Anda di halaman 1dari 137

MAKALAH

UJIAN AKHIR SEMESTER


BAHASA JEPANG

Disusun Oleh:
Nama : Tirsa J Sumaning
Nim: 231420106

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA


FAKULTAS KEPERAWATAN MANADO
TAHUN 2024
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG
Karya Tulis Ilmiah, Juni 2021
Muthia Azifa
“Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Cedera Kepala di Ruang
Trauma Center Ruang Rawat Bedah RSUP dr. M. Djamil Padang”
vii + 69 halaman, 1 bagan, 6 tabel, 12lampiran

ABSTRAK
Cedera kepala merupakan trauma langsung atau tidak langsung mengakibat
kerusakan pada otak. Persentase cedera kepala di Sumatera Barat karena
kecelakaan sepeda motor 49,5 %, karena terjatuh sebanyak 33,2% dan karena
benda tajam dan tumpul sebanyak 7,4%.Pasien yang dirawat dengan cedera
kepala di RSUP Dr. M. Djamil Padang dalan 3 tahun terakhir sebanyak 1581
kasus. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan asuhan keperawatan pada
pasien dengan cedera kepala diruang Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil
Padang.
Jenis penelitian deskriptif dengan desain studi kasus.Pengambilan kasus pada
tanggal 06 – 11 Maret 2018 di ruangTrauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang
.Populasi pasien cedera kepala sedang dan subjek penelitian 2 partisipan, sampel
diambil dengan teknik purposive sampling.Instrumen pengumpulan data berupa
format pengkajian sampai evaluasi keperawatan, pengumpulan data dengan cara
wawancara, observasi, dan studi dokumentasi.

Masalah keperawatan yang ditemukan pada kedua partisipan adalah


ketidakefektifan pola nafas, resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak,
ketidakefektifan perfusi jaringan perifer, nyeri akut, kerusakan integritas kulit dan
resiko infeksi. Intervensi yang dilakukanantara lain monitor peningkatan TIK,
monitor tingkat kesadaran, monitor TTV, monitor oksigen dan monitor status
neurologis. Masalah yang teratasi pada kedua partisipan adalah ketidakefektifan
pola nafas pada hari kelima dan resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak pada
hari ke lima dan ketidakefektifan perfusi jaringan perifer pada hari ke lima.
Disarankan kepada tenaga kesehatan di ruang Trauma Center RSUP. Dr. M.
Djamil Padang agar dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, salah satunya
memberikan asuhan keperawatan yang optimal khususnya pada pasien dengan
cedera kepala.

Kata kunci :cedera kepala, asuhan keperawatan


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau
tidak langsung terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan
tengkorak dan otak. Cedera kepala merupakan cedera pada kulit
kepala, cedera tengkorak dan cedera yang terjadi pada otak, sehingga
fungsi otak dapat mengalami perdarahan interstisial dalam otak atau
tanpa terputusnya kontuitas otak. Cedera kepala biasanya diakibatkan
karena benturan dan kecelakaan (Muttaqin, 2011).

Cedera kepala sering terjadi pada anak usia remaja dan dewasa, terutama
pada kaum laki-laki yang disebabkan karena kecelakaan lalu lintas dan
kekerasan seperti tawuran. Sehingga dapat menyebabkan benturan
pada basis krania (dasar tengkorak) yang bisa terjadi secara langsung
maupun tidak langsung (Satyanegara, 2010).

Cedera kepala dapat mengancam jiwa seperti kerusakan otak, perdarahan


atau pembengkakan pada otak dan bisa terjadinya peningkatan tekanan
intrakranial (TIK). Cedera kepala juga bisa menyebabkan penurunan
daya ingat dan juga bisa menyebabkan kecacatan pada otak (Muttaqin,
2011). Cedera kepala dapat dibagi menjadi Cedera kepala primer
merupakan kerusakan yang terjadi pada otak segera setelah trauma.
Dan Cedera otak sekunder merupakan kerusakan yang berkembang
kemudian sebagai komplikasi. Pencegahan cedara kepala sekunder
merupakan tujuan yang paling penting dari penatalaksaan cedera
kepala ( Borley dan Grace, 2007).

Dampak masalah yang terjadi pada cedera kepala yaitu perdarahan intra
kranial seperti hematoma epidural, hematoma subdural. Pasien juga
bisa mengalami amnesia, perubahan neurologis dan psikologis
(Borley dan Grace, 2007). Dari tanda gejala dan dampak cedera kepala
tersebut masalah yang biasa muncul pada pasien yaitu ketidakefektifan
bersihan jalan nafas, resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak,
nyeri akut dan resiko infeksi (NANDA International, 2015 - 2017).
Tindakan keperawatan yang dilakukan adalah mengatur posisi pasien
untuk memaksimalkan ventilasi, kolaborasi dalam pemberian oksigen,
monitor tanda-tanda vital, manajemen nyeri, monitor tingkat kesadaran
dengan GCS, monitor jika terjadinya perdarahan secara tiba-tiba
(NOC-NIC, 2015).

Menurut World Health Organization (WHO), setiap tahunnya sekitar


1,2 juta orang meninggal dengan diagnosis cedera kepala yaitu akibat
kecelakaan lalu lintas dan jutaan lainnya terluka atau cacat. Di
Amerika Serikat diperkirakan 1,7 juta orang mengalami cedera kepala
setiap tahunnya, sebanyak 50.000 orang meninggal dunia, 275.000
orang dirawat di rumah sakit, dan 1.111.000, atau hampir 80% dirawat
dan dirujuk ke departemen Instalasi Gawat Darurat (WHO, 2016).
Angka kejadian di Indonesia, menurut Riskesdas (2013) menunjukkan
insiden cedera kepala sebanyak 100.000 jiwa meninggal dunia
(Depkes RI, 2013).

Menurut data dari Riskesdas (2013), angka kejadian cedera kepala di


Sumatera Barat cukup tinggi, ada sebanyak 5,8% dengan berbagai
penyebab yang meliputi kecelakaan sepeda motor sebanyak 49,5%,
kecelakaan karena transportasi barat lainnya ada sebanyak 5,4%,
disebabkan karena terjatuh sebanyak 33,2%, karena benda tajam dan
tumpul sebanyak 7,4%. Berdasarkan data Polda Sumatera Barat,
jumlah kecelakaan lalu lintas di kota Padang pada tahun 2012 jumlah
kecelakaan lalu lintas di kota Padang mencapai 540 kasus dengan
korban jiwa 80 orang, luka berat 318 orang dan luka ringan 447 orang
(Riandini, 2015).
Berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medik RSUP Dr. M.
Djamil Padang di Ruang IRNA Bedah pada tahun 2015 yang dirawat
dengan cedera kepala sebanyak 337 orang dan pada tahun 2016 pasien
yang dirawat dengan cedera kepala sebanyak 400 orang, pada tahun
2017 (dari bulan Januari – November) pasien dengan cedera kepala
sebanyak 525. Dapat disimpulkan bahwa dari tahun 2015 saampai
2017 mengalami peningkatan. Data dari rekam medik ruang Trauma
Center RSUP Dr. M. Djamil Padang dalam 3 bulan terakhir yaitu
bulan September – November 2017 tercatat sebanyak 319 kasus cedera
kepala (Rekam Medik RSUP Dr. M. Djamil Padang).

Penelitian Nasir (2012), menjelaskan bahwa diagnosa keperawatan


yang biasa terjadi pada cedera kepala yaitu gangguan perfusi jaringan
serebral berhubungan dengan edema serebral, pola nafas tidak efektif
berhubungan dengan hiperventilasi dan nyeri akut berhubungan
dengan agen cedera fisik. Namun yag lebih di prioritaskan yaitu
gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema
serebral. Intervensi keperawatan yang dilakukan peneliti yaitu
observasi keadaan umum pasien untuk mengetahui tingkat kesadaran
pasien, memberikan posisi head up 30°, kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian oksigen nasal kanul dan monitor tanda – tanda vital
pasien.

Dari survey awal yang dilakukan peneliti di ruang Bedah Trauma


Center RSUP Dr. M.Djamil Padang pada tanggal 23 Desember 2017
ditemukan 3 orang dengan diagnosa medis cedera kepala dari 21 orang
yang dirawat diruangan tersebut. Dari 3 orang pasien tersebut
diantaranya, pertama Tn. H dengan GCS 14 (cedera ringan) saat ini
dalam masa pemulihan dengan keadaan yang masih lemah, posisi
badan dan kepala di ekstensi 30°, klien terpasang infus Nacl 0.9% 20
tetes/menit, yang kedua Tn. D dengan GCS 12 (cedera kepala sedang)
pasien dengan kondisi lemah dan terasa nyeri di daerah kepala, dan
yang ketiga Tn. R dengan GCS 10 (cedera kepala sedang) pasien
masih mengalami kehilangan kesadaran dan terpasang Nacl 0,9% 20
tetes/menit.

Hasil observasi yang didapatkan diruangan pada tanggal 23 Desember


2017 ditemukan perawat sudah melakukan pengkajian, menegakkan
diagnosa yaitu nyeri akut, gangguan perfusi jaringan serebral dan
intoleransi aktivitas. Tindakan keperawatan yang dilakukan perawat
seperti kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi analgetik
untuk mengurangi nyeri. memantau tanda – tanda vital untuk
memantau adanya peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK),
pemantauan GCS, memposisikan pasien semi fowler 30° dengan
kepala di ekstensikan untuk memaksimalkan ventilasi dan melakukan
perawatan luka.

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti telah selesai melakukan


penelitian tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan cedera
kepala di ruang Trauma Center bedah RSUP Dr. M.Djamil Padang
tahun 2018.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana asuhan keperawatan
pada pasien yang mengalami cedera kepala di Ruangan Trauma Center
RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2018 ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan pada pasien yang
mengalami cedera kepala di Ruangan Trauma Center RSUP Dr. M.
Djamil Padang pada tahun 2018
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan pengkajian pada pasien yang mengalami
cedera kepala di Ruangan Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil
Padang pada tahun 2018
b. Mendeskripsikan diagnosa keperawatan pada pasien yang
mengalami cedera kepala di Ruangan Trauma Center RSUP
Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2018
c. Mendeskripsikan intervensi keperawatan pada pasien yang
mengalami cedera kepala di Ruangan Trauma Center RSUP
Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2018
d. Mendeskripsikan tindakan keperawatan pada pasien yang
mengalami cedera kepala di Ruangan Trauma Center RSUP
Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2018
e. Mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada pasien yang
mengalami cedera kepala di Ruangan Trauma Center RSUP
Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2018

D. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi Peneliti
Laporan penelitian ini dapat mengaplikasikan dan menambah
wawasan ilmu pengetahuan serta kemampuan dalam menerapkan
cedera kepala di Ruangan Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil
Padang pada tahun 2018.
2. Bagi Tempat Penelitian
Laporan penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pikiran dalam menerapkan asuhan keperawatan pada pasien cedera
kepala di Ruangan Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang
pada tahun 2018.
3. Institusi Pendidikan
Laporan penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pikiran untuk pengembangan ilmu dalam penerapan asuhan
keperawatan pada pasien cedera kepala di RuanganTrauma Center
RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2018.
4. Bagi Penelitian Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi penelitian
berikutnya untuk menambah pengetahuan dan data dasar untuk
penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Cedera Kepala
1. Pengertian
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung
maupun tidak langsung, dengan disertai atau tanpa disertai perdarahan
yang disebabkan karena gangguan fungsi otak (Muttaqin, 2011).
Cedera kepala adalah trauma yang mengenai otak disebabkan oleh
kekuatan eksternal yang menimbulkan perubahan tingkat kesadaran
dan perubahan kemampuan kognitif, fungsi tingkah laku dan
emosional (Padila,2012).

Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah


suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun
degenerative, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari
luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana
menimbulkan kerusakan neurologis, kerusakan kemampuan kognitif
dan fungsi fisik (Bararah dan Jauhar, 2013).

Kerusakan neurologis yang diakibatkan oleh suatu benda atau serpihan


tulang yang menembus atau merobek suatu jaringan otak oleh suatu
pengaruh kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak dan akhirnya
oleh efek percepatan perlambatan pada otak yang terbatas pada
kompartemen yang kaku (Wijaya dan Yessi, 2013).
2. Klasifikasi
Menurut Andra Saferi Wijaya dan Yessi Mariza Putri (2013)
klasifikasi cedera kepala dibagi yaitu :
a. Berdasarkan keparahan cedera :
1) Cedera kepala ringan (CKR)
Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada kontusio serebri,
hematom, GCS 13 – 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran tapi
< 30 menit.
2) Cedera kepala sedang (CKS)
Kehilangan kesadaran ( amnesia) >30 menit tapi < 24 jam,
muntah, GCS 9 – 12, dapat mengalami fraktur tengkorak,
disorientasi ringan (bingung).
3) Cedera kepala berat (CKB)
GCS 3-8, hilang kesadaran > 24 jam, adanya kontusio serebri,
laserasi / hematoma intracranial.
3. Etiologi
Menurut Wijaya dan Yessi (2013), ada 2 macam cedera kepala yaitu :
a. Trauma Tajam
Trauma oleh benda tajam : menyebabkan cedera setempat dan
menimbulkan cedera local. Kerusakan local meliputi contusion
serebral, hematom serebral, kerusakan otak sekunder yang
disebabkan perluasan mesa lesi, pergeseran otak atau hernia.
b. Trauma Tumpul
Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh
(disfusi) : kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4
bentuk : cedera akson, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan
otak menyebar, hemoragi kecil multiple pada otak koma terjadi
karena cedera menyebar pada hemisfer cerebral, batang otak atau
kedua – duanya.

Penyebab utama terjadinya trauma kepala menurut (Bararah dan


Jauhar, 2013) adalah :
1) Kecelakaan lalu lintas
Kecelakaan lalu lintas adalah di mana sebuah sebuah kendaraan
bermotor bertabrakan dengan kendaraan yang lain atau benda
lain sehingga menyebabkan kerusakan atau kecederaan kepada
pengguna jalan raya
2) Jatuh
Jatuh didefinisikan sebagai (terlepas) turun atau meluncur
kebawah dengan cepat karena gravitasi bumi, baik ketika masih
di gerakan turun maupun sesudah sampai ke tanah.
3) Kekerasan
Kekerasan didefinisikan sebagai suatu perihal atau perbuatan
seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau
matinya orang lain, atau menyebabkan kerusakan fisik pada
barang atau orang lain (secara paksaan).

4. Patofisiologi
Cedera kepala terjadi karena trauma tajam atau tumpul seperti
terjatuh, dipukul dan kecelakaan yang dapat mengenai kepala dan otak
sehingga mengakibatkan terjadinya gangguan pada fungsi otak dan
seluruh sistem dalam tubuh. Bila trauma mengenai ekstra kranial akan
dapat menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala dan pembuluh
darah sehingga terjadi perdarahan. Apabila perdarahan yang terjadi
terus– menerus dapat menyebabkan terganggunya aliran darah
sehingga terjadi hipoksia. Akibat hipoksia ini otak mengalami edema
serebri dan peningkatan volume darah di otak sehingga tekanan intra
kranial akan meningkat. Namun bila trauma mengenai tulang kepala
akan menyebabkan fraktur yang dapat menyebabkan desakan pada
otak dan perdarahan pada otak, kondisi ini dapat menyebabkan cedera
intra kranial sehingga dapat meningkatkan tekanan intra kranial,
dampak peningkatan tekanan intra kranial antara lain terjadi kerusakan
jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial
terutama motorik yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam
mobilitas (Borley dan Grace, 2007)

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen glukosa


dapat terpenuhi. Energy yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir
seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan
oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan
menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan
oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari
20 mg%, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa
sebanyak 25% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila
kadar glukosa plasma turun sampai 70% aka terjadi gejala-gejala
permulaan disfungi serebral (Bararah dan Jauhar, 2013).

Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi


kebutuhan oksigen malalui proses metabolic anaerob yang dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia
atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat
metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung sekucup
aktivitas atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan edema
paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan
gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel,
takikardi. Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan
vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh
darah arteriol akan berkontraksi. Pengaruh persarafan simpatik dan
para simpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu
besar (Rendi dan Margareth, 2012).
Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua :
1) Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik ( aselerasi – deselerasi
rotasi yang menyebabkan gangguan pada jaringan. Pada cedera
primer dapat menyebabkan gegar kepala ringan, memar otak, dan
laserasi. Menurut Aweloi, dkk (2016) pada cedera kepala primer
bisa juga disebabkan karena adanya peristiwa coup dan kontra
coup. Artinya adalah cedera coup merupakan kerusakan yang
terjadi pada daerah benturan, sedangkan kontra coup kerusakan
yang terjadi pada daerah yang berlawanan dengan lokasi benturan .
pada cedera kepala primer terjadinya cedera pada vascular, fokal,
multifokal atau diffuse sehingga bisa mengakibatkan yaitu
penurunan kesadaran, peningkatan TIK, pendarahan subdural,
pendarahan subaracnoid, contusion dan laserasi.
2) Cedera kepala sekunder
Cedera kepala sekunder terjadi akibat berbagai proses patologik
yang timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer.
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti : hipotensi
sistemik, hipoksia, hiperkapnea, udema otak, komplikasi
pernafasan dan infeksi/ komplikasi pada organ tubuh lain. Pada
cedera kepala sekunder terjadi gangguan proses metabolism dan
homeostatis ion-ion sel otak, hemodinamika intrakranial dan
kompartemen cairan serebrospinalis (CSS) yang dimulai setelah
terjadinya trauma namun tidak Nampak secara klinis segera setelah
trauma (Rendi dan Margareth, 2012).
Akumulasi cairan ekstravaskuler di dalam otak dapat menyebabkan
peningatan tekanan intrakranial yang bisa membawa kematian karena
kompartemen intrakranial tertutup. Keadaan ini menimbulkan herniasi
otak yang dapat membawa kematian lewat lubang sekat duramater
dalam rongga tengkorak. Berikut ini merupakan herniasi yang penting,
yaitu :
1) Herniasi Transtentorial, terjadi jika aspek medial lobus temporalis
tertekan ke tepi bebas tentorium serebeli. Dengan semakin
parahnya pergeseran lobus temporalis dan serabut parasimpatisnya
akan tertekan dan menyebabkan dilatasi pupil dan gangguan
pergerakkan bola mata ipsilateral. Arteri serebri posterior juga
sering tertekan sehingga terjadi cedera iskemik didaerah yang
diperdarahi oleh pembuluh ini.
2) Herniasi subfalsin, terjadi jika ekspansi unilateral atau asimetrik
hemisfer serebri menggeser gyrus cinguli dibawah falks serebri.
Hal ini sering berkaitan dengan penekatan cabang arteri serebri
anterior, yang bermanifestasi sebagai kelumpuhan dan kelainan
sensorik di tungkai, akibat cedar iskemik di daerah korteks
motorik primer atau korteks sensorik.
3) Herniasi tonsilar, mengacu pada bergesernya tonsil serebelum
melalui fotamen magnum. Pola herniasi ini mangancam nyawa
karena menyebabkan penekanan batang otak dan mengganggu
pusat pernapasan vital di medulla oblongata. Herniasi batang otak
sering disertai oleh lesi hemoragik di otak tengah dan pons, yang
dsisebut perdarahan batang otak sekunder ( Kumar,dkk, 2007).

Apabila fraktur tulang tengkorak menyebabkan terkoyaknya salah satu


dari arteri, perdarahan arteri yang di akibatkan tertombun dalam ruang
epidural bisa mengakibatkan fatal. Kerusakan neurologik disebabkan
oleh suatu benda atau serpihan tulang yang menembus dan merobek
jaringan otak oleh pengaruh kekuatan atau energy yang diteruskan
keotak dan oleh efek akselerasi – deselerasi pada otak. Derajat
kerusakan ke otak yang disebabkan bergantung pada kekuatan yang
menimpa. Makin besar kekuatan maka makin parah kerusakan yang
terjadi (Tarwoto, 2009).

Infeksi fraktur tengkorak atau luka terbuka dapat merobek membran


meningen sehingga kuman dapat masuk. Infeksi meningen bisa
berbahaya karena infeksi dapat menyebar ke sistem saraf yang lainnya
(Satyanegara,2010).
6. Manifestasi Klinis
Menurut Wijaya dan Putri (2013) gejala dari cedera kepala yaitu :
1) Cedera kepala ringan – sedang
Disorientasi ringan, amnesia post traumatic, hilang memori sesaat,
sakit kepala, mual dan muntah, vertigo dalam perubahan posisi,
gangguan pendengaran.
2) Cedera kepala sedang – berat
Edema pulmonal, kejan, tanda herniasi otak, hemiparise, ganggua
akibat saraf cranial.
Manifestasi klinis spesifik
a. Gangguan Otak
a) Comosio Cerebri / geger otak
Tidak sadar < 10 menit, muntah – muntah, pusing, tidak
ada tanda deficit neurologis
b) Contusion cerebri / memar otak
Tidak sadar >10 menit, bila area yang terkena luas dapat
berlangsung > 2-3 hari setelah cedera, muntah – muntah,
amnesia retrograde, ada tanda – tanda deficit neurologis.
b. Perdarahan Epidural / Hematoma Epidural (EDH)
a) Suatu akumulasi darah pada ruang antara tulang tengkorak
bagian dalam dan meningen paling luar. Terjadi akibat
robekan arteri meningal
b) Gejala : penurunan kesadaran ringan, gangguan neurologis
dari kacau mental sampai koma
c) Peningkatan TIK yang mengakibatkan gangguan
perrnapasan, bradikardia, penurunan tanda-tanda vital
d) Herniasi otak yang menimbulkan : dilatasi pupil dan reaksi
cahaya hilang, isokor dan anisokor, patosis.
c. Hematoma Subdural (SDH)
a) Akumulasi darah antara duramater dan araknoid, karena
robekan vena
b) Gejala : sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, disfasia
c) Akut : gejala 24 – 48 am setelah cedera, perlu intervensi
segera
d) Sub akut : gejala terjadi 2 hari sampai 2 minggu stelah
cedera
e) kronis : 2 minggu sampai 3 – 4 bulan setelah cedera
d. Hematoma Intracranial (ICH)
a) Pengumpulan darah > 25 ml dalam parenkim otak
b) Penyebab : fraktur depresi tulang tengkorak, cedera
penetrasi peluru, gerakan akselerasi – deselerasi tiba-tiba
e. Fraktur Tengkorak
a) Fraktur Linear/simple
melibatkan tulang temporal dan pariental, jika garis fraktur
meluas kearah orbita / sinus paranasal ( resiko perdarahan)
b) Fraktur Basiler
Fraktur pada dasar tengkorak, bisa menimbulkan kontak
CSS dengan sinus, memungkinkan bakteri masuk
Menurut Padila (2014) tanda dan gejala dari cedera kepala yaitu :
a) Sakit kepala karena trauma langsung dan meningkatkan tekanan
intracranial
b) Disorientasi atau perubahan kognitif
c) Perubahan dalam berbicara
d) Perubahan dalam gerakan motorik
e) Mual dan muntah karena meningkatnya tekanan intracranial
f) Ukuran pupil tidak sama penting untuk menentukan apakah
terkait dengan perubahan neurologis atau apakah pasien
mempunyai ukuran pupil berbeda (persentase kecil populasi
mempunyai ukuran pupil berbeda)
g) Berkurangnya atau tidak adanya reaksi pupil terkait dengan
kompromi neurologis
h) Menurunnya tingkat kesadaran atau hilangnya kesadaran
i) Hilang ingatan (amnesia)
7. Mekanisme Cedera
Menurut Wijaya dan Putri (2013) cidera kepala dapat diakibatkan oleh
yaitu:
a. Perubahan bentuk tengkorak kepala
b. Percepatan dan perlambatan, dimana tengkorak kepala
mengakibatkan perubahan bergerak lebih cepat dari pada masa
otak dan mengakibatkan perubahan tekanan
c. Pergerakan kepala yang menyebabkan rotasi dan distorsi dari
jaringan otak. Kekuatan ini dapat menyebabkan kompresi,
ketegangan dan kerusakan jaringan otak.
Pada saat satu objek bergerak membentuk kepala dengan cukup kuat,
dapat mengakibatkan fraktur tengkorak. Fraktur tersebut dapat atau
tidak dapat menekan jarinagan otak. Kontusio adalah cidera kepala
ringan atau sedang sampai dengan berat, dimana terjadi kedema dan
pendarahan. Coup adalah pendarahan dan edema langsung dibawa
ketempat trauma sebagai akibat dari kecepatan. Contracoup adalah
adanya dua letak luka yang berlawanan dari letak trauma yang
dibabkan oleh percepatan-perlambatan atau trauma perputaran.

8. Tipe cidera kepala


Menurut Rendy dan Margareth (2012) tipe dari cedera kepala dapat
meliputi :
1) Trauma kepala terbuka
Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak masuk kedalam
jaringan otak dan melukai saraf otak dan jaringan otak.
a. Fraktur tengkorak
Fraktur kepala berupa jaringan pembuluh darah dan saraf-
saraf otak, merobek buramater yang mengakibatkan
perembesan cairan serebros spiner, dimana dapat membuka
satu jalan untuk terjadinya infeksi intralpranial. Adapun
macam-macam dari fraktur tengkorak adalah :
a) Linear fraktur adalah retak biasa pada hubungan
tulang dan tidak merubah hubungan dari kedua
fragmen
b) Comunited fraktur adalah patah tulang dengan
multiplay fragmen dengan fraktur yang multilinear
c) Depressed fraktur fragmen tulang melekuk kedalam
d) Coumpound fraktur, fraktur tulang yang meliputi
laserasi dari kulit kepala, membrane mukosa, sinus
paranasal, mata dan telinga atau membrane timpani.
e) Fraktur dasar tengkorak, fraktur yang terjadi pada
dasar tengkorak, khusunya pada kosa anterior dan
tengah. Fraktur dapat dalam bentuk salah satu :
linear, comminited atau depressed. Sering
menyebabkan erhainorrhea atau otorrhea.
2) Trauma kepala tertutup
a) Cedera serebral
Cedera serebral dapat meliputi :
(1) Komosia Serebri adalah suatu kerusakan sementara
fungsi neurologi yang disebabkan oleh benturan
pada kepala. Biasanya tidak merusak struktur tetapi
menyebabkan hilangnya ingatan sebelum dan
sesudah cidera, lesu, mual, dan muntah. Biasanya
dapat kembali pada fungsi yang normal. Setelah
komosia akan timbul sindroma berupa sakit
kepala,pusing, ketidakmampuan untuk berkonsentrasi
beberapa minggu setelah kejadian.
(2) Kontusio Cerebri. Benturan dapat menyebabkan
perubahan dari struktur dari permukaan otak yang
mengakibatkan perdarahan dan kematian jaringan
dengan/ tanpa udema. Kontusio dapat berupa coup
atau contacoup injury. Deficit neurologi serius dapat
terjadi. Gejala-gejala dapat terjadi tergantung pada
luasnya kerusakan.
(3) Hematoma Epidural. Adalah perdarahan yang menuju
ke ruang antara tengkorak dan duramater. Kondisi ini
terjadi karena laserasi dari arteri meningea media.
Gambaran klinik klasik yang terlihat berupa :
hilangnya kesadaran dengan diikuti periode flaccid,
tingkat kesadaran dengan cepat menurun menuju
condision sampai dengan koma. Jika tidak ditangani
akan menyebabkan kematian.
(4) Hematoma Subdural. Adalah perdarahan arteri atau
vena duramater dan arachnoid. Hematoma subdural
akut dapat timbul dalam waktu 48 jam, dengan gejala-
gejala berupa sakit kepala,mengantuk, agitasi,
bingung dan dilatasi dan fiksasi pupil ipsilateral.
Untuk hematoma subakut subdural gejala-gejalanya
sama dengan yang akut, tetapi berkembang lebih
lambat yaitu 2 hari sampai 2 minggu. Hematoma
subdural kronik akibat trauma kecil dapat berkembang
lebih lama lagi.
(5) Hematoma intracerebral. Adalah perdarahan menuju
ke jaringan serebral. Biasanya terjadi akibat cidera
langsung dan sering didapat pada lobus frontal atau
temporal. Gejala-gejalanya meliputi : sakit kepala,
menurunnya kesadaran, hemiplagia kontralateral dan
dilatasi pupil ipsilateral.
(6) Hematoma subaracnoid. Hematoma yang terjadi
akibat trauma, meskipun pembentukan hematoma
jarang. Tanda dan gejala – gejalanya meliputi : kaku
kuduk, sakit kepala, menurunnya tingkay kesadaran,
hemiparesis dan ipsilateral dilatasi pupil.
9. Dampak Masalah cedera kepala
Menurut Andra Saferi Wijaya dan Yessie Marisa Putri (2013),
komplikasi dari cedera kepala yaitu :
a. Epilepsi pasca trauma
Adalah suatu kelainan dimana kejang terjadi beberapa waktu
setelah otak mengalami cedera karena benturan di kepala. Kejang
bisa saja terjadi beberapat tahun kemudian setelah terjadinya
cedera.
b. Afasia
Afasia adalah hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa
karena trjadinya cedera pada area bahasa di otak. Penderita tidak
mampu memahami atau mengekspresikan kata-kata. Bagian otak
yang mengendalikan fungsi bahasa adalah lobus temporalis
sebelah kiri dan lobus frontalis di sebelahnya. Kerusakan pada
bagian manapun dari area tersebut karena stroke, tumor, cdera
kepala atau infeksi, akan mempengaruhi beberapa aspek dari
fungsi bahasa.
c. Apraksia
Apraksia adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang
memerlukan ingatan atau serangkaian gerakan. Kelainan ini
jarang dan biasanya disebabkan oleh kerusakan pada lobus
parietalis atau lobus frontalis.
d. Amnesia
Amnesia adalah hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan
untuk mengingat peristiwa yang baru saja terjadi atau peristiwa
yang sudah lama berlalu.
e. Edema serebral dan herniasi
Penyebab paling umum dari peningkatan TIK, puncak edema
terjadi 72 jam setelah cedera. Perubahan TD, frekuensi nadi,
pernafasan tidak teratur merupakan gejala klinis adanya
peningkatan TIK.
f. Deficit neurologis dan psikologis
Tanda awal penurunan fungsi neurologis: perubahan TIK
kesadaran, nyeri kepala hebat, mual/muntah proyektif (tanda dari
peningkatan TIK).
10. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk cedera kepala antara lain :
a. Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan diagnostic yang diperlukan pada klien dengan cedera
kepala menurut Wijaya dan Yessie (2013) meliputi :
1) CT scan (dengan atau kontras)
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan,
ventrikuler dan perubahan jaringan otak
2) MRI
MRI digunakan sama dengan CT scan dengan / tanpa kontras
radioaktif
3) Cerebral Angiopraphy
Menunjukkan anomaly sikrulasi serebral seperti perubahan
jaringan otak sekunder menjadi emea, perdarahan dan trauma
4) Serial EEG
Pemeriksan yang dapat melihat perkembangan patologis
pasien
5) Sinar –X
Untuk mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur),
perubahan struktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang
6) BAER
Untuk pemeriksaan mengoreksi batas fungsi korteks dan otak
kecil
7) PET
Pemeriksaan untuk Mendeteksi perubahan aktivitas
metabolisme otak
8) CSS
Lumbal pungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
9) Kadar Elektrolit
Cedera kepala dapat dihubungkan dengan gangguan regulasi
natrium, retensi Na dapat berakhir beberapa hari, diikuti
dengan dieresis Na, peningkatan letargi, konfusi dan kejang
akibat ketidakseimbangan elektrolit
10) Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai
peningkatan tekanan intracranial
11) Screen Toxicology
Untuk mendeteksi pengaruh obat yang menyebabkan
penurunan kesadaran
12) Rontgen thorax 2 arah ( PA/AP dan lateral)
Rontgen thorak menyatakan akumulasi udara/cairan pada area
pleura
13) Analisa gas darah (AGD)
Analisa gas darah adalah salah satu tes diagnostik untuk
mencantumkan status respirasi. Status respirasi yang dapat
digambarkan melalui permeriksaan AGD adalah status
oksigenasi dan status asam basa ( Muttaqin, 2011).

11. Penatalaksaan
Menurut Rendy dan Margareth (2012 Terapi yang dapat diberikan
pada pasien dengan cedera kepala adalah :
a. Memberikan oksigen
b. Monitor tingkat kesadaran dengan GCS
c. Terapi hiperventilasi untuk mengurangi vasodilatasi
d. Glukokortikoid biasanya deksametason dan metilprednison untuk
mengurangi edema otak
e. Mengontrol metabolisme otak dapat diberikan barbiturate,
pentobarbital atau thiopental untuk mencegah hipoksia dan
iskemia.
f. Pemberian antibiotik yang mengandung barrier darah otak seperti
penicilin dan untuk infeksi anaerob diberikan metrodinazol
g. Monitor tanda-tanda vital
h. Monitor intake dan output
i. Berikan pasien istirahat yang cukup

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Menurut Rendi dan Margareth (2012), asuhan keperawatan pasien
cedera kepala meliputi :
a. Identitas pasien
Berisi biodata pasien yaitu nama, umur, jenis kelamin, tempat
tanggal lahir, golongan darah, pendidikan terakhir, agama, suku,
status pekawinan, pekerjaan, alamat.
b. Identitas penanggung jawab
Berisi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, hubungan dengan
klien, pendidikan terakhir, pekerjaan, alamat.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya saat dilakukan pengkajian klien mengalami
penurunan kesadaran, latergi, mual dan muntah, sakit kepala,
wajah tiak simetris, lemah, paralysis, perdarahan, fraktur,
hilang keseimbangan, sulit menggenggam, amnesia seputar
kejadian, tidak bias beristirahat, kesulitan mendengar,
mengecap dan mencium bau, sulit mencerna dan menelan
makanan.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya klien mengalami trauma yang mengenai kepala akibat
dari kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, trauma
langsung ke kepala. Perlu dilakukan pengkajian tentang riwayat
hipertensi, riwayat cedera kepala sebelumnya, jantung koroner,
diabetes mellitus, aemia.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya cedera kepala tidak dipengaruhi oleh riwayat anggota
penyakit keluarga, namun perlu diakaji adanya anggota
keluarga yang mempunyai riwayat hipertensi, diabee mellitus,
jantung koroner yang dapat memperlambat proses pemulihan.
d. Pengkajian persistem dan pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Biasanya pada pasien dengan cedera kepala pada
umumnya mengalami penurunan kesadaran
2) Pemeriksaan head to toe
a) Kepala : biasanya ada luka atau laserasi pada kulit kepala
b) Mata : biasanya mata simetris kiri kanan, dan inspeksi
konjungtiva anemis atau tidak, sklera ikterik atau tidak,
reflek pupil.
c) Hidung : biasanya ada pernafasan cuping hidung
d) Telinga : inspeksi apakah ada darah yang keluar
dari telinga
e) Mulut : biasanya bibir pasien pucat dan kerin
f) Leher : observasi adanya cidera servikal dan
observasi adanya distensi vena jugularis
g) Dada : inspeksi dinding dada, kaji kualitas dan
kedalaman, pernafasan, kaji kesemetrisan
pergerakkan dinding dada dan auskultasi
bunyi nafas.
h) Abdomen : inspeksi ada luka , catat adanya
distensi dan adanya memar
khususnya di organ vital seperti
limfa dan hati, dan auskultasi bising
usus.
i) Ekstremitas : inspeksi adanya perdarahan, udema
nyeri di ektremitas, cek capillary refil
pada ujung kuku, dan cek reflek
seperti bisep, trisep dan patella.
3) Fungsi Motorik
Biasanya pada pasien cedera kepala kekuatan ototnya
berkisar antara 0 sampai 4 tergantung tingkat keparahan
cedera kepala yang dialami pasien.

4) Aspek neurologis
a) Kaji GCS : biasanya pasien cedera kepala GCS nya
tergantung berat, sedang, ringannya (cedera kepala
ringan 14-15, cedera kepala sedang 9-13, cedera kepala
berat 3-8)
b) Perubahan status mental
c) Nervus carnialis (biasanya pasien yg mengalami cedera
kepala pola bicara abnormal)
d) Perubahan pupil atau penglihatan kabur, diplopia, foto
pobia, kehilangan sebagian lapang pandang
e) Perubahan tanda – tanda vital : biasanya tekanan darah
pasien cedera kepala naik/turun
f) Biasanya pasien mengalami gangguan pengecapan dan
penciuman, serta pendengaran
g) Pasien mengalami adanya tanda – tanda peningkatan
TIK seperti : penurunan kesadaran, gelisah letargi, sakit
kepala, muntah proyektif, pelambatan nadi, pelebaran
tekanan nadi, peningkatan tekanan darah sistolik
h) Aspek kardiovaskuler
Biasanya pasien mengalami perubahan TD, denyut nadi
tidak teratur, TD naik, TIK naik
i) Sistem pernafasan : Biasanya pasien mengalami
perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh
hiperventilasi), irama dan frekuensi nafas lemah
j) Pengkajian psikologis
Biasanya pasien mengalami gangguan emosi terhadap
penyakit yang dideritanya, elirium, perubahan tingkah
laku atau kepribadian
k) Pengkajian sosial
Mengkaji bagaimana hubungan pasien dengan orang
terdekat, kemampuan komunikasi pasien dengan orang
lain.
l) Nyeri / kenyamanan : biasanya pasien mengalami sakit
kepala dengan intensitas dan lokasi berbeda, respon
menarik pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah

5) Pemeriksaan Nervus cranial


a. N.I (Olfaktorius)
Adanya mengalami penurunan daya penciuman atau
tidak
b. N.II (Optikus)
Pada trauma frontalis memperlihatkan terjadi
penurunan penglihatan
c. N. III (okulomotorius) ,IV (trokhlearis), VI (abducens)
Menyebabkan penurunan lapang pandang, reflek cahaya
menurun, perubahan ukuran pupil, bola mata tidak
dapat mengikuti perintah, anisokor.
d. N.V (trigeminus)
Apakah adanya gangguan mengunyah atau tidak
e. N.VII (Fasialis)
Mengalami gangguan lemahnya penutupan kelopak ata,
hilangnya rasa pada 2/3 anterior lidah
f. N.VIII (Akustikus)
Pasien mengalami penurunan pendengaran dan
keseimbangan tubuh
g. N.IX (glosofaringeus), X (vagus), XI (assesorius)
Gejala tersebut jarang ditemukan karena penderita akan
meninggal apabila trauma mengenai saraf tersebut.
Adaya cekungan karena kompresi pada nervus vagus,
yang menyebabkan kompresi spasmodic dan diafragma.
Cekungan yang terjadi biasanya akan mengalami
oeningkatan intrakranial.
h. N. XII (hipoglosus)
Gejala biasa timbul adalah jatuhnya lidah kesalah satu
sisi, disfagia dan disartria. Hal ini akan menyebabkan
kesulitan menelan (Rendi dan Margareth, 2012).
2. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan diagnostic
Menurut Wijaya dan Yessi (2013), pemeriksaan penunjang cedera
kepala :
1) X ray / CT scan
Biasanya pada pasien cedera kepala mengalami edema serebral
terjadi apabila sudah jatuh ke cedera kepala sekunder begitupun
dengan perdarahan intracranial dan fraktur tulang tengkorak.
2) Angiografi serebral
Melihat apakah ada kelainan sirkulasi serebral atau tidak
3) BAER (brain auditory evoked respons)
Menentukan fungsi koteks dan batang otak pasien
4) PET (positron emission tomography)
Biasanya pada pasien cedera kepala metabolism otak akan
meningkat karena kurangnya suplai oksigen ke otak.
5) MRI
Biasanya pada pasien cedera kepala ditemukan edema serebri,
perdarahan otak, bisa juga ditemukan adanya fraktur linear,
fraktur depresed dan comunited.
b. Pemeriksaan laboratarium
1) AGD, PO2, PH, HCO3
Biasanya pada pasien cedera kepala yang mengalami TIK nilai
PO2 didapatkan dibawah rentang normal dan PCO2 meningkat.
2) Elektrolit serum
Biasanya pada pasien cedera kepala dapat dihubungkan dengan
gangguan regulasi natrium, retensi Na berakhir dapat beberapa
hari diikuti dengan dieresis Na, peningkatan letargi, konfusi
dan kejang akibat ketidakseimbangan elektrolit,
3) Hematologi
Biasanya pada pasien cedera kepala leukosit meningkat apabila
terjadi infeksi, Hb menurun apabila terjadi perdarahan,
albumin, globulin dan protein serum.
4) Kadar antikonvulsan darah
Untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif mengatasi
kejang. Kejang yang terjadi pada pasien cedera kepala dapat
meningkatkan metabolism, oleh karena itu kebutuhan otak akan
oksigen dan glukosa juga meningkat.
3. Kemungkinan diagnosa keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral (NANDA, 2013)
b. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
c. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan cedera
medula spinalis
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
e. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
status sirkulasi
f. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d
kurangnya asupan makanan
g. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan
kekuatan otot
h. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas kulit,
pemajanan terhadap pathogen
i. Resiko cidera
(NANDA 2015 – 2017)
4. Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan merupakan serangkaian tindakan untuk
mencapai tujuan pelaksanaan asuhan keperawatan. Berdasarkan
diagnosa yang ada maka dapat disusun rencana keperawatan sebagai
berikut
Tabel 2.2 Rencana Intervensi

No NURSING DIAGNOSA NURSINGOUTCOMES NURSING INTERVENTION


(NANDA) CLASSIFICATION (NOC) CLASSIFICATION (NIC)
1 Resiko ketidakefektifan NOC: Terapi oksigen
jaringan cerebral Status sirkulasi 1. Periksa mulut, hidung dan secret
Definisi : rentan mengalami Mendemostrasikan status sirkulasi yang trakea
penurunan sirkulasi jaringan ditandai dengan: 2. Pertahankan jalan nafas yang paten
otak yang dapat mengganggu 1. Tekanan sistem dan diastole 3. Atur peralatan oksigenasi
kesehatan dalam rentang yang diharapkan 4. Monitor aliran oksigen
Faktor resiko : 2. Tidak ada tanda-tanda 5. Pertahankan posisi pasien
1. Hipertensi peningkatan tekanan intracranial 6. Observasi tanda-tanda hipovolemi
Tumor otak (mis: Tissue prefusion cerebral 7. Monitor adanya kecemasan pasien
gangguan Indicator : terhadap oksigenasi
serebrovaskuler, penyakit Mendemostrasikan kemampuan kognitif Monitor peningkatan intracranial
neurologis, trauma, yang ditandai dengan 1. Monitor tekanan perfusi serebral
tumor) 1. berkomunikasi dengan jelas 2. Catat respon pasien terhadap
sesuai kemampuan stimulasi
2. Menunjukkan perhatian, 3. Monitor tekanan intracranial pasien
konsentrasi dan orientasi dan respon neurologi terhadap
3. Memproses informasi aktifitas
4. Membuat keputusan dengan benar 4. Monitor intake dan output cairan
5. Menunjukkan fungsi sensori 5. Kolaborasidalam pemberian
motori cranial yang utuh: tingkat antibiotic
kesadaran membaik, tidak ada 6. Posisikan pasien pada posisi semi
gerakan involunter flower
7. Minimalkan stimulasi dari
lingkungan
Monitor vital signs
1. Monitor TD, nadi, suhu dan RR
2. Monitor vital sign saat pasien
berbaring, duduk dan berdiri
3. Auskultasi TD pada kedua lengan
dan bandingkan
4. Monitor TD, nadi, RR sebelum dan
sesudah, selama dan setelah aktivitas
5. Monitor kualitas nadi
6. Monitor frekuensi dan irama
pernafasan
7. Monitor pola pernafasan abnormal
8. Monitor suhu, warna dan
kelembaban kulit
9. Monitor sianosis perifer
10. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

Manajemen sensasi perifer


1. Monitor adanya daerah tertentu yang
hanya peka terhadap
panas/dingin/tajam/tumpul
2. Instruksikan keluarga untuk
mengobservasi kulit jika ada lesi
atau laserasi
3. Gunakan sarung tangan untuk
proteksi
4. Batasi gerakan pada kepala, leher
dan punggung
5. Kolaborasi pemberian analgetik
6. Monitor adanya tromboplebitis
7. Diskusikan mengenai penyebab
perubahan sensasi

2 Ketidakefektifan pola nafas a.status respieasi ventilasi 1. Manajemen jalan nafas


Definisi : Indicator : aktivitas
Inspirasi dan ekspirasi yang 1. Respiratory rate daalam rentang 1. Buka jalan nafas
tidak member ventilasi adekuat normal 2. Posisikanpasien untuk
Batasan karakteristik : 2. Tidak ada retraksi dinding dada memaksimalkan ventilasi
1. Takipnea 3. Tidak mengalami dispnea saat 3. Identifikasi pasien perlunya
2. Pernafasan cuping istirahat pemasangan alat jalan nafas
hidung 4. Tidak ditemukan orthopnea 4. Auskultasi suara nafas, catat adanya
3. Dispnea 5. Tidak ditemukan atelektasis suara nafas tambahan
4. Penurunan tekanan b.Respiratory : Airway Patency 5. Monitor respirasi dan status O2
ekspirasi indicator : b.Terapi Oksigen
1. Respiratory rate dalam rentang aktivitas :
normal 1. Peratahankan kepatenan jalan
2. Pasien tidak cemas nafas
3. Menunjukkan jalan nafas yang 2. Monitor aliran oksigen
paten 3. Pertahankan posisi pasien
4. Observasi adanya tanda-tanda
hipoventilasi
5. Monitor adanya kecemasan
c.Monitor Tanda-tanda vital
aktivitas:
1. Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR
2. Catat adanya flutuasi tekanan
darah
3. Monitor kualitas nadi
4. Monitor suara paru
5. Monitor suara pernafasan
6. Monitor suhu, warna,
kelembaban kulit
3 Nyeri akut NOC: 1. Manajemen nyeri
Definisi : pengalaman sensori Pain level Aktivitas:
dan emosional yang tidak Indicator : 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
menyenangkan yang muncul 1. Melaporkan nyeri komprehensif termasuk lokasi,
akibat kerusakan jaringan actual 2. Durasi nyeri karakteristik, durasi, frekuensi,
atau potensial atau yang 3. Menunjukkan lokasi nyeri kualitas dan factor presipitasi
digambarkan sebagai kerusakan, 4. Meringis 2. Observasi reaksi nonverbal pasien
awitan yang tiba-tiba atau 5. Ekspresi wajah nyeri kegelisahan dari ketidaknyamanan
lambat dari intensitas ringan 6. Focus menyempit 3. Gunakan teknik komunikasi
hingga berat dengan akhir yang 7. Ketergantungan otot terapeutik untuk mengetahui
dapat diantasipasi atau 8. Kehilangan selera makan pengalaman nyeri pasien
diproduksi 9. Mual 4. Kaji kultur yang mempengaruhi
Batasan karakteristik : 10. Intoleransi makanan respon nyeri
1. Bukti nyeri dengan Pain control 5. Evaluasi pengalaman nyeri masa
mengguanakan standar Indicator : lampau
dafrtar periksa nyeri 1. Mengakui timbulnya nyeri 6. Evaluasi bersama pasien dan tim
untuk pasien yang tidak 2. Menjelaskan factor penyebab kesehatan lain tentang
dapat 3. Menggunakan buku harian untuk ketidakefektifan control nyeri masa
mengungkapkannya memantau gejala dari waktu ke lampau
2. Diaphoresis waktu 7. Bantu pasien dan keluarga untuk
3. Dilatasi pupil 4. Menggunakan tindakan mencari dan menemukan dukungan
4. Ekspresi wajah nyeri pecegahan non analgesic ukuran 8. Control lingkungan yang dapat suhu
(mis: mata kurang lega menggunakan analgesic ruangan, pencahayaan dan
bercahaya, tampak kacau seperti yang dianjurkan kebisingan
atau tetap pada satu 5. Laporan nyeri dikendalikan 9. Kurangi factor presipitasi nyeri
focus, meringis) Comfort level 10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
5. Focus menyempit Indicator : (farmakologi, non farmakologi dan
(mis:persepsi waktu, 1. Reaksi obat interpersonal)
proses berfikir, interaksi 2. Otonomi pribadi 11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
dengan orang lain dan 3. Relokasi adaptasi menentukan intervensi
lingkungan) 4. Lingkungan yang aman 12. Ajarkan tentang teknik
6. Focus pada diri sendiri nonfarmakologi
7. Keluhan tentang 13. Berikan analgetik untuk mengurangi
intensitas engguanakan nyeri
standar skala nyeri 14. Evaluasi keefektifan control nyeri
8. Keluahan tentang 15. Tingkatkan istirahat
karakteristik nyeri 16. Kolaborasi dengan dokter jika ada
dengan mengguanakan keluhan dan tindaka nyeri yang tidak
standar instrument nyeri berhasil
9. Laporan tentang perilaku b.Pemberian analgetik
nyeri/prubahan aktivitas aktivitas :
10. Mengekspresikan 1. Tentukan lokasi nyeri, karakteristik
perilaku (mis: menangis, nyeri, kualitas dan tingkay keparahan
gelisah, merengek) sebelum mengobati pasien
11. Perilaku distraksi 2. Periksa perintah medis untuk obat,
12. Perubahan pada dosis, frekuensi yang ditentukan
parameter fisiologis (mis: analgetik
tekanan darah, frekuensi 3. Periksa alergi obat
jantung, frekuensi 4. Evaluasi kemampuan pasien untuk
pernafasan, saturasi berpartisipasi dalam pemilihan
oksigen) analgesic, rute, dan dosis serta
13. Pertahankan posisi untuk melibatkan pasien
menghindari nyeri 5. Pilih analgesic sesuai atau kombinasi
14. Perubahan selera makan dari analgesic ketika lebih dari satu
15. Sikap melindungi area yang diresepkan
nyeri 6. Pantau tanda-tanda vital sebelum dan
16. Sikap tubuh melindungi setelah pemberian analgesik
7. Fasilitasi respon pasien terhadap
Factor yang berhubungan analgesic
dengan : 8. Informasikan kepada pasien terkait
1. Agens cidera biologis efek samping dari analgesic
(mis: infeksi, iskemia, 9. Evaluasi efektifitas analgesik pada
neoplasma) interval yang sering dan teratur
2. Agens cidera fisik (mis: setelah pemberian masng-masing,
abses, amputasi, luka terutama setelah dosis awal
bakar, terpotong, c.Pengurangan kecemasan
mengangkat berat, aktivitas :
proedur bedah, trauma, 1. Gunakan pendekatan yang
olahraga berlebihan) menenangkan pasien
3. Agens cidera kimia (mis: 2. Jelaska prosedur pengobatan pasien,
lika bakar, kepsaisin, meliputi sensai yang dirasakan
metilen klorid) selama prosedur yang dilakukan
3. Sediakan informasi factual meliputi
diagnosis, pengobatan dan perawatan
pasien
4. Tetap bersama pasien untuk
mempromosikan keaman dan
ngurangi rasa kuat
5. Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien
6. Sediakan objek yang menandakan
keamanan
7. Identifikasi jika tingkat kecemasan
pasien berubah
8. Tentukan kemampuan pengambilan
keputusan pasien
9. Ajarkan pasien melakukan teknik
relaksasi
10. Bantu pasien untuk mengidentifikasi
situasi yang menimbulkan
kecemasan
d.Terapi latihan ambulasi
aktifitas:
1. Bantu pasien utnuk menggunakan
alas kaki yang memfasilitasi pasien
saat berjalan untuk menghindara
cidera
2. Anjurkan pasien unutk duduk di
tempat tidur
3. Bantu pasien untuk duduk di tepi
tempat tidur untuk memfasilitasi
ketahanan posisi
4. Batu pasien untuk berpindah sesuai
kebutuhan
5. Sediakan alat bantu seperti kursi
roda untuk ambulasi
6. Ajarkan pasien dan keluarga terkait
cara berpindah yang aman dan teknk
ambulasi
e.Monitirng tanda-tanda vital
aktivitas:
1. Monitor TD, nadi, suhu, RR sesuai
anjuran
2. Catat fluktuasi tekanan darah pasien
3. Monitor tekanan darah setelah pasien
memperoleh pengobatan
4. Monitor tanda dan gejala hipotermi
dan hipertermia yang dilaporkan
5. Monitor kuantitas dan kualitas
denyut nadi
6. Monitor pernafasan
7. Monitor suara nafas
8. Monitor pola nafas abnormal
9. Identifikasi adanya perubahan tanda-
tanda vital
f.Peningkatan tidur
aktivitas :
1. Tentukan pola aktifitas/tidur pasien
2. Tentukan efek pengobatan pasien
terhadap pola tidur pasien
3. Monitor / catat pola tidur, jumlah
waktu tidur pasien
4. Monitor pola tidur dan catat tanda
fisikyang dapat mengganggu tidur
5. Bantu untuk mengurangi situasi yang
bias membuat pasien stress sebelum
tdiur
6. Diskusikan dengan pasien dan
keluarga terkait teknik meningkatkan
kualitas tidur
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dengan menggunakan metode deskriptif dengan desain penelitian
studi kasus.. Penelitian deskriptif adalah suatu metode tentang keadaan pasien secara
objektif dengan pendekatan studi kasus (Nursalam, 2015). Penelitian ini diarahkan
untuk mendeskripsikan bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada pasien
dengan Cedera Kepala di Ruang Rawat Bedah Trauma Center RSUP. Dr. M.Djamil
Padang.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan di Ruang Rawat Bedah Trauma Center RSUP Dr. M.
Djamil Padang. Waktu penelitian dilakukan dari bulan September 2017 - Juni 2018.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah 5 orang dengan diagnosa cedera kepala yang
dirawat di Ruang Rawat Bedah Trauma Center RSUP Dr. M.Djamil Padang pada
tahun 2018.
2. Sampel
Sampel terdiri dari bagian populasi yang dapat dipengaruhi sebagai subjek
penelitian melalui sampling (Nursalam, 2015). Sampel dalam penelitian ini adalah
2 pasien dengan diagnosa Cedera Kepala sedang yang dirawat di Ruang Rawat
Bedah Trauma Center RSUP Dr. M.Djamil Padang. Teknik pengambilan sampel
dilakukan secara purposive sampling. Purposive sampling adalah suatu teknik
pemilihan partisipan atau penetapan sampel dengan cara memilih sampel
diantaranya populasi berdasarkan kriteria inklusi yang ditetapkan. Cara
pengambilan sampel yang dilakukan dengan mengundi untuk dipilih sebagai
sampel penelitian.
Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini antara lain :
a. Inklusi
1) Klien dan keluarga bersedia menjadi responden
2) Klien cedera kepala dengan cedera kepala sedang
D. Instrument Pengumpulan Data
Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah format pengkajian
keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, implemanstasi
keperawatan, evaluasi keperawatan, dan alat pemeriksaan fisik yang terdiri dari
tensimeter, stetoskop, thermometer, dan penlight. Pengumpulan data dilakukan
dengan cara anamnesa, pemeriksaan fisik, observasi langsung dan studi dokumentasi.
1. Format pengkajian keperawatan medikal bedah terdiri dari identitas pasien,
identitas penanggung jawab, riwayat kesehatan, kebutuhan dasar, pemeriksaan
fisik, data psikologis, sosial dan spiritual. Pemeriksaan laboratariu dan teori
pengobatan.
2. Format analisa data terdiri dari : nama pasien, nomor rekam medik, masalah dan
etiologi.
3. Format diagnosa keperawatan terdiri dari : nama pasien, nomor rekam medik,
diagnosa keperawatan, tanggal dan paraf ditemukannya masalah serta tanggal dan
paraf pemecahannya masalah.
4. Format rencana asuhan keperawatan terdiri dari : nama pasien, nomor rekam
medik, diagnosa keperawatan.
5. Format implementasi keperawatan terdiri dari : nama pasien, nomor rekam medik,
hari dan tanggal, diagnosa keperawatan, impplementasi keperawatan dan paraf
yang melakukan implementasi keperawatan.
6. Format evaluasi keperawatan terdiri dari : nama pasien, nomor rekam medik, hari
dan tanggal, diagnosa keperawatan, evaluasi keperawatan dan paraf yang
mengevaluasi tindakan keperawatan.

E. Metode Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data menggunakan multi sumber bukti yaitu teknik
pengumpulan data bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data
yang telah ada. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data
observasi, wawancara dan studi dokumentasi.

1. Wawancara
Wawancara digunakan untuk mengumpulkan data pengkajian seperti, identitas pasien,
identitas penanggung jawab pasien, riwayat kesehatan (riwayat kesehatan sekarang,
riwayat kesehatan dahulu, dan riwayat kesehatan keluarga), dan activity daily living
seperti makan, minum, BAB, BAK, istirahat dan tidur.
2. Observasi
Dalam observasi ini, peneliti mengobservasi atau melihat kondisi dari pasien,
seperti keadaan umum pasien, respon nyeri pada pasien cedera kepala,
mengamati tingkat kesadaran pasien, mengamati proses keperawatan mulai dari
pengkajian, diagnosa yang ditegakkan, intervensi, implementasi dan evaluasi serta
mengamati perkembangan pasien tiap harinya.
3. Dokumentasi
Dalam penelitian metode studi dokumentasi digunakan peneliti melihat hasil
laboratarium pasien, catatan perkembangan pasien, arsip dan hasil rontgen.
F. Analisis
Analisis terhadap proses keperawatan yang dilakukan peneliti meliputi pengkajian
keperawatan, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi keperawatan
dibandingkan dengan teori.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian


Penelitian dilakukan di RSUP dr. M. Djamil Padang di ruangan Trauma Center terdiri
dari 5 ruang rawatan yaitu ruang 1,2,3 untuk laki-laki dan ruang 4 dan 5 untuk
perempuan. Penelitian dilakukan diruang rawat Trauma Center yang dipimpin oleh
seorang Ka. Ruangan dan dibantu oleh perawat pelaksana sebanyak 10 orang perawat.
Selain perawat ruangan beberapa mahasiswa praktik dari berbagai institusi juga ikut
berperan dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien.
B. Hasil
Penelitian yang dilakukan pada tanggal 06 - 11 Maret 2018 pada partisipan I dan
partisipan II dengan diagnosa medis cedera kepala sedang di Ruang Trauma Center
beda RSUP Dr. M.Djamil Padang. Asuhan keperawatan dimulai dari pengkajian,
penegakkan diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, implementasi serta evaluasi
keperawatan yang dilakukan dengan metode wawancara, observasi, studi
dokumentasi serta pemeriksaan fisik.
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan dimulai pada tanggal 06 Maret 2018 pukul 09.00 WIB,
hasil penelitian tentang pengkajian yang didapatkan peneliti melalui observasi,
wawancara dan studi dokumentasi pada kedua partisipan dituangkan pada tabel
sebagai berikut.
Tabel 4.1
Pengkajian keperawatan pada partispan I dan partisipan II
PENGKAJIAN PARTISIPAN I PARTISIPAN II
Identitas pasien Studi dokumentasi dan Studi dokumentasi dan
wawancara: wawancara:
pasien bernama Tn. Z, pasien bernama Tn.S,
umur 42 tahun, jenis umur 62 tahun, jenis
kelamin laki-laki, alamat kelamin laki-laki, alamat
Lubuk Basung, status di Solok, status kawin
kawin yaitu kawin, yaitu kawin, agama
agama islam, pekerjaan islam, pekerjaan sebagai
petani. petani.
Alasan masuk Pasien masuk karena Pasien masuk karena
penurunan kesadaran, penurunan kesadaran,
diagnosa medis CKS diagnosa medis CKS
GCS 12 + EDH GCS 10 + ICH
Identitas wawancara : Wawancara :
penanggung jawab penanggung jawab Tn.Z Penanggung jawab Tn. S
adalah Ny. J ( istri adalah Ny. E (istri
pasien) pasien)
Riwayat Kesehatan Studi dokumenasi dan Studi dokumentasi dan
a. Keluhan wawancara : wawancara :
utama Pasien masuk RSUP Paien masuk RSUP
Dr.M. Djamil Padang, Dr.M.Djamil Padang
pada tanggal 04 Maret pada tanggal 04 Maret
2018, rujukan dari RSUD 2018 rujukan RSUD
Lubuk Basung pada Solok pukul 17.25 WIB,
pukul 14.30 WIB, dengan keluhan
dengan keluhan penurunan kesadaran
penurunan kesadaran sejak ±9 jam sebelum
sejak ± 7 jam sebelum masuk rumah sakit,
masuk rumah, pasien muntah proyektif 4x dan
pingsan setelah kejadian, keluar darah dari telinga
sakit, muntah proyektif 5 (+)
x, kejang (+), keluar
darah dari telinga (+)
b. Riwayat Observasi dan
Observasi dan
kesehatan Wawancara Wawancara
sekarang Saat dilakukan
Saat dilakukan
pengkajian pada hari pengkajian pada hari
Selasa 06 Maret 2018, Rabu 07 Maret 2018,
pasien sudah hari
pasien sudah hari
rawatan ke – 2, keluarga
rawatan ke 3, keluarga
mengatakan pasien
mengatakan keadaan
lemah. Keluarga
pasien lemah, pasien
mengatakan pasien
masih mengalami
sering memegang
penurunan kesadaran,
kepalanya, pasien sering
Keluarga mengatakan
mengeracau. pasien belum sadar.
keluarga mengatakan
Keluarga mengatakan
pasien terasa mual saatpasien sering
akan membuka mata. menggaracau dan
gelisah.
c. Riwayat Wawancara : Wawancara :
kesehatan Keluarga mengatakan Keluarga mengatakan
dahulu pasien tidak pernah pasien tidak pernah
dirawat dirumah sakit dirawat dirumah sakit
dan tidak ada memiliki dan tidak ada memiliki
riwayat penyakit DM, riwayat penyakit DM,
hipertensi dan jantung. hipertensi dan penyakit
jantung.
d. Riwayat Wawancara : Wawancara :
kesehatan Keluarga mengatakan Keluarga mengatakan
keluarga tidak mengetahui ada tidak mengetahui
anggota keluarga pasien anggota keluarga pasien
yang memiliki penyakit yang memiliki penyakit
DM, hipertensi dan DM, hipertensi dan
penyakit keturunan penyakit keturunan
lainnya. lainnya.

Pola Aktivitas Saat sakit pasien Saat sakit pasien


a. Pola Nutrisi mendapatkan diit MC 6 x mendapatkan diit MC 6 x
300 melalui oral, pasien 300 melalui NGT, infus
menghabiskan diit 200 cc NaCl 0,9 % 20 tetes /
menit.
b. Pola Saat sakit pasien BAB 1 Saat sakit : pasien BAB
eliminasi x selama dirawat, hanya 1 kali selama
konsistensi lunak, dirawat. Pasien
berwarna kuning dan menggunakan pempers,
menggunakan pempers. konsisten lunak, bau dan
Urine 400 cc/8 jam, bau warna feses khas. Pasien
urin pesing. BAK menggunakan
kateter, urine tampak
berwarna kuning pekat,
bau pesing, banyak urin
± 2500 cc/hari
c. Pola saat sakit keluarga Sakit : pasien mengalami
istirahat dan mengatakan pasien susah penurunan kesadaran,
tidur tidur, pasien sering jadi pasien lebih banyak
gelisah tidur
d. Pola Saat sakit aktivitas Saat sakit : aktivitas
aktivitas pasien dibantu oleh pasien dibantu oleh
perawat dan keluarga. perawat dan keluarga
Pemeriksaan Pemeriksaan : Pemeriksaan :
fisik dari pemeriksaan Dari pemeriksaan
didapatkan keadaan didapatkan keadaan
umum pasien lemah, umum pasien lemah,
tingkat kesadaran apatis tingkat kesadaran
GCS 12 (E3V6M3). TTV : delirium, GCS 10
TD : 120/90 mmHg, (E2V5M3). TTV : TD :
Nadi: 80 x/i, Pernafasan: 130/70 mmHg, Nadi:
21 x/i dan suhu: 36.7oC. 90x/i, pernafasan : 23 x/i
Kepala dan wajah : dan suhu: 38,6 ºC
tampak luka jahit Kepala dan Wajah :
dibagian pariental tampak luka gores
sepanjang 8 cm, luka diwajah sebelah kanan,
jahit sudah tampak panjang luka 3 cm, luka
kering, tidak ada pus. masih tampak belum
Wajah tampak pucat, N kering, pasien tampak
VII (fasial) tidak dapat pucat, N.VII (faisal)
dinilai. tidak dapat dinilai.
Mata : disekitar mata Mata:.Pada pemeriksaan
sebelah kanan tampak N II (Optikus) tidak
lebam berwarna kebiruan dapat dinilai. N. III
dan pada sudut lateral (Occulomotorius) pupil
sclera tampak kemerahan isokor dengan diameter
Pada pemeriksaan N II Ø OD/OS : Ø 2/2 mm,
(Optikus) tidak dapat N.IV (trochlearis) dan
dinilai. N. III N.VI (Abducens) tidak
(Occulomotorius) pupil dapat dinilai.
isokor dengan diameter Hidung : tampak luka
Ø OD/OS : Ø 2/2 mm, gores dibatang hidung
N.IV (trochlearis) dan sepanjang 4 cm, luka
N.VI (Abducens) tidak tampak belum kering,
dapat dinilai. ada pus. Pasien terpasang
Hidung :, Pada oksigen nasal kanul 4
pemeriksaan N.I liter/i, pasien tepasang
(olfaktorius) tidak dapat NGT, N.I (olfaktorius)
dinilai. tidak dapat dinilai.
Mulut : bibir pasien Mulut : bibir pasien
tampak kering, pucat, N. tampak kering dan pucat,
IX (Glassofaringeus) N. IX (Glassofaringeus)
tidak dapat dinilai, N. X dan N. X (Vagus) tidak
(Vagus) pasien bisa dapat dinilai, N XII
menelan saat diberikan (Hipoglosus) tidak dapat
air minum, N XII dinilai.
(Hipoglosus) tidak dapat Telinga : masih tampak
dinilai. ada sisa darah dari
Telinga : tampak kurang telinga. N.VIII
bersih(serumen). Pada (akustikus) tidak dapat
N.VIII (akustikus) pasien dinilai.
menoleh saat dipanggil Leher : N. X (vagus)
dengan suara sedang. tidak dapat dinilai
Leher :, N. X (vagus) Thoraxs : pergerakan
pasien bisa menelan saat dinding dada sama,
diberikan air minum palpasi fremitus kiri dan
Thorax : pergerakan kanan tidak dapat dinilai,
dinding dada sama, perkusi sonor, auskultasi
palpasi fremitus kiri dan vesikuler
kanan tidak dapat dinilai, Jantung : iktus kordis
perkusi sonor, auskultasi tidak terlihat, palpasi
vesikuler iktus kordis teraba di
Jantung : iktus kordis RIC V , perkusi pekak,
tidak terlihat, palpasi : auskultasi tidak ada
iktus kordis teraba di bunyi jantung tambahan
RIC V sinistra, perkusi Abdomen : tampak
pekak, auskultasi: tidak simetris, palpasi: tidak
ada bunyi jantung ada perbesaran hepar,
tambahan. perkusi tympani,
Abdomen : tampak auskultasi: bising usus
simetris, palpasi: tidak normal (8x/i)
ada pembesaran hepar, Ekstremitas atas :
perkusi tympani, tampak luka di punggung
auskultasi: bising usus tangan sebelah kiri,
normal (8x/i). panjang luka 4 cm, luka
Ekstremitas atas : belum kering, tidak ada
tampak ada luka lecet pus, CRT kembali > 2
ditangan sebelah kiri, detik, akral teraba dingin,
panjang luka 2,5 cm, terpasang infus NaCl
luka tampak kering, tidak 0,9% 20 tetes di tangan
ada pus, CRT kembali > sebelah kiri.
2 detik, akral teraba Ekstremitas bawah :
hangat, tampak luka dilutut
Ektremitas bawah : sebelah kiri pasien,
tampak luka lecet di kaki panjang luka 3 x 3,5 cm,
sebelah kiri dengan luka tampak belum
panjang luka 2,5 x 1,5 kering, pada telapak kaki
cm luka tampak kanan pasien terdapat
berwarna kemerahan, luka terbuka, panjang
luka belum kering, dan luka 2 x 6 cm, luka
akral teraba dingin dibalut dengan kasa,
akral teraba dingin.

Data Psikologis Status emosional : Status emosional :


keluarga mengatakan keluarga mengatakan
pasien sering memegang pasien gelisah dan sering
kepalanya dan meracau
mengerang
Kecemasan : keluarga Kecemasan : keluarga
mengatakan sering selalu mengajak pasien
bertanya bagaimana berbicara agar pasien
keadaan pasien untuk cepat sadar.
kedepannya kepada Pola koping : keluarga
perawat. mengatakan selalu
Pola Koping : keluarga memberi dukungan
mengatakan selalu kepada pasien agar
memberi dukungan pasien cepat sadar
kepada pasien untuk Gaya komunikasi :
kesembuhannya. pasien mengalami
Gaya Komunikasi : penurunan kesadaran
keluarga mengatakan
pasien lebih sering tidur
Data Penunjang Pada tanggal 4 Maret Pada tanggal 4 Maret
Laboratarium 2018 hasil labor 2018, hasil labor
didapatkan : didapatkan :
Hemoglobin 13 gr/dl, Hemoglobin 10 gr/dl,
leukosit 17.960 gr/dl, hematrokit 29 %, SGOT
hematrokit 39%, SGOT 34 u/l, SGPT 29 u/l.
35 u/l, SGPT 16 u/l.
Terapi Ceftriaxon 1gr frekuensi ceftriaxon 2 gr frekuensi
Pengobatan 2 x IV 2 x IV
ranitidine 50 mg Ranitidin 50 mg
frekuensi 2 x IV frekuensi 2 x IV
paracetamol 500 gr paracetamol 500 gr
frekuensi 4x1 melalui frekuensi 4x1 (melalui
oral oral)

2. Diagnosa Keperawatan
Tabel 4.2
Diagonsa keperawatan pada partisipan 1 dan 2
Partisipan I Partisipan II
Diagnosa berdasarkan studi Diagnosa berdasarkan studi
dokumentasi: dokumentasi:
1. Gangguan perfusi jaringan 1. Gangguan perfusi jaringan
serebri berhubungan serebri berhubungan dengan
dengan trauma kepala trauma kepala
2. Nyeri akut berhubungan 2. Nyeri akut berhubungan
dengan agen cedera fisik dengan agen cedera fisik
3. Resiko perdarahan 3. Hipertermi
Diagnosa berdasarkan observasi Diagnosa berdasarkan observasi
peneliti : peneliti :
1. Nyeri akut 1. Ketidakefektifan pola nafas
berhubungan dengan berhubungan dengan
agen cedera fisik gangguan neurologis
2. Kerusakan integritas 2. Ketidakefektifan perfusi
kulit berhubungan jaringan ke perifer
dengan factor mekanik berhubungan dengan
penurunan sirkulasi darah ke
perifer

3. Resiko infeksi

4. Intervensi Keperawatan
Rencana keperawatan yang dilakukan pada kedua partisipan mengacu pada NIC dan
NOC. Intervensi yang dapat disusun berdasarkan diagnosa pada partisipan 1 dan 2
adalah sebagai berikut :
Tabel 4.3
Intervensi Keperawatan

Partisipan I Partisipan II
Dx 1 : Resiko ketidakefektifan Dx 1 : Ketidakefektifan pola
perfusi jaringan otak nafas berhubungan dengan
berhubungan dengan trauma gangguan neurologis
kepala NOC :
NOC : a. Status pernafasan : ventilasi
a. Status sirkulasi 1) Frekuensi pernafasan dalam
1) Tekanan darah sistol rentang normal
dalam rentang normal 2) Tidak ada retraksi dinding
2) Tekanan darah diastol dada
dalam rentang normal 3) Tida mengalami dispnea saat
3) Saturasi O2 dalam istirahat
rentang normal 4) Tidak ditemukan ortopnea
4) Tekanan PaO2 (tekanan 5) Tidak ditemukan atelektasis
parsial O2 dalam darah NIC :
arteri) dalam rentang normal a. Terapi oksigen
5) Tekanan PaCO2 (tekanan 1) Pertahankan kepatenan
parsial CO2 dalam darah jalan nafas
arteri) dalam rentang normal 2) Atur peralatan oksigen
b. Perfusi jaringan serebral 3) Monitor aliran oksigen
1) Mempertahankan 4) Pertahankan posisi pasien
tekanan intracranial 5) Observasi adanya tanda-
2) Tekanan darah tanda hipoventilasi
dalam rentang 6) Monitor adanya kecemasan
normal b. Monitor tanda-tanda vital
3) Tidak ada nyeri kepala 1) Monitor tekanan darah,
4) Tidak ada muntah nadi, suhu, dan frekuensi
1) Memonitor tingkat pernafasan
kesadaran 2) Catat adanya flutuasi
NIC tekanan darah
a. Terapi oksigen 3) Monitor kualitas nadi
1) Periksa mulut, 4) Monitor suara paru
hidung, dan sekret 5) Monitor suara pernafasan
trakea 6) Monitor suhu, warna, dan
2) Pertahankan jalan nafas kelembapan kulit
yang paten
3) Atur peralatan
oksigenasi
4) Monitor aliran oksigen
5) Pertahankan posisi
pasien
6) Observasi tanda-tanda
hipovolemi
7) Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
b. Monitor peningkatan
intracranial
1) Monitor tekanan perfusi
serebral
2) Catat respon pasien
terhadap stimulasi
3) Monitor tekanan
intrakranial pasien dan
respon neurologi
terhadap aktifitas
4) Monitor intake dan
output cairan
5) Kolaborasidalam
pemberian antibiotik
6) Posisikan pasien pada
posisi semi fowler
7) Minimalkan stimulasi
dari lingkungan
c. Monitor vital signs
1) Monitor TD, nadi, suhu
dan RR
2) Monitor vital sign saat
pasien berbaring, duduk
dan berdiri
3) Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
4) Monitor TD, nadi, RR
sebelum dan sesudah,
selama dan setelah
aktivitas
5) Monitor kualitas nadi
6) Monitor frekuensi
dan irama pernafasan
7) Monitor pola
pernafasan abnormal
8) Monitor suhu, warna
dan kelembaban kulit
9) Monitor sianosis perifer
10) Monitor adanya clushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
11) Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign
Dx 2 :Nyeri akut Dx 2 : Resiko ketidakefektifan
perfusi jaringan otak
berhubungan dengan agen
NOC :
cedera fisik c. Status sirkulasi
1) Tekanan darah sistol dalam
NOC :
rentang normal
a. Level nyeri
2) Tekanan darah diastol
1) Melaporkan nyeri
dalam rentang normal
2) Durasi nyeri
3) Saturasi O2 dalam rentang
3) Menunjukan lokasi nyeri
4) Meringis normal
4) Tekanan PaO2 (tekanan
5) Ekspresi wajah
nyeri kegelisahan parsial O2 dalam darah
6) Fokus menyempit arteri) dalam rentang
b. Pain control normal
1) Mengakui timbulnya 5) Tekanan PaCO2 (tekanan
parsial CO2 dalam darah
nyeri arteri) dalam rentang
2) Menjelaskan factor normal
penyebab d. Perfusi jaringan serebral
3) Menggunakan buku 1) Mempertahankan tekanan
harian untuk memantau intracranial
gejala dari waktu ke 2) Tekanan darah dalam rentang
waktu normal
4) Menggunakan tindakan 3) Tidak ada nyeri kepala
pecegahan non analgesic 4) Tidak ada muntah
ukuran lega 5) Memonitor tingkat kesadaran
menggunakan analgesic NIC
seperti yang dianjurkan a. Terapi oksigen
5) Laporan nyeri 1) Periksa mulut, hidung,
dikendalikan dan sekret trakea
NIC : 2) Pertahankan jalan nafas
a. Manajemen nyeri yang paten
1) Lakukan pengkajian 3) Atur peralatan oksigenasi
nyeri secara 4) Monitor aliran oksigen
komprehensif termasuk 5) Pertahankan posisi pasien
lokasi, karakteristik, 6) Observasi tanda-tanda
durasi, frekuensi, hipovolemi
kualitas dan faktor 7) Monitor adanya
presipitasi kecemasan pasien
2) Observasi reaksi terhadap oksigenasi
nonverbal pasien b. Monitor peningkatan
dari intracranial
ketidaknyamanan 1) Monitor tekanan perfusi
3) Gunakan teknik serebral
komunikasi terapeutik 2) Catat respon pasien
untuk mengetahui terhadap stimulasi
pengalaman nyeri 3) Monitor tekanan
pasien intrakranial pasien dan
4) Kaji kultur yang respon neurologi
mempengaruhi respon terhadap aktifitas
nyeri 4) Monitor intake dan
5) Evaluasi pengalaman output cairan
nyeri masa lampau 5) Kolaborasidalam
6) Evaluasi bersama pasien pemberian antibiotic
dan tim kesehatan lain 6) Posisikan pasien pada
tentang ketidakefektifan posisi semi fowler
control nyeri masa 7) Minimalkan stimulasi
lampau dari lingkungan
7) Bantu pasien dan c. Monitor vital signs
keluarga untuk 1) Monitor TD, nadi, suhu dan
mencari
dan menemukan
dukungan
8) Kontrol lingkungan yang RR
dapat suhu ruangan, 2) Monitor vital sign saat
pencahayaan dan pasien berbaring, duduk dan
kebisingan berdiri
9) Kurangi factor 3) Auskultasi TD pada kedua
presipitasi lengan dan bandingkan
nyeri 4) Monitor TD, nadi, RR
10) Pilih dan lakukan sebelum dan sesudah,
penanganan nyeri selama dan setelah aktivitas
(farmakologi, non 5) Monitor kualitas nadi
farmakologi dan 6) Monitor frekuensi dan irama
interpersonal) pernafasan
11) Kaji tipe dan sumber 7) Monitor pola pernafasan
nyeri untuk abnormal
menentukan intervensi 8) Monitor suhu, warna dan
Ajarkan tentang teknik kelembaban kulit
nonfarmakologi 9) Monitor sianosis perifer
10) Monitor adanya clushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
11) Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

Dx 3 : Kerusakan intergritas Dx 3 : Ketidakefektifan perfusi


jaringan ke perifer berhubungan
kulit berhubungan dengan
dengan penurunan sirkulasi
faktor mekanik darah ke perifer
NOC : NOC :
a. Status sirkulasi
- Integritas kulit yang 1) Tekanan darah sistol dalam
baik bisa dipertahankan rentang normal
(sensasi, elastisitas, 2) Tekanan darah diastol dalam
temperatur, hidrasi, rentang normal
pigmentasi) 3) Akral teraba hangat
- Tidak ada luka/lesi pada 4) Nadi teraba kuat dan teratur
kulit 5) Saturasi O2 dalam rentang
- Perfusi jaringan baik normal
- Menunjukkan 6) Capilary refil kecil dari 3
pemahaman dalam detik
proses perbaikan kulit b. Tissue Perfusion :
dan mencegah Peripheral
terjadinya sedera 1) CRT (jari tangan dan kaki)
berulang
- Mampu melindungi kulit dalam batas normal
dan mempertahankan 2) Suhu kulit ekstremitas
kelembaban kulit dan dalam rentang normal
perawatan alami 3) Kekuatan denyut nadi
menunjukkan terjadinya (karotis kanan dan
proses penyembuhan kiri;brachial kanan dan kiri;
luka femur kanan dan kiri,
NIC : radialis kanan dan kiri)
Pressure Management dalam rentang normal
- Anjurkan pasien 4) Blood pressure dan MAP
untuk menggunakan dalam rentang normal
pakaian yang longgar NIC :
- Hindari kerutan pada a. Terapi oksigen
tempat tidur 1) Periksa mulut, hidung, dan
- Jaga kebersihan kulit sekret trakea
agar tetap bersih dan 2) Pertahankan jalan nafas
kering yang paten
- Mobilisasi pasien (ubah 3) Berikan oksigen
posisi pasien) setiap dua sesuai kebutuhan
jam sekali pasien
- Monitor kulit akan 4) Atur peralatan oksigenasi
adanya kemerahan 5) Monitor aliran oksigen
- Monitor aktivitas dan 6) Pertahankan posisi pasien
mobilisasi pasien 7) Observasi tanda-tanda
- Monitor status nutrisi hipovolemi
pasien 8) Monitor adanya kecemasan
- Memandikan pasien pasien terhadap oksigenasi
dengan sabun dan b. Monitor tanda-tanda vital
air hangat 1) Monitor tekanan darah,
- Kaji lingkungan dan nadi, suhu, dan frekuensi
peralatan yang pernafasan
menyebabkan tekanan 2) Catat adanya flutuasi
- Observasi luka : lokasi, tekanan darah
dimensi, kedalaman 3) Monitor kualitas nadi
luka, karakteristik,warna 4) Monitor suara paru
cairan, granulasi, 5) Monitor suara pernafasan
jaringan nekrotik, 6) Monitor suhu, warna, dan
tandatanda infeksi lokal, kelembapan kulit
formasi traktus
- Ajarkan pada
keluarga tentang luka
dan perawatan luka
- Kolaburasi ahli gizi
pemberian diae
TKTP,
vitamin
- Lakukan tehnik
perawatan luka dengan
steril
- Berikan posisi yang
mengurangi
tekanan pada luka

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan yang dilakukan partisipan I dan II adalah sebagai berikut:

Tabel 4.4
Implementasi Keperawatan
Partisipan I Partisipan II
Dx 1 : Resiko ketidakfektifan perfusi Dx 1 : Ketidakefektifan pola nafas
jaringan otak berhubungan dengan gangguan
Terapi oksigen : mempertahankan jalan neurologis
nafas, memonitor aliran oksigen, Terapi oksigen : mempertahankan posisi
pertahankan posisi pasien, monitor pola kepala pasien elevasi 30º untuk
pernafasan abnormal. memaksimalkan ventilasi, memonitor
Monitor peningkatan intracranial : kepatenan aliran oksigen, memonitor
mempertahankan posisi kepala pasien frekuensi dan irama pernafasan,
elevasi 30˚ untuk memaksimalkan memberikan terapi oksigen nasal kanul 4
ventilasi, memberikan rangsangan suara l/i.
untuk meningkatkan tingkat kesadaran, Monitor vital sign : memonitor tekanan
memonitor tanda-tanda peningkatan TIK darah, nadi, pernafasan dan suhu,
dan respon neurologis. memonitor frekuensi pernadasan dan
Monitor vital signs : monitor tekanan irama pernafasan, memonitor kualitas
darah, nadi, pernafasan dan suhu, nadi.
monitor kualitas nadi, monitor pola
pernafasan abnormal, mencatat adanya
fluktuasi tekanan darah, monitor suhu,
warna dan kelembaban kulit.
Dx 2 : Nyeri Akut berhubungan Dx 2 : Resiko ketidakfektifan perfusi
dengan Agen Cidera Fisik jaringan otak
Manajemen nyeri : lakukan pengkajian Terapi oksigen : mempertahankan jalan
nyeri secara komprehensif termasuk nafas, memonitor aliran oksigen,
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, pertahankan posisi pasien, monitor pola
kualitas dan faktor presipitasi, kaji hal pernafasan abnormal.
yang mempengaruhi respon nyeri. Monitor peningkatan intracranial :
Mempertahankan posisi kepala pasien mempertahankan posisi kepala pasien
elevasi 300 untuk memaksimalkan elevasi 30˚ untuk memaksimalkan
ventilasi, melakukan pengukuran TD, ventilasi, memberikan rangsangan suara
nadi, respirasi, suhu, memonitor untuk meningkatkan tingkat kesadaran,
terjadinya fluktuasi TD, mengukur skala memonitor tanda-tanda peningkatan TIK
nyeri dengan raut wajah. dan respon neurologis.
Monitor vital signs : monitor tekanan
darah, nadi, pernafasan dan suhu,
monitor kualitas nadi, monitor pola
pernafasan abnormal, mencatat adanya
fluktuasi tekanan darah, monitor suhu,
warna dan kelembaban kulit.
Dx 3 : kerusakan integritas kulit Dx 3 : Ketidakefektifan perfusi
berhubungan dengan faktor mekanik jaringan ke perifer berhubungan
Pressure management : hidari kerutan dengan penurunan sirkulasi darah ke
pada tempat tidur, jaga kebersihan kulit perifer
agar tetap bersihdan kering, monitor Terapi oksigen : Periksa mulut, hidung,
luka akan adanya kemerahan, monitor dan sekret trakea, pertahankan jalan
status nutrisi pasien. nafas yang paten, monitor aliran
Insision site care : membersihkan, oksigen, pertahankan posisi pasien
memantau dan meningkatkan proses Monitor Vital Sign : mempertahankan
penyembuhan luka, monitor tanda-tabda posisi kepala pasien elevasi 300 untuk
infeksi, melakukan dressing pada memaksimalkan ventilasi, memonitor
interval waktu sesuai program. kepatenan aliran oksigen, memonitor
frekuensi dan irama pernafasan,
memonitor pola pernafasan abnormal,
memberikan terapi oksigen binasal kanul
4l/menit, mengobservasi tanda-tanda
syok hipovolemi, melakukan penilaian
CRT, memonitor hasil laboratorium.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dilakukan setiap hari, pada partisipan I dilakukan selama 6 hari dan pada
partisipan II dilakukan selama 5 hari. Berikut adalah hasil evaluasi yang dilakukan
pada kedua partisipan.
Tabel 4.5
Evaluasi Keperawatan
Partisipan I Partisipan II
Evaluasi berdasarkan observasi dan Evaluasi berdasarkan observasi dan
wawancara peneliti : wawancara peneliti :
Setelah dilakukan implementasi Setelah dilakukan implementasi
keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan berdasarkan
resiko ketidakefektifan perfusi ketidakefektifan pola nafas
jaringan otak didapatkan evaluasi berhubungan dengan gangguan
pada hari pertama yaitu : S : keluarga neurologis pada hari pertama yaitu :
mengatakan pasien mengalami S : keluarga mengatakan nafas pasien
penurunan kesadaran O : pasien sesak O : pasien terpasang oksigen
mengalami penurunan kesadaran, nasal kanul 4 l/I, pasien tampak
kesadaran pasien apatis GCS 12, sesak. A : masalah belum teratasi P:
pasien belum bisa berinteraksi A : intervensi dilanjutkan. Pada hari ke
masalah belum teratasi P: intervensi lima (Tn. S ) tampak sudah tidak
dilanjutkan. Pada hari keempat sesak , pasien tidak memakai
pasien mengatakan kepalanya tidak oksigen, RR : 20 x/menit, masalah
sakit, pasien tampak tenang. teratasi, intervensi dihentikan.

Setelah dilakukan implementasi Setelah dilakukan implementasi


keperawatan pada diagnosa nyeri keperawatan pada diagnosa resiko
akut berhubungan dengan agen ketidakefektifan perfusi jaringan
cedera fisik didapatkan evaluasi pada otak, didapatkan evaluasi pada hari
hari pertama yaitu : S : keluarga pertama yaitu : S : keluarga
mengatakan pasien sering memegang mengatakan pasien mengalami
kepalanya dan gelisah O : pasien penurunan kesadaran O : kesadaran
tampak pucat, meringis, TD: 120/90 pasien delirium, GCS 10, TTV dalam
mmHg, nadi: 80 x/i, RR : 20 x/i. A : batas normal. A : masalah belum
Masalah belum teratasi, P : teratasi P: intervensi dilanjutkan.
Intervensi dilanjutkan. Pada hari pada hari keempat GCS pasien 13,
kelima : pasien mengatakan nyeri pasien masih tampak bingung, TTV
kepalanya sudah mulai hilang, dalam batas normal, masalah belum
masalah sudah teratasi, intervensi teratasi, intervensi dilanjutkan.
duhentikan.
Setelah dilakukan tindakan
Setelah dilakukan implementasi keperawatan pada diagnosa
keperawatan pada diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan
kerusakan integritas kulit perifer berhubungan dengan
berhubungan dengan faktor mekanik, penurunan sirkulasi oksigen ke otak
didapatkan evaluasi pada hari didapatkan evaluasi pada hari
pertama yaitu : S : keluarga pertama S: keluarga mengatakan
mengatakan luka gores dikaki akral pasien teraba dingin O : akral
sebelah kiri pasien, O: luka tampak pasien teraba dingin, CRT > 2 detik
belum kering, kemerahan dan ada A : masalah belum teratasi P :
pus A : masalah belum teratasi P : intervensi dilanutkan. Pada hari
intervensi dilanjutkan. Pada hari ke kelima akral pasien teraba hangat,
empat luka pasien sudah sedikit CRT < 2 detik, suhu normal.
kering, tidak ada pus dan tidak Masalah teratasi, intervensi
kemerahan. dihentikan
C. Pembahasan
Setelah didapatkan data pasien dengan metode wawancara, observasi, studi
dokumentasi serta pemeriksaan fisik pada 2 orang partisipan melalui pendekatan
proses keperawatan, pengkajian, menegakkan diagnosa keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi, maka peneliti akanmembahas mengenai kesenjangan antara
teori dengan kenyataan yang ditemukan pada pasien dengan cedera kepala yang dapat
diuraikan sebagai berikut :
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan
landasan dari proses keperawatan dari pengkajian dapat dilihat dari perbedaan
kasus dengan teori yaitu :
a. Identitas pasien
Identitas pasien (Tn. Z dan Tn. S) diperoleh dari keluarga dan status,
partisipan 1 dan 2 sama- sama megalami cedera kepala sedang dan sama–
sama berjenis kelamin laki-laki. Menurut peneliti ada kecendrungan
pengaruh jenis kelamin dalam kasus cedera kepala lebih sering terjadi
pada laki-laki dari pada perempuan.
Menurut peneliti Awaloei (2016), bahwa jenis kelamin laki-laki yang
tersering mengalami cedera kepala dibandingkan dengan perempuan.
Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Brunner & Suddart
(2013) yang mengatakan bahwa yang berisiko tinggi yang mengalami
cedera kepala adalah laki-laki dibandingkan dengan perempuan dengan
perbandingan 2:1.
Menurut peneliti biasanya pasien cedera kepala lebih banyak dialami pada
pasien laki-laki yang disebabkan karena kecelakaan lalu lintas.
Pada diagnosa medis didapatkan diagnosa partisipan I yaitu CKS GCS 12
+ EDH, sedangkan diagnosa partisipan II yaitu CKS GCS 10 + ICH.
Perbedaan dari EDH dengan ICH yaitu, EDH adalah perdarahan yang
menuju ke ruang antara tengkorak dan durameter. Kondisi ini terjadi
karena laserasi dari arteri meningea media. Sedangkan ICH adalah
perdarahan menuju ke jaringan serebral. Biasanya terjadi akibat cedera
langsung dan sering didapat pada lobus frontal atau temporal (Rendy dan
Margareth, 2012).
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Berdasarkan hasil pengkajian pada partisipan I dan II, keluhan utama
pasien mengalami penurunan kesadaran setelah kecelakaan lalu lintas,
adanya muntah proyektif dan keluar darah dari telinga (+). Dari
keluhan utama pada kedua partisipan tidak didapatkan adanya tanda
fraktur basis cranii karena kedua partisipan keluar darah dari telinga
tidak disertai adanya cairan lendir. Hal ini dijelaskan oleh teori Rendy
dan Margareth (2012), fraktur basis cranii berupa jaringan pembuluh
darah dan saraf-saraf otak, merobek burameter yag mengakibatkan
perembesan cairan serebros spiner, dimana dapat membuka satu jalan
untuk terjadinya infeksi intrapranial. Tanda – tanda fraktur servikal
yaitu terdapatnya jejas diatas clavikula kearah cranial, adanya memar
di sekitar leher, nyeri ketika menggerakkan lengan. Menurut peneliti
kedua partisian tidak ada mengalami tanda-tanda adanya fraktur
servikal.
Menurut teori Rendy dan Margareth (2012), umumnya pasien dengan
cedera kepala datang kerumah sakit dengan penurunan kesadaran
(GCS dibawah 15), sering bingung , muntah, dispnea/takipnea, sakit
kepala, lemah, hemiparise, luka dikepala, akumulasi sputum di saluran
pernafasan, dan adanya kejang. Menurut peneliti pada pasien cedera
kepala masuk karena penurunan kesadaran, kejang dan adanya
muntah.
Pada partisipan I dan II ada perbedaan pada keluhan utama yaitu pada
partisipan I ada kejang setelah kecelakaan, tapi partisipan II tidak ada
kejang. Menurut peneliti pasien cedera kepala yang mengalami kejang
setelah kecelakaan lalu lintas disebabkan karena adanya benturan yang
mengenai saraf pada otak.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Saat dilakukan pengkajian pada pasien Tn. Z, Selasa, 06 Maret 2018
pukul 09.00 WIB, keluarga mengatakan pasien sering terasa mual saat
membuka mata. Keluarga mengatakan pasien sering memegang
kepalanya. Sedangkan pada pasien Tn. S, saat dilakukan pengkajian
pada hari Selasa, 07 Maret 2018 pukul 10.00 WIB, keluarga
mengatakan pasien mengalami penurunan kesadaran, pasien sering
meracau dan gelisah.
Menurut peneliti Yolanda (2017), pada pasien cedera kepala biasanya
mengalami penurunan kesadaran dan adanya luka disekitar kepala
pasien.
Dalam teori Wijaya dan Putri (2013), adapun hasil yang sama antara
lain terjadinya penurunan kesadaran, sakit kepala,perdarahan otak dan
lainnya sehingga mengakibatkan otak tidak dapat bekerja secara
efektif. Menurut peneliti partisipan I dan II sama-sama mengalami
penurunan kesadaran dan adanya perdarahan otak yang disebabkan
karena benturan kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan adanya
peningkatan TIK. Menurut teori Borley dan Grace (2007), bila trauma
mengenai ekstra kranial akan dapat menyebabkan adanya laserasi pada
kulit kepala dan pembuluh darah sehingga terjadi perdarahan. Apabila
perdarahan terjadi terus menerus akan terganggunya aliran darah dan
menyebabkan hipoksia. Akibat hipoksia otak mengalami edema
serebri dan peningkatan volume darah di otak sehinga tekanan
intrakranial akan meningkat.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Keluarga Tn. Z mengatakan pasien sedang mengendarai motor
bersama anaknya untuk pergi mancing, kemudian setelah sampai
ditempat pemancingan pasien memberhentikan motornya, pada saat
pasien berhenti tiba-tiba datang motor lain menabrak pasien sehingga
pasien terjatuh dan kepalanya terbentur dan robek. Sedangkan keluarga
Tn. S mengatakan pasien sedang mengendarai motor kemudian pasien
disenggol oleh mobil dan pasien terjatuh dari motornya, pasien
langsung pngsan dan dibawa langsung ke RSUD Solok.
Salah satu penyebab cedera kepala berdasarkan teori Muttaqin (2008)
adalah kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian , dan trauma
langsung ke kepala. Menurut penelit antara partisipan I dan partisipan
II sama-sama mengalami cedera kepala karena kecelakaan lalu lintas
yang menyebabkan pasien menjadi cedera kepala.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga Tn. Z mengatakan tidak mengetahui anggota keluarga pasien
yang memiliki penyakit DM, hipertensi dan penyakit keturunan
lainnya. Pada keluarga Tn. S mengatakan tidak mengetahui anggota
keluarga pasien yang memiliki penyakit DM, hipertensi dan penyakit
keturunan lainnya.
Teori Muttaqin, A (2008), berpendapat bahwa perlu dilakukan
pengkajian tentang riwayat kesehatan pasien yang dapat
memperlambat pemulihan, meliputi adanya riwayat hipertensi, riwayat
cedera kepala sebelumnya, diabetes melitus, jantung koroner, anemia,
penggunaan obat-obat antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, dan konsumsi alkohol.
Menurut peneliti cedera kepala bukan penyakit keturunan, namun
terjadi karena kecelakaan.
c. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik Tn. Z didapatkan, kesadaran pasien apatis GCS
12, Pada kepala tampak luka jahit dibagian pariental sepanjang 8 cm, luka
jahit sudah tampak kering, tidak ada pus. Tampak lebam pada mata
sebelah kanan, berwarna kebiruan, pada sudut lateral sclera tampak
kemerahan. N. III (Occulomotorius) pupil isokor dengan diameter Ø
OD/OS : Ø 2/2 mm. Pada N. X (Vagus) pasien bisa menelan saat
diberikan air minum. Pada N.VIII (akustikus) pasien menoleh saat
dipanggil dengan suara sedang.
Pada pemeriksaan fisik Tn. S, kesadaran pasien delirium GCS 10
(E2M5V3). Pada kepala dan wajah terdapat luka gores diwajah sebelah
kanan panjang 3 cm, luka tampak masih belum kering. Pada mata N II (
occulomotorius ) pupil isokor dengan diameter Ø OD/OS : Ø 2/2 mm.
terdapat luka gores dibatang hidung pasien sepanjang 4 cm, luka tampak
belum kering, ada pus. Tampak pernafasan cuping hidung, pasien
terpasang oksigen nasal kanul 4 liter/menit, pasien terpasang NGT.
Telinga tampak simetris, tidak ada luka. Masih ada tampak sisa darah
yang keluar dari telinga.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pada partisipan I dan partisipan II
sama-sama mengalami penurunan kesadaran. Menurut teori Muttaqin
(2008), menjelaskan bahwa bertambahnya volume otak akibat perdarahan
dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan intracranial yang
ditandai dengan kejang, penurunan kesadaran dan nyeri kepala. Menurut
peneliti, penurunan kesadaran pada pasien terjadi akibat adanya tanda-
tanda peningkatan TIK.
Namun ada perbedaan pada 2 partisipan yaitu pada partisipan I ditemukan
adanya luka robek dikepala pariental, disekitar mata sebelah kiri pasien
lebam berwarna kebiruan, pada nervus vagus dapat dinilai karena pasien
bias menelan saat diberikan air minum, sedangkan pada partisipa II ada
luka di wajah, luka gores di batang hidung, pasien terpasang oksigen nasal
kanul, tampak pernafasan cuping hidung dan terpasang NGT. Menurut
peneliti tanda – tanda yang dialami kedua partisipan merupakan tanda dan
gejala dari cedera kepala. Pada pemeriksaan nervus partisipan I N.VIII
dan N.X dapat di nilai sedangkanpada partisipan II tidak dapat di nilai
karena pada partisipan II mengalami penurunan kesadaran.
Hal tersebut sama dengan teori Brunner & Suddart (2013) yang
menjelaskan bahwa manifestasi klinis cedera kepala adalah tingkat
kesadaran yang berubah, terganggunya pola nafas, adanya gangguan
pendengaran, disfungsi sensorik.
2. Diagnosa keperawatan
Berdasarkan pengkajian dan observasi yang dilakukan peneliti ditemukan
beberapa masalah keperawatan yang muncul pada Tn. Z dan Tn. S yaitu :
ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan gangguan neurologis (Tn. S),
resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak ( Tn. Z dam Tn. S ) ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah ke perifer
(Tn. S ), nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik ( Tn. Z ), kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik (Tn. Z ).
a. Masalah keperawatan pertama yang ditemukan pada Tn. S adalah
ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan gangguan neurologis ditandai
dengan data subjektif keluarga mengatakan pasiem tampak sesak, data
objektif pasien tampak sesak, pasien menggunakan oksigen nasal kanul 4
l/menit, RR 26/i, tampak retraksi dinding dada.
Teori Randy dan Margareth (2012), yaitu pada aspek pernafasan terjadinya
perubahan pola nafas, kedalaman, maupun frekuensi yaitu cepat dan dangkal
dan irama tidak teratur. Menurut peneliti masalah keperawatan
ketidakefektifan pola nafas pada Tn.S ditegakkan karena pasien terpasang
oksigen nasal kanul, RR: 26x/menit dan adanya retraksi dinding dada.
b. Masalah keperawatan resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak, dialami
pada kedua partisipan, hal ini disebabkan karena partisipan I dan II sama-sama
mengalami penurunan kesadaran, pasien sering mengerang dan gelisah.
Menurut peneliti kedua partisipan mengalami penurunan kesadaran
diakibatkan karena kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan benturan
dikepala dan menyebabkan adanya tanda-tanda peningkatan TIK.
c. Masalah keperawatan yang ketiga pada Tn. S adalah ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah ke perifer
dengan data subjektif keluarga mengatakan telapak kaki dan tangan pasien
teraba dingin, data objektif pasien tampak pucat, Hb 10 g/dl, CRT > 2 detik.
Dalam teori NANDA (2-15-2017) dikatakan bahwa diagnosa ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer adalah penurunan sirkulasi darah ke perifer yang dapat
mengganggu kesehatan dengan batasan karakterisktik CRT > 2 detik,
penurunan nadi perifer dan warna kulit pucat. Menurut peneliti data yang
didapat ada kesamaan tanda dan gejala pada Tn. S yaitu CRT > 2 detik, pasien
tampak pucat maka menyebabkan sirkulasi darah pasien ke perifer dapat
terganggu disebabkan karena kurangnya oksigen.
d. Masalah keperawatan kedua yang ditemukan pada Tn. Z adalah nyeri akut
berhubungan dengan agen cedera fisik ditandai dengan data subjektif keluarga
mengatakan pasien sering memegang kepalanya dan gelisah, data objektif
pasien tampak gelisah, pasien tampak meringis.
Dalam teori NANDA ( 2015-2017) dikatakan bahwa nyeri akut adalah
pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul
akibat kerusakan jaringan aktual atau yang digambarkan sebagai kerusakan
dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yag dapat diantisipasi atau
diprediksi. Dengan menggunakan karakteristik yaitu dengan ekspresi wajah
dan perilaku. Menurut peneliti diagnosa yang ditegakkan untuk nyeri akut
pada partisipan I ditandai dengan pasien sering memegang kepalanya, pasien
gelisah dan tampak meringis.
e. Masalah keperawatan yang ketiga pada partisipan I adalah kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik ditandai dengan terdapat
luka jahit di bagian pariental sepanjang 8 cm, luka sudah kering. Dan tampak
luka gores di bagian kaki sebelah kiri dengan panjang luka 2,5 x 1,5 cm, luka
masih tempak belum kering dan kemerahan.
Sesuai dengan NANDA (2015- 2017), bahwa diagnosa kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan faktor mekanik batasan karakteristiknya adalah
integrutas kulit yang baik bisa dipertahankan, tidak ada luka lesi pada kulit
dan perfusi jaringan baik.
3. Intervensi keperawatan
Intervensi atau rencanaan keperawatan diartika sebagai suatu dokumen tulisan
tangan dalam menyelesaikan masalah, tujuan dan intevensi keperawatan dan
merupakan metode komunikasi tentang asuhan keperawatan pada pasien
(Nursalam, 2015).
Perencanaan tindakan keperawatan pada kasus Tn. Z dan Tn. S didasarkan pada
tujuan intervensi masalah keperawatan yaitu ketidakefektifan pola nafas
berhubungan dengan gangguan neurologis, resiko ketidakefektifan perfusi
jaringan otak, ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan sirkulasi darah ke perifer, nyeri akut berhubungan dengan agen cedera
fisik dan kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik.
a) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan gangguan neurologis
Menurut NANDA internasional tahun 2015 – 2017 rencana tindakan
keperawatan pada diagnosa ketidakefektiffan pola nafas berhubungan dengan
kerusakan neurologis dengan tujuan status respiasi baik, frekuensi pernafasan
dalam batas normal, irama pernafasan normal, tidak ada penggunaan otot
bantu pernafasan, tidak ada retraksi dinding dada dan tidak ada suara nafas
tambahan. Dengan NIC yaitu posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi, auskultasi suara nafas, pertahankan kepatenan jalan nafas, berikan
oksigen sesuai kebutuhan, monitor respirasi dan status O2, monitor aliran O2,
amati tanda-tanda hipoventilasi induksi oksigen. Menurut peneliti intervensi
yang dilakukan perawat pada pasien sesuai dengan teori yaitu memposisikan
pasien untuk memaksimalkan ventilasi, memberikan oksigen sesuai kebutuhan
pasien dan monitor aliran O2.
b) Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
Menurut NANDA Internasional tahun 2015-2017, rencana tindakan untuk
diagnosa resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak dengan tujuan setelah
dilakukan tindakan keperawatan pasien akan menunjukan status sirkulasi baik,
perfusi jaringan serebral normal, tekanan darah dalam rentang normal, tidak
ada tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial, berkomunikasi dengan jelas
dan sesuai kemampuan, tingkat kesadaran baik. Dengan NIC yaitu
pertahankan jalan nafas yang paten, pertahankan posisi pasien, monitor
tekanan perfusi serebral, monitor tekanan intrakranial pasien dan respon
neurologis terhadap aktivitas, posisikan pasien pada posisi semi fowler,
monitor tanda-tanda vital. Menurut peneliti intervensi yang dilakukan pada
pasien sesuai dengan NIC yaitu monitor tingkat kesadaran pasien, posisikan
pasien semi fowler, memonitor tanda-tanda vital dan monitor adanya tanda-
tanda peningkatan TIK.
c) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
sirkulasi darah ke perifer
Menurut NANDA Internasional 2015-2017, rencana tindakan keperawatan
pada diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan sirkulasi darah ke perifer dengan tujuan setelah dilakukan tindakan
keperawatan pasien akan menunjukkan tekanan darah sistol dalam rentang
normal, tekanan darah diastol dalam rentang normal, akral teraba hangat, nadi
teraba kuat dan teratur, saturasi O 2 dalam rentang normal, Capilary refil kecil
dari 3 detik. Dengan NIC Pertahankan jalan nafas yang paten, berikan oksigen
sesuai kebutuhan pasien, monitor aliran oksigen, pertahankan posisi pasien,
monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan frekuensi pernafasan, monitor kualitas
nadi, monitor suara pernafasan, onitor suhu, warna, dan kelembapan kulit.
d) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
Menurut NANDA Internasional 2015-2017, rencana tindakan untuk diagnosa
nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik dengan tujuan rasa nyeri
dapat dikontrol, mengenali kapan nyeri terjadi, menggambarkan faktor
penyebab, , menggunakan anagesik yang digunakan, nyeri yang dilaporkan
tidak ada, tidak ada ekspresi nyeri pada wajah. Dengan NIC yaitu lakukan
pengkajian nyeri secara komprehensif (meliputi lokasi, karakteristik, frekuensi
durasi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri0, observasi adanya
ketidaknyamanan terutama pada mereka yang tidak dapat berkomunikasi
secara efektif, gali bersama pasien faktor yang bisa memperingan nyeri atau
memperberat nyeri, ajarkan penggunaan nonfamakologi (seperti relaksasi
nafas dalam), dukung pasien untuk istirahat yang adekuat untuk menurunkan
rasa nyeri, berikan analgesic sesuai waktunya, monitor tanda-tanda vital.

e) Kerusakan integritas kulit


Menurut NANDA Internasional 2015-2017, rencana tindakan untuk diagnosa
kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik dengan tujuan
Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur,
hidrasi, pigmentasi), tidak ada luka/lesi pada kulit, perfusi jaringan baik,
menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah
terjadinya sedera berulang, mampu melindungi kulit dan mempertahankan
kelembaban kulit dan perawatan alami menunjukkan terjadinya proses
penyembuhan luka. NIC Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang
longgar, hindari kerutan pada tempat tidur, jaga kebersihan kulit agar tetap
bersih dan kering, mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali,
monitor kulit akan adanya kemerahan, monitor aktivitas dan mobilisasi pasien,
monitor status nutrisi pasien, memandikan pasien dengan sabun dan air
hangat, kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan tekanan, observasi
luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka, karakteristik,warna cairan, granulasi,
jaringan nekrotik, tandatanda infeksi lokal, formasi traktus, ajarkan pada
keluarga tentang luka dan perawatan luka, kolaburasi ahli gizi pemberian diae
TKTP, vitamin, lakukan tehnik perawatan luka dengan steril, berikan posisi
yang mengurangi tekanan pada luka.
Menurut penelitian Nasir (2012), intervensi keperawatan yang dilakukan
peneliti yaitu observasi keadaan umum pasien untuk mengetahui tingkat
kesadaran pasien, memberikan posisi head up 30°, kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian oksigen nasal kanul dan monitor tanda – tanda vital pasien.
4. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan adalah tahap melakukan rencana keperawatan yang
telah dibuat. Adapun kegiatan yang ada dalam tahap implementasi meliputi
pengkajian ulang, memperbaharui data dasar, meninjau dan merevisi rencana
asuhan keperawatan yang direncanakan. Peneliti melakukan implementasi
keperawatan berdasarkan tindakan yang telah direncanakan sebelumnya,
implementasi keperawatan yang dilakukan partisipan I dimulai pada tanggal 6-11
Maret 2018 dan pada partisipan II pada tanggal 7- 11 maret 2018.
Implementasi yang dilakukan selama 5 hari untuk ketidakefektifan pola nafas
berhubungan dengan gangguan neurologis adalah memonitor kepatenan aliran
oksigen, posisikan kepala pasien elevasi 30˚, memonitor pola pernafsan abnormal,
memonitor frekuensi dan irama pernafasan.
Implementasi yang dilakukan selama 6 hari untuk masalah resiko ketidakefektifan
perfusi jaringan otak adalah mempertahankan posisi kepala pasien elevasi 30˚
untuk memaksimalkan ventilasi, monitor tingkat kesadaran pasien dengan
memberikan rangsangan suara, memonitor tanda-tanda vital, memonitor adanya
tanda-tanda peningkatan TIK, memonitor alira O2,monitor kualitas nadi dan
memonitor intake output.
Implementasi yang dilakukan selama 6 hari untuk masalah ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer berhubunga dengan penurunan sirkulasi darah ke perifer
adalah memonitor suhu, warna dan kelembaban kulit, memonitor aliran oksigen,
memonitor tanda-tanda vital, mengobservasi tanda-tanda hipovolemi, melakukan
penilaian CRT.
Implementasi yang dilakukan selama 6 hari untuk masalah nyeri akut
berhubungan dengan agen cedera fisik adalah memposisikan pasien semi fowler,
mengukur tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan, monitor kualitas nadi.
Implementasi yang dilakukan selama 6 hari untuk masalah kerusakan intgritas
kulit berhubungan dengan faktor mekanik adalah anjrkan pasien untuk
menggunakan pakaian yang longgar, member tahu keluarga pasien untuk menjaga
kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering, monitor kulit akan adanya
kemerahan, monitor tanda-tanda infeksi, monitor status nutrisi pasien.
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan, pada tahap ini yang
dilakukan adalah mengkaji respon setelah dilakukan intervensi keperawatan,
membandingkan respon pasien dengan kriteria hasil, memodifikasi asuhan
keperawatan sesuai dengan hasil evaluasi dan mengkaji ulang asuhan keperawatan
yang telah diberikan kepada pasien.
1) Evaluasi yang didapatkan pada partisipan I yaitu :
a. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak.
Partisipan I hari pertama GCS 12, tingkat kesadaran apatis, pasien
tampak bingung. Pada hari ke tiga tingkat kesadaran pasien GCS 15,
tapi pasien mengatakan sakit kepala. Pada hari kelima pasien
mengatakan sakit kepalanya sudah hilang. Masalah teratasi intervensi
dihentikan.
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
Partisipan I pada hari kelima nyeri sudah mulai berkurang, TTV
dalam batas normal, pasien tampak tenang, skala nyeri 3. Masalah
teratasi sebagian, intervensi dilanjutkan.
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dngan faktor mekanik
Tn. Z pada hari kelima luka pada kaki sebelah kiri pasien sudah
kering, tidak kemerahan dan tidak ada pus. Masalah teratasi,
intervensi dihentikan.
2) Evaluasi yang di dapatkan pada partisipan II yaitu :
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan gangguan
neurologis.

Pada hari ke lima (Tn. S ) tampak sudah tidak sesak , pasien tidak
memakai oksigen, RR : 19 x/menit, masalah teratasi, intervensi
dihentikan.

b. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak.


Pada Tn. S hari pertama tingkat kesadaran delirium, GCS 10, pasien
mengalami penurunan kesadaran, pada hari kelima GCS pasien 14,
TTV dalam batas normal, masalah teratasi sebagian, intervensi
dilanjutkan.
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan sirkulas darah ke perifer
Pada Tn.S hari pertama pasien tampak pucat, suhu 38,6 ˚c, akral
teraba dingin. Pada hari kelima akral pasien teraba hangat, CRT < 3
detik, suhu normal. Masalah teratasi, intervensi dihentikan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian asuhan keperawatan pada pasien dengan cedera kepala
diruang Trauma Center RSUP dr. M. Djamil Padang pada tahun 2018 peneliti
mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil pengkajian pada pasien dengan cedera kepala sedang didapatkan pasien
mengalami penurunan kesadaran, pasien dengan tingkat kesadaran apatis dan
delirium dan TTV dalam batas normal.
2. Rumusan diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus cedera kepala
sedang yaitu ketidakefektifan pola napas, resiko ketidakefektifan perfusi
jaringan otak, ketidakefektifan perfusi jaringan perifer, nyeri akut, kerusakan
integritas kulit dan resiko infeksi.
3. Rencana tindakan keperawatan yang disusun pada pasien dengan cedera
kepala sedang menurut Bulechek (2013) dan Mroorhead (2013) adalah
manajemen udem serebral, terapi oksigen, monitor peningkatan TIK, monitor
neurologis, monitor tanda-tanda vital, manajemen demam, manajemen sensasi
perifer, pengecekan kulit dan perawatan luka.
4. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien cedera kepala sedang
adalah mempertahankan posisi kepala pasien elevasi 30º untuk
memaksimalkan ventilasi, meningkatkan tingkat kesadaran, memonitor tanda-
tanda vital, memoniotr adanya tanda-tanda peningkatan TIK, memoniot aliran
oksigen dan monitor kualitas nadi.
5. Hasil evaluasi dari tindakan keperawatan yang dilakukan selama 5 hari pada
tanggal 06 - 11 Maret 2018 dalam bentuk SOAP Evaluasi yang didapatkan
pada pasien cedera kepala adalah pasien mengalami peningkatan kesadaran
dalam waktu 4 – 6 hari, namun masih perlu pemantauan perkembangan
pasien.

B. Saran
1. Bagi Perawat ruang Trauma Center
Melalui hasil peneitian ini di sarankan bagi perawat diruang Trauma center
RSUP. Dr. M. Djamil Padang agar dapat melakukan asuhan keperawatan lebih
baik lagi dan dapat meningkatkan asuhan keperawatan secara optimal.
2. Bagi peneliti selanjutnya
a. Diharapkan peneliti selanjutnya melakukan pengkajian secara tepat dan
mengambil diagnosa secara tepat menurut pengkajian yang ditetapkan. Dalan
melaksanakan tindakan keperawatan harus terlebih dahulu memahami
masalah dengan baik serta mendokumentasikan hasil tindakan yang telah
dilakukan.
b. Diharapkan hasil peneliti ini dapat dijadikan sebagai atau pembanding dalam
melakukan penelitian.

.
DAFTAR PUSTAKA
Anurogo. Ditto dan Fritz Sumantri Usman.(2014). 45 Penyakit Dan Gangguan
Saraf. Yogyakarta :Rapha Publishing.

Awaloe, Astrid C., dkk. (2016). Gambaran cedera kepala yang menyebabkan
kematian di Bagian Forensik dan Medikolegal RSUP Prof Dr. R. D. Kandou
periode Juni 2015 – Juli 2016. Jurnal e-Clinic (e-Cl), Volume 4, Nomor 2, Juli-Desember
2016. Diakses pada tanggal 20 Desember 2017
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/viewFile/14369/13
941.

Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan


RI Tahun 2013.Riset kesehatan Dasar Riskesdas 2013. Tersedia pada
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesd as%202
13. pdf. Diakses pada 4 Agustus 2017.

Bararah, Taqiyyah dan Muhammad Jauhar. (2013). Asuhan Keperawatan


Panduan Lengkap Menjadi Perawat Professional. Jilid 2. Jakarta:prestasi
Pustakaraya.
Bulechek, G, M. Butcher, H, K. Dochterman, J, M. Wagner, C, M.
2013. Nursing Intervention Classification (NIC) (6 th ed). Mosby : Lowa City.
Brunner & Suddart. 2015. Keperawatn Medikal Bedah. Ed. 12. Jakarta : EGC.
Grace, Pierce A, dan Neil R. Borley. (2007).At a Glance Ilmu Bedah. Edisi
Ketiga. Jakarta: Erlangga.
Herdman. H.T & Kamitsuru. S. (2015). NANDA Internasional, Inc: Nursing
Diagnosa, Definitions & Classification 2015- 2017 (10 th ed). Jakarta : EGC.

Kumar Vinay, dkk. (2007). Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta : EGC.
Moorhead, S. Johnson, M. Maas, M, L.Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes
Classification (NOC). Mosby : Lowa City
Nasir. (2012). Asuhan Keperawatan pada Psien Ny.A denagn cedar kepala sdang di
IGD RSUP. Srangen. Jurnal Fk UMS. Diakses pada 28 januari 2018. Pukul
13.45. http://www.co.id/eprints.ums.ac.id.
Nursalam. (2015). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pendekatan
Praktis Ed. 4. Jakarta : Salemba Medical.
Muttaqin, Arif. (2011). Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan
sistem persyarafan. Jakarta : Salemba Medikal.
Muttaqin, Arif. (2008). Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan
sistem persyarafan. Jakarta : Salemba Medikal.

Padila. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah . Yogyakarta :


Nuha Medika

Rendy, M. Clevo & Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah


Dan Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika

Satyanegara, dkk. (2010). Ilmu Bedah Saraf. Ed. I. Jakarta : Gramedia


Pustaka Umum.
Sugiyono, dkk. (2012). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta.

Tarwoto, dkk. (2009). Anatomi dan Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan.


Jakarta : Trans Info Medis.
Wijaya, Andra.S dan Yessi, M.P. (2013). KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah
(Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep). Yogyakarta : Nuha Medika.

Yolanda, R. (2017). Karya Tulis Ilmiah : Asuhan keperawatan pada pasien cedera
kepala diruang HCU Bedah RSUP.dr. M. Djamil Padang. Poltekkes Kemenkes
Padang
PARTISIPAN I

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. PENGUMPULAN DATA
a. Identifikasi Pasien:
1) Nama : Tn. Z ( umur 42 tahun)
2) Jenis kelamin : Laki - laki
3) Status kawin : Kawin
4) Agama : Islam
5) Pendidikan : SLTA
6) Pekerjaan : Petani
7) Alamat : Lubuk basung
8) Diagnosa medis : CK Gcs 12 E3M6V3
9) No MR : 0100xxxx

b. Identififkasi Penanggung Jawab


1) Nama : Ny. J
2) Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
3) Alamat : Lubuk basung
4) Hubungan : Istri

c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang:
a) Keluhan Utama:
Pasien masuk RSUP. Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 04 maret 2018,
pada pukul 14.30 WIB, melalui IGD rujukan dari RSUD. Lubuk Basung
dengan keluhan penurunan kesadaran ±7 jam sebelum masuk rumah sakit
karena kecelakaan lalu lintas pada tanggal 2 Maret 2018. Pasien pingsan
setelah kejadian, muntah proyektif (+) 5 kali, keluar darah dari telinga (+),
hidung (-), kejang (+), TD : 120/80 mmHg, Nadi : 80 x/menit dan
pernafasan : 20 x/ menit.
b) Keluhan saat dikaji :
Saat dilakukan pengkajian pada Selasa, 06 Maret 2018 pukul 09.00 WIB,
keluarga mengatakan pasien sering memegang kepalanya, malam hari
pasien sering terbangun dan gelisah, keluarga mengatakan pasien sering
terasa mual saat membuka mata.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Keluarga mengatakan pasien sedang mengendarai motor bersama anaknya
untuk pergi mancing, kemudian setelah sampai ditempat pemancingan
pasien memberhentikan motornya, pada saat pasien berhenti tiba-tiba
datang motor lain menabrak pasien sehingga pasien terjatuh dan kepalanya
terbentur dan robek.
Keluarga mengatakan sebelumnya pasien tidak pernah dirawat dirumah
sakit dan tidak ada memiliki riwayat penyakit DM, hipertensi dan jantung.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga mengatakan tidak mengetahui anggota keluarga pasien yang
memiliki penyakit DM, hipertensi dan penyakit keturunan lainnya.
d. Pola Aktivitas Sehari- hari
1) Pola Nutrisi
a. Makan
Sehat: Saat sehat keluarga mengatakan pasien makan 3 x sehari dengan nasi
+ lauk + sayur.
Sakit : pasien mendapatkan diit MC 6X 300 cc melalui oral. Pasien hanya
menghabiskan 200 cc untuk diit pagi.
2) Pola Eliminasi
a. BAB
Sehat: pasien BAB 1 kali dalam sehari, konsistensi lunak, BAB normal.
Sakit: Selama dirawat dirumah sakit pasien BAB hanya 1 kali selama
dirawat. BAB tidak ada masalah.
b. BAK
Sehat: pasien BAK 6 – 7 kali/hari, warna kuning, bau urin khas
Sakit: pasien menggunakan kateter, urine tampak berwarna kuning pekat,
bau khas urin, banyak urin ± 400 cc/8 jam.
3) Pola Istirahat dan Tidur
Sehat: pasien tidur 6 – 7 jam pada malam hari, tidur nyenyak.
Sakit: keluarga mengatakan pasien susah tidur, pasien sering gelisah
4) Pola Aktivitas dan Latihan
Sehat: keluarga mengatakan pasien bekerja sebagai petani sawah.
Sakit: saat sakit aktivitas pasien dibantu perawat dan keluarga.
e. Pemeriksaan Fisik (Secara Head to toe)
1) Keadaan umum
Kesadaran : Apatis
GCS : 12 (E3M6V3)
TTV : TD : 120/90 mmHg, Nadi: 80x/i, Pernafasan: 21 x/i dan suhu:
36.7oC.
a. Kepala :
Tampak simetris, tampak luka jahit dibagian pariental sepanjang 8 cm, luka
jahit sudah tampak kering, tidak ada pus.
b. Wajah :
Tampak pucat, N VII (fasial) tidak dapat dinilai.
c. Mata:
Mata tampak simetris, konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, tampak
lebam pada mata sebelah kanan, berwarna kebiruan. Pada pemeriksaan N II
(Optikus) tidak ada penurunan penglihatan. N. III (Occulomotorius) pupil
isokor dengan diameter Ø OD/OS : Ø 2/2 mm, N.VI (trochlearis) dan
N.VI (Abdicens) tidak dapat dinilai.
d. Hidung :
Hidung simetris, hidung tampak kurang bersih (adanya serumen), tidak ada
lesi. Pada pemeriksaan N.I (olfaktorius) tidak dapat dinilai.
e. Mulut :
Bibir pasien tampak kering, pucat. N. IX (Glassofaringeus) dan N. X
(Vagus) pasien bisa menelan saat diberikan air minum, N XII (Hipoglosus)
tidak dapat dinilai
f. Telinga :
Tampak simetris, tidak ada luka, telinga tampak kurang bersih. Pada N.VIII
(akustikus) tidak ada gangguan pendengaran
g. Leher:
Tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening, tidak ada distensi vena
jugularis, tidak ada pembesaran kelenjar tyroid. N. X (vagus) pasien bisa
menelan saat diberikan air minum, N. XI (aksesorius) tidak dapat dinilai.
h. Thorax :
I: simetris kiri dan kanan, tampak tidak ada luka, pergerakan dinding dada
kiri dan kanan sama
Pa: fremitus kiri dan kanan tidak dapat dinilai
Pe: Bunyi sonor
A: Vesikuler
i. Jantung :
I : Iktus cordis tidak terlihat
Pa : Iktus kordis teraba di RIC V
sinistra Pe : pekak
A : tidak ada bunyi jantung tambahan
j. Abdomen:
I : tampak simetris
A : Bising usus normal ( 8 x/i)
Pa : Tidak ada perbesaran hepar
Pe : Tympani

k. Ekstremitas:
Atas : tampak ada luka lecet ditangan sebelah kiri panjang luka 2,5
cm, luka tampak kering, tidak ada pus, CRT kembali > 2
detik, akral teraba hangat,
Bawah : tampak ada luka lecet di kaki sebelah kiri dengan panjang
luka 2,5 x 1,5 cm luka tampak berwarna kemerahan, luka
belum kering, dan akral teraba dingin
l. Genitalia : tidak diperiksa.
f. Data Psikologis
1) Status Emosional
Keluarga mengatakan pasiem lebih banyak tidur, ketika dipanggil pasien
hanya melihat sebentar saja.
2) Kecemasan
Keluarga mengatakan pasien sering memegang kepalanya, dan keluarga
selalu mengajak pasien untuk berbicara dan memberi dukungan untuk
kesembuhan pasien.
3) Pola Koping
Keluarga mengatakan selalu meyakinkan pasien untuk sembuh dan tidak
menyerah dengan kondisinya.
4) Gaya Komunikasi
Keluarga mengatakan pasien lebih sering tidur
g. Data sosial
Pasien banyak dikunjungi oleh kelurga dan teman-temannya
h. Data Spiritual
Keluarga mengatakan pasien mengalami penurunan kesadaran.
i. Data Penunjang
Hematologi
Tanggal pengambilan sampel: 04 Maret 2018
No Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
1. Hemoglobin 13.0 gr/dl 14 - 18 g/dl
2. Leukosit 17.960 gr/dl 5.000-10.000/mm3
3. Trombosit 189000 /mm3 150.000-400.000/mm3
4. Hematrokit 39% 40 – 48 %
5. Gula Darah Puasa 158 mg/dl <200
6. Ureum darah 19 mg/dl 10,0-50,0 mg/dl
7. Kreatinin darah 0,9 mg/dl 0,8-1,3 mg/dl
8. Natrium 142 Mmol/L 136-145 Mmol/L
9. Kalium 4,1 Mmol/L 3,5-5,1 Mmol/L
10. Klorida Serum 110 Mmol/L 97-111 Mmol/L
11. SGOT 35 u/l <38
12. SGPT 16 u/l < 41

j. Program Pengobatan
1) Ceftriaxon 1 gr frekuensi 2 x IV
2) Ranitidine 50 mg frekuensi 2 x IV
3) Paracetamol oral
ANALISA DATA

Data Masalah Etiologi

Ds : Resiko ketidakefektifan Trauma kepala


- Keluarga mengatakan perfusi jaringan otak
kepala pasien sering
memegang keplanya dan
mengerang
- Keluarga mengatakan
pasien tampak sering mual
Do :
- Pasien tampak gelisah
- Tingkat kesadaran apatis,
GCS 12 (E3M6V3).
- Pasien tampak sering
memegang kepalanya yang
luka
- Pasien tampak sering
mengerang

DS : Nyeri akut Agen cedera fisik


- Keluarga mengatakan
kepala pasien sering terasa
sakit,
- Keluarga mengatakan
pasien sering memegang
kepalanya.
- Keluarga mengatakan
pasien sering gelisah
DO :
- Pasien tampak meringis
- Pasien tampak pucat
- Pasien tampak sering gelisah
- Skala nyeri 6

DS : Kerusakan integritas kulit Faktor mekanik


- Keluarga mengatakan
tampak ada luka lecet di
kaki sebelah kiri
DO :
- Tampak ada luka di kaki
sebelah kiri dengan
panjang luka 2,5 x 1,5 cm
- luka tampak berwarna
kemerahan
- luka belum kering
- tampak luka jahit dibagian
pariental sepanjang 8 cm,
luka jahit sudah tampak
kering, tidak ada pus.

1) DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nanda 2015-2017
No Diagnosa Keperawatan Ditemukan Masalah Dipecahkan Masalah
Tgl Paraf Tgl Paraf
1 Resiko ketidakefektifan perfusi 06 maret 2018 08 maret 2018
jaringan otak

2 Nyeri akut berhubungan dengan 06 maret 2018 08 maret 2018


agen cedera fisik
3 Kerusakan integritas kulit 06 maret 2018 08 maret 2018
berhubungan dengan faktor
mekanik
2) INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Intervensi
Keperawatan NOC NIC
1 Resiko Status sirkulasi Terapi oksigen
ketidakefektifan Mendemostrasikan status j) Periksa mulut, hidung
perfusi jaringan otak sirkulasi yang ditandai dengan: dan secret trakea
1) Tekanan sistem dan k) Pertahankan jalan
diastole dalam rentang nafas yang paten
yang diharapkan l) Atur peralatan
2) Tidak ada tanda-tanda oksigenasi
peningkatan tekanan m) Monitor aliran
intracranial oksigen
Tissue prefusion cerebral n) Pertahankan posisi
Indicator : pasien
Mendemostrasikan kemampuan o) Observasi tanda-tanda
kognitif yang ditandai dengan hipovolemi
1) berkomunikasi dengan p) Monitor adanya
jelas sesuai kemampuan kecemasan pasien
2) Menunjukkan perhatian, terhadap oksigenasi
konsentrasi dan orientasi Monitor peningkatan
3) Memproses informasi intrakranial
4) Membuat keputusan a) Monitor tekanan
dengan benar perfusi serebral
5) Menunjukkan fungsi b) Catat respon pasien
sensori motori cranial terhadap stimulasi
yang utuh: tingkat c) Monitor tekanan
kesadaran membaik, intracranial pasien
tidak ada gerakan dan respon neurologi
involunter terhadap aktifitas
d) Monitor intake dan
output cairan
e) Kolaborasidalam
pemberian antibiotic
f) Posisikan pasien pada
posisi semi flower
g) Minimalkan stimulasi
dari lingkungan
Monitor vital signs
a) Monitor TD, nadi,
suhu dan RR
b) Monitor vital sign
saat pasien berbaring,
duduk dan berdiri
c) Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
d) Monitor TD, nadi, RR
sebelum dan sesudah,
selama dan setelah
aktivitas
e) Monitor kualitas nadi
f) Monitor frekuensi
dan irama pernafasan
g) Monitor pola
pernafasan abnormal
h) Monitor suhu, warna
dan kelembaban kulit
i) Monitor sianosis
perifer
j) Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign

Manajemen sensasi
perifer
a) Monitor adanya
daerah tertentu yang
hanya peka terhadap
panas/dingin/tajam/tu
mpul
b) Instruksikan keluarga
untuk mengobservasi
kulit jika ada lesi atau
laserasi
c) Gunakan sarung
tangan untuk proteksi
d) Batasi gerakan pada
kepala, leher dan
punggung
e) Kolaborasi pemberian
analgetik
f) Monitor adanya
tromboplebitis
g) Diskusikan mengenai
penyebab perubahan
sensasi
2 Nyeri akut Pain level a) Manajemen nyeri
berhubungan dengan Indicator : Aktivitas:
agen cedera fisik a) Melaporkan nyeri 1) Lakukan pengkajian
b) Durasi nyeri nyeri secara
c) Menunjukkan lokasi komprehensif
nyeri termasuk lokasi,
d) Meringis karakteristik, durasi,
e) Ekspresi wajah nyeri frekuensi, kualitas
kegelisahan dan factor presipitasi
f) Focus menyempit 2) Observasi reaksi
g) Ketergantungan otot nonverbal pasien dari
h) Kehilangan selera makan ketidaknyamanan
i) Mual 3) Gunakan teknik
j) Intoleransi makanan komunikasi
Pain control terapeutik untuk
Indicator : mengetahui
a) Mengakui timbulnya pengalaman nyeri
nyeri pasien
b) Menjelaskan factor 4) Kaji kultur yang
penyebab mempengaruhi
c) Menggunakan buku respon nyeri
harian untuk memantau 5) Bantu pasien dan
gejala dari waktu ke keluarga untuk
waktu mencari dan
d) Menggunakan tindakan menemukan
pecegahan non analgesic dukungan
ukuran lega 6) Control lingkungan
menggunakan analgesic yang dapat suhu
seperti yang dianjurkan ruangan,
e) Laporan nyeri pencahayaan dan
dikendalikan kebisingan
Comfort level 7) Kurangi factor
Indicator : presipitasi nyeri
a) Reaksi obat 8) Pilih dan lakukan
b) Otonomi pribadi penanganan nyeri
c) Relokasi adaptasi (farmakologi, non
d) Lingkungan yang aman farmakologi dan
interpersonal)
9) Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk
menentukan
intervensi
10) Ajarkan tentang
teknik
nonfarmakologi
11) Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri
12) Evaluasi keefektifan
control nyeri
13) Tingkatkan istirahat
14) Kolaborasi dengan
dokter jika ada
keluhan dan tindaka
nyeri yang tidak
berhasil
b.Pemberian analgetik
aktivitas :
1) Tentukan lokasi
nyeri, karakteristik
nyeri, kualitas dan
tingkay keparahan
sebelum mengobati
pasien
2) Evaluasi
kemampuan pasien
untuk berpartisipasi
dalam pemilihan
analgesic, rute, dan
dosis serta
melibatkan pasien
3) Pilih analgesic
sesuai atau
kombinasi dari
analgesic ketika
lebih dari satu yang
diresepkan
4) Pantau tanda-tanda
vital sebelum dan
setelah pemberian
analgesik
5) Fasilitasi respon
pasien terhadap
analgesic
6) Informasikan kepada
pasien terkait efek
samping dari
analgesic
7) Evaluasi efektifitas
analgesik pada
interval yang sering
dan teratur setelah
pemberian masng-
masing, terutama
setelah dosis awal
c.Pengurangan kecemasan
aktivitas :
1) Gunakan pendekatan
yang menenangkan
pasien
2) Tetap bersama
pasien untuk
mempromosikan
keaman dan
ngurangi rasa kuat
3) Anjurkan keluarga
untuk tetap bersama
pasien
4) Sediakan objek yang
menandakan
keamanan
5) Identifikasi jika
tingkat kecemasan
pasien berubah
6) Tentukan
kemampuan
pengambilan
keputusan pasien
7) Ajarkan pasien
melakukan teknik
relaksasi
8) Bantu pasien untuk
mengidentifikasi
situasi yang
menimbulkan
kecemasan
d.Terapi latihan ambulasi
aktifitas:
1) Bantu pasien untuk
duduk di tepi tempat
tidur untuk
memfasilitasi
ketahanan posisi
2) Batu pasien untuk
berpindah sesuai
kebutuhan
3) Sediakan alat bantu
seperti kursi roda
untuk ambulasi
4) Ajarkan pasien dan
keluarga terkait cara
berpindah yang
aman dan teknk
ambulasi
e.Monitirng tanda-tanda
vital
aktivitas:
a) Monitor TD, nadi,
suhu, RR sesuai
anjuran
b) Catat fluktuasi
tekanan darah pasien
c) Monitor tekanan
darah setelah pasien
memperoleh
pengobatan
d) Monitor tanda dan
gejala hipotermi dan
hipertermia yang
dilaporkan
e) Monitor kuantitas
dan kualitas denyut
nadi
f) Monitor pernafasan
g) Monitor suara nafas
h) Monitor pola nafas
abnormal
i) Identifikasi adanya
perubahan tanda-
tanda vital
f.Peningkatan tidur
aktivitas :
1) Tentukan pola
aktifitas/tidur pasien
2) Tentukan efek
pengobatan pasien
terhadap pola tidur
pasien
3) Monitor / catat pola
tidur, jumlah waktu
tidur pasien
4) Monitor pola tidur
dan catat tanda
fisikyang dapat
mengganggu tidur
5) Bantu untuk
mengurangi situasi
yang bias membuat
pasien stress
sebelum tdiur
6) Diskusikan dengan
pasien dan keluarga
terkait teknik
meningkatkan
kualitas tidur

3 Kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakan Pressure Management


kulit berhubungan keperawatan selama….. - Anjurkan pasien
dengan faktor kerusakan integritas kulit untuk menggunakan
mekanik pasien teratasi dengan pakaian yang
kriteria hasil: longgar
- Integritas kulit yang baik - Hindari kerutan
bisa dipertahankan pada tempat tidur
(sensasi, elastisitas, - Jaga kebersihan
temperatur, hidrasi, kulit agar tetap
pigmentasi) bersih dan kering
- Tidak ada luka/lesi pada - Mobilisasi pasien
kulit (ubah posisi pasien)
- Perfusi jaringan baik setiap dua jam
- Menunjukkan sekali
pemahaman dalam - Monitor kulit akan
proses perbaikan kulit adanya kemerahan
dan mencegah terjadinya - Monitor aktivitas
sedera berulang dan mobilisasi
- Mampu melindungi kulit pasien
dan mempertahankan - Monitor status
kelembaban kulit dan nutrisi pasien
perawatan alami - Memandikan pasien
dengan sabun dan
- Menunjukkan terjadinya air hangat
proses penyembuhan - Kaji lingkungan dan
luka peralatan yang
menyebabkan
tekanan
- Observasi luka :
lokasi, dimensi,
kedalaman luka,
karakteristik,warna
cairan, granulasi,
jaringan nekrotik,
tandatanda infeksi
lokal, formasi
traktus
- Ajarkan pada
keluarga tentang
luka dan perawatan
luka
- Kolaburasi ahli gizi
pemberian diae
TKTP, vitamin
- Lakukan tehnik
perawatan luka
dengan steril
- Berikan posisi yang
mengurangi tekanan
pada luka
3) IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Hari/ Diagnosa Implementasi Evaluasi Par


Tgl Keperawatan Keperawatan Keperawatan af
Selasa, 6 resiko a) Mempertahanka S:
Maret ketidakefektifan n posisi kepala a. Keluarga
2018 perfusi jaringan otak pasien elevasi mengatakan pasien
30° untuk mengalami
memaksimalkan penurunan kesadaran
ventilasi b. Keluarga
b) Memonitor mengatakan pasien
adanya tanda- sering meracau
tanda dan gelisah
peningkatan O:
TIK a. Tanda-tanda vital
c) Memonitor TD:120/80 mmHg,
tingkat kesadaran RR:20x/menit,
d) Memonitor TTV Nadi :80 x/Ii
e) Memberikan GCS 12 E3M6V3
rangsangan b. Pasien tampak
suara untuk gelisah
meningkatkan A : Masalah belum
tingkat teratasi
kesadaran
f) Monitor kualitas P : Intervensi dilanjutkan
nadi
Selasa, Nyeri akut a) Memonitor tanda- S:
06/03/20 berhubungan dengan tanda vital a. Keluarga
18 agen cedera fisik b) Memposisikan mengatakan pasien
pasien semi fowler sering memegang
c) Mengukur skala kepalanya
nyeri b. Keluarga
d) Melakukan mengatakan pasien
pengkajian nyeri sering gelisah
secara O:
komprehensif a. Pasien tampak pucat
b. Posisi semi fowler
c. Skala nyeri 5
d. Tanda-tanda vital
TD:120 / 90 mmHg,
RR:20 x/menit,
Nadi :80 x/Ii
A : Masalah belum
teratasi

P :Intervensi dilanjutkan

Selasa, Kerusakan integritas a) Anjurkan pasien S:


06/03/20 kulit berhubungan untuk - Keluarga
18 dengan faktor menggunakan mengatakan kaki
mekanik pakaian yang sebelah kiri
longgar pasien luka gores
b) Jaga kebersihan - Keluarga
kulit agar tetap mengatakan luka
bersih dan kering belum kering
c) Monitor kulit -
akan adanya O:
kemerahan a. Tampak luka di
d) Monitor aktivitas kaki sebelah kiri
dan mobilisasi pasien
pasien b. Luka tampak
e) Ajarkan pada belum kering
keluarga tentang c. Panjang luka 2,5
luka dan x 1,5 cm
perawatan luka d. Luka tampak
f) Berikan posisi kemerahan
yang mengurangi e. tampak luka jahit
tekanan pada luka dibagian
pariental
sepanjang 8 cm,
luka jahit sudah
tampak kering,
tidak ada pus.
A : Masalah belum
teratasi
P : Intervensi
dilanjutkan
Rabu, resiko a. Monitor tanda- S :
07/03/20 ketidakefektifan tanda vital a. Keluarga
18 perfusi jaringan otak b. Monitor tingkat mengatakan pasien
kesadaran sering memegang
c. Mempertahanka kepalanya
n posisi pasien b. Keluarga
semi fowler mengatakan pasien
d. Member sering menung
rangsangan O:
suara untuk a. Pasien tampak lemah
meningkatkan b. Pasien tampak sering
kesadaran pasien bayak tidur
c. Tanda-tanda vital
TD :110/80 mmHg
Nadi :84 x/menit,
RR: 20 x/menit,
GCS 12
A : Masalah belum
teratasi
P : Intervensi dilanjutkan

Rabu, Nyeri aku a) Memonitor tanda- S :


07/03/20 berhubungan dengan tanda vital a. Keluarga
17 agen cedera fisik b) Melakukan mengatakan pasien
pengukuran skala sering memegang
nyeri kepalanya
c) Mengajarkan pasien O :
untuk rlaksasi nafas a. Pasien tampak
dalam meringis
d) b. Skala nyeri 5
c. Tanda-tanda vital
TD 110/80 mmHg
Nadi: 84 x/menit,
RR: 20 x/menit,
Suhu :36.6 oC.
A : Masalah belum
teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
Rabu, Kerusakan integritas a) Anjurkan pasien S:
07/03/20 kulit berhubungan untuk a. Keluarga
18 dengan faktor menggunakan mengatakan luka di
mekanik pakaian yang kaki sebelah kiri
longgar pasien masih belum
b) Jaga kebersihan kering
kulit agar tetap
bersih dan kering O:
c) Monitor kulit akan a. Masih Tampak
adanya kemerahan luka di kaki
d) Monitor aktivitas sebelah kiri
dan mobilisasi pasien
pasien b. Luka masih
e) Ajarkan pada tampak belum
keluarga tentang kering
luka dan perawatan c. Panjang luka 2,5
luka x 1,5 cm
f) Berikan posisi yang d. Luka tampak
mengurangi kemerahan
tekanan pada luka A : Masalah belum
teratasi
P : Intervensi
dilanjutkan

Kamis, Resiko a. Memonitor TTV S :


08/03/20 ketidakefektifan b. Monitor tingkat a. Pasien mengatakan
18 perfusi jaringan otak kesadaran kepalanya sakit
c. Mempertahanka O :
n posisi semi a. TTV
fowler TD : 120/90 mmhg
d. Memonitor Nadi :80 x/i
terjadinya RR : 19 x/i
fluktuasi TD b. Pasien masih tampak
lemah
c. GCS 14
A : Masalah belum
teratasi

P : Intervensi
dilanjutkan

Kamis , nyeri akut a) Memonitor TTV S:


08/03/20 b) Memposisikan a. Pasien
18 pasien untuk mengatakan
memaksimalkan kepala terasa
ventilasi posisi nyeri saat akan
semifowler duduk
c) Mengajarkan O:
pasien untuk - Pasien tampak
relaksasi nafas sering memegang
dalam kepalanya
- Posisi semifowler
b. Tanda-tanda vital
TD:130/90 mmHg
Nadi: 86 x/menit
RR:20 x/menit
Suhu : 36.6oC
A : Masalah belum
teratasi
P : Intervensi
dilanjutkan
Kamis, Kerusakan integritas a) Anjurkan pasien S:
15/02/20 kulit berhubungan untuk - Pasien
18 dengan faktor menggunakan mengatakan luka
mekanik pakaian yang dikaki sebelah
longgar kirinya sudah
b) Jaga kebersihan dibersihkan
kulit agar tetap O:
bersih dan kering - Luka tampak
c) Monitor kulit akan sudah dibersihkan
adanya kemerahan - Kemerahan pada
d) Ajarkan pada luka sudah mulai
keluarga tentang hilang
luka dan -
perawatan luka A : Masalah belum
e) Berikan posisi yang teratasi
mengurangi P : Intervensi
tekanan pada luka dilanjutkan
Jumat, resiko a) Memonitor TTV S :
09/03/20 ketidakefektifan b) Memonitor a. Pasien mengatakan
18 perfusi jaringan otak tingkat sakit kepala sudah
kesadaran mulai hilang
c) Memonitor O:
kualitas nadi a. Tanda-tanda vital
TD:120/80 mmHg,
Nadi:80 x/menit,
RR: 19 x/menit,
Suhu 36,5 o C.
b. GCS 14 E3M6V5
A : Masalah sebagian
teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
Jumat, nyeri akut a) Memonitor tanda- S: - pasien mengatakan
09/03/20 tanda vital nyeri kepala sudah mulai
18 b) Melakukan hilang
pengkajian nyeri
secara komprehensif O:
c) Mengajarkan pasien a. Pasien tampak tenang
untuk relaksasi nafas b. Tanda-tanda vital
dalam TD:120/80 mmHg,
Nadi:80 x/menit,
RR: 19 x/menit,
Suhu 36,5 o C.
A: Masalah teratasi
sebagian
P : Intervensi
dilanjutkan
Jumat, Kerusakan integritas a) Anjurkan pasien S:
09/03/20 kulitt berhubungan untuk - Pasien
18 dengan faktor menggunakan mengatakan luka
mekanik pakaian yang di kaki sebelah
longgar kirinya sudah
b) Jaga kebersihan sedkit kering
kulit agar tetap O:
bersih dan kering - Luka sudah
c) Monitor kulit akan tampak kering
adanya kemerahan - Luka tidak ada
d) Ajarkan pada pus
keluarga tentang
luka dan A : Masalah teratasi
perawatan luka sebagian
Berikan posisi yang P : Intervensi
mengurangi tekanan dilanjutkan
pada luka
Sabtu, resiko a. Memonitor tanda- S:
10/03/20 ketidakefektifan tanda vital a. Pasien mengatakan
18 perfusi jaringan otak b. Memposisikan sakit kepalanya
pasien untuk sudah mulai hilang
memaksimalkan O:
ventilasi a. Pasien tampak tenang
posisi
semifowler b. Tanda-tanda vital
c. Memantau tingkat TD:100/80mmHg,
kesadaran pasien Nadi:85 x/menit,
d. Memantau adanya RR: 20 x/menit,
tanda-tanda terjadi Suhu 36,6 o C.
peningkatan TIK A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
Sabtu, nyeri akut a) Melakukan S:
10/03/20 pengkajian nyeri a. Pasien mengatakan
18 secara nyeri kepalanya
komprehensif sudah mulai hilang
b) Monitor tanda0- O :
tanda vital a. Tanda-tanda vital
c) TD:100/80 mmHg,
Nadi:85 x/menit,
RR: 20 x/menit,
Suhu 36,6o C.
Skala nyeri 3
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
Sabtu, Kerusakan a) Anjurkan pasien S:
17/02/20 intergritas kulit untuk menggunakan - Pasien
18 berhubungan dengan pakaian yang mengatakan
faktor mekanik longgar lukanya sudah
b) Jaga kebersihan sedikit kering
kulit agar tetap
bersih dan kering O : - luka sudah tidak
c) Monitor kulit akan merah lgi
adanya kemerahan - Luka tidak ada
d) Ajarkan pada pus
keluarga tentang -
luka dan A : Masalah teratasi
perawatan luka P : Intervensi dihentikan
e) Berikan posisi yang
mengurangi
tekanan pada luka
Minggu, Resiko a. Memonitor TTV S : - pasien mengatakan
18/02/20 ketidakefektifan b. Memposisikan keadaannya sudah
18 perfusi jaringan otak pasien semi fowler membaik
dan fowler - Pasien
c. Memonitor tingkat mengatakan
kesadaran sudah tidak sakit
d. Memonitor adanya kepala lagi
tanda-tanda O:
peningkatan TIK a. Tanda-tanda vital
e. Menganjurkan TD: 110/ 90 mmHg,
pasien untuk miring Nadi:80 x/menit,
kanandan kiri RR: 19 x/menit,
Suhu 36,7o C.
b. GCS 15 E4M6V5

A: Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan

Minggu, Nyeri akut a. Memonitor tanda- S:


18/02/20 berhubungan dengan tanda vital a. Pasien mengatakan
18 agen cedera fisik b. Memposisikan pasien nyeri kepala sudah
semi fowler mulai berkurang
c. Mengukur skala O:
nyeri a. Pasien tampak tenang
d. b. Tanda-tanda vital
TD: 110/ 90 mmHg,
Nadi:80 x/menit,
RR: 19 x/menit,
Suhu 36,7o C.
c. Skala nyeri 4
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
PARTISIPAN II

a. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. PENGUMPULAN DATA
a. Identifikasi Pasien :
1) Nama : Tn. S ( usia 62 tahun )
2) Jenis Kelamin : Laki-laki
3) Status Kawin : Kawin
4) Agama : Islam
5) Pendidikan : SD
6) Pekerjaan : Tani
7) Alamat : Jorong Galanggang Tinggi Kinari,
Solok
8) Diagnosa Medis : CK Gcs 10
9) No MR : 0100xxxx
b. Identifikasi Penanggung Jawab
1) Nama : Ny. E
2) Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
3) Alamat : Jorong Galanggang Tinggi Kinari,
Solok
4) Hubungan : Istri
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang:
a) Keluhan Utama:
Pasien masuk RSUP. DR M. Djamil Padang pada tanggal
04 maret 2018 pukul 17.25 WIB, melalui IGD rujukan
RSUD solok dengan keluhan penurunan kesadaran ± 9 jam
sebelum masuk rumah sakit karena kecelakaan lalu lintas
pada tanggal 04 maret 2018. Pasien pingsan setelah
kejadian, muntah (+) 4 kali, keluar darah dari telinga (+) ,
hidung (-), kejang(-), TD : 130/90 mmHg, Nadi : 102
x/menit dan pernafasan : 28 x/menit, suhu : 36,8 ºc
b) Keluhan saat dikaji :
Saat dilakukan pengkajian pada hari Selasa tanggal 07
Maret 2018 pukul 10.00 WIB, keluarga mengatakan pasien
mengalami penurunan kesadaran, pasien sering mengeracau
dan gelisah.
2) Riwayat Kesehatan dahulu
Keluarga mengatakan pasien sedang mengendarai sepeda
motor kemudian pasien disenggol oleh mobil dan pasien
terjatuh dari motornya, pasien langsung pingsan dan dibawa
langsung ke RSUD Solok. Keluarga mengatakan sebelumnya
pasien tidak pernah dirawat dirumah sakit dan tidak ada
memiliki riwayat penyakit DM, hepertensi dan penyakit
jantung.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga mengatakan tidak mengetahui ada anggota keluarga
pasien yang memiliki penyakit DM, hipertensi dan penyakit
keturunan lainnya.
d. Pola Aktivitas Sehari-hari
1) Pola Nutrisi
a. Makan

Sehat: saat sehat keluarga mengatakan pasien makan 3x


sehari dengan nasi + lauk + sayur.

Sakit : pasien mendapatkan diit MC 6X 300 melalui NGT.


Infuse NaCI 0,9% 20 tetes/menit.

2) Pola Eliminasi
a. BAB

Sehat: pasien BAB 1 kali dalam dua hari, konsistesi lunak,


BAB normal.
Sakit : selama dirawat dirumah sakit pasien BAB hanya 1
kali selama dirawat. Pasien menggunakan pempers,
konsisten lunak, bau dan warna feses khas.

b. BAK
Sehat : pasien BAK 6 – 7 kali dalam sehari, warna kuning
dan bau pesing.
Sakit : pasien menggunakan kateter, banyak urin ±2500
cc/hari, warna urin kuning dan bau pesing.
3) Pola Istirahat dan Tidur
Sehat : pasien tidur 6 – 7 jam pada malam hari, tidur nyenyak.
Sakit : keluarga mengatakan pasien lebih banyak tidur. Pasien
mengalami penurunan kesadaran.
4) Pola Aktivitas dan Latihan
Sehat : keluarga mengatakan pasien bekerja sebagai petani
Sakit : saat sakit aktivitas pasien dibantu perawat dan keluarga.
e. Pemeriksaan Fisik (Secara head to toe)
1) Keadaan umum

Kesadaran : Delirium

GCS : 10 (E2M5V3)

TTV : TD : 130/70 mmHg, Nadi: 90x/i,


pernafasan : 23 x/i dan suhu: 38,6 ºC

a. Kepala dan wajah :


Tampak simetris, terdapat luka gores diwajah sebelah
kanan panjang 3 cm, luka tampak masih belum kering.
Pasien tampak pucat. N. VII (faisal) tidak dapat dinilai.
b. Mata :
Mata tampak simetris, kongjuktiva anemis, sclera tidak
ikterik. Pada pemeriksaan N II (Optikus) tidak dapat dinilai,
tampak edema dikelopak mata, N II ( occulomotorius )
pupil anisokor dengan diameter Ø OD/OS : Ø 2/2 mm. N
IV (trochearis) dan N VI (abdusens) tidak dapat dinilai.
c. Hidung :
Hidung simetris, hidung tampak kurang bersih. Terdapat
luka gores dibatang hidung pasien sepanjang 4 cm, luka
tampak belum kering, ada pus. Tampak pernafasan cuping
hidung, pasien terpasang NGT, N. I (Olfaktorius) tidak dapt
dinilai. Terpasang NGT.
d. Mulut :
Bibir pasien tampak kering dan pucat. N. IX
(Glassofaringeus) dan N. X (Vagus) tidak dapat dinilai, N
XII (Hipoglosus) tidak dapat dinilai.
e. Telinga
Tampak simetris, tidak ada luka. Masih ada tampak sisa
darah yang keluar dari telinga. Pemeriksaan N. VIII
(Akustikus) ridak dapat dinilai.
f. Leher
Tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening, tidak ada
distensivena jugularis, tidak ada pembesaran kelenjar
tyroid. Pemeriksaan N.X (vagus) tidak dapat dinilai. N. XI
(Aksesorius) tidak dapat dinilai.
g. Dada
I: sismetris kiri dan kanan, tampak tidak ada luka
Pa: fremitus kiri dan kanan tidak dapat dinilai
Pe: bunyi sonor
A: vesikuler
h. Kardiovakuler :
I : Iktus cordis tidak terlihat
Pa : Iktus cordis teraba di RIC V
Pe : pekak
A : tidak ada bunyi jantung tambahan
i. Abdomen :
I : tampak simetris
A : bising usus normal (8 x/i)
Pa : tidak ada perbesaran hepar
Pe : Tympani
j. Ekstremitas :
Atas : tampak luka dipunggung tangan sebelah
kiri, panjang luka 4 cm, luka belum kering, CRT kembali >
2 detik, akral teraba dingin, terpasang infuse NaCI 0,9% 20
tetes.
Bawah : tampak luka di lutut kiri pasien, panjang
luka 3 cm x 3,5 cm, luka tampak belum kering, pada
telapak kaki kanan pasien terdapat luka terbuka, panjang
luka 2 cm, x 6 cm, dibalut dengan kasa, akral teraba dingin.
k. Genitalia : tidak diperiksa
f. Data Psikologis
1) Status Emosional
Keluarga mengatakan pasien lebih banyak tidur, ketika
dipanggil pasien hanya menggerakan tangannya
2) Kecemasan
Keluarga selalu mengajak pasien untuk berbicara dan memberi
dukungan untuk kesembuhan pasien.
3) Pola Koping
Keluarga mengatakan selalu meyakinkan pasien untuk sembuh
dan tidak menyerah dengan kondisinya.
4) Gaya Komunikasi
Keluarga mengatakan pasien labih banyak tidur.
g. Data sosial
Pasien banyak dikunjungi oleh ke;lluarga dan teman-tamannya.
h. Data Spritual
Kelaurga mengatakan sering membaca al-Quran didekat pasien
dan shalat 5 waktu semalam.
i. Data Penunjang
Hematologi
Tanggal pengambilan sampel : 04 Maret 2018

No Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


1 Hemoglobin 10 gr/dl 14 – 18 g/dl
2 Leukosit 7970 gr/dl 5.000-10.000/mm
3 Trombosit 149000/mm 150.000-
400.000/mm
4 Hematrokit 29% 40-48%
5 GDP 127 mg/dl <200
6 Ureum darah 18 mg/dl 10,0-50,0 mg/dl
7 Kreatinin darah 1,2 mg/dl 0,8-1,3 mg/dl
8 Natrium 138 Mmol/L 136-145 Mmol/L
9 Kalium 4,1 Mmol/L 3,5-5,1 Mmol/L
10 Klorida serum 109 Mmol/L 97-111 Mmol/L
11 SGOT 34 U/1 <38
12 SGPT 29 U/1 <41

j. Program Pengobatan
1) Ceftriaxone 2 gr frekuensi 2 x IV
2) Ranitidine 50 mg frekuensi 2 x IV
3) Paracetamol 500 gr frekuensi 4x 1 melalui NGT
ANALISA DATA

Data Masalah Etiologi


Ds : Ketidakefektifan pola Gangguan neurologis
- Keluarga nafas
mengatakan pasien
tampak sesak
Do :
- Pasien tampak
sesak
- Pasien
menggunakan
oksigen nasal kanul
4 l/menit
- RR : 26 x/i
- Tampak retraksi
dinding dada
Ds : Ketidakefektifan Penurunan sirkulasi
- Keluarga perfusi jaringan darah ke perifer
mengatakan perifer
telapak tangan dan
kaki pasien teraba
dingin
- Keluarga
mengatakan
Do :
- Pasien tampak
pucat
- akral teraba dingin
- Hb 10 gr/dl
- CRT > 2 detik
- Suhu : 38,6ºc
Ds : Resiko
- Keluarga ketidakefektifan
mengatakan pasien perfusi jaringan otak
mengalami
penurunan
kesadaran
- Keluarga
mengatakan pasien
sering gelisah
- Keluarga
mengatakan pasien
meracau
Do :
- Tingkat kesadaran
pasien delirium,
GCS 10 (E3M5V2)
- Pasien tampak
gelisah
- Pasien tampak
mengalami
penurunan
kesadaran
Ds : Kerusakan integritas Faktor mekanik
- Keluarga kulit
mengatakan luka di
batang hidung
pasien belum
kering
Do :
- Tampak luka di
batang hidung
pasien, panjang
luka 4 cm,
- Luka tampak
belum kering, ada
pus
- tampak luka dilutut
kiri pasien ,
panjang luka 3 x
3,5 cm, luka
tampak belum
kering.
Ds : Resiko infeksi
- Keluarga
mengatakan pasien
demam
- Keluarga
mengatakan pasien
sering gelisah
Do :
- Badan pasien
terasa hangat
- Suhu 38ºc
- Tampak luka gores
dibatang hidung
pasien sepanjang 4
cm, luka tampak
belum kering, ada
pus, berwarna
kemerahan
- tampak luka
dipunggung tangan
sebelah kiri,
panjang luka 4 cm,
luka belum kering
2) DIAGNOSA KEPERAWATAN
N Diagnosa Keperawatan Ditemuka masalah Dipecahkan masalah
O Tgl Paraf Tgl Paraf
1 Ketidakefektifan pola 07 Maret
nafas berhubungan 2018
dengan Gangguan
neurologis
2 Ketidakefektifan perfusi 07 Maret
jaringan perifer 2018
behubungan dengan
penurunan siekulasi
darah ke perifer
3 Resiko ketidakefektifan 07 Maret
perfusi jaringan otak 2018
4 Kerusakan integritas 07 Maret
kulit berhubngan 2018
dengan faktor mekanik
5 Resiko infeksi 07 Maret
2018

3) INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa NOC NIC
1 Ketidakefektifan a.status pernafasan a. Manajemen jalan
pola nafas ventilasi nafas
berhubungan Indicator : aktivitas
dengan gangguan 1) Respiratory rate 1) Buka jalan nafas
neurologis daalam rentang 2) Posisikan pasien
normal untuk
2) Tidak ada retraksi memaksimalkan
dinding dada ventilasi
3) Tidak mengalami 3) Identifikasi
dispnea saat pasien perlunya
istirahat pemasangan alat
4) Tidak ditemukan jalan nafas
orthopnea 4) Auskultasi suara
5) Tidak ditemukan nafas, catat
atelektasis adanya suara
nafas tambahan
5) Monitor
respirasi dan
status O2
b.Terapi Oksigen
aktivitas :
1) Peratahankan
kepatenan jalan
nafas
2) Monitor aliran
oksigen
3) Pertahankan
posisi pasien
4) Observasi
adanya tanda-tanda
hipoventilasi
5) Monitor adanya
kecemasan
c.Monitor Tanda-tanda
vital
aktivitas:
1) Monitor TD,
nadi, suhu, dan RR
2) Catat adanya
flutuasi tekanan
darah
3) Monitor kualitas
nadi
4) Monitor suara
paru
5) Monitor suara
pernafasan
Monitor suhu, warna,
kelembaban kulit
2 Ketidakefektifan a. Status sirkulasi a. Terapi oksigen
perfusi jaringan Indikator Aktivitas :
perifer behubungan 1) Tekanan darah sistol 1) Periksa mulut,
dengan penurunan dalam rentang hidung, dan
siekulasi darah ke normal sekret trakea
perifer 2) Tekanan darah 2) Pertahankan
diastol dalam jalan nafas yang
rentang normal paten
3) Akral teraba hangat 3) Berikan oksigen
4) Nadi teraba kuat dan sesuai
teratur kebutuhan
5) Saturasi O2 dalam pasien
rentang normal 4) Atur peralatan
6) CRT < 3 detik oksigenasi
b. Tissue perfusion 5) Monitor aliran
perifer oksigen
Indikator 6) Pertahankan
1) CRT (jari tangan dan posisi pasien
kaki ) dalam batas 7) Observasi
normal tanda-tanda
2) Suhu kulit hipovolemi
ekstremitas dalam 8) Monitor adanya
rentang normal kecemasan
3) Kekuatan denyut pasien terhadap
nadi dalam rentang oksigenasi
normal
4) Blood pressure dan b. Monitor tanda-
MAP dalam rentang tanda vital
normal Aktivitas :
1) Monitor tekanan
darah, nadi,
suhu, dan
frekuensi
pernafasan
2) Catat adanya
flutuasi tekanan
darah
3) Monitor kualitas
nadi
4) Monitor suara
paru
5) Monitor suara
pernafasan
6) Monitor suhu,
warna, dan
kelembapan
kulit
3 Resiko a. Status sirkulasi a. Terapi oksigen
ketidakefektifan Indikator : Aktivitas :
perfusi jaringan 1) Tekanan darah 1) Periksa mulut,
otak sistol dalam hidung, dan
rentang normal sekret trakea
2) Tekanan darah 2) Pertahankan
diastol dalam jalan nafas yang
rentang normal paten
3) Saturasi O2 dalam 3) Atur peralatan
rentang normal oksigenasi
4) Tekanan PaO2 4) Monitor aliran
(tekanan parsial oksigen
O2 dalam darah 5) Pertahankan
arteri) dalam posisi pasien
rentang normal 6) Observasi
5) Tekanan PaCO2 tanda-tanda
(tekanan parsial hipovolemi
CO2 dalam darah 7) Monitor adanya
arteri) dalam kecemasan
rentang normal pasien terhadap
oksigenasi
b. Perfusi jaringan
serebral b. Monitor
Indicator : peningkatan
2) Mempertahankan intracranial
tekanan 1) Monitor tekanan
intracranial perfusi serebral
3) Tekanan darah 2) Catat respon
dalam rentang pasien terhadap
normal stimulasi
4) Tidak ada nyeri 3) Monitor tekanan
kepala intracranial
5) Tidak ada muntah pasien dan
6) Memonitor respon
tingkat kesadaran. neurologi
terhadap
aktifitas
4) Monitor intake
dan output
cairan
5) Kolaborasidala
m pemberian
antibiotic
6) Posisikan pasien
pada posisi semi
flower
7) Minimalkan
stimulasi dari
lingkungan
c. Monitor vital signs
1) Monitor TD,
nadi, suhu dan
RR
2) Monitor vital
sign saat pasien
berbaring,
duduk dan
berdiri
3) Auskultasi TD
pada kedua
lengan dan
bandingkan
4) Monitor TD,
nadi, RR
sebelum dan
sesudah, selama
dan setelah
aktivitas
5) Monitor kualitas
nadi
6) Monitor
frekuensi dan
irama
pernafasan
7) Monitor pola
pernafasan
abnormal
8) Monitor suhu,
warna dan
kelembaban
kulit
9) Monitor
sianosis perifer
10) Monitor adanya
clushing triad
(tekanan nadi
yang melebar,
bradikardi,
peningkatan
sistolik)
11) Identifikasi
penyebab dari
perubahan vital
sign
4) Impelmentasi

keperawatan Tanggal, Rabu 07

Maret 2018

No Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf


keperawatan
1 Ketidakefektifan 1. mempertahankan S : - keluarga
pola nafas posisi kepala pasien mengatakan nafas
berhubungan elevasi 30º untuk pasien sesak
dengangangguan memaksimalkan O:
neurologis ventilasi - pasien
2. memonitor kepatenan tampak
aliran oksigen mengguna
3. memonitor frekuens kan
dan irama pernafasan oksigen
4. memonitor pola nasal
pernafasan abnormal kanul 4
liter
- tampak
retraksi
dinding
dada
- RR 26
x/menit
A : masalah
belum teratasi
P : intervensi
dilanjutkan

2 Ketidakefektifan 1. Monitor tanda- S : - keluarga


perfus jaringan tanda vital mengatakan
perifer 2. Memonitor warna tangan dan kaki
berhubungan dan kelembapan pasien teraba
dengan penurunan kulit dingin
sirkulasi darah ke 3. Memonitor aliran O:
perifer oksigen - Pasien
4. Memonitor tanda- tampak
tanda syok pucat
hipovolemi - Akral
5. Melakukan teraba
penilaian CRT dingin
- CRT > 2
detik
- Suhu 38, 6
ºc
- Hb : 10
mg/dl
A : masalah
belum teratasi
P : intervensi
dilanjutkan
3 Resiko 1. Memonitor S : - keluarga
ketidakefektifan tingkat kesadaran mengatakan
perfusi jaringan pasien pasien mengalami
otak 2. Memonitor tanda- penurunan
tanda adanya kesadaran
peningkatan TIK O:
3. Memonitor TTV - Pasien
4. Mempertahankan tampak
posisi kepala mengalam
pasien 30 º unutk i
memaksimalkan penurunan
ventilasi kesadaran
5. Memonitor aliran - Tingkat
oksigen kesadaran
pasien
delirium,
GCS 10
- TD :
130/70
mmHg
- Nadi : 90
x/ menit
- RR : 26
x/menit
A : masalah
belum teratasi
P : intervensi
dilanjutkan

Tanggal, Kamis 08 Maret 2018

No Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf


keperawatan
1 Ketidakefektifan 1. mempertahankan S : - keluarga
pola nafas posisi kepala mengatakan nafas
berhubungan pasien elevasi 30º pasien masih sesak
dengangangguan untuk O:
neurologis memaksimalkan - pasien tampak
ventilasi menggunakan
2. memonitor oksigen nasal
kepatenan aliran kanul 4 liter
oksigen - RR 27 x/menit
3. memonitor - Tampak
frekuens dan irama pernafasan
pernafasan cuping hidung
4. memonitor pola A : masalah belum
pernafasan teratasi
abnormal P : intervensi
dilanjutkan

2 Ketidakefektifan 1. Monitor S : - keluarga


perfus jaringan tanda-tanda mengatakan keringat
perifer vital pasien banyak
berhubungan 2. Memonitor O:
dengan penurunan warna dan - Pasien tampak
sirkulasi darah ke kelembapan pucat
perifer kulit - Akral tangan
3. Memonitor dan kaki teraba
aliran oksigen dingin
4. Memonitor - CRT > 2 detik
tanda-tanda - Suhu 38, 5 ºc
syok - Hb : 10 mg/dl
hipovolemi A : masalah belum
5. Melakukan teratasi
penilaian CRT P : intervensi
dilanjutkan
3 Resiko 1. Memonitor S : - keluarga
ketidakefektifan tingkat mengatakan pasien
perfusi jaringan kesadaran masih mengalami
otak pasien penurunan kesadaran
O:
2. Memonitor - Pasien tampak
tanda-tanda mengalami
adanya penurunan
peningkatan kesadaran
TIK - Tingkat
3. Memonitor kesadaran
TTV pasien delirium,
4. Mempertahan GCS 10
posisi kepala - TD : 140/80
pasien 30 º mmHg
untuk - Nadi : 90 x/
memaksimalk menit
an ventilasi - RR : 27 x/menit
5. Memonitor A : masalah belum
aliran oksigen teratasi
P : intervensi
dilanjutkan
Tanggal, Jumat 09 Maret 2018

N Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf


o keperawatan
1 Ketidakefektifan 1. mempertahankan S : - keluarga
pola nafas posisi kepala mengatakan nafas
berhubungan pasien elevasi 30º pasien masih sesak
dengangangguan untuk O:
neurologis memaksimalkan - pasien
ventilasi tampak
2. memonitor masih
kepatenan aliran menggunak
oksigen an oksigen
3. memonitor nasal kanul
frekuens dan irama 4 liter
pernafasan - RR 24
4. memonitor pola x/menit
pernafasan - Tampak
abnormal pernafasan
cuping
hidung
A : masalah belum
teratasi
P : intervensi
dilanjutkan

2 Ketidakefektifan 1. Monitor S : - keluarga


perfus jaringan tanda-tanda mengatakan masih
perifer vital demam
berhubungan 2. Memonitor O:
dengan penurunan warna dan - Pasien
sirkulasi darah ke kelembapan tampa
perifer kulit k pucat
3. Memonitor - Akral
aliran oksigen tangan dan
4. Memonitor kaki teraba
tanda-tanda dingin
syok - CRT > 2
hipovolemi detik
5. Melakukan - Suhu 38, 3
penilaian CRT ºc
A : masalah belum
teratasi
P : intervensi
dilanjutkan
3 Resiko 1. Memonitor S : - keluarga
ketidakefektifan tingkat mengatakan pasien
perfusi jaringan kesadaran sering meracau
otak pasien O:
- Pasien
2. Memonitor tampa
tanda-tanda k
adanya gelisah
peningkatan - Tingkat
TIK kesadaran
3. Memonitor pasien
TTV delirium,
4. Mempertahan GCS 10
posisi kepala - TD : 130/80
pasien 30 º mmHg
untuk - Nadi : 88 x/
memaksimalk menit
an ventilasi - RR : 24
5. Memonitor x/menit
aliran oksigen A : masalah
belum teratasi
P : intervensi
dilanjutkan

Tanggal, Sabtu 10 Maret 2018

No Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf


keperawatan
1 Ketidakefektifan 1. mempertahankan S : - keluarga
pola nafas posisi kepala pasien mengatakan nafas
berhubungan elevasi 30º untuk pasien sudah tidak
dengangangguan memaksimalkan sesak
neurologis ventilasi O:
2. memonitor - pasien
kepatenan aliran tampak
oksigen masih
3. memonitor menggunaka
frekuens dan irama n oksigen
pernafasan nasal kanul
4. memonitor pola 4 liter
pernafasan abnormal - RR 23
x/menit
- Pasien
tampak
tenang
A : masalah belum
teratasi
P : intervensi
dilanjutkan
2 Ketidakefektifan 1. Monitor tanda- S : - keluarga
perfus jaringan tanda vital mengatakan akral
perifer 2. Memonitor pasien teraba hangat
berhubungan warna dan O:
dengan penurunan kelembapan kulit - Akral
sirkulasi darah ke 3. Memonitor tangan dan
perifer aliran oksigen kaki teraba
4. Memonitor hangat
tanda-tanda syok - CRT < 3
hipovolemi detik
5. Melakukan - Suhu 37,4 ºc
penilaian CRT A : masalah belum
teratasi
P : intervensi
dilanjutkan
3 Resiko 1. Memonitor S : - keluarga
ketidakefektifan tingkat kesadaran mengatakan pasien
perfusi jaringan pasien gelisah
otak O:
2. Memonitor tanda- - Tingkat
tanda adanya kesadaran
peningkatan TIK pasien naik
3. Memonitor TTV menjadi
4. Mempertahan apatis, GCS
posisi kepala 13
pasien 30 º - TD : 130/90
untuk mmHg
memaksimalkan - Nadi : 80 x/
ventilasi menit
5. Memonitor - RR : 23
aliran oksigen x/menit
A : masalah
belum teratasi
P : intervensi
dilanjutkan

Tanggal, Minggu 11 Maret 2018

No Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf


keperawatan
1 Ketidakefektifa 1. mempertahankan S : - keluarga
n pola nafas posisi kepala pasien mengatakan nafas
berhubungan elevasi 30º untuk pasien sudah tidak
denganganggua memaksimalkan sesak
n neurologis ventilasi O:
- pasien
3. memonitor frekuens tampak tidak
dan irama pernafasan menggunaka
4. memonitor pola n oksigen
pernafasan abnormal - RR 20
x/menit
- Pasien
tampak
tenang
A : masalah sudah
teratasi
P : intervensi
dihentikan

2 Ketidakefektifa 1. Monitor tanda- S : - keluarga


n perfus tanda vital mengatakan akral
jaringan perifer 2. Memonitor pasien teraba hangat
berhubungan warna dan O:
dengan kelembapan kulit - Akral tangan
penurunan 3. Memonitor dan kaki
sirkulasi darah aliran oksigen teraba hangat
ke perifer 4. Melakukan - CRT < 3
penilaian CRT detik
- Suhu 36,7 ºc A
: masalah teratasi P
: intervensi
dilanjutkan
3 Resiko 1. Memonitor tingkat S : - pasien
ketidakefektifan kesadaran pasien mengatakan
perfusi jaringan kepalanya masih
otak 2. Memonitor tanda- terasa pusing
tanda adanya O:
peningkatan TIK - Tingkat
3. Memonitor TTV kesadaran
4. Mempertahan pasien naik
posisi kepala pasien menjadi
30 º untuk compos
memaksimalkan mentis, GCS
ventilasi 14

- TD : 120/90
mmHg
- Nadi : 80 x/
menit
- RR : 20
x/menit
A : masalah
teratasi sebagian
P : intervensi
dilanjutkan

Anda mungkin juga menyukai