Patah tulang dapat dibagi menurut ada tidaknya hubungan antara patah tulang dengan
dunia luar, yaitu patah tulang tertutup dan patah tulang terbuka yang memungkinkan tulang dari
luar dapat masuk ke dalam luka sampai ketulang yang patah (Sjamsuhidayat, 2005; 841).
1. Fraktur Terbuka
Fraktur terbuka (compound): fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana
potensial untuk terjadi infeksi (Doenges at al 2000, 761).
Fraktur terbuka atau compound adalah fraktur dengan luka terbuka dimana tulang menonjol
keluar melalui luka tersebut (Donna L. Wongg, 2004 ; 625).
Fraktur terbuka (fraktur komplikata/kompleks) merupakan fraktur dengan luka pada kulit
atau membran mukosa sampai ke patahan tulang (Brunner dan Suddarth, 2001 : 2357).
Konsep penting yang harus diperhatikan pada fraktur terbuka adalah apakah terjadi
kontaminasi oleh lingkungan pada tempat terjadinya fraktur tersebut (Price dan Wilson, 1995;
1186).
Patah tulang terbuka dapat dibagi menjadi tiga derajat yang ditentukan oleh berat ringannya
patah tulang (Sjamsuhidayat, 2005; 841).
Tabel 1.2
Derajat patah tulang terbuka
Derajat Luka Fraktur
I Laserasi <2cm Sederhana, dislokasi fragmen minimal
II Laserasi >2cm, kontuksi otot dislokasi fragmen jelas
disekitarnya
III Luka lebar, rusak hebat atau Kominutif, segmental, fragmen tulang ada
hilangnya jaringan yang hilang
disekitarnya
Sumber: Sjamsuhidayat R., dan Jong W.D. (2005; 841). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta:
EGC.
2. Fraktur Tertutup
Fraktur tertutup(simple): tidak meluas melewati kulit (Doenges at al 2000, 761).
Fraktur tertutup adalah fraktur dimana kulit tidak ditembus oleh fragment tulang, sehingga
tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan (Price dan Wilson, 1995; 1186).
Fraktur sederhana atau tertutup – fraktur tidak menimbulkan kerusakan pada kulit (Donna
L. Wongg, 2004 ; 625).
Fraktur tertutup adalah fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit atau kulit tidak
ditembus oleh fragmen tulang
1.4.2 Fisiologi
Menurut Long, B.C, fungsi tulang secara umum yaitu :
1. Menahan jaringan tubuh dan memberi bentuk kepada kerangka tubuh.
2. Melindungi organ-organ tubuh (contoh:tengkorak melindungi otak)
3. Untuk pergerakan (otot melekat kepada tulang untuk berkontraksi dan bergerak).
4. Merupakan gudang untuk menyimpan mineral (contoh kalsium dan posfor)
5. Hematopoiesis (tempat pembuatan sel darah merah dalam sum-sum tulang).
Menurut Price, Sylvia Anderson, Pertumbuhan dan metabolisme tulang dipengaruhi oleh
mineral dan hormon :
1. Kalsium dan posfor tulang mengandung 99 % kalsium tubuh dan 90 % posfor. Konsentrasi
kalsium dan posfor dipelihara hubungan terbalik, kalsitonin dan hormon paratiroid bekerja untuk
memelihara keseimbangan.
2. Kalsitonin diproduksi oleh kelenjar tiroid dimana juga tirokalsitonin yang memiliki efek untuk
mengurangi aktivitas osteoklast, untuk melihat peningkatan aktivitas osteoblast dan yang terlama
adalah mencegah pembentukan osteoklast yang baru.
3. Vitamin D mempengaruhi deposisi dan absorbsi tulang. Dalam jumlah besar vitamin D dapat
menyebabkan absorbsi tulang seperti yang terlihat dalam kadar hormon paratiroid yang tinggi.
Bila tidak ada vitamin D, hormon paratiroid tidak akan menyebabkan absorbsi tulang sedang
vitamin D dalam jumlah yang sedikit membantu klasifikasi tulang dengan meningkatkan
absorbsi kalsium dan posfat oleh usus halus.
4. Paratiroid Hormon, mempunyai efek langsung pada mineral tulang yang menyebabkan kalsium
dan posfat diabsorbsi dan bergerak melalui serum. Peningkatan kadar paratiroid hormon secara
perlahan-lahan menyebabkan peningkatan jumlah dan aktivitas osteoklast sehingga terjadi
demineralisasi. Peningkatan kadar kalsium serum pda hiperparatiroidisme dapat menimbulkan
pembentukan batu ginjal.
5. Growth Hormon (hormon pertumbuhan), disekresi oleh lobus anterior kelenjar pituitary yang
bertanggung jawab dalam peningkatan panjang tulang dan penentuan jumlah matriks tulang yang
dibentuk pada masa sebelum pubertas.
6. Gluikokortikoid, adrenal glukokortikoid mengatur metabolisme protein. Hormon ini dapat
meningkatkan atau menurunkan katabolisme untuk mengurangi atau meningkatkan matriks
organ tulang dan membantu dalam regulasi absorbsi kalsium dan posfor dari usus kecil.
7. Estrogen menstimulasi aktifitas osteoblast. Penurunan estrogen setelah menopause mengurangi
aktifitas osteoblast yang menyebabkan penurunan matriks organ tulang. Klasifikasi tulang
berpengaruh pada osteoporosis yang terjadi pada wanita sebelum usia 65 tahun namun matriks
organiklah yang merupakan penyebab dari osteoporosis.
1.4. Patofisiologi
Fraktur dapat terjadi karena trauma / rudapaksa sehingga dapat menimbulkan luka terbuka
dan tertutup. Fraktur luka terbuka memudahkan mikroorganisme masuk kedalam luka tersebut
dan akan mengakibatkan terjadinya infeksi.
Pada fraktur dapat mengakibatkan terputusnya kontinuitas jaringan sendi, tulang bahakan
kulit pada fraktur terbuka sehingga merangsang nociseptor sekitar untuk mengeluarkan histamin,
bradikinin dan prostatglandin yang akan merangsang serabut A-delta untuk menghantarkan
rangsangan nyeri ke sum-sum tulang belakang, kemudian dihantarkan oleh serabut-serabut saraf
aferen yang masuk ke spinal melalu “dorsal root” dan sinaps pada dorsal horn. Impuls-impuls
nyeri menyeberangi sum-sum belakang padainterneuron-interneuron dan bersambung dengan
jalur spinal asendens, yaitu spinothalamic tract (STT) danspinoreticuler tract (SRT). STT
merupakan sistem yang diskriminatif dan membawa informasi mengenai sifat dan lokasi dari
stimulus kepada thalamus kemudian ke korteks untuk diinterpretasikan sebagai nyeri.
Nyeri bisa merangsang susunan syaraf otonom mengaktifasi norepinephrin, sarap msimpatis
terangsang untuk mengaktifasi RAS di hipothalamus mengaktifkan kerja organ tubuh sehingga
REM menurun menyebabkan gangguan tidur.
Akibat nyeri menimbulkan keterbatasan gerak (imobilisasi) disebabkan nyeri bertambah bila
digerakkan dan nyeri juga menyebabkan enggan untuk bergerak termasuk toiletening,
menyebabkan penumpukan faeses dalam colon. Colon mereabsorpsi cairan faeses sehingga
faeses menjadi kering dan keras dan timbul konstipasi.
Imobilisasi sendiri mengakibatkan berbagai masalah, salah satunya dekubitus, yaitu luka pada
kulit akibat penekanan yang terlalu lama pada daerah bone promenence.
Perubahan struktur yang terjadi pada tubuh dan perasaan ancaman akan integritas stubuh,
merupakan stressor psikologis yang bisa menyebabkan kecemasan.
Terputusnya kontinuitas jaringan sendi atau tulang dapat mengakibatkan cedera neuro
vaskuler sehingga mengakibatkan oedema juga mengakibatkan perubahan pada membran
alveolar (kapiler) sehingga terjadi pembesaran paru kemudian terjadi kerusakan pada pertukaran
gas, sehingga timbul sesak nafas sebagai kompensasi tubuh untk memenuhi kebutuhan oksigen.
Diagram 1.1
Patofisiologi Fraktur
Fraktur
↓
Luka terbuka
↓
Terputusnya kontinuitas jaringan
↓
Nyeri saat digerakan
dan keengganan bergerak
↓
Kerusakan mobilitas fisik Merangsang
↓ nociceptor
Mobilisasi sekret terganggu sekitar untuk
↓ mengeluarka
Kerusakan pertukaran gas histamin,
bradikinin,
prostaglandin
↓
Nyeri
dihantarkan
melalui
Serabut A-
delta dan
Adanya hubungan dengan ↓
dunia luar
↓
Organisme merugikan
mudah masuk
↓
Resiko infeksi
↓
Merangsang
RAS di
Hipothalamus
↓
REM
Menururn
↓
Terjaga
1.6. Komplikasi
Brunner dan Suddarth (2002; 2365) membagi komplikasi fraktur kedalam empat macam,
antara lain :
1. Syok hipovolemik atau traumatik yang terjadi karena perdarahan dan kehilangan cairan ekstra
sel kejaringan yang rusak.
2. Sindrome emboli lemak (terjadi dalam 24 sampai 72 jam setelah cedera). Berasal dari sumsum
tulang karena perubahan tekanan dalam tulang yang fraktur mendorong molekul-molekul lemak
dari sumsum tulang masuk ke sistem sirkulasi darah ataupun karena katekolamin yang
dilepaskan oleh reaksi stres.
3. Sindrom Kompartemen terjadi karena perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan
untuk kehidupan jaringan. Ini bisa diakibatkan karna:
a. Penurunan ukuran kompartemen otot karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat atau gips
atau balutan yang terlalu menjerat
b. Peningkatan isi kompartemen otot karena edema.
4. Tromboemboli, infeksi dan Koagulopati Intravaskuler Desiminata (KID)
2.2.1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan tahap yang paling menentukan
bagi tahap berikutnya. Kegiatan dalam pengkajian adalah pengumpulan data (Rahmah, Nikmatur
dan Saiful walid. 2009; 24).
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan proses yang berisikan status kesehatan klien dengan menggunakan
teknik anamnesis (autoanamnesa dan aloanamnesa) dan observasi.
a. Biodata Klien
1) Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin perlu dikaji karena biasanya laki-laki lebih
rentan terhadap terjadinya fraktur akibat kecelakaan bermotor, pendidikan, pekerjaan, agama,
suku/bangsa, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa medis, nomor medrek
dan alamat.
2) Identitas penanggung jawab meliputi : nama, umur, pekerjaan, agama, pendidikan, suku/bangsa,
alamat, hubungan dengan klien.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan utama adalah alasan klien masuk rumah sakit yang dirasakan saat dilakukan pengkajian
yang ditulis dengan singkat dan jelas, dua atau tiga kata yang merupakan keluhan yang membuat
klien meminta bantuan pelayanan kesehatan.
1) Pemeriksaan rontgen
Menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma.
2) Computed Tomography (CT-SCAN).
Memperlihatkan fraktur dan dislokasi, dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak dan untuk mengetahui lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang sulit
dievaluasi.
3) Arteriogram
Dilakukan bila dicurigai terdapat kerusakan vaskuler.
4) Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan darah lengkap meliputi kadar haemoglobin yang biasanya lebih rendah karena
perdarahan akibat trauma. Hematokrit mungkin meningkat atau menurun (perdarahan bermakna
pada sisi fraktur atau organ jauh dari trauma multiple). Kreatinin (trauma otot meningkatkan
beban kreatinin untuk klirens ginjal). Profil koagulasi (perubahan dapat terjadi pada kehilangan
darah, tranfusi multipel atau cedera hati).
2. Analisa Data
Data yang sudah dikumpulkan kemudian dikelompokkan berdasarkan masalahnya kemudian
dianalisa dengan menggunakan tabel yang terdiri dari nomer, data yang terdiri dari data subjektif
dan objektif, etiologi dan masalah, sehingga menghasilkan suatu kesimpulan berupa masalah
keperawatan yang nantinya akan menjadi diagnosa keperawatan.
2.2.3. Perencanaan
Perencanaan keperawatan adalah menyusun rencana tindakan keperawatan yang
dilaksanakan untuk menanggulangi masalah dengan diagnosa keperawatan yang telah ditentukan
dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan pasien.
1. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, cedera pada jaringan
lunak, alat traksi/imobilisasi
Tupan : Nyeri hilang.
Tupen : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 hari di harapkan nyeri berkurang,
dengan kriteria :
a. Klien mengatakan nyeri berkurang.
b. Skala nyeri menjadi 2 dari skala nyeri 0-5
c. Tanda-tanda vital dalam batas normal ( TD = 120/80 mmHg; RR = 16-24 x/menit; N = 60-80
x/menit; S = 36,5-37,50 C).
d. Klien dapat melakukan teknik distraksi dan relaksasi yang tepat.
Rencana :
Tabel 2.4
Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, cedera pada jaringan lunak, alat
traksi/imobilisasi
Intervensi rasionalisasi
a. Pertahankan imobilisasi a. Menghilangkan nyeri dan mencegah
bagian
yang sakit dengan tirah baring, gips, kesalahan posisi tulang/tegangan jaringan
pembebat, traksi. yang cedera.
b. Tinggikan dan sokong ekstremitas b. Untuk meingkatkan aliran darah balik vena,
yang mengalami luka/fraktkur. menurunkan edema, menurunkan nyeri.
c. Kaji tngkat nyeri klien c. Dengan menkaji tingkat nyeri klien untuk
keefektifan pengawasan intervensi. Tingkat
ansietas dapat mempengaruhi persepsi/reaksi
terhadap nyeri.
d. Dengan melakukan teknik distraksi pada klien
d. Lakukan tekhnik distraksi dengan cara
dengan cara berbincang-bincang, dapat
mengajak klien berbincang-bincang mengalihkan perhatian klien tidak hanya
tertuju pada nyeri.
e. Berikan alternatif e.
tindakan Meningkatkan sirkulasi umum ; msnurunkan
kenyamanan, contoh pijatan, pijatan area tekanan lokal dan kelelahan otot.
punggung, perubahan posisi.
f. Lakukan dan awasi latihan rentang f. Mempertahankan kekuatan/mobilitas otot
gerak pasif/aktif. yang sakit dan memudahkan resolasi inflamasi
pada jaringan yang cedera.
g. Dorong klien untuk menggunakan g. Memfokuskan kembali perhatian,
teknik manajemen stres, contoh meningkatkan rasa kontrol, dan dapat
relaksasi progresif, latihan napas meningkatkan kemampuan koping dalam
dalam, imajinasi visualisasi. Sentuhan manajemen nyeri, yang mungkin menetap
terapeutik. untuk periode lebih lama.
Sumber: Doenges et. al. (2000, hal 765) Rencana Asuhan Keperawatan Untuk
PerencanaanDan Pendokumentasian Perawatan Pasien (edisi 3), EGC, Jakarta.
Intervensi Rasionalisasi
a. a.
Lakukan rentang gerak aktif pada anggota Mencegah/menurunkan insiden komplikasi kulit,
gerak sehat sedikitnya 4 kali/hari menghindari spasme otot, dan gerak aktif
meningkatkan kemandirian dalam pergerakkan
b. b.
Lakukan latihan rentang gerak pasif pada Gerak pasif dapat mencegah kontraktur, dan
anggota gerak yang sakit dengan hati-hati, dengan cara disangga, agar tidak terjadi
dan sangga ekstrimitas yang fraktur. pergeseran pada tulang yang fraktur
c. Ubah posisi setiap 2-4 jam
c. Melancarkan sirkulasi sehingga mempercepat
penyembuhan serta mencegah/menurunkan
insiden komplikasi kulit.
d. Rentang grak secara bertahap dimungkinkan
d. Tingkatkan latihan gerak secara perlahan.
tidak menyebabkan keterkejutan pada klien
- Hari kedua post op, klien bisa duduk di
tempat tidur dengan nyaman
- Hari ketiga post op, klien bisa turun dari
tempat tidur dan jalan-jalan di sekitar
dengan tangan yang fraktur disangga
Sumber: Doenges et. al. (2000, hal 769) Rencana Asuhan Keperawatan Untuk Perencanaan
Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (edisi 3), EGC, Jakarta
3. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit dan terpajannya dengan lingkungan akibat
fraktur terbuka, fiksasi pen eksternal.
Tupan : Infeksi tidak terjadi.
Tupen : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 hari, diharapkan tanda-tanda infeksi
tidak terjadi, dengan Kriteria :
a. Tidak ditemukannya tanda – tanda infeksi.
b. Tanda vital terutama suhu tidak terjadi peningkatan atau dalam batas normal.
c. Leukosit normal (4.000 – 10.000)
Rencana :
Tabel 2.6
Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit dan terpajannya dengan lingkungan akibat fraktur
terbuka, fiksasi pen eksternal
Intervensi Rasional
1. Observasi luka untuk pembentukan bula, 1. Tanda perkiraan gangren.
krepitasi, perubahan warna kulit, bau drainage
yang tidak enak/asam.
2. Kaji sisi pen/kulit, perhatikan keluhan
peningkatan nyeri/rasa terbakar atau adanya
2. Dapat mengindikasikan timbulnya infeksi
oedema, eritema, drainage / bau tak enak. lokal/nekrosis jaringan yang dapat
3. Berikan perawatan pen/kawat steril sesuai menimbulkan adanya osteomeilitis.
protokol dan latihan mencuci tangan.
4. Kaji tonus otot, reflek tendon dalam dan 3. Dapat mencegah kontaminasi silang dan
kemampuan untuk berbicara. kemungkinan infeksi.
4. Kekuatan otot, spasme tonik otot rahang dan
5. Lakukan prosedur isolasi. disphagia menunjukan adanya tetanus.
5. Adanya drainage purulen akan memerlukan
kewaspadaan luka untuk mencegah
6. Berikan obat sesuai dengan indikasi, contoh kontaminasi silang.
antibiotik IV/topikal. 6. Antibiotik spektrum luas dapat digunakan
7. Kolaborasi pemeriksaan laboraorium, hitung secara propilaktip pada mikroorganisme
darah lengkap. khusus.
7. Leukositosis biasanya ada dengan proses
infeksi.
Sumber: Doenges et. al. (2000, hal 765) Rencana Asuhan Keperawatan Untuk Perencanaan Dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien (edisi 3), EGC, Jakarta
4. Resiko Kerusakan Integritas Kulit berhubungan dengan Imobilisasi dan Terpasangnya Alat
Fiksasi.
Tupan : Integritas kulit terpelihara
Tupen : Setelah dilakukan perawatan selam 2 hari, diharapkan tanda-tanda dekubitus tidak
terjadi, dengan kriteia:
a. Tidak ada kemerahan pada daerah yang tertekan terutama bokong dan tumit
b. Tidak teraba panas pada daerah tertekan
c. Tidak terdapat lecet pada daerah tertekan
Tabel 2.7
Resiko Kerusakan Integritas Kulit berhubungan dengan
Imobilisasi dan Terpasangnya Alat Fiksasi.
Intervensi Rasionalisasi
a. Kaji kulit untuk luka terbuka, benda
a. Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit
asing, kemerahan, perdarahan, dan masalah yang mungkin disebabkan oleh
perubahan warna, kelabu, memutih. alat dan/atau pemasangan bebat atau traksi,
atau pembentukan edema yang membutuhkan
intervensi medik lanjut.
b. Masase kulit dan penonjolan tulang. b. Menurunkan tekanan konstan pada area yang
Pertahankan tempat kering dan bebas peka da risik abrasi/kerusakan kulit
kerutan. Tempatkan bantalan
air/bantalan lain bawah kiku/tumit
sesuai inidikasi.
c. Kaji posisi bebat pada alat traksi c. Posisi yang tak tepat dapat menyebabkan
cedera kulit/kerusakan.
d. Lakukan mobilisai aktif maupun pasif.
d.
Dengan mobilisasi aktif maupun pasif
sirkulasi darah pada daerah tertentu lancar dan
penekanan-penekanan pada daerah tertentu
tidak berlebihan
Sumber: Doengoes, et. al. (2000, hal 771). Rencana Asuhan Keperawatan Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien (edisi 3), EGC, Jakarta
Intervensi Rasionalisasi
a. a. Meningkatkan relaksasi dengan perasaan
Berikan makanan kecil, susu hangat
sore hari mengantuk
b. b. Menurunkan kebutuhan akan bangun untuk
Turunkan jumlah minum sore hari,
lakuikan berkemih sebelum tidur pergi ke kamar mandi
c. Batasi masukan makanan dan
minuman mengandung kafein c. Kafein dapat memperlambat klien untuk tidur
dan memopengaruhi tidur tahap REM.
d. d.
Kolaborasi dalam pemberian obat Nyeri meruhi kemampuan klien untuk tidur,
analgetik dan sedatif dsan sedatif obat yang tepat untuk
menuiingkatkan istiraht
Sumber : Doengoes, et. al. (2000, hal 493, 385). Rencana Asuhan Keperawatan Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien (edisi 3), EGC, Jakarta
Tupen : Setelah dilakukan perawatan selama 2 hari diharapkan klien dapat BAB dengan lancar
dengan konsistensi lunak, dengan kriteria :
a. Klien dan keluarga mengetahui tentang jenis-jenis makanan yang dapat dikonsumsi.
b. BAB lancar dan normal (1-2 x/hari) dengan warna kuning, konsistensi lembek dan bau khas
feces.
c. Tidak terjadi distensi pada abdomen
Rencana :
Tabel 2.9
Intervensi Rasional
Intervensi Rasionalisasi
a. a.
Beri informasi tentang pentingnya Dengan memberikan informasi dapat
perawatan diri bagi klien menambah wawasan pengetahuan klien
b. Bantu dan fasilitasi klien dalam tentang cara perawatan diri yang benar
melakukan personal higiene b. Dengan menyediakan dan mendekatkan akan
mendorong kemandirian klien dalam hal
c. melakukan aktivitas
Jaga kebersihan pakaian dan alat tenun
klien c.
Pakaian yang bersih dan alat tenun yang
d. kering
Berikan lotion dan talk setelah mandi dapat mencegah terjadinya gatal.
d. Untuk meningkatkan rasa nyaman klien dan
dapat mencegah terjadinya biang keringat
Sumber:Doengoes, et. al. (2000, hal 301). Rencana Asuhan Keperawatan Untuk Perencanaan
Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (edisi 3), EGC, Jakarta
Intervensi Rasionalisasi
a. Lepaskan perhiasan dari ekstrimitas a. Dapat membendung sirkulasi bila terjad
yang sakit edema
b. Kaji aliran kapiler, warna kulit, dan b. Warna kulit putih menunjukkan gangguan
kehangatan distal pada fraktur arterial. Sianosis diduga gangguan vena
c. Gangguan perasaan kebas, kesemutan,
peningkatan nyeri terjadi bila sirkulasi pada
c. Lakukan pengkajian neuromuskular, saraf tidak adekuat atau saraf rusak
perhatikan perubahan fungsi
motor/sensor
d. Faktor ini disebabkan atau
mengidentifikasikan tekanan
d. Kaji keluhan rasa terbakar dibawah mjaringan/iskemia, menimbulkan kerusakan
gips atau nekrosis
e. Alat traksi dapat menyebabkan tekanan pada
pembuluh darah/saraf, terutama pada aksila
e. Awasi posisi/lokasi cincin penyokong dan lipat paha.
bebat f. Dislokasi fraktur sendi (khususnya lutut)
dapat menyebabkan kerusakan arteriyang
f. Selidiki tanda iskemia ekstrimitas tiba- berdekatan, dengan akibata hilangnya aliran
tiba, contoh peniurunan suhu kulit, dan darah ke distal
peningkatan nyeri] g. Meningkatkan sirkulasi dan menurunkan
pengumpulan darah khususnya pada
g. Dorong pasien untuk melakukan ekstrimitas bawah
ambulasi sesegera mungkin h. Terdapat peningkatan untuk tromboplebitis
dan emboli paru pada pasien imobilisasi
h. Selidiki nyeri tekan, pembengkakan selama lima hari
pada dorso fleksi kaki. i. Perubahan tanda-tanda vital menunjukkan
peningkatan sirkulasi
i. Awasi tanda vital.
Sumber:Doengoes, et. al. (2000, hal 766). Rencana Asuhan Keperawatan Untuk Perencanaan
Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (edisi 3), EGC, Jakarta
Intervensi Rasionalisasi
a. Jalin rasa percaya a. Rasa percaya dapat melahirkan keterbukaan
b. Dapat mengetahui derajat kecemasan klien
b. Kaji ulang tingkat kecemasan klien sehingga memudahkan intervensi selanjutnya
c. Beban kecemasan dapat berkurang dengan
diekspresikan
c. Berikan kesempatan mengekspresikan d. Dengan mengetahui penyakit, dimungkinkan
perasaannya klien akan merasa tenang
d. Berikan penjelasan tentang penyakit
yang diderita
e. Dimungkinkan dapat mengetahui hal yang
tidak diketahui
e. Berikan kesempatan bertanya untuk
Sumber: Doengoes, et. al. (2000, hal 922) . Rencana Asuhan Keperawatan Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien (edisi 3), EGC, Jakarta
10. Resiko pola nafas tidak efektif berhubungan dengan edema paru dan mobilisasi sekret tidak
efektif
Tupan : pola nafas adequat
Tupen : setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam tidak ditemukannya tanda-tanda
ketidak efektifan pola nafas, dengan kriteria:
a. Mempertahankanpola nafas adequat
b. Frekuensi nafas 12-24x/menit
c. Tidak adanya dispneu/sianosis
Rencana:
Tabel 2.13
Resiko pola nafas tidak efektif berhubungan dengan
Edema paru dan mobilisasi sekret tidak efektif
Intervensi Rasionalisasi
a. Awasi frekuensi pernafasan dan a. Tarkifne, dispnea, dan perubahan dalam
upayanya. Perhatikan stridor, mental dan tanda dini insufisiensi pernafasan
penggunaan otot bantu, retraksi, dan mungkin hanya indikator terjadinya
terjadinya sianosis sentral. emboli paru tahap awal
b. Perubahan dalam bunyi adventisius
b Auaskultasi bunyi nafas perhatikan menunjukan terjadinya komplikasi pernafasan
terjadinya ketidak samaan c. Dapat mencegah terjadinya emboli lemak,
yang erat hubungannya dengan fraktur.
c. Atasi jaringan cedera/tulang dengand. Menungkatkan ventilasi alveolar dan prfusi.
lembut, khusunya selama beberapa hari Reposisi meningkatkan drimnage sekret dan
pertama menurunkan kongesti pada area dependen.
e. Hemodialisa dapat terjadi dengan emboli
d. Bantu dalam latihan nafas dalam paru
2.2.4. Implementasi
Implementasi atau pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Kegiatan dalam implementasi juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan,
mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan dan menilai data yang
baru (Rahmah, Nikmatur dan Saiful walid. 2009; 89).
Menurut wilknison (2007; dalam Nurjanah, Intansari. 2010; 186) implementasi yang bisa
dilakukan oleh perawat terdiri dari: do (melakukan), delegate (mendelegasikan)
dan record (mencatat).
2.2.5. Evaluasi
Rahmah, Nikmatur dan Saiful walid (2009; 94-96) menjelaskan bahwa evaluasi adalah
penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan
tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.
Evaluasi bertujuan untuk mengakhiri rencana tindakan keperawatan, memodifikasi rencana
tindakan keperawatan dan meneruskan rencana keperawatan.
Evaluasi terdiri dari evaluasi proses (formatif) dan evaluasi hasil (sumatif). Evaluasi formatif
adalah evaluasi yang dilakukan setiap selesai tindakan, berorientasi pada etiologi dan dilakukan
secara terus-menerus sampai tujuan yang telah ditentukan berhasil. Sedangkan evaluasi sumatif
dilakukan setelah akhir tindakan keperawatan secara paripurna, berorientasi pada masalah
keperawatan, menjelaskan keberhasikan/ketidak berhasilan, rekaputasi dan kesimpulan status
kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu yang ditetapkan.