2. PP no 32 tahun 1996
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 32 TAHUN 1996
TENTANG
TENAGA KESEHATAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : Bahwa sebagai pelakssanaan ketentuan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992
tentang Kesehatan, dipandang perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tenaga
Kesehatan.
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan (lembaga Negara Tahun 1992
Nomor 100, Tambahan Lembaga Negara Nomor 3495).
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TENAGA
KESEHATAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan
serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan
yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan;
2. Sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya
kesehatan;
3. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memlihara dan meningkatkan kesehatan
yang dilakukan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat;
4. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang kesehatan.
BAB II
JENIS TENAGA KESEHATAN
Pasal 2
(1) Tenaga kesehatan terdiri dari:
a. Tenaga medis;
b. Tenaga keperawatan;
c. Tenaga kefarmasian;
d. Tenaga kesehatan masyarakat;
e. Tenaga gizi;
f. Tenaga keterampilan fisik;
g. Tenaga keteknisian medis;
(2) Tenaga medis meliputi dokter dan dokter gig.
(3) Tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan.
(4) Tenaga kefarmasian meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker.
Pasal 5
(1) Selain ijin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), tenaga medis dan tenaga
kefarmasian lulusan dari lembaga pendidikan di luar negeri hanya dapat melakukan upaya
kesehatan setelah yang bersangkutan melakukan adaptasi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai adaptasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
oleh Menteri.
BAB IV
PERENCANAAN, PENGADAAN DAN PENEMPATAN
Bagian Kesatu
Perencanaan
Pasal 6
(1) Pengadaan dan penempatan tenaga kesehatan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
tenaga kesehatan yang merata bagi seluruh masyarakat.
(2) Pengadaan dan penempatan tenaga kesehatan dilaksanakan sesuai dengan perencanaan
nasional tenaga kesehtan.
(3) Perencanaan nasional tenaga kesehatan disusun dengan memperhatikan factor:
a. Jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat;
b. Sarana kesehatan;
c. Jenis dan jumlah tenaga kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan.
(4) Perencanaan nasional tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat
(3) ditetapkan oleh Menteri.
Bagian Kedua
Pengadaan
Pasal 7
Pengadaan tenaga kesehatan dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan di bidang kesehatan.
Pasal 8
(1) Pendidkan di bidang kesehatan dilaksanakan di lembaga pendidikan yang diselenggarakan
oleh Pemerintah atau masyarakat.
(2) Peyelenggaraan pendidikan di bidang kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilaksanakan berdasarkan ijin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 9
(1) Pelatihan di bidang kesehatan diarahkan untuk meningkatkan keterampilan
ataupenguasaan pengetahuan di bidang teknis kesehatan.
(2) Pelatihan di bidang kesehatan dapat dilakukan secara berjenjang sesuai dengan jenis
tenaga kesehatan yang bersangkutan.
Pasal 10
(1) Setiap teaga kesehtan memiliki kesempayan yang sama untuk mengikuti pelatihan di
bidang kesehatan sesuai dengan bidang tugasnya.
(2) Penyelenggara dan/atau pimpinan sarana kesehatan bertanggung jawab atas pemberian
kesempatan kepada tenaga kesehatan yang ditempatkan dan/atau bekerja pada sarana
kesehatan yang bersangkutan untuk meningkatkan keterampilan atau pengetahuan melalui
pelatihan dibidang kesehatan.
Pasal 11
(1) Pelatihan di bidang kesehatan dilaksanakan dib alai pelatihan tenaga kesehatan atau
tempat pelatihan lainnya.
(2) Pelatihan di bidang kesehatan dapat diselenggarakan oleh Pemerinah dan/atau
masyarakat.
Pasal 12
(1) Pelatihan di bidang kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah dilaksanakan dengan
memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pelatihan di bidang kesehatan yang diselenggarakab oleh masyarakat dilaksanakan atas
dasar ijin Menteri.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai perijinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur
oleh Menteri.
Pasal 13
(1) Pelatihan di bidang kesehatan wajib memenuhi persyaratan tersedianya:
a. Calon peserta pelatihan;
b. Tenaga kepelatihan;
c. Kurikulum;
d. Sumber dana yang tetap untuk menjamin kelangsungan penyelenggaraan pelatihan;
e. Sarana dan prasarana.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan pelatihan di bidang kesehatn sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh menteri.
Pasal 14
(1) Menteri dapat menghentikan pelatihan apabila pelaksanaan peltihan di bidang kesehatan
yang diselenggarakan oleh masyarakat ternyata:
a. Tidak sesuai dengan arah pelatihan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1);
Bagian Ketiga
Penempatan
Pasal 15
(1) Dalam rangka pemerataan pelayanan kesehatan bagi seluruh masyarakat, pemerintah
dapat mewajibkan tenaga kesehatan untuk ditempatkan pada sarana kesehatan tertentu untuk
jangka waktu tertentu.
(2) Penempatan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat 91) dilakukan dengan
cara masa bakti.
(3) Pelaksanaan penempatan tenaga kesehatan sebagimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
(2) dilaksanakan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 16
Penempatan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2)
dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab menteri.
Pasal 17
Penempatan tenaga kesehatan dengan cara masa bakti dilaksanakan dengan memperhatikan:
a. Kondisi wilayah dimana tenaga kesehatan yang berssangkutan ditempatkan;
b. Lamanya penempatan;
c. Jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat;
d. Prioritas sarana kesehatan.
Pasal 18
(1) Penempatan tenaga kesehatan dengan cara masa bakti dilaksanakan pada:
a. Sarana kesehatan yang diselenggarakan oleh Pemerintah;
b. Sarana kesehatan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang ditunjuka oleh Pemerintah;
c. Lingkungan perguruan tinggi sebagai staf pengajar;
d. Lingkungan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
(2) Pelaksanaan ketentuan huruf c dan huruf d sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
lebih lanjut oleh Menteri setelah mendengar pertimbangan dari pimpinan instansi terkait.
Pasal 19
(1) Tenaga kesehatan yang telah melaksanakan masa bakti diberikan surat keterangan dari
menteri.
(2) Surat keterangan sebgaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan persyaratan bagi
tenaga kesehatan untuk memperoleh ijin menyelenggarakan upaya kesehatan pada sarana
kesehatan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian surat keterangan sebagimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur oleh Menteri.
Pasal 20
Status tenaga kesehatan dalam penempatan tenaga kesehatan dapat berupa:
a. pegawai negeri; atau
b. pegawai tidak tetap.
BAB V
STANDAR PROFESI DAN PERLINDUNGAN HUKUM
Bagian Kesatu
Standar Profesi
Pasal 21
(1) Setiap tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi
standar profesi tenaga kesehatan.
(2) standar profesi tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh
Menteri.
Pasal 22
(1) Bagi tenaga kesehatan jenis tertentu dalam melaksanakan tugas profesinya berkewajiban
untuk:
a. Menghormati hak pasien;
b. Menjaga kerahasiaan identitas;
c. Memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan
dilakukan;
d. Meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan;
e. Membuat dan memelihara rekam medis;
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh
Menteri.
Pasal 23
(1) Pasien berhak atas ganti rugi apabila dalam pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 mengakibatkan terganggunya
kesehatan, cacat atau kematian yang terjadi karena kesalahan atau kelalaian.
(2) Ganti rugi sebagimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Kedua
Perlindungan Hukum
Pasal 24
(1) Perlindungan hokum diberikan kepada tenaga kesehatan yang melakukan tugasnya sesuai
dengan standar profesi tenaga kesehatan.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh
Menteri.
BAB VI
PENGHARGAAN
Pasal 25
(1) Kepada tenaga kesehatan yang bertugas pada sarana kesehatan atas dasar prestasi kerja,
pengabdian, kesetiaan, berjasa pada Negara atau menninggal dunia dalam melaksakan tugas
diberikan penghargaan.
(2) Penghargaan sebagimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diberikan oleh Pemerintah
dan/atau masyarakat.
(3) Bentuk penghargaan dapat berupa kenaikan pangkat, tanda jasa, uang atau bentuk lain.
BAB VII
IKATAN PROFESI
Pasal 26
(1) Tenaga kesehatan dapat membentuk ikatan profesi sebagai wadah untuk meningkatkan
dan/atau mengembangkan pengetahuan dan keterampilan martabat dan kesejahteraan tenaga
kesehatan.
(2) Pembentukan ikatan profesi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VIII
TENAGA KESEHATAN WARGA NEGARA ASING
Pasal 27
(1) Tenaga kesehatan warga Negara asing hanya dapat melakukan upaya kesehatan atas dasar
ijin dari Menteri.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai perijinan sebagimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
oleh Menteri dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
di bidang tenaga kerja asing.
BAB IX
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu
Pembinaan
Pasal 28
(1) Pembinaan tenaga kesehatan diarahkan untuk meningkatkan mutu pengabdian profesi
tenaga kesehatan
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melaluui pembinaan karier,
disiplin dan teknis profesi tenaga kesehatan.
Pasal 29
(1) Pembinaan karier tenaga kesehatan meliputi kenaikan pangkat, jabatan dan pemberian
penghargaan.
(2) Pembinaan karier tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 30
(1) Pembinaan disipllin tenaga kesehatan menjadi tanggung jawab penyelenggara dan/atau
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 36
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka semua ketentuan peraturan perundangundangan yang berhubungan dengan tenaga kesehatan yang telah ada masih tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 37
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang
mengetahinya, memerintahkan perundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya
dalm Lembaga Negara Republik Indonesia.
Pasal 76
Setiap dokter, atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa
memiliki surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
Pasal ini sepanjang mengenai kata-kata penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat berdasarkan Putusan MK No.
4/PUU/V/2007
Penjelasan Pasal 76
Cukup Jelas
Pasal 77
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang
menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau
dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda. registrasi dokter
gigi dan/atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Penjelasan Pasal 77
Cukup Jelas
Pasal 78
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara lain dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang
bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter
atau surat tanda registrasi dokter gigi atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 73 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda
paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Penjelasan Pasal 78
Cukup Jelas
Pasal ini dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai,
Setiap orang yang dengan sengaja
menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang
bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat
tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi atau surat izin
praktik, kecuali tukang gigi yang mendapat izin praktik dari Pemerintah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah); berdasarkan Putusan MK Nomor 40/PUUX/2012
Pasal 79
Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang:
a. dengan sengaja tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat
(1);
b. dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat
(1); atau
c. dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a,
huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e.
Penjelasan Pasal 79
Cukup Jelas
Pasal 79, sepanjang kata-kata kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau serta Pasal 79
huruf c, sepanjang mengenai kata-kata atau huruf e bertentangan dengan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat berdasarkan Putusan MK No. 4/PUU/V/2007
Pasal 80
(1) Setiap orang yang dengan sengaja mempekerjakan dokter atau dokter gigi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh korporasi,
maka pidana yang dijatuhkan adalah pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditambah sepertiga atau dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan izin.
Penjelasan Pasal 80
Cukup Jelas
Penjelasan Pasal 75
Cukup Jelas
Pasal 76
Setiap dokter, atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa
memiliki surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
Pasal ini sepanjang mengenai kata-kata penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat berdasarkan Putusan MK No.
4/PUU/V/2007
Penjelasan Pasal 76
Cukup Jelas
Pasal 77
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang
menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau
dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda. registrasi dokter
gigi dan/atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Penjelasan Pasal 77
Cukup Jelas
Pasal 78
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara lain dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang
bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter
atau surat tanda registrasi dokter gigi atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 73 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda
paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Penjelasan Pasal 78
Cukup Jelas
Pasal ini dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai,
Setiap orang yang dengan sengaja
menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang
bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat
tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi atau surat izin
praktik, kecuali tukang gigi yang mendapat izin praktik dari Pemerintah
Pasal 79
Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang:
a. dengan sengaja tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat
(1);
b. dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat
(1); atau
c. dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a,
huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e.
Penjelasan Pasal 79
Cukup Jelas
Pasal 79, sepanjang kata-kata kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau serta Pasal 79
huruf c, sepanjang mengenai kata-kata atau huruf e bertentangan dengan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat berdasarkan Putusan MK No. 4/PUU/V/2007
Pasal 80
(1) Setiap orang yang dengan sengaja mempekerjakan dokter atau dokter gigi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh korporasi,
maka pidana yang dijatuhkan adalah pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditambah sepertiga atau dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan izin.
Penjelasan Pasal 80
Cukup Jelas
Rekam medis untuk pelayanan dokter spesialis dan dokter gigi spesialis dapat dikembangkan
sesuai
kebutuhan
Rekam medis yang dibuat dalam pelayanan di ambulance atau pengobatan masal sama seperti
rekam medis gawat darurat dan rekam medis disimpan di sarana kesehatan.
Rekam medis harus segera dibuat dan dilengkapi oleh dokter dan dokter gigi setelah
memberikan pelayanan.
Ringkasan
Pulang
(discharge
summary)
atau
resume
medis
Harus dibuat oleh dokter atau dokter gigi yang melakukan perawatan pasien. Isi ringkasan
pulang sekurang-kurangnya memuat:
1. identitas pasien;
2. diagnosis masuk dan indikasi pasien dirawat;
3. ringkasan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang, diagnosis akhir, pengobatan dan tindak
lanjut; dan
4. nama dan tanda tangan dokter atau dokter gigi yang memberikan pelayanan kesehatan.
Nama :
Jenis Kelamin :
Umur :
Alamat :
Pekerjaan :
Pendidikan :
Golongan Darah :
Status pernikahan :
Nama suami/istri :
Dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan bertanggungjawab atas pencatatan atau
pendokumentasian pada rekam medis.
Penyimpanan
Masa simpan rekam medis disarana rumah sakit adalah selama 5 (lima) tahun terhitung sejak
tanggal terakhir pasien mendapat perawatan, kecuali ringkasan pulang dan persetujuan
tindakan
selama
10
(sepluh)
tahun.
Sedangkan masa simpan disarana kesehatan selain rumah sakit adalah 2 (dua) tahun.
Setelah batas waktu tersebut, maka rekam medis dapat dimusnahkan dengan mengikuti aturan
yang telah ditentukan untuk pemusnahan dokumen.
Kerahasiaan Rekam Medis
Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat
pengobatan pasien harus dijaga kerahasiaannya oleh dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan
tertentu, petugas pengelola dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan.
Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat
pengobatan dapat dibuka dalam hal:
1. untuk kepentingan kesehatan pasien;
2. memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum atas
perintah pengadilan;
3. permintaan dan/atau persetujuan pasien sendiri;
4. permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan perundang-undangan; dan
5. untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis, sepanjang tidak menyebutkan
identitas pasien.
Permintaan rekam medis untuk tujuan tersebut diatas harus dilakukan secara tertulis kepada
pimpinan sarana pelayanan kesehatan.
Kepemilikan, Pemanfaatan dan Tanggung jawab.
Kepemilikan
Rekam
Medis
Berkas rekam medis merupakan milik sarana pelayanan kesehatan sedangkan isi rekam medis
merupakan milik pasien. Apabila pasien meminta isi rekam medis maka dapat diberikan
dalam bentuk ringkasan rekam medis. Ringkasan rekam medis dapat diberikan, dicatat atau
dicopy oleh pasien atau orang yang diberi kuasa atau atas persetujuan tertulis pasien atau
keluarga pasien yang berhak untuk itu.
Pemanfaatan rekam medis
1. pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien;
2. alat bukti dalam proses penegakan hukum, disiplin kedokteran dan kedokteran gigi dan
penegakan etika kedokteran dan etika kedokteran gigi;
3. keperluan pendidikan dan penelitian;
4. dasar pembayar biaya pelayanan kesehatan; dan
5. data statistik kesehatan.
Pemanfaatan rekam medis untuk keperluan pedidikan dan penelitian yang menyebutkan
identitas pasien harus mendapat persetujuan secara tertulis dari pasien atau ahli warisnya dan
harus dijaga kerahasiaannya.
Pemanfaatan rekam medis untuk kepenluan pendidikan dan penelitian tidak diperlukan
persetujuan pasien, bila dilakukan untuk kepentingan negara.
Tanggung Jawab
Pimpinan sarana pelayanan kesehatan bertanggung jawab atas hilang, rusak, pemalsuan,
dan/atau penggunaan oleh orang atau badan yang tidak berhak terhadap rekam medis.
UNDANG-UNDANG NO. 44 TAHUN 2009 TENTANG RUMAH SAKIT
Bagi sebagian kalangan angka 4 merupakan angka yang kurang baik (tidak hoki), demikian
juga dengan angka 44 mungkin juga dianggap kurang baik, kebetulan no undang-undang
tentang Rumah Sakit memakai nomor 44, terlepas dari mitos angka yang bisa saja orang
dapat mempercayai atau tidak mempercayai, yang jelas tujuan dari dibuatnya UndangUndang ini adalah untuk kebaikan bagi setiap warga Negara, baik yang memiliki kaitan
lansung dengan Undang-Undang ini ataupun yang tidak.
Hak RS menggugat (gugatan ganti rugi) pihak yang mengakibatkan kerugian ayat (1) hurf e
Bagaimana system perlindaungan bila terjadi perkara (atau pada saat tuntutan)?
Terdapat keluhan, komplain yang dapat menuju kesuatu tindakan klaim meskipun
belum nyata kea rah klaim
Claim:
Tuntutan hukuman:
Tedapat tuntutan hukum secara formal, baik perdata maupun pidana
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di
luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Surat Izin Perawat selanjutnya disebut SIP adalah bukti t ertulis pemberian kewenangan
untuk menjalankan pekerjaan keperawatan di seluruh wilayah Indonesia yang diberikan oleh
departeman Kesehatan Kepada tenaga perawat
3. Surat Izin Kerja selanjutnya disebut SIK adalah bukti tertulis yang diberikan kepada perawat
untuk melakukan praktik keperawatan di sarana pelayanan kesehatan.
4. Surat Izin Praktik Perawat selanjutnya disebut SIPP adalah bukti tertulis yang diberikan
kepada perawat untuk menjalankan praktik perawat perorangan/berkelompok.
5. Standar Profesi adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam
menjalankan profesi secara baik.
6. Kakanwil adalah kepala kantor wilayah departemen kesehatan provinsi
7. Kakandep adalah kepala kantor departemen kesehatan kabupaten/kotamadya
BAB II
PELAPORAN DAN REGISTRASI
Pasal 2
(1) Pimpinan penyelenggara pendidikan perawat wajib menyampaikan laporan secara tertulis
kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi mengenai peserta didik yang baru lulus, selambatlambatnya 1 (satu) bulan setelah dinyatakan lulus pendidikaan keperawatan.
(2) Bentuk dan isi laporan dimaksud pada ayat (1) sebagaimana tercantum dalam formulir I
terlampir.
Pasal 3
(1) Perawat yang baru lulus mengajukan permohonan dan mengirimkan kelengkapan registrasi
kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dimana sekolah berada guna memperoleh SIP
selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah menerima ijazah pendidikan keperawatan.
(2) Kelengkapan registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. foto kopi Ijazah pendidikan perawat.
b. surat keterangan sehat dari dokter.
Pasal 4
Pasal 9
(1) SIK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) diperoleh dengan mengajukan permohonan
kepada Kakandep setempat.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan melampirkan :
a. photo kopi SIP;
b. surat keterangan sehat dari dokter;
c. surat keterangan dari pimpinan sarana pelayanan kesehatan yang menyatakan tanggal
mulai bekerja;
d. rekomendasi dari Organisasi Profesi
(3) Bentuk permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum pada formulir III
terlampir.
Pasal 10
SIK hanya berlaku pada 1 (satu) sarana pelayanan kesehatan.
Pasal 11
Permohonan SIK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, selambat - lambatnya diajukan
dalam waktu 1(satu) bulan setelah diterima bekerja.
Pasal 12
(1) SIPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) diperoleh dengan mengajukan
permohonan kepada Kakandep setempat.
(2) SIPP hanya diberikan kepada perawat yang memiliki pendidikan ahli madya keperawatan atau
memiliki pendidikan keperawatan dengan kompetensi lebih tinggi.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan melampirkan :
a. photo copy ijazah ahli madya keperawatan, atau ijazah pendidikan dengan kompetensi lebih
tinggi yang diakui pemerintah;
b. surat keterangan pengalaman kerja minimal 3(tiga) tahun dari pimpinan sarana tempat kerja,
khusus bagi ahli madya keperawatan;
c. photo copy SIP;
d. surat keterangan sehat dari dokter;
e. Rekomendasi dari organisasi profesi;
(4) Bentuk permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) seperti tercantum pada formulir IV
terlampir;
(5) Perawat yang telah memiliki SIPP dapat melakukan praktik berkelompok.
(6) Tata cara perizinan praktik berkelompok sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sesuai
ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
Pasal 13
(1)
b. tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : intervensi keperawatan,
observasi keperawatan, pendidikan dan konseling kesehatan;
c. dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud huruf a dan b harus sesuai
dengan standar asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh organisasi profesi;
d. pelayanan tindakan medik hanya dapat dilakukan berdasarkan permintaan tertulis dari
dokter.
Pasal 16
Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 perawat
berkewajiban untuk :
a.menghormati hak pasien;
b.merujuk kasus yang tidak dapat ditangani;
c. menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan perundang - undangan yang berlaku;
d. memberikan informasi;
e. meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan;
f. melakukan catatan perawatan dengan baik.
Pasal 17
Perawat dalam melakukan praktik keperawatan harus sesuai dengan kewenangan yang
diberikan, berdasarkan pendidikan dan pengalaman serta dalam memberikan pelayanan
berkewajiban mematuhi standar profesi.
Pasal 18
Perawat dalam menjalankan praktik harus membantu program pemerintah dalam
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Pasal 19
Perawat dalam menjalankan praktik keperawatan harus senantiasa meningkatkan mutu
pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya, baik diselenggarakan oleh
pemerintah maupun organisasi profesi.
Pasal 20
(1) Dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa seseorang/pasien, perawat berwenang untuk
melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.
(2) Pelayanan dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk
penyelamatan jiwa.
Pasal 21
(1) Perawat yang menjalankan praktik perorangan harus mencantumkan SIPP diruang
praktiknya
(2) Perawat yang menjalankan praktik perorangan tidak diperbolehkan memasang papan
praktik.
Pasal 22
(1) Perawat yang memiliki SIPP dapat melakukan asuhan keperawatan dalam bentuk kunjungan
rumah.
(2) Perawat dalam melakukan asuhan keperawatan dalam bentuk kunjungan rumah harus
Kakandep kepada pemohon dalam waktu selambat -lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal
permohonan diterima.
(2) Apabila permohonan SIK atau SIPP disetujui, Kakandep harus menerbitkan SIK atau SIP
(3) Apabila permohonan SIK atau SIPP ditolak, Kakandep harus memberi alasan penolakan
tersebut.
(4) Bentuk dan isi SIK atau SIPP yang disetujui sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum
dalam formulir V dan VI terlampir.
(5) Bentuk surat penolakan SIK atau SIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum
dalam formulir VII dan VIII terlampir.
Pasal 26
Kakandep menyampaikan laporan secara berkala kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi
setempat tentang pelaksanaan pemberian atau penolakan SIK atau SIPP diwilayahnya dengan
tembusan kepada organisasi Profesi setempat.
BAB VI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 27
(1) Perawat wajib mengumpulkan sejumlah angka kredit yang besarnya ditetapkan oleh
organisasi profesi.
(2) Angka kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikumpulkan dari kegiatan pendidikan
dan kegiatan ilmiah lain.
(3) Jenis dan besarnya angka kredit dari masing-masing unsur sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) ditetapkan oleh organisasi profesi.
(4) Organisasi profesi mempunyai kewajiban membimbing dan mendorong para anggotanya
untuk dapat mencapai angka kredit yang ditentukan.
Pasal 28
Pimpinan sarana pelayanan kesehatan wajib melaporkan perawat yang melakukan praktik
dan yang berhenti
Pasal 33
Sebelum Keputusan pencabutan SIK atau SIPP ditetapkan, Kakandep terlebih dahulu
mendengar pertimbangan dari Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 34
(1) Keputusan pencabutan SIK atau SIPP disampaikan kepada Perawat yang bersangkutan dalam
waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari terhitung sejak keputusan ditetapkan.
(2) Dalam Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebutkan lama pencabutan SIK
atau SIPP.
(3) Terhadap keputusan pencabutan SIK atau SIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diajukan keberatan kepada Kakandep dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah keputusan
diterima, apabila dalam waktu 14 (empat belas)
keputusan pencabutan SIK atu SIPP tersebut dinyatakan mempunyai kekuatan hukum tetap.
(4) Kakanwil memutuskan di tingkat pertama dan terakhir semua keberatan
mengenai
Pencabutan izin sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selanjutnya diproses
sesuai dengan ketentuan keputusan
BAB VII
SANKSI
Pasal 37
(1) Perawat yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan/atau Pasal 31
ayat (1) dikenakan sanksi administratif sebagai berikut :
a. untuk pelanggaran ringan, pencabutan izin selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
praktik
keperawatan
yang
tidak
sesuai
Pasal 39
Pimpinan sarana pelayanan kesehatan yang tidak melaporkan perawat yang berpraktik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dan/atau mempekerjakan perawat tanpa izin
dikenakan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang
berlaku.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 40
(1) perawat yang saat ini telah melakukan praktik perawat pada sarana pelayanan kesehatan
harus memiliki SIP dan SIK.
(2) SIP dapat diperoleh secara kolektif dengan mengajukan permohonan kepada kakanwil
setempat
( 3 ) SIK dapat diperoleh secara kolektif dengan mengajukan permohonan kepada kakandep
setempat
(4) Permohonan mendapatkan SIP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diperoleh dengan
melampirkan:
a. photo copy ijazah pendidikan keperawatan
b. surat keterangan sehat dari dokter
(5) permohonan mendapatkan SIK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilengkapi dengan;
a. photo copy ijazah pendidikan keperawatan
b. Photo copy SIP
c. Surat keterangan sehat dari dokter
d. surat keterangan dari pimpinan sarana pelayanan kesehatan yang menyatakan masih bekerja
pada institusi bersangkutan
(6) perawat yang saat ini tidak berpraktik dapat memperoleh SIP dengan mengajukan
permohonan kepada Kakanwil dengan melampirkan;
a. photo copy ijazah
b. surat keterangan dari dokter.
Pasal 41
Apabila terjadi restrukturisasi organisasi kantor wilayah, Depkes propinsi dan kantor
depkes kabupaten/kota karena penerapan peraturan perundangan baru. Maka unit kerja
atau unit organisasi yang menggantinya di provinsi Dan kabupaten/kota akan
melaksanakan tugas dan fungsi yang diatur dalam keputusan ini
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 42
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Rumah Sakit :
sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanankesehatan serta dapat
dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian
Hak pasien :
hak-hak pribadi yang dimiliki manusia sebagai pasienSE Direktur Jenderal Pelayanan Medik
No.YM.02.04.3.5.2504 Tahun 1997 tentang pedoman Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter dan
Rumah Sakit
HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN DI RS :HAK PASIEN :
1.Pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan
yang berlaku di rumah sakit.
2.Pasien berhak atas pelayanan yang manusiawi, adil dan jujur.
3.Pasien berhak memperoleh pelayanan medis yang bermutu ses uai dengan
standar profesi kedokteran / kedokteran gigi dan tanpa diskriminasi .
4.Pasien berhak memperoleh asuhan keperawatan dengan standar
profesikeperawatan
HAK
DAN
KEWAJIBAN
PASIEN
DI
RS
:
HAK
PASIEN
:
1. Pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang
berlaku
di
rumah
sakit.
2. Pasien berhak atas pelayanan yang manusiawi, adil dan jujur.
3. Pasien berhak memperoleh pelayanan medis yang bermutu sesuai dengan standar
profesi
kedokteran
/
kedokteran
gigi
dan
tanpa
diskriminasi
.
4. Pasien berhak memperoleh asuhan keperawatan dengan standar profesi
keperawatan
5. Pasien berhak memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya
dan
sesuai
dengan
peraturan
yang
berlaku
di
rumah
sakit.
6. Pasien berhak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat klinis
dan
pendapat
etisnya
tanpa
campur
tangan
dari
pihak
luar.
7. Pasien berhak meminta konsultasi kepada dokter lain yang terdaftar di rumah
sakit tersebut (second opinion) terhadap penyakit yang dideritanya, sepengetahuan
dokter
yang
merawat.
8. Pasien berhak atas "privacy" dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk
data-data
medisnya.
9.
Pasien
berhak
mendapat
informasi
yang
meliputi
:
> penyakit yang diderita tindakan medik apa yang hendak dilakukan
> kemungkinan penyakit sebagai akibat tindakan tsb sebut dan tindakan untuk
mengatasinya
>
alternatif
terapi
lainnya
>
prognosanva.
>
perkiraan
biaya
pengobatan
10. Pasien berhak menyetujui/memberikan izin atas tindakan yang akan dilakukan
oleh
dokter
sehubungan
dengan
penyakit
yang
dideritanya
11. Pasien berhak menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan
mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri sesudah
memperoleh
informasi
yang
jelas
tentang
penyakitnya.
12.
Pasien
berhak
didampingi
keluarganya
dalam
keadaan
kritis.
13. Pasien berhak menjalankan ibadah sesuai agama/kepercayaan yang dianutnya
selama
hal
itu
tidak
mengganggu
pasien
lainnya.
14. Pasien berhak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan
di
rumah
sakit
15. Pasien berhak mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan perlakuan
rumah
sakit
terhadap
dirinya.
16. Pasien berhak menerima atau menolak bimbingan moril maupun spiritual.
KEWAJIBAN
PASIEN
1. Pasien dan keluarganya berkewajiban untuk mentaati segala peraturan dan tata
tertib
rumah
skait
2. Pasien berkewajiban untuk mematuhi segala instruksi dokter dan perawat dalam
pengobatannya.
3. Pasien berkewajiban memberikan informasi dengan jujur dan selengkapnya
tentang
penyakit
yang
diderita
kepada
dokter
yang
merawat.
4. Pasien dan atau penanggungnya berkewajiban untuk melunasi semua imbalan
atas
jasa
pelayanan
rumah
sakit/dokter
5. Pasien dan atau penanggungnya berkewajiban memenuhi hal-hal yang telah
disepakati/perjanjian yang telah dibuatnya.
HAK DAN KEWAJIBAN PERAWAT DAN BIDAN DI RS (SK Dirjen Yanmed No.
YM 00.03.2.6.956 Th 1997
HAK-HAK PERAWAT DAN BIDAN :
1. Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
2. Mengembangkan diri melalui kemampuan spesialisasi sesuai latar belakang
pendidikannya.
3. Menolak keinginan klien/pasien yang bertentangan dengan peraturan perundangan serta
standar profesi dan kode etik profesi.
4. Mendapatkan informasi lengkap dari klien/pasien yang tidak puas terhadap
pelayanannya.
5. Meningkatkan pengetahuan berdasarkan perkembangan IPTEK dalam bidang
keperawatan/kebidanan/kesehatan secara terus menerus.
6. Diperlakukan adil dan jujur oleh rumah sakit maupun klien/pasien dan atau keluarganya.
7. Mendapatkan jaminan perlindungan terhadap risiko kerja yang berkaitan dengan
tugasnya.
8. Diikutsertakan dalam penyusunan/penetapan kebijakan pelayanan kesehatan di rumah
sakit
9. Diperhatikan privasinya dan berhak menuntut apabila nama baiknya dicemarkan oleh
klien/pasien dan atau keluarganya serta tenaga kesehatan lain.
10. Menolak pihak lain yang memberi anjuran/permintaan tertulis untuk melakukan
tindakan yang bertentangan dengan perundang-undangan, standar profesi dan kode etik
profesi.
11. Mendapatkan perhargaan imbalan yang layak dari jasa profesinya sesuai
peraturan/ketentuan yang berlaku di rumah sakit.
12. Memperoleh kesempatan mengembangkan karir sesuai dengan bidang profesinya.
KEWAJIBAN PERAWAT DAN BIDAN :
1. Mematuhi semua peraturan RS dengan hubungan hukum antara perawat dan bidan
dengan pihak RS.
2. Mengadakan perjanjian tertulis dengan pihak rumah sakit
3. Memenuhi hal-hal yang telah disepakati / perjanjian yang telah dibuatnya.
4. Memberikan pelayanan atau asuhan keperawatan atau kebidanan sesuai dengan standar
profesi dan batas kewenangannya atau otonomi profesi.
5. Menghormati hak-hak klien atau pasien.
6. Merujuk klien atau pasien kepada perawat lain atau tenaga kesehatan lain yang
mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik.
7. Memberikan kesempatan kepada klien/pasien agar senantiasa dapat berhubungan dengan
keluarganya dan dapat menjalankan ibadah sesuai dengan agama atau keyakinannya
sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan pelayanan kesehatan.
8. Bekerjasama dengan tenaga medis/tenaga kesehatan lain yang terkait dalam memberikan
pelayanan kesehatan/asuhan kebidanan kepada klien/pasien.
9. Memberikan informasi yang adekuat tentang tindakan keperawatan atau kebidanan
kepada klien/pasien dan atau keluarganya sesuai dengan batas kewenangannya.
10. Membuat dokumen asuhan keperawatan atau kebidanan secara akurat dan
berkesinambungan.
11. Meningkatkan mutu pelayanan keperawatan atau kebidanan sesuai standar profesi
keperawatan atau kebidanan dan kepuasan kklien/pasien.
12. Mengikuti IPTEK keperawatan atau kebidanan secara terus menerus.
13. Melakukan pertolongan darurat sebagai tugas perikemanusiaan sesuai dengan batas
kewenangannya.
14. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang klien/pasien bahkan juga
setelah klien/pasien tersebut meninggal, kecuali jika diminta keterangannya oleh yang
berwenang.