BIDANG KEGIATAN:
PKM GAGASAN TERTULIS
Diusulkan oleh:
i
ii
KATA PENGANTAR
iii
Proses penulisan PKM-GT ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak,
untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Pihak Institut Pertanian Bogor, yaitu: pihak rektorat, khususnya Wakil
Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Prof. Dr. Ir. Yonny
Koesmaryono, M.S., pihak Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB,
khususnya Direktur TPB-IPB Dr. Ir. Bonny P.W.Soekarno atas
dukungan yang telah diberikan.
2. Dosen pembimbing penulisan, Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, Ph.D
yang telah memberikan bimbingan dalam pengerjaan proposal PKM-
GT ini.
3. Orangtua penulis, yang telah memberikan doa dan dukungannya.
4. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang ikut
berperan serta dalam proses penyelesaian penulisan PKM-GT ini.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak memiliki kekurangan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaan tulisan. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat. Amin.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
v
RINGKASAN
vi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Saat ini, jumlah penduduk di dunia -- khususnya Indonesia -- dari tahun ke
tahun terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2000 yang pada saat itu jumlah
penduduk Indonesia berjumlah 205,1 juta orang, diperkirakan pada tahun 2025
akan meningkat menjadi 273,5 juta orang (BPS 2005). Produksi tanaman pangan
pada tahun 2013 diperkirakan sekitar 172,83 juta ton (BPS 2013). Peningkatan
jumlah penduduk dapat dipastikan akan berdampak pada peningkatan kebutuhan
pangan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Ariani (2007) tentang
konsumsi pangan masyarakat Indonesia antara tahun 1999 hingga tahun 2005.
Penelitian ini menunjukkan peningkatan kualitas maupun kuantitas pada konsumsi
pangan masyarakat.
Indonesia diprediksi akan mengalami krisis pangan pada tahun 2017
dengan mengacu dari sejumlah kasus, seperti kelangkaan kedelai pada awal 2008
dan sekarang ini atau impor beras, gula, dan komoditas pangan lain (daging sapi).
Faktanya hingga kini Indonesia masih mengimpor pangan untuk menjaga
ketahanan pangan pada tingkat yang dianggap aman. Dalam konteks itu, tidaklah
aneh jika sejumlah kalangan mengingatkan pemerintah agar selalu mewaspadai
potensi krisis pangan nasional. Memang wajar ketika ketersediaan pangan
semakin tipis atau masyarakat tidak mampu menjangkau harga pangan yang terus
naik. Salah satu cara klasik yang ditempuh pemerintah adalah dengan mendorong
petani meningkatkan produksi pangan baik dengan pola intensifikasi maupun
ekstensifikasi lahan pertanian (Pujiasmoto 2013).
Optimasi lahan pertanian merupakan usaha meningkatkan pemanfaatan
sumber daya lahan pertanian menjadi lahan usahatani tanaman pangan,
hortikultura, dan perkebunan. Kegiatan optimasi lahan pertanian diarahkan untuk
memenuhi kriteria lahan usahatani tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan
perternakan. Kegiatan optimasi lahan diarahkan untuk menunjang terwujudnya
ketahanan pangan dan antisipasi kerawanan pangan. Dalam rangka mendukung
surplus 10 juta ton beras pada tahun 2014 (Deptan 2014).
Solusi untuk permasalahan lahan ini tentu adalah pemercepatan
pertambahan luas lahan yang diperuntukkan untuk lahan pertanian. Namun, solusi
1
ini akan jadi masalah jika penerapannya salah sasaran, bahkan tidak bisa
direalisasikan sama sekali. Berdasarkan data yang didapat Forest Watch
Indonesia, telah terjadi deforestasi di hutan Indonesia seluas 15,16 juta ha antara
tahun 2000 hingga tahun 2009 dengan penyumbang deforestasi terbesar ada di
pulau Kalimantan sebesar 36,32 persen dari total hutan yang telah terdeforestasi di
Indonesia. Deforestasi hutan Indonesia ini juga termasuk deforestasi terhadap
hutan lindung (2,01 juta ha) serta deforestasi terhadap hutan konservasi (1,27 juta
ha). Jika laju deforestasi tidak dihentikan, diperkirakan tutupan hutan di Jawa
akan habis pada tahun 2020, menyusul di Bali dan Nusa Tenggara pada tahun
2030 (Sumargo 2011). Oleh karena itu, perlu lahan alternatif yang dapat
dimanfaatkan untuk lahan pertanian pangan tanpa mengurangi luas hutan di
Indonesia.
Wilayah perairan dapat menjadi salah satu solusi untuk dimanfaatkan
sebagai lahan pertanian di Indonesia. Faktanya, total panjang garis pantai di
Indonesia menurut data terakhir Badan Informasi Geospasial (BIG) adalah 99.093
kilometer. Lebih panjang dari anggapan orang Indonesia saat ini: 81.000
kilometer. Berasal dari lembaga yang sama, jumlah pulau di Indonesia pun sangat
banyak. Jumlah pulau di Indonesia tercatat 13.466 pulau. Dengan wilayah yang
sangat luas serta belum ada negara yang mewujudkannya, wilayah perairan bisa
menjadi lahan pertanian yang sangat luas.
Selain itu, gagasan ini memberikan nilai wisata pendidikan pertanian yang
diterapkan di perairan. Para pelaku industri pertanian tidak hanya mendapatkan
keuntungan dari hasil panen tetapi juga memanfaatkan sistem ini sebagai daya
tarik wisata di bidang pertanian.
Tujuan Program
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan, tujuan penulisan
karya ilmiah ini diantaranya:
1) memberi informasi kepada para pelaku industri bidang pertanian pangan
dalam hal lahan alternatif yang dapat dimanfaatkan selain lahan yang ada
di wilayah daratan;
2) memberi informasi berupa gagasan tentang cara memanfaatkan wilayah
perairan pesisir sebagai lahan pertanian pangan, apa saja faktor pembatas
2
yang dihadapi tanaman pangan di lahan tersebut, dan cara mengatasi faktor
pembatas tersebut;
3) memberi informasi kepada pelaku industri bidang pertanian pangan bahwa
penggunaan sistem ini selain mendapatkan keuntungan dari hasil panen
juga sebagai daya tarik wisata yang unik yaitu wisata pertanian laut.
Manfaat
Dengan adanya sistem Agrocoastal ini, laju deforestasi bisa dihambat.
Deforestasi wilayah hutan bahkan dapat dihentikan total jika sistem Agrocoastal
ini telah berjalan dengan baik. Walaupun secara teknis lahan yang digunakan
adalah wilayah pantai, dengan sistem Agrocoastal lahan pertanian bisa meluas
hingga wilayah laut. Hal inilah yang dapat mengurangi bahkan menghentikan laju
deforestasi wilayah hutan.
Sistem ini juga bermanfaat untuk memberdayakan masyarakat di pesisir
pantai. Segi ekonomis yang didapatkan yaitu menambah pendapatan masyarakat
tersebut. Selanjutnya, investor memperoleh keuntungan dari hasil panen dan juga
sebagai daya tarik wisata pertanian laut.
GAGASAN
Kondisi Keterkinian Perkembangan Lahan di Indonesia
Lahan pertanian adalah modal yang sangat penting dalam meningkatkan
produksi pangan. Tanpa perluasan lahan yang besar disebut ekstensifikasi upaya
produksi pangan hanya bertumpu pada inovasi teknologi atau peningkatan
produktivitas (intensifikasi). Bila hanya bertumpu pada peningkatan produktivitas,
produksi pangan tidak mampu memenuhi permintaan terhadap pangan yang terus
meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk.
3
Sumber: Badan Pusat Statistik 2013
Dalam sepuluh tahun terakhir, luas lahan pertanian di Indonesia tidak
banyak berubah, masih sekitar 25 juta hektar. Rasio lahan pertanian terhadap
jumlah penduduk hanya sebesar 0,3. Itu artinya setiap orang Indonesia rata-rata
hanya mempunyai lahan pertanian seluas 0,3 hektar. Wilayah mencapai 188 juta
hektar dan hampir seluruhnya bisa difungsikan sebagai lahan pertanian. Badan
Pusat Statistik mendata jumlah petani di Indonesia pada 2013 sebanyak 31,7 juta
orang. Yang terbesar adalah petani tanaman pangan sebanyak 20,4 juta orang.
Tantangan utama pada abad 21 adalah mengatasi kesenjangan yang makin
besar antara permintaan pangan dan ketersediaan sumberdaya lahan dan air.
Sumberdaya lahan dan air merupakan aset dan faktor produksi yang sangat
penting dan strategis untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional. Seiring dengan
peningkatan jumlah penduduk, maka permintaan terhadap bahan pangan juga
mengalami peningkatan.
Hasil proyeksi penduduk Indonesia tahun 2010-2015 menunjukkan bahwa
penduduk Indonesia pada tahun 2020 akan mencapai 293,88 juta jiwa. Ini berarti
akan mengalami kenaikan 56,24 juta jiwa dari penduduk 2010. Seiring laju
pertumbuhan penduduk sekitar 1,43 persen per tahun diperlukan tambahan
penyediaan lahan pangan yang tidak sedikit tiap tahunnya. Kebutuhan beras pada
2012 sekitar 26,08 juta ton. Jumlah ini akan meningkat 31,35 juta ton pada tahun
2025. Faktanya, beberapa tahun terakhir ini produktivitas padi mengalami
levelling off. Hal ini berdampak terhadap menurunnya penyediaan stok pangan
nasional serta keamanan pangan nasional Indonesia (Pusdatin 2013).
Solusi Aquaponic
Solusi untuk mengatasi kebutuhan lahan yang terus menerus sudah
diterapkan dengan model aquaponic. Metode aquaponic merupakan gabungan
dari aquakultur dan hidroponik. Metode ini mempunyai dua keuntungan, yaitu
memperoleh hasil dari pertanian pangan dan perikanan. Konsep dasarnya adalah
membuat suatu kolam yang diatasnya ditanami tanaman. Ikan dan tanaman
bersama-sama dalam satu sistem terpadu. Limbah ikan menyediakan sumber
makanan bagi tanaman dan tanaman memberikan filter alami untuk air. Ikan yang
dihasilkan dari aquaponic ini aman dan segar. Aquaponic dikombinasikan dengan
4
kaca lingkungan yang terkendali. Model ini dapat digunakan untuk meningkatkan
berkelanjutan ikan segar dan sayuran untuk keluarga, untuk memberi makan
sebuah desa atau untuk menghasilkan keuntungan dalam usaha pertanian
berkelanjutan.
Gagasan ini dapat menjadi salah satu solusi permasalahan kebutuhan
lahan. Hal tersebut dapat terwujud dengan cara membuat aquaponic diterapkan di
atas kapal statis. Model ini sangat efisien diterapkan pada sistem agrocoastal.
Sumber daya air laut digunakan untuk tempat hidup ikan, media tanam dan nutrisi
bagi tanaman.
Sumber: http://www.japan-aquaponics.com/plumbing-guide-part-2.html
Konsep Dasar Agrocoastal’s System
Agrocoastal’s system mengacu pada kegiatan atau sistem budidaya
tanaman pangan yang menggunakan daerah pesisir sebagai lahan kegiatannya.
Daerah pesisir ini mencakup pantai hingga laut wilayah pesisir (coastal zone).
Untuk mendukung praktik budidaya di wilayah pesisir, dibutuhkan sarana kapal
statis. Kapal statis berfungsi sebagai lahan pengganti yang mengapung di atas laut.
Dengan begitu, para pelaku industri pertanian yang memakai sistem ini dapat
memperluas lahannya menurut kebutuhan industri tersebut dengan cara
menambah kapal statis yang tersedia.
Dalam sistem Agrocoastal, ada dua cakupan wilayah yang diklasifikasikan
berdasarkan fungsinya:
1. Main Agrocoastal
Wilayah ini merupakan tempat kegiatan budidaya ikan dan tanaman
pangan yang utama yang terbagi menjadi dua:
5
a. Harden area
Area ini merupakan daratan buatan yang dibangun seperti krib
tegak lurus pantai yang memanjang menuju laut. Di daerah
marjinal pantai juga dapat dibuat bangunan seperti pelabuhan
untuk menunjang kegiatan produksi seperti kegiatan pascapanen.
Krib ini diperlukan agar wilayah tertambatnya kapal statis dapat
meluas ke arah laut tanpa mengurangi ketahanan kapal statis
terhadap ombak.
b. Inner floating area
Area ini merupakan kawasan yang dipenuhi kapal-kapal statis
pengganti lahan pertanian. Area ini dapat diperluas dengan
menambah unit kapal statis yang ada. Jarak antara kapal dengan
kapal atau kapal dengan harden area sebaiknya tidak terlalu besar.
Ini dimaksudkan untuk mengurangi kerusakan kapal karena kontak
antar kapal jika kapal digoyangkan oleh ombak. Lahan tanam ada
dua tipe diantaranya, lahan tanam rumah kaca dan non rumah kaca.
Lahan tanam dibuat berbeda menyesuaikan kebutuhan intensitas
matahari di wilayah pesisir pantai. Metode tanam di kapal-kapal
statis menggunakan sistem aquaponic. Prinsip dasar yang
digunakan dalam sistem akuaponic adalah resirkulasi, yang artinya
memanfaatkan kembali air yang telah digunakan dalam
pemeliharaan ikan dengan filter alami yang berupa tanaman dan
medianya.
2. Supporting Agrocoastal (outer floating area)
Wilayah ini merupakan penunjang kegiatan yang ada di inner
floating area. Dengan kegiatan agrocoastal’s system yang dilakukan di
wilayah laut, dampak ombak yang berasal dari laut tidak mungkin
dihindari. Dampak ombak ini dapat menyebabkan kerusakan di daerah
sekitar. Karena itu, dibutuhkan wilayah yang berfungsi sebagai pemecah
ombak agar dampak ombak tidak terlalu berpengaruh terhadap inner
floating area.
6
Outer floating area digunakan sebagai pembangkit listrik tenaga
gelombang laut. Pembangkit listrik ini berfungsi menambah cadangan
energi listrik dalam penerapan agrocoastal’s system. Bangunan ini dapat
mencegah abrasi berlebihan yang disebabkan kekuatan ombak. Dengan
memecah ombak, dampak arus yang telah melewati outer floating area
dapat berkurang. Hal ini penting agar proses produksi yang berlangsung di
inner floating area tidak terganggu gelombang yang dapat mengurangi
kestabilan kapal statis.
Sistem kerja pembangkit listrik tenaga gelombang laut sangat
sederhana. Sebuah tabung beton dipasang pada ketinggian tertentu di
pantai dan ujungnya dipasang di bawah permukaan air laut. Ketika ada
ombak yang datang ke pantai, air dalam tabung beton tersebut mendorong
udara bagian tabung yang terletak di darat. Gerakan sebaliknya terjadi
pada ombak surut. Gerakan udara yang berbolak-balik ini yang
dimanfaatkan untuk memutar turbin yang dihubungkan dengan sebuah
pembangkit listrik. Terdapat alat khusus yang dipasang pada turbin
sehingga turbin hanya berputar pada satu arah (Ruswandi 1995).
Desain Agrocoastal’s System
Tampak Atas
Keterangan:
1. Main Agrocoastal
2. Harden area
3. Inner floating area
4. Supporting Agrocoastal Sumber: Desain Gambar Penulis
7
Tampak Samping
Keterangan:
1. Pesisir Pantai (coastal zone) 6. Generator pembangkit listrik tenaga gelombang laut
2. Laut 7. Tempat destilasi air laut
3. Lahan tanam rumah kaca 8. Tembok pembatas harden area dan supporting area
4. Lahan tanam non rumah kaca 9. Tempat penyimpanan energi listrik
5. Tempat penyimpan hasil panen pangan Sumber: Desain Gambar Penulis
8
Penggunaan listrik juga diperlukan untuk destilasi air laut dan kegiatan penunjang
media aquaponic. Media ini adalah air hasil destilasi air laut yang digunakan
tempat hidup ikan. Selain itu, pembangkit listrik ini dimanfaatkan sebagai
pemecah ombak. Di wilayah main agrocoastal dan supporting area dipisahkan
oleh tembok penghalang. Hal ini bertujuan untuk pembatas kegiatan pada inner
floating area dan pembangkit listrik.
Wilayah Penerapan Agrocoastal’s System
Untuk menerapkan sistem Agrocoastal ini, ada tiga wilayah yang dapat
diterapkan:
1. Wilayah pesisir dengan arus tenang. Wilayah ini sangat dianjurkan untuk
memulai sistem penerapan agrocoastal di wilayah ini hanya membutuhkan
satu lapisan outer floating area sehingga tidak memerlukan banyak
tanaman bakau untuk disiapkan.
2. Wilayah pesisir dengan arus kuat. Wilayah ini dapat dimanfaatkan jika
diperlukan lebih banyak lahan pertanian yang ingin digarap.Penerapan di
wilayah seperti ini membutuhkan lebih dari satu lapisan outer floating
area. Ini dikarenakan dampak ombak yang lebih besar membutuhkan
pemecah ombak yang lebih banyak.
Pihak yang Dapat Membantu Mengimplementasikan Gagasan
Gagasan ini dapat diimplementasikan dengan adanya dukungan dari
berbagai pihak, diantaranya:
1) Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, sebagai pendukung
proyek agrocoastal dalam skala besar;
2) Departemen Pertanian, sebagai pendukung untuk menyebarluaskan
gagasan agrocoastal sebagai sistem pertanian yang dapat
diterapkan di wilayah pesisir pantai;
3) Departemen Perikanan dan Kelautan, sebagai pendukung untuk
menyebarluaskan gagasan agrocoastal untuk budidaya ikan dan
mendukung terealisasinya sistem diterapkan di wilayah pesisir
pantai;
4) Pemerintah Daerah, sebagai pendukung terealisasinya kebijakan
gagasan Agrocoastal’s System;
9
5) Investor, sebagai pemakai Agrocoastal’s System untuk bisnis
pertanian modern skala besar;
6) Masyarakat pesisir, sebagai stok sumber daya manusia yang dapat
ikut terlibat bersama investor di dalam penerapan Agrocoastal’s
System.
Dampak Pengaplikasian Agrocoastal’s System
Penulis sebelumnya menyebutkan bahwa perkembangan kebutuhan lahan
dalam sepuluh tahun terakhir di Indonesia tidak terlalu memiliki pengaruh
terhadap permintaan pangan yang masih kurang. Sehingga, diperlukan
pengembangan lahan pertanian yang baru untuk memenuhi permintaan tersebut.
Dengan adanya Agricoastal’s System ini, permasalahan lahan dan laju deforestasi
dapat terselesaikan. Kebutuhan pangan di masa yang akan datang terpenuhi
seiring bertambahnya jumlah penduduk. Dengan kata lain, ketahanan pangan di
Indonesia akan tetap stabil. Melalui sistem ini juga, para pelaku industri mendapat
tambahan keuntungan dengan menjadikan kawasan pertanian tersebut sebagai
daya tarik wisata pertanian laut.
KESIMPULAN
Dalam sepuluh tahun terakhir perkembangan luas lahan pertanian di
Indonesia tidak terlalu signifikan. Hal ini berdampak pada tak tercukupinya
kebutuhan pangan yang selalu meningkat. Salah satu solusinya adalah dengan
memanfaatkan wilayah perairan di daerah pesisir pantai. Gagasan yang penulis
berikan untuk mengatasi persoalan lahan yaitu dengan penerapan Agrocoastal’s
System. Wilayahnya terdiri atas main agrocoastal yang meliputi harden area serta
inner floating area, dan supporting area. Sistem ini menerapkan aquaponic
sebagai metode penanaman multifungsi, pembangkit listrik tenaga gelombang laut
sebagai pemecah kecepatan ombak, dan alat destilasi air laut sebagai pemisah air
dengan garam. Hasil akhir penerapan sistem ini mendatangkan keuntungan
diantaranya hasil ikan dan tanaman serta dapat menjadi daya tarik wisata yang
unik yaitu wisata pertanian laut.
10
DAFTAR PUSTAKA
B. Riwayat Pendidikan
SD SMP SMA
SDN SMPN 1 SMAN 2
Nama Institusi Yosowilangun Yosowilangun Lumajang
Kidul 01
Jurusan - - IPA
Tahun Masuk - 2000-2007 2007-2010 2010-2013
Lulus
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan
dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.Apabila di kemudian hari ternyata
dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu
persyaratan dalam pengajuan usulan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM).
Dimas Ramdhani