Seorang Anak 19 Bulan dengan KDK (Kejang Demam Komplek) dan DADRS (Diare
Akut Dehidrasi Ringan Sedang)
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat Dalam Menempuh
Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak
Oleh :
Alnia Rindang Khoirunisya
30101306863
Pembimbing:
dr. Saiful Mujab, Sp.A
Pembimbing,
1
I. IDENTITAS
a. Identitas Penderita
Nama : An. FZ
Umur : 19 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Bonang, Demak
Bangsal : Dahlia
No. CM : KLJG0120XXXX
Masuk RS : 18 Mei 2018
Jam : 13.00 WIB
3
g. Riwayat Pemeliharaan Prenatal :
Ibu memeriksakan kandungannya secara teratur. ANC (+) dilakukan
sejak bulan pertama mengetahui kehamilan hingga usia kehamilan 39 minggu
rutin dilakukan 1 kali per bulan di bidan. Ibu mengkonsumsi vitamin yang
diberikan oleh bidan. Ibu mengaku tidak menderita penyakit selama kehamilan.
Riwayat trauma dan perdarahan disangkal. Ibu tidak konsumsi obat dan jamu
selama kehamilan. Kenaikan berat badan ibu selama hamil ± 12 kg sejak awal
hingga akhir kehamilan. Intake nutrisi ibu saat hamil cukup yaitu makan 3 kali
sehari dengan nasi, sayur dan lauk pauk cukup serta minum air putih ± 1500 ml
air/hari.
Kesan : Riwayat pemeliharaan prenatal baik.
k. Riwayat Imunisasi :
MR 9 bulan
5
• Memiringkan Badan : 3 bulan
• Tengkurap dan mempertahankan posisi kepala : 8 bulan
• Duduk : 9 bulan
• Merangkak : 11 bulan
• Berdiri : 13 bulan
• Berjalan : 17 bulan
Saat ini anak berusia 19 bulan, interaksi dengan keluarga baik, tidak ada
gangguan emosional. Anak dapat bermain dengan keluarga dan orang lain.
6
HAZ Usia 19 bulan, TB : 80 cm
Kesan : perawakan sesuai dengan usianya ( 0 sampai -2 SD)
7
BMI usia 19 bulan, BMI : 8,7/0,6413,6
4. Status Internus
a. Kepala : Mesocephale,rambut hitam dan tidak mudah dicabut.
b. Kulit : sianosis (-), turgor kembali cepat < 2 detik, ikterus (-), ruam merah (-
), Petechie (-), kriput (-), kulit kering (-)
c. Mata : Pupil bulat, isokor, refleks cahaya (+/+),konjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-), cekung (+/+)
d. Hidung : bentuk normal, sekret (-/-), nafas cuping hidung (-), epistaksis (-/-)
e. Telinga : bentuk normal, serumen (-/-), discharge (-/-)
f. Mulut dan tenggorokan : sianosis (-), pendarahan gusi (-), kering (-),mukosa
hiperemis (-), tonsil T2-T2 hiperemis,eksudat (-), kripte melebar(-), faring
hiperemis (), granular (-).
g. Leher : simetris, pembesaran kelenjar limfe (-), kaku kuduk (-)
h. Thorax : Ruam merah (-), Bentuk dada normal, retraksi suprasternal (-),
retraksi subcostal (-), retraksi intercostal (-), SIC tidak melebar
8
Pulmo
- Inspeksi : hemithoraks dextra et sinistra simetris dalam keadaan statis
maupun dinamis, retraksi suprasternal, intercostal dan
epigastrial (-), ruam merah (-).
- Palpasi : strem fremitus dextra et sinistra simetris
- Perkusi : sonor seluruh lapang paru
- Auskultasi : suara dasar : vesikuler
suara tambahan : ronki (-/-), wheezing (-/-), stridor (-/-)
Cor
- Inspeksi : pulsasi ictus cordis tak tidak tampak
- Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V, 2 cm medial linea mid clavicula
sinistra, tidak melebar,tidak kuat angkat
- Perkusi :redup
- Auskultasi :BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-), bising (-)
i. Abdomen :
- Inspeksi : datar, ruam (-)
- Auskultasi : BU (+) Normal
- Perkusi : timpani
- Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar: tidak membesar, lien: tidak membesar,
turgor baik
Superior Inferior
Refleks Fisiologis +/+ +/+
Refleks Patologis -/- -/-
Capillary refill time < 2”/ < 2” < 2”/ < 2”
9
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Hematologi dan Kimia klinik tanggal 18 Mei 2018 pukul 10.44
HASIL PEMERIKSAAN NILAI RUJUKAN
Darah Rutin
- Hemoglobin 10,8 g/dL (L) 11 – 15
- Hematokrit 32,0 % (L) 40 – 52
- Leukosit 11.200/uL (H) 3800 – 10.600
- Trombosit 235.000/uL 150.000 – 400.000
Elektrolit
- Kalium 4,43 mmol/L 3,5 – 8
- Natrium 130,34 mmol/L (L) 135 – 147
- Calsium 10,74 mg/dL (H) 8,1 – 10,5
- Klorida 94,11 mmol/L (L) 95 – 105
- Magnesium 1,8 mg/dL (L) 1,9 – 2,5
Kesan : Anemia, Hemodilusi, Leukositosis
Feses Rutin tanggal 18 Mei 2018 pukul 17.26
Parameter Hasil
Lendir + (sedikit)
Amoeba -
Bakteri +
Leukosit +
Eritrosit +
Kesan: Disentri
10
Problem aktif Problem pasif
- Febris 2 hari mendadak terus - Nafsu makan menurun
menerus, suhu tinggi
- Kejang seluruh tubuh 2 kali
dalam 24 jam
- BAB cair 2 kali dalam sehari
- Mata cekung
- Anemia
- Hemodilusi
- Leukositosis
- Disentri
V. DIAGNOSIS BANDING
Kejang demam
1. Kejang Demam Komplek
2. Kejang Demam Simplek
3. Epilepsi
Diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang
1. Diare akut infeksi
- Virus
- Jamur
- Bakteri
- Parasit
2. Diare akut non infeksi
- Intoleransi Laktosa
- Makanan
- Disentri
11
• Diagnosis sosial ekonomi : Cukup
• Diagnosis Imunisasi : Imunisasi lengkap
• Diagnosis Pertumbuhan : Pertumbuhan baik
• Diagnosis Perkembangan : Perkembangan sesuai usia
VII. TERAPI
- 02 Nasal 2 lpm
- Infus RL 12 tpm
- Inj. Cefotaxim 3 x 200 mg
- Inj. Dexamethason 3 x 1 mg
- Inj. Parasetamol 4 x 90 mg
- Inj. Diazepam 3 x 1,5 mg puyer
12
Kejang yang berulang
Ip. Ex :
Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya memiliki prognosis yang baik
Memberitahukan cara penanganan kejang
Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat
adanya efek samping obat
Minum obat yang diberikan oleh dokter secara teratur
Assesment DADRS
IP Dx
- Subyektif : diare, muntah, panas, batuk, pilek
- Obyektif : darah rutin, feses rutin
IP Tx
Medikamentosa
- Inf. RL 12 tpm
- Inf. Paracetamol 4 x 90 mg
- Inj. Ondan ½ amp (jika mual) i.v
- P.O L-Bio 1 x 1 scht
- P.O Zinc 1 x 1 tab
Non Medikamentosa
- Tirah baring
- PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat)
- Makanan yang bergizi cukup
IP Mx
- Awasi KU dan tanda vital
- Monitoring frekuensi diare, konsistensi tinja, tanda – tanda dehidrasi
- Monitoring demam anak
- Monitoring nafsu makan dan minum
- Monitoring kondisi lain yang menyertai
IP Ex
- Memberitahukan pada pasien dan keluarganya tentang diare dan bagaimana
terapinya
- Menjaga higienitas baik dengan makanan dan minuman yang akan dikonsumsi\
13
- Tempat susu, gelas dan sendok (peralatan makan dan minum) harus selalu bersih
- Anak diberi minum yang banyak agar tidak dehidrasi
- Keluarga/ibu harus cuci tangan sebelum dan setelah memegang pasien
- Mencuci tangan dengan air dan sabun sebelum dan sesudah buang air besar
- Minum obat yang diberikan oleh dokter secara teratur
IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KEJANG DEMAM
1.) DEFINISI
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.1
Kejang demam adalah kejang yang berhubungan dengan demam (suhu diatas 39oC
per rektal) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut, terjadi
pada anak berusia 1 bulan dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.2
Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang demam adalah suatu
kejadian pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 6 bulan sampai 5 tahun,
berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau
penyebab tertentu.3 Anak yang pernah kejang tanpa demam, kemudian kejang demam
kembali tidak termasuk dalam kejang demam.1,3 Kejang demam harus dibedakan dengan
epilepsi, yaitu ditandai dengan kejang berulang tanpa demam.2 Bila anak berumur kurang
dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun menaglami kejang didahului demam, pikirkan
kemungkinan lain misalnya infeksi SSP atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama
demam.2
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada anak usia 3 bulan sampai dengan 5
tahun dan berhubungan dengan demam serta tidak didapatkan adanya infeksi ataupun
kelainan lain yang jelas di intrakranial.
Kejang demam dibagi menjadi dua kelompok yaitu kejang demam sederhana Aan
kejang demam kompleks.
Tabel perbedaan kejang demam simpleks dan kejang demam kompleks :
15
2. EPIDEMIOLOGI
Kejadian kejang demam di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 20% kasus merupakan
kejang demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan
(17-23 bulan). Kejang demam sedikit lebih sering pada laki-laki.3 Kejang demam terjadi
pada 2-4% anak berumur 6 bulan samapi 5 tahun.1Menurut The American of pediatrics
(AAP) usia termuda bangkitan kejang demam 6 bulan . Menurut IDAI, kejadian kejang
demam pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun hampir 2 - 5%.2,10 Kejang demam
merupakan salah satu kelainan saraf tersering pada anak. Berkisar 2 % - 5 % anak di bawah
5 tahun pernah mengalami bangkitan kejang demam. Lebih dari 90 % penderita kejang
demam terjadi pada anak berusia di bawah 5 tahun.
3. KLASIFIKASI
Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua :
a. Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya
akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan
fokal. Kejang tidak berulang dalam 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80
% diantara seluruh kejang demam.
b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini :
1.) Kejang lama > 15 menit
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang
berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar.
Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam.
2.) Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului kejang parsial
3.) Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.5
4. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Selain itu terdapat
faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan
terlambat, problem masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium
rendah. Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali
rekurensi atau lebih dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi atau lebih, resiko
rekurensi meningkat dengan usia dini, usia dibawah 15 bulan, cepatnya anak mendapat
16
kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga
kejang demam dan riwayat keluarga epilepsi. 5,6
Faktor risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari ialah adanya gangguan
neurodevelopmental, kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam keluarga,. 5,6
5. PATOFISIOLOGI
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur
3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang
dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion
Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan
listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel
maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmiter dan terjadilah kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi
rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu.
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38oC
sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu
40oC atau lebih.
17
6. MANIFESTASI KLINIS
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan
saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain.
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 - 48 jam pertama sewaktu demam, berlangsung
singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik – klonik, tonik, klonik, fokal atau
akinetik. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung
selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama,
biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya
terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya),
gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan.1,9,10
Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi
apapun untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit kemudian anak akan terbangun dan
sadar kembali tanpa kelainan saraf. Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya
18
tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama
(> 15 menit) sangat berbahaya dan dapat menimbulkan kerusakan permanen dari otak.4
7. DIAGNOSIS
a. Anamnesis
1.) Adanya kejang , jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum/saat kejang,
frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab demam diluar susunan saraf pusat.
2.) Riwayat perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi dalam keluarga.
3.) Singkirkan penyebab kejang lainnya.
b. Pemeriksaan fisik : kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsal meningeal, pemeriksaan
nervus kranial, tanda peningkatan tekanan intrakranial, tanda infeksi di luar SSP dan
pemeriksaan neurologis.6
c. Pemeriksaan Penunjang
1.) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam,
tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam,
atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan
laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula
darah, urinalisis, dan feses rutin.
2.) Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis bakterialis
adalah 0,6%-6,7%. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau
menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh
karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada ; bayi kurng dari 12 bulan sangat
dianjurkan dilakukan, bayi antara 12-18 bulan dianjurkan, bayi > 19 bulan tidak
rutin. Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.
5
19
Foto X- ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-
scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin
dan hanya atas indikasi seperti ; kelainan neurologik fokal yang menetap
(hemiparesis), paresis nervus VI, papil edema.5
8. DIAGNOSIS BANDING
Penyebab lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan, khususnya meningitis
atau ensefalitis. Pungsi Lumbal teriondikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis. Adanya
sumber infeksi seperti ototis media tidak menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah
mendapatkan antibiotika maka perlu pertimbangan pungsi lumbal. 2
9. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan saat kejang
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang
kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat
untuk menghentikan kejang adalah diazepam intravena adalah 0,3 -0,5 mg/kg
perlahan –lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit,
dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua
atau dirumah adalah diazepam rektal. Diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau
diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg
untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau Diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk
anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun.5
Bila setelah pemberian Diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi
dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali
pemberian Diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah
sakit dapat diberikan Diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila kejang
tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20
mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila
kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis
awal. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang
rawat intensif. Bila kejang berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis
kejang demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor
resikonya.5
20
b. Pemberian obat pada saat demam
1. Antipiretik
Dosis Paracetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan 4 kali
sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari.
2. Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 – 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada saat
demam menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30% -60% kasus, begitu
pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5oC.
Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi
yang cukup berat pada 25-39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin
pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.
21
valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari
dalam 1-2 dosis. Pengobatan rumat diberikan selama 1 tahun bebas kejang,
kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.
2. Hiperpireksi
1. Riwayat KD keluarga
22
b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher.
c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan
muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit,
jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut.
a. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
b. Tetap bersama pasien selama kejang.
c. Berikan diazepam rektal, dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
d. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih .5
11. VAKSINASI
Sejauh ini tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak yang
mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi jarang. Kejang demam
pasca imunisasi tidak memiliki kecenderungan berulang yang lebih besar daripada kejang
demam pada umumnya. Dan kejang demam pasca imunisasi kemungkinan besar tidak akan
berulang pada imunisasi berikutnya. Angka kejadian pasca vaksinasi DPT adalah 6-9 kasus
per 100.000 anak yang divaksinasi, Risiko ini tinggi pada hari imunisasi, dan menurun
setelahnya.5,7 Sedangkan setelah vaksinasi MMR 25-34 per 100.000, resiko meningkat pada
hari 8-14 setelah imunisasi.7 Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral atau rektal bila
anak demam, terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter anak
merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari kemudian.5
12. PROGNOSIS
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.8
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang
sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis
pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama
atau kejang berulang baik umum atau fokal. Kematian karena kejang demam tidak pernah
dilaporkan.5,9
23
BAGAN PENGHENTIAN KEJANG DEMAM
KEJANG
1. Diazepam rektal 0,5 mg/kgBB atau
Diazepam rektal
( 5menit )
Di Rumah Sakit
KEJANG
KEJANG
KEJANG
KETERANGAN :
1. Bila kejang berhenti terapi profilaksis intermitten atau rumatan diberikan berdasarkan
kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.
2. Pemberian fenitoin bolus sebaiknya secara drip intravena dicampur dengan cairan NaCl
fisiologis, untuk mengurangi efek samping aritmia dan hipotensi.6
24
B. DIARE
1. Definisi
Diare adalah buang air besar lembek atau cair bahkan dapat berupa air saja
dengan frekuensi lebih dari 3 kali atau lebih sering dari biasanya dan berlangsung
kurang dari 14 hari. Diare akut adalah buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam
dengan konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 1 minggu. Kematian disebabkan
karena dehidrasi. Penyebab terbanyak adalah infeksi rotavirus. Diare menyebabkan
gangguan gizi dan kematian.
2. Etiologi
a. Faktor Makanan
- Makanan busuk, mengandung racun
- Perubahan susunan makanan yang mendadak, sering terjadi pada bayi- bayi
- Susunan makanan yang tidak sesuai dengan umur bayi.
b. Faktor Infeksi :
- Faktor Parenteral :
Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan, seperti
infeksi saluran nafas, ISK, Otitis Media Akut (OMA), Tonsilofringitis,
Bronkopneumoni, Ensefalitis, dll.
- Faktor Enteral
Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama
diare pada anak.
Infeksi enteral meliputi:
Infeksi bakteri: Vibrio, E coli, Salmonela, Shigella, Campylobacter, yersinia,
Aeromonas, dan sebagainya.
Infeksi Virus : Entero virus,( virus ECHO, Coxsakie, Poliomielitis ),
adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dll.
Infeksi Parasit :Protozoa ( Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Tricomonas
hominis), Cacing ( Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongiloides ), Jamur (
Candida albicans).
25
d. Faktor malabsorbsi
- Malabsorbsi karbohidrat.
- Malabsorbsi lemak.
- Malabsorbsi protein.
e. Faktor psikologis : Rasa takut dan cemas.
3. Jenis-jenis diare
Secara klinik dibedakan 3 macam sindroma diare :
a. Diare cair akut
Diare yang terjadi secara akut dan berlangsung kurang dari 14 hari (bahkan
kebanyakan kurang dari 7 hari), dengan pengeluaran tinja yang lunak atau cair
yang sering dan tanpa darah.
b. Disentri
Diare yang disertai darah dalam tija. Akibat penting disentri antara lain ialah
anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat dan kerusakan mukosa usus
karena bakteri invasif. Penyebab utama disenri akut adalah shigella.
c. Diare persisten
Diare yang mula-mula bersifat akut namun berlangsung lebih dari 14 hari.
Derajat Dehidrasi
Gejala & Keadaan Mulut/ % turun Estimasi def.
Mata Rasa Haus Kulit
Tanda Umum Lidah BB cairan
Minum Dicubit
Tanpa
Baik, Sadar Normal Basah Normal, Tidak kembali <5 50 %
Dehidrasi
Haus cepat
Dehidrasi
Gelisah Tampak Kembali
Ringan – Cekung Kering 5 – 10 50–100 %
Rewel Kehausan lambat
Sedang
Letargik, Kembali
Dehidrasi Sangat Sangat Sulit, tidak
Kesadaran sangat >10 >100 %
Berat cekung kering bisa minum
Menurun lambat
27
dan
kering
Sumber : Sandhu 2001
• Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara: obyektif yaitu
dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare. Subyektif dengan
menggunakan kriteria WHO, Skor Maurice King, dan lain-lain.
Tabel penentuan derajat dehidrasi
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tinja tidak rutin dilakukan pada diare akut, kecuali apabila ada tanda
intoleransi laktosa dan kecurigaan amubiasis
7. Penatalaksanaan
Terdapat Lima Lintas Tata Laksana yaitu :
- Rehidrasi
- Dukungan Nutrisi
- Suplementasi Zinc
28
- Antibiotika selektif
- Edukasi orang tua
Rehidrasi
- Tanpa dehidrasi
Cairan rehidrasi oralit dengan menggunakan NEW ORALIT diberikan 5 – 10
mL/kgBB setiap diare cair atau berdasarkan usia, yaitu :
Umur < 1tahun 500 – 100 mL
1 – 5 tahun 100 – 200 mL
> 5 tahun semaunya.
Dapat diberikan cairan rumah tangga sesuai kemauan anak. ASI harus terus
diberikan. Pasien dapat dirawat dirumah, kecuali apabila terdapat komplikasi lain
(tidak mau minum, muntah terus, diare frekuen dan profus)
• 3 – 10 kg = 200 mL/KgBB/hari
• 10 – 15 kg = 175 mL/KgBB/hari
• > 15 kg = 135 mL/KgBB/hari
Pasien dipantau di puskesmas/RS selama proses rehidrasi sambil memberi
edukasi tentang melakukan rehidrasi kepada orangtua.
- Dehidrasi berat
Diberikan cairan rehidtasi parenteral dengan RL atau RA 100 mL/KgBB
dengan cara pemberian
< 12 bulan = 30 mL/KgBB dalam 1 jam pertama, dilanjutkan 70 mL/KgBB
29
dalam 5jam berikutnya
> 12 bukan = 30 mL/KgBB dalam ½ jam pertama, dilanjutkan 70 mL/KgBB
dalam 2,5 jam berikutnya
Masukkan cairan peroral diberikan bila pasien sudah mau minum, dimulai
dengan 5 mL/KgBB selama proses rehidrasi
Dukungan Nutrisi
Makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada
waktu anak sehat untuk pengganti nutrisi yang hilang serta mencegah agar tidak
menjadi gizi buruk. Adanya perbaikan nafsu makan menandakan fase kesembuhan.
ASI tetap diberikan selama terjadinya diare pada diare cair akut maupun pada diare
akut berdarah dengan frekuensi lebih sering dari biasanya. Anak umur 6 bulan ke
atas sebaiknya mendapat makan seperti biasa.
Suplementasi Zinc
Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut terbukti mengurangi lama dan
beratnya diare, mencegah berulangnya diare selama 2-3 bulan. Zinc juga dapat
mengembalikan nafsu makan anak. Dosis Zinc untuk anak-anak :
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Arif Mansjoer., d.k.k,. 2000. Kejang Demam di Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius
FKUI. Jakarta.
2. Behrem RE, Kliegman RM,. 1992. Nelson Texbook of Pediatrics. WB Sauders.Philadelpia.
3. Hardiono D. Pusponegoro, DwiPutro Widodo danSofwan Ismail. 2006. Konsensus
Penatalaksanaan Kejang Demam. BadanPenerbit IDAI. Jakarta
4. Hardiono D. Pusponegoro, dkk,.2005. KejangDemam di Standar Pelayanan Medis Kesehatan
Anak.Badan penerbit IDAI. Jakarta
5. Hassan R, Alatas H. Ilmu kesehatan anak Edisi 2. Jakarta: Balai PenerbitFKUI.2000.
6. Irwanto,Roim A, Sudarmo SM.Diare akut anak dalam ilmu penyakit anak diagnosa dan
penatalaksanaan ,Ed Soegijanto S : edisi ke 1 jakarta
7. Staf Pengajar IKA FKUI. 1985. Kejang Demam di Ilmu Kesehatan Anak 2. FKUI. Jakarta.
8. Sunita Almatsier, Penuntun Diet edisi baru, Instalasi Gizi Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo dan
Asosiasi Dietsien Indonesia, 2004
9. Subagyo B. Nurtjahjo NB. Diare Akut, Dalam: Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H, Arief S, Rosalina
I, Mulyani NS, penyunting. Buku ajar Gastroentero-hepatologi:jilid 1. Jakarta
10. Wastoro D. Dadiyanto. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Semarang : Badan Penerbit Universitas
Dipenogoro. 2011
11. WHO. Buku Saku Pelayanan kesehatan Anak Di Rumah Sakit. 2009
31