Anda di halaman 1dari 3

3.

Teori Harapan

Teori harapan (expectancy theory) pada mulanya dikembangkan oleh Edwards kemudian
dilanjutkan oleh Atkinson. Rumus motivasi yang dikembangkan adalah:

M= p x l

Dimana: M = motivasi

P = probabilitas yang diyakini untuk berhasil

I = nilai insentif yang diperoleh atas keberhasilan yang akan dicapai

Rumus tersebut disebut teori harapan atau model ekspektansi valid, karena motivasi itu
harapan anak terhadap hadiah. Dalam arti, motivasi anak terhadap sesuatu adalah tergantung
pada produk estimasinya terhadap peluang mencapai keberhasilan peluang yang diyakini akan
berhasil, dan nilai yang ditempatkan atas keberhasilan yang dicapai (nilai intensif yang diperoleh
atas keberhasilan yang dicapai). Perlu diperhatikan bahwa rumus motivasi yang dikembangkan
oleh Edwards dan Atkinson tersebut menunjukkan perkalian, sehingga jika anak percaya bahwa
kemungkinan berhasil mengerjakan sesuatu adalah nol, jika dia tidak menilai pentingnya insentif
setelah mencapai keberhasilan, maka motivasinya akan nol.

Aspek penting dalam teori harapan itu adalah bahwa dalam situasi dan kondisi tertentu,
probabilitas keberhasilan yang sangat tinggi akan dapat menjadi pengganggu motivasi. Misalnya,
jika seorang anak merasa mempunyai kemampuan nilai tinggi dalam pelajaran matematika, maka
dia tidak akan bekerja keras (menyepelekan).

Teori harapan ini memiliki implikasi penting bagi pendidikan, yaitu hendaknya tugas
yang deberikan kepada siswa tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Demikian pula tidak
memberikan saran bahwa pertanyaan yang diberikan dalam soal ujian memiliki tingkat kesulitan
rendah atau hanya dapat dijawab oleh separoh peserta didik. Oleh karena itu pencapaian nilai
pada suatu mata pelajaran hendaknya hanya dapat dicapai oleh peserta didik yang benar-benar
menunjukkan usaha keras.

4. Teori Motivasi Berprestasi


Salah satu teori paling penting dalam psikologi adalah motivasi berprestasi, yakni
kecenderungan antuk mencapai keberhasilan atau tujuan, dan melakukan kegiatan yang
mengarah pada kesuksesan/ kegagalan. Peserta didik yang mempunyai motivasi berprestasi,
mereka cenderung memilih partner yang cakap dalam mengerjakan tugas. Sebaliknya, peserta
didik yang mempunyai motivasi yberafiliasi merupakan kebutuhan yang diekspresikan untuk
mencintai dan menerima lebih menyukai memilih partner kerja berdasarkan persahabatan.
Peserta didik yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi akan belajar lebih lama dibandingkan
dengan peserta didik yang bermotivasi berprestasi rendah.

Motivasi berprestasi merupakan keinginan untuk memperoleh keberhasilan dan


berpartisipasi aktif dalam suatu kegiatan. Nicholls (1984) dalam mengkaji motivasi berprestasi
mengklasifikasikan peserta didik yang berorientasi pada tujuan belajar (learning goals atau
mastery goals)dan peserta didik yang berorientasi pada tujuan kinerja (performance goals).
Pesrta didik yang terdorong kearah tujuan belajar akan mengambil pelajaran yang sukar dan
berupaya mencari tantangan, sementara itu peserta didik yang berorientasi pada kinerja terfokus
pada perolehan nilai yang baik, mengambil mata pelajaran yang mudah, dan menghindari situasi
yang menantang.

Atkinson (1964) menyatakan bahwa individu dapat dimotivasi untuk berprestasi dengan
cara : memperoleh kebehasilan atau menghindari kegagalan. Orang yang lebih termotivasi untuk
mencapai keberhasilan disebut pencari keberhasilan (succes seekers), dan yang lebih termotivasi
untuk menghindari kegagalan disebut penghindar kegagalan (failure avoiders). Karakteristik
utama penghindar kegagalan adalah adanya kecenderungan untuk memilih tugas yang mudah
atau sebaliknya yang paling sukar dikerjakan, sementara itu pencari keberhasilan cenderung
memilih tugas yang memiliki tingkat kesulitan yang sedang. Demikian pula, penghindar
kegagalan memilih karir yang tidak realistic, sedangkan pencari keberhasilan memilih karir yang
lebih realistic.

a. Ketidak berdayaan dalam belajar

Bentuk ekstrim dari motif untuk menghindari kegagalan disebut ketidak berdayaan dalam
belajar (learned helplessness). Ketidak berdayaan dalam belajar timbul dari inkonsistensi
konsistenan, penggunaan penghargaan yang tidak dapat diprekdisikan, dan hukuman yang
diberikan oleh pendidik, sehingga peserta didik merasa kecil peluangnya untuk berhasil. Untuk
mengatasi masalah ini, pendidik dapatmengarahkan peserta didik untuk memfokuskan pada
tujuan belajar, bukan tujuan kinerja, karena tujuan belajar itu dapat dicavai oleh semua peserta
didik.

Bebrapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam membantu peserta didik yang ,engalami
ketidak berdayaan dalam belajar adalah sebagai berikut:

1) Penekanan pada tindakan positif


Pesrta didik mempunyai kelebihan dan gunakan kelebihan tersebut untuk menciptakan
prestasi.
2) Pengurangan tindakan negative
Jangan memainkan keemahan peserta didik. Jelaskan secara langsung kepadanya secara
bijaksana tentang kelemahannya.
3) Berangkat dari pengenalan sesuatu yang baru, menggunakan kerangka cantolan (advance
orgaineizer) atau diskoveri terbimbing (guided discovery).
Banyak peserta didik mempunyai kesulitan dalam belajar konsep, keterampilan ataupun
ide-ide sehingga mereka tidak mengenalnya. Peserta didik cenderung mengaitkan
pelajaran dengan pengalaman sehari-hari.
4) Ciptakan tantangan dalam belajar
Hal ini dimaksudkan agar peserta didik secara aktif merumuskan masalah dan
memecahkannya dengan menggunaka pengetahuan dn keterampilannya sendiri.

b. Implikasi dalam pendidikan


Temuan beberapa penelitian tentang motivasi berprestasi dapat memberikan implikasi
penting dalam pendidikan. Pertama, pendidik hendaknya meyakinkan pada peserta didik
bahwa belajar merupakan tujuan akademik. Kedua, pendidik hendaknya menghindari
penggunaan sistem insentif atau penilaian yang bersifat kompetitif, karena apabila peserta
didik mengetahui bahwa hanya ada beberapa peserta didik yang mampu mencapai
standar penilaian tertentu, maka peserta didik akan mengalami penurunan motivasi dalam
belajar.

Anda mungkin juga menyukai