Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PROFESIONAL

EMERGENCY PADA TN.A DENGAN DIAGNOSA EPIDURAL HEMATOMA


DI RS MARDI WALUYO KOTA BLITAR

DEPARTEMEN KEPERAWATAN PROFESIONAL EMERGENCY

DISUSUN OLEH :
YUNI AMELIA SARI
40220032

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI
2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PROFESIONAL


EMERGENCY PADA TN.A DENGAN DIAGNOSA EPIDURAL HEMATOMA
DI RS MARDI WALUYO KOTA BLITAR

DEPARTEMEN KEPERAWATAN PROFESIONAL EMERGENCY

NAMA : YUNI AMELIA SARI


NIM : 40220032
PRODI : PROFESI NERS

Mengetahui,
PEMBIMBING, KAPRODI NERS

(......................................................) (......................................................)
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke Hadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas Rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Asuhan Keperawatan dengan kasus
“Asuhan Keperawatan Profesional Emergency Pada Pasien Tn.A dengan diagnosa Epidural
Hematoma”. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan asuhan keperawatan dengan baik.
Semoga Tuhan selalu memberkati, menyertai dan membalas kebaikan semua pihak
yang telah membantu memberikan kesempatan, motivasi, dan dukungan dalam proses
penyelesaian asuhan keperawatan ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa asuhan
keperawatan ini masih jauh dari kesempurnaan, namun semoga asuhan keperawatan ini
dapat bermanfaat bagi pembaca.

Kediri, 19 April 2021

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Epidural Hematoma (EDH) adalah penumpukan darah di antara tulang tengkorak
dengan duramater, kejadiannya 1-5 % dari seluruh pasien cedera kepala (Ndoumbe,
2016). Tanda gejala EDH adalah penurunan kesadaran diikuti oleh lucid interval
beberapa jam kemudian dan kadang disertai tanda neurologis fokal (Ndoumbe, 2016).
Cedera otak sekunder akibat epidural hematoma diakibatkan iskemia atau hipoksia.
Iskemia memungkinkan terjadinya penurunan ATP sehingga mengakibatkan kegagalan
pompa membran sel. Sel akan mati dan menjadi bengkak (edema sitotoksik). Hipoksia
menyebabkan kehilangan neuron yang akan menimbulkan atropi kortek pada pasien.
Hipoksia atau iskemia pada cedera kepala berat mengakibatkan tekanan intrakranial akan
meningkat sehingga cerebral perfusion pressure akan berkurang. (Mendelow, 2010)
Dalam penelitian sebelumnya mortalitas pasien EDH berkisar 2,7 – 10,1 %
(Gupta, 2016; Bir, 2015). Terdapat faktor yang menimbulkan mortalitas meskipun sudah
dilakukan kraniotomi. Faktor tersebut seperti dilatasi pupil, nilai GCS pasien awal, usia
pasien, kecepatan penambahan volume perdarahan, serta ukuran dan lokasi hematoma
(Cheung, 2007).
Menurut Vik (2008), peningkatan tekanan intrakranial merupakan penyebab utama
menyebabkan kematian dan disabilitas pasien cedera kepala, peningkatan TIK ini
menimbulkan iskemia, herniasi serebral dan kematian. Tindakan resusitasi, anamnesis,
dan pemeriksaan fisik umum serta neurologis harus dilakukan secara serentak
(Mansjoer, 2012). Kraniotomi merupakan operasi untuk membuka tengkorak (tempurung
kepala) dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak (Stocchetti,
2015). Kraniotomi merupakan tindakan yang diindikasikan untuk mengatasi hematoma
atau perdarahan otak, pengambilan sel atau jaringan intrakranial yang mengganggu
sistem neorologik dan fisiologis, pembenahan letak anatomi intrakranial, dan mengatasi
peningkatan tekanan intrakranial yang tidak terkontrol (Wani, 2008).
Peristiwa cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas di seluruh dunia sebesar 1,25
juta pada tahun 2013 dimana angka tersebut menetap sejak tahun 2007 (WHO, 2015).
Data instiden cedera kepala di Eropa pada tahun 2010 adalah 500 per 100.000 populasi.
Insiden cedera kepala di Inggris pada tahun 2005 adalah 400 per 100.000 pasien per
tahun (Irwan, 2010). Prevalensi cedera kepala di Indonesia adalah 8,2%, dengan
prevalensi tertinggi ditemukan di Sulawesi Selatan (12,8%) dan terendah di Jambi
(4,5%). Perbandingan hasil Riset Kesehatan Dasar / Riskesdas 2007 dengan Riskesdas
2013, menunjukkan kecenderungan peningkatan prevalensi cedera kepala dari 7,5%
menjadi 8,2%. Jawa Timur menduduki nomor 4 untuk kasus cedera kepala terbanyak
(0,7%) setelah Papua (1%), Sumatra Utara (0,9%) dan Bangka Belitung (0,8%).(Badan
Penelitian dan Pengembangan Kemenkes, 2013). Di negara berkembang seperti di
Indonesia, perkembangan ekonomi dan industri merupakan salah satu yang dapat
memberikan dampak frekuensi pada cedera kepala sehingga menyebabkan semakin
meningkat, dan merupakan salah satu kasus yang paling sering dijumpai di ruang gawat
darurat Rumah Sakit (Miranda, 2014).
Pasien cedera kepala dapat menyebabkan kematian karena perdarahan intrakranial.
Ada empat macam perdarahan intrakranial yaitu Subdural (SDH), Epidural (EDH),
Subarachnoid (SAH) dan Intraserebral (ICH) Hematoma, dimana angka kejadian EDH
maupun SDH sekitar 20-40% (Pascual JL et al, 2008). EDH menjadi perhatian bagi para
klinisi dan peneliti karena merupakan kasus tertinggi diantara keempat jenis perdarahan
tersebut, penegakkan diagnosis yang relatif mudah dan keberhasilan operasi yang cukup
tinggi. Operasi EDH dianjurkan dilakukan sesegera mungkin setelah diagnosis
ditegakkan, karena semakin cepat operasi dilakukan maka semakin besar manfaat yang
diberikan (Perron, 2008).
Menurut Krisanty et al (2009), manifestasi klinik cedera kepala yang terjadi antara
lain hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih, kebingungan, iritabe, pucat,
mual dan muntah, pusing kepala, terdapat hematoma, kecemasan, dan sukar untuk
dibangunkan. Sehingga dapat mengakibatkan koma, kejang, infeksi, hilangnya
kemampuan kognitif, dan salah satu komplikasi yang paling sering dilaporkan pasca
cedera kepala saat pasien sadar adalah nyeri kepala. Nyeri kepala ini merupakan salah
satu keluhan somatik yang sering muncul berkaitan dengan cedera kepala. (Trevana &
Cameron, 2011).
Publikasi ilmiah melaporkan kasus ini sebagai Post Traumatic Headache (PTH).
Beberapa studi retrospektif melaporkan prevalensinya antara 30%-90%. Studi yang
dilakukan oleh Hoffman et al melaporkan insidensi kumulatif nyeri kepala pasca cedera
kepala mencapai tujuh puluh satu persen (Hoffman et al., 2011). Perawat sebagai salah
satu tenaga medis yang mempunyai peranan penting dalam penatalaksanaan kasus seperti
cedera kepala yang harus mempunyai pengelolaan yang baik dimulai dari tempat
kejadian, selama transportasi, di instalasi gawat darurat, dan sampai dilakukannya terapi
definitif. Selama pengelolaan yang benar dan tepat akan mempunyai pengaruh pada
outcome pasien. Tujuan utama dari pengelolaan cedera kepala adalah mengoptimalkan
penyembuhan cedera kepala primer dan mencegah cedera kepala sekunder. Proteksi otak
merupakan suatu serangkaian tindakan yang berguna untuk mencegah atau mengurangi
kerusakan sel-sel otak yang diakibatkan oleh keadaan iskemia. Iskemia otak merupakan
suatu gangguan hemodinamik yang dapat menyebabkan penurunan aliran darah dari otak
sampai ke suatu tingkat yang dapat menyebabkan kerusakan otak yang irreversibel.
Metode dasar dalam melakukan proteksi otak salah satunya adalah dengan cara
membebaskan jalan nafas dan oksigenasi yang adekuat (Zafrullah, 2008).
Cedera kepala merupakan suatu keadaan gawat darurat yang harus segera ditangani
secara benar dan tepat. Penatalaksanaan yang paling utama bagi penderita cedera kepala
pada dasarnya mempunyai tujuan sedini mungkin untuk memperbaiki keadaan umum
serta mencegah cedera kepala sekunder. Penanganan yang dilakukan saat terjadi cedera
kepala adalah menjaga jalannya nafas penderita, mengontrol pendarahan dan mencegah
syok, imobilisasi penderita, mencegah terjadinya komplikasi dan cedera sekunder. Setiap
keadaan yang tidak normal dan membahayakan harus segera diberikan tindakan
resusitasi pada saat itu juga (Hardi, 2008).
Berdasarkan latar belakang diatas yang menyebutkan bahwa cukup tingginya
angka kejadian cedera kepala. Hal tersebut menggambarkan bahwa cedera kepala harus
mendapatkan perhatian dan penanganan yang baik. Sehubungan hal tersebut maka
penulis tertarik untuk membuat Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan dengan
judul “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Tn.A dengan Epidural
Hematoma di RS Mardi Waluyo Kota Blitar”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, penulis merumuskan masalah “Bagaimana pelaksanaan
Asuhan Keperawatan dengan kasus “Asuhan Keperawatan Profesional Emergency Pada
Pasien Tn. A dengan diagnosa Epidural Hematoma” yang meliputi pengkajian, diagnosa,
intervensi, implementasi, evaluasi”.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif pada
Tn.A dengan Epidural Hematoma di RS Mardi Waluyo Kota Blitar.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar tentang Epidural Hematoma:
pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan diagnostik,
komplikasi, penetalaksanaan medis, pathways.
b. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang data hasil pengkajian pada Tn. A
dengan Epidural Hematoma.
c. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang diagnosa keperawatan pada pada Tn. A
dengan Epidural Hematoma.
d. Mampu menjelaskan tentang intervensi keperawatan pada pada Tn. A dengan
Epidural Hematoma.
e. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang implementasi pada Tn. A dengan
Epidural Hematoma.
f. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang evaluasi pada Tn. A dengan Epidural
Hematoma.

D. Manfaat
Beberapa manfaat yang dapat diambil dalam penulisan karya tulis ilmiah ini adalah
sebagai berikut :

A. Bagi Institusi Pendidikan


Manfaat penulisan laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan ini sebagai
masukan dan tambahan wacana pengetahuan, menambah wacana bagi mahasiswa
tentang epidural hematoma..
B. Bagi Profesi Keperawatan
Dapat meningkatkan ketrampilan, kemampuan, serta menerapkan pemberian asuhan
keperawatan dengan masalah cedera kepala.
C. Bagi Lahan Praktik
Diharapkan dapat bermanfaat sebagai wacana dalam hal asuhan keperawatan pada
pasien cedera kepala sehingga dapat meningkatkan mutu dari penerapan asuhan
keperawatan terutama pada pasien epidural hematoma.
D. Bagi Masyarakat
Diharapkan mampu meningkatkan dan memberi pengetahuan tentang penyakit
tersebut sehingga dapat memberikan perawatan yang baik dan benar di masyarakat.
Dan diharapkan mampu memberikan dukungan moril dalam pemulihan kesehatan di
masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Epidural hematom adalah salah satu akibat yang ditimbulkan dari sebuah trauma
kepala (Greenberg et al, 2002).
Epidural hematom adalah hematom/perdarahan yang terletak antara durameter dan
tubula interna/lapisan bawah tengkorak, dan sering terjadi pada lobus temporal dan
paretal (Smeltzer&Bare, 2001).
Epidural hematom sebagai keadaan neurologist yang bersifat emergency dan
biasanya berhubungan dengan linear fraktur yang memutuskan arteri yang lebih besar,
sehingga menimbulkan perdarahan (Anderson, 2005).
Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan
oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran
yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.

Gambar 1.1 Epidural hematoma

B. Etiologi
Epidural hematom terjadi karena laserasi atau robekan pembuluh darah yang ada
diantara durameter dan tulang tengkorak akibat benturan yang menyebabkan fraktur
tengkorak seperti kecelakaan kendaraan dan trauma (Japardi, 2004). Perdarahan biasanya
bersumber dari robeknya arteri meningica media (paling sering), vena diploica (karena
fraktur kalvaria), vena emmisaria, dan sinus venosus duralis (Bajamal, 1999).
C. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang biasanya dijumpai pada orang yang menderita epidural hematom
diantaranya adalah mengalami penurunan kesadaran sampai koma secara mendadak
dalam kurun waktu beberapa jam hingga 1-2 hari, adanya suatu keadaan “lucid interval”
yaitu diantara waktu terjadinya trauma kepala dan waktu terjadinya koma terdapat waktu
dimana kesadaran penderita adalah baik, tekanan darah yang semakin bertambah tinggi,
nadi semakin bertambah lambat, sakit kepala yang hebat, hemiparesis, dilatasi pupil yang
ipsilateral, keluarnya darah yang bercampur CSS dari hidung (rinorea) dan telinga
(othorea), susah bicara, mual, pernafasan dangkal dan cepat kemudian irregular, suhu
meningkat, funduskopi dapat memperlihatkan papil edema (setelah 6 jam kejadian), dan
foto rontgen menunjukan garis fraktur yang jalannya melintang dengan jalan arteri
meningea media atau salah satu cabangnya (Greenberg et al, 2002).

D. Patofisiologi
Epidural hematom secara khas timbul sebagai akibat dari sebuah luka atau trauma
atau fraktur pada kepala yang menyebabkan laserasi pada pembuluh darah arteri,
khususnya arteri meningea media dimana arteri ini berada diantara durameter dan
tengkorak daerah temporal. Rusaknya arteri menyebabkan perdarahan yang memenuhi
epidural. Apabila perdarahan terus mendesak durameter, maka darah akan memotong
atau menjauhkan daerah durameter dengan tengkorak, hal ini akan memperluas
hematoma. Perluasan hematom akan menekan hemisfer otak dibawahanya yaitu lobus
temporal ke dalam dan ke bawah. Seiring terbentuknya hematom maka akan memberikan
efek yang cukup berat yakni isi otak akan mengalami herniasi. Herniasi menyebabkan
penekanan saraf yang ada dibawahnya seperti medulla oblongata yang menyebabkan
terjadinya penurunan hingga hilangnya kesadaran. Pada bagian ini terdapat nervus
okulomotor yang menekan saraf sehingga menyebabkan peningkatan TIK, akibatnya
terjadi penekanan saraf yang ada diotak (Japardi, 2004 dan Mcphee et al, 2006).

E. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doengoes (2004), pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan pada
kasus epidural hematom yaitu sebagai berikut:
1. CT Scan : untuk mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler
pergeseran otak. CT Scan merupakan pilihan primer dalam hal mengevaluasi trauma
kepala. Sebuah epidural hematom memiliki batas yang kasar dan penampakan yang
bikonveks pada CT Scan dan MRI. Tampakan biasanya merupakan lesi bikonveks
dengan densitas tinggi yang homogen, tetapi mingkin juga tampok sebagai ndensitas
yang heterogen akibat dari pencampuran antara darah yang menggumpal dan tidak
menggumpal.
2. MRI : memberikan foto berbagai kelainan parenkim otak dengan lebih jelas karena
mampu melakukan pencitraan dari berbagai posisi apalagi dalam pencitraan hematom
dan cedera batang otak.
3. Angiografi serebral : untuk menunjukan kelainan sirkulasi serebral seperti pergeseran
jaringan otak karena edema dan trauma.
4. EEG : untuk memperlihatkan gelombang patologis.
5. Sinar X : untuk mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran
struktur dari garis tengah (karena perdarahan/edema), dan adanya fragmen tulang.
6. BAER (brain auditory evoked respons) : untuk menentukan fungsi korteks dan batang
otak.
7. PET (positron emmision topography): untuk menunjukan metabolisme otak.
8. Pungsi lumbal : untuk menduga kemungkinan perdarahan subarachnoid.
9. AGD : untuk melihat masalah ventilasi/oksigenasi yang meningkatkan TIK.

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan epidural hematom terdiri dari:
1. Terapi Operatif.
Terapi operatif bisa menjadi penanganan darurat yaitu dengan melakukan
kraniotomi. Terapi ini dilakukan jika hasil CT Scan menunjukan volume
perdarahan/hematom sudah lebih dari 20 CC atau tebal lebih dari 1 cm atau dengan
pergeseran garis tengah (midline shift) lebih dari 5 mm. Operasi yang dilakukan
adalah evakuasi hematom untuk menghentikan sumber perdarahan sedangkan tulang
kepala dikembalikan. Jika saat operasi tidak didapatkan adanya edema serebri
sebaliknya tulang tidak dikembalikan (Bajamal, 1999).
2. Terapi Medikamentosa.
Terapi medikamentosa dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. mengelevasikan kepala pasien 30o setelah memastikan tidak ada cedera spinal
atau posisikan trendelenburg terbalik untuk mengurangi TIK.
b. Berikan dexametason (pemberian awal dengan dosis 10 mg kemudian
dilanjutkan dengan dosis 4 mg setiap 6 jam).
c. Berikan manitol 20% untuk mengatasi edema serebri.
d. Berikan barbiturat untuk mengatasi TIK yang meninggi.

G. Pathway
H. Asuhan Keperawatan Teori
1. Pengkajian
a. Primary Survey
1) Airway dan Cervical control
Hal pertama yang dinilai adalah kelancaran airway. Meliputi pemeriksaan
adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur
tulang wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur larinks atau trachea.
Dalam hal ini dapat dilakukan “chin lift” atau “jaw thrust”. Selama
memeriksa dan memperbaiki jalan nafas, harus diperhatikan bahwa tidak
boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi dari leher.
2) Breathing dan Ventilation
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas
yang terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan
mengeluarkan karbon dioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik
meliputi:fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma.
3) Circulation dan Hemorrhage control
a) Volume darah dan Curah jantung
Kaji perdarahan klien. Suatu keadaan hipotensi harus dianggap
disebabkan oleh hipovelemia. 3 observasi yang dalam hitungan detik
dapat memberikan informasi mengenai keadaan hemodinamik yaitu
kesadaran, warna kulit dan nadi.
b) Kontrol Perdarahan
4) Disability
Penilaian neurologis secara cepat yaitu tingkat kesadaran, ukuran dan
reaksi pupil.
5) Exposure dan Environment control
Dilakukan pemeriksaan fisik head toe toe untuk memeriksa jejas.
b. Secondary Survey
1) Kepala
Kelainan atau luka kulit kepala dan bola mata, telinga bagian luar dan
membrana timpani, cedera jaringan lunak periorbital
2) Leher
Adanya luka tembus leher, vena leher yang mengembang
3) Neurologis
Penilaian fungsi otak dengan Glasgow Coma Score (GCS)
4) Dada
Pemeriksaan klavikula dan semua tulang iga, suara nafas dan jantung,
pemantauan EKG
5) Abdomen
Kaji adanya luka tembus abdomen, pasang NGT dengan trauma tumpul
abdomen
6) Pelvis dan ekstremitas
Kaji adanya fraktur, denyut nadi perifer pada daerah trauma, memar dan
cedera yang lain
7) Aktivitas/istirahat
Gejala : Merasa lelah, lemah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese,
puandreplegia, ataksia, cara berjalan tidak tegang.
8) Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah (hipertensi) bradikardi, takikardi.
9) Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku dan kepribadian.
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, angitasi, bingung, depresi dan
impulsif.
10) Makanan/cairan
Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda : muntah, gangguan menelan.
11) Eliminasi
Gejala : Inkontinensia, kandung kemih atau usus atau
mengalami gangguan fungsi.
12) Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia, vertigo, sinkope,
kehilangan pendengaran, gangguan pengecapan dan penciuman, perubahan
penglihatan seperti ketajaman.
Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status
mental, konsentrasi, pengaruh emosi atau tingkah laku dan memoris.
13) Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala.
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri
yang hebat, gelisah, tidak bisa istirahat, merintih.
14) Pernafasan
Tanda : Perubahan pola pernafasan (apnoe yang diselingi oleh
hiperventilasi nafas berbunyi)
15) Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan.
Tanda : Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan, gangguan rentang gerak,
tonus otot hilang, kekuatan secara umum mengalami paralisis, demam,
gangguan dalam regulasi suhu tubuh.
16) Interaksi sosial
Tanda : Apasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-
ulang, disartria.

2. Diagnosa Yang Mungkin Muncul


Menurut Herdman (2011), diagnosa yang mungkin muncul pada klien dengan
epidural hematom sebagai berikut:
a. Pola nafas tidak efektif.
b. Risiko perfusi serebral tidak efektif.

3. Intervensi

Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi


Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan Observasi :
tindakan keperawatan
selama 3x24 jam, maka a. Monitor pola napas
pola napas px membaik (frekuensi, kedalaman,
dengan kriteria hasil : usaha napas)
a. dispnea menurun (skala b. Monitor bunyi napas
5) tambahan (mis.
Gurgling, mengi,
b. frekuensi napas wheezing, ronchi)
membaik (skala 5) c. Monitor sputum
(jumlah, warna,aroma)
c. kedalaman napas
membaik (skala 5) Terapeutik :
a. Pertahankan kepatenan
jalan napas dengan
head tilt dan chin lift
(jaw trust jika curiga
trauma servical)
b. Posisikan semifowler
atau fowler
c. Berikan minum hangat
d. Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
e. Lakukan penghisapan
lendir > 15 detik
f. Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
g. Keluarkan sumbatan
benda padat dengan
forsep mcgill
h. Berikan oksigen jika
perlu

Edukasi :
a. Anjurkan asupan cairan
2000ml perhari, jika
tidak kontraindikasi
b. Ajarkan teknik batuk
efektif

Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian
bronkodilator
ekspektorant mukolitik
jika perlu
Risiko perfusi serebral Setelah dilakukan Observasi :
tidak efektif tindakan keperawatan 1. Identifikasi penyebab
selama 3x24 jam maka peningkatan TIK
perfusi serebral px 2. Monitor tanda/gejala
meningkat dengan kriteria peningkatan TIK
hasil : 3. Monitor MAP
 Tingkat kesadaran 4. Monitor CVP
meningkat (skala 5) 5. Monitor CPP
 Tekanan intrakranial 6. Monitor status
menurun (skala 5) pernapasan
 Sakit kepala menurun 7. Mobnitor intake dan
(skala 5) output cairan
 Gelisan menurun 8. Monitor cairan serebro-
(skala 5) spinalis
 Nilai rata-rata tekanan
Terapeutik :
darah membaik (skala 1. Minimalkan stimulus
5) dengan menyediakan
 Kesadaran membaik lingkungan yang tenang
(skala 5) 2. Berikan posisi
semifowler
3. Hindari maneuver
valsava
4. Cegah terjadinya kejang
5. Hindari penggunaan
PEEP
6. Hindari pemberian
cairan IV hipotonik
7. Atur ventilator agar
PaCO2 optimal
8. Pertahankan suhu tubuh
normal

Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
sedasi dan anti
konvulsan, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian
diuretik osmosis, jika
perlu
3. Kolaborasi pemberian
pelunak tinja, jika perlu

4. Implementasi
Implementasi adalah tindakan keperawatan yang sesuai dengan yang telah
direncanakan, mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan keperawatan
mandiri merupakan tindakan berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat dan
bukan atas petunjuk tenaga kesehatan lainnya. Sedangkan tindakan kolaborasi
adalah tindakan keperawatan berdasarkan hasil keputusan bersama dengan dokter
atau tenaga kesehatan lainnya (Mitayani,2010). Implementasi keperawatan pada
studi kasus ini disesuaikan dengan intervensi keperawatan yang telah disusun
berdasarkan diagnosa keperawatan prioritas.

5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah hasil perkembangan berdasarkan tujuan keperawatan
yang hendak dicapai sebelumnya (Mitayani, 2010). Evaluasi yang digunakan
mencakup dua bagian yaitu evalusi formatif yang disebut juga evaluasi proses dan
evaluasi jangka pendek adalah evaluasi yang dilaksanakan terus menerus terhadap
tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi keperawatan pada studi kasus
ini disesuaikan dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah disusun berdasarkan
diagnosa keperawatan prioritas
PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KESEHATAN

INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI

PENGKAJIAN KEPERAWATAN EMERGENCY

Data Umum

Nama : Tn.A

Umur : 28 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Kediri

No. Registrasi : 050817123

Diagnosa medis : Epidural Hematoma

Tanggal MRS : 19 April 2021 Pukul : 10.00

Tanggal pengkajian : 19 April 2020 Pukul : 10.30

Bila pasien di IGD

Triage pada pukul : 10.00

Kategori triage : P1 P2 P3

Data khusus

1. Subyektif

Keluhan utama (chief complaint) :

Keluarga pasien mengatakan pasien mengalami penurunan kesadaran seteah mengalami


kecelakaan lalu lintas.

Riwayat penyakit Sekarang :

Keluarga klien mengatakan , klien tidak sadarkan diri ± 2 jam sebelum masuk rumah sakit
karena kecelakaan lalu lintas ditabrak oleh motor di jalan jalur, keluarga mengatakan keadaan
klien muntah-muntah dengan mengeluarkan cairan darah konsistensi cair pekat. Lalu klien
segera dibawa ke RS Mardi Waluyo Kota Blitar untuk mendapatkan pertolongan.
Sesampainya di RS klien dengan penurunan kesadaran GCS 3 (E1M1V1) langsung masuk
keruangan perawatan Prioritas 1 (Triage Merah) dan dilakukan tindakan membersihkan jalan
nafas dan memasang ETT serta alat bantu nafas ventilator pada tanggal 19 April 2021 jam
10.00 WIB. Pada tanggal 19 April 2021 pukul 10.30 di lakukan pengkajian kasus
keperawatan dan didapatkan hasil klien mengalami penurunan kesadaran dengan GCS 2E
(E1VEM1), terpasang monitor, terpasang monitor EKG, terpasang IVFD Ringerfundin gtt
20x/menit, terpasang kateter, TD= 100/60 mmHg , RR= 30x/menit, T= 37,50C, HR=
65x/menit, adanya jejas di daerah mata, pipi, luka di bagian kepala belakang sebelah kanan
berukuran 3 cm dan terdapat darah dari mulut.

Kasus non trauma(PQRST) :

P : Provoking atau Paliatif =

Q : Qualitas =

R : Regio =

S : Severity =

T : Time =
Menurut Skala Intensitas Numerik (Data Subyektif)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Menurut Ahency for Health Care Polcy and Research (Data Obyektif)

Intensitas
No Diskripsi
Nyeri

1  Tida
 Pasien mengatakan tidak nyeri
k Nyeri
 Pasien mengatakan sedikit
2  Nyeri
nyeri atau ringan
Ringan
 Pasien nampak gelisah
Nyeri Sedang  Pasien mengatakan nyeri masih bisa
ditahan/sedang
3  Pasien nampak gelisah
Pasien mampu sedikit berpartisipasi
dalam keperawatan

Nyeri Berat Pasien mengatakan nyeri tidak dapat


ditahan/berat

4 Pasien sangat gelisah

 Fungsi mobilitas dan perilaku


pasien
berubah

Pasien mengataan nyeri tidak


tertahankan/sangat berat
5  Nyeri
 Perubahan ADL yang
Sangat Berat
mencolok
( Ketergantungan ), putus asa

Menurut Wong Baker (Data Obyektif)

Kasus Trauma (SAMPLE) :


S : Signs and symptom

A : Allergies

M : Medication

P : Pertinent medical hystory

L : Last meal (or medication or menstrual period)

E : Events surrounding this incident

Riwayat Penyakit yang pernah diderita :

Keluarga mengatakan Klien dulunya belum pernah mengalami kecelakaan berat seperti
sekarang ini dan juga tidak ada riwayat penyakit kronis dan akut sebelumnya seperti
hipertensi dan DM.

Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada

Riwayat alergi :

Ya Tidak

Jelaskan : -

2. Obyektif

Keadaan umum : Baik Sedang Lemah

A. AIRWAY

Snoring Ya Tidak

Gurgling Ya Tidak

Stridor Ya Tidak

Wheezing Ya Tidak

Perdarahan Ya Tidak

Benda asing Ya Tidak

Sebutkan : -
B. BREATHING
Gerakan dada Simetris Asimeteris

Gerakan paradoksal Ya Tidak

Retraksi intercosta Ya Tidak

Retraksi suprasternal Ya Tidak

Retraksi substernal Ya Tidak

Retraksi supraklavikular Ya Tidak

Retraksi Intraklavikula Ya Tidak

Gerakan diafragma Normal Tidak

C. CIRCULATION

Akral tangan dan kaki Hangat Dingin

Kualitas nadi Kuat Lemah

CRT < 2 dt > 2 dt

Perdarahan Ya Tidak

D. DISABILITY/STATUS NEUROLOGI

Tingkat kesadaran :

Alert : penurunan kesadaran

Verbal : tidak ada respon

Pain : tidak ada respon

Unresponsive : tidak sadar

GCS: Eye: 1 Verbal: 1 Motorik: 1 Total: 3

Pupil : Isokor Anisokor

Reaksi terhadap cahaya : Ya Tidak


E. EXPOSURE/ENVIRONMENT (focus pada area injury) :
Terdapat jejas di daerah mata dan pipi sebelah kanan, luka 3cm di kepala belakang
sebelah kanan.

F. FULL OF VITAL SIGN & FIVE INTERVENTIONS

TD : 90/60 mmHg

RR : 30 x/menit

Nadi : 65 x/menit

Suhu : 37 0C Rektal Oral Aksiler

MAP : 70 mmHg

Infus : Ringer Fudin 300cc Kontinyu

Kateter urine : Terpasang Tidak

Produksi urine : 500 cc/jam

Warna urine : Kuning jernih Keruh Ada darah

NGT : Terpasang Tidak

Monitor jantung : Terpasang Tidak

Pulse Oxymetri : Terpasang Tidak

Hasil Pemeriksaan Laboratorium :

A. Darah Lengkap

Leukosit : 14,59 ( N : 3.500 - 10.000 mL )

Eritrosit : 3,99 ( N : 1,2 juta - 1,5 juta )

Trombosit :......................... ( N : 150.000 – 350.000 / mL )

Hemoglobin : 10,3 ( N : 11,0 – 16,3 gr / dl )

Hematrokit : 32,6 ( N : 35,0 – 50 gr / dl )


PCV :..........................( N : 35 – 50 )

B. Kimia Darah

Ureum : 32 ( N : 10 – 50 mg / dl )

Creatinin : 1,00 ( N : 07 – 1,5 mg / dl )

SGOT : 23 ( N : 2 – 17 )

SGPT : 14 ( N : 3 – 19 )

BUN :..........................( N : 20 – 40 / 10 – 20 mg / dl )

Bilirubin :..........................( N : 1,0 mg / dl )

Total Protein :..........................( N : 6,7 – 8,7 mg / dl )

GD Puasa :..........................( N : 100 mg / dl )

GD 2 JPP :..........................( N : 140 – 180 mg / dl )

GD sewaktu : 150 (N = 100-200 mg/dl)

C. Analisa Elektrolit

Natrium : 145 ( N : 136 – 145 mmol / l )

Kalium : 41 ( N : 3,5 – 5,0 mml / l )

Clorida : 99 ( N : 98 – 106 mmol / l )

Calsium :..........................( N : 7,6 – 11,0 mg / dl )

Phospor :..........................( N : 2,5 – 7,07 mg / dl )

D. Analisa Gas Darah

PH :..........................( N : 7,35 – 7,45 )

pCO2 :..........................( N : 35 – 45 mmHg )

pO2 :..........................( N : 80 – 100 mmHg )

HCO3 :..........................( N : 21 – 28 )

SaO2 :..........................( N : >85 )

Base Excess :..........................( N : -3 – +3 )


PEMERIKSAAN PENUNJANG YANG LAIN :

Jenis Pemeriksaan Hasil

Foto Rontgent Adanya garis fraktur yang jalannya melintang dengan


jalan arteri meningea

USG

EKG

EEG

CT-Scan Lesi hiperdens berbentuk bikonvex

MRI

Endoscopy

Lain-lain

G. GIVE COMFORT :
Memposisikan senyaman mungkin
H. HISTORY (MIVT)

M : Mechanism = -

I : Injuries Suspected = -

V : Vital sign on scene = -

T : Treatment received = -

I. HEAD TO TOE ASSESSMENT

Kepala

Bentuk Normal Tidak

Contusio/memar Ya Tidak

Abrasi/luka babras Ya Tidak

Penetrasi/luka tusuk Ya Tidak

Burns/luka bakar Ya Tidak

Laserasi/jejas Ya Tidak

Swelling/bengkak Ya Tidak

Rambut dan kulit kepala Bersih Kotor

Grimace Ya Tidak

Battle’s sign Ya Tidak

Mata

Palpebra oedema Ya Tidak

Sklera Ikterik Kemerahan Normal

Konjungtiva Anemis Kemerahan Normal

Pupil Isokor Anisokor

Midriasis Ø : mm
Miosis Ø : mm

Reaksi terhadap cahaya : +/+

Racoon eyes Ya Tidak

Hidung

Bentuk Normal Tidak

Laserasi/jejas Ya Tidak

Epistaksis Ya Tidak

Nyeri tekan Ya Tidak

Pernafasan cuping hidung Ya Tidak

Terpasang oksigen : 10 lpm

Gangguan penciuman Ya Tidak

Telinga

Bentuk Normal Tidak

Othorhea Ya Tidak

Cairan Ya Tidak

Gangguan pendengaran Ya Tidak

Luka Ya Tidak

Mulut

Mukosa Lembab Kering Stomatitis

Luka Ya Tidak

Perdarahan Ya Tidak

Muntahan Ya Tidak

Leher
Deviasi trakhea Ya Tidak

JVD Normal Meningkat Menurun

Pembesaran kelenjar tiroid Ya Tidak

Deformitas leher Ya Tidak

Contusio/memar Ya Tidak

Abrasi/luka babras Ya Tidak

Penetrasi/luka tusuk Ya Tidak

Burns/luka bakar Ya Tidak

Tenderness/kekakuan Ya Tidak

Laserasi Ya Tidak

Swelling/bengkak Ya Tidak

Pain/nyeri Ya Tidak

Instability Ya Tidak

Crepitasi Ya Tidak

Thoraks

Deformitas Ya Tidak

Contusio/memar Ya Tidak

Abrasi/luka babras Ya Tidak

Penetrasi/luka tusuk Ya Tidak

Burns/luka bakar Ya Tidak

Laserasi Ya Tidak

Swelling/bengkak Ya Tidak

Instability Ya Tidak
Crepitasi Ya Tidak

Gerakan paradoksal Simetris Tidak

Paru – paru

Pola nafas, irama: Teratur Tidak teratur

Jenis Dispnoe Kusmaul Cheyne Stokes


Lain-lain:

Suara nafas Vesikuler Bronkial Bronkovesikuler

Suara nafas tambahan :

Ronkhi Wheezing Stridor Crackles


Lain-lain: -

Batuk Ya Tidak Produktif Ya Tidak

Sputum : Warna ( ) Jumlah ( ) Bau ( ) Konsistensi ( )

Jantung

Iktus cordis teraba pada ICS 2

Irama jantung Reguler Ireguler

S1/S2 tunggal Ya Tidak

Bunyi jantung tambahan Murmur Gallops Rhitme lain-lain : -

Nyeri dada Ya Tidak

Pulsasi Sangat kuat Kuat, teraba Lemah

Teraba Hilang timbul Tidak teraba

CVP : Ada Tidak ada

Tempat CVP Subklavia Brachialis Femoralis


Pacu jantung Ada Tidak ada

Jenis : Permanen Sementara

Abdomen

Jejas Ya Tidak

Nyeri tekan Ya Tidak

Distensi Ya Tidak

Massa Ya Tidak

Peristaltik usus : 20 x/menit

Mual Ya Tidak

Muntah Ya Tidak

Frekuensi ( ), Jumlah ( cc), Warna ( )

Pembesaran hepar Ya Tidak

Pembesaran lien Ya Tidak

Ekstremitas

Deformitas Ya Tidak

Contusio/memar Ya Tidak

Abrasi/luka babras Ya Tidak

Penetrasi/luka tusuk Ya Tidak

Burns/luka bakar Ya Tidak

Tenderness/kekakuan Ya Tidak

Laserasi/jejas Ya Tidak

Swelling/bengkak Ya Tidak
Restaint Ya Tidak

Kontraktur Ya Tidak

Parese Ya Tidak

Plegi Ya Tidak

Nyeri tekan Ya Tidak

Pulsasi Sangat kuat Kuat, teraba Lemah

Teraba Hilang timbul Tidak teraba

Fraktur Ya Tidak

Crepitasi Ya, di..... Tidak

Kekuatan otot
3 3

3 3

Oedema - -

- -

Kulit

Turgor Baik Sedang Jelek

Decubitus Ada Tidak Lokasi : -

Pelvis/Genetalia

Deformitas Ya Tidak
Swelling/bengkak Ya Tidak

Perdarahan Ya Tidak

Instability Ya Tidak

Crepitasi Ya Tidak

Kebersihan area genital Bersih Kotor

Priapismus Ya Tidak

Incontinensia urine Ya Tidak

Retensi Urine Ya Tidak

J. POLA PEMELIHARAAN KESEHATAN


a. Pola Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi

No Pemenuhan Makan Sebelum Sakit Setelah Sakit


dan Minum
1. Jumlah / Waktu Pagi -

Makan: 1 kali

Minum: 2-3 kali

Siang

Makan: 1 kali

Minum: 2-3 kali

Malam

Makan: 1 kali

Minum: 3-4 kali


2. Jenis Nasi: nasi putih -

Lauk: ayam, tahu, tempe, ikan


Sayur: sop, dll

Minum: teh, susu, airputih

3. Pantangan / Alergi - -

4. Kesulitan makan dan - -


minum
5. Usaha untuk - -
mengatasi masalah

b. Pola Eliminasi
No Pemenuhan Sebelum Sakit Setelah Sakit
Eliminasi BAB /
BAK

1. Jumlah / Waktu Pagi -

BAK: 2 kali

BAB: 1 kali

Siang

BAK: 2 kali

BAB: -

Malam

BAK: 2 kali

BAB: -

2. Warna BAK: Kuning jernih -

BAB: Kuning kecoklatan

3. Bau BAK: Amoniak -

BAB: Khas tinja

4. Konsistensi BAK: Cair -


BAB: Lunak

5. Masalah eliminasi - -

6. Cara mengatasi - -
masalah

c. Pola Istirahat Tidur


No Pemenuhan Istirahat Sebelum Sakit Setelah Sakit
Tidur

1 Jumlah / Waktu Pagi :- -

Siang : 2 jam

Malam : 7-8 jam

2 Gangguan tidur - -

3 Upaya mengatasi - -
masalah gangguan tidur

4 Hal yang mempermudah - -


tidur

5 Hal yang mempermudah - -


bangun

d. Pola Kebersihan diri / Personal Hygiene


No Pemenuhan Personal Sebelum Sakit Setelah Sakit
Hygiene

1. Frekuensi mencuci 3 kali seminggu -


rambut

2. Frekuensi Mandi 2 kali sehari -

3. Frekuensi Gosok gigi 3 kali sehari -

4. Memotong kuku 2 kali seminggu -

5. Ganti pakaian 2-3 kali sehari -


K. INSPECT OF BACK POSTERIOR

Deformitas leher Ya Tidak

Contusio/memar Ya Tidak

Abrasi/luka babras Ya Tidak

Penetrasi/luka tusuk Ya Tidak

Burns/luka bakar Ya Tidak

Tenderness/kekakuan Ya Tidak

Laserasi Ya Tidak

Swelling/bengkak Ya Tidak

L. TERAPI YANG TELAH DIBERIKAN

Nama Obat Dosis

Ceftriaxone 2x1 gr / iv

Paracetamol 3x1gr / iv

Omeperazole 1x40 ml / iv

Dobutamin 150gr kontinyu

Ringer fudin 500cc kontinyu


M. DAFTAR PRIORITAS MASALAH
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neurologis

Kediri, 19 April 2021

(Yuni Amelia Sari)


ANALISA DATA
DATA ETIOLOGI DIAGNOSA
DS : Trauma Pola Napas Tidak Efektif
 Keluarga px mengatakan
px mengalami prnurunan Rusaknya pembuluh darah
kesadaran setelah arteri meningeal
mengalami kecelakaan
 Keluarga px mengatakan
px sesak napas Darah memenuhi epidural
DO :
 Px tidak sadar Hematoma
 Px terpasang ventilator
 Ada sekret di selang ETT
dan mulut px Edema otak
 Adanya reaksi intercosta
 Fase ekspirasi
memanjang Naiknya volume
 Dispnea intrakranial
 Adanya pernapasan
cuping hidung
 Suara nafas tambahan : Penekananan N. Batang
stridor Otak
 TTV :
TD : 90/60 mmHg
N : 60 x/m Gangguan pusat pernapasan
RR : 30x/m
S : 37°C
Hiperventilasi
INTERVENSI KEPERAWATAN
TUJUAN & KRITERIA
DIAGNOSA INTERVENSI
HASIL
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn. A No RM : 05081234


Umur : 28 th Alamat : Kediri
Hari Rawat :1 Dx. Medis : Epidural Hematoma
NO TG
JAM IMPLEMENTASI EVALUASI PARAF
DX L

Anda mungkin juga menyukai