Nama Mahasiswa : Dania Galuh W Tanggal Pemeriksaan : 10 April 2018
NPM : 16517937 Nama Asisten : Ainul K. A
Kelas : 1PA13 Paraf Asisten :
1. Percobaan : Pendengaran dan Keseimbangan
Nama Percobaan : Percobaan Rinne Nama Subjek Percobaan : Dania Galuh Wardani Tempat Percobaan : Laboratorium Psikologi Faal a. Tujuan Pecobaan : Untuk membuktikan bahwa transmisi melalui udara lebih baik dari pada tulang. b. Dasar Teori : Menurut Putra dan Tirtayasa (2014), Tes rinne digunakan untuk membandingkan ambang hantaran tulang dengan hantaran udara. Terdapat dua hasil pada tes rinne yaitu rinne positif dan rinne negatif. Interpretasi rinne positif adalah hantaran udara lebih baik dari hantaran tulang, dan ini merupakan hasil tes yang normal. rinne negatif terjadi pada tuli konduksi, dimana interpretasinya adalah hantaran tulang lebih baik dari hantaran udara. Menurut Satyanegara (2010), Tes Rinne membandingkan konduksi tulang dengan konduksi udara. Pada pasien normal atau tuli saraf, akan didapatkan konduksi udara lebih baik dari pada tulang. Pada pasien tuli konduktif, konduksi tulang lebih baik dari pada udara. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan garputala yang dibunyikan dan ujung pangkalnya diletakkan pada tulang mastoid penderita. Pasien diminta untuk mendengarkan bunyinya. Apabila bunyi sudah tidak terdengar maka garputala didekatkan ke liang telinga. Bila masih terdengar bunyi maka konduksi udara lebih baik dari tulang (Rinne Positif). Menurut Zubaidah, Mahanal, Yuliati, Pangestuti, Puspitasari, Robitah, et. al. (2017), Bunyi garputala menuju telinga dihantarkan oleh rapatan dan regangan partikel-partikel udara. Pada bunyi keluar dari garputala, langsung akan menumbuk molekul-molekul udara. Molekul udara ini akan menumbuk udara disebelahnya yang mengakibatkan terjadinya rapatan dan regangan, demikian seterusnya sampai ke telinga. c. Alat yang Digunakan : Garputala d. Jalannya Percobaan : 1.1 Cara kerja percobaan rinne dari puncak kepala ke depan lubang telinga. Suatu garputala yang sedang bergetar ditempatkan dengan tangkainya pada puncak kepala praktikan, sampai getaran nadanya berhenti. Setelah berhenti getarannya, garputala tersebut langsung diletakkan didepan lubang telinga praktikan, maka nada dari garputala tersebut masih terdengar. 1.2 Cara kerja percobaan rinne dari tulang belakang telinga ke depan lubang telinga. Suatu garputala yang sedang bergetar ditempatkan dengan tangkainya pada tulang dibelakang telinga (processus mastoidus) sampai nadanya tidak terdengar lagi. Setelah berhenti getarannya, garputala tersebut langsung diletakkan didepan lubang telinga praktikan, maka nada dari garputala tersebut masih terdengar. e. Hasil Percobaan : 1.1 Cara kerja percobaan rine dari puncak kepala ke depan lubang telinga. Hasil Praktikan : o Masih terdengar getaran garputalanya. 1.2 Cara kerja percobaan rine dari tulang belakang telinga ke depan lubang telinga. Hasil Praktikan : o Masih terdengar getaran garputalanya. Hasil Sebenarnya : 1. Suara nada garputala yang sudah tidak terdengar ketika ditempatkan dipuncak kepala, masih tetap terdengar ketika garputala itu ditempatkan dilubang telinga. 2. Suara nada garputala yang sudah tidak terdengar ketika ditempatkan dibelakang telinga, masih tetap terdengar ketika garputala itu ditempatkan didepan lubang telinga. a. Semangkin besar garputala makin berat suaranya. b. Garputala dan telinga sejajar hantaran suaranya bagus. c. Pada orang tua elastisitas membrane timpani kurang bagus, sehingga terkadang indra pendengarannya kurang berfungsi dengan baik. f. Kesimpulan : Berdasarkan dengan dasar teori yang terkait dapat di simpulkan bahwa apa yang saya praktikan, berkaitan dengan teori dari Satyanegara yang mengatakan transmisi udara lebih baik dari pada tulang. Dan untuk mengetahuinya apakah pendengaran masih baik atau tidak, dapat dilakukan dengan cara tes rinne dengan menggunakan alat garputala. g. Daftar Pustaka : Putra, D., dan Tirtayasa, K. (2014). Tajam dengar pada pekerja klub malam full musik. Jurnal Medika Udayana, 3, 582-592. Satyanegara. (2010). Ilmu bedah saraf edisi IV. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Zubaidah, S., Mahanal, S., Yuliati, L., Pangestuti, A. A., Puspitasari, D. R., Robitah, A., et. al. (2017). Ilmu pengetahuan alam smp/mts. Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. 2. Percobaan : Indra Pendengaran dan Keseimbangan Nama Percobaan : Tempat Sumber Bunyi Nama Subjek Percobaan : Dania Galuh Wardani Tempat Percobaan : Laboratorium Psikologi Faal a. Tujuan Percobaan : Untuk menentukan sumber bunyi b. Dasar Teori : Menurut Pinel (2009), Lokalisasi bunyi diruangan dimediasi oleh superior olives lateral dan medial, tetapi dengan cara-cara yang berbeda. Bila bunyi itu berasal dari bagian kiri seseorang, pertama-tama ia mencapai telinga kiri, dan terdengar lebih keras ditelinga kiri. Sebagian neuron didalam medial superior olives merespon perbedaan tipis dalam waktu datangnya sinyal-sinyal dari kedua telinga, sementara sebagian neuron dalam lateral superior olives merespons perbedaan tipis dalam amplitudo bunyi- bunyi dari kedua telinga. Menurut Puspitawati, Hapsari dan Suryaratri (2014), Manusia dapat menentukan lokasi sumber suara (apakah di depan atau dibelakang). Neuron dengan selektif dapat membedakan arrival times dari suara pada telinga kanan atau kiri → dapat mengetahui lokasinya (bahkan dalam keadaan mata tertutup). Terdapat tiga fungsi utama pendengaran pada manusia, yaitu untuk mendeteksi suara, menentukan lokasi sumber suara dan mengidentifikasikan pola suara tersebut. Perseption of environmental sounds merupakan persepsi tentang indentifikasi pola suara. Daerah korteks yang mengaturnya terletak di hemisfer kiri tepatnya di lobus temporal. Menurut Sunaryo (2002), Didalam telinga terdapat dua reseptor sensorik untuk pendengaran dan keseimbangan. Proses pengamatan suara melalui tiga bagian ditelinga. Bagian-bagian telinga tersebut, yaitu : a. Telinga bagian luar (Acusticus externus), sebagai tempat penerima stimulus yang terdiri dari daun telinga (Auricle) dan saluran telinga luar (Meatus acusticus externus). Bagian yang memisahkan telinga luar dan tengah disebut gendangan telinga (membrane timpani). b. Telinga bagian tengah (Acusticus medialis), berfungsi meneruskan stimulus ke telinga bagian dalam. c. Telinga bagian dalam (Acusticus internus), merupakan reseptor saraf penerima rangsangan suara yang berbentuk labirin. Proses pengamatan suara : Sumber suara auricular meatus acusticus externus menggetarkan membrane timpani menggerakkan tulang-tulang pendengaran : malleus, incus dan stapes menggetarkan perilimfe dalam scala vestibule dan scala timpani menggetarkan endolimfe pada scala media menggetarkan membrane basalis merangsang sel-sel berambut (organ corti) ke otak kemudian kita mendengar. c. Alat yang Digunakan : Pipa Karet d. Jalannya Percobaan : Praktikan diberi instruksi oleh asisten lab untuk memegang pipa karet yang telah disediakan untuk ditempatkan di depan lubang telinga. Lalu praktikan menebak suara yang didengar dari pipa karet yang telah ditekan dari arah kanan, kiri dan tengah oleh asisten lab. e. Hasil Percobaan : Hasil Praktikan : o Benar = 2 o Salah =1 Yang saya jawab, ( kanan – kanan – kiri) Hasil Sebenarnya : 1. Kalau masih bisa membedakan kanan- kiri Normal. 2. Membedakan bagian tengah cukup sulit. f. Kesimpulan : Berdasarkan dengan dasar teori yang terkait dapat di simpulkan bahwa apa yang saya praktikan, berkaitan dengan teori dari Puspitawati, Hapsari dan Suryaratri yang mengatakan Manusia dapat menentukan lokasi sumber suara (apakah di depan atau dibelakang). Neuron dengan selektif dapat membedakan arrival times dari suara pada telinga kanan atau kiri. Dan ini telah terbukti karena praktikan telah mencoba langsung dan hasilnya praktikan bisa membedakan sumber bunyi tersebut. g. Daftar Pustaka : Pinel, J. P. (2009). Biopsychology. Boston : Allyn and Bacon. Puspitawati, I., Hapsari, I. I., dan Suryaratri, R. D. (2014). Psikologi Faal. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset. Sunaryo, M. (2002). Psikologi untuk keperawatan. Jakarta : EGC. 3. Percobaan : Indra Pendengaran dan Keseimbangan Nama Percobaan : Pemeriksaan ketajaman pendengaran Nama Subjek Percobaan : Dania Galuh Wardani Tempat Percobaan : Laboratorium Psikologi Faal a. Tujuan Percobaan : Untuk memeriksa ketajaman pendengaran b. Dasar Teori : Menurut Ganong (2008), Suara adalah sensasi yang timbul apabila getaran longitudinal molekul di lingkungan eksternal, yaitu fase pemadatan dan pelonggaran molekul yang terjadi secara bergantian mengenai membran timpani. Gelombang berjalan melalui udara dengan kecepatan sekitar 344 m/det (770 mil/jam) pada 20o C setinggi permukaan laut. Menurut Pinel (2009), Fungsi sistem auditori adalah memersepsi bunyi atau lebih tepatnya, persepsi tentang objek- objek dan kejadian-kejadian melalui bunyi yang mereka timbulkan. Bunyi adalah vibrasi molekul-molekul udara yang menstimulasi sistem auditori. Manusia hanya mendengar vibrasi molekuler antara 20 sampai 20.000 hertz. Menurut Delp dan Manning (1986), Jarak dari telinga, dimana detik arloji normal masih dapat didengar berbeda- beda, rata-rata berkisar antara 5 sampai 15 inci. Pemeriksaan dengan mempergunakan suara atau arloji hanya dapat dipercayai kalau sering melakukannya, baik pada orang yang pendengarannya normal, maupun orang yang pendengarannya mengalami gangguan. c. Alat yang Digunakan : Stopwatch d. Jalannya Percobaan : Praktikan diminta untuk mendengarkan bunyi dari stopwatch yang dibawa oleh asisten lab. Asisten lab akan menyetel stopwatch di telinga kanan dan kiri praktikan dan praktikan diminta untuk bilang berhenti jika sudah tidak mendengar bunyi dari stopwatch. e. Hasil Percobaan : Hasil Pratikan : Dari percobaan tersebut, dihasilkan bahwa ketajaman pendengaran telinga subjek yaitu, o Kanan : 29 cm o Kiri : 35 cm Hasil Sebenarnya : 1. Sangat dipengaruhi oleh kebisingan. 2. Rata – rata diatas 50 cm. 3. Biasanya telinga kanan lebih jauh dari telinga kiri (pengaruhnya pada otak kanan dan otak kiri). f. Kesimpulan : Berdasarkan dengan dasar teori yang terkait dapat di simpulkan bahwa apa yang saya praktikan, berkaitan dengan teori dari Delp dan Manning yang mengatakan bahwa jarak dari telinga, dimana detik arloji normal masih dapat didengar berbeda-beda, rata-rata berkisar antara 5 sampai 15 inci. Dan ini sesuai dengan hasil praktikan. g. Daftar Pustaka : Ganong, W. F. (2008). Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta : EGC. Pinel, J. P. (2009). Biopsychology. Boston : Allyn and Bacon. Delp, M. H., dan Manning, R. T. (1996). Major diagnosis fisik. Jakarta : EGC. 4. Percobaan : Indera Pendengaran dan Keseimbangan Nama Percobaan : Keseimbangan Nama Subjek Percobaan : Dania Galuh Wardani Tempat Percobaan : Laboratorium Psikologi Faal a. Tujuan Percobaan : Untuk memahami bahwa cairan endolimph dan perilimph yang terdapat pada telinga bila bergejolak (goyang) akan menyebabkan keseimbangan seseorang terganggu. Memahami bahwa keseimbangan yang terganggu mudah dikembalikan seperti sediakala, melihat adanya nistagmus. b. Dasar Teori : Menurut Pinel (2009), Sistem vestibuler membawa informasi tentang arah dan intensitas gerakan kepala, yang membantu kita dalam mempertahankan keseimbangan. Menurut Ferdinand dan Ariebowo (2007), Di dalam kanalis semisirkularis terdapat cairan dan rambut getar yang berfungsi sebagai alat pengenal posisi sehingga kita dapat menjaga keseimbangan tubuh. Selain itu, didalam saluran ini juga terdapat suatu protein dan kalsium karbonat yang ikut menentukan posisi tubuh, yaitu otolit. Bersama dengan cairan yang berada didalam kanalis semisirkularis, otak dapat memahami posisi tubuh kita dan mempertahankan keseimbangan posisi tubuh. Menurut Ganong (2008), Gerakan menyentak khas pada mata yang tampak pada saat awal dan akhir periode rotasi disebut nistagmus. Gerakan ini sebenarnya merupakan refleks yang mempertahankan fiksasi penglihatan di titik-titik yang diam sementara tubuh berputar, walaupun gerakkan ini tidak dicetuskan oleh implus penglihatan dan terjadi pada orang buta. Sewaktu rotasi dimulai, mata bergerak lambat dalam arah berlawanan dengan arah rotasi, untuk mempertahankan fiksasi penglihatan (refleks vestibule-okular, VOR). Bila batas gerakan ini tercapai, mata dengan cepat akan berputar kembali ke titik fiksasi baru lalu kembali bergerak lambat ke arah lain. Komponen lambat dicetuskan oleh impuls dari labirin, komponen cepat dicetuskan oleh pusat dibatang otak. Nistagmus sering bersifat horizontal (yaitu mata bergerak kedalam bidang horizontal), tetapi nistagmus juga dapat bersifat vertikal, bila kepala direbahkan ke sisi selama rotasi atau berputar bila kepala menengok ke bawah. c. Alat yang digunakan : Tidak menggunakan alat percobaan. d. Jalannya Percobaan : 4.1 Cara kerja Kedudukan Kepala dan Mata normal Praktikan diminta oleh asisten lab untuk berdiri, lalu praktikan disuruh untuk berjalan lurus kedepan dan jangan lupa untuk memutarkan badan dan kepala ke kanan atau ke kiri. Setelah berputar praktikan berjalan lurus dengan kepala yang menengok ke sebelah kanan atau kiri. Dan catat hasilnya dikertas, apa yang praktikan rasakan. 4.2 Cara kerja Canalis Semisirkularis Horizontalis Praktikan diminta oleh asisten lab untuk berdiri, lalu praktikan di putar oleh asiten lab sebanyak tiga kali, setelah selesai diputar praktikan disuruh untuk berjalan ke depan ke arah kakak asisten lab, setelah sampai di kakak asisten lab praktikan di putar kembali sebanyak tiga kali lalu berjalan kembali ke tempat semula. Setelah selesai praktikan diminta oleh asisten lab untuk mencatat hasil yang dirasakannya. 4.3 Cara kerja nistagmus Praktikan berdiri dengan posisi tangan menyilang, misalnya tangan kanan memegang telinga kiri dan tangan kiri memegang lutut bagian kanan. Setelah itu posisi praktikan ruku atau membungkuk. Kemudian praktikan diputar sebanyak tiga kali. Lalu praktikan disuruh oleh asisten lab untuk berjalan kedepan dan praktikan mencatat apa yang dirasakannya. e. Hasil Percobaan : 4.1. Cara kerja Kedudukan Kepala dan Mata normal Hasil Praktikan : o Rada pusing dan mengurangi keseimbangan tubuh. Hasil Sebenarnya : 1. Dalam sikap tubuh biasa, praktikan dapat berjalan lurus atau tidak mengalami kesulitan. 2. Dalam sikap tubuh dengan muka dibuang ke kanan atau ke kiri praktikan tidak dapat berjalan lurus biasanya berjalan ke kiri atau ke kanan. 4.2. Cara kerja Kanalis Semisirkularis Horizontalis Hasil Praktikan : o Pusing dan kehilangan keseimbangan saat jalan Hasil Sebenarnya : a. Percobaan 1 : biasanya mengalai kesulitan berjalan lurus Normal, karena cairan endolimph dan perilimph terganggu atau bergejolak. b. Percobaan 2 : biasanya tidak terlalu mengalai kesulitan untuk berjalan lurus seperti percobaan pertama karena cairan endolimph dan perilimph normal kembali. 4.3. Cara kerja Nistagmus Hasil Praktikan : o Pusing dan kehilangan keseimbangan. Hasil Sebenarnya : 1. Biasanya pandangan jadi kabur atau berkunang-kunang. 2. Apa yang dilihat menjadi berputar-putar. f. Kesimpulan : Berdasarkan dengan dasar teori yang terkait dapat disimpulkan bahwa apa yang saya praktikan berkaitan dengan teori Ganong yang mengatakan Gerakan nistagmus sebenarnya merupakan refleks yang mempertahankan fiksasi penglihatan di titik-titik yang diam sementara tubuh berputar. Dan menyebabkan kesimbangan menghilang. a. Daftar Pustaka : Pinel, J. P. J. (2009). Biopsychology. Boston : Allyn and Bacon. Ganong, W. F. (2008). Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta : EGC. Ferdinand, F., Ariebowo, M. (2007). Praktis belajar biologi. Jakarta : Visindo Media Persada. Notes : 1. Telinga dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: bagian luar, bagian tengah, dan bagian dalam. 2. Bagian luar : daun telinga, cuping telinga, liang telinga, membrane timpani. 3. Bagian tengah : M.I.S (Maleus, Incus, Stapes) atau MALAS (Martil, Landasan, Sangundi). 4. Bagisn dalam : Rumah siput (cochlea) ada dua macam cairan yaitu, endolimph dan perilimph yang membuat kita seimbang ketika berjalan. 5. Pada telinga bagian dalam terdiri dua ruangan yang berhubungan satu dengan yang lain, ruangan tersebut tidak teratur dan disebut labyrinth. 6. Labyrinth ada dua yaitu : a. Labyrintus assesus atau dinding tulang terdiri dari serambi atau vestibulumi, saluran gelung ataucanalis semisirkularis, dan rumah siput atau cochlea. b. Labyrintus membranicus atau membrane terdiri dari sacula, otricula, 3 buah saluran gelung, dan rumah siput yang merupakan bagian yang berhubungan dengan sacula dan otricula. c. Saraf kranial auditorius