Anda di halaman 1dari 12

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian pada

kasus-kasus kecelakaan lalu lintas. Di Inggris misalnya, setiap tahun sekitar

100.000 kunjungan pasien ke rumah sakit berkaitan dengan cedera kepala yang

20% di antaranya terpaksa memerlukan rawat inap. Meskipun dalam

kenyataannya sebagian besar cedera kepala bersifat ringan dan tidak memerlukan

perawatan khusus. Pada kelompok cedera kepala berat tidak jarang berakhir

dengan kematian atau kecacatan (Wijanarka, 2005 dalam Sofyan, 2008).

Berdasarkan laporan dari World Health Organization (WHO), setiap

tahunnya sekitar 1,2 juta orang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas

dan jutaan lainnya terluka atau cacat. Sebagian besar kematian dapat

dicegah. Di negara-negara dengan penghasilan rendah dan menengah,

banyak pengguna kendaraan roda dua, terutama pengguna sepeda motor,

lebih dari 50% terluka atau meninggal. Cedera kepala adalah penyebab

utama kematian dan cacat diantara pengguna sepeda motor, dan biaya dari

cedera kepala yang tinggi karena mereka sering memerlukan perawatan

medis khusus atau rehabilitasi jangka panjang.

Jumlah penderita cedera kepala di Sumatera Barat, tepatnya di kota

Padang, menempati peringkat tertinggi penderita yang dirawat di bagian


2

Bedah Syaraf RSUP Dr. M. Djamil. Angka kejadian cedera kepala dan

dirawat inap di Bagian Bedah Syaraf RSUP Dr. M. Djamil Padang pada

tahun 2010 sebanyak 546 orang dengan angka kematian mencapai lebih

dari 10%, dan pada tahun 2011 jumlah angka kejadian cedera kepala dan

dirawat inap sebanyak 502 orang. Tingginya angka kesakitan dan

kematian akibat cedera kepala menjadikan tantangan bagi spesialis Bedah

syaraf untuk menurunkannya. Untuk tujuan tersebut diperlukan suatu

penanganan yang komprehensif baik yang mencakup diagnosa, terapi dan

prognosis.

Pada cedera kepala terjadi kerusakan jaringan otak yang dapat disebabkan

oleh adanya trauma (benturan benda tumpul/tajam/serpihan tulang) yang

menembus atau merobek suatu jaringan otak. Cedera kepala dapat juga terjadi

sebagai pengaruh suatu kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak dan akhirnya

oleh efek percepatan perlambatan pada otak yang terbatas pada kompartemen

yang kaku ( Price dan Wilson, 2005 ).

GCS adalah sistem yang menilai status mental setelah terjadinya cedera

kepala. Skor atau nilai ini merupakan penambahan dari tiga komponen,

yaitu eye opening, best verbal response, dan best motor response.

Sekarang GCS telah di terima secara luas dalam grading trauma kepala

dan penyebab neurologis lain dari gangguan kesadaran. Penurunan

kesadaran pada pasien cedera kepala diantaranya disebabkan oleh

peningkatan tekanan intrakranial yang berdampak pada gangguan perfusi

otak ( Kraus et al., 1996).


3

Pasien dengan kecelakaan kendaraan bermotor biasanya disertai cedera

berganda, seperti fraktur dan vulnus laceratum.

Sementara itu data Depkes RI (2010) menyatakan angka kejadian

peritonitis di indonesia berjumlah sekitar 7% dari jumlah penduduk di

indonesia atau sekitar 179.000 orang hal dapat mengenai semua umur dan

terjadi pada pria dan wanita. Adapun penyebab peritonitis sekunder yang

bersifat akut tersering pada anak-anak adalah perforasi apendiks, sementara

pada orangtua yaitu komplikasi divertikulitis atau perforasi ulkus peptikum

dan perforasi gaster.

Perforasi gastrointestinal merupakan suatu bentuk penetrasi yang komplek

keadaan ini berkembang menjadi suatu peritonitis kimia yang disebabkan

karena kebocoran asam lambung kedalam rongga perut. Perforasi dalam

bentuk apapun yang mengenai saluran cerna merupakan suatu kasus

kegawatan bedah, Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yaitu

berupa tindakan bedah laparatomy (Mansjoer, 2014). Laparotomi eksplorasi

adalah bedah terbuka yang dilakukan agar dapat menjangkau organ dan

jaringan internal tubuh untuk keperluan diagnostik. Prosedur ini bertujuan

untuk mencari sumber kelainan yang menyerang organ perut, termasuk usus

buntu, kandung kemih, usus, kantung empedu, hati, pankreas, ginjal, ureter,

limpa, lambung, rahim, tuba fallopi, dan indung telur. Prosedur ini pun dapat
4

dimanfaatkan untuk mengambil sampel jaringan untuk diagnosis lanjutan

(biopsi) dan sebagai prosedur terapeutik (Price & wilson, 2007)

Berdasarkan data yang didapat di instalasi rawat inap bedah wanita RSUP

M.Djamil padang pada bulan februari-april 2017 terdapat 21 pasien yang

dilakukan operasi laparatomi. Salah satunya adalah Ny.PC (pasien kelolaan)

dengan keluhan nyeri luka operasi, mual, muntah (-), kelemahan fisik, dan

penurunan nafsu makan.

Pembedahan merupakan peristiwa komplek yang menegangkan, dilakukan

di ruang operasi rumah sakit, terutama pembedahan mayor dilakukan dengan

persiapan, prosedur dan perawatan paska pembedahan yang membutuhkan

waktu lebih lama serta pemantauan yang intensif (Smeltzer & Bare, 2010).

Setiap pembedahan dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan trauma bagi

pasien. Salah satu yang sering dikeluhkan pasien adalah nyeri. Nyeri yang

ditimbulkan oleh operasi biasanya membuat pasien merasa sangkat kesakitan

(Christine, 2008 dalam Rahmi, 2015).

Nyeri merupakan suatu kondisi yang tidak menyenangkan yang dirasakan

baik secara sensorik maupun emosional yang dihadapi oleh pasien setelah

dlakukan operasi. Manajemen nyeri yang tidak adekuat akan menyebabkan

kecemasan dan sebagai hasilnya akan meningkatkan intensitas nyeri. Jika

rasa sakit dan kecemasan tidak diobati maka pasien akan berada dalam

kondisi keputusasaan, penderitaan, dan perubahan psikologis seperti agitasi

dan delirium (Haryani, 2015). Nyeri akan membuat pasien menjadi ragu-ragu

untuk melakukan batuk, mengganti posisi, ambulansi, atau melakukan latihan


5

yang diperlukan (Potter & Perry, 2009). Menurut Strongh (2009) Efek lain

dari rasa nyeri yang dirasakan oleh pasien juga akan menimbulkan

perubahan-perubahan fisiologik seperti naiknya tekanan darah, naiknya laju

denyut jantung, vasokontriksi pembuluh darah akibat terganggunya aliran

darah ke organ-organ tubuh, meningkatnya aktifitas pernafasan, kehilangan

banyak air dan kelelahan.

Efektivitas dari pereda nyeri paska operasi sangat penting untuk menjadi

pertimbangan tenaga kesehatan dalam perawatan pasien yang menjalani

operasi. Sehingga peranan tim kesehatan sangat diharapkan dan penting

untuk meminimalkan efek-efek samping dari nyeri paska operasi. Dengan

adanya manajemen nyeri paska operasi yang baik, maka keadaan fisiologis

pasien pun akan menjadi lebih baik. Manajemen nyeri yang baik tidak hanya

membenatu penyembuhan paska operasi secara signifikant, sehingga pasien

dapat pulang dengan cepat tetapi juga dapat mengurangi terjadinya chronic

pain syndrom (Rahmi, 2015).

Manajemen nyeri merupakan salah satu cara yang digunakan dibidang

kesehatan untuk mengatasi nyeri yang dialami pasien. Manajemen nyeri yang

tepat haruslah mencakup penanganan secara keseluruhan, tidak hanya

berbatas pada pendekatan farmakologi saja, karena nyeri dipengaruhi oleh

emosi dan tanggapan individu terhadap dirinya. Secara garis besar ada dua

manajemen untuk mengatasi nyeri yaitu manajemen farmakologi dan

menajemen non farmakologi (Smeltzer & Bare, 2010).


6

Teknik farmakologi merupakan tindakan kolaborasi antara perawat dan

dokter yang menekankan pada pemberian obat yang efektif untuk

menghilangkan nyeri, namun pemakaian yang berlebihan dapat memberikan

efek samping kecanduan dan dapat membahayakan pemakainya bila over

dosis (Kemp, 2010). Sedangkan teknik non-farmakologi merupakan tindakan

mandiri keperawatan untuk mengurangi nyeri sampai pada tingkat yang dapat

ditoleransi oleh pasien (Potter & Perry, 2010).

Ketika seseorang individu mengalami sters, penyakit, nyeri penyembuhan,

kehilangan, akan berbalik kecara lama dalam merespon dan menyesuaikan

dengan kondisi, lalu sering kali gaya koping ini terdapat dalam keyakinan

yang berakar dalam spiritualitas atau nilai dasar orang tersebut (Potter &

Perri, 2009). Terdapat hubungan antara emosi dan spiritual, yaitu emosi

positif dapat meningkatkan spiritualitas seseorang, dan praktek-praktek

spiritual seperti teknik zikir dapat meningkatkan emosi yang positif, dan

meningkatkan koping saat sakit (Haryani, 2015).

Setiap agama mempunyai berbagai ritual yang ditetapkan dengan aturan-

aturan tertentu, pengobatan spiritual dalam agama islam mengacu kepaad

kepercayaan spiritual atau etnik untuk pengobatan penyakit psikologis, fisik,

maupun penyakit rohani. Zikir adalah salah satu ritual yang biasa dilakukan

oleh umat islam yang dapat menimbulkan respon relaksasi dan memberikan

efek terhadap kesehatan jangka panjang dan perasaan bahagia. Secara

psikologi zikir memberikan perasaan nyaman dan secara spiritualitas

menimbulkan perasaan lebih dekat dengan Allah SWT. (Ibrahim, 2009).


7

Bedasarkan EBN oleh Anis Haryani dengan judul “ Prayer and Zhikr as

Spiritual-Related Intervention for Reducing Post Surgery PainIntensity in

Moslem`s Patiens” sudah teruji pada pasien post operasi. Hasil penelitian

menunjukan bahwa intervensi doa dan zikir mampu mengurangi rasa sakit,

tidak hanya untuk nyeri kronis tetapi untuk nyeri pasca operasi. Penelitian

yang dilakukan oleh Haryani ini menyatakan bahwa tingkat spiritual

seseorang akan mempengaruhi intensitas nyeri yang dirasakan. Semakin

tinggi spiritualitas mempengaruhi pada rasa sakit yang dirasakan. Dan dalam

penelitian yang dilakukan oleh Surmayani & Sitepu ( 2009) pada pasien

bedah abdomen membuktikan bahwa zikir berpengaruh dalam mengurangi

tingkat nyeri dengan tingkat penurunan 1 skala untuk satu kali intervensi.

Selain itu berdasarkan hasil wawancara dengan kepala ruangan cirugis

wanita, didapatkan hasil bahwa diruang tersebut belum pernah dilakukan

intervensi terapi zikir dan doa untuk mengurangi nyeri post operasi

laparatomi.

Sebagai calon perawat profesional level s1, perawat dituntut mampu

memanajemen ruangan. Manajemen ruangan sangat penting untuk

menentukan mutu dari ruangan. Sehingga perawat juga harus memperhatikan

kebutuhan pasien terhadap pelaksanaan perencanaaan pulang atau discharge

planning dalam menjalankan pelayanan keperawatan yang komprehensif

terhadap pasien. discharge planning dapat mengurangi hari rawatan pasien,

mencegah kekambuhan, meningkatkan perkembangan kondisi kesehatan


8

pasien dan menurunkan beban perawatan pada keluarga (naylor, 2000 dalam

pemila 2009).

Pemberian discharge planning dapat meningkatkan kemajuan pasien,

membantu pasien mendapatkan kualitas hidup optimum sebelum

dipulangkan. Beberapa penelitian bahkan menyatakan bahwa discharge

planning memberikan efek yang penting dalam menurunkan komplikasi

penyakit, pencegahan kekambuhan dan menurunkan angka mortalitas dan

morbilitas (manon et al, 2000., hester, 1999 dalam pemila 2009).

Di indonesia semua pelayanan keperawatan dirumah sakit telah merancang

berbagai macam bentuk format discharge planning, namun discharge

planning kebanyakan dipakai hanya dalam bentuk pendokumentasian resume

pulang pasien, berupa informasi yang harus disampaikan pada pasien yang

akan pulang seperti intervensi medis dan non medis yang sudah diberikan,

jadwal kontrol, gizi yang harus dipenuhi setelah dirumah (Pemila, 2009).

Berdasarkan observasi yang didapat tanggal 05-07 april 2017, pelaksanaan

discharge planning pada pasien post laparatomi masih belum optimal. Hal ini

dapat dilihat dari dua orang pasien yang belum mendapatkan discharge

planning berupa penjelasan tentang aktivitas yang dapat dilakukan dan

dibatasi, dan tanda-tanda infeksi, pentingnya konsumsi obat, dan bagaimana

perawatan luka dirumah. Hasil wawancara yang dilakukan dengan ketua tim

pada tanggal10 april 2017, pelaksanaan discharge planning yang dilakukan

hanya berfokus pada jadwal kontrol ulang, penggunaan obat, dan menjaga

kesehatan secara umum, untuk diit biasanya dilakukan oleh ahli gizi, namun
9

juga hanya beberapa pasien saja. Hal ini dikarenakan keterbatasan jumlah

petugas dengan beban kerja yang banyak, serta tidak adanya media yang bisa

digunakan sebagai lembar informasi untuk pasien post lapoaratomy.

Fenomena ini menunjukkan belum optimalnya discharge planning yang

diberikan pada pasien post laparatomi, maka manajemen ini bermaksud untuk

meningkatkan pengoptimalan discharge planning di ruang bedah wanita

RSUP Dr.M.Jamil padang.

Berdasarkan uraian masalah diatas, maka penulis memaparkan bagaimana

asuhan keperawatan pada pasien peritonitis post laparatomi eksplorasi dengan

aplikasi zikir dan doa untuk menurunkan skala nyeri serta pengoptimalan

discharge planning di ruang bedah wanita RSUP Dr.M.Jamil padang.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Memaparkan asuhan keperawatan pada klien dengan post

laparatomi eksplorasi dan melakukan aplikasi manajemen pelayanan

keperawatan diruang bedah wanita RSUP Dr.M.Djamil Padang.

2. Tujuan khusus

a. Manajemen asuhan keperawatan

1) Melaksanakan pengkajian yang komprehensif pada pasien post

laparatomi eksplorasi atas indikasi perforasi gaster di ruang bedah

wanita RSUP Dr.M.Djamil Padang


10

2) Menegakan diagnosa keperawatan pada pasien post operasi

laparatomi eksplorasi atas indikasi perforasi gaster di ruang bedah

wanita RSUP Dr.M.Djamil Padang

3) Membuat perencanaan keperawatan pada pasien post operasi

laparatomi eksplorasi atas indikasi perforasi gaster di ruang bedah

wanita RSUP Dr.M.Djamil Padang

4) Melaksanakan implementasi keperawatan pada pasien post operasi

laparatomi eksplorasi atas indikasi perforasi gaster di ruang bedah

wanita RSUP Dr.M.Djamil Padang

5) Melakukan evaluasi keperawatan pada pasien post operasi

laparatomi eksplorasi atas indikasi perforasi gaster di ruang bedah

wanita RSUP Dr.M.Djamil Padang.

b. Evidence based nursing (ebn)

Menerapkan ebn teknik terapi zikir dan doa pada pasien post

operasi laparatomi eksplorasi atas indikasi perforasi gaster di ruang

bedah wanita RSUP Dr.M.Djamil Padang

c. Manajemen layanan keperawatan

1) Mengidentifikasi masalah menggunakan metode winshield

survey di ruang bedah wanita RSUP Dr.M.Djamil Padang.

2) Membuat perencanaan terkait optimalisasi discharge planning

di ruang bedah wanita RSUP Dr.M.Djamil Padang.

3) Melaksanakan implementasi terkait optimalisasi discharge

planning di ruang bedah wanita RSUP Dr.M.Djamil Padang.


11

4) Melakukan evaluasi terkait optimalisasi discharge planning di

ruang bedah wanita RSUP Dr.M.Djamil Padang.

C. Manfaat Penelitian

1. Bagi profesi keperawatan

Laporan ilmiah akhir ini diharapkan dapat menjadi gambaran

pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien perforasi gaster post

laparatomi eksplorasi dengan penerapan terapi zikir dan do’a serta

pengoptimalan discharge planning pada pasien khususnya pasien post

laparatomi.

2. Bagi institusi rumah sakit

Laporan akhir ilmiah ini dapat menjadi alternatif pemberian asuhan

keperawatan khususnya pada pasien post laparatomi eksplorasi

dengan penerapan aplikasi teknik terapi zikir dan doa serta

mengoptimalkan discharge planning di ruang bedah wanita

dr.m.djamil padang

3. Bagi institusi pendidikan

Laporan ilmiah akhir dapat memberikan referensi dan masukan

tentang asuhan keperawatan pada pasien perforasi gaster post

laparatomy dengan penerapan terapi zikir dan doa serta

mengoptimalkan discharge planning pada pasien khususnya pasien

post laparatomy.
12

Anda mungkin juga menyukai