Anda di halaman 1dari 31

PENGANTAR MANAJEMEN

BAB 15 MANAJEMEN OPERASI DAN PRODUKTIVITAS DALAM ORGANISASI

 MUHAMMAD RIFQI RESKIAWAN AHMAD {196601230}


 CAECAR HIMAWAN {196601325}
 IRMAN {196601102}
 HADIT ALPAT AZWAN {196601429}
A. KONSEP DASAR MENGENAI MANAJEMEN OPERASI

1. Pengertian Manajemen Operasi


Sebagaimana telah diterangkan dalam bab sebelumnya, salah satu kegiatan penting dari
sebuah perusahaan adalah kegiatan produksi. Pada saat produksi berlangsung perusahaan dapat
memastikan apakah produk yang disiapkan sesuai dengan keinginan Pelanggan ataukah tidak
sekaligus juga pengawasannya. Oleh karena kegiatan produksi ini sangat panting, maka
pengelolaan produksi menjadi sesuatu yang perlu dilakukan. Salah satu fungsi operasional dari
manajemen perusahaan yang terkait dengan pengelolaan produksi adalah manajemen produksi
atau manajemen operasi. Beberapa literatur lebih sering menamakan manajemen operasi karena
cakupannya yang lebih luas, yaitu mencakup sampai ke bisnis jasa. Adapun manajemen produksi
memiliki kecenderungan hanya terbatas untuk bisnis barang atau lebih sering digunakan untuk
perusahaan manufaktur penghasil baran g Karena itu, buku ini akan cenderung menggunakan
pengertian operasi dam produksi secara bergantian. Pada dasamya Dessler (2004)
Mendefinisikan manajemen operasi sebagai rangkaian proses pengelolaan keseluruhan sumber
daya perusahaan yang dibutuhkan dalam menghasilkan barang atau jasa yang akan ditawarkan
kepada konsumen. operations management is the process of managing the resources that are
needed to produce organization's goods and services). Secara lebih spesifik Dessler
mengemukakan bahwa pada dasarnya manajemen operasi memfokuskan pada pengelolaan 5P
dalam operasi perusahaan. 5P tersebut yaitu:

1. People atau orang-orang dalam perusahaan, mencakup tenaga kerja a langsung


maupun tidak Langsung yang terlibat dalam kegiatan operasi perusahaan, dari
mulai pekerja desain. pemelihara mesin produksi, petugas kebersihan, hingga
pegawai klerikal.
2. Plants, mencakup pabrik atau rumah produksi atau cabang dari perusahaan di
mana perusahaan melakukan proses menghasilkan barang atau jasa yang akan
ditawarkan kepada konsumen.
3. Parts, mencakup berbagai faktor input yang dibutuhkan perusahaan dalam
menghasilkan barang atau jasa. Faktor input ini dapat berupa bahan. baku, skill
dari orang-orang hingga uang yang diperlukan untuk menghasilkan barang dan
jasa sesuai yang diinginkan oleh perusahaan.
4. Processes atau proses yang dilakukan, mencakup berbagai hal yang menyangkut
teknologi yang digunakan, perlengkapan, hingga langkah-langkah proses produksi
yang perlu dilakukan perusahaan dalam menghasilkan barang dan jasa.
5. Planning and control systems atau sistem perencanaan dan pengawasan,
mencakup prosedur yang dijalankan untuk memastikan bahwa proses pengelolaan
produksi yang dilakukan memenuhi persyaratan standar yang telah ditetapkan.

Manajemen operasi tidak hanya diperlukan bagi perusahaan manufaktur, akan tetapi juga
untuk perusahaan yang bergerak dalam bisnis jasa. Perusahaan yang bergerak dalam bisnis
restoran perlu memastikan bahwa keseluruhan proses kegiatan dan mulai penentuan lokasi
restoran, desain interior dari restoran, pembelian bahan-bahan makanan hingga ke proses
pelayanan kepada para pembeli dapat dijalankan dengan baik dan memenuhi target yang
diharapkan. Demikian pula misalnya bagi perusahaan yang bergerak dalam sektor jasa
transportasi’. perusahaan perlu memastikan apakah konsumen dari jasa transportasi tidak
mengalami kesulitan dari mulai pembelian tiket hingga tiba di lokasi tujuan.

Perkembangan teori mengenai manajemen operasi semakin pesat setelah ilmu Matematika
Yang menggunakan pendekatan kuantitatif digunakan dalam ilmu Manajemen, Tak heran jika
pembahasan dalam manajemen Operasi banyak Yang berbasiskan pendekatan kuantitatif. Buku
ini memberikan pengantar mengenai manajemen operasi ini sebagai salah satu fungsi penting
dalam manajemen perusahaan, terutama yang terkait dengan Operasi dan Pengawasan kegiatan
perusahaan,

Untuk lebih bisa memahami manajemen operasi ini, maka perlu diketahui terlebih dulu
mengenai apa yang dimaksud dengan sistem produksi, dan bagaimana sistem produksi ini
dikelola dalam sebuah Perusahaan. Pada bagian berikut ini akan diuraikan haI-hal tersebut.

2. Konsep Dasar Sistem Produksi


Pada dasarnya sistem produksi adalah proses transformasi input menjadi output, atau dengan
kata lain produksi adalah sebuah proses mengubah input menjadi output. Berdasarkan
pengertian ini, sistem produksi memiliki tiga komponen utama, yaitu masukan (input), keluaran
(output), dan proses (processes), atau Dessler (2004) menyebutnya sebagai proses konversi
(conversion process). Ketiga komponen ini dapat dilihat dalam gambar berikut ini:

Berdasarkan Gambar 15.1 di atas, komponen pertama dari sistem produksi adalah faktor
masukan atau input. Masukan dapat berupa bahan baku, tenaga kerja, modal, maupun informasi
yang dibutuhkan untuk proses produksi. Keseluruhan bahan baku ini kemudian dikelola melalui
sebuah proses konversi untuk menghasilkan sebuah keluaran yang diharapkan. Proses konversi
bisa berupa sistem produksi yang digunakan, monitoring pegawai, maupun teknologi
transportasi yang digunakan dalam rangkaian proses produksi yang dilakukan. Adapun keluaran
dari proses konversi dapat berupa keluaran langsung, yaitu berupa barang dan jasa yang
dibutuhkan oleh konsumen, maupun keluaran tidak langsung yang dapat berupa pembayaran
gaji atau upah kepada tenaga kerja, Iimbah produksi yang memberikan dampak lingkungan, dan
lain-lain.

Untuk mempermudah kita dalam memahami sistem produksi ini, kita ambil contoh sebuah
perusahaan penghasil sepatu. Masukan bagi perusahaan pembuat atau penghasil sepatu bisa
berupa kulit sepatu, benang, lem, zat,pewarna sepatu, hingga tenaga kerja pembuat sepatu
dengan keahlian khusus. Keseluruhan masukan ini kemudian akan diproses dalam sebuah proses
produksi atau proses konversi di mana dalam proses konversi tersebut terdapat prosedur
bagaimana para tenaga kerja diharuskan untuk menyelesaikan proses pembuatan sepatu
berdasarkan dalam waktu dan jumlah tertentu. Selain itu, dalam proses konversi terdapat pula
mekanisme pengawasan bagaimana sepatu yang dibuat sesuai dengan standar yang ditetapkan,
penggunaan masukan yang efisien, dan lain sebagainya. Hasil akhir dari proses konversi ini dapat
berupa keluaran langsung berupa sepatu yang siap untuk dijual atau ditawarkan kepada
konsumen, maupun keluaran tidak langsung berupa pembayaran upah kepada tenaga kerja
berdasarkan kinerjanya masing-masing hingga pengelolaan sisa-sisa hasil produksi sepatu yang
mungkin tidak termanfaatkan, seperti potongan-potongan kecil kulit yang tidak digunakan untuk
sepatu. Bagi perusahaan atau organisasi Iain yang bergerak dalam bidang jasa, misalnya saja
organisasi pendidikan, proses produksi ini dapat diilustrasikan dengan menggunakan tiga
komponen utama tadi, yaitu masukan, proses konversi, dan keluaran. Untuk perguruan tinggi,
masukan dapat berupa dosen yang berpengalaman, mahasiswa lulusan SMU, hingga berbagai
fasilitas yang telah disediakan perguruan tinggi untuk mendukung proses perkuliahan di
perguruan tinggi. Proses konversi di perguruan tinggi dapat berupa kegiatan belajar mengajar,
bimbingan dan konseling, keterlibatan mahasiswa dalam kuliah kerja praktik, dan lain-lain.
Adapun keluaran dari proses produksi di perguruan tinggi dapat berupa lulusan atau alumni
perguruan tinggi yang siap masuk kerja atau lulus dengan kualifikasi nilai tertentu.

3. Empat Elemen dalam Desain Sistem Produksi


Sebagaimana dikemukakan oleh Dessler (2004), terdapat empat elemen mendasar dalam
pengambilan keputusan yang terkait dengan desain sistem produksi. Keempat persyaratan
tersebut adalah menyangkut: (a) lokasi kegiatan produksi; (b) tipe proses produksi yang akan
dijalankan; (c) rancangan rumah produksi; serta (d) rancangan sistem produksi yang akan
dijalankan. Dengan demikian, sistem produksi tidak hanya menyangkut bagaimana masukan
(input) diubah menjadi keluaran(output). akan tetapi dimulaj dari penentuan lokasi hingga desain
sistem produksi yang akan dijalankan.

a. Lokasi Produksi (Plant Location)

Keputusan mengenai di mana produksi akan dilakukan sangat penting . Sebuah perusahaan
yang bergerak dalam bisnis restoran, namun lokasi kegiatannya jauh dari masyarakat bisa jadi
akan menyebabkan tingkat penjualan dari perusahaan tersebut justru rendah. Apalagi jika lokasi
tersebut ternyata juga jauh dari pemasok, sarana transportasi, dan lain sebagainya. Demikian
pula untuk sebuah bisnis manufaktur yang lokasinya jauh dari sarana transportasi, tidak lengkap
fasilitasnya, serta jauh dari akses pasar, akan menyebabkan perusahaan akan mengeluarkan
biaya yang tinggi, yang dapat berarti mengurangi peluang pencapaian profit pada tingkat
tertentu. Berdasarkan contoh-contoh seperti ini, maka dapat disimpulkan bahwa keputusan
mengenai lokasi produksi merupakan keputusan yang penting bagi manajemen operasi, sekaligus
juga bagi bisnis yang dijalankan oleh perusahaan.

Terdapat dua kriteria yang dapat digunakan dalam menentukan lokasi produksi, yaitu kriteria
subjektif dan kriteria objektif. Kriteria subjektif lebih mendasarkan keputusan lokasi produksi
berdasarkan pertimbangan subjektif pemilik perusahaan. Misalnya saja, Anda tinggal di daerah
Bandung. maka agar kegiatan bisnis yang Anda jalankan dapat Anda pantau dari waktu ke waktu.
maka Anda putuskan bahwa lokasi produksi dari perusahaan Anda akan ditempatkan di Bandung.
Keputusan subjektif ini akan sangat membantu tercapainya keberhasilan dalam bisnis sekiranya
keputusan subjektif ini didukung oleh berbagai faktor yang memperkuat keputusan subjektif
tersebut. Katakanlah, kart: na kebetulan Bandung adalah ibukota dari Provinsi Jawa Barat yang
oleh karenanya akses terhadap pasar, terhadap pemasok, sarana transportasi, dan berbagai
fasilitas lainnya sudah tersedia dengan baik, maka keputusan subjektif mengenai penentuan
Bandung sebagai lokasi produksi ternyata tepat. Keputusan subjektif ini akan mengandung
kelemahan sekiranya faktor-faktor pendukung tadi tidak ada. Oleh karena itu, kriteria kedua yang
dapat digunakan dalam pengambilan keputusan mengenai lokasi produksi adalah kriteria
objektif, yaitu mempertimbangkan berbagai faktor yang akan mendukung tercapainya
keberhasilan bisnis perusahaan. Faktor-faktor ini dapat berupa regulasi pemerintah seputar
bisnis yang kita jalankan, aturan perpajakan yang diberlakukan, faktor budaya masyarakat, akses
terhadap pasar dan pemasok, tingkat persaingan, dan lain-Iain. Untuk konteks global, faktor
perbedaan nilai tukar mata uang juga menjadi salah satu faktor yang harus dipertimbangkan jika
kriteria objektif digunakan.

b. Tipe Proses Produksi

Keputusan mengenai proses produksi seperti apa yang akan digunakan, menjadi keputusan
kedua yang penting dalam melakukan desain sistem produksi. Secara garis besar. terdapat dua
jenis tipe produksi, yaitu:

1. Sistem produksi intermiten (intermittent production system), adalah sistem


produksi di mana pengelolaan kegiatan produksi bersifat tidak terus-menerus atau
berkelanjutan, dan menggunakan pola mulai-selesai. Artinya, kepastian mengenai
kapan memulai proses produksi dan kapan menyelesaikan proses produksi jelas._
Termasuk ke dalam sistem produksi ini adalah produksi yang berdasarkan pesanan
atau order. Terdapat dua jenis pola produksi yang menggunakan sistem
intermiten ini,yaituh produksi massa (mass production) dan pilihan massal (mass
customization}. Produksi massal umumnya berlaku pada perusahaan manufaktur.
Produksi dilakukan melalui standar produksi tertentu, prosedur tertentu, dan
jumlah unit produk tertentu yang secara rutin diproduksi untuk kemudian
ditawarkan kepada konsumen. Pilihan massal artinya bahwa produk yang
dihasilkan oleh perusahaan memberikan keleluasaan kepada konsumen untuk
memilih sesuai dengan selera dan daya belinya masing-masing. Perusahaan
dengan demikian memproduksi variasi produk yang lebih banyak dibandingkan
produksi massa]. Konsumen kemudian akan membeli sesuai dengan selera dan
daya belinya berdasarkan berbagai pilihan produk yang dihasilkan dan ditawarkan
perusahaan. Produk seperti telepon seluler, komponen komputer termasuk ke
dalam pilihan massal ini.
2. Sistem produksi yang berkelanjutan (continuous production system). adalah
sistem produksi di mana pengelolaan kegiatan produksi bersifat terus-menerus
dan untuk jangka waktu yang relatif panjang. Perusahaan kimia, minyak bumi,
tambang, termasuk ke dalam perusahaan yang menerapkan sistem produksi yang
terus-menerus ini. Pada perkembangan bentuknya, perbedaan antara sistem
intermiten dan sistem produksi terus-menerus dapat dikatakan agak sulit lagi
dibedakan. Sebagai contoh, produk pertambangan pun kini dapat diproduksi
berdasarkan pesanan, misalnya permintaan ekspor dari negara lain dalam jumlah
tertentu berdasarkan periode tertentu. Demikian pula untuk perusahaan jasa
seperti transportasi, pengusaha transportasi seperti bis umum tidak saja
menawarkan jasanya berdasarkan pesanan atau order (lebih dikenal sebagai bis
sewaan), tetapi juga secara terus-menerus memberangkatkan penumpang dari
terminal, sekalipun mungkin penumpangnya tidak penuh dari waktu ke waktu.

Selain dapat dibagi menjadi intermiten dan berkelanjutan, tipe produksi juga dapat dibagi
menjadi sintetis (syntetic) dan analitis (analytic). Tipe produksi sintetis adalah proses produksi
yang menghasilkan satu jenis produk dari berbagai jenis bahan baku atau faktor input. Sebuah
radio merupakan salah satu contoh dari tipe produksi sintetis, yakni menggabungkan berbagai
komponen kecil menjadi sebuah radio. Sebaliknya, tipe produksi analitis adalah proses
produksi yang menghasilkan beberapa jenis produk dari satu jenis bahan baku atau faktor
input. Contoh untuk produk yang dihasilkan dari proses analitis adalah sebuah pabrik penghasil
berbagai jenis makanan yang terbuat dari ayam. Ayam yang telah dipotong bisa diproduksi
menjadi sosis, daging bertepung (nugget), maupun potongan-potongan ayam yang dibungkus
dan siap dijual. '

c. Rancangan Rumah Produksi (Plant Layout)

Rumah produksi yang dimaksud di sini adalah tempat di mana kegiatan produksi dijalankan.
Rumah produksi dapat berupa kantor, pabrik, maupun berbagai jenis tempat lainnya.
Termasuk ke dalam rumah produksi ini adalah berbagai fasilitas yang terdapat di dalamnya.
Keputusan mengenai desain rumah produksi artinya keputusan yang menyangkut bagaimana
perusahaan mendesain tempat produksi, dari mulai fasilitas, pekerja, ruang kerja, gudang. dan
lain-lain (tergantung jenis perusahaannya). Sebagai contoh, untuk perusahaan garmen,
perusahaan perlu menentukan di mana bahan-bahan baku diletakkan. pekerja ditempatkan,
mesin diletakkan, hasil akhir disimpan, dan seterusnya. Demikian pula untuk sebuah
perusahaan yang bergerak dalam bisnis restoran, manajer perlu menentukan di mana letak
kasir, meja-meja makan, dapur, toilet, hingga lokasi parkir.

d. Rancangan Sistem Produksi (Production System Layout)

Rancangan sistem produksi ini menyangkut bagaimana proses konversi dalam sistem
produksi dilakukan. Perusahaan Perlu merancang sistem produksi yang paling sesuai dengan
jenis bisnis yang dijalankannya_ Terdapat empat jenis rancangan dalam sistem produksi, yaitu
rancangan produk (product layout), rancangan proses (process layout), rancangan posisi tetap
(fixed-position layout). dan rancangan model selular (cellular Manufacturing layout).
Rancangan Produk adalah rancangan sistem produksi yang bersifat berkesinambungan dari
awal hingga akhir dan mengikuti satu pola proses produksi.

Produk yang diproduksi dan bahan baku hingga bahan jadi melalui proses yang bertahap dan
berkesinambungan. Sebagai contoh, adalah proses pembuatan kain dari kapas hingga kain jadi.
Tahapan proses pembuatan kain tersebut secara sederhana dapat dilihat dalam gambar
berikut ini:

Berdasarkan Gambar 15.2 tersebut dapat dilihat bahwa proses pembuatan kain berdasarkan
rancangan produk dimulai dari bahan baku berupa kapas hingga kajn akhir yang telah digulung
dan digudangkan.

Keseluruhan proses ini dilakukan secara tahap demi tahap dan berkesinambungan Sebuah
proses tidak dapat dilakukan secara meloncat, misalnya saja dari kapas yang dI pintal menjadi
benang langsung melompat ke kain yang digulung. Inilah yang dimaksud dengan proses yang
dilakukan secara berkesinambungan melalui satu pola produksi.

Selain rancangan produk, terdapat pula rancangan proses, yaitu rancangan sistem produksi
yang proses produksinya mengikuti jenis proses yang harus dilakukan, dan tak selalu sama
mengikuti seluruh proses yang ada. Contohnya, proses pemeriksaan kesehatan di sebuah
poliklinik. Di poliklinik terdapat beberapa ruangan periksa selain juga terdapat resepsionis, toilet,
ruang tunggu, hingga apotek. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam Gambar 15.3.
Sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 15.3, dalam contoh rancangan proses dan sebuah
poliklinik terlihat bahwa proses pengerjaan produksi untuk sebuah jasa poliklinik tidak memiliki
pola yang sama, dan sangat tergantung dari jasa yang diinginkan. Proses dimulai dari pasien
datang dan mendaftar ke resepsionis lalu menunggu di ruang tunggu Proses selanjutnya sangat
bergantung jasa apa yang diinginkan oleh pasien. Jika dia perlu memeriksakan anak yang sakit,
maka proses selanjutnya adalah ke dokter anak di ruang pemeriksaan anak, jika pasien perlu
memeriksakan penyakit dalamnya: maka proses selanjutnya adalah ke dokter ahli penyakit
dalam di mang pemeriksaan penyakit dalam. demikian pula untuk jenis penyakit lainnya. Terlihat
perbedaan antara rancangan produk dan rancangan proses di sini. Berbagai fasilitas (mang
pemeriksaan, resepsionis, dan lain-lain) disediakan di rumah produksi (dalam hal ini poliklinik),
namun proses pengerjaannya tidak mengikuti satu pola produksi tertentu, tetapi dapat berbagai
macam pola, tergantung dari proses pengerjaan yang harus dilakukan.

Rancangan posisi tetap adalah sistem produksi di mana produk yang akan dibuat diletakkan di
satu tempat, dan berbagai fasilitas seperti mesin, alat produksi, tenaga pekerja dari mulai teknisi
dan tenaga ahli, mengerjakan proses pengerjaannya di tempat tersebut. Salah satu contoh
pengerjaan produksi yang menggunakan rancangan posisi tetap adalah proses pembuatan
pesawat terbang, atau contoh lain yang lebih sederhana adalah proses make-up bagi anis
sebelum tampil di panggung, proses pendandanan seorang pengantin sebelum naik ke
pelaminan, dan lain sebagainya.

Rancangan sistem modular adalah sistem produksi yang dibangun dalam sebuah sel produksi
(pola produksi tertentu) yang dapat mengurangi penggunaan bahan baku, sumber daya, maupun
pergerakan tenaga kerja, atau juga untuk memperbaiki sistem kerja. Sistem modular ini dapat
dikatakan merupakan gabungan antara rancangan produk dan rancangan proses. Berdasarkan
Gambar 15.4 di halaman berikut ini, contoh rancangan sistem modular adalah berupa pola
melengkung (pola yang diubah) dari pola yang mendatar (pola awal). Dengan menggunakan
rancangan sistem modular, sebuah pola produksi Yang mensyaratkan banyak orang (misalnya 4
orang sebagaimana dalam gambar) dapat dikurangi menjadi 3 dalam bentuk yang diubah
(berbentuk melengkung), atau juga dapat mengurangi pergerakan tenaga kerja (jika dalam
bentuk awal pekerja banyak bergerak dari kiri ke kanan).

Keempat faktor di atas yang telah diuraikan satu per satu, yaitu penentuan lokasi produksi
(plant location), tipe produksi (production type), rancangan rumah produksi (Plant layout) hingga
rancangan sistem produksi (production system layout), merupakan empat

elemen utama dalam manajemen operasi yang perlu diputuskan dan direncanakan. Dengan
demikian, ruang lingkup manajemen operasi tidak terbatas hanya pada proses mengubah
masukan (input) menjadi keluaran (output), akan tetapi juga dari mulai penentuan lokasi di mana
proses produksi dilakukan hingga sistem produksi yang akan digunakan.

B. BEBERAPA KONSEP SEPUTAR MANAJEMEN OPERASI

Selain keempat elemen utama dalam manajemen operasi sebagaimana telah diuraikan di atas,
secara lebih spesifik, pelaksanaan manajemen operasi melibatkan berbagai ha} yang perlu
dilakukan. Di antaranya adalah mengenai teknik perencanaan dan pengawasan produksi, teknik
manajemen persediaan, hingga bagaimana pengawasan dan pengendalian proses produksi
dilakukan.

1. Teknik Perencanaan dan Pengawasan Produksi


Apa pun jenis bisnis yang dijalankan, setiap manajer perlu merencanakan dan mengawasi
jalannya produksi. Perencanaan produksi adalah proses pengambilan keputusan mengenai
produk apa yang akan dibuat, di mana, kapan, dan bagaimana produk tersebut akan dibuat.
Adapun pengawasan produksi adalah proses yang dilakukan untuk memastikan bahwa kegiatan
produksi sesuai dengan apa yang telah direncanakan dan sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan. Terdapat beberapa teknik yang biasanya digunakan dalam perencanaan dan
pengawasan produksi, di antaranya, yaitu dengan menggunakan Penjadwalan dan Bagan Gantt,
perencanaan jaringan dengan menggunakan PERT, serta berbagai teknik lainnya.
a. penjadwalan dan Bogan Gantt

Penjadwalan adalah salah satu bagian penting dalam perencanaan. Ketika kegiatan organisasi
begitu banyak dan berkesinambungan satu dengan lainnya, Bagan Gantt pada dasamya
membantu manajer untuk dapat mengaturnya melalui proses penjadwalan. Sehingga secara
sederhana Bagan Gantt adalah teknik penjadwalan secara grafis atas berbagai rencana kegiatan.
Secara lebih lengkap, uraian mengenai Bagan Gantt ini dapat kembali dibaca di Bab 6 dari buku
ini, di bagian Perencanaan. Pada intinya, seluruh kegiatan produksi perlu direncanakan dan
dijadwalkan pengerjaannya. Hal ini dikarenakan proses produksi melibatkan penggunaan
berbagai sumber daya dari organisasi. Penggunaan sumber daya ini semaksimal mungkin
semestinya diefisiensikan. Oleh karena itu, penjadwalan dengan menggunakan Bagan Gantt
adalah di antara teknik perencanaan dan pengawasan produksi yang dapat digunakan. Untuk
sebuah pabrik kain misalnya, Rita perlu menjadwalkan, kapan saat bahan baku disiapkan, saat
mesin dinyalakan, saat benang dipintal, saat kain diwarnai, hingga kain jadi digulung dan
digudangkan.

b. Perencanaan dan Pengawasan Produksi dengan jaringan PERT (PERT Network)

Sebagaimana telah diuraikan dalam Bab 6, keterbatasan dari Bagan Gantt pada giliran berikutnya
dikembangkan dan dikoreksi oleh alat bantu perencanaan lainnya. Di antara alat bantu tersebut
adalah apa yang dikenal sebagai jaringan PERT atau lebih dikenal dengan PERT Network. PERT
atau Program Evaluation and Review Techniquemerupakan alat bantu perencanaan melalui
penjadwalan dan penggambaran rencana kerja secara kronologis dan berkelanjutan bagi
pekerjaan yang sifatnya tidak rutin, berskala besar maupun kompleks. Dengan alat bantu ini,
waktu dari setiap pengerjaan dapat diketahui sehingga proses produksi dapat lebih direncanakan
dan ditentukan kapan berawal dan berakhirnya. Dengan alat bantu PERT ini juga, dapat diketahui
apakah ada proses produksi yang perlu dijalankan secara bersamaan maupun tidak. Tujuan akhir
dari teknik perencanaan dan pengawasan produksi ini adalah untuk menghasilkan produk akhir
dengan jalan seefektif dan seefisien mungkin.

2. Manajemen Persediaan
Proses produksi melibatkan apa yang dinamakan dengan persediaan. Persediaan adalah
berbagai produk yang diperlukan perusahaan untuk melakukan proses produksi. Terdapat lima
jenis konsep persediaan yang dikenal dalam manajemen operasi, yaitu bahan baku (ras material).
komponen (components), produk dalam proses pengerjaan (work in process), barang jadi (final
goods), dan barang pasokan (supplies). Bahan baku adalah bahan-bahan yang dibutuhkan
perusahaan untuk melakukan proses produksi. Komponen adalah hasil dari proses produksi awal
sebelum proses produksi berikutnya dilakukan, atau juga dapat berupa bahan yang diperlukan
dalam menghasilkan produk akhir atau produk jadi. produk dalam proses pengerjaan adalah
produk yang masih dalam proses pengerjaan dan belum menjadi produk akhir. Barang jadi atau
produk jadi adalah produk yang dihasilkan dari sebuah rangkaian proses produksi, di mana
produk jadi tersebut merupakan produk yang diinginkan konsumen. Produk jadi ini belum sampai
ke tangan konsumen, umumnya disimpan dalam sebuah sistem pergudangan. Barang pasokan
adalah bahan-bahan yang diperlukan perusahaan untuk melakukan proses produksi, namun tidak
termasuk ke dalam barang jadi. Minyak solar untuk sebuah mesin produksi, mesin setrika untuk
melicinkan kain yang telah dibuat, dan lain sebagainya.

Keseluruhan jenis persediaan tersebut di atas perlu untuk dikelola agar efisiensi proses
produksi dapat terjamin. Proses pengelolaan persediaan dengan jalan mengefesiensikan
penggunaan persediaan dinamakan manajemen persediaan. Dalam melakukan efisiensi dalam
manajemen persediaan, manajer perlu mengetahui adanya empat jenis konsep biaya persediaan,
yaitu biaya pemesanan (ordering cost), biaya akuisisi (acquisition cosr), biaya pemeliharaan
(carrying cost), dan biaya penyediaan stok (stockout cost). Biaya pemesanan adalah biaya-biaya
yang terkait dengan penyediaan berbagai bahan dan barang yang diperlukan dalam proses
produksi. Biaya akuisisi adalah jumlah biaya yang dikeluarkan berdasarkan unit produksi tertentu
atau jumlah order tertentu. Biaya pemeliharaan adalah biaya yang dikeluarkan untuk
memelihara atau menjamin bahwa bahan atau barang yang telah diproduksi senantiasa sesuai
dengan standar tertentu atau sesuai dengan keinginan konsumen, termasuk ke dalam biaya ini
adalah biaya pergudangan untuk barang dan bahan baku. Biaya penyediaan stok adalah biaya
yang harus dikeluarkan perusahaan akibat adanya kekurangan atau kelebihan stok produk yang
diperlukan konsumen. Sebagai contoh, adalah biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan
barang dan bahan jadi, sebelum dipesan oleh konsumen,

Dalam melakukan manajemen persediaan, terdapat beberapa teknik manajemen persediaan,


di antaranya manajemen persediaan ABCdan manajemen persediaan dengan model E0Q.

a.Manajemen Persediaan ABC .

Prinsip dasar dari manajemen persediaan ABC adalah perusahaan membagi jenis jenis
persediaan yang akan digunakan dalam proses produksi menjadi tiga kategori. yaitu A, B, dan C.
Kategori A diberikan untuk jenis persediaan yang paling sering dipergunakan dalam proses
produksi, dan oleh karenanya biaya pemeliharaan untuk kategori A dapat dikatakan paling
sedikit, karena penyimpanan dari jenis persediaan ini tidak terlalu lama karena frekuensi
penggunaannya yang sering. Kategori B diberikan untuk jenis persediaan yang digunakan dalam
proses produksi dengan frekuensi sedang, dan demikian halnya kategori C diberikan untuk jenis
persediaan yang digunakan dalam proses produksi dengan frekuensi rendah. Karena
penggunaannya yang rendah. maka biaya pemeliharaan dad jenis persediaan yang berkategori C
dapat dikatakan justru paling tinggi. karena akan mengalami proses penyimpanan Yang lebih
lama dibandingkan dengan jenis persediaan yang berkategori A dan B.

b. Manajemen Persediaan EOQ

Manajemen persediaan dengan menggunakan model EOQ (Economic Order Quantity) adalah
manajemen persediaan dengan menentukan jumlah pemesanan persediaan yang paling
ekonomis secara biaya. Secara matematis, penentuan jumlah pemesanan persediaan yang paling
ekonomis ini dapat dilihat sebagai berikut:

Sebagai contoh, jika untuk pembuatan kain umumnya diperlukan 10.000 gulung benang per
tahunnya, dan biaya pemesanan sekali pesan adalah Rp 200.000, dan biaya pemeliharaan
persediaan per gulung benang adalah Rp 1.000, maka jumlah kuantitas yang perlu dipesan setiap
kali pembelian adalah sebanyak 2.000 gulung. Berarti, dalam satu tahun perusahaan akan
melakukan pembelian berdasarkan pesanan sebanyak 5 kali pembelian (10.000 + 2.000). Dengan
jumlah pembelian 5 kali, di mana tiap-tiap pembelian adalah sebanyak 2.000 gulung, perusahaan
dapat melakukan efisiensi biaya persediaannya. Hubungan antara jumlah biaya, biaya
pemeliharaan per tahun, dan biaya pemesanan, dan jumlah pesanan ekonomis menurut model
EOQ dapat dilihat dalam Gambar 15.5.

Sekalipun model EOQ membantu perusahaan dalam menentukan jumlah pesanan yang paling
ekonomis namun model EOQ hanya dapat berjalan secara efektif jika Persejam yang diperlukan
bersifat rutin dan jumlahnya tetap. Model EOQ tidak efektif ketika jumlah persediaan yang
diperlukan berubah-ubah dan tidak rutin.

Masih banyak lagi teknik manajemen persediaan yang telah dikenal dalam manajemen operasi.
Buku ini hanya memperkenalkan dua contoh dari teknik manajemen operasi sebagaimana telah
diuraikan di atas.

3. Pengawasan dan Pengendalian Kualitas Produksi


Kualitas adalah kelengkapan fltur dan manfaat dari sebuah produk yang dihasilkan perusahaan.
dan kemampuan produk tersebut dalam memenuhi keinginan konsumen. Dengan kata lain,
kualitas dapat diukur sampai sejauh mana produk yang dihasilkan sesuaj dengan keinginan
konsumen. Berdasarkan pengertian ini. kualitas dapat berarti dua hal. Pertama adalah bahwa
keinginan dan kepuasan konsumen adalah standar utama dalam penentuan kualitas produk; dan
yang kedua, kualitas yang tinggi tidak selalu berarti harganya hams mahal, atau dengan kata lain,
selama produk tersebut memenuhi keinginan konsumen, maka standar kualitas terpenuhi.

a. Pendekatan dalam Pengawasan Kualitas Produksi

Oleh karena kualitas produk sangat penting bagi perusahaan, maka perusahaan perlu
melakukan pengawasan atas tercapainya kualitas dalam proses produksinya. Terdapat beberapa
pendekatan untuk melakukan pengawasan dan pengendalian kualitas produksi, di antaranya
pendekatan TQM ( Total Quality Management) dan pendekatan MBA (Malcolm BaldridgeAward).
Pendekatan TQM adalah program pengawasan dan pengendalian perusahaan (termasuk di
dalamnya proses produksi) yang bertujuan untuk mengintegrasikan keseluruhan fungsi bisnis
dari mulai desain, perencanaan, produksi, distribusi, hingga pelayanan kepada pelanggan,
sehingga perusahaan dapat memuaskan pelanggan melalui perbaikan secara terus-menerus.
Dalam manajemen Jepang, pengawasan yang berprinsip pada perbaikan secara terus-menerus
dinamakan dengan konsep Kaizen. Salah satu tokoh yang dikenal sebagai tokoh TQM adalah
Edwards Deming. Sebagaimana dikutip oleh Dessler (2004), Deming menyebutkan bahwa setiap
organisasi yang akan menjalankan TQM untuk pencapaian dan pemeliharaan kualitas harus
menerapkan 14 butir prinsip TQM di seluruh tingkatan organisasinya. Keempat belas butir prinsip
pelaksanaan TQM tersebut sebagai berikut:

1) Lakukan perbaikan secara konsisten dan terus-menerus.


2) Lakukan berbagai pelatihan yang terkait dengan perbaikan cara kerja di
perusahaan.
3) Ubah pandangan dari perhatian pada jumlah produksi kepada kualitas produksi.
4) Hilangkan kekakuan dan ketakutan dari para pekerja sehingga semua orang
bekerja dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab terhadap perusahaan
5) Hilangkan sekat atau sesuatu yang dapat membatasi antar bagian atau
departemen. Semua orang dalam perusahaan harus menyadari bahwa mereka
semua bekerja dalam sebuah rim yang satu sama lain perlu untuk berkomunikasi
dan bekerja sama untuk tercapainya kualitas.
6) Kurangi slogan atau target produksi yang tidak relevan atau yang menekan para
pekerja (yang cenderung untuk memenuhi target daripada kualitas).
7) Kurangi standar pekerjaan terutama jika terkait dengan apa yang terjadi di
lapangan, sehingga para pekerja akan lebih leluasa dalam bekerja.
8) Hilangkan sekat atau sesuatu yang dapat membatasi pekerja untuk menunjukkan
potensinya dalam pekerjaan.
9) Susunlah program untuk meningkatkan kemampuan untuk belajar dan melakukan
perbaikan dari setiap pekerja.
10) Buatlah sebuah struktur pekerjaan yang dapat menjalankan ketiga belas hal yang
perlu dilakukan di atas, dari mulai struktur manajemen yang paling tinggi (top
manajemen) hingga manajemen paling bawah (lower management).

Sekalipun pada praktiknya tidak mudah, namun keempat butir TQM yang disebutkan . oleh
Edward Deming tersebut merupakan salah satu langkah yang bisa meningkatkan pengawasan
dan pengendalian kualitas dalam perusahaan. Selain pendekatan TQM, dikenal pula pendekatan
dengan menggunakan Malcolm Balridge Award (MBA). Pendekatan ini diperkenalkan oleh Mr,
Balridge, Sekretaris Departemen Perdagangan Amerika Serikat pada masa Presiden Ronald
Reagen berkuasa. Pada dasarnya pendekatan MBA ini merupakan penilaian terhadap
pelaksanaan TQM sebagaimana prinsip-prinsipnya telah diperkenalkan oleh Deming.perusahaan
yang menjalankan TQM dinilai oleh berbagai pihak Yang ditunjuk (termasuk juga Departemen
Perdagangan) untuk menilai apakah perusahaan tersebut telah memenuhi kriteria berkualitas
ataukah tidak, yang mana kriteria ini dinamakan sebagai kriteria Balridge. Perusahaan yang
memenuhi kriteria, akan mendapatkan MBA ini. Adapun kriteria Yang dinilai dalam MBA ini
meliputi tujuh kriteria, yaitu:

1) Kepemimpinan senior dari staf pemsahaan memberikan perhatian pada kualitas.


2) Ketersediaan informasi dan analisis terhadap kualitas di perusahaan.
3) Penerapan perencanaan strategi pencapaian kualitas.
4) Pengembangan kualitas sumber daya manusia.
5) Pengelolaan kualitas di seluruh fungsi perusahaan.
6) Pengukuran kualitas dari produk ,yang dihasilkan perusahaan.
7) Perhatian pada konsumen dalam setiap kegiatan perusahaan.

Jika perusahaan telah memenuhi ketujuh kriteria tersebut, maka perusahaan tersebu: akan
mendapatkan Malcolm Balridge Award. Sebaliknya, jika belum memenuhi sebagian atau
keseluruhan kriteria tersebut, maka perusahaan tersebut dianggap belum menjalankan
pemsahaan dengan menggunakan pendekatan TQM.

b. Beberapa Metode Pengawasan dan Pengendalian Kualitas

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa manajer operasi perlu untuk senantiasa
melakukan pengawasan dan pengendalian dari proses produksi perusahaan. Bagaimana
pengawasan dan pengendalian kualitas dilaksanakan dan dimonitor? Manajer dapat
menggunakan beberapa metode yang mempermudah mereka dalam mengawasi dan
mengendalikan proses produksi sehingga kualitas tetap terjaga. Umumnya, manajer tidak
mengawasi dan mengendalikan seluruh item dari proses produksi yang dilakukan. Jika unit
produk yang diproduksi adalah 10.000 unit, biasanya manajer tidak mengawasi keseluruhan
10.000 unit tersebut untuk menentukan apakah produk tersebut semuanya memenuhi kualitas
ataukah tidak. Untuk mengawasi'kualitas produk tersebut, manajer menggunakan metode
statistik dengan mengukur kesesuaian dan penyimpangan kualitas melalui sampel dari
keseluruhan unit produksi. Sampel ini harus representatif dan dapat mewakili seluruh unit
produksi, oleh karena itu sampel ini dinamakan sebagai sampel yang diterima atau acceptance
sample. Untuk mengetahui apakah dari sampel ini kualitas produksi sesuai dengan rencana atau
justru terjadi penyimpangan, digunakan beberapa metode dalam statistika yang membantu
manajer untuk mengawasi dan mengendalikan kualitas dari produksi tersebut. Di antara metode
tersebut adalah Bagan Pengendalian Kualitas (Quality Control Chart), AnaJisis Pareto
(ParetoAnalysis), dan Diagram Sebab-Akibat lebih dikenal dengan Diagram Fishbone). Bagan
Pengendalian Kualitas adalah bagan yang menggambarkan apakah sebuah proses produksi
secara konsisten memenuhi standar kualitas ataukah tidak. Dalam bagan ini, manajer
menentukan batas atas dam batas bawah sebagai kontrol terhadap standar kualitasnya.
Misalnya, pabrik yang memproduksi susu bubuk berisikan 200 gram (lihat Gambar 15.6). Manajer
menentukan batas atas misalnya 205 gram dan batas bawah 195 gram untuk memastikan bahwa
jumlah susu bubuk yang diproduksinya berada di standar kualitas yang telah ditentukan, yaitu di
sekitar 200 gram.

Jika proses produksi berada di atas dari batas atas (posisi C), maka manajer perlu
mengingatkan bagian produksi agar melakukan penyesuaian ulang kepada standar. Demikian
pula sekiranya proses produksi berada di bawah dari batas bawah (posisi E), langka manajer
perlu juga mengingatkan bagian produksi agar menyesuaikan kembali ke batas standar yang
telah ditetapkan. Produksi yang sesuai dengan standar kualitas yang diterima dengan demikian
diwakili oleh A, B. D, F. dan G. Lebih jelasnya penjelasan ini dapat dilihat dalam Gambar 15.6.

Selain Bagan Pengendalian Kualitas, terdapat metode lain yang dinamakan dengan analisis
Pareto. Analisis Pareto diperkenalkan oleh Vilfredo Pareto seorang ekonom di abad » 19. Konsep
dasar dari Analisis Pareto ini adalah bahwa dengan menggunakan

diagram, dapat dianalisis bahwa kecilnya persentase dari kerusakan dalam sebuah produksi
misalnya, sesungguhnya bisa jadi mewakili besarnya persentase penyebab masalah dalam
produksi. Sebagaimana digambarkan dalam Diagram Pareto di Gambar 15.7, jika kjta ambil
sampel sebanyak 75 kerusakan dan' proses produksi, dan misalnya kerusakan tersebut dapat
berupa tergores (54 dari 75 kerusakan atau 72 persen dari kerusakan), salah ukuran (12 dari 75
kerusakan atau 16 persen dari kerusakan), salah warna (4 dari 75 kerusakan atau 5 persen dari
kerusakan), salah bentuk (3 dari 75 kerusakan atau 4 persen kerusakan), dan lain-lain (2 dari 75
kerusakan atau 3 persen dari kerusakan), maka dapat dilihat bahwa ternyata walaupun diambil
dari sampel, 54 kerusakan akibat tergores merupakan 72 persen jenis kerusakan dalam proses
produksi. Adapun kerusakan lainnya yang dapat berupa salah ukur, salah warna, salah bentuk,
dan lain-lain tidak menempati sebagai mayoritas jenis kerusakan.

Metode lain yang ingin diperkenalkan dalam pengawasan dan pengendalian produksi adalah
Diagram Sebab-akibat atau lebih dikenal sebagai Fishbone Chart (karena bentuknya yang mirip
tulang ikan). Diagram Fishbone ini mencoba menggambarkan bagaimana sebuah masalah atau
akibat dijelaskan oleh berbagai kemungkinan penyebabnya. Untuk lebih jelasnya, jika kita
mengambil contoh sebuah bisnis restoran. Manajer ingin mengetahui penyebab mengapa jumlah
pelanggan yang datang berkurang drastis. Maka penyebabnya dapat dikategorikan menjadi
empat, yaitu material (menyangkut menu dan makanan yang disajikan), manpower (para pekerja
restoran), methods (cara pelayanan di restoran dari mulai pelanggan datang. pemesanan,
penyajian, hingga pembayaran), dan facilities (yang menyangkut fasilitas pendukung di restoran
dari mulai toilet, tanaman hias, kursi dan meja yang nyaman, dan sebagainya). Diagram Sebab-
Akibat dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Ketiga metode pengawasan dan pengendalian kualitas tersebut di atas, dari mulai Bagan
Pengendalian Kualitas, Analisis Pareto, dan Diagram Sebab-Akibat merupakan sebagian dari
sekian banyak metode yang dikenal dalam manajemen operasi. Buku ini membatasi pada ketiga
metode tersebut. Pada intinya, ketiga metode tersebut membantu para manajer untuk
mengetahui bagaimana cara mengawasi sebuah proses produksi. Sehingga kualitas dapat dicapai
dan dipertahankan.

C. PRODUKTIVITAS DALAM ORGANISASI PERUSAHAAN

1. Pengertian Produktivitas
Istilah produktivitas kerap kali diperbincangkan atau dibicarakan oleh setiap orang.terutama
yang terkait dengan pekerjaan atau pengerjaan sesuatu. Apa Yang dimaksud dengan
produktivitas? Pada dasamya produktivitas adalah ukuran sampai sejauh mana sebuah kegiatan
mampu mencapai target kuantitas dan kualitas yang telah ditetapkan. Jika sebuah perusahaan
menargetkan untuk menghasilkan 1000 unit produk dalam waktu I jam dengan kualitaa A dengan
menggunakan 100 orang pekerja, maka perusahaan tersebut dikatakan produktif atau
produktivitasnya dikatakan tinggi jika rata-rata pekerja mampu mengerjakan sebanyak 10 unit
produk atau lebih dengan kualitas A dalam waktu 1 jam. Akan tetapi, perusahaan dikatakan tidak
produktif atau kurang produktivitasnya jika dalam waktu 1 jam setiap pekerja hanya mampu
mengerjakan 9 unit produk berkualitas A atau kurang. Ketercapaian atau tidaknya produktivitas
tidak saja menentukan tercapai tidaknya jumlah produk yang ditargetkan, akan tetapi juga
efisien-tidaknya biaya yang harus dikeluarakan. Iika masing-masing pekerja dibayar sebesar Rp
10.000 perjam misalnya, maka untuk contoh produktivitas yang tinggi tadi, dengan
mengeluarkan 1 juta rupiah, perusahaan dapat menghasilkan 1000 unit produk. Adapun untuk
contoh produktivitas yang rendah atau kurang, perusahaan hanya dapat menghasilkan sekitar
900 unit produk untuk 1 juta rupiah yang sama. Dengan demikian, produktivitas juga akan
mendorong kepada efisiensi biaya perusahaan. Sehubungan dengan itu, perusahaan perlu untuk
melakukan berbagai upaya yang akan meningkatkan produktivitas dalam setiap kegiatannya.

2. Beberapa Metode bagi Peningkatan Produktivitas


Berbagai metode telah diperkenalkan dalam ilmu manajemen, khususnya menyangkut
manajemen operasi yang terkait dengan peningkatan produktivitas, kualitas, dan bahkan saat ini
termasuk juga untuk neksibilitas. Di antara metode-metode tersebut adalah metode just-in-time.
pengerjaan dan desain dengan bantuan komputer (Computer-Aided Design and Manufacturing),
manajemen berbasis supply-chain (supply-chain management‘, dan lain sebagainya. Berikut akan
diuraikan satu per satu konsep dasar dari beberapa metode tersebut.

c. Metode just-fn-Time

Metode just-in-n'me memiliki dua pengertian mendasar. Pengertian pertama dari just-in-time
adalah sebuah metode pengendalian proses produksi dengan jalan meminimumkan pengelolaan
persediaan (dan juga berarti meminimumkan biaya persediaan) melalui penggunaan seluruh
materiel dan bahan produksi dengan jalan hanya mendatangkannya (atau memesannya dari
pemasok) pada saat tertentu (iust-in-time) ketika Kegiatan produksi dilakukan Jika misalnya
produksi akan dilaksanakan pada hari Senin, maka pengiriman bahan baku ke perusahaan tidak
perlu dilakukan jauh-jauh hari, akan tetapi cukup didatangkan persis pada hari Senin di mana
kegiatan produksi akan dilakukan. Dengan demikian, perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya
persediaan berupa Pemeliharaan bahan baku yang dibeli sebelumnya. Pengertian kedua dari
metode just-intime adalah sebuah konsep pengelolaan produksi yang berusaha untuk
mengoptimalkan hasil produksi melalui pengurangan Pemborosan sumber daya. Kedua
pengertian tersebut memiliki tujuan yang sama, yaitu Peningkatan produktivitas melalui efisiensi.
Menurut metode just-in-time, terdapat tujuh faktor yang sering kali menjadi penyebab inifisiensi
atau pemborosan sumber daya perusahaan. Ketujuh faktor tersebut yaitu:

1) Overproduction, yaitu fenomena di mana perusahaan memproduksi terlalu


banyak unit produk padahal belum temu sesuai dengan jumlah permintaan
konsumen. Cara penanggulangannya yaitu dengan memproduksi sesuai dengan
kebutuhan dan permintaan.
2) Waiting, yaitu fenomena ketidaksesuaian alur kerja di perusahaan. sehingga sering
kali proses pengerjaan terhambat atau terlambat dikarenakan proses yang lain
belum diselesaikan, sehingga pengerjaan yang terhambat tersebut harus
menunggu (waiting) terlebih dahulu sebelum akhirnya dikerjakan. Cara
penanggulangannya yaitu dengan melakukan penyesuaian jadwal dan alur kerja
antar bagian dan departemen yang terkait.
3) Transportation yaitu fenomena di mana proses pengerjaan dari satu tempat ke
tempat yang lain. arau dari satu bagian ke bagian lain. berjalan secara tidak
efisien. Cara penanggulangannya. yaitu dengan memperbaiki kembali rancangan
rumah produksinya (plant layout).
4) Processing, yaituh fenomena di mana kadang kala dalam sebuah proses produksi
dari suatu perusahaan terdapat kegiatan yang tidak diperlukan. Cara
penanggulangannya adalah dengan mengeliminasi kegiatan yang tidak diperlukan
tersebut.
5) Motion, yaitu fenomena pergerakan dari para pegawai yang tidak perlu dan tidak
terkait dengan pekerjaan. Kadang kala pekerja mengerjakan sesuatu yang tidak
bermanfaat dan relevan dengan pekerjaan. Cara penanggulangannya adalah
dengan mengeliminasi pergerakan atau kegiatan para pegawai yang tidak perlu
tersebut.
6) Stock, yaitu terkait dengan adanya persediaan yang berlebih di perusahaan,
bahkan mungkin di luar kebutuhan perusahaan, padahal] banyaknya persediaan
juga berarti tingginya biaya pemeliharaan terhadap persediaan tersebut. Cara
penanggulangan nya adalah dengan mengurangi persediaan yang tidak
dibutuhkan perusahaan, dan disesuaikan dengan pengerjaan yang dilakukan oleh
perusahaan.
7) Defective products, yaitu fenomena terjadinya kerusakan atau ketidaksesuaian
produk akhir dari standar yang telah ditetapkan. Cara penanggulangan adalah
dengan meningkatkan kualitas pengerjaan agar kerusakan atau ketidaksesuaian
dapat dikurangi.

d.Metode Desain dan Pengerjaan dengan Bantuan Komputer .

Metode ini Iebih dikenal dalam istilah bahasa Inggrisnya, yaitu Computer aided Design (CAD)
dan Computer Aided-Manufacturing (CAM). Metode ini merupakan penggunaan teknologi
komputer dalam melakukan desain dan pengerjaan kegiatan perusahaan, khususnya dalam
kegiatan produksi. Salah satu contohnya, adalah dalam mendesain produk dengan menggunakan
komputer, seorang ahli desain produk di sebuah perusahaan bisa melakukan desain Produk
hingga melihat kualitas dari desain tersebut sebelum dibuat contoh produknya, melalui simulasi
dalam komputer. Berbeda dengan teknologi manual.di mana seorang ahli desain produk perlu
membuat contoh produknya secara manual, kemudian jika dari contoh tersebut ternyata kurang
cocok, maka dilakukan pendesainan ulang. Dengan adanya metode CAD ini, maka proses desain
lebih dipermudah, bahkan secara biaya dihemat. Proses kreatif juga bisa dilakukan dengan
berbagai alternatif desain yang memungkinkan dibuat dalam sebuah komputer. Setelah produk
didesain, maka pengenaan produk juga digunakan teknologi komputer. Proses pengerjaan inilah
yang disebut dengan Computer-Aided Manufacturing (CAM). Hampir seluruh perusahaan
otomotif dan elektronik hari ini melakukan proses produksi dengan menggunakan metode
CAD/CAM ini.

e. Sistem Pengerjaan yang Fleksibel

Sistem pengerjaan yang fleksibel atau lebih dikenal sebagai Flexible Manufacturing System
(FMS) adalah kelanjutan dari sistem pengerjaan proses produksi yang berbasiskan teknologi
komputer. Pada dasarnya FMS adalah sistem yang mengintegrasikan seluruh mesin produksi
secara otomatis melalui sebuah komputer di mana komputer ini mengatur seluruh proses
produksi sesuai dengan produk yang diinginkan. Sebuah perusahaan yang mengeluarkan
berbagai jenis produk elektronik misalnya saja TV, Radio, DVD, tidak perlu membuat pabrik
secara terpisah untuk masing-masing produk tersebut. Hal tersebut dikarenakan beberapa
komponen yang digunakan oleh masing-masing produk memiliki kesamaan sehingga bahan baku
yang diperlukan juga sama. FMS membantu perusahaan untuk mengatur proses produksi seluruh
produk melalui komputer yang terintegrasi. Salah satu konsekuensi dari penggunaan teknologi
ini, harus diakui bahwa penggunaan tenaga manusia cenderung menjadi lebih terbatas karena
pengerjaan produksi diambil alih sebagian oleh mesin dan komputer, sekalipun sumber daya
manusia tetap saja diperlukan untuk pengenaan ini, terutama sumber daya manusia yang
memiliki keahlian dalam teknologi komputer.
f.Sistem Pengerjaan Terintegrasi Berbasis Komputer

Metode pengerjaan yang kini dikenal sebagai metode pengerjaan dengan mengintegrasikan
konsep otomatis, just-in-time, pengerjaan fleksibel, dan CAD/CAM adalah metode pengerjaan
yang dikenal sebagai sistem pengerjaan terintegrasi berbasis komputer atau lebih dikenal dengan
Computer-Integrated Manufacturing(ClM). CIM adalah keseluruhan integrasi dari seluruh
aktivitas perusahaan yang terkait saru sama lain melalui sebuah sistem komputer. Dengan
digunakannya CIM, pengerjaan proses produksi semakin mendukung tercapainya produktivitas
yang tinggi, ditandai dengan kecepatan dalam pengerjaan, fleksibel, berkualitas dan biaya yang
relatif rendah. Gambar 15.9 di halaman berikut ini menjelaskan mekanisme dari CIM ini.
Pengerjaan bermula dari keputusan mengenai produksi oleh manajemen puncak berikut rencana
strategis dari perusahaan sehubungan dengan kegiatan produksi yang akan dilakukan (lihat
gambar). Rencana ini kemudian dikomunikasikan secara otomatis ke seluruh bagian perusahaan
melalui sebuah komputer frame (komputer untuk industri) sekalipun juga secara manual
disampaikan kepada manajer operasi. Manajer operasi kemudian menerjemahkan rencana dari
manajemen puncak ini dalam rencana produksi yang lebih operasional dengan menentukan
faktor-faktor produksi hingga jadwal produksi yang harus dilakukan. Penerjemahan ini kemudian
dikomunikasikan pula melalui komputer frame yang secara otomatis menerjemahkan pesan
tersebut ke seluruh bagian perusahaan.

Bagian Computer Aided Design (CAD) kemudian melakukan desain produk hingga rancangan
program mesin produksi yang harus dilakukan. Hasilnya kemudian dikomunikasikan melalui
komputer frame yang sama, untuk kemudian diteruskan ke bagian Computer Aided
Manufacturing (CAM) yang kemudian melakukan pengerjaan produk dan bahan -bahan baku
menjadi komponen-komponen untuk dibuat menjadi produk jadi.

Kumponen-komponen tersebut kemudian ditransfer ke bagian ASRS/AGVs sebagai sebuah


tempat dan sistem penyimpanan otomatis yang melakukan pengaturan penyimpanan dan
distribusi dari komponen-komponen produksi. Komponen-komponen tersebut kemudian d1kirim
ke bagian Robot untuk dibuat menjadi produk jadi. Produk jadi yang telah dihasilkan oleh robot
kemudian kembali ke ASRS/AGVs untuk selanjutnya disimpan dan pada saatnya didistribusikan
ke konsumen.

Beberapa perusahaan yang telah menggunakan metode CIM ini di antaranya perusahaan
pembuat pesawat. mobil. dan juga alat-alat elektronik.

g. Manajemen Berbasis Supply Chain

Supply chain adalah konsep yang menjelaskan proses interaksi antara pemasok, pabrik atau
perusahaan. distributor dan konsumen. Sebagaimana halnya metode IIT, CAD/ CAM, maupun
CIM. supply chain management memandang bahwa dalam proses interaksi antara pemasok.
pabrik atau perusahaan, distributor, serta konsumen perlu dilakukan efisiensi untuk
meminimumkan pemborosan sehingga efisiensi tersebut dapat digunakan untuk peningkatan
kualitas produk bagi konsumen. Kita bisa melihat ide dibalik supply chain sebagaimana dalam
gambar berikut ini:

Sebagaimana kita ketahui, proses produksi dimulai dari informasi yang diperoleh melalui riset
pasar mengenai {kriteria dan kualifikasi produk yang diinginkan oleh konsumen (data riset
pemasaran). Informasi tersebut kemudian mendorong perusahaan atau pabrik melakukan desain
akan produk yang akan diproduksi. Berdasarkan desain tersebut, perusahaan atau pabrik
memerlukan pasokan bahan baku atau berupa persediaan bahan baku dari pemasok. Pemasok
dapat berupa pemasok langsung maupun pemasok yang memiliki rantai distribusi tertentu,
tergantung ketersediaan bahan dari pemasok. Kenyataan ini menyebabkan untuk mendapatkan
pasokan bahan baku saja, perusahaan perlu mengeluarkan biaya yang cukup tinggi (dengan kata
Iain termasuk pemborosan). Bahan baku yang telah diperoleh tersebut kemudian diproses oleh
pabrik dari sebuah perusahaan untuk dihasilkan produk jadi. Produk jadi (melalui persediaan
produk jadi) kemudian didistribusikan ke konsumen melalui atau tanpa distributor. Adanya jalur
distribusi atau mata rantai melalui distributor di satu sisi menguntungkan perusahaan karena
tidak harus berhubungan langsung dengan konsumen akhir, akan tetapi juga akan menyebabkan
harga yang harus ditawarkan ke distributor harus lebih rendah. Di sinilah peluang profit bagi
perusahaan menjadi lebih rendah. Di samping itu, jika distribusi barang dilakukan melalui
distributor, maka perusahaan tidak dapat memantau secara langsung tingkat kepuasan
konsumen atas produk yang ditawarkan. Alur dari Supply chain ini menunjukkan bahwa dalam
alur proses dari mulai pasokan bahan baku dari pemasok ke perusahaan, proses produksi oleh
perusahaan, hingga distribusi produk ke konsumen melalui atau tanpa distributor, terdapat
beberapa kemungkinan pemborosan yang terjadi, sekaligus juga peluang untuk memperbaiki
kinerja perusahaan dalam memuaskan konsumen. Berdasarkan kerangka inilah manajemen
berbasis Supply chain (supply chain management) dilakukan. Pada dasarnya, manajemen
berbasis Supply chain adalah proses pengelolaan proses penyediaan produk oleh perusahaan
dari mulai pemesanan bahan baku dari pemasok hingga distribusinya ke konsumen, dengan
memfokuskan pada pengurangan pemborosan dan peningkatan nilai bagi konsumen.
Berdasarkan gambar di atas, di antara upaya yang dapat dilakukan melalui manajemen berbasis
Supply chain adalah dengan memfokuskan hanya pada satu pemasok yang dapat menyediakan
bahan baku yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Jadi, perusahaan dapat mengurangi
biaya pemeliharaan atas persediaan dari pemasok. Dengan rentekan biaya pemeliharaan atas
persediaan, maka biaya keseluruhan dari proses produksi dapat ditekan. Hal ini dapat
memberikan keuntungan bagi perusahaan dalam ha} penetapan harga bagi konsumen.
Perusahaan dapat menurunkan harga bagi konsumen agar produk yang ditawarkan Lebih
kompetitif maupun perusahaan dapat meningkatkan kualitas produk yang diproduksi dengan
harga yang sama dengan perusahaan lain, sehingga lebih dapat memenuhi keinginan konsumen.

Berbagai alternatif lain dapat dilakukan perusahaan sehubungan dengan manajemen berbasis
Supply chain ini. yaitu dengan melakukan analisis atas berbagai potensi terjadinya Dembomsan,
sekaligus juga mencari potensi bagi peningkatan produktivitas melalui alur Suply chain seperti
ditunjukkan dalam Gambar 15,10,

D. MANAJEMEN JASA

1. Pentingnya Manajemen Jasa

Sajauh mi kita telah membahas mengenai manajemen operasi untuk-umumnya perusahaan


yang bergerak dalam bidang manufaktur atau penghasil barang. Tidak terlalu sulit barangkali
untuk mempelajari dan membayangkan bagaimana manajemen operasi bagi; sebuah perusahaan
manufaktur. Yang relatif sulit untuk dipelajari dan dibayangkan adalah manajemen operasi bagi
perusahaan jasa, atau manajemen jasa. Jasa adalah sesuatu yang sifatnya intangible atau tidak
dapat dihitung dan tidak dapat diraba, namun diinginkan oleh konsumen dalam konsumsi yang
dilakukannya. Perasaan puas, senang, bahagia, nyaman adalah sesuatu yang diharapkan oleh
konsumen sehubungan dengan jasa. Pemenuhan rasa puas tersebut dapat melalui jasa
transportasi, tempat rekreasi, penginapan, hingga pelayanan yang mengiringi sebuah produk
yang ditawarkan. Oleh karena jasa bersifat intangible, tidak mudah bagi perusahaan untuk
memberikan jasa yang terbaik bagi konsumen. Sebagaimana dikutip oleh Dessler (2004), Karl
Albrecht, seorang ahli manajemen jasa. mengatakan bahwa, “Manajemen jasa adalah
pendekatan keseluruhan dari perusahaan dalam mewujudkan tercapainya kualitas pelayanan
atau jasa sebagaimana yang diinginkan oleh konsumen, dan merupakan faktor pendorong utama
dalam operasi bisnis.

Ada beberapa alasan mengapa manajemen jasa menjadi penting, di antaranya:

1. Jasa sebagai keunggulan kompetitif. Jasa merupakan salah satu keunggulan


kompetatif yang saat ini digunakan oleh berbagai perusahaan dalam melakukan
strategi diferensiasi dengan para pesaingnya. Salah satu keunggulan perusahaan
raksasa seperti M cDonaid dan Kentucky Fried Chicken saat ini bukan dikarenakan
faktor barangnya berupa burger maupun ayam goreng, akan tetapi konsistensi
mereka dalam memberikan jasa maupun pelayanan di seluruh outlet-outlet
mereka di seluruh dunia.
2. Jasa sebagai penentu jumlah konsumen. Manajemen jasa yang buruk cenderung
akan menyebabkan hilangnya konsumen bagi perusahaan. "Bad service leads to
lost customers”. Pelayanan yang buruk akan menyebabkan hilangnya konsumen,
demikian ungkapan Deming dalam jasa. Anda bisa bayangkan jika Anda makan di
sebuah restoran yang makanannya lezat, namun dilayani secara tidak sopan oleh
para pelayan restorannya. Apakah Anda akan menikmati makanan yang lezat
tersebut? Tentu tidak, bukan. Perusahaan yang mengabaikan hal ini akan
menghadapi kemungkinan berkurangnya konsumen.
3. jasa sebagai penentu profit. Berkurangnya jumlah konsumen dengan sendirinya
akan menyebabkan berkurangnya profit yang dapat diperoleh perusahaan, karena
perusahaan tidak bisa mempertahankan konsumennya untuk tetap loyal pada
perusahaan, disebabkan jasa yang disajikan buruk.

2. Tiga Prinsip Jasa dari Karl Albrecht

Bagaimana jasa sebaiknya ditunjukkan dan diwujudkan? Sebelum pertanyaan ini dijawab, perlu
dipahami terlebih dahulu dua konsep dari dalam memahami jasa, yaitu apa yang dinamakan
sebagai reaksi kejujuran dari konsumen (moment of truth), dan siklus jasa (the cycle of service).
Pernahkah Anda merasa tidak nyaman ketika Anda berbelanja di sebuah swalayan karena Anda
terus-menerus diikuti oleh penjaga swalayan setiap kali Anda melihat-lihat barang dari satu
tempat ke tempat lainnya? Atau juga pernahkah Anda merasa kesalkarena proses pelayanan
yang diberikan sebuah perusahaan jasa, katakanlah biro jasa begitu lambat? Nah, perasaan
spontan berupa tidak nyaman dan kesal itulah yang disebut sebagai reaksi kejujuran dari
konsumen (moment of truth). Dalam melakukan pelayanan jasa, perusahaan perlu memahami
benar reaksi kejujuran dari konsumen ini, terutama yang menyangkut produk yang dijualnya ke
konsumen. Dengan cara bagajmana konsumen akan membeli, dengan tahapan seperti apa. Iika
konsumen membeli produk di sebuah pasar swalayan, apa sajakah yang akan dilakukan
konsumen daIi awal hingga akhir. Pemahaman terhadap urutan dan kecenderungan “kebiasaan
konsumen” ini dinamakan sebagaj pemahaman terhadap sildus jasa (the cycle of service). Jika
perusahaan telah memahami setiap tahapan yang biasa dilakukan oleh konsumen sekaligus
reaksireaksi kejujuran yang akan ditunjukkan konsumen di setiap tahapan kegiatan konsumen.
maka perusahaan dapat melakukan upaya untuk mengelola jasa dengan lebih baik. tentunya
dengan menerapkan prinsip-prinsip jasa yang penting untuk dilakukan. Karl Albrecht
berpendapat bahwa terdapat tiga prinsip jasa yang perlu dilakukan perusahaan sehubungan
dengan manajemen jasa. Ketiga prinsip tersebut dinamakan Segitiga lasa dari Albrecht yang
terdiri dari:

1. Strategi pelayanan yang baik (well-conceived service strategy) Suatu prinsip dasar
yang harus dipahami oleh perusahaan jasa adalah bahwa setiap orang ingin
diperlakukan dengan baik, oleh karena itu, sudah selayaknya perusahaan
menerapkan strategi pelayanan yang baik yang sesuai dengan tingkat kenyamanan
dan keleluasaan konsumen, tentunya tanpa mengabaikan sistem pengawasan
yang perlu dilakukan.
2. Penempatan orang-orang yang berorientasi pelanggan (customer-orientedfronb
line people) Agar pelayanan atau jasa yang baik ditunjukkan dan dapat dirasakan
oleh konsumen. maka perusahaan perlu menempatkan para petugas di depan
(front-liner) dari Orang~ orang yang memiliki orientasi terhadap pelanggan, yaitu
orang-orang yang menyadari bahwa pelanggan begitu panting bagi perusahaan
sehingga perlakuan yang baik bagi pelanggan sangat perlu dilakukan. Orang-orang
yang ditempatkan sebagai teller dari sebuah perusahaan perbankan, atau pelayan
restoran cepat saji, sudah semestinya merupakan orang-orang yang memiliki
orientasi kepada pelanggan
3. Penerapan.Sistem pelayanan yang bersahabat (customer-friendly systems) Konsep
Sistem pelayanan yang bersahabat ini cukup sederhana. Bila pelanggan merasa
bahwa perusahaan telah memperlakukan mereka secara bersahabat, maka
perusahaan tidak perlu bersusah payah untuk meyakinkan pelanggan untuk
membeli produk mereka. Sebagaimana halnya seorang sahabat kepada sahabat
lainnya, jika dia memiliki keperluan, maka sahabatnyalah yang pertama kali akan
didatangi. Jika perusahaan telah mampu melakukan manajemen jasa yang
menerapkan sistem pelayanan yang bersahabat ini, tentunya pelanggan tidak
hanya akan membeli produk dari perusahaan, akan tetapi juga loyal kepada

3. Implementasi Manajemen Jasa


Bagaimana manajemen jasa diimplementasikan. Paling tidak ada lima tahapan yang harus
dilakukan untuk mengimplementasikan manajemen jasa. Kelima tahapan tersebut, yaitu:

1. Audit jasa
Audit jasa pada dasamya adalah upaya untuk melakukan pemeriksaan akan apa saja yang
diperlukan dalam memberikan jasa terbaik bagi konsumen, serta dalam hal apa sajakah
konsumen akan merasa puas dengan jasa yang diberikan oleh perusahaan.Untuk sebuah
perusahaan swalayan. audit jasa ini dapat berupa apakah lahan parkir tersedia dengan
cukup. apakah terdapat fasilitas bagi orang-orang yang cacat untuk berbelanja, apakah
terdapat toilet di swalayan tersebut, dan lain sebagainya. b. Penyusunan strategi Setelah
hal-hal yang terkait dengan jasa dari perusahaan diperiksa dan dievaluasi dalam audit
jasa, langkah selanjutnya adalah menyusun strategi jasa yang akan ditawarkan kepada
konsumen. Untuk memahami bagaimana strategi jasa disusun, sebuah pertanyaan
mungkin dapat diajukan: Mengapa para pelanggan memilih perusahaan kita dan
mengapa tidak? Faktor utama yang menjadi jawaban pelanggan bisa menjadi strategi
utama yang perlu ditekankan dalam strategi jasa dari perusahaan. Sebagai contoh,
McDonald memiliki strategi jasa “kualitas, pelayanan, kebersihan, dan harga". Perusahaan
yang lain pun bisa menerapkan strategi yang lain yang disesuaikan dengan jenis bisnis
yang dijalankannya.
2. Pelatihan dan sosialisasi
Setelah strategi disusun, seluruh bagian perusahaan perlu mengetahui strategi jasa yang
akan diterapkan oleh perusahaan, terutama mereka yang akan ditugaskan di depan atau
sebagai front liner. Proses untuk memberi tahu ini dilakukan melalui kegiatan pelatihan
mengenai jasa perusahaan dan juga disosialisasikan melalui media-media, seperti papan
slogan. Spanduk, lencana, dan kaos pegawai.
3. Lmplementasi
Setelah pelatihan dan sosialisasi dilakukan, maka langkah yang penting untuk dilakukan
adalah implementasi Pada tahap implementasi ini, para pegawai pemsahaan menerapkan
seluruh pola Pelayanan yang telah disosialisasikan dan diketahui dalam.Setiap aktivitas
yang terkait dengan konsumen. Selain itu pula, para pegawai juga melakukan identifikasi
dalam hal-hal apa reaksi kejujuran dari konsumen muncul dalam bentuknya yang lain.
Perusahaan telah berusaha untuk memberikan pelayanan yang terbaik, namun kadang
kala diterima konsumen sebagai sesuatu yang buruk.
4. Pemeliharaan
Salah satu proses untuk mempertahankan konsistensi pelayanan adalah dengan adanya
pemeliharaan. Adalah manusiawi jika para pegawai terkadang lupa bahwa dalam
menghadapi konsumen harus prima, bermuka ramah, dan lain sebagainya.Terlebih jika
sang pegawai sedang menghadapi masalah pribadi atau keluarga. Oleh karena itu,
perusahaan perlu pula menerapkan sistem pemeliharaan yang dapat menjamin
konsistensi pelayanan yang diberikan perusahaan. Sistem kerja yang bergantian (shift)
barangkali salah satu alternatif yang dapat dipilih untuk dapat memelihara kualitas jasa
yang diberikan perusahaan.
E. MANAJEMEN PERUBAHAN

Salah satu topik yang saat ini menjadi pembicaraan hangat dalam teori dan pendekatan
manajemen adalah apa yang dikenal sebagai change management atau manajemen perubahan.
Pendekatan manajemen perubahan dinilai sesuai untuk meningkatkan produktivitas, terutama
dalam menghadapi tuntutan perubahan yang dihadapi oleh perusahaan dari waktu ke waktu.
Sehubungan dengan menariknya topik tersebut, maka bab ini akan ditutup dengan topik
mengenai manajemen perubahan ini.

1. Pengertian Perubahan dan Manajemen Perubahan

Perubahan atau change bisa didefinisikan sebagai “jendela yang memberikan jalan kepada masa
depan untuk mendatangi Anda”. Masa depan tersebut akan Anda datangi dengan apa yang Anda
miliki dan persiapkan, atau justru masa depan tersebut akan datang kepada Anda dengan
berbagai bentuk dan kemungkinan yang di luar dugaan Anda. Bukankah sudah banyak terjadi
peristiwa yang sebelumnya tidak pernah Anda duga, bukan? Apabila Anda menyadari bahwa hal
tersebut pernah terjadi pada Anda, bukankah hal yang Sama akan juga terjadi pada organisasi
atau perusahaan Anda?

Jika kita mengamati berbagai ha] di sekitar kita, khususnya untuk konteks organisasi bisnis,
maka dapat diidentifikasi beberapa perubahan yang telah terjadi di dunia bisnis, di antaranya:

1. Daur hidup produk menjadi lebih singkat akibat tingkat kompetisi yang begitu
tinggi.
2. lingkungan dunia bisnis secara cepat yang dulu barangkali hanya mencakup
lingkup lokal, kini global, dari yang dulu persaingan hanya bersifat lokal, kini
persaingan bersifat global, dan seterusnya. Sebuah pepatah Inggris menyebutkan,
"It is not the big that eats the small, but the fast that eats the slow. . . " (bukan Si
besar yang memakan si kecil, tetapi si cepat akan memakan si lambat). Pepatah ini
menunjukkan betapa perubahan terjadi begitu cepatnya.
3. globalisasi di berbagai kegiatan ekonomi dunia, teknologi dan termasuk juga
inovasi.
4. perubahan paradigma bisnis dan paradigma bisnis berbasis produk (product or
supplydriven company) ke paradigma bisnis berbasis pelanggan (customer-drivezz
company).

Dalam menghadapi perubahan, Anda bisa memilih untuk menjalankan cara Anda dalam
manajemen bisnis, termasuk juga untuk melawan perubahan yang Anda hadapi. Anda mungkin
dapat memperlambat dampak perubahan bagi perusahaan Anda, akan tetapiAnda tidak akan
pernah dapat menghentikan perubahan tersebut. Satu-satunya jalan agar Anda bisa menghadapi
perubahan yang terjadi adalah dengan menempatkan perubahan sebagai teman, yang
memberikan Anda peluang untuk tumbuh dan berkembang. Dengan demikian,manajemen
perubahan (change management) adalah manajemen perusahaan yang dilakukan sebagai pola
dalam menghadapi berbagai perubahan yang terjadi dalam dunia bisnis.

Berbagai perubahan di dunia paling tidak dapat dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu
perubahan yang bersifat berfluktuatif dan tidak menentu (volatile) dan perubahan yang bersifat
chaotic atau mengejutkan dan tidak dapat diprediksi. Agar perusahaan bisa menghadapi
perubahan ini, salah satu jalan yang perlu dilakukan adalah bagaimana perubahan-perubahan
tersebut dibaca kecenderungannya (trend) untuk kemudian diminimumkan risikonya dan
mengubah risiko tersebut menjadi sebuah peluang untuk melakukan perubahan. Di sinilah ide
dari sebuah manajemen perubahan diperkenalkan.

2. Enam Langkah dalam Manajemen

Perubahan Terdapat enam langkah yang perlu dilakukan dalam melakukan manajemen
perubahan, yaitu:

1. Envisioning. Merupakan langkah pertama di mana manajer memberikan inspirasi


dan ide mengenai perubahan kepada staf manajemen di perusahaan. Termasuk di
dalamnya mengenai dampak Pembahan terhadap masa depan perusahaan dan
pentingnya perusahaan untuk berubah.
2. Activating. Proses sosialisasi dan' inspirasi dan ide mengenai perubahan yang
harus dilakukan kepada seluruh bagian di organisasi sehingga seluruh anggota
organisasi perusahaan menyadari penuh Perlunya perubahan dilakukan untuk
memastikan masa depan perusahaan.
3. Supporting Melakukan identifikasi akan berbagai sumber daya yang diperlukan
untuk perubahan yang akan dilakukan dalam manajemen perusahaan. Sumber
daya ini dapat berupa sumber daya fisik, sumber daya manusia, ataupun metode
mutakhir untuk melakukan perubahan. Dalam melakukan identifikasi ini, pastikan
bahwa seluruh bagian dalam organisasi semaksimal mungkin dilibatkan.
4. Installing. Setelah ide dan rencana perubahan diidentifikasi, maka langkah
berikutnya adalah pengambilan keputusan mengenai perubahan yang akan
dilakukan, untuk kemudian disosialisasikan untuk dijalankan di seluruh bagian
perusahaan.
5. Ensuring. Setelah rencana disosialisasikan kepada seluruh bagian di perusahaan,
langkah berikutnya adalah memastikan bahwa seluruh kegiatan atau rencana
berjalan dengan lancar.
6. Recognizing. Langkah terakhir dari manajemen perubahan adalah melakukan
identifikasi atas apa-apa yang belum dilakukan dan menentukan apa saja yang
belum tercapai oleh perusahaan sehubungan dengan perubahan yang terjadi.
Secara diagram keenam langkah dari manajemen perubahan ini dapat dilihat dalam gambar
berikut ini:

Berdasarkan Gamba: 15.11 di atas, garis yang menghubungkan dari satu langkah ke langkah
berikutnya terlihat tidak hanya bersifat sequence atau berkesinambungan, namun terhubung
juga ke seluruh bagian dari setiap langkahnya. Hal ini menunjukkan bahwa salah satu kunci
dalam manajemen perubahan adalah Eleksibilitas dalam proses pengelolaannya. Hal ini terkait
dengan sifat adaptabilitas dan dinamis yang harus dilakukan dalam manajemen perubahan
terkait dengan perubahan yang terjadi setiap saat secara cepat dan dinamis.

3. Prinsip Tao dalam Manajemen Perubahan

Selain enam langkah yang dikemukakan di atas, prinsip Tao juga memberikan filosofi mengenai
perlunya manajemen perubahan dilakukan oleh sebuah organisasi maupun Perusahaan. Prinsip
Tao tersebut terbagi dua, yaitu dari sisi Yin (sisi pasif atau sisi penerimaan, dan dari sisi Yang (sisi
aktif atau sisi agresif)

1. Sisi Yin dalam manajemen perubahan. Berdasarkan sifatnya Yin yang berarti
pasif, maka prinsip dasar yang dalam manajemen perubahan adalah kemampuan
Pemsahaan untuk menerima terjadinya perubahan melalui proses adaptasi,
sehingga Perusahaan perlu memiliki kemampuan untuk beradaptasi (adaptation
to change). Beberapa kunci agar perusahaan dapat melakukan adaptasi terhadap
perubahan adalah mendengarkan secara efektif berbagai masukan perubahan,
melakukan antisipasi terhadap perubahan, dan membangun organisasi yang
mampu beradaptasi.
2. SlSl YANG DALAM MANAJEMEN PERUBAHAN. Berdasarkan sifatnya Yang yang
berarti aktif dan agresif, maka prinsip dasar Yang dalam manajemen perubahan
adalah kemampuan perusahaan untuk melakukan perubahan (creating the
change) sehingga perusahaan tidak menjadi objek dalam perubahan, akan tetapi
menjadi pelaku atau subjek dalam perubahan. Mereka yang menjadi subjek dalam
perubahan akan mengendalikan perubahan, sedangkan yang menjadi objek akan
dikendalikan Oleh perubahan. Beberapa faktor yang perlu dimiliki oleh
perusahaan agar dapat melakukan perubahan adalah berpikir di luar kebiasaan
(thinking outside the box), memengaruhi orang-orang mengena perubahan,
membangun pola kepemimpinan yang berbasis entrepreneurship, dan melakukan
perubahan yang radikal.
Perubahan kadang kala datang secara radikal dan tiba-tiba bahkan mengejutkan. Oleh karena itu,
perusahaan yang ingin beradaptasi dengan perubahan perlu memiliki sifat yang kurang lebih
sama dengan sifat dari perubahan yang terjadi tersebut.

4. Strategi dalam Melakukan Manajemen Perubahan

Terdapat beberapa strategi yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan manajemen


perubahan, di antaranya:

1. Perusahaan perlu berbeda dengan perusahaan lainnya. lakukan diferensiasi jika


itu memang akan membantu Anda dalam menghadapi perubahan.
2. Lakukan perubahan secara radikal dalam menjalankan bisnis.
3. Ubah pola manajemen yang bersifat hierarkis menjadi pola manajemen yang lebih
menghargai dan mengakomodasi kualifikasi dan kemampuan seseorang yang
potensial dari perusahaan Anda, di level manajemen mana pun ia berada.
4. Susun model manajemen perubahan yang baru yang melakukan perubahan
paradigma ke arah managemen pembahan, membangun kepercayaan,
menghilangkan ketakutan akan kegagalan sehingga seluruh orang akan bekerja
secara produktif dan berjiwa entrepreneur, Serta lakukan kerja sama yang
produktif dengan berbagai pihak.

5. Beberapa Kendala dalam Menjalankan Manajemen Perubahan

   Sekalipun manajemen Pembahan membantu perusahaan untuk melakukan menjalankan


kegiatan perusahaan dengan berorientasi kepada perubahan, pada praktiknya, terdapat
beberapa kendala dalam menjalankan manajemen perubahan ini. Kendala-kendala tersebut
dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Kendala dari faktor manusia Beberapa faktor yang terkait dengan sumber daya
manusia menjadi kendala besar dalam menjalankan manajemen perubahan ini. Di
antara kendala tersebut adalah lemahnya atau tidak adanya kepemimpinan yang
mampu membawa seluruh anggota kepada perubahan atau juga karena krisis
kepemimpinan dalam perusahaan di mana pimpinan perusahaan tidak begitu
didengar oleh bawahan. Selain faktor kepemimpinan, faktor manajer juga menjadi
kendala yang menghambat pelaksanaan manajemen perubahan. Umumnya para
manajer beranggapan bahwa dirinya pintar dan mampu melakukan kontrol atas
berbagai perubahan. Pada kenyataannya, kendala dari para manajer ini
merupakan salah satu kendala terbesar dalam implementasi manajemen
perubahan. Selain faktor manajer, faktor psikologis dari anggota organisasi atau
perusahaan yang merasa ‘tidak dilibatkan" juga dapat menjadi faktor penghambat
berjalannya manajemen perubahan secara efektif.
b. Kendala dari faktor organisasi Struktur organisasi yang sangat hierarkis dan
birokrasi yang kaku menjadi salah saru kendala utama dari faktor organisasi dalam
implementasi manajemen perubahan. Selain itu, faktor psikologis “merasa puas”
juga akan menghambat perusahaan-perusahaan besar yang telah sukses untuk
melakukan manajemen perubahan.

RINGKASAN

1. Manajemen operasi adalah rangkaian proses pengelolaan keseluruhan sumber daya


perusahaan yang dibutuhkan dalam menghasilkan barang atau jasa yang akan ditawarkan
kepada konsumen. Dengan kata lain, manajemen operasi berusaha menjawab bagaimana
pengelolaan terhadap 5P dalam operasi perusahaan, yaitu People atau orang-orang,
Plants atau pabrik, rumah produksi, atau bagian dari Perusahaan, Parts atau faktor input
produksi yang dibutuhkan oleh perusahaan, Processes atau proses yang dilakukan, dan
Planning and Control Systems atau sistem perencanaan dan pengawasan.
2. Untuk memahami manajemen operasi, perlu diketahui konsep dasar dari sistem
produksi.Pada dasarnya sistem produksi adalah proses transformasi input menjadi
output, atau dengan kata lain produksi adalah sebuah proses mengubah input menjadi
output. Berdasarkan pengertian ini, sistem produksi memiliki tiga komponen utama, yaitu
masukan (input), keluaran (output), dan proses (processes).
3. Terdapat empat elemen dalam desain sistem produksi, yaitu lokasi kegiatan produksi,
tipe proses produksi yang akan dijalankan, rancangan rumah produksi, serta rancangan
sistem produksi yang akan dijalankan.
4. Beberapa topik yang terkait dengan manajemen operasi di antaranya mengenai teknik
perencanaan dan pengawasan produksi, manajemen persediaan. 58ml Pengawasan dan
pengendalian proses produksi,
5. Terdapat beberapa metode dalam pencapaian produktivitas perusahaan. di antaranya
dengan menggunakan HT, CAD/CAM, FMS, dan CIM.
6. Manajemen jasa memegang peranan penting dalam operasi perusahaan, disebabkan
karena tiga hal yaitu karena jasa merupakan salah satu keunggulan kompetitif, jasa akan
menentukan jumlah konsumen, serta jasa akan menentukan tingkat profit perusahaan.
7. Manajemen perubahan merupakan salah satu isu penting dalam peningkatan
produkrivitas, terutama yang terkait dengan antisipasi perusahaan dalam menghadapi
berbagai perubahan dalam lingkungan dunia bisnis.

Anda mungkin juga menyukai