Anda di halaman 1dari 38

1.Undang Undang No.

23 Tahun 1992 Tentang : Kesehatan


Apa saja yang diatur pada Undang Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang : Kesehatan, Berikut
ini ketentuan umumnya :
1. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan
setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
2. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan
yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat.
3. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang
untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
4. Sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya
kesehatan.
5. Transplantasi adalah rangkaian tindakan medis untuk memindahkan organ dan atau
jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain atau tubuh sendiri dalam rangka
pengobatan untuk menggantikan organ dan atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan
baik.
6. Implan adalah bahan berupa obat dan atau alat kesehatan yang ditanamkan ke dalam
jaringan tubuh untuk tujuan pemeliharaan kesehatan, pencegahan dan penyembuhan
penyakit, pemulihan kesehatan, dan atau kosmetika.
7. Pengobatan tradisional adalah pengobatan dan atau perawatan dengan cara, obat, dan
pengobatnya yang mengacu kepada pengalaman dan keterampilan turun temurun, dan
diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat.
8. Kesehatan matra adalah upaya kesehatan yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan
fisik dan mental guna menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang berubah secara bermakna
baik lingkungan darat, udara, angkasa, maupun air.
9. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika.
10.Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan
hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang
secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
11.Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin, implan yang tidak mengandung obat
yang digunakan untuk mencegah,mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit,
merawat orang sakit serta memulihkan kesehatan pada manusia dan atau untuk membentuk
struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
12. Zat aktif adalah bahan yang penggunaannya dapat menimbulkan ketergantungan psikis.
13.Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat
atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat
tradisional.
14.Perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan.
15. Jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat adalah suatu cara penyelenggaraan
pemeliharaan kesehatan yang paripurna berdasarkan asas usaha bersama dan kekeluargaan,
yang berkesinambungan dan dengan mutu yang terjamin serta pembiayaan yang dilaksanakan
secara praupaya.

2. PP no 32 tahun 1996
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 32 TAHUN 1996
TENTANG
TENAGA KESEHATAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : Bahwa sebagai pelakssanaan ketentuan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992
tentang Kesehatan, dipandang perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tenaga
Kesehatan.
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan (lembaga Negara Tahun 1992
Nomor 100, Tambahan Lembaga Negara Nomor 3495).

MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TENAGA
KESEHATAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan
serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan
yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan;
2. Sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya
kesehatan;
3. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memlihara dan meningkatkan kesehatan
yang dilakukan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat;
4. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang kesehatan.

BAB II
JENIS TENAGA KESEHATAN
Pasal 2
(1) Tenaga kesehatan terdiri dari:
a. Tenaga medis;
b. Tenaga keperawatan;
c. Tenaga kefarmasian;
d. Tenaga kesehatan masyarakat;
e. Tenaga gizi;
f. Tenaga keterampilan fisik;
g. Tenaga keteknisian medis;
(2) Tenaga medis meliputi dokter dan dokter gig.
(3) Tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan.
(4) Tenaga kefarmasian meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker.

(5) Tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemolog kesehatan, entomology kesehatan,


mikrobiolog kesehatan, penyuluhan kesehatan, administrator kesehatan dan sanitarian.
(6) Tenaga gizi meliputi nutrisi dan dietisien.
(7) Tenaga keterampilan fisik meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan terapis wicara.
(8) Tenaga keteknisian medis meliputi radiographer, radioterapis, teknisi gigi, teknis
elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien, otorik prostetik, teknisitranfusi dan
perekam medis.
BAB III
PERSYARATAN
Pasal 3
Tenaga kesehatan wajib memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang kesehatan yang
dinyatakan dengan ijazah dari lembaga pendidikan.
Pasal 4
(1) Tenaga kesehatan hanya dapat melakukan upaya kesehatan setelah tenaga kesehatan yang
bersangkutan memiliki ijin dari Menteri.
(2) Dikecualikan dari pemilikan ijin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bagi tenaga
kesehatan masyarakat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai perijinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
oleh Menteri.

Pasal 5
(1) Selain ijin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), tenaga medis dan tenaga
kefarmasian lulusan dari lembaga pendidikan di luar negeri hanya dapat melakukan upaya
kesehatan setelah yang bersangkutan melakukan adaptasi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai adaptasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
oleh Menteri.
BAB IV
PERENCANAAN, PENGADAAN DAN PENEMPATAN
Bagian Kesatu
Perencanaan
Pasal 6
(1) Pengadaan dan penempatan tenaga kesehatan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
tenaga kesehatan yang merata bagi seluruh masyarakat.
(2) Pengadaan dan penempatan tenaga kesehatan dilaksanakan sesuai dengan perencanaan
nasional tenaga kesehtan.
(3) Perencanaan nasional tenaga kesehatan disusun dengan memperhatikan factor:
a. Jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat;
b. Sarana kesehatan;
c. Jenis dan jumlah tenaga kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan.
(4) Perencanaan nasional tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat
(3) ditetapkan oleh Menteri.
Bagian Kedua
Pengadaan
Pasal 7
Pengadaan tenaga kesehatan dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan di bidang kesehatan.

Pasal 8
(1) Pendidkan di bidang kesehatan dilaksanakan di lembaga pendidikan yang diselenggarakan
oleh Pemerintah atau masyarakat.
(2) Peyelenggaraan pendidikan di bidang kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilaksanakan berdasarkan ijin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 9
(1) Pelatihan di bidang kesehatan diarahkan untuk meningkatkan keterampilan
ataupenguasaan pengetahuan di bidang teknis kesehatan.
(2) Pelatihan di bidang kesehatan dapat dilakukan secara berjenjang sesuai dengan jenis
tenaga kesehatan yang bersangkutan.
Pasal 10
(1) Setiap teaga kesehtan memiliki kesempayan yang sama untuk mengikuti pelatihan di
bidang kesehatan sesuai dengan bidang tugasnya.
(2) Penyelenggara dan/atau pimpinan sarana kesehatan bertanggung jawab atas pemberian
kesempatan kepada tenaga kesehatan yang ditempatkan dan/atau bekerja pada sarana
kesehatan yang bersangkutan untuk meningkatkan keterampilan atau pengetahuan melalui
pelatihan dibidang kesehatan.
Pasal 11
(1) Pelatihan di bidang kesehatan dilaksanakan dib alai pelatihan tenaga kesehatan atau
tempat pelatihan lainnya.
(2) Pelatihan di bidang kesehatan dapat diselenggarakan oleh Pemerinah dan/atau
masyarakat.
Pasal 12
(1) Pelatihan di bidang kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah dilaksanakan dengan
memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pelatihan di bidang kesehatan yang diselenggarakab oleh masyarakat dilaksanakan atas
dasar ijin Menteri.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai perijinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur
oleh Menteri.
Pasal 13
(1) Pelatihan di bidang kesehatan wajib memenuhi persyaratan tersedianya:
a. Calon peserta pelatihan;
b. Tenaga kepelatihan;
c. Kurikulum;
d. Sumber dana yang tetap untuk menjamin kelangsungan penyelenggaraan pelatihan;
e. Sarana dan prasarana.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan pelatihan di bidang kesehatn sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh menteri.
Pasal 14
(1) Menteri dapat menghentikan pelatihan apabila pelaksanaan peltihan di bidang kesehatan
yang diselenggarakan oleh masyarakat ternyata:
a. Tidak sesuai dengan arah pelatihan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1);

b. Tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalm Pasal 13 ayat (1);


(2) Penghentian pelatihan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat(1), dapat
mengakibatkan decabutnya ijin pelatihan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penghentian pelatihan dan pencabutan ijin pelatihan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur oeh menteri.

Bagian Ketiga
Penempatan
Pasal 15
(1) Dalam rangka pemerataan pelayanan kesehatan bagi seluruh masyarakat, pemerintah
dapat mewajibkan tenaga kesehatan untuk ditempatkan pada sarana kesehatan tertentu untuk
jangka waktu tertentu.
(2) Penempatan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat 91) dilakukan dengan
cara masa bakti.
(3) Pelaksanaan penempatan tenaga kesehatan sebagimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
(2) dilaksanakan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 16
Penempatan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2)
dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab menteri.
Pasal 17
Penempatan tenaga kesehatan dengan cara masa bakti dilaksanakan dengan memperhatikan:
a. Kondisi wilayah dimana tenaga kesehatan yang berssangkutan ditempatkan;
b. Lamanya penempatan;
c. Jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat;
d. Prioritas sarana kesehatan.
Pasal 18
(1) Penempatan tenaga kesehatan dengan cara masa bakti dilaksanakan pada:
a. Sarana kesehatan yang diselenggarakan oleh Pemerintah;
b. Sarana kesehatan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang ditunjuka oleh Pemerintah;
c. Lingkungan perguruan tinggi sebagai staf pengajar;
d. Lingkungan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
(2) Pelaksanaan ketentuan huruf c dan huruf d sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
lebih lanjut oleh Menteri setelah mendengar pertimbangan dari pimpinan instansi terkait.
Pasal 19
(1) Tenaga kesehatan yang telah melaksanakan masa bakti diberikan surat keterangan dari
menteri.
(2) Surat keterangan sebgaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan persyaratan bagi
tenaga kesehatan untuk memperoleh ijin menyelenggarakan upaya kesehatan pada sarana
kesehatan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian surat keterangan sebagimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur oleh Menteri.

Pasal 20
Status tenaga kesehatan dalam penempatan tenaga kesehatan dapat berupa:
a. pegawai negeri; atau
b. pegawai tidak tetap.

BAB V
STANDAR PROFESI DAN PERLINDUNGAN HUKUM
Bagian Kesatu
Standar Profesi
Pasal 21
(1) Setiap tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi
standar profesi tenaga kesehatan.
(2) standar profesi tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh
Menteri.
Pasal 22
(1) Bagi tenaga kesehatan jenis tertentu dalam melaksanakan tugas profesinya berkewajiban
untuk:
a. Menghormati hak pasien;
b. Menjaga kerahasiaan identitas;
c. Memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan
dilakukan;
d. Meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan;
e. Membuat dan memelihara rekam medis;
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh
Menteri.

Pasal 23
(1) Pasien berhak atas ganti rugi apabila dalam pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 mengakibatkan terganggunya
kesehatan, cacat atau kematian yang terjadi karena kesalahan atau kelalaian.
(2) Ganti rugi sebagimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Kedua
Perlindungan Hukum
Pasal 24
(1) Perlindungan hokum diberikan kepada tenaga kesehatan yang melakukan tugasnya sesuai
dengan standar profesi tenaga kesehatan.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh
Menteri.
BAB VI

PENGHARGAAN
Pasal 25
(1) Kepada tenaga kesehatan yang bertugas pada sarana kesehatan atas dasar prestasi kerja,
pengabdian, kesetiaan, berjasa pada Negara atau menninggal dunia dalam melaksakan tugas
diberikan penghargaan.
(2) Penghargaan sebagimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diberikan oleh Pemerintah
dan/atau masyarakat.
(3) Bentuk penghargaan dapat berupa kenaikan pangkat, tanda jasa, uang atau bentuk lain.

BAB VII
IKATAN PROFESI
Pasal 26
(1) Tenaga kesehatan dapat membentuk ikatan profesi sebagai wadah untuk meningkatkan
dan/atau mengembangkan pengetahuan dan keterampilan martabat dan kesejahteraan tenaga
kesehatan.
(2) Pembentukan ikatan profesi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VIII
TENAGA KESEHATAN WARGA NEGARA ASING
Pasal 27
(1) Tenaga kesehatan warga Negara asing hanya dapat melakukan upaya kesehatan atas dasar
ijin dari Menteri.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai perijinan sebagimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
oleh Menteri dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
di bidang tenaga kerja asing.

BAB IX
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu
Pembinaan
Pasal 28
(1) Pembinaan tenaga kesehatan diarahkan untuk meningkatkan mutu pengabdian profesi
tenaga kesehatan
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melaluui pembinaan karier,
disiplin dan teknis profesi tenaga kesehatan.
Pasal 29
(1) Pembinaan karier tenaga kesehatan meliputi kenaikan pangkat, jabatan dan pemberian
penghargaan.
(2) Pembinaan karier tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 30
(1) Pembinaan disipllin tenaga kesehatan menjadi tanggung jawab penyelenggara dan/atau

pimpinan sarana kesehatan yang bersangkutan.


(2) Pembinaan disiplin tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan
dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 31
(1) Menteri melakukan pembinaan teknis profesi tenaga kesehatan.
(2) Pembinaan teknis profesi tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilaksanakan melalui:
a. Bimbingan;
b. Pelatihan di bidang kesehatan;
c. Penetapan standar profesi tenaga kesehatan.
Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 32
Menteri melakukan pengawasan terhadap tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugas
profesinya.
Pasal 33
(1) Dalam rangka pengawasan. Menteri dapat mengambil tindakan disiplin terhadap tenaga
kesahatan yang tidak melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi tenaga kesehatan
yang bersangkutan.
(2) Tindakan disiplin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa:
a. Teguran;
b. Pencabutan ijin untuk melakukan upaya kesehatan.
(3) Pengambilan tindakan disiplin terhadap tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dan ayat (2) silaksanakan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.
BAB X
KETENTUAN PIDANA
Pasal 34
Barang siapa dengan sengaja menyelenggarakan pelatihan di bidang kesehatan tanpa ijin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), dipidana sesuai dengan ketentuan Pasal 84
Undang-undangan Nomor 23 tahun 1992 tantang kesehatan.
Pasal 35
Berdasarkan ketentuan Pasal 86 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan,
barang siapa dengan sengaja:
a. Melakukan upaya kesehatan tanpa ijin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1);
b. Melakukan upaya kesehatan tanpa melakukan adaptasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
5 ayat (1);
c. Melakukan upaya kesehatan tidak sesuai dengan standar profesi tenaga kesehatan yang
bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1);
d. Tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1); dipidana
denda paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

BAB XI

KETENTUAN PENUTUP
Pasal 36
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka semua ketentuan peraturan perundangundangan yang berhubungan dengan tenaga kesehatan yang telah ada masih tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 37
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang
mengetahinya, memerintahkan perundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya
dalm Lembaga Negara Republik Indonesia.

UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN


UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999
TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan
makmur yang merata materiil dan spiritual dalam era demokrasi ekonomi berdasarkan
Pancasila danUndangUndangDasar1945.
b. bahwa pembangunan perekonomian nasional opada era globalisasi harus dapat mendukung
tumbuhnya dunia usaha sehingga mampu menghasilkan beraneka barang dan/jasa yang
memiliki kandungan teknologi yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak
dan sekaligus mendapatkan kepastian atas barang dan/jasa yang diperoleh dari perdagangan
tanpa mengakibatkan kerugian konsumen.
c. bahwa semakin terbukanya pasar nasional sebagai akibat dari proses globalisasi ekonomi
harus tetap menjamin peningkatan
kesejahteraan masyarakat serta kepatian atas mutu, jumlah dan keamanan barang dan/atau
jasa yang diperolehnya dipasar.
d. bahwa untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen perlu meningkatkan kesadaran,
pengetahuan, kepedulian,
kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya serta menumbuh
kembangkan sikap perilaku usaha yang
bertanggung jawab.
e. bahwa ketentuan hukum yang melindungi kepentingan konsumen di Indonesia belum
memadai
f. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas diperlukan perangkat peraturan
perundangundangan untuk mewujudkan
keseimbangan perlindungan kepentingan konsumen dan pelaku usaha sehingga tercipta
perekonomian yang sehat.

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran


Pasal 75
Pasal 75
(1) Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa
memiliki surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal ini sepanjang mengenai kata-kata penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat berdasarkan Putusan MK No.
4/PUU/V/2007
(2) Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan sengaja melakukan praktik
kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sementara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 31 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling
banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(3) Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan sengaja melakukan praktik
kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi bersyarat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling
banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Penjelasan Pasal 75
Cukup Jelas

Pasal 76
Setiap dokter, atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa
memiliki surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
Pasal ini sepanjang mengenai kata-kata penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat berdasarkan Putusan MK No.
4/PUU/V/2007
Penjelasan Pasal 76
Cukup Jelas

Pasal 77
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang
menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau
dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda. registrasi dokter
gigi dan/atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Penjelasan Pasal 77
Cukup Jelas

Pasal 78
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara lain dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang
bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter
atau surat tanda registrasi dokter gigi atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 73 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda
paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Penjelasan Pasal 78
Cukup Jelas
Pasal ini dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai,
Setiap orang yang dengan sengaja
menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang
bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat
tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi atau surat izin
praktik, kecuali tukang gigi yang mendapat izin praktik dari Pemerintah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah); berdasarkan Putusan MK Nomor 40/PUUX/2012

Pasal 79
Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang:
a. dengan sengaja tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat
(1);
b. dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat
(1); atau
c. dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a,
huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e.

Penjelasan Pasal 79
Cukup Jelas
Pasal 79, sepanjang kata-kata kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau serta Pasal 79
huruf c, sepanjang mengenai kata-kata atau huruf e bertentangan dengan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat berdasarkan Putusan MK No. 4/PUU/V/2007

Pasal 80
(1) Setiap orang yang dengan sengaja mempekerjakan dokter atau dokter gigi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh korporasi,
maka pidana yang dijatuhkan adalah pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditambah sepertiga atau dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan izin.
Penjelasan Pasal 80
Cukup Jelas

Permenkes Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 Te

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran


Pasal 75
Pasal 75
(1) Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa
memiliki surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal ini sepanjang mengenai kata-kata penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat berdasarkan Putusan MK No.
4/PUU/V/2007
(2) Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan sengaja melakukan praktik
kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sementara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 31 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling
banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(3) Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan sengaja melakukan praktik
kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi bersyarat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling
banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Penjelasan Pasal 75
Cukup Jelas

Pasal 76
Setiap dokter, atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa
memiliki surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
Pasal ini sepanjang mengenai kata-kata penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat berdasarkan Putusan MK No.
4/PUU/V/2007
Penjelasan Pasal 76
Cukup Jelas

Pasal 77
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang
menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau
dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda. registrasi dokter
gigi dan/atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Penjelasan Pasal 77
Cukup Jelas

Pasal 78
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara lain dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang
bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter
atau surat tanda registrasi dokter gigi atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 73 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda
paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Penjelasan Pasal 78
Cukup Jelas
Pasal ini dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai,
Setiap orang yang dengan sengaja
menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang
bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat
tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi atau surat izin
praktik, kecuali tukang gigi yang mendapat izin praktik dari Pemerintah

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2) dipidana dengan pidana


penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah); berdasarkan Putusan MK Nomor 40/PUUX/2012

Pasal 79
Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang:
a. dengan sengaja tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat
(1);
b. dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat
(1); atau
c. dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a,
huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e.
Penjelasan Pasal 79
Cukup Jelas
Pasal 79, sepanjang kata-kata kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau serta Pasal 79
huruf c, sepanjang mengenai kata-kata atau huruf e bertentangan dengan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat berdasarkan Putusan MK No. 4/PUU/V/2007

Pasal 80
(1) Setiap orang yang dengan sengaja mempekerjakan dokter atau dokter gigi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh korporasi,
maka pidana yang dijatuhkan adalah pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditambah sepertiga atau dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan izin.
Penjelasan Pasal 80
Cukup Jelas

REKAM MEDIS (PERMENKES NO: 269/MENKES/ PER/III/2008)


Juni 7, 2010 oleh agungrakhmawan
Informasi bagi sejawat Dokter dan dokter gigi serta pelaksana pelayanan kesehatan bahwa
Peraturan Menteri Kesehatanh No. 269/Menkes/Per/III/2008 tentang rekam medis telah
berlaku secara efektif sejak 12 Maret 2009. Peraturan ini menggantikan Permenkes No.
749a/Menkes/Per/XII/1989 (tentang rekam medis). Karena itu ringkasan peraturan No
269/2008 tentang rekam medis ini saya posting agar dapat menjadi pedoman bagi kita semua.
Definisi Rekam Medis
Dalam Permenkes No: 269/MENKES/PER/III/2008 yang dimaksud rekam medis adalah
berkas yang berisi catatan dan dokumen antara lain identitas pasien, hasil pemeriksaan,
pengobatan yang telah diberikan, serta tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan
kepada pasien.
Catatan merupakan tulisan-tulisan yang dibuat oleh dokter atau dokter gigi mengenai
tindakan-tindakan yang dilakukan kepada pasien dalam rangka pelayanan kesehatan.
Sedangkan dokumen adalah catatan dokter, dokter gigi, dan/atau tenaga kesehatan tertentu,
laporan hasil pemeriksaan penunjang, catatan observasi dan pengobatan harian dan semua
rekaman, baik berupa foto radiologi, gambar pencitraan (imaging). dan rekaman elektro
diagnostik.
Rekam Medis harus dibuat secara tertulis, lengkap dan jelas dan dalam bentuk teknologi
Informasi elektronik yang diatur lebih lanjut dengan peraturan tersendiri.
Rekam medis terdiri dari catatan-catatan data pasien yang dilakukan dalam pelayanan
kesehatan. Catatan-catatan tersebut sangat penting dalam pelayanan bagi pasien karena
dengan data yang lengkap dapat memberikan informasi dalam menentukan keputusan, baik
pengobatan, penanganan, tindakan medis dan lainnya. Dokter atau dokter gigi diwajibkan
membuat rekam medis sesuai peraturan yang berlaku.
Isi Rekam Medis /medical record
Data-data yang harus dimasukkan dalam Medical Record dibedakan untuk pasien yang
diperiksa di unit rawat jalan, rawat inap dan gawat darurat. Setiap pelayanan apakah itu di
rawat jalan, rawat inap dan gawat darurat dapat membuat rekam medis dengan data-data
sebagai berikut:
1. Rekam
Medis
Pasien
Rawat
Jalan
Data pasien rawat jalan yang dimasukkan dalam medical record sekurang-kurangnya antara
lain:
1. Identitas Pasien
2. Tanggal dan waktu.
3. Anamnesis (sekurang-kurangnya keluhan, riwayat penyakit).
4. Hasil Pemeriksaan fisik dan penunjang medis.
5. Diagnosis
6. Rencana penatalaksanaan
7. Pengobatan dan atau tindakan

8. Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.


9. Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik dan
10. Persetujuan tindakan bila perlu.
2. Rekam
Medis
Pasien
Rawat
Inap
Data pasien rawat inap yang dimasukkan dalam medical record sekurang-kurangnya antara
lain:
1. Identitas Pasien
2. Tanggal dan waktu.
3. Anamnesis (sekurang-kurangnya keluhan, riwayat penyakit).
4. Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang medis.
5. Diagnosis
6. Rencana penatalaksanaan / TP (treatment planning)
7. Pengobatan dan atau tindakan
8. Persetujuan tindakan bila perlu
9. Catatan obsservasi klinis dan hasil pengobatan
10. Ringkasan pulang (discharge summary)
11. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang
memberikan pelayanan kesehatan.
12. Pelayanan lain yang telah diberikan oleh tenaga kesehatan tertentu dan
13. Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik
3. Rekam
Medis
Pasien
Gawat
Darurat
Data untuk pasien gawat darurat yang harus dimasukkan dalam medical record sekurangkurangnya antara lain:
1. Identitas Pasien
2. Kondisi saat pasien tiba di sarana pelayanan kesehatan
3. Identitas pengantar pasien
4. Tanggal dan waktu.
5. Hasil Anamnesis (sekurang-kurangnya keluhan, riwayat penyakit).
6. Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang medis.
7. Diagnosis
8. Pengobatan dan/atau tindakan
9. Ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan pelayanan unit gawat darurat dan
rencana tindak lanjut.
10. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang
memberikan pelayanan kesehatan.
11. Sarana transportasi yang digunakan bagi pasien yang akan dipindahkan ke sarana
pelayanan kesehatan lain dan
12. Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.

Khusus isi rekam medis pasien akibat bencana maka ditambahkan


o
o
o

jenis bencana dan lokasi dimana pasien ditemukan;


kategori kegawatan dan nomor pasien bencana masal dan
identitas orang yang menemukan pasien;

Rekam medis untuk pelayanan dokter spesialis dan dokter gigi spesialis dapat dikembangkan
sesuai
kebutuhan
Rekam medis yang dibuat dalam pelayanan di ambulance atau pengobatan masal sama seperti
rekam medis gawat darurat dan rekam medis disimpan di sarana kesehatan.
Rekam medis harus segera dibuat dan dilengkapi oleh dokter dan dokter gigi setelah
memberikan pelayanan.

Ringkasan
Pulang
(discharge
summary)
atau
resume
medis
Harus dibuat oleh dokter atau dokter gigi yang melakukan perawatan pasien. Isi ringkasan
pulang sekurang-kurangnya memuat:
1. identitas pasien;
2. diagnosis masuk dan indikasi pasien dirawat;
3. ringkasan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang, diagnosis akhir, pengobatan dan tindak
lanjut; dan
4. nama dan tanda tangan dokter atau dokter gigi yang memberikan pelayanan kesehatan.

Contoh Data Identitas Pasien antara lain:


-

Nama :

Jenis Kelamin :

Tempat Tanggal lahir :

Umur :

Alamat :

Pekerjaan :

Pendidikan :

Golongan Darah :

Status pernikahan :

Nama orang tua :

Pekerjaan Orang tua :

Nama suami/istri :

Penyelenggaraan Rekam Medis


Pembuatan rekam medis dilaksanakan melalui pencatatan dan pendokumentasian hasil
pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
Setiap pencatatan ke dalam rekam medis harus dibubuhi nama, waktu dan tanda tangan
dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan
secara langsung.
Bila terjadi kesalahan dalam melakukan pencatatan pada rekam medis dapat dilakukan
pembetulan dengan cara pencoretan tanpa menghilangkan catatan yang dibetulkan dan
dibubuhi paraf dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang bersangkutan.

Dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan bertanggungjawab atas pencatatan atau
pendokumentasian pada rekam medis.
Penyimpanan
Masa simpan rekam medis disarana rumah sakit adalah selama 5 (lima) tahun terhitung sejak
tanggal terakhir pasien mendapat perawatan, kecuali ringkasan pulang dan persetujuan
tindakan
selama
10
(sepluh)
tahun.
Sedangkan masa simpan disarana kesehatan selain rumah sakit adalah 2 (dua) tahun.
Setelah batas waktu tersebut, maka rekam medis dapat dimusnahkan dengan mengikuti aturan
yang telah ditentukan untuk pemusnahan dokumen.
Kerahasiaan Rekam Medis
Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat
pengobatan pasien harus dijaga kerahasiaannya oleh dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan
tertentu, petugas pengelola dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan.
Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat
pengobatan dapat dibuka dalam hal:
1. untuk kepentingan kesehatan pasien;
2. memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum atas
perintah pengadilan;
3. permintaan dan/atau persetujuan pasien sendiri;
4. permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan perundang-undangan; dan
5. untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis, sepanjang tidak menyebutkan
identitas pasien.

Permintaan rekam medis untuk tujuan tersebut diatas harus dilakukan secara tertulis kepada
pimpinan sarana pelayanan kesehatan.
Kepemilikan, Pemanfaatan dan Tanggung jawab.
Kepemilikan
Rekam
Medis
Berkas rekam medis merupakan milik sarana pelayanan kesehatan sedangkan isi rekam medis
merupakan milik pasien. Apabila pasien meminta isi rekam medis maka dapat diberikan
dalam bentuk ringkasan rekam medis. Ringkasan rekam medis dapat diberikan, dicatat atau
dicopy oleh pasien atau orang yang diberi kuasa atau atas persetujuan tertulis pasien atau
keluarga pasien yang berhak untuk itu.
Pemanfaatan rekam medis
1. pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien;
2. alat bukti dalam proses penegakan hukum, disiplin kedokteran dan kedokteran gigi dan
penegakan etika kedokteran dan etika kedokteran gigi;
3. keperluan pendidikan dan penelitian;
4. dasar pembayar biaya pelayanan kesehatan; dan
5. data statistik kesehatan.

Pemanfaatan rekam medis untuk keperluan pedidikan dan penelitian yang menyebutkan
identitas pasien harus mendapat persetujuan secara tertulis dari pasien atau ahli warisnya dan
harus dijaga kerahasiaannya.
Pemanfaatan rekam medis untuk kepenluan pendidikan dan penelitian tidak diperlukan
persetujuan pasien, bila dilakukan untuk kepentingan negara.
Tanggung Jawab
Pimpinan sarana pelayanan kesehatan bertanggung jawab atas hilang, rusak, pemalsuan,
dan/atau penggunaan oleh orang atau badan yang tidak berhak terhadap rekam medis.
UNDANG-UNDANG NO. 44 TAHUN 2009 TENTANG RUMAH SAKIT

Bagi sebagian kalangan angka 4 merupakan angka yang kurang baik (tidak hoki), demikian
juga dengan angka 44 mungkin juga dianggap kurang baik, kebetulan no undang-undang
tentang Rumah Sakit memakai nomor 44, terlepas dari mitos angka yang bisa saja orang
dapat mempercayai atau tidak mempercayai, yang jelas tujuan dari dibuatnya UndangUndang ini adalah untuk kebaikan bagi setiap warga Negara, baik yang memiliki kaitan
lansung dengan Undang-Undang ini ataupun yang tidak.

Apa dasar hukumnya UU tersebut?


Dasar hukumnya: Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 , Pasal 28H ayat (1),
dan Pasal 34 ayat (3)
Dalam pasal 28H ayat (1) UUD 1945 disebutkan bahwa setiap orang berhak memperoleh
pelayanan kesehatan, sedangkan pada pasal 34 ayat (3) dinyatakan Negara bertanggung
jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang
layak.

Kapan diundangkan dan kapan mulai berlaku?


UU ini diundangkan pada tanggal 28 Oktober 2009, dan paling lambat 2 (dua) tahun setelah
UU ini diundangkan atau sampai dengan tanggal 28 Oktober 2011

Apakah syarat-syarat mendirikan Rumah Sakit menurut UU tersebut?


1. RS yang didirikan oleh swasta, harus berbentuk badan hukum yang kegiatan
usahanya hanya bergerak dibidang perumahsakitan (pasal 7 ayat 4)
2. Persyaratan Lokasi (pasal 8 tentang Amdal)
3. Persyaratan Bangunan (pasal 9 pasal 10)

4. Persyaratan Prasarana ( pasal 11, masih menunggu Peremenkes RI)


5. Persyaratan SDM (pasal 12 pasal 14, tidak ada hal yang baru kecuali RS dapat
memperkerjakan tenaga kesehatan Asing sesuai dengan kebutuhan pelayanan yang
diatur lebih lanjut dengan PP
6. Persyaratan Kefarmasian (pasal 15 untuk standar pelayanan kefarmasian diatur
Permenkes)
7. Persyaratan Peralatan Medis dan Nonmedis (pasal 16)

Bagaimana bagi Rumah Sakit yang tidak memenuhi persyaratan?


Pasal 17 UU ini menyebutkan:

Tidak diberikan ijin mendirikan


Dicabut izin operasionalnya, atau
Tidak diperpanjang izin operasionalnya.

Pasal 27 izin RS dapat dicabut apabila:


1.
2.
3.
4.

Habis masa berlakunya


Tidak lagi memenuhi persyaratan dan standar
Terbukti melakukan pelanggaran terhadap PP dan dan UU
Atas perintah pengadilan (penegakan hokum)

Apa Kewajiban dan Hak Rumah Sakit menurut UU ini?


Pasal 29 Kewajiban RS:

Ayat 1 ada 20 (duapuluh) Kewajiban


Ayat 2 sangsi administrasi
1. Teguran
2. Teguran tertulis atau
3. Denda dan pencabutan izin RS
Ketentuan lebih lanjut diatur dengan Permenkes

Beberapa kewajiban Rumah Sakit Menurut UU No. 44:

Kewajiban RS melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas RS


dalam melaksanakan tugas;
Daam kaitan dan tanggung jawab secara Perdata terhadap semua kegiatan yang
dilakukan oleh tenaga kesehatannya sesuai dengan bunyi pasal 1367 ayat (3) KUH
Perdata. (baca selengkapnya di UU No.44 Tahun 2009)

Bagaimana Doktrin Hospital Liability?


Didalam konteks hukum kedokteran, doktrin Corporate Liability ini mulai timbul dadalam
penerapannya kepada RS, sehingga timbul doktrin Hospital Liability dimana RS dapat
dimintakan pertanggungjawaban perdata (ganti kerugian) yang ditimbulkan oleh orang-orang
yang dibawah perintahnya yang sampai menimbulkan kerugian kepada pasiennya.
(J. Guwandi, SH. Tindakan medik dan tanggung jawab Produk Medik Prod Jakarta, FKUI, 1993 hala 15 16)

RS wajib menyusun dan melaksanakan peraturan internal RS (hospital bylaws)


Yang dimaksud dengan peraturan internal RS (Hospital Bylaws) adalah peraturan organisasi
RS (coporate bylaws) dan peraturan staf medis RS (Medical staff bylaws) yang disusun
dalam rangka menyelenggarakan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate
governance)

Apa pedoman Hospital Bylaws?


Pedoman Hospital Bylaws adalah: Keputusan Meneteri Kesehatan RI No.
772/Menkes/SK/VI/2002 tanggal 22 Juni 2002
Dan
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 631/MENKES/SK/IV/2005 tentang pedoman peraturan
internal staff medis (Medical Staff Bylaws) di RS.

Bagaimana Urutan Pelaksanaannya di RS?

AD/ART Yayasan/PT Peraturan Internal RS (Hospital Bylaws) Peraturan Pelaksanaan (SPO,


Job Des, PP, dll)

Apa Hak Rumah Sakit menurut UU tersebut?


Pasal 30 ayat (1) ada delapan hak, pasal (2) promosi yankes >>Permenkes, ayat (3) insentif
pajak >> PP

Hak RS menggugat (gugatan ganti rugi) pihak yang mengakibatkan kerugian ayat (1) hurf e

Apakah Hak dan Kewajiban Pasien sesuai dengan UU No 44 tahun 2009?

Pasal 31 Kewajiban pasien diatur lebih lanjut dengan Permenkes


Pasal 32 HAK pasien ada 18 (delapan belas):
Memperoleh informasi mengenai Tata Tertibdan peraturan yang berlaku di RS
Mempeoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien
Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi
Memperoleh ayanan kesehatan yang bermutu desuai dengan standar profesi dan
standar prosedur operasional
Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian
fisisk dan material
Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan
Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan peraturan yang
berlaku di RS
Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang
mempunyai SIP baik didalam maupun diluar RS
Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data medisnya
Mendapatkan informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan
tindakan medis, alternatif tindakan, resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan
prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan
Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga
kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya
Didampingi keluarga dalam keadaan kritis
Menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama hal itu
tidak mengganggu pasien lainnya
Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di RS
Mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan RS terhadap dirinya
Menolak pelayanan bimbinga rohani yang tidak sesuai dengan agama dan
kepercayaan yang dianutnya
Menggugat dan/atau menuntut RS apabila RS DIDUGA memberikan pelayanan yang
tidak sesuai dengan standar baik secara perdata tau pidana; dan
Mengeluhkan pelayanan RS yang tidak sesuai dengan standar pelayanan melalui
MEDIA CETAK dan ELEKTRONK sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan

Apa tanggungjawab Rumah Sakit?


Pasal 46, Rumah Sakit bertanggungjawab secara hukum terhadap SEMUA
KERUGIAN yang ditimbulkan atas KELALAIAN yang dilakukan oleh TENAGA
KESEHATAN di Rumah Sakit

Apa Upaya Pencegahan yang seharusnya dilakukan oleh Rumah Sakit?

RS hanya mempekerjakan tenaga kesehatan yang kompeten, dan ada program


pelatihan dan pengembangan yang berkelanjutan
RS menyediakan regulasi (norma), standar-standar, prosedur, dan criteria
(patokan/parameter), dan dijalankan secara konsisten
RS menyediakan organisasi yang menunjang kerja bermutu misalnya dengan
mengajukan system akreditasi dan atau ISO
Mengalihkan resiko profesi kepada pihak Asuransi
Menyikapi secara bijak sejak dini apabial ditemukan potensi tuntutan

Bagaimana system perlindaungan bila terjadi perkara (atau pada saat tuntutan)?

RS harus memiliki sistim untuk melakukan koordinasi, konsolidasi, untuk


menganalisis kasus, menemukan kesalahan bial ada, menentukan posisi hukumnya,
dan menetukan langkah-langkah mengatasinya
RS memiliki organisasi yang mamapu memebrikan advokasi/pendampingan, dari sisi
hukum maupun sisi teknis dan administrative

Hal apa saja yang diduga sebagai potensi tuntutan?


Potential claimable event:

Terdapat keluhan, komplain yang dapat menuju kesuatu tindakan klaim meskipun
belum nyata kea rah klaim

Claim:

Terdapat keinginan nyata dari pasien/keluarganya untuk meminta kompensasi/ ganti


rugi

Tuntutan hukuman:
Tedapat tuntutan hukum secara formal, baik perdata maupun pidana

Kepmenkes Tahun 2000 no 647


KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 647/MENKES/SK/IV/2000
TENTANG

REGISTRASI DAN PRAKTIK PERAWAT

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang: Bahwa sebagai pelaksanaan lebih lanjut pasal 4 peraturan pemerintah no 32
tahun 1996 tentang tenaga kesehatan perlu ditetapkan keputusan menteri kesehatan tentang
registrasi dan praktik perawat.
Mengingat: 1. Undang - undang no 23tahun 1992 tentang kesehatan ( lembaran negara tahun
1992 no.100. tambahan lembaran negara nomor 3495
2.peraturan pemerintah nomor 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan (lembaran negara
tahun 1996 no 49. tambahan lembaran negara no. 36371).
MEMUTUSKAN
M
menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA TENTANG REGISTRASI DAN PRAKTIK PERAWAT. Kepmenkes

Tahun 2000 no 647


KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 647/MENKES/SK/IV/2000
TENTANG
REGISTRASI DAN PRAKTIK PERAWAT

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang: Bahwa sebagai pelaksanaan lebih lanjut pasal 4 peraturan pemerintah no 32
tahun 1996 tentang tenaga kesehatan perlu ditetapkan keputusan menteri kesehatan tentang
registrasi dan praktik perawat.
Mengingat: 1. Undang - undang no 23tahun 1992 tentang kesehatan ( lembaran negara tahun
1992 no.100. tambahan lembaran negara nomor 3495
2.peraturan pemerintah nomor 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan (lembaran negara tahun
1996 no 49. tambahan lembaran negara no. 36371).
MEMUTUSKAN
netapkan : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
TENTANG REGISTRASI DAN PRAKTIK PERAWAT.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di
luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Surat Izin Perawat selanjutnya disebut SIP adalah bukti t ertulis pemberian kewenangan
untuk menjalankan pekerjaan keperawatan di seluruh wilayah Indonesia yang diberikan oleh
departeman Kesehatan Kepada tenaga perawat
3. Surat Izin Kerja selanjutnya disebut SIK adalah bukti tertulis yang diberikan kepada perawat
untuk melakukan praktik keperawatan di sarana pelayanan kesehatan.
4. Surat Izin Praktik Perawat selanjutnya disebut SIPP adalah bukti tertulis yang diberikan
kepada perawat untuk menjalankan praktik perawat perorangan/berkelompok.
5. Standar Profesi adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam
menjalankan profesi secara baik.
6. Kakanwil adalah kepala kantor wilayah departemen kesehatan provinsi
7. Kakandep adalah kepala kantor departemen kesehatan kabupaten/kotamadya
BAB II
PELAPORAN DAN REGISTRASI
Pasal 2
(1) Pimpinan penyelenggara pendidikan perawat wajib menyampaikan laporan secara tertulis
kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi mengenai peserta didik yang baru lulus, selambatlambatnya 1 (satu) bulan setelah dinyatakan lulus pendidikaan keperawatan.
(2) Bentuk dan isi laporan dimaksud pada ayat (1) sebagaimana tercantum dalam formulir I
terlampir.
Pasal 3
(1) Perawat yang baru lulus mengajukan permohonan dan mengirimkan kelengkapan registrasi
kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dimana sekolah berada guna memperoleh SIP
selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah menerima ijazah pendidikan keperawatan.
(2) Kelengkapan registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. foto kopi Ijazah pendidikan perawat.
b. surat keterangan sehat dari dokter.
Pasal 4

1. Kakanwil melakukan registrasi berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3


untuk menerbitkan SIP atas nama Menteri Kesehatan
2. Kakanwil menerbitkan SIP dalam waktu selambat lambatnya (1) satu bulan sejak permohonan
diterima
3. Bentuk dan isi SIP sebagaimana tercantum dalam formulir itu terlampir
Pasal 5
Kakanwil menyampaikan laporan secara berkala kepada sekretaris jenderal Departemen
Kesehatan kesehatan melalui kepala Biro Kepegawaian Departemen Kesehatan mengenai SIP
yang telah diterbitkan untuk kemudian secara berkala akan diterbitkan dalam buku registrasi
nasional.
Pasal 6
(1) Perawat lulusan luar negeri wajib melakukan adaptasi untuk melengkapi persyaratan
mendapatkan SIP.
(2) Adaptasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada sarana pendidikan milik
pemerintah.
(3) Untuk melakukan adaptasi perawat mengajukan permohonan kepada Kakanwil.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan melampirkan :
a. photo kopi Ijazah yang telah dilegalisir oleh Dirjen Dikti.
b. transkrip nilai ujian yang bersangkutan.
(5) Kakanwil berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menerbitkan
rekomendasi untuk melaksanakan adaptasi.
(6) Perawat yang telah melaksanakan adaptasi berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 4.
Pasal 7
SIP berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperbaharui serta merupakan dasar untuk
memperoleh SIK dan/atau SIPP.
BAB III
PERIZINAN
Pasal 8
(1) Perawat dapat melaksanakan praktik keperawatan pada sarana pelayanan kesehatan, praktik
perorangan dan/atau berkelompok.
(2) Perawat yang melaksanakan praktik keperawatan pada sarana pelayanan kesehatan harus
memiliki SIK.
(3) Perawat yang melakukan praktik perorangan/berkelompok harus memiliki SIPP.

Pasal 9
(1) SIK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) diperoleh dengan mengajukan permohonan
kepada Kakandep setempat.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan melampirkan :
a. photo kopi SIP;
b. surat keterangan sehat dari dokter;
c. surat keterangan dari pimpinan sarana pelayanan kesehatan yang menyatakan tanggal
mulai bekerja;
d. rekomendasi dari Organisasi Profesi
(3) Bentuk permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum pada formulir III
terlampir.
Pasal 10
SIK hanya berlaku pada 1 (satu) sarana pelayanan kesehatan.
Pasal 11
Permohonan SIK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, selambat - lambatnya diajukan
dalam waktu 1(satu) bulan setelah diterima bekerja.
Pasal 12
(1) SIPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) diperoleh dengan mengajukan
permohonan kepada Kakandep setempat.
(2) SIPP hanya diberikan kepada perawat yang memiliki pendidikan ahli madya keperawatan atau
memiliki pendidikan keperawatan dengan kompetensi lebih tinggi.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan melampirkan :
a. photo copy ijazah ahli madya keperawatan, atau ijazah pendidikan dengan kompetensi lebih
tinggi yang diakui pemerintah;
b. surat keterangan pengalaman kerja minimal 3(tiga) tahun dari pimpinan sarana tempat kerja,
khusus bagi ahli madya keperawatan;
c. photo copy SIP;
d. surat keterangan sehat dari dokter;
e. Rekomendasi dari organisasi profesi;
(4) Bentuk permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) seperti tercantum pada formulir IV
terlampir;
(5) Perawat yang telah memiliki SIPP dapat melakukan praktik berkelompok.
(6) Tata cara perizinan praktik berkelompok sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sesuai
ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.

Pasal 13
(1)

Rekomendasi untuk mendapatkan SIK dan/atau SIPP dilakukan melalui penilaian


kemampuan keilmuan dan keterampilan dalam bidang keperawatan, kepatuhan terhadap
kode etik profesi serta kesanggupan malakukan praktik keperawatan.
(2) Setiap perawat yang melaksanakan praktik keperawatan berkewajiban meningkatkan
kemampuan keilmuan dan/atau keterampilan bidang keperawatan melalui pendidikan
dan/atau pelatihan.
Pasal 14
(1) SIK dan SIPP berlaku sepanjang SIP belum habis masa berlakunya.
(2) Pembaharuan SIK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Kakandep setempat
dengan melampirkan :
a. photo copy SIP yang masih berlaku;
b. photo copy SIK yang lama;
c. surat keterangan dari pimpinan sarana pelayanan kesehatan yang menyatakan masih
bekerja sebagai perawat;
d. rekomendasi dari organisasi profesi.
(3) Pembaharuan SIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan Kakandep setempat dengan
melampirkan :
a. photo copy SIP yang masih berlaku;
b. photo copy SIPP yang lama;
c. rekomendasi dari organisasi profesi.
BAB IV
PRAKTIK PERAWAT
Pasal 15
Perawat dalam melaksanakan praktik keperawatan berwenang untuk :
a.

melaksanakan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, penetapan diagnose


keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan keperawatan dan evaluasi keperawatan;

b. tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : intervensi keperawatan,
observasi keperawatan, pendidikan dan konseling kesehatan;
c. dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud huruf a dan b harus sesuai
dengan standar asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh organisasi profesi;
d. pelayanan tindakan medik hanya dapat dilakukan berdasarkan permintaan tertulis dari
dokter.
Pasal 16
Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 perawat

berkewajiban untuk :
a.menghormati hak pasien;
b.merujuk kasus yang tidak dapat ditangani;
c. menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan perundang - undangan yang berlaku;
d. memberikan informasi;
e. meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan;
f. melakukan catatan perawatan dengan baik.

Pasal 17
Perawat dalam melakukan praktik keperawatan harus sesuai dengan kewenangan yang
diberikan, berdasarkan pendidikan dan pengalaman serta dalam memberikan pelayanan
berkewajiban mematuhi standar profesi.
Pasal 18
Perawat dalam menjalankan praktik harus membantu program pemerintah dalam
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Pasal 19
Perawat dalam menjalankan praktik keperawatan harus senantiasa meningkatkan mutu
pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya, baik diselenggarakan oleh
pemerintah maupun organisasi profesi.
Pasal 20
(1) Dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa seseorang/pasien, perawat berwenang untuk
melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.
(2) Pelayanan dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk
penyelamatan jiwa.
Pasal 21
(1) Perawat yang menjalankan praktik perorangan harus mencantumkan SIPP diruang
praktiknya
(2) Perawat yang menjalankan praktik perorangan tidak diperbolehkan memasang papan
praktik.
Pasal 22
(1) Perawat yang memiliki SIPP dapat melakukan asuhan keperawatan dalam bentuk kunjungan
rumah.
(2) Perawat dalam melakukan asuhan keperawatan dalam bentuk kunjungan rumah harus

membawa perlengkapan perawatan sesuai kebutuhan.


Pasal 23
(1) Perawat dalam menjalankan praktik perorangan sekurang - kurangnya memenuhi persyaratan
:
a. memiliki tempat praktik yang memenuhi syarat kesehatan;
b. memiliki perlengkapan untuk tindakan asuhan keperawatan maupun kunjungan rumah;
c. memiliki perlengkapan administrasi yang meliputi buku catatan kunjungan, formulir catatan
tindakan asuhan keperawatan serta formulir rujukan;
(2) Persyaratan perlengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai dengan standar
perlengkapan asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh organisasi profesi.
BAB V
PEJABAT YANG BERWENANG MENGELUARKAN DAN MENCABUT
IZIN KERJA ATAU IZIN PRAKTIK
Pasal 24
(1) Pejabat yang berwenang mengeluarkan dan mencabut SIK atau SIPP adalah Kakandep
(2) Dalam hal tidak ada pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Dinas Kesehatan
Propinsi dapat menunjuk pejabat lain.
Pasal 25
(1) Permohonan SIK atau SIPP yang disetujui atau ditolak

harus disampaikan oleh

Kakandep kepada pemohon dalam waktu selambat -lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal
permohonan diterima.
(2) Apabila permohonan SIK atau SIPP disetujui, Kakandep harus menerbitkan SIK atau SIP
(3) Apabila permohonan SIK atau SIPP ditolak, Kakandep harus memberi alasan penolakan
tersebut.
(4) Bentuk dan isi SIK atau SIPP yang disetujui sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum
dalam formulir V dan VI terlampir.
(5) Bentuk surat penolakan SIK atau SIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum
dalam formulir VII dan VIII terlampir.
Pasal 26
Kakandep menyampaikan laporan secara berkala kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi
setempat tentang pelaksanaan pemberian atau penolakan SIK atau SIPP diwilayahnya dengan
tembusan kepada organisasi Profesi setempat.
BAB VI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 27
(1) Perawat wajib mengumpulkan sejumlah angka kredit yang besarnya ditetapkan oleh
organisasi profesi.
(2) Angka kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikumpulkan dari kegiatan pendidikan
dan kegiatan ilmiah lain.
(3) Jenis dan besarnya angka kredit dari masing-masing unsur sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) ditetapkan oleh organisasi profesi.
(4) Organisasi profesi mempunyai kewajiban membimbing dan mendorong para anggotanya
untuk dapat mencapai angka kredit yang ditentukan.
Pasal 28
Pimpinan sarana pelayanan kesehatan wajib melaporkan perawat yang melakukan praktik
dan yang berhenti

melakukan praktik pada sarana

pelayanan kesehatannya kepada

Kakandep dengan tembusan kepada organisasi profesi.


Pasal 29
(1) Kakandep dan/atau organisasi yang terkait melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
perawat yang menjalankan praktik keperawatan di wilayahnya.
(2) Kegiatan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
melalui pemantauan yang hasilnya dibahas dalam pertemuan periodik sekurang-kurangnya
1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
Pasal 30
Perawat selama menjalankan praktik perawat wajib mentaati semua peraturan perundangundangan.
Pasal 31
(1) Perawat yang telah mendapatkan SIK atau SIPP dilarang :
a. menjalankan praktik selain ketentuan yang tercantum dalam izin tersebut;
b. melakukan perbuatan yang bertentangan dengan standar profesi;
(2) Bagi perawat yang memberikan pertolongan dalam keadaan darurat atau menjalankan tugas
di daerah terpencil yang tidak ada tenaga kesehatan lain, dikecualikan dari larangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir a.
Pasal 32
(1) Kakandep dan/atau organisasi profesi dapat memberi peringatan lisan atau tertulis kepada
perawat yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan keputusan ini.
(2) Peringatan lisan atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling banyak
3 (tiga) kali dan apabila peringatan tersebut tidak diindahkan, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dapat mencabut SIK atau SIPP tersebut.

Pasal 33
Sebelum Keputusan pencabutan SIK atau SIPP ditetapkan, Kakandep terlebih dahulu
mendengar pertimbangan dari Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 34
(1) Keputusan pencabutan SIK atau SIPP disampaikan kepada Perawat yang bersangkutan dalam
waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari terhitung sejak keputusan ditetapkan.
(2) Dalam Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebutkan lama pencabutan SIK
atau SIPP.
(3) Terhadap keputusan pencabutan SIK atau SIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diajukan keberatan kepada Kakandep dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah keputusan
diterima, apabila dalam waktu 14 (empat belas)

hari tidak diajukan keberatan, maka

keputusan pencabutan SIK atu SIPP tersebut dinyatakan mempunyai kekuatan hukum tetap.
(4) Kakanwil memutuskan di tingkat pertama dan terakhir semua keberatan

mengenai

pencabutan SIK atau SIPP.


(5) Sebelum prosedur keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditempuh Pengadilan Tata
Usaha Negara tidak berwenang mengadili sengketa tersebut sesuai dengan maksud Pasal 48
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara.
Pasal 35
Kakandep melaporkan setiap pencabutan SIK atau SIPP kepada Kepala Dinas Kesehatan
Propinsi setempat dengan tembusan kepada organisasi profesi setempat.
Pasal 36
(1) Dalam keadaan luar biasa untuk kepentingan Nasional Menteri Kesehatan dan/atau atas
rekomendasi organisasi profesi dapat mencabut untuk sementara SIK atau SIPP perawat
yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2)

Pencabutan izin sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selanjutnya diproses
sesuai dengan ketentuan keputusan

BAB VII
SANKSI
Pasal 37
(1) Perawat yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan/atau Pasal 31
ayat (1) dikenakan sanksi administratif sebagai berikut :
a. untuk pelanggaran ringan, pencabutan izin selama-lamanya 3 (tiga) bulan.

b. untuk pelanggaran sedang, pencabutan izin selama-lamanya 6 (enam) bulan.


c. untuk pelanggaran berat, pencabutan izin selama-lamanya 1 (satu) tahun.
(2) Penetapan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas motif
pelanggaran serta situasi setempat.
Pasal 38
Terhadap perawat yang sengaja :
a. melakukan praktik keperawatan tanpa mendapat pengakuan/adaptasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 atau 12 dan/atau
b. melakukan praktik keperawatan tanpa mendapat pengakuan/adaptasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 dan/atau
c. melakukan

praktik

keperawatan

yang

tidak

sesuai

dengan ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 16; dan/atau


d. tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17.
dipidana sesuai ketentuan Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang
tenaga kesehatan.

Pasal 39
Pimpinan sarana pelayanan kesehatan yang tidak melaporkan perawat yang berpraktik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dan/atau mempekerjakan perawat tanpa izin
dikenakan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang
berlaku.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 40
(1) perawat yang saat ini telah melakukan praktik perawat pada sarana pelayanan kesehatan
harus memiliki SIP dan SIK.
(2) SIP dapat diperoleh secara kolektif dengan mengajukan permohonan kepada kakanwil
setempat
( 3 ) SIK dapat diperoleh secara kolektif dengan mengajukan permohonan kepada kakandep
setempat
(4) Permohonan mendapatkan SIP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diperoleh dengan
melampirkan:
a. photo copy ijazah pendidikan keperawatan
b. surat keterangan sehat dari dokter

(5) permohonan mendapatkan SIK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilengkapi dengan;
a. photo copy ijazah pendidikan keperawatan
b. Photo copy SIP
c. Surat keterangan sehat dari dokter
d. surat keterangan dari pimpinan sarana pelayanan kesehatan yang menyatakan masih bekerja
pada institusi bersangkutan
(6) perawat yang saat ini tidak berpraktik dapat memperoleh SIP dengan mengajukan
permohonan kepada Kakanwil dengan melampirkan;
a. photo copy ijazah
b. surat keterangan dari dokter.

Pasal 41
Apabila terjadi restrukturisasi organisasi kantor wilayah, Depkes propinsi dan kantor
depkes kabupaten/kota karena penerapan peraturan perundangan baru. Maka unit kerja
atau unit organisasi yang menggantinya di provinsi Dan kabupaten/kota akan
melaksanakan tugas dan fungsi yang diatur dalam keputusan ini
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 42
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN, PERAWAT,RUMAH SAKIT DASAR HUKUM


1.UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan2.PP No. 32 Tahun 1996
t e n t a n g T e n a g a K e s e h a t a n 3.Keputusan Menteri Kesehatan No.
647/Menkes/SK/IV/2000 tentang Registrasi dan Praktik Perawat4.Surat Edaran
Direktur Jenderal Pelayanan Medik No. YM.02.04.3.5.2504 Tahun 1997 tentang
Pedoman Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter dan Rumah Sakit5.Surat Keputusan Dirjen
Yanmed No. 00.03.2.6.951 Tahun 1997 tentang berlakunya Hak dan Kewajiban
Perawat dan Bidan di RS.
PENGERTIAN-PENGERTIANHak :
Kekuasaan / kewenangan yang dimiliki oleh seseorang atau suatu badan hukumuntuk
mendapatkan atau memutuskan untuk berbuat sesuatu.
Kewajiban :
Sesuatu yang harus diperbuat atau yang harus dilakukan oleh seseorangatau suatu badan
hukum
Pasien :
Penerima jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit baik dalam keadaan sehatmaupun sakit
Perawat :

seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Rumah Sakit :
sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanankesehatan serta dapat
dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian
Hak pasien :
hak-hak pribadi yang dimiliki manusia sebagai pasienSE Direktur Jenderal Pelayanan Medik
No.YM.02.04.3.5.2504 Tahun 1997 tentang pedoman Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter dan
Rumah Sakit
HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN DI RS :HAK PASIEN :
1.Pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan
yang berlaku di rumah sakit.
2.Pasien berhak atas pelayanan yang manusiawi, adil dan jujur.
3.Pasien berhak memperoleh pelayanan medis yang bermutu ses uai dengan
standar profesi kedokteran / kedokteran gigi dan tanpa diskriminasi .
4.Pasien berhak memperoleh asuhan keperawatan dengan standar
profesikeperawatan

HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN, PERAWAT, RUMAH SAKIT


DASAR
HUKUM
1.
UU
No.
23
Tahun
1992
tentang
Kesehatan
2.
PP
No.
32
Tahun
1996
tentang
Tenaga
Kesehatan
3. Keputusan Menteri Kesehatan No. 647/Menkes/SK/IV/2000 tentang Registrasi
dan
Praktik
Perawat
4. Surat Edaran Direktur Jenderal Pelayanan Medik No. YM.02.04.3.5.2504 Tahun
1997 tentang Pedoman Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter dan Rumah Sakit
5. Surat Keputusan Dirjen Yanmed No. 00.03.2.6.951 Tahun 1997 tentang
berlakunya
Hak
dan
Kewajiban
Perawat
dan
Bidan
di
RS.
PENGERTIAN-PENGERTIAN
Hak : Kekuasaan / kewenangan yang dimiliki oleh seseorang atau suatu badan
hukum untuk mendapatkan atau memutuskan untuk berbuat sesuatu.
Kewajiban : Sesuatu yang harus diperbuat atau yang harus dilakukan oleh
seseorang
atau
suatu
badan
hukum
Pasien : Penerima jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit baik dalam keadaan
sehat
maupun
sakit
Perawat : seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di
luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Rumah Sakit : sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan
pelayanan kesehatan serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga kesehatan
dan
penelitian
Hak pasien : hak-hak pribadi yang dimiliki manusia sebagai pasien
SE Direktur Jenderal Pelayanan Medik No.YM.02.04.3.5.2504 Tahun
1997 tentang pedoman Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter dan Rumah
Sakit

HAK
DAN
KEWAJIBAN
PASIEN
DI
RS
:
HAK
PASIEN
:
1. Pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang
berlaku
di
rumah
sakit.
2. Pasien berhak atas pelayanan yang manusiawi, adil dan jujur.
3. Pasien berhak memperoleh pelayanan medis yang bermutu sesuai dengan standar
profesi
kedokteran
/
kedokteran
gigi
dan
tanpa
diskriminasi
.
4. Pasien berhak memperoleh asuhan keperawatan dengan standar profesi
keperawatan
5. Pasien berhak memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya
dan
sesuai
dengan
peraturan
yang
berlaku
di
rumah
sakit.
6. Pasien berhak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat klinis
dan
pendapat
etisnya
tanpa
campur
tangan
dari
pihak
luar.
7. Pasien berhak meminta konsultasi kepada dokter lain yang terdaftar di rumah
sakit tersebut (second opinion) terhadap penyakit yang dideritanya, sepengetahuan
dokter
yang
merawat.
8. Pasien berhak atas "privacy" dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk
data-data
medisnya.
9.
Pasien
berhak
mendapat
informasi
yang
meliputi
:
> penyakit yang diderita tindakan medik apa yang hendak dilakukan
> kemungkinan penyakit sebagai akibat tindakan tsb sebut dan tindakan untuk
mengatasinya
>
alternatif
terapi
lainnya
>
prognosanva.
>
perkiraan
biaya
pengobatan
10. Pasien berhak menyetujui/memberikan izin atas tindakan yang akan dilakukan
oleh
dokter
sehubungan
dengan
penyakit
yang
dideritanya
11. Pasien berhak menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan
mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri sesudah
memperoleh
informasi
yang
jelas
tentang
penyakitnya.
12.
Pasien
berhak
didampingi
keluarganya
dalam
keadaan
kritis.
13. Pasien berhak menjalankan ibadah sesuai agama/kepercayaan yang dianutnya
selama
hal
itu
tidak
mengganggu
pasien
lainnya.
14. Pasien berhak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan
di
rumah
sakit
15. Pasien berhak mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan perlakuan
rumah
sakit
terhadap
dirinya.
16. Pasien berhak menerima atau menolak bimbingan moril maupun spiritual.
KEWAJIBAN
PASIEN
1. Pasien dan keluarganya berkewajiban untuk mentaati segala peraturan dan tata
tertib
rumah
skait
2. Pasien berkewajiban untuk mematuhi segala instruksi dokter dan perawat dalam
pengobatannya.
3. Pasien berkewajiban memberikan informasi dengan jujur dan selengkapnya
tentang
penyakit
yang
diderita
kepada
dokter
yang
merawat.
4. Pasien dan atau penanggungnya berkewajiban untuk melunasi semua imbalan
atas
jasa
pelayanan
rumah
sakit/dokter
5. Pasien dan atau penanggungnya berkewajiban memenuhi hal-hal yang telah
disepakati/perjanjian yang telah dibuatnya.

HAK DAN KEWAJIBAN PERAWAT DAN BIDAN DI RS (SK Dirjen Yanmed No.
YM 00.03.2.6.956 Th 1997
HAK-HAK PERAWAT DAN BIDAN :
1. Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
2. Mengembangkan diri melalui kemampuan spesialisasi sesuai latar belakang
pendidikannya.
3. Menolak keinginan klien/pasien yang bertentangan dengan peraturan perundangan serta
standar profesi dan kode etik profesi.
4. Mendapatkan informasi lengkap dari klien/pasien yang tidak puas terhadap
pelayanannya.
5. Meningkatkan pengetahuan berdasarkan perkembangan IPTEK dalam bidang
keperawatan/kebidanan/kesehatan secara terus menerus.
6. Diperlakukan adil dan jujur oleh rumah sakit maupun klien/pasien dan atau keluarganya.
7. Mendapatkan jaminan perlindungan terhadap risiko kerja yang berkaitan dengan
tugasnya.
8. Diikutsertakan dalam penyusunan/penetapan kebijakan pelayanan kesehatan di rumah
sakit
9. Diperhatikan privasinya dan berhak menuntut apabila nama baiknya dicemarkan oleh
klien/pasien dan atau keluarganya serta tenaga kesehatan lain.
10. Menolak pihak lain yang memberi anjuran/permintaan tertulis untuk melakukan
tindakan yang bertentangan dengan perundang-undangan, standar profesi dan kode etik
profesi.
11. Mendapatkan perhargaan imbalan yang layak dari jasa profesinya sesuai
peraturan/ketentuan yang berlaku di rumah sakit.
12. Memperoleh kesempatan mengembangkan karir sesuai dengan bidang profesinya.
KEWAJIBAN PERAWAT DAN BIDAN :
1. Mematuhi semua peraturan RS dengan hubungan hukum antara perawat dan bidan
dengan pihak RS.
2. Mengadakan perjanjian tertulis dengan pihak rumah sakit
3. Memenuhi hal-hal yang telah disepakati / perjanjian yang telah dibuatnya.
4. Memberikan pelayanan atau asuhan keperawatan atau kebidanan sesuai dengan standar
profesi dan batas kewenangannya atau otonomi profesi.
5. Menghormati hak-hak klien atau pasien.
6. Merujuk klien atau pasien kepada perawat lain atau tenaga kesehatan lain yang
mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik.
7. Memberikan kesempatan kepada klien/pasien agar senantiasa dapat berhubungan dengan
keluarganya dan dapat menjalankan ibadah sesuai dengan agama atau keyakinannya
sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan pelayanan kesehatan.
8. Bekerjasama dengan tenaga medis/tenaga kesehatan lain yang terkait dalam memberikan
pelayanan kesehatan/asuhan kebidanan kepada klien/pasien.
9. Memberikan informasi yang adekuat tentang tindakan keperawatan atau kebidanan
kepada klien/pasien dan atau keluarganya sesuai dengan batas kewenangannya.
10. Membuat dokumen asuhan keperawatan atau kebidanan secara akurat dan
berkesinambungan.
11. Meningkatkan mutu pelayanan keperawatan atau kebidanan sesuai standar profesi
keperawatan atau kebidanan dan kepuasan kklien/pasien.
12. Mengikuti IPTEK keperawatan atau kebidanan secara terus menerus.
13. Melakukan pertolongan darurat sebagai tugas perikemanusiaan sesuai dengan batas
kewenangannya.
14. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang klien/pasien bahkan juga
setelah klien/pasien tersebut meninggal, kecuali jika diminta keterangannya oleh yang
berwenang.

SE Direktur Jenderal Pelayanan Medik No.YM.02.04.3.5.2504 Tahun 1997


tentang Pedoman Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter dan RS
HAK-HAK RUMAH SAKIT :
1. Rumah sakit berhak membuat peraturan-peraturan yang berlaku di rumah sakitnya sesuai
dengan kondisi/keadaan yang ada di rumah sakit tersebut (hospital by laws)
2. Rumah sakit berhak mensyaratkan bahwa pasien harus mentaati segala peraturan rumah
sakit.
3. Rumah sakit berhak mensyaratkan bahwa pasien harus mentaati segala instruksi yang
diberikan dokter kepadanya.
4. Rumah sakit berhak memilih tenaga dokter yang akan bekerja di rumah sakit melalui
panitia kredensial.
5. Rumah sakit berhak menuntut pihak-pihak yang telah melakukan wanprestasi (termasuk
pasien, pihak ketiga, dan lain-lain).
6. Rumah sakit berhak mendapat perlindungan hukum.
KEWAJIBAN RUMAH SAKIT :
1. Rumah sakit wajib mematuhi perundangan dan peraturan yang dikeluarkan oleh
Pemerintah.
2. Rumah sakit wajib memberikan pelayanan kepada pasien tanpa membedakan suku, ras,
agama, seks dan status sosial pasien
3. Rumah sakit wajib merawat pasien sebaik-baiknya dengan tidak membedakan kelas
perawatan (duty of care).
4. Rumah sakit wajib menjaga mutu perawatan dengan tidak membedakan kelas perawatan
(quality of care)
5. Rumah sakit wajib memberikan pertolongan pengobatan di unit gawat darurat tanpa
meminta jaminan materi terlebih dahulu
6. Rumah sakit wajib menyediakan sarana dan peralatan umum yang dibutuhkan.
7. Rumah sakit wajib menyediakan sarana dan peralatan medik (medical equipment)sesuai
dengan standar yang berlaku.
8. Rumah sakit wajib menjaga agar semua sarana dan peralatan senantiasa dalam keadaan
siap
pakai (ready for use).
9. Rumah sakit wajib merujuk pasien kepada rumah sakit lain apabila tidak memiliki sarana
, prasarana, peralatan dan tenaga yang diperlukan.
10. Rumah sakit wajib mengusahakan adanya sistem, sarana dan prasarana pencegahan
kecelakaan dan penanggulangan bencana
11. Rumah sakit wajib membuat standar dan prosedur tetap baik untuk pelayanan medik,
penunjang medik, non medik.
12. Khusus untuk RS Pendidikan, RS wajib memberikan informasi bahwa penderita
termasuk dalam proses/pelaksanaan pendidikan dokter/dokter spesialis.

Anda mungkin juga menyukai