MANAJEMEN PRODUKSI
1PENDAHULUAN
A. TUJUAN
1. Memberikan pengenalan dan wawasan tentang sistem produksi dan
manajemen produksi serta ukuran kinerjanya.
2. Memberikan pengetahuan tentang keputusan yang perlu dilakukan di
dalam manajemen produksi serta ruang lingkupnya.
3. Memberikan pengetahuan tentang kaitan antara strategi bisnis /
korporasi dengan strategi operasi
B. PENGANTAR
Didalam suatu unit usaha dikenal adanya berbagai macam fungsi yang
saling berkaitan antara yang satu dengan lainnya, diantaranya terdapat tiga
fungsi pokok yang selalu dijumpai yaitu :
1. Pemasaran (marketing) yang merupakan ujung tombak dari unit
usaha, sebab bagian ini langsung berkaitan dengan konsumen.
Keterkaitan ini dimulai dari identifikasi kebutuhan konsumen (jenis dan
jumlahnya) maupun pelayanan dan pengantaran produk ketangan
konsumen.
2. Keuangan (finance) yang bertanggung jawab atas perolehan dana
guna pembiayaan aktivitas unit usaha serta pengelolaan dana secara
ekonomis sehingga kelangsungan dan perkembangan unit usaha
dapat dipertahankan.
3. Produksi (operasi) yang merupakan penghasil dari produk atau jasa
yang akan dipasarkan kepada konsumen.
Mata kuliah ini mencoba membahas tentang manajemen produksi. Pada sesi
pembuka ini akan dibahas tentang pengertian sistem produksi,
karakteristiknya begitu juga tentang manajemen produksi dan pengukuran
kinerja. Selain itu akan dibahas pula tentang ruang lingkup keputusan yang
perlu diambil serta strategi operasi yang merupakan penjabaran dari strategi
bisnis / korporasi.
I. SISTEM PRODUKSI
Pada masa lalu pengertian produksi hanya dikaitkan dengan unit usaha
fabrikasi yaitu yang menghasilkan barang – barang nyata seperti mobil,
perabot, semen dsb, namun pengertian produksi pada saat ini menjadi
semakin meluas. Produksi sering diartikan sebagai aktivitas yang ditujukan
untuk meningkatkan nilai masukan (input) menjadi keluaran (output). Dengan
demikian maka kegiatan usaha jasa seperti dijumpai pada perusahaan
angkutan, asuransi, bank, pos, telekomunikasi, dsb menjalankan juga
kegiatan produksi. Secara skematis sistem produksi dapat digambarkan sbb:
Material PROSES Barang
Manusia TRANSFORMASI
Modal PRODUKSI Jasa
Energi
INPUT OUTPUT
Gambar 1.: Skema Sistem Produksi
BLest 1 dari 132
Manajemen Produksi
Ada sekurang – kurangnya 4 perbedaan pokok antara usaha jasa dan usaha
pabrikasi, yaitu :
a. Dalam unit usaha pabrikasi keluarannya merupakan barang real
sehingga produktovitasnya akan lebih mudah diukur bila dibandingkan
dengan unit usaha jasa yang keluarannya berupa pelayanan
b. Kualitas produk yang dihasilkan dari usaha pabrikasi lebih mudah
ditentukan standarnya
c. Kontak langsung dengan konsumen tidak selalu terjadi pada usaha
pabrikasi sedangkan pada usaha jasa kontak langsung dengan
konsumen merupakan suatu yang tidak dapat dielakkan
d. Tidak akan dijumpai adanya persediaan akhir di dalam usaha jasa
sedang dalam usaha pabrikasi adanya persediaan sesuatu yang sulit
dihindarkan.
Karakteristik umum dari ketiga jenis transformasi ini dapat dilihat pada
gambar 2, berikut ini :
Volume Produksi
Skill Karyawan
Lay Out
1. Ongkos Produksi
Bila dikaitkan dengan tujuan suatu sistem usaha, maka ukuran kinerja
sering diukur dengan keuntungan yang dapat dicapai, namun seperti
diuraikan diatas bahwa sistem produksi hanyalah salah satu dari sub
sistem yang ada dalam suatu sistem usaha, sehingga untuk mengukur
seberapa besar kontribusi sistem operasi di dalam pencapaian
keuntungan bukanlah hal yang mudah. Oleh sebab itu untuk
mengukur kinerja sistem produksi diambil ukuran waktu operasi
tertentu (biasanya dalam waktu satu tahun)
3. Tingkat Pelayanan
Bagi konsumen untuk menilai baik buruknya suatu sistem produksi /
operasi lebih dinilai dari pelayanan yang dapat diberikan oleh sistem
produksi kepada konsumen itu sendiri.
Agar dapat dicapai kinerja sistem operasi diatas maka seorang manajer
produksi / operasi dituntut untuk mempunyai sedikitnya dua
kompetensi, yaitu :
¾Kompetensi Teknikal yaitu kompetensi yang berkaitan dengan
pemahaman atas teknologi proses produksi dan pengetahuan
atas jenis – jenis pekerjaan yang harus dikelola. Tanpa memiliki
kompetensi teknikal ini maka seorang manajer produksi /
operasi tidak akan mengerti apa yang sebenarnya harus
diperbuat
¾Kompetensi Manajerial yaitu kompetensi yang berkaitan dengan
pengetahuan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber –
sumber daya (faktor – faktor produksi) serta kemampuan untuk
bekerja sama dengan orang lain. Kompetensi ini sangat
diperlukan mengingat penguasaan pengelolaan atas faktor -–
faktor produksi serta menjalin koordinasi dan kerjasama dengan
fungsi – fungsi lain yang ada didalam suatu unit usaha
merupakan keharusan yang tak dapat dihindarkan.
2. Kapasitas
Keputusan – keputusan yang termasuk dalam kategori ini berkaitan
dengan penentuan kemampuan sistem produksi untuk menghasilkan
barang dalam jumlah dan waktu yang tepat. Dipandang dari sudut
waktu dibedakan atas :
¾Keputusan jangka panjang, antara lain penentuan kapasitas
design sistem produksi, expansi kapasitas, integrasi vertikal,
integrasi horisontal dsb
¾Keputusan jangka menengah, antara lain penentuan sub
kontrak, penambahan mesin, rekrutasi tenaga kerja dsb
¾Keputusan jangka pendek, pada prinsipnya berkaitan dengan
pengalokasian pendayagunaan sumber – sumber yang tersedia
untuk menghasilkan barang yang diminta konsumen.
Keputusan ini diantaranya adalah penjadualan produksi
(Scheduling & dispatching), pengaturan mesin dlsb.
3. Persediaan (Inventory)
Keputusan yang termasuk dalam kategori ini pada hakekatnya
berkaitan dengan pengaturan material yang diperlukan untuk
keperluan produksi, mulai dari pengaturan bahan baku, barang
setengah jadi maupun produk jadi. Ditinjau dari segi permasalahan
yang dihadapi, keputusan ini dapat dibedakan atas keputusan tentang
operating system persediaan dan keputusan tentang policy persediaan
4. Tenaga Kerja
Mengelola orang merupakan pekerjaan terpenting yang perlu dibuat
oleh seorang manajer mengingat tenaga kerja tidak hanya sebagai
salah satu faktor produksi tetapi merupakan faktor penentu dari
keberhasilan semua aktivitas didalam sistem produksi. Keputusan
dalam kategori ini dimulai sejak proses seleksi karyawan sampai
dengan pensiun. Adapun keputusan – keputusan rutin diantaranya
penugasan karyawan, pengaturan lembur dan cuti, penggiliran kerja
dan sebagainya
5. Kualitas Produksi
Manajer produksi bertanggungjawab atas kualitas dari barang / jasa
yang dihasilkan, oleh sebab itu manajer produksi wajib untuk
melakukan kegiatan – kegiatan agar produk / jasa yang dihasilkan
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Tabel berikut ini merupakan salah satu contoh keputusan – keputusan yang
dimaksud baik yang bersifat strategik maupun taktis.
Tabel 1
Contoh keputusan dalam manajemen produksi
Misi
Kompetensi
Analisis Analisis
External Internal
Tujuan
Kebijakan
Keputusan Taktis
Dari gambar diatas nampak bahwa strategi operasi terdiri dari 4 komponen yaitu,
Misi, Kompetensi, Tujuan dan Kebijakan.
1. Misi (Mission)
Misi merupakan bagian dari strategi operasi yang mendefinisikan tujuan
fungsi operasi / produksi dalam kaitannya dengan strategi bisnis /
korporasi dengan kata lain misi merupakan penjabaran dari bisnis strategi
dalam terminologi yang lebih operasional. Selain itu misi harus dapat
menyatakan prioritas tujuan dari tujuan yang ingin dicapai
2. Kompetensi
Kompetensi merupakan sesuatu yang dapat dilakukan lebih baik dari
pesaing yang ada. Tentunya kompetensi ini tidak lepas kaitannya dengan
misi yang telah dinyatakan. Kemempuan manajemen untuk
mengidentifikasikan kompetensi ini merupakan kunci sukses dari suatu
sistem produksi. Kompetensi ini dapat diidentifikasikan dalam bentuk
tujuan (objective) seperti lowest cost, highest quality, best delivery atau
greatest flexibility, ataupun dalam bentuk sumber daya yang digunakan
3. Tujuan (Objective)
Tujuan fungsi operasi dapat dinyatakan dalam bentuk ongkos (cost),
kualitas (quality), penyampaian (delivery), maupun flexibilitas (flexibility).
Objective sedapat mungkin dinyatakan dalam bentuk yang terkuantifikasi
dan dapat diukur serta merupakan operasionalisasi dari misi dalam bentuk
yang terkuantifikasi dan dapat diukur, tabel 2 berikut ini merupakan contoh
dari suatu tujuan strategi operasi.
4. Kebijakan Operasi
Kebijakan operasi menyatakan tujuan operasi yang telah ditetapkan akan
dapat dicapai. Kebijakan operasi ini harus dibuat untuk setiap kategori
keputusan yang telah disebutkan terdahulu (proses, kapasitas,
persediaan, tenaga kerja dan kualitas). Dengan demikian akan dapat
dijumpai beberapa kebijaksanaan dalam suatu sistem produksi, tidak
jarang bahwa kebijakan tersebut tidak selalu selaras bahkan saling
bertentangan. Oleh sebab itu penentuan kebijaksanaan operasi
merupakan ‘trade off” dari berbagai pilihan yang ada dengan berpegang
pada tujuan yang telah dinyatakan. Tabel 3 berikut ini merupakan contoh
dari suatu kebijaksanaan operasi.
V. SIKLUS PRODUKSI
Dalam pengelolaan rutin sistem produksi dapat diidentifikasikan adanya
siklus fabrikasi dan siklus penjadwalan, sebagai berikut :
1. Siklus Fabrikasi
Menurut Groover siklus fabrikasi suatu sistem produksi dapat
digambarkan sebagai berikut :
Suppliers
Receiving
Warehouse
Production
Shipping
Quality
Control
2. Siklus Penjadwalan
Penjadwalan produksi merupakan kegiatan yang bersifat dinamis
dalam artian bahwa kegiatan penjadwalan bukan merupakan kegiatan
yang sekali jadi tetapi akan mengalami perubahan tergantung pada
pelaksanaan dan kemampuan yang dimiliki. Dengan demikian
penjadwalan merupakan suatu siklus yang dapat digambarkan pada
gambar 4.
Permintaan Barang / Jasa
Pelaksanaan
tidak Ya
Pelaksanaan = Rencana ?
Dari urutan tersebut nampak bahwa jadwal operasi tidak selalu sama
dengan volune permintaan barang / jasa, sebab tidak semua volume
permintaan akan dipenuhi jika sumber daya yang diperlukan untuk
merealisasikan tidak tersedia.
A. TUJUAN
Diharapkan peserta dapat memahami pentingnya produktivitas dalam usaha
meningkatkan daya saing usaha, serta memahami cara–cara analisis, perancangan
dan pembakuan sistem kerja dalam rangka perbaikan produktivitas kerja
B. PENGANTAR
Dalam era globalisasi ekonomi, pemerintah telah melaksanakan serangkaian
deregulasi dan debirokrasi, karena hasil industri kita ditantang untuk dapat bersaing
dalam pasar domestik maupun Internasional. Persaingan dalam pasar domestik
tidak bisa dihindari, bukan hanya karena harus bersaing dengan produk dalam
negeri yang sejenis, tetapi juga dengan produk – produk impor, karena kita tidak
bisa lagi melakukan proteksi pasar terlalu ketat.
Sudah tidak bisa disangsikan lagi, bahwa salah satu faktor yang dapat memperkuat
daya saing adalah produktivitas, baik produktivitas mikro (usaha) maupun
produktivitas makro.
Banyak pidato – pidato, baik oleh para pakar maupun pemerintah, yang
mendukung pentingnya produktivitas tersebut, namun, sebagaian besar baru
berbicara tentang “Why ?” dan masih sedikit yang berbicara tentang “How ?“.
C. PENDAHULUAN
Banyak pekerjaan diselesaikan lebih lama dari waktu yang sepantasnya dibutuhkan
untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Fujio Cho dari Toyota menyebut kejadian
diatas sebagai pemborosan, yaitu segala sesuatu yang berlebih di luar kebutuhan
minimum atas peralatan, bahan, komponen, tempat dan waktu kerja yang mutlak
diperlukan untuk proses nilai tambah suatu produk
Tata letak (Lay out) peralatan atau keadaan ruang kerja yang kurang baik,
merupakan penyebab lain terjadinya pemborosan; terutama akibat aliran proses
kerja yang tidak lancar
Para pekerja yang berasal dari kelompok sosial kerja yang mempunyai budaya
kerja kurang produktif, juga merupakan unsur yang bisa memperlambat
penyelesaian kerja; misalnya karena kurang disiplin, pemalas, kurang bertanggung
jawab, atau kurangnya gairah kerja akibat kurang baiknya motivasi kerja.
Dalam lingkup yang lebih luas, pihak manajemen pun harus bertanggung jawab
untuk mengatasi pemborosan waktu kerja. Ketidakmampuan manajemen dalam
mengelola sumber daya perusahaan, misalnya kurang baik pengaturan
penjadwalan / rencana kerja, atau kurang tepatnya kebijakan sumber daya manusia
pada umumnya dapat menyebabkan borosnya waktu kerja manufaktur. (lihat
gambar 1, sumber: Introduction to Work Study)
Content
A by in design or
specification of
Product
Total Time
of
B by Inefficient Methods
of Manufacture or
Operation
Operation
under
Work Content Added
C
Existing
Condition by Inefficient Methods
of the Management
?
D to Shorts comings of
the Management
D. PERBAIKAN PRODUKTIVITAS
Di atas telah dijelaskan bahwa terdapat tiga hal pokok untuk melaksanakan
perbaikan produktivitas, yaitu adanya pekerja yang mempunyai budaya kerja
produktif, tersedianya teknologi yang memadai serta adanya kemampuan
menajemen yang efektif. Perlu pula disadari bahwa untuk mencapai tingkat
produktivitas yang lebih tinggi, memerlukan waktu yang panjang serta usaha yang
berkelanjutan.
Untuk itu, upaya mencapai produktivitas yang tinggi merupakan program jangka
panjang. Sasaran di atas (menurut pengalaman di Jepang) perlu ada dukungan
faktor eksternal (situasi lingkungan kerjanya); yang mencakup keadaan politik,
ekonomi dan sosial negara; keterlibatan para pemegang saham; serta kondisi
usaha yang kompetitif.
Keadaan negara yang penuh damai serta keadaan politik dan ekonomi yang stabil,
merupakan pra-syarat terciptanya ketiga faktor penunjang produktivitas. Jepang
telah membuktikan hal ini. Walaupun Jepang tidak mempunyai sumber daya alam
(bahan baku), namun sejak perang dunia II, Jepang telah menjadi negara yang
cinta damai; dan dalam masa damai tersebut mampu mengerahkan sumber
dayanya untuk bangkit menjadi negara yang maju tingkat kehidupan ekonomi
nasionalnya.
Kalau kita coba telaah lebih dalam, maka terdapat perbedaan yang cukup tajam
antara filosofis dasar manajemen Jepang dengan manajemen Barat, khususnya
Amerika Serikat.
Dalam memilih strategi dan masalah – masalah pokok yang harus segera diatasi,
hasil survey oleh Japan Management Association (JMA) pada bulan November
1979 menyatakan bahwa para pengusaha Jepang menetapkan dua isue kritis,
khususnya 5 tahun setelah krisis minyak, yang terkait dengan prodiktivitas diatas,
yaitu :
1. Rasionalisasi Investsasi untuk meningkatkan produktivitas
2. Pengembangan sumber daya manusia
Di lain pihak, manajemen barat telah menetapkan atrategi dengan prioritas produk
pasar; artinya manajemen Barat akan berusaha agar produk yang dibuatnya segera
laku dipasar, dengan melakukan (antara lain) merger, investasi di luar negeri,
promosi dan sebagainya.
Kedua filosofis diatas sangat berbeda. Manajemen Jepang, untuk menuju suatu
pasar tertentu, telah didahului oleh kesiapan internal (akibat restrukturisasi internal /
pengetahuan, teknologi, kemampuan berproduksi dan keterampilan tenaga kerja).
Sedangkan manajemen barat, kesiapan faktor internal menjadi prioritas kedua
setelah kesiapan pasar.
Sasaran dari strategi manajemen Jepang, bersifat jangka panjang, dimana goalnya
adalah memperbaiki image tentang barang – barang Jepang, dari barang yang
meruh dan jelek, menjadi barang yang murah dan baik.
Lebih jauh, tercermin dalam sikap masyarakat Jepang, dimana para orang tua
sangat antusias untuk menyekolahkan anak – anaknya pada tingkat pendidikan
yang berkualitas.
Untuk memperkirakan besarnya ongkos mesin / menit, dapat diperoleh dari data
biaya yang berlaku atau dengan perkiraan dan dari data finansial. Agar ongkos
mesin / menit ini rasional, perlu diadakan analisis untuk memisahkan ongkos
langsung dan ongkos tidak langsungnya. Analisis ini dapat dilakukan oleh bagian
keuangan dengan bantuan bagian produksi, dan dapat diselesaikan dalam waktu
relatif singkat. Cukup diperlukan para analisis yang berpengetahuan
Secara umum proses kegiatan analisis dan perancangan kerja adalah penelaahan
secara sistematis terhadap pekerjaan dengan maksud untuk :
1. Mengembangkan sistem dan metoda kerja yang lebih baik
2. Membakukan sistem dan metoda kerja yang sudah baik
3. Menetapkan waktu baku (standar produksi) untuk suatu pekerrjaan
4. Membantu melatih pekerja dalam melakukan pekerjaan dengan metoda kerja
yang telah diperbaiki.
Peranan
Kecepatan
Tipe Analisis
Pendekatan Cara Biaya Mencapai
Perbaikan Hasil Perancangan
Kerja
Investasi Mengambil - Riset Dasar Mahal Umumnya - Memperbaiki
Kapital Teknologi Proses - Riset Aplikasi tahunan metode /operasi
Produksi - Pabrik contoh kerja
- Menunjang
perawatan fasilitas
Mengganti mesin - Membeli baru Mahal Segera - Menyusun Lay out
/peralatan produksi - Perancangan setelah baru
menjadi lebih besar proses pemasangan - Memperbaiki
kapasitasnya metode/ operasi
kerja
Mengurangi “isi” - Riset Produk Tidak Umumnya - Memperbaiki
kerja karena - Pengembangan
produk
sebesar bulanan rancangan
perbaikan 1 dan 2 produk agar
- Manajemen
rancangan mempermudah
kualitas
produksinya Studi Metode
- proses produksi
- Latihan operator
- Analisis nilai
Mengurangi “isi” - Riset proses Murah Segera - mengurangi
- Rencana proses pemborosan dengan
kerja karena - Studi metode menghilangkan
perbaikan proses - Latihan operator gerakan – gerakan
produksinya - Analisis nilai yang tidak perlu
H. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN
Identifikasi permasalahan merupakan langkah awal dari pelaksanaan analisis dan
perancangan kerja (perbaikan suatu sistem kerja). Identifikasi masalah akan
berhasil apabila si analis mempunyai konsep berfikir , berrtindak sebagai berikut :
a. Tidak pasif; merasa tidak puas dengan kondisi yang ada
b. Mampu menemukan masalah ditempat kerja, khususnya pada tempat dimana
sebelumnya tidak terpikir akan ada masalah.
Orang yang sudah merasa puas dengan kondisi yang ada akan menjadi pasif,
sehingga tidak akan pernah menemukan perbaikan atau kemajuan. Tumbuhnya
rasa tidak puas merupakan awal perbaikan. Jika rasa tidak puas sudah tumbuh,
harus segera diarahkan agar timbul perbaikan. Rasa tidak puas yang tidak terarah,
akan menimbulkan keluhan dan kekecewaan yang akhirnya pekerja akan menjadi
pasif.
Kualitas
Peralatan Pengukuran
Unit
X
Ca Co Cr F T
Gambar 8 : Contoh Diagram Pareto
Untuk itu perlu usaha yang sungguh – sungguh dan kreatif dalam menemukan
alternatif metoda kerja yang lebih baik.
Beberapa “alat” atau prinsip – prinsip kerja yang biasa digunakan untuk
menemukan metoda kerja yang lebih baik diantaranya :
1. Studi gerakan
2. Prinsip – prinsip Ekonomi Gerakan
3. Ergonomi
4. Analisis Nilai (Value Analysis / Engineering)
J. PENGUKURAN KERJA
Kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur performansi suatu sistem kerja
diantaranya :
1. Waktu kerja
2. Fisiologi kerja
3. Psikologi kerja
4. Sosiologi kerja
Pengukuran waktu kerja merupakan kriteria yang paling banyak digunakan untuk
mendapatkan ukuran performansi kerja.
Teknik pengukuran cara langsung yang paling banyak digunakan adalah teknik Jam
Henti (Stopwatch Time Study) dan teknik Sampling Pekerjaan (Work Sampling).
Pada dasarnya, teknik sampling pekerjaan akan dipilih sebagai teknik pengukuran
untuk kondisi berikut :
• Kesulitan untuk mengenali siklus pekerjaan (terlalu besar)
• Penelitian ditujukan untuk menggambarkan fakta (tingkat produktivitas)
• Pekerjaan dilakukan oleh kelompok kerja
• Aktivitas (elemen pekerjaan) banyak / bervariasi
• Munculnya aktivitas tidak menentu (random)
Basic time
Work contact
STANDARD TIME
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Stasiun kerja :
Pengamat :
Stasiun kerja :
Nama jabatan : Pengamat :
SH = Satuan Hasil
3 TEORI LOKASI
A. TUJUAN
B. PENGANTAR
Permasalahan lokasi untuk suatu industri manufaktur pada dasarnya dapat dibagi
menjadi 2 permasalahan, yaitu :
1. Lokasi pabrik
2. Lokasi gudang
Dalam pembahasan disini adalah penempatan suatu pabrik atau gudang relatif
terhadap lokasi fasilitas yang sudah ada.
Tujuan utama pemilihan lokasi adalah pemilihan “site” yang meminimumkan tiga
jenis ongkos, yaitu :
1. Ongkos Regional
Adalah ongkos – ongkos yang berhubungan dengan lokasi yang dipilih,
misalnya; tanah konstruksi, tenaga kerja
2. Ongkos Distribusi
Adalah ongkos – ongkos yang berhubungan dengan pengiriman bahan dan
produk dari dan ke lokasi yang dipilih
3. Ongkos Bahan Baku dan Penunjang
Adalah ongkos – ongkos yang berhubungan dengan input produksi,
termasuk energi.
Oleh karena lokasi menjadi faktor awal yang menentukan, maka konteks historis
dari perusahaan dan analisis ekonomis perlu dipertimbangkan.
Community
Site
Authorizes Contracts Division
to begin legal negotiations with
community (and owner) for
land (site)
Source : Thomas M. Carol and Robert D. Dean “ A Bayesian Approach to Plant – Location Decision “ Sciences
1 / no.1 (January 1980). P.87
C. METODOLOGI ANALISIS
Dalam melakukan analisis lokasi, beberapa tahap keputusan diperlukan. Keputusan
– keputusan ini dimulai dari masalah pemasaran sampai dengan “Site”. Evaluasi
alternatif regional seringkali disebut analisis makro, dan evaluasi “site” pada suatu
regional disebut analisis mikro.
D. KRITERIA KEPUTUSAN
Tergantung type fasilitas.
1. Fasilitas tunggal : Pabrik/gudang, Fasilitas pemerintah, rumah sakit,
pembangkit tenaga listrik.
Umumnya kriterianya majemuk : bahan, tenaga kerja, peraturan, pajak dan
lain sebagainya.
2. Fasilitas ganda : beberapa fasiitas yang saling bergantung, dalam hal ini
biasanya kriteria yang digunakan adalah biaya distribusi total atau ongkos
produksi total.
3. Toko yang bersaing : pendapatan dipengaruhi oleh jarak relatif dengan toko
lain, misalnya; bank, toko serba ada, restoran apotik, wartel
4. Pelayanan gawat darurat : Ambulans, pemadam kebakaran. Kriteria :
“ Response Time”.Titik beratnya pada pelayanan.
Masyarakat
i Ti Bi J
Jarak rata –rata J =
Ti Bi
Utara
100 -----
B (95,84)
80 -----
60 -----
C (118,41)
40 -----
A (73,22)
20 -----
Kearah timur :
(5x10x73) + (8x2x93) + (4x8x118)
X = = 91,3 km
(5x10) + (8x2) + (4x8)
kearah utara :
Y = 38,3 km
Contoh 2 :
Metode / analisa BEP
Masyarakat
B
i
a Masyarakat
Var.cost
y T
masy – 2
a a
h
O u
p n Var.cost
e a masy – 1
r n
a Fixed cost
s
masy – 1
i
Fixed cost
masy – 2
E
Volume permintaan
Site : Lokasi nyata dari fasilitas, harus tepat bagi sifat operasi
Faktor – faktornya : Tanah, pembagian wilayah, sikap masyarakat, drainage, air,
saluran kotoran dan lainnya.
Jika analisa BEP menitik beratkan pada volune produksi tahunan, maka
kemungkinan lain yang diperhatikan adalah ongkos – ongkos yang relevan
termasuk ongkos transportasi / distribusi.
Ongkos ini penting jika produk yang dihasilkan dibuat di beberapa pabrik dan
harus diangkut ke beberapa titik distribusi.
Contoh 3 :
Sebuah pabrik gelas sedang mempertimbangkan 3 lokasi yang potensial. Faktor
– faktor, bobot, dan skala yang diperoleh dari staff yang kompeten adalah
sebagai berikut :
Aceh
Bobot Bandung Cirebon
Faktor – faktor relevan
(faktor)
skor b.skor skor b.skor skor b.skor
Ongkos Produksi .033 50 16.5 40 13.2 35 11.35
Pasokan bahan baku 0.25 70 17.5 80 20 75 18.75
Tenaga Kerja 0.20 55 11.0 70 14 60 12
Biaya Hidup 0.05 80 4.0 70 3.5 40 2
Lingkungan 0.02 60 1.2 60 1.2 60 1.2
Pasar 0.15 80 12 90 13.5 85 12.75
Jumlah 1.00 - 62.60 - 65.40 - 55.25
1. TUJUAN
1. Memberikan landasan dalam penyusunan elemen fisik aktivitas pabrik /
industri
2. Mengenalkan tahapan pemecahan perancangan tata letek pabrik / fasilitas
3. Mengenalkan teknik dasar penyelesaian tata letak fasilitas
2. PENGANTAR
Salah satu aktivitas dari manajemen Produksi adalah tata letak pabrik atau
penyusunan elemen – elemen fisik dari suatu aktivitas pabrik / industri. Tataletak
pabrik adalah suatu rencana atau aktivitas perencanaan, penyusunan yang optimal
dari fasilitas – fasilitas suatu industri ; meliputi tenaga kerja, peralatan operasi,
ruang penyimpanan, peralatan penanganan material dan semua fasilitas pelayanan
pendukung operasi, sesuai dengan desain terbaik dari struktur fasilitas –
fasilitasnya.
3. MATERI
A. Masalah Tata Letak Pabrik
Tata letak pabrik merupakan tahapan penting dalam operasi suatu perusahaan /
industri. Peranan tata letak pabrik dalam hal ini adalah membentuk aliran
material maupun tenaga kerja menjadi lancar dan minimum, sehingga proses
produksi dapat berlangsung secara wfwktif dan efisien.
Masalah tata letak pabrik tidak selalu timbul dalam merencanakan tata letak
fasilitas bagi pabrik baru. Seringkali masalah tata letak berhubungan kembali
dengan fasilitas – fasilitas lama yang telah ada. Misalnya untuk merubah kembali
susunan tata letak fasilitas lama tersebut karena beberapa sebab. Pada
umumnya masalah – masalah tata ;etak fasilitas akan timbul jika terjadi :
1. Perubahan Disain Produk, akan menyebabkan pula perubahan dalam
urutan proses operasinya, sehingga rancangan tata letak fasilitasnya
akan berubah.
2. Perubahan Kapasitas Produksi, secara ekstrim akan menuntut pula
perubahan tata letak fasilitas yang ada. Pertambahan produksi yang
besar dapat mengakibatkan bertambahnya kebutuhan sejumlah mesin
baru. Keberadaan mesin – mesin baru ini berarti menimbulkan
masalah dalam peletakkan mesin – mesin tersebut pada tata letak
yang sudah ada. Sebaliknya, bila tingkat produksi menurun secara
drastis maka perlu dilakukan pertimbangan suatu proses yang
berbeda dari proses produksi untuk tingkat produksi yang tinggi. Hal
lini produksi, dipilih untuk tingkat volume produksi yang tinggi dan
bersifat kontinu
b. Tata Letak Proses (Process Layout)
Tata letak proses memiliki ciri khusus, yaitu adanya pengelompokan
mesin / fasilitas dan pusat kerja dengan fungsi yang sejenis, misalnya,
mesin – mesin yang mengerjakan proses pengguntingan
dikelompokkan menjadi satu, dan kelompok lain merupakan mesin –
mesin yang mengerjakan proses pembubutan. Tata letak proses
dipilih jika urutan operasi memiliki fleksibilitas yang tinggi.
c. Tata letak Statis (Fixed Layout)
Tata letak statis ditandai dengan karakteristik bahwa mesin, fasilitas
dan pekerja / operator harus dibawa kelokasi dimana benda kerja
tersebut akan dikerjakan proses pembuatannya. Tata letak ini dipilih
untuk pembuatan produk yang berukuran besar, contohnya adalah
tata letak pabrik pada proses pembuatan kapal.
Evaluasi
Sebagai kegiatan awal SLP adalah mengumpulkan data masukkan yang tepat,
menganalisa aliran kerja / material dan hubungan antar kegiatan dikombinasikan
maka terbentuklah diagram hubungan (relation diagram). Contoh diagram
hubungan tampak pada gambar – 3.
5 8 7 Lagend
A Rating
10 9 6 E Rating
I Rating
4 2 3 O Rating
U Rating
Gambar – 3 : X Rating
1
Diagram hubungan
5 8 7 Rating Definition
500 200 500
A Absolutely necessary
E Especially important
10 9 6 I Important
1.750 500 75 O Ordinary Closeness OK
U Unimportant
X Undesirable
4 2 3
350 125 125
Rating Reason
serta kendala praktis seperti ukuran tanah, bentuk bangunan yang ada, akan
menghasilkan alternatif – alternatif rancangan tata letak ruang. Kemudian
dilakukan evaluasi terhadap alternatif – alternatif tersebut berdasarkan kriteria –
kriteria yang ada, sehingga diperoleh sebuah rancangan tata letak ruang.
Gambar –2 :
Peta Hubungan Antar Kegiatan
1. Officers O
4 E
2. Foreman
I 5 O
5 O 3 U
3. Conference room
U 4 I U
U 2 1 U
4. Parcel Post
U U 2 1 U
O U 2 1 U
5. Parts shipment
U 4 U U 2 I U
U U U 2 1
6. Repair and service parts
E U U U 2
I U U 1
7. Service area
U 1 A 1
E 4 U 1
8. Archiving
U I U
A
9. Testing
E I
I
10. General storage
Data mengenai produk sangat berpengaruh terhadap tata letak, karena untuk
produk yang berbeda, dibutuhkan urutan proses operasi yang berbeda, sehingga
rancangan tata letak yang diperlukannya akan berlainan. Sedangkan data proses
operasi menentukan jenis dan jumlah peralatan / mesin yang dipakai.
Data lainnya seperti berapa banyak produk yang akan diproduksi dan kapan
akan diproduksi, berhubungan dengan penentuan kapasitas fasilitas produksi.
Beberapa cara yang umum digunakan untuk menganalisa aliran kerja adalah
dengan menggunakan :
a. Peta Perakitan
b. Peta Aliran Proses
c. Pete Proses Operasi
d. Diagram Aliran
e. Peta dari – ke (from – to Chart)
b. Efektivitas kerja
nn
C = ¶¶7LM&LM'LM
i=1 j=1
Dimana :
Tij = Trip antara bagian i dan j
Cij = Biaya / satuan jarak / trip antara i dan j
Dij = Jarak antara i dan j
N = Jumlah bagian
C = Biaya total
Dari ke bagian
Bagian 1 2 3 4 5 6 7 8
1 - 75 100 30 40 - 30 50
2 - 100 - 450 - - -
3 - - 70 - 30 80
4 - 30 70 - 100
5 - 20 60 -
6 - - -
7 - 20
8 -
Bagian 1 2 3 4 5 6 7 8
1 - 0.05 0.08 0.07 0.05 0.40 0.05 0.04
2 - 0.04 0.05 0.06 0.10 0.05 0.06
3 - 0.06 0.05 0.10 0.05 0.07
4 - 0.06 0.10 0.05 0.06
5 - 0.10 0.05 0.05
6 - 0.05 0.05
7 - 0.05
8 -
Bagian 1 2 3 4 5 6 7 8
1 - 30 50 30 60 80 80 100
2 - 40 50 80 70 100 90
3 - 30 50 40 70 60
4 - 30 50 60 70
5 - 30 40 50
6 - 50 40
7 - 30
8 -
Receiving
1 4 5 7
Block
Shipping
2 2 6 8
Dock
Lay Out awal
Biaya Total = 112.5 + 400 + 36 + … + 0 + 180 = 3668.5
C termurah ?
Ubah posisi beberapa departemen, evaluasi kembali matriks jarak, hitung
ongkos total
Caranya dengan menyusun satu peta yang disebut Activity Relationship Chart,
yang akan menjadi dasar bagi penyusunan diagram awal.
5 PERAMALAN PERMINTAAN
A. TUJUAN
1. Memahami teknik dan metoda peramalan yang biasa digunakan dalam
usaha bisnis
2. Memeberikan kemampuan untuk memilih metoda peramalan sesuai dengan
permasalahan yang dihadapi
3. Memeberikan kemampuan untuk meramalkan volume kegiatan bisnis
(penjualan, persediaan dsb)
B. PENGANTAR
Di dalam kegiatan bisnis, peramalan merupakan bagian integral dari proses
pengambilan keputusan. Pada umumnya penetapan tujuan bisnis membutuhkan
suatu prediksi atau perkiraan mengenai kondisi lingkungan, untuk kemudian
menentukan rangkaian tindakan yang diharapkan akan menghasilkan tercapainya
tujuan tersebut. Dengan demikian, peramalan berperan untuk meningkatkan usaha
manajemen dalam mengurangi ketergantungannya pada faktor nasib, serta
menunjang agar tindakan manajemen lebih rasional dalam menghadapi
kemungkinan yang akan terjadi pada masa yang akan datang.
C. MATERI :
1. TAXONOMI METODA PERAMALAN
Ditinjau dari jangkauan kurun waktu yang ingin dicakup pada suatu
peramalan, dapat dibedakan atas peramalan jangka panjang ( Long range
forecast ), peramalan jangka menengah (Intermediate range forecast) dan
peramalan jangka pendek (Short range forecast). Secara umum, karakteristik
dari ketiga kategori peramalan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel – 1 : Taxonomi Metoda Peramalan
System
Sesungguhnya terdapat kriteria yang lain yang juga digunakan untuk memilih
metode peramalan yaitu antara lain :
a. Pola data
b. Faktor biaya peramalan
c. Faktor kemudahan menerapkannya.
Ukuran ini mempunyai kelemahan, bahwa error positif & error negatif
akan saling menghilangkan, sehingga untuk suatu jumlah sample yang
relatif besar, average error ini akan mendekati nol walaupun pada
kenyataannya terlihat adanya penyinpangan.
HW2
SEE = ¥ (N – f)
Metode ini memberikan informasi yang berguna untuk memilih metode
peramalan yang tepat, serta besarnya parameter – parameter yang
digunakan.
LAMPIRAN A
METODA PERAMALAN TIME SERIES
Dalam hal ini, Moving Average untuk periode waktu (t) merupakan perhitungan rata
– rata dari N data terbaru.
Umumnya semakin besar harga N (yakni semakin banyak periode yang dilibatkan),
akan semakin mengurangi kesensitifan Moving Average tesebut. Sebaliknya, suatu
harga N yang terkecil cenderung akan mempercepat responsif Moving Averagenya.
Tipe ini memiliki keunggulan, dimana data – data terbaru dikenalkan pembobotan
yang lebih besar, karena suatu model Exponential Smoothing akan bereaksi lebih
cepat terhadap perubahan – perubahan dalam kondisi ekonomi, dibandingkan
dengan menggunakan model Moving Average.
Perumusan dasar bagi perhitungan statistik dari Single Exponential Smoothing ini
adalah dikembangkan dari persamaan pada moving average yaitu :
Xt Ft
F t+1 = - + Ft
N N
Diubah menjadi
1 1
F t+1 = Xt + ( 1 - ).Ft
N N
'LVLQL DQJND 1 GLQ\DWDNDQ VHEDJDL . \DQJ PHUXSDNDQ ERERW SDGD WHNQLN
exponential smoothing ini sehingga dapat dirumuskan :
Karena N merupakan bilangan positif yang senantiasa lebih besar dari nol, maka
harga akan bergerak dari nol (untuk N = ) hingga 1 (untuk N = 1)
Dimana :
Keterbatasan dari model single exponential smoothing ini adalah bahwa untuk
mencapai ketepatan teknis, maka model ini hanya akan menghasilkan keputusan.
Keunggulan model ini adalah teknik ini mampu mereprentasikan hampir seluruh
pola data.
RE (t-1)
ù(t) =
ME (t-1)
Suatu keterbatasan dari model ini adalah bahea model ini cenderung menghasilkan
peramalan – peramalan yang titik baliknya tertinggal 1 perioda karena teknik ni
kurang mampu mengantisipasi titik balik kala waktu yang diramalkan.
Untuk menghitung Double Moving Average, dapat dipergunakan suatu titik data
tersendiri guna menghasilkan suatu Moving Average ke dua.
2
b (t) = . (S1 (t) – S2 (t))
N–1
Dimana :
S1 (t) = Peramalan SMA untuk periode waktu t
S2 (t) = Peramalan DMA untuk periode waktu t
m = Periode waktu proyeksi kedepan atau jumlah periode waktu dari
periode saat ini (t) ke periode mendatang untuk suatu
peramalan yang akan ditentukan
Jika terjadi suatu trend linear dalam data, baik positif maupun negatif, maka teknik
BOPLES atau dikenal sebagai teknik Double Exponential Smoothing ini mampu
menghasilkan peramalan yang lebih baik.
.
b (t)= (S’ (t) – S” (t))
1 –.
dan digunakan untuk meramal :
Dimana :
S’ (t) = Statistik penghalusan pertama (First Smoothing Statistic)
Metode BQES ini dilakukan dengan jalan melakukan penghalusan sebanyak tiga
kali (triple smoothing), untuk menyesuaikan peramlan agar dapat mengikuti
perubahan pada pola kwadratiknya.
.
b (t) = ( (6 – 5) . S (t) – (10 -.6´(t) + (4 -.6¶¶¶(t) )
2 (1 –.2
.2
c (t) = (S (t) – 2 S” (t) + S’’’ (t) )
(1 –.2
Dimana :
Secara konseptual kedua teknik ini mirip, kecuali bahwa dengan metode Two
Parameter ini trend yang terjadi pada kala waktu akan dideteksi dengan suatu
konstanta smoothing yang dikenakan pada data sebenarnya. Keunggulan teknik ini
adalah fleksibilitasnya, tetapi sekaligus membutuhkan biaya dan waktu yang lebih
banyak dalam upaya menentukan kedua parameternya (melalui proses inisialisasi)
dimana :
Meskipun teknik ini belum mampu mengantisipasi titik – titik balik, sebagaimana umum
terjadi pada model Time Series, tetapi metode ini sangat reaktif terhadap perubahan –
perubahan dasar dalam pola datanya. Oleh karena itu metode ini kerap digunakan
sebagai alternatif.
A. TUJUAN
Diharapkan peserta dapat memahami pentingnya perencanaan produksi, sebagai
usaha untuk meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya perusahaan,
khususnya penggunaan sumber daya tenaga kerja dan mesin / peralatan.
B. PENGANTAR
Salah satu fungsi manajemen yang penting adalah perencanaan. Manajer harus
mampu menyusun rencana penggunaan sumber daya perusahaan, serta ia harus
mempu melaksanakan fungsi – fungsi manajemen lainnya (pengorganisasian,
komunikasi, koordinasi, kepemimpinan serta motivasi), agar perencanaannya dapat
direalisir dengan baik. Dalam hal ini terjadi siklus fungsi manajemen yang saling
mempengaruhi. Manajemen tidak akan efektif menjalankan kegiatannya, jika
perencanaan yang disusunnya tidak baik. Sebaliknya walaupun rencana kerja
sudah disusun baik, tidak akan berpengaruh banyak, jika kemampuan
pelaksanaannya tidak baik
C. MATERI
I. PENDAHULUAN
Dalam lingkungan manufaktur, salah satu tugas departemen PPC adalah membuat
jadwal produksi yang dapat memenuhi fluktuasi permintaan dari berbagai jenis
produk, dengan memperhatikan kapasitas (tenaga kerja, mesin dan sumber daya
lain) yang dipunyai. Makin terbatas fasilitas yang dipunyai, serta makin banyak jenis
produk yang harus dibuat, makin kompleks persoalan PPC-nya. Untuk mengurangi
kompleksitas masalah, perlu ada suatu metodologi yang membantu fungsi PPC
khususnya dalam menetapkan jadwal produksi Induk (MPS)
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai rencana produksi, ada baiknya kita
mengenal beberapa istilah yang nantinya akan sering kita gunakan. Istilah – istilah
tersebut adalah :
Perencanaan Agregat
Adalah suatu rencana produksi menggunakan unit produksi agregat untuk
merencanakan jumlah produksi produk agregat yang akan dibuat pada suatu
periode rencana. Dalam perencanaan agregat ini sudah dihitung / dipertimbangkan
antara permintaan dengan kapasitas yang dipunyai (sudah feasible)
Disagregasi
Adalah suatu aktivitas untuk mengkonversikan tingkat perencanaan produksi
agregat ke dalam kuantitas dari setiap model produk. Sebagai contoh, dari
perencanaan agregat diketahui bahwa ada permintaan sebanyak 500 unit, dengan
disagregasi mungkin dapat dijabarkan bahwa permintaan tersebut terdiri dari 100
unit produk A, 250 unit Produk B, dan 150 unit Produk C
Diketahui pula bahwa pada periode pertama sudah terdapat persediaan awal
sebesar 100 unit dan pada akhir periode 4 diinginkan adanya persediaan sebesar
150 unit. Sedangkan ongkos produksi pada jam kerja normal (regular time =RT)
=Rp.125/unit. Ongkos untuk mengadakan sub kontrak adalah Rp. 150/unit dan
untuk menyimpan produk dikenakan ongkos Rp. 20 / unit / periode.
Penyelesaian :
Setelah perencanaan produksi agregat ini selesai dibuat langkah berikutnya adalah
disagregasi guna menyusun jadwal induk produksinya (MPS). MPS menentukan
jumlah setiap produk yang harus dibuat disetiap periode perencanaan. MPS
memberikan input untuk membuat Material Requirement Planning (MRP) dan pada
akhirnya dapat dipergunakan untuk membuat Capacity Requirement Planning
(CRP) yang lebih detail (mesin dan tenaga kerja). MPS dibuat dengan
memperhatikan rencana pengiriman yang dibuat oleh devisi pemasaran. Kaitan
lebih jauh, MPS menjadi dasar bagian pembelian untuk meyediakan bahan serta
fasilitasnya. Tanpa MPS yang akurat maka semua akivitas dalam sistem produksi
menjadi kurang efektif. Dalam situasi yang kompetitif, perencanaan produksi
Sebelum membahas prosedur, terlebih dahulu kita harus mengerti situasi pabrik
yang membuat produk banyak variasi. Untuk itu kita buat pengelompokkan (hirarki)
produk, yaitu :
1. Item (j) :
Merupakan produk akhir yang akan dikirim ke konsumen. Suatu item
dibedakan atas item lainnya berdasarkan warna, kemasan, etiket dll
2. Famili (i) :
Merupakan kumpulan item yang menanggung biaya set – up secara
bersama. Set – up diperlukan apabila fasilitas digunakan untuk memproses
item dari famili lain. Bila suatu mesin sudah dipersiapkan untuk membuat
suatu item dalam suatu famili, maka mesin itu tidak perlu menyerap biaya set
– up lagi jika akan dipakai untuk membuat item lain pada famili yang sama.
3. Tipe (h) :
Merupakan kumpulan famili yang memiliki biaya produksi persatuan atau
pola permintaannya relatif sama.
Sebagai ilustrasi atas klasifikasi produk, dapat dilihat pada contoh dibawah ini :
V. PERMINTAAN EFEKTIF
Berikut ini suatu contoh perhitungan permintaan efektif untuk suatu tipe produk
yang terdiri dari item 1 dan 2, data persediaan awal dan permintaannya untuk 5
periode berikutnya adalah sebagai berikut :
Dari data pada tabel diatas ternyata permintaan bersih secara total untuk item 2,
pada periode 1 dan 2 dinyatakan sama dengan nol. Hal ini terjadi karena ada
anggapan bahwa untuk memenuhi permintaan periode ke 1 dan ke 2 digunakan
perediaan tipe produk berdasarkan penjumlahan antara item 1 dengan item 2.
Untuk mengatasi masalah ini perlu didefinisikan permintaan efektif untuk setiap item
Di dalam menentukan permintaan efektif dari setiap tingkat produksi akan meliputi
sistem peramalan bertingkat pula, yaitu sebagai berikut :
1. Membuat peramalan agregat setiap tipe produk untuk setiap periode selama
kurun perencanaan.
2. Hasil dari ramalan tipe produk kemudian diagragasikan ke dalam ramalan
item – itemnya. Disagregasi ini dapat dilakukan dengan peramalan proporsi
dari permintaan total tipe produk untuk setiap item yang bersangkutan.
Proporsi ini dapat diperbaharui dengan menggunakan teknik – teknik
peramalan exponential smoothing, yang sangat baik diterapkan untuk
perencanaan jangka pendek pada tingkat yang rinci
3. Sesudah memperbaharui persediaan yang ada untuk setiap item, lalu
permintaan efektif untuk setiap item dapat dihitung dengan formulasi pada
persamaan dibawah ini.
dimana :
Disagregat famili – i :
Langkah berikutnya, menghitung berapa banyak masing – masing famili harus
dibuat pada perioda – t. untuk itu dihitung dengan rumus :
Dimana :
2 A i C si
EOQ i =
C hi
Dimana :
Diatas sudah disebutkan bahwa jumlah famili-I yang dibuat, harus sama dengan
permintaan atas tipenya, pada setiap periode t.
Seandainya :
P h,t = rencana produksi atas tipe produk (h) pada periode t
6 Y i,t = total produksi semua famili-I anggota tipe-h pada periode t
i-H(i)
6 Yi)
i-H(i)
i-I(j)
Y I,t + ( P h,t -
i-H(i)
6(OS ijt – S ijt
)
i-H(i)
6Y* i = Pt
i-H(i)
Selanjutnya dihitung disagregasi dari famili-i(Y i*) menjadi item-j (X i,t) pada
setiap periode t, sehingga diperoleh :
6X ijt = Y* ijt
j-I(j)
Y* it + 6 (I ij,t-1 - S ijt )
j-I(j)
X ijt = d ijt + S ijt - I ij,t-1
6 d ijt
j-I(j)
Hasil perhitungan rumus diatas mungkin perlu penyesuaian jika terjadi hal – hal
sebagai berikut :
Dengan adanya penyesuaian (X* ij,t), maka perhitungan X ij,t perlu diulang
dengan menghilangkan item-j yang sama dengan nol, dan menurunkan item j
yang sama dengan OS ij,t ( tadinya X ij,t > OS ij,t)
7 MANAJEMEN MATERIAL
A. TUJUAN
Diharapkan peserta dapat memahami pentingnya material (bahan baku, komponen,
suku cadang dan bahan pembantu lainnya); baik sebagai sumber daya (input)
untuk diproses, maupun sebagai modal karena mempunyai nilai, sehingga perlu di
“manage” agar efisien.
B. PENGANTAR
Material sebagai salah satu bahan masukan (input) pada suatu proses produksi,
mempunyai kedudukan strategis; baik perannya sebagai bahan baku utama,
maupun dilihat dari besarnya nilai investasi yang harus dikeluarkan untuk
memenuhi kebutuhannya.
Dipihak lain, kita menyadari konsekuensi logis dari adanya persediaan material,
yaitu timbulnya biaya – biaya persediaan.
Sehubungan dengan itu, untuk menentukan berapa dan kapan kebutuhan suatu
material harus dipenuhi, sangat tergantung pada permintaan, yang sering juga
dicerminkan oleh rencana produksi. Oleh sebab itu, pokok bahasan ini tidak
terlepas dengan pokok bahasan pada modul – modul lainnya; terutama dengan
manajemen permintaan, rencana produksi, struktur biaya yang berlaku serta Pola
Manajemen yang dianut / sistem produksi perusahaan.
C. PENDAHULUAN
Manajemen material, merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
manajemen operasi / produksi, dan sangat berpengaruh pada kinerja perusahaan
secara keseluruhan. Material dalam produksi dapat ditemukan sebagai bahan bak,
komponen, suku cadang atau bahan penunjang lainnya.
Jika kita bahas manajemen material, saat ini terdapat dua alternatif pendekatan,
yang bisa digunakan untuk mengendalikan material, yaitu :
1. Persediaan Statistik (sebut saja Persediaan Tradisional)
2. Sistem Pengendalian Material
Pada beberapa pabrik / manufaktur, ada satu sifat dimana kebutuhan (jumlah dan
waktunya) atas suatu komponen dependent pada kebutuhan komponen lain /
produk. Apabila teknik tradisionil diterapkan pada kasus permintaan dependen,
maka akan terjadi salah perkiraan kebutuhan komponen, dimana rencana produksi
(perakitan) tidak akan dicapai dengan tepat, sehingga kumulatif tingkat pelayanan
(service level) akan dibawah harapan. Hal ini terjadi karena adanya akumulasi
kesalahan perkiraan permintaan atas setiap komponen. Sebagai contoh, jika terjadi
kesalahan perkiraan atas dua kompoenen masing – masing sebesar 90%, akibat
kombinasinya (akumulasinya) akan terjadi kesalahan sebesar 81% (90% x 90%).
Dalam prakteknya, asumsi diatas tidak berlaku pada kasus permintaan dependen.
D. PERSEDIAAN TRADISIONIL
Diatas sudah dijelaskan asumsi dasar tentang persediaan tradisionil. Pada
umumnya, persediaan tradisionil diperlukan untuk mengatasi :
a. Ketidakpastian dari permintaan dan waktu pengadaan
b. Meningkatkan tingkat pelayanan
c. Memungkinkan pembelian dan produksi pada tingkat yang ekonomis
d. Mengatasi kesenjangan karena adanya distribusi (waktu transport)
akibat perpindahan material
e. Meminimasi upaya spekulasi karena tidak menentunya harga.
Untuk mengatasi situasi dimana material yang harus dikendalikan jumlahnya sangat
banyak, adalah bijaksana kalau keputusan pengendalian persediaan dimulai
dengan membuat klasifikasi atas material yang ada. Klasifikasi material biasanya
dilakukan dengan membuat klasifikasi – ABC menurut kaidah Pareto
(lihat gambar 1). Material yang termasuk klas A, merupakan barang yang paling
“penting” untuk perusahaan (fast moving); untuk itu perlu diperhatikan secara lebih
baik. Secara ekstrim, material klas C, merupakan material katagori slow moving,
yang jumlah persediaannya tidak perlu terlalu besar.
Prosen Volume
100%
C
B
selanjutnya (khusus untuk material kelas A dan B), model – model persediaan
mateial tradisional yang sekarang banyak dikembangkan, pada dasarnya dapat
dikelompokkan dalam dua model – P dan model – Q.
model – P; jika periode pemesanan selalu tetap dari waktu ke waktu (lihat gambar –
2 : Persediaan model - P).
S maks
Tingkat
p
e C2
r
s C1
e
d
i
a
a
n T1 T2
t1 t2
model – Q; jika jumlah yang dipesan selalu tetap dari waktu ke waktu (lihat
gambar – 3; Persediaan Model Q)
LT1 LT2
Model
Model - P Model – Q
masalah
Apa ? Klasifikasi ABC
Berapa ? Maksimum persediaan = S Pesanan tetap sebesar Q
jika persediaan mencapai
Kapan ? Setiap periode T
titik pesan R
Model persediaan tradisional yang paling klasik dan bersifat umum (memenuhi
kedua model P dan Q), disebut Model Lot Ekonomis (EOQ / Economic Order
Quantity). Model ini diarahkan untuk menemukan jumlah pesanan yang ekonomis,
yaitu jumlah pesanan yang memenuhi total biaya persediaan minimal (lihat gambar
4), dengan mempertimbangkan biaya pemesanan dan penyimpanan (tidak boleh
ada kekurangan persediaan / biaya kekurangan = 0)
C Total
Cs
Cp
Model EOQ ini dapat diterapkan jika asumsi – asumsi berikut dipenuhi :
a. Permintaan deterministik dan tetap
b. Tenggang waktu pengadaan = 0
c. Pengadaan sekaligus
d. Harga per unit barang adalah tetap
e. Biaya pemesanan (B) dan penyimpanan (S) adalah tetap
Dengan asumsi diatas, maka perubahan status persediaan dari waktu ke waktu
adalah seperti pada gambar 5.
Dari model diatas, jumlah lot ekonomis (EOQ), diperoleh dari rumusan sebagai
berikut :
2 BD
EOQ = S
Dimana ;
B = biaya pemesanan / order
D = permintaan / tahun
S = biaya simpan / tahun
½ Q = Persediaan
rata - rata
Reorder point
T T T (T = periode pemesanan)
EOQ D
C min = S + B
2 EOQ
EOQ
T =
D
Tingkat
Persediaan
Qo
Ro Ro
dt
D LT
T1 T2
LT1 LT2
Jika terdapat penyimpangan dari asumsi yang ditetapkan di atas, maka penerapan
model perlu dimodifikasi. Misalnya jika LT lebih besar dari nol, maka perlu
disediakan penyangga (R) untuk memenuhi kebutuhan selama lead dt time (lihat
gambar – 6). Situasi ini menunjukkan bahwa pemesanan material harus segera
dilakukan seandainya tingkat persediaan di gudang sudah mencapai R = d LT
Lebih lanjut, LT juga bisa bersifat probabilistik, sehingga pada suatu saat bisa
terjadi keterlambatan datangnya pesanan. Untuk itu perlu ditambahkan cadangan
persediaan (Reversed Stock;RS), sebesar :
RS = P (lambat) x D max
Dimana ;
P (lambat) = Probabilitas keterlambatan maksimum
D max = Rata – rata permintaan selama masa keterlambatan maksimum
Begitu pula jika ternata pola permintaan bersifat probabilistik (umumnya dianggap
berdistribusi normal); sehingga akan ada resiko kekurangan persediaan, jika
besarnya permintaan pada suatu periode LT lebih besar dari rata – rata permintaan
(lihat gambar – 7). Dalam praktek, untuk mengatasi situasi ini dikenal adanya
kebijakan tingkat pelayanan ( < 100% ), yang menggambarkan besarnya resiko
yang bisa ditolerir (biaya kekurangan persediaan), akibat dari tidak terpenuhinya
permintaan.
SS = Z x S Lt
Dimana ;
R1 R2 R3
d LT
SS
Pada bab ini akan dibahas tiga teknik pengendalian material di manufaktur, yang
masing – masing mempunyai keunggulan serta kelemahan, yaitu Material
Requirement Planning (MRP), Kanban dan Optimized Production Technology
(OPT).
Berikut ini akan dijelaskan masing – masing teknik, mencakup konsep awalnya,
pra-syarat pendahuluan untuk penerapannya dan prinsip – prinsip kerja sertta
usaha – usaha untuk mensukseskan penerapannya.
A. PRINSIP DASAR
MRP (sering disebut MRP-I), dikembangkan di Amerika, setelah perang dunia II.
Sistem ini bekerja dengan bantuan komputer, yang pemakaiannya di bidang
manajemen persediaan berkembang sejak tahun 1960-an. Dalam
perkembangannya, saat ini telah populer istilah MANUFACTURING PLANNING
AND CONTROL (MPC) SYSTEM atau MRP-II; dimana MRP-I menjadi
“jantungnya”.
MRP-I digunakan pada kasus dependent demand; untuk itu kebutuhan akan suatu
komponen / bahan baku harus dihitung (tergantung kebutuhan “induknya”), bukan
diperkirakan.
Pada awalnya, MRP-I bekerja dengan asumsi bahwa fasilitas yang dipunyai
mempunyai kapasitas tidak terbatas. Namun pada perkembangan berikutnya,
sudah memperhatikan situasi dimana kapasitas sumber terbatas.
“bagian depan”, terdiri dari beberapa kegiatan yang dapat digolongkan pada tahap
perencanaan dan pengendalian; mencakup Manajemen Permintaan, Perencanaan
Produksi dan Jadwal Induk Produksi (JIP).
DETAILE Timed-phased
D requirement
CAPACIT records ENGINE
MATERIAL
AND
CAPACITY
PLANS
ORDER
RELEASE PURCHASING
BACK
END
VENDOR
Shop-floor FOLLOW-UP
Control SYSTEMS
“Bagian pusat”, merupakan suatu set sistem yang secara detail membahas tentang
perencanaan material dan perencanaan kapasitas.
MRP-I, ada pada daerah “pusat” ini dan merupakan jantung dari MRP-II, yang
mengintegrasikan antara JIP (yang merupakan permintaan setiap perioda), struktur
produk (bill of material / BOM) dan status persediaan; untuk menetapkan kebutuhan
seluruh komponen dan bahan bakunya (jumlah dan waktu) disetiap periode
perencanaan.
Rencana kebutuhan material ini kemudian dimodifikasi dengan konsep ukuran Lot,
khususnya jika ada batasan kapasitas dari setiap pusat kerja (mesin center).
Seandainya ada keterbatasan kapasitas, maka (mungkin saja) MPS-nya
disesuaikan atau ukuran Lot diganti, sampai ada kesepakatan antara “permintaan”
dengan “kemampuan” (lihat gambar –9)
Requirements Coverage
5. Purchase
orders
TAKE ACTION
Proses pengolahan data MRP –I, dapat diuraikan menjadi 4 langkah; proses
netting, lotting, offsetting dan explotion.
Periode Rencana 0 1 2 3 4 5 6
Kebutuhan Kotor - 60 75 90 100 35 100
Rencana Penerimaan - 120 - - - - -
Status Persediaan 25 85 10 - - - -
Kebutuhan Bersih - - - 80 100 35 100
Lotting, adalah proses untuk menentukan besarnya pesanan (ukuran lot) yang
memberikan total biaya persediaan minimal. Banyak model ukuran lot yang sudah
dikembangkan, khususnya untuk MRP –I (single level), diantaranya model Lot for
Lot (LFL), Part Periode Balance (PPB), Silver Meal (SM), Wagner Within (WW),dsb
Contoh berikut (tabel –3), contoh dari ukuran penerapan lot size LFL, yaitu
besarnya pesanan yang sesuai dengan kebutuhan.
Periode Rencana 0 1 2 3 4 5 6
Kebutuhan Bersih - - 80 100 35 100
Ukuran Lot - - 80 100 35 100
Periode Rencana 0 1 2 3 4 5 6
Kebutuhan Bersih - - 80 100 35 100
Long Size - - 80 100 35 100
Rencana Pemesanan 80 100 35 100 - -
Explotion, adalah proses akhir pada suatu level, untuk menghitung kebutuhan kotor
dari “anak – anaknya” / komponen “induknya”. Untuk ini terlebih dahulu perlu
diketahui struktur produk (bill of material / BOM); lihat tabel –5.
Tabel –5 : Explotion
X
Penyusutan 10%
A (1) B (3)
Periode Rencana 0 1 2 3 4 5 6
Kebutuhan bersih X - - 80 100 35 100
Ukuran Lot X - - 80 100 35 100
Rencana Pemesanan 80 100 35 100 - -
Kebutuhan Kotor A 80 110 39 110 - -
Kebutuhan Kotor B 160 300 105 300 - -
Untuk mensukseskan penerapan MRP – II, membutuhkan data yang akurat (BOM,
routing dan file status persediaan), yang ketelitiannya sangat bergantung pada
sistem pendukungnya (perangkat keras dan lunaknya) serta dukungan manajemen
produk untuk mengembangkannya.
Pra-syarat kritis yang lain, adalah pendidikan dan pelatihan operator; baik
pendidikan dan pelatihan ketrampilan maupun mentalnya. Operator perlu dibekali
pengertian dari logika bekerjanya sistem serta mempunyai tanggungjawab serta
disiplin tinggi dalam mengoperasikan sistem.
D. PENERAPAN
Saat ini sudah banyak tersedia perangkat lunak MRP – II. Beberapa paket program
dirancang secara modular, sehingga kita dapat menerapkan sebagian dari paket
yang dirancang. Paket – paket program yang cukup terkenal diantaranya COPICS
dan MAPICS dari IBM; MRP – II dari Oliver Wight; Mac-Pac dari Arthur Andersen &
Co; Material Management dari Hewlett-Packed dan UNIS 90 Sperry Univac.
Lebih dari 1000 perusahaan di Amerika Serikat menggunakan sistem MRP, yang
bermanfaat dalam mengurangi persediaan, memperbaiki tingkat pelayanan dan
meningkatkan effesiensi operasi.
Kanban, yang dalam bahasa Jepang berarti “Kartu”, telah populer untuk digunakan
sebagai istilah / metoda / sistem untuk mengatur pergerakan material pada suatu
manufaktur (khususnya perakitan). Kanban, sebagai suatu sistem, merupakan
bagian dari konsep Just in Time (JIT), yang peranannya mirip dengan MRP-I dalam
MRP-II.
Populeritas JIT, sebagai suatu sistem pengendalian produksi, mulai tahun 70-an,
ketika Amerika dan Eropa dikejutkan oleh invasi produk – produk Jepang di
pasaran Internasional (seperti mobil, kamera, televisi, video, mainan anak – anak,
dsb), karena produk – produk Jepang mampu bersaing dengan harga murah dan
kualitasnya baik.
A. PRINSIP DASAR
Lebih lanjut, Kanban telah berkembang menjadi bagian JIT / TQC, merupakan
metoda yang sangat efektif untuk mengendalikan produksi dan material pada
khususnya dan sekaligus meningkatkan produktivitas.
Sistem JIT dengan suatu keyakinan bahwa persediaan terjadi karena kita telah
salah menetapkan jumlah produksi, salah menetapkan tempat produksi dan salah
memutuskan saat produksinya. Jepang telah membuktikan bahwa dalam beberapa
situasi, persediaan tidak diperlukan.
Saat ini berkembang tiga tipe sistem Kanban, yaitu sistem Kanban dua-kartu (yang
awalnya berkembang di Toyota), sistem Kanban kartu-tunggal (dikembangkan di
Kawasaki) dan sistem gabungan Kanban – MRP (sistem SYNCHRO-MRP) yang
dikembangkan di Yamaha.
Jika operator pada pusat kerja A mendapatkan kanban produksi pada box
penyimpanannya, maka ia akan segera memenuhi pesanan tersebut, sebanyak
satu kontainer (berisi sejumlah komponen sesuai yang tercatat pada kanban
produksi). Kontainer yang sudah diisi, diletakkan pada daerah output pusat kerja A,
dan pada kontainer tersebut disertakan kanban produksi dan sebelumnya, pada
kontainer tersebut sudah tersedia kanban pemindahan yang berasal dari B.
selanjutnya, secara periodik, pekerja pemindahan barang memindahkan kontainer
yang penug dari daerah output A ke daerah input B (yang sebelumnya, kanban
produksi dari kontainer tersebut disimpan pada box penyimpanan kanban produksi
di A).
Jika isi kontainer tersebut diambil oleh operator B, maka kontainer kosong beserta
kanban pemindahannya, diambil dan disimpan pada box penyimpanan dipusat
kerja B.
Dengan pola yang sama, secara periodik pekerja pemindahan barang,
memindahkan kontainer kosong beserta kanban pemindahannya dari B ke pusat
kerja A (lihat gambar 10).
Banyaknya kartu kanban tiap kontainer yang beredar (Y), dipengaruhi oleh laju
permintaan (D), ukuran kontainer (C); biasanya tidak lebih dari 10% permintaan
perhari), dan waktu sirkulasi suatu kanban (T = mulai diisi, menunggu, dipindahkan,
digunakan dan kembali untuk diisi lagi).
In 0 f
Out
f
In 0 f
Out
0 f 4 3 0 f
f
f
0 f 0 f f
E
E
2 1
0 e 0 e
E f E E f E
f f
5
kalau kita perhatikan rumus diatas, sepintas tidak ada perbedaan prinsip antara
persediaan tradisional yang dianut Barat dengan Jepang. Sebenarnya, terdapat
perbedaan prinsip yang kontras antara Barat-Jepang. Jepang mempunyai
keyakinan bahwa faktor – faktor yang berpengaruh tersebut bisa diminimasi dan
ketidakpastian bisa dikurangi bahkan dihilangkan. Sebagai contoh, mereka telah
berhasil meminimasi waktu setup, sehingga dapat meminimasi waktu proses (lead
time), yang secara drastis akan berpengaruh pada penetapan ukuran lot / jumlah
kanban yang beredar sekecil mungkin (idealnya lot size = 1) dan waktu menunggu
yang singkat; sehingga pada akhirnya persediaan menjadi minimal, service level
dan produktivitas meningkat.
Pada sistem ini, jika suatu pusat kerja mengalami gangguan (mogok), maka
persediaan pada pusat kerja sebelumnya akan meningkat, karena hasil
produksinya tidak bisa diambil oleh pusat kerja yang mogok. Akibatnya, sistem ini,
tidak lebih baik dari kanban dua kartu dalam hal perbaikan produktivitas.
3. Synchro-MRP
Synchro-MRP, adalah nama yang diberikan oleh R.Hall, pada Yamaha PYMAC
(Pan Yamaha Manufacturing Control) System; yang secara operasional merupakan
gabungan antara MRP-I dengan Kanban.
Sistem PYMAC, mengasumsikan bahwa pabrik merupakan gabungan antara dua
tipe produksi, yaitu bagian job shop dan bagian flow shop. Pabrik bagian job shop,
beroperasi menggunakan konsep MRP dan pabrik bagian flow shop menggunakan
konsep kanban. Kedua sistem ini bekerja dengan “dikoordinir” oleh kontainer yang
standar diseluruh departemen.
Sistem bagian kanban, jiga merupakan kombinasi antara Kanban dua kartu dengan
kanban kartu tunggal. Pada PYMAC, system beredar kartu SYNCHRO-I dan
SYNCHRO-II, seperti kanban pemindahan dan produksi pada kanban dua kartu;
juga produksinya beroperasi dengan jadwal produksi harian seperti kanban kartu
tunggal.
Maka, bagian pabrik yang flow proses, akan mulai berproduksi, jika dua tanda
berikut terjadi :
a. Waktu produksi (sesuai dengan jadwal yang ditetapkan) sudah tiba
dan
b. Ada kartu SYNCHRO-II pada box produksi.
Sedangkan pada pabrik bagian job shop, beroperasi dengan menggunakan konsep
MRP sederhana, berdasarkan pengaturan jadwal harian, dengan due date sebagai
prioritas pengaturan dan update data menjadi kegiatan yang rutin.
Secara ringkas, elemen – elemen utama keberhasilan penerapan dari JIT / TQC
adalah :
a. Produksi harus bisa dijaga konstan pada periode – periode pendek
(misalnya 10 hari). Keadaan ini hanya bisa dicapai jika produksi pada
volume tinggi dengan produk standar serta proses berulang
(repetitive manufacturing environvent)
b. Waktu setup harus absolut minimal, sehingga memungkinkan lot size
minimal, lead time pendek dan persediaan minimal.
c. Jadwal produksi harus dapat dipenuhi dengan sempurna. Untuk itu,
pelaksanaan preventive maintenance serta 100% pengendalian
kualitas, harus dilaksanakan dengan konsekwen.
d. Menggunakan kontainer standar
e. Partisipasi tenaga kerja mutlak diperlukan dan tenaga kerja
mempunyai kemampuan macam – macam (multi-functional workers)
f. Kontrak kerja sama dengan supplier harus dijamin, terutama untuk
menjaga komitmen waktu pengiriman.
Sebagaimana anda lihat, sistem Kanbannya sendiri relatif sederhana; namun pra-
syarat lingkungan pendukungnya, sangat sulit dicapai, khususnya dinegara –
negara non Jepang.
D. PENERAPAN
Sebagian besar literatur membahas Kanban dua kartu, namun sebagian besar
prakteknya lebih banyak menggunakan Kanban kartu tunggal.
Contoh sukses penerapan kanban dua kartu adalah diperusahaan Motor Toyota;
dimana dilaporkan persediaan menurun secara drastis dan produktivitas meningkat.
A. PRINSIP DASAR
Opt dikembangkan tahun 1978 di Israel oleh E.GOLDRATT (ahli fisika) dan
I.PAZGAL (ahli komputer). Pada awalnya OPT disebut Creative Output, yang dalam
MPC lebih berperan pada “bagian belakang”; yaitu sebagai suatu sistem yang
mengatur pengendalian di shop-floor, khususnya untuk mengatur penjadwalan
pada situasi kapasitas terbatas (pada pusat kerja yang bottle neck).
OPT dapat dibahas dari dua sisi, yaitu dari segi “konsep” dan perangkat lunaknya
(OPT / SERVE). Sebagai konsep, dalam OPT telah dikembangkan suatu algoritma
(sampai saat ini belum dipublikasikan), yang mampu memecahkan kasus
pembebanan mesin (penjadwalan) pada situasi kapasitas terbatas dalam waktu
sangat singkat.
Sedangkan sebagai perangkat lunak, pada OPT bekerja paket BUILDNET dan
SERVE, yang bekerja mirip konsep MRP.
B. PRINSIP KERJA
Prose OPT bekeerja mulai dengan modul BUILDNET, yang membuat jaringan
antara perusahaan, bahan baku, sumber (mesin dan tenaga kerja), produk dan
permintaan; menjadi Jaringan Produk; mirip seperti MRP dengan MPS, BOM,
routing dan status persediaannya.
Kriteria yang digunakan untuk mengidentifikasi sumber bottleneck ini adalah tingkat
pemakaian (utility)maksimum.
Setelah tahap identifikasi, maka sumber pabrik terbagi dalam dua situasi, yaitu
sumber kritis dan sumber tidak kritis. Untuk sumber yang kritis, penjadwalannya
ditetapkan dengan menggunakan algoritma-OPT, BRAIN, untuk menetapkan
process batches, beserta persediaan cadangan dan waktu cadangan (savety time).
Sedangkan sumber yang tidak kritis, penjadwalannya dipecahkan dengan
menggunakan paket SERVE.
BUILDNET
OPT
Serve network
Critical Resources Schedule
NonCritical Resources Schedule
Reports
Reports
C. PENERAPAN
OPT telah banyak berhasil diterapkan pada situasi dimana siklus produksinya
(waktu untuk membuat produk) panjang dan biaya material sangat tinggi; misalnya
industri pesawat terbang.
Berdasarkan kesulitan matematis, dapat disusun dari yang paling sederhana - yang
rumit, yaitu: Kanban – MRP – OPT
Secara esensial, Kanban adalah sistem manual. MRP adalah sistem berdasarkan
pengolahan data, yang bekerja karena bantuan komputer. Sedangkan OPT adalah
mutlak sistem yang dikomputerisasi (sering disebut teknik simulasi)
Pada awalnya, MRP digunakan pada industri job-shop atau produksi yang berulang
(repetitive manufacture); namun pada akhirnya juga baik diterapkan pada pabrik
flow-shop. Sistem Kanban, merupakan sistem yang sangat sederhana, namun agar
penerapannya sukses, membutuhkan lingkungan yang deterministik dan disiplin
mutlak (misalnya standarisasi kontainer, dan tidak akan ada produksi tanpa ada
kanban). Sedangkan, OPT efektif digunakan pada situasi pabrik yang tidak balance
dan terdapat sumber dengan kapasitas terbatas
8 PERENCANAAN KAPASITAS
A. TUJUAN
B. PENGANTAR
C. MATERI
Secara singkat kapasitas adalah jimlauh output (produk / jasa) maksimum yang
dapat dihasilkan oleh suatu fasilitas selama selang waktu tertentu (jam, hari, bulan,
tahun, dsb). Dalam praktek dikenal adanya berbagai istilah yang berkaitan dengan
kapasitas, diantaranya adalah :
a. Kapasita Desain
Menunjukkan output maximum yang dapat dihasilkan oleh suatu fasilitas
dalam kondisi ideal
b. Kapasitas Efektif
Menunjukkan output maximum yang dapat dihasilkan oleh suatu fasilitas
dalam kondisi operasi tertentu
c. Kapasitas Aktual
Menunjukkan output riil yang dapat dihasilkan oleh suatu fasilitas dalam
kondisi operasi yang ada (existing operation).
Yang dimaksud dengan fasilitas disini dapat berupa fasilitas tunggal seperti sebuah
mesin, sebuah stasiun kerja bahkan dapat berupa fasilitas ganda seperti sebuah
pabrik yang terdiri atas beberapa mesin, kapasitas tidak hanya ditentukan oleh
kemampuan potensial mesin yang ada tetapi dipengaruhi pula oleh faktor tenaga
kerja yang menjalankan mesin tersebut, metoda kerja, apa yang dikerjakan, dsb.
Pengukuran kapasitas untuk suatu fasilitas yang ahnya terdiri atas sebuah mesin
jauh lebih mudah dibandingkan dengan fasilitas yang terdiri atas beberapa mesin,
sebab kapasitas suatu falitas ditentukan oleh mesin yang memiliki output terkecil
(bottle neck). Sebagai contoh sebuah fasilitas yang dapat menghasilkan baju terdiri
dari mesin potong yang kapasitasnya 50 unit/jam, mesin obras dengan kapasitas 30
unit/jam dan mesin jahit dengan kapasitas 25 unit/jam, maka kapasitas ini tiap
jamnya adalah 25 unit/jam
Pada lintas produksi perakitan (flow shop) identifikasi bottle neck lebih mudah
dilakukan dari pada lintas produksi fabrikasi (job shop) sebab pada lintas produksi
fabrikasi suatu mesin dapat dipergunakan untuk mengerjakan berbagai macam
proses. Langkah sederhana yang dapat digunakan untuk menentukan kapasitas
suatu fasilitas dalam suatu kapasitas produksi fabrikasi adalah :
Pada lampiran A dapat dilihat contoh penentuan kapasitas suatu lintas produksi
fabrikasi dengan menggunakan langkah – langkah tersebut diatas.
Ditinjau dari segi horizon waktu perencanaan masalah yang berkaitan dengan
perencanaan kapasitas dapat dibedakan atas :
a. Perencanaan Kapasitas Jangka Panjang
Biasanya keputusan yang diambil adalah yang berkaitan dengan aspek
struktural dari suatu sistem produksi dan berdampak jangka panjang (3 tahun
atau lebih). Salah satu contoh dari jenis perencanaan ini adalah penentuan
kapasitas pabrik baru, expansi pabrik (vertikal dan horizontal)
b. Perencanaan Kapasitas Jangka Menengah
Biasanya kapasitas yang diambil adalah yang berkaitan dengan aspek
pemanfaatan kapasitas suatu sistem produksi yang telah ada dalam
menghadapi permintaan konsumen. Keputusan yang termasuk dalam
kategori ini diantaranya :
- Penambahan mesin dan penggantian mesin
- Penambahan karyawan
- Penambahan Shift kerja
- Subkontrak
c. Perencanaan Kapasitas Jangka Pendek
Titik sentral jenis perencanaan ini adalah bagaimana mengalokasikan
sumber daya yang ada (karyawan dan mesin) sesuai dengan jadwal produksi
yang telah dibuat / ditetapkan. Keputusan yang termasuk dalam kategori ini
diantaranya adalah :
Selain kategorisasi diatas perencanaan kapasitas dapat juga dilihat dari segi
keterkaitannya secara langsung dengan aktivitas perencanaan dan pengendalian
produksi seperti terlihat pada gambar berikut.
What-If
Analysis
Master Capacity
Requirement Requirement
Planning (MRP) Planning
(CRP)
Untuk memperjelas metode ini, maka berikut ini akan dijabarkan satu contoh
kasusnya.
Dua kelompok produk A dan B (produk kap lampu hias dan kap lampu baca)
mempunyai struktur produk (bill of material) sebagai berikut :
A B
Jika diketahui EOQ produksi untuk setiap item A,B,C,D dan E berturut – turut
adalah 15, 10, 25, 20 dan 30, maka dapat dihitung waktu standar operasi untuk
setiap work center dengan rumus :
Set Up
Waktu standar operasi = + waktu operasi
EOQ
Misalnya untuk item C pada work center milling (operasi 10-30) :
0.3 + 2.7
Waktu standar operasi = + 0.14 + 0.23 = 0.49 jam
25
Dengan cara yang sama waktu standar operasi untuk tiap item pada masing –
masing work center dapat dihitung dan hasil perhitungannya dapat dilihat sebagai
berikut :
Setelah itu dibuat “Bill of Resources” yang pada prinsipnya menjumlahkan waktu
standar operasi per unit untuk work center yang sama.
Waktu Standar
Item Work Center
Operasi Per Unit
C (Q* = 25) Milling 0.49
Drilling 0.50
Grinding 0.25
D (Q* = 20) Milling 0.17
Drilling 0.49
Grinding 0.35
E (Q* = 30) Milling 0.53
Drilling 0.46
Grinding 0.27
A (Q* = 15) Assembly 2
B (Q* = 10) Assembly 3
Bill of Resource
Andaikan rencana produksi jangka panjang kita masing – masing produk adalah
sebagai berikut :
Kebutuhan kapasitas untuk work center milling dengan demikian dapat dihitung
(mis. Untuk tahun 1) = (3000 x 0.66) + (2000 x 1.02) = 4020 jam
Oleh karena itu rencana kebutuhan kapasitas (Rough-Cut) untuk milling center saja
dapat diresumekan sebagai berikut :
Pada dasarnya sama dengan Rough-Cut Capacity Planning, hanya saja dalam
RRP estimasi kebuthan kapasitas lebih spesifik pada waktu yang lebih pendek.
Tidak serperti pada RCCP maka RRP memperhitungkan lead time produksi
sebagaimana halnya MRP. Langkah – langkah dalam Resource Requirement
Planning adalah sebagai berikut :
1. Hitung profil beban (load Profile) dari setiap grup produk. Profil beban
didasarkan pada satu unit produk rata – rata
2. Tentukan total beban (load) yang diperlukan untuk setiap resource dari
JIP yang dimaksud. Penentuan ini disebut Resource Requirement
Profile.
Profil beban produk dapat dikembangkan dengan memilih suatu typical produk
dalam sebuah grup produk. Untuk menghitung profil, jalankan satu unit produk
melalui sistem MRP, tanpa menggunakan lot sizing dan tanpa persediaan awal bagi
semua item. Kebutuhan kotor (Gross Requirement / GR) dari satu unit typical
produk dieksploitasikan ke semua level dan struktur produk untuk kemudian
diturnkan Rencana Produksinya (Planned Order Release / POR). Perhitungan
dilakukan hanya satu kali dan profil beban disimpan dalam komputer untuk
digunakan dikemudian hari.
Resource Requirement Profile memberikan perkiraan kasar dari beban pada key
resource. Resource Requirement Profile diperoleh dari perluasan profil beban untuk
setiap grup produk dalam gross master production schedule (JIP). Resource
Requirement Profile disiapkan terutama untuk critical machine centers dan
dibandingkan dengan kapasitas yang tersedia untuk melihat apakah ada masalah
kapasitas. Bila suatu masalah ditemukan, maka alternatif jadwal Induk Produksi
digunakan untuk membuat Resource Requirement Profile yang baru.
Berikut ini akan dijabarkan contoh kasusnya untuk memperjelas pengertian dan
prosedur Resource Requirement Planning.
Kita tinjau kasus yang sama, tetapi untuk kelompok produk A dengan struktur
produk dan lead timenya (minggu) sebagai berikut :
A (LT = 1)
C (LT = 2) D (LT = 3)
Untuk memecahkan persoalan diatas mula – mula kita hitung Rencana Produksi
(POR) kelompok produk A (kita buat kebutuhan Kotor (GR) = 1 satuan produk).
Hasilnya sebagai berikut :
Minggu
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Produk akhir A (LT = 1 minggu)
Kebutuhan Kotor (GR) 1
Rencana Produksi (POR) 1
Item C (LT = 2 minggu)
GR 1
POR 1
Item D (LT = 3 minggu)
GR 1
POR 1
Kemudian hitung waktu standar operasi per unit (cara menghitung sama seperti
pada Rough-Cut Capacity Planning) dan hasilnya sebagai berikut :
Waktu Standar
Nomor Waktu Waktu
Item Work Center Operasi Per
Operasi Set Up Operasi
Unit
A 10 Assembly 0 2.0 2.000
B 10 Assembly 0 3.0 3.000
C (Q*=25) 10 Milling 0.3 0.14 0.152
20 Drilling 2.4 0.40 0.492
30 Milling 2.7 0.23 0.338
D (Q*=20) 40 Grinding 1.0 0.21 0.250
10 Milling 0.4 0.15 0.170
20 Drilling 2.8 0.35 0.490
30 Grinding 2.2 0.24 0.350
Setelah itu dihitung profil beban untuk masing – masing machine center.
Perhitungan itu dapat dilihat pada tabel berikutnya. Tampak disitu untuk operasi 10
dan 30 milling (item C) kita alokasikan waktu standar operasi untuk masing –
masing operasi (0.152 dan 0.338 jam) pada minggu ke 7 dan 8 dengan perhitungan
POR yang telah kita lakukan sebelumnya.
Perhitungan profil beban :
Minggu
Mesin
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Assembly beban 2.000
Milling
Beban untuk C 0.152 0.338
Beban untuk D 0.170
Total 0.170 0.152 0.338
Drilling
Beban untuk C 0.500
Beban untuk D 0.490
Total 0.990
Grinding
Beban untuk C 0.250
Beban untuk D 0.350
Total 0.600
Untuk mempermudah penjelasan, sekarang mari kita lihat profil beban untuk milling
work center saja. Dan asumsikan Gross Master Production Schedule (JIP) kita
adalah sebagai berikut :
Minggu 6 7 8 9 10
Produk A 200 200 200
Produk B 150 150
Profil beban ini secara grafis dapat dilihat pada gambar dibawah. Dengan cara yang
sama kita dapat melakukan perhitungan profil beban untuk work center yang lain
dan juga untuk produk B.
Produk beban kelompok produk A untuk milling work center :
Waktu Standar untuk 1 unit A
-- 1.0
-- 0.5 0.338
0.17
0.152
| | | | | | | | | | |
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Perioda
Produk
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Lot 1 Lot 2 Lot 3 Lot 4 Lot 5
Grup A Grup B Grup A Grup B Grup A
200 150 200 150 200
Lot 1 grup A 200x0.17=34.00 30.40 67.60
Lot 2 grup B 64.80 102.15
Lot 3 grup A 34.00 30.40 67.60
Lot 4 grup B 64.80 102.15
30.40
Lot 5 grup A 34.00 67.60
Total 34.00 30.40 166.40 132.55 166.40 132.55 67.60
GR 6 7 8 9 10
Grup A 200 200 200
Grup B 150 150
200 --
Lot 5
Lot 3
100 -- Lot 2 Lot 4
Lot 4
Lot 2
50 -- Lot 5
Lot 3
Lot 1
Lot 1
Lot 1
. | | |
| |
| | | | |
1 2 3
5 4
6 7 8 9 10
Perioda
pada gambar diatas terlihat bahwa pada minggu ke 4, 5, dan 6 total kebutuhan
resources melampaui kapasitas yang tersedia, oleh karena itu jika kondisinya tidak
memungkinkan untuk melakukan perubahan kapasitas, maka JIP harus dirubah.
Misalkan JIP dirubah menjadi 100 produk A dan 75 produk B setiap minggunya,
maka sekarang total kebutuhan resources masih berada dibawah kapasitas
tersedia yang tersedia. Hal ini dapat dilihat dengan jelas pada tabel berikut ini. (total
kebutuhan jam maksimum hanya 149,5 jam yang berarti masih berada di bawah
kapasitas 150 jam per minggunya). Tentunya kita menginginkan beban yang lebih
merata dari minggu ke minggu (uniform production rate) dan untuk itulah dilakukan
simulasi pada JIP sehingga benar – benar didapatkan hasil yang sesuai dengan
keinginan kita. Apa yang terdapat pada tabel ini hanya merupakan salah satu
bentuk alternatif JIP yang feasible.
Perencanaan kebutuhan kapasitas untuk mesin milling
Periode
1 2 3 4 5 6 7 8 9
POR
Grup A 100 100 100 100 100 100
Grup B 75 75 75 75 75
Grup A, periode 4 17.0 15.2 33.8
Grup B, periode 4 32.4 51.1
Grup A, periode 5 17.0 15.2 33.8
Grup B, periode 5 32.4 51.1
Grup A, periode 6 17.0 15.2 33.8
Grup B, periode 6 32.4 51.1
Grup A, periode 7 17.0 15.2 33.8
Grup B, periode 7 32.4 51.1
Grup A, periode 8 17.0 15.2 33.8
Grup B, periode 8 32.4 51.1
Total 149.5 149.5 149.5
TUGAS LATIHAN
LAMPIRAN A
Contoh Perhitungan Kapasitas.
Dihaluskan
O-6 grinder 0-2 Dibentuk
1,5” 2” press
1-2 1-1
3” Pengepakan
O-9 packing
2. MENYUSUN MPPC
Tujuan menyusun MPPC adalah untuk menghitung kebutuhan jam mesin dari setiap
mesin yang digunakan dalam pembuatan satu unit produk. MPPC itu tidak lain
adalah penggambaran kembali peta proses operasi yang disesuaikan dengan jenis
mesinnya. Berdasarkan atas hasil dari MPPC ini maka akan dapat dihitung
kapasitas mesin. Bentuk MPPC dari contoh meja tamu sederhana adalah sebagai
berikut :
Kebutuhan
Komponen
Atap R. Besi Finishing Jam Mesin
Mesin
(menit)
Circ. Saw 5 1” 1 1” 2”
Drill 7 1” 3 1” 2”
Press 2 2” 2”
Painting 8 2” 4 2” 4”
Packing 9 3” 3”
Mi x E Unit / periode
Ki =
Ji
Dimana :
Ki = Kapasitas produksi mesin ke-i
Mi = Jumlah mesin ke-i
E = Jumlah jam kerja effektif
Ji = Kebutuhan jam mesin ke-I untuk membuat satu unit produk
Berikut ini contoh perhitungan kapasitas mesin bila jumlah jam kerja effektif E jam /
hari.
Cara mana yang terbaik harus dilihat dari segi kriteria ekonomisnya.
9 PENJADWALAN MESIN
A. TUJUAN
1. Memperkenalkan persoalan penjadwalan yang dihadap dalam suatu kegiatan
produksi
2. memperkenalkan teknik / metoda dasar penjadwalan dan melatih untuk
mempergunakannya
B. PENGANTAR
Dilihat dari seluruh urutan proses perencanaan kapasitas maka persoalan
penjadwalan merupakan persoalan yang bersifat sangat operasional oleh sebab itu
perlu suatu ketelitian dan ketepatan yang memadai.
Dalam pokok bahasan ini akan dikaji lebih lanjut tentang persoalan job-shop,
sedangkan untuk flow-shop akan dibahas pada sesi lain.
C. MATERI
Persoalan penjadwalan menjadi masalah jika ada tugas – tugas yang harus
ditetapkan urut – urutannya, yang mana yang harus didahulukan dan yang mana
yang kemudian. Masalah ini semakin rumit jika ditemui n tugas untuk proses pada m
mesin, yang berarti ada (n)m buah jadwal yang mungkin ditemui dan satu
Pada model pertama, sejumlah mesin dapat dibedakan atas mesin tunggal dan
mesin ganda. Masalah mesin tunggal sangat mendasar untuk analisa menyeluruh
dan masalah ini dapat diterapkan pada mesin ganda.
Pada model ke dua, pola aliran dapat dibedakan atas flow-shop dan jo-shop. Setiap
pekerjaan dalam job-shop mempunyai aliran yang berbeda, sedangkan dalam flow-
shop hanya dijumpai pola aliran yang identik dari satu mesin ke mesin yang lain.
Walau pada flow-shop semua tugas akan mengalir pada jalur produksi yang sama,
yang biasa dikenal dengan pure flow-shop, namun kadang kala dapat berbeda pola
alirannya. Pertama, disebabkan suatu shop dapat menangani tugas yang
bervariasi. Kedua, tugas yang datang ke dalam flow-shop tidak harus dikerjakan
pada semua mesin. Jadi mungkin saja suatu proses dilewati. Jenis flow-shop diatas
disebut dengan general flow-shop. Gambar dibawah memperlihatkan macam –
macam pola aliran tugas yang membedakan antara pure flow-shop, general flfow-
shop dan job-shop.
Pada model ke tiga, pola kedatangan tugas dapat dibedakan atas pola kedatangan
statis dan dinamis. Pada pola statis, tugas datang secara bersamaan dan siap
dikerjakan pada mesin – mesin yang tidak bekerja. Dipihak lain pola dinamis
mempunyai sifat kedatangan tugas tidak tentu, jadi di jumpai adanya variabel
waktu.
Pada bagian ini dan selanjutnya akan dibahas masalah – masalah khusus general
Job-shop, dimana sifat dan aliran operasi – operasi dari tugas – tugas adalah umum
,tidak dijumpai suatu pola tertentu. Masalah ini dapat dilihat dari klasifikasi
persoalan penjadwalan job-shop sebagai berikut :
Dari susunan elemen routing dalam kedua matrik routing tersebut dapat dilakukan
bahwa persoalan flow-shop merupakan salah satu bentuk dari pada persoalan
general job-shop. Elemen r ij dari matrik routing menyatakan tipe mesin yang
diperlukan oleh job-i pada operasi ke-j.
2 1 3 1 2 3
1 3 2 1 2 3
1 2 3 1 2 3
Besaran waktu ini tersusun dalam sebuah matrik yang disebut matrik waktu, seperti
terlihat pada gambar dibawah. Elemen t ijdari matrik waktu menyatakan besar waktu
yang diperlukan oleh job-i operasi ke-j. jika dihubungkan dengan matrik routing,
maka tipe mesin yang diperlukan oleh job-i pada operasi ke-j adalah r ij dengan
waktu yang diperlukan sebesar t ij.
t 11 t12 …. t1m
t 21 t 22 …. t2m
. . …. .
. . …. .
t n1 tn2 …. tnm
6
1 n
6
1 n
F max = max (F i)
1 < i < n
T max = max (T i)
1< i < n
6
1 n
karena ukuran penampilan ini merupakan fungsi dari pada waktu penyelesaian,
maka bentuk umumnya adalah :
Dengan kata lain jika Z dan Z’ masing – masing merupakan ukuran regular dari
pada jadwal S dan S’, maka akan berlaku Z’ > Z jika C1 > Ci sekurang –
kurangnya untuk satu harga I;
Sehingga dapat disimpulkan bahwa C maks = maks (C1, C2, C3, … Cn) adalah
suatu ukuran reguler.
Dari sekian banyak ukuran penampilan perlu dipilih kriteria – kriteria yang terdefinisi
dan terkuantifisir. Beberapa kriteria berhubungan dengan sifat – sifat tertentu yang
diinginkan dan beberapa yang lain berhubungan dengan sifat – sifat yang tidak
diinginkan. Maka perlu untuk menentukan kepentingan relatif dari beberapa kriteria
yang akan dipilih. Sebelum menginjak kepada kriteria, berikut ini akan dikemukakan
beberapa istilah dasar yang cukup penting :
Job flow time, adalah rentang waktu yang diperlukan oleh suatu pekerjaan di
dalam bengkel kerja
Utilitas shop, adalah ratio keseluruhan beban kerja terhadap kapasitas yang
tersedia dari mesin – mesin pada suatu periode produksi tertentu
Completion time, adalah waktu dimana tugas terakhir dari suatu pekerjaan
tertentu diselesaikan
Due-date, adalah waktu dimana tugas suatu pekerjaan tertentu telah siap
dikerjakan da siap untuk diserahkan kepada pelanggan
Conway et all memberikan klasifikasi dari beberapa kriteria yang ada dengan
melihat kepada karaktristik tugas dan shop (atau mesin) sebagai berikut :
1. Kriteria atribut tugas, didirikan oleh hubungannya dengan tugas,
contohnya adalah minimum flow time, minimum lateness dan
minimum in-waiting inventory
2. Kriteria atribut shop, dicirikan oleh hubungan dengan shop (atau
mesin). Kriteria – kriteria ini adalah maksimum utilitas shop atau
minimum waktu set up mesin.
Namun kadang – kadang penentuan suatu jadwal lebih cenderung kepada ukuran
penampilan yang berhubungan dengan keseluruhan shop, dibandingkan dengan
individual job. Yang paling nyata dan penting dalam hal ini adalah utilitass fasilitas,
sebagai bagian dari kriteria atribut yang berhubungan dengan shop.
Utilitas adalah bagian dari kapasitas mesin yang tersedia atau dibebani untuk
menjalankan proses – proses yang dibutuhkan, yakni ratio waktu proses terhadap
6
waktu yang tersedia : n
Pi
i=1
U =
m. F max
Karena nilai Pi konstan untuk semua job, yang penting diperhatikan hanya
pembilang saja dalam persamaan utilitas. Maka menaikkan utilitas rata – rata
berarti diperoleh dengan meminimumkan Fmax.
Sebagai hasilnya, utilitas jelas merupakan hal yang penting didalam masalah
praktis, walaupun jarang dinyatakan secara eksplisit di dalam penjadwalan.
3.2. ASUMSI
Penyelidikan untuk memecahkan masalah penjadwalan sering mengalami kesulitan
– kesulitan terutama oleh karena jadwal tersebut saling berkaitan dengan
penundaan atau perubahan keputusan yang tidak terduga. Penundaan ini bisa
disebabkan oleh :
1. Kemungkinan kerusakan mesin
2. Variasi kondisi kerja
3. Ketidakhadiran kerja
4. Penundaan pengiriman bahan – bahan dan alat
5. Perubahan yang mungkin dibuat pada spesifikasi tugas dan batas
waktu penyerahan produk
6. Penekanan oleh langganan untuk mempercepat pekerjaan sehingga
mengakibatkan penundaan pada tugas yang lain.
7. Kerusakan pada beberapa unit produk yang mengakibatkan perlunya
pengulangan operasi
8. Waktu pemrosesan yang bervariasi yang tegantung metoda estimasi
9. Kemungkinan – kemungkinan lain
Dari definisi diatas maka diperoleh jadwal fisibel yang jumlahnya tidak
terbatas. Hal ini disebabkan kita dapat menyisipkan waktu menganggur
diantara operasi tanpa melanggar ketentuan presedensi. Dalam hal ini kita
perlu mempertimbangkan jadwal yang mendekati kepada ukuran penampilan
yang akan dipilih. Jadwal – jadwal fisibel tersebut diklasifikasikan sebagai
berikut :
1. Set jadwal semi aktif (SA) adalah set jadwal dimana tidak satupun
operasi dapat dikerjakan lebih awal tanpa merubah susunan operasi
– operasi pada mesin.
2. Set jadwal aktif (A) adalah set jadwal dimana tidak satupun operasi
dapat dipindahkan lebih awal tanpa menunda operasi lain
3. Set jadwal non delay (Nd) adalah set jadwal dimana tidak satupun
mesin dibiarkan menganggur jika pada saat yang sama terdapat
operasi yang memerlukan mesin tersebut.
4. Set jadwal Optimal (O) adalah set jadwal dimana tidak terdapat
jadwal lain yang memiliki tingkat preferensi lebih tinggi dari set jadwal
optimal.
Dapat disimpulkan bahwa jadwal optimal terdapat dalam set jadwal aktif,
atau jadwal optimal merupakan jadwal dengan tingkat preferensi paling tinggi
dari set jadwal aktif. Meskipun jadwal non-delay merupakan subset dari
jadwal aktif, jadwal optimal belum tentu berada didalam set jadwal non-delay.
Hubungan antara set – set jadwal diatas diperlihatkan dalam diagram Venn
dibawah.
F F
A A Op
Op
Nd Nd
SA SA
PSt = suatu jadwal persial yang mengandung sejumlah t-operasi yang telah
dijadwalkan.
k
Besarnya j dari suatu operasi yang memerlukan mesin k = ( σ )
j
Langkah 2. Tentukan Φ* = min j ∈ St (Φj) dan mesin m*, yaitu mesin yang
merealisasikan Φ*.
σj < Φ* maka tambahkan operasi-j yang memenuhi syarat ini ke dalam Pst dan
mulai dikerjakan pada saat σj.
Langkah 4. Untuk setiap kemungkinan jadwal persial yang dapat dibuat pada
langkah ke-3 diatas akan menyebabkan perubahan – perubahan :
a. Keluarkan operasi j dari St
b. Masukkan operasi selanjutnya dari job sama dari operasi yang dikeluarkan
tersebut ke dalam St.
c. Harga t berubah menjadi t + 1
Langkah 5. Kembali kelangkah 2 untuk setiap alternatif jadwal persial PSt yang
dapat dibuat pada langkah ke 3. Lanjutkan proses ini sampai semua jadwal aktif
telah dihasilkan.
Untuk menjamin tidak akan terjadi operasi yang bersamaan pada satu mesin, maka
diperlukan konstrain lain. Jika job i mendahului job p pada mesin k, dengan kata
lain operasi (ij,k) diselesaikan sebelum operasi (p,q,k) dimulai, maka konstrainnya
adalah :
Xpk – tpqk > xik
Dengan cara yang sama jika job p mendahului job i pada mesin k berlaku :
Xik – tijk > xpk
Karena kedua konstrain ini harus dipenuhi, maka untuk memformulasikan model
diperlukan variabel indikator berikut :
Yipk = 1 jika job i mendahului job p pada mesin k, Selain itu maka = 0
Dimana H adalah bilangan positif yang sangat beast. Untuk masalah Mean Flow
6 X iki
Time, Formulasinya adalah sebagai berikut :
Min.
S/t Xik – tijk > xih untuk (i, j-1, h) < (i, j, k)
Xpk – xik + H(1-Yipk) > tpqk ; 1 < i ; p < n ; 1 < k < m
Dimana ki adalah nomor identifikasi mesin yang mengerjakan operasi terakhir dari
job i. Identifikasi jumlah variabel untuk persoalan m mesin dan n job dari formulasi
diatas memberikan :
- untuk pertidaksamaan (1) dan (2) = mn
- untuk pertidaksamaan (3) dan (4) = mn (n-1)
Jumlah variabel :
- variabel xik = mn
- variabel Yipk = mn (n-1)/2
Nampak bahwa untuk persoalan 10 job dengan 5 mesin saja membutuhkan 500
konstrain dan 275 variabel. Jadi terlalu sulit memformulasikan pertidaksamaannya.
Studi ini dilakukan oleh Wagner, Story, Grilio untuk persoalan flow-shop dan
general job-shop. Nyata bahwa ukuran resultante dari model integral programming
sangat memakan waktu dan code komputer. Greenberg telah mengembangkan
Studi Greenberg ini berhasil memecahkan persoalan konflik dan memberikan solusi
yang lebih cepat, namun masih belum memberikan penentuan formulasi dan batas
bawah (lower bound) yang produktif.
Prosedur dari teknik branch and bound dapat ditulis sebagai berikut :
a. Pemeriksaan semua cabang pada setiap simpul alternatif jadwal dengan
menggunakan “bound” sebagai pedoman.
b. Cabang yang memiliki bound terkecil (lower bound), dipandang sebagai
cabang yang mempunyai kemungkinan paling besar yang akan
memberikan solusi terbaik.
c. Setelah dihasilkan satu jadwal lengkap, maka panjang jadwal tersebut (=PJ)
dijadikan ukuran untuk memilih cabang – cabang yang memiliki “bound” <
PJ. Pemeriksaan ini dikenal dengan “Back Tracking” (penelusuran mundur)
d. Jika pada back tracking ditemukan jadwal lain dengan panjang Fmaks < PJ,
maka nilai PJ yang baru adalah sama dengan Fmaks. Proses back tracking
berlangsung terus sampai diperoleh jadwal terbaik dari semua alternatif
jawaban dari diagram cabang.
Perhitungan bound didasarkan pada dua hal, yaitu yang berhubungan dengan job
dan yang berhubungan dengan mesin. Perhitungan bound yang berhubungan
dengan job memakai asumsi bahwa tidak akan terjadi konflik diantara sumberdaya
jika pemrosesan operasi – operasi yang belum dijadwalkan dari tiap job dijadwalkan
seketat mungkin.perhitungan ini bersumber dari jadwal parsial, PSt, dan set operasi
yang schedulable, St. pada setiap stage akan ada satu operasi didalam set St untuk
setiap job yang belum diselesaikan. Untuk operasi j didalam set St, kita notasikan j
adalah saat tercepat dapat dimulainya proses j dan Rj adalah total waktu
pengerjaan bagi operasi yang belum dijadwalkan dari job yang berhubungan
dengan operasi j, maka untuk menyelesaikan job ini sekurang – kurangnya akan
diperlukan waktu sebesar j+Rj. Sehingga diperroleh “lower bound” yang
berhubungan dengan job sebesar :
b1 = maks (σ j + Rj)
j ∈ St
Kedua jenis bound yang dikemukakan diatas sama baiknya untuk digunakan bagi
pengurangn jumlah jadwal yang akan diperiksa dalam diagram cabang Algoritma 1
atau Algoritma 2.
A. TUJUAN
B. PENGANTAR
Dalam sistem produksi yang menghasilkan barang dalam jumlah besar dan
berkesinambungan (high volume production system) maka mesin – mesin /
peralatan produksi ditata sedemikian rupa mengikuti urutan proses pembuatan
produk sehingga membentuk apa yang sering disebut sebagai lintasan produksi.
Dalam pengertian yang luas lintasan produksi tidak hanya dapat dijumpai dapa
sistem produksi yang menghasilkan bentuk nyata, tetapi juga dapat dijumpai pada
suatu unit usaha jasa. Pada Bank misalnya, terlihat sederetan karyawan yang
secara berurutan melayani dokumen – dokumen dan keperluan konsumen.
Salah satu kelemahan dalam lintas produksi seperti apa yang digambarkan diatas
adalah tidak handalnya lintasan tersebut, artinya kerusakan dari suatu mesin akan
menyebabkan kemacetan / terhentinya lintasan tersebut untuk operasi produksi.
Disamping itu output dari lintasan produksi akan ditentukan oleh kapasitas mesin /
peralatan (stasion kerja) yang rendah. Akibatnya dapat terjadi under utilized dari
mesin – mesin / peralatan yang lain.
Dalam pokok bahasan disini akan dicoba untuk dibahas hal – hal yang berkaitan
dengan masalah ketidakseimbangan lintasan, khususnya yang berkaitan dengan
proses perancangan lintasan yang baik, sehingga akan diperoleh tingkat
penggunaan peralatan / mesin yang optimal.
C. MATERI
I. PERMASALAHAN
Salah satu tujuan dasar dalam menyusun lintas perakitan yang dikenal dengan line
balancing adalah untuk membentuk atau menyeimbangkan beban yang
dialokasikan pada setiap stasiun kerja. Tanpa keseimbangan seperti ini, maka akan
terjadi sejumlah ketidakefisienan karena beberapa stasiun akan mempunyai beban
kerja yang lebih banyak dari yang lain.
Dalam membuat perakitan sebuah produk biasanya ada sejumlah k elemen kerja
(operasi). Untuk masing – masing elemen kerja dibutuhkan waktu proses selama tk
(k= 1, 2, …..k) dan total waktu yang dibutuhkan untuk merakit sebuah produk :
k
∑tk
k-1
k elemen kerja juga dibatasi oleh hubungan preseden yang biasa diberikan oleh
diagram precedence. Gambar dibawah menunjukan salah satu bentuk diagram
precedence. Simbol didalam lingkaran menyatakan elemen kerja dan nomor diluar
lingkaran menyatakan waktu pengerjaan elemen. Elemen kerja 1 merupakan
predecessor dari elemen kerja j jika proses perakitan menghendaki elemen kerja 1
dikerjakan terlebih dahulu sebelum j.
U2 U3 U9 U10
5
2 2 6
U1
5 U11
U1 6
4
U1
7
U1 U1
5
U1 3
1
Apabila ada sejumlah Q unit yang akan diasembling di lintas perakitan dan pi (i = 1,
2, ….., n) menyatakan waktu stasiun yaitu jumlah dari waktu yang ditugaskan pada
stasiun i untuk masing – masing unit, maka :
n k
∑Pi = ∑tk
i=1 k=1
karena
n n n
∑ (c-Pi)nc - ∑ Pi = nc - ∑ tk = nc - konstanta
i=1 i=1 k=1
Maka minimasi persamaan diatas sama dengan minimasi jumlah stasiun atau
waktu siklus atau keduanya tergantung mana yang akan memberikan hasil yang
lebih baik.
1. Pendekatan Analitis
2. Pendekatan Heuristik
Semua hal diatas membawa para ahli untuk mengembangkan metoda heuristik.
Metode ini didasarkan pada pendekatan matematis dan akal sehat. Batasan
heuristik menyatakan pendekatan trial and error, fan teknik ini memberikan hasil
yang secara matematis belum tentu optimal tapi cukup mudah untuk memakainya.
Usaha yang dikeluarkan untuk perhitungan agar mendapatkan solusi yang optimal
seringkali sangat besar dan sangat riskan apabila data yang dimasukkan tidak
akurat. Jadi teknik yang memberikan alternatif solusi yang baik dan juga cukup
mudah untuk dihitung, baik dengan tangan maupun dengan komputer, merupakan
alat yang sangat berguna untuk menganalisa lintas perakitan. Pendekatan heuristik
merupakan cara yang sangat praktis, mudah dimengerti dan diterapkan.
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap berikut ini akan diberikan
beberapa model heuristik untuk penyeimbangan lintas perakitan.
Metoda ini biasanya lebih dikenal dengan nama ranked positional weight system
(sistem rpw). Langkah pertama adalah membuat diagram precedence dan matrix
precedence. Kemudian dihitung bobot positional untuk setiap elemen yang didapat
dari penjumlahan waktu pengerjaan elemen tersebut dengan waktu pengerjaan
elemen lain yang mengikuti elemen tersebut.
b 3
c 4
a 6 9
e
d 2
Dari diagram precedence diatas bobot setiap elemen dapat dihitung sebagai
berikut :
Untuk elemen a = a + b + c + d + e = 24
Untuk elemen b = b + c + e = 16
Untuk elemen c = c + e = 13
Untuk elemen d = d + e = 11
Untuk elemen e = e = 24
Hubungan precedence juga bisa dibuat dalam bentuk matrix dimana setiap
hubungan bernilai –1, 0 dan 1. Hubungan precedence bernilai +1 jika si elemen
yang mau dihubungkan dikerjakan sebelum elemen yang mau dihubungkan
dengannya ;-1 jika sebaliknya dan 0 apabila tidak ada hubungan.
Elemen a b c d e
A 0 1 1 1 1
B -1 0 1 0 1
C -1 -1 0 0 1
D -1 0 0 0 1
E -1 -1 -1 -1 0
Dari matrix precedence, bobot setiap elemen didapat dari penjumlahan waktu
pengerjaan untuk elemen tersebut dengan elemen yang nilainya +1 pada masing –
masing baris. Sebagai contoh diambil elemen b.
Elemen a b c d e
b -1 0 1 0 1
Positional
0 3 4 0 9=16
weight
Terlihat bahwa masing – masing elemen mempunyai bobot dan elemen yang
mempunyai bobot paling besar menempati rank,1. Bobot yang besar berikutnya
menempati rank,2 dan begitu seterusnya sampai semua elemen didaftar. Apabila
ada dua elemen yang bobotnya sama mereka bisa diurut sesuai urutan mereka
dalam daftar.
Yang perlu diingat disini adalah bahwa waktu siklus yang dihitung pada lintasan
merupakan gambaran dari target dan kenyataannya waktu siklus dalam lintasan
merupakan waktu stasiun kerja yang paling lama yang mungkin sama atau tidak
dengan waktu siklus target.
Balance delay bisa dihitung untuk memberikan gambaran apakah telah tercapai
keseimbangan yang baik atau belum. Balance delay dihitung dengan perhitungan
sebagai berikut :
n
n.Sm - ∑ Si
i=1
D =
n.Sm
D = balance delay
Sm= waktu stasiun yang paling maksimum dalam lintasan
n = jumlah stasiun kerja
Si = waktu masing – masing stasiun (i = 1, 2, 3, …,n)
Prosedur metode rpw diatas akan lebih dijelaskan dengan contoh berikut;
Misalkan diagram precedence berikut ini akan diseimbangkan.
b 3
h 7
c
6 i 3
a 6
4
3 k
d
j 3
e 5 g
2
f 4
Elemen Kerja a b c d e f g h i j k
a 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
b -1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1
c -1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1
d -1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1
e -1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1
f -1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1
g -1 0 0 -1 -1 -1 0 0 0 1 1
h -1 -1 -1 0 0 0 0 0 1 0 1
i -1 -1 -1 0 0 0 0 -1 0 0 1
j -1 0 0 -1 -1 -1 -1 0 0 0 1
k -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 0
Bobot masing – masing elemen dihitung dan didapat hasil seperti dibawah ini :
Misalnya C didapat 12 menit dan dilakukan langkah berikutnya. Langkah berikut ini
berbentuk tabel yang terdiri dari beberapa kolom yang masing – masing kolom dari
kiri kekanan menunjukkan ; rank untuk menyatakan urutan elemen; nomor elemen
yang menyatakan identitas elemen sesuai dengan rank; pengecekan precedence
untuk mengetahui apakah precedence elemen tersebut sudah digabung; kemudian
dihitung perbedaan dari kumulatif waktu yang bergabung dengan waktu siklus C;
dan terakhir keterangan menyatakan bergabung atau tidaknya suatu elemen dalam
satu stasiun kerja.
Beda antara
Nomor Pengecekan Waktu komulatif waktu
Rank elemen dengan
Keterangan
Elemen Precedence Proses
C
Stasiun Kerja 1
1 a √ 4 8 Masuk
2 c √ 6 2 Masuk
3 b √ 4 negatif Tidak
Waktu elemen – elemen d, e, f terlalu besar dan elemen lain tidak memenuhi batasan precedence
Stasiun Kerja 2
3 b √ 3 9 Masuk
4 e √ 5 4 Masuk
5 h √ 7 (-) Tidak
6 f √ 4 0 Masuk
Stasiun Kerja 3
5 h √ 7 5 Masuk
7 d √ 3 2 Masuk
8 g √ 2 0 Masuk
Stasiun Kerja 4
9 i √ 3 9 Masuk
10 j √ 3 6 Masuk
11 k √ 6 0 Masuk
Ringkasan hasil
Sesuai dengan hubungan precedence tiap elemen yang bergabung dalam stasiun –
stasiun kerja maka bentuk hubungan tiap stasiun kerja adalah sebagai berikut :
Stasiun 1 Stasiun 2
Stasiun 3 Stasiun 4
Untuk menerangkan pemakaian metoda diatas lihat contoh sebagai berikut. Dari
diagram precedence dilakukan pengelompokan sesuai dengan batasan
precedence.
I II III IV V
b 3
h 7
c
i 3
6
a 4 k
d 3 3
j
2
e 5 g
4
f
Diambil yang sesuai dengan urutan yaitu a, b, c, kemudian modifikasi tabel dengan
membatasi elemen yang sudah bergabung dalam satu stasiun kerja dengan garis
putus – putus.
Dalam tabel diatas terlihat pada kolom II elemen yang belum bergabung adalah
elemen c, d, dan f. Jumlah waktu ketiga elemen ini adalah 13 yang berarti lebih
besar dari C. jadi penggabungan terjadi pada kolom II ini dengan kemungkinan
penggabungan.
Stasiun kerja berikutnya stasiun 3 dan dilihat dari tabel elemen yang bisa
bergabung adalah elemen d, g, h dan terakhir stasiun 4 jatuh pada elemen i, j, k.
Apabila diambil waktu siklus = 12 menit dan perhatikan jumlah komulatif waktu
kolom maka stasiun kerja pertama akan terdiri dari kolom I dan beberapa elemen di
kolom II. Karena semua elemen dalam kolom saling tidak bergantung maka semua
elemen bisa diseleksi.
Jadi hasil akhir dari penyelesaian dengan metoda Kilbridge dan Wester adalah
sebagai berikut :
Stasiun kerja 1 elemen a, b, e –waktu = 12 menit
Stasiun kerja 2 elemen c dan f –waktu = 10 menit
Stasiun kerja 3 elemen d, g, f –waktu = 12 menit
Stasiun kerja 4 elemen i, j, k –waktu = 12 menit
Sesuai dengan batasan precedence tiap elemen hubungan antar stasiunnya adalah
seperti dibawah ini
Stasiun 1 Stasiun 2
Stasiun 3 Stasiun 4
Bentuk hubungan antar stasiun hasil dari metoda Kilbridge dan Wester
Untuk contoh soal sama, terlihat bahwa ada perbedaan antara hasil yang didapat
dengan metoda Helgeson dan Birnie dibandingkan dengan hasil yang diperoleh
dengan metoda Kilbridge dan Wester. Elemen – elemen yang bergabung dalam I
stasiun berbeda antara kedua metoda.
Sulit untuk mengatakan metoda mana yang lebih baik, karena kalau dihitung delay
time antara kedua metoda hasilnya akan sama. Kalau dilihat kemudahan dalam
penerapannya misalnya untuk jaringan kerja yang rumit mungkin metoda Kilbridge
dan Wester lebih mudah diterapkan. Tapi pemakaian metoda tentu saja tergantung
keadaan yang dihadapi, mana yang cocok dan lebih mudah diterapkan.
TUJUAN
PENGANTAR
Setelah Jadwal Induk Produksi (JIP) disusun maka salah satu permasalahan yang
perlu diperhatikan adalah mengatur dan merencanakan tenaga kerja.
Perencanaan tenaga kerja yang dimaksud adalah dalam tingkatan yang
operasional bukan hal yang berkaitan dengan rekruitmen, cara penggajian, promosi
dan sebagainya. Level operasional tersebut meliputi antara lain :
1. Penentuan jumlah tenaga kerja
2. Pengaturan jam lembur
3. Penggiliran kerja
Dalam pokok bahasan disini dibatasi pada faktor tenaga kerja operator sedangkan
faktor – faktor yang lainnya seperti mesin, material dan sebagainya dianggap tidak
ada permasalahan
MATERI
a. Menghitung waktu kerja yang tersedia untuk satu orang dalam 1 tahun
atau dalam satu kurun perencanaan tertentu (WE). Untuk menghitung
waktu kerja yang tersedia, contoh berikut ini akan menunjukkan
gambarannya.
Misalkan diketahui untuk 1 tahun tersedia 250 hari kerja dan I hari
pabrik bekerja 8 jam; maka waktu kerja yang tersedia adalah 250 x 8 =
2.000 jam. Biasanya dalam 1 tahun seorang pekerja pernah tidak
bekerja, entah oleh alasan sakit atau lainnya. Dengan demikian waktu
kerja efektif akan berkurang dari jumlah tersebut. Misalkan tingkat
absensi adalah 10% maka waktu efektif adalah (1-0,1 x 2.000) = 1.800
jam. Waktu kerja ini adalah waktu kerja seorang pekerja selama
setahun.
JK = WP / WE
Misalkan JIP yang dimaksud adalah sebagai berikut (periode dalam JIP dinatakan
dalam kuartal) :
Periode I II III IV
Produksi 625 625 625 625
Periode I II III IV
Produksi 65 50 70 65
Dari tabel diatas terlihat bahwa lembur dilakukan pada kuartal I dan II yang
semuanya untuk memenuhi permintaan pada kuartal II
Berdasarkan pengaturan jadwal kerja ini bisa pula dibuat kesimpulan yang
menggambarkan rencana produksi yang lebih rinci lagi, dimana gambaran tingkat
persediaan produk jadi pada suatu periode juga dapat diketahui
Pada contoh tersebut kesimpulan rencana produksi yang dimaksud adalah sebagai
berikut :
Contoh :
Hari Mg Sn Sl Rb Km Jm Sb Total
Kebutuhan 4 8 7 7 7 7 6 46
Contoh :
Mg Sn Sl Rb Km Jm Sb
4 8 7 7 7 7 6
-1 -1 -1 -1 -1 Shift 1
4 7 6 6 6 6 6
0 -1 -1 -1 -1 -1 0 Shift 2
4 6 6 6 5 5 6
-1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 Shift 3
3 5 5 5 4 4 5
-1 -1 -1 -1 0 0 -1 Shift 4
2 4 4 4 4 4 4
0 -1 -1 -1 -1 -1 0 Shift 5
2 3 3 3 3 3 4
0 0 -1 -1 -1 -1 -1 Shift 6
2 3 2 2 2 2 3
-1 -1 0 0 -1 -1 -1 Shift 7
1 2 2 2 1 1 2
-1 -1 -1 -1 0 0 -1 Shift 8
0 1 1 1 1 1 1
0 -1 -1 -1 -1 -1 0 Shift 9
0 0 0 0 0 0 1
0 0 -1 -1 -1 -1 -1 Shift 10
-1 -1 -1 -1 0
A. SISTEM PRODUKSI
SISTEM
PENGENDALIAN
Keputusan Informasi
SISTEM
FISIK
FASILITAS PRODUK
Fungsi
Pemrosesan Data
Administrasi
Data Produksi
Produksi
Fungsi
Pemrosesan Data
Administrasi
Data Produksi
Produksi
Pemantauan
Permintaan Informasi
Pemrosesan Fungsi
Informasi
Keputusan Keputusan
Koordinasi Koordinasi
Permintaan Informasi
Pemrosesan
Data
DEFINISI
PERENCANAAN PRODUKSI :
PENGENDALIAN PRODUKSI :
TUJUAN
Tujuan utama perencanaan dan pengendalian produksi adalah :
1. Memaksimumkan pelayanan pada konsumen.
MTO : waktu yang singkat dan sesuai dengan jadwal
MTS : pemenuhan order konsumen
Tujuan diatas satu sama lain konflik, sehingga keputusan yang harus dilakukan
adalah ‘trade off’ diantara tujuan tersebut.
FUNGSI
Fungsi – fungsi yang terlibat pada masalah Perencanaan dan Pengendalian
Produksi adalah :
PERENCANAAN PRODUKSI :
¾Menyiapkan rencana produksi tingkat agregat perusahaan
¾Menjadwalkan penyelesaian produk spesifik
¾Merencanakan produksi dan pembelian komponen dan bahan baku
¾Menjadwalkan urutan proses stasiun kerja / mesin
PERENCANAAN PERSEDIAAN :
¾Menyiapkan persediaan bahan baku, WIP dan bahan jadi tingkat
agregat
¾Merencanakan persediaan produk individu (item) dengan
mempertimbangkan berbagai faktor seperti : ukuran lot ekonomis, lead
time, ketidakpastian permintaan dan tingkat pelayanan kepada
konsumen.
PERENCANAAN KAPASITAS :
¾Perencanaan kapasitas jangka panjang, menengah dan pendek untuk
mencapai jadwal produksi, termasuk akuisisi fasilitas dan peralatan,
penambahan – pengurangan tenaga kerja, lembur dan subkontrak.
ORGANISASI
Presiden dan
General Manajer
Bendahara Sekretaris
Presiden dan
General Manajer
Bendahara Sekretaris
Kewenangan = Mengelola Aliran Material dimulai dari Pembelian, Produksi dan Distribusi
• Perencanaan material
• Perencanaan kapasitas
• Fungsi / pengendalian
• Perencanaan Bisnis
Merupakan rencana perusahaan dalam satuan uang (rupiah); meliputi
: proyeksi laba – rugi, neraca, sumber dan penggunaan dana dan
ukuran performansi seperti EPS, ROI dll
• Perencanaan Pemasaran
Meliputi lini produk apa yang akan diproduksi dan dijual, pasar yang
akan dimasuki dan proyeksi tingkat permintaan.
• Perencanaan Produksi
Merupakan pernyataan rencana produksi perusahaan tiap periode
dalam satuan agregat. Termasuk juga persediaan penundaan
pengiriman (backlog) dan pengemasan
Perencanaan Bisnis
Perencanaan
Manajemen Permintaan, Perencanaan Manajemen
Peramalan, Perencanaan Pemasaran Atas
Kebutuhan, Distribusi,
Penerimaan Order
Perencanaan Perencanaan
Produksi Sumber Daya
Perencanaan
Manajemen
Operasi
Perencanaan Perencanaan
Kebutuhan Material Kebutuhan Kapasitas
Pengukuran Performansi
KARAKTERISTIK SISTEM
¾Sistem Hirarkhi
Keputusan pada jadwal produksi dan rencana kapasitas yang dihasilkan pada
tingkat (level) tertentu, terjadi pembatasan untuk rencana produksi dan
kapasitas pada tingkat yang lebih rinci. Tingkat yang lebih rendah harus
mendukung rencana tingkat yang diatasnya.
¾Umpan Balik
Apabila rencana dari tingakt yang diatasnya ternyata tidak fisibel pada waktu
dijabarkan menjadi rencana pada tingakt berikutnya, hal ini harus
diinformasikan pada tingkat diatasnya, sehingga dilakukan modifikasi
¾Sistem Komputer / Manual
Sistem komputer bukan berarti otomasi penuh. Peran manusia masih tetap
diperlukan. Komputer berfungsi sebagai alat bantu.
¾Basis Data Tunggal
Sistem manual menyebabkan duplikasi data dan pemeliharaan data dilakukan
di beberapa tempat.
Misal : Bill of material diperlukan oleh rekayasa (engineering, perencanaan,
produksi dan akuntansi)
Sistem komputer menggunakan basis data tunggal
¾Integrasi
Berbagai modul harus bekerja bersama – sama. Data yang dihasilkan dari satu
modul akan digunakan oleh modul lain.
¾Waktu Reaksi
Operasi perusahaan akan menyebabkan berbagai perubahan yang terjadi pada
interval yang beragam. Perubahan order, status mesin, material rekayasa
(engineering) harus cepat diantisipasi.
¾Transportasi
Jika sistemnya transportasi, keputusan atau rekomendasi dapat mudah
dimengerti oleh perencana. Hal ini akan memudahkan dalam pengelolaannya.
¾Management of exception
Pengelolaan terhadap masalah item secara keseluruhan membutuhkan waktu
yang panjang. Keputusan atau rekomendasi cukup diberikan terhadap masalah
– masalah yang membutuhkan perhatian.
¾Ketepatan Data
Sistem manual dapat menyebabkan tingginya ketidakakuratan data. Sistem
komputer bekerja berdasarkan data yang diberikan. Kesalahan data sumber
dari data mentahnya.
Master file :
• Item master file
• Bill of material file
• Routing file
• Work center file
• Tool file
BLest 126 dari 132
Manajemen Produksi
ROUTING FILE
Routing file berisikan data tentang operasi – operasi yang harus diselesaikan untuk
membuat suatu item. File ini biasanya disiapkan oleh unit kerja teknik produksi atau
teknik industri. Unit kerja menetapkan operasi, urutan, mesin dan peralatan yang
digunakan. Unit kerja yang melakukan pengukuran waktu, mandor melengkapi file
ini.
TOOL FILE
Tool file ini berisikan data tentang semua peralatan dan statusnya. File ini
diperlukan untuk mendukung operasi dan pemeliharaan.
Item
Master Proses Master
BOM File
Data
Routing File
Tool File
Retrieves
Jadwal pengiriman ke
Pemasukan
Order
Program
Jadwal Induk Open Order
File
BOM File
Elemen kapasitas :
1. Tenaga kerja
2. Mesin
3. Gudang
4. Rekayasa (engineering)
Rencana Rencana
Produksi Sumber Daya
Rencana Rencana
Kebutuhan Kebutuhan
Material Material
Horison
Perencanaan
Panjang, Rencana
Sumber Daya
Menyiapkan
Jadwal
Produksi
Menentukan
Kebutuhan
Kapasitas
Kebutuhan
Kapasitas = Y
Stop
Kapasitas ?
T Rencana
Kapasitas
Mencukupi?
Y
Stop
Status
Dispatching
Instruction
Mover Producer
Execution
ORDER RELEASE
Order Review
Sebelum order produksi / shop / job / manufacturing / kerja diturunkan, perlu
diperiksa apakah sumber siap digunakan.
Sumber – sumber yang diperiksa antara lain :
1. Material
2. Tenaga kerja
3. Mesin
4. Peralatan
Dokumentasi Order
Apabila sumber – sumber memungkinkan, order produksi dibuat dan
dikeluarkan, meliputi :
1. Routing
2. Blue Print
3. Permintaan material dan identifikasi material
4. Permintaan peralatan
5. Operation ticket
6. Scrap ticket
7. Move ticket
DISPATCHING
Dispatching adalah penentuan urutan pekerjaan pada stasiun kerja dan
penugasan pada pekerja dan mesin.
Plan Order
Release
BOM File
Open Order
Order
File
Bograss
Job Order
Status Report
Exception
Reports