Intisari
Electrostatic precipitator (ESP) merupakan sistem penangkap abu terbang (fly ash) yang digunakan di
PLTU. Proses yang dilakukan adalah treatment, yaitu membersihkan gas buang sisa hasil pembakaran boiler dari
partikel abu terbang dengan proses ionisasi medan listrik sebelum keluar ke atmosfer. ESP sebagai salah satu
pengontrol kadar emisi gas buang yang dihasilkan oleh sebuah PLTU. Oleh karena itu, kehandalan ESP harus
diwujudkan dan dijaga karena berhubungan dengan faktor lingkungan.
Untuk meningkatkan kehandalan operasional ESP yang kurang optimal perlu dilakukan inspeksi ke
dalam dan ditemukan kondisi Collecting Plate (CP) lepas dari pengikat sehingga posisi melengkung (warp) dan
misalignment. Posisi plat yang melengkung dapat mengurangi jarak (gap) antara collecting plate dan discharge
electrode sehingga sistem secara auto akan menurunkan tegangan kerja ESP, dampaknya adalah kadar emisi pada
gas buang meningkat.
Dilakukan penambahan clamp pada tiap-tiap collecting plate yang lepas dari pengikat untuk menambah
efisiensi operasional ESP. Penyelesaian masalah tersebut telah mampu mengatasi pencemaran lingkungan yang
berkaitan dengan ijin proper.
kata kunci: Electrostatic precipitator, collecting plate, discharge electrode, clamping, misalignment, fly ash.
I. Pendahuluan
Pencemaran udara merupakan salah satu pencemaran yang dikategorikan sebagai
pencemaran yang sangat berbahaya dan memberikan dampak yang cukup besar. Hal ini
dikarenakan partikel polutan dari pencemaran ini berukuran sangat kecil sehingga tidak
disadari oleh masyarakat. Berdasarkan wujud fisiknya, pencemar-pencemar yang terdapat di
udara tidak hanya berupa gas atau uap, melainkan dapat juga benda-benda padat sebagai
partikel, yaitu berupa debu, asap dan bau(Noza Arifin, 2015).
Bertambahnya perindustrian yang muncul saat ini menyebabkan tuntutan akan kebutuhan
listrik meningkat. Pada saat ini di Indonesia pembangkit listrik yang paling banyak digunakan
adalah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Hal ini dikarenakan di Indonesia masih
banyak terdapat tambang batubara, minyak bumi dan gas bumi. Namun, yang lebih banyak
digunakan adalah batubara, karena jumlahnya masih cukup banyak dibanding dengan minyak
bumi dan gas bumi. Batubara adalah mineral organik yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa
tumbuhan purba yang mengendap dan selanjutnya berubah bentuk akibat proses fisika dan
kimia yang berlangsung selama jutaan tahun, sehingga batubara termasuk dalam kategori
bahan bakar fosil(Whardani, 2012). Sehubungan dengan itu maka kelestarian lingkungan
sekitarnya harus tetap diperhatikan, karena PLTU dengan bahan bakar batubara dapat menjadi
sumber polusi udara apabila sisa pembakaran batubara tidak ditangani dengan baik. Abu sisa
pembakaran batubara ini merupakan partikel kecil yang besarnya sebagian besar sekitar 10
µm(Chiang, 2001). Adapun abu hasil pembakaran batubara dalam boiler menghasilkan abu
terbang (fly ash) dan abu dasar (bottom ash). Abu terbang disebut fly ash adalah material yang
tidak bisa terbakar habis dan yang ikut terbawa terbang oleh gas panas. Sedangkan, Abu dasar
(bottom ash) adalah material sisa pembakaran batubara yang tidak terbawa oleh gas panas. Abu
terbang hasil pembakaran batubara umumnya dilepaskan ke atmosfir tanpa adanya
pengendalian, sehingga dapat menimbulkan pencemaran udara. Oleh karena itu diperlukan
adanya perhatian terhadap lingkungan dan pengendalian pencemaran terhadap abu terbang
tersebut sebelum dilepaskan ke alam. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan alat untuk
mengurangi atau mengkontrol abu terbang. Alat yang paling efektif untuk digunakan adalah
Electrostatic Precipitator (ESP).
Electrostatic precipitator (ESP) merupakan sistem penangkap abu terbang (fly ash) yang
digunakan di PLTU khususnya berbahan bakar batubara. Proses yang dilakukan adalah
treatment, yaitu membersihkan gas buang sisa hasil pembakaran boiler dari partikel abu
terbang dengan proses ionisasi medan listrik sebelum keluar ke atmosfer. ESP sebagai salah
satu pengontrol kadar emisi gas buang yang dihasilkan oleh sebuah PLTU. Oleh karena itu,
kehandalan ESP harus diwujudkan dan dijaga karena berhubungan dengan faktor
lingkungan(Hariski Priyo, 2015).
Kinerja ESP yang kurang optimal mendasari kami untuk meningkatkan kegiatan
pemeliharaan hingga kegiatan-kegiatan inovatif, dimana permasalahan yang terjadi adalah ESP
field A24, tidak dapat menghasilkan arus (arus “zero”/”0”). Penyelesaian masalah ESP field
A24 harus dilakukan saat unit shutdown. Kegiatan inspeksi (25 Desember 2015 s/d 1 Januari
2015) yang dilakukan pada ESP field A24 menghasilkan beberapa temuan(Hariski Priyo,
2015), yaitu:
a. salah satu rapper hammer field A24 patah;
b. beberapa kondisi collecting plate (CP) lepas dari koneksi antar plat sehingga posisi
melengkung (warp) dan misalignment, khususnya pada field A23 dan A24;
c. temuan material asing (foreign material) di field A24; dan
d. pluging pada hopper field A22 dan A23.
Berdasarkan beberapa temuan tersebut, permasalahan misalignment collecting plate jadi
perhatian, dikarenakan posisi plat yang melengkung dapat mengurangi jarak (gap) antara
collecting plate dan discharge electrode sehingga sistem secara auto akan menurunkan
tegangan kerja ESP, dampaknya adalah kadar emisi pada gas buang meningkat(Jonelis,
2018).
(a)
(b
(sumber: PT. PJB UBJ O&M PLTU Paiton)
Gambar 2.4 (a) Collecting plate tipe 480C
(b) Collecting plate tipe 735C
III. Hasil dan Pembahasan
3.1 Permasalahan
Pada Agustus 2014 ESP field A24 gagal running (fail to start) setelah dilakukan inspeksi
sebelumnya dengan fault alarm “Output Voltage Lack” yang mengakibatkan kinerja ESP
keseluruhan untuk menangkap fly ash tidak optimal. Kondisi tersebut dapat dilihat dari gas
buang (flue gas) yang keluar melalui cerobong (stack) berwarna hitam, dapat dilihat pada
gambar 3.1.
Tabel 3.1 Data arus & tegangan ESP field A (23 Desember 2014)
No. Parameter Unit Field of ESP
A11 A12 A13 A14 A21 A22 A23 A24
1 Primary Voltage V 231 246 240 249 262 202 100 -
2 Primary Current A 250 370 380 316 496 306 120 -
3 Secondary kV 45 36 48 53 47 51 30 -
Voltage
4 Secondary mA 1000 1600 1400 1600 700 100 400 -
Current
Tabel 3.2 Data arus & tegangan ESP field B (23 Desember 2014)
No. Parameter Unit Field of ESP
B11 B12 B13 B14 B21 B22 B23 B24
1 Primary V 237 300 257 262 211 240 268 231
Voltage
2 Primary A 421 466 496 416 386 448 385 300
Current
3 Secondary kV 61 60 58 42 40 57 41 50
Voltage
4 Secondary mA 1600 1600 1600 1600 1200 1500 1000 1200
Current
(sumber: PT. PJB UBJ O&M PLTU Paiton)
Dapat dilihat dari tabel 3.1 dan 3.2, bahwa terdapat beberapa field ESP yang kinerjanya
kurang maksimal, yaitu ESP field A11, A21-A24, B21, dan B23-B24. Untuk ESP field A24
mendapat perhatian khusus karena tidak dapat dioperasikan (outservice).
3.2 Analisa Masalah
Potensi penyebab ESP Field A24 Fail to Start
a. Permasalahan Elektrik
Setting Parameter Arus dan Tegangan
Pada tahap ini dilakukan dengan mempelajari manual instruction dimana instruksi
yang diharuskan adalah melakukan reset controller. Selain itu, juga melakukan
resetting parameter arus primer, tegangan primer, arus sekunder, dan tegangan
sekunder. Hasilnya adalah ESP field A24 tetap fail to start (fault alarm “Output
Voltage Lack”). Manual instruction dapat dilihat di lampiran 3.1.
Pengukuran Komponen Thyristor
Pada tahap ini dilakukan pengukuran thyristor. Thyristor ini berfungsi sebagai
komponen pengatur/controller (mengatur aliran arus & tegangan input T/R Set).
Hasil pengukuran adalah normal.
Gambar 3.2 Thyristor
Note : 1) Voltage test menggunakan 1000 Vdc kecuali untuk megger test HV-
Ground, voltage test menggunakan 5000 Vdc
2) *Referensi Tai & Chyun
b. Permasalahan Mekanik
Pengecekan Disconnecting Switch (DS) T/R Set
Pada tahap ini dilakukan pengecekan DS sisi output T/R Set. Hasilnya adalah kondisi
DS normal.
Pengecekan internal ESP Field A24
Tahap pengecekan internal ini menunggu unit shutdown karena sistem ESP harus off.
3.3 Dss
3.4 f
IV. Kesimpulan
V. Daftar Pustaka