Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

Stroke adalah istilah umum yang digunakan untuk satu atau sekelompok gangguan
cerebrovasculer, termasuk infark cerebri, perdarahan intraserebral dan perdarahan subarahnoid.1
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga di dunia setelah penyakit jantung koroner dan
kanker baik di negara maju maupun negara berkembang. Satu dari 10 kematian disebabkan oleh
stroke. Prevalensi stroke di Indonesia pada tahun 2007 yaitu 8,3 per mil meningkat menjadi 12,1
per mil pada tahun 2013, tetapi ada kecendrungan penurunan angka kejadian stroke di dua
provinsi yaitu Kepulauan Riau dan Aceh, provinsi lainnya cendrung meningkat.2
Stroke adalah penyakit multifaktorial dengan berbagai penyebab disertai manifestasi
klinis mayor, dan penyebab utama kecacatan dan kematian di Negara-negara berkembang. WHO
mendefinisikan stroke sebagai suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak
fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.3
Klasifikasi stroke dibagi kedalam stroke iskemik dan stroke hemoragik. Dimana
stroke iskemik memliki angka kejadian 85% terhadap seluruh stroke dan terdiri dari 80%
stroke aterotrombotik dan 20% stroke kardioemboli. Stroke hemoragik memiliki angka
kejadian sebanyak 15% dari seluruh stroke, terbagi merata antara jenis stroke perdarahan
intraserebral dan stroke perdarahan subaraknoid.4
Perdarahan intraserebral (PIS) adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan
oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan, bukan oleh karena trauma
kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. Perdarahan
intraserebral merupakan 10% dari semua jenis stroke, tetapi persentase kematian leih tinggi
disebabkan oleh stroke. Sekitar 60% terjadi di putamen dan kapsula interna, dan masing-masing
10% pada substansia alba, batang otak, serebelum dan thalamus.2
Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah tinggi kronis
melemahkan arteri kecil, menyebabkannya robek. Penggunaan kokain atau amfetamin dapat
menyebabkan tekanan darah tinggi dan perdarahan sementara. Pada beberapa orangtua, sebuah
protein abnormal yang disebut amiloid terakumulasi di arteri otak. Akumulasi ini (disebut
angiopati amiloid) melemahkan arteri dan dapat menyebabkan perdarahan.2

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Perdarahan intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang terjadi di otak yang disebabkan
oleh pecahnya (ruptur) pada pembuluh darah otak.Perdarahan dalam dapat terjadi di bagian
manapun di otak.Darah dapat terkumpul di jaringan otak, ataupun di ruang antara otak dan
selaput membran yang melindungi otak. Perdarahan dapat terjadi hanya pada satu hemisfer
(lobar intracerebral hemorrhage), atau dapat pula terjadi pada struktur dari otak, seperti
thalamus, basal ganglia, pons, ataupun cerebellum (deep intracerebral hemorrhage).2
Perdarahan intraserebral adalah perdarahan yang disebabkan ruptur dari mikroneurisma
arteri intraserebral yang biasa disebut aneurisma charcot dan bouchart. Perdarahan intraserebral
merupakan penyebab kematian tersering pada penderita stroke.2
2.2 Epidemiologi
Di seluruh dunia insiden perdarahan intraserebral berkisar 10 sampai 20 kasus
per 100.000 penduduk dan meningkat seiring dengan usia. Perdarahan intraserebral lebih sering
terjadi pada pria daripada wanita, terutama yang lebih tua dari 55 tahun, dan dalam populasi
tertentu, termasuk orang kulit hitam dan Jepang. Selama periode 20 tahun studi The National
Health and Nutrition Examination Survey Epidemiologic menunjukkan insiden perdarahan
intraserebral antara orang kulit hitam adalah 50 per 100.000, dua kali insiden orang kulit putih.
Perbedaan dalam prevalensi hipertensi dan tingkat pendidikan berhubungan dengan perbedaan
resiko.2,3
Perdarahan intraserebral diperkirakan sebanyak 10 – 15% dari seluruh kejadian stroke di
negara Barat, nyeri kepala hebat yang terjadi secara tiba – tiba, gangguan tingkat kesadaran,
defisit neurologi fokal sehubungan berkumpulnya darah secara fokal di dalam parenkim otak
yang ditemukan pada pemeriksaan neuroimejing dan otopsi otak. Sedangkan di Asia Tenggara
(ASEAN), menurut penelitian stroke menunjukkan stroke perdarahan sebanyak 26%, terdiri dari
lobus 10%, ganglionik 9%, serebellar 1%, brainstem 2% dan perdarahan subarakhnoid 4%
Risiko perdarahan intraserebral tampaknya sedikit lebih besar pada pria dibandingkan
pada wanita. Di Amerika Serikat kulit hitam dan Hispanik memiliki insidensi jauh lebih tinggi
dibandingkan kulit putih. Di antara orang kulit hitam dan Hispanik, risiko perdarahan
intraserebral paling sering pada orang muda dan setengah baya. Lokasi dominan perdarahan

2
intraserebral dalam otak juga bervariasi dalam populasi yang berbeda. Di Amerika Serikat,
Eropa, dan Australia, perdarahan yang berasal dari periventrikular, nukleus kaudatus, kapsula
interna, putamen, globus pallidus, atau talamus adalah yang paling umum, diikuti oleh
perdarahan lobar pada gray matter atau white matter subkortikal. Sedangkan dalam sebuah studi
berbasis populasi yang besar di Jepang, perdarahan lobar hanya terjadi 15% dari keseluruhan
perdarahan intraserebral.4
2.3 Etiologi
Hipertensi merupakan penyebab terbanyak (72-81%). Perdarahan intraserebral spontan
yang tidak berhubungan dengan hipertensi, biasanya berhubungan dengan diskrasia darah,
hemartroma, neoplasma, aneurisma, AVM, tumor otak metastasis, pengobatan dengan
antikoagulans, gangguan koagulasi seperti pada leukemia atau trombositopenia, serebralarteritis,
amyloid angiopathy dan adiksi narkotika.4,5,6

Perdarahan intraserebral dapat disebabkan oleh:4,5

1. Hipertensi

Hipertensi lama akan menimbulkan lipohialinosis dan nekrosis fibrinoid yang


memperlemah dinding pembuluh darah yang kemudian menyebabkan ruptur intima dan
menimbulkan aneurisma. Selanjutnya dapat menyebabkan mikrohematoma dan edema.
Hipertensi kronik dapat juga menimbulkan sneurisma-aneurisma kecil (diameternya 1
mm) yang tersebar di sepanjang pembuluh darah, aneurisma ini dikenal sebagai
aneurisma Charcot Bouchard.

2. Usia
Usia merupakan faktor risiko terbanyak daripada perdarahan intraserebral. Insidensinya
meningkat secara dramatis pada penderita usia lebih daripada 60 tahun.

3. Cerebral Amyloid Angiopathy

Cerebral Amyloid Angiopathy adalah suatu perubahan vaskular yang unik ditandai oleh
adanya deposit amiloid di dalam tunika media dan tunika adventisia pada arteri kecil dan
arteri sedang di hemisfer serebral. Arteri-arteri yang terkena biasanya adalah arteri-arteri
kortical superfisial dan arteri-arteri leptomening. Sehingga perdarahan lebih sering di

3
daerah subkortikal lobar ketimbang daerah basal ganglia. Deposit amiloid menyebabkan
dinding arteri menjadi lemah sehingga kemudian pecah dan terjadi perdarahan
intraserebral. Di samping hipertensi, amyloid angiopathy dianggap faktor penyebab
kedua terjadinya perdarahan intraserebral pada penderita lanjut usia.Cerebral Amyloid
Angiopati merupakan faktor risiko yang jarang terjadi dari perdarahan intraserebral, akan
tetapi sekarang menjadi pertimbangan faktor risiko dari perdarahan intraserebral
khususnya perdarahan lobar pada penderita usia lanjut. Gambaran patologi yang utama
adalah deposit protein amiloid pada media dan adventitia dari arteri leptomeningeal,
arteriol, kapiler dan paling sedikit pada vena. Patogenesis CAA pada perdarahan
intraserebral adalah destruksi pada struktur vaskular yang normal melalui deposisi
amiloid pada media dan adventitia dan rangkaian formasi aneurisma. Pembuluh darah
yang rapuh dan mikroaneurisma menjadi pemicu rupturnya pembuluh darah

4. Malformasi vaskular

Meskipun ruptur aneurisma Berry menjadi penyebab perdarahan subarakhnoid, akan


tetapi perdarahan secara langsung pada parenkim otak tanpa ekspansi ke subarakhnoid
dapat menyebabkan perdarahan intraserebral. Malformasi vaskular yang berhubungan
dengan perdarahan intraserebral termasuk arteri venousmal formation (AVM),
malformasi kavernosus, dural arteriovenous fistula, malformasi vena dan capillary
telengiactesis

5. Neoplasma intrakranial.

Akibat nekrosis dan perdarahan oleh jaringan neoplasma yang hipervaskular.

6. Antiplatelet

Obat antiplatelet kemungkinan dapat meningkatkan risiko perdarahan intraserebral.


Risiko absolute perdarahan intrakranial pada penderita usia lanjut yang mengkonsumsi
aspirin diperkirakan sebanyak 0.2 – 0.3% per tahunnya.

Perdarahan di putamen, thalamus, dan pons biasanya akibat ruptur a. lentikulostriata, a.


Thalamo perforating dan kelompok basilar-paramedian. Sedangkan perdarahan di serebelum

4
biasanya terdapat di daerah nukleus dentatus yang mendapat pendarahan dari cabang a.
serebelaris superior dan a. serecelaris inferior anterior.

Gambar 1. Lokasi tersering sumber perdarahan intraserebral6

2.4 Patofisiologi

Kasus ICH umumnya terjadi di kapsula interna (70 %), di fossa posterior (batang otak
dan serebelum) 20 % dan 10 % di hemisfer (di luar kapsula interna). Gambaran patologik
menunjukkan ekstravasasi darah karena robeknya pembuluh darah otak dan diikuti adanya
edema dalam jaringan otak di sekitar hematom. Akibatnya terjadi diskontinuitas jaringan dan
kompresi oleh hematom dan edema pada struktur sekitar, termasuk pembuluh darah otak dan
penyempitan atau penyumbatannya sehingga terjadi iskemia pada jaringan yang dilayaninya,
maka gejala klinis yang timbul bersumber dari destruksi jaringan otak, kompresi pembuluh darah
otak / iskemia dan akibat kompresi pada jaringan otak lainnya.6

Patogenesis ICH adalah akibat rusaknya struktur vaskular yang sudah lemah akibat
aneurisma yang disebabkan oleh kenaikan darah atau pecahnya pembuluh darah otak akibat
tekanan darah, atau pecahnya pembuluh darah otak akibat tekanan darah yang melebihi toleransi
(Yatsu dkk). Menurut Tole dan Utterback, penyebab perdarahan intraserebral adalah pecahnya
mikroaneurisma CharcotBouchard akibat kenaikan tekanan darah.6

Pada pasien dengan tekanan darah normal dan pasien usia tua, PIS dapat disebabkan
adanya cerebral amyloid angiopathy (CAA). Keadaan ini disebabkan adanya akumulasi protein
β-amyloid didalam dinding arteri leptomeningen dan kortikal yang berukuran kecil dan sedang.

5
Penumpukan protein β-amyloid ini menggantikan kolagen dan elemen-elemen kontraktil,
menyebabkan arteri menjadi rapuh dan lemah, yang memudahkan terjadinya resiko ruptur
spontan. Berkurangnya elemen-elemen kontraktil disertai vasokonstriksi dapat menimbulkan
perdarahan masif, dan dapat meluas ke dalam ventrikel atau ruang subdural. Selanjutnya,
berkurangnya kontraktilitas menimbulkan kecenderungan perdarahan di kemudian hari. Hal ini
memiliki hubungan yang signifikan antara apolipoprotein E4 dengan perdarahan serebral yang
berhubungan dengan amyloid angiopathy.7

Suatu malformasi angiomatous (arteriovenous malformation/AVM) pada otak dapat


ruptur dan menimbulkan perdarahan intraserebral tipe lobular. Gangguan aliran venous karena
stenosis atau oklusi dari aliran vena akan meningkatkan terjadinya perdarahan dari suatu AVM.8

Terapi antikoagulan juga dapat meningkatkan resiko terjadinya perdarahan intraserebral,


terutama pada pasien-pasien dengan trombosis vena, emboli paru, penyakit serebrovaskular
dengan transient ischemic attack (TIA) atau katub jantung prostetik. Nilai international
normalized ratio (INR) 2,0 - 3,0 merupakan batas adekuat antikoagulasi pada semua kasus
kecuali untuk pencegahan emboli pada katub jantung prostetik, dimana nilai yang
direkomendasikan berkisar 2,5 - 3,5. Antikoagulan lain seperti heparin, trombolitik dan aspirin
meningkatkan resiko PIS. Penggunaan trombolitik setelah infark miokard sering diikuti
terjadinya PIS pada beberapa ribu pasien tiap tahunnya.9

Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter 100 – 400 micrometer


mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh darah tersebut berupa hipohialinosis,
nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Arteriol – arteriol dari cabang
lentikulostriata, cabang arteriotalamus dan cabang paramedian arteri vertebrobasilar mengalami
perubahan degenerative yang sama. Kenaikan tekanan darah yang terjadi secara tiba – tiba atau
kenaikan dalam jumlah yang secara mencolok dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah
terutama pada pagi hari dan sore hari.3,8,9

Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai dengan 6
jam dan jika volumenya besar akan merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan gejala
klinis. Jika perdarahan yang timbul kecil, maka massa darah hanya dapat merusak dan
menyela di antara selaput akson white matter (dissecan splitting) tanpa merusaknya. Pada

6
keadaan ini absorpsi darah akan diikuti pulihnya fungsi neurologi. Sedangkan pada
perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intrakranial dan yang
lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falks serebri atau lewat foramen magnum.

Kematian dapat disebabkan karena kompresi batang otak, hemisfer otak dan perdarahan
batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.Perembesan darah ke ventrikel
otak terjadi pada sepertiga kasusperdarahan otak di nukleus kaudatus, thalamus dan pons.
Selain kerusakan parenkima otak, akibat volume perdarahan yang relative banyak akan
mengakibatkan peninggian tekanan intrakranial dan menyebabkan menurunnya tekanan
perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemen vasoaktif darah yang keluar serta
kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron di daerah yang
terkena darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi.Jumlah darah yang keluar menentukan
prognosis. Bila volume darah lebih dari 60 cc maka risiko kematian sebesar 93% pada
perdarahan dalam dan 71% pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan
serebellar dengan volume antara 30 – 60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar
75% tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di daerah pons sudah berakibat fatal.7,10

2.5 Klasifikasi

Tipe perdarahan intaserebral yang tersering adalah seperti berikut :7

1. Putaminal Hemorrhage

Perdarahan putaminal khas dengan onset progresif pada hampir duapertiga pasien,
dan kurang dari sepertiga mempunyai gejala mendadak dan hampir maksimal saat
onset. Nyeri kepala tampil saat onset gejala hanya pada 14% kasus dan pada setiap waktu
hanya 28%; semua pasien menunjukkan berbagai bentuk defisit motorik dan sekitar 65%
mengalami perubahan reaksi terhadap pin-prick. Perdarahan putaminal kecil
menyebabkan defisit sedang motorik dan sensori kontralateral. Perdarahan berukuran
sedang mula-mula mungkin tampil dengan hemiplegia flaksid, defisit hemisensori,
deviasi konjugasi mata pada sisi perdarahan, hemianopia homonim, dan disfasia bila
yang terkena hemisfer dominan. Progresi menjadi perdarahan masif berakibat stupor dan
lalukoma, variasi respirasi, pupil tak berreaksi yang berdilatasi, hilangnya gerak ekstra-
okuler, postur motor abnormal, dan respons Babinski bilateral.

7
Gejala muntah terjadi hampir setengah dari pada penderita. Sakit kepala adalah
gejala tersering tetapi tidak seharusnya ada. Dengan jumlah perdarahan yang banyak,
penderita dapat segera masuk kepada kondisi stupor dengan hemiplegi dan kondisi
penderita akan tampak memburuk dengan berjalannya masa.

Walau bagaimanapun, penderita akan lebih sering mengeluh dengan sakit kepala
atau gangguan kepala yang dirasakan pusing. Dalam waktu beberapa menit wajah
penderita akan terlihat mencong ke satu sisi, bicara cadel atau aphasia, lemas tangan dan
tungkai dan bola mataakan cenderung berdeviasi menjauhi daripada ekxtremitas yang
lemah. Hal ini terjadi, bertahap mengikuti waktu dari menit ke jam di mana sangat kuat
mengarah kepada perdarahan intraserebral. Paralisis dapat terjadi semakin memburuk
dengan munculnya refleks Babinski yang mana pada awalnya dapat muncul unilateral
dan kemudian bisa bilateral dengan ekstremitas menjadi flaksid, stimulasi nyeri
menghilang, tidak dapat bicara dan memperlihatkan tingkat kesadaran stupor.
Karekteristik tingkat keparahan paling parah adalah dengan tanda kompresi batang otak
atas (koma); tanda Babinski bilateral; respirasi dalam, irregular atau intermitten; pupil
dilatasi dengan posisi tetap pada bagian bekuan dan biasanya adanya kekakuan yang
deserebrasi.

Gambar 2. Perdarahan Putaminal

2. Thalamic Hemorrhage

Sindroma klinis akibat perdarahan talamus sudah dikenal. Umumnya perdarahan


talamus kecil menyebabkan defisit neurologis lebih berat dari perdarahan putaminal.
Seperti perdarahan putaminal, hemiparesis kontralateral terjadi bila kapsula internal

8
tertekan. Namun khas dengan hilangnya hemisensori kontralateral yang nyata yang
mengenai kepala, muka, lengan, dan tubuh. Perluasan perdarahan ke subtalamus dan
batang otak berakibat gambaran okuler klasik yaitu terbatasnya gaze vertikal, deviasi
mata kebawah, pupil kecil namun bereaksi baik atau lemah. Anisokoria, hilangnya
konvergensi, pupil tak bereaksi, deviasi serong, defisit lapang pandang, dan nistagmus
retraksi juga tampak. Anosognosia yang berkaitan dengan perdarahan sisi kanan dan
gangguan bicara yang berhubungan dengan lesi sisi kiri tidak jarang terjadi. Nyeri kepala
terjadi pada 20-40 % pasien. Haidrosefalus dapat terjadi akibat penekanan jalur CSS.

Gambar 3. Perdarahan Thalamus

3. Perdarahan Pons

Perdarahan pons merupakan hal yang jarang terjadi dibandingkan dengan


perdarahan intraserebral supratentorial, tetapi 50% dari perdarahan infratentorial terjadi
di pons. Gejala klinik yang sangat menonjol pada perdarahan pons ialah onset yang tiba-
tiba dan terjadi koma yang dalam dengan defisit neurologik bilateral serta progresif dan
fatal. Perdarahan ponting paling umum menyebabkan kematian dari semua perdarahan
otak. Bahkan perdarahan kecil segera menyebabkan koma, pupil pinpoint (1 mm) namun
reaktif, gangguan gerak okuler lateral, kelainan saraf kranial, kuadriplegia, dan postur
ekstensor. Nyeri kepala, mual dan muntah jarang,

4. Perdarahan Serebelum

Lokasi yang pasti dari tempat asal perdarahan di serebelum sulit diketahui.
Tampaknya sering terjadi di daerah nukleus dentatus dengan arteri serebeli superior

9
sebagai suplai utama. Perluasan perdarahan ke dalam ventrikel IV sering terjadi pada
50% dari kasus perdarahan di serebelum. Batang otak sering mengalami kompresi dan
distorsi sekunder terhadap tekanan oleh gumpalan darah. Obstruksi jalan keluar cairan
serebrospinal dapat menyebabkan dilatasi ventrikel III dan kedua ventrikel lateralis
sehingga dapat terjadi hidrosefalus akut dan peningkatan tekanan intrakranial dan
memburuknya keadaan umum penderita. Kematian biasanya disebabkan tekanan dari
hematoma yang menyebabkan herniasi tonsil dan kompresi medula spinalis.

Duapertiga dari pasien dengan perdarahan serebeler spontan mengalami gangguan


tingkat kesadaran dan tetap responsif saat datang; hanya 14% koma saat masuk. 50%
menjadi koma dalam 24 jam, dan 75% dalam seminggu sejak onset. Mual dan muntah
tampil pada 95%, nyeri kepala (umumnya bioksipital) pada 73%, dan pusing (dizziness)
pada 55 %. Ketidakmampuan berjalan atau berdiri pada 94 %. Dari pasien non koma,
tanda-tanda serebeler umum terjadi termasuk ataksia langkah (78 %), ataksia trunkal (65
%), dan ataksia apendikuler ipsilateral (65 %). Temuan lain adalah palsi saraf
fasial perifer (61%), palsi gaze ipsilateral (54 %), nistagmus horizontal (51 %), dan
miosis (30%). Hemiplegia dan hemiparesis jarang, dan bila ada biasanya disebabkan oleh
stroke oklusif yang terjadi sebelumnya atau bersamaan. Triad klinis ataksia apendikuler,
palsi gaze ipsilateral, dan palsi fasial perifer mengarahkan pada perdarahan serebeler.
Perdarahan serebeler garis tengah menimbulkan dilema diagnostik atas pemeriksaan
klinis. Umumnya perjalanan pasien lebih ganas dan tampil dengan oftalmoplegia total,
arefleksia, dan kuadriplegia flaksid.

5. Perdarahan Lober

Sindroma klinis akut perdarahan lober dijelaskan Ropper dan Davis. Hipertensi
kronik tampil hanya pada 31 % kasus, dan 4 % pasien yang koma saat datang. Perdarahan
oksipital khas menyebabkan nyeri berat sekitar mata ipsilateral dan hemianopsia yang
jelas. Perdarahan temporal kiri khas dengan nyeri ringan pada atau dekat bagian anterior
telinga, disfasia fluent dengan pengertian pendengaran yang buruk namun repetisi relatif
baik. Perdarahan frontal menyebabkan kelemahan lengan kontralateral berat, kelemahan
muka dantungkai ringan, dan nyeri kepala frontal. Perdarahan parietal mulai dengan nyeri

10
kepala temporal anterior ('temple') serta defisit hemisensori, terkadang mengenai tubuh
ke garis tengah.

6. Perdarahan intraserebral akibat trauma

Adalah perdarahan yang terjadi di dalam jaringan otak. Hematom intraserebral


pascatraumatik merupakan koleksi darah fokal yang biasanya diakibatkan cedera
regangan atau robekan rasional terhadap pembuluh-pembuluh darah intraparenkimal otak
atau kadang-kadang cedera penetrans. Ukuran hematom ini bervariasi dari beberapa
milimeter sampai beberapa sentimeter dan dapat terjadi pada 2%-16% kasus cedera.
Intracerebral hematom mengacu pada hemorragi / perdarahan lebih dari 5 ml dalam
substansi otak (hemoragi yang lebih kecil dinamakan punctate atau petechial/bercak).

2.6 Diagnosis

Diagnosis untuk menegakan perdarahan intraserebri dimulai dari anamnesis,


pemeriksaan fisik dan dibutuhkan pemeriksaan penunjang.

2.6.1 Anamnesis

Secara umum gejala klinis ICH merupakan gambaran klinis akibat akumulasi
darah di dalam parenkim otak. ICH khas terjadi sewaktu aktivitas, onset pada saat tidur
sangat jarang. Perjalanan penyakitnya, sebagian besar (37,5-70%) per akut. Biasanya
disertai dengan penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran ini bervariasi frekuensi dan
derajatnya tergantung dari lokasi dan besarnya perdarahan tetapi secara keseluruhan
minimal terdapat pada 60% kasus. dua pertiganya mengalami koma, yang dihubungkan
dengan adanya perluasan perdarahan ke arah ventrikel, ukuran hematomnya besar dan
prognosis yang jelek. Sakit kepala hebat dan muntah yang merupakan tanda peningkatan
tekanan intrakranial dijumpai pada ICH, tetapi frekuensinya bervariasi. Tetapi hanya 36%
kasus yang disertai dengan sakit kepal sedang muntah didapati pada 44% kasus. Jadi
tidak adanya sakit kepala dan muntah tidak menyingkirkan ICH, sebaliknya bila dijumpai
akan sangat mendukung diagnosis ICH atau perdarahn subarakhnoid sebab hanya 10%
kasus stroke oklusif disertai gejala tersebut. Kejang jarang dijumpai pada saat onset ICH.8

11
Anamnesis dapat dilakukan pada penderita sendiri, keluarga yang mengertitentang
penyakit yang diderita. Anamnesis dilakukan dengan mengetahui riwayat perjalanan penyakit,
misalnya waktu kejadian, penyakit lain yang diderita, faktor –faktorrisiko yang menyertai.Defisit
neurologis yang terjadi secara tiba-tiba, saat aktivitas atau istirahat, kesadaran baik atau
terganggu, nyeri kepala atau tidak, muntah atau tidak, riwayat hipertensi (faktor risiko stroke
lainnya) lamanya (onset), serangan pertama atau ulang.sakit kepala dan perubahan tingkat
kesadaran lebih sering terjadi pada stroke hemoragik.

Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke meliputi hemiparese, monoparese, atau
qudriparese, hilangnya penglihatan monokuler atau binokuler, diplopia, disartria, ataksia,
vertigo, afasia, atau penurunan kesadaran tiba-tiba.Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya
menyerupai stroke seperti kejang, infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom,
ensefalitis, dan hiponatremia. Hal ini sangat perlu diperhatikan agar tidak terjadi kesalahan
dalam mendiagnosis pasien.

SH
Gejala Klinik NH
PIS PSA

Defisit lokal Berat Ringan Berat-ringan

Onset Menit/jam 1-2 menit Pelan (jam/hari)

Nyeri kepala Hebat Sangat hebat Ringan

Tidak ada, kecuali


Muntah pada
Sering Sering jika lesi di batang
awalnya
otak

Hipertensi Hampir selalu Biasanya tidak ada Sering kali

Penurunan
Ada Ada Tidak ada
Kesadaran

Kaku kuduk Jarang Ada Tidak ada

Permulaan tidak
Hemiparesis Sering di awal Sering dari awal
ada

Gangguan bicara Bisa ada Jarang Sering

12
Likuor Berdarah Berdarah Jernih

Paresis/ gangguan
Tidak ada Bisa ada Tidak ada
N.III

Waktu serangan Lagi aktif Lagi aktif Bangun pagi

Kejang Umum Sering fokus Tidak ada

Tanda rangsang
+ + -
meningeal

Papil edema + + -

Perdarahan retina + + -

Tabel 1 perbedaan gejala klinis

2.6.2. Pemeriksaan Fisik

Hipertensi arterial dijumpai pada 91% kasus ICH. Tingginya frekuensi hipertensi
berkorelasi dengan tanda fisik lain yang menunjukkan adanya hipertensi sistemik seperti
hipertrofi ventrikel kiri dan retinopati hipertensif. Pemeriksaan fundus okuli pada kasus yang
diduga ICH mempunyai tujuan ganda yaitu mendeteksi adanya tanda-tanda retinopati hipertensif
dan mencari adanya perdarahan subhialoid (adanya darah di ruang preretina, yang merupakan
tanda diagnostik perdarahan subarakhnoid) yang mempunyai korelasi dengan ruptur aneurisma.
Kaku kuduk terdapat pada 48% kasus ICH.8

Gerakan mata, pada perdarahan putamen terdapat deviation conjugae ke arah lesi, sedang
pada perdarahan nukleus kaudatus terjadi kelumpuhan gerak horisontal mata dengan deviation
conjugae ke arah lesi. Perdarahan thalamus akan berakibat kelumpuhan gerak mata atas (upward
gaze palsy), jadi mata melihat ke bawah dan kedua mata melihat ke arah hidung. Pada
perdarahan pons terdapat kelumpuhan gerak horisontal mata dengan ocular bobbing.9

Pada perdarahan putamen, reaksi pupil normal atau bila terjadi herniasi unkus maka pupil
anisokor dengan paralisis N. III ipsilateral lesi. Perdarahan di thalamus akan berakibat pupil
miosis dan reaksinya lambat. Pada perdarahan di mesensefalon, posisi pupil di tengah,
diameternya sekitar 4-6 mm, reaksi pupil negatif. Keadaan ini juga sering dijumpai pada herniasi

13
transtentorial. Pada perdarahn di pons terjadi pinpoint pupils bilateral tetapi masih terdapat
reaksi, pemeriksaannya membutuhkan kaca pembesar.6,7

Pola pernafasan pada perdarahan diensefalon adalah Cheyne-Stroke, sedang pada lesi di
mesensefalon atau pons pola pernafasannya hiperventilasi sentral neurogenik. Pada lesi di bagian
tengah atau caudal pons memperlihatkan pola pernafasan apneustik. Pola pernafasan ataksik
timbul pada lesi di medula oblongata. Pola pernafasan ini biasanya terdapat pada pasien dalam
stadium agonal.7

Perlu dilakukan juga yang penting adalah pemeriksaan neurologi.Tujuan pemeriksaan


neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejala stroke, memisahkan stroke dengan kelainan lain
yang memiliki gejala seperti stroke, dan menyediakan informasi neurologi untuk mengetahui
keberhasilan terapi. Komponen penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan
status mental dan tingkat kesadaran, pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik dan sensorik,
fungsi serebral, gait, dan refleks tendon profunda. Tengkorak dan tulang belakang pun harus
diperiksa dan tanda-tanda meningismus pun harus dicari. Adanya kelemahan otot wajah pada
stroke harus dibedakan dengan Bell’s palsy di mana pada Bell’s palsy biasanya ditemukan pasien
yang tidak mampu mengangkat alis atau mengerutkan dahinya.8,9

14
a. Gadjah Mada Score

b. Siriraj Skor

Skor Stroke Siriraj


Rumus :
(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x nyeri kepala) + (2 x muntah) + (0,1 x tekanan
diastolik) – (3 x penanda ateroma) – 12
Keterangan :
Derajat kesadaran 0 = kompos mentis;
1 = somnolen;
2 = sopor/koma

Muntah 0 = tidak ada; 1 = ada


Nyeri kepala 0 = tidak ada; 1 = ada
Ateroma 0 = tidak ada; 1 = salah satu atau lebih (diabetes;
angina; penyakit pembuluh darah)
Hasil :

15
Skor > 1 Perdarahan supratentorial
Skor <-1 Infark serebri
Skor -1 s/d 1 Meragukan

2.6. 3. pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang penting untuk mendiagnosis secara tepat stroke dan


subtipenya, untuk menidentifikasi penyebabab utamanya dan penyakit terkait lain, untuk
menentukan terapi dan strategi pengelolaan terbaik, serta untuk memantau kemajuan
pengobatan. Pemeriksaan yang dilakukan akan berbeda dari pasien ke pasien.
Pemeriksaan yang dibutuhkan adalah sebagai berikut :4,5,7,9
1. CT-SCAN dan MRI
Pemeriksaan paling penting untuk mendiagnosis subtipe dari sroke adalah
Computerised Topography (CT) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) pada
kepala.Mesin CT dan MRI masing-masing merekam citra sinar X atau resonansi
magnet.Setiap citra individual memperlihatkan irisan melintang otak, mengungkapkan
daerah abnormal yang ada di dalamnya. Pada CT, pasien diberi sinar X dalam dosis
sangat rendah yang digunakan menembus kepala. Sinar X yang digunakan serupa dengan
pada pemeriksaan dada, tetapi dengan panjang ke radiasi yang jauh lebih
rendah.Pemeriksaan memerlukan waktu 15 – 20 menit, tidak nyeri, dan menimbulkan
resiko radiasi minimal kecuali pada wanita hamil.CT sangat handal mendeteksi
perdarahan intrakranium, tetapi kurang peka untuk mendeteksi stroke iskemik ringan,
terutama pada tahap paling awal. CT dapat memberi hasil negatif-semu (yaitu, tidak
memperlihatkan adanya kerusakan) hingga separuh dari semua kasus stroke iskemik.

Sedangkan MRI menggunakan medan magnetik kuat untuk menghasilkan dan


mengukur interaksi antara gelombang-gelombang magnet dan nukleus di atom yang
bersangkutan (misalnya nukleus Hidrogen) di dalam jaringan kepala. Pemindaian dengan
MRI biasanya berlangsung sekitar 30 menit.Alat ini tidak dapat digunakan jika terdapat
alat pacu jantung atau alat logam lainnya di dalam tubuh.Selain itu, orang bertubuh besar
mungkin tidak dapat masuk ke dalam mesin MRI, sementara sebagian lagi merasakan
ketakutan dalam ruangan tertutupdan tidak tahan menjalani prosedur meski sudah
mendapat obat penenang.Pemeriksaan MRI aman, tidak invasif, dan tidak menimbulkan
16
nyeri.MRI lebih sensitif dibandingkan CT dalam mendeteksi stroke iskemik, bahkan pad
stadium dini.Alat ini kurang peka dibandingkan CT dalam mendeteksi perdarahan
intrakranium ringan.

2. Ultrasonografi
Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan menggunakan gelombang suara untuk
menciptakan citra.Pendaian ini digunakan untuk mencari kemungkinan penyempitan
arteri atau pembekuan di arteri utama.Prosedur ini aman, tidak menimbulkan nyeri, dan
relatif cepat (sekitar 20-30 menit).

3. Angiografi otak
Angiografi otak adalah penyuntikan suatu bahan yang tampak dalam citra sinar-X
kedalam arteri-arteri otak.Pemotretan dengan sinar-X kemudian dapat memperlihatkan
pembuluh-pembuluh darah di kepala dan leher. Angiografi otak menghasilkan gambar
paling akurat mengenai arteri dan vena dan digunakan untuk mencari penyempitan atau
perubahan patologis lain, misalnya aneurisma. Namun, tindakan ini memiliki resiko
kematian pada satu dari setiap 200 orang yang diperiksa.

4. Pungsi lumbal
Pungsi lumbal kadang dilakukan jika diagnosa stroke belum jelas. Sebagai
contoh, tindakan ini dapat dilakukan untuk menyingkirkan infeksi susunan saraf pusat
serta cara ini juga dilakukan untuk mendiagnosa perdarahan subaraknoid. Prosedur ini
memerlukan waktu sekitar 10-20 menit dan dilakukan di bawah pembiusan lokal.

5. EKG
EKG digunakan untuk mencari tanda-tanda kelainan irama jantung atau penyakit
jantung sebagai kemungkinan penyebab stroke.Prosedur EKG biasanya membutuhkan
waktu hanya beberapa menit serta aman dan tidak menimbulkan nyeri.

6. Foto toraks
Foto sinar-X toraks adalah proses standar yang digunakan untuk mencari kelainan
dada, termasuk penyakit jantung dan paru. Bagi pasien stroke, cara ini juga dapat
memberikan petunjuk mengenai penyebab setiap perburukan keadaan pasien. Prosedur

17
ini cepat dan tidak menimbulkan nyeri, tetapi memerlukan kehati-hatian khusus untuk
melindungi pasien dari pajanan radiasi yang tidak diperlukan .

7. Pemeriksaan darah dan urin


Pemeriksaan ini dilakukan secara rutin untuk mendeteksi penyebab stroke dan
untuk menyingkirkan penyakit lain yang mirip stroke

2.9 Tatalaksana
Semua penderita yang dirawat dengan ‟intracerebral hemorrhage‟ secara umum harus
mendapatpengobatan untuk :4,8,9

1. Normalisasi tekanan darah

2. Pengurangan tekanan intrakranial

3. Pengontrolan terhadap edema serebral

4. Pencegahan kejang.

1. Pengelolaan secara medikal


A. Penilaian dan Pengelolaan Inisial
Pengelolaan spontan terutama tergantung keadaan klinis pasien serta etiologi,
ukuran serta lokasi perdarahan. Tak peduli apakah tindakan konservatif atau bedah yang
akan dilakukan, penilaian dan tindakan medikal inisial terhadap pasien adalah sama.8
Saat pasien datang atau berkonsultasi, evaluasi dan pengelolaan awal harus
dilakukan bersama tanpa penundaan yang tidak perlu.Pemeriksaan neurologis inisial
dapat dilakukan dalam 10 menit, harus menyeluruh.Informasi ini untuk memastikan
prognosis, juga untuk membuat rencana tindakan selanjutnya.Pemeriksaan neurologis
serial harus dilakukan.
Tindakan standar adalah untuk mempertahankan jalan nafas, pernafasan, dan
sirkulasi.Hipoksia harus ditindak segera untuk mencegah cedera serebral sekunder akibat
iskemia.Pengamatan ketat dan pengaturan tekanan darah penting baik pada pasien
hipertensif maupun nonhipertensif.Jalur arterial dipasang untuk pemantauan yang
sinambung atas tekanan darah. Setelah ICH, kebanyakan pasien adalah hipertensif.
Penting untuk tidak menurunkan tekanan darah secara berlebihan pada pasien dengan lesi

18
massa intrakranial dan peninggian TIK, karena secara bersamaan akan menurunkan
tekanan perfusi serebral. Awalnya, usaha dilakukan untuk mempertahankan tekanan
darah sistolik sekitar 160 mmHg pada pasien yang sadar dan sekitar 180 mmHg pada
pasien koma, walau nilai ini tidak mutlak dan akan bervariasi tergantung masing-masing
pasien. Pasien dengan hipertensi berat dan tak terkontrol mungkin diperkenankan untuk
mempertahankan tekanan darah sistoliknya di atas 180 mmHg, namun biasanya di bawah
210 mmHg, untuk mencegah meluasnya perdarahan oleh perdarahan ulang. Pengelolaan
awal hipertensinya, lebih disukai labetalol, suatu antagonis alfa-1, beta-1 dan beta-2
kompetitif. Drip nitrogliserin mungkin perlu untuk kasus tertentu.8,9
Gas darah arterial diperiksa untuk menilai oksigenasi dan status asam-basa.
Bila jalan nafas tidak dapat dijamin, atau diduga suatu lesi massa intrakranial pada pasien
koma atau obtundan, dilakukan intubasi endotrakheal. Cegah pemakaian agen anestetik
yang akan meninggikanTIK seperti oksida nitro. Agen anestetik aksi pendek lebih
disukai. Biladiduga ada peninggian TIK, dilakukan hiperventilasiuntuk mempertahankan
PCO2sekitar 25-30 mmHg, dan setelah kateterFoley terpasang, diberikanmannitol 1,5
g/kg IV. Tindakan ini juga dilakukan pada pasien dengan perburukan neurologis
progresif seperti perburukan hemiparesis, anisokoria progresif, atau penurunan tingkat
kesadaran. Dilakukan elektrokardiografi, dan denyut nadi dipantau.8
Darah diambil saat jalur intravena dipasang.Hitung darah lengkap, hitung platelet,
elektrolit, nitrogen urea darah, creatinin serum, waktu protrombin, waktu tromboplastin
parsial, dan tes fungsi hati dinilai. Foto polos dilakukan bila perlu.9
Setelah penilaian secara cepat dan stabilisasi pasien, dilakukan CT-scan kepala
tanpa kontras. Sekali diagnosis ICH ditegakkan, pasien dibawa untuk mendapatkan
pemeriksaan radiologis lain yang diperlukan, ke unit perawatan intensif, kamar operasi
atau ke bangsal, tergantung status klinis pasien, perluasan dan lokasi perdarahan, serta
etiologi perdarahan. Sasaran awal pengelolaan adalah pencegahan perdarahan ulang dan
mengurangi efek massa, sedang tindakan berikutnya diarahkan pada perawatan medikal
umum serta pencegahan komplikasi.9
B. Pencegahan atas Perdarahan Ulang
Perdarahan ulang jarang pada perdarahan hipertensif.Saat pasien sampai di
dokter, perdarahan aktif biasanya sudah berhenti.Risiko perdarahan ulang dari AVM dan

19
tumor juga jarang.Tindakan utama yang dilakukan adalah mengontrol tekanan darah
seperti dijelaskan di atas.Pada perdarahan karena aneurisma yang ruptur, risiko
perdarahan ulang lebih tinggi.Pertahankan tekanan darah 10-20 % di atas tingkat
normotensif untuk mencegah vasospasme, namun cukup rendah untuk menekan risiko
perdarahan.Beberapa menganjurkan asam aminokaproat, suatu agen antifibrinolitik.
Namun manfaat serta indikasinya tetap belum jelas.8
C. Mengurangi Efek Massa
Pengurangan efek massa dapat dilakukan secara medikal maupun bedah. Pasien
dengan peninggian TIK dan atau dengan area yang lebih fokal dari efek massa, usaha
nonbedah untuk mengurangi efek massa penting untuk mencegah iskemia serebral
sekunder dan kompresi batang otak yang mengancam jiwa. Tindakan untuk mengurangi
peninggian TIK antara lain :8,9,10
1. Elevasi kepala higga 30o untuk mengurangi volume vena intrakranial serta
memperbaiki drainase vena.

2. Manitol intravena (mula-mula 1,5 g/kg bolus, lalu 0,5 g/kg tiap 4-6 jam
untuk mempertahankan osmolalitas serum 295-310 mOsm/L).

3. Restriksi cairan ringan (67-75% dari pemeliharaan) dengan penambahan bolus cairan
koloid bila perlu.

4. Ventrikulostomi dengan pemantauan TIK serta drainase CSS untuk mempertahankan


TIK kurang dari 20 mmHg.

5. Intubasi endotrakheal dan hiperventilasi, mempertahankan PCO2 25-30 mmHg.

Pada gangguan neurologis, Diuretic Osmotik (Manitol) merupakan jenis diuretik


yang paling banyak digunakan.Manitol adalah suatu Hiperosmotik Agent yang digunakan
dengan segera meningkat.Volume plasma untuk meningkatkan aliran darah otak dan
menghantarkan oksigen (Norma D McNair dalam Black, Joyce M, 2005).Ini merupakan
salah satu alasan manitol sampai saat ini masih digunakan untuk mengobati klien
menurunkan peningkatan tekanan intrakranial.Manitol selalu dipakai untuk terapi edema
otak, khususnya pada kasus dengan Hernisiasi. Manitol masih merupakan obat magic
untuk menurunkan tekanan intrakranial, tetapi jika hanya digunakan sebagai mana

20
mestinya. Bila tidak semestinya akan menimbulkan toksisitas dari pemberian manitol,
dan hal ini harus dicegah dan dimonitor.
Terapi penatalaksanaan untuk menurunkan peningkatan tekanan intrakranial
dimulai bilamana tekanan Intrakranial 20-25 mmHg.Management penatalaksanaan
peningkatan tekanan Intrakranial salah satunya adalah pemberian obat diuretik osmotik
(manitol), khususnya pada keadaan patologis edema otak.Tidak direkomendasikan untuk
penatalaksanaan tumor otak. Seperti yang telah dijelaskan di atas, diuretik osmotik
(manitol) menurunkan cairan total tubuh lebih dari kation total tubuh sehingga
menurunkan volume cairan intraseluler.
Dosis : Untuk menurunkan tekanan intrakranial, dosis manitol 0,25 – 1 gram/kgbb
diberikan bolus intravena, atau dosis tersebut diberikan intravena selama lebih dari 10 –
15 menit. Manitol dapat jugadiberikan atau dicampur dalam larutan Infus 1,5 – 2
gram/kgbb sebagai larutan 15-20% yang diberikan selama 30-60 menit. Manitol
diberikan untuk menghasilkan nilai serum osmolalitas 310 – 320 mOsm/L. Osmolalitas
serum sering kali dipertahankan antara 290 – 310 mOsm. Tekanan Intrakranial harus
dimonitor, harus turun dalam waktu 60 - 90 menit, karena efek manitol dimulai setelah
0,5 - 1 jam pemberian. Fungsi ginjal, elektrolit, osmolalitas serum juga dimonitor selama
pasien mendapatkan manitol. Perawat perlu memperhatikan secara serius, pemberian
manitol bila osmolalitas lebih dari 320 mOsm/L. Karena diureis, hipotensi dan dehidrasi
dapat terjadi dengan pemberian manitol dalam jumlah dosis yang banyak. Foley catheter
harus dipasang selama pasien mendapat terapi manitol.Dehidrasi adalah manisfestasi dari
peningkatan sodium serum dan nilai osmolalitas.
D. Perawatan Umum
Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-20%
bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, Mean Arterial BloodPressure
(MAP)>130 mmHg, bila tekanan sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, MAP≥ 130
mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark
miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah
maksimal adalah 20%,dan volume hematomabertambah.obat yang direkomendasikan:
natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, ACEI, atau antagonis kalsium. Bila
terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg

21
(pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum 300
mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral. Jika
didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25 sampai 1
g/ kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum
memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus
dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan
larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.2,6,9
Pasien dengan perdarahan intraventrikuler atau kombinasi dengan perdarahan
subarakhnoid atau parenkhimal akibat robeknya aneurisma nimodipin diberikan 60 mg
melalui mulut atau NGT setiap 4 jam.Belum ada bukti pemberian intravena lebih baik.
Namun penggunaan pada ICH non-aneurismal belum pasti.7
Antikonvulsan diberikan begitu diagnosis ICH supratentorial ditegakkan, kecuali
bila perdarahan terbatas pada thalamus atau ganglia basal. Secara inisial disukai fenitoin,
karena kadar darah terapeutik dapat dicapai dalam 1 jam dengan pemberian IV, mudah
pemberiannya, dan efektif mencegah kejang umum. Pada dewasa, pembebanan 1 g IV
(50 mg/menit) diikuti 300-400 mg IV atau oral perhari.
Obat Neuroprotektor :5,7,9

1. Piracetam 1200 mg/kaplet

Piracetan di indikasikan untuk kemunduran daya pikir, astenia, gangguan adaptasi,


gangguan reaksi psikomotor. Alkoholisme kronik dan adiksi. Disfungsi serebral
sehubungan dengan akibat pasca trauma.piracetam adalah suatu nootropic agent.

2. Injeksi Citicoline

Diindikasi untuk gangguan kesadaran yang menyertai kerusakan atau cedera serebral,
trauma serebral, operasi otak, dan infark serebral. Mempercepat rehabilitasi tungkai
atas dan bawah pada pasien hemiplegia apopleksi.Dosis : Gangguan kesadaran
karena cedera kepala atau operasi otak 100-500 mg 1-2x/hari secara IV drip atau
injeksi. Gangguan kesadaran karena infark serebral 1000 mg 1x/hari secara injeksi
IV. Hemiplegia apopleksi 1000 mg 1x/hari secara oral atau injeksi IV.Mekanisme
kerja :

22
 Citicoline meningkatkan kerja formatio reticularis dari batang otak, terutama
sistem pengaktifan formatio reticularis ascendens yang berhubungan dengan
kesadaran.

 Citicoline mengaktifkan sistem pyramidal dan memperbaiki kelumpuhan


sistem motoris.

 Citicoline menaikkan konsumsi O2 dari otak dan memperbaiki metabolisme


otak.

2. Pengobatan dengan cara operasi

Untuk menentukan pasien mana yang harus dioperasi adalah suatu masalah yang sulit.
Ada beberapa pandangan yang dapat dijadikan patokan atau pedoman :

1. Dari seluruh penderita ICH hanya sedikit kasus yang harus dioperasi.

2. Kriteria memilih pasien untuk operasi harus ketat dan sesuai dengan norma-norma
kemanusiaan. Harapan terhadap hasil tindakan operasi harus terfokus terhadap quality
of survival yang dapat diterima oleh pasien, keluarganya dan masyarakat.

Segera yang ingin dicapai dari operasi adalah kembalinya pergeseran garis tengah,
kembalinya tekanan intrakanial ke dalam batas normal, kontrol pendarahan dan
mencegah pendarahan ulang. Indikasi operasi pada cedera kepala harus mempertimbangkan
status neurologis, status radiologis, pengukuran tekanan intrakranial

Secara umum indikasi operasi pada hematoma intrakranial :7,8

1. Massa hematoma kira-kira 40 cc


2. Massa dengan pergeseran garis tengah lebih dari 5 mm
3. IED dan SDH ketebalan lebih dari 5 mm dan pergeseran garis tengah dengan GCS 8 atau
kurang.
4. Konstusio serebri dengan diameter 2 cm dengan efek massa yang jelas atau pergeseran
garis tengah lebih dari 5 mm.
5. Pasien-pasien yang menurun kesadarannya dikemudian waktu disertai berkembangnya
tanda- tanda lokal dan peningkatan tekanan intraknial lebih dari 25 mmHg.

23
2.10 Prognosis
Perdarahan yang besar jelas mempunyai morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
diperkirakan mortalitas seluruhnya berkisar 26-50%. Mortalitas secara dramatis meningkat pada
perdarahan talamus dan serebelar yang diameternya lebih dari 3 cm, dan pada perdarahan pons
yang lebih dari 1 cm. Untuk perdarahan lobar mortalitas berkisar dari 6-30 %. 4
Kondisi neurologik awal setelah terserang perdarahan juga penting untuk prognosis
pasien. Pasien yang kesadarannya menurun mortalitas meningkat menjadi 63%. Mortalitas juga
meningkat pada perdarahan yang besar dan letaknya dalam, pada fossa posterior atau yang
meluas masuk ke dalam ventrikel. Tiga prediktor utama yang menentukan prognosis pada kasus
perdarahan intraserebral adalah ukuran perdarahan, lokasi dari perdarahan dan status kesadaran
dari penderita.6

24
BAB III
ILUSTRASI KASUS

1.1 Status Pasien


1.1.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Umur : 53 tahun
Alamat : Ranah Baru
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Tgl Rawat : 16 November 2017
1.1.2 Anamnesis
 Keluhan Utama: Penurunan kesadaran
 Riwayat Penyakit Sekarang
± 1 jam sebelum masuk rumah sakit keluarga pasien mengatakan bahwa pasien
secara tiba tiba merasa pusing dan disertai sakit kepala, pusing dan sakit kepala yang di
rasakan semakin berat ketika sedang makan, tidak lama kemudian pasien merasa badan
dan anggota gerak sebelah kanan semakin lemah sehingga pasienn kesulitan untuk
mempertahankan tubuhnya. Kemudian pasien terbaring dan masih sadarkan diri. Ketika
pasien dibawa ke igd pasien mengalami muntah dan tidak sadarkan diri.
Pasien juga mengeluhkan gangguan bicara, tidak ada riwayat jatuh atau trauma,
mual (-), demam (-), BAK normal (+), BAB normal (+), kejang (-).
 Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat hipertensi, namun tidak minum obat secara teratur
- Riwayat penyakit gula disangkal.
- Riwayat penyakit jantung disangkal.
- Pasien tidak pernah mengalami hal serupa sebelumnya
- Pasien tidak pernah dirawat di rumah sakit disebabkan oleh penyakit lain sebelumya
 Riwayat Penyakit Keluarga

25
- Keluarga pasien memiliki riwayat hipertensi, yaitu kakak, tetapi sudah meninggal.
- Riwayat DM pada keluarga disangkal
- Riwayat stroke pada keluarga disangkal
- Keluarga pasien tidak pernah mengalami hal serupa seperti pasien
 Riwayat Pribadi, Sosial dan Kebiasaan
- Pasien seorang ibu rumah tangga
- Jarang berolahraga
- Pasien tidak perokok
1.1.3 Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalisata
Keadaan Umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : sopor dan tidak koorporatif
GCS : E2V4M1
Keadaan Gizi : Baik
Tinggi Badan :-
Berat Badan :-
Rambut : Hitam dan tidak mudah dicabut
Mata : Sklera ikterik -/-, konjungtiva anemis -/-, refleks cahaya+/+, pupil
isokor

Hidung : Sekret (-), deviasi septum (-).

Mulut : Bibir kering (-)

Telinga : kelainan kongenital (-), keluar cairan dari telinga (-)

Leher : spasme otot-otot leher (-), spasme otot bahu (-), JVP normal

KGB
Leher : tidak mengalami pembesaran
Aksila : tidak mengalami pembesaran
Inguinal : tidak mengalami pembesaran
Turgor Kulit : Kembali cepat

26
Vital Sign
Nadi : 80 x/mnt
Irama : Regular
RR : 22 x/mnt
TD : 200/110 mmHg
Suhu : 37,4oC.
 Thorax
- Paru-paru
Inspeksi : gerakan dinding dada simetris (+/+), Retraksi (-/-), Massa (-/-),
Spider naevi (-), bentuk normal
Palpasi : gerakan dinding dada simetris
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : Vesikular (+/+), Ronki (-/-), Wheezing (-/-).
- Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di linea midclavikularis sinistra SIC 5
Perkusi : Batas atas SIC III linea parasternalis sinistra, Batas bawah SIC V
linea midclavicularis sinistra, Batas kanan SIC IV linea parasternalis dextra, Batas kiri SIC IV
linea axilaris anterior sinistra.
Auskultasi : BJ I-II Regular, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen:
Inspeksi : Perut datar, distensi (-), massa (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi :Supel, nyeri tekan (-), tidak ada pembesaran hepar dan lien
Perkusi : timpani seluruh kuadaran abdomen
- Ekstremitas
Superior : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema -/-, lemah anggota gerak kiri

Inferior : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema -/-, lemah anggota gerak kiri

27
2. Status Neurologi
A. Tanda Rangsangan Salaput Otak
Kaku kuduk : - (tidak temukan tahanan pada tengkuk)
Brudzinski I : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
Brudzinski II : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
Kernig : -/- (tidak terdapat tahanan sblm mencapai 135º/tidak terdapat
tahanan sblm mencapai 135º)

B. Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial


Pupil : Isokor
Refleks cahaya : +/+

C. Pemeriksaan Nervus Kranialis


N. I : Sulit dinilai
N. II : Sulit dinilai
N. III, N. IV, N. VI : doll eyes manuver normal
N.V : Sulit dinilai
N. VII : Sulit dinilai
N. VIII : Sulit dinilai
N. IX, N. X, N. XII : Sulit dinilai
N. XI : Sulit dinilai
Pemeriksaan pada pasien tidak sadar dilakukan pemeriksaan fungsi sensorik dan motorik

D. Pemeriksaan Fungsi Motorik


Jatuh Nyeri Posisi
Lateralisasi ke kanan Lateralisasi ke kanan Lateralisasi ke kanan

E. Sistem Refleks
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
Biseps Sulit dinilai Sulit dinilai
Triseps Sulit dinilai Sulit dinilai

28
APR Sulit dinilai Sulit dinilai
KPR Sulit dinilai Sulit dinilai

Refleks Patologis Kanan Kiri


Lengan
Hoffman-Tromner - -
Tungkai
Babinski - +
Chaddoks - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Klonus kaki - -

A. Fungsi Otonom
 Miksi : Normal
 Defekasi : Normal
 Sekresi keringat : Normal

B. Fungsi Luhur
Kesadaran Tanda Demensia
Reaksi bicara Sulit untuk dinilai Refleks glabella Sulit untuk dinilai
Fungsi intelek Sulit untuk dinilai Refleks snout Sulit untuk dinilai
Reaksi emosi Sulit untuk dinilai Refleks mengisap Sulit untuk dinilai
Refleks memegang Sulit untuk dinilai
Refleks palmomental Sulit untuk dinilai

29
RENCANA PEMERIKSAAN TAMBAHAN :
CT Scan

MASALAH
o Kelemahan anggota gerak kanan
o Hipertensi
Diagnosis
 Diagnosis Klinis :Penurunan kesadaran + Hemiperase dextra tipe LMN
 Diagnosis Topik :Putaminal hemorage
 Diagnosis Etiologi :Perdarahan intraserebral ( Berlangsung spontan dan mendadak
kedalam perenkim otak yang bukan disebabkan oleh trauma)
Diagnosis Sekunder :Hipertensi
Diferensial diagnosis :-
Prognosa :Malam

PEMECAHAN MASALAH
Terapi
Umum/Suportif :
- Awasi vital sign
- O2 NRM 10 Lpm
- IVFD Nacl 0,9% 20 tpm
- Kateter urin
- Pasang NGT
Khusus :
- Inj. As traneksamat 6 x 1gr
- Inj. citicolin 2 x 500 mg
- Inj. Ranitidin 2 x 1 ampul
- Manitol 0,25 – 1 gram/kgbb iv
- Amlodipin 1 x 10
- Valesco 1 x 160

30
FOLLOW UP
Hari/Tanggal Perkembangan
Rabu, 15/11/2017 S/ Penurunan Kesadaran
O/ GCS: E2V4M1
TD = 200/110 mmHg, N = 80 x/i, RR = 22 x/i, T = 36,00C
A/ Intracerebral Hemorrhage
P/ - drip manitol 4 x 125 gr
- Inj. Citicolin 2 x 500 mg
- Inj. As. Traneksamat 6 x 1 gr
- Inj. Ranitidin 2 x 1 amp

Kamis, 16/11/2017 S/ Penurunan Kesadaran ,


O/ GCS: E1V1M4
TD: 124/95 mmHg
A/ Intracerebral Hemoragik
P/ - drip manitol 4 x 125 gr
- Inj. Citicolin 2 x 500 mg
- Inj. As. Traneksamat 6 x 1 gr
- Inj. Ranitidin 2 x 1 amp
- Amlodipin 1 x 10
- Valesco 1 x 160

Jumat, 18/11/2017 S/ Penurunan Kesadaran ,nafas dangkal.


O/ GCS: E1V1M1
TD: 150/90 mmHg
A/ A/ Perfusi jaringan serebral
gg. pola nafas
gg. aktivitas fisik
P/Pasien dinyatakan meninggal pukul 15.30 WIB

31
BAB IV

ANALISIS KASUS

Ny.S 53 tahun dibawa oleh keluarganya ke UGD RSUD Bangkinang karena lemah
anggota gerak sebelah kanan disertai penurunan kesadaransejak ± 1 jam SMRS yang mendadak
saat sedang makan. Sebelumnya pasien juga sering mengeluhkan sakit kepala, kejang (-),Mual (-
), muntah (+), demam (-), BAK normal (+), BAB normal (+). Pasien memiliki riwayat hipertensi
dan tidak minum obat teratur.
Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menjelaskan bahwa salah satu keluhan
perdarahan intraserebral adalah pasien mengalami penurunan kesadaran, biasanya waktu
serangan terjadi adalah ketika penderita sedang beraktivitas. Pasien juga memiliki riwayat
hipertensi, menurut data epidemiologi penyebab terbanyak perdarahan intraserebral adalah
hipertensi.

Ketika masuk pertama kali TD: 200/110 mmHg, Nadi: 82 x/mnt, RR: 22 x/mnt, T:
37,4oC.ini menandakan bahwa faktor risiko pada Ny.S adalah karena hipertensinya yang tidak
terkontrol. Hipertensi merupakan penyebab terbanyak (72-81%) perdarahan intraserebral.
Hipertensi lama akan menimbulkan lipohialinosis dan nekrosis fibrinoid yang memperlemah
dinding pembuluh darah yang kemudian menyebabkan ruptur intima dan menimbulkan
aneurisma. Selanjutnya dapat menyebabkan mikrohematoma dan edema. Hipertensi kronik dapat
juga menimbulkan aneurisma-aneurisma kecil (diameternya 1 mm) yang tersebar di sepanjang
pembuluh darah, aneurisma ini dikenal sebagai aneurisma Charcot Bouchard.

Pada saat melakukan maneuver doll’s eyes atau untuk menilai terjadi disfungsi struktur
otak, respon pasien adalah negatif yang artinya bola mata tetap simetris saat kepala digerakkan
ke kiri dan kanan. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyebutkan bahwa pada pasien
yang mengalami perdarahan intraserebri tidak ditemukan adanya gangguan nervus
oculomotorius, trochlearis, dan abdusen.Pada pemeriksaan tes jatuh, tes nyeri dan tes posisi
didapatkan hasil lateralisasi ke dextra.Pada pemeriksaan refleks patologis, ditemukan refleks
babinski (+).

32
Pasien didiagnosis dengan Perdarahan intraserebral dan hemiparese dextra berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan status neurologis, dan pemeriksaan penunjang
berupact-scan. Pada anamnesis didapatkan penurunan kesadaran secara tiba-tiba, yang diawali
dengan nyeri kepala hebat dan muntah-muntah. Hal ini sesuai dengan teori bahwa stroke
perdarahan intraserebral biasanya disertai dengan penurunan kesadaran yang secara keseluruhan
minimal terdapat pada 60% kasus. Sakit kepala hebat dan muntah yang merupakan tanda
peningkatan tekanan intrakranial dijumpai pada PIS. Namun, tidak adanya sakit kepala dan
muntah tidak menyingkirkan PIS, sebaliknya bila dijumpai akan sangat mendukung
diagnosis.Ditambah dengan adanya pemeriksaan fisik yang ditemukan lateralisasi ke sinistra dan
refleks patoligis berupa babinsik (+).Namun, tidak dilakukan pemeriksaan ct-scan untuk
menentukan letak perdarahannya dimana.
Pada siriraj score didapatkan SSS = (2,5x2) + (2x1) + (2x1) + 10% (100) – (3x0) – 12 =
5+2+2+10-0-12 = 7. Kesimpulan: Stroke Hemoragik.

Penatalaksanaan pada Ny.S adalah dirawat di ruang intensive care unit (ICU). Inj. As
traneksamat 6 x 1gr, Inj. citicolin 2 x 500 mg, Inj. Ranitidin 2 x 1 ampul, Manitol 4 x 125 gram,
amlodipin 1 x 10 dan valesco 1 x 160. Pemberian neuroprotektor seperti citicoline diharapkan
mencegah kerusakan sel saraf lebih lanjut sekaligus mengembalikan fungsi sel saraf yang
mengalami kerusakan.Mannitol diberikan jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.Asam
traneksamat merupakan obat anti fibrinolitik digunakan untuk menghentikan perdarahan dan
pemberian obat antihipertensi diberikan untuk menstabilkan tekanan darah pada Ny.S agar tidak
memperburuk kondisi Ny.S.semua terapi yang diberikan sudah sesuai teori yang ada tentang
perdarahan intraserebral.

33
BAB V

KESIMPULAN

Perdarahan intraserebral adalah perdarahan yang disebabkan ruptur dari mikroneurisma


arteri intraserebral yang biasa disebut aneurisma charcot dan bouchart.Salah satu penyebab
tersering PIS adalah hipertensi kronik. PIS merupakan penyebab kematian tersering pada
penderita stroke hemoragik. Stroke hemoragik merupakan penyakit yang disebabkan oleh
pecahnya pembuluh darah otak yang menyebabkan keluarnya darah ke jaringan parenkim otak,
ruang serebrospinal disekitar otak atau kombinasi keduanya.Perdarahan tersebut menyebabkan
gangguan serabut saraf otak melalui penekanan struktur otak dan juga oleh hematom yang
menyebabkan iskemia pada jaringan sekitarnya

Pada pasien PIS akan terlihat gejala seperti penurunan kesadaran, kejang, afasia,
kelemahan pada salah satu sisi tubuh dan dapat menyebabkan kematian, sehingga pada penderita
PIS diperlukan penanganan yang tepat dan cepat untuk mencegah terjadinya perburukan serta
menurunkan angka mortalitas. Kondisi neurologik awal setelah terserang perdarahan juga
penting untuk prognosis pasien.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian kesehatan RI. 2013
2. Jauch, EC, et al. HemorrhageStroke. Medscape, 2016. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/1916852-overview#a1 [diakses pada tanggal
14Februari 2017]
3. MacKay J, Mensah GA. World Health Organization. Global Burden of Stroke. The Atlas
of Heart Disease and Stroke. Available
at http://www.who.int/cardiovascular_diseases/en/cvd_atlas_15_burden_stroke.pdf.
[diakses pada tanggal 14 Februari 2017]
4. Liebeskind. D.S. Intracranial Hemmorhage. Medscape, 2016. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/1916852-overview#a1 [diakses pada tanggal
24Februari 2017
5. Mardjono, Mahar. Mekanisme Gangguan Vaskuler Susunan Saraf dalam Neurologi
Klinis Dasar Edisi Kesebelas. Dian Rakyat. 2006.

6. Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis. 2011. Cetakan Kelima. Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia. h 85-91

7. Caceres. J.A and Goldenstein. J.N., Intracranial Hemorrhage. Emergency Medicine


Clinicsof North America.2012
8. PERDOSSI. Pedoman penatalaksanaan stroke. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia (PERDOSSI), 2007
9. Luyendijk W. Intracerebral hemorrhage. In : Vinken FG, Bruyn GW, editors.
Handbook of Clinical Neurology. New York : Elsevier ; 2005; 660-719
10. Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of Clinical
Neurology, 3rd ed. Philadelphia : Saunders. 2007

35

Anda mungkin juga menyukai