Oleh kelompok 1 :
Ucapan puji-puji dan syukur semata-mata hanyalah milik Allah SWT. Hanya
kepada-Nya lah kami memuji dan hanya kepada-Nya lah kami bersyukur, kami
meminta ampunan dan kami meminta pertolongan. Shalawat serta salam tidak lupa
selalu kita haturkan untuk junjungan nabi kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang
telah menyampaikan petunjukan Allah SWT untuk kita semua, yang merupakan
sebuah pentunjuk yang paling benar yakni Syariah agama Islam yang sempurna dan
merupakan satu-satunya karunia paling besar bagi seluruh alam semesta.
Dengan hormat serta pertolongan-Nya, puji syukur, pada akhirnya kami dapat
menyelesaikan makalah kami dengan judul “Aceh Versus Portugis dan VOC”
dengan lancar. Kami pun menyadari bahwa tetap terdapat kekurangan pada makalah
kami ini. Oleh sebab itu, kami mohon maklumnya bagi setiap pembaca.
Kelompok 1
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II ISI
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
ISI
Setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511, justru membawa
hikmah bagi Aceh. Banyak para pedagang Islam yang menyingkir dari Malaka
menuju Aceh. Dengan demikian perdagangan di Aceh semakin ramai. Hal ini
mendorong Aceh berkembang menjadi bandar dan pusat perdagangan. Bahkan Aceh
mampu mengendalikan pusat-pusat perdagangan di pantai barat Sumatera, seperti di
Barus, Tiku, dan Parlaman. Pada masa pemerintahan Sultan Alauddin Ri’ayat al-
Kahar (1537-1568) terkenal sebagai tokoh yang meng-Aceh-kan kawasan pantai
barat Sumatera. Perkembangan Aceh yang begitu pesat ini dipandang oleh Portugis
sebagai ancaman. Oleh karena itu, Portugis berkehendak untuk menghancurkan
Aceh.
2. Setiap kapal yang berlayar di selat Malaka akan disergap dan dihancurkan.
3
Namun ternyata rencana Portugis tersebut tidak dapat terlaksana. Sebab
Portugis tidak memiliki armada yang cukup untuk mengawasi Selat Malaka.
Ternyata bukan Portugis yang berhasil menghancurkan kapal-kapal Aceh, tetapi
sebaliknya kapal-kapal Acehlah yang sering mengganggu kapal-kapal Portugis di
selat Malaka.
2.3.2. Meminta bantuan meriam serta tenaga ahlinya dari Turki. Bantuan dari Turki
itu diperoleh pada tahun 1567.
4
Dengan cara yang telah kesultanan Aceh, Sultan Iskandar Muda, lakukan
ternyata membuahkan hasil yang mana kekuatan bangsa Portugis bisa dilumpuhkan.
Namun hasil tersebut tidaklah begitu sempurna. Hal tersebut dikarenakan, penguasa-
penguasa kecil Malaka secara sembunyi- sembunyi menjual lada dan timah mereka
ke bangsa Portugis. Adapun alasan kenapa penguasa- penguasa kecil Malaka menjual
dagangannya ke Portugis yaitu karena mereka membutuhkan uang.
5
2.5 Alasan VOC harus mengusir Portugis dari Malaka
6
Pada akhir pemerintahan Sultan Iskandar muda, Aceh mulai surut. Hal itu
akibat kekalahan Perlawanan Aceh terhadap Portugis di Malaka. Oleh karena itu,
Aceh membutuhkan banyak biaya untuk membangun armadanya kembali. Maka
dengan sangat terpaksa, Aceh memberi ijin kepada VOC untuk berdagang di
wilayahnya. Dalam pelaksanaannya, VOC tetap mengalami kesulitan. Pada tahun
1641 VOC merebut Malaka dari tangan Portugis. Sejak itu VOC berperan penting di
Selat Malaka. Akibatnya peranan Aceh di selat tersebut makin berkurang.
Perang Aceh ialah perang Kesultanan Aceh melawan Belanda dimulai pada
1873 sampai 1904. Kesultanan Aceh menyerah pada 1904, tapi perlawanan rakyat
Aceh dengan perang gerilya terus berlanjut. Pada tanggal 26 Maret 1873 Belanda
menyatakan perang kepada Aceh, & mulai melepaskan tembakan meriam ke daratan
Aceh dari kapal perang Citadel van Antwerpen. Pada 8 April 1873, Belanda
mendarat di Pantai Ceureumen di bawah pimpinan Johan Harmen Rudolf Köhler, &
langsung bisa menguasai Masjid Raya Baiturrahman. Köhler saat itu membawa
3.198 tentara. Sebanyak 168 di antaranya para perwira.
7
di Aceh. Belanda harus menjaga keamanan lalulintas di Selat Malaka. Belanda
mengizinkan Britania bebas berdagang di Siak & menyerahkan daerahnya di Guyana
Barat kepada Britania. Akibat perjanjian Sumatera 1871, Aceh mengadakan
hubungan diplomatik dengan Konsul Amerika Serikat, Kerajaan Italia, Kesultanan
Usmaniyah di Singapura. Dan mengirimkan utusan ke Turki Usmani pada tahun
1871. Akibat hubungan diplomatik Aceh dengan Konsul Amerika, Italia & Turki di
Singapura, Belanda menjadikan itu sebagai alasan untuk menyerang Aceh. Wakil
Presiden Dewan Hindia Frederik Nicolaas Nieuwenhuijzen dengan 2 kapal
perangnya datang ke Aceh & meminta keterangan dari Sultan Machmud Syah
tentang apa yg sudah dibicarakan di Singapura itu, tetapi Sultan Machmud menolak
untuk memberikan keterangan.
Taktik perang gerilya Aceh ditiru oleh Van Heutz, dimana dibentuk pasukan
maréchaussée yg dipimpin oleh Hans Christoffel dengan pasukan Colone Macan yg
telah mampu & menguasai pegunungan-pegunungan, hutan-hutan rimba raya Aceh
8
untuk mencari & mengejar gerilyawan-gerilyawan Aceh. Taktik berikutnya yg
dilakukan Belanda ialah dengan cara penculikan anggota keluarga gerilyawan Aceh.
Misalnya Christoffel menculik permaisuri Sultan & Tengku Putroe [1902].
Van der Maaten menawan putera Sultan Tuanku Ibrahim. Akibatnya, Sultan
menyerah pada tanggal 5 Januari 1902 ke Sigli & berdamai. Van der Maaten dengan
diam-diam menyergap Tangse kembali, Panglima Polim dapat meloloskan diri, tetapi
sebagai gantinya ditangkap putera Panglima Polim, Cut Po Radeu saudara
perempuannya & beberapa keluarga terdekatnya. Akibatnya Panglima Polim
meletakkan senjata & menyerah ke Lhokseumawe pada Desember 1903. Setelah
Panglima Polim menyerah, banyak penghulu-penghulu rakyat yg menyerah
mengikuti jejak Panglima Polim.
Selama perang Aceh, Van Heutz telah menciptakan surat pendek [korte
verklaring, Traktat Pendek] tentang penyerahan yg harus ditandatangani oleh para
pemimpin Aceh yg telah tertangkap & menyerah. Di mana isi dari surat pendek
penyerahan diri itu berisikan, Raja [Sultan] mengakui daerahnya sebagai bagian dari
daerah Hindia Belanda, Raja berjanji tak akan mengadakan hubungan dengan
kekuasaan di luar negeri, berjanji akan mematuhi seluruh perintah-perintah yg
ditetapkan Belanda. Perjanjian pendek ini menggantikan perjanjian-perjanjian
terdahulu yg rumit & panjang dengan para pemimpin setempat. Walau demikian,
wilayah Aceh tetap tak bisa dikuasai Belanda seluruhnya, dikarenakan pada saat itu
tetap saja terjadi perlawanan terhadap Belanda meskipun dilakukan oleh sekelompok
9
orang [masyarakat]. Hal ini berlanjut sampai Belanda enyah dari Nusantara & diganti
kedatangan penjajah baru yakni Jepang [Nippon].
Begini bunyinya:
Menimbang:
dsb.dsb.:
MENYATAKAN PERANG
Kepada
Sultan Aceh
Dan pernyataan ini lebih lanjut memberitahukan pula kepada setiap orang yang
bersangkutan serta memperingatkan kepada setiap orang akan segala akibat yang
mungkin ditimbulkan olehnya serta kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepada
setiap warga negara di dalam masa peperangan.
Termaktub di kapal uap Sri Baginda Raja “Citadel van Antwerpen” yang berlabuh
di
Perairan Aceh Besar, pada hari ini, Rabu, tanggal 26 Maret 1873.
ttd.
NIEUWENHUYZEN
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sumber Buku
Sumber Internet
https://faizulaceh.blogspot.com/2016/10/perlawanan-aceh-terhadap-portugis.html
diakses pada 10.47 WIB, 23 Agustus 2018
http://khitacollections01.blogspot.com/2017/07/perlawanan-aceh-terhadap-voc.html
diakses pada 08.04 WIB, 24 Agustus 2018
https://acehabad.blogspot.com/2016/03/ini-isi-surat-pernyataan-perang-
belanda.html diakses pada 08.23 WIB, 24 Agustus 2018
11