Anda di halaman 1dari 18

Manajemen Keperawatan Endoskopi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan endoskopi untuk diagnosis dan terapeutik telah
berdampak luas terhadap dunia kedokteran. Paradigma tatalaksana yang
adekuat pun mengalami pergeseran seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi
kedokteran. Berbagai inovasi pun bermunculan saling menyempurnakan
teknologi ini. Terobosan baru baik metoda maupun teknik ini ditujukan untuk
memperoleh cara pemeriksaan dan terapeutik yang mudah, aman dan
menguntungkan. Endoscopi ialah suatu alat yang digunakan untuk memeriksa
organ dalam tubuh (khususnya saluran cerna) secara visual dengan membidik
melalui alat tersebut / melihat melalui layar monitor, sehingga dapat dilihat
sejelas-jelasnya setiap kelainan organ yang diperiksa.
Pemeriksaan endoscopi ini merupakan salah satu sarana penunjang
diagnostik yang cukup handal. Setelah ditemukannya endoscopi yang fleksibel /
lentur (Flexible endoscope) perkembangan Gastroenterologi menjadi pesat dan
bahkan alat tersebut dapat juga dipakai sebagai sarana terapeutik. Issue dan
trends perkembangan ruang endoskopi saat ini sudah berkembang kearah
aspek manajemen dan kelengkapan fasilitas ruang endoskopi yang
berorientasikan hospital safety. Elemen penting yang memerlukan perhatian
khusus antara lain SDM, peraturan, perencanaan ruang, dan infrastruktur
fasilitas pendukung kesehatan (pasokan air, udara, vakum ruangan, dan
pembuangan limbah). Pengalaman telah menghasilkan berbagai rekomendasi
khusus untuk desain pelayanan endoskopi guna meningkatkan kualitas dan
efisiensi yang berorientasikan keselamatan pasien dan staf endoskopi.
Kelengkapan secara administrasif diperlukan staf dan fasilitas ruang endoskopi.
Prasyarat staf di ruang endoskopi seperti lisensi, kompetensi, sertifikasi
dan kemampuan individu seperti bahasa dan kecakapan lainnya, manajemen
administratif termasuk penjadwalan prosedur, alur pasien masuk dan keluar,
tentunya yang utama juga ketersediaan endoskop, alat terapi, database
endoskopik, pengolahan ulang perlengkapan endoskopi, pengendalian infeksi
dan keselamatan pasien dan staf endoskopi sangat dipentingkan. System
akreditasi/sertifikasi yang diaudit secara berkala merupakan alat evaluasi untuk
efisiensi dan upaya peningkatan mutu dan pelayanan yang berkualitas.
Penulisan ini menggambarkan sebagian manajemen pelayanan diruangan
endoskopi yang penulis paparkan dalam rangka penugasan untuk mengakhiri
pelatihan di Pusat Endoskopi Saluran Cerna Rumah Sakit Cipto Mangunkusomo
Jakarta pada periode Mei – Agustus tahun 2012.
B. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini menggambarkan sebagian manajemen
pelayanan di ruangan endoskopi diantaranya.
1. Mendeskripsikan Aspek legal, etika dan peran umum perawat endoskopi.
2. Mendeskripsikan pengelolaan ruangan, peralatan, dan ketenagaan ruang
endoskopi. 3. Mendeskripsikan alur pasien masuk dan keluar pada pelayanan
ruangan endoskopi 4. Mendeskripsikan persyaratan aspek hukum penanganan
pasien yang akan dilakukan endoskopi (informed consent) 5. Mendeskripsikan
pendokumentasian pemeriksaan pasien masuk ruangan endoskopi meliputi (The
Sign In, The Time Out, The Sign Out). 6. Mendeskripsikan APD (Alat Pelindung
Diri) dalam bekerja di ruang endoskopi. C. Metoda Penulisan Penulisan ini
dengan melakukan metoda kepustakaan dan diskusi selama pelatihan dengan
pembimbing, staf PESC RSCM dan teman sejawat selama pelatihan
BAB II PEMBAHASAN

A. Aspek Legal, Etika dan Peran Umum Perawat Endoskopi

Undang-undang Kesehatan No.36 Tahun 2009 Pasal 63 ayat (4) yang


berbunyi “Pelaksanaan pengobatan dan/atau perawatan berdasarkan ilmu
kedokteran atau ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu”. Hal ini
memberi arah bahwa siapapun tenaga kesehatan yang akan menangani
klien/pasien harus mempunyai kompetensi yang cukup untuk dapat memberikan
asuhan sesuai dengan kewenangannya yang mungkin akan dapat memberikan
kenyamanan kepada pasien sebagai customer dari pelayanan kesehatan.

1. Aspek Legal Perawat Endoskopi Berdasarkan hasil dari Lokakarya


Keperawatan Nasional tahun 1983 didapatkan definisi Keperawatan adalah
suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan,
berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif, ditujukan
kepada individu, keluarga dan masyarakat baik yang sakit maupun sehat yang
mencakkup seluruh siklus hidup manusia. Personil yang melaksanakan asuhan
keperawatan disebut dengan perawat yang menurut Permenkes No.
HK.02.02/Menkes/148/I/2010 dikatakan bahwa perawat adalah seseorang yang
telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai
peraturan perundang-undangan. Keperawatan GI adalah praktik khusus area di
mana perawat memberikan perawatan kepada pasien dengan masalah
gastrointestinal diketahui atau diduga yang sedang menjalani pengobatan
diagnostik atau terapeutik atau prosedur endoskopi yang diberikan oleh perawat
yang dilatih khusus endoskopi. (Mayo School of Health Sciences, 2012)
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa perawat endoskopi
merupakan sub profesi dari keperawatan yang mempunyai keahlian khusus,
dengan pendidikan khusus yang diakui, yang mana dalam kegiatannya berusaha
untuk memberikan kesejahteraan kepada pasien dengan menggunakan cara
dan teknik yang diajarkan dalam dunia keperawatan endoskopi itu sendiri. Pada
Standar Praktik Keperawatan (SGNA – Society of Gastroenterology Nurses and
Associate, 2009) Perawat Gastroenterologi dan timnya melakukan beberapa
tugas secara mandiri, beberapa tugas tergantung pada kolaborasi dengan orang
lain, dan beberapa tugas tergantung pada kinerja atau penilaian lain anggota tim
perawatan kesehatan. Komponen-komponen ini akan berbeda secara signifikan
tergantung pada tindakan praktek perawat di setiap negara, profesional atau
kejuruan lisensi, latar belakang pendidikan, dan tempat kerja. Perawat
endoskopi berpengalaman dalam menilai, merencanakan, melaksanakan,
mengawasi dan mengevaluasi asuhan keperawatan langsung dan tidak
langsung untuk pasien dalam pengaturan endoskopi. Mereka juga membantu
dokter melakukan prosedur dan membantu menjaga peralatan khusus di suite
endoskopi. Perawat Endoskopi mengevaluasi praktek keperawatannya sendiri di
area kerjanya dengan standar praktek yang professional, berpedoman dan
relevan dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku. Segi Yuridis
Praktik Keperawatan Dalam pemberian asuhannya, seluruh tenaga kesehatan
diatur dalam berbagai peraturan, baik berhubungan dengan hukum kegiatan
perawat dibatasu oleh keahlian dan kewenangan. Keahlian dalam hal ini merujuk
kepada kemampuan yang wajib dikuasai oleh perawat dalam melaksanakan
asuhan keperawatan. Untuk dapat menjaga kesinambungan dan menjaga
bahwa tindakan yang dilakukan tersebut sesuai maka perlu dibuatkan suatu
Standar baik standar yang memang merujuk pada pengetahuan secara global
maupun standar yang telah digunakan di lingkup yang lebih kecil di rumah sakit.
Sedangkan Kewenangan merujuk kedalam hak perawat yang diperbolehkan
untuk melakukan segenap tindakan kepada pasien, dimana hak ini akan
diseimbangkan dengan tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh perawat itu
tadi.
Dalam melakukan semua keahlian dan kewenangan di atas, perlu
dibuat suatu regulasi yang dapat memberikan suatu Izin kepada tenaga
keperawatan supaya dapat memberikan tindakan kepada pasien dalam level
aman. Berdasarkan Kepmenkes no 1239/2001 tentang registrasi
perawat dan Permenkes No 148/2009 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik
Perawat didapatkan beberapa izin yang harus dipunyai oleh seorang perawat
(termasuk perawat endoskopi):
a. Surat Izin Kerja selanjutnya disebut SIK adalah bukti tertulis yang diberikan
kepada perawat untuk melakukan praktik keperawatan di sarana pelayanan
kesehatan
b. Surat Izin Perawat selanjutnya disebut SIP adalah bukti tertulis pemberian
kewenangan untuk menjalankan pekerjaan keperawatan di seluruh wilayah
Indonesia
c. Surat Izin Praktik Perawat selanjutnya disebut SIPP adalah bukti tertulis yang
diberikan kepada perawat untuk melakukan praktik keperawatan secara
perorangan dan/atau berkelompok
d. STR (Surat Tanda Registrasi) adalah bukti tertulis dari pemerintah kepada
tenaga kesehatan yang telah memiliki sertifikat kompetensi sesuai ketentuan
perundang-undangan
e. Memiliki sertifikat pelatihan endoskopi yang diakui dan berkurikulum.

Berdasarkan undang-undang kesehatan yang diturunkan dalam


Kepmenkes 1239 dan Permenkes No. HK.02.02/Menkes/148/I/2010, terdapat
beberapa hal yang berhubungan dengan kegiatan keperawatan. Adapun
kegiatan yang secara langsung dapat berhubungan dengan aspek legalisasi
keperawatan dalam hal ini tentunya termasuk perawat endoskopi :
a. Melakukan asuhan keperawatan endoskopi
b. Melakukan prosedur keperawatan endoskopi
c. Mengobservasi pelaksanaan asuhan
d. Melakukan pendidikan dan konseling terkait endoskopi

2. Etika Perawat Endoskopi Etika Keperawatan adalah Kesepakatan/peraturan


tentang penerapan nilai moral dan keputusan-keputusan yang ditetapkan untuk
profesi keperawatan.
Dalam penerapan etika keperawatan perlu dilandasi oleh prinsisp-prinsip Etik
keperawatan diantaranya :
a. Respect (Hak untuk dihormati)
b. Autonomy (hak pasien memilih): Hak pasien untuk memilih treatment terbaik
untuk dirinya
c. Beneficence (Bertindak untuk keuntungan orang lain/pasien). Kewajiban untuk
melakukan hal tidak membahayakan pasien/ orang lain dan secara aktif
berkontribusi bagi kesehatan dan kesejahteraan pasiennya
d. Non-Maleficence (utamakan-tidak mencederai orang lain) kewajiban perawat
untuk tidak dengan sengaja menimbulkan kerugian atau cidera Prinsip : Jangan
membunuh, menghilangkan nyawa orang lain, jangan menyebabkan nyeri atau
penderitaan pada orang lain, jangan membuat orang lain berdaya dan melukai
perasaaan orang lain.
e. Confidentiality (hak kerahasiaan) menghargai kerahasiaan terhadap semua
informasi tentang pasien/klien yang dipercayakan pasien kepada perawat.
f. Justice (keadilan) : kewajiban untuk berlaku adil kepada semua orang.
Perkataan adil sendiri berarti tidak memihak atau tidak berat sebelah.
g. Fidelity (loyalty/ketaatan) : Kewajiban untuk setia terhadap kesepakatan dan
bertanggungjawab terhadap kesepakatan yang telah diambil Era modern ,
pelayanan kesehatan : Upaya Tim (tanggungjawab tidak hanya pada satu
profesi). h. Veracity (Truthfullness & honesty) : Kewajiban untuk mengatakan
kebenaran, Terkait erat dengan prinsip otonomi, khususnya terkait informed-
consen Prinsip veracity mengikat pasien dan perawat untuk selalu
mengutarakan kebenaran.

Sebagai dasar acuan kode etik keperawatan endoskopi bila


dilahirkan oleh Organisasi perawat endoskopi tentunya kode etik perawat
nasional Indonesia sebagai payungnya dan juga dapat mengacu pada kode etik
organisasi perawat endoskopi internasional yang diakui, seperti Standar Etik
yang dikeluarkan oleh SGNA. Standard : Para Perawat Terdaftar GI
mengintegrasikan ketentuan etis dalam semua bidang praktek. Rasional/ dasar
pemikiran : Perawatan dan layanan harus disampaikan tanpa melanggar pada
dasar hak asasi manusia. Para Perawat endoskopi bertanggung jawab kepada
pasien untuk melindungi hak-hak ini sambil memberikan asuhan keperawatan
sesuai Kriterianya :
a. Mempedomani Kode Etik Perawat secara umum : Interpretasi dan Aplikasi
(ANA, 2008) untuk memandu praktek.
b. Menjaga kerahasiaan pasien.
c. Bertindak sebagai advokat bagi pasien, membantu pasien dengan
keterampilan advokasi.
d. Memberikan perawatan dengan cara yang tidak menghakimi dan non-
diskriminatif yang sensitif terhadap keragaman, termasuk budaya pasien, ras,
agama, usia, jenis kelamin, preferensi seksual, etnis dan preferensi pribadi.
e. Memberikan perawatan dengan cara yang memelihara dan melindungi
otonomi pasien, bermartabat, dan memperhatiakan hak pasien.
f. Mencari sumber daya yang tersedia untuk membantu merumuskan keputusan
yang etis.
g. Melaporkan praktek ilegal, tidak kompeten, dan terganggu.

3. Peran Umum Perawat Endoskopi Peran perawat endoskopi tergantung pada


pendidikan, lisensi dan pengalaman. Dalam kebanyakan kasus, tanggung jawab
mereka berkisar dari peran melakukan skrining dan membantu manajemen
peralatan endoskopi dan pembersihan. Menggunakan pendekatan multidisiplin
yang komprehensif untuk perawatan pasien, perawat endoskopi bekerja sama
dengan tim operasi GI keseluruhan. (Mayo School of Health Sciences, 2012)
American Nurses Association (ANA) telah mengemukakan peran ners yang
mengacu pada definisi keperawatan yaitu “ Keperawatan adalah proteksi,
promosi dan optimalisasi kesehatan dan kemampuan, pencegahan penyakit dan
cedera, menghilangkan/ menngurangi penderitaan melalui diagnose dan
treatmen respon manusia, advokasi dalam pengasuhan individual, keluarga,
komunitas dan populasi” (ANA, 2003) Definisi ini perlu diterjemahkan dalam
peran perawat endoskopi secara umum yaitu peran perawat endoskopi yang
terpenting dalam tindakan endoskopi baik diagnostic maupun terapeutik adalah
memberi dukungan sebelum, selama, dan sesudah prosedur endoskopik
dilakukan. Membina hubungan terapeutik dengan pasien adalah pondasi awal
keberhasilan tindakan keperawatan, selanjutnya mengkaji kesiapan pasien,
member dukungan dengan pendidikan/ konseling tentang persiapan,
pelaksanaan dan hasil. Memastikan pasien dan petugas kesehatan terlindungi
dari aspek kelalaian dan malpraktik dengan memastikan informed consent.
Pasien juga dijelaskan prosedur dari persiapan sampai dengan pelaksanaan.
Pada saat akan dilakukan tindakan melakukan pengkajian yang komprehensif
pada pasien terkait keperluan pemeriksaan endoskopi seperti kepatuhan pasien
keharusan berpuasa, menanyai adanya alergi, membantu mencek pemeriksaan
penunjang yang diperlukan, mengukur tanda vital, memasang IVFD, monitor
saturasi O2, memberikan sedasi (bila diperlukan), memonitor jalan nafas selama
pemeriksaan, kesadaran, dan mempersiapkan peralatan dan obat emergency
bila terjadi kejadian atau reaksi tidak diinginkan, termasuk sebagai asisten
operator pendokumentasian selama pemeriksaan berlangsung tentunya
berkolaborasi dengan dokter operator. Selesai tindakan mengevaluasi pasien
selama di ruangan pemulihan (RR) dan serah terima klien dengan keluarga dan
atau perawat ruangan untuk kelanjutan pengobatan atau rekomendasi hasil
tindakan.

B. Pengelolaan Ruangan, Peralatan dan Ketenagaan Endoskopi

Desain ruangan menjadi penting untuk keefektifan, efesiensi, kualitas


pelayanan dan juga sebagai salah satu pendukung terciptanya hospital safety
bagi pasien, staf dan pengunjung. Salah satu alat evaluasinya yaitu dengan
survey kepuasan dan kenyamanan pasien, keluarga dan staf. Ruangan menarik
yang sesuai dengan standar kesehatan, pelayanan yang cepat, tepat dan ramah
akan membuat kesan yang baik bagi pelanggan eksternal dalam hal ini pasien
dan juga pelanggan internal termasuk staf di ruang endoskopi itu sendiri. Banyak
standar yang merancang dan menentukan teori tentang pembentukan atau
pengaturan ruangan di unit pelayanan endoskopi, namun pada penulisan ini
penulis menggambarkan aspek penting ruangan yang ada pada unit endoskopi
yaitu :
1. Letak Ruangan Selayaknya letak ruangan endoskopi lokasi yang mudah
dijangkau dari rawat jalan dan rawat inap, dekat dengan ICU, radiologi, dan
ruang bedah.
2. Keadaan Ruangan Ruangan pemeriksaan endoskopi bersih dan semisteril,
lampu dalam ruangan tidak menyilaukan, lantai tidak licin, kedap air, mudah
dibersihkan dan tidak menampung debu, dan juga mempunyai ruang pemulihan
kesadaran (Recovery Room). Memiliki ventilasi yang baik yang dilengkapi
dengan AC atau idealnya menggunakan sentral AC, suhu ruangan antara 19 C –
22 C, Kelembapan udara kurang lebih 55% - 60%, semua perabotan yang ada
dalam ruang endoskopi sebaiknya beroda dan mudah dibersihkan, dan pintu
ruangan lebar (2,5 meter) guna memudahkan keluar masuk tempat tidur pasien.
3. Jenis Ruangan Menurut (Rini Ernawati, 2011) beberapa ruangan yang hasrus
ada di unit endoskopi adalah diantaranya ; ruang persiapan, ruang prosedur
tindakakan, ruang pemulihan, ruang pencucian – desinfektan – sterilisasi alat
endoskopi, ruang penyimpanan alat/ lemari endoskopi, ruang konsultasi, kamar
mandi/ Toilet, ruang tunggu.

Selain itu berdasarkan Protap RSCM 2010, beberapa ruang tersbut


dikelompokan sebagi berikut :
a. Ruangan area bebas diantaranya : ruang yang tidak memerlukan pemakaian
APD adalah : Ruang penerimaan pasien / tata usaha, ruangan perawat dan
dokter yang bisa digunakan sekaligus tempat ganti baju petugas, ruang ganti
baju pasien dengan kamar mandi dan toilet, ruang tunggu pasien dan ruangan
pertemuan. Nurse Station Medical report
b. Ruangan area semisteril diantaranya : ruangan persiapan pasien/
pemeriksaan, ruangan tindakan (sesuai jenis tindakan dan jumlah alat/
tindakan), ruangan pemulihan (RR), ruangan dekontaminasi/ pembersihan dan
penyimpanan. Gambar Ruang persiapan pasien Gambar Ruang Tindakan
Gambar ruang RR Ruang penyimpanan
c. Khusus Ruangan Pencucian dan Penyimpanan Desain kamar prosedur
pencucian didasarkan atas kehati-hatian karena berhubungan dengan
kebersihan dan kesterilan alat endoskop, alat kotor vs bersih. Kebutuhan akan
peralatan pencucian dan pensterilan alat harus tersedia selalu di ruangan
pencucian.

Selayaknya ruangan prosedur dan ruangan pencucian harus dekat,


namun bila tidak bak cuci atau pembilasan awal (precleaning) harus tersedia di
ruangan tindakan sebelum alat dikirim ke ruang pencucian. Ada pendapat yang
mengatakan 3 ruangan prosedur harus ada 1 ruang pencucian, dan ada
pendapat lain juga mengatakan ruangan pencucian terpisah tersendiri dari
semua ruangan dengan pintu/ sekat khusus untuk meletakan alat kotor dan
petugas yang berdinas di ruangan dekontaminasi yang membersihkannya,
setalah alat dibersihkannya diletakan pada pengeringan atau penyimpanan dan
petugas yang bertugas di ruangan tindakan mengambil lagi alat untuk digunakan
diruangan tindakan. Ruang pencucian harus memiliki ventilasi yang memadai
untuk pembuangan uap racun dan ventilasi udara harus memungkinkan volume
udara bergerak aktif. Dan setiap orang yang bekerja diruangan pencucian harus
memahami bahaya biologi dan kimia dari bahan pencucian dan cara mengelola
tumpahan, serta tentunya memakai APD yang direkomendasikan.
Bagaimanapun juga jenis, jumlah dan luas ruangan endoskopi ini tentunya
sangat tergantung dengan spesifikasi dan volume tindakan yang akan dapat
dilakukan di RS tersebut. Karena tidak mungkin jumlah ruangan tindakan terlalu
banyak bila keberadaan alat endoskopi dan tindakan yang akan dilakukan sedikit
atau bahkan tidak ada. Gambar sketsa ruang pencucian. Pembilasan awal
(precleaning) 4. Ukuran Ruangan Dari beberapa jenis ruangan yang dibutuhkan
belum ukuran standar tiap ruangan, namun tentunya ukuran dan tata ruangan
cukup safety dan layak untuk digunakan. prosedur. Salah satu sumber
mendeskripsikan khusus untuk ukuran ruangan tindakan adalah berukuran 20
m2, bila memakai pemantauan anastesi adalah 28-33 m2, dan bila memakai
fluoroskopi 37 m2. (yandih-rscm, 2011) Jumlah tempat tidur pemulihan 1,5-2 bed
dari jumlah kamar tindakan. Pintu masuk staf ke ruangan tindakan harus
terpisah dari ruangan penunggu pasien, disamping safety juga berguna untuk
keadaan darurat akses keluar ruangan endoskopi menuju ruangan lain.
Contoh Ruangan (PESC RSCM Jakarta 2012) 3 4 2 5 6 8 9 20 10
(2.5 x 3 mtr) 11 12 13 14 15 16 Peralatan kelengkapan ruangan tindakan perlu
dipersiapkan di ruang tindakan endoskopi diantaranya ; lemari penyimpanan
endoskop (bila ruang penyimpanan tidak tersedia), meja endoskopi, terminal
suction/ suction, terminal O2/ O2 tabung dan kanula, endoskop, light source,
video processor, 2 buah TV Monitor, vital sign monitor/ tensi meter, trolley
emergency dengan obat2 emergency, selang NGT, spuit berbagai ukuran, set
infuse dan standar infuse, sarung tangan, kasa, gunting verban, obat
premedikasi, dll sesuai kebutuhan pemeriksaan diagnostic yang dilakukan atau
terapeutik yang dilakukan. Sarana kedaruratan harus tersedia untuk mengatasi
efek samping dan komplikasi yang akan terjadi, alat atau obatan yang harus
tersedia sesuai standar adalah : stetoskop, tensi meter, infuse set, abocate
dengan berbagai ukuran, disposibel spuit dengan berbagai ukuran, selang O2,
O2 rebriting Mask, selang naso gastric, gudel, cairan NaCl 0,9 %, D5 %, RL,
Plasma Expander, dan cairan lain, abat-obatan ; adrenalin, dexamethason, anti
histamine parenteral, sulfas atropine. Pada tingkat pelayanan lanjutan ditambah
pulse oxymetry, set venaseksi/ CVP, kateter, dopamine, monitor EKG, resusitasi
set, Ambu Bag, ETT, Somatostatin/ vasopressin/ octreotide.
Perlu diperhatikan ruang tindakan endoskopi benar-benar terpisah
dari ruangan lain, bila dalam struktur ruangan tindakan disertai ada ruangan
pencucian, sifatnya juga harus terpisah dari ruangan tindakan. Dan pintu masuk
ruangan tindakan harus bisa akses keluar masuk trolley dan tempat tidur/ bed
pasien, karena itu bila ruangan tindakan memakai pintu maka harus ada 2 (dua)
daun pintu. Mengenai ketenagaan perawat di ruangan endoskopi haruslah
perawat yang memahami konsep gastroenterology dan kompetensi keterampilan
dalam berbagai prosedur endoskopi. Perawat endoskopi harus mengikuti
program keselamatan secara komprehensif untuk mencegah infeksi nasokomial,
patient safety, dan keselamatan staf endoskopi. Alat endoskopi merupakan alat
canggih dan harganya cukup mahal, sehingga perawat endoskopi harus memiliki
kompetensi dalam persiapan operasional, pencucian dan pemeliharaan
endoskop beserta asesorisnya. Selanjutnya mengenai efek radiasi perawat
harus memahami kemanan kerja dari jaringan radiasi dan listrik. Ketenagaan
yang terlibat diruangan endoskopi diantaranya : dokter/ operator, perawat, dokter
anastesi, pembantu perawat, radiographer, administrasi dan Cleaning Service.
Komposisi perawat ada kepala ruangan, perawat penanggung jawab, dan
perawat pelaksana. Jumlah perawat tergantung dari shift dan volume kerja.
Ketenagaan selama prosedur berlangsung ada assisten operator, perawat yang
melakukan desinfeksi, observasi setelah tindakan dan administrasi. Minimal
jumlah perawat dalam 1 tindakan adalah 2 orang. Tentang perhitungan
ketenagaan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Apakah dihitung
berdasarkan jumlah (rata-rata volume kerja dibagi jam efektif) atau cara-cara lain
tergantung dari ketentuan manajemen Rumah sakit, tentunya disesuaikan
dengan beban kerja di ruangan Endoskopi, sebagai rujukan minimal untuk
pemeriksaan paling sederhana yaitu EGD, minimal perawat dibutuhkan 2 orang.
Bila unit endoskopi sudah berdiri sendiri maka perhitungan kebutuhan perawat
dapat menggunakan “jumlah waktu perhari berdasarkan volume kerja di bagi jam
efektif kerja perawat”, maka semua kegiatan keperawatan di ruangan endoskopi
harus dihitung pertindakannya mulai dari persiapan alat, pengkajian pasien,
penyuluhan, sampai pembersihan alat, ditotal waktu yang dibutuhkan sesuai
rata-rat volume. Contoh berikut : No Kegiatan (pre-intra dan post) Waktu (menit)
Rata-rata volume perhari Jumlah waktu perhari Jumlah perhitungan Menit Jam 1
Konsultasi 15 7 pasien 105 1,75 Jam perhari/ jam efentif kerja perhari (AA : 7
jam) = jml perawat 2 Pemeriksaan fisik 30 7 pasien 210 3 Persiapan alat 30 4
Tindakan EGD 90 0,2 pasien 5 Pencucian alat, dll…….. Total AA Atau dapat
juga menggunakan rumus modifikasi kebutuhan perawat pada ruangan perawat
khusus yang dikeluarga PPNI yaitu : • Menghitung rata-rata pasien perhari •
Menghitung jumlah rata rata jam perawatan yang dibutuhkan pasien pada
tindakan endoskopi • Tetapkan jam efektif per hari = 7 jam jumlah rata-rata jam
perawatan per hari x rata-rata pasien per hari = --------------------------------------------
-------------------------------- Jam efektif per hari. = jumlah perawat yang dibutuhkan

C. Alur Pasien Masuk dan Keluar Pasien

Alur pasien masuk dan keluar yang datang ke Pusat Endoscopi dan
Saluran Cerna, baik yang datang dari Rumah Sakit lain (rujukan), yang datang
dari IGD, ruangan rawat inap maupun poliklinik mendaftar terlebih dahulu di
bagian administrasi endoskopi, selanjutnya pada bagian administrasi
mendaftarkan pasien untuk jadwal dan persyaratan serta bila ada jaminan
pelayanan kesehatan pasien. Setelah proses administrasi selesai, pasien
diserahterimakan di ruangan pre tindakan sekaligus untuk melakukan
pemeriksaan fisik dan dilanjutkan dengan The Sign In. Setelah dilakukan semua
dan cek kelengkapan tindakan, pasien persilahkan keruangan tindakan atau
dibawa dengan brangkar endoskopi atau dalam keadaan darurat pasien bias
menggunakan tempat tidur ruangan.
Setelah tindakan selesai tindakan/ setelah pasien keluar ruangan RR,
pasien kembali diserahterimakan pada perawat atau petugas yang merujuk atau
mengantar pasien ke ruang endoskopi dengan kelengkapan hasil pemeriksaan
serta tindak lanjut pemeriksaan sesuai rekomendasi hasil endoskopi. Beberapa
Contoh Mekanismenya pada bagan berikut : Contoh 1. di PESC RSCM Jakarta
Contoh 2. Alur Pra-Tindakan Endoskopi (RSCM KENCANA) Aktifitas Status
Formulir Pengakajian  Status Pasien Dokumen Terkait Keterangan Formulir
konsul (cardio, Formulir pem penunjang (lab, Ro  Buku resep pasien
Anastesi, dl Formulir pengkajian Formulir lab  Formulir rawat inap l) Apabila
akan Saat menerima pasien perawat memperkenalkan diri endoskopi.
menggunakan anastesi, sebelumnya konsul dokter anastesi untuk dilakukan
Apabila pasien direncanakan rawat inap, dokterpra-anastesi terlebih dahulu 
Pemeriksaan penunjang di cek kembali mengisi formulir rencana rawat inap
Perawat menghubungi rawat inap. Contoh 3. Alur Prosedur Tindakan Endoskopi
(RSCM Informed consent Status Pasien KENCANA) Aktifitas Dokumen
Terkait Keterangan Formulir Hasil pemeriksaan penunjang (lab, USG, Foto
Thorak, MRI, EKG, dll)  Formulir pem penunjang Status pasien  Buku resep
Pengakajian endoskopi Formulir Formulir konsul (cardio, Anastesi, dll)
histopatologi/ sitologi. Formulir pengkajian Catatan keperawatan  Formulir
radiology labor  Formulir resep yang telah ditulis  Formulir sterilisasi alat
endoskopi. Perawat menjelaskanSaat menerima pasien perawat
memperkenalkan diri kembali Cek kembali apakah Resep dibuat sesuai
kebutuhan kembali prosedur tindakan pasien dirawat atau pulang setelah
tindakan

D. Informed Consent

Informed Consent pada tindakan medic termasuk pada tindakan


endoskopi baik bersifat diagnostic maupun terapeutik harus dilakukan oleh
dokter/ dokter yang akan melakukan tindakan dan perawat endoskopi sebagai
saksi melakukan advokasi pada pasien terhadap ketersediaan dan
terlaksananya informed consent. Menurut PerMenKes no
290/MenKes/Per/III/2008 dan UU no 29 th 2004 Pasal 45 serta Manual
Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI tahun 2008. maka Informed Consent
adalah persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau
keluarga terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap
mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.
Menurut Lampiran SKB IDI No. 319/P/BA./88 dan Permenkes no
585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis Pasal 4 ayat 2
menyebutkan dalam memberikan informasi kepada pasien / keluarganya,
kehadiran seorang perawat / paramedik lainnya sebagai saksi adalah penting.
Persetujuan yang ditanda tangani oleh pasien atau keluarga
terdekatnya tersebut, tidak membebaskan dokter dari tuntutan jika dokter
melakukan kelalaian. Tindakan medis yang dilakukan tanpa persetujuan pasien
atau keluarga terdekatnya, dapat digolongkan sebagai tindakan melakukan
penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351. Informasi/keterangan yang wajib
diberikan sebelum suatu tindakan kedokteran dilaksanakan adalah:
1. Diagnosa yang telah ditegakkan.
2. Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan.
3. Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut
4. Resiko resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada tindakan
kedokteran tersebut.
5. Konsekwensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut dan adakah alternatif
cara pengobatan yang lain.
6. Kadangkala biaya yang menyangkut tindakan kedokteran tersebut.

Resiko resiko yang harus diinformasikan kepada pasien yang dimintakan


persetujuan tindakan kedokteran :
1. Resiko yang melekat pada tindakan kedokteran tersebut.
2. Resiko yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya. Dalam hal terdapat indikasi
kemungkinan perluasan tindakan kedokteran, dokter yang akan melakukan
tindakan juga harus memberikan penjelasan ( Pasal 11 Ayat 1 Permenkes No
290 / Menkes / PER / III / 2008 ). Penjelasan kemungkinan perluasan tindakan
kedokteran sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 merupakan dasar daripada
persetujuan ( Ayat 2 ).
Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi sebelum
dimintakan persetujuan tindakan kedokteran adalah:
1. Dalam keadaan gawat darurat ( emergensi ), dimana dokter harus segera
bertindak untuk menyelamatkan jiwa.
2. Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa menghadapi
situasi dirinya. Ini tercantum dalam PerMenKes no 290/Menkes/Per/III/2008.
Tujuan Informed Consent (terutama pada tindakan endoskopi) :
1. Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap tindakan dokter yang
sebenarnya tidak diperlukan dan secara medik tidak ada dasar pembenarannya
yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya.
2. Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan
bersifat negatif, karena prosedur medik modern bukan tanpa resiko, dan pada
setiap tindakan medik ada melekat suatu resiko (Permenkes No.
290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3) Tindakan medis yang dilakukan tanpa izin
pasien, dapat digolongkan sebagai tindakan melakukan penganiayaan
berdasarkan KUHP Pasal 351 (trespass, battery, bodily assault). Menurut Pasal
5 Permenkes No 290 / Menkes / PER / III / 2008, persetujuan tindakan
kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik kembali oleh yang memberi
persetujuan, sebelum dimulainya tindakan ( Ayat 1 ). Pembatalan persetujuan
tindakan kedokteran harus dilakukan secara tertulis oleh yang memberi
persetujuan ( Ayat 2 ). (Sumber: Buku Penyelenggaraan Praktik Kedokteran
Yang Baik di Indonesia, 2010) Beberapa Aspek yang termuat dalam Formulir
Persetujuan Tindakan Kedokteran : Kelengkapan persetujuan tindakan medic
endoskopi memuat informasi tetang ; Dokter pelaksana tindakan, pemberi
informasi, penerima informasi, diagnose, dasar diagnose, tindakan yang akan
dilakukan, indikasi tindakan, tata cara (uraian singkat), tujuan, resiko, komplikasi,
prognosis, alternative resiko, hal yang dilakukan untuk penyelamatan pasien,
selanjutnya di iringi dengan berita acara persetujuan (bila pasien kompeten
harus dilakukan yang bersangkutan, bila tidak dapat diwakilkan keluarga
terdekat), tanggal dan jam persetujuan, ditanda tangani oleh pemberi
persetujuan, dokter yang memberikan persetujuan dan saksi oleh perawat
endoskopi yang mendampingi. (sumber : formulir persetujuan medic RSCM,
2012)

E. Pendokumentasian Pasien

Pendokumentasian pasien adalah suatu bentuk pertanggung jawaban


praktik yang harus dilaksanakan perawat dalam pelaksanaan praktik
keperawatan di tatanan pelayanan keperawatan, disamping pelaksanaan
asuhan keperawatan yang dilaksanakan sesuai dengan standar asuhan
keperawatan, khusus di endoskopi PESC RSCM yang penulis amati selama
praktik, minimal pendokumentasian/ Cheklist Prosedur Endoskopi terbagi dalam
3 (tiga) kelompok yaitu : The Sign In, The Time Out dan The Sing Out.

1. The Sign In Adalah kegiatan yang dilakukan di ruangan persipan pasien


sebelum dibawa keruangan tindakan meliputi pengkajian ; Bio data pasien,
identitas pasien (gelang), asal rujukan, tindakan yang akan dilakukan,
formulir persetujuan tindakan, mulai puasa pasien, obat pencahar yang
digunakan, bentuk BAB terakhir, pemeriksaan penunjang lab (Hb, Ht,
Trombosit, PT, APTT), hasil EKG, pemeriksaan penunjanng lain bila
diperlukan, pengecekan mesih anastesi bila diperlukan dan persiapan
sedasi, pengecekan mesin endoskopi, apakah penggunaan alat2 sudah steril
tersedia, apakah ada pasien riwayat alergi obat – premedikasi – asma – dll,
sudahkan pasien menggunakan pakaian tindakan, sudahkan gigi palsu
dilepas dan kaca mata – bila pasien pakai gigi palsu dan kaca mata.
2. The Time Out Adalah kegiatan pengkajian yang dilakukan sebelum tindakan
segera akan dimulai ; diantaranya, Tim memperkenalkan diri pada peran
masing-masing, dokter/ perawat melakukan konfirmasi secara verbal : Nama
pasien, umur, tindakan yang akan dilakukan, apakah hasil pemeriksaan
sebelumnya tersedia bila itu diperlukan. Selama prosedur berlangsung
observasi tanda – tanda vital dilakukan setiap 5 menit, termasuk saturasi O2,
perdarahan bila ada, dan keadaan skala nyeri pasien dilakukan sampai
tindakan selesai.
3. The Sign Out Adalah kegiatan pengkajian yang dilakukan sebelum pasien
meninggalkan ruangan tindakan/ akan masuk RR : Tim mengkonfirmasi
secara verbal nama prosedur, melabel identitas pasien pada specimen
biopsy – bila dilakukan biopsy atau pemeriksaan specimen, mengevaluasi
keadaan alat setelah pemeriksaan, mengkonfirmasi hasil video/ foto
diagnostic sudah tersimpan, observasi pemulihan pasien ; kesadaran, ada/
tidak gangguan pernafasan/ gangguan kardiovaskular. Semua peristiwa di
dokumentasikan dalam daftar checklist yang telah disediakan ditanda
tangani oleh dokter yang melakukan, perawat dan dokter anastesi/ bila
menggunakan anastesi. (contoh terlampir) F. Penggunaan APD (Alat
Pelindung Diri) APD adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk
melindungi seseorangdalam pekerjaanpekerjaan yang fungsinya
mengisolasi tubuh tenaga kerja dari bahaya ditempat kerja.APD merupakan
cara terakhir untuk melindungi tenaga kerja setelahdilakukan beberapa
usaha. (PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PER/MEN/2006 TENTANG ALAT
PELINDUNG DIRI)

Jenis-jenis APD menurut bagian tubuh :


1. Alat pelindung kepala
2. Alat pelindung mata dan muka;
3. Alat pelindung pernapasan;
4. Alat pelindung telinga;
5. Alat pelindung tangan;
6. Alat pelindung kaki;
7. Alat pelindung badan;
8. Pakaian pelindung; .
9. Alat pelindung pekerjaan di ketinggian;
10. Alat pelindung pekerjaan di atas, di permukaan dan di dalam air.

Pakaian kerja khusus untuk pekerjaan dengan sumber bahaya tertentu


seperti : Terhadap radiasi panas, pakaian yang berbahan bisa merefleksikan
panas - biasanya aluminium dan berkilat, Terhadap radiasi mengion - pakaian
dilapisi timbal (timah hitam), Terhadap cairan dan bahan-bahan kimiawi - pakaian
terbuat dari plastik atau karet. Ada beberapa jenis alat pelindung diri yang mutlak
digunakan oleh tenaga kerja pada waktu melakukan pekerjaan dan saat
menghadapi potensi bahaya karena pekerjaanya, antara lain seperti topi
keselamatan, safety shoes, sarung tangan, pelindung pernafasan, pakaian
pelindung, dan sabuk keselamatan. Jenis alat pelindung diri yang digunakan
harus sesuai dengan potensi bahaya yang dihadapi serta sesuai denga bagian
tubuh yang perlu dilindungi. APD pada kegiatan endoskopi mengacu pada
berbagai kegiatan yang digunakan sendiri atau dalam kombinasi untuk
melindungi kulit, membran mukosa, saluran napas, dan pakaian dari kontak
dengan patogen melalui darah dan bahan berpotensi menular lainnya dan radiasi
pada penggunaan fluoroskopi.
“Peralatan pelindung yang tahan pengapian dan tahan cairan harus
persyaratan di suite endoskopi," kata Jay Sommers, PhD, direktur dari
dokumentasi klinis dan ilmiah di Kimberly-Clark Perawatan Kesehatan. "Prosedur
Endoskopi menggunakan perangkat energi tinggi dan banyak cairan, sehingga
percikan dapat terjadi bila sambungan dibuka atau rusak.
“Pakaian kerja dan alat pelindung diri yang sering digunakan pada
endoskopi adalah pelindung badan, pelindung mata, pelindung pernafasan dan
pelindung tangan, serta pelindung kaki, diantaranya sebagai berikut :

1. Pelindung badan Alat pelindung diri pada tubuh pada endoskopi adalah
mencegah terjadinya percikan cairan tubuh, sumber infeksius dan cegah
radiasi bila memakai fluoroskopi. Maka untuk percikan cairan tubuh APD
tubuh yang digunakan menyerupai Jas Laboratorium. Sedangkan bila pada
radiasi harus memakai apron yang dilapisi timbale. Jas laboratorium dengan
lengan panjang yang terbuka dibelakang akan memberikan perlindungan
lebih baik dibanding jas laboratorium yang umum digunakan dan lebih
disarankan untuk digunakan pada laboratorium mikrobiologi untuk pekerjaan
yang berhubungan dengan kabinet Biosafety. Hal ini juga direkomendasikan
pada ruangan endoskopi. Disamping itu dapat juga ditambahkan aproun
plastic pada bagian luar, celemek plastic juga dapat sebagai alternatif.
Jumpsuits atau dikenal dengan sebutan baju parasut ini direkomendasikan
untuk dipakai pada kondisi beresiko tinggi (mis., ketika menangani bahan
kimia yang bersifat karsinogenik dalam jumlah yang sangat banyak), dan
pada endoskopi ini digunakan pada ruangan pencucian skop endoskop.
2. Pelindung tangan Kontak pada kulit tangan merupakan permasalahan yang
sangat penting apabila Anda terpapar bahan kimia yang korosif dan beracun,
serta cairan atau bahan infeksius. Sarung tangan menjadi solusi bagi Anda.
Tidak hanya melindungi tangan terhadap karakteristik bahaya tersebut,
sarung tangan juga dapat memberi perlindungan dari permukaan benda yang
kasar atau tajam, dan material yang panas atau dingin. "Ada banyak hal yang
harus dipertimbangkan dalam pemilihan sarung tangan," kata Deborah Davis,
direktur teknis - Kesehatan Kardinal. "Yang paling penting, sarung tangan
harus dipilih berdasarkan pada jenis prosedur yang dilakukan. Sarung tangan
juga harus dievaluasi berdasarkan lamanya waktu sarung tangan akan
dipakai dan setiap sensitivitas pemakainya memiliki.

Bahan yang digunakan dalam pembuatan sarung tangan adalah


pertimbangan utama. Kekuatan dan daya tahan relatif penting untuk sifat dari
prosedur sarung tangan yang digunakan untuk. Bahan ini juga harus
ditoleransi dan nyaman bagi dokter dan perawat. Sarung tangan tersedia
dalam lateks atau sintetis - yang dapat terdiri dari nitril, neoprena,
polyisoprene, dan lainnya " sarung tangan Esteem yang diformulasikan
dengan polyisoprene sintetis," kata Davis. "Sifat nya adalah hampir identik
dengan lateks karet alam. Kekuatan tarik, yang sangat penting selama
prosedur endoskopi dan gastroenterologic, melebihi standar ASTM (American
Society for Testing dan Material) dari pada lateks karet alam dan sintetis.
Sarung tangan Esteem segera sesuai dengan tangan, sangat lembut nyaman.
Sarung tangan nitril yang ideal untuk dokter yang alergi atau sensitif
terhadap lateks dan yang melakukan tugas atau prosedur yang melibatkan
kontak yang terlalu lama darah, cairan tubuh, agen kemoterapi, larutan
pembersih dan bahan kimia lainnya. "Nitrile juga memiliki manfaat yang tahan
terhadap segala gangguan dari minyak berbasis produk," kata Truscott.
"Nitrile akan menjadi produk yang sangat baik untuk digunakan jika Anda
bekerja dengan pelumas, memerah susu tabung atau melakukan berbagai
prosedur yang memerlukan kontak dengan zat berbasis minyak, Minyak dapat
kerusakan lateks mana Anda akan melihat ujung jari Anda mendapatkan
norak atau memanjang, sedangkan nitril tidak. " Contoh sarung tangan Nitril
lateks Neoprena polyisoprene Bahan kimia dapat dengan cepat merusak
sarung tangan yang Anda pakai jika tidak dipilih bahannya dengan benar
berdasarkan bahan kimia yang ditangani.

Selain itu, kriteria yang lain adalah berdasarkan pada ketebalan dan
rata-rata daya tembus atau terobos bahan kimia ke kulit tangan. Sarung
tangan harus secara periodik diganti berdasarkan frekuensi pemakaian dan
permeabilitas bahan kimia yang ditangani. Jenis sarung tangan yang sering
dipakai di laboratorium, diantaranya, terbuat dari bahan karet, kulit dan
pengisolasi (asbestos) untuk temperatur tinggi, begitu juga bila memakai
sarung tangan untuk mencuci alat endoskopi, sebaiknya bahan karet atau
kulit. Contoh sarung tangan karet :

3. Pelindung pernafasan.
Kontaminasi bahan kimia yang paling sering masuk ke dalam tubuh manusia
adalah lewat pernafasan. Banyak sekali partikel-partikel udara, debu, uap
dan gas, percikan cairan tubuh yang dapat membahayakan pernafasan.
Endoskopi merupakan salah satu tempat kerja dengan bahan yang
memberikan efek kontaminasi tersebut, maka petugas sangat dianjurkan
memakai masker. Contoh masker :

4. Pelindung Mata
Pemilihan peralatan untuk melindungi mata dan wajah dari percikan dan
dampak dari objek tergantung pada aktivitas yang dilakukan. Perlindungan
mata sangat mudah untuk dirasakan karena alat ini berfungsi langsung. Untuk
orang-orang yang tidak biasa menggunakan kacamata, sangat tidak nyaman
untuk memakai kacamata, karena bersifat membatasi.

5. Percikan cairan tubuh dari alat endoskopi atau dari pasien dan bahan kimia
pencucian alat mungkin ditemui disetiap waktu tertentu di dalam Iingkungan
endoskopi. Karena alasan inilah, perlindungan mata sangatlah penting.
Penggunaan pelindung mata harus nyaman dipakai, tepat bertengger di mata
dan wajah, dan tidak terganggu dengan kegiatan pemakai. Jika diperlukan
harus ada tanda di pintu yang menyatakan kewajiban untuk memakai
pelindung mata sebelum memasuki ruangan.

Secara umum perlindungan mata terdiri dari : • Kacamata pelindung •


Goggle • Pelindung wajah • Pelindung mata special (goggle yang menyatu
dengan masker khusus untuk pelindungi mata dan wajah dari radiasi dan
bahaya laser). Walaupun telah banyak model, jenis, dan bahan dari
perlindungan mata tersebar di pasaran hingga saat ini, Anda tetap harus
berhati-hati dalam memilihnya, karena bisa saja tidak cocok dan tidak cukup
aman melindungi mata dan wajah Anda dari kontaminasi bahan kimia yang
berbahaya. Untuk pekerjaan di endoskopi mencegah percikan cairan tubuh
masuk ke mata direkomendasikan minimal memakai goggle.
Gambar goggle Pelindung wajah 5. Proteksi Radiasi Burlington Medical
Supplies Inc memenuhi suatu kebutuhan APD - perlindungan terhadap
radiasi. Banyak fasilitas endoskopi memberikan pencitraan, sering untuk "GI
atas" atau menelan barium, dan petugas kesehatan yang memberikan
pencitraan ini perlu dilindungi terhadap paparan radiasi. "Semua orang bisa
terkena sejumlah radiasi dalam hidup mereka, namun seorang pekerja
kesehatan di suite pencitraan dapat terkena senilai seumur hidup dalam
hitungan hari," kata Alan Leming, wakil presiden penjualan dan pelayanan di
Burlington .
Burlington juga menyediakan penutup luar untuk peralatan pelindung
bahwa pencitraan pekerja digunakan. Materi yang dapat dibuat dari bahan
vinyl atau "pleather" dan bisa dicuci, tahan noda, dan dapat dihapus bawah
dengan agen pembersih ringan jika terkena limbah cairan. Mereka
menawarkan spons posisi pasien yang dapat dibersihkan dan digunakan
kembali, daripada dibuang. Beberapa peralatan pelindung lainnya -
"rompi" dan "kilt" mungkin datang dengan jenis back-saver desain, Leming
mengatakan - untuk mentransfer berat dari bahu ke wilayah korset panggul.
Mereka juga dapat memberikan beberapa dukungan punggung bawah. One-
piece celemek sampul juga tersedia untuk depan dan perlindungan belakang.
Gambar apron pelindung radiasi.

6. Pelindung kaki.
Sejauh ini sumber tentang Perlindungan Kaki dirancang untuk
mencegah luka-luka dari bahan kimia bersifat menghancurkan, bahan-bahan
berat, goncangan elektrik, seperti misalnya memberi daya tarik pada lantai
basah. Jika suatu objek bersifat korosif, berbahan kimia atau objek berat jatuh
ke lantai, bagian yang paling rentan pada badan adalah kaki. Karena alasan
inilah, sepatu yang dengan sepenuhnya menutup dan melindungi kaki,
direkomendasikan. Sepatu buatan pabrik, seperti sepatu tenis, bersifat
menyerap cairan. Jika bahan¬kimia tumpah di atas sepatu pabrik, buka alas
kaki seketika. Ketika memilih alas kaki untuk laboratorium, pilihlah sepatu
kokoh yang menutupi seluruh kaki.
Hal ini akan menyediakan perlindungan terbaik. Sepatu jenis berikut
tidak boleh dikenakan di laboratorium : sandal,sandal kayu,sepatu tumit
tinggi, sepatu yang terbuka. Jenis jenis alas Sepatu keselamatan (steel-toed)
melindungikaki yang direkomendasikan adalah : dari luka-luka disebabkan
oleh dampak dari objek apapun selama aktivitas kerja (misal: pengangkatan
bahan yang berat, menggunakan perkakas bertenaga besar, Sepatu treated,
sepatu boot karet atau tutup sepatu plastik melindungidll). Sepatu Insulated
melindungi daridari bahan-vkimia bersifat menghancurkan. Sepatu boot
karet dengan anti selip pada bagian luar solgoncangan elektris.
menyebabkan daya tarik di dalam kondisi basah dimana terjadi kemungkinan
selip. Sepatu keselamatan, sepatu boot karet atau tutup sepatu plastik
melindungi dari jenis spesifik pencemaran kimia dan kontak cairan tubuh.
Berdasarkan pengamatan dan pengalaman penulis selama berpraktik di
PESC RSCM, di ruang endoskopi boleh menggunakan sandal plastic yang
bisa dicuci setiap saat.
Contoh pelindung kaki Sepatu boot sandal karet Ungkapan
mengatakan bahwa "Lebih baik mencegah daripada mengobati". APD
merupakan solusi pencegahan yang paling mendasar dari segala macam
kontaminasi dan bahaya akibat bahan kimia, cairan tubuh, radiasi, dll, Jadi,
tunggu apa lagi. Gunakanlah APD sebelum bekerja.
BAB III P E N U T U P

Manajemen pengelolaan ruang endoskopi melibatkan seluruh aspek, baik


ruangan, sarana prasarana, SDM dan system pelayanan. Trend terbaru yang tidak
bisa dipungkiri adalah manajemen pelayanan di Rumah Sakit seluruhnya mengacu
pada keselamatan pasien (Patien safety). Termasuk pengelolaan manajemen
pelayanan di ruangan endoskopi. Perkembangan teknologi kesehatan dan
pelayanan Rumah Sakit harus sejalan atau dibarengi dengan perkembangan system
pelayanan yang berpihak pada pasien, agar Rumah Sakit atau tempat pelayanan
yang memberikan pelayanan tersebut dapat diterima oleh pasien, sehingga
pelayanan tersebut mencapai pelayanan yang komprehensif dan memenuhi standar
mutu.
Kita yakin kedepan perkembangan akan ilmu dan teknologi kedokteran
dibidang endoskopi juga akan meningkat, karenanya kita harus selalu mengukuti
perkembangan tersebut dengan cara selalu terbuka terhadap informasi yang baru
dan siap untuk perubahan serta selalu melakukan pelatihan diri secara kontiniu.
Diharapkan makalah yang dangkal ini dapat menjadi motivasi bagi penulis
berikutnya untuk menyempurnakan kelemahan-kelemahan dan menambahkan hal-
hal yang baru yang tidak termuat dalam makalah ini. Terima Kasih dan
Wassalamu’alaikum wr.wbr Penulis Juliardinsyah
DAFTAR PUSTAKA

1.Ari Fahrial Syam, dkk. Endoskopi GastroIntestinal. Diagnostik dan tatalaksana


mutakhir, FKUI, 2008
2.Peraturan Men.Kes RI No. HK.02.02IMENKESI148IlI2010 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Perawat
3. PPEGI. Materi Kongres Nasional IX, Hotel Shangri-La Surabaya, 2007
4. Internet SGNA, Standards of Clinical Nursing Practice and Role Delineations.
2009
5. Yandih, Manajemen Ruang Endoskopi Berorientasikan Pada Hospital Safety,
2011
6. Internet EndoNurse, Personal protective equipment, 2012
7. Dan beberapa sumber lain : Internet, Wawancara Pakar selama pelatihan, dan
tugas-tugas/ makalah teman-teman sebelumnya.
8. DepKes RI, Pedoman Kerja Perawat Endoskopi, Jakarta, 1997

Bio Data Penulis Nama : Juliardinsyah, SKp Tempat/ Tgl Lahir : Sungai Limau, 17
Juli 1971 Alamat : Jl. Bukit Apit No. 11 dan 31 Kota Bukittinggi Propinsi Sumatera
Barat Pendidikan Terakhir : FIK – UI Tahun 1999 Pekerjaan : Perawat Tempat
Tugas : RSUD Kota Padang Panjang (Sumbar) Kontak Person HP : 08126615956 /
081267691696 Telp. Rumah : 0752 – 35894 Email : juliardinsyah@gmail.com
Diposting oleh juliardinsyah di 02.11
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest

Anda mungkin juga menyukai