Anda di halaman 1dari 21

BAB III

PENGGUNAAN SILIKON UNTUK IMPLANT PAYUDARA SEBAGAI

REKONSTRUKSI AKIBAT OPERASI DALAM PERSPEKTIF UNDANG-

UNDANG NO 36 TAHUN 2009

A. Latar Belakang Penetapan Undang-Undang No 36 Tahun 2009

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Pasal

28H menetapkan, bahwa kesehatan adalah hak dasar setiap individu dan semua

warga negara berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Kesehatan merupakan

hak asasi manusia dan juga merupakan salah satu unsur kesejahteraan yang harus

diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud

dalam Pancasila dan UUD 1945, dalam rangka mencapai derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya, pembangunan kesehatan harus di arahkan

untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi

setiap orang, sehingga mampu mewujudkan bangsa yang berdaya saing secara

global.

Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat

diperlukan upaya kesehatan yang merupakan kegiatan untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan empat cara,

yaitu pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit

(preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan

44
45

(rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan

berkesinambungan. Dalam rangka memberikan kepastian dan perlindungan

hukum untuk kesehatan, maka Undang Undang No. 36 tahun 2009 tentang

Kesehatan disusun sebagai suatu perangkat hukum kesehatan yang dinamis.

Secara umum, yang melatarbelakangi munculnya UU No.36 Tahun 2009

adalah karena adanya 5 dasar pertimbangan perlunya dibentuk undang-undang

kesehatan yaitu 1) kesehatan adalah hak asasi dan salah satu unsur kesejahteraan,

2) prinsip kegiatan kesehatan yang nondiskriminatif, partisipatif dan

berkelanjutan, 3) kesehatan adalah investasi, 4) pembangunan kesehatan adalah

tanggung jawab pemerintah dan masyarakat, 5) Undang-Undang kesehatan no 23

tahun 1992 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan, tuntutan dan

kebutuhan hukum dalam masyarakat.1

Selain itu, upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan yang tinggi pada

mulanya berupa upaya untuk penyembuhan penyakit, kemudian secara

berangsur-angsur berkembang ke arah keterpaduan upaya kesehatan untuk

seluruh masyarakat dengan mengikutsertakan masyarakat secara luas yang

mencakup upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang bersifat

menyeluruh terpadu dan berkesinambungan. Perkembangan ini tertuang ke dalam

Sistem Kesehatan Nasional (SKN) pada tahun 1982 yang selanjutnya disebutkan

1
Irham Umar, “Analisis UU No 36 Tahun 2009”, dalam
http://irhamumarliverpudlian.blogspot.co.id/2013/03/analisis-uu-no36-tahun-2009-tentang.html, di
akses 01 Januari 2018
46

kedalam GBHN 1983 dan GBHN 1988 sebagai tatanan untuk melaksanakan

pembangunan kesehatan.

Perkembangan teknologi kesehatan yang berjalan seiring dengan

munculnya fenomena globalisasi telah menyebabkan banyaknya perubahan yang

sifat dan eksistensinya sangat berbeda jauh dari teks yang tercantum dalam

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Pesatnya kemajuan

teknologi kesehatan dan teknologi informasi dalam era global ini ternyata belum

terakomodatif secara baik oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang

Kesehatan. 2

Perencanaan dan pembiayaan pembangunan kesehatan yang tidak sejiwa

dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992, yaitu menitikberatkan pada

pengobatan (kuratif), menyebabkan pola pikir yang berkembang di masyarakat

adalah bagaimana cara mengobati bila terkena penyakit. Hal itu tentu akan

membutuhkan dana yang lebih besar bila dibandingkan dengan upaya

pencegahan. Konsekuensinya, masyarakat akan selalu memandang persoalan

pembiayaan kesehatan sebagai sesuatu yang bersifat konsumtif. Selain itu, sudut

pandang para pengambil kebijakan juga masih belum menganggap kesehatan

sebagai suatu kebutuhan utama dan investasi berharga di dalam menjalankan

pembangunan sehingga alokasi dana kesehatan hingga kini masih tergolong

rendah bila dibandingkan dengan negara lain.

2
Kemenkes RI, Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,(Jakarta: Kemenkes
RI, 2009), hal 49
47

Hal yang perlu dilakukan melihat persoalan kesehatan sebagai suatu

faktor utama dan investasi berharga yang pelaksanaannya didasarkan pada

sebuah paradigma baru yang biasa dikenal dengan paradigma sehat, yakni

paradigma kesehatan yang mengutamakan upaya promotif dan preventif tanpa

mengabaikan kuratif dan rehabilitatif. Oleh karena itu, perlu dibentuk kebijakan

umum kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh semua pihak dan sekaligus dapat

menjawab tantangan era globalisasi dan dengan semakin kompleksnya

permasalahan kesehatan dalam suatu Undang-Undang Kesehatan yang baru

untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan

dengan Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.3

3
Ibid., hal 50
48

Tabel 3.1 Perbedaan UU No. 23 Tahun 1992 dan UU No. 36 Tahun 2009 :

No UU No. 36 Tahun 2009 UU No. 23 Tahun 1992


1. Pasal 27 ayat (2) Pasal 53 ayat (2)
Tenaga kesehatan dalam melaksanakan Tenaga kesehatan dalam melakukan
tugasnya tugasnya berkewajiban
berkewajiban mengembangkan dan untuk mematuhi standard profesi
meningkatkan dan menghormati hak pasien.
pengetahuan dan keterampilan yang
dimiliki.
2. Pasal 29 Pasal 54 ayat (2)
Dalam hal tenaga kesehatan diduga Penentuan ada tidaknya kesalahan atau
melakukan kelalaian kelalaian sebagaimana dimaksud dalam
dalam menjalankan profesinya, ayat (1) ditentukan oleh Majelis
kelalaian tersebut harus Disiplin Tenaga Kesehatan.
diselesaikan terlebih dahulu
melalui mediasi.
3. Pasal 30 ayat (3) Pasal 56 ayat (2)
Fasilitas pelayanan kesehatan Sarana kesehatan sebagaimana
sebagaimana dimaksud dimaksud dalam ayat (1) dapat
pada ayat (1) dilaksanakan oleh pihak diselenggarakan oleh pemerintah dan
Pemerintah, atau masyarakat.
pemerintah daerah, dan swasta.
4. Pasal 37 ayat (2) Pasal 61 ayat (2)
Pengelolaan perbekalan kesehatan yang Pengelolaan perbekalan kesehatan yang
berupa obat berupa sediaan farmasi dan alat
esensial dan alat kesehatan dasar kesehatan dasar tertentu dilaksanakan
tertentu dilaksanakan dengan memperhatikan pemenuhan
dengan memperhatikan kemanfaatan, kebutuhan, kemanfaatan, harga, dan
harga, dan faktor faktor
yang berkaitan dengan pemerataan. yang berkaitan dengan pemerataan.
5. Pasal 39 Pasal 64
Ketentuan mengenai perbekalan Ketentuan mengenai perbekalan
kesehatan ditetapkan dengan kesehatan ditetapkan dengan
Peraturan Menteri. Peraturan Pemerintah
6. Pasal 97 ayat (4) Pasal 48 ayat (3)
Ketentuan mengenai kesehatan matra Ketentuan mengenai kesehatan matra
sebagaimana sebagaimana
dimaksud dalam pasal ini diatur dengan dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
Peraturan Menteri. ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
7. Pasal 64 ayat (1) Pasal 33 ayat (1)
Penyembuhan penyakit dan Dalam penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan dapat pemulihan kesehatan dapat
dilakukan melalui transplantasi organ dilakukan transplantasi organ dan/atau
dan/atau jaringan jaringan
tubuh, implan obat dan/atau alat tubuh, transfuse darah, implan obat
kesehatan, bedah dan/atau alat kesehatan, bedah
plastik dan rekonstruksi, plastik dan rekonstruksi.
serta penggunaan sel punca.
49

Lanjutan…..

9. Pasal 178 Pasal 73


Pemerintah dan pemerintah daerah Pemerintah melakukan pembinaan
melakukan pembinaan terhadap semua kegiatan yang berkaitan
terhadap masyarakat dan terhadap dengan penyelenggaraan upaya
setiap penyelenggara kesehatan.
kegiatan yang berhubungan dengan
sumber daya kesehatan di
bidang kesehatan dan upaya kesehatan.
10. Pasal 181 Pasal 75
Ketentuan lebih lanjut mengenai Ketentuan mengenai pembinaan
pembinan diatur dengan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73
Peraturan Menteri. dan Pasal 74 ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
11. Pasal 182 ayat (1) Pasal 76
Menteri melakukan pengawasan Pemerintah melakukan pengawasan
terhadap masyarakat terhadap semua kegiatan yang berkaitan
dan setiap penyelenggara kegiatan yang dengan penyelenggaraan upaya
berhubungan kesehatan baik yang dilakukan oleh
dengan sumber daya di bidang pemerintah maupun masyarakat.
kesehatan dan upaya
kesehatan.
12. Pasal 187 Pasal 78
Ketentuan lebih lanjut tentang Ketetntuan mengenai pengawasan
pengawasan diatur dengan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76
Peraturan Menteri. ditentukan dengan Peraturan
Pemerintah
13. Pasal 189 ayat (1) Pasal 79 ayat (1)
Selain penyidik polisi negara Republik Selain penyidik pejabat polisi negara
Indonesia, kepada Republik Indonesia juga kepada
pejabat pegawai negeri sipil tertentu di pejabat pegawai negeri sipil tertentu di
lingkungan Departemen Kesehatan diberi
pemerintahan yang wewenang khusus sebagai
menyelenggarakan urusan di bidang penyidik sebagaimana dimaksud dalam
kesehatan juga diberi wewenang Undang-Undang
khusus sebagai Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
penyidik sebagaimana dimaksud dalam Acara Pidana
Undang-Undang untuk melakukan penyidikan tindak
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum pidana sebagaimana diatur dalam undang-
Acara Pidana undang ini.
untuk melakukan penyidikan tindak
pidana di bidang
kesehatan.
50

Lanjutan…..

14. Pasal 193 Pasal 81 ayat (1C)


Setiap orang yang dengan sengaja Barang siapa yang tanpa kehlian dan
melakukan bedah plastik kewenangan dengan sengaja melakukan
dan rekonstruksi untuk tujuan bedah plastik dan rekonstruksi
mengubah identitas seseorang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
diancam dengan paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau
pidana penjara paling lama 10 pidana denda paling
(sepuluh) tahun dan denda banyak Rp.140.000.000,00 (seratus
paling banyak Rp1.000.000.000,00 empat puluh juta rupiah).
(satu miliar rupiah)
15. Pasal 196 Pasal 181 ayat (2b)
Setiap orang yang dengan sengaja Barang siapa dengan sengaja
memproduksi atau memproduksi dan atau
mengedarkan sediaan farmasi dan/atau mengedarkan alat kesehatan yang
alat kesehatan yang tidak memenuhi standard dan atau
tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan sebagaimana dimaksud
persyaratan keamanan, dalam Pasal 40 ayat (2) dipidana dengan
khasiat atau kemanfaatan, dan mutu pidana
sebagaimana dimaksud penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan
dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) atau pidana denda paling
dipidana dengan pidana banyak Rp.140.000.000,00 (seratus
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun empat puluh juta rupiah).
dan denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
16. Pasal 197 Pasal 81 ayat (2C)
Setiap orang yang dengan sengaja Barang siapa dengan sengaja
memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau
mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan tanpa izin edar
alat kesehatan yang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
tidak memiliki izin edar sebagaimana 41 ayat (1) dipidana dengan pidana
dimaksud dalam Pasal penjara paling lama 7
106 ayat (1) dipidana dengan pidana (tahun) tahun dan atau pidana denda
penjara paling lama 15 paling banyak
(lima belas) tahun dan denda paling Rp.140.000.000,00 (seratus empat
banyak puluh juta rupiah).
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima
ratus juta rupiah).
Sumber : Undang-Undang No.23 Tahun 1992 dan Undang-Undang Tahun 2009
51

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa hal yang baru

yang diatur dalam Undang-Undang Kesehatan seperti :

1. Tenaga Kesehatan

a. Dalam sisi tugas dan kewajiban yang semula hanya mematuhi standard

profesi dan menghormati hak pasien telah diganti menjadi

mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang

dimiliki.

b. Dalam hal kelalaian yang dilakukan oleh tenaga medis juga mengalami

perubahan yang semula ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga

Kesehatan telah mengalami perubahan kelalaian tersebut harus

diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi.

2. Fasilitas atau sarana

Fasilitas kesehatan yang semula diselenggarakan oleh pemerintah atau

masyarakat dengan adanya UU yang terbaru pemerintah daerah dan swasta

juga boleh menyelenggarakan.

3. Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan

Dalam penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan

dengan transfuse darah mengenai hal tersebut telah diganti dengan

penggunaan sel punca.4

4
Sel punca adalah sel yang belum berdiferensiasi dan mempunyai potensi yang sangat tinggi
untuk berkembang menjadi banyak jenis sel yang berbeda di dalam tubuh
52

4. Tindak Pidana

tindak pidana yang dulunya dipidana dengan pidana penjara paling lama 7

(tujuh) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp.140.000.000,00

(seratus empat puluh juta rupiah) telah diganti dengan pidana penjara paling

lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu

miliar rupiah).

5. Ketentuan Lanjutan

Ketentuan lebih lanjut seperti mengenai perbekalan, kesehatan matra,

pembinaan, serta pengawasan yang sebelumnya ditentukan oleh Peraturan

Pemerintah telah dirubah menjadi Peraturan Menteri.

B. Penggunaan Silikon Untuk Implant Payudara Sebagai Rekonstruksi Akibat


Operasi Dalam Perspektif Undang-Undang No 36 Tahun 2009

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 pasal 1 ayat 1 menetapkan bahwa

kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial

yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan

ekonomis.5 Berdasarkan pasal tersebut arti kesehatan yaitu keadaan dimana

seseorang dapat memfungsikan semua organ tubuhnya dengan baik . Dalam arti

luas aspek kesehatan yaitu kesehatan badan, jiwa atau rohani, sosial dan

ekonomi dapat berjalan dengan baik sehingga seseorang dapat menjalani

kehidupannya dengan baik pula.

5
Hukormas Setditjen, “Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan”, dalam
http://binfar.kemkes.go.id/2009/02/undang-undang-nomor-36-tahun-2009-tentang-
kesehatan/#.Wk1XpdKWbDc, diakses 03 Januari 2018
53

Payudara merupakan organ yang penting bagi wanita. Tidak hanya

berpengaruh terhadap penampilan, payudara bisa menjadi bumerang bagi wanita

itu sendiri jika tidak dijaga kesehatannya. Payudara merupakan organ vital bagi

wanita, tanpa payudara organ wanita terasa tidak lengkap. Selama ini berbagai

macam penyakit bisa menyerang payudara wanita dan yang paling mematikan

adalah kanker payudara. Sering kali penyakit kanker payudara merenggut nyawa

setiap wanita sehingga untuk mencegah hal tersebut dokter selalu menyarankan

untuk melakukan operasi mastektomi dalam melakukan upaya penyembuhan.

Operasi mastektomi mengakibatkan seorang wanita kehilangan salah satu atau

bahkan kedua payudaranya.

Operasi mastektomi merupakan operasi pengangkatan payudara

dikarenakan suatu penyakit. Operasi Mastektomi biasanya dilakukan oleh dokter

dalam upaya memberikan kesembuhan bagi seorang pasien yang divonis

penyakit kanker payudara. Sering kali penyakit kanker payudara ini merenggut

nyawa setiap wanita sehingga untuk mencegah hal tersebut dokter selalu

menyarankan untuk melakukan operasi mastektomi. Meskipun, operasi ini

mengakibatkan seorang wanita kehilangan salah satu atau bahkan kedua

payudaranya.

Di dalam Undang-Undang Kesehatan mengenai upaya kesehatan

disebutkan dalam pasal 1 ayat 11 yang menetapkan bahwa upaya kesehatan

adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara

terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan


54

derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan

kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah

dan/atau masyarakat.6

Pasal tersebut menjelaskan bahwa upaya kesehatan adalah upaya untuk

meningkatkan keadaan kesehatan yang lebih baik dari sebelumnya. Derajat

kesehatan yang setinggi-tingginya mungkin dapat dicapai pada suatu saat sesuai

dengan kondisi dan situasi serta kemampuan yang nyata dari setiap orang atau

masyarakat. Upaya kesehatan harus selalu diusahakan peningkatannya secara

terus menerus dalam bentuk melakukan pencegahan, terhadap penyakit,

mengobati bagi yang terserang penyakit serta memulihkan fungsi organ atau

badan seperti semula.

Pasal 47 menyatakan upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk

kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang

dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan. Melakukan

operasi mastektomi pada penderita kanker payudara termasuk ke dalam

pelayanan kesehatan kuratif artinya serangkaian kegiatan pengobatan yang

ditujukan untuk penyembuhan penyakit. Dalam hal melakukan operasi

adakalanya harus memperhatikan mengenai hal-hal yang telah diatur dalam

Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan berikut uraiannya:

6
Ibid.
55

1. Alasan operasi untuk mengembalikan fungsi tubuh

Tumor payudara yang membesar biasanya ditemukan di beberapa bagian

payudara. Cara untuk mencegah terjadinya kematian pada penderita kanker

biasanya mengangkat payudara dengan tindakan pembedahan. Untuk

mengembalikan fungsi tubuh kembali seperti semula seorang pasien biasanya

memilih untuk menggunakan prostesis payudara atau menjalani bedah

rekonstruksi payudara. Bedah rekonstruksi implan larutan garam khusus yang

dibuat untuk mengembalikan kontur dan bentuk payudara. Biasanya seorang

dokter selalu menyarankan kepada pasien untuk merekonstruksi payudara

setelah melakukan operasi mastektomi. Sehingga seorang penderita kanker

payudara tidak akan merasa cacat atau kekurangan pada dirinya dan tubuh

berfungsi secara semula.

Pasal 69 di dalam Undang-Undang No. 69 Tahun 2009 tentang

kesehatan pasal 2 berbunyi bedah plastik dan rekonstruksi tidak boleh

bertentangan dengan norma yang berlaku dalam masyarakat dan tidak

ditujukan untuk mengubah identitas.7 Pasal 69 ayat 2 menerangkan bahwa

penggunaan bedah plastik dan rekonstruksi tidak boleh bertentangan dengan

norma yang berlaku di masyarakat dan tidak diperbolehkan memiliki tujuan

untuk mengubah identitas seseorang sehingga dialih fungsikan untuk

melakukan tindak pidana. Dengan begitu bedah plastik dan rekonstruksi boleh

dilakukan tapi tidak bertentangan dengan ayat 2 yang bertujuan mengubah


7
Ibid.
56

identitas. Pasal tersebut diperkuat dengan adanya Pasal 63 Ayat 1, 2, 3, dan 4

berbunyi:

1) Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan diselenggarakan untuk


mengembalikan status kesehatan, mengembalikan fungsi tubuh akibat
penyakit dan/atau akibat cacat, atau menghilangkan cacat.
2) Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dilakukan dengan
pengendalian, pengobatan, dan/atau perawatan.
3) Pengendalian, pengobatan, dan/atau perawatan dapat dilakukan
berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan atau cara lain yang
dapat dipertanggungjawabkan kemanfaatan dan keamanannya.
4) Pelaksanaan pengobatan dan/atau perawatan berdasarkan ilmu
kedokteran atau ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.8

Pasal diatas menyatakan bahwa penyembuhan penyakit dan pemulihan

kesehatan bertujuan untuk mengembalikan status kesehatan, mengembalikan

fungsi tubuh akibat penyakit dan akibat cacat, atau menghilangkan cacat.

Cara yang digunakan dalam pemulihan kesehatan dengan pengendalian,

pengobatan, dan/atau perawatan dan hal tersebut di lakukan oleh tenaga yang

sudah ali dalam bidangnya harus dilakukan berdasarkan ilmu kedokteran dan

ilmu keperawatan atau cara lain yang dapat dipertanggungjawabkan

kemanfaatan dan keamanannya .9

8
Ibid.
9
Yetty Imro’atus Sholikah, Hukum Skin Lightening Di Tinjau Dari Undang- Undang
Kesehatan Dan Hukum Islam, Skripsi, (Tulungagung: Fakultas Syari’ah dan Ilmu Hukum, IAIN
Tulungagung, 2017), hal 58
57

Kedua pasal di atas merupakan dasar hukum yang dimiliki para dokter

dalam menjalankan operasi terhadap wanita yang baru melakukan operasi

mastektomi karena operasi tersebut masuk ke dalam operasi rekonstruksi yang

fungsinya mengembalikan fungsi tubuh dalam bentuk sediakala seperti

sebelum melakukan operasi mastektomi sehingga tidak bertentangan dengan

norma yang berlaku di masyarakat dan tidak untuk merubah identitas. Oleh

karena itu, operasi menggunakan implan payudara sebagai rekonstruksi akibat

terjadinya operasi masih diperbolehkan selama alasan yang digunakan tidak

melawan dengan aturan yang ada di dalam Undang-Undang Kesehatan.

2. Alat medis yang steril (bebas infeksi)

Penggunaan silikon untuk implan payudara sebagai rekonstruksi akibat

operasi merupakan salah satu kemajuan teknologi dalam bidang kesehatan.

Hal ini telah diterangkan dalam pasal 1 ayat 10 dan Pasal 42 ayat 2 dimana

teknologi kesehatan merupakan segala bentuk alat atau metode yang

ditujukan untuk membantu menegakkan diagnosa, pencegahan, dan

penanganan permasalahan kesehatan manusia. Teknologi kesehatan

sebagaimana dimaksud pada ayat tersebut adalah mencakup segala metode

dan alat yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit, mendeteksi

adanya penyakit, meringankan penderitaan akibat penyakit, menyembuhkan,

memperkecil komplikasi, dan memulihkan kesehatan setelah sakit. Akan

tetapi, semua alat kesehatan yang kontak langsung dengan pasien dapat

menjadi sumber infeksi, oleh karena itu persediaan dari barang steril cukup
58

memainkan peran penting dalam mengurangi penyebaran penyakit dalam

pelayanan kesehatan.

Di dalam PERMENKES (Peraturan Menteri Kesehatan) Nomor 27

Tahun 2017 pasal 1 ayat 1 disebutkan:

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi yang selanjutnya disingkat PPI

adalah upaya untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi

pada pasien, petugas, pengunjung, dan masyarakat sekitar fasilitas

pelayanan kesehatan.10

Dalam pasal tersebut menyebutkan mengenai fasilitas pelayanan

kesehatan maksudnya adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk

menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif,

kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah

daerah, dan/atau masyarakat. Dalam PERMENKES Nomor 27 Tahun 2017

pasal 3 ayat 2 menjelaskan bahwa :

PPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui

penerapan:

a. prinsip kewaspadaan standar dan berdasarkan transmisi;

b. penggunaan antimikroba secara bijak; dan

c. bundles.11

10
PERMENKES Nomor 27 Tahun 2017
11
PERMENKES Nomor 27 Tahun 2017
59

Penjelasan dari aturan di atas menerangkan bahwa seorang pasien yang

melakukan upaya kesehatan juga harus menjamin mengenai alat yang

dilakukan pengobatan harus terhindar dari dari infeksi serta bundles yang

artinya sekumpulan praktik berbasis bukti sahih yang menghasilkan perbaikan

keluaran poses pelayanan kesehatan bila dilakukan secara kolektif dan

konsisten. Dalam melakukan operasi rekonstruksi seorang dokter juga harus

menjamin mengenai peralatan yang digunakan operasi harus steril dan

terjamin kebersihannya sehingga tidak akan membahayakan kesehatan dari

pasien.

Undang-Undang Kesehatan menjelaskan mengenai alat kesehatan dalam

pasal 1 ayat 5 bahwa alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin

dan/atau implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk

mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit,

merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau

membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh. Implant merupakan salah

satu alat kesehatan yang digunakan dalam mencegah, mendiagnosis,

menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan

kesehatan pada manusia serta membentuk struktur dan memperbaiki fungsi

tubuh. Dan lebih diperjelas lagi dengan Pasal 64 ayat 1 berbunyi:

Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan

melalui transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh, implan obat


60

dan/atau alat kesehatan, bedah plastik dan rekonstruksi, serta

penggunaan sel punca.12

Kedua pasal tersebut telah menjelaskan bahwa melakukan bedah

rekonstruksi dengan menggunakan implan sebagai obatnya di perbolehkan

asalkan menggunakan alat medis yang benar-benar aman dan steril dalam

pengunaannya karena banyak jenis silikon implan yang ditemukan didunia

sehingga pasien juga harus pintar dalam memilih jenis silikon yang akan

dimasukkan dalam tubuh agar tidak membahayakan tubuh setelah terjadinya

operasi rekonstruksi.

3. Tenaga medis yang memiliki keahlian dalam operasi plastik

Tenaga kesehatan merupakan setiap orang yang memperoleh

pendidikan, baik formal maupun nonformal, yang mendedikasikan diri dalam

berbagai upaya yang bertujuan mencegah, mempertahankan, serta

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pasal 1 ayat 6 dalam Undang-

Undang Kesehatan menyatakan :

Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam

bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan

melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu

memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

12
Hukormas Setditjen, “Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan”, dalam
http://binfar.kemkes.go.id/2009/02/undang-undang-nomor-36-tahun-2009-tentang-
kesehatan/#.Wk1XpdKWbDc, diakses 03 Januari 2018
61

Seorang dokter yang akan melakukan suatu tindakan medis harus

terlebih dahulu mempunyai pengetahuan dan keterampilan tertentu serta

mempunyai kewenangan untuk mengaplikasikan pengetahuan dan

keterampilannya tersebut. Hal ini berarti tidak sembarang orang dapat dengan

mudahnya membuka suatu praktek pengobatan tanpa ada kewenangan untuk

melakukan upaya kesehatan. Pasal 68 dan pasal 69 di dalam Undang-Undang

No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan berbunyi:

Pasal 68 ayat 1

Pemasangan implan obat dan/atau alat kesehatan ke dalam tubuh

manusia hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai

keahlian dan kewenangan serta dilakukan di fasilitas pelayanan

kesehatan tertentu.13

Pasal 69 ayat 1

Bedah plastik dan rekonstruksi hanya dapat dilakukan oleh tenaga

kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.

Berkaitan dengan pasal di atas maka yang tercakup sebagai tenaga

kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk melakukan

operasi rekonstruksi antara lain dapat berasal dari latar belakang pendidikan

spesialis kedokteran, yaitu : Dokter spesialis bedah umum, Dokter spesialis

13
Ibid.
62

bedah tulang, Dokter spesialis bedah plastik, Dokter spesialis mata, Dokter

spesialis kulit dan kelamin. Oleh karena itu operasi rekonstruksi payudara

dengan menguunakan silikon implan dapat dilakukan jika dokter atau tenaga

medis yang melakukannya diharuskan menempuh pendidikan spesialis bedah.

Pada dasarnya dokter umum dan dokter spesialis di luar spesialisasi bedah

plastik tidak berwenang melakukan tindakan bedah plastik.

4. Informed consent sebagai perlindungan atas hak pasien

Hal yang harus diperhatikan dalam melakukan operasi rekonstruksi

yaitu informed consent berarti suatu persetujuan yang diberikan setelah

mendapat informasi. Pihak yang menyampaikan penjelasan sebelum

dilakukannya tindakan bedah plastik oleh seorang dokter kepada pasien,

terlebih dahulu harus melewati berbagai prosedur sebagai suatu persiapan

tindakan bedah plastik yang meliputi konsultasi, pemeriksaan fisik,

kemampuan melakukan operasi bedah plastik, dijelaskan kepada pasien dan

orang tua pasien tentang segala hal yang berkaitan dengan proses operasi

bedah plastik; tujuan serta resiko yang akan dihadapi.

Apabila pasien telah mengerti, maka dilakukanlah operasi bedah plastik

dan selanjutnya pasca operasi bedah plastik dilakukan tindakan atau

pengobatan yang dibutuhkan yaitu untuk pemulihan dan penyembuhan bekas

luka operasinya. Informasi bagi pasien juga berfungsi sebagai perlindungan

atas hak pasien untuk menentukan diri sendiri. Dalam arti bahwa pasien
63

berhak penuh untuk diterapkannya suatu tindakan medik atau tidak.

Operasi plastik rekonstruksi memang sangat diperbolehkan dan

dianjurkan bagi seseorang yang mengalami kecacatan atau seseorang yang

kehilangan fungsi tubuhnya akibat operasi suatu penyakit. Dalam Undang-

Undang No. 36 Tentang kesehatan telah dijabarkan secara jelas beberapa hal

yang benar-benar harus diperhatikan seperti alasan yang digunakan harus

sesuai aturan karena operasi yang digunakan untuk tindak kejahatan akan di

kenakan tindak pidana sesuai dengan Undang-Undang No. 36 tentang

Kesehatan pasal 193 berbunyi :

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan bedah plastik dan

rekonstruksi untuk tujuan mengubah identitas seseorang sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 69 diancam dengan pidana penjara paling lama

10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu

miliar rupiah).

Selain itu, mengingat ada banyak macam silikon yang ditemukan didunia serta

dampak yang dimiliki silikon sangat berbahaya sehingga alat yang dilakukan

harus steril dan tenaga medis yang melakukan operasi harus memenuhi

persyaratan tertentu seperti telah menempuh tingkat bidang pendidikan yang

telah dicantumkan dalam aturan UU.

Berdasarkan uraian pasal di atas penggunaan silikon untuk implan

payudara sebagai rekonstruksi akibat operasi dalam perspektif Undang-Undang


64

No. 36 Tahun 2009 diperbolehkan bahkan dianjurkan dengan syarat: 1) alasan

yang digunakan tidak melawan dengan aturan yang ada di dalam Undang-

Undang Kesehatan (UU Kesehatan Pasal 69 ayat 2); 2) alat medis yang

digunakan benar-benar aman dan steril dalam pengunaannya serta tidak

membahayakan tubuh setelah terjadinya operasi rekonstruksi (UU Kesehatan

Pasal 64 ayat 1 dan PERMENKES no 27 Tahun 2017 Pasal 1 ayat 1); 3) tenaga

medis yang melakukan operasi tersebut harus menempuh pendidikan spesialis

bedah, dan yang hanya berwenang melakukan tindakan bedah plastik adalah

dokter umum dan dokter spesialis, selain spesialisasi bedah plastik tidak

berwenang melakukan tindakan bedah plastik (UU Kesehatan Pasal 68 ayat 1

dan Pasal 69 Ayat 1); dan 4) barang siapa yang melakukan bedah plastik yang

mempunyai tujuan melanggar aturan Undang-Undang akan dikenai sanksi

pidana (UU Kesehatan Pasal 193).

Anda mungkin juga menyukai