PENDAHULUAN
Stroke adalah istilah umum yang digunakan untuk satu atau sekelompok gangguan
cerebrovasculer, termasuk infark cerebri, perdarahan intraserebral dan perdarahan subarahnoid.1
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga di dunia setelah penyakit jantung koroner dan
kanker baik di negara maju maupun negara berkembang. Satu dari 10 kematian disebabkan oleh
stroke. Prevalensi stroke di Indonesia pada tahun 2007 yaitu 8,3 per mil meningkat menjadi 12,1
per mil pada tahun 2013, tetapi ada kecendrungan penurunan angka kejadian stroke di dua
provinsi yaitu Kepulauan Riau dan Aceh, provinsi lainnya cendrung meningkat.2
Stroke adalah penyakit multifaktorial dengan berbagai penyebab disertai manifestasi
klinis mayor, dan penyebab utama kecacatan dan kematian di Negara-negara berkembang. WHO
mendefinisikan stroke sebagai suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak
fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.3
Klasifikasi stroke dibagi kedalam stroke iskemik dan stroke hemoragik. Dimana
stroke iskemik memliki angka kejadian 85% terhadap seluruh stroke dan terdiri dari 80%
stroke aterotrombotik dan 20% stroke kardioemboli. Stroke hemoragik memiliki angka
kejadian sebanyak 15% dari seluruh stroke, terbagi merata antara jenis stroke perdarahan
intraserebral dan stroke perdarahan subaraknoid.4
Perdarahan intraserebral (PIS) adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan
oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan, bukan oleh karena trauma
kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. Perdarahan
intraserebral merupakan 10% dari semua jenis stroke, tetapi persentase kematian leih tinggi
disebabkan oleh stroke. Sekitar 60% terjadi di putamen dan kapsula interna, dan masing-masing
10% pada substansia alba, batang otak, serebelum dan thalamus.2
Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah tinggi kronis
melemahkan arteri kecil, menyebabkannya robek. Penggunaan kokain atau amfetamin dapat
menyebabkan tekanan darah tinggi dan perdarahan sementara. Pada beberapa orangtua, sebuah
protein abnormal yang disebut amiloid terakumulasi di arteri otak. Akumulasi ini (disebut
angiopati amiloid) melemahkan arteri dan dapat menyebabkan perdarahan.2
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Perdarahan intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang terjadi di otak yang disebabkan
oleh pecahnya (ruptur) pada pembuluh darah otak.Perdarahan dalam dapat terjadi di bagian
manapun di otak.Darah dapat terkumpul di jaringan otak, ataupun di ruang antara otak dan
selaput membran yang melindungi otak. Perdarahan dapat terjadi hanya pada satu hemisfer
(lobar intracerebral hemorrhage), atau dapat pula terjadi pada struktur dari otak, seperti
thalamus, basal ganglia, pons, ataupun cerebellum (deep intracerebral hemorrhage).2
Perdarahan intraserebral adalah perdarahan yang disebabkan ruptur dari mikroneurisma
arteri intraserebral yang biasa disebut aneurisma charcot dan bouchart. Perdarahan intraserebral
merupakan penyebab kematian tersering pada penderita stroke.2
2.2 Epidemiologi
Di seluruh dunia insiden perdarahan intraserebral berkisar 10 sampai 20 kasus
per 100.000 penduduk dan meningkat seiring dengan usia. Perdarahan intraserebral lebih sering
terjadi pada pria daripada wanita, terutama yang lebih tua dari 55 tahun, dan dalam populasi
tertentu, termasuk orang kulit hitam dan Jepang. Selama periode 20 tahun studi The National
Health and Nutrition Examination Survey Epidemiologic menunjukkan insiden perdarahan
intraserebral antara orang kulit hitam adalah 50 per 100.000, dua kali insiden orang kulit putih.
Perbedaan dalam prevalensi hipertensi dan tingkat pendidikan berhubungan dengan perbedaan
resiko.2,3
Perdarahan intraserebral diperkirakan sebanyak 10 – 15% dari seluruh kejadian stroke di
negara Barat, nyeri kepala hebat yang terjadi secara tiba – tiba, gangguan tingkat kesadaran,
defisit neurologi fokal sehubungan berkumpulnya darah secara fokal di dalam parenkim otak
yang ditemukan pada pemeriksaan neuroimejing dan otopsi otak. Sedangkan di Asia Tenggara
(ASEAN), menurut penelitian stroke menunjukkan stroke perdarahan sebanyak 26%, terdiri dari
lobus 10%, ganglionik 9%, serebellar 1%, brainstem 2% dan perdarahan subarakhnoid 4%
Risiko perdarahan intraserebral tampaknya sedikit lebih besar pada pria dibandingkan
pada wanita. Di Amerika Serikat kulit hitam dan Hispanik memiliki insidensi jauh lebih tinggi
dibandingkan kulit putih. Di antara orang kulit hitam dan Hispanik, risiko perdarahan
intraserebral paling sering pada orang muda dan setengah baya. Lokasi dominan perdarahan
2
intraserebral dalam otak juga bervariasi dalam populasi yang berbeda. Di Amerika Serikat,
Eropa, dan Australia, perdarahan yang berasal dari periventrikular, nukleus kaudatus, kapsula
interna, putamen, globus pallidus, atau talamus adalah yang paling umum, diikuti oleh
perdarahan lobar pada gray matter atau white matter subkortikal. Sedangkan dalam sebuah studi
berbasis populasi yang besar di Jepang, perdarahan lobar hanya terjadi 15% dari keseluruhan
perdarahan intraserebral.4
2.3 Etiologi
Hipertensi merupakan penyebab terbanyak (72-81%). Perdarahan intraserebral spontan
yang tidak berhubungan dengan hipertensi, biasanya berhubungan dengan diskrasia darah,
hemartroma, neoplasma, aneurisma, AVM, tumor otak metastasis, pengobatan dengan
antikoagulans, gangguan koagulasi seperti pada leukemia atau trombositopenia, serebralarteritis,
amyloid angiopathy dan adiksi narkotika.4,5,6
1. Hipertensi
2. Usia
Usia merupakan faktor risiko terbanyak daripada perdarahan intraserebral. Insidensinya
meningkat secara dramatis pada penderita usia lebih daripada 60 tahun.
Cerebral Amyloid Angiopathy adalah suatu perubahan vaskular yang unik ditandai oleh
adanya deposit amiloid di dalam tunika media dan tunika adventisia pada arteri kecil dan
arteri sedang di hemisfer serebral. Arteri-arteri yang terkena biasanya adalah arteri-arteri
kortical superfisial dan arteri-arteri leptomening. Sehingga perdarahan lebih sering di
3
daerah subkortikal lobar ketimbang daerah basal ganglia. Deposit amiloid menyebabkan
dinding arteri menjadi lemah sehingga kemudian pecah dan terjadi perdarahan
intraserebral. Di samping hipertensi, amyloid angiopathy dianggap faktor penyebab
kedua terjadinya perdarahan intraserebral pada penderita lanjut usia.Cerebral Amyloid
Angiopati merupakan faktor risiko yang jarang terjadi dari perdarahan intraserebral, akan
tetapi sekarang menjadi pertimbangan faktor risiko dari perdarahan intraserebral
khususnya perdarahan lobar pada penderita usia lanjut. Gambaran patologi yang utama
adalah deposit protein amiloid pada media dan adventitia dari arteri leptomeningeal,
arteriol, kapiler dan paling sedikit pada vena. Patogenesis CAA pada perdarahan
intraserebral adalah destruksi pada struktur vaskular yang normal melalui deposisi
amiloid pada media dan adventitia dan rangkaian formasi aneurisma. Pembuluh darah
yang rapuh dan mikroaneurisma menjadi pemicu rupturnya pembuluh darah
4. Malformasi vaskular
5. Neoplasma intrakranial.
6. Antiplatelet
4
biasanya terdapat di daerah nukleus dentatus yang mendapat pendarahan dari cabang a.
serebelaris superior dan a. serecelaris inferior anterior.
2.4 Patofisiologi
Kasus ICH umumnya terjadi di kapsula interna (70 %), di fossa posterior (batang otak
dan serebelum) 20 % dan 10 % di hemisfer (di luar kapsula interna). Gambaran patologik
menunjukkan ekstravasasi darah karena robeknya pembuluh darah otak dan diikuti adanya
edema dalam jaringan otak di sekitar hematom. Akibatnya terjadi diskontinuitas jaringan dan
kompresi oleh hematom dan edema pada struktur sekitar, termasuk pembuluh darah otak dan
penyempitan atau penyumbatannya sehingga terjadi iskemia pada jaringan yang dilayaninya,
maka gejala klinis yang timbul bersumber dari destruksi jaringan otak, kompresi pembuluh darah
otak / iskemia dan akibat kompresi pada jaringan otak lainnya.6
Patogenesis ICH adalah akibat rusaknya struktur vaskular yang sudah lemah akibat
aneurisma yang disebabkan oleh kenaikan darah atau pecahnya pembuluh darah otak akibat
tekanan darah, atau pecahnya pembuluh darah otak akibat tekanan darah yang melebihi toleransi
(Yatsu dkk). Menurut Tole dan Utterback, penyebab perdarahan intraserebral adalah pecahnya
mikroaneurisma CharcotBouchard akibat kenaikan tekanan darah.6
Pada pasien dengan tekanan darah normal dan pasien usia tua, PIS dapat disebabkan
adanya cerebral amyloid angiopathy (CAA). Keadaan ini disebabkan adanya akumulasi protein
β-amyloid didalam dinding arteri leptomeningen dan kortikal yang berukuran kecil dan sedang.
5
Penumpukan protein β-amyloid ini menggantikan kolagen dan elemen-elemen kontraktil,
menyebabkan arteri menjadi rapuh dan lemah, yang memudahkan terjadinya resiko ruptur
spontan. Berkurangnya elemen-elemen kontraktil disertai vasokonstriksi dapat menimbulkan
perdarahan masif, dan dapat meluas ke dalam ventrikel atau ruang subdural. Selanjutnya,
berkurangnya kontraktilitas menimbulkan kecenderungan perdarahan di kemudian hari. Hal ini
memiliki hubungan yang signifikan antara apolipoprotein E4 dengan perdarahan serebral yang
berhubungan dengan amyloid angiopathy.7
Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai dengan 6
jam dan jika volumenya besar akan merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan gejala
klinis. Jika perdarahan yang timbul kecil, maka massa darah hanya dapat merusak dan
menyela di antara selaput akson white matter (dissecan splitting) tanpa merusaknya. Pada
6
keadaan ini absorpsi darah akan diikuti pulihnya fungsi neurologi. Sedangkan pada
perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intrakranial dan yang
lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falks serebri atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan karena kompresi batang otak, hemisfer otak dan perdarahan
batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.Perembesan darah ke ventrikel
otak terjadi pada sepertiga kasusperdarahan otak di nukleus kaudatus, thalamus dan pons.
Selain kerusakan parenkima otak, akibat volume perdarahan yang relative banyak akan
mengakibatkan peninggian tekanan intrakranial dan menyebabkan menurunnya tekanan
perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemen vasoaktif darah yang keluar serta
kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron di daerah yang
terkena darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi.Jumlah darah yang keluar menentukan
prognosis. Bila volume darah lebih dari 60 cc maka risiko kematian sebesar 93% pada
perdarahan dalam dan 71% pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan
serebellar dengan volume antara 30 – 60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar
75% tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di daerah pons sudah berakibat fatal.7,10
2.5 Klasifikasi
1. Putaminal Hemorrhage
Perdarahan putaminal khas dengan onset progresif pada hampir duapertiga pasien,
dan kurang dari sepertiga mempunyai gejala mendadak dan hampir maksimal saat
onset. Nyeri kepala tampil saat onset gejala hanya pada 14% kasus dan pada setiap waktu
hanya 28%; semua pasien menunjukkan berbagai bentuk defisit motorik dan sekitar 65%
mengalami perubahan reaksi terhadap pin-prick. Perdarahan putaminal kecil
menyebabkan defisit sedang motorik dan sensori kontralateral. Perdarahan berukuran
sedang mula-mula mungkin tampil dengan hemiplegia flaksid, defisit hemisensori,
deviasi konjugasi mata pada sisi perdarahan, hemianopia homonim, dan disfasia bila
yang terkena hemisfer dominan. Progresi menjadi perdarahan masif berakibat stupor dan
lalukoma, variasi respirasi, pupil tak berreaksi yang berdilatasi, hilangnya gerak ekstra-
okuler, postur motor abnormal, dan respons Babinski bilateral.
7
Gejala muntah terjadi hampir setengah dari pada penderita. Sakit kepala adalah
gejala tersering tetapi tidak seharusnya ada. Dengan jumlah perdarahan yang banyak,
penderita dapat segera masuk kepada kondisi stupor dengan hemiplegi dan kondisi
penderita akan tampak memburuk dengan berjalannya masa.
Walau bagaimanapun, penderita akan lebih sering mengeluh dengan sakit kepala
atau gangguan kepala yang dirasakan pusing. Dalam waktu beberapa menit wajah
penderita akan terlihat mencong ke satu sisi, bicara cadel atau aphasia, lemas tangan dan
tungkai dan bola mataakan cenderung berdeviasi menjauhi daripada ekxtremitas yang
lemah. Hal ini terjadi, bertahap mengikuti waktu dari menit ke jam di mana sangat kuat
mengarah kepada perdarahan intraserebral. Paralisis dapat terjadi semakin memburuk
dengan munculnya refleks Babinski yang mana pada awalnya dapat muncul unilateral
dan kemudian bisa bilateral dengan ekstremitas menjadi flaksid, stimulasi nyeri
menghilang, tidak dapat bicara dan memperlihatkan tingkat kesadaran stupor.
Karekteristik tingkat keparahan paling parah adalah dengan tanda kompresi batang otak
atas (koma); tanda Babinski bilateral; respirasi dalam, irregular atau intermitten; pupil
dilatasi dengan posisi tetap pada bagian bekuan dan biasanya adanya kekakuan yang
deserebrasi.
2. Thalamic Hemorrhage
8
tertekan. Namun khas dengan hilangnya hemisensori kontralateral yang nyata yang
mengenai kepala, muka, lengan, dan tubuh. Perluasan perdarahan ke subtalamus dan
batang otak berakibat gambaran okuler klasik yaitu terbatasnya gaze vertikal, deviasi
mata kebawah, pupil kecil namun bereaksi baik atau lemah. Anisokoria, hilangnya
konvergensi, pupil tak bereaksi, deviasi serong, defisit lapang pandang, dan nistagmus
retraksi juga tampak. Anosognosia yang berkaitan dengan perdarahan sisi kanan dan
gangguan bicara yang berhubungan dengan lesi sisi kiri tidak jarang terjadi. Nyeri kepala
terjadi pada 20-40 % pasien. Haidrosefalus dapat terjadi akibat penekanan jalur CSS.
3. Perdarahan Pons
4. Perdarahan Serebelum
Lokasi yang pasti dari tempat asal perdarahan di serebelum sulit diketahui.
Tampaknya sering terjadi di daerah nukleus dentatus dengan arteri serebeli superior
9
sebagai suplai utama. Perluasan perdarahan ke dalam ventrikel IV sering terjadi pada
50% dari kasus perdarahan di serebelum. Batang otak sering mengalami kompresi dan
distorsi sekunder terhadap tekanan oleh gumpalan darah. Obstruksi jalan keluar cairan
serebrospinal dapat menyebabkan dilatasi ventrikel III dan kedua ventrikel lateralis
sehingga dapat terjadi hidrosefalus akut dan peningkatan tekanan intrakranial dan
memburuknya keadaan umum penderita. Kematian biasanya disebabkan tekanan dari
hematoma yang menyebabkan herniasi tonsil dan kompresi medula spinalis.
5. Perdarahan Lober
Sindroma klinis akut perdarahan lober dijelaskan Ropper dan Davis. Hipertensi
kronik tampil hanya pada 31 % kasus, dan 4 % pasien yang koma saat datang. Perdarahan
oksipital khas menyebabkan nyeri berat sekitar mata ipsilateral dan hemianopsia yang
jelas. Perdarahan temporal kiri khas dengan nyeri ringan pada atau dekat bagian anterior
telinga, disfasia fluent dengan pengertian pendengaran yang buruk namun repetisi relatif
baik. Perdarahan frontal menyebabkan kelemahan lengan kontralateral berat, kelemahan
muka dantungkai ringan, dan nyeri kepala frontal. Perdarahan parietal mulai dengan nyeri
10
kepala temporal anterior ('temple') serta defisit hemisensori, terkadang mengenai tubuh
ke garis tengah.
2.6 Diagnosis
2.6.1 Anamnesis
Secara umum gejala klinis ICH merupakan gambaran klinis akibat akumulasi
darah di dalam parenkim otak. ICH khas terjadi sewaktu aktivitas, onset pada saat tidur
sangat jarang. Perjalanan penyakitnya, sebagian besar (37,5-70%) per akut. Biasanya
disertai dengan penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran ini bervariasi frekuensi dan
derajatnya tergantung dari lokasi dan besarnya perdarahan tetapi secara keseluruhan
minimal terdapat pada 60% kasus. dua pertiganya mengalami koma, yang dihubungkan
dengan adanya perluasan perdarahan ke arah ventrikel, ukuran hematomnya besar dan
prognosis yang jelek. Sakit kepala hebat dan muntah yang merupakan tanda peningkatan
tekanan intrakranial dijumpai pada ICH, tetapi frekuensinya bervariasi. Tetapi hanya 36%
kasus yang disertai dengan sakit kepal sedang muntah didapati pada 44% kasus. Jadi
tidak adanya sakit kepala dan muntah tidak menyingkirkan ICH, sebaliknya bila dijumpai
akan sangat mendukung diagnosis ICH atau perdarahn subarakhnoid sebab hanya 10%
kasus stroke oklusif disertai gejala tersebut. Kejang jarang dijumpai pada saat onset ICH.8
11
Anamnesis dapat dilakukan pada penderita sendiri, keluarga yang mengertitentang
penyakit yang diderita. Anamnesis dilakukan dengan mengetahui riwayat perjalanan penyakit,
misalnya waktu kejadian, penyakit lain yang diderita, faktor –faktorrisiko yang menyertai.Defisit
neurologis yang terjadi secara tiba-tiba, saat aktivitas atau istirahat, kesadaran baik atau
terganggu, nyeri kepala atau tidak, muntah atau tidak, riwayat hipertensi (faktor risiko stroke
lainnya) lamanya (onset), serangan pertama atau ulang.sakit kepala dan perubahan tingkat
kesadaran lebih sering terjadi pada stroke hemoragik.
Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke meliputi hemiparese, monoparese, atau
qudriparese, hilangnya penglihatan monokuler atau binokuler, diplopia, disartria, ataksia,
vertigo, afasia, atau penurunan kesadaran tiba-tiba.Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya
menyerupai stroke seperti kejang, infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom,
ensefalitis, dan hiponatremia. Hal ini sangat perlu diperhatikan agar tidak terjadi kesalahan
dalam mendiagnosis pasien.
SH
Gejala Klinik NH
PIS PSA
Penurunan
Ada Ada Tidak ada
Kesadaran
Permulaan tidak
Hemiparesis Sering di awal Sering dari awal
ada
12
Likuor Berdarah Berdarah Jernih
Paresis/ gangguan
Tidak ada Bisa ada Tidak ada
N.III
Tanda rangsang
+ + -
meningeal
Papil edema + + -
Perdarahan retina + + -
Hipertensi arterial dijumpai pada 91% kasus ICH. Tingginya frekuensi hipertensi
berkorelasi dengan tanda fisik lain yang menunjukkan adanya hipertensi sistemik seperti
hipertrofi ventrikel kiri dan retinopati hipertensif. Pemeriksaan fundus okuli pada kasus yang
diduga ICH mempunyai tujuan ganda yaitu mendeteksi adanya tanda-tanda retinopati hipertensif
dan mencari adanya perdarahan subhialoid (adanya darah di ruang preretina, yang merupakan
tanda diagnostik perdarahan subarakhnoid) yang mempunyai korelasi dengan ruptur aneurisma.
Kaku kuduk terdapat pada 48% kasus ICH.8
Gerakan mata, pada perdarahan putamen terdapat deviation conjugae ke arah lesi, sedang
pada perdarahan nukleus kaudatus terjadi kelumpuhan gerak horisontal mata dengan deviation
conjugae ke arah lesi. Perdarahan thalamus akan berakibat kelumpuhan gerak mata atas (upward
gaze palsy), jadi mata melihat ke bawah dan kedua mata melihat ke arah hidung. Pada
perdarahan pons terdapat kelumpuhan gerak horisontal mata dengan ocular bobbing.9
Pada perdarahan putamen, reaksi pupil normal atau bila terjadi herniasi unkus maka pupil
anisokor dengan paralisis N. III ipsilateral lesi. Perdarahan di thalamus akan berakibat pupil
miosis dan reaksinya lambat. Pada perdarahan di mesensefalon, posisi pupil di tengah,
diameternya sekitar 4-6 mm, reaksi pupil negatif. Keadaan ini juga sering dijumpai pada herniasi
13
transtentorial. Pada perdarahn di pons terjadi pinpoint pupils bilateral tetapi masih terdapat
reaksi, pemeriksaannya membutuhkan kaca pembesar.6,7
Pola pernafasan pada perdarahan diensefalon adalah Cheyne-Stroke, sedang pada lesi di
mesensefalon atau pons pola pernafasannya hiperventilasi sentral neurogenik. Pada lesi di bagian
tengah atau caudal pons memperlihatkan pola pernafasan apneustik. Pola pernafasan ataksik
timbul pada lesi di medula oblongata. Pola pernafasan ini biasanya terdapat pada pasien dalam
stadium agonal.7
14
a. Gadjah Mada Score
b. Siriraj Skor
15
Skor > 1 Perdarahan supratentorial
Skor <-1 Infark serebri
Skor -1 s/d 1 Meragukan
2. Ultrasonografi
Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan menggunakan gelombang suara untuk
menciptakan citra.Pendaian ini digunakan untuk mencari kemungkinan penyempitan
arteri atau pembekuan di arteri utama.Prosedur ini aman, tidak menimbulkan nyeri, dan
relatif cepat (sekitar 20-30 menit).
3. Angiografi otak
Angiografi otak adalah penyuntikan suatu bahan yang tampak dalam citra sinar-X
kedalam arteri-arteri otak.Pemotretan dengan sinar-X kemudian dapat memperlihatkan
pembuluh-pembuluh darah di kepala dan leher. Angiografi otak menghasilkan gambar
paling akurat mengenai arteri dan vena dan digunakan untuk mencari penyempitan atau
perubahan patologis lain, misalnya aneurisma. Namun, tindakan ini memiliki resiko
kematian pada satu dari setiap 200 orang yang diperiksa.
4. Pungsi lumbal
Pungsi lumbal kadang dilakukan jika diagnosa stroke belum jelas. Sebagai
contoh, tindakan ini dapat dilakukan untuk menyingkirkan infeksi susunan saraf pusat
serta cara ini juga dilakukan untuk mendiagnosa perdarahan subaraknoid. Prosedur ini
memerlukan waktu sekitar 10-20 menit dan dilakukan di bawah pembiusan lokal.
5. EKG
EKG digunakan untuk mencari tanda-tanda kelainan irama jantung atau penyakit
jantung sebagai kemungkinan penyebab stroke.Prosedur EKG biasanya membutuhkan
waktu hanya beberapa menit serta aman dan tidak menimbulkan nyeri.
6. Foto toraks
Foto sinar-X toraks adalah proses standar yang digunakan untuk mencari kelainan
dada, termasuk penyakit jantung dan paru. Bagi pasien stroke, cara ini juga dapat
memberikan petunjuk mengenai penyebab setiap perburukan keadaan pasien. Prosedur
17
ini cepat dan tidak menimbulkan nyeri, tetapi memerlukan kehati-hatian khusus untuk
melindungi pasien dari pajanan radiasi yang tidak diperlukan .
2.9 Tatalaksana
Semua penderita yang dirawat dengan ‟intracerebral hemorrhage‟ secara umum harus
mendapatpengobatan untuk :4,8,9
4. Pencegahan kejang.
18
massa intrakranial dan peninggian TIK, karena secara bersamaan akan menurunkan
tekanan perfusi serebral. Awalnya, usaha dilakukan untuk mempertahankan tekanan
darah sistolik sekitar 160 mmHg pada pasien yang sadar dan sekitar 180 mmHg pada
pasien koma, walau nilai ini tidak mutlak dan akan bervariasi tergantung masing-masing
pasien. Pasien dengan hipertensi berat dan tak terkontrol mungkin diperkenankan untuk
mempertahankan tekanan darah sistoliknya di atas 180 mmHg, namun biasanya di bawah
210 mmHg, untuk mencegah meluasnya perdarahan oleh perdarahan ulang. Pengelolaan
awal hipertensinya, lebih disukai labetalol, suatu antagonis alfa-1, beta-1 dan beta-2
kompetitif. Drip nitrogliserin mungkin perlu untuk kasus tertentu.8,9
Gas darah arterial diperiksa untuk menilai oksigenasi dan status asam-basa.
Bila jalan nafas tidak dapat dijamin, atau diduga suatu lesi massa intrakranial pada pasien
koma atau obtundan, dilakukan intubasi endotrakheal. Cegah pemakaian agen anestetik
yang akan meninggikanTIK seperti oksida nitro. Agen anestetik aksi pendek lebih
disukai. Biladiduga ada peninggian TIK, dilakukan hiperventilasiuntuk mempertahankan
PCO2sekitar 25-30 mmHg, dan setelah kateterFoley terpasang, diberikanmannitol 1,5
g/kg IV. Tindakan ini juga dilakukan pada pasien dengan perburukan neurologis
progresif seperti perburukan hemiparesis, anisokoria progresif, atau penurunan tingkat
kesadaran. Dilakukan elektrokardiografi, dan denyut nadi dipantau.8
Darah diambil saat jalur intravena dipasang.Hitung darah lengkap, hitung platelet,
elektrolit, nitrogen urea darah, creatinin serum, waktu protrombin, waktu tromboplastin
parsial, dan tes fungsi hati dinilai. Foto polos dilakukan bila perlu.9
Setelah penilaian secara cepat dan stabilisasi pasien, dilakukan CT-scan kepala
tanpa kontras. Sekali diagnosis ICH ditegakkan, pasien dibawa untuk mendapatkan
pemeriksaan radiologis lain yang diperlukan, ke unit perawatan intensif, kamar operasi
atau ke bangsal, tergantung status klinis pasien, perluasan dan lokasi perdarahan, serta
etiologi perdarahan. Sasaran awal pengelolaan adalah pencegahan perdarahan ulang dan
mengurangi efek massa, sedang tindakan berikutnya diarahkan pada perawatan medikal
umum serta pencegahan komplikasi.9
B. Pencegahan atas Perdarahan Ulang
Perdarahan ulang jarang pada perdarahan hipertensif.Saat pasien sampai di
dokter, perdarahan aktif biasanya sudah berhenti.Risiko perdarahan ulang dari AVM dan
19
tumor juga jarang.Tindakan utama yang dilakukan adalah mengontrol tekanan darah
seperti dijelaskan di atas.Pada perdarahan karena aneurisma yang ruptur, risiko
perdarahan ulang lebih tinggi.Pertahankan tekanan darah 10-20 % di atas tingkat
normotensif untuk mencegah vasospasme, namun cukup rendah untuk menekan risiko
perdarahan.Beberapa menganjurkan asam aminokaproat, suatu agen antifibrinolitik.
Namun manfaat serta indikasinya tetap belum jelas.8
C. Mengurangi Efek Massa
Pengurangan efek massa dapat dilakukan secara medikal maupun bedah. Pasien
dengan peninggian TIK dan atau dengan area yang lebih fokal dari efek massa, usaha
nonbedah untuk mengurangi efek massa penting untuk mencegah iskemia serebral
sekunder dan kompresi batang otak yang mengancam jiwa. Tindakan untuk mengurangi
peninggian TIK antara lain :8,9,10
1. Elevasi kepala higga 30o untuk mengurangi volume vena intrakranial serta
memperbaiki drainase vena.
2. Manitol intravena (mula-mula 1,5 g/kg bolus, lalu 0,5 g/kg tiap 4-6 jam
untuk mempertahankan osmolalitas serum 295-310 mOsm/L).
3. Restriksi cairan ringan (67-75% dari pemeliharaan) dengan penambahan bolus cairan
koloid bila perlu.
20
mestinya. Bila tidak semestinya akan menimbulkan toksisitas dari pemberian manitol,
dan hal ini harus dicegah dan dimonitor.
Terapi penatalaksanaan untuk menurunkan peningkatan tekanan intrakranial
dimulai bilamana tekanan Intrakranial 20-25 mmHg.Management penatalaksanaan
peningkatan tekanan Intrakranial salah satunya adalah pemberian obat diuretik osmotik
(manitol), khususnya pada keadaan patologis edema otak.Tidak direkomendasikan untuk
penatalaksanaan tumor otak. Seperti yang telah dijelaskan di atas, diuretik osmotik
(manitol) menurunkan cairan total tubuh lebih dari kation total tubuh sehingga
menurunkan volume cairan intraseluler.
Dosis : Untuk menurunkan tekanan intrakranial, dosis manitol 0,25 – 1 gram/kgbb
diberikan bolus intravena, atau dosis tersebut diberikan intravena selama lebih dari 10 –
15 menit. Manitol dapat jugadiberikan atau dicampur dalam larutan Infus 1,5 – 2
gram/kgbb sebagai larutan 15-20% yang diberikan selama 30-60 menit. Manitol
diberikan untuk menghasilkan nilai serum osmolalitas 310 – 320 mOsm/L. Osmolalitas
serum sering kali dipertahankan antara 290 – 310 mOsm. Tekanan Intrakranial harus
dimonitor, harus turun dalam waktu 60 - 90 menit, karena efek manitol dimulai setelah
0,5 - 1 jam pemberian. Fungsi ginjal, elektrolit, osmolalitas serum juga dimonitor selama
pasien mendapatkan manitol. Perawat perlu memperhatikan secara serius, pemberian
manitol bila osmolalitas lebih dari 320 mOsm/L. Karena diureis, hipotensi dan dehidrasi
dapat terjadi dengan pemberian manitol dalam jumlah dosis yang banyak. Foley catheter
harus dipasang selama pasien mendapat terapi manitol.Dehidrasi adalah manisfestasi dari
peningkatan sodium serum dan nilai osmolalitas.
D. Perawatan Umum
Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-20%
bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, Mean Arterial BloodPressure
(MAP)>130 mmHg, bila tekanan sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, MAP≥ 130
mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark
miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah
maksimal adalah 20%,dan volume hematomabertambah.obat yang direkomendasikan:
natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, ACEI, atau antagonis kalsium. Bila
terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg
21
(pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum 300
mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral. Jika
didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25 sampai 1
g/ kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum
memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus
dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan
larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.2,6,9
Pasien dengan perdarahan intraventrikuler atau kombinasi dengan perdarahan
subarakhnoid atau parenkhimal akibat robeknya aneurisma nimodipin diberikan 60 mg
melalui mulut atau NGT setiap 4 jam.Belum ada bukti pemberian intravena lebih baik.
Namun penggunaan pada ICH non-aneurismal belum pasti.7
Antikonvulsan diberikan begitu diagnosis ICH supratentorial ditegakkan, kecuali
bila perdarahan terbatas pada thalamus atau ganglia basal. Secara inisial disukai fenitoin,
karena kadar darah terapeutik dapat dicapai dalam 1 jam dengan pemberian IV, mudah
pemberiannya, dan efektif mencegah kejang umum. Pada dewasa, pembebanan 1 g IV
(50 mg/menit) diikuti 300-400 mg IV atau oral perhari.
Obat Neuroprotektor :5,7,9
2. Injeksi Citicoline
Diindikasi untuk gangguan kesadaran yang menyertai kerusakan atau cedera serebral,
trauma serebral, operasi otak, dan infark serebral. Mempercepat rehabilitasi tungkai
atas dan bawah pada pasien hemiplegia apopleksi.Dosis : Gangguan kesadaran
karena cedera kepala atau operasi otak 100-500 mg 1-2x/hari secara IV drip atau
injeksi. Gangguan kesadaran karena infark serebral 1000 mg 1x/hari secara injeksi
IV. Hemiplegia apopleksi 1000 mg 1x/hari secara oral atau injeksi IV.Mekanisme
kerja :
22
Citicoline meningkatkan kerja formatio reticularis dari batang otak, terutama
sistem pengaktifan formatio reticularis ascendens yang berhubungan dengan
kesadaran.
Untuk menentukan pasien mana yang harus dioperasi adalah suatu masalah yang sulit.
Ada beberapa pandangan yang dapat dijadikan patokan atau pedoman :
1. Dari seluruh penderita ICH hanya sedikit kasus yang harus dioperasi.
2. Kriteria memilih pasien untuk operasi harus ketat dan sesuai dengan norma-norma
kemanusiaan. Harapan terhadap hasil tindakan operasi harus terfokus terhadap quality
of survival yang dapat diterima oleh pasien, keluarganya dan masyarakat.
Segera yang ingin dicapai dari operasi adalah kembalinya pergeseran garis tengah,
kembalinya tekanan intrakanial ke dalam batas normal, kontrol pendarahan dan
mencegah pendarahan ulang. Indikasi operasi pada cedera kepala harus mempertimbangkan
status neurologis, status radiologis, pengukuran tekanan intrakranial
23
2.10 Prognosis
Perdarahan yang besar jelas mempunyai morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
diperkirakan mortalitas seluruhnya berkisar 26-50%. Mortalitas secara dramatis meningkat pada
perdarahan talamus dan serebelar yang diameternya lebih dari 3 cm, dan pada perdarahan pons
yang lebih dari 1 cm. Untuk perdarahan lobar mortalitas berkisar dari 6-30 %. 4
Kondisi neurologik awal setelah terserang perdarahan juga penting untuk prognosis
pasien. Pasien yang kesadarannya menurun mortalitas meningkat menjadi 63%. Mortalitas juga
meningkat pada perdarahan yang besar dan letaknya dalam, pada fossa posterior atau yang
meluas masuk ke dalam ventrikel. Tiga prediktor utama yang menentukan prognosis pada kasus
perdarahan intraserebral adalah ukuran perdarahan, lokasi dari perdarahan dan status kesadaran
dari penderita.6
24
BAB III
ILUSTRASI KASUS
25
- Keluarga pasien memiliki riwayat hipertensi, yaitu kakak, tetapi sudah meninggal.
- Riwayat DM pada keluarga disangkal
- Riwayat stroke pada keluarga disangkal
- Keluarga pasien tidak pernah mengalami hal serupa seperti pasien
Riwayat Pribadi, Sosial dan Kebiasaan
- Pasien seorang ibu rumah tangga
- Jarang berolahraga
- Pasien tidak perokok
1.1.3 Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalisata
Keadaan Umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : sopor dan tidak koorporatif
GCS : E2V4M1
Keadaan Gizi : Baik
Tinggi Badan :-
Berat Badan :-
Rambut : Hitam dan tidak mudah dicabut
Mata : Sklera ikterik -/-, konjungtiva anemis -/-, refleks cahaya+/+, pupil
isokor
Leher : spasme otot-otot leher (-), spasme otot bahu (-), JVP normal
KGB
Leher : tidak mengalami pembesaran
Aksila : tidak mengalami pembesaran
Inguinal : tidak mengalami pembesaran
Turgor Kulit : Kembali cepat
26
Vital Sign
Nadi : 80 x/mnt
Irama : Regular
RR : 22 x/mnt
TD : 200/110 mmHg
Suhu : 37,4oC.
Thorax
- Paru-paru
Inspeksi : gerakan dinding dada simetris (+/+), Retraksi (-/-), Massa (-/-),
Spider naevi (-), bentuk normal
Palpasi : gerakan dinding dada simetris
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : Vesikular (+/+), Ronki (-/-), Wheezing (-/-).
- Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di linea midclavikularis sinistra SIC 5
Perkusi : Batas atas SIC III linea parasternalis sinistra, Batas bawah SIC V
linea midclavicularis sinistra, Batas kanan SIC IV linea parasternalis dextra, Batas kiri SIC IV
linea axilaris anterior sinistra.
Auskultasi : BJ I-II Regular, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen:
Inspeksi : Perut datar, distensi (-), massa (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi :Supel, nyeri tekan (-), tidak ada pembesaran hepar dan lien
Perkusi : timpani seluruh kuadaran abdomen
- Ekstremitas
Superior : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema -/-, lemah anggota gerak kiri
Inferior : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema -/-, lemah anggota gerak kiri
27
2. Status Neurologi
A. Tanda Rangsangan Salaput Otak
Kaku kuduk : - (tidak temukan tahanan pada tengkuk)
Brudzinski I : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
Brudzinski II : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
Kernig : -/- (tidak terdapat tahanan sblm mencapai 135º/tidak terdapat
tahanan sblm mencapai 135º)
E. Sistem Refleks
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
Biseps Sulit dinilai Sulit dinilai
Triseps Sulit dinilai Sulit dinilai
28
APR Sulit dinilai Sulit dinilai
KPR Sulit dinilai Sulit dinilai
A. Fungsi Otonom
Miksi : Normal
Defekasi : Normal
Sekresi keringat : Normal
B. Fungsi Luhur
Kesadaran Tanda Demensia
Reaksi bicara Sulit untuk dinilai Refleks glabella Sulit untuk dinilai
Fungsi intelek Sulit untuk dinilai Refleks snout Sulit untuk dinilai
Reaksi emosi Sulit untuk dinilai Refleks mengisap Sulit untuk dinilai
Refleks memegang Sulit untuk dinilai
Refleks palmomental Sulit untuk dinilai
29
RENCANA PEMERIKSAAN TAMBAHAN :
CT Scan
MASALAH
o Kelemahan anggota gerak kanan
o Hipertensi
Diagnosis
Diagnosis Klinis :Penurunan kesadaran + Hemiperase dextra tipe LMN
Diagnosis Topik :Putaminal hemorage
Diagnosis Etiologi :Perdarahan intraserebral ( Berlangsung spontan dan mendadak
kedalam perenkim otak yang bukan disebabkan oleh trauma)
Diagnosis Sekunder :Hipertensi
Diferensial diagnosis :-
Prognosa :Malam
PEMECAHAN MASALAH
Terapi
Umum/Suportif :
- Awasi vital sign
- O2 NRM 10 Lpm
- IVFD Nacl 0,9% 20 tpm
- Kateter urin
- Pasang NGT
Khusus :
- Inj. As traneksamat 6 x 1gr
- Inj. citicolin 2 x 500 mg
- Inj. Ranitidin 2 x 1 ampul
- Manitol 0,25 – 1 gram/kgbb iv
- Amlodipin 1 x 10
- Valesco 1 x 160
30
FOLLOW UP
Hari/Tanggal Perkembangan
Rabu, 15/11/2017 S/ Penurunan Kesadaran
O/ GCS: E2V4M1
TD = 200/110 mmHg, N = 80 x/i, RR = 22 x/i, T = 36,00C
A/ Intracerebral Hemorrhage
P/ - drip manitol 4 x 125 gr
- Inj. Citicolin 2 x 500 mg
- Inj. As. Traneksamat 6 x 1 gr
- Inj. Ranitidin 2 x 1 amp
31
BAB IV
ANALISIS KASUS
Ny.S 53 tahun dibawa oleh keluarganya ke UGD RSUD Bangkinang karena lemah
anggota gerak sebelah kanan disertai penurunan kesadaransejak ± 1 jam SMRS yang mendadak
saat sedang makan. Sebelumnya pasien juga sering mengeluhkan sakit kepala, kejang (-),Mual (-
), muntah (+), demam (-), BAK normal (+), BAB normal (+). Pasien memiliki riwayat hipertensi
dan tidak minum obat teratur.
Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menjelaskan bahwa salah satu keluhan
perdarahan intraserebral adalah pasien mengalami penurunan kesadaran, biasanya waktu
serangan terjadi adalah ketika penderita sedang beraktivitas. Pasien juga memiliki riwayat
hipertensi, menurut data epidemiologi penyebab terbanyak perdarahan intraserebral adalah
hipertensi.
Ketika masuk pertama kali TD: 200/110 mmHg, Nadi: 82 x/mnt, RR: 22 x/mnt, T:
37,4oC.ini menandakan bahwa faktor risiko pada Ny.S adalah karena hipertensinya yang tidak
terkontrol. Hipertensi merupakan penyebab terbanyak (72-81%) perdarahan intraserebral.
Hipertensi lama akan menimbulkan lipohialinosis dan nekrosis fibrinoid yang memperlemah
dinding pembuluh darah yang kemudian menyebabkan ruptur intima dan menimbulkan
aneurisma. Selanjutnya dapat menyebabkan mikrohematoma dan edema. Hipertensi kronik dapat
juga menimbulkan aneurisma-aneurisma kecil (diameternya 1 mm) yang tersebar di sepanjang
pembuluh darah, aneurisma ini dikenal sebagai aneurisma Charcot Bouchard.
Pada saat melakukan maneuver doll’s eyes atau untuk menilai terjadi disfungsi struktur
otak, respon pasien adalah negatif yang artinya bola mata tetap simetris saat kepala digerakkan
ke kiri dan kanan. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyebutkan bahwa pada pasien
yang mengalami perdarahan intraserebri tidak ditemukan adanya gangguan nervus
oculomotorius, trochlearis, dan abdusen.Pada pemeriksaan tes jatuh, tes nyeri dan tes posisi
didapatkan hasil lateralisasi ke dextra.Pada pemeriksaan refleks patologis, ditemukan refleks
babinski (+).
32
Pasien didiagnosis dengan Perdarahan intraserebral dan hemiparese dextra berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan status neurologis, dan pemeriksaan penunjang
berupact-scan. Pada anamnesis didapatkan penurunan kesadaran secara tiba-tiba, yang diawali
dengan nyeri kepala hebat dan muntah-muntah. Hal ini sesuai dengan teori bahwa stroke
perdarahan intraserebral biasanya disertai dengan penurunan kesadaran yang secara keseluruhan
minimal terdapat pada 60% kasus. Sakit kepala hebat dan muntah yang merupakan tanda
peningkatan tekanan intrakranial dijumpai pada PIS. Namun, tidak adanya sakit kepala dan
muntah tidak menyingkirkan PIS, sebaliknya bila dijumpai akan sangat mendukung
diagnosis.Ditambah dengan adanya pemeriksaan fisik yang ditemukan lateralisasi ke sinistra dan
refleks patoligis berupa babinsik (+).Namun, tidak dilakukan pemeriksaan ct-scan untuk
menentukan letak perdarahannya dimana.
Pada siriraj score didapatkan SSS = (2,5x2) + (2x1) + (2x1) + 10% (100) – (3x0) – 12 =
5+2+2+10-0-12 = 7. Kesimpulan: Stroke Hemoragik.
Penatalaksanaan pada Ny.S adalah dirawat di ruang intensive care unit (ICU). Inj. As
traneksamat 6 x 1gr, Inj. citicolin 2 x 500 mg, Inj. Ranitidin 2 x 1 ampul, Manitol 4 x 125 gram,
amlodipin 1 x 10 dan valesco 1 x 160. Pemberian neuroprotektor seperti citicoline diharapkan
mencegah kerusakan sel saraf lebih lanjut sekaligus mengembalikan fungsi sel saraf yang
mengalami kerusakan.Mannitol diberikan jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.Asam
traneksamat merupakan obat anti fibrinolitik digunakan untuk menghentikan perdarahan dan
pemberian obat antihipertensi diberikan untuk menstabilkan tekanan darah pada Ny.S agar tidak
memperburuk kondisi Ny.S.semua terapi yang diberikan sudah sesuai teori yang ada tentang
perdarahan intraserebral.
33
BAB V
KESIMPULAN
Pada pasien PIS akan terlihat gejala seperti penurunan kesadaran, kejang, afasia,
kelemahan pada salah satu sisi tubuh dan dapat menyebabkan kematian, sehingga pada penderita
PIS diperlukan penanganan yang tepat dan cepat untuk mencegah terjadinya perburukan serta
menurunkan angka mortalitas. Kondisi neurologik awal setelah terserang perdarahan juga
penting untuk prognosis pasien.
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Kementerian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian kesehatan RI. 2013
2. Jauch, EC, et al. HemorrhageStroke. Medscape, 2016. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/1916852-overview#a1 [diakses pada tanggal
14Februari 2017]
3. MacKay J, Mensah GA. World Health Organization. Global Burden of Stroke. The Atlas
of Heart Disease and Stroke. Available
at http://www.who.int/cardiovascular_diseases/en/cvd_atlas_15_burden_stroke.pdf.
[diakses pada tanggal 14 Februari 2017]
4. Liebeskind. D.S. Intracranial Hemmorhage. Medscape, 2016. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/1916852-overview#a1 [diakses pada tanggal
24Februari 2017
5. Mardjono, Mahar. Mekanisme Gangguan Vaskuler Susunan Saraf dalam Neurologi
Klinis Dasar Edisi Kesebelas. Dian Rakyat. 2006.
6. Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis. 2011. Cetakan Kelima. Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia. h 85-91
35