Anda di halaman 1dari 8

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Latihan mobilisasi jalan (kruk)

TEMA : Latihan mobilisasi jalan (kruk)


SASARAN : Tn.Y
WAKTU : 30menit
TEMPAT : Panti Werda Budi Darma Wisma C2
PERAWAT : Dede Fathur Rahman

A. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)


Setelah diberikan pendidikan kesehatan, klien diharapakan dapat melakukan
latihan mobilisasi jalan dengan menggunakan kruk

B. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK)


Setelah dilakukan penyuluhan tentang latihan mobilisasi jalan dengan kruk,
diharapkan klien mampu untuk :
1. Menjelaskan pengertian alat bantu jalan kruk
2. Menyebutkan manfaat pengguanaan kruk
3. Menyebutkan kerugian jika tidak menggunakan kruk
4. Mendemontrasikan tentang cara menggunakan kruk
5. Menjelaskan tentang hal-hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan kruk

No Komunikator Komunikan Waktu


Pre Interaksi
1 Memberi salam dan Menjawab salam
memperkenalkan diri
3 Menjelaskan tujuan penyuluhan Mendengarkan 5 mnt
dan tema penyuluhan
4 Apersepsi dengan memberi Menjawab
pertanyaan awal tentang kegunaan pertanyaan
mobilisasi
5 Perawat mencontohkan cara Melihat 5 mnt
menggunakan kruk
6 Meminta pasien untuk Menirukan 10 mnt
menirukannya
7 Memberikan kesempatan kepada Mengajukan
pasien untuk bertanya tentang pertanyaan
materi yang disampaikan
8 Penutup 5 mnt
Memberikan pertanyaan akhir Menjawab
sebagai evaluasi
9 Menyimpulkan bersama-sama Mendengarkan
hasil kegiatan penyuluhan
10 Menutup penyuluhan dan Menjawab salam
mengucapkan salam

C. STRATEGI PENGAJARAN
Ceramah, Demontrasi dan Diskusi

D. MEDIA PENGAJARAN
Leaflet
Kruk
Lembar balik
E. EVALUASI
1. Menjelaskan pengertian alat bantu jalan kruk
2. Menyebutkan manfaat pengguanaan kruk
3. Menyebutkan kerugian jika tidak menggunakan kruk
4. Mendemontrasikan tentang cara menggunakan kruk
5. Menjelaskan tentang hal-hal yang harus diperhatikan dalammenggunakan kruk
BAB II
PEMBAHASAN

1. Konsep Teori
A. Pengertian
Membantu klien berjalan dengan “menggunakan alat bantu kruk” dan
“melakukan Range Of Motion” merupakan suatu tindakan yang
berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan klien dalam mobilisasi.
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak bebas.
Pergerakan atau mekanika tubuh merupakan koordinasi dari sistem
muskuloskeletal dan sistem saraf dalam mempertahankan keseimbangan,
postur tubuh, dan kesejajaran tubuh selama beraktivitas sehari-hari.
Sedangkan imobilisasi adalah suatu keadaan ketika individu mengalami
atau berisiko mengalami keterbatasan gerak fisik.
B. Anatomi
Sistem tubuh yang berkoordinasi adalah sistem musculoskeletal dan sistem
saraf. Sistem skeletal terdiri dari tulang, sendi, ligament, tendon, dan
kartilago.
Otot atau muskul terutama berfungsi mempertahankan postur, berbentuk
pendek, dan menyerupai kulit karena membungkus tendon dengan arah
miring berkumpul secara tidak langsung pada tendon.
Pergerakan dan postur tubuh diatur oleh sistem saraf. Area motorik yang
utama terdapat di korteks serebral, yaitu di girus prasentral atau jalur
motorik. Serabut motorik turun dari girus prasentral dan bersilangan pada
tingkat medulla. Sehingga serabut motorik dari jalur motorik kanan
mengawali gerakan volunter dari bagian tubuh kiri, dan serabut dari jalur
motorik kiri mengawali gerakan volunteer dari bagian tubuh kanan.
Transmisi impuls dari sistem saraf ke sistem musculoskeletal merupakan
peristiwa kimia listrik dan membutuhkan neurotransmiter.
Pada dasarnya, neurotransmitter merupakan substansi kimia seperti
asetikolin yang memindahkan impuls listrik dari saraf yang bersilangan
pada simpul mioneural di otot. Neurotransmitter mencapai otot dan
menstimulasinya sehingga menyebabkan gerakan.
C. Pengaruh Fisiologi gangguan mobilisasi
Perubahan sistem respirasi yang menyebabkan komplikasi paru.
Komplikasi yang sering terjadi adalah atelestatik, pneumonia hipostatik,
penurunan kemampuan batuk produktif.
Perubahan sistem kardiovaskuler menyebabkan hipotensi ortostatik,
peningkatan beban jantung, pembentukan trombus.
Perubahan metabolik menyebabkan terjadi nya gangguan fungsi
metabolik, laju metabolik, metabolism karbohidrat, lemak dan protein,
ketidakseimbangan cairan elektrolit, kalsium, gangguan pencernaan.
Perubahan pada sistem musculoskeletal, klien dapat mengalami
keseimbangan nitrogen negatif dan kehilangan berat badan, penurunan
masa otot, dan kelemahan akibat katabolisme jaringan.
Perubahan sistem integument yaitu terjadinya dekubitus karena jaringan
tertekan.
2. Membantu klien berjalan menggunakan kruk
Postur jalan normal adalah kepala tegak, vertebra servikal, torakal, lumbal
sejajar, pinggul dan lutut berada dalam keadaan fleksi yang sesuai, dan
lengan bebas berayun bersama dengan kaki.
Kruk dapat digunakan secara temporer, seperti pada setelah kerusakan
ligament di lutut. Kruk dapat digunakan permanen, seperti klien paralis
ekstremitas bawah.
Kruk terbuat dari kayu atau logam. Ada dua tipe kruk,
kruk lofstranddengan pengatur ganda atau kruk lengan bawah dan kruk
aksila terbuat dari kayu.
Kruk lengan bawah memiliki sebuah pegangan tangan dan pembalut
logam yang pas mengelilingi lengan bawah. Pembalut logam dan
pegangan tangan diatur agar sesuai dengan ketinggian klien.
Kruk aksila mempunyai garis permukaan yang seperti bantalan pada
bagian atas, berada tepat di bawah aksila. Pegangan tangan berbentuk
batang yang dipegang setinggi telapak tangan untuk menyokong tubuh.
Kruk ini lebih umum digunakan.
Kruk harus diukur panjang yang sesuai, dan klien harus diajarkan
menggunakan kruk mereka dengan aman, mencapai kestabilan gaya
berjalan, naik turun tangga, dan bangkit dari duduk.
Pengukuran kruk meliputi tiga area: tinggi klien, jarak antara bantalan
kruk dengan aksila, dan sudut fleksi siku. Pengukuran berikut, dengan
klien berada pada posisi supine atau berdiri.
Ketika berjalan dengan kruk, berat badan klien perlu disokong oleh bahu
dan lengan, bukan di bawah lengan. Siku harus ditekuk
3. Tujuan
1) Membantu melatih kemampuan gerak klien, melatih dan meningkatkan
mobilisasi.
2) Mencapai kestabilan klien dalam berjalan.
4. Manfaat
Klien mampu berjalan dengan menggunakan alat bantu dan meningkatnya
kemampuan mobilisasi klien.
5. Indikasi
1) Klien dengan nyeri yang berhubungan dengan fraktur dan/atau trauma
2) Klien dengan kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri
dan bengkak sendi
3) Klien amputasi kaki: di atas atau di bawah lutut
4) Klien dengan kerusakan mobilitas fisik yang berhungan dengan nyeri dan
kerusakan musculoskeletal
5) Klien setelah bedah artroskopis lutut
6) Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan ketidaknyamanandan
imobilisasi yang diprogramkan.
6. Kontraindikasi
1) Klien dengan nyeri yang berhubungan dengan inflamasi, insisi, dan
drainase.
2) Klien yang potensial kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan
perubahan turgor kulit.
7. Persiapan alat
1) Menyediakan kruk yang digunakan (kruk aksila).
2) Goniometer
3) Melakukan pengukuran kruk yang meliputi area tinggi klien, jarak antara
bantalan kruk dengan aksila, dan sudut fleksi siku. Pengukuran dilakukan
dengan satu dari dua metode berikut, dengan klien berada pada posisi
supine atau berdiri.
Pada posisi telentang-ujung kruk berada 15cm di samping tumit klien.
Tempatkan ujung pita pungukur dengan lebar tiga sampai empat jari(4-
5cm) dari aksila dan ukur sampai tumit klien.
Pada posisi berdiri-posisi kruk dan ujung kruk berada 14-15 cm di
samping dan 14-15 cm di depan kaki klien. Dengan motede lain, siku
harus direfleksikan 15 sampai 30 derajat. Fleksi siku harus diperiksa
dengan goniometer.
4) Lebar bantalan kruk harus 3-4 lebar jari di bawah aksila.
5) Tempat berjalan, seperti lorong rumah sakit atau taman yang dilengkapi
dengan tempat latihan untuk berjalan.

8. Prosedur
Berjalan dengan 4 titik
1) Kaji toleransi aktifitas, kekuatan, nyeri, koordinasi, kemampuan fungsional,
dan penyakit serta cedera
2) Menjelaskan prosedur kepada klien dan keluarga
3) Memeriksa lingkungan untuk memastikan tidak rintangan di jalan klien
4) Menentukan tempat istirahat klien setelah latihan
5) Minta klien berdiri dengan posisi tripod, sebelum kruk berjalan
6) Atur kesejajan kaki dan tubuh klien
7) Klien memposisikan kruk pertama kali lalu memposisikan kaki yang
berlawanan (mis. Kruk kanan dengan kaki kiri)
8) Klien mengulangi urutan cari ini dengan kruk dan kaki yang lain.
Pada gaya berjalan tiga titik , berat badan di topang pada kaki yang tidak sakit
dan kemudian di kedua kruk, dan urutan ini dilakukan berulang-ulang. Kaki
yang sakit tidak menyentuh tanah selama berjalan ditahap awal. Secara
bertahap klien mulai menyentuh, dan menopang berat badan secara penuh
pada kaki yang sakit.
Gaya berjalan dua titik memerlukan sebagian penopang berat disetiap kaki.
Setiap kruk digerakkan secara bersamaan dengan kaki yang berlawanan
sehingga gerakan kruk sama dengan lengan.
DAFTAR PUSTAKA

1. A.Tohamuslim.S. Perawatan Rehabilitasi Medik Pendierita Stroke, RSHS


Bandung
2. Kozier, B, Erb & Olivieri, R, 1991. Fudamental of Nursing : Conceps, proses
and Practice: Claifornia : Addison wesley

3. Wawan H. Materi Kuliah Tentang Perawatan Sistem Muskuloskletal tidak


dipublikasi PSIK UNPAD

Anda mungkin juga menyukai