Anda di halaman 1dari 13

Tugas Makalah Sejarah Indonesia

ACEH VERSUS PORTUGIS DAN VOC

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Pelajaran Sejarah


Indonesia

Oleh kelompok 1 :

 Faradisa Putroe Adha


 Fathin Rizki Chlissma Putra
 Jihan Nasri
 Mauliz Syakira

SMA NEGERI 3 BNA TAHUN AJARAN 2018/2019


KATA PENGANTAR

Ucapan puji-puji dan syukur semata-mata hanyalah milik Allah SWT. Hanya
kepada-Nya lah kami memuji dan hanya kepada-Nya lah kami bersyukur, kami
meminta ampunan dan kami meminta pertolongan. Shalawat serta salam tidak lupa
selalu kita haturkan untuk junjungan nabi kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang
telah menyampaikan petunjukan Allah SWT untuk kita semua, yang merupakan
sebuah pentunjuk yang paling benar yakni Syariah agama Islam yang sempurna dan
merupakan satu-satunya karunia paling besar bagi seluruh alam semesta.
Dengan hormat serta pertolongan-Nya, puji syukur, pada akhirnya kami dapat
menyelesaikan makalah kami dengan judul “Aceh Versus Portugis dan VOC”
dengan lancar. Kami pun menyadari bahwa tetap terdapat kekurangan pada makalah
kami ini. Oleh sebab itu, kami mohon maklumnya bagi setiap pembaca.

Banda Aceh, 23 Agustus 2018

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang ................................................................................................. 1

1.2 Rumusan masalah............................................................................................ 1

BAB II ISI

2.1 Alasan Portugis menyerang Aceh ................................................................... 2

2.2 Portugis mulai melancarkan serangan terhadap Aceh .................................... 3

2.3 persiapan aceh dalam melakukan penyerangan ke portugis ........................... 4

2.4 perlawanan Aceh terhadap Portugis ................................................................ 4

2.5 Alasan VOC harus mengusir Portugis dari Malaka ....................................... 6

2.6 Konflik antara Aceh dan VOC ........................................................................ 6

2.7 Isi surat Belanda terhadap Sultan Aceh .......................................................... 10

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 11

3.2 Daftar Pustaka ................................................................................................. 11

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Kenapa Portugis menyerang Aceh ?
1.2.2 Kapan Portugis mulai melancarkan serangan terhadap Aceh ?
1.2.3 Apa persiapan aceh dalam melakukan penyerangan ke portugis?
1.2.4 Bagaimana perlawanan Aceh terhadap Portugis ?
1.2.5 Mengapa VOC harus mengusir Portugis dari Malaka?
1.2.6 Bagaimana konflik antara VOC dengan Aceh?
1.2.7 Apa isi surat Belanda terhadap Sultan Aceh ?

2
BAB II

ISI

2.1 Alasan Portugis Menyerang Aceh

Setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511, justru membawa
hikmah bagi Aceh. Banyak para pedagang Islam yang menyingkir dari Malaka
menuju Aceh. Dengan demikian perdagangan di Aceh semakin ramai. Hal ini
mendorong Aceh berkembang menjadi bandar dan pusat perdagangan. Bahkan Aceh
mampu mengendalikan pusat-pusat perdagangan di pantai barat Sumatera, seperti di
Barus, Tiku, dan Parlaman. Pada masa pemerintahan Sultan Alauddin Ri’ayat al-
Kahar (1537-1568) terkenal sebagai tokoh yang meng-Aceh-kan kawasan pantai
barat Sumatera. Perkembangan Aceh yang begitu pesat ini dipandang oleh Portugis
sebagai ancaman. Oleh karena itu, Portugis berkehendak untuk menghancurkan
Aceh.

2.2 Portugis mulai melancarkan serangan terhadap Aceh

Pada tahun 1523 portugis melancarkan serangan ke Aceh dibawah pimpinan


Henrigues, dan menyusul pada tahun 1524 dipimpin oleh de Sauza. Beberapa
serangan Portugis ini mengalami kegagalan. Portugis terus mencari cara untuk
melemahkan posisi Aceh sebagai pusat perdagangan. Kapal-kapal Portugis selalu
mengganggu kapal-kapal dagang Aceh dimanapun berada. Misalnya, pada saat
berlayar dilaut merah pada tahun 1524/1525 diburu oleh kapal-kapal Portugis untuk
ditangkap. Sementara itu, Portugis mempunyai rencana terhadap Aceh sebagai
berikut :

1. Menghancurkan Aceh dengan jalan mengepungnya selama 3 tahun.

2. Setiap kapal yang berlayar di selat Malaka akan disergap dan dihancurkan.

3
Namun ternyata rencana Portugis tersebut tidak dapat terlaksana. Sebab
Portugis tidak memiliki armada yang cukup untuk mengawasi Selat Malaka.
Ternyata bukan Portugis yang berhasil menghancurkan kapal-kapal Aceh, tetapi
sebaliknya kapal-kapal Acehlah yang sering mengganggu kapal-kapal Portugis di
selat Malaka.

2.3 Persiapan aceh dalam melakukan penyerangan ke portugis

Untuk menghadapi Portugis, Sultan Aceh mengambil langkah-langkah


sebagai berikut :

2.31. Kapal-kapal dagangnya yang berlayar disertai prajurit dengan perlengkapan


meriam.

2.3.2. Meminta bantuan meriam serta tenaga ahlinya dari Turki. Bantuan dari Turki
itu diperoleh pada tahun 1567.

2.3.3. Meminta bantuan dari Jepara (Demak) dan Calicut (India).

2.4 Perlawanan Aceh terhadap Portugis

Perlawanan rakyat Aceh terhadap bangsa Portugis mencapai puncaknya


pada waktu Aceh dipimpin oleh kesultanan Aceh, Sultan Iskandar Muda (1607-
1636). Ada berbagai cara yang telah dilakukan oleh Kesultanan Aceh tersebut untuk
melumpuhkan kekuatan bangsa Portugis, salah satunya yaitu dengan cara
memblokade perdagangan. Pemblokadean perdagangan yang dimaksud adalah
dengan cara melarang rakyat Aceh untuk menjual lada dan timah kepada Bangsa
Portugis.

4
Dengan cara yang telah kesultanan Aceh, Sultan Iskandar Muda, lakukan
ternyata membuahkan hasil yang mana kekuatan bangsa Portugis bisa dilumpuhkan.
Namun hasil tersebut tidaklah begitu sempurna. Hal tersebut dikarenakan, penguasa-
penguasa kecil Malaka secara sembunyi- sembunyi menjual lada dan timah mereka
ke bangsa Portugis. Adapun alasan kenapa penguasa- penguasa kecil Malaka menjual
dagangannya ke Portugis yaitu karena mereka membutuhkan uang.

Kesultanan Aceh, Sultan Iskandar Muda, merasa taktik pemblokadean


perdagangan di wilayahnya sebagai cara untuk melumpuhkan Portugis ternyata
tidaklah sempurna hasilnya. Maka Sultan Iskandar Muda pun menyerang kedudukan
Portugis yang pada saat itu masih berpusat di Malaka pada tahun 1629. Sultan
Iskandar Muda tersebut kemudian mengerahkan seluruh kekuatan tentara Aceh untuk
mengalahkan Portugis. Iskandar Muda berusaha untuk melipatgandakan kekuatan
pasukannya. Angkatan lautnya diperkuata dengan kapal-kapal besar yang dapat
mengangkut 600-800 prajurit. Pasukan kaveleri dilengkapi dengan kuda-kuda dari
persia, bahkan Aceh juga menyiapkan pasukan gajah dan milisi infanteri. Sementara
itu, di Sumatera Barat, ditempatkan para pengawas di jalur-jalur perdagangan. Para
pengawas itu ditempatkan di pelabuhan-pelabuhan penting seperti di Pariaman.
Setelah mempersiapkan pasukannya, pada tahun 1629 Iskandar Muda melancarkan
serangan ke Malaka. Menghadapi serangan kali ini Portugis sempat kewalahan.
Portugis harus mengerahkan semua kekuatan tentara dan persenjataan untuk
menghadapi pasukan Iskandar Muda. Namun sayangnya, usaha yang di lakukan oleh
kesultanan Aceh tersebut mengalami kegagalan, bahkan pasukan tentara yang telah
dikerahkan oleh Sultan Iskandar Muda dapat dipukul mundur oleh pasukan Portugis.
Hubungan Aceh dan Portugis semakin memburuk. Bentrokan-bentrokan antara
kedua belah pihak masih sering terjadi, tetapi Portugis tetap tidak berhasil menguasai
Aceh dan begitu juga Aceh tidak berhasil mengusir Portugis dari Malaka. Yang
berhasil mengusir Portugis dari Malaka adalah VOC pada tahun 1641.

5
2.5 Alasan VOC harus mengusir Portugis dari Malaka

Sementara itu, pedagang Belanda juga ingin mendapatkan keuntungan


dengan berdagang di pantai Barat Sumatera, bahkan kalau perlu dapat melakukan
monopoli. Oleh karna itu, VOC harus bersaing dengan Portugis dan harus mendapat
izin dari Aceh. Padahal Aceh dikenal anti terhadap dominasi dan para pedagang
asing. Terkait dengan ini para pedagang Belanda melalui Pangeran Maurits pernah
berkirim surat kepada raja Aceh, Alauddin tertanggal 23 Agustus 1601. Dalam surat
dipenuhi dengan kata-kata sanjungan dan puji-pujian kepada Sultan Alauddin dan
rakyat Aceh. Dalam surat itu juga dicantumkan kata-kata yang menjelek-jelekkan
Portugis, dan juga dicantumkan tawaran bantuan untuk mengusir orang-orang
Portugis. Surat itu kemudian ditutup dengan kalimat “Mencium tangan Yang Mulia,
dari hamba, Maurits de Nassau”. Pada waktu utusan Pangeran Maurits itu
menyerahkan surat tersebut juga disertai dengan sejumlah hadiah dan hantaran.
Dengan surat ini ternyata Sultan Aceh yang kebetulan sedang bermusuhan dengan
Portugis, dapat menerima kehadiran para pedagang Belanda. Bahkan pada tahun
1607 Aceh memberikan izin kepada VOC untuk membuka loji di Tiku di pantai
Barat Sumatera.

2.6 Konflik Antara Aceh dan VOC

Usaha VOC untuk berdagang dan menguasai pelabuhan-pelabuhan penting


di Aceh tidak berhasil, karena Sultan Iskandar Muda cukup tegas. Ia selalu
mempersulit orang-orang barat untuk berdagang di wilayahnya. Ketika itu Inggris
dan Belanda minta ijin untuk berdagang di wilayah Aceh. Sultan Iskandar Muda
menegaskan bahwa ia hanya akan memberi ijin kepada salah satu di antara keduanya
dengan syarat ijin diberikan kepada yang memberi keuntungan kepada Kerajaan
Aceh. Karena merasa kesulitan mendapatkan ijin berdagang, maka para pedagang
Inggris dan Belanda mencoba melaksanakan perdagangan Inggris dan Belanda
mencoba melaksanakan perdagangan gelap atau penyelundupan. Usaha itupun tidak
berhasil, karena armada Aceh selalu siaga menjaga setiap pelabuhan di wilayahnya.

6
Pada akhir pemerintahan Sultan Iskandar muda, Aceh mulai surut. Hal itu
akibat kekalahan Perlawanan Aceh terhadap Portugis di Malaka. Oleh karena itu,
Aceh membutuhkan banyak biaya untuk membangun armadanya kembali. Maka
dengan sangat terpaksa, Aceh memberi ijin kepada VOC untuk berdagang di
wilayahnya. Dalam pelaksanaannya, VOC tetap mengalami kesulitan. Pada tahun
1641 VOC merebut Malaka dari tangan Portugis. Sejak itu VOC berperan penting di
Selat Malaka. Akibatnya peranan Aceh di selat tersebut makin berkurang.

Sejarah Perang Aceh Melawan Belanda, 1873-1904

Perang Aceh ialah perang Kesultanan Aceh melawan Belanda dimulai pada
1873 sampai 1904. Kesultanan Aceh menyerah pada 1904, tapi perlawanan rakyat
Aceh dengan perang gerilya terus berlanjut. Pada tanggal 26 Maret 1873 Belanda
menyatakan perang kepada Aceh, & mulai melepaskan tembakan meriam ke daratan
Aceh dari kapal perang Citadel van Antwerpen. Pada 8 April 1873, Belanda
mendarat di Pantai Ceureumen di bawah pimpinan Johan Harmen Rudolf Köhler, &
langsung bisa menguasai Masjid Raya Baiturrahman. Köhler saat itu membawa
3.198 tentara. Sebanyak 168 di antaranya para perwira.

Penyebab Terjadinya Perang Aceh

Perang Aceh disebabkan karena: Belanda menduduki daerah Siak. Akibat


dari Perjanjian Siak 1858. Di mana Sultan Ismail menyerahkan daerah Deli, Langkat,
Asahan & Serdang kepada Belanda, padahal daerah-daerah itu sejak Sultan Iskandar
Muda, berada di bawah kekuasaan Aceh. Belanda melanggar perjanjian Siak, maka
berakhirlah perjanjian London tahun 1824. Isi perjanjian London ialah Belanda &
Britania Raya membuat ketentuan tentang batas-batas kekuasaan kedua daerah di
Asia Tenggara yaitu dengan garis lintang Singapura. Keduanya mengakui kedaulatan
Aceh. Aceh menuduh Belanda tak menepati janjinya, sehingga kapal-kapal Belanda
yg lewat perairan Aceh ditenggelamkan oleh pasukan Aceh. Perbuatan Aceh ini
didukung Britania. Dibukanya Terusan Suez oleh Ferdinand de Lesseps.
Menyebabkan perairan Aceh menjadi sangat penting untuk lalu lintas perdagangan.

Ditandatanganinya Perjanjian London 1871 antara Inggris & Belanda, yg


isinya, Britania memberikan keleluasaan kepada Belanda untuk mengambil tindakan

7
di Aceh. Belanda harus menjaga keamanan lalulintas di Selat Malaka. Belanda
mengizinkan Britania bebas berdagang di Siak & menyerahkan daerahnya di Guyana
Barat kepada Britania. Akibat perjanjian Sumatera 1871, Aceh mengadakan
hubungan diplomatik dengan Konsul Amerika Serikat, Kerajaan Italia, Kesultanan
Usmaniyah di Singapura. Dan mengirimkan utusan ke Turki Usmani pada tahun
1871. Akibat hubungan diplomatik Aceh dengan Konsul Amerika, Italia & Turki di
Singapura, Belanda menjadikan itu sebagai alasan untuk menyerang Aceh. Wakil
Presiden Dewan Hindia Frederik Nicolaas Nieuwenhuijzen dengan 2 kapal
perangnya datang ke Aceh & meminta keterangan dari Sultan Machmud Syah
tentang apa yg sudah dibicarakan di Singapura itu, tetapi Sultan Machmud menolak
untuk memberikan keterangan.

Strategi Siasat Snouck Hurgronje Mata-mata Belanda

Untuk mengalahkan pertahanan & perlawan Aceh, Belanda memakai tenaga


ahli Dr. Christiaan Snouck Hurgronje yg menyamar selama 2 tahun di pedalaman
Aceh untuk meneliti kemasyarakatan & ketatanegaraan Aceh. Hasil kerjanya itu
dibukukan dengan judul Rakyat Aceh [De Acehers]. Dalam buku itu disebutkan
strategi bagaimana untuk menaklukkan Aceh. Usulan strategi Snouck Hurgronje
kepada Gubernur Militer Belanda Joannes Benedictus van Heutsz adalah, supaya
golongan Keumala [yaitu Sultan yg berkedudukan di Keumala] dengan pengikutnya
dikesampingkan dahulu. Tetap menyerang terus & menghantam terus kaum ulama.
Jangan mau berunding dengan pimpinan-pimpinan gerilya. Mendirikan pangkalan
tetap di Aceh Raya. Menunjukkan niat baik Belanda kepada rakyat Aceh, dengan
cara mendirikan langgar, masjid, memperbaiki jalan-jalan irigasi & membantu
pekerjaan sosial rakyat Aceh. Ternyata siasat Dr Snouck Hurgronje diterima oleh
Van Heutz yg menjadi Gubernur militer & sipil di Aceh [1898-1904]. Kemudian Dr
Snouck Hurgronje diangkat sebagai penasehatnya.

Taktik Perang belanda Menghadapi Aceh

Taktik perang gerilya Aceh ditiru oleh Van Heutz, dimana dibentuk pasukan
maréchaussée yg dipimpin oleh Hans Christoffel dengan pasukan Colone Macan yg
telah mampu & menguasai pegunungan-pegunungan, hutan-hutan rimba raya Aceh

8
untuk mencari & mengejar gerilyawan-gerilyawan Aceh. Taktik berikutnya yg
dilakukan Belanda ialah dengan cara penculikan anggota keluarga gerilyawan Aceh.
Misalnya Christoffel menculik permaisuri Sultan & Tengku Putroe [1902].

Van der Maaten menawan putera Sultan Tuanku Ibrahim. Akibatnya, Sultan
menyerah pada tanggal 5 Januari 1902 ke Sigli & berdamai. Van der Maaten dengan
diam-diam menyergap Tangse kembali, Panglima Polim dapat meloloskan diri, tetapi
sebagai gantinya ditangkap putera Panglima Polim, Cut Po Radeu saudara
perempuannya & beberapa keluarga terdekatnya. Akibatnya Panglima Polim
meletakkan senjata & menyerah ke Lhokseumawe pada Desember 1903. Setelah
Panglima Polim menyerah, banyak penghulu-penghulu rakyat yg menyerah
mengikuti jejak Panglima Polim.

Taktik selanjutnya, pembersihan dengan cara membunuh rakyat Aceh yg


dilakukan di bawah pimpinan Gotfried Coenraad Ernst van Daalen yg menggantikan
Van Heutz. Seperti pembunuhan di Kuta Reh [14 Juni 1904] dimana 2. 922 orang
dibunuhnya, yg terdiri dari 1. 773 laki-laki & 1. 149 perempuan. Taktik terakhir
menangkap Cut Nyak Dhien istri Teuku Umar yg masih melakukan perlawanan
secara gerilya, dimana akhirnya Cut Nya Dien dapat ditangkap & diasingkan ke
Sumedang.

Surat perjanjian tanda menyerah Pemimpin Aceh

Selama perang Aceh, Van Heutz telah menciptakan surat pendek [korte
verklaring, Traktat Pendek] tentang penyerahan yg harus ditandatangani oleh para
pemimpin Aceh yg telah tertangkap & menyerah. Di mana isi dari surat pendek
penyerahan diri itu berisikan, Raja [Sultan] mengakui daerahnya sebagai bagian dari
daerah Hindia Belanda, Raja berjanji tak akan mengadakan hubungan dengan
kekuasaan di luar negeri, berjanji akan mematuhi seluruh perintah-perintah yg
ditetapkan Belanda. Perjanjian pendek ini menggantikan perjanjian-perjanjian
terdahulu yg rumit & panjang dengan para pemimpin setempat. Walau demikian,
wilayah Aceh tetap tak bisa dikuasai Belanda seluruhnya, dikarenakan pada saat itu
tetap saja terjadi perlawanan terhadap Belanda meskipun dilakukan oleh sekelompok

9
orang [masyarakat]. Hal ini berlanjut sampai Belanda enyah dari Nusantara & diganti
kedatangan penjajah baru yakni Jepang [Nippon].

2.7 Isi surat Belanda terhadap Sultan Aceh

Sebuah koran berbahasa Inggris, Javasche Courant, mempublikasikan sebagian isi


ultimatum perang itu pada tanggal 3 April 1873.

Begini bunyinya:

Menimbang:

dsb.dsb.:

Berdasarkan kekuasaan dan wewenang yang diberikan kepadanya oleh Pemerintah

Hindia Belanda, maka dengan ini, atas nama Pemerintah tersebut:

MENYATAKAN PERANG

Kepada

Sultan Aceh

Dan pernyataan ini lebih lanjut memberitahukan pula kepada setiap orang yang
bersangkutan serta memperingatkan kepada setiap orang akan segala akibat yang
mungkin ditimbulkan olehnya serta kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepada
setiap warga negara di dalam masa peperangan.

Termaktub di kapal uap Sri Baginda Raja “Citadel van Antwerpen” yang berlabuh
di

Perairan Aceh Besar, pada hari ini, Rabu, tanggal 26 Maret 1873.

ttd.

NIEUWENHUYZEN

10
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Daftar Pustaka

Sumber Buku

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2017. Sejarah


Indonesia Edisi Revisi 2017 : Aceh Versus Portugis dan VOC, Jilid 1.

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 2014. Sejarah


Indonesia Kurikulum 2013 : Aceh versus Portugis dan VOC, Jilid 1.

Sumber Internet

https://faizulaceh.blogspot.com/2016/10/perlawanan-aceh-terhadap-portugis.html
diakses pada 10.47 WIB, 23 Agustus 2018

http://khitacollections01.blogspot.com/2017/07/perlawanan-aceh-terhadap-voc.html
diakses pada 08.04 WIB, 24 Agustus 2018

https://acehabad.blogspot.com/2016/03/ini-isi-surat-pernyataan-perang-
belanda.html diakses pada 08.23 WIB, 24 Agustus 2018

11

Anda mungkin juga menyukai