Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cedera kepala akibat trauma sering kita jumpai di lapangan. Di indonesia, kejadian cedera
kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah di atas, 10% penderita
meninggal sebelum tiba di rumah sakit dan lebih dari 100.000 penderita menderita berbagai
tingkat kecacatan akibat cedera kepala tersebut. Di negara berkembang seperti Indonesia,
perkembangan ekonomi dan industri memberikan dampak frekuensi cedera kepala cenderung
semakin meningkat1,2.
Distribusi kasus cedera kepala terutama melibatkan kelompok usia produktif antara 15–44
tahun dan lebih didominasi oleh kaum laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Penyebab
cedera kepala terbanyak adalah akibat kecelakaan lalu lintas, disusul dengan jatuh (terutama
pada anak-anak). Cedera kepala berperan pada hampir separuh dari seluruh kematian akibat
trauma. Karena itu, sudah saatnya seluruh fasilitas kesehatan yang ada, khususnya Rumah Sakit
sebagai layanan terdepan pelayanan kesehatan, dapat melakukan penanganan yang optimal
bagi penderita cedera kepala.
Penanganan yang kurang tepat pada pasien cidera kepala akan berdampak fatal dan
bahkan sampai pada kematian. Dalam pengambilan diagnose keperawatanpun haruslah tepat
sehingga pasien dapat ditolong dengan cepat dan tepat.

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Meningkatnya jumlah kendaraan bermotor di kota-kota besar menyebabkan kasus kecelakaan lalu lintas
meningkat. Kasus KLL yang paling banyak terjadi merupakan penyebab utama terjadinya trauma kepala
hingga kematian. Hal ini disebabkan kesadaran pengendara sepeda motor masih rendah. Banyak faktor
dari pengendara yang menyebabkan terjadinya hal tersebut seperti ketidakwaspadaan pengendara,
kurangnya perlengkapan pengendara dan lain-lain.
Kecelakaan lalu lintas adalah peristiwa terjadi tabrakan antara kendaraan bermotor (roda dua, roda empat,
atau lebih) dengan kendaraan motor lainnya atau dengan benda lainnya di jalan. Salah satu dari
penyebab kecelakaan lalu lintas yaitu kendaraan bermotor yang terjadi dijalan raya atau tempat terbuka
yang dijadikan sebagai sarana lalu lintas serta menyebabkan kerusakan, luka-luka, kematian manusia
(Kartika, Metta: 2009).
Cidera kepala merupakan suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai
perdarahan interstitial (perdarahan jaringan otak) dalam subtansi (komponen) otak tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas otak. Penyebab dari cidera kepala yaitu adanya trauma pada kepala meliputi
trauma oleh benda atau serpihan tulang yang menembus jaringan otak. Gejala yang timbul yaitu apabila
pasien sadar akan mengeluh sakit kepala, muntah, kesadaran menurun.
Menurut data World Health Organization (WHO), tahun 2005 cidera kepala akibat kecelakaan lalu lintas di
Amerika Latin 41,7%, Korea Selatan 21,9%, dan Thailand 21%. Setiap tahunnya banyak orang meninggal
dunia akibat kecelakaan bermotor. Sedangkan pada tahun 2008 di dunia diperkirakan sebanyak 1,2 juta
nyawa melayang setiap tahunnya sebagai akibat kecelakaan bermotor, diperkirakan sekitar 0,3 sampai 0,5
mengalami cidera kepala. (Mas’amah, 2010).
Data dari Ditlantas Markas Besar Kepolisian RI menunjukan bahwa pada tahun 2009 terdapat 99,951
korban kecelakaan lalu lintas denagan 18,46% (18,448 korban) meninggal. Korban kecelakaan lalu lintas di
Indonesia adalah pengedara sepeda motor yang menyebabkan terjadinya cidera kepala menempati
peringkat pertama dalam persentase 33,2%. (wahyudi, Hery: 2009).
Di Indonesia diperkirakan lebih dari 80% pengendara mengalami resiko kecelakaan bermotor 20%
diantaranya mengalami cidera kepala dan cidera permanen, tingginya angka kecelakaan lalu lintas tidak
lepas dari mudahnya orang untuk memiliki kesadaran bermotor sehingga resiko terjadinya kecelakaan
tinggi.
Rumah Sakit Ulin Banjarmasin sebagai salah satu Rumah Sakit di Kalimantan Selatan, berdasarkan data
rekam medik 2013 didapatkan pada tahun 2011 kasus cidera kepala 416 penderita dan pada tahun 2012
terdapat 417 penderita. Di ruang Bedah Umum (Tulip I) kasus cidera kepala merupakan peringkat ke-1
dari 10 penyakit terbanyak dari total 875. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa terjadi peningkatan
jumlah penderita cidera kepala dari tahun ke tahun.
Cidera kepala dapat mengakibatkan malapetaka bagi seseorang, sebagian masalah merupakan akibat
langsung dari cidera dan banyak lainnya timbul sekunder dari cidera, hal ini harus dihindari dan
ditemukan secepatnya oleh perawat untuk menghindari rangkaian kejadian yang menimbulkan gangguan
mental dan fisik, bahkan kematian. (Muttaqin, 2008).
Peran perawat cidera kepala ini sebagai salah satu tenaga kesehatan mempunyai peran penting dalam
penatalaksanaan kasus tersebut yang meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitativ. Upaya
promotif dengan memberikan penjelasan pada pasien tentang kondisi dan pengobatan penyakit serta
perawatan di rumah pada klien dengan cidera kepala ringan, sedang dan berat. Upaya preventif dengan
mencegah komplikasi dari luka yang ditimbulkan trauma seperti infeksi dengan melekukan perawatan
secara aseptik serta komplikasi lain yang mungkin timbul misalnya edema serebal dengan mengontrol
tekanan intrakranial. Upaya kuratif dengan stabilitas kardiopulmoner mencakup prinsip-prinsip Airway,
Breathing, Circulation (ABC) mengelola antibotik, analgetik, antiedema serebri sesuai program, dan upaya
rehabilitatif dengan mementau status neurologis termasuk tanda-tanda vital. (Effendy, 1995).
Berdasarkan data yang diperoleh bahwa angka kejadian cidera kepala mengalami peningkatan. Hal ini
menggambarkan bahwa cidera kepala perlu mendapatkan perhatian dan penanganan yang baik,
mengingat prevelensi dan akibat yang ditimbulkan cukup tinggi.
Sehubungan hal tersebut maka
penulis tertarik untuk membuat Karya Tulis Ilmiah (KTI) dengan judul Asuhan Keperawatan
Klien dengan cidera kepala yang lebih komperehensif meliputi biopsikososial spiritual dengan
menggunakan proses keperawatan yang dapat membantu klien mengatasi masalah yang timbul
karena dapat mengancam jiwa seseorang.
.

Anda mungkin juga menyukai