DEFINISI KONFORMITAS
Konformitas (conformity) adalah perubahan perilaku seseorang yang terjadi
karena pengaruh orang lain yang nyata ataupun yang diimajinasikan.
Morton Deutsch dan Harold Gerard (1955) mengajukan dua tipe pengaruh sosial yang
menyebabkan konformitas, yaitu informasional dan normatif.
Ilustrasi
Eksperime Muzafer Sherif (1936): Efek Otokinetik
Efek otokinetik: cahaya yang diam di dalam ruang yang gelap nampak seperti bergerak-
gerak, karena mata kita tidak memiliki titik referensi dari objek lainnya.
Fase 1: Subjek duduk sendiri di ruang gelap, diminta fokus memperhatikan satu
titik bercahaya yang jaraknya 15 kaki. Eksperimenter meminta subjek
mengestimasi (memperkirakan) seberapa jauh titik cahaya itu bergerak-
gerak. Dalam fase ini estimasi subjek bervariasi: ada yang memperkirakan
bergerak-gerak sejauh 2 inci, 4 inci, 10 inci dsb.
Fase 2: Beberapa hari setelah Fase 1, subjek dipasangkan dengan dua orang lain
yang sama-sama memiliki pengelaman diminta mengestimasi gerakan
titik cahaya secara sendirian. Meskipun awalnya masing-masing memiliki
estimasi yang berbeda, namun setelah beberapa kali akhirnya tiap-tiap
kelompok memiliki estimasi yang sama mengenai seberapa jauh titik
cahaya itu bergerak-gerak. Masing-masing menyetujui estimasi dari
kelompoknya.
Hasil eksperimen ini menunjukkan bahwa tiap-tiap orang menjadikan orang
lain sebagai sumber informasi, dan menganggap bahwa estimasi kelompok
Penelitian Lanjutan
Hasil penelitian Sherif diperluas dengan penelitian lain dengan situasi yang lebih
kongkrit daripada eksperimen Sherif. Misalnya eksperimen Baron, Vandello, &
Brunsman (1996) yang memberikan tugas subjek untuk mengidentifikasi pelaku
kejahatan, yang ditampilkan menggunakan slide (seperti menjadi saksi mata
tindak kejahatan nyata).
Hasilnya tetap sesuai dengan hasil penelitian Sherif, menunjukkan bahwa dalam
situasi yang ambigu (kurang pasti), banyak subjek yang cenderung mengikuti
jawaban orang-orang lain dalam kelompok, meskipun jawaban tersebut salah.
Kecenderungan sepertin ini tentu saja berisiko, karena keputusan kita tidak
akurat.
Seperti telah kita pelajari, dalam situasi yang kabur, sangat mungkin orang-
orang hanya bersandar pada interpretasi dari orang lain. Padahal, dalam situasi
yang sangat kabur dan kacau, orang-orang lain juga tidak memiliki informasi
yang akurat seperti kita. Bila orang lain menerima informasi yang salah, kita
mengadopsi kesalahannya dan juga menjadi salah interpretasi.
Contoh ekstrim konformitas informasional yang salah arah seperti itu adalah
mass psychogenic illness (Bartholomew & Wessely, 2002; Colligan, Pennebaker, &
Murphy, 1982).
Mass psychogenic illness : Suatu kejadian dalam sekelompok orang, suatu gejala
fisik yang sama, tanpa penyebab fisik yang dikenali.
Sebagai contoh, pada tahun 1998 seorang guru di Tenessee USA melaporkan bau
bensin (gasoline) di kelasnya; dengan cepat ia mengalami sakit kepala, mual,
sesak nafas, dan pusing. Setelah kelas ibu guru itu dievakuasi, orang-orang lain
di sekolah itu melaporkan gejala yang sama. Maka diputuskan untuk
mengevakuasi semua kelas. Semua orang menyaksikan ibu guru itu dan
beberapa murid dievakuasi dengan ambulance. Tenaga-tenaga ahli setempat
tidak menemukan adanya masalah di sekolah tersebut. Aktivitas kelas dimulai
lagi --- dan ada beberapa orang lagi yang melaporkan rasa sakit. Maka para ahli
dari beberapa negara bagian bersama-sama menyelidiki keadaan lingkungan
dan epidemi di sekolah tsb. Hasilnya, sekali lagi tidak ditemukan adanya
Social norms : Aturan yang implisit atau eksplisit yang dimiliki oleh suatu
kelompok, mengenai perilaku, nilai-nilai, dan keyakinan yang diterima oleh
anggota-anggotanya.
Pengaruh sosial normatif : Pengaruh dari orang lain yang mengakibatkan kita
melakukan konformitas dalam rangka untuk disukai dan diterima oleh
mereka. Jenis konformitas ini menghasilkan kerelaan masyarakat mengikuti
keyakinan dan perilaku kelompoknya, tanpa perlu ada penerimaan secara
pribadi terhadap keyakinan dan perilaku tsb.
Ilustrasi
Eksperimen Asch (1951; 1956)
1 2 3
GARIS STANDAR GARIS PEMBANDING
Berikut ini uraian lebih rinci yang berkaitan dengan social impact theory:
1. Ketika anggota kelompok berjumlah 3 orang atau lebih
________________________________________________________________________
Sumber:
Aronson, E., Wilson. T.D., & Akert, R.M. (2007). Social Psychology (6 th edition).
Singapore: Pearson Prentice Hall
Ini berbeda dengan conformity yang berarti reson terhadap tekanan yang tidak
langsung, respon terhadap tekanan yang dirasakan oleh individu tanpa adanya
perintah langsung.
Contoh:
Bila dalam suatu acara kita memutuskan untuk mengenakan pakaian resmi
karena mengira orang-orang lain juga demikian dan kita tidak ingin nampak
berbeda dengan orang lain, ini berarti conformity.
Bila seseorang meminta kita mengenakan pakaian resmi agar tidak nampak
berbeda dengan orang lain, dan kita mengabulkannya, ini berarti compliance.
Ketika seorang penjual menawarkan suatu barang dan kita setuju membelinya,
ini juga berarti compliance.
Ada istilah yang dekat artinya dengan the door-in-the-face effect, yaitu teknik
that’s not all (Burger, 1986).
Misalnya, situasi ketika kita sedang duduk di rumah dan mendengar suara
ketukan di pintu. Sepasang siswa SMU menawarkan lilin untuk mendapatkan
dana bagi tour yang direncanakan sekolah mereka. “Kami menjual lilin harganya
3$ per lilin”, kata siswa pria. Sebelum kita berkesempatan menjawab, siswa
wanita langsung menimpali mengatakan bahwa untuk kita diperbolehkan
membeli dengan harga 2$. Menurut penelitian Jerry Burger (1986), situasi ini
lebih memungkinkan kita membeli lilin itu daripada ketika kepada kita langsung
ditawarkan harga 2$.
Perbedaan utama antara the door-in-the-face effect dan that’s not all :
Pada the door-in-the-face effect subjek berkesempatan untuk menolak; sedangkan
pada that’s not all tawaran yang lebih menarik diberikan sebelum terjadi respon
menolak atau menerima. Hasil penelitian Burger menemukan bahwa that’s not all
lebih efektif menimbulkan compliance daripada the door-in-the-face effect.
Bentuk Dasar
Coercive power Kemampuan agen untuk memberikan hukuman
Reward power Kemampuan agen untuk memberikan ganjaran
Expert power Keyakinan target bahwa agen memiliki pengetahuan,
kemampuan, atau keahlian yang tinggi
Legitimate power Target yakin bahwa agen memiliki otoritas untuk
memerintah dan mengambil keputusan
Reverent power Target mengidentifikasi dengan ketertarikan atau hormat
terhadap agen
Ada orang yang merasa yakin memiliki kendali yang besar terhadap perilakunya
sendiri, namun sebaliknya juga ada orang yang merasa tidak yakin bahwa
dirinya memiliki kendali yang besar terhadap perilakunya sendiri. Demikian
pula theorists (para pengembang teori), berbeda-beda pandangan dalam isu
personal control ini.
(a) Pandangan humanistik: bersandar pada asumsi bahwa kita mengendalikan
hampir sepenuhnya terhadap apa yang kita lakukan
Handout Psi Sosial II: PENGARUH SOSIAL/ M.M. Nilam Widyarini 16
(b) B.F. Skinner dan pengikutnya (behavioris): memandang bahwa stimulus
lingkungan yang mengendalikan perilaku kita, yaitu bahwa kita
dikendalikan oleh rewards dan punishment dari lingkungan, dan bahwa
personal control hanyalah imajinasi.
(c) Psikologi Sosial mengambil posisi di antara pandangan umanistik dan
beavioris
2. Learned Helplessness
Keyakinan kita terhadap personal control bersandar pada kenyataan bahwa
apa yang diperoleh (outcomes) dapat diprediksi. (Catatan: isu-isu predictability
dan control berhubungan sangat erat). Namun demikian, bagaimanapun
terdapat situasi dimana terjadi prinsip noncontingency: perilaku-perilaku yang
sama tidak selalu menghasilkan outcomes yang sama, yaitu ketika seseorang
mengalami outcomes yang tidak diharapkan. Martin Seligman (1975)
mendefinisikan learned helplessness sebagai suatu keyakinan bahwa outcomes
(apa yang diperoleh) seseorang tidak tergantung pada tindakan-tindakannya.
3. Self-induced Dependence
Outcomes yang tidak dapat dikendalikan merupakan sumber perasaan
kehilangan kendali. Di samping itu terdapat pula situasi yang dapat
menimbulkan semacam illusion of incompetence (ilusi ketidakkompetenan)
________________________________________________________________________
Sumber:
Deaux, K., Dane, F.C., Wrightsman L.S. (1993). Social Psychology in the “90s. Pacific
Grove: Brooks/Cole Publishing Company.