Anda di halaman 1dari 18

Pembahasan

Pada pembahasan ini, penerapan prinsip-prinsip pendidikan orang dewasa dalam


pemberdayaan masyarakat di Kampung Kue ternyata memiliki perbedaan dengan teori
yang disampaikan oleh Knowles, berikut ini penerapan prinsip-prinsip pendidikan orang
dewasa dalam pemberdayaan masyarakat di Kampung Kue yang disesuaikan oleh temuan
di lapangan dan dapat disajikan sebagai berikut ;
a. Orang dewasa memiliki konsep diri
Menurut Knowles, konsep diri merupakan suatu sikap mandiri dan tidak
menggantungkan keputusan kepada orang lain yang dimiliki oleh orang dewasa. Knowles
(1973 : 45), mengatakan bahwa orang dewasa akan menolak segala perlakuan belajar
yang bertentangan dengan konsep dirinya sebagai pribadi yang mandiri. Orang dewasa
mampu untuk sepenuhnya mengatur dirinya sendiri.
Terkait dengan penelitian ini, prinsip ini mengarahkan anggota Kampung Kue
untuk dapat menentukan arah kegiatan belajar sesuai dengan kebutuhan dan
keinginannya. Terkait dengan pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan di Kampung
Kue, pencerminan dari prinsip ini dapat dilihat dari program Pendidikan dan
Pengorganisasian yang berisi penentuan tema pelatihan dan penciptaan iklim belajar
yang dilakukan oleh anggota Kampung Kue.
Namun teori Knowles mengenai prinsip pendidikan orang dewasa yakni orang
dewasa memiliki konsep diri yang diterapkan dalam pemberdayaan masyarakat di
Kampung Kue masih belum berjalan sesuai dengan temuan di lapangan. Penerapan prinsip
ini tidak sesuai dengan keadaan di lapangan yang dapat dijelaskan bahwa anggota Kampung
Kue tidak leluasa dan bebas dalam menyampaikan pendapat dalam penentuan tema
pelatihan karena penentuan dari tema pelatihan harus disesuaikan dengan perkembangan
pasar dan bukan semata-mata hanya mengiyakan kebutuhan dan keinginan yang dialami
oleh anggota. Selain itu, anggota juga tidak memiliki kebebasan dalam mengatur ruangan
dan peralatan belajar (iklim belajar) sesuai dengan keinginan mereka sebelum pelatihan
dimulai karena ruangan dan peralatan telah diatur terlebih dahulu oleh penyelenggara
pelatihan, sehingga belum tentu anggota merasa nyaman dalam mengikuti kegiatan
pelatihan.
Sedangkan menurut Suharto (2014 : 58) yang menjelaskan bahwa pemberdayaan
menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga
mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam (a) memenuhi kebutuhan dasarnya
sehingga mereka memiliki kebebasan, dalam arti bukan saja bebas mengemukakan
pendapat, melainkan bebas dari kelaparan bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan,
(b) menjangkau sumber – sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat
meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang - barang dan jasa – jasa yang
mereka perlukan, dan (c berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan –
keputusan yang mempengaruhi mereka.
Jika dikaitkan dengan teori pemberdayaan diatas, maka penerapan prinsip dengan
teori pemberdayaan di Kampung Kue juga belum sesuai. Upaya meningkatkan potensi
dan kemampuan manusia didalam pemberdayaan diciptakan melalui pelaksanaan
kegiatan belajar sesuai dengan minat dan kebutuhan yang dimiliki oleh anggota Kampung
Kue sebagai sasaran atau subyek dalam pemberdayaan, namun adanya penerapan
prinsip pendidikan orang dewasa yang tidak memberikan keleluasaan bagi anggota dalam
merencanakan arah pembelajarannya sendiri tidak akan menciptakan suasana kenyamanan
bagi mereka, sehingga sulit bagi mereka untuk bereksistensi diri dalam masyarakat
meskipun kegiatan usaha yang mereka jalankan dapat memberikan penghasilan tetap
dan mampu membantu mereka dalam memenuhi kebutuhannya.
b. Orang dewasa memiliki pengalaman
Pelaksanaan pemberdayaan masyarakat di Kampung Kue, khususnya dalam
kegiatan belajar maupun kegiatan usaha harus menekankan pada pengalaman yang
dimiliki oleh anggota, sehingga anggota akan merasa dihargai dan anggota dapat saling
bertukar pengalaman dengan anggota lainnya.Menurut Knowles (1973 : 45), orang
dewasa memiliki banyak pengalaman yang terakumulasi di dalam dirinya dan pengalaman
ini dapat dijadikan sumber belajar.
Berdasarkan hasil temuan di lapangan, penekanan kegiatan belajar berdasarkan
pengalaman yang dimiliki oleh anggota Kampung Kue telah diterapkan melalui pelatihan,
diskusi, dan kegiatan belajar bersama yang dilaksanakan dalam program pemberdayaan
masyarakat. Namun, teori ini masih belum dapat berjalan lancar meskipun dalam
pemberdayaan telah diupayakan untuk menerapkan teori tersebut. Hal ini dapat dilihat
dari kendala yang dialami, khususnya dalam kegiatan belajar bersama yang dilakukan
oleh sesama anggota. Masih ada anggota yang tertutup atau enggan berbagi
pengalamannya dalam membuat kue dengan anggota lain yang mengalami kesulitan
belajar. Meskipun anggota Kampung Kue sebagai orang dewasa yang memiliki banyak
pengalaman dalam dirinya namun belum dapat dijadikan sebagai sumber belajar bagi
sesama anggota. Sedangkan Soetomo (2011 : 88) menjelaskan unsur utama dari proses
pemberdayaan masyarakat adalah pemberian kewenangan dan pengembangan kapasitas
masyarakat.
Jika dikaitkan antara penerapan prinsip ini dengan teori pemberdayaan diatas, dapat
diketahui bahwa untuk mengembangkan kapasitas masyarakat diperlukan kerja sama dan
sikap saling tolong menolong pada sesama anggota Kampung Kue dalam kegiatan
belajar. Anggota Kampung Kue yang tertutup dan enggan berbagi pengalamannya kepada
anggota lain akan menghambat proses pengembangan pengetahuan dan ketrampilan
mereka. Anggota diberikan kewenangan untuk berpartisipasi aktif dalam mengatur
pemberdayaan sesuai dengan keinginannya namun mereka juga harus mengutamakan
latar belakang pemberdayaan yang mereka susun sendiri yang berdasarkan pada keinginan
untuk maju bersama-sama agar menjadi masyarakat yang berdaya dan mandiri, namun
tujuan ini tidak akan tercapai apabila tidak ada kesadaran dari anggota untuk membuka
diri dan memberikan pengalaman atau pengetahuan kepada anggota lain, terutama bagi
anggota yang mengalami kesulitan belajar.
c. Orang dewasa memiliki kesiapan diri
Menurut Knowles (1973 : 45), orang dewasa akan mempelajari sesuatu yang mereka
butuhkan yang digunakan untuk mendukung segala pekerjaannya. Disamping itu, didukung
dengan teori pemberdayaan yang dikemukakan oleh Suryadi (2009 : 24) mengatakan
bahwa pemberdayaan merupakan upaya untuk meningkatkan potensi dan kemampuan
manusia berkenaan dengan pengetahuan, sikap, dan ketrampilan untuk bereksistensi diri
dan pada gilirannya dapat berpartisipasi serta memperbaiki kedudukannya dalam
masyarakat.
Berkaitan dengan penelitian ini, anggota Kampung Kue akan mempelajari segala
sesuatu yang berkaitan dengan pekerjaan mereka sebagai pembuat kue. Oleh karena
itu, berdasarkan hasil temuan di lapangan diketahui bahwa prinsip ini telah diterapkan
dan dapat diterima dalam program pemberdayaan masyarakat di Kampung Kue. Anggota
Kampung Kue melakukan kegiatan membaca buku dan mengikuti pelatihan yang
bertujuan untuk memperoleh informasi baru dan mengembangkan pengetahuan dan
kemampuan membuat kue yang dilakukan untuk mendukung profesi mereka sebagai
pembuat kue, sehingga mereka dapat mengembangkan produk sesuai dengan permintaan
pasar.
Terdapat kesesuaian antara prinsip ini dengan teori pemberdayaan diatas.
Pemberdayaan merupakan suatu proses untuk dapat memperbaiki kedudukan atau
menjadikan masyarakat berdaya, maka diperlukan peningkatan pengetahuan, ketrampilan,
dan sikap yang dilaksanakan oleh anggota melalui pelatihan dan kegiatan belajar lainnya.
Kegiatan usaha di Kampung Kue merupakan kegiatan ekonomi produktif yang dapat
memberikan penghasilan tetap bagi anggota untuk membantu para suami dalam memenuhi
kebutuhan keluarganya. Oleh karena itu, kegiatan belajar ini diperlukan untuk
memperbarui informasi dan pengetahuan mereka dalam rangka untuk mempertahankan
dan mengembangkan eksistensi usaha yang mereka jalankan, sehingga siap bersaing
dengan produsen kue lainnya.
d. Orang dewasa memiliki orientasi terhadap belajar
Menurut Knowles (1973 : 45), orang dewasa berspektif untuk segera mungkin
mengaplikasikan apa yang dipelajari. Orientasi terhadap belajar merupakan suatu bentuk
aplikasi dari kegiatan belajar yang diikuti sehingga anggota Kampung Kue dapat mengambil
manfaat dari program pemberdayaan masyarakat yang diadakan di Kampung Kue.
Berdasarkan hasil temuan di lapangan dengan penerapan teori tersebut diketahui bahwa
anggota Kampung Kue telah mengaplikasikan hasil yang diperoleh dari pelatihan yang
diikuti dengan melakukan kegiatan usaha penjualan kue yang setiap hari rutin dilaksanakan
di wilayah Kampung Kue. Sejalan dengan teori pemberdayaan menurut Zubaedi (2006 :
131) yang menjelaskan proses pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan non formal
merupakan sebuah upaya dimana masyarakat dengan menggunakan segala potensinya
dapat memberdayakan dirinya sendiri.
Anggota Kampung Kue dapat mengambil manfaat dari kegiatan pemberdayaan di
Kampung Kue, terutama kegiatan belajar yang mereka ikuti. Semua program yang
dilaksanakan dalam pemberdayaan masyarakat di Kampung Kue dapat dijadikan bekal bagi
anggota dalam meningkatkan taraf hidupnya yang dilakukan melalui kegiatan usaha
berjualan kue. Para anggota menjual produk kue tersebut melalui tengkulak yang datang
ke Kampung Kue. Melalui kegiatan usaha inilah para anggota dapat memperoleh
penghasilan tambahan bagi keluarganya yang dapat digunakan untuk memenuhi
kebutuhan keluarga mereka.
Ali, Mohammad. 2009. Pendidikan untuk Pembangunan Nasional. Jakarta : PT Grasindo
Anwas, Oos M. 2013. Pemberdayaan Masyarakat di Era Global. Bandung : Alfabeta
Arif, Zainudin MS. 1994. Andragogi. Bandung : ANGKASA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Cetakan
Ketigabelas. Jakarta : PT Rineka Cipta
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Cetakan
Keempatbelas. Jakarta : PT Rineka Cipta
Azwar, Saifuddin. 2007. Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Babari J & Onny S. Prijono.1996. Pemberdayaan : Konsep, Kebijakan, dan
Implementasi. Jakarta : Centre for Strategic and International StudiesBPS Kota Surabaya.
Tidak ada tanggal. “Jumlah Pendudukan Miskin 2008 – 2013”, (Online),
(http://surabayakota.bps.go.id/kumpulan/view/KK-201400024 diakses 6 Maret 2015)
BPS Kota Surabaya. 2013. Statistik Daerah Kecamatan Rungkut 2013, (Online),
(http://surabayakota.bps.go.id/data/publikasi/file/PB-201400041/files/search/searchtext.xml,
diakses tanggal 8 Februari 2015)
Djuju, Sudjana. 2004. Pendidikan Non Formal : Wawasan, Sejarah Perkembangan,
Filsafat dan Teori Pendukung, serta Asas. Bandung : Falah Production
Hiryanto, dkk. 2010. Pendidikan Luar Sekolah sebagai Pemberdaya dalam Masyarakat,
(Online), Vol 14, Nomor 1,
(http://eprints.uny.ac.id/4205/1/Pendidikan_Luar_Sekolah_sebagai_Pemberdaya_dalam_Ma
syarakat.pdf, diunduh 18 Januari 2015)
Knowles, Malcolm S. 1973. The Adult Learner : A Neglected Species. Houston : Gulf
Publishing Company
Kamil, Mustofa. 2010. Model Pendidikan dan Pelatihan (Konsep dan Aplikasi). Bandung
: Alfabeta
Kamil, Mustofa. 2011. Pendidikan Non Formal : Pengembangan melalui Pusat
Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) di Indonesia (Sebuah Pembelajaran dari Kominkan di
Jepang). Bandung : Alfabeta
Lunandi, A.G. 1993. Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta : PT Gramedia
Marzuki, Saleh. 2010. Pendidikan Non Formal : Dimensi dalam Keaksaraan Fungsional,
Pelatihan, dan Andragogi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Megawati, Apriliyana. 2013. Penerapan Prinsip Pembelajaran Orang Dewasa
(Andragogi) pada Program Life Skill di Sanggar Kegiatan Belajar Kabupaten Pati.
Skripsi tidak diterbitkan. Semarang : Universitas Negeri Semarang
Miles, Matthew A & A Michael Huberman. 2009. Analisis Data Kualitatif (Buku
Sumber tentang Metode-Metode Baru). Jakarta : UI Press
Moleong, Lexi J. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Mubarak, Zaki. 2010. Evaluasi Pemberdayaan Masyarakat ditinjau dari Proses
Pengembangan Kapasitas pada Kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan di Desa
Sastrodirjan Kabupaten Pekalongan. Tesis tidak diterbitkan. Semarang : Universitas
Diponegoro
Mulyana, Enceng. 2008. Model Tukar Belajar (Learning Exchange) dalam Perspektif
Pendidikan Luar Sekolah (PLS). Bandung : Alfabeta
Nasdian, Fredian Tonny. 2014. Pengembangan Masyarakat. Jakarta : Departemen
Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Riyanto, Yatim. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Surabaya : Unesa
University Press
Soetomo. 2011. Pemberdayaan Masyarakat : Mungkinkah Muncul Antitesisnya.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R & D). Bandung : Alfabeta Penerapan Prinsip-Prinsip Pendidikan Orang Dewasa…
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R & D). Bandung : Alfabeta
Suharto, Edi. 2014. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung : PT
Refika Aditama
Suhendra. 2006. Peranan Birokrasi dalam Pemberdayaan Masyarakat. Bandung : Alfabeta
Suprijanto. 2007. Pendidikan Orang Dewasa : Dari Teori hingga Aplikasi. Jakarta : PT Bumi
Aksara
Suryadi, Ace. 2009. Mewujudkan Masyarakat Pembelajar : Konsep, Kebijakan, dan
Implementasi. Bandung : Widya Aksara Press
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP UPI. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Jakarta :
PT Imperial Bhakti Utama
Yin, Robert K. 2004. Studi Kasus : Desain & Metode. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada
Zubaedi. 2006. Pendidikan Berbasis Masyarakat : Upaya Menawarkan Solusi terhadap
Berbagai Problem Sosial. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Belajar adalah proses menjadi dirinya sendiri (process of becoming person) bukan proses untuk
dibentuk (process of beings haped) menurut kehendak orang lain, kegiatan belajar harus melibatkan
individu atau client meliputi apa yang mereka inginkan, apa yang dilakukan, menentukan dan
merencanakan serta melakukan tindakan apa saja yang perlu untuk memenuhi keinginan tersebut.
Inti dari pendidikan adalah membantu orang dalam belajar untuk dapat memikirkan diri mereka
sendiri, mengatur urusan kehidupan mereka sendiri untuk berkembang dan matang, dengan
mempertimbangkan bahwa mereka juga sebagai makhluk sosial.

Dengan belajar orang dewasa akan mendapatkan pengalaman yang lebih banyak lagi, sehingga
belajar bagi orang dewasa lebih fokus pada peningkatan pengalaman hidup tidak hanya pada
pencarian ijazah saja. Pengalaman merupakan sumber terkaya dalam pembelajaran sehingga orang
dewasa semakin kaya akan pengalaman dan termotifasi untuk melakukan upaya peningkatan hidup.
Sifat belajar orang dewasa bersifat subjektif dan unik, hal itulah yang membuat orang dewasa untuk
semakin berupaya semaksimal mungkin dalam belajar, sehingga apa yang menjadi harapan dapat
tercapai.

Orientasi belajar berpusat pada kehidupan, dengan demikian orang dewasa belajar tidak hanya
untuk mendapatkan nilai yang bangus akan tetapi orang dewasa belajar untuk meningkatkan
kehidupannya. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam makalah ini akan disampaikan lebih jauh
mengenai belajar orang dewasa atau yang disebut juga dengan Andragogi.
B. Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian dari andragogi?

2. Apa asumsi-asumsi pokok teori belajar andragogi?

3. Bagaimana prinsip pendidikan orang dewasa?

4. Bagaimana metode pendidikan orang dewasa?

5. Apa persamaan dan perbedaan andragogi dan pedagogi?

6. Apa saja hal yang harus diperhatikan orang dewasa dalam pembelajaran?

7. Apa saja bahan/sarana belajar dalam andragogi?

8. Apa kelebihan dan kekurangan pendekatan andragogi?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari andragogi

2. Untuk mengetahui asumsi-asumsi pokok teori belajar andragogi

3. Untuk mengetahui prinsip pendidikan orang dewasa

4. Untuk mengetahui metode pendidikan orang dewasa

5. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan andragogi dan pedagogi

6. Untuk mengetahui hal yang harus diperhatikan orang dewasa dalam pembelajaran

7. Untuk mengetahui bahan/sarana belajar dalam andragogi

8. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan pendekatan andragogi

D. Manfaat

1. Teoritis

Menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang pendekatan Andragogi.

2. Praktis

Bahan referensi untuk mengembangkan pembelajaran khususnya bagi orang dewasa. Memotivasi
orang dewasa untuk terus belajar hingga akhir hayat.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Andragogi
Andragogi berasal dari bahasa Yunani aner artinya orang dewasa, dan agogus artinya memimpin.
Istilah lain yang kerap kali dipakai sebagai perbandingan adalah pedagogi yang ditarik dari kata paid
artinya anak dan agogus artinya memimpin. Maka secara harfiah pedagogi berarti seni dan
pengetahuan mengajar anak. Karena itu, pedagogi berarti seni/pengetahuan mengajar anak maka
apabila memakai istilah pedagogi untuk orang dewasa jelas kurang tepat, karena mengandung
makna yang bertentangan. Sementara itu, menurut (Kartini Kartono, 1997), bahwa pedagogi (lebih
baik disebut sebagai androgogi, yaitu ilmu menuntun/mendidik manusia; aner, andros = manusia;
agoo=menuntun, mendidik) adalah ilmu membentuk manusia; yaitu membentuk kepribadian
seutuhnya, agar ia mampu mandiri di tengah lingkungan sosialnya (Asmin, 2015). Andragogi secara
harfiah menurut Knwles (Sugiyanto, 2003) dapat diartikan sebagai seni dan ilmu dalam usaha
membantu orang dewasa belajar.

Malcolm Knowles tahun 1970 mempublikasikan karyanya yang berjudul "The Adult Learner, A
Neglected Species" mengungkapkan teori belajar yang tepat bagi orang dewasa. Andragogi berasal
dari bahasa Yunani aner/andr artinya orang dewasa, dan agogus artinya memimpin/membimbing.
Secara harfiah andragogi diartikan sebagai seni dan pengetahuan mengajar orang dewasa. Namun,
karena orang dewasa sebagai individu yang dapat mengarahkan diri sendiri, maka dalam andragogi
yang lebih penting adalah kegiatan belajar dari siswa bukan kegiatan mengajar guru, sehingga
andragogi diartikan sebagai seni dan pengetahuan membelajarkan orang dewasa. Andragogi
merupakan suatu proses pembelajaran peserta didik yang terdiri atas orang dewasa. Andragogi
disebut juga sebagai teknologi pelibatan orang dewasa dalam pembelajaran. Proses pembelajaran
dapat terjadi dengan baik apabila metode dan teknik pembelajaran melibatkan peserta didik.
Keterlibatan diri (ego peserta didik) adalah kunci keberhasilan dalam pembelajaran orang dewasa.
Untuk itu, pendidik hendaknya membantu peserta didik untuk: 1. mendefinisikan kebutuhan
belajarnya, 2. merumuskan tujuan belajar, 3. ikut serta memikul tanggung jawab dalam perencanaan
dan penyusunan pengalaman belajar, dan 4. berpartisipasi dalam mengevaluasi proses dan hasil
kegiatan belajar. Dengan demikian setiap pendidik harus melibatkan peserta didik seoptimal
mungkin dalam kegiatan pembelajaran.

B. Asumsi-asumsi Pokok Teori Belajar Andragogi

Malcolm Knowles (1970) mengembangkan empat pokok asumsi sebagai berikut:

1. Konsep Diri: kesungguhan dan kematangan diri seseorang bergerak dari ketergantungan total
(realita pada bayi) menuju ke arah pengembangan diri sehingga mampu mengarahkan dirinya sendiri
dan mandiri. Secara umum konsep diri anak-anak masih tergantung sedangkan orang dewasa
konsep dirinya sudah mandiri. Oleh sebab itu, orang dewasa membutuhkan penghargaan orang lain,
yakni mampu menentukan (Self Determination) dan mengarahkan dirinya sendiri (Self Direction).

2. Pengalaman: sesuai dengan perjalanan waktu, seorang individu tumbuh dan berkembang
menuju ke arah kematangan serta mengalami dan mengumpulkan berbagai pengalaman kehidupan,
yang menjadikan individu sebagai sumber belajar, dan pada saat yang bersamaan individu tersebut
memberikan dasar yang luas untuk belajar dan memperoleh pengalaman baru. Oleh sebab itu,
dalam teknologi pelatihan atau pembelajaran orang dewasa, terjadi penurunan penggunaan teknik
transmittal seperti yang dipergunakan dalam pelatihan konvensional dan menjadi lebih
mengembangkan teknik yang bertumpu pada pengalaman. Dalam hal ini dikenal dengan
"Experiential Learning Cycle" (Proses Belajar Berdasarkan Pengalaman). Hal ini menimbulkan
implikasi terhadap pemilihan dan penggunaan metode dan teknik kepelatihan. Dalam pelatihan
menggunakan diskusi, curah pendapat, kerja laboratori, sekolah lapang, melakukan praktik dan lain
sebagainya, yang dapat melibatkan partisipasi peserta pelatihan.

3. Kesiapan Belajar: setiap individu semakin matang sesuai dengan perjalanan waktu, maka
kesiapan belajar bukan ditentukan oleh kebutuhan atau paksaan akademik ataupun biologisnya,
tetapi lebih banyak ditentukan oleh tuntutan perkembangan, perubahan tugas dan peranan
sosialnya. Pada seorang anak belajar karena adanya tuntutan akademik atau biologiknya. Tetapi
pada orang dewasa siap belajar sesuatu karena tingkatan perkembangan mereka yang harus
dihadapii dalam peranannya sebagai pekerja, orang tua atau pemimpin organisasi. Dalam hal ini
materi pembelajaran perlu disesuaikan dengan kebutuhan yang sesuai dengan peranan sosialnya.

4. Orientasi Belajar: pada anak orientasi belajarnya seolah-olah sudah ditentukan dan
dikondisikan untuk memiliki orientasi yang berpusat pada materi pembelajaran (Subject Matter
Centered Orientation). Sedangkan pada orang dewasa mempunyai kecenderungan memiliki
orientasi belajar yang berpusat pada pemecahan permasalahan yang dihadapi (Problem Centered
Orientation). Belajar bagi orang dewasa merupakan kebutuhan untuk menghadapi permasalahan
yang dihadapi dalam kehidupan keseharian, terutama berkaitan dengan fungsi dan peranan sosial.
Perbedaan asumsi disebabkan adanya perbedaan perspektif waktu. Bagi orang dewasa, belajar
bersifat dapat dipergunakan atau dimanfaatkan dalam waktu segera. Sedangkan anak, penerapan
yang dipelajari masih menunggu waktu hingga dia lulus, mendapat sekolah dan sebagainya. Sifat
materi pembelajaran atau pelatihan bagi orang dewasa hendaknya bersifat praktis dan dapat segera
diterapkan dalam keseharian.

C. Prinsip Pendidikan Orang Dewasa

Pertumbuan orang dewasa dimulai pertengahan masa remaja (adolescence) sampai dewasa, setiap
individu memiliki kecenderungan tumbuh ke arah menggerakkan diri sendiri tetapi secara aktual
menginginkan orang lain memandang dirinya sebagai pribadi yang mandiri yang memiliki identitas
diri. Dengan begitu orang dewasa tidak menginginkan orang memandangnya apalagi
memperlakukan dirinya seperti anak-anak. Mengharapkan pengakuan orang lain akan otonomi
dirinya, dan dijamin ketentramannya untuk menjaga identitas dirinya dengan penolakan dan
ketidaksenangan akan setiap usaha orang lain untuk menekan, memaksa, dan manipulasi tingkah
laku yang ditujukan terhadap dirinya. Tidak seperti anak-anak yang beberapa tingkatan masih
menjadi objek pengawasan, pengendalian orang lain yaitu pengawasan dan pengendalian orang
dewasa yang berada di sekeliling, terhadap dirinya.

Dalam kegiatan pendidikan atau belajar, orang dewasa bukan lagi menjadi obyek sosialisasi yang
seolah-olah dibentuk dan dipengaruhi untuk menyesuaikan dirinya dengan keinginan memegang
otoritas di atas dirinya sendiri, akan tetapi tujuan kegiatan belajar atau pendidikan orang dewasa
tentunya lebih mengarah kepada pencapaian pemantapan identitas dirinya sendiri untuk menjadi
dirinya sendiri; atau, kalau meminjam istilah Rogers (Knowles, 1979), kegiatan belajar bertujuan
mengantarkan individu untuk menjadi pribadi atau menemuan jati dirinya. Dalam hal belajar atau
pendidikan merupakan process of becoming a person. Bukan proses pembentukan atau process of
being shaped yaitu proses pengendalian dan manipulasi untuk sesuai dengan orang lain; atau, kalau
meminjam istilah Maslow tahun 1966 (Asmin, 2015), belajar merupakan proses untuk mencapai
aktualiasi diri (self-actualization) (Asmin, 2015).

Dalam kegiatan pendidikan/belajar, orang dewasa bukan lagi menjadi objek sosialisasi yang dibentuk
dan dipengaruhi untuk menyesuaikan dirinya, akan tetapi tujuan kegiatan belajar/pendidikan orang
dewasa mengarah kepada pencapaian pemantapan identitas diri untuk menjadi dirinya sendiri.
Menurut Rogers (Knowles, 1979), kegiatan belajar bertujuan mengantarkan individu untuk menjadi
pribadi/menemuan jati dirinya. Dalam hal belajar/pendidikan merupakan process of becoming a
person. Bukan proses pembentukan atau process of being shaped yaitu proses pengendalian dan
manipulasi untuk sesuai dengan orang lain, sesuai dengan Maslow (1966), belajar merupakan proses
untuk mencapai aktualiasi diri (self-actualization) (Asmin, 2015).

Sedangkan menurut Lindeman (1926) terdapat lima prinsip belajar teori belajar orang dewasa:

1. Orang dewasa termotivasi belajar apabila “belajar” tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan
minatnya, oleh karena itu titik berangkat pembelajaran orang dewasa adalah menemukan
kebutuhan dan minat warga belajar.

2. Orientasi belajar orang dewasa adalah berpusat pada kehidupan(life centere), oleh karena itu
unit pembelajaran orang dewasa harus terkait dengan kehidupan, bukan pelajaran.

3. Pengalaman adalah sumber belajar yang paling baik bagi orang dewasa, sehingga metode
menggunakan pengalaman dan analisis pengalaman.

4. Orang dewasa mempunyai kebutuhan yang dalam untuk mengarahkan diri sendiri(self
directing) oleh karena itu pengalaman adalah guru dalam pembelajaran dengan mengambangkan
pengetahuan.

5. Perbedaan individu antara orang dewasa semakin bertambah sejalan dengan bertambahnya
usia, olehkarena itu gaya belajar, waktu, tempat dan kecepatan belajar harus di ijinkan/ditolelir.

D. Metode Pendidikan Orang Dewasa

Metode pendidikan bagi orang dewasa merupakan suatu cara praktis yang dilakukan oleh seorang
fasilitator agar usaha pengajaran yang dilakukan dapat berhasil. Suatu metode dalam pembelajaran
menjadi lebih penting karena hal tersebut dapat mengarahkan kearah pembelajaran lebih progresif
sekaligus dapat memahami berbagai bentuk dan karakter setiap peserta didiknya. Adapaun
beberapa metode yang dapat digunakan dalam pendidikan orang dewasa sangat beragam,
diantaranya:

1. Metode partisipatif, dalam metode ini memiliki prinsip perencanaan sebagai berikut:

a. Perencanaan hubungan dengan masyarakat, antara lembaga pendidikan dan masyarakat


perlu ada hubungan yang harmonis, saling kerjasama, saling memberi dan saling menerima.

b. Partisipan, pihak yang layak diikutsertakan dalam perencanaan pendidikan harus menuhi
syarat yaitu tertarik akan masalah pendidikan, mau belajar dari ahli perencana pendidikan, memiliki
kemampuan intelektual sebagai perencana, paham masalah pendidikan, merupakan anggota
kelompok yang dapat bekerja efektif.

c. Teknik kerja kelompok.

d. Pembuatan program.

e. Pengambilan keputusan, dalam hal ini yang berwenang mengambil keputusan adalah manajer
tertinggi, tim manajer atau pejabat lain yang ditunjuk.
2. Metode demonstrasi, metode ini adalah salah satu metode dalam pendidikan orang dewasa
yang sangat sering digunakan dalam sebuah praktek. Metode demonstrasi tidak seharusnya
digunakan dalam setiap situasi, oleh karenanya perlu memperhatikan pula tingkat kemampuan
subyek atau sasaran bagi peserta pendidik tersebut. Adapun langkah-langkah dalam metode
demonstrasi antara lain:

a. Merencanakan, yang harus dilakukan dalam merencanakan demonstrasi yaitu menentukan


masalah yang akan dipecahkan, tentukan keterampilan yang akan diajarkan, kumpulkan informasi
tentang keterampilan tersebut.

b. Mempersiapkan demonstrator, yang harus dilakukan yaitu mempersiapkan semua alat,


mengadakan latihan untuk mempraktekkan keterampilan, persiapkan ruang yang luas, memilih
lokasi yang strategis, demonstrator harus mengetahui materi.

c. Mempersipakan pengamat

d. Evaluasi

3. Metode diskusi. Metode diskusi merupakan metode yang sangat efektif jika peserta yang
terlibat hanya sedikit. Penggunaan metode diskusi untuk kelompok yang semisal berjumlah 10 orang
atau lebih memerlukan perencanaan yang cermat dan pimpinan diskusi yang kompeten. Diskusi
merupakan kelompok sebagai pertemuan atau percakapan antara dua orang atau lebih yang
membahas topik tertentu yang menjad pusat perhatian. Dalam diskusi kelompok, anggota kelompok
menunjuk moderator (pimpinan diskusi) yang menentukan tujuan dan agenda yang harus ditaati.

4. Metode pelatihan, metode pelatihan adalah salah satu metode dalam pendidikan orang
dewasa atau dalam pertemuan yang biasa digunakan dalam meningkatkan pengetahuan,
keterampilan, dan mengubah sikap peserta dengan cara yang spesifik. Metode pelatihan memiliki
prosedur rancangan yaitu:

a. Identifikasi kebutuhan, yang dimaksud kebutuhan disini yaitu kebutuhan akan pendidikan
orang dewasa dari berbagai pihak yang perlu diidentifikasi secara cermat.

b. Identifikasi sasaran, maksud sasaran di sini adalah perilaku peserta yang diharapkan setelah
mengikuti pelatihan.

c. Identifikasi sumber, perlu dianalisis somber-sumber yang diperlukan baik yang sudah tersedia
maupun yang masih diusahakan. Sumber yang dimaksud di sini seperti dana, penceramah, fasilitator,
alat, perlengkapan

d. Identifikasi hambatan yaitu mengidentifikasi yang sudah ada yang mungkin timbul pada waktu
pelatihan dilaksanakan.

e. Seleksi, seleksi yang harus dilakukan yaitu dengan mempertimbangkan sumber daya,
hambatan, kelebihan dan kelemahan masing-masing alternatif serta sasaran yang ingin dicapai.

E. Persamaan dan Perbedaan Andragogi dan Pedagogi

Asumsi dasar menurut Knowles (1993):


Asumsi Dasar

Tentang

Pedagogi

Andragogi

Konsep diri peserta didik

Pribadi yang bergantung kepada gurunya

Semakin mengarahkan diri (self-directing)

Pengalaman peserta didik

Masih harus dibentuk daripada digunakan sebagai sumber belajar

Sumber yang kaya untuk belajar bagi diri sendiri dan orang lain

Kesiapan belajar peserta didik

Seragam (uniform) sesuai tingkat usia dan kurikulum

Berkembang dari tugas hidup & masalah

Oriensi dalam belajar

Orientasi bahan ajar (subject-centered)

Orientasi tugas dan masalah (task or problem centered)

Motivasi bbelajar

Dengan pujian, hadiah, dan hukuman

Oleh dorongan dari dalam diri sendiri (internal incentives, curiosity)

Knowles (1993) melihat perbedaan proses pembelajaran orang dewasa dengan anak-anak dalam
tujuh aspek utama, yaitu suasana, perencanaan, diagnosa kebutuhan, penentuan tujuan belajar,
rumusan rencana belajar, kegiatan belajar dan evaluasinya.

UNSUR-UNSUR PROSES

Suasana

Tegang, rendah dalam mempercayai, formal, dingin, kaku, lambat, orientasi otoritas guru, kompetitif
dan sarat penilaian.

Santai, mempercayai, saling menghargai, informal, hangat, kerjasama, mendukung.

Perencanaan

Utamanya oleh guru

Kerjasama peserta didik dengan fasilitator

Diagnosa kebutuhan
Utamanya oleh guru

Bersama-sama: pengajar dan peserta didik.

Penetapan tujuan

Utamanya oleh guru

Dengan kerjasama dan perundingan

Desain rencana belajar

1. Rencana bahan ajar oleh guru

2. Penuntun belajar (course syllabus) dibuat guru.

3. Sekuens logis (logical sequence) pembelajaran oleh guru.

1. Perjanjian belajar (learning contracts)

2. Projek belajar (learning projects)

3. Urutan belajar atas dasar kesiapan (sequenced by readiness)

Kegiatan belajar

1. Teknik penyajian (transmittal techniques)

2. Tugas bacaan (assigned readings)

1. Projek untuk penelitian (inquiry projects)

2. Projek untuk dipelajari (learning projects)

3. Tehnik pengalaman (experiential techniques)

Evaluasi belajar

1. Oleh guru

2. Berpedoman pada norma (on a curve)

3. Pemberian angka

1. Oleh peserta didik berdasarkan evidensi yang dipelajari oleh rekan-rekan, fasiltator, ahli. (by
learner-collected evidence validated by peers, facilitators, experts).

2. Referensinya berdasarkan criteria (criterion referenced)

No

Asumsi

Pedagogik

Andragogi

1
Kosep tentang diri peserta didik

Peserta didik digambarkan sebagai seseorang yang bersifat tergantung. Masyarakat mengharapkan
para guru bertanggung jawab sepenuhnya untuk menentukan apa yang harus dipelajari, kapan,
bagaimana cara mempelajarinya, dan apa hasil yang diharapkan setelah selesai

Adalah suatu hal yang wajar apabila dalam suatu proses pendewasaan, seseorang akan berubah dari
bersifat tergantung menuju ke arah memiliki kemampuan mengarahkan diri sendiri, namun setiap
individu memiliki irama yang berbeda-beda dan juga dalam dimensi kehidupan yang berbeda-beda
pula. Dan para guru bertanggungjawab untuk menggalakkan dan memelihara kelangsungan
perubahan tersebut. Pada umumnya orang dewasa secara psikologis lebih memerlukan penga-
rahan diri, walaupun dalam keadaan tertentu mereka bersifat tergantung.

Fungsi Pengalaman peserta didik

Di sini pengalaman yang dimiliki oleh peserta didik tidak besar nilainya, mungkin hanya berguna
untuk titik awal. Sedangkan penglaman yang sangat besar manfaatnya adalah pengalaman-
pengalaman yang diperoleh dari gurunya, para penulis, produsen alat-alat peraga atau alat-alat
audio visual dan pengalaman para ahli lainnya. Oleh karenanya, teknik utama dalam pendidikan
adalah teknik penyampaian yang berupa: ceramah, tugas baca, dan penyajian melalui alat pandang
dengar.

Di sini ada anggapan bahwa dalam perkembangannya seseorang membuat semacam alat
penampungan (reservoair) pengalaman yang kemudian akan merupakan sumber belajar yang sangat
bermanfaat bagi diri sendiri mau pun bagi orang lain. Lagi pula seseorang akan menangkap arti
dengan lebih baik tentang apa yang dialami daripada apabila mereka memperoleh secara pasif, oleh
karena itu teknik penyampaian yang utama adalah eksperimen, percobaan-percobaan di
laboratorium, diskusi, pemecahan masalah, latihan simulasi, dan praktek lapangan.

Kesiapan belajar

Seseorang harus siap mempelajari apapun yang dikatakan oleh masyarakat, dan hal ini menimbulkan
tekanan yang cukup besar bagi mereka karena adanya perasaan takut gagal, anak-anak yang sebaya
diaggap siap untuk mempelajari hal yang sama pula, oleh karena itu kegiatan belajar harus
diorganisasikan dalam suatu kurikulum yang baku, dan langkah-langkah penyajian harus sama bagi
semua orang.

Seseorang akan siap mempelajari sesuatu apabila ia merasakan perlunya melakukan hal tersebut,
karena dengan mempelajari sesuatu itu ia dapat memecahkan masalahnya atau dapat
menyelesaikan tugasnya sehari-hari dengan baik. Fungsi pendidik di sini adalah menciptakan kondisi,
menyiapkan alat serta prosedur untuk membantu mereka menemukan apa yang perlu mereka
ketahui. Dengan demikian program belajar harus disusun sesuai dengan kebutuhan kehidupan
mereka yang sebenarnya dan urutan-urutan penyajian harus disesuaikan dengan kesiapan peserta
didik.

Orientasi belajar
Peserta didik menyadari bahwa pendidikan adalah suatu proses penyampaian ilmu pengetahuan,
dan mereka memahami bahwa ilmu-ilmu tersebut baru akan bermanfaat di kemudian hari. Oleh
karena itu, kurikulum harus disusun sesuai dengan unit-unit mata pelajaran dan mengikuti urutan-
urutan logis ilmu tersebut , misalnya dari kuno ke modern atau dari yang mudah ke sulit. Dengan
demikian, orientasi belajar ke arah mata pelajaran. Artinya jadwal disusun berdasarkan
keterselesaian nya mata-mata pelajaran yang telah ditetapkan.

Peserta didik menyadari bahwa pendidikan merupakan suatu proses peningkatan pengembangan
kemampuan diri untuk mengembangkan potensi yang maksimal dalam hidupnya. Mereka ingin
mampu menerapkan ilmu dan keterampilan yang diperolehnya hari ini untuk mencapai kehidupan
yang lebih baik atau lebih efektif untuk hari esok. Berdasarkan hal tersebut di atas, belajar harus
disusun ke arah pengelompokan pengembangan kemampuan. Dengan demikian orientasi belajar
terpusat kepada kegiatannya. Dengan kata lain, cara menyusun pelajaran berdasarkan kemampuan-
kemampuan apa atau penampilan yang bagaimana yang diharap kan ada pada peserta didik.

F. Hal yang harus Diperhatikan Orang Dewasa dalam Pembelajaran

Proses belajar berlangsung sepanjang hayat (long life education). Namun, terdapat korelasi negatif
antara pertambahan usia dengan kemampuan belajar orang dewasa. Setiap individu orang dewasa,
semakin bertambah usia, akan semakin sukar belajar (karena semua aspek kemampuan fisik semakin
menurun). Misalnya daya ingat, kekuatan fisik, kemampuan menalar, berkonsentrasi, dan lain-lain,
semuanya memperlihatkan penurunan sesuai pertambahan usia.

Menurut Lunandi (1987), kemajuan pesat dan perkembangan tidak diperoleh dengan menantikan
pengalaman melintasi hidup saja. Kemajuan yang seimbang dengan perkembangan zaman harus
dicari melalui pendidikan.

Verner dan Davidson (Lunandi, 1987) berpendapat terdapat enam faktor yang secara psikologis
dapat menghambat keikutsertaan orang dewasa dalam suatu program pendidikan:

1. Dengan bertambah usia, titik dekat penglihatan/titik terdekat yang dapat dilihat secara jelas
bergerak semakin jauh. Pada usia 20 tahun seseorang dapat melihat jelas suatu benda pada jarak 10
cm. Sekitar usia 40 tahun titik dekat penglihatan sudah menjauh sampai 23 cm.

2. Dengan bertambah usia, titik jauh penglihatan/titik terjauh yang dapat dilihat secara jelas
mulai berkurang, semakin pendek. Kedua faktor ini perlu diperhatikan dalam pengadaan dan
pengunaan bahan serta alat pendidikan.

3. Semakin bertambah usia, semakin besar jumlah penerangan yang diperlukan dalam situasi
belajar. Seseorang usia 20 tahun memerlukan 100 Watt cahaya, pada usia 40 tahun diperlukan 145
Watt, dan pada usia 70 tahun seterang 300 Watt baru cukup untuk dapat melihat dengan jelas.

4. Semakin bertambah usia, persepsi kontras warna cenderung ke arah merah daripada
spektrum. Disebabkan oleh menguningnya kornea/lensa mata, sehingga cahaya yang masuk agak
terasing. Akibatnya kurang dapat membedakan warna-warna lembut. Untuk itu, digunakan warna-
warna cerah yang kontras sebagai alat peraga.

5. Pendengaran/kemampuan menerima suara berkurang. Pada umumnya seseorang mengalami


kemunduran dalam membedakan nada secara tajam pada setiap dasawarsa dalam hidupnya. Pria
cenderung lebih cepat mengalami kemunduran daripada wanita.
Hal yang perlu diperhatikan orang dewasa dalam situasi belajar:

1. Terciptanya proses belajar adalah suatu proses pengalaman yang diwujudkan oleh setiap
individu orang dewasa. Proses pembelajaran orang dewasa berkewajiban memotivasi/mendorong
mencari pengetahuan yang lebih tinggi.

2. Setiap individu orang dewasa belajar secara efektif bila mampu menemukan makna pribadi
bagi dirinya dan memandang makna yang baik berhubungan dengan keperluan pribadinya.

3. Kadangkala proses pembelajaran orang dewasa kurang kondusif, dikarenakan belajar


diorientasikan terhadap perubahan tingkah laku, sedangkan perubahan perilaku saja tidak cukup,
jika perubahan tidak mampu menghargai budaya bangsa yang harus dipelihara, di samping metode
berpikir tradisional yang sukar diubah.

4. Proses pembelajaran orang dewasa merupakan hal unik dan khusus serta bersifat individual.
Setiap individu orang dewasa memiliki kiat dan strategi memperlajari dan menemukan pemecahan
masalah yang dihadapi dalam pembelajaran. Dengan adanya peluang mengamati kiat dan strategi
individu lain dalam belajar, diharapkan dapat memperbaiki dan menyempurnakan caranya sendiri
dalam belajar, sebagai upaya koreksi yang lebih efektif.

5. Faktor pengalaman masa lampau berpengaruh pada setiap tindakan yang dilakukan,
pengalaman yang baik perlu digali dan ditumbuhkembangkan ke arah yang lebih bermanfaat.

6. Belajar adalah suatu transformasi ilmu pengetahuan dan merupakan proses pengembangan
intelektualitas seseorang. Pemaksimalan hasil belajar dicapai apabila setiap individu dapat
memperluas jangkauan pola berpikirnya.

G. Bahan/Sarana Belajar dalam Andragogi

Menurut Edgar Dale (Arif, 1994: 79) dalam dunia pendidikan, penggunaan bahan/sarana belajar
seringkali menggunakan prinsip Kerucut Pengalaman, yang membutuhkan bahan dan sarana belajar,
seperti buku teks, bahan belajar yang dibuat sendiri oleh fasilitator, dan alat pandang dengar.

Gambar 2.1 Piramida Pengalaman

Dapat disimpulkan bahwa pada ceramah, peserta hanya mendengarkan. Fungsi berbicara hanya
sedikit terjadi pada waktu tanya jawab. Untuk metode diskusi bicara dan mendengarkan berjalan
seimbang. Dalam pendidikan dengan cara demonstrasi, peserta sekaligus mendengar, melihat dan
berbicara. Pada saat latihan praktis peserta dapat mendengar, berbicara, melihat dan mengerjakan
sekaligus, sehingga dapat diperkirakan menjadi paling efektif.

H. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Andragogi

Kegiatan pendidikan jalur sekolah/luar sekolah memiliki daerah dan kegiatan yang beraneka ragam.
Pendidikan orang dewasa terutama pendidikan masyarakat bersifat nonformal sebagian besar dari
siswa/pesertanya adalah orang dewasa, paling tidak pemuda/remaja. Kegiatan pendidikan
memerlukan pendekatan tersendiri. Dengan menggunakan teori andragogi kegiatan/usaha
pembelajaran orang dewasa dalam kerangka pembangunan/realisasi pencapaian cita-cita
pendidikan seumur hidup dapat diperoleh dengan dukungan konsep teoritik/penggunaan teknologi
yang dapat dipertanggung jawabkan.

Andragogi memiliki kelemahan, salah satunya adalah bahwa bagaimana mungkin seorang siswa yang
tidak terlalu memahami tentang luasnya ilmu kemudian dibebaskan memilih apa yang mereka sukai.
Seolah sistem Andragogi hanya sebagai suatu sistem yang mengembirakan siswanya saja dan
melupakan tujuan sebenarnya sebuah pendidikan. Jika sebuah ilmu tidak diminati oleh siswa, tentu
saja ilmu tersebut akan hilang. Dan siswa dibiarkan memilih jika ada persyaratan kemampuan yang
memang semestinya dimiliki seandainya siswa mau belajar ilmu tertentu. Tidak mungkin siswa SD
dibiarkan memilih mata pelaharan Integral Diferensial sebelum mereka menguasai dulu perkalian,
jumlah, kurang bagi, dll.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pembelajaran orang dewasa adalah pembelajaran memahami orang dewasa dalam belajar dengan
kondisi optimal. Proses belajar bagi orang dewasa memerlukan kehadiran orang lain yang berperan
sebagai pembimbing belajar bukan cenderung digurui, orang dewasa ingin belajar bukan berguru.
Orang dewasa tumbuh sebagai pribadi dan memiliki kematangan konsep diri, mengalami perubahan
psikologis dan ketergantungan yang terjadi pada masa kanak-kanak menjadi kemandirian untuk
mengarahkan diri sendiri, sehingga proses pembelajaran orang dewasa harus memperhatikan
karakteristik orang dewasa.

Sehubungan dengan hal tersebut, orang dewasa dapat dibelajarkan lebih aktif apabila mereka
merasa ikut dilibatkan dalam aktivitas pembelajaran, terutama apabila mereka dilibatkan memberi
sumbangan pikiran dan gagasan yang membuat mereka merasa berharga dan memiliki harga diri di
depan sesama temannya. Dengan katta lain, orang dewasa akan belajar lebih baik apabila pendapat
pribadinya dihormati, dan akan lebih senang jika diberi kesempatan untuk menyumbangkan
pemikirannya.

B. Saran

Dengan adanya pendekatan andragogi (pendidikan bagi orang dewasa) diharapkan dapat membantu
dan memotivasi orang dewasa untuk terus belajar dan terus belajar hingga akhir hayat.

DAFTAR PUSTAKA

Arif, Zainuddin. (1994). Andragogi. Bandung: Angkasa.

Asmin. 2015. “Konsep dan Metode Pembelajaran untuk Orang Dewasa (Andragogi)”. Jurnal. Unimed
Medan.
Febrian Kristiana, Ika. 2015. “Hubungan Antara Persepsi terhadap Pendekatan Andragogi dalam
Pembelajaran dengan Efikasi Diri Pengambilan Keputusan Karir pada Mahasiswa”. Seminar Nasional.
Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro.

Knowles, Malcom S. 1970. “The Moderns Practice of Adult Education: Andragogy Versus Pedagogy”.
New York: Association Press.

Knowles, Malcom S. 1993. “Contributions of Malcom Knowles,” in The Christian Handbook on Adult
Education eds. K.O.Gangel & James C. Wilhoit. Victor Books. Pp. 91-103.

Lindeman, E. C. 1926. “The Meaning of Adult Education (1989 edn.)”, Norman: University of
Oklahoma.

Lunandi, A, G. 1987. Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta: Gramedia

Sugiyanto. 2003. Dasar-dasar Pendidikan Orang Dewasa (Andragogi). Malang: Lembaga Penerbitan
Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.

Anda mungkin juga menyukai