DISUSUN OLEH :
YUNI AMELIA SARI
40220032
Mengetahui,
PEMBIMBING, KAPRODI NERS
(......................................................) (......................................................)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke Hadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas Rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Asuhan Keperawatan dengan kasus
“Asuhan Keperawatan Profesional Emergency Pada Pasien Tn.A dengan diagnosa Epidural
Hematoma”. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan asuhan keperawatan dengan baik.
Semoga Tuhan selalu memberkati, menyertai dan membalas kebaikan semua pihak
yang telah membantu memberikan kesempatan, motivasi, dan dukungan dalam proses
penyelesaian asuhan keperawatan ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa asuhan
keperawatan ini masih jauh dari kesempurnaan, namun semoga asuhan keperawatan ini
dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Epidural Hematoma (EDH) adalah penumpukan darah di antara tulang tengkorak
dengan duramater, kejadiannya 1-5 % dari seluruh pasien cedera kepala (Ndoumbe,
2016). Tanda gejala EDH adalah penurunan kesadaran diikuti oleh lucid interval
beberapa jam kemudian dan kadang disertai tanda neurologis fokal (Ndoumbe, 2016).
Cedera otak sekunder akibat epidural hematoma diakibatkan iskemia atau hipoksia.
Iskemia memungkinkan terjadinya penurunan ATP sehingga mengakibatkan kegagalan
pompa membran sel. Sel akan mati dan menjadi bengkak (edema sitotoksik). Hipoksia
menyebabkan kehilangan neuron yang akan menimbulkan atropi kortek pada pasien.
Hipoksia atau iskemia pada cedera kepala berat mengakibatkan tekanan intrakranial akan
meningkat sehingga cerebral perfusion pressure akan berkurang. (Mendelow, 2010)
Dalam penelitian sebelumnya mortalitas pasien EDH berkisar 2,7 – 10,1 %
(Gupta, 2016; Bir, 2015). Terdapat faktor yang menimbulkan mortalitas meskipun sudah
dilakukan kraniotomi. Faktor tersebut seperti dilatasi pupil, nilai GCS pasien awal, usia
pasien, kecepatan penambahan volume perdarahan, serta ukuran dan lokasi hematoma
(Cheung, 2007).
Menurut Vik (2008), peningkatan tekanan intrakranial merupakan penyebab utama
menyebabkan kematian dan disabilitas pasien cedera kepala, peningkatan TIK ini
menimbulkan iskemia, herniasi serebral dan kematian. Tindakan resusitasi, anamnesis,
dan pemeriksaan fisik umum serta neurologis harus dilakukan secara serentak
(Mansjoer, 2012). Kraniotomi merupakan operasi untuk membuka tengkorak (tempurung
kepala) dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak (Stocchetti,
2015). Kraniotomi merupakan tindakan yang diindikasikan untuk mengatasi hematoma
atau perdarahan otak, pengambilan sel atau jaringan intrakranial yang mengganggu
sistem neorologik dan fisiologis, pembenahan letak anatomi intrakranial, dan mengatasi
peningkatan tekanan intrakranial yang tidak terkontrol (Wani, 2008).
Peristiwa cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas di seluruh dunia sebesar 1,25
juta pada tahun 2013 dimana angka tersebut menetap sejak tahun 2007 (WHO, 2015).
Data instiden cedera kepala di Eropa pada tahun 2010 adalah 500 per 100.000 populasi.
Insiden cedera kepala di Inggris pada tahun 2005 adalah 400 per 100.000 pasien per
tahun (Irwan, 2010). Prevalensi cedera kepala di Indonesia adalah 8,2%, dengan
prevalensi tertinggi ditemukan di Sulawesi Selatan (12,8%) dan terendah di Jambi
(4,5%). Perbandingan hasil Riset Kesehatan Dasar / Riskesdas 2007 dengan Riskesdas
2013, menunjukkan kecenderungan peningkatan prevalensi cedera kepala dari 7,5%
menjadi 8,2%. Jawa Timur menduduki nomor 4 untuk kasus cedera kepala terbanyak
(0,7%) setelah Papua (1%), Sumatra Utara (0,9%) dan Bangka Belitung (0,8%).(Badan
Penelitian dan Pengembangan Kemenkes, 2013). Di negara berkembang seperti di
Indonesia, perkembangan ekonomi dan industri merupakan salah satu yang dapat
memberikan dampak frekuensi pada cedera kepala sehingga menyebabkan semakin
meningkat, dan merupakan salah satu kasus yang paling sering dijumpai di ruang gawat
darurat Rumah Sakit (Miranda, 2014).
Pasien cedera kepala dapat menyebabkan kematian karena perdarahan intrakranial.
Ada empat macam perdarahan intrakranial yaitu Subdural (SDH), Epidural (EDH),
Subarachnoid (SAH) dan Intraserebral (ICH) Hematoma, dimana angka kejadian EDH
maupun SDH sekitar 20-40% (Pascual JL et al, 2008). EDH menjadi perhatian bagi para
klinisi dan peneliti karena merupakan kasus tertinggi diantara keempat jenis perdarahan
tersebut, penegakkan diagnosis yang relatif mudah dan keberhasilan operasi yang cukup
tinggi. Operasi EDH dianjurkan dilakukan sesegera mungkin setelah diagnosis
ditegakkan, karena semakin cepat operasi dilakukan maka semakin besar manfaat yang
diberikan (Perron, 2008).
Menurut Krisanty et al (2009), manifestasi klinik cedera kepala yang terjadi antara
lain hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih, kebingungan, iritabe, pucat,
mual dan muntah, pusing kepala, terdapat hematoma, kecemasan, dan sukar untuk
dibangunkan. Sehingga dapat mengakibatkan koma, kejang, infeksi, hilangnya
kemampuan kognitif, dan salah satu komplikasi yang paling sering dilaporkan pasca
cedera kepala saat pasien sadar adalah nyeri kepala. Nyeri kepala ini merupakan salah
satu keluhan somatik yang sering muncul berkaitan dengan cedera kepala. (Trevana &
Cameron, 2011).
Publikasi ilmiah melaporkan kasus ini sebagai Post Traumatic Headache (PTH).
Beberapa studi retrospektif melaporkan prevalensinya antara 30%-90%. Studi yang
dilakukan oleh Hoffman et al melaporkan insidensi kumulatif nyeri kepala pasca cedera
kepala mencapai tujuh puluh satu persen (Hoffman et al., 2011). Perawat sebagai salah
satu tenaga medis yang mempunyai peranan penting dalam penatalaksanaan kasus seperti
cedera kepala yang harus mempunyai pengelolaan yang baik dimulai dari tempat
kejadian, selama transportasi, di instalasi gawat darurat, dan sampai dilakukannya terapi
definitif. Selama pengelolaan yang benar dan tepat akan mempunyai pengaruh pada
outcome pasien. Tujuan utama dari pengelolaan cedera kepala adalah mengoptimalkan
penyembuhan cedera kepala primer dan mencegah cedera kepala sekunder. Proteksi otak
merupakan suatu serangkaian tindakan yang berguna untuk mencegah atau mengurangi
kerusakan sel-sel otak yang diakibatkan oleh keadaan iskemia. Iskemia otak merupakan
suatu gangguan hemodinamik yang dapat menyebabkan penurunan aliran darah dari otak
sampai ke suatu tingkat yang dapat menyebabkan kerusakan otak yang irreversibel.
Metode dasar dalam melakukan proteksi otak salah satunya adalah dengan cara
membebaskan jalan nafas dan oksigenasi yang adekuat (Zafrullah, 2008).
Cedera kepala merupakan suatu keadaan gawat darurat yang harus segera ditangani
secara benar dan tepat. Penatalaksanaan yang paling utama bagi penderita cedera kepala
pada dasarnya mempunyai tujuan sedini mungkin untuk memperbaiki keadaan umum
serta mencegah cedera kepala sekunder. Penanganan yang dilakukan saat terjadi cedera
kepala adalah menjaga jalannya nafas penderita, mengontrol pendarahan dan mencegah
syok, imobilisasi penderita, mencegah terjadinya komplikasi dan cedera sekunder. Setiap
keadaan yang tidak normal dan membahayakan harus segera diberikan tindakan
resusitasi pada saat itu juga (Hardi, 2008).
Berdasarkan latar belakang diatas yang menyebutkan bahwa cukup tingginya
angka kejadian cedera kepala. Hal tersebut menggambarkan bahwa cedera kepala harus
mendapatkan perhatian dan penanganan yang baik. Sehubungan hal tersebut maka
penulis tertarik untuk membuat Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan dengan
judul “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Tn.A dengan Epidural
Hematoma di RS Mardi Waluyo Kota Blitar”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, penulis merumuskan masalah “Bagaimana pelaksanaan
Asuhan Keperawatan dengan kasus “Asuhan Keperawatan Profesional Emergency Pada
Pasien Tn. A dengan diagnosa Epidural Hematoma” yang meliputi pengkajian, diagnosa,
intervensi, implementasi, evaluasi”.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif pada
Tn.A dengan Epidural Hematoma di RS Mardi Waluyo Kota Blitar.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar tentang Epidural Hematoma:
pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan diagnostik,
komplikasi, penetalaksanaan medis, pathways.
b. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang data hasil pengkajian pada Tn. A
dengan Epidural Hematoma.
c. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang diagnosa keperawatan pada pada Tn. A
dengan Epidural Hematoma.
d. Mampu menjelaskan tentang intervensi keperawatan pada pada Tn. A dengan
Epidural Hematoma.
e. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang implementasi pada Tn. A dengan
Epidural Hematoma.
f. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang evaluasi pada Tn. A dengan Epidural
Hematoma.
D. Manfaat
Beberapa manfaat yang dapat diambil dalam penulisan karya tulis ilmiah ini adalah
sebagai berikut :
A. Definisi
Epidural hematom adalah salah satu akibat yang ditimbulkan dari sebuah trauma
kepala (Greenberg et al, 2002).
Epidural hematom adalah hematom/perdarahan yang terletak antara durameter dan
tubula interna/lapisan bawah tengkorak, dan sering terjadi pada lobus temporal dan
paretal (Smeltzer&Bare, 2001).
Epidural hematom sebagai keadaan neurologist yang bersifat emergency dan
biasanya berhubungan dengan linear fraktur yang memutuskan arteri yang lebih besar,
sehingga menimbulkan perdarahan (Anderson, 2005).
Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan
oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran
yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
B. Etiologi
Epidural hematom terjadi karena laserasi atau robekan pembuluh darah yang ada
diantara durameter dan tulang tengkorak akibat benturan yang menyebabkan fraktur
tengkorak seperti kecelakaan kendaraan dan trauma (Japardi, 2004). Perdarahan biasanya
bersumber dari robeknya arteri meningica media (paling sering), vena diploica (karena
fraktur kalvaria), vena emmisaria, dan sinus venosus duralis (Bajamal, 1999).
C. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang biasanya dijumpai pada orang yang menderita epidural hematom
diantaranya adalah mengalami penurunan kesadaran sampai koma secara mendadak
dalam kurun waktu beberapa jam hingga 1-2 hari, adanya suatu keadaan “lucid interval”
yaitu diantara waktu terjadinya trauma kepala dan waktu terjadinya koma terdapat waktu
dimana kesadaran penderita adalah baik, tekanan darah yang semakin bertambah tinggi,
nadi semakin bertambah lambat, sakit kepala yang hebat, hemiparesis, dilatasi pupil yang
ipsilateral, keluarnya darah yang bercampur CSS dari hidung (rinorea) dan telinga
(othorea), susah bicara, mual, pernafasan dangkal dan cepat kemudian irregular, suhu
meningkat, funduskopi dapat memperlihatkan papil edema (setelah 6 jam kejadian), dan
foto rontgen menunjukan garis fraktur yang jalannya melintang dengan jalan arteri
meningea media atau salah satu cabangnya (Greenberg et al, 2002).
D. Patofisiologi
Epidural hematom secara khas timbul sebagai akibat dari sebuah luka atau trauma
atau fraktur pada kepala yang menyebabkan laserasi pada pembuluh darah arteri,
khususnya arteri meningea media dimana arteri ini berada diantara durameter dan
tengkorak daerah temporal. Rusaknya arteri menyebabkan perdarahan yang memenuhi
epidural. Apabila perdarahan terus mendesak durameter, maka darah akan memotong
atau menjauhkan daerah durameter dengan tengkorak, hal ini akan memperluas
hematoma. Perluasan hematom akan menekan hemisfer otak dibawahanya yaitu lobus
temporal ke dalam dan ke bawah. Seiring terbentuknya hematom maka akan memberikan
efek yang cukup berat yakni isi otak akan mengalami herniasi. Herniasi menyebabkan
penekanan saraf yang ada dibawahnya seperti medulla oblongata yang menyebabkan
terjadinya penurunan hingga hilangnya kesadaran. Pada bagian ini terdapat nervus
okulomotor yang menekan saraf sehingga menyebabkan peningkatan TIK, akibatnya
terjadi penekanan saraf yang ada diotak (Japardi, 2004 dan Mcphee et al, 2006).
E. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doengoes (2004), pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan pada
kasus epidural hematom yaitu sebagai berikut:
1. CT Scan : untuk mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler
pergeseran otak. CT Scan merupakan pilihan primer dalam hal mengevaluasi trauma
kepala. Sebuah epidural hematom memiliki batas yang kasar dan penampakan yang
bikonveks pada CT Scan dan MRI. Tampakan biasanya merupakan lesi bikonveks
dengan densitas tinggi yang homogen, tetapi mingkin juga tampok sebagai ndensitas
yang heterogen akibat dari pencampuran antara darah yang menggumpal dan tidak
menggumpal.
2. MRI : memberikan foto berbagai kelainan parenkim otak dengan lebih jelas karena
mampu melakukan pencitraan dari berbagai posisi apalagi dalam pencitraan hematom
dan cedera batang otak.
3. Angiografi serebral : untuk menunjukan kelainan sirkulasi serebral seperti pergeseran
jaringan otak karena edema dan trauma.
4. EEG : untuk memperlihatkan gelombang patologis.
5. Sinar X : untuk mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran
struktur dari garis tengah (karena perdarahan/edema), dan adanya fragmen tulang.
6. BAER (brain auditory evoked respons) : untuk menentukan fungsi korteks dan batang
otak.
7. PET (positron emmision topography): untuk menunjukan metabolisme otak.
8. Pungsi lumbal : untuk menduga kemungkinan perdarahan subarachnoid.
9. AGD : untuk melihat masalah ventilasi/oksigenasi yang meningkatkan TIK.
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan epidural hematom terdiri dari:
1. Terapi Operatif.
Terapi operatif bisa menjadi penanganan darurat yaitu dengan melakukan
kraniotomi. Terapi ini dilakukan jika hasil CT Scan menunjukan volume
perdarahan/hematom sudah lebih dari 20 CC atau tebal lebih dari 1 cm atau dengan
pergeseran garis tengah (midline shift) lebih dari 5 mm. Operasi yang dilakukan
adalah evakuasi hematom untuk menghentikan sumber perdarahan sedangkan tulang
kepala dikembalikan. Jika saat operasi tidak didapatkan adanya edema serebri
sebaliknya tulang tidak dikembalikan (Bajamal, 1999).
2. Terapi Medikamentosa.
Terapi medikamentosa dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. mengelevasikan kepala pasien 30o setelah memastikan tidak ada cedera spinal
atau posisikan trendelenburg terbalik untuk mengurangi TIK.
b. Berikan dexametason (pemberian awal dengan dosis 10 mg kemudian
dilanjutkan dengan dosis 4 mg setiap 6 jam).
c. Berikan manitol 20% untuk mengatasi edema serebri.
d. Berikan barbiturat untuk mengatasi TIK yang meninggi.
G. Pathway
H. Asuhan Keperawatan Teori
1. Pengkajian
a. Primary Survey
1) Airway dan Cervical control
Hal pertama yang dinilai adalah kelancaran airway. Meliputi pemeriksaan
adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur
tulang wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur larinks atau trachea.
Dalam hal ini dapat dilakukan “chin lift” atau “jaw thrust”. Selama
memeriksa dan memperbaiki jalan nafas, harus diperhatikan bahwa tidak
boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi dari leher.
2) Breathing dan Ventilation
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas
yang terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan
mengeluarkan karbon dioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik
meliputi:fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma.
3) Circulation dan Hemorrhage control
a) Volume darah dan Curah jantung
Kaji perdarahan klien. Suatu keadaan hipotensi harus dianggap
disebabkan oleh hipovelemia. 3 observasi yang dalam hitungan detik
dapat memberikan informasi mengenai keadaan hemodinamik yaitu
kesadaran, warna kulit dan nadi.
b) Kontrol Perdarahan
4) Disability
Penilaian neurologis secara cepat yaitu tingkat kesadaran, ukuran dan
reaksi pupil.
5) Exposure dan Environment control
Dilakukan pemeriksaan fisik head toe toe untuk memeriksa jejas.
b. Secondary Survey
1) Kepala
Kelainan atau luka kulit kepala dan bola mata, telinga bagian luar dan
membrana timpani, cedera jaringan lunak periorbital
2) Leher
Adanya luka tembus leher, vena leher yang mengembang
3) Neurologis
Penilaian fungsi otak dengan Glasgow Coma Score (GCS)
4) Dada
Pemeriksaan klavikula dan semua tulang iga, suara nafas dan jantung,
pemantauan EKG
5) Abdomen
Kaji adanya luka tembus abdomen, pasang NGT dengan trauma tumpul
abdomen
6) Pelvis dan ekstremitas
Kaji adanya fraktur, denyut nadi perifer pada daerah trauma, memar dan
cedera yang lain
7) Aktivitas/istirahat
Gejala : Merasa lelah, lemah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese,
puandreplegia, ataksia, cara berjalan tidak tegang.
8) Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah (hipertensi) bradikardi, takikardi.
9) Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku dan kepribadian.
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, angitasi, bingung, depresi dan
impulsif.
10) Makanan/cairan
Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda : muntah, gangguan menelan.
11) Eliminasi
Gejala : Inkontinensia, kandung kemih atau usus atau
mengalami gangguan fungsi.
12) Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia, vertigo, sinkope,
kehilangan pendengaran, gangguan pengecapan dan penciuman, perubahan
penglihatan seperti ketajaman.
Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status
mental, konsentrasi, pengaruh emosi atau tingkah laku dan memoris.
13) Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala.
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri
yang hebat, gelisah, tidak bisa istirahat, merintih.
14) Pernafasan
Tanda : Perubahan pola pernafasan (apnoe yang diselingi oleh
hiperventilasi nafas berbunyi)
15) Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan.
Tanda : Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan, gangguan rentang gerak,
tonus otot hilang, kekuatan secara umum mengalami paralisis, demam,
gangguan dalam regulasi suhu tubuh.
16) Interaksi sosial
Tanda : Apasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-
ulang, disartria.
3. Intervensi
Edukasi :
a. Anjurkan asupan cairan
2000ml perhari, jika
tidak kontraindikasi
b. Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian
bronkodilator
ekspektorant mukolitik
jika perlu
Risiko perfusi serebral Setelah dilakukan Observasi :
tidak efektif tindakan keperawatan 1. Identifikasi penyebab
selama 3x24 jam maka peningkatan TIK
perfusi serebral px 2. Monitor tanda/gejala
meningkat dengan kriteria peningkatan TIK
hasil : 3. Monitor MAP
Tingkat kesadaran 4. Monitor CVP
meningkat (skala 5) 5. Monitor CPP
Tekanan intrakranial 6. Monitor status
menurun (skala 5) pernapasan
Sakit kepala menurun 7. Mobnitor intake dan
(skala 5) output cairan
Gelisan menurun 8. Monitor cairan serebro-
(skala 5) spinalis
Nilai rata-rata tekanan
Terapeutik :
darah membaik (skala 1. Minimalkan stimulus
5) dengan menyediakan
Kesadaran membaik lingkungan yang tenang
(skala 5) 2. Berikan posisi
semifowler
3. Hindari maneuver
valsava
4. Cegah terjadinya kejang
5. Hindari penggunaan
PEEP
6. Hindari pemberian
cairan IV hipotonik
7. Atur ventilator agar
PaCO2 optimal
8. Pertahankan suhu tubuh
normal
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
sedasi dan anti
konvulsan, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian
diuretik osmosis, jika
perlu
3. Kolaborasi pemberian
pelunak tinja, jika perlu
4. Implementasi
Implementasi adalah tindakan keperawatan yang sesuai dengan yang telah
direncanakan, mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan keperawatan
mandiri merupakan tindakan berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat dan
bukan atas petunjuk tenaga kesehatan lainnya. Sedangkan tindakan kolaborasi
adalah tindakan keperawatan berdasarkan hasil keputusan bersama dengan dokter
atau tenaga kesehatan lainnya (Mitayani,2010). Implementasi keperawatan pada
studi kasus ini disesuaikan dengan intervensi keperawatan yang telah disusun
berdasarkan diagnosa keperawatan prioritas.
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah hasil perkembangan berdasarkan tujuan keperawatan
yang hendak dicapai sebelumnya (Mitayani, 2010). Evaluasi yang digunakan
mencakup dua bagian yaitu evalusi formatif yang disebut juga evaluasi proses dan
evaluasi jangka pendek adalah evaluasi yang dilaksanakan terus menerus terhadap
tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi keperawatan pada studi kasus
ini disesuaikan dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah disusun berdasarkan
diagnosa keperawatan prioritas
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS KESEHATAN
Data Umum
Nama : Tn.A
Umur : 28 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Kediri
Kategori triage : P1 P2 P3
Data khusus
1. Subyektif
Keluarga klien mengatakan , klien tidak sadarkan diri ± 2 jam sebelum masuk rumah sakit
karena kecelakaan lalu lintas ditabrak oleh motor di jalan jalur, keluarga mengatakan keadaan
klien muntah-muntah dengan mengeluarkan cairan darah konsistensi cair pekat. Lalu klien
segera dibawa ke RS Mardi Waluyo Kota Blitar untuk mendapatkan pertolongan.
Sesampainya di RS klien dengan penurunan kesadaran GCS 3 (E1M1V1) langsung masuk
keruangan perawatan Prioritas 1 (Triage Merah) dan dilakukan tindakan membersihkan jalan
nafas dan memasang ETT serta alat bantu nafas ventilator pada tanggal 19 April 2021 jam
10.00 WIB. Pada tanggal 19 April 2021 pukul 10.30 di lakukan pengkajian kasus
keperawatan dan didapatkan hasil klien mengalami penurunan kesadaran dengan GCS 2E
(E1VEM1), terpasang monitor, terpasang monitor EKG, terpasang IVFD Ringerfundin gtt
20x/menit, terpasang kateter, TD= 100/60 mmHg , RR= 30x/menit, T= 37,50C, HR=
65x/menit, adanya jejas di daerah mata, pipi, luka di bagian kepala belakang sebelah kanan
berukuran 3 cm dan terdapat darah dari mulut.
Q : Qualitas =
R : Regio =
S : Severity =
T : Time =
Menurut Skala Intensitas Numerik (Data Subyektif)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Menurut Ahency for Health Care Polcy and Research (Data Obyektif)
Intensitas
No Diskripsi
Nyeri
1 Tida
Pasien mengatakan tidak nyeri
k Nyeri
Pasien mengatakan sedikit
2 Nyeri
nyeri atau ringan
Ringan
Pasien nampak gelisah
Nyeri Sedang Pasien mengatakan nyeri masih bisa
ditahan/sedang
3 Pasien nampak gelisah
Pasien mampu sedikit berpartisipasi
dalam keperawatan
A : Allergies
M : Medication
Keluarga mengatakan Klien dulunya belum pernah mengalami kecelakaan berat seperti
sekarang ini dan juga tidak ada riwayat penyakit kronis dan akut sebelumnya seperti
hipertensi dan DM.
Riwayat alergi :
Ya Tidak
Jelaskan : -
2. Obyektif
A. AIRWAY
Snoring Ya Tidak
Gurgling Ya Tidak
Stridor Ya Tidak
Wheezing Ya Tidak
Perdarahan Ya Tidak
Sebutkan : -
B. BREATHING
Gerakan dada Simetris Asimeteris
C. CIRCULATION
Perdarahan Ya Tidak
D. DISABILITY/STATUS NEUROLOGI
Tingkat kesadaran :
TD : 90/60 mmHg
RR : 30 x/menit
Nadi : 65 x/menit
MAP : 70 mmHg
A. Darah Lengkap
B. Kimia Darah
Ureum : 32 ( N : 10 – 50 mg / dl )
SGOT : 23 ( N : 2 – 17 )
SGPT : 14 ( N : 3 – 19 )
BUN :..........................( N : 20 – 40 / 10 – 20 mg / dl )
C. Analisa Elektrolit
HCO3 :..........................( N : 21 – 28 )
USG
EKG
EEG
MRI
Endoscopy
Lain-lain
G. GIVE COMFORT :
Memposisikan senyaman mungkin
H. HISTORY (MIVT)
M : Mechanism = -
I : Injuries Suspected = -
T : Treatment received = -
Kepala
Contusio/memar Ya Tidak
Laserasi/jejas Ya Tidak
Swelling/bengkak Ya Tidak
Grimace Ya Tidak
Mata
Midriasis Ø : mm
Miosis Ø : mm
Hidung
Laserasi/jejas Ya Tidak
Epistaksis Ya Tidak
Telinga
Othorhea Ya Tidak
Cairan Ya Tidak
Luka Ya Tidak
Mulut
Luka Ya Tidak
Perdarahan Ya Tidak
Muntahan Ya Tidak
Leher
Deviasi trakhea Ya Tidak
Contusio/memar Ya Tidak
Tenderness/kekakuan Ya Tidak
Laserasi Ya Tidak
Swelling/bengkak Ya Tidak
Pain/nyeri Ya Tidak
Instability Ya Tidak
Crepitasi Ya Tidak
Thoraks
Deformitas Ya Tidak
Contusio/memar Ya Tidak
Laserasi Ya Tidak
Swelling/bengkak Ya Tidak
Instability Ya Tidak
Crepitasi Ya Tidak
Paru – paru
Jantung
Abdomen
Jejas Ya Tidak
Distensi Ya Tidak
Massa Ya Tidak
Mual Ya Tidak
Muntah Ya Tidak
Ekstremitas
Deformitas Ya Tidak
Contusio/memar Ya Tidak
Tenderness/kekakuan Ya Tidak
Laserasi/jejas Ya Tidak
Swelling/bengkak Ya Tidak
Restaint Ya Tidak
Kontraktur Ya Tidak
Parese Ya Tidak
Plegi Ya Tidak
Fraktur Ya Tidak
Kekuatan otot
3 3
3 3
Oedema - -
- -
Kulit
Pelvis/Genetalia
Deformitas Ya Tidak
Swelling/bengkak Ya Tidak
Perdarahan Ya Tidak
Instability Ya Tidak
Crepitasi Ya Tidak
Priapismus Ya Tidak
Makan: 1 kali
Siang
Makan: 1 kali
Malam
Makan: 1 kali
3. Pantangan / Alergi - -
b. Pola Eliminasi
No Pemenuhan Sebelum Sakit Setelah Sakit
Eliminasi BAB /
BAK
BAK: 2 kali
BAB: 1 kali
Siang
BAK: 2 kali
BAB: -
Malam
BAK: 2 kali
BAB: -
5. Masalah eliminasi - -
6. Cara mengatasi - -
masalah
Siang : 2 jam
2 Gangguan tidur - -
3 Upaya mengatasi - -
masalah gangguan tidur
Contusio/memar Ya Tidak
Tenderness/kekakuan Ya Tidak
Laserasi Ya Tidak
Swelling/bengkak Ya Tidak
Ceftriaxone 2x1 gr / iv
Paracetamol 3x1gr / iv
Omeperazole 1x40 ml / iv