Anda di halaman 1dari 10

TUGAS MANDIRI

Joint Venture dalam Bisnis Global

Mata Kuliah : Organisasi dan Manajemen Perusahaan Industri

Nama : Ratih Anggraeni

NPM : 201644500004

Kelas : S3A

Nama Dosen : Andropo

Program Studi Teknik Industri


Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Indraprasta PGRI
2017

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, serta junjungan nabi besar kita Nabi Muhammad SAW,
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik. Adapun judul penulisan
Makalah, yang penulis sajikan sebagai berikut :
“Joint Venture Dalam Bisnis Global “
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai syarat pemenuhan tugas mata kuliah
Organisasi dan Manajemen Perusahaan Industri program S1 Tenik Industri. Sebagai
bahan penulisan diambil berdasarkan beberapa sumber literatur yang mendukung
penulisan ini. Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan dan dorongan dari semua pihak,
maka penulisan makalah ini tidak akan lancar dan selesai pada waktunya. Oleh karena itu
pada kesempatan kali ini, izinkanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada
Bapak Andropo. yang telah memberi bimbingan berupa materi, orang tua, serta teman –
teman yang telah memberi saran, dan semua pihak yang terlalu banyak untuk disebut
satu per satu sehingga penulis dapat menyelesaikannya.
Akhir kata penulis mohon saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan
penulisan di masa yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca
terutama bagi penulis.

Jakarta, 11 Oktober 2017

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................... 1
1.1. Latar Belakang Pembentukan Joint Venture.................... 1
1.2. Masalah yang Dialami Perusahaan Joint Venture............. 1
BAB 2 PENYELESAIAN MASALAH ...................................................... 3
2.1. Strategi dan Upaya Penyelesaian Masalah.......................... 3
BAB 3 ANALISA ........................................................................................ 10
BAB 4 PENUTUP..................................................................................... 17
4.1. Kesimpulan........................................................................... 17
4.2. Saran..................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 19
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Saat pemerintah indonesia melakukan kerjasama dengan pemerintah asing,
biasanya akan melalui BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang ada di Indonesia.
Hubungan ini kemudian dihubungkan dalam suatu kontrak kerja atau perjanjian yang
antara lain berupa kontrak karya, joint operation contract, joint venture agreement,
production sharing atau contact sales contract.
Oleh karena kontrak dalam konteks ini mengandung elemen-elemen asing, maka
dalam pelaksanaannya menimbulkan berbagai persoalan antara lain mengenai hukum
manakah yang berlaku atas perjanjian kontrak tersebut dan forum manakah yang
berwenang mengadili jika terjadi sengketa hukum antara para pihak. Untuk mencari
hukum yang berlaku dalam suatu kontrak yang mengandung unsur hukum perdata
internasional dapat digunakan bantuan titik-titik pertalian diantaranya adalah pilihan
hukum, tempat hukum ditandatanganinya kontrak.
Kontrak yang dibuat oleh pertamina dengan karaha bodas company merupakan
kontrak yang dalam hal klausula pilihan hukum dan pilihan forum tunduk pada Uncitral
Arbitration Rules.
Sebelumnya, antara Pertamina dan KBC terikat pada kontrak penjualan energi
untuk membangun sumber energi yang bersih dan dapat diperbarui. Namun karena krisis
moneter yang melanda indonesia proyek yang melibatkan karaha bodas company
diberhentikan sementara.
Karaha bodas company menilai bahwa pertamina teah melakukan pelanggaran
kontrak. Akibatnya karaha bodas company mengajukan pertamina ke arbitrase di swiss
untuk menyelesaikan perselisihan tersebut.
.

1.2. Masalah yang Dialami

1. Ada dua kontrak mengenai proyek PLTP KARAHA yaitu proyek pengembangan
listrik panas bumi 400 mega watt yang ditandatangani pada 28 November 1998
dalam bentuk 2 kontrak:
a. Joint Operation Contract antara Karaha Bodas Company dengan Pertamina
b. Energy Sales Contract antara Pertamina, Karaha Bodas Company dengan
PLN yang akan bertindak sebagai pembeli tenaga listrik yang dihasilkan
2. Karena terjadi krisis ekonomi di Indonesia Proyek PLTP Karaha ditangguhkan
melalui keputusan presiden nomor 39/1997. Pihak pertamina menghentikan
kegiatan yang berhubungan dengan proyek PLTP Karaha sebelum ada keputusan
dari pemerintah Indonesia yang menerangkan untuk meneruskan kembali proyek
tersebut. Sampai pada akhirnya pada tanggal 22 Maret 2002 melalui Kepres
nomor 15/2002 proyek dilanjutkanb
3. Tindakan yang dilakukan oleh pertamina dalam kontrak yang dilakukan dengan
Karaha Bodas Company disebabkan karena adanya daya paksa atau forje majeure
akibat adanya kebijakan pemerintah dalam bentuk keputusan presiden yang
menerangkan bahwa untuk sementara proyek PLTP Karaha ditangguhkan.
4. Pada April1998 Karaha Bodas Company menggugat Pertamina melalui Arbitrase
Internasional di Swiss, karena Karaha Bodas Company tidak peduli dengan
alasan yang menjadi dasar ditangguhkannya proyek PLTP Karaha yang
sebelumnya telah ditanda tangani kedua belah pihak dalam satu kontrak
BAB II
PENYELESAIAN MASALAH

1. Tahun 2002, aribitrase internasional swiss mengajukan gugatan Karaha Bodas


Company dengan menghukum pertamina membayar ganti rugi US$ 111,1 juta
untuk kerugian pengeluaran dan US$ 150 Juta Untuk Kerugian Keuntungan
(LOST OF PROFIT). Ditambah bunga 4% pertahun sejak 1 januari 2001
2. Karaha Bodas Company menggugat untuk pelaksanaan putusan Arbitrase
Internasional Swiss untuk asset Pertamina yang ada di New York, Texas,
Hongkong, dan Kanada melalui pengadilan di negara-negara tersebut untuk
membekukan asset Pertamina.
3. Pertamina mengajukan upaya hukum di indonesia untuk membatalkan
pelaksanaan hukum Arbitrase Internasional. Pada 27 Agustus 2002 Pengadilan
Negri Jakarta Pusat mengabulkan permohonan Pertamina untuk menolak
pelaksanaan putusan Arbitrase Internasional Swiss.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Analisa

Sebab-sebab pendirian perusahaan joint venture dalam penanaman modal asing di


Indonesia: pertama karena adanya undang-undang atau kebijakan pengaturan (regulasi)
yang ditetapkan oleh pemerintah sebagaimana terdapat dalam pasal 1 angka 3 Jo. Pasal 5
Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2010, serta peraturan perundang-undangan lainnya
yang berkaitan dengan penanaman modal asing. Secara historis, pada waktu yang lalu
dalam Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang penanaman modal asing, dasar
pengaturan join venture terdapat dalam pasal 23 dengan melihat kepada bidang- bidang
usaha yang terbuka bagi modal asing. Namun ketentuan yang terdapat dalam pasal 23
bersifat tidak wajib, karena pasal ini hanya menyebut kata “dapat” sehingga tidak
mengikat. Adapun dasar pengaturan yang mengharuskan pendirian join venture dalam
penanaman modal asing dirumuskan melalui instruksi presidium kabinet Nomor
36/U/IN/6/1967 yang dilanjutkan dengan program peningkatan upaya kerjasama
patungan (join venture) dalam peneneman modal asing berdasarkan kebijakan dewan
stabilisasi ekonomi nasional yang bersidang pada tanggal 22 januari 1974. Kedua,
pendirian perusahaan join venture dilakukan dengan alasan faktor politik, ekonomi, dan
sosial budaya masyarakat setempat. Secara politis, adanya kebijakan join venture dalam
penanaman modal asing dianggap sebagai pencerminan nasionalisme dibidang ekonomi
dan keinginan untuk menghindarkan ketergantungan pada kontrol asing terhadap
perekonomian nasional. Pengusaha asing juga mengajak pengusaha lokal untuk
mendirikan join venture,antara lain untuk menekan perasaan nasionalisme masyarakat
lokal. Adapun secara ekonomi, sosial, dan budaya, antara lain: karena pengusaha lokal
telah berpengalaman dan menguasai pasar dalam negeri, pengusaha lokal telah memiliki
sumber bahan baku, dan untuk memudahkan hubungan dengan pemerintah dan
masyarakat lokal. Kemudian pengadilan negeri jakarta pusat memutus bahwa “menolak
pelaksana putusan arbitrase internasional swiss”. Dengan dasar hukum, pasal 66 huruf D
Undang- Undang republik indonesia nomor 3 tahun 1999. Pasal tersebut menerangkan
bahwa putusan arbitrase internasional hanya diakui serta dapat dilaksanakan diwilayah
hukum republik indonesia, apabila memenuhi syarat “putusan arbitrase internasional
dapat dilaksanakan di indonesia setelah memperoleh eksekuator dari ketua pengadilan
negeri jakarta pusat”. Pengadian negeri jakarta pusat hanya berwenang menangani
masalah pelaksanaan putusan arbitrase internasional, bukan berwenang melakukan
pembatalan terhadap putusan arbitrase internasional. Yang berhak melakukan
“pembatalan putusan” adalah arbitrase internasional itu sendiri. Apabia PN jakarta pusat
memutus diluar atau melebihi dari kewenangan yang diberikan oleh undang- undang
maka putusan tersebut dapat dibatalkan.

Putusan pengadilan negeri jakarta pusat yang “menolak pelaksanaan putusan arbitrase
internasional swiss” hanya berlaku bagi asset pertamina yang ada di indonesia saja.
Putusan PN Jakarta pusat tersebut, tidak dapat di generalisasikan terhadap asset pertamina
yang ada diluar negeri (diluar Indonesia)antara lain dinegara new york, texas, hongkong
dan kanada. Yang berhak memutuskan pelaksanaan putusan arbitrase internasional di
negara- negara tersebut (new york, texas, hongkong, kanada) adalah pengadilan yang
diberi kewenangan yang ada dimana asset pertamina berada. PN PN jakarta pusat tidak
berwenang menolak putusan arbitrase internasional yang dilaksanakan dinegara new
yorkl texas, hongkong, dan kanada karena asset tersebut berada diuar wilayah hukum
indonesia dan aturan mengenai pelaksanaan putusan arbitrase internasional yang
digunakan adalah aturan yang berlaku di negara masing-masing tersebut.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Menurut pendapat saya, tindakan penangguhan proyek PLTP karaha oleh pertamina
seharusnya mendapat kesepakatan dari karaha bodas company, tindakan pertamina telah
menyalahi kesepakatan dari para pihak, karena pertamina telah memutuskan sepihak
untuk menangguhkan tanpa ada pembicaraan terlebih dahulu dengan karaha bodas
company. Pemerintah Indonesia menangguhkan proyek PLTP karaha antara pertamina
dengan karaha bodas company melalui keputusan presiden dengan alasan bahwa terjadi
krisis ekonomidi Indonesia. Seharusnya pertamina tetap melaksanakan kewajibannya
tanpa dilatarbelakangi masalah apapun yang ada di Indonesia, karena itu merupakan
kewajiban pertamina dalam kontrak yang telah ditandatangani. Proyek tersebut dapat
ditangguhkan secara sah apabila telah ada kata sepakat dari para pihak bahwa proyek
tersebut ditangguhkan untuk sementara. Menurut pendapat saya, seharusnya yang
mengajukkan tindakan pelaksanaan putusan arbitrase internasional swiss adalah karaha
bodas company, bukan pertamina. Tindakan yang seharusnya dilakukan pertamina adalah
mengajukan “ permohonan pembatalan putusan” di arbitrase internasional swiss, tempat
dimana sengketa tersebut diputus. Bukan mengajukkan gugatan penolakan putusan
arbitrase internasional swiss di pengadilan hegeri jakarta pusat (Indonesia). Yang berhak
melakukan putusan pembatalan adalah arbitrase internasional swiss sendiri, sebagai
lembaga yang dipilih para pihak untuk memutus perkara tersebut. Karena akar
masalahnya adalah dari keppres atau pengaturan pemerintah yang menyebabkan
pertamina tidak dapat memenuhi kewajiban kontraktualnya.

4.2 SARAN
1. Entitas perusahaan join venture dalam penanaman modal asing, perlu diberikan
ruang yang lebih luas terutama yang berkaitan dengan bidang usaha yang
diperbolehkan bagi investasi asing.
2. Kebijakan pengaturan penanaman modal sudah saatnya bersinergi dengan
pelayanan prima dari pemerintah tentang potensi investasi di indonesia, apalagi
jika dikaitkan dengan adanya realitas pembagian kewenangan dalam sistem
pemerintah daerah.
3. Realitas global yang tanpa sekat atau batas yang harus dimanfaatkan sevara
maksimal oleh pemerintah dengan merumuskan kebijakan- kebijakan pengaturan
yang mampu menciptakan kondisi stability, predictability, dan fairness yang
dapat menjamin adanya kepastian hukum dalam berinvestasi di indonesia.
Daftar Pustaka
1. http://fzlaw.wordpress.com
2. http://sulistionokertawacana.blogspot.com/2009/01/pertamina-vs-karaha-bodas-
mengadili.html
3. http://maspurba.wordpress.com/tag/karaha-bodas/

Anda mungkin juga menyukai