Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Apendisitis adalah peradangan dari apendik verivormis dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering.1 salah satu komplikasi dari apendisitis
akut itu sendiri apendisitis infiltrate yang mana dikatakan apendisitis infiltrate jika
terjadi proses radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum
dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehinggamembentuk massa (appendiceal
mass). Umumnya massa apendiks terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan mulai
apabila tidak terjadi peritonitis umum.2
Apendisitis umumnya dapat didiagnosa dengan anamnesis lengkap diikuti
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Tapi dapat juga merupakan suatu
penyakit yang sulit didiagnosa.
Insiden apendisitis infiltrate dalam sejumlah laporan memperlihatkan hanya
sedikit fluktuasi dalam 30 tahun terakhir, stabil pada 25-30 %. Apendisitis dengan
bukti nyata teraba masa terdapat pada 1-13 % dari penderita apendisitis.3,4
Penatalaksaannya untuk apendisitis infiltrate tidak diperlukan tindakan
pembedahan yang terburu-buru, namun harus membiarkan masa pada apendiks
tenang dengan cara di followup terus pembesaran masa, tanda radang seperti
demam, adanya distensi ataupun defens muscular serta di tambah dengan
peningkatan leukosit serta ukuran massa pada hasil USG. Tidak lupa untuk
memberikan antibiotic serta membiarkan pasien bedrest total agar mempercepat
proses radangnya dan dapat direncakan kapan tindakan pembedahan dilakukan.5,6

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
Appendix vermicularis adalah divertikulum intestinal yang berukuran kurang
lebih 6 – 10 cm dan terletak pada caecum. Organ ini berbentuk tabung dengan lumen
yang sempit pada bagian proximal dan melebar pada bagian distal, kapasitas appendix
sendiri kurang lebih 0,1 ml. Organ ini tersusun dari jaringan limfoid dan merupakan
bagian integral dari GALT (Gut-Associated Lymphoid Tissue). Lokasi appendix
terbanyak berasal dari bagian posteromedial caecum, di bawah ileocaecal junction.
Appendix sendiri memiliki mesenterium yang mengelilinginya, yang disebut
mesoappendix, yang berasal dari bagian posterior mesenterium yang mengelilingi ileum
terminalis. Posisi terbanyak dari appendix sendiri adalah retrocaecal, namun demikian
ada variasi dari lokasi appendix ini.1,2

65% dari posisi appendix terletak intraperitoneal sementara sisanya


retroperitoneal. Di sini variasi posisi appendix menentukan gejala yang akan muncul
saat terjadi peradangan. Beberapa variasi posisi appendix terhadap caecum adalah
sebagai berikut :

1. Retrocaecal (65%)
2. Pelvinal
3. Antecaecal
4. Preileal
5. Postileal

2
Gambar 1. Variasi Posisi Appendix

Posisi terbanyak adalah retrocaecal, namun demikian posisi appendix dapat


ditemukan dengan menelusuri ketiga taenia yang terdapat pada caecum (dan
colon), yaitu taenia colica, taenia libera, dan taenia omental.

Vaskularisasi appendix berasal dari arteri ileocolica yang merupakan


cabang dari arteri mesenterika superior. Cabang arteri ileokolika ini disebut arteri
appendicularis, dengan aliran venanya berasal dari vena ileocolica dan akan
kembali ke vena mesenterika superior. A. appendicularis ini tidak memiliki
kolateral sehingga ketika terjadi oklusi apapun penyebabnya, maka mudah terjadi
iskemia dan gangren, hingga akhirnya perforasi. Persarafan parasimpatis berasal
dari cabang n. vagus yang mengikuti a. mesenterica superior dan a.

3
appendicularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n. torakalis X. Oleh
karena itu, nyeri visceral pada appendicitis bermula di sekitar umbilicus.5,6

2.2 Fisiologi Appendix

Appendix menghasilkan lendir / mucus setiap harinya sejumlah 1 – 2 cc


per hari, di mana kelebihan dari mucus akan mengalir dari lumen ke caecum.
Adanya obstruksi pada jalur inilah yang menyebabkan terjadinya peradangan pada
appendix. 2,7

Salah satu hal lain yang dilakukan appendix adalah menghasilkan


Immunoglobulin sekretoar, yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid
tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk appendix, yaitu IgA.
Immunoglobulin berfungsi sebagai pertahanan terhadap infeksi. Namun demikian,
pengangkatan appendix tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah
jaringan limfoid disini sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlahnya di
saluran cerna dan di seluruh tubuh, sehingga hilangnya appendix tidak
menimbulkan perubahan yang bermakna.8

2.3 Definisi Appendisitis Infiltrat

infiltrat/massa yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari


Appendix yang meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus atau
usus besar. Umumnya massa Appendix terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan
mulai apabila tidak terjadi peritonitis umum. Massa Appendix lebih sering
dijumpai pada pasien berumur lima tahun atau lebih karena daya tahan tubuh telah
berkembang dengan baik dan omentum telah cukup panjang dan tebal untuk
membungkus proses radang.2,9

Proses radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum


dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga membentuk massa
(appendiceal mass). Umumnya massa apendiks terbentuk pada hari ke-4 sejak
peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis umum. Massa apendiks lebih
sering dijumpai pada pasien berumur lima tahun atau lebih karena daya tahan

4
tubuh telah berkembang dengan baik dan omentum telah cukup panjang dan tebal
untuk membungkus proses radang.

2.4 Etiologi
Penyebab appendicitis yang terutama adalah infeksi bakteri yang didahului
dengan obstruksi pada lumen appendix. Obstruksi ini menyebabkan stasis cairan
dan distensi dari appendix sehingga menyebabkan pendarahan terganggu akibat
vena dan arteri tertekan oleh distensi dan edema yang terjadi. Akibatnya terjadi
stasis mucus dan penurunan suplai darah appendix yang memudahkan terjadinya
infeksi sekunder oleh bakteri yang kemudian menyebabkan terjadinya peradangan
appendix. Penyebab obstruksi lumen appendix antara lain adalah : 3,8,10

 Fecalith
 Parasit
 Benda – benda asing
 Hiperplasia jaringan limfoid
Insidensi terjadinya appendicitis yang berhubungan dengan
hyperplasia jaringan limfoid biasanya disebabkan oleh reaksi limfatik baik
lokal atau general, misalnya akibat infeksi Yersinia, Salmonella, dan
Shigella; atau akibat invasi parasit seperti Entamoeba, Strongyloides,
Enterobius vermicularis, Schistosoma, atau Ascaris. Appendicitis juga
dapat diakibatkan oleh infeksi virus enteric atau sistemik, seperti measles,
chicken pox, dan cytomegalovirus.

 Tumor / Carcinoid tumor


Adalah neoplasma yang sering ditemui pada usus halus dan
appendix, bila carcinoid tumor ini mengobstruksi lumen appendix maka
dapat terjadi appendicitis juga.

Obstruksi dari hal – hal ini menyebabkan terjadinya stasis dan penimbunan
mukus pada lumen appendix yang kemudian menyebabkan gejala – gejala, di
mana biasanya akan terjadi infeksi sekunder oleh bakteri, bakteri yang sering
dapat ditemukan antara lain adalah :

5
Tabel 1. Bakteri yang diisolasi / sering ditemui pada appendicitis

Bakteri aerob fakultatif Bakteri anaerob

 Escherichia coli  Bacteroides fragilis


 Viridans streptococci  Peptostreptococcus micros
 Pseudomonas aeruginosa  Bilophila species
 Enterococcus  Lactobacillus species
Jadi etiologi terbanyak dari appendicitis adalah obstruksi, namun bukan
tidak mungkin terjadi proses inflamasi yang tidak melibatkan obstruksi lumen
terlebih dahulu, hal in dapat terjadi jika memang ada penyebaran infeksi langsung
ke appendix misalnya, baik virus maupun bakteri.

2.5 Patofisiologi

Bila semua proses patofisiologi Appendicitis berjalan lambat, omentum dan


usus yang berdekatan akan bergerak kearah Appendix hingga timbul suatu massa
lokal yang disebut Appendicularis infiltrat. Peradangan Appendix tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang.11
Appendicularis infiltrat merupakan tahap patologi Appendicitis yang dimulai
dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding Appendix dalam waktu 24-48
jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses
radang dengan menutup Appendix dengan omentum, usus halus, atau Adnexa
sehingga terbentuk massa periappendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis
jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk
abscess, Appendicitis akan sembuh dan massa periappendikular akan menjadi
tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. 12
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan Appendix lebih panjang,
dinding Appendix lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan
tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada
orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.13
Kecepatan terjadinya peristiwa tersebut tergantung pada virulensi
mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding Appendix, omentum,
usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti Vesika urinaria,

6
uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan ini. Bila
proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan timbul
peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup
kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu
penderita harus benar-benar istirahat (bedrest). 2,6,14
Appendix yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan
bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan
mengalami eksaserbasi akut. 10

2.7 Diagnosis
Cara menegakkan diagnosis untuk kasus appendicitis infiltrate dengan cara
anamnesis yang tepat, pemeriksaan fisik disertai pemeriksaan penunjang. Riwayat
klasik Appendicitis akut, yang diikuti dengan adanya massa yang nyeri di region
iliaka kanan dan disertai demam, mengarahkan diagnosis ke massa atau abscess
Appendikuler. Penegakan diagnosis didukung dengan pemeriksaan fisik maupun
penunjang. Kadang keadaan ini sulit dibedakan dengan karsinoma Caecum,
penyakit Crohn, amuboma dan Lymphoma maligna intra abdomen. Perlu juga
disingkirkan kemungkinan aktinomikosis intestinal, enteritis tuberkulosa, dan
kelainan ginekolog seperti Kehamilan Ektopik Terganggu (KET), Adnexitis dan
Kista Ovarium terpuntir . Kunci diagnosis biasanya terletak pada anamnesis yang
khas.18Tumor Caecum, biasanya terjadi pada orang tua dengan tanda keadaan
umum jelek, anemia dan turunnya berat badan. Hal ini perlu dipastikan dengan
colon in loop dan benzidin test. Pada anak-anak tumor Caecum yang sering adalah
sarcoma dari kelenjar mesenterium. Pada Appendicitis tuberkulosa, klinisnya
antara lain keluhan nyeri yang tidak begitu hebat disebelah kanan perut, dengan
atau tanpa muntah dan waktu serangan dapat timbul panas badan, leukositosis
sedang, biasanya terdapat nyeri tekan dan rigiditas pada kuadran lateral bawah
kanan, kadang-kadang teraba massa.2,5,6,9,10,11,13
Massa Appendix dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan:
1. keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi;

7
2. pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat
tanda-tanda peritonitis;
3. laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat
pergeseran ke kiri.
Massa Appendix dengan proses radang yang telah mereda dengan ditandai
dengan:
1. keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak
tinggi lagi;
2. pemeriksaan lokal abdomen tenang, tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan
hanya teraba massa dengan batas jelas dengan nyeri tekan ringan
3. laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.

a. Manifestasi klinis
Appendisitis infiltrat didahului oleh keluhan appendisitis akut yang
kemudian disertai adanya massa periapendikular. Gejala klasik
Appendicitis akut biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau
periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri
beralih ke kuadran kanan, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan
atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang
tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi tetapi kadang-
kadang terjadi diare, mual dan muntah. Pada permulaan timbulnya
penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam
beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan semakin progresif.1,2,8

b. Pemeriksaan fisik
- Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5C. Bila suhu
lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan
suhu axillar dan rektal sampai 1C. Pada inspeksi perut tidak
ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita
dengan komplikasi perforasi. Appendicitis infiltrat atau adanya
Appendicular abscess terlihat dengan adanya penonjolan di perut
kanan bawah.10

8
- Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan,
bisa disertai nyeri lepas. Defence muscular menunjukkan adanya
rangsangan peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah ini
merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan
dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing.
Pada Appendicitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam
untuk menentukan adanya rasa nyeri. 7,8
- Jika sudah terbentuk abscess yaitu bila ada omentum atau usus lain
yang dengan cepat membendung daerah Appendix maka selain ada
nyeri pada fossa iliaka kanan selama 3-4 hari (waktu yang dibutuhkan
untuk pembentukan abscess) juga pada palpasi akan teraba massa yang
fixed dengan nyeri tekan dan tepi atas massa dapat diraba. Jika
Appendix intrapelvinal maka massa dapat diraba pada RT(Rectal
Toucher) sebagai massa yang hangat.7
- Peristaltik usus sering normal, peristaltik dapat hilang karena ileus
paralitik pada peritonitis generalisata akibat Appendicitis perforata.
Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa
dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada Appendicitis pelvika. 2,5
- Pada Appendicitis pelvika tanda perut sering meragukan, maka kunci
diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Colok
dubur pada anak tidak dianjurkan. Pemeriksaan uji psoas dan uji
obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk
mengetahui letak Appendix.
c. Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan Laboratorium, pada darah lengkap didapatkan leukosit ringan
umumnya pada apendisitis sederhana. Lebih dari 13.000/mm3 umumnya
pada apendisitis perforasi. Tidak adanya leukositosis tidak menyingkirkan
apendisitis. Hitung jenis leukosit terdapat pergeseran kekiri. Pada
pemeriksaan urin, sedimen dapat normal atau terdapat leukosit dan
eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang menempel pada
ureter atau vesika.13

9
 foto polos abdomen dikerjakan apabila hasil anamnesa atau pemeriksaan
fisik meragukan. Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran
perselubungan mungkin terlihat ”ileal atau caecal ileus” (gambaran garis
permukaan air-udara disekum atau ileum). 2,7,9
 USG atau CT Scan. USG dilakukan khususnya untuk melihat keadaan
kuadran kanan bawah atau nyeri pada pelvis pada pasien anak atau wanita.
Adanya peradangan pada apendiks menyebabkan ukuran apendiks lebih
dari normalnya (diameter 6mm). Kondisi penyakit lain pada kuadran
kanan bawah seperti inflammatory bowel desease, diverticulitis cecal,
divertikulum meckel’s, endometriosis dan pelvic Inflammatory Disease
(PID) dapat menyebabkan positif palsu pada hasil USG.14
 Pada CT Scan khususnya apendiceal CT, lebih akurat dibanding USG.
Selain dapat mengidentifikasi apendiks yang mengalami inflamasi
(diameter lebih dari 6 mm) juga dapat melihat adanya perubahan akibat
inflamasi pada periapendik.
 Pemeriksaan Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan
awal untuk menyingkirkan kemungkinan adanya karsinoma colon.5 Tetapi
untuk apendisitis akut pemeriksaan barium enema merupakan
kontraindikasi karena dapat menyebabkan rupture apendiks.

2.8 Penatalaksanaan

Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat Appendix menjadi


dilindungi oleh omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula, massa
yang terbentuk tersusun atas campuran bangunan-bangunan ini dan jaringan
granulasi dan biasanya dapat segera dirasakan secara klinis. Jika peradangan pada
Appendix tidak dapat mengatasi rintangan-rintangan sehingga penderita terus
mengalami peritonitis umum, massa tadi menjadi terisi nanah, semula dalam
jumlah sedikit, tetapi segera menjadi abscess yang jelas batasnya. 10
Urutan patologis ini merupakan masalah bagi ahli bedah. Masalah ini adalah
bilamana penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli bedah akan mengoperasi
untuk membuang Appendix yang mungkin gangrene, dari dalam massa perlekatan
ringan yang longgar dan sangat berbahaya, dan karena massa ini telah menjadi

10
lebih terfiksasi, sehingga membuat operasi berbahaya maka harus menunggu
pembentukan abscess yang dapat mudah didrainase.2,4,7
Massa Appendix terjadi bila terjadi Appendicitis gangrenosa atau
mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus.
Pada massa periappendikular yang pendindingannya belum sempurna, dapat
terjadi penyebaran pus keseluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti
peritonitis purulenta generalisata. Pada anak, dipersiapkan untuk operasi dalam
waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan massa periappendikular yang
terpancang dengan pendindingan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan
diberi antibiotik sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya
peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikular hilang, dan
leukosit normal, penderita boleh pulang dan Appendectomy elektif dapat
dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan
sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abscess Appendix. Hal ini
ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan
teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit.
Tatalaksana Appendicular infiltrat pada anak-anak sampai sekarang masih
kontroversial. Dari hasil penelitian kasus terapi Appendicular infiltrat pada anak-
anak, kebanyakan adalah konservatif yaitu dengan observasi ketat dan antibiotik,
dengan cairan intravena, dan pemasangan NGT bila diperlukan. Konservatif
berlangsung selama ± 6 hari di rumah sakit, lalu direncanakan untuk dilakukan
Appendectomy elektif setelah 4-6 minggu kemudian untuk mencegah
kemungkinan risiko rekurensi dan perforasi yang lebih luas. Dari hasil penelitian
komplikasi setelah operasi dengan penanganan konservatif terlebih dahulu lebih
sedikit bila dibandingkan dengan terapi pembedahan segera seperti cedera pada
ileum (Ileal injury), abses intrabdominal, infeksi karena luka saat operasi.
Sehingga terapi non-operatif pada appendicular infiltrat yang diikuti dengan
Appendectomy elektif merupakan metode yang aman dan efektif. Terapi tersebut
sama dengan pada orang dewasa yaitu dengan konservatif terlebih dahulu yang
diikuti dengan appendectomy elektif. Hal ini dikarenakan untuk mencegah
komplikasi post operasi dan risiko dari prosedur pembedahan yang besar
(extensive).2

11
Pada anak-anak, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang
menjadi abscess, dianjurkan untuk operasi secepatnya. Pada penderita dewasa,
appendectomy direncanakan pada Appendicular infiltrat tanpa pus yang telah
ditenangkan. Sebelumnya pasien diberikan antibiotik kombinasi yang aktif
terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8
minggu kemudian dilakukan Appendectomy.20

Akhir-akhir ini terdapat manajement terapi yang terbaru yaitu dengan PLD
(Primary Laparoscopic Drainage) yang dapat diikuti dengan LA (Laparoscopic
Appendectomy). PLD ini rata-rata memakan waktu operasi sekitar 80-100 menit,
makanan oral dapat diberikan 2-3 hari setelah PLD, penurunan panas badan
pasien menjadi afebril pada 4-7 hari setelah PLD, antibiotik intravena dapat
dilepas 4-5 hari setelahnya, perawatan di rumah sakit antara 7-15 hari. PLD ini
tidak terbukti terdapat komplikasi selama intra maupun post operasi, sedangkan
bila dilanjutkan dengan LA, komplikasi yang dapat terjadi adalah adhesi obstruksi
usus.2,12,14

Bila sudah terjadi abscess, dianjurkan untuk drainase saja dan Appendectomy
dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak ditemukan keluhan
atau gejala apapun, dan pemeriksaan fisik dan laboratorium tidak menunjukkan
tanda radang atau abses, dapat dipertimbangkan membatalkan tindakan bedah.

Penderita periapendikular infiltrat diobservasi selama 6 minggu tentang :

- LED
- Jumlah leukosit
- Massa

Periapendikular infiltrat dianggap tenang apabila :

- Anamesa : penderita sudah tidak mengeluh sakit atau nyeri abdomen


- Pemeriksaan fisik : Keadaan umum penderita baik, tidak terdapat
kenaikan suhu tubuh (diukur rectal dan aksiler)
- Tanda-tanda apendisitis sudah tidak terdapat

12
- Massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa tetap ada tetapi
lebih kecil dibanding semula.
- Laboratorium : LED kurang dari 20, Leukosit normal

Kebijakan untuk operasi periapendikular infiltrat :

- Bila LED telah menurun kurang dari 40


- Tidak didapatkan leukositosis
- Tidak didapatkan massa atau pada pemeriksaan berulang massa sudah
tidak mengecil lagi.

Bila LED tetap tinggi ,maka perlu diperiksa :

- Apakah penderita sudah bed rest total


- Pemberian makanan penderita
- Pemakaian antibiotik penderita
- Kemungkinan adanya sebab lain.

Bila dalam 8-12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat atau tidak ada
perbaikan, operasi tetap dilakukan. Bila ada massa periapendikular yang fixed, ini
berarti sudah terjadi abses dan terapi adalah drainase.

13
BAB III

ILUSTRASI KASUS

Identitas Pasien
Nama : Tn.AW
Umur : 40 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Makmur
Tanggal Masuk RS : 5 maret 2018

Keluhan Utama
PBM via IGD RSUD Kota Dumai dengan keluhan nyeri pada perut kanan bawah
sejak 7 hari yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang


PBM via IGD RSUD Kota Dumai dengan keluhan nyeri pada perut kanan bawah
sejak 7 hari yang lalu. Nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk, terus menerus dan
kadang menyebar ke seluruh lapang perut. bartambah nyeri dengan perubahan
posisi dan terasa ringan bila dibawa istirahat. Nyeri perut yang dialami pasien
disertai dengan adanya terasa pembengkakan di perut bagian kanan bawahnya
yang terasa sangat nyeri bila ditekan. Pembengkakan yang dirasakan pasien baru
disadari ± 3 hari sblm masuk rumah sakit. 4 hari yang lalu pasien mengeluhkan
BAB cair namun masih ada ampas, darah (-), berwarna kehijauan (-), keluhan
BAB cair paling panyak sehari 3-4 kali disertai nyeri perut/mules. Mual (-),
muntah (-) demam ± 2 hari yang lalu,hilang timbul,tidak terlalu tinggi dan tidak
menggigil. sakit kepala(-), Perut kembung (-), BAK (+) , penurunan berat badan
(+). Penurunan selera makan (-). Riwayat sering diare(-), riwayat sering konstipasi
(-), feses seperti kotoran kambing (-), sering merasa letih dan lesu (-), nyeri daerah
bokong (-).

14
Riwayat Penyakit Dahulu
- pasien belum pernah mengeluhkan hal serupa sebelumnya.
- riwayat sakit maagh disangkal
- riwayat sering perdarahan disangkal
- riwayat penyakit gula (-)
- riwayat penyakit darah tinggi (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

- Tidak ada anggota keluarga yang mengeluhkan keluhan serupa.


- Tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit keganasan sekitar
perut

Riwayat Psikososial
- pasien mengaku tidak terlalu suka makan sayur
- pasien mengaku sering mengalami mengedan saat Bab

Pemeriksaan Fisik

Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis
Keadaan gizi : Baik

Vital sign
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Frekuensi napas : 20 x/menit
Nadi : 70 x/menit
Suhu : 38,2 0C

Pemeriksaan kepala
• Mata: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

15
• Mulut : kering (-), sianosis(-)
Pemeriksaan leher
• Pemebesaran KGB (-)
Pemeriksaan toraks
• Inspeksi: simestris kanan-kiri, tidak tampak jejas trauma
• Palpasi: vokal fremitus simestris kanan-kiri, tidak teraba krepitasi
• Perkusi : sonor dikedua lapangan paru
• Auskultasi : vesikuler (+/+) , ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Pemeriksaan jantung

• Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat.


• Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
• Perkusi : Batas jantung kanan : Para strernal dekstra ICS IV ,Batas
jantung kiri : Midclavicula sinistra ICS III, Batas atas: Para sternal
sinistra ICS
• Auskultasi : Bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Pemeriksaan abdomen
• Inspeksi: tidak tampak jejas trauma, benjolan dan tanda-tanda radang (-
), distensi (-)
• Auskultasi : Bising Usus (+) normal
• Perkusi : Timpani
• Palpasi : Nyeri tekan (+), Nyeri lepas (+), teraba masa dikanan bawah
berukuran diameter ±6 cm, permukaan rata, konsistensi
kenyal,immobile(+). Defans Muscular (-)
• Obturator sign (+)
• Psoas sign (+)
• Blomberg sign (+)
• Rovsing sign (+)
Pemeriksaan ekstremitas
• Superior : Akral hangat, CRT <2”, edema (-)
• Inferior : Akral hangat, CRT <2”, edema (-)
Pemeriksaan anus :
Rectal touche: Tidak dilakukan

16
Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan darah rutin (5-3-2018)

Hematologi

Hemoglobin 9,7 gr/dl

Leukosit 7.300 mm3

Trombosit 325.000

Eosinofil 0%

Basofil 0%

Netrofil batang 1%

Netrofil segement 82 %

Limfosit 12 %

Monosit 5%

Hematokrit 30 %

Hemostasis

Massa Perdarahan 3’

Massa Pembekuan 3’

Gula darah Sewaktu 98 mg/dl

Faal Ginjal

Ureum 18 mg/dl

Kreatinin 0,4 mg/dl

 Pemeriksaan darah rutin (7-3-2018)

Hematologi

Hemoglobin 9,5 gr/dl

Leukosit 9.300 mm3

17
Trombosit 330.000

Eosinofil 2%

Basofil 0%

Netrofil batang 0%

Netrofil segement 84 %

Limfosit 10 %

Monosit 4%

Hematokrit 29 %

 Pemeriksaan darah rutin (11-3-2018)

Hematologi

Hemoglobin 10,2 gr/dl

Leukosit 9.100 mm3

Trombosit 385.000

Eosinofil 0%

Basofil 0%

Netrofil batang 1%

Netrofil segement 79 %

Limfosit 10 %

Monosit 10%

Hematokrit 31 %

 USG abdomen: tanggal 12-3-20

18
Kesan :
Tampak masa ukuran 35,0mm x 34,4 mm x 12,5 mm di abdomen bawah 
suspek appendicitis infiltrate

Diagnosis Kerja : Appendisitis infiltrate

Penatalaksanaan IGD
Medikamentosa
- Inj. Ranitidin 1 amp
- Ranitidin tab 2x1
- Pct tab 3x1
Non medikamentosa
- Bed rest total

Penatalaksanaan di Bangsal Bedah


Medikamentosa
- IUFD Rl 20 tpm
- Inj.levofloxacin 750 1x1
- Inj metronidazol 1 flash 3x1
- Inj.Ranitidine 1 amp 2x1
- Inj.ketorolac amp 2x1
- Paracetamol tab 500 mg 3x1
Non medikamentosa

19
- Bedrest total

Prognosis
Dubia ad bonam

20
BAB IV
PEMBAHASAN

Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki dengan diagnosis appendicitis


infiltrate ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
penunjang.
Dari anamnesis didapatkan pasien mengeluhkan nyeri perut kanan bawah
sejak 7 hari yang lalu. Nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk, terus menerus dan
kadang menyebar ke seluruh lapang perut. bartambah nyeri dengan perubahan
posisi dan terasa ringan bila dibawa istirahat. Nyeri perut yang dialami pasien
disertai dengan adanya terasa pembengkakan di perut bagian kanan bawahnya
yang terasa sangat nyeri bila ditekan yang didukung dalam pemeriksaan
penunjang USG memang didapatkan adanya massa appendisitits.
Menurut teori teori appendicitis infiltrate ditegakkan dengan adanya
anamnesis berupa nyeri perut kanan bawah, adanya mual muntah, demam,
penurunan nafsu makan yang gejalanya sama dengan appendicitis ditambah
dengan adanya teraba masa pada perut kanan bawah yang ditunjang dengan
pemeriksaan USG.

21
BAB V
KESIMPULAN

Proses radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum


dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga membentuk massa
(appendiceal mass). Umumnya massa apendiks terbentuk pada hari ke-4 sejak
peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis umum. Massa apendiks lebih
sering dijumpai pada pasien berumur lima tahun atau lebih karena daya tahan
tubuh telah berkembang dengan baik dan omentum telah cukup panjang dan tebal
untuk membungkus proses radang.

Etiologi dan patofisiologi appendisitis infiltrat diawali oleh adanya


apendisitis akut. Dimulai dari acute focal apendicitis  acute suppurative
apendicitis  gangrenous apendicitis (tahap pertama dari apendisitis yang
mengalami komplikasi)  dapat terjadi 3 kemungkinan : perforated apendicitis,
terjadi penyebaran kontaminasi didalam ruang atau rongga peritoneum akan
menimbulkan peritonitis generalisata, terjadi apendisitis infiltrat jika pertahanan
tubuh baik (massa lama kelamaan akan mengecil dan menghilang)

Appendisitis infiltrat dapat didiagnosis dengan didasari anamnesis adanya


riwayat apendisitis akut dengan tanda khasnya, pemeriksaan fisik dan penunjang
yang mendukung.

Terapi appendisitis infiltrat adalah operasi elektif appendiktomy jika


massa dianggap tenang dengan sebelumnya diberikan terapi konservatif dengan
kombinasi antibiotik dosis tinggi untuk kuman aerob dan anaerob selama 6-8
minggu. Apabila massa mengecil pembedahan dapat dibatalkan tetapi apabila
massa tetap dan nyeri perut pasien bertambah berarti sudah terjadi abses dan
massa harus segera dibuka dan dilakukan drainase.

22
DAFTAR PUTAKA

1. Mansjoer, arif, dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta


2. Rasjad C. Hernia. Dalam : Sjamsuhidajat R, Jong WD, editor. Buku Ajar
Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG; 2004;
hal. 523
3. Appendicitis infiltrate: Anatomy and Management Accesed on 1st January
2013 Available at http://www.medscape.com/viewarticle/420354_4
4. A. Mansjoer, Suprohaita, W.K. Wardhani, W. Setiowulan. Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi III, Jilid II. Penerbit Media Aesculapius, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2000. Hal 313-317
5. Brian W. Ellis & Simon P-Brown. Emergecy surgery. Edisi XXIII.
Penerbit Hodder Arnold. 2006.
6. Anonim, . Ilmu Bedah dan Teknik Operasi. Bratajaya Fakultas Kedokteran
UNAIR. Surabaya.
7. Anonim, 2004. Appendicitis. U.S. Department Of Health and Human
Services. National Institute of Health. NIH Publication No. 04–4547.June
2004
8. Hugh, A.F.Dudley. 1992. Ilmu Bedah Gawat Darurat edisi kesebelas.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
9. Itskowiz, M.S., Jones, S.M., 2004. Appendicitis. Emerg Med 36 (10): 10-
15.
10. Jehan, E., 2003. Peran C Reaktif Protein Dalam Menentukan Diagnosa
Appendisitis Akut. Bagian Ilmu bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatra Utara.
11. Lugo,. V.H., 2004. Periappendiceal Mass. Pediatric Surgery Update.
Vol.23 No.03 September 2004.
12. Mansjoer,A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid
Kedua. Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta.

23
13. Reksoprodjo, S., dkk.1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Bedah
Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Bina Rupa
Aksara. Jakarta.
14. Schwartz, Spencer, S., Fisher, D.G., 1999. Principles of Surgery sevent
edition. Mc-Graw Hill a Division of The McGraw-Hill Companies.
Enigma an Enigma Electronic Publication.

24

Anda mungkin juga menyukai