PENDAHULUAN
1
3. Bagamana cara menentukan BOQ dan RAB pada perencanaan electrostatic
precipitator?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui karakteristik partikulat pada industri semen.
2. Mampu mendesain electrostatic precipitator, hood, duct, dan cerobong pada
industri semen.
3. Mengetahui BOQdan RAB padaperencanaan electrostatic precipitator.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Sifat pengendapan
Sifat pengendapan adalah sifat debu yang cenderung selalu
mengendap karena gaya gravitasi bumi . Namun karena kecilnya
ukuran debu , kadang-kadang debu ini relatif tetap berada di
udara.
2. Sifat permukaan basah
Sifat permukaan debu akan cenderung selalu basah ,
dilapisi oleh lapisan air yang sangat tipis. Sifat ini penting dalam
pengendalian debu dalam tempat kerja.
3. Sifat penggumpalan
Oleh karena permukaan debu selalu basah , sehingga dapat
menempel satu sama lain dan dapat menggumpal. Turbulensi udara
meningkatkan pembentukan penggumpalan debu. Kelembaban di
bawah saturasi , kecil pengaruhnya terhadap penggumpalan debu .
Kelembaban yang melebihi tingkat huminitas di atas titik saturasi
mempermudah penggumpalan debu . Oleh karena itu partikel debu
bias merupakan inti dari pada air yang berkonsentrasi sehingga
partikel menjadi besar .
3
4. Sifat listrik statis
Debu mempunyai sifat listrik statis yang dapat menarik
partikel lain yang berlawanan. Dengan demikian, partikel dalam
larutan debu mempercepat terjadinya proses penggumpalan .
5. Sifat optis
Debu atau partikel basah atau lembab lainnya dapat
memancarkan sinar yang dapat terlihat dalam kamar gelap .Partikel
debu yang berdiameter lebih besar dari 10 mikron dihasilkan dari
proses-proses mekanis seperti erosi angin, penghancuran dan
penyemprotan, dan pelindasan benda-benda oleh kendaraan atau
pejalan kaki. Partikel yang berdiameter antara 1 - 10 mikron biasanya
termasuk tanah dan produk-produk pembakaran dari industri lokal.
Partikel yang mempunyai diameter 0,1-1mikron terutama merupakan
produk pembakaran dan aerosol fotokimia (Fardiaz,1992).
4
2.2 Pengertian Dust Collector
5
Gambar 1. Komponen Electrostatic Precipitator
1. Roof
2. High Voltage Transformer-Rectifier Unit
3. Manhole
4. Discharge Electrode Rapping Motor
5. Outlet Nozzle
6. Manhole
7. Collecting Electrode
8. Internal Walkway
9. Discharge Electrode
10. Collecting Electrode Rapping Motor
11. Hopper
12. Partition Plate of Hopper
13. Thermal Insulation
14. Inlet Nozzle
15. Gas Distribution Screen
16. Discharge Electrode Support Insulator
6
2.3.1 Casing
2.3.2 Hopper
7
bunga api elektron, maka CE harus dipasang dengan ketelitian yang sangat
tinggi.
8
elektron molekul gas, sedangkan pada inter electrode region dimana
pengaruh medan listrik negatif tidak terlalu besar, elektron bebas
menempel pada molekul gas. Discharge electrode menghasilkan medan
listrik negatif dimana medan listrik tersebut menghasilkan elektron dalam
jumlah banyak di sekitar daerah discharge electrode. Setelah diketahui
ternyata di daerah discharge electrode ada banyak elektron dan collecting
electrode yang di tanahkan maka sudah kodratnya lah, elektron yang
berkeliaran pada discharge electrode akan menuju collecting electrode.
Elektron ini bergerak dengan kecepatan tinggi menuju collecting
electrode. Jika di petakan berdasarkan tingkat kecepatan, kecepatan
elektron tertinggi berada pada daerah di sekitar discharge electrode dan
semakin menurun kecepatannya apabila semakin jauh dari discharge
electrode. Kodrat elektron yang menuju collecting electrode inilah yang
kemudian di manfaatkan untuk menangkap debu hasil pembakaran boiler
yang di lewatkan melalui ESP. Debu yang di lewatkan ke dalam medan
listrik tersebut akan menabrak elektron yang berkeliaran menyebabkan
molekul gas kehilangan elektron dan menjadi molekul bermuatan positif
saja. Begitu seterusnya sehingga semakin banyak elektron bebas. Karena
satu elektron menabrak satu molekul gas dan menghasilkan dua elektron,
begitu seterusnya. Proses multiplikasi elektron ini dinamakan Avalance
Multiplication. (septianda, rizky. 2016)
9
Partikel-partikel abu yang ada pada fly ash melewati ruangan ini dan akan
menyerap ion-ion yang ada sehingga akan bermuatan tinggi.
10
Collecting dan discharge electrode akan dipenuhi dengan
partikel-partikel setelah beberapa waktu tertentu. Untuk menghilangkan
partikel-partikel tersebut digunakan alat pengetuk abu yang dinamakan
rapper. Pada saat beroperasi, rapper akan menggetarkan kedua elektroda
ini sehingga partikel yang melekat pada kedua elektroda akan jatuh pada
bagian bawah electrostatic precipitator atau disebut dengan hopper. Dari
hopper, abu tersebut akan dihisap dengan vacuum blower menuju ke silo
abu. Rapper tidak melakukan pemukulan partikel secara bersamaan tetapi
bergantian sesuai dengan timing yang telah diatur. Gas asap yang berasal
dari pembakaran di boiler yang kemudian masuk ke electrostatic
precipitator akan keluar dalam kondisi bebas dari abu tetapi tidak bebas
dari sulfur.
2.5.1 Charging
11
2.5.2 Pengumpulan Abu Yang Melewati Electrostatic Precipitator (ESP)
12
dilakukan proses ionisasi terhadap partikel-partikel tersebut agar menjadi
bermuatan listrik. Dibutuhkan medan listrik yang besar untuk mendapatkan
efisiensi tangkapan partikel debu yang tinggi. Sistem ionisasi partikel-partikel
debu pada ESP adalah dengan menghasilkan korona (plasma lucutan pijar)
melalui tegangan listrik yang dialirkan pada sebuah anoda. Tegangan listrik
akan menghasilkan tegangan korona. Besarnya tegangan untuk
membangkitkan korona dapat dihitung dengan persamaan. Plasma lucutan pijar
korona pada ruang antar elektroda ESP Anoda dan katoda (pelat pengumpul)
diatur pada jarak 150 mm. Pada kawat pijar korona yang dialiri listrik
dengan tegangan 0,501 kV/m, yang dapat menghasilkan pancaran nyala
pijar (spark) 123 spark/menit.
Vc = Ec x r x ln 𝑟2 𝑟1 …………………………………………………2.2
Dimana :
13
r1 : jari-jari kawat (m)
2.7.1 Dioda
2.7.2 Inverter
14
aliran arus DC ke beban R dari arah kiri ke kanan, jika yang hidup adalah
sakelar S3 dan S4 maka akan mengalir aliran arus DC ke S1 S4 beban R
dari arah kanan ke kiri. Inverter dapat diklasifikasikan menjadi 2 macam,
yaitu inverter 1 fasa dan inverter 3 fasa.
2.7.4 Transformator
2.7.5 Kapasitor
15
2.7.6 Transistor
Semen adalah serbuk atau tepung yang terbuat dari kapur dan material
lainnya yang dipakai untuk membuat beton, merekatkan batu bata ataupun
membuat tembok (KBBI, 2008). Istilah semen berasal dari bahasa Latin, yaitu
caementum yang artinya bahan perekat.
Semen sudah dikenal pada zaman Mesir kuno pada abad ke 5. Pada saat
itu semen dibuat dari kalsinasi atau pembakaran batu kapur yang digunakan
untuk membangun piramida dan bangunan besar lainnya. Sedangkan bangsa
Romawi dan Yunani kuno membuat semen menggunakan slag vulkanik yang
berasal dari gunung berapi. Slag vulkanik dicampur dengan kapur gamping
(Quicklime) serta gypsum yang kemudian disebut sebagai Pozzolan Cement
(Rahadja,1990).
Semen merupakan suatu bahan yang bersifat hidrolis, yaitu bahan yang
akan mengalami proses pengerasan pada pencampurannya dengan air ataupun
larutan asam. Bahan dasar semen terdiri dari tiga macam, yaitu clinker/terak
semen sebanyak 70% sd 95% (hasil olahan pembakaran batu kapur, pasir silika,
pasir besi dan tanah liat), gypsum 5% dan material tambahan lain (batu kapur,
pozzolan,abu terbang dan lain-lain).
Semen merupakan salah satu bahan perekat yang jika dicampur dengan
air mampu mengikat bahan-bahan padat seperti pasir dan batu menjadi suatu
16
kesatuan kompak. Sifat pengikatan semen ditentukan oleh susunan kimia yang
dikandungnya. Adapun bahan utama yang dikandung semen adalah kapur
(CaO), silikat (SiO2), alumunia (Al2O3), ferro oksida (Fe2O3), magnesit
(MgO), serta oksida lain dalam jumlah kecil (Rahadja, 1990)
17
kuat beton dengan lebih lambat ketimbang Portland tipe I. Tipe semen
seperti ini digunakan untuk struktur beton masif seperti dam gravitasi besar
yang mana kenaikan temperatur akibat panas yang dihasilkan selama proses
curing merupakan faktor kritis.
18
Semen yang memenuhi persyaratan mutu semen Portland Pozzoland
SNI 15-0302-2004 dan ASTM C 595 M-05 s. Dapat digunakan secara luas
seperti :
konstruksi beton massa ( bendungan, dam dan irigasi)
Konstruksi Beton yang memerlukan ketahanan terhadap serangan
sulfat ( Bangunan tepi pantai, tanah rawa) .
Bangunan / instalasi yang memerlukan kekedapan yang lebih tinggi.
Pekerjaan pasangan dan plesteran.
Proses pembuatan semen terdiri dari lima tahap, yaitu sebagai berikut:
19
4. Penggilingan klinker. Penggilingan dilakukan pada roller press
sehingga memiliki ukuran tertentu yang selanjutnya digiling dengan
menggunakan alat penggiling berupa tube mill yang berisi bola-bola besi
sebagai media penghancurnya. Material yang telah halus dihisap dan
dipisahkan dari udara pembawanya dengan menggunakan beberapa
perangkat pemisah debu. Hasil penggilingan ini disimpan dalan semen
silo yang kedap udara.
5. Pengantongan semen. Semen dikeluarkan dari semen silo dan diangkut
dengan menggunakan belt conveyor masuk ke steel silo. Dengan alat
pengantongan berupa rotary packer, semen dikantongi dengan setiap 1
sak berisi 50 kg semen, kemudian dibawa ke truk untuk dipasarkan.
20
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
MULAI
STUDI LITERATUR
PENGUMPULAN DATA
PENENTUAN DIMENSI
PEMENUHAN
PARAMETER PERANCANGAN PERANCANGAN PERANCANGAN PERANCANGAN
PERANCANGAN HOOD DUCT FAN CEROBONG
EP
ANALISA DATA
PERHITUNGAN DED
PERHITUNGAN BOQ
PERHITUNGAN RAB
SELESAI 21
BAB IV
2,23 x 10^-9
12. Viskositas gas
Pa.s
Dari suspension
13. Suhu 2300C preheater
Wiranto (2016)
22
503 K
14. Dari suspension
62,22 kg/m2 preheater
Tekanan preheater
Wiranto (2016)
62,22 mmhg
Kecepatan migrasi Ditentukan
15. 6,7 c m/s
partikel Louis Theodore
16. Efisiensi
99,5 % Ditentukan
pengumpulan
17. Konstanta 8,86 x 1010
permisivitas c2/Nm2
18. Faktor Chunningham 1,338
Ditanya : A?
= 1.114 m2
De = 2d D / D+d
Asumsi : D= 2d
De = 2d x 2d / 2d + d
De = 4d2 / 3d
4d2 = 3d x 1
d2 = 0.75
d = 0.86
23
D = 2d
D = 2 x 0.86 = 1.72 m
Titik sampling :
2D = 2 x 0.86 = 1.72 m
8D = 8 X 1.72 = 13.76 m
A =PxL
= 3.2 m x 1 m
= 3.2 m2
24
Menetukan debit yang dapat dihisap oleh hood mengacu pada
tabel kecepatan hisapan hood dimana untuk hood flanged opening
menggunakan rumus :
Q = 0,75V(10X2+A)
= 0,75x(1.27m/s)x(10(1m)2+2m2)
= 11.43 m3/s
= 24218.7984 scfm
D act Area 2
(inc) V panjang L (ft) v (std) f (D/V)
(m³)
36 7.07 3424.88 10 32.8 0.7312836 1.64
36 7.07 3424.88 6m 19.6 0.7312836 0.98
36 7.07 3424.88 4m 13.12 0.7312836 0.656
1+ KH Kx TP pembulatan
1.5 0.3 2.51562 3
0 0.3 0.93604 1
0 0 20.4797 20
25
Contoh perhitungan Duct A
𝑑𝑟
𝐸𝑐 = 3,126 𝑥 106 [𝑑𝑟 + 0,0301 ( )]
𝑟𝑤
Dimana :
dr = densitas relatif gas, dapat dihitung dengan:
0,392 𝑥 𝑝
dr = , dimana p = tekanan (mmHg) dan T = suhu (Kelvin)
𝑇
26
4.4.2. Menghitung Tegangan Korona
𝑑
𝑉𝑐 = 𝐸𝑐 𝑥 𝑟𝑤 𝑥 ln ( )
𝑟𝑤
Dimana :
4
𝑑= 𝑥 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑘𝑎𝑤𝑎𝑡 − 𝑝𝑙𝑎𝑡
𝜋
4
𝑑= 𝑥 0,2 𝑚 = 0,255 𝑚
𝜋
Sehingga nilai Vc :
Vc = 16.107,33794 V
Dimana :
𝑟 = 𝑟𝑤 + 0,02 √𝑟𝑤
r = 0,0147 m
Va = 22475,3827 V = 22 kv
2𝜆 2 𝜀𝑟 − 1
𝑄𝑝 = {(1 + 2
)+( 2𝜆
) 𝑥 } 𝜋 𝜀0 𝑑𝑝2 𝐸𝑐
𝑑𝑝 1+ 𝜀𝑟 + 2
𝑑𝑝
27
𝑇 101,3 𝑥 103
𝜆 = 6,61 𝑥 10−8
293 𝑃
T = 503 K
P = 6222829,14 pascal
dp = 0,000000088 m
γ = 1,84724x 1014 m
Sehingga didapat Qp :
Qp = 2,15058 x 10-19 C
𝑄
𝐴= − ln(1 − 𝑒𝑓𝑓)
𝑊
A = 1342,77 m2
28
Kapasitas aliran gas buang = 16,98 m3/s x 3.600
= 61228 m3/jam
Syarat SCA untuk efisiensi 99% adalah 20-25 m2, maka SCA dengan
kapasitas gas buang 25 m3/s telah MEMENUHI
29
4.4.11. Menghitung Ls
Jumlah kawat = 24 (ditentukam)
Ls = 0,25 m
4.4.12. Menghitung Lo
Lo = Ns x Lebar EP + (Ns – 1) Ls + Len + Lex
Len = Lex =2 (ditentukan)
Menurut Lecture 6 Design of ESP Len = Lex = 2 – 3 meter. Maka Lo
dapat dihitung sebagai berikut :
Lo = 14,1667 m
30
DAFTAR PUSTAKA
31