BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar adalah proses menjadi dirinya sendiri (process of becoming person) bukan proses untuk
dibentuk (process of beings haped) menurut kehendak orang lain, kegiatan belajar harus melibatkan
individu atau client meliputi apa yang mereka inginkan, apa yang dilakukan, menentukan dan
merencanakan serta melakukan tindakan apa saja yang perlu untuk memenuhi keinginan tersebut.
Inti dari pendidikan adalah membantu orang dalam belajar untuk dapat memikirkan diri mereka
sendiri, mengatur urusan kehidupan mereka sendiri untuk berkembang dan matang, dengan
mempertimbangkan bahwa mereka juga sebagai makhluk sosial.
Dengan belajar orang dewasa akan mendapatkan pengalaman yang lebih banyak lagi, sehingga
belajar bagi orang dewasa lebih fokus pada peningkatan pengalaman hidup tidak hanya pada
pencarian ijazah saja. Pengalaman merupakan sumber terkaya dalam pembelajaran sehingga orang
dewasa semakin kaya akan pengalaman dan termotifasi untuk melakukan upaya peningkatan hidup.
Sifat belajar orang dewasa bersifat subjektif dan unik, hal itulah yang membuat orang dewasa untuk
semakin berupaya semaksimal mungkin dalam belajar, sehingga apa yang menjadi harapan dapat
tercapai.
Orientasi belajar berpusat pada kehidupan, dengan demikian orang dewasa belajar tidak hanya
untuk mendapatkan nilai yang bangus akan tetapi orang dewasa belajar untuk meningkatkan
kehidupannya. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam makalah ini akan disampaikan lebih jauh
mengenai belajar orang dewasa atau yang disebut juga dengan Andragogi.
B. Rumusan Masalah
6. Apa saja hal yang harus diperhatikan orang dewasa dalam pembelajaran?
C. Tujuan
6. Untuk mengetahui hal yang harus diperhatikan orang dewasa dalam pembelajaran
D. Manfaat
1. Teoritis
2. Praktis
Bahan referensi untuk mengembangkan pembelajaran khususnya bagi orang dewasa. Memotivasi
orang dewasa untuk terus belajar hingga akhir hayat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Andragogi
Andragogi berasal dari bahasa Yunani aner artinya orang dewasa, dan agogus artinya memimpin.
Istilah lain yang kerap kali dipakai sebagai perbandingan adalah pedagogi yang ditarik dari kata paid
artinya anak dan agogus artinya memimpin. Maka secara harfiah pedagogi berarti seni dan
pengetahuan mengajar anak. Karena itu, pedagogi berarti seni/pengetahuan mengajar anak maka
apabila memakai istilah pedagogi untuk orang dewasa jelas kurang tepat, karena mengandung
makna yang bertentangan. Sementara itu, menurut (Kartini Kartono, 1997), bahwa pedagogi (lebih
baik disebut sebagai androgogi, yaitu ilmu menuntun/mendidik manusia; aner, andros = manusia;
agoo=menuntun, mendidik) adalah ilmu membentuk manusia; yaitu membentuk kepribadian
seutuhnya, agar ia mampu mandiri di tengah lingkungan sosialnya (Asmin, 2015). Andragogi secara
harfiah menurut Knwles (Sugiyanto, 2003) dapat diartikan sebagai seni dan ilmu dalam usaha
membantu orang dewasa belajar.
Malcolm Knowles tahun 1970 mempublikasikan karyanya yang berjudul "The Adult Learner, A
Neglected Species" mengungkapkan teori belajar yang tepat bagi orang dewasa. Andragogi berasal
dari bahasa Yunani aner/andr artinya orang dewasa, dan agogus artinya memimpin/membimbing.
Secara harfiah andragogi diartikan sebagai seni dan pengetahuan mengajar orang dewasa. Namun,
karena orang dewasa sebagai individu yang dapat mengarahkan diri sendiri, maka dalam andragogi
yang lebih penting adalah kegiatan belajar dari siswa bukan kegiatan mengajar guru, sehingga
andragogi diartikan sebagai seni dan pengetahuan membelajarkan orang dewasa. Andragogi
merupakan suatu proses pembelajaran peserta didik yang terdiri atas orang dewasa. Andragogi
disebut juga sebagai teknologi pelibatan orang dewasa dalam pembelajaran. Proses pembelajaran
dapat terjadi dengan baik apabila metode dan teknik pembelajaran melibatkan peserta didik.
Keterlibatan diri (ego peserta didik) adalah kunci keberhasilan dalam pembelajaran orang dewasa.
Untuk itu, pendidik hendaknya membantu peserta didik untuk: 1. mendefinisikan kebutuhan
belajarnya, 2. merumuskan tujuan belajar, 3. ikut serta memikul tanggung jawab dalam perencanaan
dan penyusunan pengalaman belajar, dan 4. berpartisipasi dalam mengevaluasi proses dan hasil
kegiatan belajar. Dengan demikian setiap pendidik harus melibatkan peserta didik seoptimal
mungkin dalam kegiatan pembelajaran.
1. Konsep Diri: kesungguhan dan kematangan diri seseorang bergerak dari ketergantungan total
(realita pada bayi) menuju ke arah pengembangan diri sehingga mampu mengarahkan dirinya sendiri
dan mandiri. Secara umum konsep diri anak-anak masih tergantung sedangkan orang dewasa
konsep dirinya sudah mandiri. Oleh sebab itu, orang dewasa membutuhkan penghargaan orang lain,
yakni mampu menentukan (Self Determination) dan mengarahkan dirinya sendiri (Self Direction).
2. Pengalaman: sesuai dengan perjalanan waktu, seorang individu tumbuh dan berkembang
menuju ke arah kematangan serta mengalami dan mengumpulkan berbagai pengalaman kehidupan,
yang menjadikan individu sebagai sumber belajar, dan pada saat yang bersamaan individu tersebut
memberikan dasar yang luas untuk belajar dan memperoleh pengalaman baru. Oleh sebab itu,
dalam teknologi pelatihan atau pembelajaran orang dewasa, terjadi penurunan penggunaan teknik
transmittal seperti yang dipergunakan dalam pelatihan konvensional dan menjadi lebih
mengembangkan teknik yang bertumpu pada pengalaman. Dalam hal ini dikenal dengan
"Experiential Learning Cycle" (Proses Belajar Berdasarkan Pengalaman). Hal ini menimbulkan
implikasi terhadap pemilihan dan penggunaan metode dan teknik kepelatihan. Dalam pelatihan
menggunakan diskusi, curah pendapat, kerja laboratori, sekolah lapang, melakukan praktik dan lain
sebagainya, yang dapat melibatkan partisipasi peserta pelatihan.
3. Kesiapan Belajar: setiap individu semakin matang sesuai dengan perjalanan waktu, maka
kesiapan belajar bukan ditentukan oleh kebutuhan atau paksaan akademik ataupun biologisnya,
tetapi lebih banyak ditentukan oleh tuntutan perkembangan, perubahan tugas dan peranan
sosialnya. Pada seorang anak belajar karena adanya tuntutan akademik atau biologiknya. Tetapi
pada orang dewasa siap belajar sesuatu karena tingkatan perkembangan mereka yang harus
dihadapii dalam peranannya sebagai pekerja, orang tua atau pemimpin organisasi. Dalam hal ini
materi pembelajaran perlu disesuaikan dengan kebutuhan yang sesuai dengan peranan sosialnya.
4. Orientasi Belajar: pada anak orientasi belajarnya seolah-olah sudah ditentukan dan
dikondisikan untuk memiliki orientasi yang berpusat pada materi pembelajaran (Subject Matter
Centered Orientation). Sedangkan pada orang dewasa mempunyai kecenderungan memiliki
orientasi belajar yang berpusat pada pemecahan permasalahan yang dihadapi (Problem Centered
Orientation). Belajar bagi orang dewasa merupakan kebutuhan untuk menghadapi permasalahan
yang dihadapi dalam kehidupan keseharian, terutama berkaitan dengan fungsi dan peranan sosial.
Perbedaan asumsi disebabkan adanya perbedaan perspektif waktu. Bagi orang dewasa, belajar
bersifat dapat dipergunakan atau dimanfaatkan dalam waktu segera. Sedangkan anak, penerapan
yang dipelajari masih menunggu waktu hingga dia lulus, mendapat sekolah dan sebagainya. Sifat
materi pembelajaran atau pelatihan bagi orang dewasa hendaknya bersifat praktis dan dapat segera
diterapkan dalam keseharian.
Pertumbuan orang dewasa dimulai pertengahan masa remaja (adolescence) sampai dewasa, setiap
individu memiliki kecenderungan tumbuh ke arah menggerakkan diri sendiri tetapi secara aktual
menginginkan orang lain memandang dirinya sebagai pribadi yang mandiri yang memiliki identitas
diri. Dengan begitu orang dewasa tidak menginginkan orang memandangnya apalagi
memperlakukan dirinya seperti anak-anak. Mengharapkan pengakuan orang lain akan otonomi
dirinya, dan dijamin ketentramannya untuk menjaga identitas dirinya dengan penolakan dan
ketidaksenangan akan setiap usaha orang lain untuk menekan, memaksa, dan manipulasi tingkah
laku yang ditujukan terhadap dirinya. Tidak seperti anak-anak yang beberapa tingkatan masih
menjadi objek pengawasan, pengendalian orang lain yaitu pengawasan dan pengendalian orang
dewasa yang berada di sekeliling, terhadap dirinya.
Dalam kegiatan pendidikan atau belajar, orang dewasa bukan lagi menjadi obyek sosialisasi yang
seolah-olah dibentuk dan dipengaruhi untuk menyesuaikan dirinya dengan keinginan memegang
otoritas di atas dirinya sendiri, akan tetapi tujuan kegiatan belajar atau pendidikan orang dewasa
tentunya lebih mengarah kepada pencapaian pemantapan identitas dirinya sendiri untuk menjadi
dirinya sendiri; atau, kalau meminjam istilah Rogers (Knowles, 1979), kegiatan belajar bertujuan
mengantarkan individu untuk menjadi pribadi atau menemuan jati dirinya. Dalam hal belajar atau
pendidikan merupakan process of becoming a person. Bukan proses pembentukan atau process of
being shaped yaitu proses pengendalian dan manipulasi untuk sesuai dengan orang lain; atau, kalau
meminjam istilah Maslow tahun 1966 (Asmin, 2015), belajar merupakan proses untuk mencapai
aktualiasi diri (self-actualization) (Asmin, 2015).
Dalam kegiatan pendidikan/belajar, orang dewasa bukan lagi menjadi objek sosialisasi yang dibentuk
dan dipengaruhi untuk menyesuaikan dirinya, akan tetapi tujuan kegiatan belajar/pendidikan orang
dewasa mengarah kepada pencapaian pemantapan identitas diri untuk menjadi dirinya sendiri.
Menurut Rogers (Knowles, 1979), kegiatan belajar bertujuan mengantarkan individu untuk menjadi
pribadi/menemuan jati dirinya. Dalam hal belajar/pendidikan merupakan process of becoming a
person. Bukan proses pembentukan atau process of being shaped yaitu proses pengendalian dan
manipulasi untuk sesuai dengan orang lain, sesuai dengan Maslow (1966), belajar merupakan proses
untuk mencapai aktualiasi diri (self-actualization) (Asmin, 2015).
Sedangkan menurut Lindeman (1926) terdapat lima prinsip belajar teori belajar orang dewasa:
1. Orang dewasa termotivasi belajar apabila “belajar” tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan
minatnya, oleh karena itu titik berangkat pembelajaran orang dewasa adalah menemukan
kebutuhan dan minat warga belajar.
2. Orientasi belajar orang dewasa adalah berpusat pada kehidupan(life centere), oleh karena itu
unit pembelajaran orang dewasa harus terkait dengan kehidupan, bukan pelajaran.
3. Pengalaman adalah sumber belajar yang paling baik bagi orang dewasa, sehingga metode
menggunakan pengalaman dan analisis pengalaman.
4. Orang dewasa mempunyai kebutuhan yang dalam untuk mengarahkan diri sendiri(self
directing) oleh karena itu pengalaman adalah guru dalam pembelajaran dengan mengambangkan
pengetahuan.
5. Perbedaan individu antara orang dewasa semakin bertambah sejalan dengan bertambahnya
usia, olehkarena itu gaya belajar, waktu, tempat dan kecepatan belajar harus di ijinkan/ditolelir.
Metode pendidikan bagi orang dewasa merupakan suatu cara praktis yang dilakukan oleh seorang
fasilitator agar usaha pengajaran yang dilakukan dapat berhasil. Suatu metode dalam pembelajaran
menjadi lebih penting karena hal tersebut dapat mengarahkan kearah pembelajaran lebih progresif
sekaligus dapat memahami berbagai bentuk dan karakter setiap peserta didiknya. Adapaun
beberapa metode yang dapat digunakan dalam pendidikan orang dewasa sangat beragam,
diantaranya:
1. Metode partisipatif, dalam metode ini memiliki prinsip perencanaan sebagai berikut:
b. Partisipan, pihak yang layak diikutsertakan dalam perencanaan pendidikan harus menuhi
syarat yaitu tertarik akan masalah pendidikan, mau belajar dari ahli perencana pendidikan, memiliki
kemampuan intelektual sebagai perencana, paham masalah pendidikan, merupakan anggota
kelompok yang dapat bekerja efektif.
d. Pembuatan program.
e. Pengambilan keputusan, dalam hal ini yang berwenang mengambil keputusan adalah manajer
tertinggi, tim manajer atau pejabat lain yang ditunjuk.
2. Metode demonstrasi, metode ini adalah salah satu metode dalam pendidikan orang dewasa
yang sangat sering digunakan dalam sebuah praktek. Metode demonstrasi tidak seharusnya
digunakan dalam setiap situasi, oleh karenanya perlu memperhatikan pula tingkat kemampuan
subyek atau sasaran bagi peserta pendidik tersebut. Adapun langkah-langkah dalam metode
demonstrasi antara lain:
c. Mempersipakan pengamat
d. Evaluasi
3. Metode diskusi. Metode diskusi merupakan metode yang sangat efektif jika peserta yang
terlibat hanya sedikit. Penggunaan metode diskusi untuk kelompok yang semisal berjumlah 10 orang
atau lebih memerlukan perencanaan yang cermat dan pimpinan diskusi yang kompeten. Diskusi
merupakan kelompok sebagai pertemuan atau percakapan antara dua orang atau lebih yang
membahas topik tertentu yang menjad pusat perhatian. Dalam diskusi kelompok, anggota kelompok
menunjuk moderator (pimpinan diskusi) yang menentukan tujuan dan agenda yang harus ditaati.
4. Metode pelatihan, metode pelatihan adalah salah satu metode dalam pendidikan orang
dewasa atau dalam pertemuan yang biasa digunakan dalam meningkatkan pengetahuan,
keterampilan, dan mengubah sikap peserta dengan cara yang spesifik. Metode pelatihan memiliki
prosedur rancangan yaitu:
a. Identifikasi kebutuhan, yang dimaksud kebutuhan disini yaitu kebutuhan akan pendidikan
orang dewasa dari berbagai pihak yang perlu diidentifikasi secara cermat.
b. Identifikasi sasaran, maksud sasaran di sini adalah perilaku peserta yang diharapkan setelah
mengikuti pelatihan.
c. Identifikasi sumber, perlu dianalisis somber-sumber yang diperlukan baik yang sudah tersedia
maupun yang masih diusahakan. Sumber yang dimaksud di sini seperti dana, penceramah, fasilitator,
alat, perlengkapan
d. Identifikasi hambatan yaitu mengidentifikasi yang sudah ada yang mungkin timbul pada waktu
pelatihan dilaksanakan.
e. Seleksi, seleksi yang harus dilakukan yaitu dengan mempertimbangkan sumber daya,
hambatan, kelebihan dan kelemahan masing-masing alternatif serta sasaran yang ingin dicapai.
Tentang
Pedagogi
Andragogi
Sumber yang kaya untuk belajar bagi diri sendiri dan orang lain
Motivasi bbelajar
Knowles (1993) melihat perbedaan proses pembelajaran orang dewasa dengan anak-anak dalam
tujuh aspek utama, yaitu suasana, perencanaan, diagnosa kebutuhan, penentuan tujuan belajar,
rumusan rencana belajar, kegiatan belajar dan evaluasinya.
UNSUR-UNSUR PROSES
Suasana
Tegang, rendah dalam mempercayai, formal, dingin, kaku, lambat, orientasi otoritas guru, kompetitif
dan sarat penilaian.
Perencanaan
Diagnosa kebutuhan
Utamanya oleh guru
Penetapan tujuan
Kegiatan belajar
Evaluasi belajar
1. Oleh guru
3. Pemberian angka
1. Oleh peserta didik berdasarkan evidensi yang dipelajari oleh rekan-rekan, fasiltator, ahli. (by
learner-collected evidence validated by peers, facilitators, experts).
No
Asumsi
Pedagogik
Andragogi
1
Kosep tentang diri peserta didik
Peserta didik digambarkan sebagai seseorang yang bersifat tergantung. Masyarakat mengharapkan
para guru bertanggung jawab sepenuhnya untuk menentukan apa yang harus dipelajari, kapan,
bagaimana cara mempelajarinya, dan apa hasil yang diharapkan setelah selesai
Adalah suatu hal yang wajar apabila dalam suatu proses pendewasaan, seseorang akan berubah dari
bersifat tergantung menuju ke arah memiliki kemampuan mengarahkan diri sendiri, namun setiap
individu memiliki irama yang berbeda-beda dan juga dalam dimensi kehidupan yang berbeda-beda
pula. Dan para guru bertanggungjawab untuk menggalakkan dan memelihara kelangsungan
perubahan tersebut. Pada umumnya orang dewasa secara psikologis lebih memerlukan penga-
rahan diri, walaupun dalam keadaan tertentu mereka bersifat tergantung.
Di sini pengalaman yang dimiliki oleh peserta didik tidak besar nilainya, mungkin hanya berguna
untuk titik awal. Sedangkan penglaman yang sangat besar manfaatnya adalah pengalaman-
pengalaman yang diperoleh dari gurunya, para penulis, produsen alat-alat peraga atau alat-alat
audio visual dan pengalaman para ahli lainnya. Oleh karenanya, teknik utama dalam pendidikan
adalah teknik penyampaian yang berupa: ceramah, tugas baca, dan penyajian melalui alat pandang
dengar.
Di sini ada anggapan bahwa dalam perkembangannya seseorang membuat semacam alat
penampungan (reservoair) pengalaman yang kemudian akan merupakan sumber belajar yang sangat
bermanfaat bagi diri sendiri mau pun bagi orang lain. Lagi pula seseorang akan menangkap arti
dengan lebih baik tentang apa yang dialami daripada apabila mereka memperoleh secara pasif, oleh
karena itu teknik penyampaian yang utama adalah eksperimen, percobaan-percobaan di
laboratorium, diskusi, pemecahan masalah, latihan simulasi, dan praktek lapangan.
Kesiapan belajar
Seseorang harus siap mempelajari apapun yang dikatakan oleh masyarakat, dan hal ini menimbulkan
tekanan yang cukup besar bagi mereka karena adanya perasaan takut gagal, anak-anak yang sebaya
diaggap siap untuk mempelajari hal yang sama pula, oleh karena itu kegiatan belajar harus
diorganisasikan dalam suatu kurikulum yang baku, dan langkah-langkah penyajian harus sama bagi
semua orang.
Seseorang akan siap mempelajari sesuatu apabila ia merasakan perlunya melakukan hal tersebut,
karena dengan mempelajari sesuatu itu ia dapat memecahkan masalahnya atau dapat
menyelesaikan tugasnya sehari-hari dengan baik. Fungsi pendidik di sini adalah menciptakan kondisi,
menyiapkan alat serta prosedur untuk membantu mereka menemukan apa yang perlu mereka
ketahui. Dengan demikian program belajar harus disusun sesuai dengan kebutuhan kehidupan
mereka yang sebenarnya dan urutan-urutan penyajian harus disesuaikan dengan kesiapan peserta
didik.
Orientasi belajar
Peserta didik menyadari bahwa pendidikan adalah suatu proses penyampaian ilmu pengetahuan,
dan mereka memahami bahwa ilmu-ilmu tersebut baru akan bermanfaat di kemudian hari. Oleh
karena itu, kurikulum harus disusun sesuai dengan unit-unit mata pelajaran dan mengikuti urutan-
urutan logis ilmu tersebut , misalnya dari kuno ke modern atau dari yang mudah ke sulit. Dengan
demikian, orientasi belajar ke arah mata pelajaran. Artinya jadwal disusun berdasarkan
keterselesaian nya mata-mata pelajaran yang telah ditetapkan.
Peserta didik menyadari bahwa pendidikan merupakan suatu proses peningkatan pengembangan
kemampuan diri untuk mengembangkan potensi yang maksimal dalam hidupnya. Mereka ingin
mampu menerapkan ilmu dan keterampilan yang diperolehnya hari ini untuk mencapai kehidupan
yang lebih baik atau lebih efektif untuk hari esok. Berdasarkan hal tersebut di atas, belajar harus
disusun ke arah pengelompokan pengembangan kemampuan. Dengan demikian orientasi belajar
terpusat kepada kegiatannya. Dengan kata lain, cara menyusun pelajaran berdasarkan kemampuan-
kemampuan apa atau penampilan yang bagaimana yang diharap kan ada pada peserta didik.
Proses belajar berlangsung sepanjang hayat (long life education). Namun, terdapat korelasi negatif
antara pertambahan usia dengan kemampuan belajar orang dewasa. Setiap individu orang dewasa,
semakin bertambah usia, akan semakin sukar belajar (karena semua aspek kemampuan fisik semakin
menurun). Misalnya daya ingat, kekuatan fisik, kemampuan menalar, berkonsentrasi, dan lain-lain,
semuanya memperlihatkan penurunan sesuai pertambahan usia.
Menurut Lunandi (1987), kemajuan pesat dan perkembangan tidak diperoleh dengan menantikan
pengalaman melintasi hidup saja. Kemajuan yang seimbang dengan perkembangan zaman harus
dicari melalui pendidikan.
Verner dan Davidson (Lunandi, 1987) berpendapat terdapat enam faktor yang secara psikologis
dapat menghambat keikutsertaan orang dewasa dalam suatu program pendidikan:
1. Dengan bertambah usia, titik dekat penglihatan/titik terdekat yang dapat dilihat secara jelas
bergerak semakin jauh. Pada usia 20 tahun seseorang dapat melihat jelas suatu benda pada jarak 10
cm. Sekitar usia 40 tahun titik dekat penglihatan sudah menjauh sampai 23 cm.
2. Dengan bertambah usia, titik jauh penglihatan/titik terjauh yang dapat dilihat secara jelas
mulai berkurang, semakin pendek. Kedua faktor ini perlu diperhatikan dalam pengadaan dan
pengunaan bahan serta alat pendidikan.
3. Semakin bertambah usia, semakin besar jumlah penerangan yang diperlukan dalam situasi
belajar. Seseorang usia 20 tahun memerlukan 100 Watt cahaya, pada usia 40 tahun diperlukan 145
Watt, dan pada usia 70 tahun seterang 300 Watt baru cukup untuk dapat melihat dengan jelas.
4. Semakin bertambah usia, persepsi kontras warna cenderung ke arah merah daripada
spektrum. Disebabkan oleh menguningnya kornea/lensa mata, sehingga cahaya yang masuk agak
terasing. Akibatnya kurang dapat membedakan warna-warna lembut. Untuk itu, digunakan warna-
warna cerah yang kontras sebagai alat peraga.
1. Terciptanya proses belajar adalah suatu proses pengalaman yang diwujudkan oleh setiap
individu orang dewasa. Proses pembelajaran orang dewasa berkewajiban memotivasi/mendorong
mencari pengetahuan yang lebih tinggi.
2. Setiap individu orang dewasa belajar secara efektif bila mampu menemukan makna pribadi
bagi dirinya dan memandang makna yang baik berhubungan dengan keperluan pribadinya.
4. Proses pembelajaran orang dewasa merupakan hal unik dan khusus serta bersifat individual.
Setiap individu orang dewasa memiliki kiat dan strategi memperlajari dan menemukan pemecahan
masalah yang dihadapi dalam pembelajaran. Dengan adanya peluang mengamati kiat dan strategi
individu lain dalam belajar, diharapkan dapat memperbaiki dan menyempurnakan caranya sendiri
dalam belajar, sebagai upaya koreksi yang lebih efektif.
5. Faktor pengalaman masa lampau berpengaruh pada setiap tindakan yang dilakukan,
pengalaman yang baik perlu digali dan ditumbuhkembangkan ke arah yang lebih bermanfaat.
6. Belajar adalah suatu transformasi ilmu pengetahuan dan merupakan proses pengembangan
intelektualitas seseorang. Pemaksimalan hasil belajar dicapai apabila setiap individu dapat
memperluas jangkauan pola berpikirnya.
Menurut Edgar Dale (Arif, 1994: 79) dalam dunia pendidikan, penggunaan bahan/sarana belajar
seringkali menggunakan prinsip Kerucut Pengalaman, yang membutuhkan bahan dan sarana belajar,
seperti buku teks, bahan belajar yang dibuat sendiri oleh fasilitator, dan alat pandang dengar.
Dapat disimpulkan bahwa pada ceramah, peserta hanya mendengarkan. Fungsi berbicara hanya
sedikit terjadi pada waktu tanya jawab. Untuk metode diskusi bicara dan mendengarkan berjalan
seimbang. Dalam pendidikan dengan cara demonstrasi, peserta sekaligus mendengar, melihat dan
berbicara. Pada saat latihan praktis peserta dapat mendengar, berbicara, melihat dan mengerjakan
sekaligus, sehingga dapat diperkirakan menjadi paling efektif.
Kegiatan pendidikan jalur sekolah/luar sekolah memiliki daerah dan kegiatan yang beraneka ragam.
Pendidikan orang dewasa terutama pendidikan masyarakat bersifat nonformal sebagian besar dari
siswa/pesertanya adalah orang dewasa, paling tidak pemuda/remaja. Kegiatan pendidikan
memerlukan pendekatan tersendiri. Dengan menggunakan teori andragogi kegiatan/usaha
pembelajaran orang dewasa dalam kerangka pembangunan/realisasi pencapaian cita-cita
pendidikan seumur hidup dapat diperoleh dengan dukungan konsep teoritik/penggunaan teknologi
yang dapat dipertanggung jawabkan.
Andragogi memiliki kelemahan, salah satunya adalah bahwa bagaimana mungkin seorang siswa yang
tidak terlalu memahami tentang luasnya ilmu kemudian dibebaskan memilih apa yang mereka sukai.
Seolah sistem Andragogi hanya sebagai suatu sistem yang mengembirakan siswanya saja dan
melupakan tujuan sebenarnya sebuah pendidikan. Jika sebuah ilmu tidak diminati oleh siswa, tentu
saja ilmu tersebut akan hilang. Dan siswa dibiarkan memilih jika ada persyaratan kemampuan yang
memang semestinya dimiliki seandainya siswa mau belajar ilmu tertentu. Tidak mungkin siswa SD
dibiarkan memilih mata pelaharan Integral Diferensial sebelum mereka menguasai dulu perkalian,
jumlah, kurang bagi, dll.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembelajaran orang dewasa adalah pembelajaran memahami orang dewasa dalam belajar dengan
kondisi optimal. Proses belajar bagi orang dewasa memerlukan kehadiran orang lain yang berperan
sebagai pembimbing belajar bukan cenderung digurui, orang dewasa ingin belajar bukan berguru.
Orang dewasa tumbuh sebagai pribadi dan memiliki kematangan konsep diri, mengalami perubahan
psikologis dan ketergantungan yang terjadi pada masa kanak-kanak menjadi kemandirian untuk
mengarahkan diri sendiri, sehingga proses pembelajaran orang dewasa harus memperhatikan
karakteristik orang dewasa.
Sehubungan dengan hal tersebut, orang dewasa dapat dibelajarkan lebih aktif apabila mereka
merasa ikut dilibatkan dalam aktivitas pembelajaran, terutama apabila mereka dilibatkan memberi
sumbangan pikiran dan gagasan yang membuat mereka merasa berharga dan memiliki harga diri di
depan sesama temannya. Dengan katta lain, orang dewasa akan belajar lebih baik apabila pendapat
pribadinya dihormati, dan akan lebih senang jika diberi kesempatan untuk menyumbangkan
pemikirannya.
B. Saran
Dengan adanya pendekatan andragogi (pendidikan bagi orang dewasa) diharapkan dapat membantu
dan memotivasi orang dewasa untuk terus belajar dan terus belajar hingga akhir hayat.
DAFTAR PUSTAKA
Asmin. 2015. “Konsep dan Metode Pembelajaran untuk Orang Dewasa (Andragogi)”. Jurnal. Unimed
Medan.
Febrian Kristiana, Ika. 2015. “Hubungan Antara Persepsi terhadap Pendekatan Andragogi dalam
Pembelajaran dengan Efikasi Diri Pengambilan Keputusan Karir pada Mahasiswa”. Seminar Nasional.
Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro.
Knowles, Malcom S. 1970. “The Moderns Practice of Adult Education: Andragogy Versus Pedagogy”.
New York: Association Press.
Knowles, Malcom S. 1993. “Contributions of Malcom Knowles,” in The Christian Handbook on Adult
Education eds. K.O.Gangel & James C. Wilhoit. Victor Books. Pp. 91-103.
Lindeman, E. C. 1926. “The Meaning of Adult Education (1989 edn.)”, Norman: University of
Oklahoma.
Sugiyanto. 2003. Dasar-dasar Pendidikan Orang Dewasa (Andragogi). Malang: Lembaga Penerbitan
Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.