Anda di halaman 1dari 4

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


2018

TAFSIR AL-‘ASHR
KH. AHMAD DAHLAN

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Kepanitraan Klinik


Di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh :
Tiffany Dyah Rinanti
20164011189

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018

1
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018

Ahmad Dahlan: Kyai Al-‘Ashr

Aksi sosial kebudayaan yang dilakukan Kyai Dahlan tentu saja berlandaskan kerangka berpikir
dan etos gerakan. KRH. Hadjid, murid termuda KH. Ahmad Dahlan, menulis “7 Falsafah Ajaran dan
17 Kelompok Ayat Alquran” sebagaimana sudah disebutkan pada bagian terdahulu. Menurutnya, Kyai
Dahlan mengajarkan surat al-‘Ashr kepada murid muridnya lebih dari 7 bulan. Surat al-‘Ashr juga
diajarkan kepada jamaah Muhammadiyah setiap jam 07.00 pagi, dan kepada jamaah Aisyiyah setiap
jam 08.00 pagi. Surat ini juga diajarkan kepada para pemudi setelah zuhur, mereka disuruh menulis dan
menghafalkannya. Menurut Kyai Djazuli, salah seorang guru Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah
Yogyakarta sejak 1926-an sampai 1956-an, KH. Ahmad Dahlan mengajarkan surat al-‘Ashr di mana-
mana dan selalu diulang-ulang.28 Atas permintaan Nyai Walidah, Kyai Dahlan mengajarkan surat al-
‘Ashr kepada para buruh perempuan di Kauman. Pengajiannya dinamakan “Pengajian wal-‘Ashri”.
Karena Kyai Ahmad Dahlan suka mengulang-ulang surat al-‘Ashr dalam pengajiannya, orang-orang
Pekalongan masa itu memberi julukan KH. Ahmad Dahlan dengan julukan Kyai Wal-‘Ashri.
KH Ahmad Dahlan dalam perjalanan haji yang kedua sekitar tahun 1902-1903 sempat
bermukim untuk beberapa waktu di Mekkah dan tinggal di rumah kemenakannya Kyai Bakir. Oleh
Kyai Bakir, Ahmad Dahlan diperkenalkan dengan beberapa ulama yang tinggal atau sedang ada di
Mekkah. Kebetulan pada musim haji itu Syekh Rasyid Ridha, murid Muhammad Abduh, juga berada
di Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Ahmad Dahlan kemudian dipertemukanlah oleh Kyai Bakir
dengan Rasyid Ridha. Pada pertemuan itu, Rasyid Ridha memberikan sebuah buku tafsir Jus ‘Amma
yang ditulis oleh Muhammad Abduh kepada Ahmad Dahlan. Di dalam kitab tafsir itu, Muhammad
Abduh ketika menjelaskan tentang Al-‘Ashr mengutip pendapat dari Imam Syafii bahwa seandainya
tidak ada surat lain di Al-Qur’an selain surat Al-‘Ashr, sesungguhnya itu sudah cukup.
Surat Al-‘Ashr adalah salah satu surat yang paling pendek di dalam Al-Qur’an yang mungkin
menjadi salah satu andalan bacaan sholat bagi sebagian muslim karena sangat mudah dihafal. Surat
yang ke-103 dalam Al-Qur’an hanya terdiri dari tiga ayat yang artinya: “Demi masa (1), sesungguhnya
manusia berada dalam kerugian (2), kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta
saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran (3).”
Muhammad Abduh dalam kitab Risalah Tauhid menukil perkataan dari Imam Syafi’i:
“Seumpama Allah tidak menurunkan kepada makhluknya hujjah, kecuali surat ini (Al-‘Ashr), niscaya
surat ini telah mencukupi untuk memberikan petunjuk.” Begitu istimewa kandungan Surat Al-‘Ashr
menurut Imam Syafi’i sehingga menurutnya pesan yang disampaikan dalam Al-‘Ashr ini telah mewakili
surat-surat lain di dalam Al-Qur’an yang jumlahnya 114 surat itu. Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar
menjelaskan kandungan Surat Al-‘Ashr ini dengan mengutip pendapat Ar-Razi bahwa umat manusia

2
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018

bakal menderita kerugian yang telak apabila tidak memegang empat prinsip yang terkandung dalam Al-
‘Ashr, yaitu iman, amal salih,saling berwasiat kepada kebenaran dan kesabaran.
Al-‘Ashr menyampaikan empat kesadaran yang harus dimiliki oleh setiap manusia, yakni
kesadaran waktu, visi hidup, amal sholih, dan tanggung jawab sosial apabila ingin berhasil menjadi
manusia utama yang diidealkan oleh Allah.
Pertama yakni kesadaran waktu. Secara makna, wal-‘ashri berarti “demi waktu yang bergerak
ke depan”, “ke masa depan”, “demi waktu yang bergerak maju”, “demi masa yang menuju masa depan”,
atau “demi kehidupan yang senantiasa bergerak maju.” Kata al-‘ashr juga berarti modern. Al-‘Ashr
menjadi landasan ideologi tentang peradaban Islam yang berkemajuan, yang senantiasa sesuai bahkan
menjadi pelopor perkembangan zaman. Pendalaman makna ini mengantarkan kepada pemahaman
bahwa waktu adalah sumber daya sangat penting. Sebagai konsekuensi, manusia yang sadar akan
makna ini akan menggunakan waktu 24 jam sehari/7 hari seminggu sebaik mungkin untuk kerja-kerja
produktif atau kreatif. Mereka akan menciptakan sarana-sarana kebudayaan seperti alat transportasi,
alat komunikasi, dan berbagai teknologi lain yang mempu menghemat waktu serta meningkatkan
kualitas dan kuantitas luaran.
Kemudian yang kedua yaitu kesadaran tentang visi hidup. Bahwa manusia berasal dari Tuhan
dan sedang melakukan perjalanan untuk kembali kepada Tuhan (keimanan). Menyadari akan visi
kembali kepada Tuhan, manusia akan mengerahkan segala daya dan upaya untuk bekerja mencari ridha
Tuhan. Hal tersebut dilakukan dengan melaksanakan perintah-perintah Tuhan dan menjauhi segala
larangan-Nya. Ini adalah cara hidup yang paling efisien karena manusia tidak perlu menebak-nebak
tanpa kompas acuan yang pasti, tidak banyak menciptakan waste, dalam mengarungi ombak samudra
kehidupan.
Kesadaran yang ketiga adalah kesadaran amal shalih. Bahwa manusia mengemban misi sebagai
khalifah di muka bumi sehingga ia seharusnya tidak mensibukkan dirinya hanya untuk ibadahibadah
ritual. Manusia memiliki kewajiban untuk beramal shalih, memberikan manfaatkan kepada orang-orang
di sekitar sebaik mungkin dengan ilmu, ketrampilan, atau harta yang dimiliki, menjadi pencerah bagi
umat muslim maupun umat manusia secara umum dengan kehadirannya sebagai solusi atas persoalan-
persoalan yang mereka hadapi.
Lalu yang terakhir adalah kesadaran tanggung jawab sosial. Bahwa manusia memiliki
kewajiban untuk saling menasihati satu sama lain demi terwujudnya kesalihan kolektif, alih-alih
kesalihan pribadi. Sebagai khalifah, manusia dipercaya oleh Allah untuk membangun peradaban
sebagaimana Nabi Muhammad beserta sahabat-sahabatnya mengubah perkampungan Yastrib yang
terbelakang menjadi Madinah Al-Munawwarah. Madinah merupakan sebuah negara-kota modern yang
menjadi kiblat tata kelola masyarakat yang memenuhi kriteria baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur,
sebuah model tatanan masyarakat paripurna yang adil dan makmur dan senantiasa di bawah lindungan

3
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018

Allah. Untuk bisa membangun peradaban yang demikian, gotong royong dan usaha kolektif tak pelak
wajib dilakukan dengan prinsip saling menasihati, mendukung, dan kolaborasi serta keinsyafan bahwa
perubahan transformatif selalu berproses sehingga dibutuhkan kesabaran.

Anda mungkin juga menyukai