Anda di halaman 1dari 31

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR A

PEMBUANGAN KOTORAN MANUSIA

Disusun oleh :

Kelompok 2

- Aprila Yuliade (P2 31 33 117 006)


- Bunga Dewi Arum Sari (P2 31 33 117 008)
- Dede Wahyu Alamsyah (P2 31 33 117 010)
- Hamida Puspita Harti (P2 31 33 117 015)
- Hasti Amalia (P2 31 33 117 016)
- Ibnu Akil (P2 31 33 117 018)

2 DIV A

Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Jakarta II


Jurusan Kesehatan Lingkungan
Jalan Hang Jebat III Blok F No.3, RT.4/RW.8, Gunung, Kebayoran
Baru, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Peraturan Perundang – undangan Kesehatan

a. Ketentuan Umum

 Pasal 1

Dengan undang-undang ini yang dimaksud dengan :

1. Kesehatan adalah keadaan kesejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup yang produktif secara social dan
ekonomis.

2. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan


memungkinkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atu
masyarakat.

3. Tonga kesehatan adalah setiap orang yang mengadakan dire dalam


bidang kesehatan serta gemlike pengetahuan dan atau keterampilan
melalui pendidikan dibidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

4. Sarana kesehatan dalam tempat yang digunakan untuk


menyelenggarakan upaya kesehatan.

5. Tranplansi adalah rangkaian tindakan medis untuk memindahkan organ


dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain atau
tubuh sendiri dalam rangka pengobatan untuk menggantikan organ dan
atau jaringan tubuh yang tidak befogs lebih baik.

6. Implan adalah bahan berupa obat dan atau alat kesehatan yang
ditanamkan ke dalam jaringan tubuh untuk jaringan memelihara
kesehatan, pengetahuan dan penyembuhan penyakit pemulihan
kesehatan dan atau kosmetika.

7. Penobatan Tradisional adalah pengobatan dan atau peratan dengan Cara,


obat dan peralatan dengan Cara, obat dan pengobatannya yang mengacu
kepada pengalaman dan keterampilan turun-temurun, dan diterapkan
dengan Norma yang berlaku dalam masyarakat.

8. Kesehatan Marta adalah upaya kesehatan yang dilakukan untuk


meningkatkan kemampuan fisik dan mental guna menyesuaikan diri
terhadap lingkungan yang berubah secara bermakna baik lingkungan
darat, udara, angkasa, maupun air.

9. Sedian Farmasi adalah obat, bahan obat, obat taradisional, dan


kosmetika.

10. Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galanek) atau
campuran dari bahan tersebut yang secara turun-menurun talah
digunakan untuk penobatan berdasarkan pengalaman.
11. Alat Kesehatan adalah instrument, apparatus mesin Implan yang tidak
mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,
menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit serta
memulihkan kesehatan pada manusia dan atau untuk membentuk struktur
dan memperbaiki fungi tubuh.

12. Zat adiktip adalah bahan yang penggunaannya dapat menimbulkan


ketergantungan fisik tubuh.

13. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu


sediaan farmasi, pengamanan pengadaan, penyimpanan dan ditribusi
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional.

14. Penbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang


diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.

15. Jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat adalah suatu cara


penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan yang paripurna berdasarkan
asas usaha bersamaan kekeluargaan, yang berkesinambungan dan
dengan mutu yang terjamin serta pembiayaan yang dilaksanakan secara
praupaya.

b. Asas dan Tujuan

 Pasal 2

Pembangunan kesehatan diselenggarakan berdasarkan kemanusiaan yang


berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, manfaat, usaha bersama dan
kekeluargaan, adil dan merata, perikehidupan dalam keseimbangan, serta
kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri.

 Pasal 3

Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,


dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang optimal.

c. Hak dan Kewajiban

 Pasal 4

Setiap orang mempunyai hak yang sama alam memperoleh derajat kesehatan
yang optimal.

 Pasal 5

Setiap orang berkewajiban untuk ikut serta dalam memelihara dan


meningkatkan derajat kesehatan perseorangan, keluarga dan lingkungan.
d. Tugas dan Tanggung Jawab

 Pasal 6

Pemerintah bertugas mengatur, membina, dan mengawasi penyelenggaran


upaya kesehatan.

 Pasal 7

Pemerintah bertugas menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan


terjangkau oleh masyarakat.

 Pasal 8

Pemerintah bertugas mengerjakan peran serta masyarakat dalam


menyelenggarakan dan pembiayan kesehatan, dengan memperhatikan fungsi
sosial sehingga pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang kurang mampu
tetap terjamin.

 Pasal 9

Pemerintah bertanggung jawab untuk meningkatkan derajat kesehatan


masyarakat.

e. Upaya Kesehatan

Bagian Pertama : Umum

 Pasal 10

Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat,


diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan,
peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit preventif,
peyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang
dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.

 Pasal 11

1. Penyelenggaraan upaya kesehatan dimaksud dalam pasal 10 dilaksanakan


melalui kegiatan:

 Kesehatan keluarga

 Perbaikan gizi

 Pengamanan makanan dan minuman

 Kesehatan lingkungan

 Kesehatan kerja

 Pemberantasan penyakit

 Penyembuhan penyakit
 Penyembuhan penyakit dan pemulihan penyakit

 Penyuluhan kesehatan masyarakat

 Pengamanan sediaan-sediaan farmasi dan alat kesehatan.

 Pengamanan zat adiktif

 Kesehatan sekolah

 Kesehatan olahraga

 Pengobatan tradisional

 Kesehatan matra

2. Peyelenggaraan upaya kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)


didukung oleh sumber daya kesehatan.

Bagian Kedua : Kesehatan Keluarga

 Pasal 12

1. Kesehatan keluarga diselenggarakan untuk mewujudkan keluarga sehat,


kecil, bahagia, dan sejahtera

2. Kesehatan keluarga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi


kesehatan suami istri, anak dan anggota keluarga lainnya.

 Pasal 13

Kesehatan suami istri diutamakan pada upaya pengaturan kelahiran dalam


rangka menciptakan keluarga yang sehat dan harmonis.

 Pasal 14

Kesehatan istri meliputi kesehatan pada masa prakehamilan, kehamilan,


persalinan, pasca persalinan dan masa di luar kehamilan, dan persalainan.

 Pasal 15

 Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu


hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan Tindakan medis tertentu.

 Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya


dapat dilakukan:

 Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya


tindakan tersebut.

 Oleh kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan


untuk itu dan dilakukansesuai dengan tanggung jawab profesi
serta berdasarkan pertimbangan tim ahli.
 Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau
keluarganya.

 Pada sarana kesehatan tertentu.

 Ketentuan lebih lanjut mengenai Tindakan medis tertentu


sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) ditetapkan dengan
pengaturan pemerintah.

 Pasal 1

 Kehamilan diluar cara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir


untuk membantu suami istri mendapatkan keturunan.

 Upaya kehamilan diluar cara alami sebagaimana dimaksud dalam ayat


(1) hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan
ketentuan:

 Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang


bersangkutan, ditanamkan dalam rahim istri dari nama ovum
berasal.

 Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan


kewenangan untuk itu.

 Pada sarana kesehatan tertentu.

 Ketentuan mengenai persaratan penyelenggaraan kehamilan di luar


cara alami sebagaimana dimasud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan
dengan peraturan pemerintah.

 Pasal 17

 Kesehatan anak diselenggarakan untuk mewujudkan pertumbuhan dan


perkembangan anak.

 Kesehatan anak yang dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui


peningkatan kesehatan anak dalam kandungan, masa bayi, masa balita,
untuk prasekolah, dan usia sekolah.

 Pasal 18

 Setiap keluarga melakukan dan mengembangkan kesehatan dalam


keluarganya.

 Pemerintah membantu pelaksanaan dan mengembangkan kesehatan


keluarga melalui kegiatan yang menunjang peningkatan kesehatan
keluarga.

 Pasal 19
 Kesehatan manusia usia lanjut diarahkan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan dan kemampuan agar tetap produktif.

 Pemerintah membantu penyelenggaraan upaya kesehatan manusia usia


lanjut untuk meningkatkan kualitas hidupnya secara optimal.

Bagian Ketiga : Perbaikan Gizi

 Pasal 20

 Perbaikan gizi diselenggarakan untuk mewujudkan terpenuhinya


kebutuhan gizi.

 Perbaikan gizi meliputi upaya peningkatan status dan mutu gizi,


pencegahan, penyembuhan, dan atau pemulihan akibat gizi salah

Bagian Keempat : Pengemanan Makanan dan Minuman

 Pasal 21

 Pengamanan makanan dan minuman diselenggarakan untuk


melindungi masyarakat dari makanan dan minuman yang tidak
memenuhi ketentuan mengenai standar atau persyaratan kesehatan.

 Setiap makanan dan minuman yang dikemas wajib diberi tanda atau
label yang berisi:

 Bahan yang dipakai

 Komposisi setiap bahan

 Tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa.

 Ketentuan lainnya.

 Makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan, standar dan


atau persayaratan kesehatan dan atau membahayakan kesehatan
sebagaimana dimaksud alam ayat (1) dilarang untuk diedarkan, ditarik
dari peredaran, dan disita untuk dimusnahkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan- undangan yang berlaku.

 Ketantuan mengenai pengamanan makanan dan minuman


sebagaimana dimaksud alam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan
dengan Peraturan Pemerinatah.

Bagian Kelima : Kesehatan Lingkungan

 Pasal 22
 Kesehatan lingkungan diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas
lingkungan yang sehat.

 Kegiatan lingkungan dilaksanakan terhadap tempat umum, lingkungan


pemukiman, lingkungan kerja, angkutan umum, dan lingkungan
lainnya.

 Kesehatan lingkungan meliputi penyehatan air dan udara, pengamanan


limbah padat, limbah cair, limbah gas, radiasi dan kebisingan,
pengendalian vektor penyakit, dan penyehatan atau pengamanan
lainnya.

 Setiap tempat atau sarana pelayanan umum wajib memelihara dan


meningkatkan lingkungan yang sehat sesuai dengan standar dan
persyaratan.

 Ketentuan mengenai penyelenggaraan kesehatan lingkungan


sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Keenam : Kesehatan Kerja

 Pasal 23

 Kesehatan kerja diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas


kerja yang optimal.

 Kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan kerja, pecegahahan


penyakit akibat kerja, dan syarat kesehatan kerja.

 Setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan kerja.

 Ketentuan mengenai kesehatan kerja sebagaimana dalam ayat (3) dan


ayat (3) diterapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketujuh : Kesehatan Jiwa

 Pasal 24

 Kesehatan jiwa diselenggarakan untuk mewujudkan jiwa yang sehat


yang optimal baik intellektual maupun emosional.

 Kesehatan jiwa meliputi pemeliharaan dan peningkatan kesehatan jiwa,


pencegahan dan penanggulangan masalah psokososial dan gangguan
jiwa, penyembuhan dan pemulihan penderita gangguan jiwa.

 Kesehatan jiwa dilakukan oleh perorangan, lingkungan keluarga,


lingkungan sekolah, lingkungan pekerja, lingkungan masyarakat,
didukung sarana pelayanan kesehatan jiwa dan sarana lainnya.

 Pasal 25
 Pemerintah melakukan pengobatan dan perawatan, pemulihan dan
penyaluran bekas penderita gangguan jiwa yang telah selesai menjalani
pengobatan dan atau perawatan ke dalam masyarakat.

 Pemerintah membangkitkan, membantu dan membina kegiatan


masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan dalam Masalah
psikososial dan gangguan jiwa pengobatan dan perawatan penderita
gangguan jiwa, pemulihan serta penyaluran bekas penderita ke dalam
masyarakat.

 Pasal 26

 Penderita gangguan jiwa yang dapat menimbulkan gangguan terhadap


keamanan dan ketertiban umum wajib di obati dan dirawat di sarana
pelayanan kesehatan jiwa atau sarana pelayanan kesehatan lainnya.

 Pengobatan dan perawatan penderita gangguan jiwa dapat dilakukan


atas permintaan suami atau istri atau wali atau anggota keluarga
penderita atau atas prakarsa pejabat yang bentanggung jawab atas
keamanan dan ketertiban diwilayah setempat atau hakim pengadilan
bilamana dalam suatu perkara timbul persangkaan bahwa yang
bersangkutan adalah penderita gangguan jiwa.

 Pasal 27

Ketentuan mengenai kesehatan jiwa dan upaya penanggulangannya ditetapkan


dangan peraturan pemerintah.

f. Ketentuan Pidana

 Pasal 80

 Barang siapa dengan sengaja dengan melakukan tindakan medis


tertentu terhadap ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dalam pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan
pidana penjara dengan lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda
paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

 Barang siapa dengan sengaja menghimpun dana dari masyarakat untuk


menyelenggarakan pemeliharaan kesehatan, yang tidak berbentuk
badan hukum dan tidak memiliki izin operasional serta tidak
melaksanakan ketetuan tentang jaminan pemeliharaan kesehatan
masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal …. ayat (….) dan ayat
(….) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 ( lima belas) tahun
dan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 ( lima ratus juta
rupiah).

 Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan dengan tujuan


komersial dalam pelaksanaan transplansi organ tubuh atau jaringan
tubuh atau transfusi darah sebagaimana dimaksud dalam pasal ……ayat
(…..) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (limas belas)
tahun dan pidana denda paling banyak Rp 300.000.000,00- (tiga ratus
juta rupiah).

 Barang siapa dengan sengaja:

 Mengedarkan makanan dan minuman yang tidak memenuhi


standar dan atau persyaratan dan atau membahayakan kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (3).

 Memproduksi dan atau mengedarkan sediaan farmasi berupa


obat atau bahan obat yang tidak memenuhi syarat farmakope
Indonesia dan atau buku standar lainnya sebagaimana dimaksud
dalam pasal …… ayat (…..) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 15 ( lima belas) tahun dan pidana denda paling
banyak Rp 300.000.000,00- (tiga ratus juta rupiah)

Bagian Keenam : Kesehatan Kerja

 Pasal 23

 Kesehatan kerja diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas


kerja yang optimal.

 Kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan kerja, pecegahahan


penyakit akibat kerja, dan syarat kesehatan kerja.

 Setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan kerja.

 Ketentuan mengenai kesehatan kerja sebagaimana dalam ayat (3) dan


ayat (3) diterapkan dengan Peraturan Pemerintah

Bagian Ketujuh : Kesehatan Jiwa

 Pasal 24

 Kesehatan jiwa diselenggarakan untuk mewujudkan jiwa yang sehat


yang optimal baik itelektual maupun emosional.

 Kesehatan jiwa meliputi pemeliharaan dan peningkatan kesehatan jiwa,


pencegahan dan penanggulangan masalah psokososial dan gangguan
jiwa, penyembuhan dan pemulihan penderita gangguan jiwa.

 Kesehatan jiwa dilakukan oleh perorangan, lingkungan keluarga,


lingkungan sekolah, lingkungan pekerja, lingkungan masyarakat,
didukung sarana pelayanan kesehatan jiwa dan sarana lainnya.

Peraturan Perundang – undangan Lingkungan Hidup


A. Kebijakan dan Peraturan Perundangan

Kebijakan merupakan ketentuan-ketentuan yang harus dijadikan pedoman,


pegangan atau petunjuk bagi setiap usaha atau kegiatan aparatur pemerintah dan
masyarakat, dalam rangka mencapai kelancaran dan peterpaduan dalam upaya
mencapai tujuan.Kebijakan dapat dibedakan sebagai kebijakan internal dan
eksternal, tertulis dan tidak tertulis, sedang lingkup kebijakan adalah lingkup
nasional dan lingkup daerah. Masing-masing lingkup kebijakan berdasarkan
kewenangan dan luasan cakupan dibedakan kebijakan umum, kebijakan pelaksana
dan kebijakan teknis. Kebijakan internal atau manajerial adalah kebijakan yang
hanya mempunyai kekuatan mengikat aparatur dalam organisasi pemerintahan
sendiri.Kebijakan eksternal adalah kebijakan yang mengikat masyarakat atau
kebijakan publik. Dalam menyusun kebijakan hendaknya diperhatikan:

1. Berpedoman pada kebijakan yang lebih tinggi

2. Konsisten dengan kebijakan lain yang berlaku

3. Berorientasi pada kepentingan umum

4. Jelas,tepat dan tidak menimbulkan kekaburan arti dan maksud

5. Dirumuskan secara tertulis

B. Perundangan Lingkungan Hidup

Secara konstitusional kebijakan pengelolaan lingkungan hidup didasarkan


atas pasal 33 UUD 1945 atau yang sudah diamandemen. Kebijakan Pemerintah
dibidang lingkungan hidup dalam GBHN 1998 secara eksplisit tertuang dalam arah
Pembangunan Jangka Panjang kedua (PJP II) yakni setiap kegiatan pembangunan
disektor pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup harus memperhatikan
kelestarian fungsi lingkungan hidup.Peraturan perundangan lingkungan hidup
bersifat menyeluruh dan sesuai dengan sifat hukum lingkungan modern adalah
ditetapkannya undang-undang No. 4 tahun 1982 tentang Ketentuanketentuan Pokok
Lingkungan Hidup (UULH). UULH menandai awal perkembangan perangkat
hukum sebagai dasar bagi upaya pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia dan
sebagai bagian tak terpisahkan dari upaya pembangunan berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan. Perkembangan lingkungan global serta aspirasi
internasional seperti konferensi PBB tentang lingkungan di Rio de Janeiro 1992
(United Nations Conference on Environment and Development disingkat
UNCED) mempengaruhi usaha pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia yang
mendorong perlunya penyempurnaan UU No. 4 Tahun 1982. Tanggal 19
September 1997 ditetapkan Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Beberapa hal pokok dalam Undang-undang No 23
Tahun 1997 adalah mengenai hak masyarakat (orang perorangan atau kelompok)
untuk mengajukan gugatan perwakilan (class action) ke pengadilan atau
melaporkan ke penegak hukum apabila perikehidupannya dirugikan atau karena
hak azasinya atas lingkungan hidup yang baik dan sehat secara kolektif terancam
atau dilanggar. UU No. 23/1997 juga mengatur kewajiban Pemerintah untuk
mendorong penanggung jawab usaha/kegiatan untuk melakukan audit lingkungan
untuk meningkatkan kinerja usahanya.Peraturan perundangan lingkungan hidup
yang terbaru adalah Peraturan Perundangan Lingkungan Hidup No. 32 tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.Peraturan perundangan
pada lingkup daerah terkait lingkungan hidup, di Jawa Timur terdapat banyak
perundangan yang senantiasa berkembang karena tuntutan perkembangan
kehidupan masyarakat dan makin komplek permasalahan yang harus diatur.
Peraturan perundangan tentang lingkungan hidup akan memberikan banyak
manfaat terutama bagi perusahaan dan pemerintah daerah, diantaranya
mempermudah dalam:

· Menjalankan hak dan kewajibannya.

· Melakukan penerapan dan monitoring.

· Melakukan penegakan hukum lingkungan.

· Mempertajam pemahaman sehingga mampu memberikan umpan


balik yang berkaitan dengan perundangan.

· Mengidentifikasi dan mengusulkan Perda lingkungan yang relevan


untuk daerah.

· Mengelola stakeholder (pelaku usaha, dinas daerah, masyarakat


sekitar, LSM, investor, dll)

C. Peraturan Perundangan Lingkungan Hidup


PERATURAN PERUNDANGAN LINGKUNGAN HIDUP

NOMOR 32 TAHUN 2009

TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN

HIDUP

Pengertian Lingkungan Hidup:

Kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,
termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri,
kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Pada PP LH No. 4 Tahun 1982 dinyatakan Lingkungan Hidup merupakan sistem
yg meliputi lingkungan alam hayati, lingkungan alam non-hayati, lingkungan
buatan, dan lingkungan sosial, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan
dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.

I.PENGELOLAAN B3 DAN LIMBAH B3

1.Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan


Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

2.Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas


Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun.

3.Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan


Berbahaya dan Beracun.

4.Keputusan Kepala Bapedal Nomor 01/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata


Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B3.

5.Keputusan Kepala Bapedal Nomor 02/BAPEDAL/09/1995 tentang


Dokumen Limbah B3.
6.Keputusan Kepala Bapedal Nomor 03/BAPEDAL/09/1995 tentang
Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah B3.

7.Keputusan Kepala Bapedal Nomor 04/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata


Cara Persyaratan Penimbunan Hasil Pengolahan, Persyaratan Lokasi
Bekas Pengolahan, dan Lokasi Bekas Penimbunan Limbah B3.

8.Keputusan Kepala Bapedal Nomor 05/BAPEDAL/09/1995 tentang


Simbol dan Label Limbah B3.

9.Keputusan Kepala Bapedal Nomor 255/BAPEDAL/08/1996 tentang


Tata Cara dan Persyaratan Penyimpanan dan Pengumpulan Minyak
Pelumas Bekas.

10.Surat Edaran Kepala Bapedal Nomor 08/SE/02/1997 tentang


Penyerahan Minyak Pelumas Bekas.

11.Keputusan Kepala Bapedal Nomor 02/BAPEDAL/01/1998 tentang


Tata Laksana Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun di Daerah.

12.Keputusan Kepala Bapedal Nomor 03/BAPEDAL/01/1998 tentang


Program Kemitraan dalam Pengelolaan Limbah B3.

13.Keputusan MENLH Nomor 128 Tahun 2003 tentang Tatacara dan


Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah
Terkontaminasi oleh Minyak Bumi Secara Biologis.

14.Peraturan MENLH Nomor 03 Tahun 2007 tentang Fasilitas


Pengumpulan dan Penyimpanan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

15.Peraturan MENLH Nomor 02 Tahun 2008 tentang Pemanfaatan


Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

16.Peraturan MENLH Nomor 03 Tahun 2008 tentang Tata Cara


Pemberian Simbol dan Label pada Bahan Berbahaya dan Beracun.

17.Peraturan MENLH Nomor 05 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Limbah


di Pelabuhan.

18.Peraturan MENLH Nomor 18 Tahun 2009 tentang Tata Cara Perizinan


Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

19.Peraturan MENLH Nomor 30 Tahun 2009 tentang Tata Laksana


Perizinan dan Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun Serta Pengawasan Pemulihan Akibat Pencemaran Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun oleh Pemerintah Daerah.

20.Peraturan MENLH Nomor 33 Tahun 2009 tentang Tata Cara


Pemulihan Lahan Terkontaminasi Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
21.Peraturan MENLH Nomor 02 Tahun 2010 tentang Penggunaan Sistem
Elektronik Registrasi Bahan Berbahaya dan Beracun dalam Kerangka
Indonesia Nation Single Window di Kementerian Lingkungan Hidup.

II.PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

1.Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan


Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

2.Keputusan MENLH Nomor KEP-51/MENLH/10/1995 tentang Baku


Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri.

3.Keputusan MENLH Nomor KEP-52/MENLH/10/1995 tentang Baku


Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Hotel.

4.Keputusan MENLH Nomor KEP-58/MENLH/12/1995 tentang Baku


Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit.
5.Keputusan MENLH Nomor 28 Tahun 2003 tentang Pedoman Teknis
Pengkajian Pemanfaatan Air Limbah dari Industri Minyak Sawit pada
Tanah di Perkebunan Kelapa Sawit.

6.Keputusan MENLH Nomor 29 Tahun 2003 tentang Pedoman dan Tata


Cara Perizinan Pemanfaatan Air Limbah Industri Minyak Kelapa Sawit
pada Tanah di Perkebunan Kelapa Sawit.

7.Keputusan MENLH Nomor 37 Tahun 2003 tentang Metoda Analisis


Kualitas Air Permukaan dan Pengambilan Contoh Air Permukaan.

8.Keputusan MENLH Nomor 110 Tahun 2003 tentang Pedoman


Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air pada Sumber Air.

9.Keputusan MENLH Nomor 111 Tahun 2003 tentang Pedoman


Mengenai Syarat dan Tata Cara Perizinan Serta Pedoman Kajian
Pembuangan Air Limbah Ke Air atau Sumber Air.

10.Keputusan MENLH Nomor 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air
Limbah Domestik.

11.Keputusan MENLH Nomor 113 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air
Limbah Bagi Usaha dan atau Kegiatan Pertambangan Batu Bara.

12.Keputusan MENLH Nomor 114 Tahun 2003 tentang Pedoman


Pengkajian Untuk Menetapkan Kelas Air.

13.Keputusan MENLH Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman


Penentuan Status Mutu Air.

14.Keputusan MENLH Nomor 142 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas


Keputusan MENLH Nomor 111 Tahun 2003 tentang Pedoman Mengenai
Syarat dan Tata Cara Perizinan Serta Pedoman Kajian Pembuangan Air
Limbah Ke Air Atau Sumber Air.

15.Keputusan MENLH Nomor 122 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas


Keputusan MENLH Nomor KEP-51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu
Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri.

16.Keputusan MENLH Nomor 202 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air
Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pertambangan Bijih Emas atau
Tembaga.

17.Peraturan MENLH Nomor 02 Tahun 2006 tentang Baku Mutu Air


Limbah Bagi Kegiatan Rumah Pemotongan Hewan.

18.Peraturan MENLH Nomor 04 Tahun 2006 tentang Baku Mutu Air


Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pertambangan Bijih Timah.

19.Peraturan MENLH Nomor 09 Tahun 2006 tentang Baku Mutu Air


Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pertambangan Bijih Nikel.

20.Peraturan MENLH Nomor 10 Tahun 2006 tentang Baku Mutu Air


Limbah Bagi Kegiatan Usaha dan/atau Kegiatan Industri Vinyl Chloride
Monomer dan Poly Vinyl Chloride.

21.Peraturan MENLH Nomor 01 Tahun 2007 tentang Pedoman


Pengkajian Teknis Untuk Menetapkan Kelas Air.

22.Peraturan MENLH Nomor 04 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Air


Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Minyak dan Gas Serta Panas Bumi.

23.Peraturan MENLH Nomor 05 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Air


Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pengolahan Buah-Buahan dan/atau
Sayuran.

24.Peraturan MENLH Nomor 06 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Air


Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pengolahan Hasil Perikanan.

25.Peraturan MENLH Nomor 08 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Air


Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Industri Petrokimia Hulu.
26.Peraturan MENLH Nomor 09 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Air
Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Industri Rayon.

27.Peraturan MENLH Nomor 10 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Air


Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Industri Purified Terephthalate
Acid dan Poly Ethylene Terephthalate.

28.Peraturan MENLH Nomor 13 Tahun 2007 tentang Persyaratan dan


Tata Cara Pengelolaan Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Hulu
Minyak dan Gas Serta Panas Bumi Dengan Cara Injeksi.

29.Peraturan MENLH Nomor 12 Tahun 2008 Baku Mutu Air Limbah


Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pengolahan Rumput Laut.

30.Peraturan MENLH Nomor 13 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Air


Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pengolahan Kelapa.

31.Peraturan MENLH Nomor 14 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Air


Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pengolahan Daging.

32.Peraturan MENLH Nomor 15 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Air


Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pengolahan Kedelai.

33.Peraturan MENLH Nomor 16 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Air


Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Industri Keramik.

34.Peraturan MENLH Nomor 03 Tahun 2009 tentang Sertifikasi


Kompetensi dan Standar Kompetensi Manajer Pengendalian Pencemaran
Air.

35.Peraturan MENLH Nomor 08 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Air


Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pembangkit Listrik Tenaga Termal.
36.Peraturan MENLH Nomor 09 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Air
Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pengolahan Obat Tradisional/Jamu.

37.Peraturan MENLH Nomor 10 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Air


Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiaan Industri Oleokimia Dasar.

38.Peraturan MENLH Nomor 11 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Air


Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Peternakan Sapi dan Babi.

39.Peraturan MENLH Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pemanfaatan Air


Hujan.

40.Peraturan MENLH Nomor 21 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Air


Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pertambangan Bijih Besi.

41.Peraturan MENLH Nomor 28 Tahun 2009 tentang Daya Tampung


Beban Pencemaran Air Danau dan/atau Waduk.

42.Peraturan MENLH Nomor 34 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Air


Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pertambangan Bijih Bauksit.

43.Peraturan MENLH Nomor 01 Tahun 2010 tentang Tatalaksana


Pengendalian Pencemaran Air.

44.Peraturan MENLH Nomor 03 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air


Limbah Bagi Kawasan Industri.

45.Peraturan MENLH Nomor 04 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air


Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Industri Minyak Goreng.

46.Peraturan MENLH Nomor 05 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air


Limbah Bagi Industri Gula.

47.Peraturan MENLH Nomor 06 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air


Limbah Bagi Industri Rokok dan/atau Cerutu.
48.Peraturan MENLH Nomor 19 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air
Limbah Minyak dan Gas.

III.PENGENDALIAN PENCEMARAN KERUSAKAN LAUT

1.Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian


Pencemaran dan/atau Perusakan Laut.

2.Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2006 tentang Penanggulangan


Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut.

3.Keputusan MENLH Nomor 04 Tahun 2001 tentang Kriteria Baku Mutu


Kerusakan Terumbu Karang.

4.Keputusan Kepala Bapedal Nomor 47 Tahun 2001 tentang Pedoman


Pengukuran Kondisi Terumbu Karang.

5.Keputusan MENLH Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air


Laut.

6.Keputusan MENLH Nomor 179 Tahun 2004 tentang Ralat atas


Keputusan MENLH No. 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut.

7.Keputusan MENLH Nomor 200 Tahun 2004 tentang Kriteria Baku


Kerusakan dan Pedoman Penentuan Status Padang Lamun.

8.Keputusan MENLH Nomor 201 Tahun 2004 tentang Kriteria Baku dan
Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove.

9.Peraturan MENLH Nomor 12 Tahun 2006 tentang Persyaratan dan Tata


Cara Perizinan Pembuangan Air Limbah Ke Laut.
IV.PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA

1.Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian


Pencemaran Udara.

2.Keputusan MENLH Nomor KEP-13/MENLH/03/1995 tentang Baku


Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak.

3.Keputusan MENLH Nomor KEP-48/MENLH/11/1996 tentang Baku


Mutu Tingkat Kebisingan.

4.Keputusan MENLH Nomor KEP-49/MENLH/11/1996 tentang Baku


Mutu Tingkat Getaran.

5.Keputusan MENLH Nomor KEP-50/MENLH/11/1996 tentang Baku


Mutu Tingkat Kebauan.

6.Keputusan Kepala Bapedal Nomor KEP-205/BAPEDAL/07/1996


tentang Pedoman Teknis Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak
Bergerak.

7.Keputusan MENLH Nomor KEP-45/MENLH/10/1997 tentang Indeks


Standar Pencemar Udara.

8.Keputusan Kepala Bapedal Nomor KEP-107/BAPEDAL/11/1997


tentang Pedoman Teknis Perhitungan dan Pelaporan Serta Informasi
Indeks Standar Pencem Udara.

9.Peraturan MENLH Nomor 05 Tahun 2006 tentang Ambang Batas Emisi


Gas Buang Kendaraan Bermotor Lama.

10.Peraturan MENLH Nomor 07 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Emisi


Sumber Tidak Bergerak Bagi Ketel Uap.
11.Peraturan MENLH Nomor 17 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Emisi
Sumber tidak Bergerak Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Industri Keramik.

12.Peraturan MENLH Nomor 18 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Emisi


Sumber Tidak Bergerak Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Industri Carbon
Black.

13.Peraturan MENLH Nomor 21 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Emisi


Sumber Tidak Bergerak Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pembangkit
Tenaga Listrik Termal.

14.Peraturan MENLH Nomor 04 Tahun 2009 tentang Ambang Batas


Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru.

15.Peraturan MENLH Nomor 07 Tahun 2009 tentang Ambang Batas


Kebisingan Kendaraan Bermotor Tipe Baru.

16.Peraturan MENLH Nomor 13 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Emisi


Sumber Tidak Bergerak Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Minyak dan Gas
Bumi.

17.Peraturan MENLH Nomor 12 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan


Pengendalian Pencemaran Udara di Daerah.

18.Peraturan MENLH No. 35 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Halon.

19.Peraturan MENLH No. 12 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan


Pengendalian Pencemaran Udara di Daerah.

V.PENGENDALIAN KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP

1.Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 tentang Pengendalian


Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa.
2.Peraturan Pemerintah Nomor 04 Tahun 2001 tentang Pengendalian
Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan
dengan Kebakaran Hutan dan/atau Lahan.

3.Keputusan MENLH Nomor Kep-43/MENLH/10/1996 tentang Kriteria


Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha atau Kegiatan Penambangan Bahan
Galian Golongan C Jenis Lepas Di Dataran.

4.Peraturan MENLH Nomor 07 Tahun 2006 tentang Tata Cara


Pengukuran Kriteria Baku Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa.

5.Peraturan MENLH Nomor 23 Tahun 2008 tentang Pencegahan


Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup Akibat Pertambangan
Emas Rakyat.

VI.AUDIT LINGKUNGAN HIDUP

1.Keputusan MENLH Nomor 42 Tahun 1994 tentang Pedoman Umum


Pelaksanaan Audit Lingkungan.

2.Keputusan MENLH Nomor 30 Tahun 2001 tentang Pedoman


Pelaksanaan Audit Lingkungan Hidup yang Diwajibkan.

3.Permen MENLH Nomor 15 Tahun 2010 tentang Audit Lingkungan


Hidup.

VII.PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN

1.Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 tentang Lembaga Penyedia


Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Di Luar
Pengadilan.

2.Keputusan MENLH Nomor 7 Tahun 2001 tentang Pejabat Pengawas LH


dan Pejabat Pengawas LH Daerah.

3.Keputusan Kepala Bapedal Nomor 27 Tahun 2001 tentang Pembentukan


Satuan Tugas Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) LH di Bapedal.

4.Keputusan MENLH Nomor 56 Tahun 2002 tentang Pedoman Umum


Pengawasan Penaatan LH Bagi Pejabat Pengawas.

5.Keputusan MENLH Nomor 57 Tahun 2002 tentang Tata Kerja Pejabat


Pengawas LH di Kementerian Lingkungan Hidup.

6.Keputusan MENLH Nomor 58 Tahun 2002 tentang Tata Kerja Pejabat


Pengawas LH Di Propinsi/Kabupaten/Kota.

7.Keputusan MENLH Nomor 77 Tahun 2003 tentang Pembentukan


Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan
Hidup Di Luar Pengadilan (LPJP2SLH) pada Kementerian Lingkungan
Hidup.

8.Keputusan MENLH Nomor 78 Tahun 2003 tentang Tata Cara


Pengelolaan Permohonan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Di
Luar Pengadilan pada Kementerian Lingkungan Hidup.

9.Permen Nomor 09 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengaduan dan


Penanganan Pengaduan Akibat Dugaan Pencemaran dan/atau Perusakan
LH.

D. Izin Pembuangan Limbah Cair (IPLC)

Izin atau perizinan atau Izin Pembuangan Air Limbah ke Sumber Air adalah
suatu bentuk instrumen pencegahan pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan
hidup, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH).
Izin Pembuangan Air Limbah ke Sumber Air atau yang biasa juga dikenal
dengan Izin Pembuangan Limbah Cair (IPLC) ke Sumber Air diatur dalam
Peraturan Pemerintah

Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian


Pencemaran Air.

Kewajiban Izin Pembuangan Air Limbah ke Sumber Air adalah salah


bentuk pelaksanaan kewajiban bagi kegiatan/ usaha untuk mencegah dan
menangulangi terjadinya pencemaran air, sebagaimana diatur dalam Pasal 37
Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air.

Lebih lanjut, landasan hukum terkait Izin Pembuangan air limbah ke sumber
air ditetapkan dalam Permenlh Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata Laksana
Pengendalian Pencemaran Air (Permenlh Pengendalian Pencemaran Air).

Peraturan ini MENCABUT, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup


Nomor 111 Tahun 2003 tentang Pedoman Mengenai Syarat dan Tata Cara Perizinan
Serta Pedoman Kajian Pembuangan Air Limbah Ke Air Atau Sumber Air
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 142 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 111 Tahun 2003 tentang Pedoman mengenai Syarat dan
Tata Cara Perizinan Serta Pedoman Kajian Pembuangan Air Limbah Ke Air atau
Sumber Air, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Dalam penjelasan Permenlh tentang Pedoman Pengendalian Pencemaran


Air dijelaskan, bahwa “Dengan mekanisme perizinan tersebut, potensi pencemaran
air dari kegiatan pembuangan air limbah dan pemanfaatan air limbah pada tanah
diharapkan dapat dikendalikan.

Namun demikian, seringkali dokumen perizinan yang telah diterbitkan tidak


dapat berfungsi secara optimal sebagai instrumen pencegahan pencemaran air.
Beberapa hal yang dapat mempengaruhi kondisi tersebut dan perlu menjadi
perhatian pihak penyelenggara perizinan, antara lain: perizinan belum
mencantumkan secara tegas persyaratan dan kewajiban yang harus dipenuhi dan
dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan sebagai pemegang
izin, pembinaan dan pengawasan penaatan serta penetapan sanksi-sanksi apabila
terjadi pelanggaran terhadap persyaratan-persaratan yang dituangkan di dalam izin.
Selain itu, proses perizinan yang kurang tepat, keseragaman format perizinan antar
daerah, kekuatan perizinan sebagai instrumen pencegahan pencemaran air serta
penanganan pasca penetapan perizinan akan mempengaruhi kredibilitas dan
akuntabitas izin tersebut serta pejabat dan lembaga penerbitnya.

Adapun yang dimaksud dengan penanganan pasca perizinan di sini meliputi


publikasi, pembaharuan dan pencabutan izin yang berdasarkan pada hasil
pembinaan, pengawasan dan penerapan sanksi pada pelaksanaan izin”.

Kewajiban kepemilikan Izin Pembuangan Air Limbah ke Sumber Air atau


yang biasa juga dikenal dengan Izin Pembuangan Limbah Cair (IPLC) ke Sumber
Air diatur dalam Pasal 40 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Dalam Pasal Pasal 40
Ayat (1), berbunyi “Setiap usaha dan kegiatan yang akan membuang air limbah ke
air atau sumber air wajib mendapatkan izin tertulis dari Bupati / Walikota”.

Apabila penanggung jawab usaha/ kegiatan melanggar ketentuan tersebut,


dengan membuang air limbah tanpa memiliki izin, maka diancam dengan sanksi
administrasi, sebagaimana diatur dalam Pasal 48 PP Pengendalian Pencemaran Air.

Tahapan memperoleh izin pembuangan air limbah ke sumber air diatur


dalam pasal 22 Ayat (1). Tahapan tersebut anatara lain a. pengajuan permohonan
izin; b. analisis dan evaluasi permohonan izin; dan c. penetapan izin.

Pemohon yang hendak mengajukan permohonan izin harus memenuhi persyaratan


administrasi dan persyaratan teknis. Persyaratan administrasi pengajuan
permohonan izin pembuangan air limbah ke sumber air terdiri atas:

a. isian formulir permohonan izin;


b. izin yang berkaitan dengan usaha dan/atau kegiatan; dan
c. dokumen Amdal, UKL-UPL, atau dokomen lain yang dipersamakan dengan
dokumen dimaksud.

Sedangkan dalam Permenlh Pengendalian Pencemaran Air telah ditetapkan lebih


lanjut, tentang
Persyaratan Administrasi yang harus disiapkan oleh pemohon izin, paling sedikit
meliputi :

1). Formulir permohonan perizinan yang didalamnya memuat informasi tentang:


a. identitas pemohon izin;
b. ruang lingkup air limbah;
c. sumber dan karakteristik air limbah;
d. sistem pengelolaan air limbah;
e. debit, volume, dan kualitas air limbah;
f. lokasi titik penaatan dan pembuangan air limbah;
g. jenis dan kapasitas produksi;
h. jenis dan jumlah bahan baku yang digunakan;
i. hasil pemantauan kualitas sumber air; dan
j. penanganan sarana dan prosedur penanggulangan keadaan darurat.

2). Melampirkan izin-izin lain yang berkaitan dengan pendirian usaha dan/atau
kegiatan, pendirian bangunan dan persyaratan lain yang terkait dengan
pembangunan atau operasional sistem pengelolaan air limbah.

3). Melampirkan dokumen AMDAL, UKL-UPL atau dokumen lingkungan lain


yang dipersamakan dengan dokumen tersebut.

Persyaratan ini wajib dituangkan di dalam keputusan bupati/ walikota tentang


tata cara perizinan yang berkaitan dengan pengendalian pencemaran air dan
dipastikan bahwa penanggungjawab usaha dan/ atau kegiatan yang wajib
mempunyai perizinan di dalam pengendalian pencemaran air mengetahui dan
memahaminya.

Sedangkan persyaratan teknis, pengajuan permohonan izin pembuangan air


limbah ke sumber air terdiri atas:

a. upaya pencegahan pencemaran, minimisasi air limbah, serta efisiensi energi


dan sumberdaya yang harus dilakukan oleh penanggungjawab usaha dan/atau
kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan air limbah; dan

b. kajian dampak pembuangan air limbah terhadap pembudidayaan ikan,


hewan, dan tanaman, kualitas tanah dan air tanah, serta kesehatan masyarakat.
Selanjutnya, lebih rinci juga diatur dalam Permenlh Pengendalian Pencemaran Air,
yang menetapkan bahwa Kajian pembuangan air limbah memuat informasi tentang:

1. Kajian dampak pembuangan air limbah terhadap pembudidayaan ikan,


hewan, dan tanaman, kualitas tanah dan air tanah, dan kesehatan masyarakat.

2. Upaya pencegahan pencemaran, minimalisasi air limbah, efisiensi energi dan


sumberdaya yang dilakukan penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan yang
berkaitan dengan pengelolaan air limbah.

3. Kajian dampak pembuangan air limbah yang dapat diambil dari dokumen
AMDAL, UKL-UPL atau dokumen lingkungan lain yang dipersamakan dengan
dokumen dimaksud yang telah mengkaji dampak pembuangan air limbah
terhadap pembudidayaan ikan, hewan, dan tanaman, kualitas tanah dan air
tanah, dan kesehatan masyarakat dengan lengkap.

Masa berlaku Izin Pembuangan Limbah Cair adalah 5 tahun.


Hal tersebut telah ditetapkan dalam Permenlh Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata
Laksana Pengendalian Pencemaran Air.

Apabila berdasarkan hasil evaluasi hasil kajian pembuangan air limbah


menunjukakan bahwa pembuangan air limbah ke air atau sumber air layak
lingkungan, maka Bupati/ Walikota menerbitkan izin pembungan air limbah dalam
jangka waktu selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh ) hari terhitung sejak tanggal
diterimanya permohonan izin. Hal tersebut telah diatur secara tegas dalam Pasal 41
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 2001 tentang Pengelolaan Kualitas
Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

Namun, apabila setelah berlangsung lebih dari 90 hari kerja sejak pengajuan
permohonan izin, pihak yang berwenang Bupati/ Walikota TIDAK menerbitkan
izin pembungan air limbah maka,

Beberapa subtansi perizinan, yang umumnya terjadi kekeliruan atau kekurangan


dalam rangka penerbitan izin pembuangan air limbah ke sumber air, antara lain
adalah:

 Peraturan yang diacu


 Pencantuman pemohon izin.

Identitas pemohon kadang ditulis secara lengkap baik penanggung jawab,


nama perusahaan maupun alamat lengkapnya

 Pencantuman debit, dan baku mutu.

Debit yang diperbolehkan untuk di buang ke sumber air sering tidak di


cantumkan, baku mutu air limbah banyak yang tidak dicantumkan di dalam izin,
pencantuman debit dan baku mutu, baku mutu air limbah yang di cantumkan
hanya konsentrasi sedangkan beban pencemar maksimum tidak dicantumkan di
dalam izin. Pemohon mempunyai banyak jenis kegiatan di dalam usahanya
namun baku mutu yang dicantumkan spesifik untuk satu kegiatan

 Baku mutu air limbah sering hanya dituliskan mengacu pada peraturan yang
berlaku.

Baku mutu yang di cantumkan hanya satu, sedangkan jenis air limbahnya
lebih dari satu (contoh : industri gula hanya mencantumkan baku mutu air
limbah proses sedangkan air jatuhan kondensor tidak dicantumkan). Baku mutu
air limbah yang di cantumkan tidak sesuai dengan kegiatan yang ada (contoh :
industri perikanan namun yang dicantumkan bakumut uair limbah sawit)

 Pencantuman titik penaatan.

Titik penaatan sering tidak dicantumkan.Titik penaatan di cantumkan


dengan menyebut pada kolam ipal terakhir sebelum dibuang tanpa penjelasan
kolam ke berapa titik penaatan
Titik penaatan tidak dilengkapi dengan titik koordinat .Titik pengeluaran air
limbah ada beberapa titik namun yang dimunculkan dalam izin hanya satu titik
penaatan.Dicantumkan pembuangan air limbah di lakukan di dua titik
pengeluaran namun tidak dijelaskan apakah sumber air penerimanya sama atau
tidak

 Pencantuman sumber air Penerima.

Umumnya sumber air penerima adalah nama sungai. Permasalahan


utamanya, terkadang beberapa anak sungai sebagai badan air penerima
memiliki nama yang berbeda-beda. Sumber air penerima Sumber air penerima
yang ditulis di batang tubuh berbeda dengan yang ada di lampiran

 Pencantuman Parameter, frekuensi pemantauan dan pelaporan.

Sering dituliskan parameter dan frekuensi pemantauan mengikuti peraturan


yang berlaku
Parameter dan frekuensi pemantauan tidak dicantumkan di dalam izin
Parameter yang di cantumkan parameter untuk pemanfaatan air limbah bukan
pembuangan.Sering dituliskan pelaporan mengikuti peraturan yang berlaku
Pelaporan tidak dicantumkan di dalam izin

 Pencantuman dan kekeliruan masa berlaku izin. (Masa berlaku izin yang
ditetapkan dalam Peraturan Perundangan adalah 5 tahun

DAFTAR PUSTAKA

https://newberkeley.wordpress.com/2015/09/19/pengendalian-pencemaran-air-
pengaturan-hukum-izin-pembuangan-limbah-cair-ke-perairan/

http://putrianggraini29.blogspot.com/2014/02/peraturan-perundang-undangan-
lingkungan.html

http://mahalipan.blogspot.com/2012/06/i.html

Anda mungkin juga menyukai