050S PDF
050S PDF
Wahyu Wuryanti1
1
Puslitbang Permukiman, Balitbang, Kementerian Pekerjaan Umum,
Jl. Panyaungan Cileunyi Wetan, Kab. Bandung
Email: wuryantiwahyu@gmail.com
ABSTRAK
Pemeriksaan keandalan struktur bangunan gedung eksisting dapat ditempuh melalui dua tahap, yaitu
pemeriksaan awal melalui pemeriksaan visual dan pemeriksaan detil melalui serangkaian pengujian
sebelum disimpulkan dalam penilaian keandalan. Sampai pada tahap pengujian telah tersedia
beberapa standar dan manual yang dapat digunakan sebagai acuan. Tetapi sampai saat kini belum
ada acuan standar atau pedoman teknis untuk pemeriksaan dan penilaian keandalan struktur.
Kekosongan peraturan ini selalu disikapi dengan penilaian deskriptif berdasarkan kebiasaan
penyelenggaraan kegiatan pemeriksaan. Konsekuensinya terjadi penilaian deskriptif tanpa referensi
kuantitatif yang terukur dengan jelas. Ketidakjelasan acuan penilaian tentu menyulitkan pengambil
keputusan dalam mempertanggungjawabkan hasil pemeriksaan bangunan. Tulisan ini
mendiskusikan berbagai hal terkait dengan praktik pemeriksaan keandalan struktur bangunan
gedung, termasuk permasalahan yang relevan. Pembahasan difokuskan untuk kasus praktik
pemeriksaan gedung dengan sistem struktur beton bertulang.
Kata kunci: keandalan, pemeriksaan gedung, struktur eksisting, standarisasi.
1. PENDAHULUAN
Upaya mewujudkan pembangunan berkelanjutan tidak dibatasi pada pembangunan untuk masa mendatang. Tetapi
kepedulian tehadap hasil pembangunan juga perlu dilakukan karena bangunan eksisting merupakan aset ekonomi
yang berpengaruh terhadap kebutuhan biaya pemeliharaan. Salah satu pengetahuan rekayasa ilmu sipil yang sedang
berkembang saat ini adalah pemeriksaan bangunan gedung eksisting. Pemeriksaan keandalan struktur bangunan
gedung eksisting dapat ditempuh melalui dua tahap, yaitu pemeriksaan awal dan pemeriksaan detil melalui
serangkaian pengujian sebelum disimpulkan dalam penilaian keandalan. Sampai pada tahap pengujian telah tersedia
beberapa standar dan manual yang dapat digunakan sebagai acuan. Tetapi sampai saat kini belum ada pedoman
teknis untuk pemeriksaan visual dan penilaian keandalan struktur.
Di sisi lain kebutuhan pemeriksaan keandalan bangunan semakin meningkat. Tidak hanya diperlukan untuk
bangunan pasca bencana atau mengalami deteriorisasi tetapi pada bangunan gedung yang “sehat”. Dari rekaman
data pemeriksaan gedung eksisting Puslitbang Permukiman, Kementerian Pekerjaan Umum yang dikoordinasi oleh
Bidang Standard dan Diseminasi sejak tahun 2008 sampai 2012 telah ditangani sebanyak 45 kasus (Wuryanti,
2012). Jumlah tersebut bertambah bila dijumlahkan dengan pemeriksaan yang dikordinasi langsung oleh Balai lain
di dalam lingkungan Puslitbang Permukiman. Jumlah permohonan pemeriksaan bangunan gedung terus meningkat,
seiiring dengan terbitnya ketentuan untuk melakukan sertifikasi laik fungsi bangunan gedung secara periodik.
Dalam tulisan ini disampaikan berbagai hal terkait dengan acuan standar yang digunakan dalam proses penilaian
keandalan dan praktik pemeriksaan bangunan gedung, khususnya yang dilakukan oleh Puslitbang Permukiman,
Lingkup pemeriksaan gedung dibatasi pada gedung struktur beton bertulang.
2. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah melakukan kajian terhadap standar teknis terkait dengan praktik pemeriksaan bangunan
gedung ekisisting di Indonesia.
3. METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metoda kualitatif melalui dua tahap. Tahap pertama
adalah mengumpulkan data pemeriksaan bangunan gedung. Sumber dokumen digali dari kegiatan advis teknis yang
tersedia pada Puslitbang Permukiman. Kompilasi data sekunder ini bertujuan untuk memahami metoda dan prosedur
yang digunakan dalam praktik.
Tahap kedua adalah mengkompilasi acuan standar atau pedoman yang digunakan pada setiap proses pemeriksaan.
Hal ini dilakukan untuk mengetahui tolok ukur yang digunakan Tim Pemeriksa di dalam menentukan tingkat
keandalan.
Setiap pemeriksaan bangunan gedung diperlukan untuk menentukan tingkat keandalan struktur bangunan eksisting.
Pada pemeriksaan sampai pada tahap pemeriksaan detil, tingkat keandalan ditentukan berdasarkan hasil evaluasi
struktur. Penentuan tingkat keandalan diperoleh melalui tahap evaluasi struktur setelah mengetahui kualitas bahan
bangunan eksisting. Kualitas bahan bangunan eksisting dilakukan melalui serangkaian pengujian baik destruktif
maupun non destruktif. Dari hasil pengujian dapat diketahui kualitas bahan beton baik mengenai kuat tekan beton,
kualitas homogenitas beton, dan kualitas baja tulangan. Data kualitas bahan beton bertulang eksisting kemudian
diguanakan sebagai input dalam analisis struktur bangunan. Hasil akhir dari analisis struktur diperlukan untuk
mengetahui apakah setiap komponen struktural eksisting masih mampu memikul beban rencana.
Pengguna akhir (end-user) dari hasil kegiatan pemeriksaan bangunan eksiting dapat dibedakan menjadi dua
(Onsitemansonry, 2005), yaitu
$ Pengguna-akhir antara (intermediate end user). Yang dimaksud pengguna pada kelompok ini adalah para
tenaga teknik (teknik sipil atau arsitek) yang menggunakan hasil pemeriksaan untuk dieksploitasi lebih lanjut.
$ Pengguna-akhir final (final end-user). Kelompok pengguna ini adalah para pemilik atau pengelola gedung.
Hasil pemeriksaan digunakan untuk mendapatkan keputusan apakah bangunan gedung eksisting dapat
diperbaiki, diperkuat atau didemolisasi. Dengan mengatahui klasifikasi kerusakan dapat ditentukan teknik
perbaikan yang tepat.
Ditinjau dari pelayanan yang dilakukan pada setiap pemeriksaan gedung eksisting, terlihat jelas bahwa pemeriksaan
oleh Puslitbang Permukiman digunakan utuk melayani pengguna-akhir antara. Akhir dari hasil evaluasi struktur
digunakan untuk menghasilkan rekomendasi umum yang menjelaskan secara deskriptif kondisi struktur bangunan
eksisting. Dalam rekomendasi yang diberikan tidak menyatakan skala ukuran jelas tingkat keandalan struktur
bangunan.
Dari Gambar 2 dapat dilihat pemeriksaan gedung paling banyak dilakukan karena bangunan pasca gempa sebanyak
26%. Kemudian disusul dengan alasan karena bangunan pasca kebakaran dan bangunan telah terjadi kerusakan
masing-masing sebanyak 20%. Untuk alasan pemeriksaan karena ada rencana pemeliharaan bangunan dilakukan
sebanyak 17% atau sekitar 12 kasus pemeriksaan. Hal ini sejalan dengan ketentuan dalam pemeriksaan kelaikan
fungsi bangunan yang secara periodik perlu dilakukan sebelum bangunan dimanfaatkan.
Dari 70 kasus tersebut sebanyak 24 kasus atau 34% dilakukan sampai tahap pemeriksaan detil melalui analisis
pemodelan struktur gedung, seperti pada Gambar 3. Pada setiap kasus pemeriksaan selalu diawali dengan metoda
pemeriksaan visual.
Pada tahap pemeriksaan detil, prosedur penting yang perlu dilakukan adalah mengetahui kualitas bahan bangunan
eksisting. Oleh sebab itu perlu dilakukan beberapa pengujian di lapangan menggunakan pengujian non destruktif
maupun pengujian destruktif. Dari jenis pengujian untuk pemeriksaan struktur beton bertulang, terdapat 6 (enam)
jenis pengujian yang digunakan oleh Puslitbang Permukiman. Ragam pengujian dan jumlah kasus yang ditangani
setiap jenis pengujian dapat dilihat pada Gambar 4.
Pada Gambar 4 terlihat bahwa 3 (tiga) jenis pengujian yang mendominasi setiap kegiatan pemeriksaan bangunan
yaitu pengujian dengan alat palu beton (hammer test) sebanyak 64%, dengan gelombang ultrasonic (ultrasonic pulse
velocity) 67%, dan pengujian beton dengan alat bor (core drill) 63%. Ketiga jenis pengujian tersebut digunakan
untuk mengetahui kualitas beton eksisting sebelum digunakan untuk analisis struktur bangunannya. Pada
kenyataannya kualitas bahan beton bertulang tidak hanya tergantung pada pengamatan kualitas kuat tekan beton
tetapi dipengaruhi pula oleh tebal selimut dan kuat tarik dari baja tulangan. Tetapi karena proses untuk memperoleh
data kualitas baja tulangan tidak mudah dan alat yang digunakan tidak tersedia, seringkali baja tulangan ditentukan
dari analisis kualitatif. Data terukur untuk mengamatan kualitas baja tulangan hanya dengan memperkirakan posisi
tulangan, terutama jarak tulangan sengkang. Pengujian yang digunakan untuk mengidentifikasi baja tulangan adalah
menggunakan R-bar meter atau profometer. Pengujian ini dilakukan sebanyak 34% dari total pemeriksaan gedung.
Jumlah ini hanya setengah dari pengujian kualitas beton. Hal ini dilakukan karena data yang diperoleh dari hasil
pengukuran R-bar hanya digunakan untuk analisis kualitatif dan tidak digunakan sebagai input data pada analisis
struktur.
Pada Tabel 1 terlihat jelas pada standar yang relevan dengan pemeriksaan didominasi untuk proses pengujian bahan
bangunan eksisting. Dengan tersedianya standar pengujian bahan bangunan menggunakan pengujian palu beton,
gelombang ultrasonik, dan bor inti menjadikan pengujian menggunakan ketiga alat tersebut dominan digunakan
pada setiap pemeriksaan. Sementara standar yang terkait untuk pemeriksaan visual hanya tersedia untuk
pemeriksaan pasca kebakaran dan penilian cepat (quick assessment) pasca gempa. Belum tersedia standar acuan
yang menjelaskan penilaian kerusakan struktur secara visual. Demikian pula untuk standar pada tahap evaluasi
masih banyak menggunakan standar perencanaan bangunan baru bukan pemeriksaan struktur eksisting. Meski
digunakan dalam analisis struktur, tetapi standar perencanaan bangunan baru tidak sepenuhnya “cocok” bila
digunakan untuk keperluan analisis struktur bangunan eksisting. Seperti bagaimana mempertimbangkan umur
bangunan eksisting dalam analisis struktur.
Menggkaji dari kekosongan antara standar yang ada dan yang diperlukan, perlu disusun standar yang relevan dengan
pemeriksaan. Standar yang dapat digunakan sebagai rujukan antara lain:
$ ISO 2394 (1998). General principles on reliability for structures. International Organization for
Standardization
$ ISO 13822 (2010) Bases for design of structure – Assessment of existing structures. Second edition 2010-08-01.
International Organization for Standardization
$ Appraisal of existing structures, 3rd edition
6. KESIMPULAN
Dari hasil studi ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Konsekuensi dari kekosongan acuan standar atau pedoman teknis di dalam pemeriksaan bangunan gedung
eksisting mengarah pada penilaian subjektif. Penilaian deskriptif berpeluang untuk menimbulkan perbedaan
pendapat dan hasilnya tidak dapat dipertanggungjawabkan.
2. Perlu disusun standar atau pedoman teknis yang berkaitan dengan pemeriksaan struktur bangunan eksisting.
Standar dari negara lain dapat diadaptasi melalui adaptasi identik atau adaptasi modifikasi.
3. Penilaian keandalan struktur bangunan eksisting dapat dikembangkan menggunakan pendekatan indeks
keandalan berdasarkan level yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
---- (1999), Guideline For Structural Condition Assessment Of Existing Buildings. Structural Engineering Institute
American Society of Civil Engineers (ASCE 11)
---- (1998) General principles on reliability for structures. International Organization for Standardization (ISO)
2394.
---- (2005) On-site investigation techniques for the structural evaluation of historic masonry buildings.
Onsitemasonry recommendation for end-user. 5th framework programme for Research, technological
developmen and Demonstration. Energy, Environment and Sustainable Development – The city of Tomorrow
and cultural heritae, Florence.
Preiser W.F.E and Vischer, J.C. (2005) The Evolution Of Building Performance Evaluation: An Introduction in
Assessing Building Performance, Elseiver Butterworth- Heinemann
Rucker, W., Hille, R., Rohman, R. (2006), Guideline For The Assessment Of Existing Structure.Federal Institute Of
Materials Research And Testing (BAM) Berlin, Germany
Wuryanti, W. (2010) “kajian model pemeriksaan kondisi keandalan gedung beton bertulang”. Prosiding Seminar
Nasional Teknik Sipil VI-2010 Pengembangan Infrastruktur Dalam Menunjang Pembangunan Ekonomi
Nasional, Institut Sebelas Nopember Surabaya
Wuryanti, W. (2012) “kajian Kajian tata cara evaluasi keandalan struktur bangunan gedung yang telah berdiri”.
Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Standardisasi (PPIS) 2012. Badan Standar Nasional.