Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, shalawat

serta salam terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para

sahabatnya. Syukur Alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan referat dan

laporan kasus yang berjudul “Trauma Tumpul Abdomen (Ruptur Lien)”.

Tiada gading yang tak retak, begitu pun referat ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya dan

mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Semoga referat ini dapat

menambah wawasan dan bermanfaat bagi penulis dan pihak yang bersangkutan.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Malang, 27 Maret 2018

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lien merupakan organ yang paling sering cedera pada saat terjadi

trauma tumpul abdomen atau trauma toraks kiri bagian bawah. Ruptur lien

merupakan kondisi yang membahayakan jiwa karena adanya perdarahan yang

hebat. Lien mendapat vaskularisasi yang banyak, yaitu dilewati kurang lebih 350

liter darah per harinya yang hampir sama dengan satu kantung unit darah sekali

pemberian. Karena alasan ini, trauma pada lien mengancam kelangsungan

hidup seseorang.

Lien kadang terkena ketika trauma pada torakoabdominal dan trauma

tembus abdomen. Penyebab utamanya adalah cedera langsung karena kecelakaan

lalu lintas, terjatuh dari tempat tinggi, pada olahraga luncur atau olahraga kontak,

seperti yudo, karate, dan silat. Trauma lien terjadi pada 25% dari semua trauma

tumpul abdomen. Perbandingan laki-laki dan perempuan yaitu 3 : 2, ini mungkin

berhubungan dengan tingginya kegiatan dalam olahraga, berkendaraan dan bekerja

kasar pada laki-laki. Angka kejadian tertinggi pada umur 15-35 tahun. Mengingat

besarnya masalah serta tingginya angka kematian dan kesakitan akibat rupture lien

serta perlunya penanganan segera, maka kami menulis referat yang membahas

ruptur lien dan penatalaksanaannya. Robeknya lien menyebabkan banyaknya darah

yang ada di rongga abdomen. Ruptur pada lien biasanya disebabkan hantaman pada

abdomen kiri atas atau abdomen kiri bawah. Kejadian yang paling sering

meyebabkan ruptur lien adalah kecelakaan olahraga, perkelahian dan


kecelakaan mobil. Perlukaan pada lien akan menjadi robeknya lien segera setelah

terjadi trauma pada abdomen.

Oleh sebab itu, penyusunan referat kasus ini bertujuan untuk menjelaskan

lebih dalam tentang Ruptur Lien dan ditujukan untuk praktisi klinis yang membaca

referat kasus ini. Diharapkan setelah membaca laporan kasus ini, pembaca dapat

sedikit ataupun lebih banyak mengerti tentang Ruptur Lien dan tatalaksananya.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui lebih jauh tentang

Ruptur Lien mengenai definisi, etiologi, faktor resiko, pathogenesis, manifestasi

klinis, diagnosis, dan penatalaksanaannya.

1.3 Manfaat

Penulisan referat ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan

pemahaman penulis maupun pembaca mengenai Ruptur Lien beserta patofisiologi

dan penangananannya.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Trauma tumpul abdomen adalah cedera atau perlukaan

pada abdomen tanpa penetrasi di dalam rongga peritoneum, dapat diakibatkan

oleh pukulan, benturan, ledakan, deselarasi (perlambatan), atau kompresi.

Trauma tumpul kadang tidak memberikan kelainan yang jelas

pada permukaan tubuh tetapi dapat mengakibatkan kontusi atau laserasi

jaringan atauorgan di bawahnya.

Benturan pada trauma tumpul abdomen dapat menimbulkan

cedera pada organ berongga berupa perforasi atau pada organ padat berupa perda

-rahan. Cedera deselerasi sering terjadi pada kecelakaan lalu lintas karena setelah

tabrakan badan masih melaju dan tertahan suatu benda keras sedangkan bagian

tubuh yang relatif tidak terpancang bergerak terus dan mengakibatkan robekan pada

organ tersebut. Pada intraperitoneal, trauma tumpul abdomen paling sering

menciderai organ limpa, dan usus halus. Sedangkan pada retroperitoneal, organ

yang paling sering cedera adalah ginjal, dan organ yang paling jarang cedera adalah

pankreas dan ureter.

2.2 Patofsiologi

Trauma limpa dapat dihasilkan oleh deselerasi cepat, kompresi, transmisi

energi melalui dinding dada posterolateral diatas limpa, atau tuskuan dari fraktur

costayang berdekatan. Deselerasi cepat menyebakan limpa terus bergerak maju

ketikaterdapat bagian yang terfiksir. Trauma yang dihasilkan oleh gaya

deselerasimenyebabkan avulsi kapsular sepanjang berbagai ligament tambahan dan


fraktur linear atau stellata dengan berbagai kedalaman. Karena karakteristik

struktur dankepadatan limpa yang solid, energy yang di transfer ke limpa relative

efisien.Trauma yang disebabkan oleh pukulan atau terjatuh biasanya merupakan

hasil dari hantaman langsung diatas dinding dada bawah dengan transimis energy

sehingga menyebabkan laserasi limpa dan fraktur.

a. Pertama, saat pengurangan kecepatan menyebabkan perbedaan gerak

diantarastruktur. Akibatnya, terjadi tenaga potong dan menyebabkan

robeknya organ berongga, organ padat, organ viseral dan pembuluh darah,

khususnya pada ujungorgan yang terkena. Contoh pada aorta distal yang

mengenai tulang torakal danmengurangi yang lebih cepat dari pada

pergerakan arkus aorta. Akibatnya, gaya potong pada aorta dapat

menyebabkan rupture. Situasi yang sama dapat terjadi pada pembuluh darah

ginjal.

b. Kedua, sisi intraabdominal hancur diantara dinding abdomen anterior dan

columna vertebra atau tulang toraks posterior. Hal ini dapat menyebabkan

remuk, biasanya organ padat (spleen, hati, ginjal) terancam.

c. Ketiga, adalah gaya kompresi eksternal yang menyebabkan peningkatan

tekananintral abdomen yang tiba-tiba dan mencapai puncaknya pada ruptur

organ berongga.

2.3 Klasifikasi

Berdasaran jenis organ yang cedera dapat dibagi dua. Pada organ padat

seperti hepar dan limpa dengan gejala utama perdarahan. Pada organ berongga

seperti usus dan saluran empedu dengan gejala utama adalah peritonitis.

Berdasarkan daerah organ yang cedera dapat dibagi dua, yaitu:


Organ/intraperitoneal/intraperitoneal abdomen terdiri dari organ-organ

seperti hati, limpa, lambung, colon transversum, usus halus, dan colon sigmoid.

Organ retroperitoneal abdomen terdiri dari ginjal, ureter, pancreas, aorta,

dan vena cava. Trauma pada struktur ini sulit ditegakkan diagnosis berdasarkan

pemeriksaan fisik. Evaluasi regio ini memerlukan CT scan, angiografi, dan

intravenous pyelogram.

2.4 Diagnosis

Perlu ditanyakan riwayat trauma sebelumnya, mekanisme terjadinya

trauma. Pada pasien yang mengalami tabrakan kendaraan bermotor harus

mencakup kecepatan kendaraan, jenis tabrakan, (depan dengan depan, tabrakan

samping, terserempet, tabrakan dari belakang atau pun terguling), berapa besar

penyoknya bagian kendaraan ke dalam ruang penumpang, jenis pengaman yang

digunakan, ada atu tidaknya airbag. Posisi pasien dalam kendaraan, dan status

penumpang lainnya. Bila meneliti pasien dengan trauma tajam, anamnesis

harusdiarahkan pada waktu terjadinya trauma, jenis senjata yang digunakan (pisau,

pistol, senapan), jarak dari pelaku (terutama pada shotgun, karena insiden trauma

viscera berkurang bila jarak >3m atau 10 kaki), jumlah tikaman atau tembakan, dan

jumlah perdarahan eksternal yang tercatat ditempat kejadian. Bila mungkin,

informasi tambahan harus diperoleh dari pasien mengenai hebatnya maupun lokasi

dari setiap abdominalnya, apakah ada nyeri alih ke bahu (tanda kehr).
2.5 Pemeriksaan Fisik

Tanda fisik yang ditemukan pada ruptur limpa bergantung pada adanya

organ lain yang ikut cedera,banyak sedikitnya perdarahan, dan adanya kontaminasi

rongga peritoneum. Perdarahan dapat sedemikian hebatnya sehingga

mengakibatkan renjatan (syok) hipovolemik hebat yang fetal. Dapat pula terjadi

perdarahan yang berlangsung sedemikian lambat sehingga sulit diketahui pada

pemeriksaan. Pada setiap kasus trauma limpa harus dilakukan pemeriksaan

abdomen secara berulang-ulang oleh pemeriksa yang sama karena yang lebih

penting adalah mengamati perubahan gejala umum (syok, anemia) dan lokal di

perut (cairan bebas, rangsangan peritoneum). Pada rupture yang lambat, biasanya

penderita datang dalam keadaan syok, tanda perdarahan intra-abdomen, atau

dengan gambaran seperti ada tumor intraabdomen pada bagian kiri atas yang nyeri

tekan disertai tanda anemia sekunder. Oleh karena itu, menanyakan riwayat trauma

yang terjadi sebelumnya sangat penting dalam menghadapi kasus seperti ini.

2.6 Pemeriksaan Penunjang

- Hematologi

Pada rupture limpa biasanya terdapat penurunan hematokrit dan

hemoglobin. Meskipun pada penilaian awal sebelum resusitasi dapat


menunjukkan nilai normal. Dengan waktu yang singkat, sering terdapat

leukositosis dengan kisaran 15,000 - 20,000.

- Foto polos abdomen

Disamping dapat menunjukkan adanya fraktur costa kiri, juga dapat

terjadi displacement atau kurvatura mayor pada gaster yang tampak

berombak atau membengkok-bengkok karena adanya infiltrasi

hematoma pada ligament gastrosplenika.

- Diagnostic peritoneal lavage (DPL)

Merupakan prosedur invasive yang bias cepat dikerjakan yang

bermakna mengubah rencana untuk pasien berikutnya. 98% sensitive

untuk perdarahan intraperitoneal. Harus dilaksanakan oleh tim bedah

ntuk pasien dengan trauma tumpul multiple dengan hemodinamik yang

abnormal. Adanya aspirasi darah segar, isi gastrointestinal, serat

sayuran atau empedu yang keluar melalui tube DPL pada pasien

denganhemodinamik abnormal merupakan indikasi kuat untuk

laparotomi.B ila tidak ada darah segar (<10 cc) ataupun cairan feses,

dilakukan lavage dengan ringer laktat. Sesudah cairan tercampur dengan

cara menekan maupun log-roll, cairan ditampung kembali dan

diperiksalaboratorium untuk melihat isi GI, serat maupun empedu. Tes

(+) bilaeri > 100.000/mm3, leuko >500/ mm3, atau pengecatan gram (+)

untuk bakteri.

- Focused Assessment Sonography in Trauma (FAST)

Keuntungan ultrasound adalah non invasive, cepat, dan

murah.Ultrasound dapat memberikan informasi yang hamper sama dan


lebihbanyak daripada DPL. Adanya cairan intraperitoneal dapat

diidentifikasi dansemikuantitatif.

2.7 Tatalaksana

Penatalaksanaan ruptur lien dapat dilakukan secara pembedahan maupun

terapi tanpa pembedahan. CT scan dapat membantu menentukan tata laksana yang

akurat dan menentukan klasifikasi dari beratnya cedera. Indikasi pembedahan lien

adalah hipersplenisme, anemia hemolitik jenis tertentu, kista, abses, ruptur, tumor,

dan aneurisma arteri lienalis.

Pembedahan lien mencakup pengangkatan seluruh lien, reseksi parsial, atau

perbaikan. Perdarahan merupakan hal yang paling memerlukan perhatian karena

besarnya jumlah darah yang terkandung di dalam organ lien. Curiga ruptur lien

segera dioperasi bila ada tanda meliputi hipotensi (Tekanan darah sistol < 90

mmHg), takikardi (heart rate > 100x/mnt), hematokrit < 30.%, protrombin time >14

detik, cedera multipel dan memerlukan transfusi darah. Agar pajanan adekuat,

dilakukan insisi garis tengah, subkosta kiri, paramedialis atau tranversus. Selain itu,

lambung di dekompresi dengan selang nasogaster agar lapang pandang lebih jelas

dan pemotongan lebih mudah dilakukan.

Hematom dan robeknya jaringan kapsular lien yang tidak dalam dapat

ditangani secara konservatif. Pemeriksaan penunjang sangat diperlukan seperti

identifikasi menggunakan CT scan dan radiologi untuk melihat berapa besar cedera

organ tubuh yang terkena. Penatalaksanaan ruptur lien non operatif dilakukan pada

pasien yang sadar, mengalami hemodinamika stabil, dan tanpa adanya cedera serius

pada cedera abdomen. Pada skala I dan II robekan pada kapsul lien cukup aman,

tidak mengenai tubuh trabekular lien dapat dilakukan terapi konservatif. hal-hal
yang perlu diperhatikan pada penatalaksanaan non operatif yaitu: monitoring vital

sign, monitoring produksi urin, evaluasi hemoglobin dan identifikasi ulang

menggunakan CT scan 8-12 minggu untuk mempercepat penyembuhan.

Splenektomi dilakukan jika terdapat kerusakan lien yang tidak dapat diatasi

dengan splenorafi, splenektomi parsial, atau pembungkusan. Splenektomi

diindikasikan hanya untuk kerusakan lien yang sangat parah. Splenektomi

traumatik dilakukan untuk cedera pada lien yang menyebabkan perdarahan intra

abdomen. Prosedur ini mengikuti pedoman untuk splenektomi elektif dan digabung

dengan reparasi cedera lain sesuai yang diindikasikan saat laparotomi darurat.

Spelenektomi parsial terdiri atas eksisi satu segmen, dilakukan jika ruptur lien tidak

mengenai hilus dan bagian yang tidak cedera masih vital. Sedangkan splenektomi

total harus selalu diikuti dengan reimplantasi lien yang merupakan suatu

autotransplantasi. Caranya ialah dengan membungkus pecahan parenkim lien

dengan omentum dan meletakannya di bekas tempat lien atau menanamnya di

pinggang pada belakang peritoneum dengan harapan lien dapat tumbuh dan

berfungsi kembali.

Prosedur dalam melakukan splenektomi yaitu:

- Splenektomi dilakukan dengan pasien dalam posisi terlentang. Pemaparan lien

dapat dipermudah dengan menempatkan pasien dalam posisi Trendelenburg

terbalik dan dengan memiringkan sisi kanan meja operasi ke arah bawah.

- Selang nasogastrik yang diinsersikan ke dalam lambung setelah intubasi pada

kasus elektif, berguna untuk mendekompresi lambung dan membantu pemaparan.

Dalam splenektomi darurat untuk trauma, insersi selang nasogastrik dapat

dilakukan sebelum intubasi untuk mengosongkan lambung.


- Untuk splenektomi elektif jika lien berukuran normal atau sedikit membesar, insisi

subkostal kiri memberikan pemaparan yang baik. Pada kasus trauma abdomen, atau

pada kasus dimana splenektomi dikombinasikan dengan prosedur intra abdomen

lain seperti laparotomi staging untuk penyakit Hodgkin, sebaiknya menggunakan

insisi panjang di garis tengah.

- Mobilisasi lengkap lien untuk kemudahan ligasi, agar arteri dan vena lienalis dapat

terlihat.

- Perlekatan ligamentosa dan vena-vena lambung yang berjalan dari lien ke

kurvatura mayor lambung (termasuk pembuluh darah gastrika brevis) dan

ligamentum lienorenale dipotong. Pemotongan pembuluh darah tersebut

diselesaikan dengan lien dibawa ke insisi abdomen atau pada lien yang masif ke

dinding abdomen. - Ligasi arteri dan vena lienalis yang dekat dengan hilus dengan

jahitan ganda.

- Lien diangkat Pada pasien dengan keadaan hemodinamik tidak stabil, splenektomi

tetap merupakan terapi pilihan. Jika ruptur lien sangat serius (skala V) pemelihan

pembedahan splenektomi sangat dianjurkan.


BAB III

KESIMPULAN

Ruptur lien sering disebabkan akibat trauma tumpul pada perut bagian atas.

Benturan pada trauma tumpul abdomen dapat menimbulkan

cedera pada organ berongga berupa perforasi atau pada organ padat berupa perda

-rahan. Trauma limpa dapat dihasilkan oleh deselerasi cepat, kompresi, transmisi

energi melalui dinding dada posterolateral diatas limpa, atau tuskuan dari fraktur

costayang berdekatan

Manifestasi klinis berupa anemis, peritonismus, dan adanya Kerh’s sign

sebagai tanda patognomonis. Diagnosis harus segera ditegakkan saat masuk di IGD

dengan mengenali tanda dan gejala serta di dukung alat penunjang diagnostik yang

memadai. USG portable hendaknya harus selalu ada di setiap IGD, karena alat ini

merupakan alat non-invasif yang dengan cepat dapat mengetahui adanya

perdarahan intraabdomen.

Tindakan splenectomy total dilakukan apabila lien tidak mungkin

dipertahankan akibat robekan parenkim yang berat disertai perdarahan aktif yang

hebat.
DAFTAR PUSTAKA

Gouhua Li, Susan P. Baker. Injury Research Theories, methodes and approaches.

New York. Springer; 2012.

Jones, P., 2010, Postsplenectomy Infection Strategies for prevention in

general practice. Australian Family Physician Vol. 3. No.6.

Sander, Mochamad Aleq. 2013. Kasus Serial Ruptur Lien Akibat Trauma

Abdomen: Bagaimana Pendekatan Diagnosis dan Penatalaksanaannya.

http://ejournal.umm.ac.id/index.php/keperawatan/article/vie w/2377/3216 .

di akses pada tanggal 2 April 2018.

Anda mungkin juga menyukai