan
volume lalu lintas 200-1500 kendaraan perhari.

b) Aspal Buatan
 Merupakan hasil akhir dari penyaringan minyak
(biasanya aspal + parafine)
 Klasifikasi aspal buatan :
a. Aspal cair
b. Aspal Emulsi
c. Aspal Semen (Asphalt Cement/AC)
Untuk asphalt cement sendiri terdiri dari beberapa
tipe yaitu:
a. AC 40-50
b. AC 60-70
c. AC 85-100
d. AC 120-150
e. AC 200-300

Angka di atas menunjukan angka penetrasi


aspal, semakin tinggi nilai penetrasi maka akan
semakin lembek aspal tersebut. AC dengan
penetrasi rendah digunakan di daerah bercuaca
panas atau lalu lintas volume tinggi sedangkan

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 3
yang berpenetrasi tinggi digunakan pada daerah
bercuaca dingin atau berlalulintas redah.
Oleh karena aspal merupakan material yang
penting, maka diperlukan adanya pengujian untuk
mengetahui apakah aspal tersebut memenuhi
spesifikasi atau tidak. Pengujian pertama yang
dilakukan adalah penetrasi. Hal ini karena mutu
aspal ditentukan oleh angka penetrasinya.
Dalam praktikum ini bertujuan membuat job
mix formula (rancangan campuran rencana) beton
aspal jenis AC dengan spesifikasi aspal yang
digunakan untuk campuran beton aspal jenis AC
terlihat dalam Tabel 1.1

Tabel 1.1 Spesifikasi Semen Aspal untuk Campuran Beton Aspal tipe AC

Persyaratan
Karakteristik Pen. 60 Pen. 80 Satuan
Min. Maks. Min. Maks.
penetrasi
60 79 80 99 0,1 mm
( 25 ºC ; 100gr ; 5 detik; 0,1
Titik lembek
mm ) 48 58 46 54 ºC
( Ring & Ball )
Titik nyala
200 - 225 - ºC
( Clev. Open cup)
Kehilangan berat
- 0,4 - 0,6 %berat
(163oC ; 5 jam)
Daktilitas
100 - 100 - Cm
º
( 25 C ; 5 cm/menit )
%
Penetrasi setelah kehilangan
terhadap 75 - 75 -
berat
asli
%
Penetrasi aspal hasil
terhadap 55 - 55 -
ekstraksi benda uji
asli
LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN
KELOMPOK II REGULER 2 4
Tabel 1.1 Spesifikasi Semen Aspal untuk Campuran Beton Aspal tipe AC
Daktilitas aspal hasil
Cm 40 - 40 -
ekstraksi benda uji
Kelarutan
99 - 99 - % berat
( CCl 3 )
Berat jenis
1 - 1 - -
( 25º)
Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah – Direktorat Jendral
Prasarana Wilayah. (2002).

Pengujian aspal yang dilakukan tentunya


berpedoman pada spesifikasi yang sesuai
dengan angka penetrasinya. Pada laporan
praktikum ini, aspal yang diuji merupakan aspal
dengan angka penetrasi 60/70 sehingga aspal
tersebut harus memenuhi spesifikasi yang telah
tercantum diatas.

1.2.1.1.2 Pengujian Terhadap Aspal


Adapun macam-macam pengujian aspal, di
antaranya adalah sebgaia berikut :
a) Uji Penetrasi
Pengujian tersebut bertujuan untuk
menentukan angka penetrasi aspal yang akan
menjadi acuan spesifikasi pada karakteristik
lainnya.
b) Uji Daktilitas
Uji daktilitas aspal adalah suatu uji
kualitatif yang secara tidak langsung dapat
digunakan untuk mengetahui tingkat
adhesiveness atau daktilitas aspal keras. Aspal
dengan nilai daktilitas yang rendah adalah aspal
yang memiliki gaya adesi yang kurang baik

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 5
dibandingkan dengan aspal yang memiliki nilai
daktilitas yang tinggi.
c) Uji Titik Lembek Aspal
Pengujian tersebut bertujuan untuk
mengetahui tingkat suhu di mana aspal mulai
lembek akibat suhu udara sehingga dalam
perencanaan jalan dapat diperkirakan bahwa
aspal yang digunakan masih tahan dengan suhu
di lokasi perencanaan jalan tersebut.
d) Uji Viskositas
Uji viskositas bertujuan untuk mengetahui
tingkat kekentalan aspal.
e) Kehilangan Berat Aspal
Pengujan tersebut bertujuan untuk
mengetahui presentase kehilangan berat aspal.
f) Uji Titik Nyala dan Titik Bakar Aspal
Pengujian titik nyala dilakukan untuk
memperkirakan temperatur maksimum dalam
pemanasan aspal sehingga dalam praktik di
lapangan pemanasan aspal tidak boleh melebihi
titik nyala dan titik bakarnya. Dalam
percampuran aspal diusahakan untuk tidak
melebihi titik nyala karena bila dipanaskan
melebihi titik nyala, aspal dapat menjadi keras
dan getas.
g) Uji Kearutan Aspal dengan CCl4
Pengujian tersebut bertujuan untuk
mengetahui tingkat kemurnian aspal dengan
menggunakan larutan CCl4.
h) Uji Berat Jenis Aspal
Pada pengujian tersebut dihasilkan berat
jenis aspal yang akan digunakan dalam analisis
campuran, yaitu pada formula berat jenis

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 6
maksimum campuran dan presentase rongga
terisi aspal.
Dikarenakan terbatasnya waktu setra
alat yang mendukung sehingga percobaan yang
dilakukan pada praktikum ini hanya pengujian
penetrasi, berat jenis, daktilitas, titik lembek,
titik nyala dan titik bakar, dan kelarutan
bitumen.

1.2.1.1.3 Standar Pengujian Aspal


Dalam pengujian aspal terdapat beberapa
macam standar yang digunakan untuk masing-
masing proses pengujian. Standar-standar pengujian
seperti terlihat pada tabel 1.2

Tabel 1.2 Spesifikasi Agregat untuk Beton Aspal Secara Umum


No Pengujian AASTHO ASTM SK.SNI PA
1 Uji penetrasi T-49-68 D-571 M-08-1989-F
2 Uji Titik lembek aspal T-53-74 D-36-70
3 Uji titik nyala dan titik bakar T-54-74 D-113-69 M-08-1989-F
4 Uji daktilitas T-54-74 D-113-69 M-08-1989-F
Uji kelarutan aspal dengan
5 T-44-70 D-165-42
CCL4
6 Uji berat jenis aspal T-228-68 D-70-72
7 Uji kehilangan berat T-47-74 D-6-69 0304-76
Uji kelekatan agregat terhadap
8 T-82-84
aspal
9 Uji viskositas T-22-68 D-7-72 03011-76
Uji pemulihan aspal dengan
10 T-70-90 M-21-1995-03
alat penguap putar
Uji kehilangan berat minyak
11 T-79-88 SNI-06-2440-1991
dan aspal dengan cara A
Uji aspal cair dengan penguap
12 M-81-90 S-03-1995
cepat
Uji aspal cair dengan penguap
13 M-82-75 S-02-1995
sedang
14 Uji aspal emulsi kationik M-208-87 S-01-1995

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 7
1.2.1.2 Agregat
Selain aspal material lain yang memiliki peran yang
sangat penting adalah agregat. Pada campuran beraspal,
agregat memberikan kontribusi 90-95% terhadap berat
campuran sehingga sifat-sifat agregat merupakan salah satu
faktor penentu dari kinerja campuran tersebut untuk tujuan ini,
sifat agregat yang harus diperiksa antara lain :
a) Ukuran Butir
Ukuran agregat dalam suatu campuran beraspal
terdistribusi dari yang berukuran besar sampai yang kecil.
Semakin besar ukuran maksimum agregat yang dipakai
semakin banayak variasi ukurannya dalam campuran
tersebut.
b) Gradasi
Gradasi agregat ditentukan oleh analisis saringan,
dimana contoh agregat harus memenuhi satu set saringan.
Gradasi agregat dapat dibedakan atas beberapa jenis, di
antaranya :
 Gradasi seragam (uniform graded) atau gradasi terbuka
(open graded) adalah gradasi agregat dengan ukuran
hampir sama. Gradasi seragam disebut juga gradasi
terbuka atau open graded karena hanya mengandung
sedikit agregat halus sehingga terdapat banyak
rongga/ruang kosong antar agregat. Campuran
beraspal yag dibuat dengan gradasi ini bersifat porous
atau memiliki permeabilitas yang tinggi, stabilitas
rendah, dan memiliki berat isi yang kecil.
 Gradasi rapat (dense graded) adalah gradasi agregat di
mana terdapat butiran dari agregat kasar sampai halus
sehingga sering juga disebut gradasi menerus, atau
gradasi baik (well graded). Campuran dengan gradasi
ini memiliki stabilitas yang tinggi, agak kedap air, dan
memiliki berat isi yang besar.

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 8
 Gradasi senjang (gap graded) adalah gradasi agregat di
mana ukuran agregat yang ada tidak lengkap atau ada
fraksi agregat yang tidak ada atau jumlahnya sedikit
sekali. Campuran agregat dengan gradasi ini memiliki
kualitas peralihan dari kedua gradasi yang disebutkan
diatas.
Pada praktikum yang telah dilakukan menggunakan
spesifikasi gradasi agregat seperti terlihat pada tabel 1.3
Tabel 1.3 Spesifikasi Agregat Berdasarkan Ukuran Saringan
Ukuran
Spesifikasi
Saringan
mm Inch Bawah Atas
25,400 1" 100 100
19,100 3/4" 100 100
12,700 1/2" 75 100
9,500 3/8" 60 85
4,760 No.4 38 55
2,380 No.8 27 40
1,190 No.16 - -
0,590 No.30 14 24
0,279 No.50 9 18
0,149 No.100 5 12
0,074 No.200 2 8
Pan 2 8

Dengan adanya spesifikasi, maka untuk gradasi


agregat yang dihasilkan yang baik harus masuk dalam
batas atas dan batas bawah dari spesifikasi tersebut
sehingga mendapakan campuran yan baik pula.

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 9
c) Kebersihan Agregat
Dalam spesifikasi biasanya memasukkan syarat
kebersihan agregat, yaitu dengan memberikan suatu
batasan jenis dan jumlah material yang tidak diinginkan
(seperti tanaman, partikel lunak, lumpur dan lain
sebagainya) yang berada dalam atau melekat pada agregat.
Agregat yang kotor akan memberikan pengaruh yang jelek
pada kinerja perkerasan, seperti berkurangnya ikatan
antara aspal dengan agregat yang disebabkan karena
banyaknya kandungan empung pada agregat tersebut.
d) Kekerasan
Semua agregat yang digunakan harus kuat, mampu
menahan abrasi dan degradasi selama proses produksi dan
operasionalnya di lapangan. Agregat yang akan digunakan
sebagai lapis permukaan perkerasan harus lebih keras
(lebih tahan) dari pada agregat yang digunakan untuk lapis
bawahnya. Hal tersebut disebabkan karena lapisan
permukaan perkerasan akan menerima dan menahan
tekanan dan benturan akibat beban lalu lintas paing besar.
Oleh karena itu, kekuataan agregat terhadap beban
merupakan suatu persyaratan yang mutlak harus dipenuhi
oleh agregat yang akan digunakan sebagai bahan jalan.
e) Bentuk Butir Agregat
Bentuk partikel agregat yang bersudut memberikan
ikatan antara agregat (agregat interlocking) yang baik yang
dapat menahan perpindahan (displacement) agregat yang
mungkin terjadi. Agregat yang bersudut tajam, berbentuk
kubikal dan agregat yang memiliki lebih dari 1 bidang
pecah akan menghasilkan ikatan antar agregat yang paling
baik. Dalam campuran beraspal, penggunaan agregat yang
bersudut saja atau bulat saja tidak akan menghasilkan
campuran beraspal yang baik. Kombinasi pengunaan
kedua bentuk partikel agregat ini sangatlah dibutuhkan

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 10
untuk menjamin kekuatan pada struktur perkerasan dan
workability yang baik dari campuran tersebut.
f) Tekstur Permukaan Agregat
Permukaan agregat yang kasar akan memberikan
kekuatan pada campuran beraspal karena kekerasan
permukaan agregat dapat menahan agregat tersebut dari
pergeseran atau perpindahan. Kekasaran permukaan
agregat juga akan memberikan tahanan geser yang kuat
pada roda kendaraan sehingga akan meningkatkan
keamanan kendaraan terhadap slip. Selain itu, film aspal
lebih mudah merekat pada permukaan yang kasar
sehingga akan menghasilkan ikatan yang baik antara aspal
dan agregat dan pada akhirnya akan menghasilkan
campuran beraspal kuat.
g) Daya Serap Agregat
Jika daya serap agregat sangat tinggi, agregat ini akan
terus menyerap aspal baik pada saat maupun setelah
proses pencampuran agregat dengan aspal di unit
pencampur aspal (AMP). Hal ini akan menyebabkan aspal
yang berada pada permukaan agregat yang berguna untuk
mengikat partikel agregat menjadi lebih sedikit sehingga
akan menghasilkan film aspal yang tipis. Oleh karena itu,
agar campuran yang dihasilkan tetap baik agregat yang
porus memerlukan aspal yang lebih banyak dibandingkan
dengan yang kurang porus.

1.2.1.2.1. Jenis agregat


Agregat terbagi menjadi agregat kasar,agregat
halus,dan filler.
a) Agregat Kasar (tertahan #8)
Persyaratan :
Untuk agregat kasar harus memenuhi syarat
sebagai berikut : abrasi maksimal 40 %,

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 11
kelekatan terhadap aspal minimal 95 %, bagian
yang lunak maksimal 5 %, berat jenis semu
minimal 2,5, penyerapan air maksimal 3 %, kadar
lempung maksimal 0,25 %, kadar debu maksimal
1 %, indeks kepecahan maksimal 25%, bidang
pecah maksimal 50%, dan gradasi lolos saringan
¾” serta tertahan no.4

Fungsi :
Memberikan stabilitas campuran dari kondisi
saling mengunci (interlocking) dari masing-
masing agregat kasar dan dari tahanan gesek
terhadap suatu aksi perpindahan. Stabilitas
ditentukan oleh bentuk dan tekstur permukaan
agregat kasar (kubus dan kasar).

Karakteristik :
1. Mempunyai kekuatan atau kekasaran
(crusshing strenght).
2. Mempunyai bentuk yang relatif kotak atau
kubus.
3. Mempunyai bidang permukaan yang relatif
kasar.
Agregat yang digunakan dalam
pembuatan aspal beton adalah batu pecah atau
kerikil dalam keadaan kering dengan
persyaratan sebagai berikut :
a. Keausan agregat yang diperiksa dengan
mesin Los Angeles pada 500 putaran harus
mempunyai nilai maksimum 40%.
b. Kelekatan terhadap aspal harus lebih besar
dari 95%.
c. Indeks kepipihan agregat maksimum 25%.

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 12
d. Penyerapan agregat terhadap air maksimum
3%.
e. Berat jenis semu agregat minimum 2,5%.
f. Gumpalan lempung agregat maksimum
0,25%.
g. Bagian-bagian batu yang lunak dari agregat
harus kurang dari 5%.

b) Agregat halus (lolos #8 dan tertahan #200)


Persyaratan :
Agregat halus harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut : berat jenis semu minimal 2,5,
peresapan agregat terhadap air minimal 3%,
kadar debu maksimal 8%, agregat lolos saringan
no.4.

Fungsi :
Menambah stabilitas dari campuran dengan
memperkokoh sifat saling mengunci dari agregat
kasar dan juga untuk mengurangi rongga udara
agregat kasar. Selain itu, semakin kasar tekstur
permukaan agregat halus, maka dapat menambah
kekasaran permukaan. Agregat halus #30 s/d
#200 penting untuk menaikkan kadar aspal
sehingga akan lebih awet.

Karakteristik :
1. Mempunyai kekuatan atau kekerasan
(crusshing strenght)
2. Mempunyai bentuk yang relatif kubus.
3. Mempunyai bidang permukaan yang relatif
kasar.

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 13
Agregat halus harus terdiri dari bahan-
bahan berbidang kasar, bersudut tajam, dan bersih
dari kotoran-kotoran. Agregat halus terdiri dari
pasir, bahan-bahan halus, hasil pemecahan batu
atau kombinasi bahan-bahan tersebut dalam
keadaan kering yang memenuhi syarat :
a. Nilai sand equivalent dari agregat minimum 50.
b. Berat jenis semu minimum 2,5.
c. Dari pemeriksaan Atterberg, agregat harus non-
plastis.
d. Peresapan agregat terhadap air maksimum 3%.

c) Filler (lolos #200)


Filler merupakan salah satu bahan pengisi rongga
campuran aspal, sebagai bahan pengisi rongga
udara pada material sehingga dapat memperkaku
lapisan aspal.
Adapun karakternya:
a. Mengisi ruang kosong.
b. Membuat mix stiff / stable.

1.2.1.2.2 Pengujian agregat


Pengujian agregat yang diperlukan untuk
mendapatkan agregat yang baik adalah sebagai berikut :
a) Pengujian analisa saringan (gradasi)
Gradasi agregat adalah pembagian ukuran
butiran yang dinyatakan dalam persen dari berat
total. Tujuan utama pekerjaan analisIS ukuran butir
agregat adalah untuk pengontrolan gradasi agar
diperoleh konstruksi campuran yang bermutu
tinggi. Suatu lapisan yang semuanya terdiri dari
agregat kasar dengan ukuran yang kira-kira sama
mengandung rongga udara sekitar 35%. Apabila
lapisan tersebut terdiri atas agregat kasar, sedang,

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 14
dan halus dengan perbandingan yang benar akan
dihasilkan lapisan agregat yang lebih padat dan
rongga udara yang kecil.
b) Berat jenis dan penyerapan
Pengujian tersebut bertujuan untuk
mengetahui berat jenis dan penyerapan agregat.
c) Uji Keausan
Pada pekerjaan jalan, agregat akan
mengalami proses tambahan seperti pemecahan,
pengikisan akibat cuaca, pengausan akibat lalu
lintas. Guna mengatasi hal tersebut, agregat harus
mempunyai daya tahan yang cukup terhadap
pemecahan (crushing), penurunan (degradation),
dan penghancuran (disintegration). Agregat pada
atau di dekat permukaan perkerasan memerlukan
kekerasan dan mempunyai daya tahan terhadap
pengausan yang lebih besar dibandingkan dengan
agregat yang letaknya pada lapisan lebih bawah
karena bagian atas perkerasan menerima beban
terbesar.
d) Pengujian setara pasir
Agregat yang digunakan sebagai bahan jalan
harus bersih, bebas dari zat-zat asing, seperti
tumbuhan, butiran lunak, gumpalan tanah liat
(lempung), atau lapisan tanah liat (lempung).
Pengujian setara pasir (sand equivalent test)
dilakukan untuk menentukan perbandingan relatif
dari bagian yang dapat merugikan (seperti butiran
lunak dan lempung) terhadap bagian agregat yang
lolos saringan no.4.

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 15
e) Pemeriksaan gumpalan lempung dan butiran yang
mudah pecah dalam agregat
Butiran agregat jika terkena air akan mudah
pecah sehingga lebih baik tidak digunakan, karena
jika perkerasan jalan tergenang air, selain mudah
pecah biasanya menunjukkan suatu kecenderungan
bahwa butiran ini mengandung lempung.
f) Pengujian daya lekat agregat terhadap aspal
Pengujian tersebut bertujuan untuk
mengetahui kecelakaan agregat terhadap aspal.
g) Angularitas
Angularitas merupakan suatu pengukuran
penentuan jumlah agregat berbidang pecah.
Susunan permukaan yang kasar yang menyerupai
kekasaran kertas amplas mempunyai
kecenderungan untuk menambah kekuatan
campuran, dibanding dekat permukaan yang licin.
Ruangan agregat yang kasar biasanya lebih besar
sehingga menyediakan tambahan bagian untuk
diselimuti oleh aspal. Agregat dengan permukaan
yang licin dengan mudah dilapisi lapisan aspal tipis
(asphalt film), tetapi permukaan seperti ini tidak
dapat memegang lapisan aspal tersebut tetap pada
tempatnya.
h) Pemeriksaan kepipihan agregat
Bentuk butir (particle shape) pada agregat
dibedakan menjadi 6 kategori, yaitu bulat, tidak
beraturan, berbidang pecah (angular), pipih,
panjang, pipih, dan lonjong. Agregat yang pipih
dan atau panjang akan mudah patah apabila
mendapat beban lalu lintas. Besarnya kepipihan
dinyatakan dalam indeks kepipihan. Banyaknya
agregat yang pipih dinyatakan dengan indeks

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 16
kepipihan (flackiness index) dan agregat yang
panjang dinyatakan dengan indeks kelonjongan
(elongatian index).
i) Pengujian partikel ringan dalam agregat
Adanya partikel ringan pada agregat dengan
jumlah besar yang digunakan sebagai campuran
aspal panas akan mengganggu stabilitas campuran.
Partikel ringan yang dimaksud adalah partikel yang
mengapung di atas larutan yang berat jenisnya 2.
Bahan yang digunakan untuk memisahkan partikel
ringan adalah larutan seng khlorida (ZnCl2) berat
jenis 2.
Dikarenakan terbatasnya waktu serta alat
yang mendukung sehingga percobaan yang
dilakukan pada praktikum ini hanya pengujian
saringan agregat halus dan kasar, berat jenis, dan
penyerapan agregat halus dan kasar, serta
kelekatan agregat terhadap aspal.

1.2.1.2.3 Standar Pengujian Agregat


Dalam pengujian agregat terdapat beberapa macam
standar yang digunakan untuk masing-masing proses
pengujian agregat ditunjukkan pada Tabel 1.4

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 17
Tabel 1.4 Standar Pengujian Agregat
PENGUJIAN AASHTO ASTM
1. Uji analisa saringan agregat halus dan kasar T-27-74 D-36-46
2. Uji berat jenis dan penyerapan agregat kasar T-85-74 C-127-68
3. Uji berat jenis dan penyerapan agregat halus T-84-74 D-128-68
4. Uji kelekatan agregat terhadap aspal T-182
5. Uji berat isi agregat T-19-74 C-29-71
6. Uji keausan agregat dengan mesin Los Angeles T-96-74 C-131-55
C-535
7. Uji jumlah bahan dalam agregat yang lolos T-11-90
dalam saringan
8. Uji agregat halus/pasir yang mengandung T-176-86
bahan plastis dengan cara setara pasir
9. Uji spesifikasi agregat halus untuk campuran M-29-91
perkerasan aspal

1.2.1.3 Campuran
Campuran beraspal panas terdiri atas kombinasi agregat,
bahan pengisi (bila diperlukan), dan aspal yang dicampur
secara panas pada temperatur tertentu. Komposisi bahan dalam
campuran beraspal panas terlebih dahulu harus direncanakan
sehingga setelah terpasang diperoleh perkerasan aspal yang
memenuhi kriteria sebagai berikut :
a) Stabilitas yang cukup. Sehingga mampu mendukung
beban lalu lintas yang melewatinya tanpa mengalami
deformasi permanen dan deformasi plastis selama umur
rencana.
b) Durabilitas yang cukup. Sehingga mempunyai keawetan
yang cukup akibat pengaruh cuaca dan beban lalu lintas.
c) Kelenturan yang cukup. Sehingga harus mampu menahan
lendutan akibat beban lalu lintas tanpa mengalami retak.
d) Cukup kedap air. Sehingga tidak ada rembesan air yang
masuk ke lapis pondasi di bawahnya.

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 18
e) Kekesatan yang cukup. Kekesatan permukaan lapisan
beraspal berhubungan erat dengan keselamatan pengguna
jalan.
f) Ketahanan terhadap retak lelah (fatique). Sehingga mampu
menahan beban berulang dari beban lalu lintas selama
umur rencana.
g) Kemudahan kerja. Sehingga ampuran beraspal mudah
dilaksanakan, mudah dihamparkan, dan mudah
dipadatkan.

1.2.1.3.1 Jenis Campuran


AC dibagi menjadi beberapa tipe, antara lain:
1. Asphalt Concrete – Binder Course (AC-BC),
untuk lapis permukaan, diameter butir maksimal
25,4 mm, dan bertekstur sedang.
2. Asphalt Concrete - Wearing Course (AC-WC),
untuk perata atau laston atas (ATB), diameter butir
maksimal 19,0 mm, dan bertekstur halus
3. Asphalt Concrete – Base (AC-Base), untk laston
bawah, diameter butir maksimal 37,5 mm dan
bertekstur kasar.
Namun, pada percobaan ini kami hanya membuat
campuran aspal beton konvensional, yang bukan
merupakan salah satu dari ketiga jenis asphalt
concrete yang telah disebutkan di atas. Prinsip AC
konvensional adalah dengan menentukan gradasi
agregat terlebih dahulu, kadar aspalnya dicari, dan
yang diutamakan adalah nilai stabilitasnya. Adapun
spesifikasi yang digunakan untuk AC konvensional
seperti terlihat pada Tabel 1.5 berikut ini.

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 19
Tabel 1.5 Spesifikasi AC Konvensional
Uraian Spesifikasi
% Rongga Udara 3-5%
Stabilitas Marshall Minimal 750 kg
Kelelehan 2-4 mm
Berat isi (BJ Bulk) Maksimal 2,5 ton/m3
Rongga terisi aspal 75-82%

1.2.1.3.2 Pengujian Campuran


Pengujian yang dilakukan pada campuran adalah
sebagai berikut :
a. Persentase campuran agregat dengan aspal
b. Pemeriksaan bahan campuran dengan alat
Marshall
Pada pemeriksaan ini diperoleh nilai stabilitas
terhadap kelelehan plastis. Pemeriksaan
campuran dengan Marshall test memiliki tujuan
untuk mengetahui kadar aspal optimum dari
campuran beton aspal yang akan diterapkan di
lapangan.
c. Pemeriksaan kadar bitumen dengan cara
ekstraksi
Ekstraksi yang dilakukan merupakan proses
pengendalian mutu, di mana bermaksud untuk
memeriksa kadar aspal pada suatu campuran
yang telah digelar di lapangan dengan kadar
aspal optimum pada JMF. Selain pemeriksaan
kadar aspal, pemeriksaan gradasi agregat juga
diperlukan karena dapat mempengaruhi kinerja
perkerasan jalan jika berbeda dnegan gradasi
agregat pada JMF.
Percobaan pengujian campuran yang dilakukan
adalah untuk Marshall test dan uji kadar

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 20
bitumen dengan cara ekstraksi, tanpa melakukan
pengujian persentase campuran terhadap aspal.
Hal tersebut dapat disebabkan keterbatasan
waktu saat praktikum.

1.2.1.3.3 Standar Pengujian Campuran


Dalam pengujian pengujian campuran terdapat
beberapa macam standar yang digunakan untuk
masing-masing proses pengujian, antara lain:
1. Marshall Test
SK.SNI 06-2489-1991
2. Uji Kadar Bitumen dengan Cara Ekstraksi
AASHTO T-164-74

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 21
BAB II
PENGUJIAN BAHAN ASPAL

2.1 Penetrasi Bahan Bitumen


Standar spesifikasi :
 AASHTO T-49-68
 SK.SNI M-08-1989-F

2.1.1 Pendahuluan

Penggunaan aspal pada perkerasan jalan harus disesuaikan


dengan kondisi, situasi, dan jenis perkerasan yang dipakai. Aspal
biasanya mempunyai angka penetrasi 40/50, 60/70, 80/100, dan
100/120. Semakin besar angka penetrasi, maka semakin lembek aspal
tersebut.

2.1.2 Maksud

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan penetrasi


bitumen keras atau lembek (solid atau semi solid) dengan
memasukkan jarum ukuran 1 mm, beban 100 gram, setiap 5 detik
kedalam bitumen pada suhu tertentu

2.1.3 Tujuan

Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mendapatkan angka


penetrasi dari aspal keras yang diuji, kemudian angka penetrasi
tersebut digunakan untuk menentukan beban maksimum kendaraan
yang diijinkan melalui jalan yang ditinjau supaya tidak terjadi
kerusakan jalan.

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 22
2.1.4. Bahan dan Peralatan

1. Bahan :
a. Aspal keras yang akan digunakan pada pembuatan
campuran aspal panas.
b. Air.

c. Toluene.

2. Peralatan :

a. Alat penetrasi (penetrometer) yang dapat menggerakkan


pemegang jarum naik turun tanpa gesekan dan dapat
mengukur penetrasi sampai 0,1 mm.

b. Pemegang jarum seberat (47,5 ± 0,05) gram yang dapat


dilepas dengan mudah dari alat penetrasi.

c. Pemberat dari (50 ± 0,05) gram dipergunakan untuk


pengukuran penetrasi dengan beban 100 gram.

d. Jarum penetrasi dibuat dari stainless steel mutu 44oC


atau HRC 54 sampai 60. Ujung jarum harus berbentuk
kerucut terpancung.

e. Cawan harus terbuat dari logam atau gelas berbentuk


silinder dengan dasar yang rata-rata berukuran sebagai
berikut :

Tabel 2.1 Ketentuan Bentuk Cawan


Penetrasi Diameter Kedalaman
<200 55 mm 35 mm
200 – 300 70 mm 45 mm

f. Tempat air untuk benda uji ditempatkan di bawah alat


penetrasi di mana mempunyai isi tidak kurang dari 350
ml dan tinggi yang cukup untuk merendam benda uji
tanpa gerak.

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 23
g. Pengukur waktu
Untuk pengukuran penetrasi dengan tangan diperlukan
stopwatch dengan skala pembagian terkecil 0,1 detik
atau kurang dari kesalahan tertinggi 0,1 detik. Untuk
pengukuran penetrasi dengan alat, otomatis kesalahan
alat tersebut tidak boleh melebihi 0,1 detik.

2.1.5 Penyiapan Benda Uji


Aspal dipanaskan secara perlahan dan diaduk hingga cukup
cair untuk dapat dituangkan. Pemanasan aspal untuk tidak lebih dari
60oC di atas titik lembek. Waktu pemanasan tidak boleh melebihi 30
menit. Aspal diaduk perlahan-lahan agar udara tidak masuk kedalam
aspal tersebut.
Setelah aspal cair merata, dituangkan ke dalam tempat contoh
dan biarkan hingga dingin. Tinggi contoh dalam tempat tersebut tidak
boleh kurang dari angka penetrasi ditambah 10 mm. Buat dua benda
uji. Tutuplah benda uji agar bebas dari debu dan diamkan pada suhu
ruang selama 1 sampai 1,5 jam untuk benda uji kecil dan 1,5 sampai 2
jam untuk benda uji besar.

2.1.6 Proses Pengujian

a. Benda uji diletakkan di dalam tempat air yang kecil yang telah
berada pada suhu yang ditentukan dan didiamkan selama 1 sampai
1,5 jam.

b. Pemegang jarum diperiksa agar jarum dapat dipasang dengan


baik, kemudian jarum penetrasi dibersihkan dengan toluene atau
pelarut lain, lalu jarum tersebut dikeringkan dengan lap bersih dan
dipasang pada pemegang jarum.

c. Pemberat 100 gram diletakkan di atas jarum sehingga diperoleh


beban sebesar (100 ± 0,1) gram.

d. Tempat air dipindahkan ke bawah alat penetrasi.

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 24
e. Arloji penetrometer diputar kemudian angka penetrasi yang
berhimpit dengan jarum petunjuk dibaca dan di catat dengan
pembulatan hingga angka 0,1 mm terdekat.

f. Jarum diturunkan perlahan-lahan hingga jarum tersebut


menyentuh permukaan benda uji, kemudian angka 0 diatur di
arloji penetrometer sehingga jarum penunjuk berhimpit
dengannya.

g. Pemegang jarum dilepaskan dan stopwatch dijalankan serentak


selama jangka waktu (5 ± 0,1) detik.
h. Pekerjaan sampai dengan di atas dilakukan tidak kurang dari 5
kali untuk benda uji yang sama dengan ketentuan setiap titik
pemeriksaan berjarak satu sama lain dari tepi dinding lebih dari 1
cm.

2.1.7 Presentasi Data Hasil Pengujian

Tabel 2.2 Pemeriksaan Penetrasi menurut AASHTO T-49-68


Pembukaan contoh Contoh dipanaskan Pembacaan suhu oven
Mulai jam : 10.00 Temperatur 110o
Selesai jam : 10.20
Mendinginkan Didiamkan pada suhu
Contoh ruang
Mulai jam : 10.20
Selesai jam : 11.00
Mencapai suhu Direndam pada suhu 25oC Pembacaan suhu
pemeriksaan Mulai jam : 11.00 water bath temperatur
Selesai jam : 11.45 25o
Pemeriksaan Penetrasi pada suhu 25oC Pembacaan suhu
Mulai jam : 11.45 Penetrometer
Selesai jam : 12.00 Temperatur 25o

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 25
Tabel 2.3 Data Hasil Penetrasi
Penetrasi Pada
Penetrasi
25oC
100 gr, 5 detik I II
Pengamatan 1 64 68
Pengamatan 2 62 65
Pengamatan 3 63 68
Pengamatan 4 62 67
Pengamatan 5 66 66
Rerata 63,4 66,8
Rata-rata 65,1

2.1.8 Perhitungan dan Analisis

Mencari rata-rata nilai penetrasi dari percobaan diatas adalah


sebagai berikut:
Nilai penetrasi rata-rata 1 = 64+62+63+62+66
5
= 63,4 mm

Nilai penetrasi rata-rata 2 = 68+65+68+67+66


5
= 66,8 mm

Nilai penetrasi rata-rata = 63,4+66,8


2
= 65,1 mm

Dari analisis data, diperoleh nilai rata-rata 65,1 mm. Hal


tersebut tentunya tidak melampaui angka toleransi yang di ijinkan
yaitu sebesar 4 mm (Tabel 2.1.4).

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 26
Penetrasi aspal adalah salah satu cara yang digunakan dalam
pengelompokkan aspal. Dalam penggunaan di lapangan, nilai
penetrasi tersebut disesuaikan dengan suhu lingkungan.

Tabel 2.4 Ketentuan Toleransi Nilai Penetrasi yang Tertinggi Dengan yang Terendah

Hasil
0-49 50-149 150-249 250-500
penetrasi

Toleransi T 2 4 12 20

a
Tabel 2.5 Range Angka Penetrasi
Penetrasi 40/50 60/70 80/90
Range Angka Penetrasi 40-59 60-79 80-99

2.1.9 Kesimpulan

Nilai penetrasi diperoleh dari uji penetrasi dari alat


penetrometer pada suhu 25oC dengan beban 100 gram selama 5 detik,
di mana dilakukan sebanyak lima kali dengan dua benda uji. Dari
hasil percobaan yang telah dilakukan diperoleh nilai penetrasi aspal
sebesar 65,1 mm sehingga memenuhi persyaratan aspal penetrasi
60/70. Hal tersebut berarti aspal tersebut mempunyai angka penetrasi
yang cukup baik dan ideal digunakan sebagai bahan lapisan aspal
beton. Aspal dengan penetrasi 60/70 digunakan untuk jalan bervolume
tinggi dan daerah panas sehingga didapatkan stabilitas yang tinggi.

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 27
2.1.10 Saran

a. Untuk memperoleh angka penetrasi yang tepat, pembacaan


stopwatch harus teliti.

b. Jarum perlu dijaga kebersihannya, karena apabila jarum kotor


atau aspal masih tersisa pada jarum, maka penurunan jarum tidak
maksimal dan menghasilkan angka yang tidak sebenarnya.

c. Percobaan sebaiknya dilakukan pada suhu ruangan 25oC agar


mendapatkan hasil yang sesuai atau mendekati spesifikasinya.

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 28
2.2 Titik Lembek Aspal

Standar spesifikasi:
 AASHTO T- 53-74
 ASTM D 36-70
 SNI 06-2434-1991

2.2.1 Pendahuluan

Titik lembek adalah suhu pada saat bola baja dengan berat
tertentu, mendesak turun lapisan aspal yang tertahan dalam cincin
berukuran tertentu sehingga aspal tersebut menyentuh pelat dasar
yang terdapat dibawah cincin berukuran tertentu akibat dari
kecepatan kepanasan tertentu.
Titik lembek berkaitan dengan kemampuan suatu campuran
aspal untuk menahan beban lalu lintas di lapangan. Apabila suhu di
lapangan relatif tinggi, maka aspal sebagai bahan pengikat
campuran akan lembek sehingga kekuatan pengikatan menjadi
lemah. Oleh karena itu, aspal yang mempunyai titik lembek tinggi
atau relatif tinggi akan tahan terhadap pengaruh suhu di lapangan
sehingga kekuatan campuran aspal relatif tinggi.

2.2.2 Maksud

Pemeriksaan tersebut dimaksudkan untuk menentukan titik


lembek aspal yang berkisar antara 30oC-200oC.

2.2.3 Tujuan

Tujuan percobaan tersebut adalah untuk mengetahui pada


suhu dimana aspal mulai lembek dan sehingga dalam perencanaan
jalan bisa diperkirakan bahwa aspal yang digunakan masih tahan
dengan suhu di lokasi perencanaan jalan tersebut.

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 29
2.2.4 Bahan dan Peralatan

Bahan :

a. Aspal Keras (penetrasi 60/70).

b. Es Batu.

c. Air Suling.

Peralatan :
a. Termometer.
b. Cincin kuningan.
c. Bola baja, diameter 9,53 mm, berat 3,45 – 3,55 gram.
d. Alat pengarah bola.
e. Bejana gelas, tahan pemanasan mendadak dengan diameter
dalam 8,5 cm dengan tinggi sekurang-sekurangnya 12 cm.
f. Dudukan benda uji.
g. Penjepit.

2.2.5 Penyiapan Benda Uji

a. Contoh aspal dipanaskan perlahan-lahan sambil diaduk terus-


menerus hingga cair merata. Pemanasan dan pengadukan
dilakukan dengan perlahan-lahan agar gelembung-gelembung
udara tidak masuk. Setelah aspal cair merata, tuangkan contoh ke
dalam dua buah cincin. Suhu pemanasan aspal tidak boleh
melebihi 111oC di atas titik lembeknya. Waktu untuk pemanasan
aspal tidak boleh melebihi 2 jam.

b. Cincin dipanaskan sampai mencapai suhu tuang contoh dan


kedua cincin diletakkan di atas pelat kuningan yang telah diberi
lapisan dari campuran talk dan glycerin.

c. Contoh dituangkan ke dalam cincin dan didiamkan pada suhu


sekurang-kurangnya 8oC di bawah titik lembeknya sekurang-
kurangnya 30 menit.

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 30
d. Setelah dingin, permukaan contoh dalam cincin diratakan dengan
pisau yang telah dipanaskan.

2.2.6 Prosedur Pengujian

a. Bejana diisi dengan air suling dan es batu dengan suhu (5±1)oC
sehingga tinggi permukaan air berkisar antara 101,6–108 mm.

b. Kedua benda uji dipasang dan diatur di atas dudukannya dan


pengarah bola diletakkan di atasnya, kemudian seluruh peralatan
tersebut dimasukkan ke dalam bejana gelas. Termometer
diletakkan di antara kedua benda uji (±12,7 mm dari cincin).
Jarak antara permukaan pelat dasar dengan dasar benda uji
diperiksa dan diatur sehingga menjadi 25,4 mm.

c. Letakkan bola-bola baja yang bersuhu 5o C di atas dan di tengah


permukaan masing-masing benda uji yang bersuhu 5o C
menggunakan penjepit dengan cara memasang kembali pengarah
bola.

d. Air dipanaskan hingga kenaikan suhu 5oC per menit. Kecepatan


pemanasan ini tidak boleh diambil dari kecepatan pemanasan
rata-rata dari awal dan akhir pekerjaan ini. Untuk 3 menit yang
pertama perbedaan pemanasan tidak boleh melebihi 0,5oC.

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 31
2.2.7 Presentasi Data Hasil Pengujian
Tabel 2.6 Pemeriksaan Titik Lembek
Pembukaan Contoh dipanaskan Pembacaan suhu oven
contoh Mulai jam : 12.00 WIB temperatur 110oC
Selesai jam : 12.20 WIB
Didiamkan pada suhu ruang
Mendinginkan Mulai jam : 12.20 WIB
Contoh Selesai jam : 13.05 WIB
Direndam pada suhu 5oC
Mencapai suhu Mulai jam : 13.05 WIB Pembacaan suhu lemari
Pemeriksaan Selesai jam : 13.30 WIB es temperatur 5oC
Titik Lembek
Pemeriksaan Mulai jam : 13.30 WIB
Selesai jam : 14.00 WIB

Tabel 2.7 Data Hasil Pengujian Titik Lembek

Suhu yang diambil Waktu (menit) Titik Lembek ( o C )


No o o
C F I II I II
1 5 41 0 0
2 10 50 6’34” 6’34”
3 15 59 8’53” 8’53”
4 20 68 11’5” 11’5”
5 25 77 13’50” 13’50”
6 30 86 16’21” 16’21”
7 35 95 19’37” 19’37”
8 40 104 22’32” 22’32”
9 45 113 25’29” 25’29”
10 50 122 29’8’ 29’8’
11 51 123,8 29’20” 51
12 52 125,6 29’48” 52

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 32
2.2.8 Perhitungan dan Analisa

Rata-rata nilai titik lembek dari percobaan di atas dihitung


dengan sebagai berikut:
Nilai titik lembek rata-rata = 51+52
2
= 51,5 oC
Pada percobaan ini diperoleh data titik lembek yaitu 51,5oC .
Aspal yang digunakan dalam percobaan adalah aspal dengan penetrasi
60 / 70 yang memiliki titik lembek antara 48-58 oC sehingga aspal
yang diuji masuk dalam spesifikasi.
Pengujian titik lembek merupakan salah satu cara untuk
mengetahui pada suhu berapa aspal mulai melembek sehingga dapat
menentukan aspal yang digunakan sesuai atau tidak dengan susu yang
ada di lapangan.

2.2.9 Kesimpulan

1. Titik lembek aspal percobaan adalah 51,5 oC sehingga aspal


tersebut memenuhi spesifikasi aspal penetrasi 60/70 di mana
titik lembek berada pada suhu 48-58 oC.

2. Aspal dengan titik lembek 51,5 oC dapat digunakan acuan atau


kontrol terhadap material aspal yang dipakai di lapangan. Aspal
dengan angka penetrasi rendah mempunyai titik lembek tinggi
sehingga mengakibatkan stabilitas aspal menjadi tinggi.

2.2.10 Saran

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan percobaan


adalah :
1. Persiapan dalam pengujian benda uji harus sesuai dengan
prosedur.
2. Pembacaan termometer harus teliti.
3. Pembacaan dan pengaturan stopwatch harus teliti.

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 33
2.3 Pemeriksaan Titik Nyala dan Titik Bakar

Standar Spesifikasi :
 AASHTO T-54-74
 SNI 06-2433-1991

2.3.1 Pendahuluan
Titik nyala adalah suhu terendah ketika terlihat percikan api
untuk pertama kalinya di atas permukaan aspal, sedangkan titik bakar
adalah suhu terendah di mana aspal terbakar selama minimal 5 detik.

2.3.2 Maksud
Maksud dari pemeriksaan tersebut untuk mengetahui suhu
pada saat terlihat nyala nyala api pada permukaan aspal dan
mengetahui suhu pada saat permukaan aspal mulai terbakar.

2.3.3 Tujuan
Tujuan dari perneriksaan ini adalah untuk mengetahui titik
nyala dan titik bakar aspal.

2.3.4 Bahan dan Peralatan


Bahan :
a. Aspal Keras.
Peralatan :
a. Termometer kapasitas 300 oC.
b. Cleveland open cup atau cawan kuningan.
c. Pelat pemanas terbuat dari logam, untuk melekatkan cawan
cleveland dan bagian atas dilapisi seluruhnya asbes setebal
0,6 cm.
d. Sumber pemanasan, pembakaran gas atau tungku listrik, atau
pembakar alkohol yang tidak menimbulkan asap atau nyala
di sekitar bagian atas cawan.
e. Nyala penguji, dapat diatur dan memberikan nyala dengan
Ø3.2 mm sampai Ø4.8 mm dengan panjang tabung 7.5 cm.
f. Korek api.

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 34
2.3.5 Penyiapan Benda Uji
a. Contoh aspal dipanaskan antara 148.9o – 176oC sampai cukup
cair.
b. Aspal dituangkan ke dalam cawan cleveland hingga mencapai
garis dan gelembung udara yang ada pada permukaan cairan
dihilangkan (dipecahkan).

2.3.6 Prosedur Pengujian


a. Cawan diletakkan di atas pelat pemanas dan mengatur sumber
pemanas sehingga terletak dibawah titik tengah cawan.
b. Nyala penguji dengan poros diletakkan pada jarak 7.5 cm dari
titik tengah cawan.
c. Termometer ditempatkan tegak lurus di dalam benda uji dengan
jarak 6.4 mm di atas dasar cawan dan terletak pada garis yang
menghubungkan titik tengah cawan dan titik poros nyala penguji,
kemudian poros termometer diatur sehingga terletak pada jarak ¼
diameter cawan dari tepi.
d. Sumber pemanas dinyalakan dan pemanasan diatur sehingga
kenaikan suhu menjadi (15±1)oC per menit sampai benda uji
mencapai 56oC di bawah titik nyala perkiraan.
e. Kecepatan pemanasan diatur 5o sampai 6o C per menit pada suhu
antara 56 oC sampai dengan setelah 28oC sebelum titik nyala
0.5oC per menit.
f. Nyala penguji dinyalakan agar diameter nyala penguji tersebut
menjadi 3.2 sampai 4.8 mm
g. Nyala penguji diputar sehingga melalui permukaan cawan
(dari tepi ke tepi cawan) dalam waktu 1 detik dan ulangi hal
tersebut sampai kenaikan 2oC.
h. Langkah f dan h dilanjutkan sampai terlihat nyala singkat pada
suatu titik di atas permukaan benda uji dan baca suhu pada
termometer kemudian catat.

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 35
2.3.7 Presentasi Data Hasil Pengujian
Tabel 2.8 Pemeriksaan Titik Nyala
Pembukaan contoh Contoh dipanaskan Pembacaan waktu Pembacaan suhu
Mulai jam : 12.30 oven
Selesai jam : 12.50 Temperatur
110oC
Menentukan titik Penuangan contoh Pembacaan suhu
nyala / contoh Mulai jam : 12.50 menuang
Kenaikan suhu Selesai jam : 12.50 Temperatur
Contoh Sampai56oC Dibawah 110oC
Titik nyala
Mulai jam : 12.55 15oC/menit
Selesai jam : 13.48 5oC-6oC/menit
Antara 56oC - 48oC
Mulai jam : 13.48 Titik nyala
Selesai jam : 14.03 Perkiraan ( oC )

Tabel 2.9 Data Hasil Percobaan Titik Nyala

o o
C dibawah titik nyala Waktu C Titik nyala
56 0’42” 241 -
51 1’01” 246 -
46 1’24” 251 -
41 1’28” 256 -
36 3’38” 261 -
31 4’37” 266 -
26 6’18” 271 -
21 7’53” 276 -
16 10’12” 281 -
11 11’57” 286 -
6 14’15” 291 -
1 18’39” 296 -

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 36
2.3.8 Analisa Data
Pada percobaan titik nyala dan titik bakar tidak diperoleh
nyala api pada permukaan aspal, hal tersebut disebabkan karena
pengaturan kenaikan suhu yang tidak bertahap dan nyala api tidak
terlihat oleh penguji.

2.3.8 Kesimpulan
Tidak diperoleh titik nyala untuk penetrasi 60/70, namun
berdasarkan persyaratan SNI 06-2433-1991 penetrasi 60/70 memiliki
titik nyala minimum 200 oC.

2.3.9 Saran
1. Nyala api harus stabil untuk mendapatkan kecepatan pemanasan
yang stabil pula.
2. Pembacaan suhu pada termometer harus teliti dan tepat.
3. Suhu pada ruangan harus lebih stabil.
4. Ruangan dibuat agak gelap sehingga percikan api dapat terlihat.
5. Sumber pemanas dinyalakan dan diatur pemansannya sehingga
kenaikan suhu menjadi 15 oC permenit sampai benda uji
mencapai 56 oC, kemudian kecepatan pemanas diatur 5 oC - 6 oC
permenit setelah melewati suhu 56 oC.

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 37
2.4 Pemeriksaan Daktilitas

Standar spesifikasi:
 AASHTO T-54-74
 SK.SNI M-08-1989-F

2.4.1 Pendahuluan

Nilai daktilitas aspal adalah panjang contoh aspal ketika putus


pada saat dilakukan penarikan pada suhu dan kecepatan tarik tertentu.

2.4.2 Maksud

Maksud dari percobaan ini adalah untuk mengukur jarak yang


terpanjang yang dapat ditarik antara dua cetakan yang berisi bitumen
keras sebelum putus pada suhu 25oC dan kecepatan tarik 5 cm/detik.

2.4.3 Tujuan

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui nilai


daktilitas aspal dimana akan berpengaruh dalam pengikatan terhadap
agregat pada campuran aspal panas.

2.4.4 Bahan dan Peralatan

Bahan:
a. Aspal keras
b. Glycerin
c. Dexarin
d. Air

Peralatan:
a. Cetakan daktilitas yang terbuat dari kuningan.
b. Bak perendam isi 10 liter yang dapat menjaga suhu tertentu
selama pengujian dengan ketelitian 0,1oC dan benda uji dapat
direndam sekurang-kurangnya 10 cm di bawah permukaan air.
Bak tersebut dilengkapi dengan pelat dasar yang berlubang

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 38
diletakkan 5 cm dari bak dasar perendam untuk meletakkan
benda uji.
c. Mesin uji dengan ketentuan sebagai berikut :
 Dapat menarik benda uji dengan kecepatan tetap.
 Dapat menjaga benda uji tetap terendam dan tidak
menimbulkan getaran selama pemeriksaan.

2.4.5 Penyiapan Benda Uji


a. Semua bagian dalam cetakan daktilitas dan bagian atas pelat
dasar dilapisi dengan campuran glycerin dan dexarin

b. Contoh aspal kira-kira 100 gram dipanaskan sehingga menjadi


cair dan dapat dituang. Untuk menghindarkan pemanasan
setempat, dilakukan dengan hati-hati. Pemanasan dilakukan
sampai suhu antara 80oC sampai 1000C di atas titik lembek,
kemudian contoh dituang ke dalam cetakan dari ujung ke ujung
hingga penuh.

c. Pada waktu cetakan diisi, contoh dituang dengan hati-hati dari


ujung ke ujung hingga penuh berlebihan.

d. Cetakan didinginkan pada suhu ruang selama 30 sampai 40


menit, lalu dipindahkan seluruhnya ke dalam bak perendam yang
telah disiapkan pada suhu pemeriksaan selama 30 menit, dan
diratakan.

2.4.6 Prosedur Pengujian


a. Benda uji didiamkan pada suhu 25oC dalam bak perendam
selama 85 sampai 95 menit.

b. Benda uji dipasang pada mesin uji, kemudian benda uji ditarik
secara teratur dengan kecepatan 5 cm/menit sampai benda uji
putus. Perbedaan kecepatan ± 5% masih diijinkan.

c. Bacalah jarak antara pemegang cetakan pada saat benda uji putus
(dalam cm). Selama percobaan berlangsung benda uji harus
terendam sekurang-kurangnya 2,5 cm dari air dan suhu harus
dipertahankan tetap (25 ± 9.5)oC.
LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN
KELOMPOK II REGULER 2 39
2.4.7 Presentasi Data Hasil Pengujian
Tabel 2.10 Pemeriksaan Daktilitas
Pembukaan Contoh dipanaskan Pembacaan waktu Pembacaan suhu
contoh Mulai jam: 09.20 temperatur 110oC
Selesai jam: 09.40
Mendinginkan Didinginkan pada
contoh suhu ruang
Mulai jam: 09.40
Selesai jam: 10.50
Mencapai suhu Direndam pada suhu Pembacaan suhu
pemeriksaan 25oC temperatur 25oC
Mulai jam: 10.50
Selesai jam: 11.50
Pemeriksaan Daktilitas pada suhu Pembacaan suhu
25oC temperatur 25oC
Mulai jam: 11.50
Selesai jam: 12.00

Tabel 2.11 Data Hasil Pemeriksaan Daktilitas


Daktilitas pada suhu 25°C Pembacaan pengukuran pada alat
5 cm per menit
Pengamatan I 100,2 cm (belum putus)
Pengamatan II 100,2 cm (belum putus)
Rata-rata 100,2 cm (belum putus)

2.4.8 Perhitungann dan Analisa


Pada percobaan I dan II diperoleh daktilitas yang sama, yaitu:
110 cm.
Jadi daktilitas rata-rata = 100,2+100,2
2
= 100,2 cm (belum putus)
Daktilitas adalah salah satu cara pengujian aspal untuk
mengetahui pada jarak berapa aspal akan putus. Semakin tinggi nilai
penetrasinya maka nilai daktilitas akan semakin tinggi, sehingga aspal
akan terbilang semakin plastis.

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 40
2.4.9 Kesimpulan
Besarnya daktilitas aspal 60/70 disyaratkan minimal 100 cm.
Dari hasil uji pemeriksaan daktilitas terhadap kedua benda uji aspal di
atas diperoleh hasil 100,2 cm sehingga memenuhi spesifikasi
penetrasi 60/70.

2.4.10 Saran

1. Percobaan sebaiknya dilakukan pada suhu ruang (25 oC) untuk


agar mendapatkan hasil yang sesuai dengan standar percobaan.
2. Mesin uji dengan kapasitas alat ukur yang lebih panjang sangat
disarankan untuk melihat dengan jelas jarak terpanjang benda uji
akan putus.
3. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, pemeriksaan sebaiknya
dilakukan dengan yang teliti dan minimal percobaan dilakukan
dua kali.

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 41
2.5 Pemeriksaan Keralutan Aspal dengan Karbon Tetra Klorida (CCl4)
Standar spesifikasi :
 AASHTO T-44-70
 SNI 06-2438-1991

2.5.1 Pendahuluan
Kemurnian aspal adalah jumlah bitumen yang larut dalam
CCL4, dimana semakin sedikit residu atau kotoran yang larut maka
kemurnian aspal makin tinggi.

2.5.2 Maksud
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui kadar bitumen
yang larut dalam karbon tetra klorida (CCl4), sehingga dapat diketahui
kemurnian aspal.

2.5.3 Tujuan
Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui tingkat
kemurnian aspal.

2.5.4 Bahan dan Peralatan


Bahan :
a. Aspal.
b. CCl4 (100 ml).
Peralatan :
a. Labu Erlenmeyer berkapasitas 125 ml, 1 buah.
b. Kertas saring.
c. Oven.
d. Pompa hisap.
e. Timbangan.

2.5.5 Penyiapan Benda Uji


Bitumen sudah disiapkan di laboratorium dalam bentuk aspal
cair dengan penetrasi 60/70 seberat 3 gram.

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 42
2.5.6 Prosedur Pengujian
a. Labu erlenmeyer ditimbang.
b. Benda uji dimasukkan ke dalam labu erlenmayer, tunggu hingga
suhunya sama dengan suhu ruangan. Setelah itu, tuangkan 100 ml
CCL4 sedikit demi sedikit sehingga bitumen larut.
c. Kertas saring disiapkan dan dioven selama 5 menit dan
ditimbang.
d. Kertas saring yang telah dioven dilipat sehingga menyerupai
corong diletakkan di atas mulut pompa hisap.
e. Menuang larutan dari prosedur b ke atas kertas saring yang telah
disiapkan.
f. Setelah larutan habis, kertas saring dimasukkan ke dalam oven
selama 15 menit, lalu ditimbang.

2.5.7 Presentasi Dari Hasil Pengujian


Tabel 2.11 Tabel Pemeriksaan Kelarutan Aspal
1.Pemanasan Contoh dipanaskan Pembacaan waktu Pembacaan
contoh Mulai jam 09.30 suhu oven
Selesai jam 10.00 110oC
2. Pemeriksaan Didiamkan Pada Suhu
Penimbangan Ruang
Pelarutan Mulai jam 10.00
Selesai jam 12.00
4. Penyaringan Mulai jam 13.00
Selesai jam 17.00
5. Pengeringan Mulai jam 17.30
Selesai jam 09.00
6. Penimbangan Mulai jam 09.00
Selesai Jam 09.30

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 43
2.5.8 Hasil Pengujian
Tabel 2.12 Tabel Data Hasil Percobaan Kelarutan Aspal

Berat Erlenmeyer + aspal = 113,29 gr


Berat Erlenmeyer kosong = 110,29 gr
Berat aspal = 3,00 gr

Berat kertas saring + endapan = 1,42 gr


Berat kertas Saring kosong = 1,21 gr
Berat endapan = 0,21 gr
Atau = 0,21/3,00x100 % = 7%
Rata – rata = 7 %
Yang larut = ( 100 - 7 ) % = 93 %

2.5.9 Perhitungan dan Analisa


Berat aspal = (berat erlenmeyer + aspal) – (berat
erlenmeyer kosong)
= 113,29 – 110,29
= 3,00 gram
Berat endapan = (berat kertas saring + endapan) –
(berat kertas saring kosong)
= 1,42 – 1,21
= 0,21 gram
Prosentase endapan = 0,21/3,00 x 100%
=7%
Presentase aspal yang larut = 100 % - 7 %
= 93 %
Dari hasil pemeriksaan kelarutan aspal dalam CCl4 diperoleh
nilai kelarutan aspal = 93 %. Ini berarti aspal tersebut tidak memenuhi
syarat untuk aspal penetrasi 60/70 sebesar 99 %.

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 44
2.5.10 Kesimpulan
Jumlah bitumen yang larut dalam CCl4 menyatakan
kemurnian aspal dimana makin besar bitumen yang larut maka tingkat
kemurnian aspal makin tinggi.
Dari hasil pemeriksaan kelarutan aspal dalam CCl4, diperoleh
nilai kelarutan CCl4 = 93 %. Ini berarti aspal yang diuji tidak
memenuhi persyaratan di mana nilai kelarutan minimal 99%. Aspal
tersebut tidak diperbolehkan untuk dipakai karena mengandung bahan
lain >1%, bak berupa debu atau kotoran yang dapat mengganggu
ikatan antara aspal dan agregat, menurunkan nilai daktilitas, dan
plastisitas.
Data pemeriksaan kelarutan aspal dalam CCl4 dapat pula
berfungsi sebagai pengontrol terhadap material aspal yang dipakai di
lapangan.

2.5.11 Saran
a. Untuk menjaga keawetan aspal, maka perlu dicegah terjadinya
kontak antara aspal dengan CCl4 karena dapat menyebabkan
kerapuhan pada aspal.
b. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, percobaan dilakukan
dengan cermat dan teliti serta percobaan dilakukan dua ( 2 ) kali.

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 45
2.6 Berat Jenis Bitumen atau Aspal Keras
Standar spesifikasi :
 AASHTO T-228-68
 ASTM D-70-72

2.6.1 Pendahuluan
Dalam penggunaan aspal sebagai material campuran aspal
panas harus benar-benar diketahui sifatnya, termasuk di antaranya
berat jenis bitumen. Berat jenis bitumen adalah perbandingan antara
berat bitumen dan berat air suling dengan isi yang sama pada suhu
tertentu.

2.6.2 Maksud
Pemeriksaan tersebut dimaksudkan untuk menentukan berat
jenis aspal dengan membandingkan berat bitumen dan berat air suling
menggunakan alat picnometer.

2.6.3 Tujuan
Tujuan pemeriksaan tersebut adalah untuk membandingkan
berat jenis aspal terhadap persyaratan yang ditentukan untuk
digunakan dalam analisis campuran.

2.6.4 Bahan dan Peralatan


Bahan :
a. Aspal keras.
b. Air suling.
Peralatan :
a. Timbangan.
b. Picnometer.
c. Bejana gelas.

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 46
2.6.5 Prosedur Pengujian
a. Picnometer dibersihkan, dikeringkan, dan ditimbang dalam
keadaan kosong kemudian catat berat picnometer kosong ( A ).
b. Picnometer diisi air hingga penuh dan ditutup rapat, kemudian
picnometer + air ditimbang dan catat beratnya ( B ).
c. Air dari dalam picnometer dikeluarkan, lalu picnometer tersebut
dibersihkan dan dikeringkan. Selanjutnya, picnometer tersebut
diisi dengan aspal yang sudah dipanaskan setinggi ± 3/4 bagian
dari isi picnometer, lalu didiamkan sampai dingin tidak kurang
dari 40 menit. Timbang dan catat berat picnometer dan aspal
tersebut (C) tersebut.
d. Picnometer + aspal diisi air hingga penuh dan ditutup rapat
kemudian timbang dan catat berat picnometer + aspal + air (D).
e. Picnometer dibersihkan dan dikembalikan ke tempatnya semula.

2.6.6 Data Hasil Pengujian


Tabel 2.13 Pemeriksaan Berat Jenis Aspal
Pembukaan contoh Dipanaskan Pembacaan suhu oven
Mulai jam : 10.00 Temperatur 110oC
Selesai jam : 10.30
Mendinginkan contoh Didiamkan
Mulai jam : 10.30
Selesai jam : 11.15
Mencapai suhu Direndam
Pemeriksaan Mulai jam : 11.15
Selesai jam : 11.45
Pemeriksaan Berat jenis
Mulai jam : 11.45
Selesai jam : 12.00

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 47
Tabel 2.14 Data Hasil Pengujian Berat Jenis Aspal
Contoh I II
Berat picnometer + contoh (C) 30,42 gr 29,08 gr
Berat picnometer kosong (A) 16,05 gr 16,5 gr

Berat aspal (1) 14,37 gr 12,58 gr

Berat picnometer + Air (B) 41,2 gr 41,82 gr


Berat picnometer kosong (A) 16,05 gr 16,5 gr

Berat Air (2) 25,15 gr 25,32 gr

Berat picnometer + aspal + air (D) 42,59 gr 42,91 gr


Berat picnometer + aspal (C) 30,42 gr 29,08 gr

Berat Air (3) 12,17 gr 13,83 gr

Berat aspal (2 - 3) 12,98 gr 11,49 gr


Berat Jenis = (1)/(2-3) 1,107 1,094

Rata-Rata 1,101

2.6.7 Perhitungan dan Analisa

BJ = (C-A)

(B-A)- (D-C)

Keterangan:
A = Berat picnometer kosong (dengan penutup) (gram)
B = Berat picnometer berisi air (gram)
C = Berat picnometer berisi aspal (gram)

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 48
D = Berat picnometer berisi aspal dan air (gram)
Contoh I
Berat contoh (1) =C-A
= 30,42 – 16,05
= 14,37 gram
Berat Air (2) = (B-A)
BJ air
= (41,2 - 16,05)
1
= 25,15 gram
Berat Air (3) = (D-C)
BJ air
= (42,59 – 30,42)
1
= 12,17 gram
Isi Contoh =(2–3)
= 25,15 – 12,17
= 12,98 gram
Berat Jenis Aspal Keras = Berat Contoh
Isi Contoh
= 14,37
12,98
= 1,107
Contoh II
Berat contoh (1) =C-A
= 29,08 – 16,5
= 12,58 gram
Berat Air (2) = (B-A)
BJ air
= (41,82 – 16,5)
1
= 25,32 gram
Berat Air (3) = (D-C)
BJ air
= (42,91 – 29,08 )
1
= 13,83 gram
Isi contoh =(2–3)
= 25,32 – 13,83 = 11,49 gram

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 49
Berat Jenis Aspal Keras = Berat Contoh
Isi Contoh
= 12,58
11,49
= 1,094
Berat Jenis Rata-Rata = 1,107+1,094
2
= 1,101

Menurut SNI 06-2441-1991, persyaratan yang ditentukan untuk


berat jenis aspal penetrasi 60/70 adalah minimal 1,0. Dari hasil pemeriksaan
diperoleh hasil 1,101. Sehingga aspal yang memenuhi spesifikasi aspal
penetrasi 60/70. Nilai berat jenis aspal hasil pengujian tersebut digunakan
dalam formula berat jenis maksimum campuran dan persentase rongga
terisi aspal. Pengujian berat jenis aspal tersebut harus dilakukan dengan
teliti agar menghasilkan campuran yang memiliki spesifikasi yang sesuai
dengan spesifikasi AC.

2.6.7 Kesimpulan
Berdasarkan dari pengujian, diperoleh nilai berat jenis rata-rata
aspal sebesar 1,101 sehingga aspal yang telah diuji tersebut memenuhi
syarat sebagai aspal penetrasi 60/70 yaitu berat jenis minimal 1.

2.6.8 Saran
a. Untuk mendapatkan hasil yang sesuai dan akurat, perlu
dilakukan percobaan yang cermat dan ketelitian dalam
pelaksanaan percobaan.
b. Aspal penetrasi 60/70 dapat direkomendasikan untuk bahan
pembuatan campuran aspal beton di daerah dengan suhu tropis
dan dengan kelembaban yang tinggi dan sebagai alat kontrol
terhadap material aspal yang dipakai di lapangan.

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 50
BAB III
PENGUJIAN BAHAN AGREGAT

3.1 Analisis Saringan Agregat Kasar dan Halus


Standar Spesifikasi:
 AASHTO T – 27 – 74
 ASTM C – 136 – 46

3.1.1 Pendahuluan

Bahan utama dalam suatu campuran beraspal adalah agregat.


Untuk mendapatkan suatu konstruksi perkerasan yang kuat namun
ekonomis, diperlukan suatu agregat yang mempunyai kekerasan butir
yang baik dan mempunyai gradasi menerus (well graded) sehingga
akan membentuk suatu campuran agregat yang masif dan padat
dengan rongga udara yang seminimum mungkin.

3.1.2 Maksud

Maksud pemeriksaan analisa saringan agregat adalah untuk


menentukan pembagian butir (gradasi) agregat kasar dan halus dengan
menggunakan saringan atau ayakan.

3.1.3 Tujuan

Tujuan pemeriksaan analisa saringan agregat adalah untuk


mendapatkan komposisi perbandingan agregat kasar dan agregat
halusdalam menyusun bahan campuran perkerasan aspal tipe AC.

3.1.4 Bahan dan Peralatan

Bahan :
1) Agregat halus :

a) Pasir sebesar 500 gram

b) Abu batu sebesar 500 gram


LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN
KELOMPOK II REGULER 2 51
2) Agregat kasar :

a) Batu pecah maksimum ukuran ¾” sebesar 5000 gram

b) Batu pecah maksimum ukuran 1/2”sebesar 2500 gram

Peralatan :
1) Timbangan dan neraca dengan ketelitian 0,2% dari berat benda
uji.

2) Satu set saringan tes 25 mm (1,0”), 20 mm (3/4”), 12,5 mm (1/2”),


10 mm (3/8”), No. 4,No. 8,No. 16,No. 30,No. 50,No. 100,dan No.
200.

3) Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk pemanasan


sampai (110±5)oC.

4) Talam-talam.

5) Kuas, sikat kuningan, sendok, dan alat lainnya.

3.1.5 Penyiapan Benda Uji

Bahan uji dikeringkan di dalam oven dengan suhu (110±5)0C sampai


berat tetap.

3.1.6 Prosedur Pengujian

1) Bahan uji disaring dengan saringan ¾” dan bahan uji yang lolos
minimum 5 kg (agregat kasar) ditimbang.

2) Bahan uji disaring dengan saringan 1/2” dan bahan uji yang lolos
minimum 2,5 kg (agregat kasar) ditimbang.

3) Bahan uji disaring dengan saringan no. 4 dan bahan uji yang lolos
masing- masing minimum 0,5 kg pasir dan 0,5 kg abu batu
ditimbang.

4) Bahan uji yang telah disiapkan, disaring menggunakan saringan


dengan ukuran paling besar ditempatkan paling atas.

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 52
5) Bahan uji yang yang tertahan di masing-masing saringan
ditimbang dan dihitung prosentase terhadap berat total awal.

6) Komulatif berat tertahan agregat dihitung.

7) Prosentase agregat tertahan pada masing-masing saringan


terhadap berat total benda uji dihitung.

8) Prosentase lolos dihitung dengan rumus = (100% - prosentase


tertahan).

9) Pekerjaan tersebut dilaksanakan untuk semua agregat, baik


agregat kasar maupun agregat halus.

3.1.7 Data Hasil Pengujian

1) Batu Pecah ¾” (5000 gram)

Analisis pembagian butiran batu pecah ¾” dapat dilihat pada Tabel 3.1

Tabel 3.1 Analisis Pembagian Butiran SK. SNI M – 08 – 1989 – F


pada Batu Pecah Maks ¾”

Berat Komulatif Spesifikasi


Tertahan Tertahan
Nomor Saringan
Masing2 Masing2 Tertahan Lolos Atas Bawah
Saringan Saringan
mm Inch (gr) (gr) (%) (%) (gr) (gr)
19,5 3/4" 0 0 0 100 100 100
12,5 1/2" 2954 2954 59,08 40,92 75 100
9,5 3/8" 1901 4855 97,1 2,90 60 85
4,75 #4 1395 4994,5 99,89 0,11 38 55
2,36 #8 0 4994,5 99,89 0,11 27 40
1,2 #16 0 4994,5 99,89 0,11 21 32
0,6 #30 0 4994,5 99,89 0,11 14 24
0,3 #50 0 4994,5 99,89 0,11 9 18
0,15 #100 3,1 4997,6 99,952 0,048 5 12
0,075 #200 2 4999,6 99,992 0,008 2 8
Sisa 0,4 5000 100 0
Berat Contoh 5000 gram

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 53
Gambar 3.1 Grafik Analisis Saringan pada Batu Pecah maks ¾

2) Batu Pecah ½” (2500 gram)

Analisis pembagian butiran batu pecah ½ ” dapat dilihat pada


Tabel 3.2

Tabel 3.2 Analisa Pembagian Butiran SK. SNI M – 08 – 1989 – F


pada Batu Pecah Maks ½”

Berat Komulatif Spesifikasi


Nomor Saringan Tertahan Tertahan
Masing2 Masing2 Tertahan Lolos Atas Bawah
Saringan Saringan
mm Inch (gr) (gr) (%) (%) (%) (%)
19,5 3/4" 0 0 0 100 100 100
12,5 1/2" 0 0 0 100 75 100
9,5 3/8" 63,7 63,7 2,548 97,452 60 85
4,75 #4 1650 1713,7 68,548 31,452 38 55
2,36 #8 670 2383,7 95,348 4,652 27 40
1,2 #16 54,2 2437,9 97,516 2,484 21 32
0,6 #30 17,2 2455,1 98,204 1,796 14 24
0,3 #50 13,2 2468,3 98,732 1,268 9 18
0,15 #100 18,4 2486,7 99,468 0,532 5 12
0,075 #200 13 2499,7 99,988 0,012 2 8
Sisa 0,3 2500 100 0
Berat Contoh 2500 gram

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 54
Gambar 3.2 Grafik Analisis Saringan pada Batu Pecah maks ½

3) Abu Batu (500 gram)

Analisis pembagian butiran abu batu dapat dilihat pada Tabel 3.3

Tabel 3.3 Analisis Pembagian Butiran SK. SNI M – 08 – 1989 – F


pada Abu Batu

Berat Komulatif Spesifikasi


Tertahan Tertahan
Nomor Saringan
Masing2 Masing2 Tertahan Lolos Atas Bawah
Saringan Saringan
Mm Inch (gr) (gr) (%) (%) (gr) (gr)
37,5 1 1/2" 0 0 0 100 100 100
25 1" 0 0 0 100 100 100
19,5 3/4" 0 0 0 100 100 100
12,5 1/2" 0 0 0 100 75 100
9,5 3/8" 0 0 0 100 60 85
4,75 #4 0 0 0 100 38 55
2,36 #8 59 59 11,8 88,2 27 40
1,2 #16 115,2 174,2 34,84 65,16 21 32
0,6 #30 106,9 281,1 56,22 43,78 14 24
0,3 #50 68,7 349,8 69,96 30,04 9 18
0,15 #100 68,5 418,3 83,66 16,34 5 12
0,075 #200 40,2 458,5 91,7 8,3 2 8

Berat Contoh 500 gram

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 55
Gambar 3.3 Grafik Analisis Saringan pada Abu Batu

4) Pasir (500 gram)

Analisis pembagian butiran pasir dapat dilihat pada Tabel 3.4

Tabel 3.4 Analisa Pembagian Butiran SK. SNI M – 08 – 1989 – F


pada Pasir
Berat Komulatif Spesifikasi
Tertahan Tertahan
Nomor Saringan
Masing2 Masing2 Tertahan Lolos Atas Bawah
Saringan Saringan
mm inch (gr) (gr) (%) (%) (gr) (gr)
37,5 1 1/2" 0 0 0 100 100 100
25 1" 0 0 0 100 100 100
19,5 3/4" 0 0 0 100 100 100
12,5 1/2" 0 0 0 100 75 100
9,5 3/8" 0 0 0 100 60 85
4,75 #4 0 0 0 100 38 55
2,36 #8 44 44 8,8 91,2 27 40
1,2 #16 44,7 88,7 17,74 82,26 21 32
0,6 #30 143,5 232,2 46,44 53,56 14 24
0,3 #50 113,6 345,8 69,16 30,84 9 18
0,15 #100 105 450,8 90,16 9,84 5 12
0,075 #200 36,5 487,3 97,46 2,54 2 8

Berat Contoh 500 gram

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 56
Gambar 3.4 Grafik Analisis Saringan pada Pasir

3.1.8 Analisa Data

1) Berdasarkan pemeriksaan gradasi di atas,prosentase lolos dari


masing-masing agregat tidak memenuhi spesifikasi sehingga
agregat tersebut perlu digabung terlebih dahulu sebelum
digunakan.

2) Penggabungan agregat dengan cara analitis diperoleh melalui


proses trial and error menggunakan program Microsoft Excel
dan menghasilkan perbandingan antara agregat halus dan
agregat kasar sebesar 58% : 42% dengan komposisi agregat
sebagai berikut :

a) Agregat kasar maks. 3/4” = 35%

b) Agregat kasar maks.1/2” = 23%

c) Pasir = 20 %

d) Abu batu = 22%

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 57
Analisis pembagian butiran kombinasi agregat AC dengan cara
analitis dapat dilihat pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6 Kombinasi Agregat AC (Cara Analitis)


Bp. Bp.
Batu Spesifikasi
Maks. Maks. Pasir
Nomor Abu Kombinasi
Saringan 3/4" 1/2"
Bawah Atas
35% 23% 22% 20%
mm inch (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%)
19.5 10 100 100 100 100 100 100 100
12.5 9.5 40,92 100 100 100 79,322 75 100
9.5 9 2,90 97,452 100 100 65,429 60 85
4.75 8 0,11 31,452 100 100 49,272 38 55
2.36 7 0,11 4,652 88,2 91,2 38,752 27 40
1.19 6 0,11 2,484 65,16 82,26 31,397 21 32
0.6 5 0,11 1,796 43,78 53,56 20,795 14 24
0.3 4 0,048 1,268 30,04 30,84 13,085 9 18
0.15 3 0,008 0,532 16,34 9,84 5,688 5 12
0.075 2 0 0,012 8,3 2,54 2,337 2 8

Gambar 3.7 Grafik Kombinasi Agregat (Cara Analitis)


LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN
KELOMPOK II REGULER 2 58
3.1.9 Kesimpulan

Dari pengujian tersebut, diperoleh perbandingan antara agregat


kasar dan agregat halus adalah 58% : 42% dengan perincian sebagai
berikut:
Agregat kasar - batu pecah ¾” = 35%
- batu pecah 1/2” = 23%
Agregat halus - pasir = 20%
- abu batu = 22%
Gradasi tersebut masuk dalam spesifikasi sehingga dapat
direkomendasikan untuk bahan pembuatan campuran beton aspal tipe
asphalt concrete (AC).

3.1.10 Saran

1) Pembacaan skala timbangan harus teliti.

2) Dalam perhitungan gradasi kombinasi diperlukan trial and error


berulang kali hingga diperoleh hasil yang baik, yaitu hasil yang
mendekati nilai tengah tiap saringan. Kombinasi yang baik akan
menghasilkan campuran yang memenuhi spesifikasi.

3) Dalam campuran sebaiknya komposisi agregat kasar sedikit lebih


besar daripada gradasi halus. Hal tersebut disebabkan karena
agregat kasar berperan dalam menahan beban yang terjadi,
sedangkan agregat halus berguna untuk mengisi rongga antar
agregat kasar

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 59
3.2 Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar

Standar Spesifikasi :

 (AASHTO-T-85-74)
 (ASTM G-127-68)

3.2.1 Pendahuluan
Agregat kasar sebagai komponen penyusun aspal biasanya
berbentuk batuan yang berukuran agak besar dan berbentuk pecahan
yang tidak rata sehingga mempunyai berat jenis dan tingkat
penyerapan yang berbeda-beda.
Dalam pembuatan Job Mix Formula (JMF) untuk campuran
aspal panas, agregat kasar merupakan komponen utama sehingga
harus diketahui spesifikasinya secara tepat. Untuk mengetahui berat
jenis dan tingkat penyerapan agregat kasar dapat dilakukan dengan
percobaan di laboratorium.

3.2.2 Maksud
Maksud dari pemeriksaan tersebut adalah agar untuk
mengetahui berat jenis (bulk), berat jenis kering permukaan jenuh
(SSD), dan berat jenis semu (apparent) dari agregat kasar.

3.2.3 Tujuan
Tujuan dari pemeriksaan tersebut adalah untuk mengetahui
berapa besar penyerapan agregat terhadap aspal dalam campuran dan
mengevaluasi nilai tersebut terhadap spesifikasi.

3.2.4 Bahan dan Peralatan


Bahan :
Benda uji adalah agregat yang tertahan saringan no.4 (batu pecah
maksimum ukuran ¾” dan batu pecah maksimum 1/2”).
Peralatan :
a. Keranjang kawat ukuran 3.55 mm atau 2.36” (no. 6 atau no. 8)
dengan kapasitas 5000 gr.
LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN
KELOMPOK II REGULER 2 60
b. Tempat air dengan kapasitas dan bentuk yang sesuai untuk
pemeriksaan.
c. Timbangan dengan kapasitas 20.000 gr dengan ketelitian 0.2%
dari berat contoh yang ditimbang dan dilengkapi dengan alat
penggantung keranjang.
d. Oven yang dilengkapi pengatur suhu pemanas (160±5)°C.
e. Cawan.
f. Saringan ¾” dan 1/2”.
g. Kain lap dan kipas angin.

3.2.5 Penyiapan Benda Uji


Ambil benda uji yang lolos saringan ¾” dan 1/2” .

3.2.6 Prosedur Pengujian


a. Benda uji ukuran maksimum ¾” dicuci untuk menghilangkan
debu atau bahan-bahan lain yang melekat pada permukaan
b. Benda uji ditempatkan dalam keranjang, kemudian diguncang
untuk mengeluarkan udara yang tersekap dalam benda uji, lalu
ditimbang berat dalam air (BA).
c. Benda uji dikeluarkan dari air, lalu keringkan.
d. Pengeringan dilakukan dengan kain penyerap dan di angin
anginkan sampai kering permukaan jenuh.
e. Benda uji ditimbang kering permukaan jenuh (BJ).
f. Batu pecah dikeringkan dalam oven pada suhu 105C sampai
berat tetap atau berat tidak mengalami perubahan saat
penimbangan.
g. Setelah dimasukkan ke dalam oven, batu pecah ukuran
maksimum ¾ inchi ditimbang dengan ketelitian 0,3 gram (BK).

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 61
3.2.7 Presentasi Data Pengujian
Pemeriksaan Berat Jenis Agregat Kasar (PB-0202-76)
a. Jenis material : Batu Pecah 3/4"
Percobaan Hasil Percobaan
Berat benda uji kering oven (BK) 2290 gr
Berat benda uji kering permukaan (BJ) 2350 gr
Berat benda uji dalam air (BA) 1454 gr

b. Jenis material : Batu Pecah 1/2”


Percobaan Hasil Percobaan
Berat benda uji kering oven (BK) 1886 gr
Berat benda uji kering permukaan (BJ) 1923 gr
Berat benda uji dalam air (BA) 1219 gr

3.2.8 Analisa Data


BK
Berat jenis (Bulk Specific Gravity) =
(BJ – BA)
BJ
Berat jenis kering permukaan jenuh (SSD) =
(BJ – BA)
BK
Berat jenis semu (Apparent Specific Gravity) =
(BK – BA)
(BJ – BK)
Penyerapan (Absorption) = x100%
BK

Keterangan :
BK = berat benda uji kering oven (gram)
BJ = berat benda uji kering permukaan jenuh (gram)
BA = berat benda uji kering permukaan jenuh didalam air (gram)

a. Batu Pecah 3/4"


2290
Berat Jenis = = 2,556
(2350 – 1454)
2350
BJ SSD = = 2,623
(2350 - 1454)

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 62
2290
BJ semu = = 2,739
(2290 – 1454)

(2350 – 2290)
Penyerapan = x 100% = 2,620 %
2290

b. Batu Pecah 1/2“


1886
Berat Jenis = = 2,679
(1923 – 1219)

1923
BJ SSD = = 2,732
(1923 – 1219)
1886
BJ semu = = 2,828
(1886 – 1219)

Penyerapan = (1923 – 1886) x 100% = 1,962 %


1886

3.2.9 Kesimpulan
Pada pemeriksaan berat jenis agregat kasar didapatkan
kesimpulan sebagai berikut:
Keterangan Batu Pecah ¾” Batu Pecah 1/2”
Berat Jenis (Bulk) 2,556 2,679
Berat Jenis SSD 2,623 2,732
Berat Jenis semu 2,739 2,828
Penyerapan 2,620 % 1,962 %

Berdasarkan spesifikasi AASHTO (Assosiation of American


States Highway Transportation Organization) yang mensyaratkan
berat jenis semu minimum adalah 2,50 dan penyerapan maksimum
adalah 3%, maka agregat tersebut memenuhi syarat material campuran
aspal. Dari percobaan diperoleh berat jenis semu 2,739 dan
penyerapannya 2,620 % untuk batu pecah ¾” dan berat jenis semu
2,828 serta 1,962 % untuk penyerapan pada batu pecah 1/2”.

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 63
3.2.10 Saran
a. Pelaksanaan pengujian berat jenis agregat kasar sebaiknya
dilaksanakan sebanyak 2 kali agar hasil yang diperoleh lebih
valid. Selain itu, dalam pemeriksaan hendaknya dilakukan
secermat mungkin.
b. Untuk mendapatkan agregat kering permukaan, sebaiknya
dilakukan dengan bantuan kain lap yang kering dan bersih,
sehingga seluruh agregat dapat kering secara merata.

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 64
3.3. Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus

Standar Spesifikasi:

 (AASHTO-T-84-74)
 (ASTM G-128-68)

3.3.1 Pendahuluan

Agregat halus merupakan salah satu komponen penyusun


rencana campuran aspal. Berat jenis dan penyerapan agregat halus
akan mempengaruhi banyaknya agregat halus yang dipakai dan aspal
yang diperlukan untuk mengikat agregat. Untuk mengetahui berat
jenis dan tingkat penyerapan agregat halus dapat dilakukan dengan
percobaan di laboratorium.

3.3.2 Maksud

Pemeriksaan tersebut dimaksudkan untuk menentukan berat


jenis (Bulk), berat jenis kering permukaan jenuh (Saturated Surface
Dry = SSD), berat jenis semu (Apparent), dan penyerapan dari agregat
halus.

Tujuan

Tujuan dari percobaan tersebut adalah untuk mengetahui


berapa besar kadar penyerapan dan berat jenis agregat halus dalam
campuran beton aspal tipe AC.

3.3.3 Bahan dan Peralatan

Bahan:
a. Abu batu (agregat lolos saringan no. 4) 500 gram
b. Pasir lebih dari 500 gram
c. Air
Peralatan:

a. Timbangan dengan kapasitas 2610 gr dengan ketelitian 0.1 gram.


b. Erlenmeyer dengan kapasitas 500 ml.

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 65
c. Kerucut terpancung (cone) yang terbuat dari logam tebal
d. Batang penumbuk dengan mempunyai bidang penumbuk rata.
e. Saringan no. 4.
f. Oven yang dilengkapi pengatur suhu pemanas ± 160°C.
g. Kipas angin.
h. Triplek.
i. Nampan.
j. Kompor
k. Air.

3.3.4 Penyiapan Benda Uji


Ambil benda uji sesuai dengan bahan yang dibutuhkan.

3.3.5 Prosedur Pengujian


a. Benda uji dimasukkan dalam oven pada suhu (110 ± 5)ºC sampao
berat tetap. Yang dimaksud berat tetap adalah keadaan berat uji
selama 3 kali proses penimbangan dan pemasangan dalam oven
dengan selang waktu 2 jam berturut-turut, tidak akan mengalami
perubahan kadar air lebih besar daripada 0,1% . lalu didinginkan
pada suhu ruang, kemudian direndam dalam air selama (24 ± 4)
jam.

b. Air perendam dibuang dengan hati-hati, jangan sampai ada butiran


yang hilang, kemudian agregat ditebarkan diatas talam, lalu
dikeringkan di udara terbuka dengan cara membalik-balikan
benda uji . pengeringan dilakukan sampai terjadi keadaan yang
kering permukaan jenuh (SSD). Keadaan kering permukaan jenuh
diperiksa dengan mengisikan benda uji ke dalam kerucut
terpancung, lalu ditumbuk dengan batang penumbuk secara
bertahap sebanyak 25 kali, kerucut terpancung kemudian
diangkat. Keadaan kering permukaan jenuh didapat bila benda uji
runtuh akan tetapi masih dalam keadaan tercetak.

c. Setelah tercapai keadaan kering permukaan jenuh, segera


masukkan 500 gram benda uji kering permukaan ke dalam labu
erlenmeyer.

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 66
d. Air suling dimasukkan sampai tidak mencapai 90% isi.
erlenmeyer diputar sambil diguncang sampai tidak terlihat
gelembung udara di dalamnya. Untuk mempercepat proses ini
dapat digunakan pompa hampa udara, tetapi perlu diperhatikan
jangan sampai ada air yang ikut terhisap, selain itu dapat
dilakukan dengan cara merebus erlenmeyer

e. Erlenmeyer direndam dalam air dan suhu diukur untuk


penyesuaian perhitunganpada suhu standar 25ºC.

f. Lalu ditambahkan air sampai mencapai tanda batas.

g. Erlenmayer berisi air dan benda uji ditimbang sampai ketelitian


0,1 gram (Bt).

h. Benda uji dikeluarkan, lalu dikeringkan dalam oven dengan suhu


(110 ± 5)ºC sampai berat tetap, Kemudian benda uji didinginkan
dengan desskilator.

i. Sesudah benda uji dingin kemudian benda uji ditimbang dalam


kondisi kering oven (BK). Lalu berat erlenmeyer berisi air penuh
(B) ditimbang dan suhu air diukur guna penyesuaian dengan suhu
standar 25ºC.

j. Kemudian percobaan diulangi di atas untuk abu batu.

3.3.6 Presentasi Data Pengujian

Pemeriksaan Berat Jenis Agregat Halus (SK. SNI M-10-1989-F)

a. Jenis material : Abu Batu


Percobaan Hasil
Berat benda uji kering permukaan jenuh
(SSD) 500 gram
Berat benda uji kering oven (Bk)
464,5 gram
Berat erlenmayer diisi air 25oC (B)
673 gram

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 67
Berat erlenmayer + benda uji SSD+air 25oC
(Bt) 990 gram

b. Jenis material : Pasir


Percobaan Hasil
Berat benda uji kering permukaan jenuh
(SSD) 500 gram
Berat benda uji kering oven (BK)
470,5 gram
Berat erlenmayer diisi air 25oC (B)
673 gram
Berat erlenmayer + benda uji SSD+air 25oC
(Bt) 991,5 gram

3.3.7 Analisa Data

BK
Berat jenis (Bulk Specific Gravity) =
B  500  Bt
500
Berat jenis kering permukaan jenuh (SSD) =
B  500  Bt
BK
Berat jenis semu (Apparent Specific Gravity) =
B  Bk  Bt
(500  Bk)
Penyerapan (Absorbtion) = x100%
Bk

keterangan :
BK = berat benda uji kering oven (gram)
B = berat erlenmayer berisi air (gram)
BK = berat erlenmayer berisi air dan benda uji (gram)
500 = berat benda uji SSD (gram)

a. Abu batu

464,5
Berat Jenis = = 2,538
(673+ 500 – 990)

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 68
500
BJ SSD = = 2,732
(673+ 500 – 990)

464,5
BJ semu = = 3,149
(673+ 464,5 – 990))

Penyerapan = (500 – 464,5) x 100% = 7,643 %


464,5

b. Pasir

470
Berat Jenis = = 2,592
(673 + 500 - 991,5)

500
BJ SSD = = 2,755
(673 + 500 - 991,5)

470,5
BJ semu = = 3,095
(673 + 470,5 - 991,5)
(500 – 470,5)
Penyerapan = x 100% = 6,270 %
470,5

c. Jenis material : Abu batu


Keterangan Hasil
Berat jenis (Bulk) 2,538
Berat jenis kering permukaan jenuh 2,732
Berat jenis semu (apparent) 3,149
Penyerapan 7,643 %

d. Jenis material: Pasir


Keterangan Hasil
Berat jenis (Bulk) 2,592
Berat jenis kering permukaan jenuh 2,755
Berat jenis semu (apparent) 3,095
Penyerapan 6,270 %

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 69
3.3.8 Kesimpulan

Pada pemeriksaan berat jenis agregat halus diperoleh


kesimpulan sebagai berikut :
Keterangan Abu Batu Pasir
Berat Jenis (Bulk) 2,538 2,592
Berat Jenis SSD 2,732 2,755
Berat Jenis Semu 3,149 3,095
Penyerapan 7,643 % 6,270 %

Berdasarkan spesifikasi AASHTO yang mensyaratkan berat


jenis semu minimum adalah 2,50 dan penyerapan maksimum 3%,
maka agregat tersebut diatas tidak memenuhi syarat material
campuran aspal pada pengujian penyerahan. Dari percobaan diperoleh
berat jenis semu 3,149 dan penyerapan 7,643 % untuk abu batu serta
berat jenis semu 3,095 dan penyerapan 6,270 % untuk pasir. Hal
tersebut disebabkan oleh kesalahan praktikan dalam pengamatan
kejenuhan agregat sehingga menyebabkan nilai penyerapan agregat
menjadi sangat besar.

3.3.9 Saran

Pelaksanaan pengujian dan pemeriksaan hendaknya dilakukan


dengan cermat karena dapat terjadi kesalahan-kesalahan secara tidak
sengaja, seperti benda uji yang dioven tidak sampai berat tetapnya,
pembacaan pada saat menimbang, dan lain sebagainya.

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 70
BAB IV
PEMERIKSAAN BAHAN CAMPURAN

4.1. Pemerikasaan dengan Marshall Test


Standar spesifikasi :
(SK.SNI 06 – 2489 – 1991)
4.1.1 Pendahuluan
Ketahanan (stabilitas) adalah kemampuan suatu campuran
beton aspal untuk menerima beban sampai terjadi kelelehan plastis
yang dinyatakan dalam kilogram atau pound. Kelelehan plastis ialah
keadaan perubahan bentuk suatu campuran beton aspal yang terjadi
akibat suatu beban sampai batas runtuh yang dinyatakan dalam mm
atau 0,01”.

4.1.2 Maksud
Pengujian campuran aspal dimaksudkan untuk menentukan
ketahanan (stabilitas) terhadap kelelehan plastis (flow) dari campuran
beton aspal.

4.1.3 Tujuan
Tujuan dari pemeriksaan campuran aspal adalah untuk
mengetahui kadar aspal optimum dari campuran beton aspal.

4.1.4 Bahan dan Peralatan


Bahan :
1. Batu pecah
2. Abu batu
3. Pasir
4. Aspal

Peralatan :
1) Lima buah cetakan benda uji, diameter 10 cm (4”) dan tinggi 7,5
cm (3”) lengkap dengan pelat atas dan leher sambung.

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 71
2) Ejector untuk mengeluarkan benda uji.
3) Penumbuk (hammer) yang mempunyai permukaan tumbuk rata
berbentuk silinder dengan berat 4,536 kg (10 pounds) dan tinggi
jatuh bebas 45,7cm (18”).
4) Landasan pemadat terdiri dari sebuah balok kayu (jati atau
sejenis) berukuran 20 x 20 x 45 (8” x 8” x 18”) yang dilapisi
dengan sebuah plat baja berukuran 30 x 30 x 35 (12” x 12’ x 1”)
yang diikatkan pada lantai beton dengan 4 bagian siku.
5) Mesin tekan lengkap dengan :
a) Kepala penekan berbentuk lengkung (Breaking Head).
b) Silinder cetak yang berkapasitas 2500 kg (5000 pounds)
dengan ketelitian 12,5 kg (25 pounds) dilengkapi arloji tekan
dengan ketelitian 0,0025 (0,0001“).
c) Arloji kelelehan dengan ketelitian 0,25 mm (0,01”) dengan
perlengkapannya. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu
untuk memanasi sampai 200ºC.
6) Bak perendam (waterbath) yang dilengkapi dengan pengatur suhu
minimum 20º C.
7) Perlengkapan lain :
a) Wajan untuk memanaskan campuran agregat dan aspal
b) Pengukur suhu dari logam (metal thermometer) berkapasitas
250ºC dengan ketelitian 0,5 atau 1% dari kapasitas.
c) Timbangan yang dilengkapi penggantung benda uji
berkapasitas 2 kg dengan ketelitian 0,1 gr dan timbangan
berkapasitas 5 kg dengan ketelitian 1 gr.
d) Kompor.
e) Sendok pengaduk dan perlengkapan lainnya.

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 72
4.1.5 Persiapan Benda Uji
1) Persiapan benda uji
Agregat dipisahkan dengan caraanalisa saringan.Kemudian
agregat dikeringkan sampai beratnya tetap pada suhu 105oC.
Agregat yang dipergunakan antara lain :
 Ukuran saringan maksimum 3/4”.
 Ukuran saringan maksimum 1/2”.
 Ukuran saringan maksimum No.4 (abu batu).
 Ukuran saringan maksimum No.4 (pasir).

2) Penentuan suhu pencampuran dan pemadatan


Suhu pencampuran dan pemadatan ditentukan sehingga bahan
pengikat yang dipakai menghasilkan viskositas seperti Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Viskositas Penentu Suhu


Campuran Pemadatan

Bahan Saybolt Saybolt


Kinematik Engler Kinematik Engler
Pengikat Furrol Furrol

C.St Det.S F - C.St Det.S F -


Semen
170 ± 20 85 ± 10 280 ± 30 140 ± 15 -
aspal panas
Semen
aspal 170 ± 20 85 ± 10 280 ± 30 140 ± 15 -
dingin
Ter - 25 ± 3 - - 40 ± 5

3) Persiapan campuran
a) Untuk tiap benda uji diperlukan campuran agregat dan aspal
sebanyak 1200 gr, sehingga akan menghasilkan tinggi benda
uji 6,35 cm (2,5”).
b) Contoh perhitungan :
Untuk Kadar aspal 4,5 %
Berat campuran = 1200 gram

Berat aspal = 4,5 % x 1200 = 54 gram

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 73
Berat agregat = 1200– 54 = 1146 gram

Agregat ¾“ = 35% x 1146 = 401,1 gram

Agregat ½” = 23% x 1146 = 263,58 gram

Pasir = 15% x 1146 gram = 171,9 gram

Abu batu = 27% x 1146 = 209,42 gram


Agregat dipanaskan sampai mencapai suhu
pencampuran. Aspal dituangkan sesuai perhitungan ke dalam
agregat yang sudah dipanaskan, kemudian campuran diaduk
hingga seluruh agregat tercampur dan terselimuti oleh aspal.

4) Pemadatan Benda Uji


a) Perlengkapan cetakan pada pemadat benda uji beserta
penumbuk dibersihkan. Selembar kertas saring atau kertas
penghisap yang sudah disiapkan, diletakkan di dasar cetakan.
Seluruh campuran dimasukkan ke dalam cetakan dan ditusuk-
tusuk dengan sendok semen 15x keliling pinggirnya dan 10x di
bagian dalamnya. Permukaan campuran diratakan dengan
mempergunakan sendok semen menjadi bentuk sedikit
cembung.
b) Waktu akan dipadatkan, pastikan suhu campuran dalam batas-
batas suhu pemadatan. Cetakan diletakkan di atas landasan
pemadat. Pemadatan dengan alat penumbuk dilakukan
sebanyak 75 kali dengan tinggi jatuh 45 cm (18”). Selama
pemadatan, sumbu palu pemadat ditahan agar selalu tegak
lurus pada alas cetakan.
c) Keping atas dilepas dari lehernya, balikkan alat cetak berisi
benda uji dan dipasang kembali perlengkapannya. Permukaan
benda uji yang sudah dibalik tersebut ditumbuk dengan jumlah
tumbukan yang sama. Sesudah pemadatan, keping alas

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 74
dilepaskan, ditunggu hingga benda uji dingin dan mengeras,
kemudian benda uji dikeluarkan dari cetakan.

4.1.5 Prosedur Pengujian

1) Benda uji dibersihkan.


2) Tanda pengenal diberikan pada masing-masing benda uji.
3) Tinggi benda uji diukur dengan ketelitian 0,1 m dengan
menggunakan jangka sorong.
4) Benda uji ditimbang.
5) Benda uji direndam dalam air selama 24 jam pada suhu ruang.
6) Benda uji ditimbang dalam air, kemudian kering anginkan hingga
mencapai SSD.
7) Benda uji ditimbang dalam keadaan kering-permukaan jenuh.
8) Benda uji direndam dalam bak perendam (waterbath) selama 30
menit.
9) Sebelum mengadakan pengujian, batang (guide rod) dan
permukaan dari kepala penekan (test head) dibersihkan.
10) Benda uji dikeluarkan dari bak perendam, keudian segmen atas
dipasang di atas benda uji dan letakkan kesemuanya dalam mesin
penguji.
11) Arloji kelelehan (flow meter) dipasang pada kedudukan di atas
salah satu batang penuntun dan diatur kedudukan jarum penunjuk
angka nol, sementara selubung tangkai arloji (sleeve) dipegang
teguh terhadap segmen kepala atas penekan (breaking shead).
12) Selubung tangkai arloji kelelehan ditekan pada segmen atas dari
kepala penekan selama pembebanan berlangsung.
13) Sebelum pembebanan dilakukan, kepala penekan beserta benda
uji dinaikkan hingga menyentuh alas cincin penguji.
14) Kedudukan jarum arloji tekan diatur pada angka nol.
15) Berikan beban pada benda uji dengan kecepatan tetap 50
mm/menit sampai beban maksimum tercapai atau beban menurun.
Selubung tangkai arloji kelelehan (flow) dilepaskan pada saat

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 75
pembebanan mencapai maksimum dan nilai kelelehan yang
ditunjukkan oleh jarum arloji kelelehan dicatat.
16) Waktu yang diperlukan dan saat diangkatnya benda uji dari
rendaman air sampai tercapainya beban maksimum tidak boleh
melebihi 30 detik.

4.1.6 Perhitungan
1) Perkiraan Kadar Semen Aspal
Rumus The Asphalt Institute

P = 0,035 a + 0,045 b + c

Dimana :
P = Prosentase kadar semen aspal minimum
a = Prosentase agregat tertahan No.8 (% CA) = 64,042 %
b = Prosentase agregat lolos No.8 tertahan No.200 (% FA)
= 32,831 %

F = 0,15 C untuk lolos No.200 (11-15 %)


= 0,18 C untuk lolos No.200 (6-10 % )
= 0,20 C untuk lolos No.200 (<5 % )
c = % agregat lolos No.200 = 3,127 %
Sehingga:
P = 0,035 x 64,042 + 0,045 x 32,831 + 0.2 x 3,127
= 4,344%
abs A = absorbsi agregat A (agregat kasar 3
4 ”)
= 1,669 %
abs B = absorbsi agregat B ( agregat kasar 1
2 ”)
= 1,846 %
abs C =absorbsi agregat C ( agregat halus pasir)
= 1,236 %
abs D =absorbsi agregat D ( agregat halus abu batu)
= 1,132 %
abs aspal = (%A x abs A + %B x abs B + %C x abs C + %D x

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 76
abs D)x 0,5
= ( 35% x 1,669+ 23% x 1,846+ 27% x 1,236+
15% x 1,132)x0,5
= 0,756 %

Kadar semen aspal optimum = P + Abs Aspal


= 4,344+ 0,756
= 5,100 %
Menurut The Asphalt Institute diperoleh kadar semen
aspal minimum 4,344% dan kadar semen aspal optimum 5,100 %,
dibulatkan menjadi 5,0 %. Prosentase tersebut digunakan untuk
menentukan interval prosentase kadar semen aspal rencana yaitu
(±1 % dari 5,0 %). Dalam rancangan campuran AC ini
seharusnya digunakan kadar semen aspal mulai dari 4%; 4,5%;
5,0%; 5,5%; 6%. Namun, di dalam praktikum ini digunakan
interval kadar aspal 4,5% ; 5% ; 5,5% ; 6% ; 6,5% sesuai dengan
petunjuk teknisi laboratorium. (Penggunaan kadar aspal rencana
untuk pembuatan briket seharusnya tetap didasarkan pada hasil
perhitungan kadar aspal optimum menurut The Asphalt Institute
dan telah mempertimbangkan faktor penyerapan agregat)

2) Perhitungan Berat Jenis Agregat

Gsb =

Gsb =

Gsb= 2,708

Gsa =

Gsa=

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 77
Gsa= 2,824

Gsb  Gsa
Gse
2

Gse = 2, 766

3) Perhitungan Semen Aspal


Berat jenis bulk
Berat di udara
BJ Bulk Campuran =
SSD  Berat dalam air
Persen rongga udara (%)
BJ max camp  BJ Bulk camp
% Rongga udara = x100
BJ Max camp

Rongga terisi aspal (%)


Kadar Aspal × BJ Bulk Camp
Berat Jenis Aspal
% Rongga terisi aspal = ×100
Kadar Aspal × BJ Bulk Camp
Berat Jenis Aspal + Rongga Udara

Hasil bagi Marshall (kN/mm)

Hasil bagi Marshall =

Perhitungan pada kadar semen aspal 4,5 %


BJ Bulk Campuran = = 2,402

% Rongga Udara = × 100%

= 6,35%

% Rongga Terisi Aspal = x100%

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 78
= 61,547 %

Hasil bagi Marshall = = 464,558

Perhitungan yang sama digunakan untuk kadar aspal 5%;


5,5%, 6%; dan 6,5%. Hasil pengujian Marshall dapat dilihat pada
Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Data Hasil Pengujian Marshall

Memenuhi Pada
Uraian Spesifikasi Hasil Keterangan
Kadar Aspal
Kadar rongga udara (VIM) 3–5% 2,37 – 6,35 % 5,13% - 6,2% Memenuhi
758,16 kg
Stabilitas Marshall Min.600 kg 4,5 % - 6,5 % Memenuhi
– 927,253 kg
Kelelehan (Flow) 2 – 4 mm 1,6 – 3,73 mm 5,54 % - 6,5 % Memenuhi

Bj Bulk Maks.2,5 2,402 – 2,436 4,5 % - 6,5 % Memenuhi


61,547 %
Ruang terisi aspal (VIB) 75 – 82 % 5,37 % - 6,16 % Memenuhi
– 86,253 %
Rongga dalam mineral 13,418 % 5,479 % - 6,5
Min 15 % Memenuhi
agregat (VMA)  16,618% %

Proses penetapan kadar aspal optimum (KAO) tertera pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Diagram Pemilihan Kadar Aspal Optimum

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 79
Dari Grafik 4.1 di atas, diperoleh kadar aspal optimum sebesar
5,78%. Selanjutnya, parameter hasil pengujian Marshall pada kadar
aspal optimum ditunjukkan dalam Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Parameter Hasil Uji Marshall pada Kadar Aspal Optimum

Uraian Hasil Spesifikasi Keterangan

Kadar rongga udara (VIM) 3,522 % 3–5% Memenuhi


Stabilitas Marshall 905,522 kg Min.600 kg Memenuhi
Kelelehan (Flow) 2,309 mm 2 – 4 mm Memenuhi

Bj Bulk 2,429 Maks.2,5 Memenuhi


Ruang terisi aspal (VIB) 78,907 % 75 – 82 % Memenuhi
Rongga dalam mineral agregat
15,133 % Min 15 % Memenuhi
(VMA)

Adanya selisih nilai kadar aspal optimum antara metode grafis


dan analitis disebabkan metode grafis tidak menggunakan range
pengujian kadar aspal yang sesuai dengan perhitungan, dan akurasi
dalam penggambaran diagram pemilihan KAO (Kadar Aspal
Optimum).

4.1.7 Kesimpulan
1) Dari grafik diagram pemilihan kadar aspal optimum diperoleh
kadar aspal optimum yaitu 5,78 %.

2) Secara analitis didapat kadar aspal optimum sebesar 6,401%.

Komposisi campuran AC yang digunakan:


Kadar Aspal Rancangan = 5,78 %
Batu Pecah Maks. 3
4 ” = 35 %
Batu Pecah Maks. 1
2 ” = 23 %
Pasir = 20 %
Abu Batu = 22 %

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 80
4.1.8 Saran

1) Pada saat pencampuran agregat dan aspal, perlu dijaga suhunya


karena jika suhu aspal turun, aspal menjadi lebih kental rongga-
rongga yang ada akan sulit terisi
2) Spesifikasi agregat harus diperhatikan untuk mengontrol rongga
udara campuran.
3) Penggunaan kadar aspal rencana untuk pembuatan briket
seharusnya tetap didasarkan pada hasil perhitungan kadar aspal
optimum menurut The Asphalt Institute dan telah
mempertimbangkan faktor penyerapan agregat.

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 81
4.2 Kadar Semen Aspal dengan Cara Ekstraksi
Standar Spesifikasi:
 (AASHTO T–164–74)

4.2.1 Pendahuluan
Pengujian ekstraksi berkaitan dengan pengendalian mutu, di
mana pengujian bermaksud bermaksud untuk memeriksa kadar aspal
pada suatu campuran yang telah digelar di lapangan dengan kadar
aspal optimum pada JMF.

4.2.2 Maksud
Maksud dari pengujian ekstrasi untuk menentukan kadar
semen aspal dalam beton aspal dengan cara melarutkan bagian-bagian
yang terlarut.

4.2.3 Tujuan
Tujuan dari pengujian ekstrasi adalah untuk mengetahui kadar
mineral tak larut yang terdapat pada beton aspal.

4.2.4 Bahan dan Peralatan


Bahan:
Campuran beton aspal sebanyak 1000 gram.
Peralatan:
1) Alat ekstraksi berkapasitas 1000 ml yang dilengkapi dengan
ekstraktor 1000 ml.
2) Kertas saring (Whatmen No. 1).
3) Timbangan.
4) Oven dengan temperatur (100) ºC.
5) Bensin sebagai pelarut.

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 82
4.2.5 Penyiapan benda Uji
Beton aspal dengan kadar semen aspal 6.5 % ditumbuk dan dilakukan
quatering sebanyak 1000 gram sebagai benda uji.

4.2.6 Prosedur Pengujian


1) Kertas saring ditimbang.
2) Benda uji dimasukkan ke dalam alat ekstraksi. Pelarut bensin
dialirkan ke dalam ekstraksi melalui pipa yang terhubung hingga
penuh.
3) Centrifuge dilakukan dengan pelan-pelan semakin lama kecepatan
bertambah sampai 3600 rpm atau sampai pelarut mengalir.
4) 200 ml bensin ditambahkan dan pekerjaan (2) diulangi sampai
pelarut menjadi jernih.
5) Kertas saring yang berisi mineral dipanaskan di dalam oven pada
temperatur (110+5)ºC sampai kering dan berat tetap, kemudian
benda uji ditimbang.

4.2.7 Perhitungan
Berat sampel (A) =1000 gram
Berat sampel + Cawan + filter sesudah
diekstrak (kering oven) (B) = 1077,2 gram
Berat kertas saring ( filter paper ) (C) = 25 gram
Berat Cawan (D) = 120 gram

Berat mineral agregat E = B – C – D (E) = 932,2 gram


Berat semen aspal F =A–E (F) = 67,8 gram
Kadar semen aspal G = ( F/A ) x 100% (G) = 6,78 %

4.2.8 Analisis Data


Kadar aspal hasil ekstraksi memenuhi syarat karena selisih
antara kadar aspal setelah ekstraksi dan kadar aspal awal adalah
sebesar 6,78 %  6,5 % = 0,28 % (toleransi selisih yang diizinkan
0,3 %).

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 83
4.2.9 Kesimpulan

Pengujian ekstraksi menggunakan briket campuran aspal


dengan kadar 6,5% dan diperoleh kadar aspal sebesar 6,78%. Selisih
antara nilai kadar aspal yang ditetapkan dengan hasil pengujian
ekstraksi adalah 0,28% sehingga angka tersebut masuk dalam batas
toleransi 0,3%.

4.2.10 Saran
1) Benda uji yang dipersiapkan harus bersih dari kotoran sehingga
tidak mempengaruhi berat penimbangan.
2) Penimbangan dan pengukuran benda uji harus dilakukan dengan
baik dan teliti.

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 84
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Pemeriksaan dan Pengujian Aspal
Berdasarkan pengujian aspal yang dilakukan, diperoleh hasil
pengujian seperti yang tercantum pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1 Hasil Pengujian Aspal

STANDAR KET.
PENGUJIAN HASIL SPESIFIKASI SATUAN
UJI
Penetrasi T – 49 64,9 60 – 70 mm Memenuhi
Titik Lembek T – 53 55,5 48 – 58 o
C Memenuhi
Tidak
Titik Nyala T – 48 296 Min. 200 o
C
Diketahui
Kelarutan dalam Tidak
T – 44 80,89 Min. 99 %
CCl4 Memenuhi
110
Daktilitas T – 51 Min. 100 cm Memenuhi
(belum putus)
Berat Jenis T – 228 1,0635 Min. 1 Memenuhi

Hasil pemeriksaan dan pengujian aspal menunjukkan bahwa


aspal yang diuji tidak memenuhi spesifikasi pada pengujian kelarutan
dalam larutan CCL4 karena diperoleh nilai kelarutan aspal dalam
CCL4 sebesar 99,2% sehingga tidak memenuhi spesifikasi kelarutan
minimum 99%.

Pada pengujian titik nyala tidak terdapat nyala api, meskipun


hasil pengujian pada titik nyala tidak diketahui, namun berdasarkan
pengujian lainnnya aspal tetap digunakan sebagai bahan pengikat
dalam campuram beton aspal.

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 85
5.1.2 Pemeriksaan dan Pengujian Agregat

Berdasarkan pengujian agregat yang dilakukan, diperoleh hasil


pengujian seperti yang tercantum pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2 Hasil Pemeriksaan dan Pengujian Agregat


STANDAR KET.
PENGUJIAN HASIL SPESIFIKASI SATUAN
UJI
A. Pemeriksaan
Berat Jenis dan
Penyerapan
Maks Maks
Agregat Kasar
3/4" 1/2"
Berat Jenis (Bulk) T – 85 2,556 2,679 Min. 2,5 Memenuhi
Berat Jenis SSD T – 85 2,623 2,732 Min. 2,5 Memenuhi
Berat Jenis Semu T – 85 2,723 2,828 Min. 2,5 Memenuhi
Penyerapan Agregat
T – 85 2,620 1,962 Max. 3,0 % Memenuhi
Terhadap Air
Abu
Agregat Halus Pasir
Batu
Berat Jenis (Bulk) T – 84 2,538 2,592 Min. 2,5 Memenuhi
Berat Jenis SSD T – 84 2,732 2,755 Min. 2,5 Memenuhi
Berat Jenis Semu T – 84 3,149 3,095 Min. 2,5 Memenuhi
Penyerapan Agregat Tidak
T – 84 7,643 6,270 Max. 3,0 %
Terhadap Air Memenuhi
B. Pemeriksaan
Gradasi
Komposisi Prosentase
Agregatkasar ¾” 35 % Memenuhi
Agregatkasar ½” SK-SNI M- 23 % Memenuhi
Pasir 08-1989-F 20 % Memenuhi
Abu Batu 22 % Memenuhi

Grafik 5.1 Grafik KombinasiAgregat

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 86
STANDAR KET.
PENGUJIAN HASIL SPESIFIKASI SATUAN
UJI
C. Pemeriksaan
Kelekatan
T-182 99 95 % Memenuhi
Agregat terhadap
Aspal

Seluruh hasil pengujian dan pemeriksaan agregat memenuhi


spesifikasi sehingga agregat yang diuji dapat digunakan sebagai bahan
campuran beton aspal.

5.1.3 Pemeriksaan dan Pengujian Bahan Campuran


Berdasarkan pemeriksaan bahan campuran yang dilakukan,
diperoleh hasil pemeriksaan seperti yang tercantum pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3 Hasil Pemeriksaan dan Pengujian Bahan Campuran

Uraian Pemeriksaan Hasil Spesifikasi Satuan Ket.


UJI MARSHALL
Kadar Aspal Optimum (KAO) 5,78 4–7 % Memenuhi
Kadar Rongga Udara (VIM) 3,522 3–5 % Memenuhi
Stabilitas 905,522 Min. 600 kg Memenuhi
Kelelehan (Flow) 2,309 2–4 mm Memenuhi
Rongga Terisi Aspal (VIB) 78,907 75 – 82 % Memenuhi
Berat Jenis Bulk 2,429 Max. 2,5 - Memenuhi
Rongga dalam mineral agregat 15,133 Min. 15 % Memenuhi
(VMA)
UJI EKSTRAKSI
Selisih Kadar Aspal Hasil
Ekstraksi dengan Kadar Aspal 0,28 Maks. 0,3 % Memenuhi
Awal

Menurut hasil pemeriksaan bahan campuran yang terdapat


pada Tabel 4.4, seluruh mata pengujian meliputi uji Marshall dan uji
ekstraksi memenuhi spesifikasi.

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 87
5.2 Saran

Untuk mendapatkan hasil pengujian material dan campuran aspal beton


yang sesuai dengan standar yang ditentukan, sebaiknya pengujian dilaksanakan
dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1) Pelaksanaan pengujian dilakukan sesuai dengan tata cara dan prosedur yang
benar.
2) Alat uji yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan yang ada.
3) Pengujian dilaksanakan dengan teliti.
4) Alat uji sebaiknya selalu dikalibrasi.

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN


KELOMPOK II REGULER 2 88

Anda mungkin juga menyukai