Anda di halaman 1dari 15

PARADIGMA BARU DALAM PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN PKn

Untuk mencapai keberhasilan proses belajar, faktor motivasi merupakan kunci utama.
Seorang guru harus mengetahui secara pasti mengapa seorang siswa memiliki berbagai
macam motif dalam belajar. Ada empat katagori yang perlu diketahui oleh seorang guru yang
baik terkait dengan motivasi “mengapa siswa belajar”, yaitu (1) motivasi intrinsik (siswa
belajar karena tertarik dengan tugas-tugas yang diberikan), (2) motivasi instrumental (siswa
belajar karena akan menerima konsekuensi: reward atau punishment), (3) motivasi sosial
(siswa belajar karena ide dan gagasannya ingin dihargai), dan (4) motivasi prestasi (siswa
belajar karena ingin menunjukkan kepada orang lain bahwa dia mampu melakukan tugas
yang diberikan oleh gurunya).
Dalam paradigma baru pendidikan, tujuan pembelajaran bukan hanya untuk merubah
perilaku siswa, tetapi membentuk karakter dan sikap mental profesional yang berorientasi
pada global mindset. Fokus pembelajarannya adalah pada ‘mempelajari cara belajar’
(learning how to learn) dan bukan hanya semata pada mempelajari substansi mata pelajaran.
Sedangkan pendekatan, strategi dan metoda pembelajarannya adalah mengacu pada konsep
konstruktivisme yang mendorong dan menghargai usaha belajar siswa dengan proses enquiry
& discovery learning. Dengan pembelajaran konstruktivisme memungkinkan terjadinya
pembelajaran berbasis masalah. Siswa sebagai stakeholder terlibat langsung dengan masalah,
dan tertantang untuk belajar menyelesaikan berbagai masalah yang relevan dengan kehidupan
mereka. Dengan skenario pembelajaran berbasis masalah ini siswa akan berusaha
memberdayakan seluruh potensi akademik dan strategi yang mereka miliki untuk
menyelesaikan masalah secara individu/kelompok. Prinsip pembelajaran konstruktivisme
yang berorientasi pada masalah dan tantangan akan menghasilkan sikap mental profesional,
yang disebut researchmindedness dalam pola pikir siswa, sehingga kegiatan pembelajaran
selalu menantang dan menyenangkan.
Mengapa Pakem. Pakem yang merupakan singkatan dari pembelajaran aktif, kreatif, efektif
dan menyenangkan, merupakan sebuah model pembelajaran kontekstual yang melibatkan
paling sedikit empat prinsip utama dalam proses pembelajarannya. Pertama, proses Interaksi
(siswa berinteraksi secara aktif dengan guru, rekan siswa, multi-media, referensi, lingkungan
dsb). Kedua, proses Komunikasi (siswa mengkomunikasikan pengalaman belajar mereka
dengan guru dan rekan siswa lain melalui cerita, dialog atau melalui simulasi role-play).
Ketiga, proses Refleksi, (siswa memikirkan kembali tentang kebermaknaan apa yang mereka
telah pelajari, dan apa yang mereka telah lakukan). Keempat, proses Eksplorasi (siswa
mengalami langsung dengan melibatkan semua indera mereka melalui pengamatan,
percobaan, penyelidikan dan/atau wawancara).
Pelaksanaan Pakem harus memperhatikan bakat, minat dan modalitas belajar siswa, dan
bukan semata potensi akademiknya. Dalam pendekatan pembelajaran Quantum (Quantum
Learning) ada tiga macam modalitas siswa, yaitu modalitas visual, auditorial dan kinestetik.
Dengan modalitas visual dimaksudkan bahwa kekuatan belajar siswa terletak pada indera
‘mata’
(membaca teks, grafik atau dengan melihat suatu peristiwa), kekuatan auditorial terletak pada
indera ‘pendengaran’ (mendengar dan menyimak penjelasan atau cerita), dan kekuatan
kinestetik terletak pada ‘perabaan’ (seperti menunjuk, menyentuh atau melakukan). Jadi,
dengan memahami kecenderungan potensi modalitas siswa tersebut, maka seorang guru harus
mampu merancang media, metoda/atau materi pembelajaran kontekstual yang relevan dengan
kecenderungan potensi atau modalitas belajar siswa.
Peranan Seorang Guru. Agar pelaksanaan Pakem berjalan sebagaimana diharapkan, John B.
Biggs and Ross Telfer, dalam bukunya “The Process of Learning”, 1987, edisi kedua,
menyebutkan paling tidak ada 12 aspek dari sebuah pembelajaran kreatif, yang harus
dipahami dan dilakukan oleh seorang guru yang baik dalam proses pembelajaran terhadap
siswa:

1. Memahami potensi siswa yang tersembunyi dan mendorongnya untuk berkembang


sesuai dengan kecenderungan bakat dan minat mereka,
2. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar meningkatkan rasa tanggung
jawab dalam melaksanakan tugas dan bantuan jika mereka membutuhkan,
3. Menghargai potensi siswa yang lemah/lamban dan memperlihatkan entuisme terhadap
ide serta gagasan mereka,
4. Mendorong siswa untuk terus maju mencapai sukses dalam bidang yang diminati dan
penghargaan atas prestasi mereka,
5. Mengakui pekerjaan siswa dalam satu bidang untuk memberikan semangat pada
pekerjaan lain berikutnya.
6. Menggunakan kemampuan fantasi dalam proses pembelajaran untuk membangun
hubungan dengan realitas dan kehidupan nyata.
7. Memuji keindahan perbedaan potensi, karakter, bakat dan minat serta modalitas gaya
belajar individu siswa,
8. Mendorong dan menghargai keterlibatan individu siswa secara penuh dalam proyek-
proyek pembelajaran mandiri,
9. Menyatakan kapada para siswa bahwa guru-guru merupakan mitra mereka dan
perannya sebagai motivator dan fasilitator bagi siswa.
10. Menciptakan suasana belajar yang kondusif dan bebas dari tekanan dan intimidasi
dalam usaha meyakinkan minat belajar siswa,
11. Mendorong terjadinya proses pembelajaran interaktif, kolaboratif, inkuiri dan
diskaveri agar terbentuk budaya belajar yang bermakna (meaningful learning) pada
siswa.
12. Memberikan tes/ujian yang bisa mendorong terjadinya umpan balik dan
semangat/gairah pada siswa untuk ingin mempelajari materi lebih dalam.

Selanjutnya bentuk-bentuk pertanyaan yang dapat menggugah terjadinya ”pembelajaran aktif,


kreatif, efektif dan menyenangkan” (Pakem), bisa diterapkan antara lain dalam salah satu
kegiatan belajar kelompok (studi kasus). Menurut Wassermen (1994), pertanyaan-pertanyaan
yang memerlukan pemikiran yang dalam untuk sebuah solusi atau yang bersifat mengundang,
bukan instruksi atau memerintah. Misalnya dengan menggunakan kata kerja :
menggambarkan, membandingkan, menjelaskan, menguraikan atau dengan menggunakan
kata-kata: apa, mengapa atau bagaimana dalam kalimat bertanya. Berikut adalah beberapa
contoh bentuk pertanyaan yang bisa memberikan respon kreatif terhadap pertanyaan-
pertanyaan tersebut.

1. Jelaskan bagaimana situasi ini bisa ditangani secara berbeda ?


2. Bandingkan situasi ini dengan situasi sekarang !
3. Ceriterakan contoh yang sama dengan pengalaman Anda sendiri !

Para siswa bisa juga diminta untuk menjawab sejumlah pertanyaan yang nampaknya sesuai
dengan semua skenario. Contoh pertanyaan-pertanyaan berikut dapat memprovokasi siswa
untuk berpikir tentang kasus yang dibahas.

1. Apa yang Anda bayangkan sebagai kemungkinan dari akibat tindakan tersebut ?
2. Dengan melihat kebelakang, bagaimana Anda menilai diri Anda sendiri ?
3. Dengan mengatakan yang sesungguhnya, apa kesimpulan Anda tentang isu penting
itu ?
Proses pembelajaran akan berlangsung seperti yang diharapkan dalam pelaksanaan konsep
Pakem jika peran para guru dalam berinteraksi dengan siswanya selalu memberikan motivasi,
dan memfasilitasinya tanpa mendominasi, memberikan kesempatan untuk berpartisipasi aktif,
membantu dan mengarahkan siswanya untuk mengembangkan bakat dan minat mereka
melalui proses pembelajaran yang terencana. Perlu dicatat bahwa tugas dan tanggung jawab
utama para guru dalam paradigma baru pendidikan ”bukan membuat siswa belajar” tetapi
”membuat siswa mau belajar”, dan juga ”bukan mengajarkan mata pelajaran” tetapi
”mengajarkan cara bagaimana mempelajari mata pelajaran”. Prinsip pembelajaran yang perlu
dilakukan: ”Jangan meminta siswa Anda hanya untuk mendengarkan, karena mereka akan
lupa. Jangan membuat siswa Anda memperhatikan saja, karena mereka hanya bisa
mengingat. Tetapi yakinkan siswa Anda untuk melakukannya, pasti mereka akan mengerti”.
Penilaian Hasil Belajar. Sebuah pertanyaan untuk direnungkan. Apakah sebuah ”Penilaian
Mendorong Pembelajaran ?” atau apakah ”pembelajaran itu untuk mempersiapkan sebuah tes
? ” atau apakah ’Pembelajaran dan Tes’ tersebut dilakukan guna mendapatkan pengakuan
tentang kompetensi yang diperlukan siswa atau sekolah? Dalam pelaksanaan konsep Pakem,
penilaian dimaksudkan untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa, baik itu keberhasilan
dalam proses maupun keberhasilan dalam lulusan (output). Keberhasilan proses dimaksudkan
bahwa siswa berpartisipasi aktif, kreatif dan senang selama mengikuti kegiatan pembelajaran.
Sedangkan keberhasilan lulusan (output) adalah siswa mampu menguasai sejumlah
kompetensi dan standar kompetensi dari setiap Mata Pelajaran, yang ditetapkan dalam sebuah
kurikulum. Inilah yang disebut efektif dan menyenangkan. Jadi, penilaian harus dilakukan
dan diakui secara komulatif. Penilaian harus mencakup paling sedikit tiga aspek :
pengetahuan, sikap dan keterampilan. Ini tentu saja melibatkan Professional Judgment
dengan memperhatikan sifat obyektivitas dan keadilan. Untuk ini, pendekatan Penilaian
Acuan Norma (PAN) dan Penilaian Acuan Patokan (PAP) merupakan pendekatan penilaian
alternatif yang paling representatif untuk menentukan keberhasilan pembelajaran Model
Pakem.
Media dan bahan ajar. ”Media dan Bahan Ajar” selalu menjasi penyebab ketidakberhasilan
sebuah proses pembelajaran di sekolah. Sebuah harapan yang selalu menjadi wacana di
antara para pendidik/guru kita dalam melaksanakan tugas mengajar mereka di sekolah adalah
tidak tersedianya ’media pembelajaran dan bahan ajar’ yang cukup memadai. Jawaban para
guru ini cukup masuk akal. Seakan ada korelasi antara ketersediaan ’media bahan ajar’ di
sekolah dengan keberhasilan pembelajarn siswa. Kita juga sepakat bahwa salah satu
penyebab ketidakberhasilan proses pemblajarn siswa di sekolah adalah kurangnya media dan
bahan ajar.
Kita yakin bahwa pihak manajemen sekolah sudah menyadarinya. Tetapi, sebuah alasan
klasik selalu kita dengar bahwa ”sekolah tidak punya dana untuk itu”!.
Dalam pembelajaran Model Pakem, seorang guru mau tidak mau harus berperan aktif,
proaktif dan kreatif untuk mencari dan merancang media/bahan ajar alternatif yang mudah,
murah dan sederhana. Tetapi tetap memiliki relevansi dengan tema mata pelajaran yang
sedang dipelajari siswa. Penggunaan perangkat multimedia seperti ICT sungguh sangat ideal,
tetapi tidak semua sekolah mampu mengaksesnya. Tanpa merendahkan sifat dan nilai
multimedia elektronik, para guru dapat memilih dan merancang media pembelajaran
alternatif dengan menggunakan berbagai sumber lainnya, seperti bahan baku yang murah dan
mudah di dapat, seperti bahan baku kertas/plastik, tumbuh-tumbuhan, kayu dan sebagainya,
guna memotivasi dan merangsang proses pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan.
Dalam kesempatan melakukan studi banding di Jerman, saya melihat bagaimana seorang
guru fisika di sebuah Sekolah Kejuruan (Berlin) menggunakan alat peraga simulasi
(Holikopter) yang dibuat dari kertas karton yang diapungkan didepan kelas dengan
menggunakan sebuah blower untuk memudahkan para siswa dalam memahami prinsip-
prinsip yang berkaitan dengan mata pelajaran fisika tersebut. Proses pembelajarannya mudah
dipahami dan sangat menyenangkan. Media simulasi ini tidak dibeli sudah jadi, tetapi
dirancang oleh seorang guru mata pelajaran fisika itu sendiri. Saya kira inilah yang disebut
guru yang kreatif. Jadi, model
’pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan’, atau yang kita sebut dengan
PAKEM itu tidak selalu mahal. Unsur kreatifitas itu bukan terletak pada produk/media yang
sudah jadi, tetapi lebih pada pola fikir dan strategi yang digunakan secara tepat oleh seorang
guru itu sendiri dalam merancang dan mengajarkan materi pelajarannya.
Dalam merancang sebuah media pembelajaran, aspek yang paling penting untuk diperhatikan
oleh seorang guru adalah karakteristik dan modalitas gaya belajar individu peserta didik,
seperti disebutkan dalam pendekatan ’Quantum Learning’ dan Learning Style Inventory’.
Media yang dirancang harus memiliki daya tarik tersendiri guna merangsang proses
pembelajaran yang menyenangkan. Sementara ini media pembelajaran yang relatif cukup
representatif digunakan adalah media elektronik (Computer – Based Learning). Selanjutnya
skenario penyajian ’bahan ajar’ harus dengan sistem modular dengan mengacu pada
pendekatan Bloom Taksonomi. Ini dimaksudkan agar terjadi proses pembelajaran yang
terstruktur, dinamis dan fleksibel, tanpa harus selalu terikat dengan ruang kelas, waktu
dan/atau guru. Perlu dicatat bahwa tujuan akhir mempelajari sebuah mata pelajaran adalah
agar para siswa memiliki kompetensi sebagaimana ditetapkan dalam Standar Kompetensi
(baca Kurikulum Nasional). Untuk itu langkah/skenario penyajian pembelajarn dalam setiap
topik/mata pelajaran harus dituliskan secara jelas dalam sebuah Modul. Dengan demikian
diharapkan para siswa akan terlibat dalam proses pembelajaran tuntas (Mastery Learning)
dan bermakna (Meaningful Learning).

PARADIGMA BARU PKN (NEW CIVIC EDUCATION)

PARADIGMA BARU Pendidikan Kewarganegaraan


(NEW CIVIC EDUCATION)
 CIVIC KNOWLEDGE   (Pengetahuan Kewarganegaraan)
 CIVIC SKILLS (Keterampilan Kewarganegaraan)
 CIVIC DISPOSITIONS/TRAITS (Karakter Kewarganegaraan)
 TUGAS PKn PARADIGMA BARU  Tugas PKn paradigma baru adalah mengembangkan
pendidikan demokrasi yang mengemban tiga fungsi pokok, yaitu:
 Mengembangkan kecerdasan warga negara (civic intelegence)
 Membina tanggungjawab warga negara  (civic responsibility)
 Mendorong partisipasi warga negara   (civic participation)
 Kecerdasan warga negara yang hendak dikembangkan untuk membentuk warga
negara yang baik bukan hanya dalam dimensi rasional saja, melainkan juga dimensi spiritual,
emosional, dan sosial
 Untuk mengembangkan masyarakat demokratis melalui PKn diperlukan suatu strategi
dan pendekatan pembelajaran khusus yang sesuai dengan paradigma baru PKn
 Model pembelajaran yang dianggap sesuai dan paling tepat adalah model
pembelajaran kewarganegaraan berbasis portofolio
 MODEL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO 
 Model pembelajaran PKn dengan paradigma baru memiliki karakteristik:
 Membelajarkan dan melatih siswa berpikir kritis
 Membawa siswa mengenal, memilih, dan memecahkan masalah
 Melatih siswa dalam berpikir sesuai dengan metode ilmiah
 Melatih siswa untuk berpikir dengan keterampilan sosial lain yang sejalan dengan
pendekatan inkuiri
 TUJUAN PKN 
 berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan,
 berpartisipasi secara bermutu dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas
dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,
 berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada
karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa
lainnya.
 berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau
tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

PENGEMBANGAN MATERI PEMBELAJARAN PKn

Oleh Lala Nurhilaliah 

A. PENDAHULUAN

Salah satu misi yang diemban PKn adalah sebagai pendidikan karakter. Misi lain adalah
sebagai pendidikan politik /pendidikan demokrasi, pendidikan moral
dan pendidikan hukum di persekolahan. Dibandingkan dengan mata pelajaran lain, mata pelaj
aran PKn dan Agama memiliki posisi sebagai ujung tombak dalam pendidikan karakter.
Maksudnya dalam kedua mata pelajaran tersebut pendidikan karakter harus menjadi tujuan
pembelajaran. Perubahan karakter peserta didik merupakan usaha yang
disengaja/direncanakan (instructional effect ) , bukan sekedar dampak
ikutan/pengiring(nurturant effect ). Hal ini dapat ditunjukkan bahwa komponen PKn adalah
pengetahuan, ketrampilan dan karakter kewarganegaraan. Dengan kata lain tanpa ada
kebijakan pengintegrasian pendidikan karakter kedalam berbagai mata pelajaran, PKn harus
mengembangkan pendidikan karakter. Lebih-lebih dengan adanya kebijakan pengembangan
pendidikan karakter yang terintegrasi, ini merupakan tantangan untuk menunjukan bahwa
PKn sebagai ujung tombak yang tajam bukan tumpul bagi pendidikan karakter. Dalam modul
ini, fokus pembahasannya pada bagaimana mengembangkankarakter dalam materi
pembelajaran PKn. Untuk sampai pada focus secara sistematisdiuraikan lebih dulu mengenai
nilai-nilai karakter dalam PKn dan pengembangan karakter dalam PKn.

B. NILAI-NILAI KARAKTER UNTUK MATA PELAJARAN PKN

 Nilai-nilai karakter untuk Mata Pelajaran PKn meliputi nilai karakter pokok dan nilai
karakter utama. Nilai karakter pokok mata pelajaran PKn yaitu : kereligiusan, kejujuran,
kecerdasan, ketangguhan, kedemokratisan, dan kepedulian. Sedangkan nilai karakter utama
mata pelajaran PKn yaitu : nasionalis, kepatuhan pada aturan sosial, menghargai
keberagaman, kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain, bertanggung jawab,
berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, dan kemandirian. Nilai-nilai karakter utama ini
dapat dikembangkan lebih luas, untuk upaya memperkokoh fungsi PKn sebagai pendidikan
karakter.

BAB I
PENDEKATAN KONTEKSTUAL

Ada kecendrungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih
baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami
apa yang dipelajarinya, bukan memgetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada
penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek tetapi gagal
dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang.
Pendekatan kontektual (Contextual Teaching and Learning /CTL) merupakan konsep belajar
yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata
siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan
konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran
berlansung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer
pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil
dalam kelas kontektual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya,
guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru
mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang
baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan
dari apa kata guru.Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan
kontekstual.

A. Pemikiran tentang belajar


Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecendrungan pemikiran tentang belajar
sebagai berikut.
1. Proses belajar

 Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan


di benak mereka sendiri
 Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari
pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru
 Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki sesorang itu terorganisasi dan
mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan
 Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang
terpisak, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
 Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru.
 Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi
didrinya, dan bergelut dengan ide-ide
 Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan
terus seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan
sesorang.

2. Transfer Belajar

 Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain
 Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sedikit demi
sedikit)
 Penting bagi siswa tahu untuk apa dia belajar dan bagaimana ia menggunakan
pengetahuan dan keterampilan itu

3. Siswa sebagai Pembelajar


 Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang
anak mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru
 Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru.
Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting
 Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara yang baru dan yang
sudah diketahui.
 Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan kepada
siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa
untuk menerapkan strategi mereka sendiri.

4. Pentingnya lingkungan Belajar

 Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari
guru akting di depan kelas, siswa menonton ke siswa akting bekerja dan berkarya,
guru mengarahkan.
 Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan
baru mereka.Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya
 Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian yang benar
 Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.

B. Hakekat Pembelajaran Kontekstual


Pembelajarn kontekstual (Contextual Teaching and learning) adalah konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata
siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen
utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya
(Questioning), menemukan ( Inquiri), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan
(Modeling), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment)
C.Pengertian CTL

1. Merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa
untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan
materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial,
dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan yang secara
fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke
permasalahan/ konteks lainnya.
2. Merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang
diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong pebelajar membuat hubungan
antara materi yang diajarkannya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sebagai anggota keluarga dan masyarakat

D. Perbedaan Pendekatan Kontekstual Dengan Pendekatan Tradisional


NO. CTL TRADISONAL

1 Pemilihan informasi berdasarkan kebutuh-an Pemilihan informasi di-


siswa tentukan oleh guru

2 Siswa terlibat secara aktif dalam proses Siswa secara pasif


pembelajaran menerima informasi

3 Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata/- Pembelajaran sangat abstrak


masalah yang disi-mulasikan dan teoritis

4 Selalu mengkaitkan informasi dengan Memberikan tumpukan


pengetahuan yang telah dimiliki siswa informasi kepada siswa
sampai saatnya diperlukan

5 Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang Cenderung terfokus pada


satu bidang (disiplin)
tertentu

6 Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk Waktu belajar siswa se-


menemukan, menggali, berdiskusi, berpikir kritis, bagian besar dipergu-nakan
atau mengerjakan proyek dan pemecahan masalah untuk mengerja-kan buku
(melalui kerja kelompok) tugas, men-dengar ceramah,
dan mengisi latihan yang
membosankan (melalui
kerja individual)

7 Perilaku dibangun atas kesadaran diri Perilaku dibangun atas


kebiasaan

8 Keterampilan dikem-bangkan atas dasar Keterampilan dikem-


pemahaman bangkan atas dasar latihan

9 Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan diri Hadiah dari perilaku baik
adalah pujian atau nilai
(angka) rapor

10 Siswa tidak melakukan hal yang buruk karena Siswa tidak melakukan
sadar hal tsb keliru dan merugikan sesuatu yang buruk karena
takut akan hukuman

11 Perilaku baik berdasar-kan motivasi intrinsic Perilaku baik berdasar-kan


motivasi ekstrinsik

12 Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks Pembelajaran hanya terjadi


dan setting dalam kelas

13 Hasil belajar diukurmelalui penerapan penilaian Hasil belajar diukur melalui


autentik kegiatan akademik dalam
bentuk tes/ujian/ulangan.
BAB 2
PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DI KELAS

CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang
bagaimanapun keadaannya. Pendekatan CTL dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar,
langkahnya sebagai berikut ini.

1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja
sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya
2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik
3. kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya
4. Ciptakan masyarakat belajar
5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan
7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara

A. Tujuh Komponen CTL


1. KONSTRUKTIVISME
• Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan
awal
• Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima
pengetahuan
2. INQUIRY
• Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman
• Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis
3. QUESTIONING (BERTANYA)
• Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa
• Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry
4. LEARNING COMMUNITY (MASYARAKAT BELAJAR)
• Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar
• Bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri
• Tukar pengalaman
• Berbagi ide
5. MODELING (PEMODELAN)
• Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar
• Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya
6. REFLECTION ( REFLEKSI)
• Cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari
• Mencatat apa yang telah dipelajari
• Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok
7. AUTHENTIC ASSESSMENT (PENILAIAN YANG SEBENARNYA)
• Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa
• Penilaian produk (kinerja)
• Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual
B. Karakteristik Pembelajaran CTL
• Kerjasama
• Saling menunjang
• Menyenangkan, tidak membosankan
• Belajar dengan bergairah
• Pembelajaran terintegrasi
• Menggunakan berbagai sumber
• Siswa aktif
• Sharing dengan teman
• Siswa kritis guru kreatif
• Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel,
humor dan lain-lain
• Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil
pratikum, karangan siswa dan lain-lain
BAB 3
MENYUSUN RENCANA PEMBELAJARAN BERBASIS KONTEKSTUAL
Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan
kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan
dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam
program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, materi
pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan authentic assessmennya.
Dalam konteks itu, program yang dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang apa
yang akan dikerjakannya bersama siswanya.
Secara umum tidak ada perbedaan mendasar format antara program pembelajaran
konvensional dengan program pembelajaran kontekstual. Sekali lagi, yang membedakannya
hanya pada penekanannya. Program pembelajaran konvensional lebih menekankan pada
deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan operasional), sedangkan program untuk
pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada skenario pembelajarannya.
Atas dasar itu, saran pokok dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)
berbasis kontekstual adalah sebagai berikut.

1. Nyatakan kegiatan pertama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan siswa


yang merupakan gabungan antara Standara Kompetensi, Kompetensi dasar, Materi
Pokok dan Pencapaian Hasil Belajar
2. Nyatakan tujuan umum pembelajarannya
3. Rincilah media untuk mendukung kegiatan itu
4. Buatlah skenario tahap demi tahap kegiatan siswa
5. Nyatakan authentic assessmentnya, yaitu dengan data apa siswa dapat diamati
partisipasinya dalam pembelajaran.

Sumber :
DIREKTORAT PEMBINAAN SMP
DIREKTORAT JENDERAL MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 2000

Anda mungkin juga menyukai