Anda di halaman 1dari 11

PEMANFAATAN CYBER EXTENSION SEBAGAI MEDIA INFORMASI

OLEH PENYULUH PERTANIAN DI KABUPATEN BOGOR


( Utilization of Cyber Extension as Information Media
by Agricultural Counselor in the District of Bogor) 1

Abung Supama Wijaya2, Sarwititi Sarwoprasodjo3 dan Kudang Boro Seminar4

ABSTRACT
This study aims to analyze the characteristics and relations of counselor, obstacle of media use, information
seeking phases on Cyber Extension and Cyber Extension utilization. The information stages intended use the
theory of information seeking, namely: starting, chaining, browsing, differenciating, monitoring, and
extracting. This study is conducted to 61 counselors in the Regent/District of Bogor, originationg from three
different BP3K. This study is a quantitative research utilizing questionnaires as the research instrument and
applying Spearman rank statistic test to analyze the relation between the characteristics of a counselor, the
obstacle of media use for information seeking process, and Cyber Extension utilization. The study results
state that the characteristics of a counselor has a definite relation with the information seeking phases on the
age and motivation indicators. The obstacle of media use has a definite relation with the information seeking
phase, and the information seeking phase in Cyber Extension has a definite and positive relation with the
utilization of Cyber Extension.

Keywords: Cyber Extension, Information Seeking, Counselor

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan menganalisis karakteristik dan hubungan penyuluh, hambatan penggunaan media,
tahapan pencarian informasi pada Cyber Extension dan pemanfaatan Cyber Extension. Tahapan informasi
yang diamksud menggunakan teori pencarian informasi yaitu, starting, chaining, browsing, differentiating,
monitoring dan extracting. Penelitian ini dilakukan kepada 61 penyuluh di Kabupaten Bogor yang berasal
dari tiga BP3K yang berbeda. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan
kuesioner sebagai instrumen penelitian dan menggunakan uji statistik rank Spearman untuk menganalisis
hubungan antara karakteristik penyuluh, hambatan penggunaan media untuk proses pencarian informasi dan,
penggunaan Cyber Extension. Hasil penelitian menunjukan bahwa karakteristik penyuluh memiliki
hubungan nyata dengan tahapan pencarian informasi pada indikator umur dan motivasi. Hambatan
penggunaan media berhubungan nyata dengan tahapan pencarian informasi dan tahapan pencarian informasi
pada Cyber Extension berhubungan positif dan sangat nyata dengan pemanfaatan Cyber Extension.

Kata kunci: Cyber Extension, Pencarian Informasi, Penyuluh

1
Bagian dari tesis yang disampaikan pada seminar SPs IPB
2
Mahasiswa S2 Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan SPs IPB
3
Staf pengajar Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan SPs IPB
4
Staf pengajar Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan SPs IPB
PENDAHULUAN cenderung cukup tinggi. Sementara itu,
Suryantini (2004) menyatakan bahwa penyuluh
Latar Belakang
di Kabupaten Bogor memiliki kecenderungan
Penyuluh pertanian memegang peran penting yang rendah (47%) dalam mengunjungi sumber
dalam pembangunan pertanian yang informasi seperti balai penelitian, dinas
berkelanjutan. Hal ini disebabkan oleh peran pertanian, perguruan tinggi hingga perpustakaan.
penyuluh pertanian sebagai jembatan penghubung Sementara itu menurut Anwas et.al (2009)
antara pemerintah atau lembaga penyuluhan menyatakan bahwa penyuluh harus memiliki
dengan masyarakat sasaran, baik dalam hal inisiatif dan aktif untuk mencari berbagai media
menyampaikan inovasi atau kebijakan-kebijakan belajar untuk meningkatkan kompetensinya
yang harus diterima dan dilaksanakan oleh untuk memfasilitasi kebutuhan informasi petani.
masyarakat sasaran, maupun untuk Berkembangnya informasi melalui media
menyampaikan umpan balik atau tanggapan internet ini akan menyebabkan terjadinya
masyarakat kepada pemerintah atau lembaga kelimpahan informasi (information overload)
penyuluhan yang bersangkutan (Mardikanto atau kebingungan pengguna dalam melakukan
2009). Berdasarkan peran tersebut, maka kegiatan pencarian informasi (seeking
penyuluh pertanian dituntut untuk memiliki information) baik itu dari tahapan memulai,
pengetahuan, informasi, responsif dengan isu-isu memilih, menyaring dan menilai informasi yang
pembangunan pertanian terkini dan tanggap dalam ditemukan di internet (Andriaty et al. 2011).
mengakses perkembangan teknologi untuk Berkembang dan melimpahnya sumber informasi
memberikan layanan yang optimal kepada yang disediakan oleh Cyber Extension menuntut
masyarakat (Subejo 2011). Solusi efektif untuk keterampilan penyuluh dalam melakukan
memudahkan transfer teknologi dan pengetahuan aktivitas pencarian informasi sehingga penyuluh
adalah dengan menggunakan pemanfaatan tidak mengalami kebingungan dalam melakukan
teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Salah kegiatan pencarian informasi. Ellis et al. (1997)
satu teknologi informasi di bidang pertanian yang mendeskripsikan proses pencarian informasi
dikembangkan saat ini adalah Cyber Extension dalam mengakses internet sebagai berikut, di
sebagai layanan penyedia informasi berbasis mulai dari fase (starting), kemudian diikuti
teknologi internet (Ahuja 2011), (Churi et. Al dengan link menuju sumber informasi terkait
2012). Cyber Extension merupakan penggunaan (chaining), mengamati situs terpilih (browsing),
jaringan online, komputer dan digital interactive menandai sumber yang berguna untuk
multimedia untuk memfasilitasi diseminasi kepentingan di masa mendatang (differentiating),
teknologi pertanian dan sebagai media yang sarat mencatat alamat sumber untuk bisa mengakses
informasi untuk memenuhi kebutuhan petani serta dan terus mengikuti perkembangan informasi
mengatasi hambatan geografis dalam penyuluhan terbaru (monitoring) dan mulai menetapkan
(Lin 1999), Holbein (2008) (Subejo 2011), (Amin sumber informasi (extracting). Kemampuan
et.al 2013). penyuluh dalam melakukan pencarian informasi
Sementara itu, Mulyandari et al. (2010) inilah yang diduga akan berhubungan dengan
menyatakan bahwa dalam strategi implementasi pemanfaatan Cyber Extension oleh penyuluh di
Cyber Extension, berpusat pada optimalisasi Kabupaten Bogor. Berdasarkan hal tersebut maka
fungsi dari Badan Penyuluhan Kabupaten sebagai penelitian mengenai pemanfaatan Cyber
pusat akses informasi berbasis aplikasi teknologi Extension sebagai media informasi oleh penyuluh
informasi. Hal tersebut terjadi karena Badan pertanian di Kabupaten Bogor perlu untuk
Penyuluh Kabupaten menjembatani sumber dilakukan.
informasi di pusat dengan stakeholders lokal dan
sekaligus sebagai pemandu sistem. Penelitian Tujuan Penelitian
yang dilakukan Veronice (2013), menyatakan
1. Menganalisis karakteristik penyuluh,
bahwa tingkat pemanfaatan TIK penyuluh di
hambatan penggunaan media, tahapan
Kabupaten Bogor sangat tinggi, terutama dalam
pencarian informasi pada Cyber Extension
pemanfaatan komputer, internet dan handphone.
dan pemanfaatan Cyber Extension pada
Hal tersebut sekaligus menunjukkan bahwa
Penyuluh Pertanian di Kabupaten Bogor.
kecenderungan penyuluh dalam mengakses
Cyber Extension untuk mendapatkan informasi
2. Menganalisis hubungan karakteristik pemanfaatan Cyber Extension oleh
penyuluh, hambatan penggunaan media penyuluh.
dengan tahapan pencarian informasi pada
Cyber Extension. METODE PENELITIAN
3. Menganalisis hubungan antara tahapan
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian
pencarian informasi pada Cyber Extension
dengan Pemanfaatan Cyber Extension pada Penelitian ini didesain sebagai penelitian
penyuluh di Kabupaten Bogor. survei yang bersifat deskriptif korelasional.
Penelitian dilakukan di Kabupaten Bogor dari
bulan Nopember-Januari 2015. Sampel
ditentukan melalui teknik sensus sebanyak 61
penyuluh di Kabupaten Bogor. Para penyuluh
Karakteristik Tahapan Pencarian
tersebut terdiri dari 3 BP3K yang berada di
Penyuluh (X1) : Informasi pada Kabupaten Bogor. Diantaranya adalah BP3K
(X1.1) Umur Cyber Extension (Y1) Ciawi (22 orang), BP3K Ciseeng (18 orang)
(X1.2) Tingkat (Y1.1) Starting dan BP3K Leuwiliang (21 orang). Data yang
pendidikan formal (Y1.2) Chaining
(X1.3) Masa kerja (Y1.3) browsing diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji
(X1.4) Tingkat (Y1.4) Differentiating korelasi rank Spearman.
kepemilikan media (Y1.5) Monitoring Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
(X1.5) Motivasi (Y1.6) Extracting
penyuluh Data yang dikumpulkan dalam penelitian
ini terdiri atas data primer dan data sekunder.
Data primer diambil dari peubah utama yang
Hambatan Pemanfaatan diteliti berupa karakteristik penyuluh, hambatan
Penggunaan Media Cyber Extension
(X2) : pemanfaatan media, tahapan pencarian informasi
(Y2)
(X2.1)Kemampuan (Y2.1)Manfaat pada Cyber Extension dan pemanfaatan media
penyuluh akses informasi Cyber Extension yang diperoleh dengan
internet (Y2.2) Kemampuan menggunakan instrumen dalam bentuk kuesioner.
(X2.2)Ketersediaan membangun
sarana akses jejaring sosial
(X2.3) Biaya
Data sekunder yang dikumpulkan
(Y2.3) Kemampuan
operasional akses berbagi berkaitan dengan keadaan umum, data
informasi/peng pendukung atau potensi aktual mengenai kondisi
etahuan geografis yang dapat diperoleh dari pihak-pihak
atau lembaga terkait seperti Badan Ketahanan
Pangan dan Pelaksana Penyuluhan, Pertanian,
Hipotesis Perikanan dan Kehutanan (BKP5K), Badan Pusat
Berdasarkan pada latar belakang masalah yang Statistik (BPS) Kabupaten Bogor atau lembaga
disandarkan pada tinjauan teori serta kerangka lainnya.
pemikiran maka hipotesis penelitian ini sebagai
berikut: Teknik pengumpulan data yang dilakukan
1. Terdapat hubungan nyata antara dalam penelitian adalah :
karakteristik penyuluhdan hambatan
dalam penggunaan media dengan 1. Studi dokumentasi, yaitu teknik
tahapan pencarian informasi pada pengumpulan data melalui studi dokumentasi
penggunaan Cyber Extension. terhadap laporan-laporan yang berkaitan
2. Terdapat hubungan nyata antara dengan sumber data sekunder. Data yang
tahapan pencarian informasi pada dikumpulkan berupa aktivitas
penggunaan Cyber Extension dengan penyuluhpertanian dalam mengakses Cyber
extension.
2. Wawancara tertutup dengan menggunakan terdapat berbagai pilihan bagi penyuluh
kuesioner, yang diberikan kepada seluruh pertanian dalam memanfaatkan TIK. Program
penyuluh pertanian yang berstatus PNS di Cyber Extension yang dikembangkan oleh
Kabupaten Bogor. pemerintah telah merata dilaksanakan oleh BP3K
Validitas dan Reliabilitas di seluruh Kabupaten Bogor.

Suatu alat ukur dapat dikatakan sahih apabila Karakteristik Penyuluh


alat ukur itu dapat mengukur sesuatu yang
sebenarnya ingin diukur (Singarimbun & Effendi, Karakteristik merupakan ciri khas yang
2011). Apabila daftar pertanyaan digunakan melekat pada individu yang berhubungan
sebagai instrumen pengukuran, maka kuesioner dengan berbagai aspek kehidupan.
yang disusun harus mengukur apa yang ingin
Karakteristik penyuluh dapat menjadi pembeda
diukur. Reliabilitas instrumen diketahui dengan
melakukan uji coba kuesioner pengukur dan ciri yang khas antara penyuluh yang satu
penyerapan informasi responden. Kegiatan ini dengan penyuluh yang lainnya. Karakteristik
dilakukan pada petugas penyuluh lapang di BP3K penyuluh yang diamati sebagaimana yang
Dramaga sejumlah 10 orang. Penyuluh terdiri dari tercantum dalam kerangka berpikir meliputi
penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan. umur, tingkat pendidikan formal, masa kerja,
Data hasil uji coba instrumen kemudian dianalisis tingkat kepemilikan media dan motivasi
dengan prosedur pendugaan validitas dan
penyuluh. Deskripsi mengenai karakteristik
reliabilitas “Cronbach’s Alpha” menggunakan
SPSS versi 19.0 dengan nilai = 0,884 penyuluh secara rinci tertera pada Tabel 1.

Pengolahan dan Analisis Data Tabel 1. Jumlah dan Persentase Karakteristik


Data yang terkumpul dianalisis secara Penyuluh
Karakteristik Jumlah Persen (%)
statistik deskriptif menggunakan frekuensi
penyuluh
persentase, median, rataan skor, dan tabel
Umur
distribusi frekuensi serta statistik inferensial Muda 24 39,3
menggunakan uji korelasi rank Spearman Dewasa 9 14,8
(bantuan SPSS ver.19.0) untuk melihat tingkat Tua 28 45,9
keeratan hubungan antar variabel. Pemilihan uji
korelasi rank Spearman juga mengacu pada 61 100
pendapat yang dikemukakan oleh Kriyantono Pendidikan Formal
(2009), bahwa untuk menguji antara jenis skala (Rendah) 3 4,9
pengukuran nominal dan ordinal, skala ordinal (Sedang) 12 19,7
dengan nominal, maka digunakan uji korelasi (Tinggi) 46 75,4
rank Spearman’s. 61 100
Masa kerja
(Rendah) 33 54,1
HASIL DAN PEMBAHASAN (Sedang) 16 26,2
(Tinggi) 12 19,7
Deskripsi Penyuluh di Kabupaten Bogor 61 100
Tingkat
Kabupaten Bogor merupakan daerah kepemilikan media 32 52,5
dengan variasi penggunaan TIK dan tingkat (Rendah) 12 19,7
aksesibilitas cukup tinggi terhadap sumber (Sedang) 17 27,9
informasi, penyuluhnya sudah terdedah dengan (Tinggi)
61 100
TIK, koneksi jaringan yang cukup luas, dan di Motivasi penyuluh
wilayah Bogor terdapat berbagai unit kerja (Rendah) 29 47,5
penelitian pertanian, perguruan tinggi dan (Sedang) 25 41,0
pusat-pusat informasi. Dengan demikian (Tinggi) 7 11,5
61 100
Tabel 2. Jumlah dan Persentase Hambatan
Berdasarkan data yang tersaji di Tabel 1, Penggunaan Media
bisa diketahui bahwa sebagian besar penyuluh Hambatan Penyuluh
kab. Bogor berusia dalam kategori Tua, lebih Rendah Sedang Tinggi Jumlah/
dari 45 tahun. Menurut Anwas (2009) kondisi persent
ase
tersebut menunjukkan bahwa jika dikaitkan Kemampuan 13 29 19 61
dengan masa usia pensiun fungsional penyuluh Penyuluh (21.3%) (47.5%) (31.1%) (100%)
PNS yang mencapai 60 tahun, maka dapat akses internet
diprediksi bahwa dalam kurun waktu sepuluh Ketersediaan 28 21 12 61
sarana akses (45.9%) (34.4%) (19.7%) (100%)
tahun ke depan jumlah penyuluh akan Biaya 33 17 11 (18%) 61
berkurang sebanyak 28%. Tingkat pendidikan operasional (54.1%) (27.9%) (100%)
formal hampir sebagian besar termasuk dalam akses
kategori tinggi. Berdasarkan data tersebut Berdasarkan Tabel 2, hambatan yang
didapatkan hasil bahwa sebagian besar dialami penyuluh dalam hal kemampun akses
penyuluh di Kabupaten Bogor telah mengeyam internet berada pada kategori sedang.
pendidikan hingga di perguruan tinggi Kebanyakan penyuluh mampu
sebanyak 46 respoden. Menurut Okwu dan mengoperasikan komputer untuk akses
Umoru (2009), tingkat pendidikan seseorang internet, untuk mengakses informasi terbaru
akan menentukan kebutuhannya terhadap akses dari pusat ataupun hanya sekedar
inovasi teknologi. Pada tingkat pemilikan menggunakan email untuk berkomunikasi
media berada pada kategori rendah, rata-rata dengan penyuluh lainnya maupun dengan
penyuluh hanya menggunakan media berupa atasan. Hal yang menyebabkan kemampuan
internet dan handphone. Motivasi penyuluh penyuluh akses internet dalam kategori sedang
dalam mengakses Cyber Extension tergolong adalah mereka jarang meng-upload ataupun
rendah, yaitu hanya pada tujuan untuk membagi informasi yang mereka miliki di
mendapatkan informasi baru. internet. Penyuluh cenderung menjadi pihak
yang menerima informasi dari internet,
Hambatan Penggunaan Media dibandingkan dengan membagi informasi
Mulyandari et al. (2010) menemukan untuk disebarkan di internet. Hambatan
bahwa dalam pelaksanaan Cyber Extension selanjutnya dalam penelitian ini adalah
setidaknya terdapat beberapa hambatan, ketersediaan sarana akses yang berada pada
diantaranya adalah manajemen, infrastruktur kategori rendah. Berdasarkan hasil penelitian
dan sarana prasarana, keterbatasan SDM dalam di lapangan, keadaan tersebut disebabkan
aplikasi TIK dan pengetahuan serta rendahnya karena minimnya fasilitas modem atau wifi,
budaya saling berbagi informasi di media jika ada terkadang sinyalnya kurang
internet. Sejalan penelitian tersebut, mendukung untuk akses internet. Hambatan
pelaksanaan Cyber Extension di Kabupaten selanjutnya adalah biaya operasional akses
Bogor memiliki beberapa hambatan, yaitu yang tergolong dalam kategori sedang.
kemampuan penyuluh akses internet, Hambatan yang dimiliki penyuluh dalam
ketersediaan sarana akses dan biaya mengakses Cyber Extension mampu
operasional akses. menghambat tugas mereka sebagai change
agent secara optimal dan perubahan perilaku
yang diharapkan dapat terjadi kepada
masyarakat tani akan sulit terwujud (Damanik
dan Tahitu 2011).
Odefadehan (2007), mereka menyimpulkan
Tahapan pencarian Informasi sumber informasi dari klien dan rekan kerja
Kegiatan pencarian informasi melalui dianggap tidak efektif. Tahapan browsing
media internet dilakukan dalam beberapa menunjukkan bahwa penyuluh mampu mencari
informasi yang dibutuhkan dengan memahami isi
tahapan. Tahap pencarian informasi
website masuk dalam kategori sangat lancar.
dirumuskan oleh Ellis (1987) dalam beberapa Tahapan browsing berupa kemampuan penyuluh
kategori yaitu starting, chaining, browsing, dalam mengakses fitur yang tersedia dalam laman
differentiating, monitoring, extracting, dan sumber informasi di internet dan memahami
Ending. Penelitian ini menggunakan tahapan seluruh fungsi dari kategori di setiap icon yang
pencarian informasi yang dirumuskan oleh dimunculkan laman tersebut. Diferentiating
menjadi tahapan selanjutnya setelah browsing.
Ellis (1987), dan jumlah serta persentase
Tahapan ini berupa kemampuan penyuluh dalam
tahapan pencarian informasi tertera pada membandingkan kualitas sumber informasi yang
Tabel 3. sedang diakses dengan sumber data lainnya yang
berada di situs yang berbeda. Data menunjukkan
Tabel 3. Jumlah dan Persentasi Tahapan bahwa kemampuan penyuluh dalam tahapan
Pencarian Informasi diferentiating masuk dalam kategori lancar.
Tahapan Pencarian Informasi Selanjutnya terdapat tahap monitoring yang
Tidak Lancar Sangat melihat kemampuan penyuluh dalam mencatat
Jumlah/persentase
lancar lancar dan menyimpan sumber informasi yang
Starting 8 27 26 61 (100%)untuk dijadikan sebagai rujukan utama
digunakan
(13.1%) (44.3%) (42.6%) dalam melakukan pencarian. Pada tahap ini data
Chaining 18 34 9 (14.8%) 61 (100%) kemampuan penyuluh berada pada
menunjukkan
(29.5%) (55.7%) kategori lancar. Extracting menjadi tahapan
Browsing 24 11(18%) 26 61 (100%)
terakhir dalam tahap pencarian informasi pada
(39.3%) (42.9%)
penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan
Differentiating 22 33 6 (9.8%) 61 (100%)
(36.1%) (54.1%)
penyuluh termasuk dalam kategori sangat lancar
Monitoring 13 30 18 dalam penelitian ini. Mereka mampu menentukan
61 (100%)
(21.3%) (49.2%) (29.5%) pilihan utama sumber rujukan informasi untuk
Extracting 13 21 27(44.3%) diakses. Kemampuan tersebut terbentuk dari
61 (100%)
(21.3%) (34.4%) pengalaman penyuluh dalam mengakses beberapa
sumber informasi dari berbagai sumber dan telah
Berdasarkan data yang tercantum pada menentukan sumber informasi serta di laman
Tabel 3, bisa diketahui bahwa pada tahap starting, manakah yang menyediakan informasi berkualitas
termasuk dalam kategori kurang lancar. Meho dan yang mereka butuhkan.
Tibbo (2003)menyatakan bahwa tahapan starting
merupakan kombinasi antara proses pencarian Pemanfaatan Cyber Extension
awal dan aktivitas komunikasi, hal yang membuat Pemanfaatan Cyber Extension pada
tahap awal menjadi kurang lancar adalah penelitian ini mencakup manfaat informasi,
kemampuan dari penyuluh dalam menentukan kemampuan membangun jejaring sosial dan
kategori pencarian apa yang dibutuhkan. Pada
tahap selanjutnya yaitu chaining, yang merupakan kemampuan berbagi informasi/pengetahuan.
tahap di mana penyuluh menyesuaikan dan Jumlah serta persentase pemanfaatan Cyber
memahami informasi yang ditemukan dengan Extension tertera pada Tabel 4.
laman yang dikunjungi masuk pada kategori
lancar. Menurut Meho dan Tibbo (2003) beberapa
faktor yang mampu mendukung kelancaran
tahapan chaining adalah insting, adanya
rekomendasi dari teman atau instansi, dan adanya
reviewers. Sementara hasil penelitian
bertentangan diungkapkan oleh Alfred dan
Tabel 4. Jumlah dan Persentasi Pemanfaatan Cyber Cyber Extension untuk membangun koneksi
Extension dengan penyuluh/ petani lainnya yang belum
Pemanfaatan Cyber Extension mereka kenal baik di dalam Kabupaten Bogor
Rendah Sedang Tinggi Jumlah/ maupun di luar Kabupaten Bogor. Mereka
persent beranggapan lebih mudah membangun hubungan
ase dengan penyuluh/petani lainnya melalui tatap
Manfaat 29 27 5 (8.2%) 61 muka dibanding via Cyber Extension.
informasi (47.5%) (44.3%) (100%) Kemampuan penyuluh dalam berbagi informasi/
Kemampuan 42 15 4 (6.6%) 61 pengetahuan merupakan manfaat selanjutnya yang
membangun (68.9%) (24.6%) (100%)
diteliti dalam penelitian ini. Berdasarkan data
jejaring
sosial yang diperoleh, penyuluh dalam hal ini masuk
Kemampuan 11 29 21 61 pada kategori sedang. Penyuluh selalu update
berbagi (18%) (47.5%) (34.4%) (100%) dengan informasi baru yang tersedia di Cyber
informasi Extension dan meneruskan informasi tersebut
kepada petani, maupun ke sesama penyuluh. Hasil
Manfaat informasi yang didapatkan oleh pencarian informasi juga sering dijadikan bahan
responden berada pada kategori rendah. Hal diskusi dalam setiap pertemuan kelompok.
tersebut terjadi karena selama ini penyuluh hanya Hubungan antara Karakteristik
menerima informasi yang mereka dapat dari akses Penyuluh dengan Tahapan Pencarian
internet. Penyuluh jarang mengunggah informasi Informasi
yang mereka miliki ke internet, ataupun berdiskusi Tingkat hubungan antara karakteristik
dengan penyuluh maupun petani di tempat lain penyuluh dengan tahapan pencarian informasi
melalui Cyber Extension. Manfaat lainnya yang bisa dilihat melalui analisis uji korelasi
diperoleh penyuluh adalah kemampuan Spearman, data terperinci bisa dilihat di Tabel
membangun jaringan, yang dalam penelitian ini 5.
menunjukkan dalam kategori rendah. Dalam hal
ini, hanya sedikit penyuluh yang memanfaatkan
Tabel 5. Koefisien korelasi (r) antara karakteristik penyuluh dengan tahapan pencarian informasi
Karakteristik Koefisien Korelasi (rs) pada tahapan pencarian informasi
penyuluh Starting chaining browsing diferentiati monitoring extractin
ng g
Umur -0,376** -0,405** -0,262* -0,410** -0,409** -0,303*

Tingkat pendidikan 0,208 0,241 0,201 -0,49 0,244 -0,020


formal

Masa kerja -0,470** -0,489** -0,365** -0,468** -0,392* -0,281**

Tingkat 0,045 -0,31** 0,139 -0,043 -0,029 0,023


kepemilikan media

Motivasi penyuluh 0,170 0,458** 0,149 0,162 0,324** 0,151


Keterangan: ** berhubungan sangat nyata pada ∝ = 0,01
starting, chaining, browsing, differentiating dan
Berdasarkan hasil pengujian korelasi pada extracting akan semakin tidak lancar. Hasil
Tabel 5, dapat diketahui bahwa tahapan starting penelitian ini sejalan dengan penelitian Stenmark
dalam pencarian informasi pada Cyber Extension dan Jadaan (2006) bahwa pekerja yang cenderung
didukung oleh umur, dan masa kerja penyuluh. menggunakan pencarian informasi melalui
Hubungan antara umur dan tahapan pencarian internet untuk menyelesaikan pekerjaanya rata-
informasi berkorelasi negatif dan sangat nyata, rata adalah pekerja di usia produktif. Hal yang
yang menandakan bahwa semakin tua umur sama terjadi pada hubungan antara masa kerja dan
penyuluh, maka kemampuan penyuluh pada tahap tahapan pencarian informasi, yang berkorelasi
negatif dan sangat nyata dengan seluruh tahapan dan menyimpan sumber informasi dari internet
pencarian informasi. Hal tersebut menegaskan didukung oleh motivasi yang dimiliki oleh
bahwa penyuluh yang telah bekerja dalam kurun penyuluh. Hal tersebut sejalan dengan penelitian
waktu yang lama, memiliki usia yang lebih tua Kadli dan Kumbar (2013), yang menyatakan
dibandingkan dengan penyuluh yang masa bahwa terdapat beberapa hal yang turut
kerjanya terhitung masih baru. Nilai korelasi mendukung perilaku seseorang dalam melakukan
berikutnya pada tahap chaining, diperoleh pencarian informasi, yaitu motivasi dan tujuan
hubungan positif dan sangat nyata dengan pencarian informasi, tipe dan sifat dari pencari
motivasi penyuluh, serta hubungan negatif dan informasi, dan waktu yang dimiliki untuk
sangat nyata dengan tingkat kepemilikan media. menemukan informasi.
Hal ini bisa dimaknai bahwa tingginya
kemampuan penyuluh dalam tahapan chaining, Hubungan antara Hambatan
turut didukung motivasi penyuluh. Korelasi Penggunaan Media dengan Tahapan
selanjutnya terjadi pada variabel monitoring Pencarian Informasi
dengan motivasi penyuluh, yang berhubungan Hambatan yang dimiliki oleh penyuluh
positif dan sangat nyata. Hubungan tersebut diduga berhubungan dengan tahapan pencarian
bermakna bahwa lancarnya penyuluh dalam informasi pada Cyber Extension. Nilai koefisien
tahapan monitoring turut didukung oleh motivasi tersebut tertera pada Tabel 6.
penyuluh. Kemampuan penyuluh dalam mencatat

Tabel 6. Koefisien korelasi (r) antara hambatan penggunaan media dengan tahapan pencarian informasi
Hambatan penggunaan Koefisien Korelasi (rs) pada tahapan pencarian informasi
media starting chaining browsing diferentiating monitoring extracting
Kemampuan penyuluh 0,643** 0,627** 0,683** 0,506** 0,383** 0,173
akses internet
Ketersediaan sarana akses 0,397** 0,196 0,382** 0,249 0,121 0,041

Biaya operasional akses 0,372** 0,337** 0,353** 0,128 0,063 -0,049


Keterangan: ** berhubungan sangat nyata pada ∝ = 0,01
pencarian informasi. Bisa dipastikan bahwa jika
Berdasarkan data hasi uji korelasi yang hambatan pada kedua hal tersebut besar maka
telah tertera di Tabel 6, hambatan yang dimiliki proses tahapan pencarian informasi juga semakin
penyuluh pada kemampuan akses internet tidak lancar, begitu juga sebaliknya. Hambatan
berhubungan positif dan sangat nyata dengan selanjutnya yang dimiliki penyuluh adalah Biaya
tahapan pencarian informasi (starting, chaining, operasional akses. Biaya operasional akses
browsing, diferentiating,dan monitoring). Hal memiliki hubungan yang positif dan sangat nyata
tersebut bermakna bahwa semakin besar dengan tahap starting, chaining dan browsing.
kemampuan penyuluh mengakses internet maka Kemampuan penyuluh dalam mencari informasi
kemampuan penyuluh dalam melakukan tahapan via Cyber Extension pada proses starting,
pencarian informasi juga semakin lancar. chaining browsing, turut didukung oleh biaya
Sementara pada tingkat ketersediaan sarana akses operasional yang memadai pula. Adanya korelasi
memiliki hubungan yang positif dan nyata dengan antara hambatan penggunaan media dengan
tahapan pencarian informasi starting dan tahapan pencarian informasi pada Cyber
browsing. Semakin lengkap sarana untuk akses Extension ini menunjukkan bahwa untuk
internet seperti wifi, komputer dan fasilitas meningkatkan kemampuan penyuluh dalam
lainnya maka penyuluh akan semakin lancar mengakses Cyber Extension, maka kemampuan
dalam melakukan tahapan starting dan browsing. penyuluh akses internet harus ditingkatkan, begitu
Hasil penemuan tersebut sejalan dengan penelitian juga dengan ketersediaan akses internet dan
Meho dan Tibbo (2003) bahwa kemampuan alokasi biaya operasional untuk Cyber Extension.
seseorang dalam mengakses internet dan Hubungan antara Tahapan Pencarian
ketersediaan sarana untuk akses internet bisa Informasi pada Cyber Extension dengan
menjadi hambatan tersendiri dalam perilaku Pemanfaatan Cyber Extension
Berdasarkan data yang diperoleh dari Extension berhubungan pemanfaatan Cyber
pengujian statistik dengan menggunakan alat Extension, seperti yang tertera pada Tabel 7.
uji statistik SPSS 20 diperoleh hasil bahwa
tahapan pencarian informasi pada Cyber
Tabel 7. Koefisien korelasi (r) antara tahapan pencarian informasi dengan pemanfaatan Cyber Extension
Pemanfaatan Cyber Koefisien Korelasi (rs) pada tahapan pencarian informasi
Extension starting chaining browsing diferentiating monitoring extracting
Manfaat informasi
0,327* 0,126 0,288* 0,107 0,133 -0,059
Kemampuan
membangun jejaring 0,42 0,174 0,325* 0,108 0,106 0,209
sosial

Kemampuan berbagi 0,205 0,377** 0,152 0,486** 0,517** 0,363**


informasi/pengetahuan
Keterangan: ** berhubungan sangat nyata pada ∝ = 0,01
*
berhubungan nyata pada ∝ = 0,05
Hasil pengujian statistik yang tersebut bisa dikatakan bahwa kelancaran
diperoleh mendukung hipotesis, yang penyuluh dalam melakukan tahapan
menunjukkan bahwa terdapat hubungan pencarian informasi mampu mendorong
antara tahapan pencarian informasi dengan mereka untuk bisa menambah pengetahuan,
pemanfaatan Cyber Extension. Nilai korelasi membangun jaringan hingga berbagi
yang ditunjukkan pada Tabel 7 bermakna informasi baik kepada sesama penyuluh
bahwa manfaat yang diperoleh penyuluh maupun kepada petani.
dalam mengakses Cyber Extension turut
didukung oleh tahapan pencarian informasi. SIMPULAN
Seperti pada proses starting yang berkorelasi Bedasarkan hasil penelitian maka
positif dan nyata dengan manfaat informasi dapat disimpulkan:
yang diperoleh penyuluh, sementara pada
1. karakteristik penyuluh dalam hal tingkat
tahapan chaining berkorelasi positif dan
pendidikan formal termasuk dalam
sangat nyata dengan kemampuan penyuluh kategori tinggi, sementara untuk
dalam berbagi informasi dan pengetahuan indikator yang lainnya meliputi masa
kepada sesama penyuluh maupun kepada kerja, kepemilikan media dan motivasi
petani. Hubungan selanjutnya yaitu pada penyuluh termasuk dalam kategori
tahapan browsing dengan manfaat informasi rendah.
dan kemampuan membangun jejaring sosial 2. Hambatan penggunaan media pada
indikator ketersediaan sarana akses dan
berkorelasi positif dan nyata. Pada indikator
biaya operasional akses tergolong
kemampuan penyuluh dalam berbagi rendah, sementara hambatan pada
informasi dan pengetahuan berhubungan ketersediaan sarana akses tergolong
positif dan sangat nyata dengan tahapan sedang.
pencarian informasi (differentiating, 3. Tahapan pencarian informasi pada
monitoring dan extracting). Hal ini sejalan Cyber Extension termasuk dalam
dengan hasil penelitian Meho dan Tibbo kategori sangat lancar pada tahap
browsing dan extracting, sementara pada
(2003) yang menyatakan bahwa kemampuan tahapan starting, chaining, diferentiating
seseorang dalam menjalankan tahapan dan monitoring termasuk dalam kategori
pencarian informasi, memiliki peluang untuk sedang
menambah tingkat pengetahuan mereka serta 4. Pemanfaatan Cyber Extension pada
membangun jaringan dengan teman, indikator manfaat informasi dan
pengajar, hingga peneliti. Berdasarkan hal kemampuan membangun jejaring sosial
berada pada kategori rendah dan yang Mempengaruhi Penyuluh dalam
kategori sedang untuk kemampuan Pemanfaatan Media. Jurnal
berbagi informasi/ pengetahuan. Komunikasi Pembangunan Vol. 07 No
5. karakteristik penyuluh memiliki 2, Juli 2009, hal. 68-81.
hubungan nyata dengan tahapan Churi AJ, Mlozi MRS, Tumbo SD, Casmir R.
pencarian informasi pada indikator 2012. Understanding Farmers
umur dan motivasi, sementara indikator Information Communication Strategies
masa kerja berkorelasi negatif dan for Managing Climate Risks in Rural
sangat nyata. Semi-Arid Areas, Tanzania.
6. Hambatan penggunaan media International Journal of Information
berhubungan nyata dengan tahapan and Communication Technology
pencarian informasi Research, 2 (11) : 838-845.
7. tahapan pencarian informasi pada Cyber Damanik IPN, Tahitu ME. 2011. Cyber
Extension berhubungan positif dan Extension dan Model Sistem
sangat nyata dengan pemanfaatan Cyber Pneyuluhan Pertanian untuk Menjawab
Extension. Tantangan Pembangunan Pertanian di
Maluku-Suatu Pemikiran. Prosiding
SARAN Seminar Nasional. Pengembangan
1. Berdasarkan pengalaman di lapangan, Pulau-pulau kecil. ISBN: 978-602-
peneliti ingin menyarankan agar 98439-2-7. (130-136).
penelitian-penelitian selanjutnya yang Ellis, David & Haugan, Merete (1997).
serupa dapat menganalisis secara lebih Modelling the Information -Seeking
mendalam efektivitas penggunaan Patterns of Engineers and Research
website sumber informasi pertanian Scientists in Industrial Environment.
khususnya yang di buat oleh pemerintah Journal of Documentation, 53(4), 384-
yaitu kementrian pertanian. 403.]
2. Sosialisasi dan pelatihan perlu Holbein MF. 2008. From Traditional Delivery to
ditingkatkan dari segi kualitas maupun Distance Learning: Developing the
kuantitas, hal ini dilakukan sebagai cara Model. International Journal of
untuk dapat mengikuti perkembangan Instructional Technology and Distance
teknologi informasi yang semakin Learning, 5 (8): 43-48.
berkembang. Kadli JH, Kumbar BD. 2013. Library Reources,
Services and Information Seeking
DAFTAR PUSTAKA Behaviour in Changing ICT
Environment: A Literature Review. E-
Ahuja V. 2011. Cyber Extension : A journal Library Philosophy and
Convergence of Ict and Agricultural Practice.http//digitalcommons.unl.edu/li
Development. Global Media Journal – bphilprac/951.
Indian Edition, 2 (2) : 1-8. Lin CA. 1999. Online Service Adoption
Alfred SD, Odefadehan OO. 2007. Analysis of Likelihood. Journal of Advertising
Information Needs of Agricultural Research. 39 (2)
Extension Workers in Southwest of Mardikanto,T. 2009. Penyuluhan
Nigeria. South African Journal of Pembangunan Pertanian. Surakarta
Agricultural Extension, 36 : 62-77 (ID): Sebelas Maret University Press.
Amin M, Sugiyanto, Sukesi K, Ismadi. 2013. Surakarta.
Application of Cyber Extension as Meho IL, Tibbo HR. 2003. Modeling the
Communication Media to Empower the Information Seeking Behavior of Social
Dry Land Farmer at Donggala District, Scientists: Ellis’s Study Revisited.
Central Sulawesi. Journal of Basic and Journal of The American Society for
Applied Scientific Research, 3(4) : 379- Information Science and Technology.
385. 54(6): 570-587.
Anwas, E.O.M, Sumardjo, P.S.Asngari, Mulyandari SHM, Sumardjo, Lubis DP,
P.Tjiptopranoto. 2009. Faktor-Faktor Panjaitan NK. 2010. Implementasi
Cyber Extension dalam Komunikasi
Inovasi Pertanian. 19(20). 17-43.
Okwu OJ, Umoru BI.2009. A Study of Women
Farmers Agricultural InformationNeeds
and Accesssibillity: A Case Study of
Apa Local Goverment Area of Benue
State, Nigeria. Journal Agric. Res.
4(12): 1404-1409.
Subejo. 2011. Penyuluhan Pertanian di Jepang.
Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian. Vol7 No 1.
Juli 2011, hal 61-70.
Suryantini H. 2004. Pemanfaatan Informasi
Teknologi Pertanian oleh Penyuluh
Pertanian: Kasus di Kabupaten Bogor,
Jawa Barat. Jurnal Perpustakaan
Pertanian. 7(1).17-23.
Stenmark D, T Jadaan. 2006. Intranet Users’s
Information Seeking Behaviour:
Alongitudinal Study of Search Engine
Logs.
http://www.viktoria.se/~dixi/publ/asist0
6.pdf.
Veronice. Pemanfaatan Teknologi Informasi dan
Komunikasi dalam Peningkatan
Kompetensi Penyuluh. Tesis. Sekolah
Pascasarjana IPB. Bogor

Anda mungkin juga menyukai