Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keperawatan Transkultural
1. Konsep Etnik dan Budaya
1) Etnik
Etnik adalah seperangkat kondisi spesifik yang dimiliki oleh kelompok
tertentu (kelompok etnik). Sekelompok etnik adalah sekumpulan individu yang
mempunyai budaya dan sosial yang unik serta menurunkannya kepada generasi
berikutnya (Henderson & Primeaux, 1981).Etnik berbeda dengan Ras (race). Ras
merupakan sistem pengklafikasian manusia berdasarkan karakteristik fisik,
pigmentasi, bentuk tubuh, bentuk wajah, buluh pada tubuh, dan bentuk kepala. Ada
3 jenis ras yang umumnya dikenal, yaitu Kuakasoid, Negroid, dan Mongoloid.
Istilah atau terminologi yang sering digunakan dalam konsep etnik dan budaya
adalah kelompok dominan dan kelompok minoritas. Kelompok dominan adalah
sekelompok komunitas yang memiliki otoritas karena mereka berfungsi sebagai
pengawal (guardian), yaitu mengendalikan sistem nilai dan memberi ganjaran
kepada masyarakat. Kelompok minoritas adalah sekelompok orang yang memiliki
fisik atau karakteristik budaya yang berbeda dengan masyarakat setempat sehingga
mengalami perbedaan perlakuan (Kozier & Erb, 1995).Kelompok dominan sering
disebut kelompok masyarakat yang mayoritas, misalnya orang jawa di Indonesia.
Kelompok dominan tidak selalu terbesar, misalnya orang padang yang menguasai
perdagangan makanan matang (rumah makan) di Indonesia.
2) Budaya
Budaya adalah keyakinan dan perilaku yang diturunkan atau diajarkan
manusia kepda generasi berikutnya (Taylor, 1989).budaya merupakan rencana atau
petunjuk untuk menentukan nilai nilai, keyakinan dan aktifitas (Andrews &
Boyle,1995).Menurut pandangan antropologi tradisional, budaya dibagi menjadi
dua, yaitu budaya material dan budaya non material. Budaya material dapat berupa
objek, seperti pakaian, seni, benda-benda kepercyaan (jimat), atau makanan.
Budaya nonmaterial mencakup kepercayaan, kebiasaan, bahasa, dan institusi
sosial.
Kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan kara manusia yang di biasakan
dengan belajar, beserta hasil keseluruhan hasil budi dan karyanya (Kuntjaraningrat,
1928 dalam napitupulu,1988). Menurut konsep budaya Leininger (1978; 1984),
karakteristik budaya dapat digambarkan sebagai berikut:
a) Budaya adalah pengalaman yang bersifat universal sehingga tidak ada dua
budaya yang sama persis
b) Budaya bersifat stabil, tetapi dinamis karena budaya diturunkan kepada generasi
berikutnya sehingga mengalami perubahan
c) Budaya diisi dan ditentukan oleh kehidupan manusianya sendiri tanpa disadari.
Menurut Taylor (1989),karakteristik budaya mencakup: manusia mempelajari
budaya sepanjang pengalaman hidupnya, orang tua menularkan budaya kepada
anak-anak mereka, interaksi dengan manusia lain dapat mengembangkan budaya,
budaya selalu mengalami adaptasi setiap saat, elemen-elemen budaya memiliki
kecenderungan yang bersifat konsisten setiap saat dan terintegrasi secara
sistematis (seperti sistem kepercayaan dan perilaku yang mempengaruhinya).
2. Wujud dan Komponen Budaya
3. Hubungan Unsur-unsur Kebudayaan
4. Konsep Keperawatan Transkultural
a. Pengertian
Keperawatan Transkultural adalah suatu pelayanan keperawatan yang berfokus
pada analisis dan studi perbandingan tentang perbedaan budaya (Leininger, 1978).
Keperawatan transkultural adalah ilmu dan kiat yang humanis, yang difokuskan
pada perilaku individu atau kelompok, serta proses untuk mempertahankan atau
meningkatkan perilaku sehat atau perilaku sakit secara fisik dan psikokultural
sesuai latar belakang budaya (Leininger, 1984). Pelayanan keperawatan
transkultural diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya.
b. Tujuan
Tujuan penggunaan keperawatan transkultural adalah untuk mengembangkan sains
dan pohon keilmuan yang humanis sehingga tercipta praktik keperawatan pada
kultur yang spesifik dan universal (Leininger, 1978).
c. Paradigma Keperawatan Transkultural
Paradigma keperawatan Transkultural memiliki latar belakang budaya terhadap
empat konsep sentral, yaitu manusia, keperawatan, kesehatan, dan lingkungan
(Leininger, 1984, Andrew & Boyle, 1995, & Barnim, 1998).
a) Manusia
Manusia adalah individu atau kelompok yang memiliki nilai-nilai dan norma-
norma yang diyakini berguna untuk menetapkan pilihan dan melakukan
tindakan (Leininger,1984 dalam Barnum, 1998; Giger & Davidhizar, 1995; dan
Andrew & Boyle,1995).Menurut Leininger (1984), manusia memiliki
kecenderungan untuk mempertahankan budayanya setiap saat dan dimanapun
dia berada.Klien yang dirawat dirumah sakit harus belajar budaya baru, yaitu
budaya rumah sakit, selain membawah budayanya sendiri.
b) Kesehatan
Kesehatan adalah keseluruhan aktivitas yang dimiliki klien dalam mengisi
kehidupanya, yang terletak pada rentang sehat-sakit (Leininger, 1978). Klien
dan perawat mempunyai tujuan yang sama, yaitu ingin mempertahankan
keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yang adaptif (leininger, 1978). Asuhan
keperawatan yang diberikan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan klien
untuk memilih secara aktif budaya yang sesuai dengan status kesehatannya.
c) Lingkungan
Lingkungan adalah keseluruhan fenomena yang memengaruhi perkembangan,
keyakinan, dan perilaku klien. Lingkungan dipandang sebagai suatu totaliats
kehidupan klien dengan budayanya.Ada Tiga bentuk lingkungan, yaitu
lingkungan fisik, sosial, dan simbolik (andrew & Boyle,1995).dari ketiga bentuk
tersebut berinteraksi dengan diri manusia membentuk budaya tertentu.
d) Keperawatan
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayan profesional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan,
dalam bentuk bio-psiko-sosiokultural-spiritual yang komprehensif, ditujukan
kepada individu, keluarga, dan masyarakat, baik sakit maupun sehat yang
mencakup seluruh proses kehidupan (K-3 CHS, 1984, dalam kelompok kerja
keperawatan CHS, 1994).
5. Kompetensi Budaya yang harus dimiliki Perawat
6. Komunikasi Lintas Budaya
Indonesia dikenal dengan Negara yang memiliki 6 pulau terbesar dengan 35
provinsi didalamnya. Bukan hanya provinsinya saja yang begitu banyak, akan tetapi
beragam kebudayaan dan bahasa juga ditemukan didalamnya. Indonesia kaya akan
ragam bahasa. Ditemukan jumlah bahasa terus bertambah seiring dengan penelitiaan
yang terus dilakukan. Indonesia memiliki sedikitnya 442 bahasa yang dikemukakan
pada saat Kongres Bahasa ke-9 pada tahun 2008. Kemudian pada tahun 2012
dilakukan penelitian selanjutnya dengan menggunakan sampel 70 lokasi di wilayah
Papua dan Maluku. Dari hasil penelitian tersebut ditemukan penambahan yang
signifikan yaitu jumlah bahasa dan sub-bahasa di seluruh Indonesia mencapai 546
bahasa (Frank.H. Jurnal Indonesia Kaya. 2015).
Liliweri (2003) mengatakan bahwa sebagai bagian dari tuntutan globalisasi yang
semakin tidak terkendali seperti saat ini, sehingga membuat kita melakukan sebuah
interaksi lintas kelompok, lintas budaya, serta lintas sektoral. Bukan hanya hal
tersebut akan tetapi banyak perubahan yang semakin deras dan menjadi bukti nyata
bahwa semua orang harus mengerti karakter komunikasi antar budaya secara
mendalam.
Saat sekelompok orang dengan latar belakang budaya yang berbeda melakukan
interaksi maka terjadilah komunikasi antar budaya. Hal ini sangat jarang berjalan
dengan lancar, karena kebanyakan situasi mereka yang melakukan interaksi antar
budaya tidak menggunakan bahasa yang sama, namun bahasa tetap bisa dipelajari.
Terjadi masalah komunikasi yang lebih besar dalam area baik nonverbal maupun
verbal. Pada komunikasi nonverbal sangatlah rumit, dan kebanyakan merupakan
proses yang spontan. Kebanyakan orang sering tidak sadar akan sebagian besar
perilaku nonverbal mereka, yang dilakukan tanpa berpikir dan spontan serta tidak
sadar (Samovar & Porter, 1994). Sebagian besar kita sering tidak menyadari akan
sikap dan tindakan kita sendiri, sehingga sulit untuk menguasai perilaku verbal
maupun nonverbal dalam budaya lain. Sering kita merasa terganggu dalam budaya
orang lain, dikarenakan kita sering merasa bahwa ada yang salah dengan kebudayaan
tersebut. Pada perilaku nonverlab jarang untuk menjadi sesuatu yang disadari,
sehingga kita sulit untuk mengetahui pasti mengapa kita sering merasa tidak nyaman.
Komunikasi antar budaya menjadi sangat penting dikarenakan interaksi sosial
dalam kehidupan keseharian kita adalah sesuatu yang tidak dapat ditolak. Saat
melakukan percakapan, antara dua orang biasanya 35% percakapan yaitu komunikasi
verbal sedangkan 65% lainnya merupakan komunikasi nonverbal (Birdehistell, 1969).
Akan tetapi studi sistematis tentang komunikasi nonverbal telah lama diabaikan.
Hal ini dikarenakan adanya semacam praduga tidak beralasan tentang bidang tersebut.
Contohnya kebanyakan program bahasa asing seringkali mengabaikan perilaku
komunikasi nonverbal. Akan tetapi pada kenyataan yang ada hanya sedikit saja
komunikasi nonverbal memiliki makna yang universal seperti menangis, tersenyum,
tertawa dan tanda marah. Oleh sebab itu orang sering beranggapan sendiri bahwa bila
mereka berada dalam suatu kebudayaan yang berbeda dari mereka dan mereka juga
tidak mengerti bahasa yang digunakan, mereka berpikir bisa tertolong dengan cukup
mengetahui gerakan-gerakan manual. Akan tetapi karena setiap manusia memiliki
perbedaan pengalaman hidup dalam kebudayaan yang berbeda, orang tersebut akan
menyatakan secara berbeda pula simbol-simbol dan tanda-tanda yang sama(Bennet
1998).
Studi tentang komunikasi dan kebudayaan juga berfokus pada polapola tindakaan,
bagaiamana makna dan pola-pola tersebut diartikan kedalam masyarakat, bagaiamana
menjaga makna, kelompok politik, proses pendidikan, dan juga lingkungan teknologi
yang melibatkan manusia untuk berinteraksi (Liliweri, 2004). Rahardjo (2005)
mengatakan, tidak seperti studi-studi komunikasi lain, dikarenakan tingkat perbedaan
yang relatif tinggi pada latar belakang pihak-pihak yang berkomunikasi karena adanya
perbedaan cultural maka komunikasi antar budaya merupakan hal yang penting
sehingga hal tersebut menjadi perbedaan dengan kajian ilmu yang lainnya.
Selanjutnya pendapat Kim yang dikemukakan dalam Rahardjo ialah asumsi yang
mendasari komuniksi antar budaya antaralain dikarenakan setiap individu yang
memiliki budaya yang sama biasanya berbagi kesamaan-kesamaan dalam keseluruhan
latar belakang pengalaman mereka daripada orangorang yang berasal dari budaya
yang berbeda.
Martin & Thomas (2007) dalam bukunya Intercultural Communication in Context
memiliki 2 komponen kompetensi yaitu komponen individu yang terdiri dari:
motivasi, sikap, perilaku dan pengetahuan, serta kemampuan. Termasuk komponen
kontekstual antaralain melihat konteks-konteks yang dapat mempengaruhi komunikasi
antar budaya sebagai contoh, konteks historis, konteks hubungan, konteks budaya
maupun konteks lainnya seperti gender, ras, dan sebagainya (Martin & Thomas,
2007).
Pengetahuan perawat tentang keperawatan transkultural merupakan acuan dasar
tehadap terlaksana implementasi pelayanan keperawatan dan terkait erat dengan
dimensi teori dasar keperawatan (Potter & Perry 1993). Keberhasilan perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan sangat bergantung pada kemampuannya mencerna
berbagai ilmu dan mengaplikasikannya ke dalam bentuk asuhan keperawatan yang
sesuai latar belakang budaya pasien (Rew & Boyle, 1995).
Terlaksananya asuhan keperawatan transkultural ditentukan oleh pengetahuan
perawat tentang teori transkultural, karena pemahaman yang dimiliki tersebut akan
mengklarifikasi fenomena, mengarahkan dan menjawab fenomena yang dijumpai
pada diri pasien dan keluarganya ketika memberikan asuhan keperawatan (Farldan &
Leininger 2002).
7. Budaya Kesehatan di Indonesia

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

Anda mungkin juga menyukai