Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH HUKUM BISNIS

PERSAINGAN USAHA

DISUSUN OLEH :

YULIARNA RAHMAWATI : 1560030026


NURHASANAH : 1560030027
SUTRISNO : 1560030028
GUSMAH YUZAR : 1560030029
MUHAMMAD ABDUL MUIS : 1560030030

MAGISTER AKUNTANSI
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI YAI
JAKARTA
2016

Persaingan Usaha Serta Analisis Kasus Page 1


PERSAINGAN USAHA

Pembahasan :

A. Persaingan Usaha
Saat ini dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi, banyak terjadi persaingan usaha. Persaingan
usaha yang kita ketahui ada dua macam, yaitu : persaingan sempurna dan persaingan usaha
tidak sehat. Persaingan sempurna adalah struktur pasar atau industri dimana terdapat
banyak penjual dan pembeli, dan setiap penjual ataupun pembeli tidak dapat
mempengaruhi keadaan di pasar. Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar
pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa
yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan
usaha.

Dalam persaingan usaha terdapat para pelaku persaingan usaha tersebut yang dapat
dikatakan sebagai subjek dan objek dalam persaingan usaha. Yang dikatakan subjek dalam
persaingan adalah para penjual atau para produsen yangd alah hal ini memproduksi atau
mengedarkan suatu barang. Sedangkan yang dimaksud objek dalam persaingan usaha
adalah konsumen dalam hal ni orang menggunakan atau membeli suatu barang. Persaingan
usaha akan tercipta apabila terdapat penjual dan pembeli yang jumlahnya hampir
berimbang.

Persaingan usaha memiliki ciri-ciri tersendiri, tentu saja berbeda antara persaingan
sempurna dengan persaingan tidak sehat. Ciri persaingan sempurna antara lain, jumlah
pembeli banyak, jumlah penjual banyak, barang yang diperjualbelikan homogeny dalam
anggapan konsumen, ada kebebasan untuk mendirikan dan membubarkan perusahaan,
sumber produksi bebas bergerak kemanapun, pembeli dan penjual mengetahui satu sama
lain dan mengetahui barang-barang yang diperjual belikan . sedangkan persaingan tidak
sehat memiliki cirri antara lain, jumlah pembeli sedikit, jumlah penjual sedikit, barang yang
diperjualbelikan heterogen dalam anggapan konsumen, tidak ada kebebasan untuk
mendirikan dan membubarkan perusahaan, sumber produksi tidak bebas bergerak
kemanapun, pembeli dan penjual tidak mengetahui satu sama lin dan tidak mengetahui
barang-barang yang diperjual belikan.

Terdapat macam-macam persaingan usaha, yaitu persaingn usaha sempurna dan persaingn
usaha tidak sehat. Persaingan usaha sempurna ini merupakan struktur pasar atau industri
dimana terdapat banyak penjual dan pembeli, dan setiap penjual atau pun pembeli tidak
dapat mempengaruhi keadaan di pasar, sedangkan persaingan usaha seperti ini banyak
sekali terjadi di Indonesia pada masa sekarang, sedangkan persaingan usaha tidak sehat
adalah persaingan usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang
dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau
menghambat persaingan usaha.

Persaingan Usaha Serta Analisis Kasus Page 2


Yang termasuk persaingan usaha tidak sehat ini antara lain:

1. Monopoli

Praktik monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha
yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan/ atau pemasaran barang atau jasa tertentu
sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan
umum.

2. Monopsoni

Monopsoni adalah keadaan yang terjadi di suatu pasar dimana hanya ada satu pembeli
(yang memiliki posisi dominan) bagi suatu produk tertentu. Dengan posisi dominan yang
dimiliki pembeli ini dapat memaksa para penjual untuk menyetujui harga dan persyaratan-
persyaratan yang ditetapkan oleh pembeli tunggall tersebut.

3. Penguasaan Pasar

Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baiksendiri-sendiri maupun
bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau
menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan usaha yang sama pada pasar yang
bersangkutan, dan melakukan praktik diskrimnasi terhadap pelaku usaha tertentu. Ukuran
penguasaan pasar tidak harus 100%, penguasaan 50% atau 75% saja sudah tidak dapat
dikatakan mempunyai market power.

4. Persekongkolan

persekongkolan atau conspiracy dapat dilakukan oleh sesama pihak intern suatu
perusahaan, atau dapat puladilakukan oleh suatu perusahaan dengan pihak perusahaan
lainnya. persekongkolan terbagi menajdi dua macam, yaitu: persekongkolan intra
perusahaan dan persekongkolan pararel yang disengaja. Persekongkolan intra perusahaan
adalah bila dua atau lebih pihak dari suatu perusaan yang sama mengadakan persetujuan
untuk melakukan tindakan yang dapat menghambat persaingan persekongkolan pararel yang
disengaja dapat terjadi bila beberapa perusahaan mengikuti tindakan dilakukan oleh
perusahaan besar yang sebenarnya bagi mereka merupakan pesaing.

5. Oligopoli

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk secara bersama-
sama lain untuk secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan taua pemasaran
barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-
sama melakukan penguasaan produksi dan atau jasa, pelaku usaha atau kelompok pelaku
usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang
atau jenis tertentu.

Persaingan Usaha Serta Analisis Kasus Page 3


6. penetapan harga

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk
menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau
pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku lagi:

1. suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan; atau


2. suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang berlaku.

3. Perbedaan harga

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang satu harus
membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain
untuk barang dan atau jasa yang sama. Larangan membuat perjanjian untuk tidak menjual/
memasok kembali dengan harga yang lebih rendah dari yang diperjanjikan (pasal 8 UU arti
Monopoli)

7. pembagian pasar

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjain dengan pelaku usaha persaingan yang bertujuan
untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa
sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat.

8. Pemboikotan

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha persaingannya, yang dapat
menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar
dalam negeri maupun pasar luar negeri. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan
pelaku usaha persaingannya, untuk menolak menjual setiap barang dan atau jasa dari pelaku
usaha lain sehingga pembuatan tersebut:

1. Merugikan atau diduga akan merugikan pelaku usaha liannya


2. Membebani pelaku usaha lain dalam menjual atau membeli setiap barang atau jasa
dari pasar bersangkutan.

3. Karter

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha perssaingaan, yaang
bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran
suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat.

Persaingan Usaha Serta Analisis Kasus Page 4


9. Trust

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelau usaha lain untuk melakukan kerja
sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar , dengan
tetap menjaga dan mempertahankan keangsungan hidup masing-masing perusahaan atau
perseroan anggotanya yang bertujuan untuk mengontrol produksi daan atau pemasaran atas
barang dan atau jasa sehingga dapat mengakibatkan terjadinya prakter monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat.

10. Oligopsoli

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha yang bertujuan untuk
secara bersama-sama menguasai pemebeliaan atau penerimaan pemasokan agar dapat
mengendalikan harga atau barang dan atau jasa dalam pasar berdangkutan, yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan ussaha tidak sehat. Pelaku
usaha patut disuga atau dianggap secara bersama-sama menguasai pemebeliaan atau
penerimaan pasokan. Pelaku usahaa atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75 %
(Tujuh puluh lima persen) penguasaan pasar suatu jenis barang atau jasa tertentu.

11. intergrasi Horizontal

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha yang bertujuan untuk
menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan
tau jada tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengelolahan atau
proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidka langsung, yang dapat
mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau mmerugikan masyarakat.

12. perjanjian tertutup

Pelaku usaha dilarang membuata perjanjian dengan pelaku lain yang membuat persyaratan
bahwa pihak yang menerima barang dan jasa hanya akan memasok atau tidak memosok
kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tepat tertentu.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang membuat persyaratan
bahwa pihak yang menerima barag atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan
atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian
mengenai harga atau potongan harga tertentu atau barabg dan atau jasa, yang membuat
persyaratan bahwa peelaku udaha yang menerima persyaratan bahwa pelaku usaha yang
menerima barang atau jasa dari pelaku usaha pemasok harus bersedia membeli barang atau
jasa lain dari pelaku usaha pemasok, atau tidak akan membeli barang atau jasa yang dama
atau sejenis dari pelaku lain yang menjadi persaingan dari pelaku usaha pemasok.

B. Prinsip –prinsip dalam Persaingan usaha

Pendekatan rule of reason dan per se illegal telah lama diterapkan dalam bidang hukum
persaingan usaha untuk menilai apakah suatu kegiatan maupun perjanjian yang dilakukan
oleh pelaku usaha telah atau berpotensi untuk melanggar UU Antimonopoli. Kedua
pendekatan in pertama kali tercantum dalam beberapa suplemen terhadap Sherman Act
1980, yang merupakan UU Antimonopoli AS, dan pertama kali diimplementasikan oleh

Persaingan Usaha Serta Analisis Kasus Page 5


Mahkamah Agung Amerika Serikat pada 1899 (untuk per se illegal) dan pada 1911 (untuk
rule of reason) dalam putusan atas beberapa kasus antitrust. Sebagai pioneer dalam bidang
persaingan usaha, maka pendekatan-pendekatan yang diimplementasikan di AS juga turut
diimplementasikan oleh negara-negara lainnya sebagai praktik kebiasaan (customary
practice)dalam bidang persaingan usaha.

Demikian halnya dengan Indonesia, dalam UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat pendekatan rule of reason dapat
diidentifikasikan melalui penggunaan redaksi “yang dapat mengakibatkan” dan atau “patut
diduga”. Kata-kata tersebut menyiratkan perlunya penelitian secara lebih mendalam, apakah
suatu tindakan dapat menimbulkan praktek monopoli yang bersifat menghambat
persaingan. Sedangkan penerapan pendekatan per se illegal biasanya dipergunakan dalam
pasal-pasal yang menyatakan istilah “dilarang”, tanpa anak kalimat “…yang dapat
mengakibatkan…”. Berdasarkan hal-hal tersebut maka KPPU juga menerapkan kedua
pendekatan ini dalam pengambilan keputusan atas perkara-perkara persaingan usaha.

Pentingnya pendekatan-pendekatan rule of reason dan per se illegal dalam persaingan


usaha, antara lain:

1. Rule of reason

Pendekatan rule of reason adalah suatu pendekatan yang digunakan oleh lembaga otoritas
persaingan usaha untuk membuat evaluasi mengenai akibat perjanjian atau kegiatan usaha
tertentu, guna menentukan apakah suatu perjanjian atau kegiatan tersebut bersifat
menghambat atau mendukung persaingan.

Pendekatan ini memungkinkan pengadilan melakukan interpretasi terhadap UU seperti


mempertimbangkan faktor-faktor kompetitif dan menetapkan layak atau tidaknya suatu
hambatan perdagangan. Hal ini disebabkan karena perjanjian-perjanjian maupun kegiatan
usaha yang termasuk dalam UU Antimonopoli tidak semuanya dapat menimbulkan praktek
monopoli atau persaingan usaha tidak sehat atau merugikan masyarakat. Sebaliknya,
perjanjian-perjanjian maupun kegiatan-kegiatan tersebut dapat juga menimbulkan dinamika
persainga usaha yang sehat. Oleh karenanya, pendekatan ini digunakan sebagai penyaring
untuk menentukan apakah mereka menimbulkan praktek monopoli atau persaingan usaha
yang tidak sehat atau tidak.

2. Per se illegal

Pendekatan per se illegal menyatakan setiap perjanjian atau kegiatan usaha tertentu sebagai
ilegal, tanpa pembuktian lebih lanjut atas dampak yang ditimbulkan dari perjanjian atau
kegiatan usaha tersebut. Kegiatan yang dianggap sebagai per se illegal biasanya meliputi
penetapan harga secara kolusif atas produk tertentu, serta pengaturan harga penjualan
kembali. Jenis Perilaku yang digolongkan sebagai per se illegal adalah perilaku-perilaku
dalam dunia usaha yang hampir selalu bersifat anti persaingan, dan hampir selalu tidak
pernah membawa manfaat sosial. Pendekatan per se illegal ditinjau dari sudut proses
administratif adalah mudah. Hal ini disebabkan karena metode ini membolehkan pengadilan
untuk menolak melakukan penyelidikan secara rinci, yang biasanya memerlukan waktu lama
dan biaya yang mahal guna mencari fakta di pasar yang bersangkutan.

Persaingan Usaha Serta Analisis Kasus Page 6


C. Tugas, Wewenang, dan Fungsi Komisi Pengawas Persaingan Usaha

KPPU adalah lembaga public, penegak dan pengawas pelaksanaan undang-undang No. 5
tahun 1999, serta wasit independen dalam rangka menyelesaikan perkara-perkara yang
berkaitan dengan larangan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Perlu ditekankan
bahwa melalui wewenang pengawasan yang dimilikinya, KPPU diharapkan dapata menjaga
dan mendorong agar sistem ekonomi pasar lebih efisiensi produksi, konsumsi dan alokasi,
sehingga pada akhrnya meningkatatkan kesejahteraan rakyat.

Terkait dengan itu, maka tugas dan wewenang dari KPPU sebagaimana ditentukan dengan
jelas dan tegas baik dalam undang-undang No. 5 tahun 1999 maupun dalam keputusan
Presiden Republik Indonesia No. 75 Tahun 1999 adalah instrument hukum yang mempunyai
peranan penting dalam rangka mewujudkan sistem ekonomi pasar yang mendorong efisiensi
produksi, konsumsi dan alokasi.

Selengkapnya mengenai tugas KPPU yang diatur dalam pasal 35 Undang-Undang No.5 Tahun
1999, yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut.

Tugas Komisi meliputi:

1. Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya


praktik monopoli dan /atau persaingan tidak sehat sebagaimana diatur dalam pasal 4
sampai dengan pasal 15
2. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha perjanjian yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktik monopoli dan /atau persaingan tidak sehat sebagaimana diatur
dalam pasal 17 sampai pasal 24

3. Melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi


dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan /atau
persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam pasal 25 sampai dengan psal
28

Tidak jauh berbeda dan berdasarkan tugas KPPU sebagaiaman yang ditentukan oleh psal 35
diatas, maka tugas KPPU yang ditentukan dalam pasal 4 Keputusan Presiden Republik
Indonesia No. 75 tahun 1999 adalah sebagai berikut ini:

Tugas komisi meliputi:

1. Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya


praktik monopoli dan/atau persaingan tidak sehat sebagaimana diatur dalam pasal 4
sampai dengan pasal 17 undang-undang no 5 tahun 1999.
2. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha perjanjian yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktik monopoli dan /atau persaingan tidak sehat sebagaimana diatur
dalam pasal 17 sampai dengan psal 24 Undang-Undang No 5 tahun 1999

3. Melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi


dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persainga
tidak sehat sebagaiamana diatur dalam pasal 25 sampai dengan pasal 28 Undang-
udang Nomor 5 tahun 1999.

Persaingan Usaha Serta Analisis Kasus Page 7


4. Mengambil tindak sesuai dengan wewenang komisi sebagaimana diatur dalam psal
36 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999

5. Memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah yang berkaitan


dengan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat

6. menyuyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan undang-undang


nomor 5 tahun 1999

7. memberikan laporan berkala atas hasil kerja komisi kepada presiden da dewan
perwakilan rakyat

Sedangkan mengenai wewewnang KPPU diatur dalam pasal 36 wewenang komisi


meliputi:

1. Meneri laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan
terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
2. Melakukan peneltian tentang adanya kegiatan usaha dan tau tindakan pelaku usaha
yang dapat mengakibatkan terjadainya praktik monopoli dan atau persaingan tidak
sehat.

3. Melakukan peyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dengan praktik


monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat
atau oleh pelaku usaha atau yang ditemukan oleh komisi sebagai hasil dari
penelitian.

4. Menyimpulkan dari hasil penelitian dan atau pemeriksaan tentang da atau tidaknya
praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat

5. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap


ketenttuan undang-undang ini

6. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan setiap orang yang dianggap
mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan undnag-undang ini

7. Memninta bantuan peyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli atau
setiap orang ssebagaimana simaksud huruf e dan f yang tidak bersedia memenuhi
panggilan komisi.

8. Memninta ketrangan dari instansi pemerintahan dalam kaitan dengan penyelidikan


dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-
undang ini.

9. Mendapatkan, meneliti dan atau menilai usaha, dokumen atau bukti lain guna
penyelidika dan atau pemeriksaan.

10. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugaan di pihak pelaku usaha
atau masyarakat

11. Memberitahukan putusan komisi kepada pelaku usaha yang di duga melakukan
praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat

Persaingan Usaha Serta Analisis Kasus Page 8


12. Menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang
melanggar undang-undnag ini.

Selain tugas dan wewenang yang telah diuraikan di atas, KPPU juga mempunyai fungsi
sebagaimana ditentukan dalam pasal 5 Keputusan Presiden Indonesia No.75 tahun 1999
tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Ketentuan pasal 5 Keputusan Presiden itu
selengkapnya masyarakat

Fugsi komisi sesuai tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 4, meliputi:

1. Penilainan terhadap perjanjian, kegiatan usaha, dan penyalahgunaan posisi dominan.


2. Pembagian tindakan sebagaimana pelaksanaan kewenangan

3. Pelaksanaan administratif.

Tugas dan Wewenang

Undang-undang No 5 Tahun 1999 menjelaskan bahwa tugas dan wewenang Komisi


Pengawas Persaingan Usaha adalah sebagai berikut:

Tugas

1. melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya


praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam
Pasal 4 sampai dengan Pasal 16;
2. melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang
dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 24;

3. melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi


dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai dengan
Pasal 28;

4. mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Komisi sebagaimana diatur dalam


Pasal 36;

5. memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan


dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;

6. menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan Undang-undang ini;

7. memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada Presiden dan
Dewan Perwakilan Rakyat.

Wewenang

Persaingan Usaha Serta Analisis Kasus Page 9


1. menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
2. melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan
pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat;

3. melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek


monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat
atau oleh pelaku usaha atau yang ditemukan oleh Komisi sebagai hasil penelitiannya;

4. menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada atau tidak
adanya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;

5. memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap


ketentuan undang-undang ini;

6. memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang dianggap
mengetahuipelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini;

7. meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau
setiap orang sebagaimana dimaksud huruf e dan huruf f, yang tidak bersedia
memenuhi panggilan Komisi;

8. meminta keterangan dari instansi Pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan


dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-
undang ini;

9. mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna
penyelidikan dan atau pemeriksaan;

10. memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku usaha
lain atau masyarakat;

11. memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;

12. menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang
melanggar ketentuan Undang-undang ini.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di


Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999
tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut:

1. Perjanjian yang dilarang, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara
bersama-sama mengontrol produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang
dapat menyebabkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat seperti
perjanjian penetapan harga, diskriminasi harga, boikot, perjanjian tertutup, oligopoli,
predatory pricing, pembagian wilayah, kartel, trust (persekutuan), dan perjanjian
dengan pihak luar negeri yang dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.

Persaingan Usaha Serta Analisis Kasus Page 10


2. Kegiatan yang dilarang, yaitu melakukan kontrol produksi dan/atau pemasaran
melalui pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktik
monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.

3. Posisi dominan, pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang


dimilikinya untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau
menghambat bisnis pelaku usaha lain.

Dalam pembuktian, KPPU menggunakan unsur pembuktian per se illegal, yaitu sekadar
membuktikan ada tidaknya perbuatan, dan pembuktian rule of reason, yang selain
mempertanyakan eksistensi perbuatan juga melihat dampak yang ditimbulkan.

Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat:

1. Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker
2. Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan

3. Efisiensi alokasi sumber daya alam

4. Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya, yang
lazim ditemui pada pasar monopoli

5. Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan kualitas


dan layanannya

6. Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya produksi

7. Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak

8. Menciptakan inovasi dalam perusahaan

Tinggal menghitung hari, kita akan memasuki era pasar bebas tingkat Asia (Asian Free Trade
Market) atau dalam istilah lain disebut MEA (Masyarakat Ekonomi Asia) yang akan dimulai
pada bulan Desember tahun 2015, sehingga dalam rangka memasuki AFTA, setiap pelaku
bisnis harus mengerti tentang seluk beluk praktek monopoli dan persaingan usaha tidak
sehat, sebagaimana yang diatur dalam UU Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Di negara lain keberadaan Undang-Undang Anti Monopoli sebenarnya sudah sangat tua. Di
Amerika Serikat, keberadaan Undang-Undang tersebut sudah berumur lebih dari 100 tahun
yang dikenal dengan nama Shermant Act. Di Kanada pada tahun 1889 Undang-Undang
semacam itu sudah dikenal, di Jepang umurnya sekitar 40 tahun, di Jerman umurnya sekitar
60 tahun dan terdapat lembaga pengawas dengan nama Bundes Kartel Amm. Dan di Eropa
sudah lama dikenal perjanjian di antara negara-negara Eropa untuk menyelesaikan perkara-
perkara atau kasus-kasus monopoli yang terjadi yang dilakukan secara cross border atau
dilakukan secara lintas batas di berbagai negara Eropa.

Berbeda dengan Indonesia nanti setelah dilanda berbagai krisis, mulai dari krisis keuangan,
ekonomi kemudian krisis multi-dimensi barulah pada tahun 1999, tepatnya bulan Maret
Undang-Undang tentang monopoli diterbitkan, padahal diskusi-diskusi tentang pentingnya
Undang-Undang Anti Monopoli sudah lama dibicarakan, hal ini sudah menunjukkan begitu

Persaingan Usaha Serta Analisis Kasus Page 11


lambatnya kita merespon perkembangan hukum yang sedang berlangsung saat ini yang
setiap detik mengalami perubahan terutama hukum yang mengatur mengenai masalah
bisnis.

Pada intinya Undang-Undang Anti Monopoli dirancang untuk mengoreksi tindakan-tindakan


dari kelompok pelaku ekonomi yang menguasai pasar. Karena dengan posisi dominan maka
mereka dapat menggunakan kekuatannya untuk berbagai macam kepentingan yang
menguntungkan pelaku usaha. Sehingga dengan lahirnya Undang-Undang Anti Monopoli
maka ada koridor-koridor hukum yang mengatur ketika terjadi persaingan usaha tidak sehat
antara pelaku-pelaku usaha.

Ditinjau lebih lanjut sebenarnya terjadinya suatu peningkatan konsentrasi dalam suatu
struktur pasar dapat disebabkan oleh beberapa hal yang dapat menimbulkan terjadinya
monopolistik di antaranya adalah pembangunan industri besar dengan teknologi produksi
massal (mass production) sehingga dengan mudah dapat membentuk struktur pasar yang
monopolistik dan oligopolistik, kemudian faktor yang lain adalah pada umumnya industri
atau usaha yang besar memperoleh proteksi efektif yang tinggi, bahkan melebihi rata-rata
industri yang ada kemudian faktor yang lain adalah industri tersebut memperoleh
kemudahan dalam mendapatkan Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM)
yang lebih baik, dan dengan adanya berbagai usaha yang menghambat usaha baru.

Sebagai akibatnya pelaku usaha yang memiliki industri tersebut membentuk kelompok dan
dengan mudah memasuki pasar baru serta pada tahap selanjutnya akan melakukan
diversifikasi usaha dengan mengambil keuntungan dari kelebihan sumber daya manusia dan
alam serta keuangan yang berhasil dikumpulkan dari pasar yang ada.

Sehingga, pada tahap selanjutnya struktur pasar oligopolistik dan monopolistik tidak dapat
dihindarkan, akan tetapi bukan pula bahwa lahirnya direncanakan. Oleh sebab itu pada
negara-negara berkembang dan beberapa negara yang sedang berkembang struktur pasar
yang demikian perlu ditata atau diatur dengan baik, yang pada dasarnya akan
mengembalikan struktur pasar menjadi pasar yang lebih kompetitif. Salah satu cara dengan
menciptakan Undang-Undang Anti Monopoli sebagaimana dalam Undang-Undang Anti
Monopoli yang saat ini berlaku di Indonesaia, yang dimaksudkan untuk membubarkan grup
pelaku usaha yang telah menjadi oligopoli atau trust akan tetapi hanya ditekankan untuk
menjadi salah satu alat hukum untuk mengendalikan perilaku grup pelaku usaha yang
marugikan masyarakat konsumen.

Jenis Persaingan Usaha Tidak Sehat

Secara garis besar jenis persaingan usaha yang tidak sehat yang terdapat dalam suatu
perekonomian pada dasarnya adalah : (1) Kartel (hambatan horizontal), (2) Perjanjian
tertutup (hambatan vertikal), (3) Merger, dan (4) Monopoli.

Persaingan Usaha Serta Analisis Kasus Page 12


Persaingan usaha tidak sehat pertama yakni kartel atau hambatan horizontal adalah suatu
perjanjian tertulis ataupun tidak tertulis antara beberapa pelaku usaha untuk
mengendalikan produksi, atau pemasaran barang atau jasa sehingga diperoleh harga tinggi.
Kartel pada gilirannya berupaya untuk memaksimalkan keuntungan pelaku usaha yang mana
kartel merupakan suatu hambatan persaingan yang paling banyak merugikan masyarakat,
sehingga di antara Undang-Undang Monopoli di banyak negara kartel dilarang sama sekali.
Hal ini karena kartel dapat merubah struktur pasar menjadi monopolistik. Kartel juga dapat
berupa pembagian wilayah pemasaran maupun pembatasan (quota) barang atau jasa.
Dalam keadaan perekonomian yang sedang baik kartel dengan mudah terbentuk, sedangkan
kartel akan terpecah kalau keadaan ekonomi sedang mengalami resesi. Selain kartel juga
akan mudah terbentuk apabila barang yang diperdagangkan adalah barang massal yang
sifatnya homogen sehingga dengan mudah dapat disubstitusikan dengan barang sejenis
dengan struktur pasar tetap dipertahankan. Persaingan usaha tidak sehat yang kedua adalah
perjanjian tertutup (exclusive dealing) adalah suatu hambatan vertikal berupa suatu
perjanjian antara produsen atau importir dengan pedagang pengecer yang menyatakan
bahwa pedagang pengecer hanya diperkenankan untuk menjual merek barang tertentu
sebagai contoh sering kita temui bahwa khusus untuk merek minyak wangi tertentu hanya
boleh dijual di tempat yang eksklusif. Dalam kasus ini pedagang pengecer dilarang menjual
merek barang lain kecuali yang terlah ditetapkan oleh produsen atau importir tertentu
dalam pasar yang bersangkutan (relevant market). Suatu perjanjian tertutup dapat
merugikan masyarakat dan akan mengarah ke struktur pasar monopoli.

Jenis persaingan usaha yang ketiga adalah merger. Secara umum merger dapat didefinisikan
sebagai penggabungan dua atau lebih pelaku usaha menjadi satu pelaku usaha. Suatu
kegiatan merger dapat menjadi suatu pengambilalihan (acquisition) apabila penggabungan
tersebut tidak diinginkan oleh pelaku usaha yang digabung. Dua atau beberapa pelaku usaha
sejenis yang bergabung akan menciptakan integrasi horizontal sedangkan apabila dua pelaku
usaha yang menjadi pemasok pelaku usaha lain maka akan membentuk integrasi vertikal.
Meskipun merger atau pengambilalihan dapat meningkatkan produktivitas pelaku usaha
baru, namun suatu merger atau pengambilalihan perlu mendapat pengawasan dan
pengendalian, karena pengambilalihan dan merger dapat menciptakan konsentrasi kekuatan
yang dapat mempengaruhi struktur pasar sehingga dapat mengarah ke pasar monopolistik.

Persaingan usaha yang tidak sehat akan melahirkan monopoli. Bagi para ekonom defenisi
monopoli adalah suatu struktur pasar dimana hanya terdapat satu produsen atau penjual.
Sedangkan pengertian monopoli bagi masyarakat adalah adanya satu produsen atau penjual
yang mempunyai kekuatan monopoli apabila produsen atau penjual tersebut mempunyai
kemampuan untuk menguasai pasar bagi barang atau jasa yang diperdagangkannya, jadi
pada dasarnya yang dimaksud dengan monopoli adalah suatu keadaan yang memiliki ciri-ciri
sebagai berikut: (1) hanya ada satu produsen atau penjual, (2) tidak ada produsen lain
menghasilkan produk yang dapat mengganti secara baik produk yang dihasilkan pelaku
usaha monopoli, (3) adanya suatu hambatan baik secara alamiah, teknis atau hukum.

Kalau kita melihat hal tersebut di atas maka ada beberapa faktor yang dapat mengakibatkan
persaingan usaha tidak sehat di antaranya adalah (1) kebijaksanaan perdagangan, (2)
pemberian hak monopoli oleh pemerintah, (3) kebijaksanaan investasi, (4) kebijaksanaan
pajak, (5) dan pengaturan harga oleh pemerintah.

Persaingan Usaha Serta Analisis Kasus Page 13


Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang pengaturan monopoli terdapat 2 (dua)
kelompok karakteristik yaitu:

1. kelompok pasal yang memiliki karakteristik rule of reason dan


2. kelompok pasal yang memiliki karakteristik perse illegal

Rule of reason dapat diartikan bahwa dalam melakukan praktik bisnisnya pelaku usaha (baik
dalam melakukan perjanjian, kegiatan, dan posisi dominan) tidak secara otomatis dilarang.
Akan tetapi pelanggaran terhadap pasal yang mengandung aturan rule of reason masih
membutuhkan suatu pembuktian, dan pembuktian ini harus dilakukan oleh suatu majelis
yang menangani kasus ini yang dibentuk oleh KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) ,
kelompok pasal ini dapat dengan mudah dilihat dari teks pasalnya yang dalam kalimatnya
selalu dikatakan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli atau
persaingan usaha tidak sehat.

Sedangkan yang dimaksud dengan perse illegal (atau violation atau offense) adalah suatu
praktik bisnis pelaku usaha yang secara tegas dan mutlak dilarang, sehingga tidak tersedia
ruang untuk melakukan pembenaran atas praktik bisnis tersebut.

Demikian tulisan singkat ini yang sedikit membahas mengenai persaingan usaha tidak sehat
dan praktek monopoli yang terdapat dalam UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, semoga menjadi pencerahan bagi kita
dalam menjalankan usaha dan dalam rangka menyambut dan menghadapi era pasar bebas
kawasan Asia yang tinggal menghitung hari.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyepakati perjanjian kerja sama


dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Kerja sama ini menyangkut pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
serta pencegahan dan penanganan perkara dugaan praktik monopoli dan/atau persaingan
usaha tidak sehat.

Ketua KPPU Syarkawi Rauf mengatakan, kerja sama ini penting bagi KPPU mengingat
wewenangnya terbatas dalam menangani perkara.

"‎Bagi KPPU penting, kenapa karena UU Persaingan Usaha di sana-sini terlalu banyak
kelemahannya. Khususnya dalam konteks penanganan perkara,"‎ kata dia di Kantor Pusat
BPK, Jakarta.

Dalam kerja sama ini sendiri mengatur beberapa hal. Di antaranya, pertukaran informasi,
tenaga ahli, pendidikan dan pelatihan, dan pengembangan informasi.

Dalam implementasi, Syarkawi mengatakan pernah menggunakan data BPK sebagai acuan
untuk mengungkap persaingan usaha tidak sehat.

"‎Misal di Kalimantan Selatan kita sudah menangani pembangunan gedung atas hasil audit

Persaingan Usaha Serta Analisis Kasus Page 14


BPK. Kesimpulan audit BPK secara eksplisit menyebutkan ini ada tindakan anti persaingan
sehat, ada persekongkolan dalam menentukan pemenangan tender,"‎ jelas dia.

Syarkawi mengatakan, BPK berperan dalam membantu kinerja KPPU karena melengkapi alat
bukti yakni berupa hasil audit BPK.

Ketua BPK Harry Azhar Aziz mengatakan, kesepakatan inti meningkatkan sinergi ke dua belah
pihak untuk melaksanakan tugas dan wewenangnya masing-masing secara efektif.

"‎Kesepakatan ini bertujuan meningkatkan sinergi dan keterpaduan antara BPK dan KPPU
agar dapat melaksanakan tugas dan kewenangannya masing-masing secara efektif,"‎ ujar
Harry.

Dewan Perwakilan Rakyat berencana merancang Undang-undang Kebijakan Peredaran


Minuman Beralkohol. Aturan ini dianggap penting karena minuman keras juga menjadi salah
satu komoditi yang membantu perekonomian.

"‎Minol (minuman beralkohol) mudaratnya besar, tapi juga berguna untuk mengembangkan
ekonomi,"‎ kata Anggota Komisi VI DPR RI Siti Mukaromah, Rabu 18 Mei 2016.

Politisi PKB yang akrab disapa Erma ini berharap, rancangan undang-undang itu nantinya
akan bisa memaksimalkan peran alkohol dalam menunjang perekonomian masyarakat."‎Itu
tidak bisa diabaikan karena itu untuk kemaslahatan masyarakat,"‎ ucapnya. Ke depan, kata
Erma, pemerintah berusaha membuat pengayaan minuman keras menjadi produk ekspor
tapi tidak untuk dikonsumsi masyarakat. Cara mencegah agar tidak dikonsumsi masyarakat,
adalah dengan memperkuat Undang-Undang Tentang Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Di rancangan undang-undang itu nantinya juga harus memuat pasal yang mengatur siapa
saja yang boleh mengkonsumsi minuman beralkohol. Peraturan ini diperlukan karena
memunculkan efek jera saja tak cukup untuk memberantas penyalahgunaan alkohol.

Apalagi, kata Erma, Indonesia tergabung dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN. Sehingga
keseimbangan antara ekonomi dan sosial harus dimunculkan. "‎Ketika bebas, harus ada
aturannya."‎ Erma mengatakan pembahasan RUU ini akan dilaksanakan pada tahun ini.
"‎Mudah-mudahan tidak mundur,"‎ ujarnya.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai perjuangan untuk menghadirkan iklim
persaingan usaha yang kondusif di Tanah Air masih harus menempuh perjuangan yang cukup
panjang. “Ini disebabkan belum diketahui secara luas Undang-Undang nomor 5 tahun 1999
tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat baik di kalangan
pemerintah maupun masyarakat,” kata Komisioner KPPU Bidang Hubungan Antar Lembaga
KPPU, Kamser Lumbanradja di Padang.

Ia menyampaikan hal itu usai tampil sebagai pembicara pada diskusi tentang penilaian
kebijakan persaingan usaha diikuti pemangku kepentingan dari kabupaten dan kota di

Persaingan Usaha Serta Analisis Kasus Page 15


Sumbar. Menurutnya Undang-Undang nomor 5 tahun 1999 harus terus menerus
disosialisasikan kepada publik agar semua komponen paham kehadiran KPPU serta
memberi manfaat bagi perkembangan dunia usaha yang sehat dan ekonomi yang efisien.

Undang-undang ini harus direvisi agar semakin sempurna dan saat ini tinggal menunggu
persetujuan legislatif. Inti dari UU nomor 5 tahun 1999 adalah persaingan usaha yang sehat
bukan persaingan bebas. Kamser melihat salah satu persoalan yang mengemuka terkait
persaingan usaha adalah adanya pengusaha yang dekat dengan elit kekuasaan sehingga
mendapatkan kemudahan yang berlebihan.

Oleh sebab itu dalam UU tersebut diatur agar tercipta kesempatan berusaha yang sama bagi
semua pelaku usaha, mencegah praktik monopoli dan persaingan tidak sehat. Ia
menyebutkan dengan adanya revisi Undang-Undang tersebut akan ada perbaikan pada
sejumlah usaha seperti industri komunikasi khususnya operator telepon seluler.

Sementara salah seorang peserta diskusi, Edi mengatakan pengawasan persaingan usaha
dan penegakan hukum tidak bisa diserahkan pada KPPU tetapi juga harus melibatkan
pemerintah. “Saya harap KPPU tetap menjalankan fungsi memberikan rekomendasi
mengenai kebijakan untuk mengembangkan usaha tanpa harus takut dengan penegakan
hukum,” kata dia.

Andreas: UU No 1/2016 Ciptakan Persaingan Usaha yang Sehat

UU No 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan, diharapkan mampu menjadi solusi dalam


memberikan jaminan kepastian kepada lembaga pembiayaan, bila terjadi risiko. UU ini
mengatur perizinan lembaga penjaminan. mekanisme hingga penyelesaian sengketa melalui
lembaga alternatif.

Anggota DPR RI, Andreas Eddy Susetyo, optimis UU ini menjadi jalan terang bagi pelaku
UMKM yang sebelumnya banyak terkendala dengan peraturan-peraturan dan pembiayaan.

“Sebagai tim panitia yang sempat membahas undang-undang ini, mudah-mudahkan UMKM
bisa segera mendapat akses dalam pembiayaannya. Selama ini banyak sekali bentuk usaha
yang sudah layak, namun belum layak secara perbankan (bankable),” katanya, saat ditemui
MVoice, di sela-sela Sosialisasi UU No 1 Tahun 2016 di Hotel Harris, beberapa menit lalu.

Ia juga mengatakan, saat kehadirannya di acara Pameran ICCC Kota Malang beberapa
minggu lalu, ia melihat potensi UMKM yang cukup besar. Sangat sayang bila UMKM itu tidak
mendapat akses pembiayaan, padahal mereka berpotensi mewujudkan kemandirian
Ekonomi.

Ia menambahkan, UU ini juga akan membantu menyeimbangkan industri pinjaman dengan


industri lainnya. “Sehingga terjadi persaingan usaha yang sehat yang pada akhirnya
menguntungkan bagi rakyat,” katanya optimis.

Ditanya soal UU turunan dari UU no 1 Tahun 2016, Andreas mengatakan, hal itu masih perlu
menunggu peraturan pelaksanaan dari OJK. “Kalau ada, ya harus tunggu peraturan
pelaksanaan dari OJK, seperti apa,” tandasnya.

Persaingan Usaha Serta Analisis Kasus Page 16


REFERENSI :

Sadono sulirno, Mikro Ekonomi Teori Pengantar, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005,
halaman. 231-232.

http:/Indonesia.go.id/produkhukum/uu.no.5tahun1999.html

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4b94e6b8746a9/pentingnya-prinsip-per-se-
dan-rule-of-reason-di-uu-persaingan-usaha. Dunggah pada tanggal 23 Mei 2012 jam 14.22

Chatamarrasjid Ais, Pokok-Poko Hukum Persaingaan Usaha Di


Indonesia,Kencana,Jakarta,2011, hlm.73-75

KASUS 1

ANALISA KASUS CROSS OWNERSHIP DAN PELANGGARAN PERSAINGAN USAHA


YANG DILAKUKAN TEMASEK DALAM INDUSTRI SELULER DI INDONESIA

Persaingan Usaha Serta Analisis Kasus Page 17


I. LATAR BELAKANG KASUS

Kasus kepemilikan silang Temasek terhadap dua operator seluler di Indonesia


mencuat pada tahun 2007. Kasus yang ditangani KPPU ini menyita perhatian publik secara
luas dan cukup berkepanjangan. Mungkin ini disebabkan karena reputasi temasek di duinia
internasional sebagai sebuah company besar. Debat akademis dikalangan praktisi hukum
dan ekonomi pun cukup hangat menyelimuti kasus ini. Pro-kontra, thesis dan anti thesis
yang cukup sehat turut menyuburkan khazanah teori dan tradisi kajian akademis dan yang
berbobot terutama pengayaan di bidang ekonomi kelembagaan.

Sebagaimana dipahami bahwa kepemilikan saham pada satu atau beberapa


perusahaan yang bisnisnya sejenis atau tidak lewat anak-anak perusahaan merupakan hal
yang lazim dan secara yuridis tidak terlarang dalam berbisnis, baik secara nasional maupun
multinasional. Yang dilarang adalah apabila kepemilikan saham pada suatu perusahaan, baik
secara langsung maupun lewat anak perusahaannya, menimbulkan penguasaan pasar pada
satu jenis barang atau jasa tertentu secara dominan sebagaimana diatur di Pasal 27 UU No.
5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 1

Bagi ekonom, suatu perusahaan dikatakan berpangsa pasar dominan dan secara

yuridis terlarang bila memiliki pangsa pasar lebih dari 50 persen. Rasionalisasi di balik

larangan itu karena perusahaan dengan pangsa pasar lebih dari 50 persen memiliki market

power mendikte pasar dan cenderung mempraktikkan perilaku bisnis yang antikompetisi

dan persaingan usaha tidak sehat. Kecenderungan ini lazim dipraktikkan di negara-negara

yang belum menjunjung tinggi nilai-nilai kompetisi sehat.

Dalam kasus ini, KPPU telah mengeluarkan keputusannya di tahun 2007 melalui
putusan perkara bernomer 07/KPPU-L/2007 yang mengharuskan Temasek melepaskan
sahamnya di Telkomsel atau Indosat. Keputusan ini merupakan keputusan yang paling
rasional dan acceptable baik secara ekonomi dan yuridis.

Keputusan itu merupakan wujud nyata sanksi administrasi KPPU atas Temasek untuk
menghentikan posisi dominannya (Pasal 25 UU No. 5/1999) yang tidak hanya dapat
menciptakan persaingan usaha sehat, tetapi juga berpotensi mendorong terjadinya

Persaingan Usaha Serta Analisis Kasus Page 18


penurunan tarif dan peningkatan kualitas layanan. Kebijakan ini juga dapat mengatasi
perilaku buruk operator dan mengurangi kerugian masyarakat (konsumen).

Sehubungan dengan hal tersebut, keputusan KPPU yang mengharuskan Temasek


melepaskan sahamnya di Telkomsel atau Indosat dan menghukum Telkomsel menurunkan
tarifnya sebesar 15 persen merupakan refleksi kebijakan intervensi pasar pemerintah yang
secara yuridis tidak melampaui kewenangan KPPU dan selaras dengan tujuan Pasal 2 UU
Nomor 5/1999.

Keputusan itu tidak hanya berdampak menciptakan iklim usaha yang kondusif dan
persaingan usaha yang sehat antaroperator. Tetapi juga memicu penurunan tarif dan
peningkatan kualitas layanan dalam bertelekomunikasi

II. ANALISA KASUS

Dalam menganalisa kasus yang telah diputuskan oleh KPPU ini, kami memakai
pendekatan Joskow melalui Transaction Cost Economy. Kenapa pendekatan joskow yang
dipakai untuk menganalisa kasus ini? Sebagaimana kita ketahui, kasus Temasek ini terbilang
berjalan sampai cukup lama, karena adanya tuntutan atau lebih tepatnya ancaman dari
Temasek untuk melakukan gugatan balik kepada KPPU dan memperkarakan. Ini semakin
menguatkan hipotesa Joskow bahwa sebuah kebijakan anti trust tidak ditujukan untuk
“memperbaiki” ketidaksempurnaan dalam pasar2. Sebagai deterrence system, kebijakan
antitrust perlu disosialisasikan dengan baik, sehingga pasar dapat membuat batasan perilaku
dan struktur pasar yang legal dan illegal. Menurut Joskow kemampuan pengadilan untuk
mengevaluasi analisa ekonomi yang kompleks sangat terbatas. Dalam kasus temasek ini
memang sangat kompleks permasalahan yang dihadapi. Maka diperlukan tidak hanya
pendekatan hukum semata tapi juga harus mencakup analisa ekonomi industry secara lebih
akurat.

Jangan sampai kebijakan yang telah dikeluarkan KPPU kontra produktif terhadap
pasar dan konsumen seluler di Indonesia. Karena seperti kita ketahui telkomsel dan Indosat
adalah dua pemimpin pasar seluler di negeri ini, yang setiap keputusan akan berdampak
pada proses bisnis di dalam internal mereka.

Persaingan Usaha Serta Analisis Kasus Page 19


Baiklah kita akan mulai bagaimana rancang bangun Joskow dalam menganalisa

sebuah kasus anti trust. Ada beberapa tahapan yang dipakai Joskow dalam pendekatannya :

1. Menentukan apakah perusahaan tersangka memiliki pangsa pasar dominan.


2. Menentukan apakah ada significant barriers to entry kedalam pasar terkait.

3. Jika kondisi poin 1 (satu) dan 2(dua) terjadi maka disimpulkan ada market
power atau monopoly power.
4. Kemudian dilakukan test apakah ada perilaku eksklusif (exclusionary behavior)
yang membatasi persaingan.
5. Jika perilaku eksklusif adalah predatory pricing maka kemudian diuji apakah
perusahaan dominan tersebut dapat mengambil keuntungan di masa depan
dari menaikan harga saat kompetisi tereduksi (recoupment test).

A. Analisa pangsa pasar


Langkah pertama yang dilakukan sebagai analisa adalah menentukan posisi pasar
kedua operator seluler tersebut dalam struktur persaingan pasar seluler di Indonesia.
Sesuia data yang ada (KPPU 2007), PT Telkomsel merupakan pemimpin pasar seluler di
Indonesia dengan penguasaan pasar sampai dengan tahun 2006 sebesar 55,6% dan PT
Indosat menguasai 26,18 pasar seluler di Indonesia. Artinya tingkat penguasaan pasar
dari dua operator tersebut saja jika digabungkan sudah mencapai 80% lebih.

Analisa tahap pertama ini tidak selesai cukup sampai disitu, karena asumsi
penggabungkan pangsa pasar ini harus berdasar pada dugaan awal bahwa kepemilkan
keduanya adalah pada pihak yang sama. Maka ditelusurilah dari data-data kepemilikan
didapatkan kenyataan bahwa PT Indosat sahamnya dikuasai oleh STT Telemedia melalui
ICL dan IC sejumlah 38% dan 0,9%. Sedangkan Telkomsel sahamnya sebanyak 35%
dikuasai oleh SingTel. Kedua perusahaan tersebut STT Telemedai dan SingTel sahamnya
dikuasai 100% oleh Temasek Holding Inc. Dalam konteks analisa tahap pertama maka
terbukti bahwa kedua operator tersebut menguasai pasar secara dominan. Temasek
Holdings Pte. Ltd (selanjutnya disebut Temasek) memiliki saham mayoritas pada dua
perusahaan yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar
bersangkutan yang sama, sehingga melanggar pasal 27 huruf a UU No 5 Tahun 1999. 3

Tabel Market Share Berdasarkan Jumlah Pelanggan

Operator Telepon di Indonesia

Persaingan Usaha Serta Analisis Kasus Page 20


Pasal 10 UU No 36 Tahun 1999 :(1) Dalam penyelenggaraan telekomunikasi dilarang
melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat di antara penyelenggara telekomunikasi. (2) Larangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan peraturan perundang- undangan
yang berlaku. Penjelasan atas pasal ini adalah: Pasal ini dimaksudkan agar terjadi
kompetisi yang sehat antarpenyelenggana telekomunikasi dalam melakukan kegiatannya.
Peraturan perundang-undangan yang berlaku dimaksud adalah Undang-undang Nomor 5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat serta
peraturan pelaksanaannya.

Maka struktur pasar mayoritas dikuasai dua kelompok yang notabene sahamnya
dipegang oleh satu pihak dalam hal ini pihak yang diduga melakukan monopoli, Temasek.
Dengan pangsa pasar sebesar itu, dapat dipastikan Temasek memiliki market power dan
market dominance untuk mengendalikan pasar. Hasil studi Bank Dunia (InfoDev, 2000)
menyimpulkan operator dengan karakteristik seperti itu berkemampuan mengendalikan
pasar (para operator), khususnya dalam penentuan tarif secara eksesif.

Berikut adalah gambaran struktur kepemilikan saham di PT.Telkomsel dan PT indosat :

Persaingan Usaha Serta Analisis Kasus Page 21


B. Analisa Hambatan Masuk Pasar

Tahap kedua analisa adalah menguji apakah terjadi barriers entry dalam industry
seluler di Indonesia. Dugaan awal adalah PT. Telekomunikasi Selular (selanjutnya disebut
Telkomsel) mempertahankan tarif seluler yang tinggi, sehingga melanggar pasal 17
ayat(1) UU No 5 Tahun 1999. Telkomsel menyalahgunakan posisi dominannya untuk
membatasi pasar dan pengembangan teknologi sehingga melanggar pasal 25 ayat (1)
huruf b UU No 5 Tahun 1999. Analisa dilakukan dengan menggunakan model-model grafis
pasar oligopoly dengan penerapan teori cournot dll.

Untuk menggambarkan kasus ini kita akan menggunakan salah satu model ekonomi
dalam teori oligopoly. Model Oligopoli Stackelberg menggambarkan perilaku pelaku
usaha menentukan nilai output yang diproduksi tidak dalam waktu yang bersamaan
namun berurutan. Dengan model ini, dapat digambarkan bahwa terdapat leader dan
terdapat follower; Pada model Cournot, perusahaan bereaksi secara pesimis atas
perubahan output pesaingnya. Dengan kata lain, ketika pesaing menurunkan output,
perusahaan akan menaikkan outputnya, namun lebih kecil dibandingkan penurunan
output pesaingnya. Begitu pula sebaliknya. Pada akhirnya, akan tercipta Cournot

Persaingan Usaha Serta Analisis Kasus Page 22


equilibrium (titik A), yang besarnya lebih kecil dibandingkan keseimbangan kompetitif
(titik B) dan lebih besar dibandingkan keseimbangan kolusif (titik C);

Gambar.1

Model Keseimbangan Cournot

Kurva reaksi perusahaan 1

Kurva reaksi perusahaan 2

Bila perusahaan-perusahaan oligopoli bekerjasama, misalnya dengan melakukan


kartel, kesejahteraan konsumen akan menjadi rendah. Hal ini dapat juga mengikuti logika
Game Theory atau The Prisonners’ Dillema. Bila perusahaan tidak kooperatif satu sama lain,
maka keduanya akan beresiko kehilangan konsumen secara signifikan bila kebijakan harga
dan kuantitasnya salah, sehingga jalan terbaik adalah berkompetisi. Namun, ketika
perusahaan bekerjasama/melakukan perjanjian dengan pesaingnya, maka perusahaan akan
dapat menaikkan harga secara bersamaan dan menaikkan keuntungannya masing-masing
dari total revenue yang meningkat. Dengan begini, maka collusive oligopoly akan menjadikan
harga keseimbangan lebih tinggi dengan kuantitas produk yang lebih rendah dibandingkan
non-cooperative oligopoly. Karena itu collusive oligopoly akan berdampak besar pada
menurunnya kesejahteraan konsumen.

Dari data yang ada didapti kenyataan bahwa Telkomsel selalu unggul dalam
penguasaan investasi BTS. Inilah factor yang bisa diduga sebagai perilaku barriers entry
dalam pasar seluler Indonesia.

Telkomsel selalu konsisten menjaga investasinya dalam pengembangan BTS-BTS baru


sejak masa cross ownership terjadi. Kenaikan cukup signifikan dalam penguasaan pangsa

Persaingan Usaha Serta Analisis Kasus Page 23


pasar dialami oleh Telkomsel, sebaliknya bagi Indosat agak mengalami penurunan. Hal ini
menunjukan bahwa agresivitas follower sulit mengejar first mover secara langsung.
Dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk dapat menciptakan kondisi head to head
competition antara first mover dan follower yang menjadi penentu kompetisi yang sehat.

Perlunya investasi yang cukup besar serta waktu yang lama untuk dapat menyaingi
first mover, menjadi entry barier yang cukup signifikan dalam industri seluler. Strategi
pemerintah untuk menciptakan persaingan dengan meminimalisir entry barier dengan
memberikan kemudahan izin bagi new entrant tidak akan terlalu berarti. Karena new
entrant tidak dapat mengejar first mover dalam waktu terlalu lama. Banyaknya kompetitor
dalam industri tersebut justru tidak dapat diartikan adanya kompetisi. Karena faktor waktu
menjadi sangat krusial. Adanya jangka waktu lama upaya new entrant tersebut akan
membuat first mover memiliki posisi dominan dengan market power yang mudah digunakan
untuk mengakumulasi monopolis profit.

C. Analisa Monopoly Power dan Eksclusionary Behaviour

Sehingga dari langkah 1(satu) dan 2 (dua) diatas bisa diambil kesimpulan sebagai langkah
ketiga yaitu telah terjadi monopoly power dalam pasar seluler di Indonesia. Namun
pertanyaan selanjutnya adalah apakah terjadi perilaku eksklusif dan kecenderungan
merugikan konsumen.

Langkah keempat dalam metodologi Joskow membuktikan bahwa dalam kasus ini
Telkomsel berusaha mempertahankan tarif seluler yang tinggi teruatama dalam biaya
interkoneksi dan sms. Sehingga dengan penguasaan jaringan dan pangsa pasar yang
dimilikinya mereka bisa semaunya mengatur tarif seluler di Indonesia yang membuat para
followers mau tidak mau berusaha mengikuti tarif tersebut. Hasil akhir adalah kesejahteraan
konsumen yang dirugikan.

Tarif yang masih tinggi ini jika kita merujuk pada data besaran tarif seluler dalam
kurun waktu lima tahun terakhir, tidak banyak penurunan yang dinikmati oleh konsumen
telekomunikasi. Kisaran tarif biaya sambungan antaroperator seluler masih berada di Rp
1.400-1.600 per menitnya. Hal ini sungguh sulit untuk dapat diterima akal sehat. Seharusnya,
dengan ketatnya persaingan usaha, para operator seluler dapat menurunkan biaya tarif

Persaingan Usaha Serta Analisis Kasus Page 24


selama tidak melanggar aturan interkoneksi. Apalagi daya tarik terbesar yang dimiliki
operator seluler dalam pasar telekomunikasi Indonesia adalah rendahnya tarif yang
ditawarkan.Sulit untuk diterima bahwa Temasek, sebagai induk perusahaan para pemegang
saham kedua operator dominan tersebut, tidak memanfaatkan penguasaan pasar Indosat
dan Telkomsel untuk mengeruk untung yang sebesar-besarnya.

Ditambah lagi, dengan adanya kondisi permintaan pasar yang tidak elastis atas
layanan telekomunikasi. Mau tidak mau, konsumen akan selalu membayar biaya yang
dibebankan operator, tidak ada sarana telekomunikasi (modern) alternatif yang secara
ekonomis dapat dimanfaatkan dan diakses oleh masyarakat secara meluas di Indonesia pada
saat ini.

Bukan tidak mungkin kartel tarif yang diatur oleh jaringan pemegang saham Indosat
dan Telkomsel ini akan membentuk suatu jenis monopoli baru. Sebuah monopoli yang
bersumber bukan dari penguasaan pasar oleh satu pelaku usaha, namun dari penguasaan
saham pada para pelaku usaha dominan dalam satu industri.

D. Recoupment Test

Dalam uji ini terlihat bahwa tingkat pengembalian modal atau return on equity (ROE)
Telkomsel yang 35 persen sahamnya dimiliki Singtel mencapai 55 persen. Ini membuat
operator seluler dengan jaringan terluas di Indonesia ini meraup laba bersih Rp 11,182
triliun.

Selain itu, kalkulasi KPPU atas kerugian yang diderita konsumen akibat penerapan
tarif mahal oleh Telkomsel, Indosat, dan Excelcomindo selama periode 2003-2007 mencapai
Rp 14,7 triliun hingga Rp 30,8 triliun. Keputusan KPPU yang turut menghukum Singapore
Technologies Telemedia (STT), STT Communications, AMH Company, Indonesia
Communication, Singapore Telecommunication, dan Singapore Telecom Mobile dengan
alasan perusahaan-perusahaan itu berstruktur kepemilikan silang juga tampaknya cukup
beralasan.

Secara praktik bisnis, perusahaan-perusahaan itu berafiliasi dengan Temasek, baik


langsung maupun tidak langsung. Dengan demikian, secara yuridis mereka dapat dihukum

Persaingan Usaha Serta Analisis Kasus Page 25


secara tanggung renteng. Demikian pula keberatan yang menyatakan tidak mungkin
Temasek (yang hanya menguasai 35 persen saham Telkomsel, sedang 65 persen sisanya
dimiliki Telkom) mengendalikan Telkomsel, secara praktis juga dipertanyakan. Secara
operasional kelaziman bisnis menunjukkan pengendalian suatu perusahaan tidak
bergantung pada besar kecilnya saham yang dimiliki, tetapi ditentukan kemahiran pemilik
saham (Temasek) ‘menggiring’ pemilik saham (operator) lainnya atas nama kepentingan
bersama, seperti penguasan pangsa pasar dan peningkatan laba.

Hak Temasek mengangkat direksi dan komisaris di Telkomsel maupun di Indosat di


posisi strategis, secara praktis ekonomi merupakan indikasi konkret kemampuan Temasek
(melalui Singtel dan STT) mendikte Telkomsel dan Indosat yang secara operasional
mendominasi pangsa pasar seluler nasional. Bukti dominasi ini terlihat dari pangsa pasar
ponsel Telkomsel dan Indosat yang menguasai 83,7 persen, sedang Excelcomindo hanya 13,5
persen. Sisanya diperebutkan oleh Mobile-8, Sampoerna, HCPT, dan Natrindo.sa dibaca
dalam amar putusan KPPU

Memang jika merujuk pendapat Prof.Hikmahanto Juwana, sebagai saksi ahli yang
diahdirkan dalam kasus ini menyatakan bahwa asal 27 huruf adari UU Anti Monopoli harus
dibaca berdasarkan Rule of ReasonPasal 27 huruf a dari UU Anti Monopoli merupakan
Bagian Posisi Dominan dan dalam hal ini; Pasal 27 huruf a dari UU AntiMonopoli tersebut
harus dibaca secara bersama-sama dengan penyalahgunaan spesifik dari Posisi Dominan
yang dilarang oleh Pasal 25 dari UU Anti Monopoli. Pembacaan secara luas dari Pasal27
huruf a dari UU Anti Monopoli, bahwa keberadaan suatu posisi dominan semata-mata
adalah melawan hukum akan membuat kerancuan pada Pasal 25 dari UU Anti Monopoli
karena Pasal 25dari UU Anti Monopoli hanya diterapkan jika Posisi Dominan disalahgunakan.

III. KESIMPULAN

Berdasarkan analisa di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kepemilikan secara tidak
langsung Temasek terhadap Telkomsel dan Indosat selaku pelaku usaha dalam bidang
telekomunikasi di Indonesia mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau usaha
persaingan tidak sehat di industri telekomunikasi. Sehingga, sudah tepat KPPU melakukan

Persaingan Usaha Serta Analisis Kasus Page 26


kajian atas tindakan Temasek tersebut khususnya hubungan STT dengan Temasek yang
menguasai 35% saham di PT Telkomsel.

Salah satu kewenangan KPPU sebagaimana diatur dalam Pasal 36 butir b dan l
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat (UU No. 5/1999): ”KPPU berwenang melakukan penelitian tentang
dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat dan menjatuhkan sanksi
berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar undang-undang’.

Opsi tindak lanjut KPPU sesuai Pasal 47 ayat 2 huruf e UU No. 5/1999 adalah
penetapan pembatalan atas pengambilalihan saham Indosat oleh Temasek. Selain itu,
pelanggaran atas Pasal 28 juga diancam dengan pidana denda dan pidana tambahan
sebagaimana dalam Pasal 48 ayat 1 jo Pasal 49 UU No. 5/1999 pidana denda minimal Rp. 25
milyar dan maksimal Rp. 100 milyar atau pidana kurungan pengganti denda maksimal 6
bulan dan pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha atau larangan untuk menjadi
direktur atau komisaris minimal 2 tahun dan maksimal 5 tahun atau penghentian kegiatan
atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain.

Oleh karena itu, pengambilalihan saham yang dilakukan Temasek melalui STT atas
saham Indosat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat melanggar UU No.
5/1999 sehingga harus dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam undang-undang itu. UU
No. 5/1999 memang dirancang untuk mengoreksi tindakan dari pelaku ekonomi yang
memiliki posisi yang dominan karena mereka dapat menggunakan kekuatannya untuk
berbagai macam kepentingan yang menguntungkan pelaku usaha tersebut. Selain itu
maksud dari diadakannya privatisasi adalah untuk mendorong persaingan yang sehat
bukannya untuk memonopoli usaha dibidang telekomunikasi di Indonesia.

Persaingan Usaha Serta Analisis Kasus Page 27


Kasus 2 :

STRUKTUR PASAR TELKOMSEL DAN INDOSAT: OLIGOPOLI KOLUSIF?

“Temasek Holding (Pte) Ltd atau biasa disebut Temasek memiliki empat puluh satu
persen saham di PT Indosat Tbk dan tiga puluh lima persen di PT Telkomsel” Berdasarkan
data kepemilikan saham ini, maka tidak salah jika masyarakat berasumsi bahwa ada konflik
kepentingan dalam penanganan operasional manajemen di kedua perusahaan
telekomunikasi tersebut, yang cukup besar market share-nya di Indonesia. Ketika sebuah
perusahaan didirikan dan selanjutnya menjalankan kegiatannya, yang menjadi tujuan utama
dari perusahaan tersebut adalah mencari keuntungan setinggi-tingginya dengan prinsip
pengeluaran biaya yang seminimum mungkin. Begitu juga, dengan prinsip pemilikan saham.
Pemilikan saham sama artinya dengan pemilikan perusahaan.

Kepemilikan perusahaan oleh seseorang atau badan atau lembaga korporasi


tentunya bertujuan bagaimana caranya kepemilikan tersebut dapat menghasilkan
keuntungan terhadap diri si pemiliki saham tersebut. Bicara keuntungan tentunya kita tidak
hanya bicara tentang keuntungan financial, tetapi juga tentang keuntungan non financial,
seperti memiliki informasi penting, penguasaan efektif, pengatur kebijakan, dan lain-lainnya.

Persaingan Usaha Serta Analisis Kasus Page 28


Oleh sebab itu, kepemilikan saham Temasek di kedua perusahaan tersebut menarik untuk
diamati dalam rangka mencermati apakah ada tercipta persaingan tidak sempurna untuk
kepemilikan saham tersebut dalam bentuk OLIGOPOLI KOLUSIF? Seperti halnya yang
diketahui masyarakat bahwa Temasek adalah perusahaan holding yang sangat besar di
Singapura dengan bentuk badan hukum Private Limited.

Pada awalnya Temasek masuk ke pasar telekomunikasi Indonesia melalui divestasi


PT Indosat Tbk pada tahun 2002 dengan cara pembelian saham tidak langsung, artinya pada
saat itu yang membeli saham Indosat adalah Singapore Technologies Telemedia Pte Ltd (STT)
melalui suatu perusahaan yang khusus didirikan untuk membeli saham Indosat, yaitu
Indonesia Communication Limited (ICL). Sedangkan STT sendiri adalah perusahaan
telekomunikasi terbesar kedua di Singapura yang seratus persen sahamnya dimiliki oleh
Temasek Holding Pte Ltd. Jadi, dari susunan atau pola kepemilikan saham yang berlapis-lapis
di Indosat, tersirat ada sesuatu kepentingan yang tidak hanya bertujuan untuk mencari
keuntungan financial semata tetapi lebih dari itu. Pertanyaannya adalah apakah keuntungan
non financial yang sebenarnya dicari Temasek? Jawaban sederhana atas pertanyaan ini
adalah : Perjalanan waktu yang akan menentukan. Tetapi sebenarnya tujuan tersebut dapat
diketahui segera jika pihak Indonesia memiliki niat untuk mengetahuinya. Hal ini tentunya
akan mudah menemukannya dengan berbagai metode atau teknik investigasi untuk
menemukan maksud dan niat dibalik pembelian saham Indosat oleh Temasek tersebut.

Sepak terjang Temasek di dunia telekomunikasi Indonesia semakin lengkap, dengan


masuknya Temasek ke Perusahaan PT Telkomsel melalui Singapore Telecommunications
Mobile Pte Ltd (SingTel Mobile). Dimana kepemilikan saham SingTel Mobile di PT Telkomsel
adalah sebesar tiga puluh lima persen. Sedangkan Temasek sendiri memiliki kepemilikan
saham di SingTel Mobile. Dengan adanya kepemilikan saham tidak langsung oleh Temasek
pada PT Telkomsel dan PT Indosat Tbk telah memunculkan dugaan terjadinya praktek kartel
dan oligopoli di bidang jasa layanan seluler. Hal ini disebabkan untuk jasa layanan seluler
khususnya di jalur GSM, hanya ada tiga ‘pemain besar’ yaitu PT Telkomsel, PT Indosat dan PT
Excelcomindo Pratama, Tbk (XL). Ini artinya sekitar 75 market share telekomunikasi
Indonesia di “kuasai” oleh Temasek dan dugaan awal terjadinya praktek Oligopoli kolusif di
pasar telekomunikasi Indonesia.

Persaingan Usaha Serta Analisis Kasus Page 29


Selanjutnya, yang menjadi bahan pertanyaan kita semua adalah apakah yang
dimaksud dengan Oligopoli kolusif? Di dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
tentang Larangan Usaha Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dijelaskan
bahwa yang dimaksud Oligopoli ialah Perjanjian yang dilarang antara pelaku usaha dengan
pelaku usaha lain untuk secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa melebihi 75% dari market share atas satu jenis barang atau
jasa tertentu. Jika ketentuan Undang-Undang ini ditafsirkan secara otentik maka pelaku
usaha yang melakukan kegiatan usaha ekonomi baru dikatakan melakukan oligopoli kalau
memenuhi dua unsur, yaitu adanya unsur perjanjian dan unsur market share lebih dari 75%.
Sehingga jika kemudian ditafsirkan secara a contrario maka, pelaku usaha yang tidak
membuat perjanjian dan memiliki market share dibawah atau sama dengan 74%, tidak
memenuhi definisi melakukan praktek oligopoli sehingga tidak melanggar Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999.

Dari ketentuan Undang-Undang ini jelas terlihat bahwa sesungguhnya Undang-


Undang sendirilah yang membatasi pengertian dan ruang lingkup praktek oligopoli yang
menimbulkan persaingan usaha tidak sehat. Pengertian dan ruang lingkup ini membuat
penegakkan hukum terhadap praktek Oligopoli ini menjadi kaku dan merugikan kepentingan
pesaing yang dimatikan dan juga bahkan mungkin konsumen barang atau jasa dari pelaku
usaha yang melakukan praktek oligopoli tadi.

Istilah Oligopoli sendiri memiliki arti “beberapa penjual”. Hal ini bisa diartikan
minimum 2 perusahaan dan maksimum 15 perusahaan. Hal ini terjadi disebabkan adanya
barrier to entry yang mampu menghalangi pelaku usaha baru untuk masuk ke dalam pasar.
Jumlah yang sedikit ini menyebabkan adanya saling ketergantungan (mutual
interdepedence) antar pelaku usaha[1]. Ciri yang paling penting dari praktek oligopoli ialah
bahwa setiap pelaku usaha dapat mempengaruhi harga pasar dan mutual interdependence.
Praktek ini umumnya dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menahan perusahaan-
perusahaan potensial untuk masuk ke dalam pasar dan untuk menikmati laba super normal
di bawah tingkat maksimum dengan menetapkan harga jual terbatas (limiting process)
sehingga menyebabkan kompetisi harga diantara pelaku usaha yang melakukan praktek
oligopoli menjadi tidak ada[2]. Sehingga apabila pelaku-pelaku usaha yang tadi melakukan
kolusi maka mereka akan bekerja seperti satu perusahaan yang bergabung untuk

Persaingan Usaha Serta Analisis Kasus Page 30


memaksimalkan laba dengan cara berlaku kolektif seperti layaknya perusahaan monopoli[3],
inilah yang disebut disebut praktek oligopoli kolusif. Perilaku ini akan mematikan pesaing
usaha lainnya dan sangat membebankan ekonomi masyarakat.

Kembali pada kasus pemilikan saham Temasek di PT Indosat, Tbk., dan PT Telkomsel.
Walaupun tidak ada perjanjian diantara PT Telkomsel dengan PT Indosat, Tbk., tetapi
persoalan oligopoli sebenarnya tidak boleh hanya dilihat dari sekedar apakah ada perjanjian
atau tidak? atau berapa persentase market share-nya?. Di dalam dunia telekomunikasi
Indonesia khususnya untuk provider GSM, hanya ada tiga perusahaan besar. Sehingga jelas
jika terbukti kedua perusahaan tersebut melakukan “kerjasama”, maka akan ada praktek
oligopoli yang kolusif. Sedikitnya perusahaan yang bergerak di sektor ini membuat mereka
harus memiliki pilihan sikap, koperatif atau non koperatif. Suatu pelaku usaha/perusahaan
akan bersikap non koperatif jika mereka berlaku sebagai diri sendiri tanpa ada perjanjian
eksplisit maupun implisit dengan pelaku usaha/perusahaan lainnya. Keadaan inilah yang
menyebabkan terjadinya perang harga. Sedangkan beberapa pelaku usaha/perusahaan
beroperasi dengan model koperatif untuk mencoba meminimalkan persaingan. Jika pelaku
usaha dalam suatu oligopoli secara aktif bersikap koperatif satu sama lain, maka mereka
telibat dalam KOLUSI.

Pada kasus Temasek, jelas terlihat sebagai pemegang saham tentunya menginginkan
keuntungan yang sebesar-besarnya. Policy ‘mengeruk’ keuntungan ini tentunya dituangkan
di seluruh aspek yang menjadi unit bisnis usahanya, termasuk didalamnya adalah PT
Telkomsel dan PT Indosat, Tbk. Sehingga dengan status kepemilikan di dua perusahaan
tersebut akan dapat mengoptimalkan maksud dan tujuan Temasek tersebut. Caranya
memaksimumkan keuntungan tersebut adalah kolusi antara PT Telkomsel dan PT Indosat,
Tbk., dengan mempertimbangkan saling ketergantungan mereka, sehingga mereka
menghasilkan output dan harga monopoli serta mendapatkan keuntungan monopoli. Hal ini
dapat terlihat dari penentuan tarif pulsa GSM antara PT Telkomsel dan PT Indosat, Tbk.,
dimana boleh dikatakan tarif harga pulsa GSM di Indonesia adalah salah satu yang termahal
di dunia. Padahal, negara-negara tetangga sekitar sudah dapat menerapkan harga unit pulsa
yang sangat murah dan menguntungkan masyarakat serta tidak mematikan persaingan
usaha. Apalagi notabene-nya, di negara Temasek sendiri harga unit pulsa boleh dikatakan
sangat murah. Lantas, kenapa di Indonesia harga pulsa menjadi sangat mahal?. Padahal

Persaingan Usaha Serta Analisis Kasus Page 31


secara konsep teknologi, dimungkinkan penggunaan untuk menekan harga unit pulsa
menjadi sangat murah, contohnya adalah pada teknologi CDMA Flexi dan Esia yang sering
dihambat perkembangan oleh “pihak-pihak tertentu” yang tidak menginginkan
perkembangan bisnis usaha ini. Padahal jelas-jelas menguntungkan masyarakat.

Coba lihat selisih harga tarif pulsa antara produk PT Telkomsel dan PT Indosat yang
tidak begitu jauh. Selisih tarif yang sangat kecil ini mengindikasikan dugaan awal terjadinya
praktek Oligopoli Kolusif diantara mereka. Penentuan tarif harga yang sangat mahal ini, jelas
adalah pengeksploitasian ekonomi masyarakat dan boleh dikatakan sebagai Kolonialisme
Gaya Baru. Jika indikasi awal sudah ditemukan, pertanyaan selanjutnya apakah pihak Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mampu untuk menyelesaikan persoalan ini? Yang jelas
adalah salah satu mandat dari KPPU adalah untuk mengawasi pelaksanaan dari Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 dimana salah satu tujuan dari Undang-Undang ini adalah
MENJAGA KEPENTINGAN UMUM DAN MENINGKATKAN EFISIENSI EKONOMI NASIONAL
SEBAGAI SALAH SATU UPAYA UNTUK MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT. Jadi kita
tunggu saja aksi dari KPPU melihat praktek oligopoli yang dilakukan PT Telkomsel dan PT
Indosat, Tbk., berani atau tidak? dan pertanyaan selanjutnya adalah berpihak ke rakyat
(baca: kepentingan umum) atau tidak? Mari kita tunggu bersama-sama walaupun tanpa
batas waktu..

Persaingan Usaha Serta Analisis Kasus Page 32


Kasus 3

Persaingan Pada Pasar Oligopoli, Kasus: Industri Chip


Microprocessor

1. Pendahuluan
Pergulatan untuk mempertahankan posisi dominan di pasar, sampai pada kondisi
tertentu seringkali membutuhkan tidak hanya keunggulan teknologi, kehandalan jajaran
manajemen, namun juga kepiawaian merancang dan melaksanakan strategi bisnis serta
kemahiran dalam berperkara di pengadilan. Suasana seperti ini tergambar dalam
persaingan antara Advanced Micro Devices (AMD) dan Intel, keduanya merupakan
produsen chip microprocessor, suatu perangkat utama dalam komputer. Bagi Intel yang
lebih dahulu eksis dan menguasai hampir 60% pangsa pasar, persaingan dengan AMD
merupakan upaya agar selalu waspada bahwa ada “orang lain” yang dapat
menggerogoti kue bisnisnya. Sementara itu, bagi AMD, pertarungannya dengan Intel
merupakan pertaruhan untuk merebut kehormatan dan kelangsungan hidup.

Persaingan Usaha Serta Analisis Kasus Page 33


Perkembangan Industri Semikonduktor

Akhir 60-an hingga awal 70-an merupakan kurun waktu yang menandai diawalinya
produk Teknologi Informasi, beberapa di antaranya adalah mini-computer, modulator-
demodulator (Modem), integrated circuits (IC), hingga teknologi yang memungkinkan
pesawat ruang angkasa Apollo mendarat di Bulan. Semua inovasi dan karya besar ini
dimungkinkan setelah ditemukannya bahan Silicon yang selanjutnya digunakan sebagai
komponen utama bahan semi penghantar listrik (semiconductor).

Pertengahan 70-an mulai menunjukkan adanya peningkatan permintaan terhadap


microprocessor dan core memory, ketika banyak perusahaan elektronika mulai
menyadari banyak aplikasi menggunakan semikonduktor dapat diterapkan pada produk
konsumer maupun bisnis. Barang – barang elektronik, seperti radio, televisi, amplifier,
jam tangan, kalkulator, telepon, facsimili, dan masih banyak lagi merupakan produk

elektronika yang memanfaatkan semikonduktor dalam wujud transistor, atau IC.


Kemampuan komputer melakukan kerja komputasi juga semaikn meningkat dengan
penggunaan semikonduktor menggantikan tabung hampa udara (vacuum tubes). Jika
semula, dengan teknologi transistor komputer main frame merupakan produk unggul
dengan kemampuan time-sharing, dengan ditemukannya IC, penggunaan komputer
tidak lagi bergantung pada ketersambungan kepada main frame, namun individu dapat
menggunakan komputer pribadi di mejanya (desktop personal computer / PC).

Awal 80-an ditandai dengan mulai menanjaknya penggunaan PC, tidak saja di kantor
namun juga mulai dipakai di rumah, dan mengubah tata cara berkomunikasi, bekerja,
dan pemrosesan informasi. Tahun 1986 terjadi penurunan tajam permintaan terhadap
PC yang berdampak pada pengurangan permintaan terhadap chip microprocessor. Intel
dan AMD di satu sisi dan dan pelanggan mereka, yang notabene adalah perusahaan –
perusahaan produsen PC berjuang untuk menemukan keunggulan kompetitif baru
terutama didorong oleh makin sulitnya lingkungan bisnis. Pada pertengahan hingga
akhir dekade 80-an, dengan microprocessor i386 dan i486 Intel berhasil mendominasi
pasar microprocessor untuk PC, sehingga produsen PC hanya memiliki satu sumber.

Persaingan Usaha Serta Analisis Kasus Page 34


Kondisi ini berubah ketika tahun 1991 AMD mulai berhasil membuat processor yang
dapat bersaing dengan produk Intel.

Di pihak lain, awal 90-an komunikasi selular mulai tumbuh, demikian pula Internet
mulai memasuki tahap komersial setelah beberapa tahun sebelumnya dilepas oleh
Pemerintah Amerika Serikat dari penggunaan khusus untuk militer agar dapat
digunakan oleh masyarakat awam. Komunikasi data dan mobile computing mulai
merebak, integrasi antara telekomunikasi dan teknologi informasi tidak terelakkan.
Pertengahan hingga akhir dekade 90-an produsen dan masyarakat pengguna PC mulai
menikmati buah kompetisi baru di industri microprocessor. Di sisi lain, fenomena ini
menunjukkan bahwa sementara kemajuan teknologi bergerak sangat cepat, menjadi
jelas bahwa perusahaan penghasil teknologi perlu bekerja sama untuk memberikan
teknologi yang dibutuhkan pelanggan, dari pada melakukan inovasi hanya untuk
memenuhi kepentingannya sendiri.

Memasuki abad milenium yang ditandai dengan hiruk pikuk produk teknologi

informasi, muncul peningkatan permintaan terhadap PC yang dilengkapi dengan sarana


akses Internet dan komunikasi nirkabel (internet-ready and wireless comunication
devices). PC yang tidak dilengkapi kedua perangkat ini menjadi tidak laku di pasaran.
Awal milenium juga ditandai dengan melejitnya bisnis dotcom yang meski relatif
sebentar namun dapat menghidupkan kembali gairah industri Teknologi Informasi (TI).
Ketika bisnis dotcom tidak mewujudkan janjinya, industri TI secara umum, termasuk
semiconductor, mengalami penurunan kinerja. Kondisi ini juga ditunjang oleh evolusi
strategi produsen PC yang semula memfokuskan pada perluasan produk kepada
penggantian komponen dan peningkatan kapasitas komputer dengan peralatan
tambahan (peripherals).

Meski dihadapkan pada tuntutan untuk membangun perusahaan agar lebih ramping,
namun pada awal 2001 permintaan terhadap TI, khususnya kompuer yang Internet-
ready masih tetap kuat. Namun demikian peristiwa penghancuran gedung World Trade
Center di New York pada tanggal 11 September 2001 mengubah segalanya. Kinerja
industri semikonduktor mengalami penurunan paling tajam dalam sejarah, sementara
perusahaan dituntut untuk selalu kompetitif. Awal tahun 2002 menunjukkan gejala

Persaingan Usaha Serta Analisis Kasus Page 35


perbaikan. Penjualan consumer electronics meningkat, didorong oleh penjualan DVD,
perekam-suara digital, dan kamera digital. Tahun 2003 industri TI kembali menancapkan
kakinya, permintaan kembali menguat, dan hal ini mendorong peningkatan harga saham
perusahaan - perusahaan TI. Penjualan PC tumbuh dengan mantap, wireless computing
memperoleh momentumnya, dan komputasi 64-bit memasuki arus utama.

Lisensi sebagai Awal Persaingan

Lembah Silicon (Silicon Valey) di California melahirkan teknologi khususnya Teknologi


Informasi (TI) yang setelah diimplementasikan di pasar mengubah tatanan industri,
masyarakat, dan bahkan tata hubungan dunia. Komputer salah satunya. Ditemukannya
bahan silikon yang memiliki sifat semi-penghantar listrik (semi-conductor) mengilhami
dibuatnya transistor yang selanjutnya digunakan sebagai pengganti tabung hampa udara
(vacuum tube) yang sebelumnya digunakan sebagai komponen inti perangkat
elektronika. Perubahan besar terjadi setelah digunakannya transistor. Ukuran fisik
komputer yang semula besar sekali berangsur mengecil, demikian pula kapasitas
pengolahan data melonjak cukup besar dibandingkan dengan ketika masih
menggunakan tabung hampa udara.

Perkembangan teknologi terus bergulir, transistor yang semula ukurannya sudah


seper-sekian dari tabung hampa udara, dengan ditemukannya teknologi mikro
elektronik dapat dibuat semakin kecil dan dirangkai dalam sebuah integrated circuit (IC).
Awalnya, dalam satu IC yang berdimensi 0.5 x 3 x 1cm (tebal x panjang x lebar), terdapat
setidaknya 1000 transistor. Awal tahun 2006, dengan kemampuan yang makin
berkembang, IC dengan dimensi sama dapat terdiri dari 100.000 transistor. Akibat
peningkatan kemampuan untuk memperkecil ukuran IC, perangkat elektronik digital
berukuran makin kecil sementara kemampuannya (features) makin banyak bahkan
hampir tidak terbatas.

Intel muncul di masa komputer digital baru diperkenalkan. Pembuat IC terbesar pada
masa itu adalah Fairchild yang mengoperasikan pabrik di banyak negara termasuk
Indonesia. Pendiri Intel – Bob Noyce dan Gordon Moore – meninggalkan Fairchild
setelah keduanya melihat peluang yang sangat besar apabila mereka membangun bisnis
sendiri. Intel semula menekuni bisnis pembuatan chip IC yang digunakan sebagai

Persaingan Usaha Serta Analisis Kasus Page 36


Random Access Memory (RAM). Dalam perjalanan waktu, dan sebagai reaksi atas
munculnya pemain baru dari Jepang (NEC, Fujitsu, Toshiba, Sharp, dll.) maupun dari
dalam negeri (USA), Intel akhirnya menghentikan produksi RAM dan fokus hanya pada
memroduksi microprocessor.

Tidak lama setelah Intel berdiri, tepatnya pada tanggal 1 Mei 1969 Jerry Sander –
mantan pegawai Fairchild – mendirikan Adanced Micro Devices (AMD) yang produknya
sebagian besar sama dengan yang dibuat oleh Intel. Berdirinya AMD menambah
pemasok IC dan tentu saja mengubah situasi industri IC yang semula dikuasai oleh
Fairchild, Motorola, Texas Instrument, Zilog, dan Intel. Dalam perjalanan waktu Fairchild
perlahan – lahan mengurangi perhatian pada produksi IC, sementara Motorola mulai
fokus pada perangkat telekomunikasi, sehingga praktis pada industri microprocessor
pemain utamanya tinggal Intel dan AMD.

Persaingan Intel versus AMD diawali pada tahun 1975 ketika Intel memberi lisensi
kepada AMD untuk membangun microprocessor-nya sendiri menggunakan rancangan
microprocessor 8080A karya Intel. Berangkat dari lisensi Intel inilah, AMD membangun
kompetensi barunya di industri microprocessor. Perjalanan waktu membuktikan,
pertarungan dua perusahaan ini dalam memengaruhi standar komputer, agar produsen
komputer menggunakan processor hasil produksinya, tidak saja merupakan pergulatan
membangun teknologi baru, tetapi juga melibatkan kegiatan mata – mata (industrial
spionage), perjuangan di pengadilan, serta melibatkan politisi dan pejabat pemerintah
di berbagai negara di mana kedua perusahaan ini eksis.

Persaingan Usaha Serta Analisis Kasus Page 37


KASUS 4
KASUS MONOPOLI PASAR

STUDI KASUS CARREFOUR INDONESIA

I. Latar belakang masalah

Bisnis ritel atau perdagangan eceran memegang peranan yang sangat penting
dalam kegiatan bisnis di Indonesia, baik ditinjau dari sudut konsumen maupun
produsen. Dari sudut produsen, pedagang eceran dipandang sebagai ujung tombak
perusahaan yang akan sangat menentukan laku tidaknya produk perusahaan.
Melalui pengecer pula para produsen memperoleh informasi berharga tentang
komentar konsumen terhadap barangnya seperti bentuk, rasa, daya tahan, harga dan
segala sesuatu mengenai produknya. Sementara jika dipandang dari sudut
konsumen, pedagang eceran juga memiliki peranan yang sangat penting karena
bertindak sebagai agen yang membeli, mengumpulkan, dan menyediakan barang
atau jasa untuk memenuhi kebutuhan atau keperluan pihak konsumen.

Persaingan Usaha Serta Analisis Kasus Page 38


Seiring dengan perkembangan, persaingan usaha , khususnya pada bidang
ritel diantara pelaku usaha semakin keras. Untuk mengantisipasinya, Pemerintah dan
DPR menerbitkan Undang Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Praktek Antimonopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dengan hadirnya undang-undang tersebut dan
lembaga yang mengawasi pelaksanaannya, yaitu KPPU, diharapkan para pelaku usaha
dapat bersaing secara sehat sehingga seluruh kegiatan ekonomi dapat berlangsung
lebih efisien dan memberi manfaat bagi konsumen.

Di dalam kenyataan yang terjadi, penegakan hukum UU praktek monopoli dan


persaingan usaha tidak sehat ini masih lemah. Dan kelemahan tersebut
”dimanfaatkan” oleh Pihak CARREFOUR Indonesia untuk melakukan ekspansi bisnis
dengan mengakuisisi PT Alfa Retailindo Tbk. Dengan mengakuisisi 75 persen saham
PT Alfa Retailindo Tbk dari Prime Horizon Pte Ltd dan PT Sigmantara Alfindo.
Berdasarkan laporan yang masuk ke KPPU, pangsa pasar Carrefour untuk sektor ritel
dinilai telah melebihi batas yang dianggap wajar, sehingga berpotensi menimbulkan
persaingan usaha yang tidak sehat. Permasalahan Dari latar belakang di atas dapat
ditarik suatu permasalahan sebagai berikut:

Sejauh mana PT Carrefour melanggar Undang Undang No.5 Tahun 1999,


sanksi apa yang telah diberikan untuk pelnggaran tersebut, dan apa yang
seharusnya dilakukan oleh pemerintah dalam menangani kasus tersebut?

II. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk:

1. Mengetahui pelanggaran PT Carrefour terhadap Undang Undang No.5 Tahun


1999

2. Mengetahui alternative pemecahan masalah terhadap pelanggaran yang


telah dilakukan oleh PT Carrefour.

III. Pembahasan

Kasus PT Carrefour Indonesia dan keputusan KPPU

Persaingan Usaha Serta Analisis Kasus Page 39


Kasus PT Carrefour sebagai Pelanggaran UU No. 5 Tahun 1999. Salah satu aksi
perusahaan yang cukup sering dilakukan adalah pengambil alihan atau akuisisi.
Dalam UU No.40/2007 tentang Perseroan terbatas disebutkan bahwa hanya saham
yang dapat diambil alih. Jadi, asset dan yang lainnya tidak dapat di akuisisi.

Akuisisi biasanya menjadi salah satu jalan untuk meningkatkan efisiensi dan
kinerja perusahaan. Dalam bahasa inggrisnya dikenal dengan istilah acquisition atau
take over . pengertian acquisition atau take over adalah pengambilalihan suatu
kepentingan pengendalian perusahaan oleh suatu perusahaan lain. Istilah Take over
sendiri memiliki 2 ungkapan , 1. Friendly take over (akuisisi biasa) 2. hostile take over
(akuisisi yang bersifat “mencaplok”) Pengambilalihan tersebut ditempuh dengan cara
membeli saham dari perusahaan tersebut.

Esensi dari akuisisi adalah praktek jual beli. Dimana perusahaan pengakuisisi
akan menerima hak atas saham dan perusahaan terakuisisi akan menerima hak atas
sejumlah uang harga saham tersebut. Menurut pasal 125 ayat (2) UU No. 40 tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas yang menjelaskan bahwa pengambilalihan dapat
dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan. Jika pengambilalihan
dilakukan oleh perseroan, maka keputusan akuisisi harus mendapat persetujuan dari
RUPS. Dan pasal yang sama ayat 7 menyebutkan pengambilalihan saham perseroan
lain langsung dari pemegang saham tidak perlu didahului dengan membuat
rancangan pengambilalihan ,tetapi dilakukan langsung melalui perundingan dan
kesepakatan oleh pihak yang akan mengambil alih dengan pemegang saham dengan
tetap memperhatikan anggaran dasar perseroan yang diambil alih.

Dalam mengakuisisi perusahaan yang akan mengambilalih harus


memperhatikan kepentingan dari pihak yang terkait yang disebutkan dalam UU. No.
40 tahun 2007, yaitu Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan perseroan,
kreditor , mitra usaha lainnya dari Perseroan; masyarakat serta persaingan sehat
dalam melakukan usaha.

Dalam sidang KPPU tanggal 4 november 2009, Majelis Komisi menyatakan


Carrefour terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 17 (1) dan Pasal 25
(1) huruf a UU No.5/1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha

Persaingan Usaha Serta Analisis Kasus Page 40


tidak sehat.. Pasal 17 UU No. 5/1999, yang memuat ketentuan mengenai larangan
bagi pelaku usaha untuk melakukan penguasaan pasar, sedangkan Pasal 25 (1) UU
No.5/1999 memuat ketentuan terkait dengan posisi dominan.

Majelis Komisi menyebutkan berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh


selama pemeriksaan perusahaan itu pangsa pasar perusahaan ritel itu meningkat
menjadi 57,99% (2008) pasca mengakuisisi Alfa Retailindo. Pada 2007, pangsa pasar
perusahaan ini sebesar 46,30%. sehingga secara hukum memenuhi kualifikasi
menguasai pasar dan mempunyai posisi dominan, sebagaimana yang dimaksud
dalam Pasal 17 Ayat 2 UU No.5 Tahun 1999.

Berdasarkan pemeriksaan, menurut Majelis KPPU, penguasaan pasar dan


posisi dominan ini disalahgunakan kepada para pemasok dengan meningkatkan dan
memaksakan potongan-potongan harga pembelian barang-barang pemasok melalui
skema trading terms. Pasca akuisisi Alfa Retailindo, sambungnya, potongan trading
terms kepada pemasok meningkat dalam kisaran 13%-20%. Pemasok, menurut
majelis Komisi, tidak berdaya menolak kenaikan tersebut karena nilai penjualan
pemasok di Carrefour cukup signifikan.

IV. Saran dan kesimpulan

Kesimpulan

Pelanggaran etika bisnis dapat melemahkan daya saing hasil industri dipasar
internasional. Ini bisa terjadi sikap para pengusaha kita. Kecenderungan makin
banyaknya pelanggaran etika bisnis membuat keprihatinan banyak pihak. Pengabaian
etika bisnis dirasakan akan membawa kerugian tidak saja buat masyarakat, tetapi
juga bagi tatanan ekonomi nasional. Disadari atau tidak, para pengusaha yang tidak
memperhatikan etika bisnis akan menghancurkan nama mereka sendiri dan negara.

Saran

Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,
antara lain:

Persaingan Usaha Serta Analisis Kasus Page 41


1. Pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri untuk tidak
mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang dan menekan pihak lain

2. Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat,

3. Pelaku bisnis hendaknya menciptakan persaingan bisnis yang sehat

4. Pelaku bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang,
tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang

5. Pelaku bisnis harus konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah
disepakati bersama

Persaingan Usaha Serta Analisis Kasus Page 42

Anda mungkin juga menyukai