Teori Harapan
Teori harapan (expectancy theory) pada mulanya dikembangkan oleh Edwards kemudian
dilanjutkan oleh Atkinson. Rumus motivasi yang dikembangkan adalah:
M= p x l
Dimana: M = motivasi
Rumus tersebut disebut teori harapan atau model ekspektansi valid, karena motivasi itu
harapan anak terhadap hadiah. Dalam arti, motivasi anak terhadap sesuatu adalah tergantung
pada produk estimasinya terhadap peluang mencapai keberhasilan peluang yang diyakini akan
berhasil, dan nilai yang ditempatkan atas keberhasilan yang dicapai (nilai intensif yang diperoleh
atas keberhasilan yang dicapai). Perlu diperhatikan bahwa rumus motivasi yang dikembangkan
oleh Edwards dan Atkinson tersebut menunjukkan perkalian, sehingga jika anak percaya bahwa
kemungkinan berhasil mengerjakan sesuatu adalah nol, jika dia tidak menilai pentingnya insentif
setelah mencapai keberhasilan, maka motivasinya akan nol.
Aspek penting dalam teori harapan itu adalah bahwa dalam situasi dan kondisi tertentu,
probabilitas keberhasilan yang sangat tinggi akan dapat menjadi pengganggu motivasi. Misalnya,
jika seorang anak merasa mempunyai kemampuan nilai tinggi dalam pelajaran matematika, maka
dia tidak akan bekerja keras (menyepelekan).
Teori harapan ini memiliki implikasi penting bagi pendidikan, yaitu hendaknya tugas
yang deberikan kepada siswa tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Demikian pula tidak
memberikan saran bahwa pertanyaan yang diberikan dalam soal ujian memiliki tingkat kesulitan
rendah atau hanya dapat dijawab oleh separoh peserta didik. Oleh karena itu pencapaian nilai
pada suatu mata pelajaran hendaknya hanya dapat dicapai oleh peserta didik yang benar-benar
menunjukkan usaha keras.
Atkinson (1964) menyatakan bahwa individu dapat dimotivasi untuk berprestasi dengan
cara : memperoleh kebehasilan atau menghindari kegagalan. Orang yang lebih termotivasi untuk
mencapai keberhasilan disebut pencari keberhasilan (succes seekers), dan yang lebih termotivasi
untuk menghindari kegagalan disebut penghindar kegagalan (failure avoiders). Karakteristik
utama penghindar kegagalan adalah adanya kecenderungan untuk memilih tugas yang mudah
atau sebaliknya yang paling sukar dikerjakan, sementara itu pencari keberhasilan cenderung
memilih tugas yang memiliki tingkat kesulitan yang sedang. Demikian pula, penghindar
kegagalan memilih karir yang tidak realistic, sedangkan pencari keberhasilan memilih karir yang
lebih realistic.
Bentuk ekstrim dari motif untuk menghindari kegagalan disebut ketidak berdayaan dalam
belajar (learned helplessness). Ketidak berdayaan dalam belajar timbul dari inkonsistensi
konsistenan, penggunaan penghargaan yang tidak dapat diprekdisikan, dan hukuman yang
diberikan oleh pendidik, sehingga peserta didik merasa kecil peluangnya untuk berhasil. Untuk
mengatasi masalah ini, pendidik dapatmengarahkan peserta didik untuk memfokuskan pada
tujuan belajar, bukan tujuan kinerja, karena tujuan belajar itu dapat dicavai oleh semua peserta
didik.
Bebrapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam membantu peserta didik yang ,engalami
ketidak berdayaan dalam belajar adalah sebagai berikut: