Anda di halaman 1dari 8

Bagian b

BAB I KETENTUAN UMUM


Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki
pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis
tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan;
2. Sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan;
3. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang
dilakukan oleh
Pemerintah dan/ atau masyarakat;
4. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang kesehatan.
BAB II
JENIS TENAGA KESEHATAN
Pasal 2
(1) Tenaga kesehatan terdiri dari : a. tenaga medis;
b. tenaga keperawatan;
c. tenaga kefarmasian;
d. tenaga kesehatan masyarakat; e. tenaga gizi;
f. tenaga keterapian fisik;
g. tenaga keteknisian medis.
(2) Tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigi.
(3) Tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan.
(4) Tenaga kefarmasian meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker.
(5) Tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog kesehatan,
mikrobiolog kesehatan,
penyuluh kesehatan, administrator kesehatan dan sanitarian.
(6) Tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien.
(7) Tenaga keterapian fisik meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan terapis wicara.
(8) Tenaga keteknisian medis meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi elektromedis,
analis
kesehatan, refraksionis optisien, otorik prostetik, teknisi transfusi dan perekam medis.
BAB III PERSYARATAN
Pasal 3
Tenaga kesehatan wajib memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang kesehatan yang
dinyatakan dengan ijazah dari lembaga pendidikan.
Pasal 4
(1) Tenaga kesehatan hanya dapat melakukan upaya kesehatan setelah tenaga kesehatan yang
bersangkutan memiliki ijin dari Menteri.
(2) Dikecualikan dari pemilikan ijin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bagi tenaga kesehatan
masyarakat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai perijinan sebagaimana di-maksud dalam ayat (1) diatur oleh
Menteri.
Pasal 5
(1) Selain ijin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), tenaga medis dan tenaga
kefarmasian lulusan dari lembaga pendidikan di luar negeri hanya dapat melakukan upaya
kesehatan setelah yang bersangkutan melakukan adaptasi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai adaptasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh
Menteri.

Bagian g
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
2. Sumber daya di bidang kesehatan adalah segala bentuk dana, tenaga, perbekalan kesehatan,
sediaan farmasi dan alat kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan dan teknologi yang
dimanfaatkan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
3. Perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan.
4. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika.
5. Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak mengandung
obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan
penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk
struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
6. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk
jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
7. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun
rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
8. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan
diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi,
untuk manusia.
9. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan
hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara
turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma
yang berlaku di masyarakat.
10. Teknologi kesehatan adalah segala bentuk alat dan/atau metode yang ditujukan untuk
membantu menegakkan diagnosa, pencegahan, dan penanganan permasalahan kesehatan
manusia.
11. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara
terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan
penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat.
12. Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan
pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan.
13. Pelayanan kesehatan preventif adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah
kesehatan/penyakit.
14. Pelayanan kesehatan kuratif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan
pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat
penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan agar kualitas penderita dapat
terjaga seoptimal mungkin.
15. Pelayanan kesehatan rehabilitatif adalah kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan untuk
mengembalikan bekas penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai
anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan masyarakat semaksimal mungkin sesuai
dengan kemampuannya.
16. Pelayanan kesehatan tradisional adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan cara dan
obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun secara empiris yang
dapat dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
17. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan Pemerintah Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pasal 71
Kesehatan reproduksi
(1) Kesehatan reproduksi merupakan keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial secara utuh,
tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan
proses reproduksi pada laki- laki dan perempuan.
(2) Kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. saat sebelum hamil, hamil, melahirkan, dan sesudah melahirkan;
b. pengaturan kehamilan, alat konstrasepsi, dan kesehatan seksual; dan
c. kesehatan sistem reproduksi.
(3) Kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui kegiatan
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

Pasal 78
Keluarga berencana
(1) Pelayanan kesehatan dalam keluarga berencana dimaksudkan untuk pengaturan kehamilan
bagi pasangan usia subur untuk membentuk generasi penerus yang sehat dan cerdas.
(2) Pemerintah bertanggung jawab dan menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas pelayanan, alat
dan obat dalam memberikan pelayanan keluarga berencana yang aman, bermutu, dan terjangkau
oleh masyarakat.
(3) Ketentuan mengenai pelayanan keluarga berencana dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang- undangan.

Bagian d
Aborsi
Pasal 75
(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam
nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan,
maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan;
atau
b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban
perkosaan.
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui
konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang
dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
a. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali
dalam hal kedaruratan medis;
b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat
yang ditetapkan oleh menteri;
c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e. penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.

Bayi tabung
Pasal 127
(1) Upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang
sah dengan ketentuan:
a. hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan dalam
rahim istri dari mana ovum berasal;
b. dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu; dan
c. pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
(2) Ketentuan mengenai persyaratan kehamilan di luar cara alamiah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Adopsi
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud
dengan:
1. Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan
dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua,
wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung
jawab atas perawatan, pendidikan, dan
membesarkan anak tersebut, ke dalam
lingkungan keluarga orang tua angkatnya
berdasarkan keputusan atau penetapan
pengadilan.
2. Pengangkatan anak adalah suatu perbuatan
hukum yang mengalihkan seorang anak dari
lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah,
atau orang lain yang bertanggung jawab atas
perawatan, pendidikan d a n membesarkan
anak tersebut, ke d a l a m lingkungan
keluarga orang tua angkat.
3. Orang tua adalah ayah dan/atau ibu kandung,
atau ayah dan/atau ibu tiri, atau ayah
dan/atau ibu angkat.
4. Orang tua angkat adalah orang yang diberi
kekuasaan untuk merawat, mendidik, dan
membesarkan anak berdasarkan peraturan
perundang-undangan dan adat kebiasaan.
5. Lembaga pengasuhan anak adalah lembaga
atau organisasi sosial atau yayasan yang berbadan
hukum yang menyelenggarakan pengasuhan
anak terlantar d a n t e l a h m e n d a p a t i z i n
d a r i M e n t e r i u n t u k melaksanakan proses
pengangkatan anak.
6. Masyarakat adalah perseorangan, keluarga,
kelompok d a n o r g a n i s a s i s o s i a l d a n / a t a u
o r g a n i s a s i kemasyarakatan.
7. Pekerja sosial adalah pegawai negeri sipil atau
orang yang ditunjuk oleh lembaga
pengasuhan yang m e m i l i k i k o m p e t e n s i
p e k e r j a a n s o s i a l d a l a m pengangkatan anak.
8. Instansi sosial adalah instansi yang
tugasnya mencakup bidang sosial baik di
pusat maupun di daerah.
9. Menteri adalah menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang sosial.
Pasal 2
Pengangkatan anak bertujuan untuk kepentingan
terbaik bagi anak dalam rangka mewujudkan
kesejahteraan anak dan perlindungan anak, yang
dilaksanakan berdasarkan adat kebiasaan setempat
dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 3
(1)Calon orang tua angkat harus seagama dengan
agama yang dianut oleh calon anak angkat.
(2)Dalam hal asal usul anak tidak diketahui,
maka agama anak disesuaikan dengan agama
mayoritas penduduk setempat.
Pasal 4
Pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan
darah antara anak yang diangkat dengan orang tua
kandungnya.
Pasal 5
Pengangkatan anak Warga Negara Indonesia oleh
Warga Negara Asing hanya dapat dilakukan sebagai
upaya terakhir.
Pasal 6
(1)Orang tua angkat wajib memberitahukan kepada
anak angkatnya mengenai asal-usulnya dan orang
tua kandungnya.
(2)Pemberitahuan asal-usul dan orang tua
kandungnya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan dengan memperhatikan kesiapan
anak yang bersangkutan.
Bagian f
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan;
1. Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang telah teregistrasi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Praktik Kebidanan adalah kegiatan pemberian pelayanan yang dilakukan oleh Bidan dalam
bentuk asuhan kebidanan.
3. Surat Tanda Registrasi Bidan yang selanjutnya disingkat STRB adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh Pemerintah kepada Bidan yang telah memiliki sertifikat kompetensi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Surat Izin Praktik Bidan yang selanjutnya disingkat SIPB adalah bukti tertulis yang diberikan
oleh pemerintah daerah kabupaten/kota kepada Bidan sebagai pemberian kewenangan untuk
menjalankan praktik kebidanan.
5. Praktik Mandiri Bidan adalah tempat pelaksanaan rangkaian kegiatan pelayanan kebidanan
yang dilakukan oleh Bidan secara perorangan.
6. Instansi Pemberi Izin adalah instansi atau satuan kerja yang ditunjuk oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota untuk menerbitkan izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

7. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif, maupun
rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.
8. Organisasi Profesi adalah wadah berhimpunnya tenaga kesehatan bidan di Indonesia.
9. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri
sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
10. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah
yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
11. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

Bagian c
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Bantuan Pemerintah adalah bantuan yang tidak memenuhi kriteria bantuan sosial yang
diberikan oleh pemerintah kepada perseorangan.
2. Pekerja/Buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima Gaji/Upah atau imbalan
dalam bentuk lain.
3. Gaji/Upah adalah hak Pekerja/Buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai
imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada Pekerja/Buruh yang ditetapkan dan dibayar
menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang- undangan, termasuk
tunjangan bagi Pekerja/Buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah
atau akan dilakukan.
4. Bank Penyalur adalah bank pemerintah yang akan menyalurkan bantuan kepada penerima
Bantuan Pemerintah berupa subsidi Gaji/Upah.
5. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yang selanjutnya disebut BPJS
Ketenagakerjaan adalah badan hukum yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
6. Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah Menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan yang bertanggung jawab atas pengelolaan
anggaran pada Kementerian Ketenagakerjaan.
7. Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat pada Direktorat
Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang memperoleh
kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan
anggaran pada Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga
Kerja Kementerian Ketenagakerjaan.
8. Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang diberi
kewenangan oleh PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat
mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara pada
Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Kementerian Ketenagakerjaan.
9. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
ketenagakerjaan.
10. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan
Sosial Tenaga Kerja.

Anda mungkin juga menyukai